Top Banner
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi telinga Telinga merupakan organ penginderaan dengan fungsi pendengaran dan keseimbangan. Telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. 5 2.1.1. Telinga Luar Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna) dan liang telinga (meatus auditorius eksternus). Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S dengan rangka tulang rawan pada 1/3 bagian luar, sedangkan 2/3 bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang, panjangnya kira-kira 2,5-3 cm. Satu pertiga bagian liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen dan rambut, namun pada 2/3 bagian dalam hanya di jumpai sedikit kelenjar serumen. 5 2.1.2. Telinga Tengah
40

BAB II

Dec 21, 2015

Download

Documents

Nadiya Safitri

BAB II
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi telinga

Telinga merupakan organ penginderaan dengan fungsi pendengaran dan

keseimbangan. Telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah

dan telinga dalam.5

2.1.1. Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna) dan liang telinga (meatus

auditorius eksternus). Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang

telinga berbentuk huruf S dengan rangka tulang rawan pada 1/3 bagian luar,

sedangkan 2/3 bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang, panjangnya kira-kira 2,5-3

cm. Satu pertiga bagian liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen dan rambut,

namun pada 2/3 bagian dalam hanya di jumpai sedikit kelenjar serumen.5

2.1.2. Telinga Tengah

Telinga tengah adalah ruang kecil yang berisi udara yang berada pada os

petrosus tulang temporal. Telinga tengah dipisahkan dengan telinga luar oleh

membran timpani, dan dengan telinga dalam oleh fenestra vestibuli dan fenestra

rotunda.6 Secara umum, telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani,

dan recessus epitympani.

2.1.1. Membran Timpani

Page 2: BAB II

Membran timpani adalah selaput tipis dan halus yang merupakan bagian awal

dari sistem konduksi pada telinga tengah. Bentuk membrannya oval dengan bagian

superior lebih lebar. Membran ini memiliki panjang vertikal rata-rata 9-10 mm dan

diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm dengan ketebalannya rata-rata 0,1 mm.

Pada bagian tepi membran ini terdapat bagian yang mengalami penebalan, suatu

bagian yang disebut dengan annulus fibrocartilago. Membran timpani dapat dibagi

menjadi dua bagian, bagian superior, tempat dimana annulus fibrocartilago terbuka

terdapat area dengan ketebalan membran yang lebih tipis dan lebih longgar disebut

dengan pars flaksida. Bagian lain yang menyusun mayoritas dari membran timpani

terdiri dari pars tensa, yang ukurannya lebih tebal dan kaku. 6

Gambar 2.1. Membran Timpani7

2.1.2. Kavum Timpani

Secara umum kavum timpani adalah suatu ruang yang berbatasan dengan : a.

Paries tegmentalis

Merupakan bagian atap dari telinga tengah yang terdiri dari selapis tulang

tipis yang memisahkan telinga tengah dengan fossa cranii media.

b. Paries jugularis

Page 3: BAB II

Adalah bagian telinga tengah yang terdiri dari selapis tulang untuk

memisahkan telinga tengah dengan vena jugularis interna.

c. Paries membranacea

Dibentuk oleh membran timpani, terutama oleh annulus fibrocartilago tempat

membran ini melakukan insersi. Annulus fibriocartilago yang merupakan lingkaran

yang terbuka pada bagian atasnya membentuk notch of rivinus.

d. Paries mastoideum

Membentuk dinding posterior telinga tengah, bagian superior recessus

epitympani berlanjut ke pembukaan (aditus) antrum mastoideum.

e. Dinding anterior

Terdiri dari tulang tipis yang memisahkan kavum timpani dengan arteri

carotis interna, bagian superiornya terdapat dua ostium tuba eustachius dan ostium

tempat insersi musculus tensor timpani.8

Pada telinga tengah juga terdapat tiga buah tulang pendengaran. Maleus yang

melekat ke dinding posterior membran timpani, yang kemudian berartikulasi dengan

incus, incus kemudian berartikulasi dengan stapes, dan akhirnya basis stapes

berinsersi ke fenestra vestibuli, membentuk suatu rantai cincin pendengaran yang

utuh.6

Page 4: BAB II

Gambar 2.2. Kavum Timpani8

2.1.3. Area Mastoid

Di bagian posterior recessus epitympani terdapat auditus ke antrum

mastoideum. Antrum mastoideum merupakan suatu kavitas yang terdiri dari

ruangan-ruangan kecil berisi udara yang disebut sel mastoid. Antrum mastoideum

dipisahkan dengan fossa cranii media oleh tegmentum timpani.8

2.1.4. Tuba Eustachius

Tuba eustachii disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani, berbentuk

seperti huruf “S”. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan antara kavum

timpani dengan nasofaring. Tuba eustachii terdiri dari 2 bagian yaitu : bagian tulang

yang terdapat pada bagian belakang (1/3 bagian) dan bagian tulang rawan yang

terdapat pada bagian depan (2/3 bagian). Tuba eustachii berfungsi untuk ventilasi

telinga yang mempertahankan keseimbangan tekanan udara di dalam kavum timpani

dengan tekanan udara luar, drainase sekret yang berasal dari kavum timpani menuju

Page 5: BAB II

ke nasofaring dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring menuju ke kavum

timpani.

Gambar 2.3. Tuba Eustachius7

2.1.5. Pembuluh Darah

Suplai arteri berasal dari cabang-cabang kecil arteri faringeal asenden, yang

merupakan cabang dari arteri karotis eksterna. Perdarahan juga berasal dari dua buah

cabang arteri maksilaris, yakni arteri meningea media dan arteri vidianus. Drainase

vena bermuara pada pleksus pterigoid di fossa infratemporal. 8

2.1.6. Persarafan

Tuba eustachius, membran timpani, antrum mastoideum dan sel mastoid

menerima persarafan dari pleksus timpani yang dibentuk oleh cabang nervus

glossofaringeus. Muskulus tensor timpani diinervasi oleh cabang mandibular nervus

trigeminus dan muskulus stapedius diinervasi oleh nervus fasialis. 8

2.1.3. Telinga dalam

Page 6: BAB II

Telinga dalam terdiri dari semicircular canalis dan rumah siput (cochlea).

Semicircular canalis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk

lingkaran yang tidak lengkap. Cochlea melengkung seperti cangkang siput, pada

irisan melintang cochlea tampak vestibuli di sebelah atas, skala timpani sebelah

bawah dan skala media di antaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi

perlimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli di sebut

membrani vestibuli, sedangkan dasar skala media adalah membran basalis, pada

membrani ini terletak organ corti. 5

2.2. Otitis Media Supuratif Kronik

2.2.1. Definisi

Otitis media supuratif kronik adalah infeksi kronis telinga tengah dengan

perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah secara terus

menerus. Ada tidaknya efusi telinga tengah dan lamanya efusi akan membantu dalam

mendefinisikan prosesnya. Efusi bisa serous, mukoid, atau purulen, jangka waktunya

di bagi atas akut (0-3 minggu), subakut (3-12 minggu), atau kronik (>12 minggu).

OMSK di cirikan dengan adanya sekret purulen yang persisten melalui membran

timpani yang perforasi ataupun tympanostomy tuba yang tidak respon dengan terapi

medikamen. Otitis media supuratif kronik adalah suatu radang kronis telinga tengah

dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea)

lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau

kental, bening atau berupa nanah.9

2.2.2. Etiologi

Page 7: BAB II

Infeksi merupakan penyebab terjadinya otitis media supuratif kronik. Agen

infeksi yang paling sering menyebabkan OMSK adalah bakteri, bakteri aerob yang

terbanyak adalah Staphylococcus aureus 36,1%, diikuti Eschericia coli 27,7 % dan

Proteus 19,4%, Pseudomonas aeruginosa 2,8 %. Diantara bakteri ini Pseudomonas

aeruginosa dipercaya sebagai bakteri yang sering menyebabkan kerusakan telinga

tengah dan area mastoid yang parah.10

2.2.3. Patofisiologi

Otitis media supuratif kronik dimulai dengan episode infeksi akut. Iritasi dan

inflamasi pada mukosa telinga tengah akan menyebabkan edema mukosa. Proses

inflamasi yang berkelanjutan pada akhirnya akan menyebabkan ulserasi mukosa dan

kerusakan permukaan epitel membran timpani. Sistem pertahanan pejamu yang

bertujuan untuk mengeliminasi proses infeksi akan menyebabkan terbentuknya

jaringan granulasi dan polip pada telinga tengah. Siklus inflamasi, ulserasi, dan

pembentukan jaringan granulasi yang terus berulang pada akhirnya akan

menyebabkan kerusakan pada struktur tulang pendengaran. Proses kerusakan

membran timpani, terbentuknya jaringan granulasi, dan kerusakan tulang

pendengaran akan menyebabkan gangguan transmisi gelombang suara ke telinga

dalam sehingga bermanifestasi sebagai tuli konduktif. Tuli sensorineural dapat

muncul ketika proses inflamasi melibatkan fenestra rotunda, yang merupakan

membran semipermeabel, menyebabkan lewatnya material toksin sehingga

mengakibatkan perubahan biokimia pada perilimfe dan endolimfe dan menyebabkan

gangguan pada organ of Corti. 11

Durasi penyakit pada OMSK juga berhubungan dengan jenis dan derajat

gangguan pendengaran yang muncul. Pada OMSK yang telah berlangsung selama 26

Page 8: BAB II

tahun, insidensi tuli sensorineuralnya sebesar 33,33%. Kemunculan tuli sensorineural

setelah OMSK yang berlangsung diatas 15 tahun. Sebanyak 50% pasien dengan

derajat gangguan dengar sedang dan sedang berat adalah penderita OMSK diatas 10

tahun. Hal ini disebabkan karena proses peradangan telinga tengah yang berlangsung

lama cenderung akan berlanjut semakin parah dan melibatkan struktur disekitarnya

termasuk telinga dalam dan tulang pendengaran. 11

2.2.4. Faktor Resiko11

• Otitis media rekuren

• Disfungsi tuba eustachius

Tuba eustachius biasanya tertutup dan baru akan terbuka melalui kontraksi

muskulus tensor veli palatini saat mengunyah, menguap, dan menelan. Disfungsi

tuba estachius bisa bermanifestasi sebagai kondisi obstruksi yang menyebabkan

gangguan drainase sekret telinga tengah ke nasofaring. Gangguan patensi, berupa

tidak menutupnya tuba secara sempurna, menyebabkan perpindahan bakteri ke

telinga tengah.

• Usia muda

Tuba eustachius merupakan salah satu struktur yang masih belum

berkembang sempurna. Pada balita, panjang tuba lebih pendek, lebar, dan horizontal,

sehingga translokasi bakteri dari daerah tenggorokan ke telinga tengah lebih mudah

terjadi. Balita juga kerap dihubungkan dengan penggunaan botol susu, yang dapat

menjadi sumber infeksi.

Page 9: BAB II

• Penurunan sistem kekebalan (HIV, kemoterapi,dll)

Pasien HIV akan mengalami penurunan jumlah CD4+, yang akan

menyebabkan penurunan sekresi IL-4, IL-5, dan IFN-γ dan pembentukan

imunoglobulin sehingga respon imun spesifik dan non spesifik akan terganggu. Agen

kemoterapi bekerja dengan cara menggangu mitosis dan menyebabkan apoptosis sel,

sel- sel normal dengan kemampuan membelah yang cepat seperti sel

retikuloendotelial akan turut mengalami efek ini.

• Alergi dengan manifestasi di sistem pernafasan

Alergi dapat menimbulkan otitis media adalah melalui reaksi inflamasi alergi

pada mukosa hidung yang meluas ke tuba eustachius. Reaksi inflamasi ini akan

menyebabkan edema mukosa yang lebih lanjut akan mempengaruhi fungsi tuba,

yaitu ventilasi, proteksi dan drainase telinga tengah. Edema mukosa tuba eustachius

dapat disebabkan langsung oleh alergen inhalan yang menimbulkan respon alergi

lokal ataupun karena adanya respon imun di tuba eustachii.12

• Riwayat pemberian ASI

Pemberian ASI telah diketahui akan memberikan kekebalan humoral berupa

IgA, pemberiannya yang tidak adekwuat akan meningkatkan resiko infeksi terutama

pada balita.

• Merokok atau perokok sekunder

Pajanan nikotin diketahui dapat menurunkan ekspresi sitokin pro- inflamasi

(TNF-α, IL-1β, dan IL-6) dan kemokin ( RANTES dan IL-8).13

Page 10: BAB II

• Tempat tinggal di lingkungan kumuh

Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi

terdapat hubungan erat antara penderita dengan OMSK dengan kondisi

sosioekonomi, lingkungan tempat tinggal, dan status gizi dimana kelompok

sosioekonomi rendah memiliki insiden OMSK yang lebih tinggi.

2.2.5. Epidemiologi

Insidensi OMSK diperkirakan sebesar 39 kasus per 100,000 ribu orang.

Prevalensi OMSK di Asia tenggara diperkirakan sebanyak 5,2%. Di Indonesia

menurut Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran, Departemen

Kesehatan tahun 1993-1996 prevalensi OMSK adalah 3,8% populasi.11

2.2.6. Klasifikasi

OMSK dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu11 :

1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen.

Pada bentuk ini peradangan umumnya hanya terbatas pada mukosa saja dan

biasanya tidak mengenai tulang. Umumnya perforasi terletak di sentral atau pars

tensa. Otore umumnya mukopurulen dan tidak berbau, dan biasanya tidak disertai

dengan kolesteatoma. Berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dari kavum timpani,

bentuk ini dibagi lagi menjadi :

a. Penyakit aktif : OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum

timpani secara aktif.

b. Penyakit tidak aktif (tenang) : Keadaan kavum timpani terlihat

basah atau kering

Page 11: BAB II

Gambar 2.4. OMSK Tipe Tubotimpani

2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang

Bentuk ini umumnya disertai dengan perforasi di marginal ataupun di atik

atau pars flaksid. Bentuk ini selalu disertai dengan terbentuknya kantong retraksi

yang dapat menyebabkan penumpukan keratin sehingga menghasilkan kolesteatom.

Page 12: BAB II

Gambar 2.5. OMSK Tipe Atikoantral

Bentuk perforasi pada membran timpani14 :

1. Perforasi sentral

Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-

superior, kadang-kadang sub total

Gambar 2.6. Perforasi Sentral

2. Perforasi marginal

Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari annulus

fibrosus yang sering disertai jaringan granulasi. Perforasi marginal yang sangat besar

digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada pinggir postero-superior

berhubungan dengan kolesteatom.

Page 13: BAB II

Gambar 2.7. Perforasi Marginal

3. Perforasi atik

Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired

cholesteatoma.

Gambar 2.8. Perforasi Atik

2.2.7. Gejala Klinis

a.Telinga berair (Otore)

Sekret yang dihasilkan dapat bersifat purulen ( kental, putih) atau mukoid

( encer) tergantung stadium peradangan. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar

berupa mukus yang tidak berbau dan yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa

telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret

Page 14: BAB II

biasanya intermiten. Jika berbau busuk kemungkinan telah terjadi abses atau fistel

retroaurikuler, polip atau jaringan granulasi di liang telinga, terlihat kolestetoma pada

telinga tengah tanda ini biasanya merupakan tanda dini dari OMSK tipe maligna.10

b.Gangguan pendengaran

Terjadi gangguan pendengaran disebabkan oleh karena putusnya rantai

pendengaran dan kerusakan pada membran timpani. Derajat gangguan pendengaran

ini ditentukan oleh ukuran dan posisi defek pada membran timpani, rantai osikular,

dan derajat edema dan jaringan granulasi.11

c.Nyeri telinga (otalgia)

Nyeri adalah keluhan yang tidak lazim, Kemunculan keluhan ini

menunjukkan adanya komplikasi intrakranial atau intratemporal ataupun otitis

eksterna sekunder. 11

d.Vertigo

Keluhan vertigo merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi

dinding labirin oleh kolesteatom, kondisi ini dapat juga disebabkan akibat komplikasi

intrakranial ke serebelum.14

2.2.8. Diagnosis 11

Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan THT

terutama dengan menggunakan otoskop. Adapun pemeriksaan tambahan yang dapat

dilakukan antara lain :

a. Tes garpu penala

Tes sederhana ini dapat digunakan untuk menentukan ada tidaknya

komplikasi OMSK berupa gangguan pendengaran. Kelebihan tes ini adalah

Page 15: BAB II

sederhana, efisien, dan relatif murah, namun kekurangannya, tes ini hanya dapat

menentukan tipe gangguan pendengaran, tanpa mengetahui derajatnya, dan

pemeriksaan ini sangat subjektif.

b. Tes audiometri

Tes audiometri dapat digunakan untuk membedakan jenis gangguan

pendengaran beserta dengan derajatnya. Derajat gangguan pendengaran dan nilai

ambang pendengaran menurut WHO:

- 0 – 25 dB : normal

- 26 – 40 dB : ringan

- 41 – 60 dB : tuli sedang

- 61 – 80 dB : tuli sedang berat

- > 81 dB : tuli berat

c. Pemeriksaan radiologi

Bertujuan untuk melihat ada tidaknya komplikasi intrakranial maupun

intratemporal. Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain :

• Foto polos : Pada foto polos, proyeksi yang sering digunakan adalah :

a) Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi

mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena

memperlihatkan posisi sinus lateral dan segmen. Pada keadaan mastoid yang

skleritik, gambaran radiografi ini sangat membantu ahli bedah untuk

menghindari dura atau sinus lateral.

b) Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga

tengah. Akan tampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga

dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur.

Page 16: BAB II

c) Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid

petrosus dan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna,

vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum

dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran

akibat kolesteatom.

d) Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal

sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik.

Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh

karena kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang pendengaran dan beberapa

kasus terlihat fistula pada kanal semisirkularis horizontal. Keputusan untuk

melakukan operasi jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada

keadaan tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior

menunjukan adanya penyakit mastoid.

• CT scan dan MRI.

c. Kultur bakteri dan uji sensitifitas

Kultur bakteri bertujuan untuk menentukan agen penyebab infeksi pada

OMSK, Bakteri merupakan agen penyebab utama OMSK, Bakteri yang umum

ditemukan antara lain bakteri aerob seperti Pseudomonas aeruginosa, Escherichia

coli, Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes, Proteus mirabilis, Klebsiella

species ataupun jenis bakteri anaerob seperti Bacteroides, Peptostreptococcus,

Proprionibacterium. Pada kultur bakteri sebaiknya diikuti oleh uji sensitifitas, hal ini

penting dilakukan karena Pseudomonas sebagai salah satu bakteri penyebab utama

ternyata telah resisten terhadap beberapa golongan antibiotik yang sering digunakan

Page 17: BAB II

seperti β-laktam, Penisilin, Sefalosporin, Aminoglikosida, Imipinem, Aztreonam,

dan Meropenem.

2.2.9. Komplikasi

Komplikasi otitis media dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu

intrakranial dan ekstrakranial. Komplikasi intrakranial termasuk meningitis,

encephalitis, abses otak, abses epidural, dan trombosis sinus lateral. Sebelum

penggunaan antibiotik meluas, 2,3% pasien dengan otitis media mengalami

komplikasi intrakranial. Resiko terjadinya komplikasi ektrakranial dari otitis media

ini dua kali lebih sering daripada komplikasi intrakranial, dengan 0,45% pasien

mengalami permasalahan seperti paralisis nervus kranial, labirinitis, perikondritis,

mastoiditis koalesen, dan abses Bezold.2,3

2.2.10. Penatalaksanaan11

Penatalaksanaan pada OMSK perlu memperhatikan jenis OMSK serta

komplikasi yang telah menyertainya. Dengan demikian pada waktu pengobatan

haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menjadi kronis,

perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan serta menganggu

fungsi, dan proses infeksi yang terdapat di telinga. Terdapat dua prinsip utama dalam

terapi OMSK. Pertama adalah eradikasi infeksi, karena keberadaan agen infeksius di

telinga tengah dan di kavum mastoideum menentukan tingkat mortalitas dan

morbiditas OMSK. Kedua, tertutupnya perforasi membran timpani yang menentukan

perbaikan kehilangan pendengaran.

Secara umum pengobatan OMSK dapat dibagi menjadi dua, konservatif dan

operatif. Tatalaksana konservatif berupa toilet telinga dan pemberian antibiotik.

Pemberian antibiotik diberikan sesuai dengan hasil kultur bakteri dan uji sensitivitas,

Page 18: BAB II

namun hal ini tidak bisa selalu dilakukan, oleh karena itu pemberian antibiotik secara

empiris dapat dilakukan dengan pertimbangan bahwa antibiotik yang dipilih haruslah

mencakup spektrum bakteri gram positif terutama Staphylococcus. aureus dan gram

negatif terutama Pseudomonas. Antibiotik yang memenuhi kriteria ini adalah

golongan Aminoglikosida, Florokuinolon, dan β- lactam.

Tatalaksana operatif umumnya ditujukan untuk OMSK tipe maligna. Operasi

yang dapat dilakukan antara lain: mastoidektomi sederhana, mastoidektomi radikal,

mastoidektomi radikal dengan modifikasi, miringoplasti, timpanoplasti, dan

timpanoplasti pendekatan ganda (Combined approach tympanoplasty).

2.3.Abses Bezold

2.3.1. Definisi

Abses Bezold adalah abses leher dalam yang berkembang mirip dengan abses

subperiosteal secara patologi. Dengan adanya mastoiditis coalescent, jika korteks

mastoid terkena pada ujungnya, sebagai lawan dari korteks lateral, abses akan

berkembang di leher, dalam sampai sternokleidomastoid. Abses ini dideskripsikan

sebagai massa yang dalam dan lembut pada leher.15

Pada tahun 1881 Frederich Bezold (1824-1908) melaporkan adanya pus yang

keluar dari sisi medial prosesus mastoid yang terinfeksi dan membentuk abses

jaringan leher dalam, abses ini kemudian dikenal dengan mastoiditis Bezold.

Destruksi terjadi pada bagian tulang yang tipis pada insisura mastoid (insisura

digastrika), selanjutnya pus mengalir di sepanjang m. digastrikus ke arah dagu,

mengisi ruang retromaksilla dan berjalan di sepanjang perjalanan arteri oksipital.

Page 19: BAB II

Bila tidak diobati, maka akan terjadi perluasan ke m.sternokleidomastoideus,

m.trapezius, dan m.splenius.2,16

Bezold mendapatkan bahwa bila pus pada otot-otot tersebut mencapai otot-

otot pendek pada leher dalam, maka pus dapat meluas ke prosesus vetebra orakal

dua. Pus juga dapat meluas ke bawah di sepanjang sarung pembuluh darah besar

sampai ke ruang previsera, laring, atau mediastinum. Abses juga dapat mengenai

ruang parafaring dan retrofaring akibat perluasan langsung. Cheesman (1979) yang

dikutip oleh Gaffney, melaporkan adanya abses Bezold yang agak berbeda dengann

yang ditulis oleh Bezold. Ia menyebutkan abses Bezold sebagai abses yang timbul

didalam m. sternokleidomastoideus akibat keluarnya pus dari tip mastoid. 2,16,17

Bezold membedakan abses ini dari abses subperiosteum dan zigomatikus

yang terjadi akibat destruksi korteks mastoid, yang lebih sering terjadi pada anak-

anak. 16,17

2.3.2. Epidemiologi

Menurut Mygind (1903), yang dikutip oleh Gaffney, pada era praantibiotik,

lebih dari 50% kasus otitis media akut menimbulkan komplikasi mastoiditis. Bezold

mendapatkan 20% kasus mastoiditis berlanjut menjadi abses Bezold. Namun sejak

ditemukan antibiotika, kasus komplikasi otitis media supuratif sangat menurun.

Beberapa penulis mendapatkan 0,4% kasus otitis media berlanjut menjadi

mastoiditis. 2,16,17

Abses Bezold lebih sering ditemukan pada orang dewasa dengan

pneumatisasi sel yang besar pada tip mastoidnya. Sejak tahun 1975-1991 laporan

mengenai abses Bezold sangat jarang, hanya ditemukan sebanyak 7 kasus.16

Page 20: BAB II

Dalam sebuah penelitian selama dua tahun mendapatkan satu kasus abses

yang terbatas dalam sarung m. sternokleidomastoideus dan empat kasus abses leher

dalam akibat infeksi telinga (otogenik) seperti yang diterangkan oleh Bezold. Dari

kelima kasus tersebut 2 kasus akibat komplikasi OMA, 3 kasus akibat komplikasi

OMSK yang dihubungkan dengan kolesteatom.17 Edison (1980) melaporkan 1 kasus

abses Bezold berhubungan dengan berhubungan dengan OMSK, yang meluas ke

ruang supraskapular.18Pearson (1994) melaporkan 1 kasus abses Bezold yang disertai

komplikasi trombosis sinus lateral.19

Insidensi abses Bezold di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo sangat

jarang. Dari tahun 2006-2008 hanya ada dua kasus abses leher dalam sebagai

komplikasi otitis media supuratif kronik dan salah satunya adalah abses Bezold.

2.3.3. Patogenesis

Sel udara mastoid dilapisi oleh modifikasi mukosa saluran napas. Infeksi

mastoid terjadi setelah infeksi telinga tengah melalui beberapa stadium, yaitu: 5,6,9

(a) Terjadi hiperemia dan edema mukosa yang melapisi sel udara mastoid,

(b) Akumulasi cairan serosa yang kemudian menjadi eksudat purulen,

(c) Demineralisasi dinding seluler dan nekrosis tulang akibat iskemia dan tekanan

eksudat purulen pada tulang septum yang tipis,

(d) Terbentuknya rongga abses akibat destruksi dinding sel udara yang berdekatan,

sehingga terjadi penggabungkan sel udara mastoid (coalescence).

Page 21: BAB II

Pada stadium ini terjadi empiema dalam mastoid. Bila pada stadium ini tidak

terjadi penyembuhan, maka pus dapat meluas ke salah satu atau lebih jalan berikut:

16,17

(1) Anterior menuju telinga tengah menuju aditus ad antrum, biasanya terjadi

penyembuhan spontan

(2) Destruksi ke lateral pada korteks mastoid menimbulkan abses subperiosteum

(3) Destruksi pada sisi medial tip mastoid ke insisura digastrika menimbulkan

abses Bezold

(4) Ke medial menimbulkan sel udara tulang petrosus menimbulkan petrositis

(5) Ke posterior menimbulkan osteomielitis tulang tengkorak

(6) Dan yang sangat jarang terjadi ialah destruksi pada permukaan luar korteks

zygoma, menimbulkan abses zygoma.

Pada mastoiditis akut sumbatan pada aditus ad antrum dapat terjadi karena

edema mukosa, hipertrofi mukosa, hiperplasia, jaringan granulasi, mukosa polipoid,

serpihan tulang sehingga menghambat aliran pus dari rongga mastoid ke telinga

tengah. Akibatnya terjadi pengumpulan pus di dalam rongga mastoid dan sel-sel

mastoid.20

Pada OMSK dengan kolesteatom, sumbatan aditus ad antrum disebabkan

oleh adanya kolesteatom di antrum dan sel mastoid. Hal ini menghambat aliran pus

ke telinga tengah dan liang telinga.20

2.3.4. Etiologi

Page 22: BAB II

Pneumokokus adalah organisme penyebab abses Bezold. Edison (1980)

mendapatkan Klebsiella sebagai organisme penyebab abses Bezold, pada pasien

dengan riwayat otore selama 20 tahun. Smousha (1989) mendapatkan bebrapa

organisme penyebab bakteri gram positif, negatif, anaerob. Furukawa (2001)

menemukan Bacteroides dan tiga macam bakteri gram negatif. 17,19

Jika merupakan komplikasi mastoiditis akut maka kuman yang ditemukan

sama dengan kuman penyebab Otitis Media Akut yaitu Streptococcus pneumoniae

dan Haemophilus influenza, sedangkan jika merupakan komplikasi dari mastoiditis

subakut dan kronis, kuman penyebab Staphylococcus aureus dan gram negatif seperti

E. Coli, Proteus dan Pseudomonas.20

2.3.5. Diagnosis

Diagnosis abses Bezold ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

klinis dan pemeriksaan penunjang.6

2.3.5.1. Anamnesis

Pada anamnesis biasanya didapatkan adanya riwayat otore dan panas tinggi,

walaupun tidak jarang ditemukan kasus dengan suhu normal. Kadang-kadang

terdapat trismus dan sukar menelan akibat tekanan abses pada dinding faring dan

tonsil.17

2.3.5.2. Pemeriksaan Klinis

Abses Bezold biasanya ditandai dengan pembengkakan dari tip mastoid

sampai sepanjang m. sternokleidomastoideus, nyeri tekan dengan atau tanpa

fluktuasi.17

Page 23: BAB II

Kadang-kadang sel-sel besar mastoid pada permukaan medial prosesus

mastoid meluas dari insisura digastrika sampai sepanjang bulbus vena jugularis.

Destruksi daerah ini memberikan gambaran klinik yang berbeda, karena pus tidak

dapat mencapai permukaan otot, sehingga tidak ditemukan fluktuasi. Nyeri tekan

didaerah leher lebih ringan daripada daerah mastoid.20

Gambar 2.9 Pasien dengan

pembengkakan di leher dan regio

retroaurikular.

Gambar 2.10. Cervicotomy dengan drainase sekret purulen.

Page 24: BAB II

2

Kadang-kadang abses Bezold disertai paresis fasialis akibat tekanan pada

foramen stilomastoideum. Kelainan telinga pada abses Bezold seperti adanya

desakan pada dinding liang telinga posterosuperior dengan perforasi membran

timpani dan sekret yang banyak. Kadang-kadang infeksi liang telinga mengalami

perbaikan sehingga tidak ditemukan gambaran infeksi.17,18

Pada pemeriksaan daerah retroaurikuler menunjukkan obliterasi dari

sulkus. Nyeri tekan lebih nyata bila dilakukan pada bagian puncak mastoid.20

2.3.5.3. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan penunjang radiologik mastoiditis akut biasanya

didapatkan perselubungan, sedangkan pada mastoiditis kronis memberikan

gambaran sklerotik. Pada pemeriksaan foto jaringan lunak leher berguna untuk

melihat adanya proses patologik pada ruangan leher dalam. Biasanya

menunjukkan penebalan jaringan lunak.20

Pemeriksaan CT scan leher mempunyai nilai diagnosis dan dapat

digunakan untuk rencana terapi. Pada kasus tertentu, CT scan membantu deteksi

awal abses yang secara klinis belum terlihat. CT scan dapat menentukan

komplikasi dini, menunjukkan adanya kolesteatom di kavum mastoid, dan

menggambarkan secara cermat daerah leher yang terkena. CT scan juga

membantu ahli bedah dalam merencanakan pendekatan operasi. Oleh karena

jalannya pus di leher bervariasi, maka setiap CT scan sebaiknya dilakukan pada

setiap kasus abses leher.16,17

Page 25: BAB II

3

Pada pemeriksaan CT scan, didapatkan gambaran opasifikasi di telinga

tengah dan kavitas mastoid. Kadang disertai dengan erosi tulang terutama tip

mastoid (Gambar A). Abses ini melibatkan otot-otot yang berdekatan sekitar

mastoid dan meluas ke inferior (Gambar B). Pada kasus kronik terdapat reaksi

inflamasi osteoblastik kronik, sehingga struktur sel hilang.4

Kultur bakteri dari secret telinga dan abses di leher harus dilakukan untuk

menentukan terapi yang tepat.17

Gambar 2.11. (A). Potongan axial kontras CT scan memperlihatkan opasifikasi sel

udara mastoid disertai erosi tulang dan proses inflamasi yang agresif. (B).

Algoritma jaringan lunak menunjukkan abses multiloculated melibatkan otot-otot

paraspinal.4

2.3.6. Penatalaksanaan

Terapi yang diberikan pada abses bezold meliputi terapi medikamentosa

dan operatif. Bila diagnosis abses Bezold ditegakkan maka antibiotik spektrum

luas harus diberikan. Antibiotik parenteral merupakan terapi andalan. Untuk

mendapatkan jenis antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebab,uji kepekaan

Page 26: BAB II

4

perlu dilakukan. Namun, pemberian antibiotik secara parenteral sebaiknya

diberikan secepatnya tanpa menunggu hasil kultur pus. Antibiotik kombinasi

(mencakup terhadap kuman aerob dan anaerob, gram positip dan gram negatif)

adalah pilihan terbaik mengingat kuman penyebabnya adalah campuran dari

berbagai kuman. Kombinasi penisilin dengan metronidazole merupakan terapi

primer standar. Kloramfenikol sering digunakan dan mencakup antibiotik

spektrum luas, tapi memiliki beberapa efek samping. Secara empiris kombinasi

ceftriaxone dengan metronidazole masih cukup baik. Setelah hasil uji sensistivitas

kultur pus telah didapat pemberian antibiotik dapat disesuaikan.16,17

Berdasarkan uji kepekaaan, kuman aerob memiliki angka sensitifitas

tinggi terhadap terhadap ceforazone sulbactam, moxyfloxacine,

ceforazone,ceftriaxone, yaitu lebih dari 70%. Metronidazole dan klindamisin

angka sensitifitasnya masih tinggi terutama untuk kuman anaerob gram negatif.

Antibiotik biasanya dilakukan selama lebih kurang 10 hari.17

Operasi dini umumnya dianjurkan untuk evakuasi abses dengan drainase

pus dari sel mastoid di regio leher dilakukan secara bersamaan. Pendapat lain

operasi dini untuk drainase pus dari leher, kemudian direncanakan operasi untuk

penyakit telinga yang mendasarinya pada saat yang lebih tepat dimana inflamasi

telah berkurang.16

Pada saat dilakukan mastoidektomi, seluruh sel mastoid dibersihkan

dengan kuret sampai destruksi di bagian dalam ditemukan. Insisi pada abses

Page 27: BAB II

5

Bezold dilakukan di bawah ujung tulang mastoid, sejajar dengan tepi anterior m.

sternokleidomastoid di sepanjang abses leher.20

2.3.7. Komplikasi

Abses bezold biasanya menyebar ke dalam substansial m.

sternokleidomastoideus dan terbatas ke servikal posterior dan ruangan

perivertebral oleh fasia faringobasilar dan bagian dalam fasia servikal. Dapat

meluas ke karotid, prevertebral, danger dan ruang retrofaringeal. Dengan

memperoleh akses ke dalam ruang danger, abses dapat meluas ke mediastinum

atau ke dalam dasar tengkorak.2

Infeksi dapat menyebar ke bawah melalui vena besar untuk sampai ke

ruang periviseral, laring atau mediastinum, menuruni otot –otot kolumna vertebra

ke ruang retrofaringeal, mengikuti a. subklavia menuju ruang suprasternal dan

melintasi bagian kontalateral leher. Bezold juga mengatakan bahwa kematian

umumnya terjadi karena adanya perluasan abses di dasar tengkorak atau pada

vertebra yang menyebabkan kompresi otak dan medula spinalis.21

2.3.8. Prognosis

Pada umumnya, prognosis abses bezold baik apabila didiagnosis secara

dini dan ditangani dengan penanganan yang tepat. Kebanyakan pasien umumnya

Page 28: BAB II

6

sembuh total dengan terapi antibiotik yang adekuat dan intervensi pembedahan

dini (10 dari 14 pasien, 71%). 20