Page 1
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kanker payudara merupakan keganasan tersering ke 2 di Indonesia setelah kanker
servik, namun menempati urutan pertama di negara barat atau maju, dengan angka kematian
yang tinggi, mencapai 40 ribu kasus pertahun di Amerika Serikat1, masalah yang dihadapi
pada penanganan kanker payudara bermacam-macam, mulai screening, diagnostik, terapi,
dan kekambuhannya. Secara umum harapan hidup penderita kanker payudara selama 5 tahun
tergantung stadiumnya, pada stadium dini bisa mencapai 80%, sedangkan pada kasus lanjut
atau metastase hanya mencapai 20% saja1,6
Gambar 1. 5 year survival rate kanker payudara berdasarkan stadium6
Lebih dari 30 % penderita kanker payudara dengan node negatif akan mengalami
rekurensi, sedangkan pada kelompok node positif angka rekurensi mencapai 70 %, Secara
umum rekurensi kanker payudara dapat disebabkan berbagai faktor yaitu, faktor individu,
meliputi usia, pre/post menopouse; faktor tumor yaitu, ukuran tumor, patologi anatomi tumor,
status imunohistokimia, dan terakhir faktor pengobatan yaitu, pemberian adjuvan terapi2,4
Penanganan kanker payudara terus berkembang seiring perkembangan teknologi dalam
mendeteksi biomolekuler kanker tersebut, tujuan terapi adalah memperpanjang daya tahan
hidup dan mencegah kekambuhan. Berbagai usaha dilakukan untuk mencegah kekambuhan
yaitu dengan munculnya rekomendasi dari St.Gallen 2005 yang membagi penderita kanker
1
Page 2
payudara menjadi 3 golongan resiko untuk tejadinya kekambuhan: low risk, average risk,
high risk. Dengan dasar ini dapat ditentukan kelompok pasien yang akan menerima adjuvant
terapi dan jenis terapi adjuvant yang berbeda pula.31 Perkembangan konsesnsus St Gallen
terus berlanjut yaitu konsensus 2007 dan 2009, namun dari semua konsensus tersebut hanya
bersifat rekomendasi bukan guidelines, dimana tidak semua kasus memiliki referensi dan
evidance based yang yang kuat, sehingga dibalik konsensus St.Gallen masih banyak hal
yang diperdebatkan. Pada St gallen 2009 didapatkan beberapa point perdebatan diantaranya
yaitu: Pembedahan pada aksila dan margin operasi, radiasi pada DCIS, pemeriksaan patologi
ER,PR,Ki67 dan grading tumor, multi gene signature, terapi endokrin, kemoterapi, targeted
therapies, neo adjuvant terapi, fertilitas dan kanker payudara pada laki-laki.31,32 Disamping itu
masalah perbedaan ethnic / demography dalam perjalalan penyakit dan penangan kanker
tersebut, pada grafik dibawah digambarkan perbedaan angka kejadian dan mortalitas kanker
payudara pada beberapa ethnis yang berbeda di Amerika Serikat Wanita kulit putih memiliki
angka kejadian lebih tinggi dibandingkan yang lain, namun kejadian dibawah usia 40 tahun
lebih banyak didapatkan pada etnis campuran Afro-Amerika dan juga ukuran tumor yang
lebih besar, ethnis latin/hispanic memiliki angka kejadian paling rendah. Angka kematian
lebih tinggi didapatkan pada etnis Afro-Amerika, Untuk menelaah lebih jauh tentang
guidelines St.Gallen dan adanya kemungkinan perbedaan pola dan sifat pertumbuhan kanker
payudara pada beberapa etnis dan ras, juga untuk menilai faktor – faktor yang dapat berperan
dalam terjadinya rekurensi kanker payudara di indonesia, khususnya di RSU Dr. Soetomo
Surabaya, maka dilakukan penelitian ini sedangkan data penyakit kanker payudara dan angka
rekurensi di Indonesia selama ini belum ada, dan belum adanya penelitian dalam menilai
faktor tumor sebagai faktor penyebab rekurensi di Indonesia.
Gambar 2. Perbedaan angka kejadian kanker payudara pada beberapa etnis
2
Page 3
Pada penelitian ini dicoba untuk mengevaluasi faktor-faktor tumor yang mungkin
berkaitan dengan kejadian perjalanan penyakit kanker payudara pasca operasi mastektomi 2
tahun yang lalu atau lebih di RSU Dr. Soetomo Surabaya, kemudian dievaluasi angka
kejadian rekurensi dihubungkan juga dengan faktor – faktor tumor tersebut, diantaranya :
ukuran tumor, kelenjar getah bening yang terlibat, grading tumor, mitotic index, tubulo
formation, angioinvasif, imunohistokimia (ER, PR dan HER-2/neu), dalam menyebabkan
rekurensi tersebut.
.
1.2 Rumusan Masalah
Seberapa besar angka rekurensi pasien kanker payudara di RSU Dr. Soetomo
Surabaya dan apakah peran faktor - faktor tumor kanker payudara (ukuran tumor, kelenjar
getah bening regional, grading, angioinvasif, mitotic index, tubular formation, Estrogen
reseptor (ER), Progesteron reseptor (PR) dan HER-2/neu dengan kejadian rekurensi
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui angka kejadian rekurensi kanker payudara paska operasi mastektomi
dan hubungannya dengan faktor-faktor terkait tumor di RSU Dr.Soetomo,
Surabaya
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui resiko relatif kejadian rekurensi kanker payudara dengan ukuran
tumor.
2. Mengetahui resiko relatif kejadian rekurensi kanker payudara dengan jumlah
kelenjar getah bening regional yang terlibat.
3. Mengetahui resiko relatif kejadian rekurensi kanker payudara dengan grading
tumor.
4. Mengetahui resiko relatif kejadian rekurensi kanker payudara dengan mitotic
index tumor.
5. Mengetahui resiko relatif kejadian rekurensi kanker payudara dengan tubulus
formation tumor.
3
Page 4
6. Mengetahui resiko relatif kejadian rekurensi kanker payudara dengan adanya
angioinvasif tumor .
7. Mengetahui resiko relatif kejadian rekurensi kanker payudara dengan
persentase hormon estrogen reseptor (ER).
8. Mengetahui resiko relatif kejadian rekurensi kanker payudara dengan
persentase hormon progesteron reseptor (PR).
9. Mengetahui resiko relatif kejadian rekurensi kanker payudara dengan
konsentrasi HER-2/neu.
10. Mengetahui perbandingan kejadian rekurensi kanker payudara yang dilakukan
operasi di RSU Dr. Soetomo dengan operasi di RS luar yang dirujuk ke RSU
Dr. Soetomo.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang besar angka kejadian
rekurensi kanker payudara paska mastektomi di RSU Dr. Soetomo Surabaya
dan menilai berapa besar peran faktor – faktor tumor dalam menyebabkan
rekurensi tersebut.
1.4.2 Manfaat Klinis
Dengan diketahui seberapa besar resiko faktor-faktor tumor dalam
menyebabkan rekurensi kanker payudara, diharapkan klinisi dapat memiliki
panduan faktor apa saja yang paling berperan dalam menyebabkan rekurensi,
sehingga dapat dilakukan pemberian terapi adjuvant dapat lebih tepat dan
adekuat.
4
Page 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. KARSINOMA PAYUDARA
Kanker payudara merupakan keganasan tersering didunia, dan penyebab kematian
tertinggi pada kasus keganasan, di Amerika Serikat diperkirakan sebanyak 212.920 kasus
kanker payudara baru setiap tahunnya dengan 61,982 kasus kematian pada tahun 2006.
Kejadian kanker payudara pada usia diatas 50 tahun diperkirakan 375.0 per 100,000
penduduk, sedangkan kejadian pada wanita dibawah usia 50 tahun 42.5 per 100,0003
Di Indonesia berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) 2007, kejadian
kanker payudara sebanyak 8.227 kasus atau 16,85 persen dan kanker leher rahim 5.786 kasus
atau 11,78 persen, Prevalensi kejadian tumor/kanker di Indonesia sendiri, menurut Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2007, sebesar 4,3 per 1000 penduduk5.
2.2. REKURENSI KANKER PAYUDARA
Kanker payudara dapat mengalami recurrence/kekambuhan/rekurensi, rekurensi
tersebut dapat terjadi dalam 3 kondisi:
Local recurrence
Terjadi apabila sel kanker muncul kembali pada tempat awal tumbuhnya tumor primer,
kekambuhan lokal ini dipercaya bukan karena penyebaran sel kanker tersebut, namun lebih
disebabkan karena kegagalan pada terapi pertama kali. Rekurensi lokal pada umumnya dapat
diketahui dari munculnya single atau multiple nodul baru di subkutan dekat dengan luka
insisi lama, secara umum kekambuhan tersering terjadi pada 5 tahun pertama. Ukuran tumor
yang besar merupakan faktor yang meningkatkan terjadinya rekurensi lokal.8,9
Pada pasien setelah mengalami mastektomi, sebagian dari kulit dan lemak payudara
ditinggalkan, hal ini yang menyebabkan rekurensi lokal dapat terjadi, pada wanita yang
dilakukan BCT ( breast conserving therapy ) diberikan tambahan terapi radiasi, hal ini
dimaksudkan untuk menghindari local recurrence tersebut.
Regional recurrence
Merupakan komplikasi yang lebih serius dibandingkan local recurrence, karena hal ini
biasanya menunjukkan bahwa sel kanker telah menyebar keluar dari payudara dan daerah
5
Page 6
aksila, regional recurrence dapat terjadi di otot dada, kelenjar getah bening mamary interna,
kelenjar getah bening di supraklavikula dan leher, dua lokasi terakhir menunjukkan bahwa
kanker tersebut tumbuh lebih agresif 10,11.
Secara keseluruhan angka regional recurrence antara 2 - 5 % dari seluruh kasus
kanker payudara. Penanganan pada kondisi ini lebih kompleks, dari tindakakan operasi untuk
membuang kelenjar tersebut, kemoterapi, radioterapi dan endokrin terapi.11
Distant recurrence
Juga dikenal sebagai metastasis jauh, merupakan kekambuhan yang paling berat, dan
berhubungan dengan harapan hidup yang sangat rendah. Pada umumnya sel kanker menyebar
pertama kali ke kelenjar getah bening di aksila. Sekitar 60-75% rekurensi jauh terjadi di
tulang, disusul ditempat lain yaitu paru, hepar, otak dan organ lain. Terapi yang dapat
diberikan antara lain kemoterapi, radioterapi dan hormonal terapi.
2.3 EPIDEMIOLOGI REKURENSI KANKER PAYUDARA
Rekurensi kanker payudara dapat terjadi setelah beberapa bulan hingga bertahun-
tahun pasca operasi, lebih dari 30 % penderita kanker payudara dengan node negatif akan
mengalami rekurensi, sedangkan pada kelompok node positif angka rekurensi mencapai 70
%, kejadian rekurensi kanker payudara paling sering terjadi dalam 2 tahun pertama setelah
operasi, pada penelitian meta analisis, The Early Breast Cancer Trialists Collaboration
Group, melibatkan 55 clinical trials dengan 37.000 pasien, dari penelitian ini menunjukkan
angka kejadian rekurensi pada kelompok pasien yang tidak mendapatkan endokrin terapi.8
Gambar 3. Diagram persentase rekurensi dibandingkan dengan lama tahun setelah operasi8
6
Page 7
Angka rekurensi paling tinggi didapatkan pada 2 tahun pertama, dan tetap terjadi pada
evaluasi 10 tahun setelah operasi. Angka rekurensi pada kelompok node positif yang tidak
mendapatkan hormonal terapi sebesar 50 % dan sebesar 32 % pada kelompok node negatif
dalam 10 tahun evaluasi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Abeena dkk, 2001, didapatkan
angka kejadian rekurensi dalam 5 tahun pada stadium I sebesar 7 %, stadium II sebesar 11%
dan pada stadium III sebesar 13% 3
Gambar 4 : Probabilitas rekurensi kanker payudara berdasarkan tahun paska operasi
mastektomi9
Pada gambar 4 dijelaskan besar angka kejadian rekurensi payudara baik lokoregional
(LRR) dan rekurensi jauh (DM) pada kelompok yang diberikan radioterapi (RT) dan non
radioterapi. Tampak kejadian tertinggi yaitu rekurensi lokoregional dengan atau tanpa disertai
rekurensi jauh pada kelompok tanpa pemberian radioterapi sebesar 49 % pada evaluasi
selama 18 tahun. Kejadian rekurensi pada 2 tahun pertama paska operasi mastektomi sebesar
20%.9
Kanker payudara dapat mengalami rekurensi dalam 10 atau 20 tahun setelah diagnosa
awal, namun resiko rekurensi semakin menurun sejalan bertambahnya waktu. Local
recurrence pada pasien yang mengalami BCT sebesar 5% sampai 10% pada tahun ke 8 dan
tahun 10, secara umum angka kejadian local recurrence sebesar 10 % dan sering
berhubungan dengan metastasis jauh. Pada pasien yang sebelumnya dilakukan lumpektomi
kemudian kambuh, terapi yang dapat diberikan adalah mastektomi, 50%-60% pasien tersebut
akan bebas tumor dalam 5 tahun pertama. Hal ini berbeda dengan rekurensi pada dinding
dada pada pasien paska mastektomi, biasanya terjadi dalam 2-3 tahun pertama, median
survival pada kasus ini berkisar 2-3 tahun6
2.4. Faktor-Faktor Penyebab Rekurensi
7
Page 8
Secara umum rekurensi kanker payudara, disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya,
faktor individu, faktor tumor, faktor macam tindakan pengobatan yang diberikan. Faktor
individu meliputi usia saat pertama kali terdiagnosa kanker payudara, usia dibawah 35 tahun
memiliki resiko tinggi untuk terjadi rekurensi. Faktor pengobatan meliputi tindakakan
eksternal radiasi setelah Breast Conversing Surgery, terbukti pemberian radiasi menurunkan
angka kejadian rekurensi, pada sebuah penelitian didapatkan angka rekurensi pada pasien
post lumpektomy yang dilakukan radioterapi sebesar 13,4%, sedangkan pada kelompok yang
dilakukan kemoterapi dan radioterapi turun menjadi 2,6 %.12
Pada sebuah penelitian pasien post lumpektomy yang dilakukan radioterapi angka
rekurensi sebesar 7 %, dibandingkan kelompok pasien yang dilakukan radioterapi dan
pemberian hormonal terapi turun menjadi 3%.13 Tindakan operasi mastektomi, apakah
margin operasi bebas dari sel kanker payudara, apabila masih didapatkan sel kanker pada tepi
operasi maka akan meningkatkan resiko terjadinya rekurensi. Persentase selama 8 tahun
bebas tumor ( disease free interval ) pada kelompok pasien dengan margin negatif sebesar
73%, sedangkan pada kelompok dengan margin negatif mencapai 93 %. Faktor tumor
meliputi ukuran tumor, kelenjar getah bening aksila yang terinfiltrasi sel kanker, grading
kanker, status hormonal reseptor dan status reseptor HER2 neu.7,18
Tabel 1. Faktor – faktor prognostik terjadinya rekurensi: morphology based dan non
morphology based14
Pada beberapa tahun terakir, dilakukan penelitian tes genetik dalam memprediksi
rekurensi kanker payudara, beberapa contoh tes yaitu: MammaPrint, Oncotype DX dengan
menilai lebih dari 70 gen yang berhubungan dengan kanker payudara, tes ini dikenal dengan
nama gene expression profiling. Namun tes ini terbatas pada kanker payudara dengan
8
Page 9
reseptor estrogen positif dan tidak menunjukkan adanya penyebaran ke kelenjar getah
bening12. Dibawah ini diuraikan faktor – faktor terkait tumor yang dapat berperan
menyebabkan kejadian rekurensi kanker payudara.
2.4.1 Ukuran Tumor
Ukuran tumor secara langsung berhubungan dengan persentase keterlibatan kelenjar
getah bening aksila, semakin besar diameter tumor tersebut, maka semakin tinggi pula
kejadian terkenanya kelenjar di aksila8
Tabel 2. perbandingan antara ukuran tumor dengan axilary node8
Pada tumor ukuran kecil, 2 – 5 cm yang mana dilakukan BCT/breast conserving
therapy, didapatkan kejadian rekurensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tumor yang
dilakukan mastektomi, namun beberapa studi menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna
survival rate pada kedua kelompok tersebut.11,26,30
Secara umum gambaran survival rate pada kanker payudara berhubungan dengan
stadium, pada stadium I, dimana ukuran tumor kurang dari 2 cm dan tidak terdapat metastasis
didapatkan 5 year survival rate (5-ysr) sebesar 97%, pada stadium II, dimana ukuran tumor
antara 2 sampai 5 cm, dengan atau tidak disertainya keterlibatan kelenjar getah bening aksila
memiliki 5ysr sebesar 88%-76%. Pada stadium III, dimana ukuran tumor lebih dari 5 cm dan
telah melibatkan kelenjar getah bening aksila, ataupun telah melibatkan struktur sekitar
seperti kulit, dinding dada, memiliki 5ysr sebesar 56% - 46%. Sedangkan pada stadium IV,
dimana telah terjadi metastase jauh 5ysr hanya sebesar 16 %12. Dari data diatas terdapat
gambaran penurun angka harapan hidup selam 5 tahun pada kelompok pasien dengan stadium
9
Page 10
II ( T < 5 cm ), dibandingkan stadium III ( T > 5 cm ), yaitu dari 88% turun drastis menjadi
46%.13,16
Gambar 5. Korelasi ukuran tumor, node dengan 5 year survival rate8
Peran ukuran tumor sebagai variabel faktor prognostik merupakan hal
yang sangat penting, pada banyak penelitian ukuran tumor merupakan
urutan kedua paling berpengaruh pada prognostik faktor. Ukuran tumor
secara langsung berhubungan dengan kemungkinan terjadinya metastase
regional dan angka kematian7,8,16
Pada sebuah penelitan didapatkan ukuran tumor 0,1 mm-5 mm dan
6 mm – 10 mm akan mengakibatkan metastasis aksila sebesar 7,7 dan
12,5 %. Ukuran tumor kurang dari 1 cm memiliki angka rekurensi yang
rendah, dengan angka 5 year survival rate mencapai 92 - 96%,
sebaliknya ukuran tumor kurang dari 1 cm memiliki angka rekurensi
sebesar 12 % setelah 20 tahun. 16
2.4.2 Lymph Nodes / Kelenjar Getah Bening (KGB)
Kelenjar getah bening daerah aksila merupakan daerah pertama terjadinya penyebaran
sel kanker payudara, dari sistem kelenjar ini, sel kanker menyebar keseluruh tubuh. Dari hasil
10
Page 11
patologi dapat dinilai apakah pembesaran kelenjar aksila hanya merupakan reaksi hiperplasi
atau sudah terjadi metastase ke sistem kelenjar tersebut. Secara patologi kelenjar getah
bening yang terlibat dibagi menjadi 4 group, pN0 : tidak ada kelenjar yang terlibat, pN1: 1-3
kelenjar terkena, pN2 : 4 – 9 kelenjar terkena, pN3: lebih dari 9 kelenjar.3
Tabel 3. Perbandingan jumlah kelenjar getah bening yang terinfiltrasi sel kanker dengan
survival.rate,pada.kasus.kanker.payudara18
Pemeriksaan secara klinis pada kelenjar getah bening aksila biasanya tidak akurat
untuk menentukan adanya metastasis, kecuali ukurannya memang besar dan sudah lanjut.
Pada sebuah studi menunjukkan false negatif sebesar 38,6 % dan false positif sebesar 27,3 %.
Hasil yang positif metastase pada KGB aksila pada pemeriksaan patologi, mengindikasikan
juga bahwa sel kanker kemungkinan besar sudah melakuan metastase jauh16.
Pada penelitan analisis multivariate, pada kasus node positif, dengan tanpa pemberian
adjuvant terapi, maka angka rekurensi mencapai 76%, dan hanya 24 % pada kelompok node
negatif. Metastasis aksila merupakan faktor prognosis pada kanker payudara yang operable,
namun seperempat pasien tanpa metastase kelenjar aksila menunjukkan kegagalan terapi, dan
sebaliknya 30 % pasien dengan metastastis aksila memiliki harapan hidup sampai 10 tahun16.
Jumlah dari node yang mengandung sel kanker lebih memiliki nilai prognostik, pada
penelitian besar dengan 1,741 pasien, pada kelompok dengan node 0, 1-3, 4- 9 dan diatas 10,
didapatkan 10 year survival sebesar 75, 62, 42, dan 20 persen16.
2.4.3 Histological Grade
11
Page 12
Histological grade dibuat berdasarkan aturan dari Bloom Richardson atau Nottingham
score. Grading ini berdasarkan kombinasi dari nuclear grade, indeks mitosis dan tubule
formation, yang mana ketiganya dilihat dibawah miroskop, dari ketiganya dapat diprediksi
tingkat agresifitas sel kanker
Nuclear grade : memiliki skor 1 – 3, berdasarkan penampakan nukleus dari sel kanker, skor
1 berarti inti sel mirip dengan sel normal, sedangkan skor 3 memiliki bentuk inti paling buruk
Indeks mitosis Indeks mitosis merupakan perhitungan jumlah sel kanker yang mengalami
mitosis dibagi dengan seluruh sel, perhitungan dilakukan dengan menggunakan mikroskop
pada pembesara 400 kali. Indeks mitosis dibagi menjadi 3, berdasarkan jumlah sel yang
mengalami mitosis per 10 high-power fields (HPF) pembesaran yang dilakukan adalah 400
kali, kelompok 1, bila < 7/10HPF, kelompok 2, 8-14/10HPF, kelompok ke 3, >15/10HPF.
Tingkat mitosis yang tinggi berhubungan dengan pertumbuhan tumor yang agresif dan
harapan hidup yang rendah
Tubule formation : merupakan skor yang menyatakan persentase sel kanker yang berada
formasi tubulus, skor 1 berarti lebih dari 75% sel berada dalam formasi tubulus, sedangkan
skor 3 kurang dari 10% sel berada dalam formasi tubulus, skor 2 antara 10 % - 75 %. Ketiga
skor tersebut digabung dengan nilai terendah adalah 3 dan skor tertinggi adalah 9, kemudian
dari skor terakhir baru diklasifikasikan menjadi :
Skor 3,4 atau 5: Well differentiated atau low grade (Grade 1)
Skor 6 atau 7 : Moderately differentiated atau intermediate grade (Grade 2)
Skor 8 atau 9: Poorly differentiated atau high grade (Grade 3).
Pada penelitian yang dilakukan monique dkk, 2002. Menyimpulkan hanya faktor tumor
grade dan faktor usia saat pertama kali didiagnosa yang merupakan penentu paling signifikan
menentukan resiko kematian.
Tabel 4. pembagian komponen grading tumor : tubule formation, nuclear pleomorphism,
mitosis count dengan skor pada masing masing pembagian
12
Page 13
Pasien dengan tumor grade 3 memiliki resiko kematian 3 kali lipat lebih tinggi
dibandingkan dengan tumor grade 1.11 Sebuah penelitian mendapatkan median survival times
pada kelompok low grade sebesar 47,3 bulan, pada moderate grade sebesar 39,2 bulan, dan
pada high grade sebesar 22 bulan. Evaluasi pada kelompok low dan moderate grade
didapatkan sebesar 22% tetap hidup selama 5 tahun, namun pada kelompok high grade semua
penderita meninggal dunia13.
Histologic grade kurang bermakna dibandingkan node status dan ukuran tumor sebagai
faktor prognostik, namun secara bermakna sebagai prediktor over all survival pada kelompok
node negatif ataupun positif. Pada penelitian fisher dkk, pada 620 sampel penelitian,
histologic grade merupakan independent predictive value pada 15 tahun harapan hidup pada
kelompok yang dilakukan radikal mastektomi dengan node positif, pada penelitian yang lain
oleh Shek dan Godolphin, menyatakan bahwa histologic grade tidak memberikan nilai
tambah sebagai faktor penentu angka kematian, setelah dimasukannya faktor faktor lain,
yaitu kelenjar getah bening yang terlibat, stadium TNM, estrogen reseptor dan tumor
necrosis16.
Histologic grade yang buruk/poor, menunjukkan respon yang baik terhadap kemoterapi
dengan hasil yang lebih baik pada kelompok node negatif maupun positif, dibandingkan
kelompok yang well differentiated, hal ini yang nantinya akan mengaburkan hasil
akhir/outcome pada kelompok poorly dengan well differentiated.11
2.4.4 HER-2/neu
13
Page 14
HER-2/neu merupakan protoonkogen yang terdapat pada cromosom 17q dan
mengkode transmembrane tyrosine kinase growth factor receptor. Asal nama HER-2 berasal
dari “ Human Epidermal growth factor Receptor”, secara subtansial memiliki kesamaan
dengan EGFR, gene HER-2neu pada hewan coba berhubungan dengan pertumbuhan sel
kanker payudara, HER2-neu merupakan kelompok dari protein growth protein receptor yaitu
EGFR or HER-1 (erb-B1);HER-2 (erb-B2); HER-3 (erb-B3) and HER-4 (erb-B4) yang
berhungan dengan pertumbuhan sel kanker pada saluran cerna, saluran urogenital, saluran
pernapasan dan neoplasma lainnya. HER-2neu didapatkan pada 10 % - 34 % dari kasus
kanker payudara dan mempunyai arti sifat kanker tersebut lebih agresif dan tumbuh lebih
cepat. HER-2/neu memiliki skor negatif, +1,+2,+3. Dikatakan HER-2/neu positif apabila
didapatkan hasil +3 pada pemeriksaan dengan menggunakan immunohistochemistry (IHC)
staining 13,28
Pada pasien dengan HER-2/neu pemberian herceptin secara dramatik menurunkan
angka rekurensi, pemberian herceptin bersama ajuvan kemoterapi sudah menjadi standart
internasional pada kasus HER-2/neu. Herceptin dibandingkan dengan kemoterapi memiliki
efek samping lebih redah seperti kerontokan rambut dan muntah, namun komplikasi serius
adalah kerusakan dari jantung dan paru, pada kasus metastasis dan pada kondisi herceptin
gagal dapat diberikan Tykerb.20,30
2.4.5 Estrogen/Progesteron reseptor
Estrogen reseptor (ER) dan progesteron reseptor (PR) merupakan reseptor pada sel
kanker yang dapat mengikat hormon estrogen atau progesteron, dikatakan positif apabila
didapatkan minimal 10 % reseptor. ER/PR positif berarti sel kanker tersebut tumbuh dengan
rangsangan hormon estrogen dan progesteron Kurang lebih 75% adalah ER positif, dan
sekitar 65 % adalah PR positif.20
Arti klinis dari persentase tersebut adalah, bila ER/PR positif maka sekitar 60% sel
kanker tersebut respon terhadap pemberian hormonal terapi, apabila ER/PR negatif, maka sel
kanker tersebut hanya 5-10% yang berespon terhadap pemberian hormonal terapi.
Mekanisme kerja dari hormonal terapi ini adalah dengan memblokade efek dari hormon
estrogen sehingga rangsangan pertumbuhan dapat ditekan, sehingga dapat menghindari
rekurensi.30
Pasien dengan ER positif memiliki disease free survival dan overall
survival yang lebih panjang dibandingkan dengan kolompok pasien ER
negatif. Kanker dengan ER positif pada umumnya memiliki histologic
14
Page 15
grade yang rendah/low, favorable nuclear grade, low S phase fraction,
normal complement DNA, proliferative indeks yang rendah. Ada penelitian
yang mendapatkan pasien dengan ER positif dengan node positif memiliki
angka rekurensi lebih tinggi 20 % dibandingkan dengan kelompok ER
positif dengan node negatif, Apabila status estrogen reseptor
dihubungkan dengan status node aksila, tampak bahwa yang paling
banyak berperan dalam menentukan survial adalah node,16
Pada gambar 5 dibawah ini digambarkan pembagian kanker
payudara berdasarkan tipe status hormonal yaitu luminal A yaitu : ER +
atau PR+ dan HER-2/neu -, Luminal B yaitu : ER + atau PR+ dan
HER-2/neu +, HER2 yaitu : ER - atau PR- dan HER-2/neu +, Basal yaitu: ER
- atau PR- dan HER-2/neu -. Dihubungkan dengan kejadian rekurensi,
tampak kejadian rekurensi terbanyak pada kelompok basal atau triple
negatif dan paling rendah rekurensi pada kelompok Luminal A.12
Gambar 6. Status hormonal reseptor dengan kejadian rekurensi12
2.4.6 Angioivasif
Pada pemeriksaan patologi anatomi dapat dilihat apakah sel kanker tersebut telah
melakukan invasi ke sistem vaskular, adanya angioinvasif menunjukkan bahwa kanker
tersebut tumbuh lebih agresif
Tabel 5. Klasifikasi St Gallen 2007, pembagian resiko pasien kanker payudara5
15
Page 16
Low risk
Node negative AND all of the following features:
Pathologic tumour size ≤2cm, AND
Grade 1, AND
Absence of peritumoural vascular invasion, AND
HER2/neu gene neither over-expressed nor amplified, AND
Age ≥35 years
Intermediate risk
Node negative AND at least one of the following features:
Pathologic tumour size >2cm, OR
Grade 2-3, OR
Presence of peritumoural vascular invasion, OR
HER2/neu gene over-expressed or amplified, OR
Age <35 years
Node positive (1-3 nodes involved) AND
HER2/neu gene neither over-expressed nor amplified
High risk
Node positive (1-3 nodes involved) AND
HER2/neu gene over-expressed or amplified
Node positive (4 or more involved nodes)
2.5 Terapi
Banyak penelitian telah dilakukan dan telah diterima secara umum dalam pelaksanaan
terapi kanker payudara berdasarkan kelompok resiko, mulai dari penggunaan adjuvant
endokrin terapi, anti estrogen ( tamoxifen ) aromatase inhibitor (letrozole, anastrozole and
exemestane)22 Terapi pada saat terjadi rekurensi, tergantung dari terapi yang diberikan saat
pertama kali, apabila terapi pertama adalah BCT, maka terapi yang biasanya akan dikerjakan
adalah mastektomi, pada kasus post mastektomi maka terapi yang diberikan adalah wide
eksisi dan radiasi dinding dada. Pada kasus regional recurrence diberikan terapi operatif,
pengangkatan nodul, radioterapi kemoterapi, dan hormonal terapi 26.
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
16
Page 17
3.1 Kerangka Konseptual
3.2 Keterangan kerangka konseptual
Sel kanker payudara tumbuh dipengaruhi grade tumor dan status hormonal reseptor
( Estrogen reseptor, progesteron reseptor, HER-2/neu reseptor), semakin membesarnya
ukuran tumor, disertai terlibatnya kelenjar getah bening aksila yang dalam perjalannya akan
menginfiltrasi pembuluh darah, kondisi ini bila terus berlangsung akan terjadi proses
metastase, apabila dilakukan tindakan operasi mastektomi, dievaluasi adanya kejadian
rekurensi pasca operasi
3.3 Hipotesis
Rekurensi kanker payudara berhubungan dengan faktor-faktor tumor itu sendiri
yaitu, semakin tinggi grading, ukuran tumor, derajat mitosis, angioinvasif, tubular formation
dengan kejadian rekurensi, status hormonal yang negatif dan ekspresi HER2neu yang positif
berhubungan dengan kejadian rekurensi kanker payudara.
BAB IV
METODE PENELITIAN
17
Kanker semakin
membesar
(Tumor
Sifat tumor low , moderate,
high grade
Sifat hormonal reseptor,
HER2 neu
mastektomi
Sel kanker
payudara
metastasis
s
Rekurensi
Grade ER.PR,HER2
Angioinvasi
Tumor Size
KGB
Page 18
4.1 Rancangan penelitian
Penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar kejadian rekurensi kanker
payudara, dan menilai resiko relatif berbagai faktor – faktor tumor dengan kejadian
rekurensi tersebut.
Penelitian ini dilakukan dengan desain kohort retrospektif, evaluasi dari data
sekunder rekam medis pada pasien yang dilakukan operasi mastektomi 2 tahun yang
lalu atau lebih.
4.2 Populasi, sampel, besar sampel, teknik pengambilan sampel, kriteria inklusi dan
eksklusi
4.2.1 Populasi
Populasi penelitian adalah semua pasien kanker payudara yang telah dilakukan
operasi mastektomi
4.2.2 Sampel
Sampel adalah pasien kanker payudara yang sudah dilakukan mastektomi paling
sedikit 2 tahun atau lebih, baik yang mengalami rekurensi ataupun tidak terjadi
rekurensi.
4.2.3 Besar sampel
Besar sampel yaitu seluruh jumlah penderita kanker payudara yang dilakukan
operasi mastektomi sesuai kriteria inklusi dan eklusi, sejak kasus terlama yang
dapat ditemuan hingga bulan Desember 2008. untuk memperkecil heterogenitas
sampel oleh karena perbedaan operator didalam dan diluar RSU. Dr. Soetomo
Surabaya, dilakukan stratified random sampling
4.2.4 Pengambilan sampel
Sampel diambil melalui data sekunder rekam medis yang tercatat
4.2.5 Kriteria inklusi
- Pasien kanker payudara yang telah dilakukan operasi mastektomi 2 tahun
yang lalu atau lebih dan kontrol post operasi di poli bedah Onkologi RSU
Dr. Soetomo, Surabaya
- Data pemeriksaan patologi anatomi ada
- Data imunohistokimia ada
4.2.6 Kriteria eksklusi
- Rekam medis tidak ditemukan
18
Page 19
4.3 Variabel penelitian
Pada penelitian ini variabel yang diteliti adalah:
5.3.1 Variabel dependent : rekurensi kanker payudara
5.3.2 Variabel independent : ukuran tumor, grading, KGB aksila, mitosis indeks,
tubular formation, angioinvasif, ER, PR, HER2neu
4.4 Definisi Operasional
Kanker payudara : keganasan yang berasal dari epitel duktus dan lobulus
payudara dan terbukti dengan pemeriksaan patologi anatomi
Rekurensi : kekambuhan kanker dapat berupa lokal, regional dan jauh
Ukuran tumor : ukuran tumor dibagi dalam 2 kelompok, lebih besar dari 5 cm
dan kurang dari 5 cm.
Kelenjar getah bening aksila: keterlibatan kelenjar getah bening dari hasil
patologi anatomi terbukti ada sel kanker, dibagi dalam 2 kelompok, keterlibatan
lebih dari 4 kelenjar dan kurang dari 4 kelenjar
Grading : merupakan derajat pertumbuhan abnormal tumor, dibagi dalam 3
kelompok : low, moderate, high grade ( berdasarkan pemeriksaan PA)
Mitosis indeks : merupakan derajat mitosis sel kanker dalam mikroskop dengan
pembesaran tinggi, dibagi dalam tiga kelompok, yaitu, mitosis indeks 1-7 /10 hpf,
8-14 / 10 hpf dan >15/10 hpf
Tubular formation : merupak skor yang menyatakan persentase sel kanker yang
berada formasi tubulus, skor 1 berarti lebih dari 75% sel berada dalam formasi
tubulus, sedangkan skor 3 kurang dari 10% sel berada dalam formasi tubulus, skor
2 antara 10 % - 75 %
Angioinvasif : suatu kondisi dimana sel kanker telah melakukan invasi ke struktur
vaskular, dilihat dari hasil patologi anatomi, dibagi dalam 2 kelompok, yaitu:
angioinvasif positif dan angioinvasif negatif.
ER/PR reseptor: suatu reseptor estrogen dan progesteron pada sel kanker,
dikatakan positif apabila dalam pengecatan imunohistokimia didapatkan lebih dari
10%
HER2neu ekspresi : suatu protein yang mengkode proliferasi sel kanker,
dikatakan positif berdasarkan derajat persentase, dibagi dalam HER2/neu negatif,
19
Page 20
positif 1, 2, 3. Dalam penelitian ini HER-2/neu dikatakan positif apabila memiliki
skor + 3, sedangkan +1 dan +2 dikategorikan HER-2/neu negatif.
DFI : Disease Free Interval, rentang waktu bebas penyakit, sejak dilakukan operasi
pengangkatan kanker payudara hingga munculnya kembali sel kanker/rekurensi
4.5 Kerangka operasional
4.6 Lokasi dan waktu penelitian
4.6.1 Lokasi
Bagian/SMF Ilmu Bedah Onkologi dan bagian rekam medis Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga/RSU Dr Soetomo Surabaya.
4.6.2 Waktu penelitian
Selama 3 bulan sejak penentuan sampel
4.7 Tahap Penelitian
20
Penentuan sampel dilakukan dari data rekam medis pasien yang dilakukan operasi terlama hingga
Desember 2008
Pasien kanker
payudara yang telah
dilakukan operasi
mastektomi 2 tahun
yang lalu atau lebih
Kriteria
inklusi
Kriteria
eksklusi
Faktor tumor :
Ukuran tumor, KGB,grading,
mitosis indeks, tubular formation,
Angioinvasif, ER, PR, HER2neu
Rekurensi
+
Rekurensi -
Page 21
Tahap I
Tahap II
Tahap III
Tahap IV
Tahap V
Tahap VI
4.8 Analisis data
Analisa data berupa resiko relatif faktor-faktor tumor terhadap kejadian
rekurensi kanker payudara. Analisa berupa univariate dan multivariate untuk
menilai faktor resiko yang paling signifikan dengan menggunakan software
SPSS 17.
4.9 Biaya Penelitian
No Keterangan
1 Alat tulis Rp. 500.000
2 Biaya penelurusan rekam medis Rp 1.000.000
3 Biaya penelurusan kepustakaan Rp 1.000.000
4 Penyusunan proposal & hasil penelitian Rp 2.000.000
5 Biaya konsultasi penelitian Rp 500.000
Total Rp 5.000.000
4.10 Jadwal Penelitian
21
Seleksi sampel sesuai kriteria
inklusi dan eklusi
evaluasi faktor – faktor tumor
Evaluasi kejadian rekurensi
Pengumpulan data
Analisa Data
Page 22
No Kegiatan Durasi sept okt nov des jan feb mar
1 Proposal 60
2 Pengumpulan
data
60
3 Analisa
data
30
4 Penulisan
hasil akhir
30
BAB V
22
Page 23
HASIL DAN ANALISIS
5.1 Karakteristik dasar sampel penelitian
Berikut ini ditampilkan tabel data dasar sampel penelitian, dengan 185 data sampel
Tabel 6. Karakteristik dasar penelitian pasien kanker payudara post operasi mastektomi 2
tahun yang lalu atau lebih
No Faktor Kategori Jumlah
1 Umur < 25 th 2 (1%)
26-35 th 20 (10,8%)
36-45 th 64 (34,5%)
46-55 th 71 (38,2%)
>55 28 (15,1%)
2 Stadium I-II 117 (63,2%)
III 68 (36,8%)
2 Operator RS Sutomo 106 (57%)
RS luar 79 (43%)
3 Margin < 5 mm 124 (67%)
> 5 mm 61 (33%)
4 Rekurensi + 67 (36,2%)
- 118 (63,8%)
5 Jenis rekurensi Lokal 15 (22%)
Regional 10 (15%)
Jauh 42 (63%)
6 Rekurensi Jauh Hepar 5
Paru 13
Tulang 10
Hepar + Paru 1
23
Page 24
Hepar + Tulang 4
Tulang + Paru 1
Kontralateral 8
7 Sub Type Tumor Luminal A 78 (43%)
B 39 (21,5%)
Over express
HER2
12 (6%)
Triple negatif 52 (28,7%)
Tabel 7. Hasil analisa faktor tumor terkait( tumor related factors) dengan kejadian rekurensi
No Faktor Jumlah Rekurensi - Rekurensi + Signifikansi
(p)
1 Ukuran tumor
<5 cm
>5 cm
99 (53,5%)
86 (46,5%)
63 (63,6%)
54 (62,8%)
36 (36,4%)
32 (37,2%)
0.905
2 KGB
< 4
> 4
117 (63,2%)
68 ( 36,7%)
78 (66,1%)
39 (58,2%)
40 (33,9%)
28 (41,8%)
0,056
3 Angioinvasif
–
+
120 (64,8%)
65 (35,2%)
83 (69,2%)
34 (52,3%)
37 (44,1%)
31 (47,7%)
0.035
4 Grading
1
2
3
15 (8,1%)
83 (44,8%)
87 (47,0%)
12 (80%)
54 (65,1%)
51 (58,6%)
3 (20%)
29 (34,9%)
36 (41,4%)
0,255
5 Mitotic Index
1-7
8-14
>15
30 (16,2%)
61 (32,9%)
94 (50,8%)
21 (70%)
39 (63,9%)
57 (60,6%)
9 (30%)
22 (36,1%)
37 (39,4%)
0,645
24
Page 25
6 Tubular Formasi
>75%
10-75%
<10%
9 (4,8%)
88 (47,5%)
86 (46,4%)
8 (88,9%)
52 (59,1%)
56 (65,1%)
1 (11,1%)
36 (40,9%)
30 (34,9%)
0,189
7 ER
-
+
80 (43,2%)
104 (56,2%)
47 (58,8%)
69 (66,3%)
33 (41,3%)
35 (33,7%)
0.366
8 PR
-
+
78 (42,1%)
107 (57,8%)
40 (51,3%)
77 (72,0%)
38 (48,7%)
30 (28,0%)
0.006
9 HER2 neu
-
+
130 (70,2%)
51 (27,5%)
84 (64,6%)
31 (59,6%)
46 (35,4%)
20(40,4%)
0.644
10 Operator
RSU.Soetomo
Non-RSU Soetomo
106 (57%)
79 (43%)
82 (77%)
35 (44%)
24 (23%)
44 (56%)
0,008
11 Margin
<5mm
>5mm
124 (67%)
61 (33%)
77(62,1%)
40(65,6%)
47(37,9%)
21(34,4%)
0,765
Dari 185 data penelitian didapatkan 19 orang dengan usia dibawah 35 tahun dan 166
orang diatas usia 35 tahun, pada kelompok dibawah 35 tahun angka rekurensi mencapai
52,6% sedangkan pada kelompok diatas 35 tahun 34,9 %, Dari 185 pasien, paling banyak
berasal dari Surabaya (28%), diikuti Sidoarjo (22%), Kediri (8%), Mojokerto, Gresik, Tuban,
Nganjuk masing masing, Dari 185 kasus mastektomi, didapatkan pT tertinggi yaitu T2 (2-5
cm) sebanyak 50 kasus (26,9 %) disusul berurutan oleh T3 (21%), T4 (9,7%) dan T1 (9,1%)
5.2 Analisis Data
Dari seluruh data pasien kanker payudara yang telah dilakukan operasi mastektomi 2
tahun yang lalu ( Desember 2008 ) atau lebih, baik mereka yang dioperasi di rumah sakit luar
atau di rumah sakit dr. Soetomo Surabaya dan kontrol setelah operasi di poli Bedah Onkologi
RSU. Dr. Soetomo Surabaya.
25
Page 26
Pada penelitian ini dicoba juga untuk menganalisa faktor - faktor tumor dan faktor
non tumor pada data seluruh populasi sebesar 185 kasus, dengan kelemahan data yang tersaji
tidak homogen oleh karena adanya perbedaan teknik operasi dari berbagai ahli bedah, dari
185 kasus kanker payudata paska mastektomi dilakukan analisa uni variate dan multi variate
antara faktor – faktor tumor dengan kejadian rekurensi, selain itu juga ditambahan faktor non
tumoral yaitu, usia, margin operasi dan operator. Dari analisa pada seluruh sampel penelitian
185 pasien, didapatkan 3 faktor tumor yang memberikan hasil signifikan yaitu, progesteron
reseptor (p = 0,006 ), angioinvasif (p = 0,035 ) dan KGB (p = 0,056).
Tabel 8. Uji Multivariate faktor tumor dan non tumor terhadap rekurensi
No Faktor - Faktor Signifikansi ( p )
1 KGB 0,024
2 Angioinvasif 0,056
3 PR ( Progesteron Reseptor ) 0,002
4 Operator 0,008
5 Usia 0,019
6 Margin 0,574
Uji multivariate dikerjakan pada kelompok ini untuk melihat faktor – faktor mana
yang paling berperan dalam terjadinya rekurensi kanker payudara, pada uji ini selain faktor
tumor yang dinilai, juga faktor – faktor non tumoral yang dianggap juga berperan dalam
terjadinya rekurensi kanker payudara, dalam hal ini faktor operator, usia dan margin operasi.
Dari uji multivariate ini didapatkan faktor yang paling berperan adalah status progesteron
reseptor ( p = 0,004 ), faktor angioinvasif ( p = 0,034), KGB (p = 0,032), usia ( p= 0,047)
dan faktor operator (p=0,008), sedangkan faktor margin tidak signifikan ( p = 0,574 ).
Dari 185 data terkumpul, dilakukan stratifikasi random sampling untuk mendapatkan
data yang homogen, yaitu data yang tidak dipengaruhi oleh faktor bias dari operator, karena
dianggap adanya perbedaan tehnik operasi oleh ahli bedah di RS. Dr. Soetomo dengan ahli
bedah yang berada di daerah, didapatkan data sampel sebesar 48 pasien. Karakterisistik dasar
sampel penelitian tersebut, seperti ditampilkan di tabel 9.
Tabel 9. Karaterisitik subyek penelitian dengan kejadian rekurensi
(berdasarkan stratifikasi sampel)
26
Page 27
N
OFaktor kategori Rekurensi
-
Rekurensi
+
Signifikansi
1 Kemoterapi
+
-
37(77%)
11(23%)
16 (43,2%)
9 (81,8%)
21 (56,8%)
2 (18,2%)
0.057
2 Ukuran tumor
<5cm
>5cm
21(43,7%)
27(56,3%)
11 (52,4%)
12 (44,4%)
10 (47,6%)
15 (14,1%)
0.585
3 KGB (mean) 4,16 3,30 0,032
4 Angioinvasif
-
+
28(58,3%)
20(41,7%)
13 (46,4%)
10 (50%)
15 (53,6%)
10 (50%)
0,807
5 Grading
1
2
3
1(2%)
19(39,5%)
28(58,3%)
0 (0%)
11 (57,9%)
12 (42,9%)
1(100%)
8(42,1%)
16 (57,1%)
0.374
6 Mitotic Index
1-7
8-14
>15
6(12,5%)
12(25%)
30(62,5%)
4 (66,7%)
6 (50%)
13 (43,3%)
2 (33,3%)
6 (50%)
17 (56,7%)
0.572
7 Tubular Form
>75%
10-75%
<10%
23(47,9%)
18(37,5%)
0
14 (46,7%)
9 (50 %)
0
9 (53,3%)
9 (50 %)
0.823
8 ER
-
+
18(37,5%)
30(62,5%)
6 (33,3%)
17 (56,7%)
12 (66,7%)
13 (43,3%)
0.117
9 PR
-
+
21(43,7%)
27(56,3%)
6 (28,6%)
17 (63,0%)
15 (71,4%)
10 (37,0%)
0.018
10 HER2 neu
-
+
36 (75%)
12 (25%)
17 (47,2%)
6 (50%)
19 (52,8%)
6 (50%)
0,868
27
Page 28
Kesembilan faktor tumor di analisa dengan menggunakan uji Univariate, didapatkan
hanya 1 faktor yang signifikan yaitu, faktor status reseptor progesteron ( p=0.018 ).
Disamping itu pada tabel 9 ditampilkan juga faktor terapi, dalam hal ini adjuvant kemoterapi
dan hubungannya dengan kejadian rekurensi kanker payudara, didapatkan hasil yang
signifikan ( p = 0,057 )
Tabel 10. Uji multivariate faktor tumor-non tumor dengan rekurensi
(stratified random sampling)
No Faktor - faktor Signifikansi ( p)
1 PR (Progesteron Reseptor) 0,018
2 KGB 0,946
3 Kemoterapi 0,952
4 Radioterapi 0,999
5 Usia 0,987
6 Margin 0,998
Pada tabel 10, ditampilkan uji multivariate terhadap faktor – faktor yang signifikan
pada uji univariate dan ditambahkan faktor – faktor non tumor yang dianggap juga berperan
dalam terjadinya rekurensi kanker payudara yaitu, faktor kemoterapi, radioterapi, usia dan
margin operasi, dari uji ini didapatkan faktor status progesteron reseptor ( p = 0,018 ),
sedangkan faktor kemoterapi tidak signifikan pada uji multivariate ini.
Tabel 11. Subtipe kanker payudara dan kejadian rekurensi
No Sub Type Ket Jumlah/
%
Rekurensi - Rekurensi - Persentase
rekurensiER PR HER
1 Luminal A +/- +/- - 78
(43%)
24 54 30.7%
2 Luminal B +/- +/- + 39
(21.5%)
14 25 35.9%
3 Over
express
- - + 12
(6%)
7 5 58.3%
28
Page 29
HER
4 Triple
negative
- - - 52
(28.7%)
22 30 42.3%
Dari analisa diatas didapatkan sub tipe tersering mengalami rekurensi adalah over expres
HER2neu dengan 58,3%, diikuti triple negatif , luminal B dan terakhir luminal A.
BAB VI
PEMBAHASAN
International Agency for Research on Cancer 2010, Breast Cancer Incidence and
Mortality Worldwide, GLOBOCAN 2008 melaporkan suatu data global tentang insidens rate
dan mortalitas rate di dunia, Angka kejadian kanker payudara di indonesia pada tahun 2008,
adalah 32,8 per 100.000 penduduk, terbanyak didapatkan di Belgia, Perancis dan Belanda
yaitu lebih dari 95 per 100.000 penduduk, yang paling sedikit adalah Mongolia, Bhutan
kurang dari 8 per 100.000 penduduk. Angka mortalitas di negara indonesia sekitar 18,6 per
29
Page 30
100.000 penduduk, tertinggi terdapat di Libanon, Armenia, Argentina diatas 25 per 100.000
penduduk, sedangkan yang paling sedikit adalah Bhutan, Mongolia dan China kurang dari 5
per 100.000 penduduk.45
Pada St.Gallen 2007 menghasilkan berbagai rekomendasi (bukan guidelines), dengan
meninggalkan berbagai pertanyaan yang belum terjawab hingga akhir diskusi yang panjang,
beberapa hal penting yang masih perlu pembahasan lebih lanjut adalah penentuan respon
endokrin yang merupakan dasar pemberian terapi adjuvant pada early breast cancer untuk
mencegah rekurensi pada St.Gallen 2005 yang juga menjadi rekomendasi pada semua ahli
bedah di dunia hingga saat ini. Penentuan respon endokrin ini sangat tergantung ahli patologi
anatomi, dan hal ini diakui semua panelis kalau masih banyak pemeriksaan patologi yang
jauh dari baik, sehingga hal ini menyebabkan interprestasi yang berbeda-beda dan terntunya
memberikan respon pengobatan yang berbeda pula. Dan berbagai modalitas terapi pada kasus
pre dan post menopause dan problematika lainnya yang belum disepakati oleh semua
panelis.44. Kedua fakta diatas menimbulkan pertanyaan mengenai data kanker payudara di
Indonesia khususnya Surabaya, karateristik kanker, rekurensi yang terjadi, serta hubungan
diantaranya.
Dari hasil penelitian ini didapatkan data dasar atau karakteristik dasar pasien kanker
payudara yang telah dilakukan operasi mastektomi antara tahun 1996 hingga Desember 2010
sebanyak 357 kasus, angka ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan perkiraan, dengan
melihat jumlah operasi mastektomi oleh karena kanker payudara yang berkisar antara 92 –
132 kasus setiap tahunnya, hal ini disebabkan banyaknya status rekam medis yang tidak
lengkap, baik pencatatan diagnosa preoperasi, tindakan operasi, dari 357 data yang
terhimpun, hanya 185 kasus saja yang dapat dianalisa pada penelitian ini, hal ini disebabkan
banyaknya data setelah operasi yang tidak lengkap, yaitu data mengenai hasil Patologi
Anatomi dan Imunohistokimia.
Dari 185 kasus kanker payudara yang dilakukan operasi tersebut dicoba dilihat
gambaran dasar pasien kanker payudara di RSU Dr. Soetomo Surabaya, usia tersering adalah
46 – 55 tahun (38,2%), yang menarik adalah didapatkannya kasus kanker payudara dibawah
usia 35 tahun sebanyak 22 kasus, atau 11,89% dari seluruh kasus, dengan usia termuda
adalah 23 tahun, datang dengan ukuran tumor yang cukup besar yaitu 6 cm, pasien tersebut
memiliki karakteristik tumor sebagai berikut : high grade, angioinvasif yang positif, ER
+,PR + dan HER2neu +, pasien tersebut juga mengalami rekurensi.
Pada penelitian ini didapatkan angka rekurensi sebesar 37%, pada berbagai literatur dan
penelitian lain oleh John M dkk,2006 menyatakan angka rekurensi lokoregional setelah
30
Page 31
radikal atau modified mastektomi sebesar 10 – 17%,41 sedangkan penelitian Lisa E dkk,2006
didapatkan angka rekurensi lokoregional berkisar antara 5% - 40% dan sepertiganya dengan
rekurensi jauh.42. Belum ada penelitian yang menyatakan angka rekurensi secara global,
namun dari kedua penelitian diatas didapatkan bahwa kejadian rekurensi di RSU Dr Soetomo
Surabaya cukup tinggi.
Pada penelitian ini faktor tumor yang berperan dalam terjadinya rekurensi kanker
payudara adalah status progesteron reseptor, sedangkan faktor non tumor seperti kemoterapi,
radioterapi, margin operasi dan usia tidak signifikan pada uji multivariat, namun pada analisa
dengan melibatkan seluruh data yang ada yaitu sebesar 185 kasus, didapatkan hasil yang
cukup berbeda yaitu, selain progesteron reseptor didapatkan juga faktor lain yang signifikan
yaitu, KGB, angioinvasif dan usia. Namun dari kedua cara tersebut yang memberikan hasil
signifikan ( p = < 0,005 ) adalah faktor progesteron reseptor, yang mana hal ini cukup
berbeda dengan berbagai literatur dan penelitian lain, dan pada umumnya pemeriksaan
progesteron reseptor dikerjakan bersamaan dengan pemeriksaan hormon estrogen reseptor,
bahkan pada beberapa literatur mengatakan peran progesteron reseptor secara klinis tidak
memberikan arti yang bermanfaat.33,37,39
Secara umum faktor prognostik terjadinya rekurensi kanker payudara yang telah
banyak diterima adalah berdasarkan konsensus St.Gallen 2007, tentang kelompok resiko
penyakit pada early breast cancer, pada konsensus tersebut yang dianggap berperan dalam
rekurensi adalah 6 faktor, yaitu : usia, ukuran patologi tumor, kelenjar getah bening, grade
tumor, angioinvasif dan ekspresi dari HER2 neu. Namun pada penelitian ini, menilai
sembilan faktor tumor ( ukuran tumor, kelenjar getah bening, grading tumor, mitotic index,
tubular formation, angioinvasif, estrogen reseptor, progesteron reseptor, dan ekspresi HER2
neu), ditambah 3 faktor lain yaitu usia, operator dan batas margin operasi, faktor yang paling
berperan sebagai faktor prognostik terjadinya rekurensi adalah 5 faktor, yaitu : progesteron
reseptor, angioinvasif, KGB, usia dan operator. Sedangkan faktor yang tidak sesuai dengan
rekomendasi St.Gallen ada 3 faktor yaitu : ukuran tumor, grade tumor dan ekspresi dari HER
2-Neu, Dibawah ini dicoba dijelaskan bagaimanakah peran reseptor progesteron dalam
rekurensi kanker payudara.
Pada kelenjar payudara normal, hormon progesteron berfungsi untuk merangsang
proliferasi sel epitel lobu-alveolar kelenjar, reseptor progesteron manusia terdiri dari dua
isoform, progesteron resepor tipe A dan B, keduanya mengikat progesteron, namun keduanya
memiliki cara kerja yang berbeda, PR – B merupakan aktifator transkription sel, sedangkan
31
Page 32
PR – A memiliki fungsi aktifator yang lebih rendah, selain itu PR –A berfungsi sebagai
supresor terhadap PR – B dan reseptor Estrogen.
Gambar 7. isomer RP dan ER
Reseptor estrogen (RE) mempunyai dua isoform yaitu RE-α dan RE-ß (Gambar 20)
yang dikode oleh dua gen berbeda. Seperti pada umumnya reseptor hormon steroid, RE
mempunyai struktur yang terdiri sebuah DNA-binding domain (DBD), yang diapit oleh dua
transcriptional activation domains (AF-1 dan AF-2). Reseptor ini mengikat estradiol dalam
ligand binding domain (LBD). Pada rodentia, RE-α dan RE-ß diekspresikan oleh kelenjar
payudara normal dan hanya RE-α yang berperan dalam perkembangan duktus kelenjar
payudara. Pada manusia, RE juga diekspresikan pada payudara normal, dan peningkatan
dramatis ekspresi RE-α terlihat pada lesi premaligna hiperproliferatif.
32
Page 33
Gambar 8. Aksi reseptor estrogen
Reseptor progesteron (RP) ikut berpengaruh pada gen pengatur RE, yang
menjembatani efek progesteron dalam pertumbuhan kelenjar payudara dan kanker payudara
(Gambar 21). RP diekspresikan dalam dua isoform (RE-α dan RE-ß) dari gen tunggal. Seperti
RE, RP juga mengandung DBD, LBD dan multipel AF. Studi pada rodentia, RP berperan
dalam pertumbuhan lobuloalveolar kelenjar payudara. Hal yang menarik adalah melimpahnya
RP-α pada kanker payudara manusia dilaporkan mempunyai hubungan dengan resistensi
terhadap Tamoxifen. Sedangkan peningkatan produksi RP-ß dihubungkan dengan
peningkatan risiko kanker payudara.
Kurang lebih 75% kanker payudara primer mengekspresikan RE, dan lebih dari
separuhnya juga mengekspresikan RP. RE dan RP merupakan faktor prognosis. RP
merupakan sebuah gen pengatur estrogen. Sintesis pada payudara normal dan kanker
payudara membutuhkan estrogen dan RE, sehingga tidak mengherankan bila tumor dengan
RE positif dan RP positif lebih sering dijumpai daripada dengan tumor dengan RE positif dan
RP negatif (Gambar 22). Etiologi tumor dengan RE positif dan RP negatif saat ini masih
belum jelas.
Gambar 9. Aksi di sel bila RE + dan RP + atau - .
33
Page 34
Pemeriksaan klinis yang rutin dikerjakan saat ini adalah menghitung status reseptor
progesteron secara keseluruhan yaitu gabungan dari PR – A dan PR – B, sehingga kita tidak
mengetahui perbandingan sesungguhnya PR – A terhadap PR – B, karena kadar PR – A yang
lebih tinggi dibandingkan PR – B berimplikasi terjadinya resistensi sel kanker terhadap
Tamoxifen melalui mekanisme menekan reseptor estrogen. Kurang lebih 50 persen pasien
dengan kanker payudara memiliki ER dan PR yang positif, dan sekitar 5 persen dengan ER
negatif dengan PR yang positif. Pada umumnya kanker payudara dengan grading diferensiasi
baik cenderung memiliki status progesteron reseptor yang positif dibandingkan dengan
kanker payudara dengan grading diferensiasi jelek. 37
Progesteron reseptor dari hasil penelitian ini menunjukkan pada kelompok dengan
reseptor yang negatif secara signifikan merupakan faktor penyebab terjadinya rekurensi,
dengan resiko relatif (RR) sebesar 2,53. Namun hal ini tidak diikuti dengan kemaknaan pada
faktor estrogen reseptor dan ekspresi dari HER2neu. Hal ini berbeda dengan apa yang ada di
konsensus St. Gallen 2007, yang menyatakan HER2 neu merupakan faktor prediktor yang
berperan dalam menentukan resiko terjadinya rekurensi, hal ini bisa disebabkan karena pada
penelitian ini pengelompokan penderita HER2 neu positif hanya berdasarkan pemeriksaan
IHC yang menyatakan HER2 neu positif 3, dimana pada kelompok positif 2, dimasukkan
kedalam kelompok negatif, yang seharusnya dilakukan pemeriksaan lanjutan yaitu FISH
(Fluorescence In Situ Hybridzation).
Pemeriksaan reseptor progesteron biasanya bersamaan dengan reseptor estrogen, pada
awalnya sebelum tahun 1970 pemeriksaan rutin reseptor estrogen sudah menjadi standar
untuk menentukan respon kanker payudara terhadap endokrin terapi, tidak adanya reseptor
Estrogen terbukti bahwa tumor tersebut tidak memberikan efek pada pemberian endokrin
terapi, sedangkan apabila reseptor estrogen positif berarti kanker tersebut memberikan respon
sebesar 50% - 60% terhadap pengobatan dengan endokrin terapi, dalam perkembangannya
terbukti estrogen resptor yang negatif juga berarti tingginya kejadian rekurensi dan semakin
pendeknya angka harapan hidup. Untuk meningkatkan akurasi dalam menentukan pemilihan
kelompok pasien yang akan diberikan endokrin terapi dilakukan pemeriksaan tambahan yaitu
progesteron reseptor33.
Pada sebuah penelitian.ASCO (American Society of clinical oncology ) pada tahun
2005 dikatakan bahwa pemeriksaan estrogen reseptor yang negatif biasanya diikuti dengan
progesteron reseptor yang negatif, dan pemeriksaan progesteron reseptor tidak diperlukan
lagi dalam proses pengambilan keputusan klinis, dan pada penelitian tadi juga menyebutkan
34
Page 35
tentang asal mula pemeriksaan progesteron reseptor pada mulanya hanya dikerjakan pada
kasus estrogen reseptor yang negatif, untuk membantu menentukan apakah ada kemungkinan
pada estrogen reseptor yang negatif masih dapat berespon terhadap endokrin terapi33.
Perdebatan ini menimbulkan penelitian - penelitian lebih lanjut, Kathryn dkk, 2005
menyebutkan progesteron juga mempunyai peran penting, pada studi populasi didapatkan 3%
- 5% populasi dengan ER + dan PR -, merupakan kelompok populasi yang perlu diperhatikan
juga, dan pada penelitian oleh Kent Osborn dkk, 1980 disebutkan pada tumor dengan ER+
dan PR – memiliki sifat lebih responsif terhadap hormonal terapi khususnya Tamoxifen,
dibandingkan dengan\kelompok tumor dengan ER+ dan PR +34, sedangkan pada penelitian
ini pasien dengan status ER + dan memiliki status PR + cenderung tidak terjadi rekurensi,
dibandingkan pada kelompok ER + dan PR – yang lebih cenderung terjadi rekurensi.
Konflik pertentangan dalam penggunaan progesteron reseptor terus berlanjut, argumen
lain yang menentang menggunakan PR adalah Ivo dkk,2004, mereka mengatakan analisa
terhadap ER dan PR bermula pada tahun 1970-an dengan menggunakan sistem kuantitatif,
namun sejak tahun 1990-an telah digantikan dengan IHC (immunohistochemical) secara
kualitatif, pada metode yang lama PR digunakan untuk mengkonfirmasikan atau memberikan
data tambahan pada kelompok dengan ER -, apakah masih berespon terhadap pemberian
endokrin terapi dengan melihat status PR, namun dengan metode baru IHC, didapatkan
pasien dengan ER -, 99% akan diikuti dengan PR -, jadi pemeriksaan PR tidak memberikan
arti dalam terapi, dan juga pada kelompok dengan ER +, pemeriksaan PR juga tidak akan
merubah keputusan pemberian terapi endokrin, meskipun ER + / PR – memberikan respon
lebih jelek dari pada ER +/PR +, oleh karena endokrin terapi tetap diberikan pada kedua
kelompok tersebut, sehingga mereka menyarankan tidak lagi melakukan pemeriksaan
progesteron reseptor. 39
Pada penelitian ini apabila dilakukan analisa lebih lanjut, dari 185 pasien kanker
payudara didapatkan 104 pasien (56,2%) dengan status estrogen reseptor positif, dan 80
pasien (43,8%) estrogen reseptor negatif, sedangkan pada progesteron reseptor positif pada
107 pasien atau (57,8%) dan78 pasien (42,2%) negatif. Pada penelitian ini menunjukkan
suatu perbedaan dengan berbagai literatur kebanyakan yang menyebutkan populasi penderita
kanker payudara dengan estrogen reseptor positif sebesar 75% dan progesteron reseptor
positif sebesar 65%, 20. Hal ini menunjukkan pada penelitian ini angka estrogen reseptor
negatif dan progesteron negatif lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian lainnya, hal ini
35
Page 36
mungkin disebabkan perbedaan dari ras, pada penelitian lain banyak dilakukan di Amerika
dan Eropa, namun hal ini belum secara pasti diketahui. Apabila status progesteron reseptor
ini dihubungkan dengan status estrogen reseptor, didapatkan rekurensi tertinggi pada
kelompok ER - dan PR -.
Gambar 10. Perbandingan persentase ER/PR pada penelitian ini dengan penelitian
lain
Apabila dianalisa perbandingan status progesteron reseptor dengan estrogen reseptor
didapatkan data 92 pasien (50%) dengan ER+ dan PR +, 66 pasien (35,9%) ER- dan PR -, 14
pasien (7,6%) ER – dan PR +, 12 pasien (6,5%) ER + dan PR -, atau 26 pasien (14,1%)
dengan salah satu reseptor positif atau negatif.
Hal ini juga menunjukkan perbedaan dengan literatur pada umumnya yang
menyebutkan kelompok pasien dengan ER + dan PR + lebih dari 70%.20. hal ini mungkin
juga disebabkan perbedaan ras/ethnis ataupun validitas dari berbagai pemeriksaan ahli
patologi anatomi dalam menentukan status reseptor.
Dari 185 sampel penelitian, didapatkan 104 pasien dengan ER positif, dari 104 sampel
dengan ER positif tersebut didapatkan 35 kasus (33,7%) mengalami rekurensi, yang mana
faktor status reseptor progesteron sangat mempengaruhi kejadian rekurensi tersebut, (p =
0,025), pasien dengan ER+ dan PR – cenderung terjadi rekurensi dibandingkan dengan pasien
dengan ER + dan PR +, hal ini tidak sepenuhnya diketahui, namun pada beberapa penelitian
disebutkan ada sekelompok pasien dengan ER + namun tidak responsif terhadap terapi
endokrin, hal ini disebabkan meskipun terdeteksi adanya reseptor estrogen , namun reseptor
tersebut tidak bekerja pada beberapa pasien, sehingga pada beberapa literatur disebutkan
36
Page 37
peran PR lebih penting dalam menilai respon terhadap endokrin terapi dibandingkan dengan
ER,38 penelitian Allen M Gown 2008, menyebutkan bahwa PR secara independen
berpengaruh terhadap diseasse free interval dan overall survival.46 Pada penelitian oleh
Suzaane dkk,2005 didapatkan kelompok penderita dengan ER + dengan PR – memiliki
respon lebih jelek terhadap terapi endokrin dibandingan dengan kelompok ER+ dengan PR +,
oleh karenanya pada kelompok ER+ dan PR -, perlu dipertimbangkan pemberian adjuvan
terapi lainnya yaitu kemoterapi adjuvant.34
Faktor prognostik yang signifikan berikutnya adalah angioinvasif, hal ini sesuai
dengan literatur dan penelitian lainnya yang menyatakan adanya angioinvasif pada kanker
payudara berhubungan dengan semakin tingginya angka rekurensi8,10,11, pada penelitian ini
didapatkan resiko relatif (RR) angioinvasif + terhadap rekurensi sebesar 1,74, yang berarti
penderita kanker payudara dengan angioinvasif positif memiliki kemungkinan terjadi
rekurensi sebesar 1,74 kali lebih besar dibandingkan kelompok tanpa adanya angioinvasif.
Faktor yang berikutnya adalah keterlibatan kelenjar getah bening (KGB), hal ini
sesuai dengan literatur dan konsensus St.Gallen 2007, yang membagi penderita menjadi
resiko rendah atau intermediate apabila KGB yang terlibat < 4 buah, sedangkan bila KGB
yang terlibat 4 atau lebih masuk dalam kategori resiko tinggi terjadi rekurensi. Pada
penelitian ini resiko relarif (RR) sebesar 1,4. Pada penelitian Abena dkk, 2008 didapatkan
kasus node positif, dengan tanpa pemberian adjuvant terapi, maka angka rekurensi mencapai
76%, dan hanya 24 % pada kelompok node negatif. Metastasis aksila merupakan faktor
prognosis pada kanker payudara yang operable.16 Pada penelitian ini didapatkan 53,8%
pasien pada saat dilakukan operasi ukuran tumor kurang dari 5 cm, jumlah ini sedikit lebih
banyak dibandingkan kelompok pasien dengan tumor dengan ukuran lebih dari 5 cm, namun
meskipun ukuran tumor kurang dari 5 cm, ternyata didapatkan angka penyebaran kanker ke
kelenjar getah bening aksila sebesar 70%, hal ini menunjukkan sebagian besar pasien datang
dalam kondisi kanker yang lanjut.
Usia merupakan salah satu faktor yang berperan dalam terjadinya rekurensi, pada
penelitian Nixon AJ, dkk, 1995 mendapatkan kelompok usia dibawah 35 tahun memiliki
prognosis yang lebih buruk dan angka rekurensi yang lebih tinggi dibandingkan usia diatas
35 tahun saat diagnosa awal35. Usia yang muda juga berhubungan terbalik dengan status
estrogen reseptor, pada penelitian Corey K dkk, 2008 menunjukkan status estrogen reseptor
37
Page 38
yang lebih rendah pada kelompok pasien kanker payudara pada usia muda. Hal ini juga
berhubungan dengan jeleknya prognosis pada kelompok usia muda dengan status estrogen
reseptor positif dibandingkan dengan kelompok yang sama dengan estrogen reseptor yang
negatif. Usia muda dengan over expres HER 2 neu juga menunjukkan prognosis yang jelek
dibandingan HER2 neu positif.36
Pada penelitian ini usia termuda adalah 23 tahun, tampak angka rekurensi tertinggi
pada kelompok dibawah 35 tahun yaitu sebesar 52,6 %, hal ini sesuai dengan penelitian yang
lain. Namun pada uji univariate tidak menunjukkan signifikansi, demikian pula profile status
hormonal pada usia dibawah 35 tahun pada penelitian ini baik ER, PR dan HER2 neu tidak
menunjukkan signifikansi terhadap kejadian rekurensi. Penyebab prognosis yang buruk pada
usia muda ini masih belum jelas dimengerti, penelitian genomik masih terus dilakukan.
Faktor grade tumor pada penelitian ini tidak signifikan, hal ini berbeda dengan berbagai
penelitian lain, yang menyatakan grade tumor merupakan salah satu prediktor kuat, namun
pemeriksaan ini akan bernilai apabila dilakukan pada satu institusi dan dikerjakan oleh
patologist yang terlatih, sehingga hasil grade tumor akan sesuai dengan perjalanan kanker
payudara tersebut, masalah utama yang dihadapi pada pemeriksaan patologi anatomi adalah
poor reproducibility dan perbedaan interpretasi antar observer.43
Faktor yang terakhir ikut berperan yaitu peran ahli bedah, dari penelitian ini disebutan
perbedaan yang sangat signifikan antara operator RS. Dr Soetomo dan operator dari luar RS.
Dr. Soetomo, namun pada analisa margin operasi tidak didapatkan perbedaan yang signifikan
antara margin operator luar dan dalam, Pada penelitian yang dilakukan oleh Assersohn
dkk,1999 mendapatkan dari 185 pasien yang dilakukan mastektomi, 38% dengan margin
operasi positif, yang diberikan terapi adjuvant kemoradioterapi dan tamoxifen, didapatkan
tidak ada perbedaan bermakna kejadian rekurensi pada evaluasi 1 tahun setelah operasi.40
Meskipun faktor margin tidak ada perbedaan, kemungkinan lokal rekurensi dapat terjadi
karena perbedaan pembuatan ketebalan flap sebelum mastektomi, bila mana flap dibuat
terlalu tebal, dapat menyebabkan tertinggalnya sel kanker pada sisi flap tersebut,
kemungkinan yang lain adalah teknik pembuatan diseksi aksila yang tidak standar atau
adekuat.
Tabel 16. Nilai rata-rata dan nilai tengah disease free interval
KET Mean Median Min MaxDFI 19,48 18,00 1 72
38
Page 39
(bulan)
Pada penelitian ini juga dievaluasi nilai rata – rata disease free interval (DFI) pada
kasus yang mengalami rekurensi, dari 68 kasus rekurensi didapatkan rekurensi tercepat yaitu
1 bulan dan rekurensi terlama 72 bulan, dengan rata-rata sebesar 19,48 bulan atau sekitar 20
bulan, hal ini sesuai dengan kejadian rekurensi pada penelitian yang dilakukan oleh Nielsen
M dkk, 2006, Angka rekurensi paling tinggi didapatkan pada 2 tahun (24 bulan) pertama,
dan tetap terjadi pada evaluasi 10 tahun setelah operasi.9
Dari penelitian ini didapatakan rata-rata rekurensi yaitu 19,48 bulan, dengan
rekurensi tercepat yaitu 1 bulan, dan rekurensi terlama dari penelitian ini sebesar 72 bulan.
DFI pada penelitian ini lebih pendek dibandingkan hasil penelitian lain pada umumnya, hal
ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti pemberian adjuvan terapi, yang sering tidak
terlaksana dengan baik.
Pada penelitian Anderson dkk,2004, yang melakukan penelitan terhadap rekurensi
kanker payudara sejak tahun 1974 hingga 2004, didapatkan disease free survival (DFS)
meningkat 1% setiap tahunnya, hal ini disebabkan semakin baiknya deteksi dini dan tindakan
dini rekurensi kanker payudara.43 DFI kurang dari 24 bulan juga secara bermakna
menyebabkan prognosis yang buruk. 41. Rata-rata DFI pada penelitian ini sebesar 19,4 bulan,
namun penulis tidak melakukan evaluasi lebih lanjut hingga akhir perjalanan penyakit.
BAB VII
1 KESIMPULAN DAN SARAN
2
7.1 Kesimpulan
1. Angka rekurensi kanker payudara di RSU dr. Soetomo pada kasus 2 tahun atau lebih
paska mastektomi sebesar 37 Persen
2. Jumlah penderita kanker payudar dengan reseptor estrogen negatif sebesar 43,8%
3. Pada penelitian ini faktor – faktor tumor yang berpengaruh secara signifikan pada
rekurensi kanker payudara yaitu status progesteron reseptor , adanya angioinvasif, dan
kelenjar getah bening,
39
Page 40
4. faktor – faktor selain tumor juga ikut berperan sebagai faktor prognostik terjadinya
rekurensi kanker payudara yaitu : faktor usia dan operator
5. faktor operator dalam menyebabkan rekurensi tidak berhubungan dengan margin
operasi, kemungkinan hal ini juga bisa disebabkan perbedaan interprestasi ahli
patologi anatomi, terutama operasi yang dilakukan di RS luar RSU Dr. Soetomo,
Surabaya ataupun bisa juga disebabkan karena dalam membuat ketebalan flap kulit,
ataupun diseksi aksila yang tidak standar.
7.2 Saran
1. Penyusunan status rekam medis yang lebih lengkap, baik diagnosa awal, teknik
operasi yang dilakukan, tanggal awal terjadinya rekurensi, serta evaluasi mortalitas
pasien paska operasi yang selama ini tidak bisa di record secara baik
2. Pemeriksaan patologi anatomi seharusnya ditulis lengkap, dari pemeriksaan makros,
mikros yang meliputi jenis PA, grade, KGB, angioinvasif, tubular formation, mitotic
index, nuclear pleomorpism, batas margin yang standar ( tepi – tepi tumor dan dasar
tumor )
3. Pemeriksaan IHC (imuno histokimia pada semua pasien paska operasi mastektomi,
oleh karena hanya sekitar 60% data yang dilengkapi data tersebut. Dan perlunya
pemeriksaan lanjutan FISH pada kasus status HER + 2
4. Perlunya ahli bedah untuk mencermati hasil pemeriksaan patologi anatomi paska
operasi untuk menentukan keputusan yang tepat dalam memberikan ajuvan terapi
5. Perlunya penelitian lanjutan untuk menilai peran progesteron reseptor dalam
rekurensi dan mengapa angka estrogen reseptor negatif yang sangat tinggi pada
populasi, apakah murni disebabkan faktor ras atau ada faktor lain yang belum
diketahui dan perlunya penelitian lanjutan untuk menilai menilai faktor faktor tumor,
teknik operasi, pemberian neo adjuvant dan adjuvant terapi dalam menilai rekurensi
kanker payudara
40
Page 41
KEPUSTAKAAN
1. DeVita, Vincent T. Principles & Practice of Oncology, ed 8. 2008. P185-210
2. Martin D. Abellofs Clinical Oncology. Cancer of the breast. 4 ed. 2006.p 1076-90
3. Tjakra W, panduan penatalaksanaan kanker solid, PERABOI 2010
4. Nadia H, Raimund J, St.Gallent 2007: Breast cancer treatment consensus report.
Breast Care 2007;2:130–134.
5. Nadia H, Raimund J, St. Gallen 2007: Breast Cancer Treatment Consensus
ReportBreast Care 2007;2:130–134.
6. Kanker Payudara Dominan di Indonesia. Thu, Feb 4, 2010 | Jakarta, matanews.com
7. Breast cancer facts and figures 2009 – 2010, American Cancer Society
41
Page 42
8. William L. Tumor-Related Prognostic Factors forBreast Cancer. C A C a n c e r J C l .
1 9 9 7 ; 4 7 : 2 8 - 5 1
9. Nielsen M, The relationship between breast cancer recurrence and bi-modal hazard
rate (BMH) .Journal of Clinical Oncology, Vol 24, No 15 (May 20), 2006: pp. 2268-
2275
10. Goldfarb Y. Ben-Eliyahu S. Surgery as a Risk Factor for Breast Cancer Recurrence
and Metastasis: Mediating. Mechanisms and Clinical Prophylactic Approaches. Breast
Disease 24 (2005,2006) 1–16
11. Monique G. Prognostic Factors for Death after an Isolated Local.Recurrence
in Patients with Early-Stage Breast Carcinoma. CANCER June. 2002 .94
12. Andre F. Local Failure Is Responsible for the Decrease in Survival for Patients With
Breast Cancer Treated With Conservative Surgery and Postoperative Radiotherapy.
Journal of Clinical Oncology, Vol 17, No 1 (January), 1999: pp 101-109
13. Cathie T, Chung. Goals and objectives in the management of metastatic breast cancer.
The oncologist, 2003;8.514-520
14. Jeffrey S. The HER-2/neu Oncogene in Breast Cancer: Prognostic Factor, Predictive
Factor, and Target for Therapy. The Oncologist 1998;3:237-252
15. Fatima C et al , International Guidelines for Management of Metastatic Breast
Cancer: Combination vs Sequential Single-Agent Chemotherapy. J Natl Cancer Inst
2009;101:1174–1181
16. Abenaa M. Residual Risk of Breast Cancer Recurrence 5 Years After Adjuvant
Therapy. J Natl Cancer Inst 2008;100: 1179 – 1183
17. Paul L et al. Breast cancer subtipe approximated by estrogen receptor, progesteron
receptor, HER2 neu is associated with local and distance recurrence after breast
concerving therapy. JCO 26.2008
18. Elwood V. Estrogen receptors and proliferation markers in primary and recurrent
breast cancer. PNAS _, 2001 _ vol. 98 _ no. 26 _ 15197–15202
19. Adedayo A.Breast Cancer Subtypes Based on ER/PR and Her2 Expression:
Comparison of Clinicopathologic Features and Survival. Clinical Medicine &
Research Volume 7, Number 1/2: 4-13.2009
20. Anderson M, surgical oncologi handbook,4th ed, 2008. p267-301
21. Kato T, Kimura T, Clinicopathologic study associated with long-term survival in
Japanese patients with node-negative breast Cancer. British Journal of Cancer (2000)
82(2), 404–411.
42
Page 43
22. Valentine et al, Comparison of HER-2 and Hormone Receptor Expression in Primary
Breast Cancers and Asynchronous Paired Metastases: Impact on Patient Management.
The Oncologist 2008;13:838–844
23. Wallgren A, et al, Risk Factors for Locoregional Recurrence Among Breast Cancer
Patients: Results From International Breast Cancer Study Group Trials I Through VII.
Journal of Clinical Oncology, Vol 21, No 7 (April 1), 2003: pp 1205-1213
24. G. Gruber. Extracapsular tumor spread and the risk of local, axillary and
supraclavicular recurrence in node-positive, premenopausal patients with breast
cancer. Annals of Oncology 19: 2008 ,1393–1401,
25. Abenaa M et al. Relationship Between Epidemiologic Risk Factors and Breast Cancer
Recurrence. J Clin Oncol 25. 2007:4438-4444.
26. Mirza, Attiqa. Prognostic Factors in Node-Negative Breast Cancer A Review of
Studies With Sample Size More Than 200 and Follow- Up More Than 5 Years, Ann.
Surg. , January 2002
27. Verschraegen et al, Modeling the Effect of Tumor Size in Early Breast Cancer.
Annals of Surgery . February 2005.V. 241, no 2,
28. LI Hui-ping, Prediction of recurrence risk in early breast cancer using human
epidermal growth factor 2 and cyclin A2. Chin Med J 2010;123(4):431-437
29. Teguh Aryandono, Recurrence and distant free survival: study on breast cancer
prognostic factor in Yogyakarta. Berkala llmu Kedokteran Vol. 38, No. 2, Juni 2006:
64- 7 1
30. Westenend P J, C J C Meurs, R A M Damhuis. Tumour size and vascular invasion
predict distant metastasis in stage I breast cancer. Grade distinguishes early and late
Metastasis. J Clin Pathol 2005;58:196–201.
31. Cinieri S, et al. Adjuvant strategies in breast cancer: new prospectives, questions and
reflections at the end of 2007 St Gallen International Expert Consensus Conference,
Annals of Oncology 18 (Supplement 6): vi63–vi65, 2007
32. Susan G, facts for life, racial & ethnics difference. American Cancer Society, Cancer
Facts & Figures for African Americans 2009-2010
33. Osborne K, et al, The value of estrogen and progesteron receptors in the treatment of
breast cancer. Cancer 46:2884-88,1980
34. Suzanne A, Fuquam Yukun C, Adrian V. Insight into the role of progesterone
receptors in breast cancer.JCO 23:931-2,2005
43
Page 44
35. Nixon Aj et al. Relationship of patient age to pathologic features of the tumor and
prognosis for patients with stage I or II breast cáncer.JCO,12:888-94.1994
36. Carey et al. Young age at diagnosis correlates with worse prognosis and defines a
subset of breast cancers with shared patterns of gene expression.JCO 26:3324-
30.2008
37. Torsten A et al. Breast cancer patients with progesterone receptor PR-A rich tumor
have poorer disease-free survival rates
38. Valerie j et al. Progesterone Receptor Status Significantly Improves Outcome
Prediction Over Estrogen Receptor Status Alone for Adjuvant Endocrine Therapy in
Two Large Breast Cancer Databases.JCO, 21,2003;1973-79
39. Ivo et al. Time to Stop Progesterone Receptor Testing in Breast Cancer Management.
JCO.2004.99.298
40. Aserhon et al. Local relapse in primary breast cancer patients with unexcised positive
surgical margins after lumpectomy, radiotherapy and chemoendocrine therapy. Annals
of Oncology 10: 1451-1455. 1999
41. John M et al, Prognostic Indicators in Patients with Isolated Local - Regional
Recurrence of Breast Cancer, Currcer 47:2232-2235, 2006
42. Lisa E et al, Locoregional Recurrence of Breast Cancer After Mastectomy,
medscape,2008
43. Jay R, Haris, Mach E, Monica M, Kent O, Disease of the breast,2nd lippicot williams
& wilkins,1999.p 471-489
44. Cinieri, S, Adjuvant strategies in breast cancer: new prospectives, questions and
reflections at the end of 2007 St Gallen International Expert Consensus Conference,
Ann. Onc. 18:63-65, 2007
45. International Agency for Research on Cancer 2010, Breast Cancer Incidence and
Mortality Worldwide, GLOBOCAN 2008
46. Allen M Gown, Current issues in ER and HER2 testing by IHC in breast cancer.
Modern Pathology (2008) 21, S8–S15
44