ASKEP Lansia Menjelang ajal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999;8). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994). Karena itu di dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono, 1999;4). Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994) menjadi tiga kelompok yakni : 1. Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia. 2. Kelompok lansia (65 tahun ke atas). 3. Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun. Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ASKEP Lansia Menjelang ajal
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas
(Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999;8). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994). Karena itu di dalam tubuh akan
menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural disebut penyakit degeneratif yang
menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono,
1999;4). Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994) menjadi tiga kelompok
yakni :
1. Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia.
2. Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
3. Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.
Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai
usia panjang, terjadinya tidak bisa dihindari oleh siapapun. Pada usia lanjut akan terjadi berbagai
kemunduran pada organ tubuh. Namun tidak perlu berkecil hati, harus selalu optimis, ceria dan
berusaha agar selalu tetap sehat di usia lanjut. Jadi walaupunb usia sudah lanjut, harus tetap
menjaga kesehatan
Proses menua manusia mengalami perubahan menuju ketergantungan fisik dan mental. Keluhan
yang menyertai proses menua menjadi tanda adanya penyakit, biasanya disertai dengan perasaan
cemas, depresi atau mengingkari penyakitnya.
Apalagi penyakit stadium terminal (tinggal menunggu ajal) dalam prediksi secara medis sering
diartikan penderita tidak lama lagi meninggal dunia. Keadaan ini menyebabkan lansia
mengalami kecemasan menghadapi kematian.
Perawatan paliatif adalah semua tindakan aktif untuk meringankan beban penderita,
terutama terutama yang tidak mungkin disembuhkan. Yang dimaksud tindakan aktif antara lain
mengurangi/menghilangkan rasa nyeri dan keluhan lain serta memperbaiki aspek psikologis,
sosial, dan spiritual.
Tujuan perawatan paliatif adalah mencapai kualitas hidup maksimal bagi si sakit (lanjut
usia) dan keluarganya. Perawatan paliatif tidak hanya diberikan kepada lanjut usia yang
menjelang akhir hayatnya, tetapi juga diberikan segera setelah didiagnosisoleh dokter bahwa
lanjut usia tersebut menderita penyakit yang tidak ada harapan untuk sembuh (mis., menderita
kanker). Sebagian pasien lanjut usia, pada suatu waktu akan menghadapi keadaan yang disebut
“stadium paliatif”, yaitu kondisi ketika pengobatan sudah tidak dapat menghasilkan kesembuhan.
Biasanya dokter memvonis pasien lanjut usia yang menderita penyakit yang mematikan (misal,
kanker, stroke, AIDS) juga mengalami penderitaan fisik, psikologis, sosial, kultural dan spiritual.
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang medis dan keperawatan,
memungkinkan diupayakan berbagai tindakan dan pelayanan yang dapat mengurangi
penderitaan pasien lanjut usia, sehingga kualitas hidup di akhir kehidupannya tetap baik, tenang
dan mengakhiri hayatnya dalam keadaan iman dan kematian yang nyaman. Diperlukan
pendekatan holistik yang dapat memperbaiki kualitas hidup klien lanjut usia. Kualitas hidup
adalah bebas dari segala sesuatu yang menimbulkan gejala, nyeri, dan perasaan takut sehingga
lebih menekankan rehabilitasi dari pada pengobatan agar dapat menikmati kesenagngan selama
akhir hidupnya. Sesuai arti harfiahnya, paliatif bersifat meringankan, bukan menyembuhkan.
Jadi, perawatan paliatif diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup dengan menumbuhkan
semangat dan motivasi. Perawatan ini merupakan pelayanan yang aktif dan menyeluruh yang
dilakukan oleh satu tim dari berbagai disiplin ilmu.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud keadaan paliatif/terminal ?
2. Apa saja penyakit terminal?
3. Apa saja Manifestasi klinis dari pasien menjelang ajal ?
4. Bagaimana fase – fase kehilangan?
5. Bagaimana asuhan keperawatan pada lansia menjelang ajal ?
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada pasien terminal
2. Tujuan Khusus
a) Mahasiswa mampu memahami pengertian hospice
b) Mahasiswa mampu memahami jenis-jenis penyakit terminal
c) Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinik
d) Mahasiswa mampu memahami fase-fase kehilangan
e) Mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Penyakit
Terminal.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hospice dan Perawatan Paliatif
Hospice adalah perawatan pasien terminal (stadium akhir) dimana pengobatan terhadap
penyakitnya tidak diperlukan lagi. Perawatan ini bertujuan meringankan penderitaan dan rasa
tidak nyaman dari pasien, berlandaskan pada aspek bio-psiko-sosial-spiritual. Perawatan akhir
hayat/perawatan terminal adalah suatu proses perawatan medis lanjutan yang terencana melalui
diskusi yang terstuktur dan didokumentasikan dengan baik, dan proses ini terjalin sejak awal
dalam proses perawatan yang umum/biasa. Dikatakan sebagai perawatan medis lanjutan karena
penderita biasanya sudah masuk ke tahap yang tidak dapat disembuhkan (incurable). Melalui
proses perawatan ini diharapkan penderita dapat meng-identifikasi dan meng-klarifikasi nilai-
nilai dan tujuan hidupnya serta upaya kesehatan dan pengobatan yang diinginkannya seandainya
kelak ia tidak lagi mampu untuk memutuskan sesuatu bagi dirinya sendiri. Atau, penderita dapat
pula menunjuk seseorang yang akan membuat keputusan baginya sekiranya hal itu terjadi.
Dalam perawatan ini, keluarga ikut dilibatkan sehingga dengan demikian diharapkan semua
kebingungan dan konflik dikemudian hari dapat dihindari. Proses ini perlu senantiasa dinilai
kembali dan di-up date secara reguler karena dalam perjalanannya tujuan perawatan dan
prioritasnya sering kali berubah-ubah tergantung pada situasi/kondisi yang dihadapi saat itu. Bila
pada awalnya tujuan kuratif dan menghindari kematian merupakan prioritas utama, pada stadium
terminal tujuan perawatan beralih ke usaha mempertahankan fungsi, meniadakan penderitaan
dan mengoptimalkan kualitas hidup penderita. Dengan demikian diharapkan penderita dapat
menghadapi akhir hayatnya secara damai, tenang dan bermartabat (with dignity). Peralihan ini
seharusnya terjadi secara gradual/tidak secara mendadak. Sering kali tujuan perawatan dan
prioritas di pihak penderita dan keluarganya tidak sejalan dengan tujuan dan prioritas dokternya.
Hal ini perlu dikomunikasikan dengan baik sehingga kedua belah pihak dapat memilih apa
yang terbaik bagi penderita. Disini dokter memegang peran kunci karena dialah yang lebih
banyak mengetahui tentang perjalanan penyakit yang senantiasa berubah serta alternatif
pengobatan yang mungkin diberikan pada penderita untuk mencapai tujuan perawatan tadi serta
bagaimana prognosisnya. Karena itu pengkajian secara teratur dan up-dating perlu selalu
diusahakan dan dikomunikasikan dengan penderita/ keluarganya. Untuk mencapai tujuan
tersebut diatas diperlukan kerjasama dari beberapa ahli yang bekerja bersama dalam sebuah team
yang multidisipliner dan bekerja secara interdisipliner sehingga perawatan penderita dapat
berjalan secara komprehensif.
Kondisi terminal adalah suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan melalui suatu
tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi individu (Carpenito, 1995).
Perawatan terminal dapat dimulai pada minggu-minggu, hari-hari dan jaminan terakhir
kehidupan dimana bertujuan:
Mempertahankan hidup, Menurunkan stress, Meringankan dan mempertahankan kenyamanan
selama mungkin (Weisman). Secara umum kematian adalah sebagian proses dari kehidupan yang
dialami oleh siapa saja meskipun demikian, hal tersebut tetap saja menimbulkan perasaan nyeri
dan takut, tidak hanya pasien akan juga keluarganya bahkan pada mereka yang merawat dan
mengurusnya.
Penderita yang akan meninggal tidak akan kembali lagi ke tengah keluarga, kenyataan ini
sangat berat bagi keluarga yang akan ditinggalkannya Untuk menghindari hal diatas bukan hanya
keluarganya saja yang berduka bahkan klien lebih tertekan dengan penyakit yang dideritanya.
Perawatan paliatif adalah semua tindakan aktif untuk meringankan beban penderita, terutama
terutama yang tidak mungkin disembuhkan. Yang dimaksud tindakan aktif antara lain
mengurangi/menghilangkan rasa nyeri dan keluhan lain serta memperbaiki aspek psikologis,
sosial, dan spiritual.
Tujuan perawatan paliatif adalah mencapai kualitas hidup maksimal bagi si sakit (lanjut
usia) dan keluarganya. Perawatan paliatif tidak hanya diberikan kepada lanjut usia yang
menjelang akhir hayatnya, tetapi juga diberikan segera setelah didiagnosisoleh dokter bahwa
lanjut usia tersebut menderita penyakit yang tidak ada harapan untuk sembuh (mis., menderita
kanker). Sebagian pasien lanjut usia, pada suatu waktu akan menghadapi keadaan yang disebut
“stadium paliatif”, yaitu kondisi ketika pengobatan sudah tidak dapat menghasilkan kesembuhan.
Biasanya dokter memvonis pasien lanjut usia yang menderita penyakit yang mematikan (misal,
kanker, stroke, AIDS) juga mengalami penderitaan fisik, psikologis, sosial, kultural dan spiritual.
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang medis dan keperawatan,
memungkinkan diupayakan berbagai tindakan dan pelayanan yang dapat mengurangi
penderitaan pasien lanjut usia, sehingga kualitas hidup di akhir kehidupannya tetap baik, tenang
dan mengakhiri hayatnya dalam keadaan iman dan kematian yang nyaman. Diperlukan
pendekatan holistik yang dapat memperbaiki kualitas hidup klien lanjut usia. Kualitas hidup
adalah bebas dari segala sesuatu yang menimbulkan gejala, nyeri, dan perasaan takut sehingga
lebih menekankan rehabilitasi dari pada pengobatan agar dapat menikmati kesenagngan selama
akhir hidupnya. Sesuai arti harfiahnya, paliatif bersifat meringankan, bukan menyembuhkan.
Jadi, perawatan paliatif diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup dengan menumbuhkan
semangat dan motivasi. Perawatan ini merupakan pelayanan yang aktif dan menyeluruh yang
dilakukan oleh satu tim dari berbagai disiplin ilmu.
Dalam memberi perawatan paliatif, tim tersebut harus berpijak pada pola dasar yang
digariskan oleh WHO, yaitu :
1. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses yang normal.
2. Tidak mempercepat dan menunda kematian lanjut usia.
3. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang mengganggu.
4. Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual.
5. Berusaha agar lanjut usia yang sakit tetap aktif sampai akhir hayatnya.
6. Berusaha membantu mengatasi suasana duka cita keluarga klien lanjut usia.
Pola dasar tersebut harus diterapkan langkah demi langkah dengan mengikut sertakan
keluarga pasien, pemuka agama (sesuai agama klien), relawan, pekerja sosial , dokter, psokolog,
ahli gizi, ahli fisioterapi, ahli terapi okupasi, dan perawat. Prinsip pemberian perawatan paliatif
adalah membieri perawatan paripurna kepada klien lanjut usia dengan pengawasan dari tim
profesional.
Tim Perawatan Paliatif
Tim perawatan paliatif terdiri atas tim terintegrasi, antara lain dokter, perawat, psikolog, ahli
fisioterapi, pekerja sosial medis, ahli gizi, rohaniawan, dan relawan.
Perlu diingat bahwa tujuan perawatan paliatif adalah mengurangi penderitaan lanjut usia.
Penderitaan terjadibila ada salah satu aspek yang tidak selaras, baik aspek fisik maupun psikis,
peran dalam keluarga, masa depan yang tidak jelas, gangguan kemampuan untuk menolong diri,
dan sebagainya.untuk memahami dan mengatasi hal tersebut, peran tim interdisiplin menjadi
sangat penting/dominant. Keberhasilan perawatan paliatif bergantung pada kerja samayang
efektif dan pendekatan interdisiplin antara dokter, perawat, pekerja sosial medis,
rohaniawan/pemuka agama, relawan, dan anggota pelayanan lainnya sesuai dengan kebutuhan.
Setiap anggota tim harus memahami dan menguasai prinsip perawatan paliatif yang selama ini
belum dapat dipelajari dengan seksama. Tim harus mampu mengupayakan dan menjamin agar
pasien lanjut usia mendapat pelayanan perawatan seutuhnya yang mencakup bio-psiko-kultural
dan spiritual.
Artinya, tidak ada anggota tim yang menjadi primadona. Pemimpin tim dan dibantu
anggotanya harus berusaha keras untuk mencapai tujuan perawatan.
Tentu saja kerja tim ini tidak mudah tanpa adanya semangat kebersamaan dalam memberi
bantuan kepada pasien lanjut usia. Pemberian asukan keperawatan pada pasien harus bekerja
sama secara profesional, ikhlas, dan dengan hati yang bersih. Perawatan paliatif untuk lanjut usia
bukan suatu intervensi yang bersifat kritis. Perawatan paliatif adalah perawatan yang terencana.
Walaupun dapat terjadi kondisi kritis dan kedaruratan medis yang tidak terduga, hal ini dapat
diantisipasai, bahkan dapat dicegah melalui ikatan kerja tim yang solid dan kuat. Kekhususan tim
paliatif antara lain:
1. Profesi setiap anggota tim telah dikenal cakupan dan lingkup kerjanya.
2. Para profesional ini bergabung dalam satu kelompok kerja.
3. Secara bersama, mereka menyusun dan merancang tujuan akhir perawatan, melakukan
langkah tujuan pendek.
4. Bila perlu, kepemimpinan dapat terbagi di antara anggota tim, bergantung pada kondisi
yang paling diperlukan oleh pasien lanjut usia.
5. Tim adalah motor penggerak semua kegiatan pasien.
6. Proses interaksi adalah kunci keberhasilan.
Bagan kepemimpinan pada perawatan paliatif tidak berbentuk kerucut, melainkan lebih
berbentuk lingkaran dengan pasien sebagai titik sentral. Kunci keberhasilan juga interdisiplin
bergantung pada tanggung jawab seiap anggota tim, sesuai dengan kemahiran dan
spesialisasinya, sehingga setiap kali pimpinan berganti, tugas profesi masing-masing tidak akan
terganggu. Keberhasilan keperawatan paliatif pada pasien lanjut usia yang satu akan menjadi
pengalaman dan akan meningkatkan kekuatan tim untuk upaya penanggulangan gejala yang
samapada pasien yang lain.
Dokter
Rohaniawan
Pekerja Sosial
Ahli Nutrisi
Pemberi Asuhan
Relawan
Ahli Terapi Okupasi
Psikolog
Fisioterapis
Perawat
PASIEN
Bagan kepemimpinan dalam perawatan paliatif
2.2 Jenis-Jenis Penyakit Terminal
Adapun yang dapat dikategorikan sebagai penyakit terminal adalah:
1. Penyakit-penyakit kanker.
2. Penyakit-penyakit infeksi.
3. Congestif Renal Falure (CRF)
4. Stroke Multiple Sklerosis.
5. Akibat kecelakaan fatal.
6. AIDS.
2.3 Manifestasi Klinik
2.3.1 Fisik
a) Gerakan pengindaran menghilang secara berangsur-angsur dimulai dari ujung kaki dan
ujung jari.
b) Aktivitas dari GI berkurang.
c) Reflek mulai menghilang.
d) Suhu klien biasanya tinggi tapi merasa dingin dan lembab terutama pada kaki dan tangan
dan ujung-ujung ekstremitas.
e) Kulit kelihatan kebiruan dan pucat.
f) Denyut nadi tidak teratur dan lemah.
g) Nafas berbunyi, keras dan cepat ngorok.
h) Penglihatan mulai kabur.
i) Klien kadang-kadang kelihatan rasa nyeri.
j) Klien dapat tidak sadarkan diri.
2.3.2 Psikososial
Sesuai dengan fase-fase kehilangan menurut seorang ahli E. Kuber Ross mempelajari respon-
respon atas menerima kematian dan maut secara mendalam dari hasil penyelidikan/penelitiannya
yaitu:
1. Respon kehilangan
a) Rasa takut diungkapkan dengan ekspresi wajah (air muka), ketakutan, cara tertentu untuk
mengulurkan tangan.
b) Cemas diungkapkan dengan cara menggerakkan otot rahang dan kemudian mengendor.
c) Rasa sedih diungkapkan dengan mata setengah terbuka atau menanggis.
2. Hubungan dengan orang lain
a) Kecemasan timbul akibat ketakutan akan ketidak mampuan untuk
b) berhubungan secara interpersonal serta akibat penolakan.
2.4 Grieving (Berduka)
Berduka merupakan reaksi emosional terhadap kehilangan , biasanya akibat perpisahan .
Dimanifestasikan dalam perilaku, perasaan dan pemikiran . Berduka juga merupakan proses
mengalami reaksi psikologis, fisik, dan sosial terhadap kehilangan yang dipersepsikan. Respon
yang ada dalam berduka yaitu keputusasaan, kesepian, ketidakberdayaan, kesedihan, rasa
bersalah dan marah . Berduka juga mencakup pikiran, perasaan dan perilaku.
Breavement adalah respon subjektif dalam masa berduka yang dilalui selama reaksi berduka.
Biasanya berefek pada masalah psikis dan kesehatan . Sedangkan berkabung adalah periode
penirimaan terhadap kehilangan dan berduka yang terjadi selama individu dalam masa
kehilangan. Sering dipengaruhi oleh kebudayaan dan kebiasaan.
2.4.1 Reaksi Berduka
A. Menolak dan Isolasi
Tidak percaya terhadap hal tersebut.
Tidak siap menghadapi masalah.
Memperhatikan kegembiraan yang dibuat-buat (menolak berkepanjangan).
B. Marah (Anger)
Marah terhadap orang lain untuk hal-hal sepele: iritabel/sensitive.
C. Bargaining/tawar menawar
Mulai tawar menawar terhadap loss.
Mengekspresikan rasa bersalah , takut , putisment terhadap rasa berdosa, baik nyata maupun
imajinasi
D. Depresi
Rasa berduka terhadap apa yang terjadi.
Kadang bicara bebas atau menarik diri.
E. Acceptane/penermaan
Penurunan interest lingkungan sekitar.
Berkeinginan untuk membuat rencana – rencana .
2.4.2 Konsep Teori Berduka
A. Teori Engel ( 1964)
Teori ini memiliki cirri cirri bahwa berduka terdiri dari syok , tidak percaya, mengembalikan
kesadaran , mengenali dan restitusi .
B. Teori Kubler – Ross ( 1969)
Konsep berduka terdiri atqs lima tahap diantara lain mengingkari, marah, fase tawar-
menawar, fase sedih yang mendalam dan penerimaan.
C. Teori Rando (1991)
Pada teori rando terdiri dari penghindaran, konfrontasi, dan akomodasi. Meskipun tidak ada
dua orang yang bereaski sama terhadap kematian dan ajal, namun respon fisiologis dan
psikologis terhadap kemkatian, yang dikenal sebagi berduka telah digambarkan dalam tahapan –
tahapan oleh orang – orang terkenal seperti engel, linderman, Parkes, Bolbley, dan Kubler Ross.
Berduka merupakan respo0n normal dan universal terhadap kehilangan yang dialami melalui
perasaan, perilaku, dan penderitaan emosional. Berduka adalah proses pergeeseran melewati