1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini salah satu obat analgetik-antipiretik yang paling sering digunakan adalah parasetamol. Akan tetapi, parasetamol mempunyai efek samping yang dapat menyebabkan kerusakan pada hati (hepatotoksik). Kerusakan pada sel-sel hati ini disebabkan oleh metabolit dari parasetamol, yaitu NAPQI (N-Asetil Para-Quinon Imina). Cincin inti benzena dari NAPQI bersifat elektrofilik sedangkan sel-sel hati yang bersifat nukleofilik akan berikatan dengan muatan positif NAPQI sehingga menyebabkan kerusakan sel-sel tersebut (Doerge, 1982). Senyawa MH2011 merupakan senyawa modifikasi parasetamol yang sudah terdaftar di Ditjen HAKI pada tahun 2012 dengan nomor permohonan paten P00201200964 dan dengan inventor Drs. Hari Purnomo, M.S., Apt. Pada permohonan paten tersebut telah disebutkan bahwa senyawa MH2011 mempunyai efek hepatotoksik lebih rendah dibandingkan parasetamol. Senyawa MH2011 mempunyai efek analgetik lebih poten dibanding parasetamol yang dapat dilihat dari nilai ED50, yaitu MH2011 sebesar 10,98 mg/kgBB dan parasetamol 21,26 mg/kgBB (Sofiana, 2013). Modifikasi parasetamol dilakukan pada gugus alkil yang terikat pada C karbonil. Gugus alkil (CH3) yang terikat pada C karbonil digantikan oleh gugus 4- hidroksi naftalena-1-aminida yang terikat pada aminonaftol. Dengan adanya gugus 4-hidroksi naftalena-1-aminida dapat menurunkan muatan positif pada posisi orto
27
Embed
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69249/potongan/S1-2014... · Senyawa MH2011 merupakan senyawa modifikasi parasetamol yang ... kecuali
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada saat ini salah satu obat analgetik-antipiretik yang paling sering digunakan
adalah parasetamol. Akan tetapi, parasetamol mempunyai efek samping yang dapat
menyebabkan kerusakan pada hati (hepatotoksik). Kerusakan pada sel-sel hati ini
disebabkan oleh metabolit dari parasetamol, yaitu NAPQI (N-Asetil Para-Quinon
Imina). Cincin inti benzena dari NAPQI bersifat elektrofilik sedangkan sel-sel hati
yang bersifat nukleofilik akan berikatan dengan muatan positif NAPQI sehingga
menyebabkan kerusakan sel-sel tersebut (Doerge, 1982).
Senyawa MH2011 merupakan senyawa modifikasi parasetamol yang sudah
terdaftar di Ditjen HAKI pada tahun 2012 dengan nomor permohonan paten
P00201200964 dan dengan inventor Drs. Hari Purnomo, M.S., Apt. Pada
permohonan paten tersebut telah disebutkan bahwa senyawa MH2011 mempunyai
efek hepatotoksik lebih rendah dibandingkan parasetamol. Senyawa MH2011
mempunyai efek analgetik lebih poten dibanding parasetamol yang dapat dilihat
dari nilai ED50, yaitu MH2011 sebesar 10,98 mg/kgBB dan parasetamol 21,26
mg/kgBB (Sofiana, 2013).
Modifikasi parasetamol dilakukan pada gugus alkil yang terikat pada C
karbonil. Gugus alkil (CH3) yang terikat pada C karbonil digantikan oleh gugus 4-
hidroksi naftalena-1-aminida yang terikat pada aminonaftol. Dengan adanya gugus
4-hidroksi naftalena-1-aminida dapat menurunkan muatan positif pada posisi orto
2
sehingga dapat menurunkan efek hepatotoksik, bahkan jika mungkin
menghilangkannya.
Hal ini sesuai dengan perhitungan komputasi muatan atom secara semi empirik
dengan metode AM1 seperti terlihat berikut ini:
Gambar 1. Muatan atom pada parasetamol
Gambar 2. Muatan atom pada senyawa MH2011
3
Berdasarkan keterangan diatas maka semakin elektrofilik muatan pada posisi
orto maka akan meningkatkan hepatotoksisitas dari senyawa modifikasi
parasetamol karena atom karbon yang bermuatan positif tersebut dapat bereaksi
dengan sel-sel hati yang bersifat nukleofilik sehingga sel-sel hati menjadi rusak
secara irreversibel (tidak dapat pulih kembali). Dari hasil perhitungan komputasi
muatan atom secara semi empirik dengan metode AM1 maka dapat diketahui
bahwa senyawa MH2011 memiliki efek samping hepatotoksik yang lebih rendah
dibandingkan parasetamol sehingga dapat dikatakan bahwa dalam penggunaannya
MH2011 lebih aman dibandingkan parasetamol.
Berdasarkan hal tersebut, maka diusulkan penelitian senyawa MH2011 yang
akan diuji efek hepatotoksiknya yang dibandingkan dengan parasetamol secara in
vivo pada mencit jantan galur Balb/c dengan jumlah mencit yang lebih banyak dan
dosis perlakuan yang diperbanyak sehingga diharapkan hasil uji hepatotoksik yang
didapat semakin tepat.
A. Rumusan Masalah
Apakah senyawa MH2011 mempunyai efek hepatotoksik secara in vivo yang
diuji pada mencit jantan galur Balb/c berdasarkan analisis peningkatan kadar GPT
plasma dan berdasar histopatologi dengan pembanding parasetamol?
4
B. Tujuan Penelitian
Mengetahui adanya efek hepatotoksik pada senyawa MH2011 secara in vivo
yang diuji pada mencit jantan galur Balb/c berdasarkan analisis aktivitas GPT
plasma dan berdasar histopatologi dengan pembanding parasetamol.
C. Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang efek
hepatotoksik senyawa MH2011 dibanding parasetamol secara in vivo yang diuji
pada mencit jantan galur Balb/c dengan jumlah mencit yang lebih banyak dan dosis
perlakuan yang lebih bervariasi.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi di bidang kesehatan
dengan penemuan senyawa baru yang memiliki efek samping hepatotoksik yang
diduga lebih rendah dibanding parasetamol sehingga nantinya dapat menjadi obat
analgetik yang lebih aman dikonsumsi bagi masyarakat.
D. TINJAUAN PUSTAKA
1. Karakteristik Hati
Hati adalah organ terbesar kedua di tubuh (yang terbesar adalah kulit) dan
kelenjar terbesar, dengan berat 1,5 kg (2,5% berat badan orang dewasa normal).
Organ ini terletak dalam rongga perut di bawah diafragma. Hati merupakan organ
tempat pengolahan dan penyimpanan nutrien yang diserap dari usus halus untuk
dipakai oleh bagian tubuh lainnya. Hati menjadi perantara antara sistem pencernaan
5
dan darah. Kebanyakan darahnya (70-80%) berasal dari vena porta, jumlah yang
lebih kecil berasal dari arteri hepatika. Seluruh materi yang diserap melalui usus
tiba di hati melalui vena porta, kecuali lipid kompleks (kilomikron), yang terutama
diangkut melalui pembuluh limfe.
Hati dibungkus oleh stroma yaitu suatu simpai tipis jaringan ikat (kapsul
Glisson) yang menebal di hilus, tempat vena porta dan arteri hepatika memasuki
hati dan keluarnya duktus hepatika kiri dan kanan serta pembuluh limfe dari hati.
Komponen struktural utama hati adalah sel-sel hati atau hepatosit yang
berbentuk heksagonal. Sel-sel epitelnya berkelompok membentuk lempeng-
lempeng yang saling berhubungan. Satuan struktural ini disebut lobulus hati. Celah
di antara lobulus mengandung kapiler yaitu sinusoid hati. Sinusoid hati adalah celah
diantara barisan hepatosit yang mengandung sinusoid kapiler (Junqueira, 2003).
Gambar 3. Struktur hati Gambar 4. Struktur sinusoid
Vena Sentral
Sinusoid Saluran empedu
Cabangvena portal Cabang arteri
hepatika
Kantungempedu
Hepatosit Saluran empeduNormal Hepar
Sinusoid
Celahdisse
Selendotelial
Sel Ito Sel KuppferMatriksEkstrasel
6
2. Tes Fungsi Hati
Tes fungsi hati yang umum adalah SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic
Transaminase) dan SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase). Peningkatan
SGOT dan SGPT akan menunjukkan jika terjadi kerusakan atau radang pada
jaringan hati. Namun, SGPT lebih spesifik terhadap kerusakan hati dibanding
SGOT. Hal ini dikarenakan SGPT utamanya berada di hepar. Hepatosit pada
dasarnya adalah satu-satunya sel dengan konsentrasi SGPT yang tinggi. Sedangkan
ginjal, jantung, dan otot rangka mengandung kadar sedang. SGPT dalam jumlah
yang lebih sedikit dijumpai di pankreas, paru, limpa, dan eritrosit. Sebaliknya,
SGOT banyak dijumpai di jantung, otot rangka, ginjal, dan otak sehingga kurang
spesifik sebagai parameter fungsi hati. Dalam hepatosit, SGPT ditemukan secara
eksklusif dalam sitosol, sedangkan isoenzim SGOT berada pada mitokondria dan
sitosol (Isselbacher dkk., 1995). SGPT mempunyai dua koenzim yaitu GPT1 dan
GPT2. GPT1 ini diekspresikan utamanya pada ginjal, hati, lemak, dan jaringan
jantung, sedangkan GPT2 banyak diekspresikan pada otot, lemak, otak, dan
jaringan ginjal (Ozer dkk., 2007).
Pengukuran aktivitas transaminase terbukti paling praktis. Transaminase
termasuk SGPT dan SGOT. Sebagian besar SGOT terdapat di hati dan otot rangka,
lainnya tersebar ke seluruh jaringan, sedangkan SGPT sebagian besar terdapat di
hati. Oleh karena itu, SGPT merupakan petunjuk yang lebih spesifik terhadap
adanya nekrosis hati daripada SGOT (Zimmerman, 1978).
7
Berbagai macam metode pengenalan zat dapat digunakan sebagai dasar
pemeriksaan kimia klinik, antara lain metode fotokalorimetri mengukur warna zat
yang diuji, metode turbidimetri mengukur kadar berdasarkan kekeruhan, metode
nefelometri mengukur pendar sinar yang terpantul oleh partikel, metode
chemiluminesense mengukur kekuatan sinar luminesens dalam menilai kadar suatu
zat, metode kinetik reaksi enzimatik berdasarkan aktivitas enzim, bahkan ada yang
berdasarkan reaksi antigen antibodi. Aktivitas enzim SGPT dapat ditentukan
menggunakan metode kinetik reaksi enzimatik. Selain untuk menilai aktivitas
enzim, reaksi kinetik enzimatik dapat pula digunakan untuk mengukur kadar
substrat. Metode reaksi kinetik enzimatik yang digunakan sesuai dengan IFCC
(International Federation Of Clinical Chemistry And Laboratory Medicine), terdiri
dari 2 macam yaitu pertama disebut metode IFCC dengan penambahan reagen
piridoksal fosfat yang biasa disebut metode "IFCC with PP" atau "substrate start",
yang kedua adalah metode IFCC tanpa penambahan reagen piridoksal fosfat yang
biasa disebut metode "IFCC without PP" atau "sample start". Aktivitas SGPT
bergantung pada kofaktor yaitu piridoksal fosfat yang merupakan metabolit aktif
dari vitamin B (piridoksal). Kekurangan vitamin B menyebabkan penurunan
aktivitas SGPT (Ramaiah, 2007).
Pemeriksaan berdasarkan reaksi kinetik enzimatik umumnya dipengaruhi oleh
pH, suhu, waktu, dan jenis substrat. Pada metode reaksi kinetik enzimatik yang
diukur adalah kecepatan enzim merombak substrat. Kecepatan reaksi ditentukan
oleh kadar substrat dan aktivitas enzim. Bila aktivitas enzim berlebih, sedangkan
substrat terbatas dapat terjadi "substrate depletion" dan akan diperoleh hasil
8
pengukuran yang rendah palsu. Sebaliknya bila substrat sangat berlebih sedangkan
enzim terbatas dapat terjadi "substrate inhibition" dan akan diperoleh hasil
pengukuran yang juga rendah palsu. Perlu diusahakan agar pembacaan dilakukan
pada "zero order" yang artinya adalah pembacaan dilakukan pada saat seluruh
enzim dan substrat telah bereaksi secara sempuma, dan ini bisa terjadi apabila pH,
suhu, waktu, dan jenis substrat sesuai dengan yang dibutuhkan (Sardini, 2007).
Pada kenaikan suhu sebesar 10ºC, aktivitas enzim akan naik sebesar dua kali lipat.
Kenaikan suhu sebesar 1ºC, aktivitas enzim yang terukur sebesar 10%. Suhu harus
dikontrol dengan ketat dan sebaiknya tidak boleh melebihi 0,05ºC dari suhu yang
disarankan. Disarankan bahwa reaksi enzim sebaiknya dilakukan pada suhu 25 ºC,
30 ºC, dan 37 ºC (Richterich & Colombo, 1981).
Dasar reaksi metode kinetik adalah mengukur perbedaan absorbansi antara dua
titik selama periode waktu tertentu selama berlangsungnya reaksi. Biasanya, waktu
reaksi singkat untuk menghindari bahaya degradasi enzim. Dalam prosedur metode
kinetik, perbedaan absorbansi antara dua titik diambil selama tahap linear dari
perkembangan tes dipertimbangkan, untuk menghasilkan ΔAbsorbansi (A).
ΔAbsorbansi yang diperoleh akan dikalikan dengan faktor yang sesuai untuk
perhitungan. ΔAbsorbansi, yang konsisten selama periode waktu, yang diambil
untuk perhitungan. Metode kinetik ini diklasifikasikan menjadi dua yaitu
Increasing Type dimana reaksi berlangsung ke arah yang positif dan absorbansi
awal selalu lebih rendah dari absorbansi yang terakhir dan Decreasing Type, yang
disebut juga sebagai tipe arah negatif, perbedaan antara titik terakhir dari absorbansi
dan titik awal selama periode waktu tertentu selalu negatif (Anonim, 2013).
9
Untuk menentukan aktivitas GPT secara kuantitatif, plasma yang akan
dianalisis direaksikan dengan kit reagen GPT yang terdiri dari dua macam reagen
R1 (Tris, L-alanin, LDH) dan R2 (2-oksoglutarat, NADH). Tris pH 7,15 dalam R1
berfungsi sebagai buffer yang menjaga pH plasma selama reaksi pemeriksaan ini
supaya menjaga kestabilan aktivitas GPT karena enzim sangat sensitif terhadap
perubahan pH. L-alanin berfungsi sebagai asam amino yang akan diubah menjadi
L-glutamat dengan memindahkan gugus amino (–NH2) ke 2-oksoglutarat yang
dikatalisis oleh enzim GPT. LDH (Laktat Dehidrogenase) merupakan enzim yang
akan mengkatalisis reaksi dari produk perubahan L-alanin yang dikatalis oleh GPT,
yaitu piruvat, yang akan diubah menjadi laktat. NADH (Nicotinamide Adenine
Nucleotide) digunakan sebagai substrat.
Prinsip kerja enzim GPT adalah mengkatalisis secara reversibel transfer gugus
amino dari L-alanin ke 2-oksoglutarat dalam larutan buffer menjadi piruvat dan L-