Page 1
ANEMIA DEFISIENSI BESI
Krissi Stiffensa
102010125
Kelompok : A1
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna utara no.6 Kebon Jeruk, Jakarta
Email : [email protected]
Pendahuluan
Anemia defesiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya
penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong yang pada akhirnya
mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. ADB ditandai oleh anemia hipokromik
mikrositer dan hasil laboratorium yang menunjukkan cadangan besi kosong. Berbeda dengan
ADB, pada anemia akibat penyakit kronik penyediaan besi untuk eritropoeisis berkurag oleh
karena pelepasan besi dari sistem retikuloendotelial (RES) berkurang, sedangkan cadangan
besiya masih normal. Pada anemia sideroblastik penyediaan besi untuk eritropoeisis berkurang
karena gangguan mitokondria yang menyebabkan inkoporasi besi ke dalam heme terganggu.
Oleh karena itu, ketiga jenis anemia ini digolongkan sebagai anemia dengan gangguan
metabolisme besi.1
Anemia defesiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai, terutama di
negara-negara tropik oleh karena sangat berkaitan erat dengan taraf sosial ekonomi. Anemia ini
mengenai lebih dari sepertiga penduduk dunia yang memberikan dampak kesehatan yang sangat
merugikan serta dampak sosial yang cukup serius.1
1
Page 2
ANAMNESIS
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis terbagi
menjadi dua tipe, yang pertama autoanamnesis yaitu wawancara yang ditujukan langsung kepada
pasien, yang kedua alloanamnesis yaitu wawancara yang ditujukan kepada pihak keluarga, orang
tua, atau kerabat selain pasien. Yang termasuk didalam alloanamnesis adalah semua keterangan
dokter yang merujuk, catatan rekam medik, dan semua keterangan yang diperoleh selain dari
pasiennya sendiri. Dalam kasus ini yang perlu dilakukan adalah autoanamnesis karena pasien
dapat untuk dimintai keterangan secara langsung. Jadi yang perlu dilakukan pada anamnesis
adalah sebagai berikut:
Keluhan utama
a. Bertanya tentang awitan dan gejala awal. b. Kekurangan zat besi memiliki gejala sendiri, yaitu: 2,3
Pika: suatu keinginan memakan zat yang bukan makanan seperti es batu, kotoran atau kanji
Glositis : iritasi lidah Keilosis : bibir pecah-pecah Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti
sendok. Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
Ditanyakan juga pola pertumbuhan sekiranya pasien anak/remaja.
Riwayat penyakit sekarang:2
a. Pada anemia perlu juga ditanyakan sejak kapan gejala apa yang dirasakan oleh pasien,
misalnya: Lelah, malaise, sesak napas, nyeri dada, mata berkunang-kunang,
b. Sejak kapan gejala tersebut timbul, apakah gejala tersebut muncul mendadak atau
bertahap, jika pasien seorang wanita tanyakan adakah kehilangan darah menstruasi
berlebihan, tanyakan frekuensi dan durasi menstruasi, dan penggunaan tampon serta
pembalut, tanyakan apakah ada rasa ingin memakan bahan yang tidak lazim seperti es,
tanah.
2
Page 3
c. Ditanyakan juga adakah petunjuk mengenai penyebab anemia, misal pada anemia
defisiensi besi bisa karena perdarahan interna, infeksi cacing, diet yang tidak seimbang,
atau riwayat pernah menderita penyakit yang kronis.
Riwayat keluarga:2
Adakah riwayat anemia dalam keluarga ? Khusus nya pertimbangkan penyakit sel sabit,
talasemia, dan anemia hemolitik herediter yang diturunkan.
Riwayat penyakit dahulu:2
a. Adakah dugaan penyakit ginjal kronis sebelum nya ?
b. Adakah riwayat penyakit kronis ( reumatoid arthritis atau gejala keganasan ) ?
c. Adakah tanda kegagalan sumsung tulang ( memar, perdarahan, dan infeksi yang tak
lazim atau rekuren ) ?
d. Adakah tanda defisiensi vitamin seperti neuropati perifer ( defisiensi vitamin B12
subacute combined degeneration of cord [SACDOC] ) ?
e. Adakah alasan untuk mencurigai adanya hemolisis ? ( ikterus, katup buatan yang bocor)
f. Adakah riwayat anemia sebelumnya atau pemeriksaan endoksopi gastrointestinal ?
g. Adakah disfagia ? ( akibat lesi esophagus yang menyebabkan anemia atau ada selaput
pada esophagus akibat anemia defisiensi Fe ).
Riwayat Riwayat Penyakit Penyerta 2
Ditanyakan adakah gejala peyerta lain yang dirasakan pasien.
Anamnesis spesifik : 2
a. Gejala apa yang dirasakan oleh pasien ? Lelah, malaise, sesak napas, nyeri dada, mata
berkunang-kunang, atau tanpa gejala ? Bila terdapat gejala tersebut, itu merupakan
suatu sindrom anemia yang biasanya dijumpai apabila kadar hemoglobin turun di
bawah 7-8 g/dL
b. Apakah gejala tersebut muncul mendadak atau bertahap ? Pada anemia defisiensi besi
gejala yang muncul mungkin dapat perlahan karena ada mekanisme kompensasi tubuh.
3
Page 4
c. Adakah petunjuk mengenai penyebab anemia ? Misal pada anemia defisiensi besi bisa
karena perdarahan interna, infeksi cacing, diet yang tidak seimbang, atau riwayat
pernah menderita penyakit yang kronis.
d. Tanyakan kecukupan makanan dan kandungan Fe. Adakah gejala yang konsisten
dengan malabsorpsi ? Adakah tanda kehilangan darah dari saluarn cerna berupa tinja
gela, pendarahan rectal, muntah “butiran kopi” ?
e. Jika pasien seorang wanita tanyakan adakah kehilangan darah menstruasi berlebihan ?
Tanyakan frekuensi dan durasi menstruasi, dan penggunaan tampon serta pembalut.
f. Tanyakan juga sumber perdarahan lain.
g. Tanyakan apakah ada rasa ingin memakan bahan yang tidak lazim seperti es, tanah, dsb
? Gejala tersebut dapat ditemukan pada anemia defisensi Fe.
h. Adakah riwayat bepergian dan pikirkan kemungkinan infeksi parasit seperti cacing
tambang dan malaria.
i. Adakah mengkonsumsi obat-obatan misal OAINS yang menyebabkan erosi lambung
atau supresi sumsung tulang akibat obat sitotoksik. ?
j. Adakah penurunan berat badan baru-baru ini yang drastis ?
k. Adakah riwayat operasi seperti gastrektomi ?
PEMERIKSAAN FISIK
A. Pemeriksaan Tanda Vital
- Suhu
- Tekanan darah
- Denyut nadi = dapat di temukan takikardia 3
- Frekuensi napas
B. Pemeriksan Fisik
a. Inspeksi
- Pada kuku dapat terlihat perubahan misalnya koilonikia (kuku sendok) 4
- Mulut, misalnya keilosis angular (fisura dan ulserasi di sudut mulut) 4
- Konjungtiva anemis 3
4
Page 5
- Atrofi papil lidah mengakibatkan lidah tampak pucat, licin, mengkilat, berwarna
merah, dan meradang serta sakit 3
b. Palpasi
Pada kasus tidak ditemukan hepatosplenomegali
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan Laboratorium 5
a. Kadar Hemoglobin dan Indeks Eritrosit : didapatkan anemia hipokromik mikrositer
dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV dan MCH
menurun. MCV <70 fl hanya didapatkan pada anemia defesiensi besi dan thalassemia
major. MCHC menurun pada defisiensi yang lebih berat dan berlangsung lama.
b. Kadar Hematokrit : biasanya rendah < 27%
c. Hapus Darah Tepi
Menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, dan poikolositosis. Makin
berat derajat anemia makin berat derajat hipokromia. Derajat hipokromia dan
mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda pada thalasemia. Jika
terjadi hipokromia dan mikrositosis ekstrim, maka sel tampak sebagai sebuah cincin
sehingga disebut sebagai sel cincin (ring cells), atau memanjang seperti elips disebut
sebagai sel pensil (pencil cell atau cigar cell). Kadang ditemui sel target.
Leukosit dan trombosit pada umumnya normal. Tetapi granulositopenia ringan
dapat dijumpai pada anemia defisiensi besi (ADB) yang berlangsung lama. Pada ADB
karena cacing tambang di jumpai eosinofilia. Trombositosis dapat dijumpai pada ADB
dengan episode perdarahan akut.
d. Besi Serum dan Daya Ikat Besi Total
Besi serum turun dan daya ikat besi total (total iron binding capacity, TIBC)
meningkat, sehingga TIBC kurang dari 10% tersaturasi. Hal ini berlawanan dengan
anemia penyakit kronik yang kadar besi serum dan TIBC nya turun, serta anemia
hipokrom lain yang kadar besi serumnya normal atau bahkan meningkat.
TIBC menunjukkan tingkat kejenuhan apotransferin terhadap besi, sedangkan
saturasi transferin dihitung dari besi serum dibagi TIBC dikalikan 100%. Untuk kriteria
5
Page 6
diagnosis ADB, kadar besi serum menurun <50 µg/dL, TIBC meningkat > 350 µg/dL,
dan saturasi transferin <15 %.
e. Feritin Serum
Feritin serum merupakan indikator cadangan besi, kecuali pada keadaan inflamasi dean
keganasan. Pada kasus anemia defesiensi besi, kadar feritin serum sangat rendah,
sedangkan feritin serum yang meningkat menunjukkan adanya kelebihan besi atau
pelepasan feritin berlebihan dari jaringan yang rusak atau suatu respons fase akut,
misalnya pada inflamasi. Kadar feritin serum normal atau meningkat pada anemia
penyakit kronik.
f. Kadar reseptor transferin serum (sTfR/Serum Transferin receptor)
Reseptor transferin dilepaskan dari sel ke dalam plasma. Kadar sTfR meningkat pada
anemia defisiensi besi, tetapi tidak meningkat pada anemia penyakit kronik atau
pembawa gen (trait) thalasemia. Kadarnya juga meningkat jika tingkat eritopoeisis
keseluruhan meningkat. Kadar normal dengan cara imunologi adalah 4-9 µg/dL.
g. Pemeriksaan feses dan urin
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mencari penyebab anemia defisiensi besi. Pemeriksaan
feses untuk mengetahui infeksi cacing tambang. Misalnya pada feses dapat dilakukan
pencarian telur cacing pemeriksaan darah samar. Selain itu dapat dipikirkan kehilangan
besi melalui urin dalam bentuk hematuria atau hemosiderinuria (akibat hemolisis
intravskular kronik).
- Pemeriksaan Radiologi 5
Foto rontagen toraks yang normal menyingkirkan keadaan hemosiderosis pulmonal yang
jarang ditemukan. Pasien terkadang membuat dirinya berdarah sehingga terjadi defisiensi
besi.
DIAGNOSIS KERJA 6
Anemia defisiensi Fe
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisis yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Terdapat tiga tahap
diagnosis ADB. Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar
hemoglobin atau hematokrit. Cut off point anemia tergantung criteria yang dipilih, apakah
6
Page 7
kriteria WHO atau criteria klinik. Tahap kedua adalah memastikan adanya def besi, sedangkan
tahap ketiga adalah menentukan penyebab dari defisiensi besi yang terjadi.
Pemeriksaan fisik termasuk penilaian pucat (sangat tidak tepat), glositis, stomatitis
angularis, koilonikia, dan pemeriksaan rectal. Lakukan pemeriksaan penunjang pada saluran
cerna jika tidak ditemukan penyebab lain. Kolonoskopi awal, khususnya pada pasien yang
asimtomatik, bisa mendeteksi kanker pada usus besar pada tahap yang masih dapat disembuhkan.
Pemeriksaan penunjang laboratorium. Jumlah sel darah perifer menunjukan mikrositik
(mean corpuscular volume (MCV)< 80 Fl) dan hipokromik (mean corpuscular haemoglobin
(MCH< 27Pg), mungkin disertai poikilositosis (bentuk yang bervariasi) dan anisositosis (ukuran
yang bervariasi). Fe serum rendah dan transferin meningkat, dengan saturasi yang rendah. Fe
serum juga rendah pada anemia sekunder akibat penyakit kronis, tetapi normal pada
hemoglobinopati, dan biasanya pada talasemia minor.Feritin serum mencerminkan keadaan
simpanaan Fe sehingga angkanya rendah. Terdapat penurunan Fe yang adekuat dalam
makrofagtetapi terdapat penurunan jumlah eritroblas yang sedang berkembang. Sebab lain dari
anemia mikrositik di antaranya talasemia dan anemia sekunder akibat penyakit kronis di mana
laju endap darah (LED) biasanya meningkat, dan Fe serum serta kemampuan pengikatan Fe total
(total iron-binding capacity/TIBC) biasanya menurun disertai feritin yang normal atau
meningkat, merupakan protein fase akut.
DIAGNOSIS BANDING 1
1) Thalassemia
2) Anemia akibat penyakit kronik
3) Anemia Sideroblastik
4) Anemia Hemolitik
5) Anemia defisiensi vitamin b12
6) Anemia ec CKD
7
Page 8
Tabel 1 Diagnosis Banding berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium 1
Defisiensi Besi Radang kronik atau
keganasan
Thalasemia (α atau
β)
Anemia
Sideroblastik
Derajat Anemia Ringan sampai
berat
Ringan Ringan Ringan sampai berat
MCV Menurun
sebanding dengan
beratnya anemia
Normal atau menurun
sedikit
Menurun, sangat
rendah jika
dibanding derajat
anemia
Biasanya rendah
pada jenis
kongenital, tetapi
MCV seringkali
meningkat pada jenis
yang di dapat
MCH Menurun Menurun/normal Menurun Menurun/normal
Besi Serum Menurun
< 30
Menurun
< 50
Normal/ Meningkat Normal/Meningkat
TIBC Meningkat
>360
Menurun
< 360
Normal Normal
sTfR Meningkat Normal atau rendah Bervariasi Normal
Saturasi transferin Menurun
< 15%
Menurun/ normal
10-20%
Meningkat
>20%
Meningkat
>20%
Feritin Serum Menurun
< 20 µg/l
Normal
20-200 µg/l
Meningkat
>50 µg/l
Meningkat
>50µg/l
Cadangan besi
sumsum tulang
Tidak ada Ada Ada Ada
Besi Eritroblas Tidak ada Tidak ada Ada Bentuk cincin
Elektroforesis
hemoglobin
Normal Normal HbA2 meningkat
pada bentuk β
Normal
Anemia Defisiensi Vitamin B12
Defisiensi vitamin B12 bisa disebabkan karena kurang masukan, pembedahan lambung
atau ileum terminal, kekurangan sekresi (Faktor intrinsik) oleh lambung, konsumsi atau inhibisi
kompleks B12-faktor intrinsic,a bnormalitas yang melibatkan sisi reseptor di ileum terminal, atau
abnormalitas TCII (transkobalamin II).4
8
Page 9
Gejala pada penyakit ini baru tampak pada umur 9 bulan sampai 11 tahun. Rentang
waktu ini sesuai dengan habisnya simpanan vitamin B12 yang diperoleh in utero. Ketika anemia
menjadi berat , terjadi kelemahan, iritabilitas, anoreksia, dan kurang gairah. Lidah licin, merah
dan nyeri. Manifestasi neurologis meliputi ataksia, parestesia, hiporefleksi, respon Babinski,
klonus dan koma. 4
Anemia makrostik, dengan makro –ovalositosis eritrosit yang nyata. Neutrofil mungkin
besar-besar dan hipersegmentasi. Pada kasus lanjut terlihat neutropenia dan trombositopenia
seperti pada anemia aplastik atau leukemia. Kadar vitamin B12 <100 pg/mL. Kadar besi dan
folat serum normal atau meningkat. Aktivitas LDH serum amat meningkat. Kenaikan sedang (2-
3 mg/dL) kadar bilirubin serum mungkin ada. Ekskresi belrlebihan asam metilmalonat dalm urin
(normal 0-3,5 mg/24 jam) merupakan indeks yang dapat dianadalkan dari defisiensi vitamin
B12.5
Anemia Hemolitik
Adalah suatu keadaan anemia yang terjadi oleh karena meningkatnya penghancuran dari
sel eritrosit yang diikuti dengan ketidakmampuan dari sumsum tulang dalam memproduksi sel
eritrosit untuk mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit. Untuk mengatasi
kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit tersebut, penghancuran sel eritrosit yang
berlebihan akan menyebabkan terjadinya hyperplasia sumsum tulang sehingga produksi sel
eritrosit akan meningkat dari normal. Hal ini terjadi bila umur eritrosit berkurang dari 120 hari
menjadi 15-20 hari tanpa diikuti anemia, namun bila sumsum tulang tidak mampu mengatasi
keadaan tersebut maka akan terjadi anemia.4
Anemia ec CKD
The National Kidney Foundation’s Kidney Dialysis Outcomes Quality Initiative
merekomendasikan anemia pada pasien penyakit ginjal kronik jika kadar hemoglobin <11,0 gr/dl
(hematokrit<37%) pada wanita premenopause dan pasien prepubertas, dan <12,0 gr/dl
(hematokrit<37%) pada laki-laki dewasa dan wanita postmenopause. Anemia sering terjadi pada
pasien-pasien penyakit dengan penyakit ginjal kronis. Klinisi harus memikirkan keadaan anemia
jika tingkat Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) pasien menurun ke 60 ml/menit/1,73m2 atau lebih
rendah.4
9
Page 10
Etiologi anemia pada penyakit ginjal kronik
Faktor-faktor yang berkaitan dengan anemia pada penyakit ginjal kronik termasuk kehilangan
darah, pemendekan masa hidup sel darah merah, defisiensi vitamin, “uremic milieu”, defisiensi
eritropoietin, defisiensi besi dan inflamasi.
ETIOLOGI 7
Menurut patogenesisnya terjadinya anemia defisiensi besi sangat ditentukan oleh
kemampuan absorpsi besi, diit yang mengandung besi , kebutuhan besi yang meningkat dan
jumlah yang hilang.
Kekurangan besi dapat disebabkan:
1. Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis
Pertumbuhan
Pada periode pertumbuhan cepat yaitu pada umur 1 tahun pertama dan masa remaja
kebutuhan besi akan meningkat, sehingga pada periode ini insiden ADB meningkat.
Pada bayi umur 1 tahun, berat badannya meningkat 3 kali dan massa hemoglobin dalam
sirkulasi mencapai 2 kali lipat dibanding saat lahir, bayi prematur dengan pertumbuhan
sangat cepat, pada umur 1 tahun berat badannya dapat mencapai 6 kali dan massa
hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 3 kali dibanding saat lahir.
Menstruasi
Penyebab kurang besi yang sering terjadi pada anak perempuan adalah kehilangan darah
lewat menstruasi.
Infeksi
2. Kurangnya besi yang diserap.
Masuknya besi dari makanan yang tidak adekuat
Seorang bayi pada 1 tahun pertama kehidupannya membutuhkan makanan yang banyak
mengandung besi. Bayi cukup bulan akan menyerap lebih kurang 200 mg besi dalam
satu tahun pertama (0,5 mg/hari) yang terutama digunakan untuk pertumbuhannya. Bayi
10
Page 11
yang mendapat ASI ekslusif jarang menderita kekurangan besi dalam 6 bulan pertama.
Hal ini besi yang terkandung di dalam ASI lebih mudah diserap dibandingkan susu yang
terkandung susu formula.
Diperkirakan sekitar 40% besi dalam ASI diabsorpsi bayi, sedangkan dari PASI hanya
10% besi yang dapat diabsorpsi.
Malabsorpsi besi
Keadan ini sering dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa ususnya mengalami
perubahan secara histologis dan fungsional. Pada orang yang telah mengalami
gastrektomi parsial atau total sering disertai ADB walaupun penderita mendapat
makanan yang cukup besi. Hal ini disebabkan berkurangnya jumlah asam lambung dan
makanan lebih cepat melalui bagian atas usus halus, tempat utama peryerapan besi
heme dan non heme.
3. Perdarahan
Kehilangan darah akibat perdarahan merupakan penyebab penting terjadinya Anemia
Defisiensi Besi. Kehilangan darah akan mempengaruhi keseimbangan status besi.
Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg, sehingga kehilangan
darah 3-4 ml/hari (1,5-2 mg besi ) dapat mengakibatkan keseimbangan negatif besi.
Perdarahan dapat berupa perdarahan saluran cerna, milk induce enterohepathy, ulkus
peptikum karena obat-obatan ( asam asetil salisilat, kertikosteroid, indometasin, obat
AINS) dan infeksi cacing (Ancylostoma doudenale dan Necator americanus) yang
menyerang usus halus bagian proksimal dan menghisap darah dari pembuluh darah
submukosa usus.
4. Transfusi feto-maternal
Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan menyebabkan ADB pada
akhir masa fetus dan pada awal masa neonatus.
5. Hemoglobinuria.
11
Page 12
Pada keadaan ini biasanya dijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan.
Pada paroxysmal Nokturnal Hemoglobinuria (PNH) kehilangan besi melalui urin rata-rata
1,8-7,8 mh/hari.
6. Iatrogenic blood loss
Pada anak yang banyak diambil darah vena untuk pemeriksaan laboratorium berisiko
menderita ADB.
7. Idiopatthic pulmonary hemosiderosis
Penyakit ini jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan paru yang hebat
dan berulang serta adanya infiltrat pada paru yang hilang timbul. Keadaan ini dapat
berulang menyebabkan kadar Hb menururn drastis hingga 1,5-3 g/dl dalam 24 jam.
8. Latihan yang berlebihan
Pada atlit yang berolah raga berat seperti olah raga lintas alam, sekitar 40% remaja
perempuan dan 17 % remaja laki-laki feritin serumnya < 10 ug/dl. Perdarahan saluran
cerna yang tidak tampak sebagai akibat iskemia hilang timbul pada usus selama latihan
berat terjadi pada 50% pelari.
Ditinjau dari segi umur penderita, etiologi anemia defisiensi besi dapat digolongkan
menjadi:
1. Bayi di bawah usia 1 tahun.
a. Kekurangan depot besi dari lahir, misalnya pada prematuritas, bayi kembar, bayi
yang dilahirkan oleh ibu yang anemia, pertumbuhan cepat
b. Pemberian makanan tambahan yang terlambat, yaitu karena bayi hanya diberi ASI
saja
2. Anak umur 1-2 tahun
a. Infeksi yang berulang/menahun sepert enteritis, bronkopneumonia
b. Masukan besi kurang karena tidak mendapat makanan tambahan ( hanya minum
susu)
c. Malabsorbsi
3. Anak umur lebih dari 5 tahun- masa remaja
a. Kehilangan darah kronis karena infestasi parasit (amubiasis, ankilostomiasis).
12
Page 13
b. Diet yang tidak adekuat
c. Menstruasi berlebihan
FAKTOR RESIKO 1
1. Wanita hamil
2. Masa remaja dimana kebutuhan akan besi meningkat
3. Wanita yang sedang mensturasi
4. Perdarahan gastro-intestinal
Absorbsi Besi Untuk Pembentukan Hemoglobin 8
Proses absorbsi besi dibagi menjadi tiga fase, yaitu:
a. Fase Luminal
Besi dalam makanan terdapat dalam dua bentuk, yaitu besi heme dan besi non-heme.
Besi heme terdapat dalam daging dan ikan, tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya tinggi.
Besi non-heme berasal dari sumber nabati, tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya rendah.
Besi dalam makanan diolah di lambung (dilepaskan dari ikatannya dengan senyawa lain)
karena pengaruh asam lambung. Kemudian terjadi reduksi dari besi bentuk feri (Fe3+) ke
fero (Fe2+) yang dapat diserap di duodenum.
b. Fase Mukosal
Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejunum proksimal.
Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks dan terkendali. Besi
heme dipertahankan dalam keadaan terlarut oleh pengaruh asam lambung. Pada brush border
dari sel absorptif (teletak pada puncak vili usus, disebut sebagai apical cell), besi feri
direduksi menjadi besi fero oleh enzim ferireduktase (Gambar 2.2), mungkin dimediasi oleh
protein duodenal cytochrome b-like (DCYTB). Transpor melalui membran difasilitasi oleh
13
Page 14
divalent metal transporter (DMT 1). Setelah besi masuk dalam sitoplasma, sebagian
disimpan dalam bentuk feritin, sebagian diloloskan melalui basolateral transporter ke dalam
kapiler usus. Pada proses ini terjadi konversi dari feri ke fero oleh enzim ferooksidase (antara
lain oleh hephaestin). Kemudian besi bentuk feri diikat oleh apotransferin dalam kapiler
usus.
Sementara besi non-heme di lumen usus akan berikatan dengan apotransferin membentuk
kompleks transferin besi yang kemudian akan masuk ke dalam sel mukosa dibantu oleh
DMT 1. Besi non-heme akan dilepaskan dan apotransferin akan kembali ke dalam lumen
usus.
Gambar 1
Absorbsi Besi di Usus Halus
Besar kecilnya besi yang ditahan dalam enterosit atau diloloskan ke basolateral diatur
oleh “set point” yang sudah diatur saat enterosit berada pada dasar kripta (Gambar 2). Kemudian
pada saat pematangan, enterosit bermigrasi ke arah puncak vili dan siap menjadi sel absorptif.
14
Page 15
Adapun mekanisme regulasi set-point dari absorbsi besi ada tiga yaitu, regulator dietetik,
regulator simpanan, dan regulator eritropoetik.
Gambar 2
Regulasi Absorbsi Besi
c. Fase Korporeal
Besi setelah diserap melewati bagian basal epitel usus, memasuki kapiler usus. Kemudian
dalam darah diikat oleh apotransferin menjadi transferin. Satu molekul transferin dapat
mengikat maksimal dua molekul besi. Besi yang terikat pada transferin (Fe2-Tf) akan
berikatan dengan reseptor transferin (transferin receptor = Tfr) yang terdapat pada permukaan
sel, terutama sel normoblas (Gambar 3).
Kompleks Fe2-Tf-Tfr akan terlokalisir pada suatu cekungan yang dilapisi oleh klatrin
(clathrin-coated pit). Cekungan ini mengalami invaginasi sehingga membentuk endosom.
Suatu pompa proton menurunkan pH dalam endosom sehingga terjadi pelepasan besi dengan
transferin. Besi dalam endosom akan dikeluarkan ke sitoplasma dengan bantuan DMT 1,
sedangkan ikatan apotransferin dan reseptor transferin mengalami siklus kembali ke permukaan
sel dan dapat dipergunakan kembali.
15
Page 16
Gambar 3
Siklus Transferin
Besi yang berada dalam sitoplasma sebagian disimpan dalam bentuk feritin dan sebagian
masuk ke mitokondria dan bersama-sama dengan protoporfirin untuk pembentukan heme.
Protoporfirin adalah suatu tetrapirol dimana keempat cincin pirol ini diikat oleh 4 gugusan metan
hingga terbentuk suatu rantai protoporfirin. Empat dari enam posisi ordinal fero menjadi
chelating kepada protoporfirin oleh enzim heme sintetase ferrocelatase. Sehingga terbentuk
heme, yaitu suatu kompleks persenyawaan protoporfirin yang mengandung satu atom besi fero
ditengahnya.
PATOFISIOLOGI 1
Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan besi yang berlangsung lama.
Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini menetap akan menyebabkan cadangan besi
yang berkurang. Ada tiga tahap dari anemia defisiensi besi, yaitu:
1. Tahap pertama
Tahap ini disebut iron depletion atau iron deficiency, ditandai dengan berkurangnya
cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya
masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin serum
16
Page 17
menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan besi masih
normal.
2. Tahap kedua
Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erytropoietin atau iron limited
erytropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoiesis. Dari
hasil pemeriksaan laboratoium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin
menurun sedangkan total iron binding capacity (TIBC) meningkat dan free erytrocyt
porphyrin (FEP) meningkat.
3. Tahap ketiga
Tahap inilah yang disebut sebagagi iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi
yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan kadar
Hb.
Tabel 2. Tahapan Kekurangan Besi 4
Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3
Hb
Cadangan besi (mg)
Fe serum (ug/dl
TIBC (ug/dl)
Saturasi tansferin(%)
Feritin serum (ug/dl)
Sideroblas (%)
FEP(Ug/dl SDM
MCV
Normal
<100
normal
360-390
20-30
<20
40-60
>30
Normal
Sedikit
menurun
0
<60
>390
<15
<12
<10
<100
normal
Menurun jelas
(mikrositik/hipokrom)
0
<40
>410
<10
<12
<10
>200
Menurun
17
Page 18
MANIFESTASI KLINIS 9
Defisiensi zat besi mengganggu pertumbuhan dan prolifersi sel. Produksi sel darah merah
dalam keadaan berisiko karena kebutuhan yang tinggi terhadap zat besi. Banyak gejala dari
anemia defisiensi besi, termasuk rasa lemah, kelalahan, palpitasi dan kadang – kadang dispnea
akibat kerja, biasa untuk semua bentuk anemia kronik. Tidak ada kaitan yang jelas antara gejala
– gejala ini dengan penurunan enzim dependen zat desi dalam jaringan dan kofaktor yang dapat
ditemukan.
Setelah sel dari sumsum tulang, sel dari saluran makanan berproliferasi paling aktif.
Akibatnya, banyak gejala dan tanda anemia defisiensi besi terlokalisasi pada sistem organ ini.
Glositis yang ditandai dengan lidah yang kemerahan, bengkak, licin, bersinar dan lunak muncul
secarasporadis. Stomatitis angular melibatkan erosi, kerapuhandan bengkak di sudut mulut.
Atrofi lambung dengan aklorhidria kadang – kadang muncul. Selaput pascakrikoid (sindrom
Plummer – Vinson) dapat berkembang akibat defesiensi zat besi yang lama. Koilonikia atau
kuku berbentu sendok, merupakan hasil dari pertumbuhan lambat dari lapisan kuku.
Menoragia merupakan gejala yang biasa pada perempuan dengan defisiensi zat besi. Baik
menoragia dan atrofi lambung (telah disebutkan di atas) dapat merupakan konsekuensi sekaligus
penyebab defisiensi besi. Pada sebuah penelitian donor darah dari 600 perempuan Amerika, 13
persen ditemukan menderita defisiensi zat besi melalui penetapan FEP. Evaluasi baru – baru ini
dari beberapa ribu perempuan yang tidak diseleksi di Islandia mengungkapkan terdapat
defisiensi zat besi pada 20 persen dan anemia defisiensi besi pada sekitar 3 persen.
Satu gejala aneh yang cukup karakteristik untuk defisiensi besi adalah pica. Pasien
memiliki keinginan makan yang tidak dapat dikendalikan terhadap bahan seperti tepung
(amilofagia), es (pagofagia) dan tanah liat (geofagia). Beberapa dari bahan – bahan ini, misalnya
tanah liat dan tepung, mengikat zat besi pada saluran makanan, sehingga memperburuk
defisiensi. Dasar dari kelakuan yang aneh ini tidak diketahui. Konsekuensi defisiensi besi yang
menyedihkan adalah meningkatnya absorpsi timbal oleh usus halus. Anak dari keluarga yang
tidak mampu, yang sering menderita defisiensi zat besi dan pica, memiliki risiko tinggi untuk
mendapat keracunan timbale. Toksisitas timbale disebabkan paling sedikit sebagian karena
18
Page 19
gangguan sintesis heme dalam jaringan saraf, proses yang didukung oleh defisiensi besi. Anak
yang tidak beruntung ini karenanya berada pada kekacauan ganda.
Gejala klinis ADB sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan oleh keluarga.
Bila kadar Hb < 5g/dl ditemukan gejala iritabel dan anoreksia. Pucat ditemukan bila kadar Hb <
7 g/dl. Tanpa Organomegali. Gangguan pertumbuhan. Rentan terhadap infeksi. Penurunan
aktivitas kerja. Dapat ditemukan koilonika (kuku sendok), atrofi glositis (lidah halus), angular
cheilitis (ulkus di sudut mulut), takikardi (jantung berdebar debar), gagal jantung.
Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6
Koilonikia (kuku sendok) Atrofi glositis (Lidah halus) Angular cheilitis (ulkus sudut mulut)
PENATALAKSANAAN 1
Setelah diagnosis ditegakkan, maka dibuat rencana pemberian terapi. Terapi terhadap anemia
defisiensi besi adalah:
a. Terapi kausal: terapai terhadap penyebab perdarahan. Misalnya pengobatan cacing tambang,
pengobatan hemoroid, pengobatan menorhagia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak
maka anemia akan kambuh kembali
b. Pemberian preparat besi untuk menggantikan kekurangan besi dalam tubuh (iron
replacement therapy)
19
Page 20
Non-medikamentosa
Secara keseluruhan di dunia, dasar terjadinya kekurang zat besi adalah masalah diet.
Untuk mengharapkan populasi penduduk yang kekurangan zat besi ini mengambil langkah
sendiri untuk meningkatkan konsumsi zat besi secara signifikan dengan menambahkan makan
daging sebagai sumber besi adalah kurang realistik.
Penambahan besi nonheme untuk diet nasional telah dimulakan di beberapa wilayah di
dunia. Namun, beberapa masalah dihadapi oleh perusahaan termasuklah perubahan rasa dan
penampilan makanan setelah penambahan besi. Selain itu, makanan pokok seperti roti (terutama
di eropa) mengandung iron chelators yang bisa menghambat penyerapan suplemen besi (fosfat,
phytates, karbonat, oksalat). Selain itu pasien yang mengalami gejala pica yang berhubungan
dengan anemia defisiensi besi perlu diidentifikasi dan dikonsultasi untuk menghentikan
memakan makanan yang tidak lazim seperti tanah liat.
Medikamentosa
Terapi besi oral
Terapi besi oral merupakan terapi pilihan pertama oleh karena efektif, murah, dan aman.
Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphat (sulfas ferosus) merupakan preparat pilihan
pertama oleh karena paling murah tetapi efektif. Dosis anjuran adalah 3x200 mg. Setiap 200 mg
sulfas ferosus mengandung 66 mg besi elemental. Pemberian sulfat ferosus 3x200 mg
mengakibatkan absorbsi besi 50 mg per hari ang dapat meningkatkan eritropoesis dua sampai
tiga kali normal.
Preparat lain: ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate dan ferrous succinate.
Sediaan ini harganya lebih mahal, tapi efektivitas dan efek samping hampir sama dengan sulfas
ferosus. Terdapat juga sediaan enteric coated yang dianggap memberikan efek samping yang
lebih rendah, tapi dapat mengurangi absorbsi besi. Preparat besi oral sebainya diberikan saat
lambung kososng, tapi efek samping lebih sering dibandingkan dengan pemberian setelah
makan. Pada pasien yang mengalami intoleransi, sulfas ferosus dapat diberikan saat makan atau
setelah makan. Efek samping utama besi peroral adalah gangguan gastrointestinal yang dijumpai
pada 15 sampai 20%, yang sangat mengurangi kepatuhan pasien. Keluhan ini dapat berupa mual,
muntah, serta konstipasi. Untuk mengurangi efek samping, besi diberikan saat makan atau dosis
dikurangi menjadi 3x100 mg.
20
Page 21
Pengobatan besi diberikan 3 sampai 6 bulan, ada juga yang menganjurkan sampai 12 bulan,
setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Dosis pemeliharaan yang
diberikan adalah 100 sampai 200 mg. jika tidak diberikan dosis pemeliharaan, anemia sering
kambuh kembali. Untuk meningkatkan penyerapan besi dapat diberikan preparat vitammin C,
tapi dapat meningkatkan efek samping terapi. Dianjurkan pemberian diet yang banyak
mengandung besi.
Terapi besi parenteral
Terapi besi parenteral sangat efektif tetapi mempunyai resiko lebih besar dan harganya lebih
mahal. Oleh karena resiko ini, maka besi parenteral hanya diberikan pada indikasi tertentu.
Indikasi pemberin besi parenteral adalah:
o Intoleransi terhadap pemberian besi oral
o Kepatuhan terhadap obat yang rendah
o Gangguan pencernaan seperti koilitis ulseratif yang dapat kambuh jika diberikan besi
o Penyerapan besi terganggu misalnya pada gastrektomi
o Keadaan dimana kehilangan darah yang banyak sehingga tidak cukup dikompensasi oleh
pemberian oral, seperti misalnya pada hereditary hemorrhagic telengiectasia
o kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek, seperti pada kehemilan trimester tiga
atau sebelum operasi
o defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian eritropoeitin pada anemia gagal ginjal
kronik atau anemia akibat penyakit kronik
Preparat yang tersedia ialah iron dextra complex (mengandung 50mg besi/ml), iron sorbital
citric acid complex dan yang terbaru iron ferric gluconate dan iron sucrose yang lebih aman.
Besi parenteral dapat diberikan secara intramuskular dalam atau intravena perlahan. Pemberian
secara intramuskular memberikan rasa nyeri dan memberikan warna hitam pada kulit. Efek
samping yang dapat timbul adalah reaksi anafilaksis meskipun jarang (0,6%). Efek samping lain
adalah flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri perut, dan sinkop.
Terapi besi parenteral bertujuan mengembalikan kadar hemoglobin dan mengisi besi sebesar
500 sampai 1000 mg. dosis yang dibserikan dapat dihitung menggunakan dosis:
Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB X 2.4 + 500 atau 1000 mg
21
Page 22
Pengobatan lain
o Diet: sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama yang berasal dari
protein hewani.
o Vitamin c: vitamin c diberikan 3x100 mg per hari untuk meningkatkan absorbsi besi
o Transfusi darah: ADB jarang memerlukan transfusi darah. Indikasi pemberian transfusi darah
pada anemia kekurangan besi adalah:
- Adanya penyakit jantung anemik dengan ancaman payah jantung
- Anemia yang sangat simptomatil, misalnya anemia dengan gejala pusing yang sangat
menyolok.
- Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat seperti pada kehamilan
trimester akhir atau preoperasi.
○ Jenis darah yang diberikanadalah PRC (packed reds cell) untuk mengurangi bahaya
overload. Sebagai premedikasi dapat dipertimbangkan pemberian furosemid intravena.
Respons terhadap terapi
Dalam pengobatan dengan preparat besi, seorang pasien dinyatakan memberikan respons
baik bila retikulosit naik pada minggu pertama, mencapai puncak pada hari ke-10 dan normal
lagi setelah hari ke-14, diikuti kenaikan Hb 0,15g/hari atau 2g/dl setelah 3-4 minggu.
Hemoglobin menjadi normal setelah 4-10 minggu.
Jika respon terhadap terapi tidak baik, maka perlu dipikirkan:
o Pasien tidak patuh minum obat
o Dosis besi kurang
o Masih ada perdarahan cukup banyak
o Ada penyakit lain seperti misalnya penyakit kronik, keradangan menahun atau pada saat
yang sama ada defisiensi asam folat
o Diagnosis defisiensi besi salah.
Jika dijumpai keadaan seperti ini. Harus dilakukan evaluasi kembali dan ambil tindakan yang
sewajarnya.
Bedah
22
Page 23
Pengobatan bedah adalah bertujuan untuk menghentikan perdarahan dan memperbaiki
kecacatan yang mendasarinya sehingga tidak terjadi kekambuhan. Ini mungkin melibatkan
operasi penyakit neoplastik dan nonneoplastik baik pada traktus gastrointestinal, traktus
genitourinari, uterus, maupun paru-paru. Konsultasi dengan spesialis medik tertentu mungkin
berguna untuk mengidentifikasi sumber atau punca perdarahan dan sekaligus untuk
mengendalikannya. Konsultasi gastroenterologi merupakan spesialis medik yang paling sering
diperlukan. Endoskopi telah menjdai alat yang sangat efektif untuk mencari dan mengendalikan
perdarahan. Jika perdarahannya cepat, teknik angiografi mungkin berguna untuk identifikasi dan
kontrol perdarahan. Technitium radioaktif berlabel autologous eritrosit juga berguna untuk
mencari lokai perdarahan. Sayangnya metode radiografi ini tidak dapat mendeteksi perdarahan
yang secara keseluruhan kurang dari 1ml/menit dan perdarahan yang intermiten juga mungkin
terlepas dari identifikasi.
PEMANTAUAN 1
Terapi
Periksa kadar hemoglobin setiap 2 minggu
Kepatuhan orang tua dalam memberikan obat
Gejala sampingan pemberian zat besi yang bisa berupa gejala gangguan gastrointestinal
misalnya konstipasi, diare, rasa terbakar diulu hati, nyeri abdomen dan mual. Gejala lain
dapat berupa pewarnaan gigi yang bersifat sementara.
Tumbuh Kembang
Penimbangan berat badan setiap bulan
Perubahan tingkah laku
Daya konsentrasi dan kemampuan belajar pada anak usia sekolah dengan konsultasi ke
ahli psikologi
Aktifitas motorik
PENCEGAHAN 1
23
Page 24
Mengingat tingginya prevalensi anemia defesiensi besi di masyarakat maka diperlukan suatu
tindakan pencegahan yang terpadu. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan berupa :
Pendidikan kesehatan :
- Perbaikan lingkungan kerja, misalnya memakai alas kaki sehingga dapat mencegah
penyakit cacing tambang.
- Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorbsi besi
Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber peradrahan kronik paling sering
dijumpai pada daerah tropik. Pengendalian infeksi cacing tambang dapat dilakukan dengan
pengobatan masal dengan antihelmetik dan perbaikan sanitasi.
Suplementasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen penduduk yang rentan,
seperti ibu hamil dan anak balita. Di Indonesia diberikan pada perempuan hamil dan anak
balita memakai pil besi dan folat.
Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada bahan makanan,
misalnya dengan mencampur tepung untuk roti atau bubuk susu dengan besi.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin timbul seperti pada anemia yang lain, apabila anemianya
berat, maka akan timbul komplikasi pada sistem kardiovaskular berupa decompasatio cordis.
PROGNOSIS
Pada anemia defesiensi besi prognosis baik. Pada anemia defisensi besi umumnya
berespons sangat baik terhadap pemberian obat. Namun untuk mengobati defesiensi besi,
penyebab anemia harus diidentifikasi dan dihilangkan.3
EPIDEMIOLOGI
Sekitar 30% penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari setengahnya adalah
anemia defisiensi besi. Prevalensi anemia defisiensi besi di Indonesia belum ada data yang pasti,
24
Page 25
di perkirakan ADB pada laki-laki 16-50% dan 25-48% pada perempuan tidak hamil serta 46-
92% pada wanita hamil. 1
KESIMPULAN
Hipotesis diterima. Pada kasus ny A 30 tahun tersebut menderita anemia defisiensi besi.
DAFTAR PUSTAKA
1. I Made Bakta, Ketut S, Tjokorda G. Buku ajar ilmu penyakit dalam.Hematologi-anemia
defesiensi besi. Edisi ke-5.Jakarta:Interna publishing;2009.h.1127-1136.
2. Gleadle J.At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta:Erlangga;2005.h.84-85.
3. Price, Sylvia A.Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Jakarta:
EGC;2005.h.256.
4. Atul BM, AVictor H. At a glance hematologi. Edisi ke-2.Jakarta:Erlangga;2006.h.19.
5. AV Hoffbrand, J E Pettit, P A H Moss.Kapita selekta hematologi. Edisi ke-
4.Jakarta:EGC;2005.h.30-32.
6. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Hematologi. Jakarta:Erlangga;2005.h.352-356.
7. Permono B, Sutaryo, Ugrasena. Hematologi-oncologi. Jakarta:EGC;2006.h.30-42.
8. Stefan S, Lang F. Text atlas berwarna patofisiologi. Jakarta:EGC;2007.h.38.
9. Harrison’s principles of internal medicine.Edisi ke-13.Jakarta:EGC;2000.h.1917-1921.
25