Page 1
ANALISIS PENDAPATAN USAHA MINUMAN TRADISIONAL BETAWI
SARI JAHE (BIR PLETOK)
(Studi Kasus: Skala Rumah Tangga Ayu Lestari, Kelurahan Srengseng
Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan)
Anita Andriany
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PERTANIAN /AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2008 M / 1429 H
Page 2
ANALISIS PENDAPATAN USAHA MINUMAN TRADISIONAL BETAWI
SARI JAHE (BIR PLETOK)
(Studi Kasus: Skala Rumah Tangga Ayu Lestari, Kelurahan Srengseng
Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan)
Anita Andriany
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PERTANIAN /AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2008 M / 1429 H
Page 3
ANALISIS PENDAPATAN USAHA MINUMAN TRADISIONAL
BETAWI SARI JAHE (BIR PLETOK) (Studi Kasus: Skala Rumah Tangga Ayu Lestari, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan)
OLEH :
Anita Andriany
103092029628
Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian / Agribisnis
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PERTANIAN /AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN
TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2009 M / 1430 H
Page 5
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-
BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
MANAPUN
Jakarta, Februari 2009
Anita Andriany
103092029628
Page 6
RINGKASAN
ANITA ANDRIANY, Analisis Pendapatan Usaha Minuman Tradisional Betawi
(Bir Pletok) (Studi Kasus : Skala Rumah TAngga Ayu Lestari, Kelurahan
Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan). (Di bawah bimbingan
MUDATSIR NAJAMUDDIN dan LILIS IMAMAH ICHDAYATI)
Indonesia telah lama dikenal sebagai negara terkaya kedua dalam
keanekaragaman hayati. Manfaat keanekragaman hayati bagi manusia sangat
beragam seperti sebagai obat, kosmetik, pengharum, penyegar, pewarna dan
beberapa manfaat lainnya. Indonesia memiliki beragam tanaman yang bisa
dijadikan tanaman obat-obatan. Salah satu jenis tanaman obat adalah jahe. Produk
ini juga memiliki prospek ekonomi yang cukup baik, karena banyak digunakan
sebagai bahan baku makanan dan minuman. Banyak sekali minuman yang terbuat
dari jahe yaitu bandrek, sekoteng, dan bir pletok. Bir pletok merupakan salah satu
minuman trasdisional yang berasal dari Jakarta. Salah satu usaha kecil yang
membuat minuman sari jahe (bir pletok) adalah Skala Rumah Tangga Ayu
Lestari. Industri Rumah Tangga Ayu Lestari memiliki prospek untuk
dikembangkan menjadi usaha minuman tradisional yang besar dikarenakan
Industri Rumah Tangga Ayu Lestari merupakan salah satu industri kecil yang ada
di Jakarta yang tetap melestarikan minuman tradisional dari Betawi (Jakarta).
Tujuan penelitian ini adalah : (1) Mengetahui pendapatan usaha minuman
tradisional Betawi sari jahe (bir pletok) di Skala Rumah Tangga Ayu Lestari, (2)
Menganalisis keberlanjutan usaha usaha minuman tradisional Betawi sari jahe (bir
pletok) di Skala Rumah Tangga Ayu Lestari dengan menggunakan R/C rasio, B/C
rasio, BEP (Break Even Point), dan PP (Payback Periode).
Penelitian dilakukan di Industri Rumah Tangga Ayu Lestari Kelurahan
Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Pemilihan lokasi
dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa Skala Rumah Tangga Ayu
Lestari merupakan salah satu usaha rumah tangga yang tetap melestarikan
minuman tradisional dari Betawi (Jakarta). Data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data primer dan data sekunder. Untuk mengetahui data pendapatan
usaha pada skala rumah tangga dilakukan dengan teknik wawancara kepada
pemilik usaha tersebut.
Total produksi minuman sari jahe (bir pletok) dalam satu bulan yang
diproduksi oleh Skala Rumah Tangga Ayu Lestari adalah 3.300 botol dengan
harga jual Rp 8.000,- per botol. Pendapatan yang diperoleh Skala Rumah Tangga
Ayu Lestari dalam satu bulan produksi untuk pembuatan minuman sari jahe (bir
pletok) adalah sebesar Rp 5.726.625,-. Nilai R/C rasio atas biaya total yang
diperoleh Industri Rumah Tangga Ayu Lestari adalah 1,27 dengan memiliki nilai
rasio tersebut, maka setiap Rp. 100.000,- yang dikeluarkan akan memperoleh
manfaat sehingga akan memperoleh penerimaan sebesar Rp. 127.000,-, dengan
demikian usaha pembuatan minuman sari jahe yang dilakukan Industri Rumah
Page 7
Tangga Ayu Lestari secara keseluruhan menguntungkan dan layak untuk
dijalankan. Nilai B/C rasio atas biaya total yang diperoleh Industri Rumah Tangga
Ayu Lestari adalah 0,27, maka setiap Rp. 100.000,- yang dikeluarkan akan
memperoleh pendapatan sebesar RP. 27.000,- dengan demikian usaha pembuatan
minuman sari jahe yang dilakukan Industri Rumah Tangga Ayu Lestari secara
keseluruhan menguntungkan untuk dijalankan. Break Even Point (BEP) produksi
pada Industri Rumah Tangga Ayu Lestari adalah 2.584 botol. Break Even Point
(BEP) harga per botol pada Industri Rumah Tangga Ayu Lestari dalam pembuatan
minuman sari jahe (bir pletok) adalah Rp. 6.264,- Industri Rumah Tangga Ayu
Lestari akan mengalami payback periode (PP) selama 9 bulan 13 hari (dengan
bangunan) dan 21 hari (tanpa bangunan).
Page 8
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan begitu
banyak nikmat-Nya, terutama nikmat Iman dan Islam serta nikmat sehat wal
afiat,sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi ini. Sholawat serta
salam tidak lupa penulis panjatkan kepada baginda besar kita Nabi Muhammad
SAW ”sang pemimpin umat” yang telah membawa kita dari zaman kegelapan
hingga zaman terang benderang ini. Akhirnya tidak terasa selesai juga penulisan
skripsi ini yang berjudul “ANALISIS PENDAPATAN USAHA MINUMAN
TRADISIONAL BETAWI SARI JAHE (BIR PLETOK) (Studi Kasus: Skala
Rumah Tangga Ayu Lestari, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan
Jagakarsa, Jakarta Selatan)” sebagai salah satu syarat dalam meraih gelar
sarjana pertanian.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-
besarnya dan penghargaan setinggi-tinggi kepada seluruh pihak yang telah banyak
membantu dalam keberhasilan penyelesaian skripsi ini. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua tercinta, ayah (Alm.) Haryadi dan Mama Mari Iriani, yang
telah mendidik dan membesarkan serta memberikan kesempatan kepada
penulis untuk dapat melanjutkan studi hingga tingkat perguruan tinggi. Seiring
doa penulis panjatkan kepada kedua orang tua tercinta.
“Rabbighfirli wa liwaa lidayya warham huma kama robbayani shoghiro”
2. Pakde, Bude dan kakak-kakak sepupu di tajur Bogor yang telah mendoakan
dan mensupport penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. I
3. Bapak DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat
melanjutkan studi di Fakultas Sains dan Teknologi dan telah mengesahkan
karya tulis ini sebagai skripsi.
4. Ibu Ir. Lilis Imamah Ichdayati, M.Si selaku Ketua Program Studi Sosial
Ekonomi Pertanian/Agribisnis dan dosen pembimbing II yang telah
meluangkan waktunya serta begitu sabar dan ikhlas membimbing penulis.
Page 9
5. Bapak Ir. Mudatsir Najamuddin, MMA selaku dosen pembimbing I yang telah
begitu banyak merelakan waktu dan pikirannya untuk dapat memberikan
bimbingannya kepada penulis.
6. Ibu Ir. Siti Rochaeni, M.Si selaku dosen penguji I yang telah memberikan
waktu dan pemikirannya demi kesempurnaan skripsi ini.
7. Ibu Eny Dwiningsih, S.TP, M.Si, selaku dosen penguji II yang telah
memberikan kritik dan sarannya demi tercapai hasil yang lebih baik lagi dalam
skripsi ini.
8. Terima kasih kepada semua pihak atas segala bantuan baik perizinan, waktu,
tenaga dan data-data yang diperlukan serta fasilitas-fasilitas yang diberikan
selama penelitian.
9. Dosen-dosen di lingkungan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu selama penulis menuntut
ilmu dan untuk segala kritik, saran serta motivasi kepada penulis.
10. Staf-staf bagian administrasi UIN Jakarta baik pihak Universitas maupun
pihak Fakultas dan Jurusan yang telah membantu kelancaran administrasi
yang diperlukan.
11. Pimpinan dan Pengelola perpustakaan Fakultas Sains dan Teknologi yang
telah memberikan kemudahan fasilitas buku-buku dan skripsi yang dijadikan
referensi dalam penulisan skripsi ini.
12. “The Special One” Syauqie Muharrom (kiki), yang telah banyak menemani
dalam suka dan duka serta memberikan motivasi untuk selesainya skripsi ini.
13. Sahabat-sahabatku Agribisnis angkatan 2003 yang telah menemani perjalanan
studiku di kampus tercinta.
Akhirnya penulis menyadari penulisan skripsi ini masih sangat jauh dari kata
sempurna, untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan.
Semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua pembaca.
Jakarta, Februari 2009
Penulis
Page 10
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ................................................................. 3
1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................... 4
1.4. Kegunaan Penelitian ................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori ........................................................................ 5
2.1.1. Definisi Tanaman Obat ............................................... 5
2.1.2. Minuman Tradisional Betawi ...................................... 6
2.1.3. Agribisnis Jahe ............................................................. 6
2.1.3.1. Agribisnis Hulu (up strean-off agribusiness).. 8
2.1.3.2. Usahatani (on farm agribusiness) ................... 92.1.3.3. Agribisnis Hilir (down stream-off farm
agribusiness)................................................... 13
2.1.3.4. Sarana Pendukung (Supporting Institution) .... 13
2.1.3.5. Tata Niaga Jahe ............................................... 14
2.1.4. Usaha Kecil .................................................................. 15
2.1.4.1. Pengertian Usaha Kecil ................................... 15
2.1.4.2. Karakteristik Usaha Kecil ............................... 16
2.1.5. Biaya ............................................................................ 17 2.1.6. Pendapatan .................................................................. 18
2.1.7. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya
(R/C rasio) .................................................................... 19
2.1.8. Analisis Keuntungan dan Biaya (B/C rasio) ............... 20
2.1.9. Titik Pulang Pokok (Break Even Point) ....................... 20 2.1.10. Payback Periode ........................................................... 21
2.2. Kerangka Pemikiran Konseptual .............................................. 21
Page 11
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 23
3.2. Data dan Sumber Data ............................................................ 23
3.3. Metode Pengumpulan Data ..................................................... 23
3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ……………………....
3.4.1. Pendapatan Usaha .......................................................... 24
3.4.1.1. Penyusutan ........................................................ 26
3.4.2. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C rasio) .. 27
3.4.3. Analisis Keuntungan dan Biaya (B/C rasio) .................. 27
3.4.4. Break Even Point (BEP) ................................................ 28
3.4.5. Payback Periode ............................................................ 28
3.5. Definisi Operasional ................................................................ 29
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI
4.1. Sejarah Skala Rumah Tangga Ayu Lestari ............................. 31
4.2. Lokasi dan Keadaan Skala Rumah Tangga Ayu Lestari.......... 32
4.3. Struktur Organisasi Skala Rumah Tangga Ayu Lestari ......... 33
4.4. Kegiatan Produksi Perusahaan ................................................ 33
4.5. Saluran Pemasaran Pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari ... 38
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Analisis Biaya .......................................................................... 39
5.1.1. Biaya Investasi ............................................................. 39
5.1.2. Biaya Produksi ............................................................ 40
5.1.2.1. Biaya Variabel............................................... 41
5.1.2.2. Produksi ....................................................... 45
5.1.2.3. Biaya Tetap .................................................. 46
5.1.2.4. Biaya Total ................................................... 48
5.2. Penerimaan Usaha .................................................................... 48
5.3. Pendapatan .............................................................................. 49
5.4. Analisis R/C rasio .................................................................... 50
5.5. Analisis B/C rasio .................................................................... 51
5.6. Break Even Point (BEP) .......................................................... 52
Page 12
5.7. Payback Periode ....................................................................... 53
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan .............................................................................. 55
6.2. Saran.......................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 57
LAMPIRAN.................................................................................................... 60
Page 13
DAFTAR GAMBAR
Hal
1. Sistem Agribisnis ..................................................................................... 7
2. Rantai Tata Niaga Jahe untuk Pasar Lokal .............................................. 14
3. Rantai Tata Niaga Jahe untuk Pasar Ekspor ............................................ 15
4. Kerangka Pemikiran Konseptual.............................................................. 22
5. Saluran Pemasaran Pada Industri Rumah Tangga Ayu Lestari ............... 38
Page 14
DAFTAR GAMBAR
1. Sistem Agribisnis .................................................................................... 23
2. Rantai Tata Niaga Jahe untuk Pasar Lokal ............................................. 25
3. Rantai Tata Niaga Jahe untuk Pasar Ekspor ........................................... 26
4. Kerangka Pemikiran Konseptual............................................................. 33
5. Saluran Pemasaran Pada Industri Rumah Tangga Ayu Lestari .............. 50
Page 15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia terkenal sebagai negara tropis yang kaya flora dan fauna.
Negara ini memiliki 30.000 jenis flora dari 40.000 jenis flora yang tumbuh di
dunia, Indonesia sebagai negara terkaya kedua dalam hal keanekaragaman hayati.
Keanekaragaman hayati yang ada di bumi ini tak hanya digunakan sebagai bahan
pangan ataupun untuk dinikmati keindahannya saja, tetapi juga bermanfaat
sebagai bahan untuk mengobati berbagai penyakit. Manfaat keanekaragaman
hayati bagi manusia sangat beragam seperti sebagai obat, kosmetik, pengharum,
penyegar, pewarna dan beberapa manfaat lainnya.
Selanjutnya dikatakan Indonesia memiliki banyak ragam tanaman yang
bisa dijadikan tanaman obat-obatan. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh
IPTEKnet yang bekerja sama dengan CODATA ICSUD pada tahun 2002 tercatat
terdapat 263 jenis tanaman yang berfungsi sebagai tanaman obat (IPTEKNET,
2007: 1).
Didukung besarnya manfaat dan khasiat dari tanaman obat tersebut
sehingga jumlah permintaan akan produk jamu dan minuman kesehatan
berkembang secara pesat. Pasar jamu dan minuman kesehatan di Indonesia sangat
besar dengan omzet diperkirakan sekitar Rp 7,2 triliun per tahun yang diisi oleh
sekitar 129 industri besar dan sekitar 1.037 anggota berupa Industri Kecil Obat
Tradisional (IKOT) yang terdaftar dalam Gabungan Pengusaha Jamu (GP-Jamu),
termasuk industri rumah tangga dan pengecer. Untuk memperluas pasar dari
Page 16
produk jamu dan minuman kesehatan maka dilakukan ekspor ke berbagai negara.
Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat bahan alam Indonesia (GP
Jamu), negara tujuan ekspor yaitu Malaysia, Korea Selatan, Filipina, Vietnam,
Hongkong, Taiwan, Afrika Selatan, Nigeria, Arab Saudi, Timur Tengah, Rusia
dan Cili (Bank Indonesia, 2007: 1).
Salah satu jenis tanaman obat adalah jahe (Zingiber offincanale) yang
mengandung zat aktif zingeron. Jahe merupakan komoditas pertanian yang
dibutuhkan oleh hampir semua orang dari berbagai kalangan dan salah satu
komoditi ekspor yang handal menambah devissa negara. Pemasaran jahe
Indonesia ke luar negeri dalam bentuk segar, kering maupun olahan. Produk ini
juga memiliki prospek ekonomi yang cukup baik, karena banyak digunakan
sebagai bahan baku makanan dan minuman (Harmono dan Andoko, 2005: 1).
Jahe dapat dimanfaatkan sebagai bumbu masak, pemberi aroma dan rasa
pada makanan dan minuman, sebagai bahan campuran pada industri obat dan
jamu tradisional. Banyak sekali minuman yang terbuat dari jahe yaitu bandrek,
sekoteng, dan bir pletok. Bir pletok merupakan salah satu minuman tradisional
yang berasal dari Jakarta. Birpletok adalah minuman alami yang terbuat dari jahe
merah, kapulaga, pandan, dan aneka rempah lainnya. Rasanya pedas, hangat dan
melegakan tenggorokan. Sangat bermanfaat untuk mengatasi asma, batuk pilek,
masuk angin, pegal-pegal. Kontra indikasi:penderita darah tinggi dan gangguan
maag kronis (BPTP, 2005 :1).
Orang Betawi memanfaatkan jahe sebagai salah satu bahan untuk
pembuatan bir pletok. Meskipun dinamakan bir, namun bir pletok ini tidak
2
Page 17
mengandung alkohol. Jaman dahulu orang Betawi menghidangkan bir pletok
sebagai cara menandingi kolonial Belanda yang gemar memanfaatkan bir dalam
perjamuan (BPTP, 2005: 1). Salah satu usaha industri yang membuat minuman
sari jahe (bir pletok) adalah Skala Rumah Tangga Ayu Lestari. Skala Rumah
Tangga Ayu Lestari memiliki prospek untuk dikembangkan menjadi industri
minuman tradisional yang besar dikarenakan Skala Rumah Tangga Ayu Lestari
merupakan satu-satunya skala usaha kecil yang ada di Jakarta yang tetap
melestarikan minuman tradisional dari Betawi (Jakarta). Pendapatan bagi dunia
usaha sangat penting untuk melanjutkan usaha yang dijalankan terutama bagi
industri rumah tangga dan khususnya bagi Skala Rumah Tangga Ayu Lestari.
Oleh karena itu diperlukan penelitian di perusahaan tersebut untuk membantu
pemilik usaha dalam membuat analisa pendapatan, penerimaan dan pengeluaran
usaha minuman sari jahe (bir pletok) dalam satu bulan.
1.2. Perumusan Masalah
Berkaitan dengan uraian di atas, maka yang menjadi perumusan masalah
dalam penelitian adalah sebagai berikut:
1. Berapa pendapatan usaha minuman tradisional Betawi sari jahe (bir pletok)
di Skala Rumah Tangga Ayu Lestari?
2. Sejauh mana prospek keberlanjutan usaha minuman tradisional Betawi sari
jahe (bir pletok) di Skala Rumah Tangga Ayu Lestari?
3
Page 18
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas maka secara
umum bertujuan :
1. Mengetahui pendapatan usaha minuman tradisional Betawi sari jahe (bir
pletok) di Skala Rumah Tangga Ayu Lestari.
2. Menganalisis keberlanjutan usaha usaha minuman tradisional Betawi sari
jahe (bir pletok) di Skala Rumah Tangga Ayu Lestari dengan menggunakan
R/C rasio, B/C rasio, BEP (Break Even Point), dan PP (Payback Periode).
1.4. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah :
1. Perusahaan, hasil penelitian dapat memberikan informasi kepada pemilik
usaha dalam melakukan perencanaan dan pengaturan keuangan usaha.
2. Peneliti, hasil penelitian ini merupakan penerapan ilmu yang telah diperoleh
selama kuliah dan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Jakarta.
3. Pembaca, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam menambah
wawasan serta sebagai bahan informasi atau rujukan untuk penelitian
berikutnya.
4
Page 19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Definisi Tanaman Obat
Menurut Siswanto (2004: 7), tumbuhan obat adalah seluruh spesies
tumbuhan yang diketahui atau dipercaya berkhasiat obat, dan dapat
dikelompokkan menjadi :
1. Tumbuhan obat tradisional yaitu spesies tumbuhan yang dapat diketahui
dan dipercaya oleh masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah
digunakan sebagai bahan baku obat tradisional.
2. Tumbuhan obat modern yaitu spesies tumbuhan yang secara alamiah telah
dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat
dan penggunaanya dapat dipertanggungjawabkan secara medis.
3. Tumbuhan obat potensial yaitu tumbuhan yang digunakan mengandung
senyawa dan bioaktif yang berkhasiat obat tapi belum dapat dibuktikan
secara alamiah, medis atau penggunaanya sebagai bahan obat tradisional
sulit ditelusuri.
Menurut BPS (2000: 1), tanaman obat didefinisikan sebagai tanaman yang
bermanfaat sebagai obat-obatan yang dikonsumsi dari berbagai tanaman
berupa daun, bunga, buah umbi (rimpang) atau akar. Sementara itu definisi
tanaman obat Indonesia menurut Departemen Kesehatan RI dalam Siswanto
(2004: 8), tercantum dalam SK Menkes N0. 149/Menkes/IV/1978 sebagai
berikut :
Page 20
a. Tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan obat
tradisional atau jamu.
b. Tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan pemula
bahan baku.
c. Tanaman atau bagian tanaman yang diekstraksi dan ekstrak tanaman
tersebut digunakan sebagai obat.
2.1.2. Minuman Tradisional Betawi
Minuman dan Makanan Tradisional Betawi adalah minuman dan makanan
yang terbuat dari bahan yang berasal dari sumber lokal dan memiliki citra rasa
yang relatif yang sesuai dengan selera masyarakat setempat yang berasal dari
Jakarta. Minuman sehat diartikan sebagai minuman yang dapat meningkatkan
fungsi fisiologis tubuh seperti menghilangkan stress, menurunkan kandungan
kolesterol, menigkatkan sistem pertahanan tubuh mencegah kanker, membantu
meningkat fungsi otak dan sebagainya disamping memiliki rasa dan aroma yang
enak serta kandungan gizi yang sesuai dengan peruntukkannya (BPTP, 2005: 5)
2.1.3. Agribisnis Jahe
Menurut Arsyad dalam Firdaus (2008: 7) menyatakan agribisnis adalah
suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata
rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan
pertanian dalam arti luas. Rahim dan Hastuti (2007: 89) menjelaskan bahwa
agribisnis (agribusiness) berasal dari kata agri (agriculture) dan bisnis (usaha
komersial). Downey dan Erickson (1987: 5) membagi agribisnis menjadi tiga
6
Page 21
sektor yang saling tergantung secara ekonomis, yaitu sektor masukan (input),
produksi (farm), dan sektor keluaran (output). Sektor masukan menyediakan
perbekalan kepada para pengusaha tani untuk dapat memproduksi hasil tanaman
dan ternak. Termasuk ke dalam masukan ini adalah bibit, pupuk, bahan kimia,
mesin pertanian, bahan bakar, dan banyak perbekalan lainnya. Sektor usahatani
memproduksi hasil tanaman dan hasil ternak yang diproses dan disebarkan kepada
konsumen akhir oleh sektor keluaran. Menurut Krisnamurthi (2000: 2), agribisnis
merupakan konsep dari suatu sistem yang integratif yang terdiri dari beberapa
subsistem, yaitu (1) subsistem pengadaan sarana produksi pertanian; (2) subsistem
produksi usahatani; (3) subsistem pengolahan dan industri hasil pertanian
(agroindustri); (4) subsistem pemasaran hasil pertanian; dan (5) subsistem
kelembagaan penunjang kegiatan pertanian. Subsistem kedua dan sebagian dari
subsistem pertama dan ketiga di atas merupakan on-farm agribusiness, sedangkan
subsistem lainnya merupakan off-farm agribusiness seperti terlihat pada Gambar 2
di bawah ini.
Agribisnis hulu
(up stream-off farm agribusiness)
Saprodi pertanian
Usahatani (on farm agribusiness)
Budidaya
Agribisnis hilir (down stream-off farm
agribusiness)
Pemasaran
Supporting Institution
(pendukung)
Gambar 1. Sistem Agribisnis (Sumber: Krisnamurthi, 2000; 3)
7
Page 22
Agribisnis mencakup banyak sektor, seperti sektor tanaman pangan,
hortikultura, peternakan, perikanan, perkebunan, dan kehutanan. Jahe (Zingiber
officinale) merupakan tanaman yang berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari
India sampai Cina. Klasifikasi botani tanaman jahe sebagai berikut (Harmono,
2005: 3):
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Keluarga : Zingiberaceae
Genus : Zingiber
Spesies : Zingiber officinale.
Menurut Rahim dan Hastuti (2007: 193), tahap dalam sistem agribisnis
terdiri dari empat tahap yaitu agribisnis hulu, usahatani, agribisnis hilir dan sarana
pendukung. Tahap dalam sistem agribisnis secara lebih rinci dijabarkan dalam
sub-bab di bawah ini.
2.1.3.1.Agribisnis Subsistem Hulu (up stream-off farm agribusiness)
Menurut Rahim dan Hastuti (2007: 193), agribisnis subsistem hulu
merupakan bagian pengadaan saprodi (sarana produksi) pertanian seperti
benih/bibit, pupuk, pestisida, peralatan, dan sarana lain. Secara umum, sarana
produksi yang digunakan dalam agribisnis jahe untuk menunjang kegiatan
usahataninya (budidaya) terdiri dari benih/bibit jahe, pupuk, pestisida, dan
peralatan seperti cangkul, polibag, sprayer, dan plastik sungkup.
8
Page 23
2.1.3.2.Usahatani (on farm agribusiness)
Menurut Harmono (2005: 18), proses dalam budidaya jahe harus melalui
beberapa tahap, yaitu tahap pembibitan, pengolahan lahan dan penanaman,
pemeliharaan tanaman (penjarangan dan penyulaman, pemangkasan, pemupukan),
dan panen. Hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan budidaya jahe yaitu
kesesuaian syarat tumbuh yang dikehendaki seperti tanah, suhu udara, curah
hujan, intensitas cahaya matahari, kelembaban, dan ketinggian tempat.
Tanah yang serasi atau memenuhi syarat untuk tanaman jahe ialah tanah
yang subur, banyak mengandung humus, serta mempunyai derajat keasaman tanah
(pH) berkisar antara 4,3-7,4. Umumnya tanah yang baik untuk pertumbuhan jahe
adalah lempung berpasir, liat berpasir dan tanah laterik. Suhu udara yang baik
bagi tanaman jahe adalah suhu harian yang berkisar antara 20-35ºC yang diikuti
oleh cahaya matahari yang cerah dan kelembaban relatif pada siang hari tidak
kurang dari 70%. Tanaman jahe tidak tahan terhadap kekeringan, sehingga curah
hujan sebaiknya tidak kurang dari 2.000 mm/tahun. Jahe dapat tumbuh di dataran
rendah pada 100 m dpl sampai di ketinggian lebih dari 1.000m dpl
Benih yang digunakan harus jelas asal usulnya, sehat dan tidak tercampur
dengan varietas lain. Rimpang yang akan digunakan untuk benih harus sudah tua
minimal berumur 10 bulan. Pengolahan tanah dilakukan dengan cara menggarpu
dan mencangkul tanah sedalam 30 cm, dibersihkan dari ranting-ranting dan sisa-
sisa tanaman yang sukar lapuk. Jarak tanam 60 cm x 40 cm. Pemupukan
dilakukan sebanyak 4 kali pemupukan susulan. Pemupukan 30 HST (hari setelah
tanam), 60 HST, 90 HST, dan 120 HST. Pemeliharaan terdiri dari penyiangan
9
Page 24
gulma, penyulaman dan pembumbunan. Penyiangan setelah umur 4 bulan.
Penyulaman dilakukan pada umur 1 – 1,5 bulan setelah tanam. Pembumbunan
dilakukan pada saat telah terbentuk rumpun dengan 4 - 5 anakan. Panen untuk
konsumsi dimulai pada umur 6 sampai 10 bulan. Tetapi, rimpang untuk benih
dipanen pada umur 10 - 12 bulan. Cara panen dilakukan dengan membongkar
seluruh rimpangnya menggunakan garpu, cangkul, kemudian tanah yang
menempel dibersihkan.
Menurut Harmono (2005: 3), Secara umum jahe dipasarkan dalam dua
bentuk, yaitu jahe segar dan olahan. Jahe segar adalah jahe yang dipanen,
dibersihan dari akar dan tanah yang melekat kemudian dijual. Sementara itu, jahe
olahan bisa berupa jahe kering, bubuk jahe, minyak jahe dan oeloresin jahe.
Dalam proses pengolahan jahe, pengolahan bahan mentah menjadi bahan setengah
jadi termasuk kandungan senyawa yang berperan dalam performansinya, harus
tetap diperhatikan karena berkaitan dengan hasil akhir olahan. Setelah panen,
rimpang harus segera dicuci dan dibersihkan dari tanah yang melekat. Pencucian
disarankan menggunakan air yang bertekanan, atau dapat juga dengan merendam
jahe dalam air, kemudian disikat secara hati-hati. Setelah pencucian jahe ditiriskan
dan diangin-anginkan dalam ruangan yang berventilasi udara yang baik, sehingga
air yang melekat akan teruapkan. Kemudian jahe dapat diolah menjadi berbagai
produk atau langsung dikemas dalam karung plastik yang berongga dan siap untuk
diekspor.
Dari jahe dapat dibuat berbagai produk yang sangat bermanfaat dalam
menunjang industri obat tradisional, farmasi, kosmetik dan makanan/minuman.
10
Page 25
Ragam bentuk hasil olahannya, antara lain berupa simplisia, oleoresin, minyak
atsiri dan serbuk. Berikut ini salah satu pengolahan jahe yaitu sari jahe (bir
pletok).
Menurut BPPT (2005: 13), cara pembuatan bir pletok harus mempunyai
standar prosedur operasional (SPO). Standar prosedur operasional (SPO) terdiri
dari SPO bir pletok cair, SPO sterilisasi, SPO pembotolan bir pletok.
a. SPO bir pletok cair
1. Rempah-rempah dicuci dari kotoran.
2. Bagian yang busuk dibuang.
3. Rempah-rempah dikecilkan ukurannya. Khususnya jahe diiris tipis.
4. Semua bahan ditimbang sesuai formula
5. Didihkan air sampai suhu mencapai 95-105° C
6. Masukkan semua bahan-bahan tersebut kecuali kayu secang dan gula.
Panci harus ditutup.
7. Biarkan rebusan selama 30 menit.
8. Masukkan kayu secang. Biarkan sampai warna air rebusan menjadi merah
selama 3-5 menit.
9. Angkat semua bahan dari air rebusan.
10. Air rebusan disaring dengan menggunakan kain saring (sebaiknya
digunakan dengan ukuran 150 mesh
11. Tambahkan gula kedalam air rebusan yang telah disaring,
12. Rebus kembali sampai mendidih selama 3-5 menit. Air rebusan disaring
lagi dengan menggunakan saring (150 mesh)
11
Page 26
13. Bir pletok siap disajikan atau dilakukan pembotolan.
b. SPO sterilisasi
1. Bagian luar dan bagian dalam botol dicuci dengan sabun dan sikat sampai
bersih dari semua kotoran.
2. Bersihkan tutup botol dari kotoran yang menempel.
3. Tutup botol diperiksa apakah berkarat atau tidak
4. Apabila berkarat jangan digunakan.
5. Botol diisi dengan iar sampai penuh
6. Botol tersebut bersama dengan tutup botol yang akan digunakan direbus
pada air mendidih (95-105° C) selama 45-60 menit
7. Angkat botol dan tutup botol dari air rebusan. Buang air yang ada didalam
botol. Kemudian tiriskan botol dengan posisi terbalik. Botol yang telah
kering siap untuk digunakan.
c. SPO pembotolan bir pletok
1. Tuang bir pletok kedalam bool tetapi jangan samapi penuh. Sisakan kira-
kira 10% dari volume botol.
2. Botol ditutup dengan menggunakan alat pengepres (alat penutup botol)
3. Balikkan botol untuk memeriksa apakah penutupan sudah baik atau belum.
Apabila masih terjadi perembesan berarti penutupan belum benar. Buka
kembali tutup botol dan lakukan penutupan ulang dengan menggunakan
tutup botol yang baru. Periksa kembali apakah penuutupan sudah baik
atau belum.
12
Page 27
4. Lakukan proses sterilisasi dengan cara merebus botol tadi pada suhu
minimal 80° C selama 30 menit. Air dalam panci harus memnuhi stengah
sampai tiga perempat botol.
5. Angkat dan tiriskan botol dengan posisi terbalik. Apabila terjadi
perembesan, maka proses 3 dan 4 harus diiulang kembali
6. Biarkan sampai dingin.
7. Lakukan pelabelan dan penyegelan botol.
8. Simpan bir pletok dengan posisi normal (tidak terbalik).
9. Bir pletok siap dipasarkan.
2.1.3.3.Agribisnis Subsistem Hilir (down stream-off farm agribusiness)
Rahim dan Hastuti (2007: 194), agribisnis subsistem hilir merupakan
kegiatan yang terdiri dari atas agroindustri (pengolahan hasil-hasil pertanian) dan
pemasaran agribisnis. Pada agribisnis jahe, secara umum jahe dapat diolah
menjadi jahe segar dan jahe olahan.
2.1.3.4. Sarana Pendukung (Supporting Institution)
Menurut Harmono (2005: 90), sarana pendukung dalam agribisnis jahe di
Indonesia belum dimiliki sehingga perlu dibentuk Organisasi Jahe Indonesia
untuk memfasilitasi dan memperjuangkan kepentingan industri jahe Indonesia
dalam mewujudkan sistem dan usaha agribisnis jahe yang berdaya saing,
berkerakyatan dan berkelanjutan.
13
Page 28
2.1.3.5. Tata Niaga Jahe
Menurut Harmono (2005: 20) Tata niaga jahe terdiri atas tiga pihak yang
terlibat didalamnya, yaitu produsen, perantara, dan konsumen. Produsen adalah
petani yang menanam jahe; perantara adalah pedagang pengumpul, pedagang
besar dan eksportitr; serta konsumen adalah masyarakat pengguna dan industri
yang memerlukan jahe, baik dalam bentuk segar maupun olahan. Secara umum
tata niaga jahe dibagi menjadi dua, yaitu tata niaga jahe untuk pasar lokal dan tata
niaga jahe untuk pasar ekspor.
a. Tata Niaga untuk Pasar Lokal
Menurut Harmono (2005: 20) Rantai tata niaga untuk jahe yang dijual di
pasar lokal terdiri atas petani, pedagang pengumpul, pedagang antar kecamatan,
pedagang besar, pedagang eceran dan konsumen.
Petani Pedagang
pengumpul Pedagang
antar
kecamatan
Pedagang
besar
Konsumen Pedagang
eceran
Gambar 2. Rantai Tata Niaga Jahe untuk Pasar Lokal.
b. Tata Niaga untuk Pasar Ekspor
14
Page 29
Rantai tata niaga jahe untuk pasar ekspor terdiri dari petani, pedagang
pengumpul, pedagang antar kecamatan, eksportir dan konsumen.
Petani Pedagang
pengumpul
Pedagang antar
kecamatan
Konsumen Eksportir
Gambar 3. Rantai Tata Niaga Jahe untuk Pasar Ekspor.
2.1.4. Industri Kecil atau Usaha Kecil (UK)
2.1.4.1. Pengertian Usaha Kecil
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1995 dalam
Anoraga dan Sudantoko (2002: 330) pengertian usaha kecil adalah kegiatan
ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau
hasil penjualan tahunan atau kepemilkan sebagaimana diatur dalam undang-
undang. Kriteria usaha kecil dalam undang-undang tersebut tercantum dalam
paada pasal 5 ayat 1, sebagai berikut:
1. Memliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000 (dua ratus juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau;
2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu
milyar rupiah)
3. Milik Warga Negara Indonesia
15
Page 30
4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perushaan
yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak
langsung dengan usaha menengah atau usaha besar;
5. Berbentuk usaha orang-perorangan, badan usha yang tidak berbadan
hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.
Kriteria sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 yang pertama dan kedua,
nilai nominalnya dapat diubah sesuai dengan perkembangan perekonomian yang
diatur dengan peraturan pemerintah.
Menurut BPS dan Kementrian Koperasi dan UKM dalam Guk Seta (2007:
1) menggolongkan suatu usaha sebagai usaha kecil jika memiliki omset kurang
dari Rp 1 milyar per tahun. Untuk usaha menengah, batasannya adalah usaha yang
memiliki omset antara Rp 1 sampai dengan Rp 50 milyar per tahun.
2.1.4.2. Karakteristik Usaha Kecil
Menurut Anoraga dan Sudantoko (2002: 225-226) secara umum sektor
usaha kecil memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Sistem pembukuan yang relatif sederhana dan cenderung tidak mengikuti
kaedah administrasi pembukuan standar. Kadang kala pembukuan tidak
diperbarui, sehingga sulit untuk menilai kinerja usahanya.
2. Marjin usaha yang cenderung tipis mengingat persaingan yang sangat tinggi.
3. Modal terbatas.
4. Pengalaman manjerial dalam mengelola perusahaan masih sangat terbatas.
5. Skala ekonomi yang terlalu kecil sehingga sulit mengharapkan untuk mampu
menekan biaya mencapai titik efisien jangka panjang.
16
Page 31
6. Kemampuan pemasaran dan negosiasi serta deversifikasi pasar sangat terbatas.
7. Kemampuan untuk memperoleh sumber dana dari pasar modal rendah,
mengingat keterbatasan dalam sistem administrasinya. Untuk mendapatkan
dana di pasar modal, sebuah perusahaan haarus mengikuti sistem administrasi
standar dan harus transparan.
Menurut BPS dalam Adiningsih (2008: 5), BPS juga membagi jenis IKM
(Industri Kecil Menengah) berdasarkan besarnya jumlah pekerja, yaitu: (a)
kerajinan rumah tangga, dengan jumlah tenaga kerja di bawah 3 orang termasuk
tenaga kerja yang tidak dibayar, (b) usaha kecil, dengan jumlah tenaga kerja
sebanyak 5 - 9 orang, (c) usaha menengah, sebanyak 20-99 orang.
2.1.5. Biaya
Menurut Mulyadi (2002: 8), biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi
yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan
terjadi untuk tujuan tertentu. Adapun biaya menurut Niswonger (1992: 732)
adalah jumlah yang terpakai atau jasa yang digunakan dalam proses menghasilkan
pendapatan.
Biaya tetap adalah biaya-biaya yang harus dibayar oleh penjual
sederhananya karena mereka ada dalam usaha tersebut. (Revino, 2006: 66). Biaya
tetap adalah biaya yang nilainya tetap tidak tergantung volume usaha serta tidak
mempengaruhi hasil akhir yang ingin diperoleh dari usaha ini (Mulyono, 2002:
147). Biaya tetap merupakan biaya-biaya yang dalam batas-batas tertentu tidak
berubah apabila tingkat kegiatan produksi berubah (Rasyaf, 1993: 256).
17
Page 32
Biaya tidak tetap (variabel) merupakan biaya yang berubah secara
langsung dan berbanding lurus terhadap jumlah produksi suatu produk (Revino,
2006: 65). Biaya variabel adalah biaya yang secara langsung berkaitan dengan
jumlah tanaman yang diusahakan dan dengan input variabel yang dipakai, seperti
penyiangan, pupuk, tenaga kerja tidak tetap, bibit, dan sebagainya (Mahekam dan
Malcolm, 1991: 93). Biaya variabel merupakan besar kecilnya biaya yang
dikeluarkan tergantung pada kapasitas produksi yang bersangkutan (Rasyaf, 2000:
18), sedang menurut Usry (2004: 59) biaya variabel sebagai biaya yang secara
total menigkat terhadap peningkatan dalam aktivitas dan menurun terhadap
penurunan dalam aktivitas.
Menurut Usry (2004: 61) untuk merencanakan, menganalisis,
mengendalikan, atau mengevaluasi biaya pada tingkat aktivitas yang berbeda,
biaya tetap dan biaya variabel harus dipisahkan.
2.1.6. Pendapatan
Menurut Soemarso (2002: 274), pendapatan adalah peningkatan jumlah
aktiva atau penurunan kewajiban yang timbul dari penyerahan baang atau jasa
atau aktivitas usaha lainnya dalam suatu periode. Menurut Niswonger (1992:
197), pendapatan dari penjualan adalah seluruh total tagihan kepada
pelanggan atas barang yang dijual, baik secara tunai maupun secara kredit.
Pendapatan yaitu pertambahan harta diluar tambahan investasi yang
mengakibatkan modal bertambah. Pendapatan usaha yaitu pendapatan yang
diperoleh dari hasil usaha pokok perusahaan(untuk perusahaan dagang
18
Page 33
penjualan), sedangkan pendapatan diluar usaha yaitu pendapatan yang
diperoleh dari bukan usaha pokok perusahaan (diluar poko usaha).
Jadi pendapatan merupakan seluruh total tagihan kepada pelanggan atau
barang yang dijual, baik secara tunai maupun secara kredit yang diperoleh
dari hasil usaha pokok perusahaan (untuk perusahaan dagang penjualan) yang
mengakibatkan peningkatan jumlah aktiva atau pertambahan harta diluar
tambahan investasi yang mengakibatkan modal bertambah atau penurunan
kewajiban yang timbul dari penyerahan baranga atau jasa atau aktivitas usaha
lainnya dalam suatu periode.
2.1.7. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio)
Rasio penerimaan atas biaya (R/C ratio) menunjukkan berapa besarnya
penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam
produksi usaha. Dengan kata lain analisis rasio atas biaya produksi dapat
digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif kegiatan usaha. Artinya
dari angka rasio penerimaan atas biaya tersebut dapat diketahui apakah usaha
menguntungkan atau tidak (Harmono,2005: 67).
Tingkat pendapatan usaha dapat diukur menggunakan analisis imbangan
penerimaan dan biaya (R/C ratio analysis) yang didasarkan pada perhitungan
secara finansial. Analisis ini menunjukkan besar penerimaan usaha yang akan
diperoleh pengusaha untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan
usaha. Jika R/C ratio meningkat menunjukkan peningkatan penerimaan. Usaha
dikatakan layak jika R/C ratio bernilai lebih besar dari satu (R/C > 1) yang artinya
19
Page 34
setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan
yang lebih besar daripada tambahan biaya atau secara sederhana kegiatan usaha
menguntungkan. Bila R/C ratio bernilai lebih kecil dari satu (R/C < 1) yang
artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan
penerimaan yang lebih kecil daripada tambahan biaya atau secara sederhana
kegiatan usaha mengalami kerugian.
2.1.8. Analisis Keuntungan dan Biaya (B/C Ratio)
Analisis B/C ratio adalah perbandingan antara tingkat keuntungan atau
pendapatan yang diperoleh dengan total biaya yang dikeluarkan. Suatu usaha
dikatakan layak dan memberikan manfaat apabila nilai B/C lebih besar dari nol
(0), semakin besar nilai B/C maka semakin besar pula manfaat yang akan
diperoleh dari usaha tersebut (Rahardi dan Hartono, 2003: 69)
Menurut Rasyaf (1991: 155) bahwa hasil penjualan yang mampu menutupi
biaya-biaya dan pajak maka keuntungan atau pendapatan yang diperoleh
merupakan keuntungan bersih, maka usaha tersebut menguntungkan dan layak
untuk dilanjutkan
2.1.9. Titik Pulang Pokok (Break Even Point)
Analisis pulang pokok adalah suatu alat analisis yang digunakan untuk
mengetahui hubungan antara beberapa variabel di dalam kegiatan perusahaan
seperti jumlah produksi yang dilaksanakan, biaya yang dikeluarkan serta
pendapatan yang diterima perusahaan dari kegiatannya (Umar, 1997:202).
20
Page 35
BEP (break even point) modal merupakan titik impas usaha. Dari nilai
BEP diketahui pada tingkat produksi dan harga berapa suatu usaha tidak
memberikan keuntungan dan tidak pula mengalami kerugian (Wiryanta, 2002:79).
Ada dua jenis perhitungan BEP, yaitu BEP volume produksi dan BEP harga
produksi.
2.1.10. Payback Periode
Payback Periode adalah masa pengembalian modal, artinya lama periode
waktu untuk mengembalikan modal investasi. Cepat atau lambatnya sangat
tergantung pada sifat aliran kas masuknya jika aliran kas masuknya besar atau
lancar maka proses pengembalian modal akan lebih cepat dengan asumsi modal
yang digunakan tetap atau tidak ada penambahan modal selama umur proyek
(Sofyan, 2002:18).
2.2. Kerangka Pemikiran Konseptual
Industri Rumah Tangga Ayu Lestari melakukan usaha pembuatan
minuman berupa sari jahe. Dalam melakukan proses produksi minuman tersebut
mengeluarkan biaya produksi yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Dari
produk yang dihasilkan, produk tersebut dijual dan akan menghasilkan
penerimaan. Kemudian hasil penjualan produk minuman sari jahe tersebut
merupakan penerimaan yang didapat maka akan dianalisis usaha minuman
tersebut. Indikator dari usaha tersebut berupa Pendapatan Usaha, R/C rasio, R/C
Rasio, Payback Period (PP), dan Break Even Point (BEP). Berdasarkan uraian di
21
Page 36
atas maka gambaran kerangka pemikiran konseptual dalam penelitian ini sebagai
berikut:
Bir Pletok
Biaya Produksi : - Biaya Tetap
- Biaya Variabel
Penerimaan
Pendapatan Usaha
R/C Rasio
B/C Rasio
BEP (Break Even Point)
PP (Payback Period)
Kelanjutan Usaha
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Konseptual
22
Page 37
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Skala Rumah Tangga Ayu Lestari Jalan Setu
Babakan Rt 09 Rw 08 Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa,
Ciganjur Jakarta Selatan. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja
(purposive) berdasarkan informasi dari BPTP (Badan Pengolahan dan Teknologi
Pangan) dan merupakan salah satu usaha rumah tangga minuman sari jahe (bir
pletok). Penelitian dilakukan dalam waktu dua bulan yaitu bulan
Oktober - November 2008.
3.2. Data dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan
data kuantitatif. Sumber datanya berasal dari data primer dan sekunder. Data
primer diperoleh melalui pengamatan langsung di lapangan dan wawancara
langsung dengan pemilik usaha Skala Rumah Tangga Ayu Lestari. Data Sekunder
diperoleh dari Departemen Pertanian, dan lembaga-lembaga terkait atau dari
pustaka yang berkaitan dengan penelitian ini.
3.3. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan dua metode yaitu
pengamatan/teknik observasi, wawancara/interview. Pengamatan/teknik
Page 38
observasi yaitu dengan mengamati secara langsung objek penelitian sehingga
dapat diperoleh gambaran yang nyata tentang segala aktivitas pembuatan
minuman sari jahe (bir pletok). Wawancara atau interview yaitu melakukan tanya
jawab secara langsung dengan pemilik Industri Rumah Tangga Ayu Lestari.
Pengumpulan data menggunakan daftar pertanyaan atau kuesioner.
3. 4. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif
dan kuantitaf. Analisis kualitatif digunakan untuk melihat kegiatan pembuatan
minuman sari jahe dan hal yang terkait akan diuraikan secara deskriptif. Analisis
kuantitatif disajikan dalam bentuk tabulasi. Analisis ini bertujuan untuk
menyederhanakan data ke dalam bentuk yang mudah dibaca, dalam penelitian ini
analisis data meliputi Pendapatan Usaha, R/C Ratio, B/C Rasio, Break Even Point
(BEP), dan Payback Period (PP).
Data yang telah terkumpul melalui tahapan-tahapan pengeditan,
pengolahan dan penyusunan dalam bentuk tabulasi sehingga data tersebut siap
untuk dianalisis. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan alat bantu
kalkulator dan program Microsoft Excel.
3. 4. 1. Analisis Pendapatan
Menurut Soeharjo dan Patong (1973:45), pendapatan dibedakan menjadi
pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas
biaya tunai adalah selisih antara penerimaan dengan biaya yang benar-benar
24
Page 39
dikeluarkan, sedangkan pendapatan atas biaya total adalah selisih antara
penerimaan dikurangi dengan total biaya.
Analisis pendapatan usaha dilakukan terhadap biaya kegiatan produksi
dari awal pembuatan hingga pengemasan yang dilakukan dalam satu bulan.
Analisis pendapatan digunakan untuk mengetahui nilai pendapatan yang diperoleh
Industri Rumah Tangga Ayu Lestari. Metode perhitungan pendapatan usaha
minuman sari jahe (bir pletok) disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Metode Perhitungan Pendapatan Usaha Minuman Sari Jahe (Bir
Pletok)
Uraian
Jumlah
Fisik
Harga
Satuan
(Rp)
Nilai
(Rp)
A. Arus Penerimaan
1. Produk yang dihasilkan (Qy)
2. Harga satuan produksi (Py)
3. Total Penerimaan (Y)
(1)
(2)
(1x2)=(3) B. Arus Pengeluaran
1. Biaya Tetap
• Upah tenaga kerja (b1)
• PBB (b2)
• Penyusutan Peralatan dan bangunan (b3)
Total Biaya Tetap (BT)
(4)
(7)
(10)
(5)
(8)
(11)
(4x5)=( (6)
(7x8)=( (9)
(10x11)=( (12)
(6)+(9)+(12)=(13)
2. Biaya Variabel
• Listrik
• Air
• Telepon
• ..............
Total Biaya Variabel (BV)
(14)
(17)
(20)
(15)
(18)
(21)
(14x15)=(16)
(17x18)=( (19)
(20x21)=( (22)
(16)+(19)+(22)=(23)
TOTAL SELURUH PENGELUARAN (TC) (13+23)=(24) PENDAPATAN (∏) (3-24) R/C RATIO (3)/(24) Sumber : Hernanto, 1989 (dimodifikasi)
25
Page 40
Berdasarkan Tabel di atas maka dapat dibuatkan rumus matematika
sebagai berikut ini:
Perhitungan penerimaan sebagai berkut:
Y = Qy . Py
dimana :
Y = penerimaan usaha
Qy = produk yang dihasilkan
Py = harga jual produk yang dihasilkan
Perhitungan pengeluaran sebagai berikut:
TC = BT + BV
dimana :
TC = biaya total
BT = biaya tetap
BV = biaya variabel
Perhitungan pendapatan adalah sebagai berikut:
∏ = TC – Y
dimana :
∏ = pendapatan
TC = biaya total
Y = penerimaan usaha
3.4.1.1. Penyusutan
Menurut Suratiyah (2006: 35), untuk memperhitungkan penyusutan pada
dasarnya bertitik tolak pada harga perolehan (cost) sampai dengan modal tersebut
dapat memberikan manfaat bagi suatu usaha. Salah satu cara yang dapat
26
Page 41
digunakan untuk memperhitungkan nilai penyusutan sekaligus digunakan dalam
penelitian ini adalah metode garis lurus. Formula yang biasa digunakan adalah:
Penyusutan = Harga beli – Nilai sisa Umur Ekonomis
3.4.2. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio)
Menurut Soeharjo dan Patong (1986:79), R/C (Revenue Cost Ratio) adalah
pembagian antara penerimaan usaha dengan biaya dari usaha tersebut. Analisa ini
digunakan untuk melihat perbandingan total penerimaan dengan total biaya usaha.
Jika nilai R/C ratio di atas satu rupiah yang dikeluarkan akan memperoleh
manfaat sehingga penerimaan lebih dari satu rupiah. . Secara sistemastis R/C rasio
dapat dirumuskan sebagai berikut:
R/C ratio = Total Penerimaan Penjualan Produk
Total Biaya
Analisis ini digunakan untuk melihat keuntungan dan kelayakan dari
usahatani. Usaha tersebut dikatakan menguntungkan jika nilai R/C rasio lebih
besar dari satu (R/C > 1), hal ini menunjukkan bahwa setiap nilai rupiah yang
dikeluarkan dalam produksi akan memberikan manfaat sejumlah nilai penerimaan
yang diperoleh.
3.4.3. Analisis Keuntungan dan Biaya (B/C Ratio)
Analisis keuntungan dan biaya (B/C Ratio) adalah perbandingan antara
tingkat keuntungan yang diperoleh dengan total biaya yang dikeluarkan. Suatu
usaha dikatakan layak dan memberikan manfaat apabila nilai B/C lebih besar dari
nol, semakin besar nilai B/C maka semakin besar nilai manfaat yang akan
27
Page 42
diperolehh dari usaha tersebut (Rahardi dan Hartono, 2003: 69). Secara matematis
ditulis :
B/C ratio = Total Keuntungan / Laba
Total Biaya
3.4.4. Break Even Point (BEP)
Menurut Wiryanta (2002:79), BEP (break even point) merupakan titik
impas usaha. Dari nilai BEP diketahui pada tingkat produksi dan harga berapa
suatu usaha tidak memberikan keuntungan dan tidak pula mengalami kerugian.
Ada dua jenis perhitungan BEP, yaitu BEP volume produksi dan BEP harga
produksi. Dirumuskan sebagai berikut :
BEP volume produksi (botol) = Total Biaya
Harga Penjualan
BEP harga produksi (Rp/botol) = Total Biaya
Total Produksi
3. 4. 5. Payback Periode
Menurut Sofyan (2002:19), teknik payback periode digunakan untuk
menentukan berapa lama modal yang ditanamkan dalam usaha akan kembali jika
alternatif aliran kas yang didapat dari usaha yang diusulkan akan kembali, maka
alternatif usulan usaha yang memberikan masa yang terpendek adalah yang
terbaik.
Menurut Lukman (2004:444), payback periode adalah perhitungan atau
penentuan jangka waktu yang dibutuhkan untuk menutup nilai investasi suatu
28
Page 43
proyek dengan menggunakan aliran kas yang dihasilkan oleh proyek tersebut.
Perhitungan payback periode untuk suatu proyek yang mempunyai pola aliran kas
yang sama dari tahun ke tahun dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Payback Periode = Nilai Investasi Aliran Kas
3. 5. DEFINISI OPERASIONAL
x 1 tahun
1. Biaya investasi adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli segala
keperluan yang dibutuhkan sebelum memulai suatu usaha.
2. Biaya produksi adalah penjumlahan dari dua jenis biaya yaitu biaya tetap
dan biaya variabel.
3. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan oleh Industri Rumah Tangga
Ayu Lestari selama proses produksi yang besarnya tidak dipengaruhi oleh
banyaknya produksi yang dihasilkan.
4. Biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan oleh Industri Rumah
Tangga Ayu Lestari yang besarnya dipengaruhi oleh banyaknya produksi
yang dihasilkan.
5. Biaya total merupakan penjumlahan total biaya tetap dan total biaya
variabel.
6. Penerimaan merupakan hasil produksi dikali dengan harga jual.
7. Pendapatan adalah penerimaan dikurangi biaya total.
8. R/C Ratio adalah perbandingan antara penerimaan dengan biaya produksi
selama satu bulan.
9. B/C Ratio adalah perbandingan antara pendapatan dengan biaya produksi
29
Page 44
selama satu bulan.
10. BEP (break even point) adalah titik pertemuan antara biaya dan
penerimaan dimana usaha tidak mengalami rugi atau untung.
11. PP (Payback Periode) adalah perbandingan antara investasi yang
dikeluarkan dengan pendapatan usaha yang diperoleh.
12. Penyusutan adalah pengurangan harga beli dengan nilai sisa kemudian
hasil tersebut dibandingkan dengan umur ekonomis dimana nilai sisa
diasumsikan sama dengan nol.
30
Page 45
BAB IV
GAMBARAN UMUM USAHA
SKALA RUMAH TANGGA AYU LESTARI
4.1. Sejarah Skala Rumah Tangga Ayu Lestari
Pada awalnya Ayu Lestari merupakan kelompok usaha wanita. Kelompok
tersebut terdiri para ibu-ibu yang tinggal di Setu Babakan. Tujuan terbentuknya
kelompok ini untuk membantu keuangan keluarga dan meningkatkan pengetahuan
dan wawasan. Ketua kelompok tersebut adalah Ibu Rosmayanti. Kelompok usaha
wanita terbentuk pada tahun 1997.
Menurut Ibu Rosmayanti, nama Ayu Lestari mempunyai arti yaitu Ayu
artinya cantik dan Lestari arti berkesinambungan. Sehingga dari nama tersebut
tersirat harapan bahwa usaha yang dijalankan oleh sekelompok wanita cantik ini
dapat berkesinambungan. Kelompok usaha Ayu Lestari telah melakukan
kerjasama dengan Lembaga Pengabdian Masyarakat Ekonomi Universitas
Pancasila. Bentuk kerjasama tersebut berupa pelatihan manajemen, pelatihan
administrasi usaha dan kesediaan lembaga ini sebagai fasilitator dalam
peminjaman modal berbentuk kredit tanpa agunan kepada pihak lain.
Kerjasama lain juga dilakukan dengan pihak Dinas Pertanian DKI Jakarta
dalam bentuk penyuluhan usaha pertanian. Penyuluhan usaha pertanian tersebut
berbentuk pelatihan cara pembuatan minuman sari jahe (bir pletok) yang
merupakan minuman tradisional Betawi pada tahun 1998. Tetapi pada tahun 2000
kelompok Ayu Lestari bubar dikarenakan anggota kelompok tersebut mempunyai
kesibukan masing-masing. Tetapi Ibu Rosmayanti tetap menjalankan usaha ini
sendiri sebagai bentuk kepedulian dalam melestarikan kebudayaan Betawi
Page 46
Menurut Ibu Rosmayanti, sejarah minuman tradisional Betawi yaitu bir
pletok berawal pada masa penjajahan Belanda. Pada waktu itu, banyak tentara
Belanda yang gemar minum-minuman keras yang beralkohol yaitu bir. Menurut
tentara tersebut minuman bir bermanfaat untuk menghangatkan tubuh pada waktu
malam hari yang dingin. Masyarakat Betawi pada waktu itu ingin juga ikut
minum-minuman tersebut tetapi takut dosa karena mengandung alkohol.
Kemudian untuk menandingi tentara Belanda tersebut, masyarakat Betawi
membuat minuman sejenis yang terbuat dari berbagai jenis rempah-rempah yang
bermanfaat dapat menghangatkan tubuh. Minuman ini berkhasiat menurunkan
gejala masuk angin, kelelahan, mengatasi sariawan bahkan reumatik
Harapan pemilik dari usaha pembuatan minuman sari jahe (bir pletok)
adalah semoga usaha yang dijalankan lebih maju pada masa yang akan datang dan
menjadikan minuman sari jahe (bir pletok) menjadi minuman yang sangat
bermanfaat dan dikenal masyarkat luas.
4.2. Lokasi Usaha dan Keadaan Skala Rumah Tangga Ayu Lestari
Sejak tahun 1998 dan sampai saat ini Industri Rumah Tangga Ayu Lestari
terletak di Jalan Setu Babakan Rt 09 Rw 08 Kelurahan Srengseng Sawah,
Kecamatan Jagakarsa, Ciganjur Jakarta Selatan. Batas wilayah lokasi penelitian
ini adalah sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Kebagusan, sebelah selatan
berbatasan dengan Kelurahan Ciganjur, sebelah barat berbatasan dengan
Kelurahan Jati Baru, Desa Krukut dan Jawa Barat, sebelah timur berbatasan
dengan Kelurahan Lenteng Agung dan Kelurahan Serengseng Sawah.
32
Page 47
Perusahaan ini berupa skala rumah tangga yang memiliki luas banguan 40
m² yang terdiri dua ruangan yaitu ruangan kantor yang berukuran 2 m x 4 m yang
berfungsi sebagai ruang kerja pengelola dan ruangan produksi sekaligus gudang
yang berukuran 8 m x 4 m.
4.3. Struktur Organisasi Usaha Skala Rumah Tangga Ayu Lestari
Dalam Skala Rumah Tangga Ayu Lestari tidak mempunyai struktur
organisasi. Dalam struktur organisasi ini, pemilik merangkap sebagai pengelola.
Semua keputusan dalam kegiatan usaha merupakan wewenang pemilik mulai dari
belanja bahan baku, meramu bahan baku, pengemasan dan pemasaran hasil
produk. Pemilik dalam menjalankan kegiatan usaha minuman sari jahe (bir pletok)
dibantu oleh dua orang tenaga kerja.
Pimpinan merupakan pemilik sekaligus sebagai pengelola adalah
Rosmayanti pemegang posisi puncak, yang memiliki tugas untuk mengevaluasi
pemasukan dan pengeluaran keuangan serta sebagai pengambil keputusan dalam
kegiatan usaha. Pada tenaga kerja pertama dipegang oleh Endang yang memiliki
tugas belanja bahan baku, produksi, dan pengemasan. Pada tenaga kerja kedua
dipegang oleh Imas yang memiliki tugas belanja bahan baku, produksi, dan
pengemasan.
4.5. Kegiatan Produksi Perusahaan
Kegiatan yang dilakukan pada usaha pembuatan minuman sari jahe (bir
pletok) diantaranya:
33
Page 48
1. Persiapan bahan
Tujuan persiapan bahan adalah agar proses pembuatan minuman sari jahe
berjalan dengan lancar. Bahan yang disiapkan adalah rempah-rempah, jahe, gula
pasir dan botol. Rempah-rempah terdiri dari kayu secang, kayu manis, kapulaga,
lada hitam, cabe jawa, biji pala, daun pandan, daun jeruk purut, cengkeh, kayu
mesoyi dan serai. Perlakuan persiapan pada masing-masing bahan berbeda-beda
yaitu:
a. Rempah-rempah
Rempah-rempah yang digunakan adalah adalah kayu secang sebanyak 2,7
persen, kayu manis sebanyak 1,1 persen, kapulaga sebanyak 1,6 persen, lada
hitam sebanyak 1,1 persen, cabe jawa sebanyak 1,1 persen, biji pala sebanyak 1,1
persen, daun pandan sebanyak 1,4 persen, cengkeh sebanyak 0,5 persen, kayu
mesoyi sebanyak 0,5 persen, daun jeruk sebanyak 0,5 persen dan serai
sebanyak1,4 persen. Rempah-rempah yang sudah tersedia dicuci dan dibersihkan.
Tujuan dari pencucian adalah menghilangkan kotoran yang menempel
dengan air yang mengalir. Setelah rempah-rempah dicuci kemudian dilakukan
penyortiran. Tujuan penyortiran rempah-rempah yang sudah dibersihkan adalah
untuk memisahkan bahan baku yang berkualitas bagus dengan kualitas jelek. Cara
penyortiran dengan cara manual yaitu memisahkan rempah-rempah yang baik
dengan yang jelek. Setelah rempah-rempah selesai disortir, selanjutnya dilakukan
proses penimbangan. Penimbangan dilakukan dengan tujuan agar kualitas sari
jahe sesuai yang telah ditentukan. Penimbangan menggunakan timbangan kue
34
Page 49
yang sering digunakan ibu rumah tangga. Rempah-rempah yang telah selesai
ditimbang kemudian siap untuk digunakan.
b. Jahe
Jahe yang sudah tersedia dicuci dan dibersihkan. Tujuan dari pencucian
adalah menghilangkan kotoran yang menempel dengan air yang mengalir. Setelah
jahe dicuci kemudian dilakukan penyortiran. Tujuan penyortiran jahe yang sudah
dibersihkan adalah untuk memisahkan bahan baku yang berkualitas bagus dengan
kualitas jelek. Cara penyortiran dengan cara manual yaitu memisahkan jahe yang
baik dengan yang jelek Setelah jahe selesai disortir, selanjutnya dilakukan proses
penimbangan. Penimbangan dilakukan dengan tujuan agar kualitas sari jahe sesuai
dosis yang telah ditentukan. Penimbangan menggunakan timbangan kue yang
sering digunakan ibu rumah tangga. Jahe yang ditimbang sebanyak 32,6 persen.
Jahe yang telah selesai ditimbang kemudian dilakukan pengirisan. Tujuan
pengirisan adalah agar sari-sari yang terdapat dalam jahe dapat keluar secara
maksimal. Jahe yang telah diiris siap untuk digunakan untuk membuat minuman
sari jahe.
c. Gula Pasir
Gula pasir yang digunakan terlebih dahulu ditimbang. Penimbangan
dilakukan dengan tujuan agar memperoleh kadar gula yang tepat untuk
memberikan rasa manis yang ditentukan. Penimbangan menggunakan timbangan
kue. Jahe yang ditimbang sebanyak 54,3 persen.
35
Page 50
d. Botol
Botol-botol yang digunakan adalah botol bekas. Botol tersebut direndam
selama 30 menit dalam ember berisi air bersih. Tujuan perendaman adalah supaya
kotoran-kotoran yang menempel di dalam dan di luar botol dapat dengan mudah
dibersihkan. Setelah itu botol tersebut dicuci dengan menggunakan spons, sikat
botol dan sabun yang telah dicairkan dengan air.
Tujuan pencucian adalah menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel
di dalam dan di luar botol. Cara pencucian adalah spons direndam dalam sabun
yang telah dicairkan kemudian spons tersebut digosok-gosokkan di luar badan
botol dan sikat botol dimasukkan ke dalam botol untuk membersihkan bagian
dalam botol dengan cara sikat tersebut dinaikkan diturunkan. Setelah botol
tersebut sudah bersih kemudian botol dicuci bersih dengan air yang mengalir.
Botol yang sudah bersih kemudian botol tersebut dilakukan perebusan.
Tujuan perebusan adalah mensterilisasikan botol dari kuman dan virus agar botol
tersebut aman digunakan. Botol yang sudah bersih kemudian botol tersebut diisi
air sampai penuh. Setelah itu, botol dimasukkan ke dalam panci yang berisi air
setinggi setengah dari tinggi botol. Dalam satu panci berisi 15 botol. Perebusan
dilakukan selama 30 menit dengan menggunakan kompor gas. Setelah 30 menit,
botol tersebut dikeluarkan dari dalam panic dengan menggunakan lap bersih dan
air yang ada dalam botol tersebut dituang ke dalam ember. Air tersebut dapat
digunakan untuk mensterilisasi botol yang berikutnya. Botol yang telah
disterilisasikan kemudiankan ditiriskan agar botol benar-benar kering dari sisa-
sisa air yang berada di dalam botol. Dan botol siap untuk digunakan.
36
Page 51
2. Perebusan
Setelah persiapan bahan selesai, selanjutnya dilakukan proses perebusan.
Perebusan dilakukan dengan tujuan agar sari-sari bahan baku dapat keluar secara
maksimal. Jahe direbus di dalam panci berisi air sebanyak 63 liter pada
suhu 100° C selama 30 menit. Setelah 30 menit, masukkan rempah-rempah lain ke
dalam rebusan jahe tersebut. Rempah-rempah tersebut direbus selma 30 menit.
Kemudian gula pasir dimasukkan sebanyak 54,34 persen, larutkan gula tersebut
dalam rebusan air yang berisi jahe dan rempah-rempah.
3. Penyaringan
Setelah dilakukan perebusan, air rebusan jahe tersebut dilakukan
penyaringan. Tujuan dari penyaringan adalah menyaring ampas dari rebusan jahe
dan rempah. Penyaringan menggunakan saringan kotak berukuran 40 cm x 60 cm
dan lubang kain saringan dengan ukuran 150 mesh
4. Pengisian Ke Dalam Botol dan Penutupan
Pengisian dilakukan setelah air rebusan sari jahe tersebut disaring. Air sari
jahe diisi ke dalam botol berukuran 630 ml. Kemudian botol berisi sari jahe di
tutup dengan tutup botol lalu botol tersebut dilakukan sterilisasi. Sterilisasi
dilakukan selama 30 menit.
5. Pengemasan dan Penyimpanan
Pengemasan dilakukan setalah sterilisasi botol yang berisi air sari jahe
diangkat dari dalam botol dan kemudian botol tersebut tidak panas lagi.
Pengemasan yang dilakukan adalah penempelan label dan penyegelan tutup botol.
37
Page 52
Setelah pengemasan selesai, botol tersebut ditaruh ke dalam krat yang telah
disediakan.
4.6. Saluran Pemasaran
Pemasaran sebagai kegiatan ekonomi yang berfungsi membawa atau
menyampaikan hasil produksi dari perusahaan ke konsumen. Industri Rumah
Tangga Ayu Lestari dalam menjalani usaha produksi minuman tradisional betawi
sari jahe (bir pletok) dikelola Ibu Rosmayanti memiliki dua jalur pemasaran. Jalur
pemasarannya meliputi beberapa pelanggan yang berada di Setu Babakan dan
konsumen yang membeli langsung datang ke perusahaan. Berikut ini saluran
pemasaran pada Industri Rumah Tangga Ayu Lestari terdapat pada Gambar 6.
Pengecer Konsumen
Industri Rumah
Tangga Ayu
Lestari
Konsumen
Gambar 5. Saluran Pemasaran pada Industri Rumah Tangga Ayu Lestari
Berdasarkan Gambar 5 di atas, diketahui Industri Rumah Tangga Ayu
Lestari hanya memiliki dua jalur pemasaran. Jalur pertama, Ayu Lestari
memasarkan produknya ke pengecer lalu dari pengecer dijual lagi kepada
konsumen. Jalur kedua, Ayu Lestari langsung memasarkan produknya kepada
konsumen. Pemasaran yang dilakukan di Industri Rumah Tangga Ayu Lestari
38
Page 53
tidak mengenal waktu artinya pada waktu libur produksi tetap melakukan
penjualan produk ke konsumen.
39
Page 54
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Biaya Produksi Usaha Pembuatan Minuman Sari Jahe
Biaya produksi pembuatan minuman Sari Jahe (Bir Pletok) pada Skala
Rumah Tangga Ayu Lestari menggambarkan besarnya penggunaan input-input
produksi dan biaya-biaya yang harus dikeluarkan selama proses berlangsung.
Input produksi meliputi bahan baku, kemasan, tenaga kerja, peralatan dan bahan
bakar gas dan kompor gas.
5.1.1. Biaya Investasi
Biaya investasi adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli segala
keperluan yang dibutuhkan sebelum memulai suatu usaha. Biaya investasi yang
dikeluarkan oleh Skala Rumah Tangga Ayu Lestari adalah bangunan dan
pengadaan peralatan usaha berupa timbangan, panci, alat pres tutup botol, kompor
gas, saringan bulat dan kotak, ember besar, krat besar dan kecil, meja dan kursi
kantor, dan kipas angin. Berikut ini komponen biaya investasi pada Skala Rumah
Tangga Ayu Lestari terdapat pada Tabel 2.
Page 55
Tabel 2. Komponen dan Biaya Investasi Pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari
Pada Tahun 2008
No.
Komponen Biaya Investasi
Jumlah
(Rp) Prosentase
(%) 1. Bangunan 50.000.000 92,25 2. Mesin press tutup botol 375.000 0,69
3. Kompor gas 450.000 0,83 4. Ember bulat 240.000 0,44 5. Saringan bulat 11.000 0,02 6. Saringan kotak 170.000 0,26 7. Krat besar 1.000.000 1,84 8. Krat kecil 500.000 0,92 9. Panci 600.000 1,10
10. Timbangan 150.000 0,27
11. Meja dan kursi kantor 500.000 0,92 12. Kipas angin 200.000 0,36
Total biaya investasi 54.196.000 Sumber: Data Primer Industri Rumah Tangga Ayu Lestari, 2008
Berdasarkan Tabel 2 di atas, total biaya investasi yang dikeluarkan oleh
Skala Rumah Tangga Ayu Lestari yaitu sebesar Rp 54.196.000,-. Biaya investasi
terbesar adalah biaya bangunan sebesar Rp 50.000.000,- (92,25 %). Hal ini
dikarenakan bangunan tersebut merupakan bangunan permanen dan digunakan
sebagai tempat produksi dan ruangan kantor. Biaya bangunan merupakan modal
sendiri. Biaya terbesar kedua adalah biaya peralatan usaha sebesar Rp 3.121.000,-
(7,75 %). Biaya peralatan digunakan untuk membeli semua peralatan yang
digunakan untuk menjalankan usaha.
5.1.2. Biaya Produksi
Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam
proses jahe menjadi sari jahe. Skala Rumah Tangga Ayu Lestari dalam proses
produksi mengeluarkan biaya-biaya yang diperlukan dalam satu tahun produksi
40
Page 56
yang berasal modal sendiri. Biaya produksi usaha pembuatan Sari Jahe (Bir
Pletok) terdiri dari biaya variabel (variable cost), dan biaya tetap (fixed cost).
5.1.2.1. Biaya Variabel
Biaya variabel adalah biaya yang besarnya sangat tergantung pada jumlah
produksi. Tergolong biaya variabel pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari
meliputi biaya tenaga kerja, biaya bahan baku, biaya kemasan, biaya bahan bakar
kompor, biaya listrik dan biaya transportasi.
a. Biaya Tenaga Kerja
Usaha pembuatan minuman sari jahe (bir pletok) yang terdapat pada Skala
Rumah Tangga Ayu Lestari menggunakan tenaga kerja pria dan tenaga kerja
wanita luar keluarga. Hari kerja Senin sampai dengan Minggu selama tujuh jam
per hari, yaitu pukul 07.00 – 14.00. Tenaga kerja pada Skala Rumah Tangga Ayu
Lestari berjumlah dua orang dengan sistem upah harian. Upah tenaga kerja yang
berlaku pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari sebesar Rp 50.000,- per hari atau
sekitar Rp 1.500.000,- per bulan. Sedangkan biaya yang dibutuhkan untuk semua
tenaga kerja adalah sebesar Rp 3.000.000,- per bulan. Tenaga kerja dalam
keluarga yang digunakan yaitu Rosmayanti yang merupakan pemilik dan tenaga
kerja tetap sekaligus pimpinan industri tersebut. Biaya tenaga kerja tetap per bulan
sebesar Rp 2.000.000,-.
b. Biaya Bahan Baku
41
Page 57
Biaya bahan baku adalah biaya yang digunakan untuk membeli bahan
baku untuk pembuatan minuman sari jahe (bir pletok). Jenis bahan baku untuk
pembuatan minuman sari jahe (bir pletok) pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Jenis Bahan Baku untuk Pembuatan Minuman Sari Jahe (Bir Pletok)
Dalam Satu Bulan Produksi Pada Industri Rumah Tangga Ayu Lestari.
No.
Jenis Bahan
Baku
Kebutuhan/
bulan
(kg)
Harga
(Rp/kg)
Jumlah
(Rp)
1. Jahe 180 6.500 1.170.000
2. Kayu secang 15 25.000 375.000 3. Gula pasir 300 6.300 1.890.000 4. Kayu manis 6 35.000 210.000 5. Kapulaga 9 190.000 1.710.000 6. Lada hitam 6 120.000 720.000 7. Cabe jawa 6 95.000 570.000 8. Biji pala 6 110.000 660.000 9. Daun pandan 7,5 4.000 30.000
10. Daun jeruk purut 3 170.000 510.000 11. Cengkeh 3 160.000 480.000 12. Kayu Mesoyi 3 2.500 7.500
13. Serai 7,5 6.000 45.000
TOTAL 8.362.500 Sumber : Data Primer, Skala Rumah Tangga Ayu Lestari, 2008
Bahan baku minuman sari jahe (bir pletok) ini terdiri dari bahan baku
utama dan bahan penunjang. Bahan baku yang paling banyak digunakan yaitu
jahe dan gula pasir. Hal ini dikarenakan bahan baku tersebut merupakan bahan
baku utama. Bahan baku penunjang adalah kayu secang, kayu manis, kapulaga,
lada hitam, cabe jawa, biji pala, daun pandan, cengkeh, kayu mesoyi, daun jeruk
dan serai. Bahan baku tersebut dibeli di pasar tradisional di daerah Pasar Minggu.
Pembelian bahan baku tersebut, ada yang dibeli mingguan dan bulanan. Bahan
42
Page 58
baku yang dibeli mingguan adalah jahe, daun jeruk purut, serai, dan daun pandan.
Bahan baku yang dibeli bulanan adalah kayu secang, kayu manis, kapulaga, lada
hitam, cabe jawa, biji pala, cengkeh, dan kayu mesoyi. Total biaya bahan dalam
satu bulan produksi sejumlah Rp. 8.362.500,-.
c. Biaya Kemasan
Biaya kemasan terdiri dari botol, tutup botol, segel dan label. Total Biaya
kemasan keseluruhan sebesar Rp. 6.105.000,-. Harga kemasan tersebut masing-
masing adalah Rp. 700,- per botol, Rp. 350,- per tutup botol, Rp. 100,- per segel,
dan Rp. 700,- per label. Botol yang digunakan diperoleh dari penadah barang
bekas (botol) yang mengantarkan langsung ke Skala Rumah Tangga Ayu Lestari.
Tutup botol dan segel dibeli di toko kimia di daerah Jatinegara. Label yang
digunakan dipesan di percetakan setiap bulan. Tutup botol, segel dan label dibeli
setiap bulan sebanyak 2000 buah
d. Biaya Transportasi
Biaya transportasi digunakan untuk biaya ongkos naik kendaraan umum
untuk membeli bahan baku dan biaya kemasan sebesar Rp 25.000,- per minggu.
Bahan baku yang dibeli per bulan yaitu kayu secang, kayu manis, kayu mesoyi,
lada hitam, cengkeh, kapulaga, biji pala dan cabe jawa. Hal ini dikarenakan bahan
tersebut awet dan tahan lama karena dalam bentuk kering. Sedangkan bahan baku
yang dibeli per minggu yaitu jahe, daun jeruk purut, daun pandan dan gula pasir.
43
Page 59
e. Biaya Bahan Bakar
Bahan bakar kompor yang digunakan adalah gas. Dalam sebulan
menggunakan 10 buah tabung gas ukuran besar. Harga gas per tabung adalah
Rp. 75.000,-. Jadi biaya bahan bakar setiap bulan sebesar Rp 750.000,-. Bahan
bakar ini digunakan untuk memasak sari jahe (bir pletok) dan mensterilisasi botol
yang akan digunakan.
f. Biaya Listrik
Biaya yang harus dibayarkan oleh Industri Rumah Tangga Ayu Lestari
untuk membayar listrik adalah Rp 30.000,- per bulan. Hal ini dikarenakan hanya
menggunakan dua buah lampu untuk diruangan produksi dan kantor dan satu buah
kipas angin yang digunakan dari jam 07.00 sampai 14.00 (jam kerja).
g. Total Biaya Variabel
Total biaya variabel merupakan penjumlahan dari komponen-komponen
dari biaya variabel pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari. Berikut ini Tabel 4
merupakan komponen biaya variabel pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari
dalam satu bulan produksi pada tahun 2008.
44
Page 60
No.
Komponen Biaya Variabel Biaya
(Rp) Prosentase
(%) 1. Bahan Baku 8.362.500 40,65 2. Tenaga kerja 5.000.000 24,31 3. Kemasan 6.105.000 29,68
4. Transportasi 100.000 0,6 5. Bahan Bakar Kompor 750.000 4,55 6. Listrik 30,000 0,18
Total Biaya Variabel 20.347.500 100
Tabel 4. Komponen dan Biaya Variabel Pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari Dalam Satu Bulan Produksi Pada Tahun 2008.
Sumber : Data Primer, Skala Rumah Tangga Ayu Lestari, 2008
Tabel 4 menunjukan bahwa total biaya variabel yang harus dikeluarkan
oleh Skala Rumah Tangga Ayu Lestari dalam satu bulan produksi adalah sebesar
Rp. 20.347.500,-. Biaya variabel terbesar yang harus dikeluarkan oleh Industri
Rumah Tangga Ayu Lestari adalah biaya bahan baku sebesar
Rp. 8.362.500,- (54,48%).
5.1.2.2. Produksi
Produksi yang dihasilkan oleh Skala Rumah Tangga Ayu Lestari
bervariasi tergantung dari permintaan konsumen. Berikut ini produksi dan
penjualan selama satu bulan produksi.
45
Page 61
Tabel 5. Jumlah Produksi, Penjualan dan Persediaan Selama Satu Bulan Produksi Pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari
Tanggal Produksi
(botol) Penjualan
(botol) Sisa
(botol) Stok
(botol) 19 Nopember 2008 110 35 75 75 20 Nopember 2008 107 60 47 122 21 Nopember 2008 115 10 105 227 22 Nopember 2008 105 56 49 276 23 Nopember 2008 112 90 32 298 24 Nopember 2008 107 0 107 405 25 Nopember 2008 114 62 52 457
TOTAL 770 313 457
RATA-RATA/
HARI
110
45
65
65
RATA-RATA/
BULAN
3300
1350
1950
1950
Data Primer, Skala Rumah Tangga Ayu Lestari, 2008
Berdasarkan Tabel diatas diketahui total produksi selama satu minggu
sebanyak 770 botol atau rata-rata per hari sebanyak 110 botol atau dalam satu
bulan produksi sebanyak 3300 botol. Total penjualan selama satu minggu
sebanyak 313 botol atau rata-rata per hari sebanyak 45 botol atau dalam satu bulan
produksi sebanyak 1350 botol. Stok produksi pada Industri Rumah Tangga Ayu
Lestari diperlukan dikarenakan minuman sari jahe (bir pletok) mempunyai daya
tahan lama selama tujuh bulan, saat libur poduksi industri tersebut tetap
melakukan penjualan dan mengalami fluktuasi penjualan.
5.1.2.3. Biaya Tetap
Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan selama proses produksi yang
besarnya tidak dipengaruhi oleh banyaknya produksi yang dihasilkan. Tergolong
46
Page 62
No
Uraian
Umur
Ekonomis Jumlah
(Unit) Harga
Satuan
(Rupiah)
Nilai
(Rupiah)
Penyusutan
(bulan)
Persentase
(%)
1. PBB 125.000 125.000 10.417 1,95 2. Bangunan 20 tahun 1 buah 50.000.000 50.000.000 208.333 77,99 3. Mesin Press Tutup Botol 2 tahun 3 buah 125.000 375.000 10.417 1,95 4. - Kompor Gas 2 tahun 2 buah 225.000 450.000 18.750 3,51
5. - Ember Bulat 2 tahun 2 buah 120.000 240.000 10.000 1,87 6. - Saringan Bulat 2 tahun 1 buah 11.000 11.000 458 0,09 7. - Saringan Kotak 2 tahun 1 buah 170.000 170.000 7.083 1,33 8. - Krat Besar 2 tahun 10 buah 100.000 1.000.000 8.333 1,56 9. - Krat Kecil 2 tahun 10 buah 50.000 500.000 4.167 0,78
10. - Panci 2 tahun 4 buah 150.000 600.000 12.500 2,34 11. - Timbangan 2 tahun 1 buah 150.000 150.000 6.250 1,17 12. - Meja dan Kursi Kantor 2 tahun 1 buah 500.000 500.000 20.833 3,89 13 - Kipas Angin 2 tahun 1 buah 200.000 200.000 8.333 1,56
TOTAL Rp. 325.875 100
biaya tetap pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari meliputi biaya PBB, biaya
penyusutan bangunan, dan biaya penyusutan peralatan. Nilai sisa diasumsikan
sama dengan nol. Gambaran mengenai biaya tetap disajikan pada Tabel 6
Tabel 6. Komponen dan Biaya Tetap Pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari
Dalam Satu Bulan Produksi Pada Tahun 2008
Sumber : Data Primer, Skala Rumah Tangga Ayu Lestari, 2008
Tabel 6 menunjukkan bahwa biaya yang terbesar dari biaya tetap yang
harus dikeluarkan oleh Skala Rumah Tangga Ayu Lestari adalah biaya untuk
penyusutan bangunan adalah sebesar Rp. 208.333,- (77,99 %). Biaya penyusutan
bangunan diperlukan untuk digunakan perbaikan sarana bangunan yang rusak.
Biaya yang harus dikeluarkan untuk PBB(Pajak Bumi dan Bangunan) adalah
Rp. 10.417,- (1,95 %). Biaya yang harus dikeluarkan untuk penyusutan peralatan
adalah sebesar dan Rp. 107.124,-. Dalam Skala Rumah Tangga Ayu Lestari,
peralatan yang mengalami penyusutan antara lain timbangan, panci, alat pres
tutup botol, kompor gas, saringan bulat dan kotak, ember besar, krat besar dan
47
Page 63
kecil, meja kantor, dan kipas angin. Berdasarkan hasil analisa biaya tetap, maka
biaya tetap harus yang dikeluarkan oleh Skala Rumah Tangga Ayu Lestari adalah
sebesar Rp. 325.875,-.
5.1.2.4. Biaya Total
Biaya total merupakan penjumlahan total biaya tetap dan total biaya
variabel. Gambaran mengenai total biaya produksi disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Komponen Total Biaya Usaha Pembuatan Minuman Sari Jahe (Bir
Pletok) Pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari Dalam Satu Bulan
Produksi Pada Tahun 2008
No. Komponen Biaya Biaya
(Rp) 1. Biaya Variabel 20.347.500 2. Biaya Tetap 325.875
Total Biaya Produksi 20.673.375
Sumber : Data Primer, Skala Rumah Tangga Ayu Lestari, 2008
Tabel 7 menunjukan bahwa total biaya produksi yang harus dikeluarkan
oleh Skala Rumah Tangga Ayu Lestari dalam satu bulan produksi adalah sebesar
Rp. 20.673.375,-. Biaya ini meliputi biaya tetap, yaitu sebesar
Rp. 325.875,- dan biaya variabel sebesar Rp. 20.347.500,-. Biaya yang paling
besar proporsinya adalah biaya variabel yaitu sebesar Rp. 20.347.500. Hal ini
dikarenakan biaya bahan baku merupakan komponen utama dari pembuatan
minuman sari jahe (bir pletok).
5.2. Penerimaan Usaha
48
Page 64
Penerimaan usaha merupakan hasil produksi dikali dengan harga jual.
Besarnya penerimaan usaha pembuatan minuman sari jahe (bir pletok) dalam satu
tahun produksi. Harga jual minuman sari jahe (bir pletok) per botol adalah Rp
8.000. Berikut ini Tabel 8 mengenai penerimaan usaha pembuatan minuman sari
jahe (bir pletok) pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari.
Tabel 8. Penerimaan Usaha Pembuatan Minuman Sari Jahe (Bir Pletok) Pada
Skala Rumah Tangga Ayu Lestari Dalam Satu Bulan Produksi Tahun
2008
Uraian Nilai (Rp)
Produksi (botol):
- Penjualan : 45 botol x 30 hari = 1.350
- Stok : 65 botol x 30 hari = 1.950
3.300
Harga (Rp/botol) 8.000
Penerimaan (Rp/bulan) 26.400.000
Sumber : Data Primer, Skala Rumah Tangga Ayu Lestari, 2008
Tabel 8 menunjukkan hasil produksi minuman sari jahe (bir pletok) yang
dihasilkan oleh Skala Rumah Tangga Ayu Lestari dalam satu bulan produksi
adalah sebanyak 3.300 botol. Harga jual bir pletok per botol adalah Rp 8.000,-.
Hasil penerimaan yang diterima oleh Industri Rumah Tangga Ayu Lestari dalam
satu bulan produksi adalah Rp. 26.400.000,-.
5.3. Pendapatan
Pendapatan usaha pembuatan minuman sari jahe (bir pletok) merupakan
selisih antara nilai produksi (penerimaan) dengan biaya total yang dikeluarkan.
Gambaran mengenai pendapatan usaha pembuatan minuman sari jahe (bir pletok)
pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari disajikan pada Tabel 9.
49
Page 65
Tabel 9. Pendapatan Usaha Pembuatan Minuman Sari Jahe (Bir Pletok) Pada
Skala Rumah Tangga Ayu Lestari Dalam Satu Bulan Produksi Tahun
2008
Uraian Jumlah
Penerimaan :
Minuman Sari Jahe (Bir Pletok) (A)
Rp. 26.400.000
Total Biaya Variabel
Total Biaya Tetap
Total Biaya Produksi (B)
Rp 20.347.500
Rp. 325.875
Rp. 20.673.375
Jumlah Pendapatan (A-B) Rp. 5.726.625
Sumber : Data Primer, Skala Rumah Tangga Ayu Lestari, 2008
Tabel 9 menunjukkan bahwa penerimaan pada Skala Rumah Tangga Ayu
Lestari Ayu Lestari dalam satu bulan produksi adalah sebesar Rp. 26.400.000,-.
Total biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh Industri Rumah Tangga Ayu
Lestari untuk pembuatan minuman Sari Jahe (Bir Pletok) adalah sebesar
Rp. 20.673.375,-. Pendapatan yang diterima dari hasil penjualan minuman Sari
Jahe (Bir Pletok) pada Industri Rumah Tangga Ayu Lestari adalah sebesar
Rp. 5.726.625,-.
5.4. Analisis R/C
Nilai R/C rasio adalah perbandingan antara penerimaan dengan biaya
produksi selama satu bulan. Berdasarkan penerimaan dan biaya yang dikeluarkan
Skala Rumah Tangga Ayu Lestari, nilai R/C rasio atas biaya total yang diperoleh
adalah sebesar 1,27. Hal ini menunjukkan bahwa dengan R/C rasio sebesar 1,27,
berarti untuk setiap Rp 100.000,- biaya yang dikeluarkan, maka Skala Rumah
50
Page 66
Tangga Ayu Lestari telah memberikan penerimaan sebesar Rp 127.000,-. Dengan
R/C rasio sebesar 1,27, maka kondisi usaha minuman sari jahe (bir pletok) pada
Skala Rumah Tangga Ayu Lestari layak untuk dijalankan. Hasil analisis R/C rasio
dalam satu bulan produksi pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari terdapat pada
Tabel 10.
Tabel 10. Hasil Analisis R/C Rasio Dalam Satu Bulan Produksi Pada Skala
Rumah Tangga Ayu Lestari
Uraian Nilai
Penerimaan
Minuman Sari Jahe (Bir Pletok) (A)
Rp 26.400.000
Total Biaya Produksi (B) Rp 20.673.375
R/C rasio (A/B) 1,27
Sumber : Data Primer, Skala Rumah Tangga Ayu Lestari, 2008
5.5. Analisis B/C
Nilai B/C rasio adalah perbandingan antara pendapatan dengan biaya
produksi selama satu bulan. Berdasarkan penerimaan dan biaya yang dikeluarkan
Skala Rumah Tangga Ayu Lestari, nilai B/C rasio atas biaya total yang diperoleh
adalah sebesar 0,27. Hal ini menunjukkan bahwa dengan B/C rasio sebesar 0,27,
berarti untuk setiap Rp 100.000 biaya yang dikeluarkan, maka Industri Rumah
Tangga Ayu Lestari akan memperoleh keuntungan atau pendapatan sebesar Rp.
27.000,-. Dengan B/C rasio sebesar 0,27, maka kondisi usaha minuman sari jahe
(bir pletok) pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari menguntungkan untuk
dijalankan. Hasil analisis B/C rasio dalam satu bulan produksi pada Skala Rumah
Tangga Ayu Lestari terdapat pada Tabel 11.
51
Page 67
Tabel 11. Hasil Analisis B/C Rasio Dalam Satu Bulan Produksi Pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari
Uraian Nilai
Pendapatan
Minuman Sari Jahe (Bir Pletok) (A)
Rp 5.726.625
Total Biaya Produksi (B) Rp 20.673.375
B/C rasio (A/B) 0,27
Sumber : Data Primer, Skala Rumah Tangga Ayu Lestari, 2008
5.6. Break Even Point (BEP)
Analisis Break Even Point (BEP) dimaksudkan untuk mengetahui titik
impas dari usaha pembuatan minuman sari jahe (bir pletok) pada Skala Rumah
Tangga Ayu Lestari. BEP adalah titik pertemuan antara biaya dan penerimaan
dimana usahatani tidak mengalami rugi atau untung. BEP dibagi menjadi dua
yaitu BEP produksi dan BEP harga. BEP produksi adalah membagi total biaya
yang dikeluarkan oleh Skala Rumah Tangga Ayu Lestari dalam usaha pembuatan
minuman sari jahe (bir pletok) dengan harga jual sari jahe (bir pletok), sedangkan
BEP harga adalah membagi total biaya yang dikeluarkan oleh Skala Rumah
Tangga Ayu Lestari dengan total minuman sari yang diproduksi. Analisis BEP
usaha pembuatan minuman sari jahe (bir pletok) Skala Rumah Tangga Ayu
Lestari terdapat pada Tabel 12.
52
Page 68
Tabel 12. Hasil Analisis BEP Usaha Pembuatan Minuman Sari Jahe (Bir Pletok) pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari Dalam Satu Bulan Produksi
Pada Tahun 2008
Uraian Nilai (Rp) Total Biaya (Rp) (A) 20.673.375 Harga Jual (Rp/botol) (B) 8.000 Total Minuman Sari Jahe (Bir Pletok)
yang diproduksi (botol) (C)
3.300
BEP Produksi (A/B) (botol) 2.584
. BEP Harga (A/C) (Rp/botol) 6.264 Sumber : Data Primer, Skala Rumah Tangga Ayu Lestari, 2008
Berdasarkan hasil analisis Tabel 12 di atas, dapat diketahui bahwa nilai
BEP produksi pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari sebesar 2.584 botol artinya
usaha pembuatan minuman sari jahe (bir pletok) pada perusahaan tersebut tidak
untung dan tidak rugi pada level output 2.584 botol perusahaan baru akan mulai
mendapat keuntungan jika output lebih besar 2.584 botol. Skala Rumah Tangga
Ayu Lestari mendapat keuntungan dari selisih produksi yang dihasilkan sejumlah
716 botol. BEP harga sebesar Rp. 6.264,- artinya usaha pembuatan minuman sari
jahe (bir pletok) pada perusahaan tersebut tidak untung dan tidak rugi pada harga
Rp. 6.264,- dan baru akan mulai mendapat keuntungan jika harga jual lebih besar
dari itu sehingga Skala Rumah Tangga Ayu Lestari mendapat keuntungan dari
selisih harga jual per botol yang dijual adalah Rp 1.736 per botol. Skala Rumah
Tangga Ayu Lestari dalam berusaha satu bulan sudah mendapatkan keuntungan
BEP produksi sejumlah 716 botol dan BEP harga sebesar Rp. 1.736 per botol.
5.7. Payback Periode (PP)
53
Page 69
Analisis PP pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari dimaksudkan untuk
menentukan berapa lama modal yang ditanamkan dalam usaha akan kembali. PP
adalah perbandingan antara investasi yang dikeluarkan dengan pendapatan usaha
yang diperoleh. Analisis payback periode usaha pembuatan minuman sari jahe (bir
pletok) pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Hasil Analisis Payback Periode Pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari
Dalam Satu Bulan Produksi Pada Tahun 2008
Jumlah (Rp)
Uraian Tanpa Bangunan Dengan Bangunan
Biaya Investasi (Rp) (A) 4.196.000 54.196.000 Pendapatan (Rp) (B) . 5.726.625 5.726.625 Payback Periode (bulan)
(A/B)
0,73
9,46
Sumber : Data Primer, Skala Rumah Tangga Ayu Lestari, 2008
Berdasarkan hasil payback periode pada Tabel di atas, dapat diketahui
bahwa usaha pembuatan minuman Sari Jahe (Bir Pletok) akan mengalami
payback periode pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari yaitu selama 9 bulan
13 hari (dengan bangunan) artinya modal yang dikeluarkan untuk investasi pada
Skala Rumah Tangga Ayu Lestari akan kembali modal pada bulan ke-9 setelah
usaha tersebut berjalan dan selama 21 hari (tanpa bangunan) artinya modal yang
dikeluarkan untuk investasi peralatan pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari akan
kembali modal pada hari ke-21 setelah usaha tersebut berjalan.
54
Page 70
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang dilakukan dapat disimpulkan
bahwa:
1. Pendapatan yang diperoleh Skala Rumah Tangga Ayu Lestari dalam
pembuatan minuman sari jahe (bir pletok) adalah sebesar Rp. 5.726.625
dalam satu bulan produksi.
2. Nilai R/C ratio atas biaya total yang diperoleh Skala Rumah Tangga Ayu
Lestari adalah 1,27 dengan memiliki nilai Ratio tersebut, maka setiap
Rp. 100.000,- yang dikeluarkan akan memperoleh manfaat sehingga
penerimaan yang diperoleh sebesar Rp. 127.00,-, dengan demikian usaha
pembuatan minuman sari jahe yang dilakukan Skala Rumah Tangga Ayu
Lestari secara keseluruhan menguntungkan dan layak untuk dijalankan.
Nilai B/C ratio atas biaya total yang diperoleh Skala Rumah Tangga Ayu
Lestari adalah 0,27 dengan memiliki nilai Ratio tersebut, maka setiap Rp.
100.000,- yang dikeluarkan akan memperoleh pendapatan sebesar Rp.
27.000, dengan demikian usaha pembuatan minuman sari jahe yang
dilakukan Skala Rumah Tangga Ayu Lestari secara keseluruhan
menguntungkan untuk dijalankan. Break Even Point (BEP) produksi pada
Skala Rumah Tangga Ayu Lestari adalah 2.584 botol. Break Even Point
(BEP) harga per botol pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari dalam usaha
pembuatan minuman sari jahe (bir pletok) adalah Rp 6.264. Skala Rumah
Page 71
Tangga Ayu Lestari akan mengalami payback periode (PP) selama 9 bulan
13 hari (dengan bangunan) dan 21 hari (tanpa bangunan).
6.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis dapat menyarankan :
Skala Rumah Tangga Ayu Lestari sebaiknya dikembangkan dengan
melalui pemasaran ditingkatkan. Pemasaran dilakukan kerjasama dengan toko
swalayan, warung jamu, supermarket, dsb. Hal ini dikarenakan perusahaan
mempunyai prospek yang bagus karena dalam satu bulan produksi sudah
mengalami keuntungan.
56
Page 72
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, Sri. Regulasi Dalam Revitalisassi Usaha Kecil Dan Menengah Di
Indonesia. 2007: 1halaman. http://www.news.org, 28 Februari 2009, pk.
18.30 WIB.
Adilwilaga, A. Ilmu Usahatani di Indonesia. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
1975)
Anoraga, P. & J. Sudantoko. Koperasi, Kewirausahaan dan Usaha Kecil.
(Jakarta: Rineka Cipta, 2002)
Ashari, S. Hortikultura : Aspek Budidaya. .(Jakarta: UI Press, 1995).
Bank Indonesia. Jamu. 2007: 1 halaman. http://www.bi.go.id, 20 Oktober 2008,
pk. 19.30 WIB.
Badan Pengolahan dan Teknologi Pertanian. Teknologi Pengolahan Bir Pletok.
(Jakarta: Deptan, 2005)
Downey dan Erickson. Akuntansi Biaya. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004)
Firdaus. Manajemen Agribisnis. (Jakarta: PT Penebar Swadaya, 2008)
Guk Seta. Definisi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), 2008: 1halaman.
http://www.news.org, 28 Februari 2009, pk. 18.35 WIB.
Harmono & Agus Andoko. Budidaya dan Peluang Bisnis Jahe. (Jakarta:
Agromedia Pustaka, 2005).
Hernanto, F. Ilmu Usahatani.. (Jakarta: Penebar Swadaya,1989).
IPTEK. Jamu. 2007: 1halaman. http://www.iptek.net.id, 20 Oktober 2008, pk.
18.30 WIB.
IPTEK. Jahe. 2007: 1halaman. http://www.iptek.net.id, 20 Oktober 2008, pk.
18.35 WIB.
Krisnamurthi, Bayu. Pengertian dan Ruang Lingkup Agribisnis. (Bogor:
Laboratorium Ekonomi dan Manajemen Agribisnis IPB,2000).
Lipsey, Richard G. et. all. Pengantar Mikro Ekonomi. Diterjemahkan oleh A. Jaka
Wasana Kirbrandoko (Jakarta: Binapura Aksara, 1995).
Page 73
Lukman, Syamsudin. Manajemen Keuangan Perusahaan. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004)
Makeham, J. P. dan R. L. Malcom. Manajemen Usahatani Daerah Tropis.
Diterjemahkan oleh Basilius B. Teku (Jakarta: LP3ES, 1991).
Mubyarto. Pengantar Ekonomi Pertanian. (Jakarta: PT. Pustaka LP3ES
Indonesia, 1995)
Mulyadi. Akuntansi Biaya. Ed. Ke-5. (Yogyakarta: Aditya Media, 2002)
Mulyono, Subangkit. Memelihara ayam Buras Berorientasi Agribisnis (Jakarta:
PT. Penebar Swadaya, 2002)
Niswonger, Rollin dkk. Prinsip-prinsip Akuntansi (Jakarta: Erlangga, 1992)
Paimin. Budidaya, Pengolahan dan Perdagangan Jahe. (Jakarta: Penebar
Swadaya, 2008)
Rahardi, F. & Rudi Hartono. Agribisnis Peternakan. (Jakarta: Penebar Swadaya,
2003).
Rahim, Astuti dan Diah Retno Dwi Hastuti. Pengantar, Teori dan Kasus
Ekonomika Pertanian. (Jakarta: PT Penebar Swadaya, 2007)
Rasyaf, Muhammad. Memasarkan Hasil Peternakan. (Jakarta: PT Penebar
Swadaya, 2000)
Revino. Purchasing Suatu Pengantar. (Jakarta: Djambatan, 2006)
Siswanto, Yuli Widiyastuti. Penanganan Hasil Panen Tanaman Obat. (Jakarta:
Penebar Swadaya, 2004).
Soeharjo, A dan Dahlan Patong. Sendi-sendi Pokok Usahatani. (Bogor:
Departemen Ilmu-Ilmu Sosial ekonomi. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor, 1973).
Soekartawi, A. Soeharjo, J.L., Dillon and J.B., Hardaker. Ilmu Usahatani dan
Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Cetakan Kedua. (Jakarta:
UI Press, 1986).
Sofyan, Hanafi. Perdagangan Berjangka Ekonomi. (Jakarta: Gramedia, 2002).
Soemarso. Akuntansi Suatu Pengantar. Ed. Ke-4. (Jakarta, PT. Rineka Cipta,
2002).
Page 74
Sutrisno, Koswara. Jahe dan Hasil Olahan. (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994)
Suratiyah, Ken. Ilmu Usahatani. Cet. 1. (Jakarta: Penebar Swadaya, 2006).
Tim Lentera. Khasiat dan Manfaat Jahe Merah. (Jakarta: Agromedia Pustaka,
2002)
Tjakrawilaksana, A. Usahatani. (Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1983).
Umar, Husein. Metodetologi Penelitian. (Jakarta: Gramedia, 1997)
Usry, Carter. Akuntansi Biaya. Ed. Ke-13.(Jakarta: PT Penebar Swadaya, 2004)
Wiryanta, Bernadinus T. Wahyu. Bertanam Cabai Pada Musim Hujan. Cet. 1.
(Jakarta: AgroMedia Pustaka, 2002).
23