-
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Ilmu Pengetahuan Alam
2.1.1 Hakikat IPA
Hendro Darmojo (Samatowa, 2011:2) secara singkat IPA adalah
pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta
dengan
segala isinya. Balitbang Depdiknas (2009 : 4) menyatakan bahwa
Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu
tentang
alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan
kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau
prinsip-
prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.
Sehingga
pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta
didik
untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta
prospek
pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam
kehidupan
sehari-hari.
Hakikat pembelajaran sains Susanto (2013) yang didefinisikan
sebagai ilmu pengetahuan alam, dapat diklasifikasikan menjadi
tiga
bagian, yaitu : ilmu pengetahuan alam sebagai produk, proses,
dan sikap.
Dari ketiga komponen ini, Sutrisno (Susanto, 2013:167)
menambahkan
bahwa IPA juga sebagai prosedur dan IPA sebagai teknologi.
Akan
tetapi, penambahan ini bersifat pengembangan dari ketiga
komponen
diatas, yaitu pengembangan prosedur dari proses, sedangkan
teknologi
dari aplikasi komponen dan prinsip-prinsip IPA sebagai produk.
Pertama,
ilmu pengetahuan alam sebagai produk, yaitu kumpulan hasil
penelitian
yang telah ilmuwan lakukan dan sudah membentuk konsep yang
telah
dikaji sebagai kegiatan empiris dan analitis. Kedua, ilmu
pengetahuan
alam sebagai proses, yaitu untuk menggali dan memahami
pengetahuan
tentang alam, karena IPA merupakan kumpulan fakta dan konsep,
maka
IPA membutuhkan proses dalam menemukan fakta dan teori yang
akan
digeneralisasikan oleh ilmuwan. Adapun proses dalam memahami
IPA
-
7
disebut dengan ketrampilan proses sains (science process skills)
adalah
ketrampilan yang dilakukan oleh para ilmuwan, seperti
mengamati,
mengukur, mengklasifikasikan, dan menyimpulkan. Mengamati
(observasi) adalah mengumpulkan semua informasi dengan
pancaindra.
Adapun penarikan kesimpulan (inferensi) setelah melakukan
observasi
dan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya.
Disamping
kedua komponen ini sebagai ketrampilan proses sains masih
ada
komponen lainnya seperti investigasi dan eksperimen. Akan
tetapi, yang
menjadi dasar ketrampilan proses ialah merumuskan hipotesis
dan
menginterpretasikan data melalui prosedur-prosedur tertentu
seperti
melakukan pengukuran atau percobaan. Ketiga, ilmu pengetahuan
alam
sebagai sikap. Sikap ilmiah harus dikembangkan dalam
pembelajaran
sains. Sulistyorini (Susanto, 2013:169), ada Sembilan aspek
yang
dikembangkan dari sikap ilmiah dari pembelajaran sains, yaitu :
sikap
ingin tahu, ingin mendapat sesuatu yang baru, sikap kerja keras,
tidak
putus asa, tidak berprasangka, mawas diri, bertanggung jawab,
berpikir
bebas, dan kedisiplinan diri.
Ketiga unsur tersebut merupakan ciri IPA yang utuh yang
sebenarnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam
proses
pembelajaran IPA ketiga unsur itu diharapkan dapat muncul
sehingga
peserta didik dapat mengalami proses pembelajaran secara
utuh,
memahami fenomena alam melalui pemecahan masalah, metode
ilmiah,
dan meniru cara ilmuwan bekerja dalam menemukan fakta baru.
Dari beberapa uraian diatas disimpulkan bahwa hakikat IPA
adalah ilmu pengetahuan tentang alam semesta, yang tidak hanya
terdiri
dari pengetahuan dan konsep-konsep semata, tetapi juga
proses
penemuan baru, serta kumpulan dari apa yang telah ditemukan,
sistematika penemuan yang rasional dan objektif, dan sikap-sikap
yang
dikembangkan dalam IPA.
-
8
2.1.2 Tujuan Pengajaran IPA
IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara
sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan
yang
dilakukan oleh manusia. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan
oleh
Susanto (2013: 167) bahwa IPA adalah usaha manusia dalam
memahami
alam semesta melalui pengamatan yang tepat sasaran, serta
menggunakan
prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan
suatu
kesimpulan.
Uraian di atas Sains adalah ilmu pengetahuan yang mempunyai
obyek, menggunakan metode ilmiah sehingga perlu diajarkan di
sekolah
dasar. Setiap guru harus paham akan alasan mengapa sains perlu
diajarkan
di sekolah dasar. Ada berbagai alasan yang menyebabkan satu
mata
pelajaran itu dimasukan kedalam kurikulum suatu sekolah.
Usman
Samatowa (2011) mengemukakan empat alasan sains dimasukan di
kurikulum Sekolah Dasar yaitu: Bahwa IPA berfaedah Bagi suatu
bangsa,
kiranya tidak perlu dipersoalkan panjang lebar. Kesejahteraan
materil
suatu bangsa banyak sekali tergantung pada kemampuan bangsa itu
dalam
bidang IPA, sebab IPA merupakan dasar teknologi, sering
disebut-sebut
sebagai tulang punggung pembangunan. Pengetahuan dasar untuk
teknologi ialah IPA. Orang tidak menjadi Insinyur elektronika
yang baik,
atau dokter yang baik, tanpa dasar yang cukup luas mengenai
berbagai
gejala alam.
Bila IPA diajarkan menurut cara yang tepat, maka IPA
merupakan suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan
berpikir
kritis, misalnya IPA diajarkan dengan mengikuti metode
“menemukan
sendiri”. Dengan ini anak dihadapkan pada suatu masalah.
Bila IPA diajarkan melalui percobaan-percobaan yang
dilakukan
sendiri oleh anak, maka IPA tidaklah merupakan mata pelajaran
yang
bersifat hafalan belaka.
-
9
Mata pelajaran ini mempunyai nilai-nilai pendidikan yaitu
mempunyai potensi yang dapat membentuk kepribadian anak
secara
keseluruhan.
Dari keempat alasan yang disampaikan, maka sangatlah
bermanfaat dan sangat berguna sekali implikasi mata pelajaran
IPA
terhadap kehidupan siswa kelak nantinya.
BSNP (Susanto, 2013:171) tujuan pembelajaran sains di
sekolah
dasar, dimaksudkan untuk :
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha
Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam
ciptaan-
Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan
kesadaran
tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA,
lingkungan, teknologi, dan masyarakat.
4. Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam
sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam
memelihara,
menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan ketrampilan IPA
sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan
pembelajaran
IPA adalah mengeluarkan potensi yang dimiliki oleh siswa
melalui
keterlibatan secara langsung dalam proses berpikir ilmiah,
rasioal serta
sistematis, guna bekal kehidupan baik jangka waktu pendek
maupun
panjang, serta kesadaran untuk terus melestarikan alam.
-
10
2.2 Hakikat Belajar
2.2.1 Pengertian Belajar
Majid (2013 : 33) belajar adalah perilaku mengembangkan diri
melalui proses penyesuaian tingkah laku. Sudjana (Majid:
2013)
penyesuaian tingkah laku dapat terwujud melalui kegiatan
belajar, bukan
karena akibat langsung dari pertumbuhan seseorang yang
melakukan
kegiatan belajar. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika
dia dapat
menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam
belajar yang
penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa
respon.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pelajar,
sedangkan
respon berupa reaksi atau tanggapan pelajar terhadap stimulus
yang
diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara
stimulus dan
respon hendaknya dibarengi dengan pengembangan diri dari pelajar
dalam
hal penyesuaian tingkah lakunya disaat pra, proses, maupun
pasca
pembelajaran.
Menurut Slameto (2010) belajar ialah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang
baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam
interaksi dengan lingkungannya. Winkel (Susanto, 2013:4) belajar
adalah
suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif
antara
seseorang dengan lingkungan, dan menghasilkan
perubahan-perubahan
dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap yang
bersifat
konstan dan berbekas.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan belajar adalah
proses penyesuaian yang mengekibatkan perubahan tingkah laku,
melalui
pengaruh interaksi dengan lingkungannya, yang mengakibatkan
perubahan-perubahan secara fisik dan mental. Agar terjadi proses
belajar
atau terjadinya perubahan tingkah laku sebelum kegiatan belajar
mengajar
di kelas, seorang guru perlu menyiapkan atau merencanakan
berbagai
pengalaman belajar yang akan diberikan pada siswa dan
pengalaman
belajar tersebut harus sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai.
-
11
2.3 Model pembelajaran
Menurut Mills dalam Suprijono (2010), model adalah
representasi
akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang
atau
sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu.
Sedangkan
menurut Suprijono (2010), model pembelajaran merupakan
landasan
praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan
dan teori
belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap
implementasi
kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas.
Model
pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pola yang digunakan
untuk
penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk
kepada
guru di kelas (Suprijono: 2010). Lebih singkatnya, model
pembelajaran
ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan
pembelajaran di kelas.
2.4 Model pembelajaran inkuiri
2.4.1 Pengertian model pembelajaran inkuiri
Hartono (2013) mengutarakan bahwa inkuiri adalah strategi
pembelajaran yang merangsang, mengajarkan, dan mengajak siswa
untuk
berpikir kritis, analitis, dan sistematis dalam rangka menemukan
jawaban
secara mandiri dari berbagai permasalahan yang diutarakan.
Sedangkan,
Rizema Putra (2013) menyimpulkan bahwa inkuiri merupakan
suatu
proses untuk memperoleh informasi melalui observasi atau
eksperimen
untuk memecahkan suatu masalah dengan menggunakan kemampuan
berpikir kritis dan logis. Di sinilah peran penting sains
(murni) sebagai
dasar pembelajaran.
Tujuan utama pembelajaran berbasis inkuiri menurut National
Research Council (Susanto, 2013:173) sebagai berikut :
1) mengembangkan keinginan dan motivasi siswa untuk
mempelajari
prinsip dan konsep sains.
2) mengembangkan ketrampilan ilmiah siswa sehingga mampu
bekerja
seperti layaknya seorang ilmuan.
-
12
3) membiasakan siswa bekerja keras untuk memperoleh
pengetahuan.
Adapun alasan penggunaan pendekatan inkuiri menurut Edi
Hendri Mulyana (Rizema Putra: 2013) mengemukakan bahwa model
pembelajaran inkuiri dipandang sebagai model yang diasumsikan
cukup
akomodatif bagi penyelenggaraan pembelajaran sains di sekolah
dasar saat
ini. Alasannya, model ini menjembatani keadaan transisi dari
gaya
pengajaran sains konvensional yang masih verbalistis serta minim
alat
bantu menuju gaya pengajaran sains alternatif yang lebih
proporsional bagi
hakikat sains dan karakteristik siswa sekolah dasar. Selain itu,
model
pembelajaran tersebut juga mendukung karakteristik siswa, yakni
:
1) Secara instinktif, siswa selalu ingin tahu;
2) Dalam percakapan, siswa selalu ingin berbicara dan
mengkomunikasikan idenya;
3) Dalam membangun (konstruksi) pengetahuan, siswa selalu
ingin
membuat sesuatu;
4) Siswa selalu mengekspresikan diri;
5) Perkembangan intelektual siswa SD berada pada jenjang
operasional konkret; serta
6) Perkembangan sosial siswa SD berada pada fase bermain.
2.4.2 Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran inkuiri
Model pembelajaran inkuiri memiliki kelebihan dan
kekurangan.
Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran inkuiri menurut
Rizema
Putra (2013) adalah sebagai berikut:
a. Kelebihan model pembelajaran inkuiri :
1) Model pembelajaran inkuiri meningkatkan potensi
intelektual
siswa.
2) Ketergantungan siswa terhadap kepuasan ekstrinsik
bergeser
kearah kepuasan intrinsik.
3) Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat penyelidikan
karena terlibat langsung dalam proses penemuan.
4) Belajar melalui inkuiri bisa memperpanjang proses
ingatan.
-
13
5) Belajar dengan inkuiri, siswa dapat memahami
konsep-konsep
sains dan ide-ide dengan baik.
6) Pengajaran menjadi terpusat pada siswa.
7) Proses pembelajaran inkuiri dapat membentuk dan
mengembangkan konsep diri siswa.
8) Tingkat harapan meningkat; tingkat harapan merupakan
bagian
dari konsep diri.
9) Model pembelajaran inkuiri bisa mengembangkan bakat.
10) Model pembelajaran inkuiri dapat menghindarkan siswa
dari
belajar dengan hafalan.
11) Model pembelajaran inkuiri memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mencerna dan mengatur informasi yang didapatkan.
b. Kekurangan model pembelajaran inkuiri :
1) Model pembelajaran inkuiri mengandalkan suatu kesiapan
berpikir bagi siswanya, untuk berpikir secara luas.
2) Tidak efisien, khususnya untuk siswa yang jumlahnya
besar.
3) Bidang sains membutuhkan banyak fasilitas untuk menguji
ide-
ide.
4) Kurang berhasil jika jumlah siswa dalam kelas terlalu
banyak.
5) Sulit menerapkan metode ini karena guru dan siswa sudah
terbiasa dengan metode ceramah dan tanya jawab.
6) Pembelajaran dengan metode inkuiri lebih menekankan pada
penguasaan kognitif serta mengabaikan aspek ketrampilan,
nilai,
dan sikap.
7) Kebebasan yang diberikan kepada siswa tidak selamanya
bisa
dimanfaatkan secara optimal dan sering terjadi siswa
kebingungan.
8) Memerlukan sarana dan fasilitas.
-
14
2.4.3 Langkah model pembelajaran inkuiri yang akan dilaksanakan
dalam
penelitian
Pembelajaran dengan model inkuiri menurut Majid (2013)
mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
a. Orientasi
Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau
iklim pembelajaran yang yang responsif. Pada langkah ini,
guru
mengkondisikan agar siswa siap melaksanakan proses
pembelajaran.
Guru merangsang dan mengajak siswa untuk berpikir memecahkan
masalah. Langkah orientasi merupakan langkah yang sangat
penting.
Keberhasilan strategi ini sangat bergantung pada kemauan siswa
untuk
beraktifitas menggunakan kemampuannya dalam memecahkan
masalah.
Tanpa kemauan dan kemampuan tersebut tak mungkin proses
pembelajaran akan berjalan lancar.
b. Merumuskan Masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah melibatkan siswa
pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan
yang
disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk
berpikir
memecahkan teka-teki tersebut karena masalah tersebut pasti
ada
jawabannya sehingga siswa didorong untuk mencari jawaban yang
tepat.
Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam
strategi
inkuiri. Oleh sebab itu, melalui proses tersebut siswa akan
memperoleh
pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan
mental melalui proses berpikir.
c. Merumuskan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan
yang sedang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu
diuji
kebenarannya. Perkiraan sebagai hipotesis bukan sembarang
perkiraan,
tetapi harus memiliki landasan berpikir yang kokoh sehingga
hipotesis
yang dimunculkan itu bersifat rasional dan logis. Kemampuan
berpikir
-
15
logis itu sendiri akan sangat dipengaruhi oleh kedalaman wawasan
yang
dimiliki serta keluasan pengalaman. Dengan demikian, setiap
individu
yang kurang mempunyai wawasan akan sulit mengmbangkan
hipotesis
yang rasional dan logis.
d. Mengumpulkan Data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang
dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam
strategi
pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses
mental
yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses
mengumpulkan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat
dalam belajar, tetapi juga membutuhkan ketekunan dan
kemampuan
mengguanakan potensi berpikirnya. Oleh karena itu, tugas dan
peran
dalam tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
dapat
mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang
dibutuhkan.
Sering terjadi kendala dalam proses inkuiri adalah manakala
siswa tidak
apresiatif terhadap pokok permasalahan. Tidak apresiatif itu
biasanya
ditunjukkan oleh gejala-gejala ketidakgairahan dalam belajar.
Manakala
guru menemukan gejala-gejala semacam itu, guru hendaknya
secara
terus-menerus memberikan dorongan kepada siswa untuk belajar
melalui penyuguhan berbagai jenis pertanyaan secara merata
kepada
seluruh siswa sehingga mereka terangsang berpikir.
e. Menguji Hipotesis
Menguji hipotesis adalah proses menemukan jawaban yang
dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang
diperoleh
berdasarkan pengumpulan data. Dalam menguji hipotesis yang
terpenting adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban
yang
diberikan. Disamping itu, menguji hipotesis juga
mengembangkan
berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan
bukan
hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh
data
yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.
-
16
f. Merumuskan Kesimpulan
Merumuskan kesimpulan dalah proses mendeskripsikan temuan
yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis.
Merumuskan
kesimpulan merupakan gong-nya dalam proses pembelajaran.
Sering
terjadi, karena banyak data yang diperoleh menyebabkan
kesimpulan
yang dirumuskan tidak fokus pada masalah yang hendak
dipecahkan.
Oleh karena itu, untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya
guru
mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan.
2.5 Hasil belajar
Purwanto (2013) hasil belajar dapat dijelaskan dengan
memahami
dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”.
Pengertian hasil
(product) menunjukkan suatu perolehan akibat dilakukannya
suatu
aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input
secara
fungsional. Dalam kegiatan mengajar, setelah mengalami belajar
siswa
berubah perilakunya dibandingkan sebelumnya. Winkel (Purwanto:
2013)
hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia
berubah
dalam sikap dan tingkah lakunya.
Dipertegas oleh Susanto (2013) hasil belajar siswa adalah
kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar.
Karena
kegiatan belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari
seseorang yang
berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang
relatif
menetap.
Nawawi (Susanto: 2013) hasil belajar dapat diartikan sebagai
tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di
sekolah
yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes
mengenal
sejumlah materi pelajaran tertentu.
Jadi, hasil belajar merupakan perwujudan dari proses belajar
yang
dilakukan yang berdampak pada tingkah lakunya untuk jangka
pendek
maupun panjang. Serta dalam pendidikan, hasil belajar
diinterpretasikan
dalam bentuk hasil tes sejumlah materi pelajaran yang telah
disampaikan.
-
17
2.6 Implementasi Penggunaan Model Inkuiri Dalam Peningkatan
Hasil
Belajar
Penyesuaian model belajar yang sesuai dengan materi
pelajaran
sangat berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar. Seperti
pada
pendidikan mata pelajaran IPA yang banyak berorientasi pada
penumbuh
sikap ilmiah dan wawasan serta keterampilan proses sangat
besar
hubungannya dalam pemilihan metode dan hasil. Lingkungan
anak
menyediakan fenomena alam yang menarik dan penuh misteri,
maka
sebagai anak “young scients” (penelitian muda) mempunyai
rasa
keingintahuan (coriosity) yang tinggi. Keharusan bagi guru
untuk
menggunakan model inkuiri dalam pendekatan pembelajaran demi
membina keingintahuan anak. Memotivasinya sehingga mendorong
siswa
untuk mengajukan keragaman pertanyaan seperti “apa, mengapa
dan
bagaimana” terhadap objek dan peristiwa yang ada di alam.
Pada perkembangan lebih lanjut pertanyaan itu ditingkatkan
menjadi pertanyaan yang menanyakan hubungan seperti
“bagaimana”,
sebagai hasil eksplorasi terhadap lingkungan siswa diharapkan
membentuk
dirinya dengan sikap seorang ilmuwan muda. Selama melakukan
berbagai
kegiatan, perlu ditumbuhkembangakan kemampuan untuk
menggunakan
keterampilan proses seperti merumuskan masalah, menduga
jawaban,
mengumpulkan data kemudian mengelola data dan menguji
dugaannya,
serta menyimpulkan hasil penemuannya dan mengkomunikasikan
temuannya kepada beragam orang dengan berbagai cara yang
dapat
memberi pemahaman dengan baik.
Hartono (2013) melalui pendekatan dan penggunaan metode
inkuiri guru tidak hanya mengajarkan siswa untuk memahami
dan
mendalami materi pembelajaran, tetapi juga melatih kemampuan
berpikir
siswa dengan baik. Karena inkuiri ini mempunyai asumsi bahwa
manusia
pada dasarnya mempunyai kodrat ingin tahu tentang alam dan
lingkungannya. Inilah yang kemudian membuat strategi ini
dikembangkan.
Karena kodrat manusia yang besar akan rasa keingintahuannya,
dirasa
-
18
dengan inkuiri ini siswa bisa mengeluarkan dan meluapkan
rasa
keingintahuannya, memberikan pengalaman dalam dirinya
sehingga
inkuiri merupakan model mengajar yang dapat meningkatkan
pengalaman
belajar serta meningkatkan hasil belajar siswa.
2.7 Kajian yang Relevan
1) Penelitian yang telah dilakukan oleh Pius Tokndekut
(2011)
Universitas Negeri Malang dengan judul “Penggunaan
Pendekatan
Pembelajaran Inkuiri Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA
Siswa
Kelas V SDN Kauman 2 Kecamatan Klojen Kota Malang”.
Penelitian
ini mengunakan penelitian tindakan kelas, terdiri dari dua
siklus dan
masing-masing siklus dilakukan dengan 4 tahap yaitu : I
Siklus
dilakukan dengan dua kali dan Siklus II dilakukan dengan dua
kali
juga. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SDN Kauman 2
Kota
Malang dengan jumblah 48 siswa. Hasil belajar yang dicapai
oleh
siswa dalam pembelajaran IPA melalui pendekatan inkuiri dapat
dilihat
pada tes yang dilakukan pada pre-tes diperoleh ketuntasan 23
siswa
yang tuntas (47%), setelah dilakukan tindakan melalui
pembelajaran
IPA dengan konsep pembentukan tanah dengan menggunakan
pendekatan pembelajaran inkuri, maka hasil belajar meningkat
pada tes
siklus I yaitu 28 siswa (58,33%) yang tuntas namun belum
memenuhi
standar ketuntasan yang ditentukan dalam penelitian ini sesuai
dengan
SKBM SDN Kauman 2 yaitu 75 %. Setelah dilakukan perbaikan
pada
siklus II, hasil belajar yang diperoleh sangat meningkat yaitu
42 siswa
(87, 5%) yang tuntas atau meningakat 26% dari tes siklus I
serta
melebihi ketuntasan klasikal 75%. Namun demikian perlu
adanya
perbaikan pada 7 siswa yang belum mencapai ketuntasan
individu.
2) Penelitian yang dilakukan oleh Nanik Supriati (2011),
Universitas
Kristen Satya Wacana dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar
Siswa
Kelas V SD Negeri Pesalakan 02 Kecamatan Bandar Kabupaten
Batang Semester I Tahun Pelajaran 2011/2012 Mata Pelajaran
IPA
-
19
Materi Fungsi Organ Pencernaan Manusia Melalui Pembelajaran
Inkuiri”. Prestasi belajar siswa kelas V SD Negeri Pesalakan
02
tergolong rendah sehingga perlu dilakukan PTK dengan
menggunakan
pembelajaran inkuiri. Hasil analisis data PTK Siklus I dan
Siklus II
menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa, karena data
yang
diperoleh hasil pre-test materi Fungsi Organ Pencernaan
Manusia
menunjukkan nilai rata-rata 62; setelah dilakukan tindakan
Siklus I,
ada peningkatan hasil belajar, yaitu dengan nilai rata-rata 66.
Tindakan
dilanjutkan sampai dengan Siklus II. Ternyata hasil belajar
siswa lebih
meningkat lagi dengan rata-rata nilai mencapai 80. Berarti
dengan
dilaksanakan PTK ini dapat disimpulkan bahwa melalui
pembelajaran
inkuiri hasil belajar siswa Kelas V SD Negeri Pesalakan 02
meningkat.
3) Penelitian yang dilakukan oleh Purwanto (2012) Universitas
Kristen
Satya Wacana dengan judul “Meningkatkan Hasil Belajar IPA
dengan
Menerapkan Pembelajaran Berbasis Inkuiri pada Siswa Kelas V
Sekolah Dasar Negeri 1 Ngembak Kecamatan Purwodadi Kabupaten
Grobogan Semester 1 Tahun Ajaran 2011/2012”. Penelitian ini
menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak
dua
putaran. Dari hasil analis didapatkan bahwa hasil belajar
siswa
mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus II yaitu,
siklus I
(60,71 %), siklus II (85,71 %). Simpulan dari penelitian ini
adalah
metode pembelajaran berbasis inkuiri dapat meningkatkan hasil
belajar
Siswa kelas V SDN 1 Ngembak serta model pembelajaran ini
dapat
digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran IPA.
4) Rochamin (2013) Universitas Kristen Satya Wacana dengan
judul
“Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA dengan Menggunakan
Metode Inkuiri Berbantuan LCD pada Siswa Kelas 5 SDN
Wonobodro
01 Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2013/2014”. Penelitian
tindakan
kelas ini dilakukan dalam dua siklus, dengan subjek penelitian
siswa
kelas 5 yang berjumlah 35 siswa, setiap siklus terdiri dari
perencanaan,
pelaksanaan, tindakan dan refleksi. Pada pra siklus hanya 12
siswa
-
20
yang mengalami ketuntasan belajar dengan nilai rata-rata 58,00
pada
siklus I meningkat menjadi 23 siswa yang tuntas dengan nilai
rata-rata
83,00. Pada siklus II, semua siswa sejumlah 35 siswa
mengalami
ketuntasan belajar dengan nilai rata-rata 88,14.
2.8 Kerangka Berpikir
Pembelajaran IPA merupakan salah satu mata pelajaran di
sekolah dasar. IPA menitikberatkan pada proses pembelajaran,
sehingga
diharapkan siswa terlibat langsung di dalam pembelajaran. Pada
kenyataan
yang terjadi, guru masih menggunakan metode ceramah,
pemahaman
siswa hanya sebatas menghafal saja, bukan mengalami secara
langsung
proses pembelajaran. Maka dari itu, hendaknya memilih model
pembelajaran yang siswa mengalami langsung proses pembelajaran
sesuai
model yang berbasis sains, salah satunya model pembelajaran
inkuiri.
Model pembelajaran inkuiri dipilih karena dirasa tepat
dilakukan
dalam pembelajaran IPA sekolah dasar, karena sesuai dengan
hakikat IPA
atau sains yaitu siswa diajak untuk berpikir ilmiah dalam
proses
pembelajaran. Rizema Putra (2013) menyimpulkan bahwa inkuiri
merupakan suatu proses untuk memperoleh informasi melalui
observasi
atau eksperimen untuk memecahkan suatu masalah dengan
menggunakan
kemampuan berpikir kritis dan logis. Di sinilah peran penting
sains
(murni) sebagai dasar pembelajaran. Dengan model pembelajaran
ini,
siswa diharapkan sepenuhnya terlibat merencanakan
eksperimen,
melakukan eksperimen bersama kelompok, menemukan fakta
dengan
berdiskusi bersama-sama dalam kelompok, mengumpulkan data
sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya, mengendalikan variable yang
sebelumnya telah dibuat, dan memecahkan masalah yang dihadapi
secara
nyata, dan menarik kesimpulan berdasarkan fakta-fakta dari
temuan yang
ada, sehingga siswa akan mudah memahami konsep jika disajikan
dalam
bentuk konkret serta terlibat langsung dalam proses berpikir
ilmiah.
-
21
Melihat keunggulan model pembelajaran inkuiri, maka dirasa
model pembelajaran inkuiri dapat merangsang rasa ingin tahu
siswa,
sehingga siswa aktif dalam pembelajaran, seperti aktif bertanya
dan
menjawab, berdiskusi bersama kelompok, mengemukakan
pendapatnya,
diduga dari keaktifan dan keterlibatan siswa itulah, hasil
belajar siswa
yang semula rendah, akan naik, akibat dari penggunaan model
pembelajaran inkuiri.
2.9 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berfikir diatas,
maka
dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
Melalui penggunaan model pembelajaran inkuiri dapat
meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V SDN 1
Kedungrejo
Kecamatan Tunjungan Kabupaten Blora Semester II Tahun Ajaran
2013/
2014.
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Ilmu Pengetahuan Alam
2.1.1 Hakikat IPA
Hendro Darmojo (Samatowa, 2011:2) secara singkat IPA adalah
pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan
segala isinya. Balitbang Depdiknas (2009 : 4) menyatakan bahwa Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang
alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan
kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau
prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.
Sehingga pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi
peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar,
serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di
dalam kehidupan sehari-hari.
Hakikat pembelajaran sains Susanto (2013) yang didefinisikan
sebagai ilmu pengetahuan alam, dapat diklasifikasikan menjadi tiga
bagian, yaitu : ilmu pengetahuan alam sebagai produk, proses, dan
sikap. Dari ketiga komponen ini, Sutrisno (Susanto, 2013:167)
menambahkan bahwa IPA juga sebagai prosedur dan IPA sebagai
teknologi. Akan tetapi, penambahan ini bersifat pengembangan dari
ketiga komponen diatas, yaitu pengembangan prosedur dari proses,
sedangkan teknologi dari aplikasi komponen dan prinsip-prinsip IPA
sebagai produk. Pertama, ilmu pengetahuan alam sebagai produk,
yaitu kumpulan hasil penelitian yang telah ilmuwan lakukan dan
sudah membentuk konsep yang telah dikaji sebagai kegiatan empiris
dan analitis. Kedua, ilmu pengetahuan alam sebagai proses, yaitu
untuk menggali dan memahami pengetahuan tentang alam, karena IPA
merupakan kumpulan fakta dan konsep, maka IPA membutuhkan proses
dalam menemukan fakta dan teori yang akan digeneralisasikan oleh
ilmuwan. Adapun proses dalam memahami IPA disebut dengan
ketrampilan proses sains (science process skills) adalah
ketrampilan yang dilakukan oleh para ilmuwan, seperti mengamati,
mengukur, mengklasifikasikan, dan menyimpulkan. Mengamati
(observasi) adalah mengumpulkan semua informasi dengan pancaindra.
Adapun penarikan kesimpulan (inferensi) setelah melakukan observasi
dan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Disamping
kedua komponen ini sebagai ketrampilan proses sains masih ada
komponen lainnya seperti investigasi dan eksperimen. Akan tetapi,
yang menjadi dasar ketrampilan proses ialah merumuskan hipotesis
dan menginterpretasikan data melalui prosedur-prosedur tertentu
seperti melakukan pengukuran atau percobaan. Ketiga, ilmu
pengetahuan alam sebagai sikap. Sikap ilmiah harus dikembangkan
dalam pembelajaran sains. Sulistyorini (Susanto, 2013:169), ada
Sembilan aspek yang dikembangkan dari sikap ilmiah dari
pembelajaran sains, yaitu : sikap ingin tahu, ingin mendapat
sesuatu yang baru, sikap kerja keras, tidak putus asa, tidak
berprasangka, mawas diri, bertanggung jawab, berpikir bebas, dan
kedisiplinan diri.
Ketiga unsur tersebut merupakan ciri IPA yang utuh yang
sebenarnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam proses
pembelajaran IPA ketiga unsur itu diharapkan dapat muncul sehingga
peserta didik dapat mengalami proses pembelajaran secara utuh,
memahami fenomena alam melalui pemecahan masalah, metode ilmiah,
dan meniru cara ilmuwan bekerja dalam menemukan fakta baru.
Dari beberapa uraian diatas disimpulkan bahwa hakikat IPA adalah
ilmu pengetahuan tentang alam semesta, yang tidak hanya terdiri
dari pengetahuan dan konsep-konsep semata, tetapi juga proses
penemuan baru, serta kumpulan dari apa yang telah ditemukan,
sistematika penemuan yang rasional dan objektif, dan sikap-sikap
yang dikembangkan dalam IPA.
2.1.2 Tujuan Pengajaran IPA
IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara
sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang
dilakukan oleh manusia. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh
Susanto (2013: 167) bahwa IPA adalah usaha manusia dalam memahami
alam semesta melalui pengamatan yang tepat sasaran, serta
menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga
mendapatkan suatu kesimpulan.
Uraian di atas Sains adalah ilmu pengetahuan yang mempunyai
obyek, menggunakan metode ilmiah sehingga perlu diajarkan di
sekolah dasar. Setiap guru harus paham akan alasan mengapa sains
perlu diajarkan di sekolah dasar. Ada berbagai alasan yang
menyebabkan satu mata pelajaran itu dimasukan kedalam kurikulum
suatu sekolah. Usman Samatowa (2011) mengemukakan empat alasan
sains dimasukan di kurikulum Sekolah Dasar yaitu: Bahwa IPA
berfaedah Bagi suatu bangsa, kiranya tidak perlu dipersoalkan
panjang lebar. Kesejahteraan materil suatu bangsa banyak sekali
tergantung pada kemampuan bangsa itu dalam bidang IPA, sebab IPA
merupakan dasar teknologi, sering disebut-sebut sebagai tulang
punggung pembangunan. Pengetahuan dasar untuk teknologi ialah IPA.
Orang tidak menjadi Insinyur elektronika yang baik, atau dokter
yang baik, tanpa dasar yang cukup luas mengenai berbagai gejala
alam.
Bila IPA diajarkan menurut cara yang tepat, maka IPA merupakan
suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan berpikir kritis,
misalnya IPA diajarkan dengan mengikuti metode “menemukan sendiri”.
Dengan ini anak dihadapkan pada suatu masalah.
Bila IPA diajarkan melalui percobaan-percobaan yang dilakukan
sendiri oleh anak, maka IPA tidaklah merupakan mata pelajaran yang
bersifat hafalan belaka.
Mata pelajaran ini mempunyai nilai-nilai pendidikan yaitu
mempunyai potensi yang dapat membentuk kepribadian anak secara
keseluruhan.
Dari keempat alasan yang disampaikan, maka sangatlah bermanfaat
dan sangat berguna sekali implikasi mata pelajaran IPA terhadap
kehidupan siswa kelak nantinya.
BSNP (Susanto, 2013:171) tujuan pembelajaran sains di sekolah
dasar, dimaksudkan untuk :
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam
ciptaan-Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran
tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA,
lingkungan, teknologi, dan masyarakat.
4. Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam
sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan ketrampilan IPA
sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran
IPA adalah mengeluarkan potensi yang dimiliki oleh siswa melalui
keterlibatan secara langsung dalam proses berpikir ilmiah, rasioal
serta sistematis, guna bekal kehidupan baik jangka waktu pendek
maupun panjang, serta kesadaran untuk terus melestarikan alam.
2.2 Hakikat Belajar
2.2.1 Pengertian Belajar
Majid (2013 : 33) belajar adalah perilaku mengembangkan diri
melalui proses penyesuaian tingkah laku. Sudjana (Majid: 2013)
penyesuaian tingkah laku dapat terwujud melalui kegiatan belajar,
bukan karena akibat langsung dari pertumbuhan seseorang yang
melakukan kegiatan belajar. Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut
teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa
stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja
yang diberikan guru kepada pelajar, sedangkan respon berupa reaksi
atau tanggapan pelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru
tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon hendaknya
dibarengi dengan pengembangan diri dari pelajar dalam hal
penyesuaian tingkah lakunya disaat pra, proses, maupun pasca
pembelajaran.
Menurut Slameto (2010) belajar ialah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya. Winkel (Susanto, 2013:4)
belajar adalah suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam
interaksi aktif antara seseorang dengan lingkungan, dan
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman,
ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat konstan dan berbekas.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan belajar adalah
proses penyesuaian yang mengekibatkan perubahan tingkah laku,
melalui pengaruh interaksi dengan lingkungannya, yang mengakibatkan
perubahan-perubahan secara fisik dan mental. Agar terjadi proses
belajar atau terjadinya perubahan tingkah laku sebelum kegiatan
belajar mengajar di kelas, seorang guru perlu menyiapkan atau
merencanakan berbagai pengalaman belajar yang akan diberikan pada
siswa dan pengalaman belajar tersebut harus sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai.
2.3 Model pembelajaran
Menurut Mills dalam Suprijono (2010), model adalah representasi
akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau
sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu. Sedangkan
menurut Suprijono (2010), model pembelajaran merupakan landasan
praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan
teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap
implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di
kelas. Model pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pola yang
digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi
petunjuk kepada guru di kelas (Suprijono: 2010). Lebih singkatnya,
model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas.
2.4 Model pembelajaran inkuiri
2.4.1 Pengertian model pembelajaran inkuiri
Hartono (2013) mengutarakan bahwa inkuiri adalah strategi
pembelajaran yang merangsang, mengajarkan, dan mengajak siswa untuk
berpikir kritis, analitis, dan sistematis dalam rangka menemukan
jawaban secara mandiri dari berbagai permasalahan yang diutarakan.
Sedangkan, Rizema Putra (2013) menyimpulkan bahwa inkuiri merupakan
suatu proses untuk memperoleh informasi melalui observasi atau
eksperimen untuk memecahkan suatu masalah dengan menggunakan
kemampuan berpikir kritis dan logis. Di sinilah peran penting sains
(murni) sebagai dasar pembelajaran.
Tujuan utama pembelajaran berbasis inkuiri menurut National
Research Council (Susanto, 2013:173) sebagai berikut :
1) mengembangkan keinginan dan motivasi siswa untuk mempelajari
prinsip dan konsep sains.
2) mengembangkan ketrampilan ilmiah siswa sehingga mampu bekerja
seperti layaknya seorang ilmuan.
3) membiasakan siswa bekerja keras untuk memperoleh
pengetahuan.
Adapun alasan penggunaan pendekatan inkuiri menurut Edi Hendri
Mulyana (Rizema Putra: 2013) mengemukakan bahwa model pembelajaran
inkuiri dipandang sebagai model yang diasumsikan cukup akomodatif
bagi penyelenggaraan pembelajaran sains di sekolah dasar saat ini.
Alasannya, model ini menjembatani keadaan transisi dari gaya
pengajaran sains konvensional yang masih verbalistis serta minim
alat bantu menuju gaya pengajaran sains alternatif yang lebih
proporsional bagi hakikat sains dan karakteristik siswa sekolah
dasar. Selain itu, model pembelajaran tersebut juga mendukung
karakteristik siswa, yakni :
1) Secara instinktif, siswa selalu ingin tahu;
2) Dalam percakapan, siswa selalu ingin berbicara dan
mengkomunikasikan idenya;
3) Dalam membangun (konstruksi) pengetahuan, siswa selalu ingin
membuat sesuatu;
4) Siswa selalu mengekspresikan diri;
5) Perkembangan intelektual siswa SD berada pada jenjang
operasional konkret; serta
6) Perkembangan sosial siswa SD berada pada fase bermain.
2.4.2 Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran inkuiri
Model pembelajaran inkuiri memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran inkuiri menurut Rizema
Putra (2013) adalah sebagai berikut:
a. Kelebihan model pembelajaran inkuiri :
1) Model pembelajaran inkuiri meningkatkan potensi intelektual
siswa.
2) Ketergantungan siswa terhadap kepuasan ekstrinsik bergeser
kearah kepuasan intrinsik.
3) Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat penyelidikan
karena terlibat langsung dalam proses penemuan.
4) Belajar melalui inkuiri bisa memperpanjang proses
ingatan.
5) Belajar dengan inkuiri, siswa dapat memahami konsep-konsep
sains dan ide-ide dengan baik.
6) Pengajaran menjadi terpusat pada siswa.
7) Proses pembelajaran inkuiri dapat membentuk dan mengembangkan
konsep diri siswa.
8) Tingkat harapan meningkat; tingkat harapan merupakan bagian
dari konsep diri.
9) Model pembelajaran inkuiri bisa mengembangkan bakat.
10) Model pembelajaran inkuiri dapat menghindarkan siswa dari
belajar dengan hafalan.
11) Model pembelajaran inkuiri memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mencerna dan mengatur informasi yang didapatkan.
b. Kekurangan model pembelajaran inkuiri :
1) Model pembelajaran inkuiri mengandalkan suatu kesiapan
berpikir bagi siswanya, untuk berpikir secara luas.
2) Tidak efisien, khususnya untuk siswa yang jumlahnya
besar.
3) Bidang sains membutuhkan banyak fasilitas untuk menguji
ide-ide.
4) Kurang berhasil jika jumlah siswa dalam kelas terlalu
banyak.
5) Sulit menerapkan metode ini karena guru dan siswa sudah
terbiasa dengan metode ceramah dan tanya jawab.
6) Pembelajaran dengan metode inkuiri lebih menekankan pada
penguasaan kognitif serta mengabaikan aspek ketrampilan, nilai, dan
sikap.
7) Kebebasan yang diberikan kepada siswa tidak selamanya bisa
dimanfaatkan secara optimal dan sering terjadi siswa
kebingungan.
8) Memerlukan sarana dan fasilitas.
2.4.3 Langkah model pembelajaran inkuiri yang akan dilaksanakan
dalam penelitian
Pembelajaran dengan model inkuiri menurut Majid (2013) mengikuti
langkah-langkah sebagai berikut :
a. Orientasi
Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau
iklim pembelajaran yang yang responsif. Pada langkah ini, guru
mengkondisikan agar siswa siap melaksanakan proses pembelajaran.
Guru merangsang dan mengajak siswa untuk berpikir memecahkan
masalah. Langkah orientasi merupakan langkah yang sangat penting.
Keberhasilan strategi ini sangat bergantung pada kemauan siswa
untuk beraktifitas menggunakan kemampuannya dalam memecahkan
masalah. Tanpa kemauan dan kemampuan tersebut tak mungkin proses
pembelajaran akan berjalan lancar.
b. Merumuskan Masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah melibatkan siswa pada suatu
persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan
adalah persoalan yang menantang siswa untuk berpikir memecahkan
teka-teki tersebut karena masalah tersebut pasti ada jawabannya
sehingga siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses
mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam strategi inkuiri.
Oleh sebab itu, melalui proses tersebut siswa akan memperoleh
pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental
melalui proses berpikir.
c. Merumuskan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang
sedang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji
kebenarannya. Perkiraan sebagai hipotesis bukan sembarang
perkiraan, tetapi harus memiliki landasan berpikir yang kokoh
sehingga hipotesis yang dimunculkan itu bersifat rasional dan
logis. Kemampuan berpikir logis itu sendiri akan sangat dipengaruhi
oleh kedalaman wawasan yang dimiliki serta keluasan pengalaman.
Dengan demikian, setiap individu yang kurang mempunyai wawasan akan
sulit mengmbangkan hipotesis yang rasional dan logis.
d. Mengumpulkan Data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang
dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam strategi
pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental
yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses
mengumpulkan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam
belajar, tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan
mengguanakan potensi berpikirnya. Oleh karena itu, tugas dan peran
dalam tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
dapat mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang
dibutuhkan. Sering terjadi kendala dalam proses inkuiri adalah
manakala siswa tidak apresiatif terhadap pokok permasalahan. Tidak
apresiatif itu biasanya ditunjukkan oleh gejala-gejala
ketidakgairahan dalam belajar. Manakala guru menemukan
gejala-gejala semacam itu, guru hendaknya secara terus-menerus
memberikan dorongan kepada siswa untuk belajar melalui penyuguhan
berbagai jenis pertanyaan secara merata kepada seluruh siswa
sehingga mereka terangsang berpikir.
e. Menguji Hipotesis
Menguji hipotesis adalah proses menemukan jawaban yang dianggap
diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh
berdasarkan pengumpulan data. Dalam menguji hipotesis yang
terpenting adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang
diberikan. Disamping itu, menguji hipotesis juga mengembangkan
berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan
hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data
yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.
f. Merumuskan Kesimpulan
Merumuskan kesimpulan dalah proses mendeskripsikan temuan yang
diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Merumuskan
kesimpulan merupakan gong-nya dalam proses pembelajaran. Sering
terjadi, karena banyak data yang diperoleh menyebabkan kesimpulan
yang dirumuskan tidak fokus pada masalah yang hendak dipecahkan.
Oleh karena itu, untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya
guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan.
2.5 Hasil belajar
Purwanto (2013) hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami
dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian
hasil (product) menunjukkan suatu perolehan akibat dilakukannya
suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input
secara fungsional. Dalam kegiatan mengajar, setelah mengalami
belajar siswa berubah perilakunya dibandingkan sebelumnya. Winkel
(Purwanto: 2013) hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan
manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya.
Dipertegas oleh Susanto (2013) hasil belajar siswa adalah
kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar.
Karena kegiatan belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari
seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan
perilaku yang relatif menetap.
Nawawi (Susanto: 2013) hasil belajar dapat diartikan sebagai
tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di
sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes
mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu.
Jadi, hasil belajar merupakan perwujudan dari proses belajar
yang dilakukan yang berdampak pada tingkah lakunya untuk jangka
pendek maupun panjang. Serta dalam pendidikan, hasil belajar
diinterpretasikan dalam bentuk hasil tes sejumlah materi pelajaran
yang telah disampaikan.
2.6 Implementasi Penggunaan Model Inkuiri Dalam Peningkatan
Hasil Belajar
Penyesuaian model belajar yang sesuai dengan materi pelajaran
sangat berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar. Seperti pada
pendidikan mata pelajaran IPA yang banyak berorientasi pada
penumbuh sikap ilmiah dan wawasan serta keterampilan proses sangat
besar hubungannya dalam pemilihan metode dan hasil. Lingkungan anak
menyediakan fenomena alam yang menarik dan penuh misteri, maka
sebagai anak “young scients” (penelitian muda) mempunyai rasa
keingintahuan (coriosity) yang tinggi. Keharusan bagi guru untuk
menggunakan model inkuiri dalam pendekatan pembelajaran demi
membina keingintahuan anak. Memotivasinya sehingga mendorong siswa
untuk mengajukan keragaman pertanyaan seperti “apa, mengapa dan
bagaimana” terhadap objek dan peristiwa yang ada di alam.
Pada perkembangan lebih lanjut pertanyaan itu ditingkatkan
menjadi pertanyaan yang menanyakan hubungan seperti “bagaimana”,
sebagai hasil eksplorasi terhadap lingkungan siswa diharapkan
membentuk dirinya dengan sikap seorang ilmuwan muda. Selama
melakukan berbagai kegiatan, perlu ditumbuhkembangakan kemampuan
untuk menggunakan keterampilan proses seperti merumuskan masalah,
menduga jawaban, mengumpulkan data kemudian mengelola data dan
menguji dugaannya, serta menyimpulkan hasil penemuannya dan
mengkomunikasikan temuannya kepada beragam orang dengan berbagai
cara yang dapat memberi pemahaman dengan baik.
Hartono (2013) melalui pendekatan dan penggunaan metode inkuiri
guru tidak hanya mengajarkan siswa untuk memahami dan mendalami
materi pembelajaran, tetapi juga melatih kemampuan berpikir siswa
dengan baik. Karena inkuiri ini mempunyai asumsi bahwa manusia pada
dasarnya mempunyai kodrat ingin tahu tentang alam dan
lingkungannya. Inilah yang kemudian membuat strategi ini
dikembangkan. Karena kodrat manusia yang besar akan rasa
keingintahuannya, dirasa dengan inkuiri ini siswa bisa mengeluarkan
dan meluapkan rasa keingintahuannya, memberikan pengalaman dalam
dirinya sehingga inkuiri merupakan model mengajar yang dapat
meningkatkan pengalaman belajar serta meningkatkan hasil belajar
siswa.
2.7 Kajian yang Relevan
1) Penelitian yang telah dilakukan oleh Pius Tokndekut (2011)
Universitas Negeri Malang dengan judul “Penggunaan Pendekatan
Pembelajaran Inkuiri Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa
Kelas V SDN Kauman 2 Kecamatan Klojen Kota Malang”. Penelitian ini
mengunakan penelitian tindakan kelas, terdiri dari dua siklus dan
masing-masing siklus dilakukan dengan 4 tahap yaitu : I Siklus
dilakukan dengan dua kali dan Siklus II dilakukan dengan dua kali
juga. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SDN Kauman 2 Kota
Malang dengan jumblah 48 siswa. Hasil belajar yang dicapai oleh
siswa dalam pembelajaran IPA melalui pendekatan inkuiri dapat
dilihat pada tes yang dilakukan pada pre-tes diperoleh ketuntasan
23 siswa yang tuntas (47%), setelah dilakukan tindakan melalui
pembelajaran IPA dengan konsep pembentukan tanah dengan menggunakan
pendekatan pembelajaran inkuri, maka hasil belajar meningkat pada
tes siklus I yaitu 28 siswa (58,33%) yang tuntas namun belum
memenuhi standar ketuntasan yang ditentukan dalam penelitian ini
sesuai dengan SKBM SDN Kauman 2 yaitu 75 %. Setelah dilakukan
perbaikan pada siklus II, hasil belajar yang diperoleh sangat
meningkat yaitu 42 siswa (87, 5%) yang tuntas atau meningakat 26%
dari tes siklus I serta melebihi ketuntasan klasikal 75%. Namun
demikian perlu adanya perbaikan pada 7 siswa yang belum mencapai
ketuntasan individu.
2) Penelitian yang dilakukan oleh Nanik Supriati (2011),
Universitas Kristen Satya Wacana dengan judul “Peningkatan Hasil
Belajar Siswa Kelas V SD Negeri Pesalakan 02 Kecamatan Bandar
Kabupaten Batang Semester I Tahun Pelajaran 2011/2012 Mata
Pelajaran IPA Materi Fungsi Organ Pencernaan Manusia Melalui
Pembelajaran Inkuiri”. Prestasi belajar siswa kelas V SD Negeri
Pesalakan 02 tergolong rendah sehingga perlu dilakukan PTK dengan
menggunakan pembelajaran inkuiri. Hasil analisis data PTK Siklus I
dan Siklus II menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa,
karena data yang diperoleh hasil pre-test materi Fungsi Organ
Pencernaan Manusia menunjukkan nilai rata-rata 62; setelah
dilakukan tindakan Siklus I, ada peningkatan hasil belajar, yaitu
dengan nilai rata-rata 66. Tindakan dilanjutkan sampai dengan
Siklus II. Ternyata hasil belajar siswa lebih meningkat lagi dengan
rata-rata nilai mencapai 80. Berarti dengan dilaksanakan PTK ini
dapat disimpulkan bahwa melalui pembelajaran inkuiri hasil belajar
siswa Kelas V SD Negeri Pesalakan 02 meningkat.
3) Penelitian yang dilakukan oleh Purwanto (2012) Universitas
Kristen Satya Wacana dengan judul “Meningkatkan Hasil Belajar IPA
dengan Menerapkan Pembelajaran Berbasis Inkuiri pada Siswa Kelas V
Sekolah Dasar Negeri 1 Ngembak Kecamatan Purwodadi Kabupaten
Grobogan Semester 1 Tahun Ajaran 2011/2012”. Penelitian ini
menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak dua
putaran. Dari hasil analis didapatkan bahwa hasil belajar siswa
mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus II yaitu, siklus
I (60,71 %), siklus II (85,71 %). Simpulan dari penelitian ini
adalah metode pembelajaran berbasis inkuiri dapat meningkatkan
hasil belajar Siswa kelas V SDN 1 Ngembak serta model pembelajaran
ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran
IPA.
4) Rochamin (2013) Universitas Kristen Satya Wacana dengan judul
“Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA dengan Menggunakan Metode
Inkuiri Berbantuan LCD pada Siswa Kelas 5 SDN Wonobodro 01
Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2013/2014”. Penelitian tindakan
kelas ini dilakukan dalam dua siklus, dengan subjek penelitian
siswa kelas 5 yang berjumlah 35 siswa, setiap siklus terdiri dari
perencanaan, pelaksanaan, tindakan dan refleksi. Pada pra siklus
hanya 12 siswa yang mengalami ketuntasan belajar dengan nilai
rata-rata 58,00 pada siklus I meningkat menjadi 23 siswa yang
tuntas dengan nilai rata-rata 83,00. Pada siklus II, semua siswa
sejumlah 35 siswa mengalami ketuntasan belajar dengan nilai
rata-rata 88,14.
2.8 Kerangka Berpikir
Pembelajaran IPA merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah
dasar. IPA menitikberatkan pada proses pembelajaran, sehingga
diharapkan siswa terlibat langsung di dalam pembelajaran. Pada
kenyataan yang terjadi, guru masih menggunakan metode ceramah,
pemahaman siswa hanya sebatas menghafal saja, bukan mengalami
secara langsung proses pembelajaran. Maka dari itu, hendaknya
memilih model pembelajaran yang siswa mengalami langsung proses
pembelajaran sesuai model yang berbasis sains, salah satunya model
pembelajaran inkuiri.
Model pembelajaran inkuiri dipilih karena dirasa tepat dilakukan
dalam pembelajaran IPA sekolah dasar, karena sesuai dengan hakikat
IPA atau sains yaitu siswa diajak untuk berpikir ilmiah dalam
proses pembelajaran. Rizema Putra (2013) menyimpulkan bahwa inkuiri
merupakan suatu proses untuk memperoleh informasi melalui observasi
atau eksperimen untuk memecahkan suatu masalah dengan menggunakan
kemampuan berpikir kritis dan logis. Di sinilah peran penting sains
(murni) sebagai dasar pembelajaran. Dengan model pembelajaran ini,
siswa diharapkan sepenuhnya terlibat merencanakan eksperimen,
melakukan eksperimen bersama kelompok, menemukan fakta dengan
berdiskusi bersama-sama dalam kelompok, mengumpulkan data sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya, mengendalikan variable yang
sebelumnya telah dibuat, dan memecahkan masalah yang dihadapi
secara nyata, dan menarik kesimpulan berdasarkan fakta-fakta dari
temuan yang ada, sehingga siswa akan mudah memahami konsep jika
disajikan dalam bentuk konkret serta terlibat langsung dalam proses
berpikir ilmiah.
Melihat keunggulan model pembelajaran inkuiri, maka dirasa model
pembelajaran inkuiri dapat merangsang rasa ingin tahu siswa,
sehingga siswa aktif dalam pembelajaran, seperti aktif bertanya dan
menjawab, berdiskusi bersama kelompok, mengemukakan pendapatnya,
diduga dari keaktifan dan keterlibatan siswa itulah, hasil belajar
siswa yang semula rendah, akan naik, akibat dari penggunaan model
pembelajaran inkuiri.
2.9 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berfikir diatas, maka
dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
Melalui penggunaan model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan
hasil belajar IPA siswa kelas V SDN 1 Kedungrejo Kecamatan
Tunjungan Kabupaten Blora Semester II Tahun Ajaran 2013/ 2014.
6