1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus (DM) saat ini merupakan penyakit yang banyak dijumpai. Prevalensinya akan terus meningkat dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 5,4% (American Diabetes Association, 2004). Data yang didapatkan pada tahun 2003, total prevalensi di seluruh dunia mencapai 13,8 juta jiwa (Anonim, 2008). Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi DM di Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Depkes, 2009). Tingginya tingkat insidensi DM, tentunya akan diikuti pula dengan meningkatnya komplikasi kronik akibat hiperglikemia. Komplikasi utama yang sering terjadi adalah makroangiopati dan mikroangiopati (Jameson, 2004). Komplikasi makroangiopati berupa gangguan pada pembuluh darah besar seperti pembuluh darah besar otak, jantung dan kaki. Pada komplikasi mikroangipati, penyakit yang ditimbulkan adalah retinopati diabetik, nefropati diabetik dan neuropati diabetik (Adam, 2005). Nefropati diabetik adalah sindrom klinis pada pasien DM yang ditandai dengan albuminuria yang menetap dalam kurun 3 sampai 6 bulan (Hendromartono, 2007). Penderita DM tipe 1 yang menderita nefropati sebanyak 20 sampai 40% sedangkan DM tipe 2 sebanyak 10 sampai 20% (Zhang et al., 2006). Pada nefropati diabetik terjadi perubahan fisiologis maupun morfologis pada ginjal yang disebabkan oleh stres oksidatif. Kelainan
32
Embed
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah/Pengaruh...darah, pengendalian tekanan darah, perbaikan fungsi ginjal dan pengendalian ... memproduksi cukup insulin atau ketika tubuh tidak
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Diabetes melitus (DM) saat ini merupakan penyakit yang banyak dijumpai.
Prevalensinya akan terus meningkat dan diperkirakan pada tahun 2025 akan
mencapai 5,4% (American Diabetes Association, 2004). Data yang didapatkan
pada tahun 2003, total prevalensi di seluruh dunia mencapai 13,8 juta jiwa
(Anonim, 2008). Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030
prevalensi DM di Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Depkes, 2009).
Tingginya tingkat insidensi DM, tentunya akan diikuti pula dengan
meningkatnya komplikasi kronik akibat hiperglikemia. Komplikasi utama yang
sering terjadi adalah makroangiopati dan mikroangiopati (Jameson, 2004).
Komplikasi makroangiopati berupa gangguan pada pembuluh darah besar
seperti pembuluh darah besar otak, jantung dan kaki. Pada komplikasi
mikroangipati, penyakit yang ditimbulkan adalah retinopati diabetik, nefropati
diabetik dan neuropati diabetik (Adam, 2005).
Nefropati diabetik adalah sindrom klinis pada pasien DM yang ditandai
dengan albuminuria yang menetap dalam kurun 3 sampai 6 bulan
(Hendromartono, 2007). Penderita DM tipe 1 yang menderita nefropati
sebanyak 20 sampai 40% sedangkan DM tipe 2 sebanyak 10 sampai 20%
(Zhang et al., 2006). Pada nefropati diabetik terjadi perubahan fisiologis
maupun morfologis pada ginjal yang disebabkan oleh stres oksidatif. Kelainan
2
utama pada nefropati diabetik adalah perubahan glomerulus ginjal, sehingga
dapat terjadi kehilangan sel glomerulus (Jameson, 2004). Pendekatan utama
pada tatalaksana nefropati diabetik adalah melalui pengendalian kadar glukosa
darah, pengendalian tekanan darah, perbaikan fungsi ginjal dan pengendalian
faktor-faktor komorbid lain (Hendromartono, 2007).
Banyak tanaman obat yang terus diteliti meskipun penggunaannya dalam
praktek klinik masih sangat jarang (Wahyono et al., 2007; Winata, 2003).
Salah satu tanaman obat yang berkhasiat adalah Daun Sendok (Plantago major
L.). Kandungan kimia pada Daun Sendok antara lain antidiabetik, antioksidan
dan memiliki efek hipoglikemik (Sudarsono et al., 2002; Duke, 2010).
Oleh karena pada penderita nefropati diabetik terjadi kerusakan pada
glomerulus ginjal yang disebabkan karena stres oksidatif akibat hiperglikemia,
diharapkan efek antioksidan pada Daun Sendok dapat menghambat stres
oksidatif. Selain itu efek hipoglikemi dan antidiabetiknya diharapkan dapat
mencegah terjadinya hiperglikemi dan diabetesnya. Sehingga secara
keseluruhan diharapkan dapat memperbaiki glomerulus ginjal.
Oleh karena hal ini belum teruji secara ilmiah, maka peneliti tertarik untuk
membuktikan khasiat Daun Sendok dalam memperbaiki struktur histologis
glomerulus ginjal mencit yang diinduksi streptozotocin.
3
B. Rumusan Masalah
“Adakah pengaruh pemberian ekstrak Daun Sendok (Plantago major L.)
terhadap gambaran histologis glomerulus ginjal mencit induksi
streptozotocin?”.
C. Tujuan Penelitian
Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak Daun Sendok
(Plantago major L.) terhadap gambaran histologis glomerulus ginjal mencit
induksi streptozotocin.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki dua manfaat, yaitu:
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini dapat membuktikan khasiat Daun Sendok (Plantago major L.)
sebagai terapi dalam perbaikan glomerulus ginjal mencit induksi
streptozotocin.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan untuk penelitian
lebih lanjut sehubungan dengan khasiat Daun Sendok (Plantago major L.)
sebagai obat fitofarmaka untuk terapi perbaikan ginjal pada penderita
diabetes melitus dengan komplikasi nefropati diabetik.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Diabetes melitus
a. Definisi
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2009, Diabetes
Melitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas tidak
memproduksi cukup insulin atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif
menggunakan insulin. Insulin adalah suatu hormon yang meregulasi glukosa
dalam darah. Hiperglikemia atau peningkatan kadar glukosa dalam darah
adalah efek yang biasa terjadi pada diabetes yang tidak terkontrol dan lebih
lanjut akan menimbulkan kerusakan yang serius pada banyak sistem dalam
tubuh, terutama saraf dan pembuluh darah.
b. Klasifikasi
1) Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau DM tipe 1 adalah
sebuah penyakit inflamasi autoimun pada pankreas, sehingga
menyebabkan kekurangan produksi insulin. Proses autoimun ini
mengenai sel β pada Pulau Langerhans. Munculnya gejala klinis
membutuhkan destruksi yang sangat berat yaitu lebih dari 90% sel β
yang rusak. Awal mula proses destruksi autoimun tidah diketahui, tetapi
terdapat spekulasi tentang beberapa virus dan faktor lingkungan lain
dalam pengaruh genetik individu (Cihakova, 2001).
5
2) Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau DM tipe 2
terdapat pada individu yang mengalami resistensi insulin dan biasanya
relatif memiliki defisiensi insulin setidaknya di awal dan terkadang
sepanjang hidupnya. Kadar insulin pada diabetes tipe 2 normal atau
meningkat karena fungsi sel β pankreas normal (American Diabetes
Association, 2009).
3) Diabetes melitus tipe lain
a) Defek genetik sel β
Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) yang umumnya
terjadi sebelum umur 25 tahun sebagai akibat dari kegagalan sekresi
insulin dengan minimal atau tidak ada defek kerja insulin. Defek
genetik ini diturunkan secara autosomal dominan dan terjadi pada 6
lokus pada kromosom yang berbeda.
b) Defek genetik kerja insulin
Terjadi mutasi pada gen reseptor insulin sehingga fungsi reseptor
berubah dan terjadi resistensi insulin yang ekstrim. Terdapat asumsi
bahwa lesi terjadi pada jalur transduksi sinyal postreseptor.
c) Penyakit eksokrin pankreas seperti pankreatitis, trauma, infeksi,
pakreatrektomi dan karsinoma pankreas sehingga merusak sel β
pankreas yang memproduksi insulin.
d) Endokrinopati seperti akromegali, sindrom Cushing, glucagonoma,
feokromasitoma, hipertiroidisme, somatostatinoma dan
aldosteronoma.
6
e) Obat atau kimia yang menginduksi diabetes antara lain asam
nikotinik, glukokortikoid, interferon alfa dan lain-lain. Obat-obat ini
menyebabkan kegagalan sekresi insulin.
f) Infeksi terjadi pada pasien dengan rubella kongenital, coxsackievirus
B, cytomegalovirus dan adenovirus.
g) Imunologi seperti pada sindrom Stiff-man yaitu kelainan autoimun
pada sistem saraf pusat. Pada sistemik lupus eritematosus dan
penyakit imun lainnya juga terkadang didapatkan antibodi anti
reseptor insulin.
h) Sindrom genetik lainnya yaitu sindrom Down, sindrom Klinefelter,
sindrom Turner, sindrom Wolfram dan lain-lain (American Diabetes
Association, 2009).
4) Gestational Diabetes Mellitus (GDM) adalah intoleransi glukosa atau
peningkatan kadar glukosa darah lebih dari normal yang dideteksi
pertama kali selama kehamilan. Wanita dengan GDM memiliki resiko
tinggi mendapatkan DM ketika tidak dalam masa kehamilan (Buchanan,
2005).
c. Diagnosis
Terdapat gejala klasik yaitu poliuri, polidipsi, polifagi serta penurunan
berat badan tanpa penyebab ditambah satu dari tiga keadaan :
1) kadar glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dL
2) kadar glukosa darah puasa ≥126 mg/dL
7
3) tes toleransi glukosa sebanyak 75 gram oral dan setelah 2 jam kadar
glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dL (American Association of Clinical
Endocrinologist, 2007).
d. Penatalaksanaan
1) Terapi non farmakologis
a) Terapi gizi medis
Pada prinsipnya adalah mengatur pola makan dan melakukan
modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual. Manfaat dari
terapi gizi antara lain menurunkan berat badan, menurunkan tekanan
darah sistolik dan diastolik, menurunkan kadar glukosa darah,
memperbaiki profil lipid, meningkatkan sensitivitas reseptor insulin
dan memperbaiki sistem koagulasi darah. Berdasarkan jenis bahan
makanannya, maka karbohidrat yang diberikan tidak boleh lebih dari
55-65% dari total kebutuhan energi sehari. Jumlah protein yang
disarankan 10-15% dan sisanya adalah lemak.
b) Latihan jasmani
Kegiatan fisik untuk DM tipe 1 maupun tipe 2 akan mengurangi
resiko kardiovaskuler dan meningkatkan harapan hidup. Pada DM
tipe 1, latihan jasmani akan menyulitkan pengaturan metabolik,
sehingga kendali gula darah bukan tujuan utama tetapi dapat
mencegah komplikasi makro dan mikrovaskular. Pada DM tipe 2,
latihan jasmani dapat memperbaiki kendali glukosa secara
menyeluruh, dengan penurunan konsentrasi HbA1c (Soebardi, 2007).
8
2) Terapi farmakologis
a) Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
(1) Sulfonilurea
Mekanismenya antara lain dengan pelepasan insulin dari sel
β, pengurangan kadar glukagon dalam serum dan efek
ekstrapankreas untuk memperkuat kerja insulin pada jaringan
target.
(2) Biguanida
Mekanismenya yaitu meningkatkan pengikatan insulin pada
reseptor insulin, pengurangan kadar glukagon plasma dan
mengurangi glukoneogenesis di hati (Katzung, 2007).