Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker payudara merupakan keganasan tersering ke 2 di Indonesia setelah kanker servik, namun menempati urutan pertama di negara barat atau maju, dengan angka kematian yang tinggi, mencapai 40 ribu kasus pertahun di Amerika Serikat 1 , masalah yang dihadapi pada penanganan kanker payudara bermacam-macam, mulai screening, diagnostik, terapi, dan kekambuhannya. Secara umum harapan hidup penderita kanker payudara selama 5 tahun tergantung stadiumnya, pada stadium dini bisa mencapai 80%, sedangkan pada kasus lanjut atau metastase hanya mencapai 20% saja 1,6 Gambar 1. 5 year survival rate kanker payudara berdasarkan stadium 6 1
67

86411532 Isi Penelitian Revisi

Oct 24, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 86411532 Isi Penelitian Revisi

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kanker payudara merupakan keganasan tersering ke 2 di Indonesia setelah kanker

servik, namun menempati urutan pertama di negara barat atau maju, dengan angka kematian

yang tinggi, mencapai 40 ribu kasus pertahun di Amerika Serikat1, masalah yang dihadapi

pada penanganan kanker payudara bermacam-macam, mulai screening, diagnostik, terapi,

dan kekambuhannya. Secara umum harapan hidup penderita kanker payudara selama 5 tahun

tergantung stadiumnya, pada stadium dini bisa mencapai 80%, sedangkan pada kasus lanjut

atau metastase hanya mencapai 20% saja1,6

Gambar 1. 5 year survival rate kanker payudara berdasarkan stadium6

Lebih dari 30 % penderita kanker payudara dengan node negatif akan mengalami

rekurensi, sedangkan pada kelompok node positif angka rekurensi mencapai 70 %, Secara

umum rekurensi kanker payudara dapat disebabkan berbagai faktor yaitu, faktor individu,

meliputi usia, pre/post menopouse; faktor tumor yaitu, ukuran tumor, patologi anatomi tumor,

status imunohistokimia, dan terakhir faktor pengobatan yaitu, pemberian adjuvan terapi2,4

Penanganan kanker payudara terus berkembang seiring perkembangan teknologi dalam

mendeteksi biomolekuler kanker tersebut, tujuan terapi adalah memperpanjang daya tahan

hidup dan mencegah kekambuhan. Berbagai usaha dilakukan untuk mencegah kekambuhan

yaitu dengan munculnya rekomendasi dari St.Gallen 2005 yang membagi penderita kanker

1

Page 2: 86411532 Isi Penelitian Revisi

payudara menjadi 3 golongan resiko untuk tejadinya kekambuhan: low risk, average risk,

high risk. Dengan dasar ini dapat ditentukan kelompok pasien yang akan menerima adjuvant

terapi dan jenis terapi adjuvant yang berbeda pula.31 Perkembangan konsesnsus St Gallen

terus berlanjut yaitu konsensus 2007 dan 2009, namun dari semua konsensus tersebut hanya

bersifat rekomendasi bukan guidelines, dimana tidak semua kasus memiliki referensi dan

evidance based yang yang kuat, sehingga dibalik konsensus St.Gallen masih banyak hal

yang diperdebatkan. Pada St gallen 2009 didapatkan beberapa point perdebatan diantaranya

yaitu: Pembedahan pada aksila dan margin operasi, radiasi pada DCIS, pemeriksaan patologi

ER,PR,Ki67 dan grading tumor, multi gene signature, terapi endokrin, kemoterapi, targeted

therapies, neo adjuvant terapi, fertilitas dan kanker payudara pada laki-laki.31,32 Disamping itu

masalah perbedaan ethnic / demography dalam perjalalan penyakit dan penangan kanker

tersebut, pada grafik dibawah digambarkan perbedaan angka kejadian dan mortalitas kanker

payudara pada beberapa ethnis yang berbeda di Amerika Serikat Wanita kulit putih memiliki

angka kejadian lebih tinggi dibandingkan yang lain, namun kejadian dibawah usia 40 tahun

lebih banyak didapatkan pada etnis campuran Afro-Amerika dan juga ukuran tumor yang

lebih besar, ethnis latin/hispanic memiliki angka kejadian paling rendah. Angka kematian

lebih tinggi didapatkan pada etnis Afro-Amerika, Untuk menelaah lebih jauh tentang

guidelines St.Gallen dan adanya kemungkinan perbedaan pola dan sifat pertumbuhan kanker

payudara pada beberapa etnis dan ras, juga untuk menilai faktor – faktor yang dapat berperan

dalam terjadinya rekurensi kanker payudara di indonesia, khususnya di RSU Dr. Soetomo

Surabaya, maka dilakukan penelitian ini sedangkan data penyakit kanker payudara dan angka

rekurensi di Indonesia selama ini belum ada, dan belum adanya penelitian dalam menilai

faktor tumor sebagai faktor penyebab rekurensi di Indonesia.

Gambar 2. Perbedaan angka kejadian kanker payudara pada beberapa etnis

2

Page 3: 86411532 Isi Penelitian Revisi

Pada penelitian ini dicoba untuk mengevaluasi faktor-faktor tumor yang mungkin

berkaitan dengan kejadian perjalanan penyakit kanker payudara pasca operasi mastektomi 2

tahun yang lalu atau lebih di RSU Dr. Soetomo Surabaya, kemudian dievaluasi angka

kejadian rekurensi dihubungkan juga dengan faktor – faktor tumor tersebut, diantaranya :

ukuran tumor, kelenjar getah bening yang terlibat, grading tumor, mitotic index, tubulo

formation, angioinvasif, imunohistokimia (ER, PR dan HER-2/neu), dalam menyebabkan

rekurensi tersebut.

.

1.2 Rumusan Masalah

Seberapa besar angka rekurensi pasien kanker payudara di RSU Dr. Soetomo

Surabaya dan apakah peran faktor - faktor tumor kanker payudara (ukuran tumor, kelenjar

getah bening regional, grading, angioinvasif, mitotic index, tubular formation, Estrogen

reseptor (ER), Progesteron reseptor (PR) dan HER-2/neu dengan kejadian rekurensi

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui angka kejadian rekurensi kanker payudara paska operasi mastektomi

dan hubungannya dengan faktor-faktor terkait tumor di RSU Dr.Soetomo,

Surabaya

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui resiko relatif kejadian rekurensi kanker payudara dengan ukuran

tumor.

2. Mengetahui resiko relatif kejadian rekurensi kanker payudara dengan jumlah

kelenjar getah bening regional yang terlibat.

3. Mengetahui resiko relatif kejadian rekurensi kanker payudara dengan grading

tumor.

4. Mengetahui resiko relatif kejadian rekurensi kanker payudara dengan mitotic

index tumor.

5. Mengetahui resiko relatif kejadian rekurensi kanker payudara dengan tubulus

formation tumor.

3

Page 4: 86411532 Isi Penelitian Revisi

6. Mengetahui resiko relatif kejadian rekurensi kanker payudara dengan adanya

angioinvasif tumor .

7. Mengetahui resiko relatif kejadian rekurensi kanker payudara dengan

persentase hormon estrogen reseptor (ER).

8. Mengetahui resiko relatif kejadian rekurensi kanker payudara dengan

persentase hormon progesteron reseptor (PR).

9. Mengetahui resiko relatif kejadian rekurensi kanker payudara dengan

konsentrasi HER-2/neu.

10. Mengetahui perbandingan kejadian rekurensi kanker payudara yang dilakukan

operasi di RSU Dr. Soetomo dengan operasi di RS luar yang dirujuk ke RSU

Dr. Soetomo.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang besar angka kejadian

rekurensi kanker payudara paska mastektomi di RSU Dr. Soetomo Surabaya

dan menilai berapa besar peran faktor – faktor tumor dalam menyebabkan

rekurensi tersebut.

1.4.2 Manfaat Klinis

Dengan diketahui seberapa besar resiko faktor-faktor tumor dalam

menyebabkan rekurensi kanker payudara, diharapkan klinisi dapat memiliki

panduan faktor apa saja yang paling berperan dalam menyebabkan rekurensi,

sehingga dapat dilakukan pemberian terapi adjuvant dapat lebih tepat dan

adekuat.

4

Page 5: 86411532 Isi Penelitian Revisi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. KARSINOMA PAYUDARA

Kanker payudara merupakan keganasan tersering didunia, dan penyebab kematian

tertinggi pada kasus keganasan, di Amerika Serikat diperkirakan sebanyak 212.920 kasus

kanker payudara baru setiap tahunnya dengan 61,982 kasus kematian pada tahun 2006.

Kejadian kanker payudara pada usia diatas 50 tahun diperkirakan 375.0 per 100,000

penduduk, sedangkan kejadian pada wanita dibawah usia 50 tahun 42.5 per 100,0003

Di Indonesia berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) 2007, kejadian

kanker payudara sebanyak 8.227 kasus atau 16,85 persen dan kanker leher rahim 5.786 kasus

atau 11,78 persen, Prevalensi kejadian tumor/kanker di Indonesia sendiri, menurut Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2007, sebesar 4,3 per 1000 penduduk5.

2.2. REKURENSI KANKER PAYUDARA

Kanker payudara dapat mengalami recurrence/kekambuhan/rekurensi, rekurensi

tersebut dapat terjadi dalam 3 kondisi:

Local recurrence

Terjadi apabila sel kanker muncul kembali pada tempat awal tumbuhnya tumor primer,

kekambuhan lokal ini dipercaya bukan karena penyebaran sel kanker tersebut, namun lebih

disebabkan karena kegagalan pada terapi pertama kali. Rekurensi lokal pada umumnya dapat

diketahui dari munculnya single atau multiple nodul baru di subkutan dekat dengan luka

insisi lama, secara umum kekambuhan tersering terjadi pada 5 tahun pertama. Ukuran tumor

yang besar merupakan faktor yang meningkatkan terjadinya rekurensi lokal.8,9

Pada pasien setelah mengalami mastektomi, sebagian dari kulit dan lemak payudara

ditinggalkan, hal ini yang menyebabkan rekurensi lokal dapat terjadi, pada wanita yang

dilakukan BCT ( breast conserving therapy ) diberikan tambahan terapi radiasi, hal ini

dimaksudkan untuk menghindari local recurrence tersebut.

Regional recurrence

Merupakan komplikasi yang lebih serius dibandingkan local recurrence, karena hal ini

biasanya menunjukkan bahwa sel kanker telah menyebar keluar dari payudara dan daerah

5

Page 6: 86411532 Isi Penelitian Revisi

aksila, regional recurrence dapat terjadi di otot dada, kelenjar getah bening mamary interna,

kelenjar getah bening di supraklavikula dan leher, dua lokasi terakhir menunjukkan bahwa

kanker tersebut tumbuh lebih agresif 10,11.

Secara keseluruhan angka regional recurrence antara 2 - 5 % dari seluruh kasus

kanker payudara. Penanganan pada kondisi ini lebih kompleks, dari tindakakan operasi untuk

membuang kelenjar tersebut, kemoterapi, radioterapi dan endokrin terapi.11

Distant recurrence

Juga dikenal sebagai metastasis jauh, merupakan kekambuhan yang paling berat, dan

berhubungan dengan harapan hidup yang sangat rendah. Pada umumnya sel kanker menyebar

pertama kali ke kelenjar getah bening di aksila. Sekitar 60-75% rekurensi jauh terjadi di

tulang, disusul ditempat lain yaitu paru, hepar, otak dan organ lain. Terapi yang dapat

diberikan antara lain kemoterapi, radioterapi dan hormonal terapi.

2.3 EPIDEMIOLOGI REKURENSI KANKER PAYUDARA

Rekurensi kanker payudara dapat terjadi setelah beberapa bulan hingga bertahun-

tahun pasca operasi, lebih dari 30 % penderita kanker payudara dengan node negatif akan

mengalami rekurensi, sedangkan pada kelompok node positif angka rekurensi mencapai 70

%, kejadian rekurensi kanker payudara paling sering terjadi dalam 2 tahun pertama setelah

operasi, pada penelitian meta analisis, The Early Breast Cancer Trialists Collaboration

Group, melibatkan 55 clinical trials dengan 37.000 pasien, dari penelitian ini menunjukkan

angka kejadian rekurensi pada kelompok pasien yang tidak mendapatkan endokrin terapi.8

Gambar 3. Diagram persentase rekurensi dibandingkan dengan lama tahun setelah operasi8

6

Page 7: 86411532 Isi Penelitian Revisi

Angka rekurensi paling tinggi didapatkan pada 2 tahun pertama, dan tetap terjadi pada

evaluasi 10 tahun setelah operasi. Angka rekurensi pada kelompok node positif yang tidak

mendapatkan hormonal terapi sebesar 50 % dan sebesar 32 % pada kelompok node negatif

dalam 10 tahun evaluasi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Abeena dkk, 2001, didapatkan

angka kejadian rekurensi dalam 5 tahun pada stadium I sebesar 7 %, stadium II sebesar 11%

dan pada stadium III sebesar 13% 3

Gambar 4 : Probabilitas rekurensi kanker payudara berdasarkan tahun paska operasi

mastektomi9

Pada gambar 4 dijelaskan besar angka kejadian rekurensi payudara baik lokoregional

(LRR) dan rekurensi jauh (DM) pada kelompok yang diberikan radioterapi (RT) dan non

radioterapi. Tampak kejadian tertinggi yaitu rekurensi lokoregional dengan atau tanpa disertai

rekurensi jauh pada kelompok tanpa pemberian radioterapi sebesar 49 % pada evaluasi

selama 18 tahun. Kejadian rekurensi pada 2 tahun pertama paska operasi mastektomi sebesar

20%.9

Kanker payudara dapat mengalami rekurensi dalam 10 atau 20 tahun setelah diagnosa

awal, namun resiko rekurensi semakin menurun sejalan bertambahnya waktu. Local

recurrence pada pasien yang mengalami BCT sebesar 5% sampai 10% pada tahun ke 8 dan

tahun 10, secara umum angka kejadian local recurrence sebesar 10 % dan sering

berhubungan dengan metastasis jauh. Pada pasien yang sebelumnya dilakukan lumpektomi

kemudian kambuh, terapi yang dapat diberikan adalah mastektomi, 50%-60% pasien tersebut

akan bebas tumor dalam 5 tahun pertama. Hal ini berbeda dengan rekurensi pada dinding

dada pada pasien paska mastektomi, biasanya terjadi dalam 2-3 tahun pertama, median

survival pada kasus ini berkisar 2-3 tahun6

2.4. Faktor-Faktor Penyebab Rekurensi

7

Page 8: 86411532 Isi Penelitian Revisi

Secara umum rekurensi kanker payudara, disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya,

faktor individu, faktor tumor, faktor macam tindakan pengobatan yang diberikan. Faktor

individu meliputi usia saat pertama kali terdiagnosa kanker payudara, usia dibawah 35 tahun

memiliki resiko tinggi untuk terjadi rekurensi. Faktor pengobatan meliputi tindakakan

eksternal radiasi setelah Breast Conversing Surgery, terbukti pemberian radiasi menurunkan

angka kejadian rekurensi, pada sebuah penelitian didapatkan angka rekurensi pada pasien

post lumpektomy yang dilakukan radioterapi sebesar 13,4%, sedangkan pada kelompok yang

dilakukan kemoterapi dan radioterapi turun menjadi 2,6 %.12

Pada sebuah penelitian pasien post lumpektomy yang dilakukan radioterapi angka

rekurensi sebesar 7 %, dibandingkan kelompok pasien yang dilakukan radioterapi dan

pemberian hormonal terapi turun menjadi 3%.13 Tindakan operasi mastektomi, apakah

margin operasi bebas dari sel kanker payudara, apabila masih didapatkan sel kanker pada tepi

operasi maka akan meningkatkan resiko terjadinya rekurensi. Persentase selama 8 tahun

bebas tumor ( disease free interval ) pada kelompok pasien dengan margin negatif sebesar

73%, sedangkan pada kelompok dengan margin negatif mencapai 93 %. Faktor tumor

meliputi ukuran tumor, kelenjar getah bening aksila yang terinfiltrasi sel kanker, grading

kanker, status hormonal reseptor dan status reseptor HER2 neu.7,18

Tabel 1. Faktor – faktor prognostik terjadinya rekurensi: morphology based dan non

morphology based14

Pada beberapa tahun terakir, dilakukan penelitian tes genetik dalam memprediksi

rekurensi kanker payudara, beberapa contoh tes yaitu: MammaPrint, Oncotype DX dengan

menilai lebih dari 70 gen yang berhubungan dengan kanker payudara, tes ini dikenal dengan

nama gene expression profiling. Namun tes ini terbatas pada kanker payudara dengan

8

Page 9: 86411532 Isi Penelitian Revisi

reseptor estrogen positif dan tidak menunjukkan adanya penyebaran ke kelenjar getah

bening12. Dibawah ini diuraikan faktor – faktor terkait tumor yang dapat berperan

menyebabkan kejadian rekurensi kanker payudara.

2.4.1 Ukuran Tumor

Ukuran tumor secara langsung berhubungan dengan persentase keterlibatan kelenjar

getah bening aksila, semakin besar diameter tumor tersebut, maka semakin tinggi pula

kejadian terkenanya kelenjar di aksila8

Tabel 2. perbandingan antara ukuran tumor dengan axilary node8

Pada tumor ukuran kecil, 2 – 5 cm yang mana dilakukan BCT/breast conserving

therapy, didapatkan kejadian rekurensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tumor yang

dilakukan mastektomi, namun beberapa studi menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna

survival rate pada kedua kelompok tersebut.11,26,30

Secara umum gambaran survival rate pada kanker payudara berhubungan dengan

stadium, pada stadium I, dimana ukuran tumor kurang dari 2 cm dan tidak terdapat metastasis

didapatkan 5 year survival rate (5-ysr) sebesar 97%, pada stadium II, dimana ukuran tumor

antara 2 sampai 5 cm, dengan atau tidak disertainya keterlibatan kelenjar getah bening aksila

memiliki 5ysr sebesar 88%-76%. Pada stadium III, dimana ukuran tumor lebih dari 5 cm dan

telah melibatkan kelenjar getah bening aksila, ataupun telah melibatkan struktur sekitar

seperti kulit, dinding dada, memiliki 5ysr sebesar 56% - 46%. Sedangkan pada stadium IV,

dimana telah terjadi metastase jauh 5ysr hanya sebesar 16 %12. Dari data diatas terdapat

gambaran penurun angka harapan hidup selam 5 tahun pada kelompok pasien dengan stadium

9

Page 10: 86411532 Isi Penelitian Revisi

II ( T < 5 cm ), dibandingkan stadium III ( T > 5 cm ), yaitu dari 88% turun drastis menjadi

46%.13,16

Gambar 5. Korelasi ukuran tumor, node dengan 5 year survival rate8

Peran ukuran tumor sebagai variabel faktor prognostik merupakan hal

yang sangat penting, pada banyak penelitian ukuran tumor merupakan

urutan kedua paling berpengaruh pada prognostik faktor. Ukuran tumor

secara langsung berhubungan dengan kemungkinan terjadinya metastase

regional dan angka kematian7,8,16

Pada sebuah penelitan didapatkan ukuran tumor 0,1 mm-5 mm dan

6 mm – 10 mm akan mengakibatkan metastasis aksila sebesar 7,7 dan

12,5 %. Ukuran tumor kurang dari 1 cm memiliki angka rekurensi yang

rendah, dengan angka 5 year survival rate mencapai 92 - 96%,

sebaliknya ukuran tumor kurang dari 1 cm memiliki angka rekurensi

sebesar 12 % setelah 20 tahun. 16

2.4.2 Lymph Nodes / Kelenjar Getah Bening (KGB)

Kelenjar getah bening daerah aksila merupakan daerah pertama terjadinya penyebaran

sel kanker payudara, dari sistem kelenjar ini, sel kanker menyebar keseluruh tubuh. Dari hasil

10

Page 11: 86411532 Isi Penelitian Revisi

patologi dapat dinilai apakah pembesaran kelenjar aksila hanya merupakan reaksi hiperplasi

atau sudah terjadi metastase ke sistem kelenjar tersebut. Secara patologi kelenjar getah

bening yang terlibat dibagi menjadi 4 group, pN0 : tidak ada kelenjar yang terlibat, pN1: 1-3

kelenjar terkena, pN2 : 4 – 9 kelenjar terkena, pN3: lebih dari 9 kelenjar.3

Tabel 3. Perbandingan jumlah kelenjar getah bening yang terinfiltrasi sel kanker dengan

survival.rate,pada.kasus.kanker.payudara18

Pemeriksaan secara klinis pada kelenjar getah bening aksila biasanya tidak akurat

untuk menentukan adanya metastasis, kecuali ukurannya memang besar dan sudah lanjut.

Pada sebuah studi menunjukkan false negatif sebesar 38,6 % dan false positif sebesar 27,3 %.

Hasil yang positif metastase pada KGB aksila pada pemeriksaan patologi, mengindikasikan

juga bahwa sel kanker kemungkinan besar sudah melakuan metastase jauh16.

Pada penelitan analisis multivariate, pada kasus node positif, dengan tanpa pemberian

adjuvant terapi, maka angka rekurensi mencapai 76%, dan hanya 24 % pada kelompok node

negatif. Metastasis aksila merupakan faktor prognosis pada kanker payudara yang operable,

namun seperempat pasien tanpa metastase kelenjar aksila menunjukkan kegagalan terapi, dan

sebaliknya 30 % pasien dengan metastastis aksila memiliki harapan hidup sampai 10 tahun16.

Jumlah dari node yang mengandung sel kanker lebih memiliki nilai prognostik, pada

penelitian besar dengan 1,741 pasien, pada kelompok dengan node 0, 1-3, 4- 9 dan diatas 10,

didapatkan 10 year survival sebesar 75, 62, 42, dan 20 persen16.

2.4.3 Histological Grade

11

Page 12: 86411532 Isi Penelitian Revisi

Histological grade dibuat berdasarkan aturan dari Bloom Richardson atau Nottingham

score. Grading ini berdasarkan kombinasi dari nuclear grade, indeks mitosis dan tubule

formation, yang mana ketiganya dilihat dibawah miroskop, dari ketiganya dapat diprediksi

tingkat agresifitas sel kanker

Nuclear grade : memiliki skor 1 – 3, berdasarkan penampakan nukleus dari sel kanker, skor

1 berarti inti sel mirip dengan sel normal, sedangkan skor 3 memiliki bentuk inti paling buruk

Indeks mitosis Indeks mitosis merupakan perhitungan jumlah sel kanker yang mengalami

mitosis dibagi dengan seluruh sel, perhitungan dilakukan dengan menggunakan mikroskop

pada pembesara 400 kali. Indeks mitosis dibagi menjadi 3, berdasarkan jumlah sel yang

mengalami mitosis per 10 high-power fields (HPF) pembesaran yang dilakukan adalah 400

kali, kelompok 1, bila < 7/10HPF, kelompok 2, 8-14/10HPF, kelompok ke 3, >15/10HPF.

Tingkat mitosis yang tinggi berhubungan dengan pertumbuhan tumor yang agresif dan

harapan hidup yang rendah

Tubule formation : merupakan skor yang menyatakan persentase sel kanker yang berada

formasi tubulus, skor 1 berarti lebih dari 75% sel berada dalam formasi tubulus, sedangkan

skor 3 kurang dari 10% sel berada dalam formasi tubulus, skor 2 antara 10 % - 75 %. Ketiga

skor tersebut digabung dengan nilai terendah adalah 3 dan skor tertinggi adalah 9, kemudian

dari skor terakhir baru diklasifikasikan menjadi :

Skor 3,4 atau 5: Well differentiated atau low grade (Grade 1)

Skor 6 atau 7 : Moderately differentiated atau intermediate grade (Grade 2)

Skor 8 atau 9: Poorly differentiated atau high grade (Grade 3).

Pada penelitian yang dilakukan monique dkk, 2002. Menyimpulkan hanya faktor tumor

grade dan faktor usia saat pertama kali didiagnosa yang merupakan penentu paling signifikan

menentukan resiko kematian.

Tabel 4. pembagian komponen grading tumor : tubule formation, nuclear pleomorphism,

mitosis count dengan skor pada masing masing pembagian

12

Page 13: 86411532 Isi Penelitian Revisi

Pasien dengan tumor grade 3 memiliki resiko kematian 3 kali lipat lebih tinggi

dibandingkan dengan tumor grade 1.11 Sebuah penelitian mendapatkan median survival times

pada kelompok low grade sebesar 47,3 bulan, pada moderate grade sebesar 39,2 bulan, dan

pada high grade sebesar 22 bulan. Evaluasi pada kelompok low dan moderate grade

didapatkan sebesar 22% tetap hidup selama 5 tahun, namun pada kelompok high grade semua

penderita meninggal dunia13.

Histologic grade kurang bermakna dibandingkan node status dan ukuran tumor sebagai

faktor prognostik, namun secara bermakna sebagai prediktor over all survival pada kelompok

node negatif ataupun positif. Pada penelitian fisher dkk, pada 620 sampel penelitian,

histologic grade merupakan independent predictive value pada 15 tahun harapan hidup pada

kelompok yang dilakukan radikal mastektomi dengan node positif, pada penelitian yang lain

oleh Shek dan Godolphin, menyatakan bahwa histologic grade tidak memberikan nilai

tambah sebagai faktor penentu angka kematian, setelah dimasukannya faktor faktor lain,

yaitu kelenjar getah bening yang terlibat, stadium TNM, estrogen reseptor dan tumor

necrosis16.

Histologic grade yang buruk/poor, menunjukkan respon yang baik terhadap kemoterapi

dengan hasil yang lebih baik pada kelompok node negatif maupun positif, dibandingkan

kelompok yang well differentiated, hal ini yang nantinya akan mengaburkan hasil

akhir/outcome pada kelompok poorly dengan well differentiated.11

2.4.4 HER-2/neu

13

Page 14: 86411532 Isi Penelitian Revisi

HER-2/neu merupakan protoonkogen yang terdapat pada cromosom 17q dan

mengkode transmembrane tyrosine kinase growth factor receptor. Asal nama HER-2 berasal

dari “ Human Epidermal growth factor Receptor”, secara subtansial memiliki kesamaan

dengan EGFR, gene HER-2neu pada hewan coba berhubungan dengan pertumbuhan sel

kanker payudara, HER2-neu merupakan kelompok dari protein growth protein receptor yaitu

EGFR or HER-1 (erb-B1);HER-2 (erb-B2); HER-3 (erb-B3) and HER-4 (erb-B4) yang

berhungan dengan pertumbuhan sel kanker pada saluran cerna, saluran urogenital, saluran

pernapasan dan neoplasma lainnya. HER-2neu didapatkan pada 10 % - 34 % dari kasus

kanker payudara dan mempunyai arti sifat kanker tersebut lebih agresif dan tumbuh lebih

cepat. HER-2/neu memiliki skor negatif, +1,+2,+3. Dikatakan HER-2/neu positif apabila

didapatkan hasil +3 pada pemeriksaan dengan menggunakan immunohistochemistry (IHC)

staining 13,28

Pada pasien dengan HER-2/neu pemberian herceptin secara dramatik menurunkan

angka rekurensi, pemberian herceptin bersama ajuvan kemoterapi sudah menjadi standart

internasional pada kasus HER-2/neu. Herceptin dibandingkan dengan kemoterapi memiliki

efek samping lebih redah seperti kerontokan rambut dan muntah, namun komplikasi serius

adalah kerusakan dari jantung dan paru, pada kasus metastasis dan pada kondisi herceptin

gagal dapat diberikan Tykerb.20,30

2.4.5 Estrogen/Progesteron reseptor

Estrogen reseptor (ER) dan progesteron reseptor (PR) merupakan reseptor pada sel

kanker yang dapat mengikat hormon estrogen atau progesteron, dikatakan positif apabila

didapatkan minimal 10 % reseptor. ER/PR positif berarti sel kanker tersebut tumbuh dengan

rangsangan hormon estrogen dan progesteron Kurang lebih 75% adalah ER positif, dan

sekitar 65 % adalah PR positif.20

Arti klinis dari persentase tersebut adalah, bila ER/PR positif maka sekitar 60% sel

kanker tersebut respon terhadap pemberian hormonal terapi, apabila ER/PR negatif, maka sel

kanker tersebut hanya 5-10% yang berespon terhadap pemberian hormonal terapi.

Mekanisme kerja dari hormonal terapi ini adalah dengan memblokade efek dari hormon

estrogen sehingga rangsangan pertumbuhan dapat ditekan, sehingga dapat menghindari

rekurensi.30

Pasien dengan ER positif memiliki disease free survival dan overall

survival yang lebih panjang dibandingkan dengan kolompok pasien ER

negatif. Kanker dengan ER positif pada umumnya memiliki histologic

14

Page 15: 86411532 Isi Penelitian Revisi

grade yang rendah/low, favorable nuclear grade, low S phase fraction,

normal complement DNA, proliferative indeks yang rendah. Ada penelitian

yang mendapatkan pasien dengan ER positif dengan node positif memiliki

angka rekurensi lebih tinggi 20 % dibandingkan dengan kelompok ER

positif dengan node negatif, Apabila status estrogen reseptor

dihubungkan dengan status node aksila, tampak bahwa yang paling

banyak berperan dalam menentukan survial adalah node,16

Pada gambar 5 dibawah ini digambarkan pembagian kanker

payudara berdasarkan tipe status hormonal yaitu luminal A yaitu : ER +

atau PR+ dan HER-2/neu -, Luminal B yaitu : ER + atau PR+ dan

HER-2/neu +, HER2 yaitu : ER - atau PR- dan HER-2/neu +, Basal yaitu: ER

- atau PR- dan HER-2/neu -. Dihubungkan dengan kejadian rekurensi,

tampak kejadian rekurensi terbanyak pada kelompok basal atau triple

negatif dan paling rendah rekurensi pada kelompok Luminal A.12

Gambar 6. Status hormonal reseptor dengan kejadian rekurensi12

2.4.6 Angioivasif

Pada pemeriksaan patologi anatomi dapat dilihat apakah sel kanker tersebut telah

melakukan invasi ke sistem vaskular, adanya angioinvasif menunjukkan bahwa kanker

tersebut tumbuh lebih agresif

Tabel 5. Klasifikasi St Gallen 2007, pembagian resiko pasien kanker payudara5

15

Page 16: 86411532 Isi Penelitian Revisi

Low risk

Node negative AND all of the following features:

Pathologic tumour size ≤2cm, AND

Grade 1, AND

Absence of peritumoural vascular invasion, AND

HER2/neu gene neither over-expressed nor amplified, AND

Age ≥35 years

Intermediate risk

Node negative AND at least one of the following features:

Pathologic tumour size >2cm, OR

Grade 2-3, OR

Presence of peritumoural vascular invasion, OR

HER2/neu gene over-expressed or amplified, OR

Age <35 years

Node positive (1-3 nodes involved) AND

HER2/neu gene neither over-expressed nor amplified

High risk

Node positive (1-3 nodes involved) AND

HER2/neu gene over-expressed or amplified

Node positive (4 or more involved nodes)

2.5 Terapi

Banyak penelitian telah dilakukan dan telah diterima secara umum dalam pelaksanaan

terapi kanker payudara berdasarkan kelompok resiko, mulai dari penggunaan adjuvant

endokrin terapi, anti estrogen ( tamoxifen ) aromatase inhibitor (letrozole, anastrozole and

exemestane)22 Terapi pada saat terjadi rekurensi, tergantung dari terapi yang diberikan saat

pertama kali, apabila terapi pertama adalah BCT, maka terapi yang biasanya akan dikerjakan

adalah mastektomi, pada kasus post mastektomi maka terapi yang diberikan adalah wide

eksisi dan radiasi dinding dada. Pada kasus regional recurrence diberikan terapi operatif,

pengangkatan nodul, radioterapi kemoterapi, dan hormonal terapi 26.

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

16

Page 17: 86411532 Isi Penelitian Revisi

3.1 Kerangka Konseptual

3.2 Keterangan kerangka konseptual

Sel kanker payudara tumbuh dipengaruhi grade tumor dan status hormonal reseptor

( Estrogen reseptor, progesteron reseptor, HER-2/neu reseptor), semakin membesarnya

ukuran tumor, disertai terlibatnya kelenjar getah bening aksila yang dalam perjalannya akan

menginfiltrasi pembuluh darah, kondisi ini bila terus berlangsung akan terjadi proses

metastase, apabila dilakukan tindakan operasi mastektomi, dievaluasi adanya kejadian

rekurensi pasca operasi

3.3 Hipotesis

Rekurensi kanker payudara berhubungan dengan faktor-faktor tumor itu sendiri

yaitu, semakin tinggi grading, ukuran tumor, derajat mitosis, angioinvasif, tubular formation

dengan kejadian rekurensi, status hormonal yang negatif dan ekspresi HER2neu yang positif

berhubungan dengan kejadian rekurensi kanker payudara.

BAB IV

METODE PENELITIAN

17

Kanker semakin

membesar

(Tumor

Sifat tumor low , moderate,

high grade

Sifat hormonal reseptor,

HER2 neu

mastektomi

Sel kanker

payudara

metastasis

s

Rekurensi

Grade ER.PR,HER2

Angioinvasi

Tumor Size

KGB

Page 18: 86411532 Isi Penelitian Revisi

4.1 Rancangan penelitian

Penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar kejadian rekurensi kanker

payudara, dan menilai resiko relatif berbagai faktor – faktor tumor dengan kejadian

rekurensi tersebut.

Penelitian ini dilakukan dengan desain kohort retrospektif, evaluasi dari data

sekunder rekam medis pada pasien yang dilakukan operasi mastektomi 2 tahun yang

lalu atau lebih.

4.2 Populasi, sampel, besar sampel, teknik pengambilan sampel, kriteria inklusi dan

eksklusi

4.2.1 Populasi

Populasi penelitian adalah semua pasien kanker payudara yang telah dilakukan

operasi mastektomi

4.2.2 Sampel

Sampel adalah pasien kanker payudara yang sudah dilakukan mastektomi paling

sedikit 2 tahun atau lebih, baik yang mengalami rekurensi ataupun tidak terjadi

rekurensi.

4.2.3 Besar sampel

Besar sampel yaitu seluruh jumlah penderita kanker payudara yang dilakukan

operasi mastektomi sesuai kriteria inklusi dan eklusi, sejak kasus terlama yang

dapat ditemuan hingga bulan Desember 2008. untuk memperkecil heterogenitas

sampel oleh karena perbedaan operator didalam dan diluar RSU. Dr. Soetomo

Surabaya, dilakukan stratified random sampling

4.2.4 Pengambilan sampel

Sampel diambil melalui data sekunder rekam medis yang tercatat

4.2.5 Kriteria inklusi

- Pasien kanker payudara yang telah dilakukan operasi mastektomi 2 tahun

yang lalu atau lebih dan kontrol post operasi di poli bedah Onkologi RSU

Dr. Soetomo, Surabaya

- Data pemeriksaan patologi anatomi ada

- Data imunohistokimia ada

4.2.6 Kriteria eksklusi

- Rekam medis tidak ditemukan

18

Page 19: 86411532 Isi Penelitian Revisi

4.3 Variabel penelitian

Pada penelitian ini variabel yang diteliti adalah:

5.3.1 Variabel dependent : rekurensi kanker payudara

5.3.2 Variabel independent : ukuran tumor, grading, KGB aksila, mitosis indeks,

tubular formation, angioinvasif, ER, PR, HER2neu

4.4 Definisi Operasional

Kanker payudara : keganasan yang berasal dari epitel duktus dan lobulus

payudara dan terbukti dengan pemeriksaan patologi anatomi

Rekurensi : kekambuhan kanker dapat berupa lokal, regional dan jauh

Ukuran tumor : ukuran tumor dibagi dalam 2 kelompok, lebih besar dari 5 cm

dan kurang dari 5 cm.

Kelenjar getah bening aksila: keterlibatan kelenjar getah bening dari hasil

patologi anatomi terbukti ada sel kanker, dibagi dalam 2 kelompok, keterlibatan

lebih dari 4 kelenjar dan kurang dari 4 kelenjar

Grading : merupakan derajat pertumbuhan abnormal tumor, dibagi dalam 3

kelompok : low, moderate, high grade ( berdasarkan pemeriksaan PA)

Mitosis indeks : merupakan derajat mitosis sel kanker dalam mikroskop dengan

pembesaran tinggi, dibagi dalam tiga kelompok, yaitu, mitosis indeks 1-7 /10 hpf,

8-14 / 10 hpf dan >15/10 hpf

Tubular formation : merupak skor yang menyatakan persentase sel kanker yang

berada formasi tubulus, skor 1 berarti lebih dari 75% sel berada dalam formasi

tubulus, sedangkan skor 3 kurang dari 10% sel berada dalam formasi tubulus, skor

2 antara 10 % - 75 %

Angioinvasif : suatu kondisi dimana sel kanker telah melakukan invasi ke struktur

vaskular, dilihat dari hasil patologi anatomi, dibagi dalam 2 kelompok, yaitu:

angioinvasif positif dan angioinvasif negatif.

ER/PR reseptor: suatu reseptor estrogen dan progesteron pada sel kanker,

dikatakan positif apabila dalam pengecatan imunohistokimia didapatkan lebih dari

10%

HER2neu ekspresi : suatu protein yang mengkode proliferasi sel kanker,

dikatakan positif berdasarkan derajat persentase, dibagi dalam HER2/neu negatif,

19

Page 20: 86411532 Isi Penelitian Revisi

positif 1, 2, 3. Dalam penelitian ini HER-2/neu dikatakan positif apabila memiliki

skor + 3, sedangkan +1 dan +2 dikategorikan HER-2/neu negatif.

DFI : Disease Free Interval, rentang waktu bebas penyakit, sejak dilakukan operasi

pengangkatan kanker payudara hingga munculnya kembali sel kanker/rekurensi

4.5 Kerangka operasional

4.6 Lokasi dan waktu penelitian

4.6.1 Lokasi

Bagian/SMF Ilmu Bedah Onkologi dan bagian rekam medis Fakultas

Kedokteran Universitas Airlangga/RSU Dr Soetomo Surabaya.

4.6.2 Waktu penelitian

Selama 3 bulan sejak penentuan sampel

4.7 Tahap Penelitian

20

Penentuan sampel dilakukan dari data rekam medis pasien yang dilakukan operasi terlama hingga

Desember 2008

Pasien kanker

payudara yang telah

dilakukan operasi

mastektomi 2 tahun

yang lalu atau lebih

Kriteria

inklusi

Kriteria

eksklusi

Faktor tumor :

Ukuran tumor, KGB,grading,

mitosis indeks, tubular formation,

Angioinvasif, ER, PR, HER2neu

Rekurensi

+

Rekurensi -

Page 21: 86411532 Isi Penelitian Revisi

Tahap I

Tahap II

Tahap III

Tahap IV

Tahap V

Tahap VI

4.8 Analisis data

Analisa data berupa resiko relatif faktor-faktor tumor terhadap kejadian

rekurensi kanker payudara. Analisa berupa univariate dan multivariate untuk

menilai faktor resiko yang paling signifikan dengan menggunakan software

SPSS 17.

4.9 Biaya Penelitian

No Keterangan

1 Alat tulis Rp. 500.000

2 Biaya penelurusan rekam medis Rp 1.000.000

3 Biaya penelurusan kepustakaan Rp 1.000.000

4 Penyusunan proposal & hasil penelitian Rp 2.000.000

5 Biaya konsultasi penelitian Rp 500.000

Total Rp 5.000.000

4.10 Jadwal Penelitian

21

Seleksi sampel sesuai kriteria

inklusi dan eklusi

evaluasi faktor – faktor tumor

Evaluasi kejadian rekurensi

Pengumpulan data

Analisa Data

Page 22: 86411532 Isi Penelitian Revisi

No Kegiatan Durasi sept okt nov des jan feb mar

1 Proposal 60

2 Pengumpulan

data

60

3 Analisa

data

30

4 Penulisan

hasil akhir

30

BAB V

22

Page 23: 86411532 Isi Penelitian Revisi

HASIL DAN ANALISIS

5.1 Karakteristik dasar sampel penelitian

Berikut ini ditampilkan tabel data dasar sampel penelitian, dengan 185 data sampel

Tabel 6. Karakteristik dasar penelitian pasien kanker payudara post operasi mastektomi 2

tahun yang lalu atau lebih

No Faktor Kategori Jumlah

1 Umur < 25 th 2 (1%)

26-35 th 20 (10,8%)

36-45 th 64 (34,5%)

46-55 th 71 (38,2%)

>55 28 (15,1%)

2 Stadium I-II 117 (63,2%)

III 68 (36,8%)

2 Operator RS Sutomo 106 (57%)

RS luar 79 (43%)

3 Margin < 5 mm 124 (67%)

> 5 mm 61 (33%)

4 Rekurensi + 67 (36,2%)

- 118 (63,8%)

5 Jenis rekurensi Lokal 15 (22%)

Regional 10 (15%)

Jauh 42 (63%)

6 Rekurensi Jauh Hepar 5

Paru 13

Tulang 10

Hepar + Paru 1

23

Page 24: 86411532 Isi Penelitian Revisi

Hepar + Tulang 4

Tulang + Paru 1

Kontralateral 8

7 Sub Type Tumor Luminal A 78 (43%)

B 39 (21,5%)

Over express

HER2

12 (6%)

Triple negatif 52 (28,7%)

Tabel 7. Hasil analisa faktor tumor terkait( tumor related factors) dengan kejadian rekurensi

No Faktor Jumlah Rekurensi - Rekurensi + Signifikansi

(p)

1 Ukuran tumor

<5 cm

>5 cm

99 (53,5%)

86 (46,5%)

63 (63,6%)

54 (62,8%)

36 (36,4%)

32 (37,2%)

0.905

2 KGB

< 4

> 4

117 (63,2%)

68 ( 36,7%)

78 (66,1%)

39 (58,2%)

40 (33,9%)

28 (41,8%)

0,056

3 Angioinvasif

+

120 (64,8%)

65 (35,2%)

83 (69,2%)

34 (52,3%)

37 (44,1%)

31 (47,7%)

0.035

4 Grading

1

2

3

15 (8,1%)

83 (44,8%)

87 (47,0%)

12 (80%)

54 (65,1%)

51 (58,6%)

3 (20%)

29 (34,9%)

36 (41,4%)

0,255

5 Mitotic Index

1-7

8-14

>15

30 (16,2%)

61 (32,9%)

94 (50,8%)

21 (70%)

39 (63,9%)

57 (60,6%)

9 (30%)

22 (36,1%)

37 (39,4%)

0,645

24

Page 25: 86411532 Isi Penelitian Revisi

6 Tubular Formasi

>75%

10-75%

<10%

9 (4,8%)

88 (47,5%)

86 (46,4%)

8 (88,9%)

52 (59,1%)

56 (65,1%)

1 (11,1%)

36 (40,9%)

30 (34,9%)

0,189

7 ER

-

+

80 (43,2%)

104 (56,2%)

47 (58,8%)

69 (66,3%)

33 (41,3%)

35 (33,7%)

0.366

8 PR

-

+

78 (42,1%)

107 (57,8%)

40 (51,3%)

77 (72,0%)

38 (48,7%)

30 (28,0%)

0.006

9 HER2 neu

-

+

130 (70,2%)

51 (27,5%)

84 (64,6%)

31 (59,6%)

46 (35,4%)

20(40,4%)

0.644

10 Operator

RSU.Soetomo

Non-RSU Soetomo

106 (57%)

79 (43%)

82 (77%)

35 (44%)

24 (23%)

44 (56%)

0,008

11 Margin

<5mm

>5mm

124 (67%)

61 (33%)

77(62,1%)

40(65,6%)

47(37,9%)

21(34,4%)

0,765

Dari 185 data penelitian didapatkan 19 orang dengan usia dibawah 35 tahun dan 166

orang diatas usia 35 tahun, pada kelompok dibawah 35 tahun angka rekurensi mencapai

52,6% sedangkan pada kelompok diatas 35 tahun 34,9 %, Dari 185 pasien, paling banyak

berasal dari Surabaya (28%), diikuti Sidoarjo (22%), Kediri (8%), Mojokerto, Gresik, Tuban,

Nganjuk masing masing, Dari 185 kasus mastektomi, didapatkan pT tertinggi yaitu T2 (2-5

cm) sebanyak 50 kasus (26,9 %) disusul berurutan oleh T3 (21%), T4 (9,7%) dan T1 (9,1%)

5.2 Analisis Data

Dari seluruh data pasien kanker payudara yang telah dilakukan operasi mastektomi 2

tahun yang lalu ( Desember 2008 ) atau lebih, baik mereka yang dioperasi di rumah sakit luar

atau di rumah sakit dr. Soetomo Surabaya dan kontrol setelah operasi di poli Bedah Onkologi

RSU. Dr. Soetomo Surabaya.

25

Page 26: 86411532 Isi Penelitian Revisi

Pada penelitian ini dicoba juga untuk menganalisa faktor - faktor tumor dan faktor

non tumor pada data seluruh populasi sebesar 185 kasus, dengan kelemahan data yang tersaji

tidak homogen oleh karena adanya perbedaan teknik operasi dari berbagai ahli bedah, dari

185 kasus kanker payudata paska mastektomi dilakukan analisa uni variate dan multi variate

antara faktor – faktor tumor dengan kejadian rekurensi, selain itu juga ditambahan faktor non

tumoral yaitu, usia, margin operasi dan operator. Dari analisa pada seluruh sampel penelitian

185 pasien, didapatkan 3 faktor tumor yang memberikan hasil signifikan yaitu, progesteron

reseptor (p = 0,006 ), angioinvasif (p = 0,035 ) dan KGB (p = 0,056).

Tabel 8. Uji Multivariate faktor tumor dan non tumor terhadap rekurensi

No Faktor - Faktor Signifikansi ( p )

1 KGB 0,024

2 Angioinvasif 0,056

3 PR ( Progesteron Reseptor ) 0,002

4 Operator 0,008

5 Usia 0,019

6 Margin 0,574

Uji multivariate dikerjakan pada kelompok ini untuk melihat faktor – faktor mana

yang paling berperan dalam terjadinya rekurensi kanker payudara, pada uji ini selain faktor

tumor yang dinilai, juga faktor – faktor non tumoral yang dianggap juga berperan dalam

terjadinya rekurensi kanker payudara, dalam hal ini faktor operator, usia dan margin operasi.

Dari uji multivariate ini didapatkan faktor yang paling berperan adalah status progesteron

reseptor ( p = 0,004 ), faktor angioinvasif ( p = 0,034), KGB (p = 0,032), usia ( p= 0,047)

dan faktor operator (p=0,008), sedangkan faktor margin tidak signifikan ( p = 0,574 ).

Dari 185 data terkumpul, dilakukan stratifikasi random sampling untuk mendapatkan

data yang homogen, yaitu data yang tidak dipengaruhi oleh faktor bias dari operator, karena

dianggap adanya perbedaan tehnik operasi oleh ahli bedah di RS. Dr. Soetomo dengan ahli

bedah yang berada di daerah, didapatkan data sampel sebesar 48 pasien. Karakterisistik dasar

sampel penelitian tersebut, seperti ditampilkan di tabel 9.

Tabel 9. Karaterisitik subyek penelitian dengan kejadian rekurensi

(berdasarkan stratifikasi sampel)

26

Page 27: 86411532 Isi Penelitian Revisi

N

OFaktor kategori Rekurensi

-

Rekurensi

+

Signifikansi

1 Kemoterapi

+

-

37(77%)

11(23%)

16 (43,2%)

9 (81,8%)

21 (56,8%)

2 (18,2%)

0.057

2 Ukuran tumor

<5cm

>5cm

21(43,7%)

27(56,3%)

11 (52,4%)

12 (44,4%)

10 (47,6%)

15 (14,1%)

0.585

3 KGB (mean) 4,16 3,30 0,032

4 Angioinvasif

-

+

28(58,3%)

20(41,7%)

13 (46,4%)

10 (50%)

15 (53,6%)

10 (50%)

0,807

5 Grading

1

2

3

1(2%)

19(39,5%)

28(58,3%)

0 (0%)

11 (57,9%)

12 (42,9%)

1(100%)

8(42,1%)

16 (57,1%)

0.374

6 Mitotic Index

1-7

8-14

>15

6(12,5%)

12(25%)

30(62,5%)

4 (66,7%)

6 (50%)

13 (43,3%)

2 (33,3%)

6 (50%)

17 (56,7%)

0.572

7 Tubular Form

>75%

10-75%

<10%

23(47,9%)

18(37,5%)

0

14 (46,7%)

9 (50 %)

0

9 (53,3%)

9 (50 %)

0.823

8 ER

-

+

18(37,5%)

30(62,5%)

6 (33,3%)

17 (56,7%)

12 (66,7%)

13 (43,3%)

0.117

9 PR

-

+

21(43,7%)

27(56,3%)

6 (28,6%)

17 (63,0%)

15 (71,4%)

10 (37,0%)

0.018

10 HER2 neu

-

+

36 (75%)

12 (25%)

17 (47,2%)

6 (50%)

19 (52,8%)

6 (50%)

0,868

27

Page 28: 86411532 Isi Penelitian Revisi

Kesembilan faktor tumor di analisa dengan menggunakan uji Univariate, didapatkan

hanya 1 faktor yang signifikan yaitu, faktor status reseptor progesteron ( p=0.018 ).

Disamping itu pada tabel 9 ditampilkan juga faktor terapi, dalam hal ini adjuvant kemoterapi

dan hubungannya dengan kejadian rekurensi kanker payudara, didapatkan hasil yang

signifikan ( p = 0,057 )

Tabel 10. Uji multivariate faktor tumor-non tumor dengan rekurensi

(stratified random sampling)

No Faktor - faktor Signifikansi ( p)

1 PR (Progesteron Reseptor) 0,018

2 KGB 0,946

3 Kemoterapi 0,952

4 Radioterapi 0,999

5 Usia 0,987

6 Margin 0,998

Pada tabel 10, ditampilkan uji multivariate terhadap faktor – faktor yang signifikan

pada uji univariate dan ditambahkan faktor – faktor non tumor yang dianggap juga berperan

dalam terjadinya rekurensi kanker payudara yaitu, faktor kemoterapi, radioterapi, usia dan

margin operasi, dari uji ini didapatkan faktor status progesteron reseptor ( p = 0,018 ),

sedangkan faktor kemoterapi tidak signifikan pada uji multivariate ini.

Tabel 11. Subtipe kanker payudara dan kejadian rekurensi

No Sub Type Ket Jumlah/

%

Rekurensi - Rekurensi - Persentase

rekurensiER PR HER

1 Luminal A +/- +/- - 78

(43%)

24 54 30.7%

2 Luminal B +/- +/- + 39

(21.5%)

14 25 35.9%

3 Over

express

- - + 12

(6%)

7 5 58.3%

28

Page 29: 86411532 Isi Penelitian Revisi

HER

4 Triple

negative

- - - 52

(28.7%)

22 30 42.3%

Dari analisa diatas didapatkan sub tipe tersering mengalami rekurensi adalah over expres

HER2neu dengan 58,3%, diikuti triple negatif , luminal B dan terakhir luminal A.

BAB VI

PEMBAHASAN

International Agency for Research on Cancer 2010, Breast Cancer Incidence and

Mortality Worldwide, GLOBOCAN 2008 melaporkan suatu data global tentang insidens rate

dan mortalitas rate di dunia, Angka kejadian kanker payudara di indonesia pada tahun 2008,

adalah 32,8 per 100.000 penduduk, terbanyak didapatkan di Belgia, Perancis dan Belanda

yaitu lebih dari 95 per 100.000 penduduk, yang paling sedikit adalah Mongolia, Bhutan

kurang dari 8 per 100.000 penduduk. Angka mortalitas di negara indonesia sekitar 18,6 per

29

Page 30: 86411532 Isi Penelitian Revisi

100.000 penduduk, tertinggi terdapat di Libanon, Armenia, Argentina diatas 25 per 100.000

penduduk, sedangkan yang paling sedikit adalah Bhutan, Mongolia dan China kurang dari 5

per 100.000 penduduk.45

Pada St.Gallen 2007 menghasilkan berbagai rekomendasi (bukan guidelines), dengan

meninggalkan berbagai pertanyaan yang belum terjawab hingga akhir diskusi yang panjang,

beberapa hal penting yang masih perlu pembahasan lebih lanjut adalah penentuan respon

endokrin yang merupakan dasar pemberian terapi adjuvant pada early breast cancer untuk

mencegah rekurensi pada St.Gallen 2005 yang juga menjadi rekomendasi pada semua ahli

bedah di dunia hingga saat ini. Penentuan respon endokrin ini sangat tergantung ahli patologi

anatomi, dan hal ini diakui semua panelis kalau masih banyak pemeriksaan patologi yang

jauh dari baik, sehingga hal ini menyebabkan interprestasi yang berbeda-beda dan terntunya

memberikan respon pengobatan yang berbeda pula. Dan berbagai modalitas terapi pada kasus

pre dan post menopause dan problematika lainnya yang belum disepakati oleh semua

panelis.44. Kedua fakta diatas menimbulkan pertanyaan mengenai data kanker payudara di

Indonesia khususnya Surabaya, karateristik kanker, rekurensi yang terjadi, serta hubungan

diantaranya.

Dari hasil penelitian ini didapatkan data dasar atau karakteristik dasar pasien kanker

payudara yang telah dilakukan operasi mastektomi antara tahun 1996 hingga Desember 2010

sebanyak 357 kasus, angka ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan perkiraan, dengan

melihat jumlah operasi mastektomi oleh karena kanker payudara yang berkisar antara 92 –

132 kasus setiap tahunnya, hal ini disebabkan banyaknya status rekam medis yang tidak

lengkap, baik pencatatan diagnosa preoperasi, tindakan operasi, dari 357 data yang

terhimpun, hanya 185 kasus saja yang dapat dianalisa pada penelitian ini, hal ini disebabkan

banyaknya data setelah operasi yang tidak lengkap, yaitu data mengenai hasil Patologi

Anatomi dan Imunohistokimia.

Dari 185 kasus kanker payudara yang dilakukan operasi tersebut dicoba dilihat

gambaran dasar pasien kanker payudara di RSU Dr. Soetomo Surabaya, usia tersering adalah

46 – 55 tahun (38,2%), yang menarik adalah didapatkannya kasus kanker payudara dibawah

usia 35 tahun sebanyak 22 kasus, atau 11,89% dari seluruh kasus, dengan usia termuda

adalah 23 tahun, datang dengan ukuran tumor yang cukup besar yaitu 6 cm, pasien tersebut

memiliki karakteristik tumor sebagai berikut : high grade, angioinvasif yang positif, ER

+,PR + dan HER2neu +, pasien tersebut juga mengalami rekurensi.

Pada penelitian ini didapatkan angka rekurensi sebesar 37%, pada berbagai literatur dan

penelitian lain oleh John M dkk,2006 menyatakan angka rekurensi lokoregional setelah

30

Page 31: 86411532 Isi Penelitian Revisi

radikal atau modified mastektomi sebesar 10 – 17%,41 sedangkan penelitian Lisa E dkk,2006

didapatkan angka rekurensi lokoregional berkisar antara 5% - 40% dan sepertiganya dengan

rekurensi jauh.42. Belum ada penelitian yang menyatakan angka rekurensi secara global,

namun dari kedua penelitian diatas didapatkan bahwa kejadian rekurensi di RSU Dr Soetomo

Surabaya cukup tinggi.

Pada penelitian ini faktor tumor yang berperan dalam terjadinya rekurensi kanker

payudara adalah status progesteron reseptor, sedangkan faktor non tumor seperti kemoterapi,

radioterapi, margin operasi dan usia tidak signifikan pada uji multivariat, namun pada analisa

dengan melibatkan seluruh data yang ada yaitu sebesar 185 kasus, didapatkan hasil yang

cukup berbeda yaitu, selain progesteron reseptor didapatkan juga faktor lain yang signifikan

yaitu, KGB, angioinvasif dan usia. Namun dari kedua cara tersebut yang memberikan hasil

signifikan ( p = < 0,005 ) adalah faktor progesteron reseptor, yang mana hal ini cukup

berbeda dengan berbagai literatur dan penelitian lain, dan pada umumnya pemeriksaan

progesteron reseptor dikerjakan bersamaan dengan pemeriksaan hormon estrogen reseptor,

bahkan pada beberapa literatur mengatakan peran progesteron reseptor secara klinis tidak

memberikan arti yang bermanfaat.33,37,39

Secara umum faktor prognostik terjadinya rekurensi kanker payudara yang telah

banyak diterima adalah berdasarkan konsensus St.Gallen 2007, tentang kelompok resiko

penyakit pada early breast cancer, pada konsensus tersebut yang dianggap berperan dalam

rekurensi adalah 6 faktor, yaitu : usia, ukuran patologi tumor, kelenjar getah bening, grade

tumor, angioinvasif dan ekspresi dari HER2 neu. Namun pada penelitian ini, menilai

sembilan faktor tumor ( ukuran tumor, kelenjar getah bening, grading tumor, mitotic index,

tubular formation, angioinvasif, estrogen reseptor, progesteron reseptor, dan ekspresi HER2

neu), ditambah 3 faktor lain yaitu usia, operator dan batas margin operasi, faktor yang paling

berperan sebagai faktor prognostik terjadinya rekurensi adalah 5 faktor, yaitu : progesteron

reseptor, angioinvasif, KGB, usia dan operator. Sedangkan faktor yang tidak sesuai dengan

rekomendasi St.Gallen ada 3 faktor yaitu : ukuran tumor, grade tumor dan ekspresi dari HER

2-Neu, Dibawah ini dicoba dijelaskan bagaimanakah peran reseptor progesteron dalam

rekurensi kanker payudara.

Pada kelenjar payudara normal, hormon progesteron berfungsi untuk merangsang

proliferasi sel epitel lobu-alveolar kelenjar, reseptor progesteron manusia terdiri dari dua

isoform, progesteron resepor tipe A dan B, keduanya mengikat progesteron, namun keduanya

memiliki cara kerja yang berbeda, PR – B merupakan aktifator transkription sel, sedangkan

31

Page 32: 86411532 Isi Penelitian Revisi

PR – A memiliki fungsi aktifator yang lebih rendah, selain itu PR –A berfungsi sebagai

supresor terhadap PR – B dan reseptor Estrogen.

Gambar 7. isomer RP dan ER

Reseptor estrogen (RE) mempunyai dua isoform yaitu RE-α dan RE-ß (Gambar 20)

yang dikode oleh dua gen berbeda. Seperti pada umumnya reseptor hormon steroid, RE

mempunyai struktur yang terdiri sebuah DNA-binding domain (DBD), yang diapit oleh dua

transcriptional activation domains (AF-1 dan AF-2). Reseptor ini mengikat estradiol dalam

ligand binding domain (LBD). Pada rodentia, RE-α dan RE-ß diekspresikan oleh kelenjar

payudara normal dan hanya RE-α yang berperan dalam perkembangan duktus kelenjar

payudara. Pada manusia, RE juga diekspresikan pada payudara normal, dan peningkatan

dramatis ekspresi RE-α terlihat pada lesi premaligna hiperproliferatif.

32

Page 33: 86411532 Isi Penelitian Revisi

Gambar 8. Aksi reseptor estrogen

Reseptor progesteron (RP) ikut berpengaruh pada gen pengatur RE, yang

menjembatani efek progesteron dalam pertumbuhan kelenjar payudara dan kanker payudara

(Gambar 21). RP diekspresikan dalam dua isoform (RE-α dan RE-ß) dari gen tunggal. Seperti

RE, RP juga mengandung DBD, LBD dan multipel AF. Studi pada rodentia, RP berperan

dalam pertumbuhan lobuloalveolar kelenjar payudara. Hal yang menarik adalah melimpahnya

RP-α pada kanker payudara manusia dilaporkan mempunyai hubungan dengan resistensi

terhadap Tamoxifen. Sedangkan peningkatan produksi RP-ß dihubungkan dengan

peningkatan risiko kanker payudara.

Kurang lebih 75% kanker payudara primer mengekspresikan RE, dan lebih dari

separuhnya juga mengekspresikan RP. RE dan RP merupakan faktor prognosis. RP

merupakan sebuah gen pengatur estrogen. Sintesis pada payudara normal dan kanker

payudara membutuhkan estrogen dan RE, sehingga tidak mengherankan bila tumor dengan

RE positif dan RP positif lebih sering dijumpai daripada dengan tumor dengan RE positif dan

RP negatif (Gambar 22). Etiologi tumor dengan RE positif dan RP negatif saat ini masih

belum jelas.

Gambar 9. Aksi di sel bila RE + dan RP + atau - .

33

Page 34: 86411532 Isi Penelitian Revisi

Pemeriksaan klinis yang rutin dikerjakan saat ini adalah menghitung status reseptor

progesteron secara keseluruhan yaitu gabungan dari PR – A dan PR – B, sehingga kita tidak

mengetahui perbandingan sesungguhnya PR – A terhadap PR – B, karena kadar PR – A yang

lebih tinggi dibandingkan PR – B berimplikasi terjadinya resistensi sel kanker terhadap

Tamoxifen melalui mekanisme menekan reseptor estrogen. Kurang lebih 50 persen pasien

dengan kanker payudara memiliki ER dan PR yang positif, dan sekitar 5 persen dengan ER

negatif dengan PR yang positif. Pada umumnya kanker payudara dengan grading diferensiasi

baik cenderung memiliki status progesteron reseptor yang positif dibandingkan dengan

kanker payudara dengan grading diferensiasi jelek. 37

Progesteron reseptor dari hasil penelitian ini menunjukkan pada kelompok dengan

reseptor yang negatif secara signifikan merupakan faktor penyebab terjadinya rekurensi,

dengan resiko relatif (RR) sebesar 2,53. Namun hal ini tidak diikuti dengan kemaknaan pada

faktor estrogen reseptor dan ekspresi dari HER2neu. Hal ini berbeda dengan apa yang ada di

konsensus St. Gallen 2007, yang menyatakan HER2 neu merupakan faktor prediktor yang

berperan dalam menentukan resiko terjadinya rekurensi, hal ini bisa disebabkan karena pada

penelitian ini pengelompokan penderita HER2 neu positif hanya berdasarkan pemeriksaan

IHC yang menyatakan HER2 neu positif 3, dimana pada kelompok positif 2, dimasukkan

kedalam kelompok negatif, yang seharusnya dilakukan pemeriksaan lanjutan yaitu FISH

(Fluorescence In Situ Hybridzation).

Pemeriksaan reseptor progesteron biasanya bersamaan dengan reseptor estrogen, pada

awalnya sebelum tahun 1970 pemeriksaan rutin reseptor estrogen sudah menjadi standar

untuk menentukan respon kanker payudara terhadap endokrin terapi, tidak adanya reseptor

Estrogen terbukti bahwa tumor tersebut tidak memberikan efek pada pemberian endokrin

terapi, sedangkan apabila reseptor estrogen positif berarti kanker tersebut memberikan respon

sebesar 50% - 60% terhadap pengobatan dengan endokrin terapi, dalam perkembangannya

terbukti estrogen resptor yang negatif juga berarti tingginya kejadian rekurensi dan semakin

pendeknya angka harapan hidup. Untuk meningkatkan akurasi dalam menentukan pemilihan

kelompok pasien yang akan diberikan endokrin terapi dilakukan pemeriksaan tambahan yaitu

progesteron reseptor33.

Pada sebuah penelitian.ASCO (American Society of clinical oncology ) pada tahun

2005 dikatakan bahwa pemeriksaan estrogen reseptor yang negatif biasanya diikuti dengan

progesteron reseptor yang negatif, dan pemeriksaan progesteron reseptor tidak diperlukan

lagi dalam proses pengambilan keputusan klinis, dan pada penelitian tadi juga menyebutkan

34

Page 35: 86411532 Isi Penelitian Revisi

tentang asal mula pemeriksaan progesteron reseptor pada mulanya hanya dikerjakan pada

kasus estrogen reseptor yang negatif, untuk membantu menentukan apakah ada kemungkinan

pada estrogen reseptor yang negatif masih dapat berespon terhadap endokrin terapi33.

Perdebatan ini menimbulkan penelitian - penelitian lebih lanjut, Kathryn dkk, 2005

menyebutkan progesteron juga mempunyai peran penting, pada studi populasi didapatkan 3%

- 5% populasi dengan ER + dan PR -, merupakan kelompok populasi yang perlu diperhatikan

juga, dan pada penelitian oleh Kent Osborn dkk, 1980 disebutkan pada tumor dengan ER+

dan PR – memiliki sifat lebih responsif terhadap hormonal terapi khususnya Tamoxifen,

dibandingkan dengan\kelompok tumor dengan ER+ dan PR +34, sedangkan pada penelitian

ini pasien dengan status ER + dan memiliki status PR + cenderung tidak terjadi rekurensi,

dibandingkan pada kelompok ER + dan PR – yang lebih cenderung terjadi rekurensi.

Konflik pertentangan dalam penggunaan progesteron reseptor terus berlanjut, argumen

lain yang menentang menggunakan PR adalah Ivo dkk,2004, mereka mengatakan analisa

terhadap ER dan PR bermula pada tahun 1970-an dengan menggunakan sistem kuantitatif,

namun sejak tahun 1990-an telah digantikan dengan IHC (immunohistochemical) secara

kualitatif, pada metode yang lama PR digunakan untuk mengkonfirmasikan atau memberikan

data tambahan pada kelompok dengan ER -, apakah masih berespon terhadap pemberian

endokrin terapi dengan melihat status PR, namun dengan metode baru IHC, didapatkan

pasien dengan ER -, 99% akan diikuti dengan PR -, jadi pemeriksaan PR tidak memberikan

arti dalam terapi, dan juga pada kelompok dengan ER +, pemeriksaan PR juga tidak akan

merubah keputusan pemberian terapi endokrin, meskipun ER + / PR – memberikan respon

lebih jelek dari pada ER +/PR +, oleh karena endokrin terapi tetap diberikan pada kedua

kelompok tersebut, sehingga mereka menyarankan tidak lagi melakukan pemeriksaan

progesteron reseptor. 39

Pada penelitian ini apabila dilakukan analisa lebih lanjut, dari 185 pasien kanker

payudara didapatkan 104 pasien (56,2%) dengan status estrogen reseptor positif, dan 80

pasien (43,8%) estrogen reseptor negatif, sedangkan pada progesteron reseptor positif pada

107 pasien atau (57,8%) dan78 pasien (42,2%) negatif. Pada penelitian ini menunjukkan

suatu perbedaan dengan berbagai literatur kebanyakan yang menyebutkan populasi penderita

kanker payudara dengan estrogen reseptor positif sebesar 75% dan progesteron reseptor

positif sebesar 65%, 20. Hal ini menunjukkan pada penelitian ini angka estrogen reseptor

negatif dan progesteron negatif lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian lainnya, hal ini

35

Page 36: 86411532 Isi Penelitian Revisi

mungkin disebabkan perbedaan dari ras, pada penelitian lain banyak dilakukan di Amerika

dan Eropa, namun hal ini belum secara pasti diketahui. Apabila status progesteron reseptor

ini dihubungkan dengan status estrogen reseptor, didapatkan rekurensi tertinggi pada

kelompok ER - dan PR -.

Gambar 10. Perbandingan persentase ER/PR pada penelitian ini dengan penelitian

lain

Apabila dianalisa perbandingan status progesteron reseptor dengan estrogen reseptor

didapatkan data 92 pasien (50%) dengan ER+ dan PR +, 66 pasien (35,9%) ER- dan PR -, 14

pasien (7,6%) ER – dan PR +, 12 pasien (6,5%) ER + dan PR -, atau 26 pasien (14,1%)

dengan salah satu reseptor positif atau negatif.

Hal ini juga menunjukkan perbedaan dengan literatur pada umumnya yang

menyebutkan kelompok pasien dengan ER + dan PR + lebih dari 70%.20. hal ini mungkin

juga disebabkan perbedaan ras/ethnis ataupun validitas dari berbagai pemeriksaan ahli

patologi anatomi dalam menentukan status reseptor.

Dari 185 sampel penelitian, didapatkan 104 pasien dengan ER positif, dari 104 sampel

dengan ER positif tersebut didapatkan 35 kasus (33,7%) mengalami rekurensi, yang mana

faktor status reseptor progesteron sangat mempengaruhi kejadian rekurensi tersebut, (p =

0,025), pasien dengan ER+ dan PR – cenderung terjadi rekurensi dibandingkan dengan pasien

dengan ER + dan PR +, hal ini tidak sepenuhnya diketahui, namun pada beberapa penelitian

disebutkan ada sekelompok pasien dengan ER + namun tidak responsif terhadap terapi

endokrin, hal ini disebabkan meskipun terdeteksi adanya reseptor estrogen , namun reseptor

tersebut tidak bekerja pada beberapa pasien, sehingga pada beberapa literatur disebutkan

36

Page 37: 86411532 Isi Penelitian Revisi

peran PR lebih penting dalam menilai respon terhadap endokrin terapi dibandingkan dengan

ER,38 penelitian Allen M Gown 2008, menyebutkan bahwa PR secara independen

berpengaruh terhadap diseasse free interval dan overall survival.46 Pada penelitian oleh

Suzaane dkk,2005 didapatkan kelompok penderita dengan ER + dengan PR – memiliki

respon lebih jelek terhadap terapi endokrin dibandingan dengan kelompok ER+ dengan PR +,

oleh karenanya pada kelompok ER+ dan PR -, perlu dipertimbangkan pemberian adjuvan

terapi lainnya yaitu kemoterapi adjuvant.34

Faktor prognostik yang signifikan berikutnya adalah angioinvasif, hal ini sesuai

dengan literatur dan penelitian lainnya yang menyatakan adanya angioinvasif pada kanker

payudara berhubungan dengan semakin tingginya angka rekurensi8,10,11, pada penelitian ini

didapatkan resiko relatif (RR) angioinvasif + terhadap rekurensi sebesar 1,74, yang berarti

penderita kanker payudara dengan angioinvasif positif memiliki kemungkinan terjadi

rekurensi sebesar 1,74 kali lebih besar dibandingkan kelompok tanpa adanya angioinvasif.

Faktor yang berikutnya adalah keterlibatan kelenjar getah bening (KGB), hal ini

sesuai dengan literatur dan konsensus St.Gallen 2007, yang membagi penderita menjadi

resiko rendah atau intermediate apabila KGB yang terlibat < 4 buah, sedangkan bila KGB

yang terlibat 4 atau lebih masuk dalam kategori resiko tinggi terjadi rekurensi. Pada

penelitian ini resiko relarif (RR) sebesar 1,4. Pada penelitian Abena dkk, 2008 didapatkan

kasus node positif, dengan tanpa pemberian adjuvant terapi, maka angka rekurensi mencapai

76%, dan hanya 24 % pada kelompok node negatif. Metastasis aksila merupakan faktor

prognosis pada kanker payudara yang operable.16 Pada penelitian ini didapatkan 53,8%

pasien pada saat dilakukan operasi ukuran tumor kurang dari 5 cm, jumlah ini sedikit lebih

banyak dibandingkan kelompok pasien dengan tumor dengan ukuran lebih dari 5 cm, namun

meskipun ukuran tumor kurang dari 5 cm, ternyata didapatkan angka penyebaran kanker ke

kelenjar getah bening aksila sebesar 70%, hal ini menunjukkan sebagian besar pasien datang

dalam kondisi kanker yang lanjut.

Usia merupakan salah satu faktor yang berperan dalam terjadinya rekurensi, pada

penelitian Nixon AJ, dkk, 1995 mendapatkan kelompok usia dibawah 35 tahun memiliki

prognosis yang lebih buruk dan angka rekurensi yang lebih tinggi dibandingkan usia diatas

35 tahun saat diagnosa awal35. Usia yang muda juga berhubungan terbalik dengan status

estrogen reseptor, pada penelitian Corey K dkk, 2008 menunjukkan status estrogen reseptor

37

Page 38: 86411532 Isi Penelitian Revisi

yang lebih rendah pada kelompok pasien kanker payudara pada usia muda. Hal ini juga

berhubungan dengan jeleknya prognosis pada kelompok usia muda dengan status estrogen

reseptor positif dibandingkan dengan kelompok yang sama dengan estrogen reseptor yang

negatif. Usia muda dengan over expres HER 2 neu juga menunjukkan prognosis yang jelek

dibandingan HER2 neu positif.36

Pada penelitian ini usia termuda adalah 23 tahun, tampak angka rekurensi tertinggi

pada kelompok dibawah 35 tahun yaitu sebesar 52,6 %, hal ini sesuai dengan penelitian yang

lain. Namun pada uji univariate tidak menunjukkan signifikansi, demikian pula profile status

hormonal pada usia dibawah 35 tahun pada penelitian ini baik ER, PR dan HER2 neu tidak

menunjukkan signifikansi terhadap kejadian rekurensi. Penyebab prognosis yang buruk pada

usia muda ini masih belum jelas dimengerti, penelitian genomik masih terus dilakukan.

Faktor grade tumor pada penelitian ini tidak signifikan, hal ini berbeda dengan berbagai

penelitian lain, yang menyatakan grade tumor merupakan salah satu prediktor kuat, namun

pemeriksaan ini akan bernilai apabila dilakukan pada satu institusi dan dikerjakan oleh

patologist yang terlatih, sehingga hasil grade tumor akan sesuai dengan perjalanan kanker

payudara tersebut, masalah utama yang dihadapi pada pemeriksaan patologi anatomi adalah

poor reproducibility dan perbedaan interpretasi antar observer.43

Faktor yang terakhir ikut berperan yaitu peran ahli bedah, dari penelitian ini disebutan

perbedaan yang sangat signifikan antara operator RS. Dr Soetomo dan operator dari luar RS.

Dr. Soetomo, namun pada analisa margin operasi tidak didapatkan perbedaan yang signifikan

antara margin operator luar dan dalam, Pada penelitian yang dilakukan oleh Assersohn

dkk,1999 mendapatkan dari 185 pasien yang dilakukan mastektomi, 38% dengan margin

operasi positif, yang diberikan terapi adjuvant kemoradioterapi dan tamoxifen, didapatkan

tidak ada perbedaan bermakna kejadian rekurensi pada evaluasi 1 tahun setelah operasi.40

Meskipun faktor margin tidak ada perbedaan, kemungkinan lokal rekurensi dapat terjadi

karena perbedaan pembuatan ketebalan flap sebelum mastektomi, bila mana flap dibuat

terlalu tebal, dapat menyebabkan tertinggalnya sel kanker pada sisi flap tersebut,

kemungkinan yang lain adalah teknik pembuatan diseksi aksila yang tidak standar atau

adekuat.

Tabel 16. Nilai rata-rata dan nilai tengah disease free interval

KET Mean Median Min MaxDFI 19,48 18,00 1 72

38

Page 39: 86411532 Isi Penelitian Revisi

(bulan)

Pada penelitian ini juga dievaluasi nilai rata – rata disease free interval (DFI) pada

kasus yang mengalami rekurensi, dari 68 kasus rekurensi didapatkan rekurensi tercepat yaitu

1 bulan dan rekurensi terlama 72 bulan, dengan rata-rata sebesar 19,48 bulan atau sekitar 20

bulan, hal ini sesuai dengan kejadian rekurensi pada penelitian yang dilakukan oleh Nielsen

M dkk, 2006, Angka rekurensi paling tinggi didapatkan pada 2 tahun (24 bulan) pertama,

dan tetap terjadi pada evaluasi 10 tahun setelah operasi.9

Dari penelitian ini didapatakan rata-rata rekurensi yaitu 19,48 bulan, dengan

rekurensi tercepat yaitu 1 bulan, dan rekurensi terlama dari penelitian ini sebesar 72 bulan.

DFI pada penelitian ini lebih pendek dibandingkan hasil penelitian lain pada umumnya, hal

ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti pemberian adjuvan terapi, yang sering tidak

terlaksana dengan baik.

Pada penelitian Anderson dkk,2004, yang melakukan penelitan terhadap rekurensi

kanker payudara sejak tahun 1974 hingga 2004, didapatkan disease free survival (DFS)

meningkat 1% setiap tahunnya, hal ini disebabkan semakin baiknya deteksi dini dan tindakan

dini rekurensi kanker payudara.43 DFI kurang dari 24 bulan juga secara bermakna

menyebabkan prognosis yang buruk. 41. Rata-rata DFI pada penelitian ini sebesar 19,4 bulan,

namun penulis tidak melakukan evaluasi lebih lanjut hingga akhir perjalanan penyakit.

BAB VII

1 KESIMPULAN DAN SARAN

2

7.1 Kesimpulan

1. Angka rekurensi kanker payudara di RSU dr. Soetomo pada kasus 2 tahun atau lebih

paska mastektomi sebesar 37 Persen

2. Jumlah penderita kanker payudar dengan reseptor estrogen negatif sebesar 43,8%

3. Pada penelitian ini faktor – faktor tumor yang berpengaruh secara signifikan pada

rekurensi kanker payudara yaitu status progesteron reseptor , adanya angioinvasif, dan

kelenjar getah bening,

39

Page 40: 86411532 Isi Penelitian Revisi

4. faktor – faktor selain tumor juga ikut berperan sebagai faktor prognostik terjadinya

rekurensi kanker payudara yaitu : faktor usia dan operator

5. faktor operator dalam menyebabkan rekurensi tidak berhubungan dengan margin

operasi, kemungkinan hal ini juga bisa disebabkan perbedaan interprestasi ahli

patologi anatomi, terutama operasi yang dilakukan di RS luar RSU Dr. Soetomo,

Surabaya ataupun bisa juga disebabkan karena dalam membuat ketebalan flap kulit,

ataupun diseksi aksila yang tidak standar.

7.2 Saran

1. Penyusunan status rekam medis yang lebih lengkap, baik diagnosa awal, teknik

operasi yang dilakukan, tanggal awal terjadinya rekurensi, serta evaluasi mortalitas

pasien paska operasi yang selama ini tidak bisa di record secara baik

2. Pemeriksaan patologi anatomi seharusnya ditulis lengkap, dari pemeriksaan makros,

mikros yang meliputi jenis PA, grade, KGB, angioinvasif, tubular formation, mitotic

index, nuclear pleomorpism, batas margin yang standar ( tepi – tepi tumor dan dasar

tumor )

3. Pemeriksaan IHC (imuno histokimia pada semua pasien paska operasi mastektomi,

oleh karena hanya sekitar 60% data yang dilengkapi data tersebut. Dan perlunya

pemeriksaan lanjutan FISH pada kasus status HER + 2

4. Perlunya ahli bedah untuk mencermati hasil pemeriksaan patologi anatomi paska

operasi untuk menentukan keputusan yang tepat dalam memberikan ajuvan terapi

5. Perlunya penelitian lanjutan untuk menilai peran progesteron reseptor dalam

rekurensi dan mengapa angka estrogen reseptor negatif yang sangat tinggi pada

populasi, apakah murni disebabkan faktor ras atau ada faktor lain yang belum

diketahui dan perlunya penelitian lanjutan untuk menilai menilai faktor faktor tumor,

teknik operasi, pemberian neo adjuvant dan adjuvant terapi dalam menilai rekurensi

kanker payudara

40

Page 41: 86411532 Isi Penelitian Revisi

KEPUSTAKAAN

1. DeVita, Vincent T. Principles & Practice of Oncology, ed 8. 2008. P185-210

2. Martin D. Abellofs Clinical Oncology. Cancer of the breast. 4 ed. 2006.p 1076-90

3. Tjakra W, panduan penatalaksanaan kanker solid, PERABOI 2010

4. Nadia H, Raimund J, St.Gallent 2007: Breast cancer treatment consensus report.

Breast Care 2007;2:130–134.

5. Nadia H, Raimund J, St. Gallen 2007: Breast Cancer Treatment Consensus

ReportBreast Care 2007;2:130–134.

6. Kanker Payudara Dominan di Indonesia. Thu, Feb 4, 2010 | Jakarta, matanews.com

7. Breast cancer facts and figures 2009 – 2010, American Cancer Society

41

Page 42: 86411532 Isi Penelitian Revisi

8. William L. Tumor-Related Prognostic Factors forBreast Cancer. C A C a n c e r J C l .

1 9 9 7 ; 4 7 : 2 8 - 5 1

9. Nielsen M, The relationship between breast cancer recurrence and bi-modal hazard

rate (BMH) .Journal of Clinical Oncology, Vol 24, No 15 (May 20), 2006: pp. 2268-

2275

10. Goldfarb Y. Ben-Eliyahu S. Surgery as a Risk Factor for Breast Cancer Recurrence

and Metastasis: Mediating. Mechanisms and Clinical Prophylactic Approaches. Breast

Disease 24 (2005,2006) 1–16

11. Monique G. Prognostic Factors for Death after an Isolated Local.Recurrence

in Patients with Early-Stage Breast Carcinoma. CANCER June. 2002 .94

12. Andre F. Local Failure Is Responsible for the Decrease in Survival for Patients With

Breast Cancer Treated With Conservative Surgery and Postoperative Radiotherapy.

Journal of Clinical Oncology, Vol 17, No 1 (January), 1999: pp 101-109

13. Cathie T, Chung. Goals and objectives in the management of metastatic breast cancer.

The oncologist, 2003;8.514-520

14. Jeffrey S. The HER-2/neu Oncogene in Breast Cancer: Prognostic Factor, Predictive

Factor, and Target for Therapy. The Oncologist 1998;3:237-252

15. Fatima C et al , International Guidelines for Management of Metastatic Breast

Cancer: Combination vs Sequential Single-Agent Chemotherapy. J Natl Cancer Inst

2009;101:1174–1181

16. Abenaa M. Residual Risk of Breast Cancer Recurrence 5 Years After Adjuvant

Therapy. J Natl Cancer Inst 2008;100: 1179 – 1183

17. Paul L et al. Breast cancer subtipe approximated by estrogen receptor, progesteron

receptor, HER2 neu is associated with local and distance recurrence after breast

concerving therapy. JCO 26.2008

18. Elwood V. Estrogen receptors and proliferation markers in primary and recurrent

breast cancer. PNAS _, 2001 _ vol. 98 _ no. 26 _ 15197–15202

19. Adedayo A.Breast Cancer Subtypes Based on ER/PR and Her2 Expression:

Comparison of Clinicopathologic Features and Survival. Clinical Medicine &

Research Volume 7, Number 1/2: 4-13.2009

20. Anderson M, surgical oncologi handbook,4th ed, 2008. p267-301

21. Kato T, Kimura T, Clinicopathologic study associated with long-term survival in

Japanese patients with node-negative breast Cancer. British Journal of Cancer (2000)

82(2), 404–411.

42

Page 43: 86411532 Isi Penelitian Revisi

22. Valentine et al, Comparison of HER-2 and Hormone Receptor Expression in Primary

Breast Cancers and Asynchronous Paired Metastases: Impact on Patient Management.

The Oncologist 2008;13:838–844

23. Wallgren A, et al, Risk Factors for Locoregional Recurrence Among Breast Cancer

Patients: Results From International Breast Cancer Study Group Trials I Through VII.

Journal of Clinical Oncology, Vol 21, No 7 (April 1), 2003: pp 1205-1213

24. G. Gruber. Extracapsular tumor spread and the risk of local, axillary and

supraclavicular recurrence in node-positive, premenopausal patients with breast

cancer. Annals of Oncology 19: 2008 ,1393–1401,

25. Abenaa M et al. Relationship Between Epidemiologic Risk Factors and Breast Cancer

Recurrence. J Clin Oncol 25. 2007:4438-4444.

26. Mirza, Attiqa. Prognostic Factors in Node-Negative Breast Cancer A Review of

Studies With Sample Size More Than 200 and Follow- Up More Than 5 Years, Ann.

Surg. , January 2002

27. Verschraegen et al, Modeling the Effect of Tumor Size in Early Breast Cancer.

Annals of Surgery . February 2005.V. 241, no 2,

28. LI Hui-ping, Prediction of recurrence risk in early breast cancer using human

epidermal growth factor 2 and cyclin A2. Chin Med J 2010;123(4):431-437

29. Teguh Aryandono, Recurrence and distant free survival: study on breast cancer

prognostic factor in Yogyakarta. Berkala llmu Kedokteran Vol. 38, No. 2, Juni 2006:

64- 7 1

30. Westenend P J, C J C Meurs, R A M Damhuis. Tumour size and vascular invasion

predict distant metastasis in stage I breast cancer. Grade distinguishes early and late

Metastasis. J Clin Pathol 2005;58:196–201.

31. Cinieri S, et al. Adjuvant strategies in breast cancer: new prospectives, questions and

reflections at the end of 2007 St Gallen International Expert Consensus Conference,

Annals of Oncology 18 (Supplement 6): vi63–vi65, 2007

32. Susan G, facts for life, racial & ethnics difference. American Cancer Society, Cancer

Facts & Figures for African Americans 2009-2010

33. Osborne K, et al, The value of estrogen and progesteron receptors in the treatment of

breast cancer. Cancer 46:2884-88,1980

34. Suzanne A, Fuquam Yukun C, Adrian V. Insight into the role of progesterone

receptors in breast cancer.JCO 23:931-2,2005

43

Page 44: 86411532 Isi Penelitian Revisi

35. Nixon Aj et al. Relationship of patient age to pathologic features of the tumor and

prognosis for patients with stage I or II breast cáncer.JCO,12:888-94.1994

36. Carey et al. Young age at diagnosis correlates with worse prognosis and defines a

subset of breast cancers with shared patterns of gene expression.JCO 26:3324-

30.2008

37. Torsten A et al. Breast cancer patients with progesterone receptor PR-A rich tumor

have poorer disease-free survival rates

38. Valerie j et al. Progesterone Receptor Status Significantly Improves Outcome

Prediction Over Estrogen Receptor Status Alone for Adjuvant Endocrine Therapy in

Two Large Breast Cancer Databases.JCO, 21,2003;1973-79

39. Ivo et al. Time to Stop Progesterone Receptor Testing in Breast Cancer Management.

JCO.2004.99.298

40. Aserhon et al. Local relapse in primary breast cancer patients with unexcised positive

surgical margins after lumpectomy, radiotherapy and chemoendocrine therapy. Annals

of Oncology 10: 1451-1455. 1999

41. John M et al, Prognostic Indicators in Patients with Isolated Local - Regional

Recurrence of Breast Cancer, Currcer 47:2232-2235, 2006

42. Lisa E et al, Locoregional Recurrence of Breast Cancer After Mastectomy,

medscape,2008

43. Jay R, Haris, Mach E, Monica M, Kent O, Disease of the breast,2nd lippicot williams

& wilkins,1999.p 471-489

44. Cinieri, S, Adjuvant strategies in breast cancer: new prospectives, questions and

reflections at the end of 2007 St Gallen International Expert Consensus Conference,

Ann. Onc. 18:63-65, 2007

45. International Agency for Research on Cancer 2010, Breast Cancer Incidence and

Mortality Worldwide, GLOBOCAN 2008

46. Allen M Gown, Current issues in ER and HER2 testing by IHC in breast cancer.

Modern Pathology (2008) 21, S8–S15

44