BAB III PENGUJIAN KONVEKSI 3.1 PENDAHULUAN Perpindahan panas adalah perpindahan energi karena adanya perbedaan suhu antara benda atau material. Energi yang berpindah dinamakan kalor atau panas. Ilmu perpindahan kalor menjelaskan bagaimana dan seberapa cepat kalor atau panas tersebut dapat berpindah. Ada tiga bentuk mekanisme perpindahan panas, yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi. Perpindahan panas konveksi adalah perpindahan panas yang terjadi karena adanya gerakan curah fluida, dimana gerakan ini dapat diamati secara makro. Mekanisme perpindahan panas konveksi berbeda dengan perpindahan panas konduksi atau radiasi. Konveksi terjadi pada dua peristiwa yaitu konveksi paksa dan konveksi alami. Gambar 3.1 Skema perpindahan panas konveksi [1]
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB III
PENGUJIAN KONVEKSI
3.1 PENDAHULUAN
Perpindahan panas adalah perpindahan energi karena adanya perbedaan suhu
antara benda atau material. Energi yang berpindah dinamakan kalor atau panas. Ilmu
perpindahan kalor menjelaskan bagaimana dan seberapa cepat kalor atau panas tersebut
dapat berpindah. Ada tiga bentuk mekanisme perpindahan panas, yaitu konduksi,
konveksi, dan radiasi.
Perpindahan panas konveksi adalah perpindahan panas yang terjadi karena
adanya gerakan curah fluida, dimana gerakan ini dapat diamati secara makro.
Mekanisme perpindahan panas konveksi berbeda dengan perpindahan panas konduksi
atau radiasi. Konveksi terjadi pada dua peristiwa yaitu konveksi paksa dan konveksi
alami.
Gambar 3.1 Skema perpindahan panas konveksi [1]
Mekanisme perpindahan panas konveksi erat kaitannya dengan jenis aliran
fluidanya. Salah satu segi analisa yang paling penting adalah mengetahui apakah aliran
fluida tersebut laminar atau turbulen. Dalam aliran laminar, aliran dari garis aliran
(streamline) bergerak dalam lapisan-lapisan. Partikel fluida tersebut tetap pada urutan
yang teratur tanpa saling mendahului. Gerakan partikel fluida dalam aliran turbulen
berbentuk tidak teratur. Kedua jenis aliran ini memberikan pengaruh yang besar
terhadap perpindahan panas konveksi.
Konveksi sangat penting peranannya dalam mengatur fenomena arus samudra,
pembentukan angin laut/darat, pembentukan mikro struktur logam selama pendinginan
logam cair, pemanfaatan energi surya, gerakan udara panas ketika terjadi kebakaran,
pembakaran hutan, emisi gas buang kendaraan, dsb. Aplikasi paling umum di industri
adalah pada pendinginan udara pada chip komputer dan peralatan-peralatan besar[2].
3.2 DASAR TEORI
Konveksi adalah proses perpindahan panas antara permukaan benda padat dan
fluida yang bergerak di atasnya (mengalir). Pada proses tersebut melibatkan kombinasi
dari konduksi dan gerakan fluida. Perpindahan panas konveksi dibagi menjadi dua,
yaitu konveksi alami dan konveksi paksa. Konveksi alami adalah perpindahan panas
pada fluida yang terjadi karena efek mengambang (buoyancy effect). Perbedaan
temperatur akan menyebabkan perbedaan densitas fluida. Pada temperatur tinggi
densitas fluida akan menurun, sedangkan pada temperatur yang rendah densitas fluida
lebih besar. Konveksi paksa adalah perpindahan panas pada fluida karena adanya gaya
luar. Pada gambar 3.2 pelat logam yang panas akan cepat menjadi dingin apabila ditaruh
kipas angin (konveksi paksa) dibandingkan dengan ditempatkan pada udara tenang
(konveksi alami) [2].
(a) (b)
Gambar 3.2 Skema konveksi (a) paksa dan (b) bebas [2]
3.2.1Pengetahuan Umum Konveksi
Perpindahan panas konveksi terbagi menjadi dua, yaitu konveksi alami atau
bebas dan konveksi paksa. Konveksi alami adalah perpindahan panas pada fluida yang
terjadi karena efek mengambang (buoyancy effect). Perbedaan temperatur akan
menyebabkan perbedaan densitas fluida. Pada temperatur tinggi densitas fluida akan
menurun, sedangkan pada temperatur yang rendah densitas fluida lebih besar, sehingga
keberadaan gravitasi atau gaya sejenis sangat penting dalam perpindahan kalor konveksi
bebas[3].
Perpindahan kalor secara konveksi paksa terjadi karena adanya pengaruh dari
luar/paksaan yang memaksa fluida untuk mengalir sesuai dengan arah yang dipaksakan.
Paksaan atau gaya yang diberikan dapat berupa kipas, pompa, blower, kompresor dsb.
Pada gambar 3.3 (a) telur yang panas akan cepat dingin karena bantuan angin dari kipas
dibandingkan (b) telur yang hanya dibiarkan dingin secara alami[2].
(a) (b)
Gambar 3.3 (a) konveksi paksa (b) konveksi bebas [2]
Laju perpindahan kalor suatu benda sebanding dengan beda temperatur antara
benda dengan fluida sekelilingnya. Sesuai dengan Hukum Newton tentang pendinginan
yang dirumuskan:
Q = h.A.(To - T∞)
Dimana :
Q = laju perpindahan kalor (W)
h = koefisien perpindahan panas (W/m2K)
A = Luas permukaan objek (m2)
To = Temperatur permukaan objek (K)
T∞ = Temperatur lingkungan/fluida (K) [2].
Laju perpindahan kalor (Q) merupakan besarnya perpindahan panas yang terjadi
terhadap suatu objek. Koefisien perpindahan panas (h) merupakan koefisien konveksi
aliran. Luas permukaan objek (A) adalah luas permukaan yang dikenakan perpindahan
panas. Ada beberapa rumus luasan yaitu :
a. Pada plat datar (A = P x L)
b. Pada silinder (Ar = 2πrL)
Gradien temperatur (∆T) merupakan selisih temperatur antara temperatur objek dan
temperatur lingkungan/fluida[3].
Untuk menganalisa perpindahan panas konveksi terdapat bilangan tak
berdimensi, yaitu bilangan Nusselt, bilangan Reynolds, dan bilangan Prandtl yang
kemudian akan dibahas pada sub bab berikutnya.
Dalam perpindahan panas konveksi kita juga harus mempertimbangkan bentuk
aliran fluida. Apakah laminar atau turbulen. Aliran laminar adalah aliran yang berlapis-
lapis. Partikel fluida mengikuti lintasan yang lancar serta malar (kontinu). Kebalikan
dari gerakan laminar, gerakan partikel fluida dalam aliran turbulen berbentuk tidak
teratur. Kedua jenis aliran ini memberikan pengaruh yang besar terhadap perpindahan
panas konveksi.
Konveksi sangat penting peranannya dalam mengatur fenomena arus samudra,
pembentukan angin laut/darat, pembentukan mikro struktur logam selama pendinginan
logam cair, pemanfaatan energi surya, gerakan udara panas ketika terjadi kebakaran,
pembakaran hutan, emisi gas buang kendaraan, dsb [4].
3.2.2 Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum konveksi paksa aliran udara pada pipa horizontal adalah:
1. Mencari nilai koefisien perpindahan panas keseluruhan untuk variasi tertentu
seperti laju alir, temperatur udara keluar dan temperatur dinding pada pipa
horizontal.
2. Praktikan menemukan korelasi antara bilangan Reynolds untuk menentukan
kecepatan laju alir dan bilangan Nusselt untuk mengetahui temperatur dinding [5].
3.2.3 Rumus Perhitungan konveksi paksa
Rumusan konveksi paksa erat hubungannya dengan angka Reynolds (Re),
Prandtl (Pr), Nusselt (Nu). Bilangan Reynolds dapat menggambarkan apakah aliran
tersebut laminar atau turbulen, sedangkan bilangan Prandtl menunjukkan karakteristik
termal fluida, dan bilangan Nusselt menggambarkan karakteristik proses perpindahan
panas. Ketiga bilangan ini membentuk persamaan :
N ud=C . R edm . Ρ rn
di mana:
Nud = bilangan nusselt
Red = biangan reynold
Pr = bilangan prandtl
n = 0,4(pemanasan)
= 0,3(pendinginan)
c, m, dan n adalah konstanta yang harus ditentukan dari percobaan. Berikut rumus
bilangan-bilangan tersebut. [3]
1. Bilangan Reynold
Merupakan bilangan tak berdimensi yang diperoleh dari rasio gaya inersia
dengan viskositas. Bilangan Reynold digunakan untuk menentukan karakteristik suatu
aliran fluida laminar atau turbulen.
R ed=ρ μm d
μ
di mana:
Red = bilangan Reynold
ρ = densitas fluida (kg/m3)
v = kecepatan aliran (m/s)
μ = viskositas (kg/m.s)
D = diameter pipa (m)[3]
Gambar 3.4 Pengembangan daerah aliran lapis batas di atas plat rata [3]
Dengan bilangan Reynolds kita dapat mengetahui apakah aliran fluida tersebut
laminar atau turbulen dengan melihat batasan berikut.
Re ≤ 2300 Aliran laminar
Re ≥ 2300 Aliran turbulen [3].
2. Bilangan Prandtl
Bilangan Prandtl merupakan bilangan yang digunakan sebagai perbandingan
viskositas kinematik fluida terhadap difusivitas termal fluida. Viskositas kinematik
memberikan informasi tentang laju difusi momentum dalam fluida dan difusitas termal
memberikan informasi tentang difusi kalor dalam fluida.
Ρ r= vα
= μ/ ρk / ρ c p
=c p μ
k
di mana:
ν=viskositas kinematis (m2/s)
μ=viskositasdinamis (kg/m.s)
c p = kalor jenis pada tekanan konstan(kJ/kgoC)
k =koeffisien konduktivitas termal (W/moC)[3].
Untuk aliran dalam pipa, seperti halnya aliran melewati plat datar profil
kecepatan serupa dengan profil suhu untuk fluida yang mempunyai bilangan Prandtl
satu [3].
3. Bilangan Nusselt
Merupakan bilangan yang digunakan untuk menentukan distribusi suhu
permukaan atau plat.
N ud=hLk
di mana:
Nud = bilangan nusselt
h = koeffisien perpindahan panas kenveksi(W/m2oC)
L = panjang plat (m)
K = koeffisien konduktifitas termal(W/moC)[3]
Nilai bilangan Nusselt dipengaruhi oleh beberapa jenis aliran yaitu :
a. Aliran Laminar berkembang penuh
Nud=1,86.¿
batasan R ed . PrDL
>10
b. Aliran Turbulen berkembang penuh
Nud=0.027 . R ed0.8 . Pr0.3( μ
μW )0.14
di mana:
μ = viskositas fluida (kg/m.s)
μ w = viskositas dinding (kg/m.s)[3]
Untuk aliran turbulen yang sudah jadi atau berkembang penuh (fully developed
turbulent flow) dalam tabung licin, digunakan persamaan berikut:
Nud=0.023 . R ed0.8. Prn
batasan:
n = 0,4 pemanas dan n = 0,3 pendingin
0,6 < Pr < 100 (untuk aliran turbulen yang tidak berkembang sepenuhnya di dalam
tabung licin dan dengan beda suhu moderat antara dinding fluida ) [3].
4. Koefisien Perpindahan Kalor
h= kD
Nud(W /m2 . o C)
di mana:
h = koefisien perpindahan kalor (W/m2 0C)
k = konduktivitas termal (W/m 0C)
D = diameter pipa (m)
Nud = bilangan Nusselt [5].
5. Hukum Newton tentang pendinginan
Laju perpindahan kalor suatu benda sebanding dengan beda temperatur antara
benda dengan fluida sekelilingnya.
Q = h.A.(To - T∞)
laju perpindahan kalor (Q) merupakan besarnya perpindahan panas yang terjadi
terhadap suatu objek. Koefisien perpindahan panas (h) merupakan koefisien konveksi
aliran. Luas permukaan objek (A) adalah luas permukaan yang dikenakan perpindahan
panas.
6. Pemanas Heater
Qheater=h .2π . r . L (T w−Tb )Watt
di mana:
h = koefisien perpindahan kalor (W/m2 0C)
r = jari-jari (m)
L = panjang pipa (m)
T w = temperatur dinding (0C)
T b = temperatur bulk (0C)
7. Perpindahan kalor total
Q=mc p(T w−T b)
di mana:
m= massa per satuan waktu (m/kg)
cp = kalor jenis pada tekanan konstan(Joule/Kg oC)
Tw = temperatur dinding (0C)
Tb = temperatur bulk (0C) [5].
3.2.4 Aplikasi Konveksi Paksa
Kondensor adalah peralatan yang berfungsi untuk mengubah uap menjadi air.
Prinsip kerja Kondensor proses perubahannya dilakukan dengan cara mengalirkan uap
ke dalam suatu ruangan yang berisi pipa-pipa (tubes). Uap mengalir di luar pipa-pipa
(shell side) sedangkan air sebagai pendingin mengalir di dalam pipa-pipa (tube side).
Kondensor seperti ini disebut kondensor tipe surface (permukaan). Kebutuhan air untuk
pendingin di kondensor sangat besar sehingga dalam perencanaan biasanya sudah
diperhitungkan. Air pendingin diambil dari sumber yang cukup persediannya, yaitu dari
danau, sungai atau laut. Posisi kondensor umumnya terletak dibawah turbin sehingga
memudahkan aliran uap keluar turbin untuk masuk kondensor karena gravitasi.
Laju perpindahan panas tergantung pada aliran air pendingin, kebersihan pipa-
pipa dan perbedaan temperatur antara uap dan air pendingin. Proses perubahan uap
menjadi air terjadi pada tekanan dan temperatur jenuh, dalam hal ini kondensor berada
pada kondisi vakum. Karena temperatur air pendingin sama dengan temperatur udara
luar, maka temperatur air kondensatnya maksimum mendekati temperatur udara luar.
Apabila laju perpindahan panas terganggu, maka akan berpengaruh terhadap tekanan
dan temperatur.
Gambar 3.5 Skema perpindahan panas pada kondensor[6].
3.2.5 Alat dan Prosedur Pengujian
3.2.5.1 Bagian – Bagian Alat Beserta Fungsinya
Gambar 3.6 Skema alat pengujian konveksi paksa [5]
Gambar 3.7 Alat pengujian konveksi paksa [7]
Heater
Display termo kopel
BlowerPipa A
Pipa B+Kain asbestos+gips
1. Transformator
Berfungsi untuk mengubah arus AC menjadi DC
Gambar 3.8 Transformator [7]
2. Anemometer
Berfungsi untuk mengukur kecepatan aliran udara (fluida) pada waktu awal dan
suhu fluida keluar
Gambar 3.9 Anemometer [8]
3. Watt meter
Berfungsi untuk mengukur daya yang masuk.
Gambar 3.10 Watt meter [7]
4. Asbestos
Berfungsi sebagai peredam panas yang akan merambat keluar melalui celah
sambungan pipa
Gambar 3.11 Asbestos [7]
5. Gips
Berfungsi sebagai isolator supaya panas dari pipa horizontal tidak keluar ke
lingkungan.
Gambar 3.12 Gips [7]
6. Kawat Filamen
Berfungsi untuk mendistribusikan panas ke pipa konveksi
Gambar 3.13 Kawat filament [7]
7. Regulator
Berfungsi untuk mengatur daya yang dikeluarkan.
Gambar 3.14 Regulator [7]
8. Pipa Konveksi
Berfungsi untuk arah aliran fluida (udara).
Gambar 3.15 Pipa konveksi. [7]
9. Thermo display
Berfungsi untuk menampilkan suhu terukur pada pipa konveksi(pada 4 titik).
Gambar 3.16 thermo display [7]
10. Blower
Berfungsi untuk memberi hembusan (penghembus) udara ke pipa konveksi.
Gambar 3.17 Blower [7]
11. Thermo kopel
Berfungsi untuk mengukur suhu pada pipa konveksi (pada 4 titik).
Gambar 3.18 Sensor Thermokopel (Fine Thermocouple) [7]
12. Stopwatch
Berfungsi mengukur waktu sampai terjadi kondisi steady state.
Gambar 3.19 stopwatch [9]
3.2.5.2 Prosedur Pengujian
Prosedur pengujian praktikum konveksi paksa aliran udara pipa horizontal
adalah:
1. Menyambungkan alat-alat ke sumber listrik.
2. Mengatur daya keluaran dengan regulator sebesar 60 watt yang terukur pada watt
meter
3. Mencatat suhu dinding awal pada thermo display dan suhu keluaran awal dengan
anemometer.
4. Mencatat perubahan suhu dinding dan suhu keluaran setiap 30 detik dengan
stopwatch hingga mencapai steady state (saat suhu dinding dan suhu keluaran tetap
sama selama 5 kali pengambilan data).
5. Setelah mencapai steady state, nyalakan blower untuk pengambilan data penurunan
suhu.
6. Mencatat suhu dinding awal, suhu keluaran awal, dan kecepatan awal aliran.
7. Mencatat perubahan suhu dinding, suhu keluaran, dan kecepatan aliran setiap 30
detik hingga mencapai steady state (saat suhu dinding dan suhu keluaran tetap sama
selama 5 kali pengambilan data)
8. Setelah mencapai steady state, pencatatan dihentikan.
9. Mematikan blower.
3.2 DATA PERHITUNGAN DAN ANALISA
3.3.1 Data Hasil Percobaan
Tabel 3.1 Temperatur (Konveksi Alami)
No. Waktu
(detik)
Suhu dinding (oC) Suhu udara keluar
(T5) (oC)
Laju Aliran
(m/s)T1 T2 T3 T4 T
1 0 32 32 34 30 32 32 0.1
2 30 32 33 35 30 32,5 32 0.1
3 60 33 33 35 30 32,75 32 0.1
4 90 33 33 36 31 33,25 32 0.1
5 120 33 34 36 31 33,5 32 0.1
6 150 34 34 37 31 34 32 0.1
7 180 34 34 37 31 34 32 0.1
8 210 34 35 37 32 34,5 32 0.1
9 240 35 35 38 32 35 32 0.1
10 270 35 35 38 32 35 32 0.1
11 300 35 36 38 32 35,25 32 0.1
12 330 35 36 39 32 35,5 33 0.1
13 360 36 36 39 33 36 33 0.1
14 390 36 36 39 33 36 33 0.1
15 420 36 36 39 33 36 33 0.1
16 450 36 37 40 33 36,5 33 0.1
17 480 36 37 40 33 36,5 33 0.1
18 510 37 37 40 33 36,75 33 0.1
19 540 37 37 40 33 36,75 33 0.1
20 570 37 37 41 34 37,25 33 0.1
21 600 37 38 41 34 37,5 33 0.1
22 630 37 38 41 34 37,5 33 0.1
23 660 38 38 41 34 37,75 33 0.1
24 690 38 38 41 34 37,75 33 0.1
25 720 38 38 41 34 37,75 33 0.1
26 750 38 38 42 34 38 33 0.1
27 780 38 39 42 34 38,25 33 0.1
28 810 38 39 42 34 38,25 33 0.1
29 840 38 39 42 35 38,5 33 0.1
30 870 38 39 42 35 38,5 33 0.1
31 900 39 39 42 35 38,75 33 0.1
32 930 39 39 42 35 38,75 33 0.1
33 960 39 39 43 35 39 33 0.1
34 990 39 39 43 35 39 33 0.1
35 1020 39 40 43 35 39,25 33 0.1
36 1050 39 40 43 35 39,25 33 0.1
37 1080 39 40 43 35 39,25 33 0.1
38 1110 39 40 43 35 39,25 33 0.1
39 1140 39 40 43 35 39,25 33 0.1
Tabel 3.2 Temperatur (Konveksi Paksa)
No. Waktu
(detik)
Suhu Dinding (oC) Suhu Udara Keluar
(T5) (oC)
Laju Aliran
T1 T2 T3 T4 T (m/s)
1 0 39 40 43 35 39,25 33 3
2 30 38 40 43 36 39,25 33 2,9
3 60 38 39 42 35 38,5 33 2,5
4 90 37 39 42 35 38,25 33 2,6
5 120 37 39 42 35 38,25 33 2,5
6 150 36 39 41 36 38 33 2,5
7 180 36 38 41 35 37,5 33 2,6
8 210 36 38 41 35 37,5 33 2,6
9 240 36 38 41 35 37,5 33 2,7
10 270 35 38 41 35 37,25 33 2,7
11 300 35 38 40 35 37 33 2,6
12 330 35 38 40 35 37 33 2,7
13 360 35 38 40 35 37 33 2,5
14 390 35 37 40 35 36,75 33 2,6
15 420 35 37 40 35 36,75 33 2,6
16 450 35 37 40 35 36,75 33 2,7
17 480 35 37 40 35 36,75 33 2,8
18 510 35 37 40 35 36,75 33 2,9
3.3.2 Perhitungan Ralat
Sampel perhitungan ralat dari tabel konveksi alami pada saat 0 detik,
diketahui:
Tabel 3.3 Sampel data konveksi alami pada t = 0 detik
Tn T (Suhu), oC (Tn - T )2
T1 32 0
T2 32 0
T3 34 4
T4 30 4
Trata-rata T = 32 Σ = 8
Galat (eror)
ε T=|T−TnT
|×100%
ε T 1=|32−3232
|×100%
= 0 %
ε T 2=|32−3232
|×100 %
= 0 %
ε T 3=|32−3432
|×100 %
= 6.25 %
ε T 4=|32−3032
|×100 %
= 6.25 %
Standar Deviasi
δ T
= √∑ (Tn−T )2
n(n−1 )
δ T =
√812
= 0.816
Nilai T sesungguhnya
T = (T±δ T )= ( 32 0.816) oC
Ralat Nisbi = ( δ T
T )×100 %=( 0 . 81632 )
×100% = 2.55 %
Keseksamaan = (1−δ T
T )×100 %=(1−0 . 816
32 )×100% = 97.45 %
Tabel 3.4 Hasil Perhitungan Ralat Data Temperatur Konveksi Alami Aliran Pipa