Top Banner
4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Periapikal Karies berawal dari sisa makanan yang bercampur dengan hasil metabolisme bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans, Lactobacillus, dll yang berupa asam akan mengakibatkan proses demineralisasi pada email sehingga terbentuk karies. Proses karies ini mengakibatkan radang pada pulpa yang dikenal sebagai Pulpitis Reversibel dan akan berlanjut menjadi Pulpitis Irreversibel. Bila infeksi dibiarkan jaringan pulpa akan menjadi nekrosis sehingga infeksinya dapat masuk ke pembuluh darah menuju jaringan periapikal melalui apeks. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut dan setelah memfagosit bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah yang mengisi rongga tersebut. Akibat penimbunan nanah ini maka jaringan sekitarnya akan terdorong dan menjadi dinding pembatas abses. Hal ini merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah maka infeksi bisa menyebar tergantung kepada lokasi abses. Sehingga Abses Periapikal dapat didefinisikan sebagai suatu proses supuratif disekitar ujung akar gigi yang terjadi
84

218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

Dec 07, 2015

Download

Documents

iambaro

;kmn;
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infeksi Periapikal

Karies berawal dari sisa makanan yang bercampur dengan hasil

metabolisme bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans,

Lactobacillus, dll yang berupa asam akan mengakibatkan proses demineralisasi

pada email sehingga terbentuk karies. Proses karies ini mengakibatkan radang

pada pulpa yang dikenal sebagai Pulpitis Reversibel dan akan berlanjut menjadi

Pulpitis Irreversibel. Bila infeksi dibiarkan jaringan pulpa akan menjadi nekrosis

sehingga infeksinya dapat masuk ke pembuluh darah menuju jaringan periapikal

melalui apeks. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam

melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut dan setelah memfagosit

bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang mati inilah yang

membentuk nanah yang mengisi rongga tersebut. Akibat penimbunan nanah ini

maka jaringan sekitarnya akan terdorong dan menjadi dinding pembatas abses.

Hal ini merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk mencegah penyebaran

infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah maka infeksi bisa menyebar

tergantung kepada lokasi abses. Sehingga Abses Periapikal dapat didefinisikan

sebagai suatu proses supuratif disekitar ujung akar gigi yang terjadi karena

hancurnya jaringan dan merupakan respon inflamasi berlanjut dari jaringan

periapikal terhadap iritasi pulpa (Michael TB et al, 2006)

Penyebaran infeksi melalui foramen apikal berawal dari kerusakan gigi

atau karies, kemudian terjadi proses inflamasi di sekitar periapikal di daerah

membran periodontal berupa suatu periodontitis apikalis. Rangsangan yang

ringan dan kronis menyebabkan membran periodontal di apikal mengadakan

reaksi membentuk dinding untuk mengisolasi penyebaran infeksi. Respon

jaringan periapikal terhadap iritasi tersebut dapat berupa periodontitis apikalis

yang supuratif atau abses dentoalveolar (Marvin G, 2006).

Infeksi periapikal dapat menyebar ke jaringan-jaringan lain mengikuti pola

patofisiologi yang beragam yang pada dasarnya dipengaruhi oleh : jumlah dan

Page 2: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

5

virulensi kuman, resistensi dari host, dan struktur anatomi daerah yang terlibat

(Michael TB et al, 2006).

Pus pada jaringan periapikal menyebar melalui tulang cancelous menuju

ke permukaan tulang dan setelah menembus lapisan korteks pus masuk ke

jaringan lunak di sekitarnya yang biasanya didahului dengan keradangan pada

periosteum tulang alveolar di daerah tersebut yang disebut dengan periostitis

(Maestra-Vera JR, 2004).

Arah penyebaran infeksi periapikal menuju ke jaringan lunak dipengaruhi

oleh 2  faktor utama yaitu (Maestra – Vera JR, 2004) :

1. Ketebalan tulang yang meliputi apeks gigi

2. Hubungan antara tempat perforasi tulang dan tempat perlekatan otot-

otot pada    maksila dan mandibula

Bila apeks gigi yang terinfeksi lebih dekat dengan labial plate maka akan

menyebabkan vestibular abscess. Sebaliknya jika akar gigi lebih dekat dengan

permukaan palatal maka yang terjadi adalah palatal abscess.

Setelah pus menembus permukaan tulang dan masuk ke dalam jaringan

lunak arah penyebaran selanjutnya ditentukan oleh tempat perlekatan otot-otot

pada tulang rahang, utamanya yaitu m. Buccinator pada maksila dan mandibula,

dan Mylohyoid pada mandibula. Pada gigi-gigi posterior rahang atas apabila pus

keluar ke arah bukal dan dibawah perlekatan m.buccinator pada maksila dan

mandibula, dan m mylohyoid pada mandibula. Pada gigi posterior rahang atas

apabila pus keluar ke arah bukal dan dibawah perlekatan m. Buccinator maka

akan terjadi vestibular abscess. Apabila pus terletak di atas perlekatan m.

Buccinator maka yang terjadi adalah buccal space abscess ((Michael TB et al,

2006).

Infeksi periapikal pada gigi-gigi rahang atas pada umunya menjalar ke

arah labial atau bukal. Beberapa gigi seperti insisif lateral yang inklinasinya

ekstrem, akar palatal gigi premolar pertama dan molar rahang atas dapat

menyebabkan abses di sebelah palatal. Penjalaran infeksi ke labial atau bukal

dapat menjadi vestibular abscess atau fascial space infection ditentukan oleh

hubungan antara tempat perforasi tulang dan tempat perlekatan otot-otot pada

Page 3: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

6

tulang maksila yaitu m. buccinator dan m. Levator anguli oris (Lynnus Peng,

MD, 2006).

Penyebaran infeksi Molar bawah yang ke arah bukal juga ditentukan oleh

perlekatan m. Buccinator. Apabila pus keluar diatas perlekatan m. buccinator

maka yang tejadi adalah vestibular abscess, bila pus keluar dibawah perlekatan

otot tersebut maka yang terjadi adalah buccal space infection atau perimandibular

infection. Penyebaran infeksi M RB yg kearah lingual ditentukan oleh relasi

antara letak apeks akar gigi M dan tempat perlekatan m. Mylohyoid. Bila pus

keluar dari dinding lingual di atas perlekatan m. Mylohyoid maka akan terjadi

sublingual space abscess, sebaliknya bila pus keluar dibawah perlekatan otot tsb

akan timbul submandibular space abscess (Green, 2001).

2.1.1 PeriapikalAbses

Abses periapikal sering juga disebut abses dento-alveolar, terjadi di daerah

periapikal gigi yang sudah mengalami kematian dan terjadi keadaan eksaserbasi

akut. Mungkin terjadi segera setelah kerusakan jaringan pulpa atau setelah periode

laten yang tiba-tiba menjadi infeksi akut dengan gejala inflamasi, pembengkakan

dan demam. Mikroba penyebab infeksi umumnya berasal dari pulpa, tetapi juga

bisa berasal sistemik (bakteremia). (Fragiskos, 2007)

2.1.1.1 Periapikal Abses Akut

Abses apikalis akut adalah proses inflamasi pada jaringan periapikal gigi,

yang disertai pembentukan eksudat. Abses apikalis akut disebabkan masuknya

bakteri, serta produknya dari saluran akar gigi yang terinfeksi. Abses apikalis akut

ditandai dengan nyeri yang spontan, adanya pembentukan nanah, dan

pembengkakan. Pembengkakan biasanya terletak di vestibulum bukal, lingual atau

palatal tergantung lokasi apeks gigi yang tekena. Abses apikalis akut juga

terkadang disertai dengan manifestasi sistemik seperti meningkatnya suhu tubuh,

dan malaise. Tes perkusi abses apikalis akut akan mengahasilkan respon yang

sangat sensitif, tes palpasi akan merespon sensitif. Sedangkan tes vitalitas tidak

memberikan respon.

Page 4: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

7

Secara histologi abses apikalis akut menunjukkan adanya lesi destruktif

dari nekrosis yang mengandung banyak leukosit PMN yang rusak, debris, dan sel

serta eksudat purulen. Gambaran radiografis abses apikalis akut, terlihat

penebalan pada ligamen periodontal dengan lesi pada jaringan periapikal.

(Fragiskos, 2007) (Ingle, 2008) (Sutasmi, 2012).

2.1.1.2 Periapikal Abses Kronis

Abses apikalis kronis merupakan keadaan yang timbul akibat lesi yang

berjalan lama yang kemudian mengadakan drainase ke permukaan. Abses apikalis

kronis disebabkan oleh nekrosis pulpa yang meluas ke jaringan periapikal, dapat

juga disebabkan oleh abses akut yang sebelumnya terjadi. Abses adalah kumpulan

pus yang terbentuk dalam jaringan. Pus ini merupakan suatu kumpulan sel-sel

jaringan lokal yang mati, sel-sel darah putih, organisme penyebab infeksi atau

benda asing dan racun yang dihasilkan oleh orgnisme dan sel darah. Abses

apikalis kronis merupakan reaksi pertahanan yang bertujuan untuk mencegah

infeksi menyebar ke bagian tubuh lainnya.

Abses apikalis kronis berkembang dan membesar tanpa gejala yang

subjektif, hanya dapat dideteksi dengan pemeriksaan radiografis atau dengan

adanya fistula didaerah sekitar gigi yang terkena. Fistula merupakan ciri khas

dari abses apikalis kronis. Fistula merupakan saluran abnormal yang terbentuk

akibat drainase abses.

Abses apikalis kronis pada tes palpasi dan perkusi tidak memberikan

respon non-sensitif. Sedangakan tes vitalitas tidak memberikan respon.

(Fragiskos, 2007) (Ingle, 2008) (Sutasmi, 2012)

2.1.2 Serous Periositis

Serous periostitis adalah keradangan akut pada periosteum tulang rahang

karena infeksi periapikal telah menembus korteks tulang. Keradangan yang terjadi

berupa cairan serous diantara korteks dan periosteum, belum terbentuk nanah.

Gejala subjektifnya  berupa rasa sakit selama 1-3 hari disertai pembengkakan,

suhu badan meningkat. Ekstraoral tampak pembengkakan merata, warna agak

kemerahan, palpasi peningkatan suhu dan sakit. Intraoral tampak peninggian

Page 5: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

8

buccal fold tapi tidak ada fluktuasi, terdapat gigi dengan karies profunda dan non

vital (Gangren pulpa) (Ariji Y et al, 2002)

Pencabutan merupakan kontraindikasi karena dapat menyebabkan

penyebaran infeksi yang berbahaya. Perawatan ditujukan pada tindakan yang

dapat meredakan infeksi akut : open bur disertai dengann ekstirpasi saluran akar,

pemberian antibiotik dan analgesik. Pencabutan dilakukan bila tanda radang sudah

reda (Lynnus Peng, MD, 2006).

Apabila dalam rentang 2-3 hari ternyata respon keradangan tidak mampu

menghambat aktivitas bakteri penyebab, maka dapat berlanjut ke kondisi yang

disebut abses subperiosteal. Abses subperiosteal terjadi di rongga yang sama,

yaitu di sela-sela antara korteks tulang dengan lapisan periosteum, bedanya adalah

di kondisi ini sudah terdapat keterlibatan pus, pus sudah berhasil “menembus”

korteks dan memasuki rongga subperiosteal, karena itu nama abses yang tadinya

disebut abses periapikal, berubah terminologi menjadi abses subperiosteal.

Karena lapisan periosteum adalah lapisan yang tipis, maka dalam beberapa jam

saja akan mudah tertembus oleh cairan pus yang kental, sebuah kondisi yang

sangat berbeda dengan peristiwa periostitis dimana konsistensi cairannya lebih

serous (Michael TB et al, 2006). Subperiosteal abscess merupakan kelanjutan dari

serous periostitis dimana pus sudah terbentuk dan terkumpul di bawah

periosteum. Periosteum adalah jaringan ikat yang tipis dan tegang, maka dengan

terkumpulnya pus dibawahnya akan timbul rasa sakit yang sangat dan biasanya

periosteum akan pecah dalam waktu singkat. Oleh karena itu secara klinis

periosteal abscess jarang dijumpai. Keadaan ini dapat berlanjut menjadi

vestibular abscess atau fascial space abscess (Maestra-Vera JR, 2004).

2.2 Infeksi Odontogen

Infeksi odontogen merupakan salah satu diantara beberapa infeksi yang

paling sering kita jumpai pada manusia. Pada kebanyakan pasien infeksi ini

bersifat minor atau kurang diperhitungkan dan seringkali ditandai dengan drainase

spontan di sepanjang jaringan gingiva pada gigi yang mengalami gangguan)( Al

Hutami,2012).

Page 6: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

9

Infeksi odontogenik merupakan infeksi rongga mulut yang paling sering

terjadi. Infeksi odontogenik dapat merupakan awal atau kelanjutan penyakit

periodontal, perikoronal, trauma, atau infeksi pasca pembedahan. Infeksi

odontogenik juga lebih sering disebabkan oleh beberapa jenis bakteri seperti

streptococcus. Infeksi dapat terlokalisir atau dapat menyebar secara cepat ke sisi

wajah lain)( Al Hutami,2012).

Penjalaran infeksi odontogen akibat dari gigi yang nekrosis dapat

menyebabkan abses, abses ini dibagi dua yaitu penjalaran tidak berat (yang

memberikan prognosis baik) dan penjalaran berat (yang memberikan prognosis

buruk). Adapun yang termasuk penjalaran tidak berat adalah serous periostitis,

abses sub periosteal, abses sub mukosa, abses sub gingiva, dan abses sub palatal,

sedangkan yang termasuk penjalaran yang berat antara lain abses perimandibular,

osteomielitis, dan phlegmon dasar mulut.

Infeksi odontogen merupakan suatu proses infeksi yang primer atau

sekunder yang terjadi pada jaringan periodontal, perikoronal, karena traumatik

atau infeksi pasca bedah. Tipikal infeksi odontogenik adalah berasal dari karies

gigi yang merupakan suatu proses dekalsifikasi email. Sekali email larut, infeksi

karies dapat langsung melewati bagian dentin yang mikroporus dan langsung

masuk ke dalam pulpa. Di dalam pulpa, infeksi dapat berkembang melalui suatu

saluran langsung menuju apeks gigi dan dapat menggali menuju ruang medulla

pada maksila atau mandibula. Infeksi tersebut kemudian dapat melubangi lapisan

tulang kortikal dan merusak jaringan superficial dari rongga mulut atau membuat

saluran yang sangat dalam pada daerah fasial.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan penyebaran dan kegawatan

infeksi odontogenik adalah:

Jenis dan virulensi kuman penyebab.

Daya tahan tubuh penderita.

Jenis dan posisi gigi sumber infeksi.

Panjang akar gigi sumber infeksi terhadap perlekatan otot-otot.

Adanya tissue space dan potential space.

Infeksi odontogen biasanya dimulai dari permukaan gigi yaitu adanya

karies gigi yang mencapai ruang pulpa, kemudian berlanjut menjadi pulpitis dan

Page 7: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

10

akhirnya terjadi nekrosis pulpa. Infeksi odontogen dapat terjadi secara lokal atau

meluas secara cepat. Adanya gigi yang nekrosis menyebabkan bakteri bisa

menembus masuk ruang pulpa sampai ke apikal gigi. Foramen apikalis pada pulpa

tidak bisa mendrainase pulpa yang terinfeksi. Selanjutnya proses infeksi tersebut

menyebar progresif ke ruangan atau jaringan lain yang dekat dengan struktur gigi

yang nekrosis tersebut.

2.2.1 Penyebaran Per Kontinuatum

Perluasan infeksi odontogenik atau infeksi yang mengenai struktur

gigi (pulpa dan periodontal) ke daerah periapikal, selanjutnya menuju

kavitas oral dengan menembus lapisan kortikal vestibular dan periosteum dari

tulang rahang. Fenomena ini biasanya terjadi di sekitar gigi penyebab

infeksi, tetapi infeksi primer dapat meluas ke regio yang lebih jauh, karena

adanya perlekatan otot atau jaringan lunak pada tulang rahang. Dalam hal

ini, infeksi odontogenik dapat menyebar ke bagian bukal, fasial, dan

subkutaneus servikal kemudian berkembangan menjadi selulitis fasial, yang

akan mengakibatkan kematian jika tidak segera diberikan perawatan yang

adekuat (Berini, et al, 1999).

2.2.1.1 Vestibular Space

Vestibular space adalah space yang berpotensi antara mukosa vestibular

dan dekat pada muskulus fasial. Jangkauan dentoalveolar abses menjelaskan

mengenai infeksi antara alveolar prosesus dan alveolar mukosa pada dinding

fasial pada prosesus alveolar. Karena struktur anatomi membatasi penyebaran

abses dentoalveolar atau selulitis menjadi vestibula oral dan perlekatannya dekat

dengan muskulus fasial pada apikal dari infeksi tersebut, abses dentoalveolar

mengambil porsi dari space vestibular. Secara posterior dari muskulus fasial

adalah buccinator, bagian depan dari muskulus intrinsik dan bibir, termasuk

orbicularis oris, quadratus labii superioris, mentalis, atau risorius, membatasi

space vestibular. Space vestibular adalah pengisi dengan submukosa dan jaringan

ikat alveolar yang berada pada persilangan buccal dan nervus mentalis. Dapat

dikatakan bahwa ada jarak pada muskulis fasial dengan bukal dan space

Page 8: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

11

subcutaneous. Pembengkakan vestibular dapat merubah struktur fascial, distorsi

pandang. Drainase secara spontan dapat terjadi pada mukosa rongga mulut

(Richard G, et al, 2002).

Abses vestibular biasanya terletak pada daerah premolar dan molar

rahang atas. Secara pemeriksaan klinis tampak pembengkakan, padat, disertai

nyeri pada daerah buccal vestibular dekat dengan gigi yang bermasalah (Sailer

HF, Pajarola GF. 1999).

2.2.1.2 Buccal Space

Lokasi dimana abses ini berkembang adalah terletak diantara m.

buccinator dan otot masseter. Letak dari abses ini berada di superior

pretygopalatine space yang mana berada di inferior dari pterygomandibular space.

Penyebaran pus pada buccal space tergantung pada posisi apeks gigi yang

memeiliki peranan penting terhadap perlekatan dengan otot buccinator. Abses

pada buccal ini mungkin berasal dari saluran akar gigi posterior yang terinfeksi

pada rahang atas maupun rahang bawah.

Abses buccal space secara klinis ditandai dengan adanya pembengkakan

dari pipi yang memanjang dari lengkung zygomatic sejauh batas inferior

mandibula, dan dari perbatasan anterior ramus ke sudut mulut. Kulit tampak

kencang dan merah, dengan atau tanpa fluktuasi abses, yang jika diabaikan, dapat

mengakibatkan drainase spontan (Fragiskos, 2007).

Gambar 2.1 Ilustrasi gambar penyebaran dari lateral abses ke daerah otot buccinator. b. Tampakan

klinis

Page 9: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

12

2.2.1.3 Submandibular Space

Spasium ini terletak dibagian bawah m.mylohioid yang memisahkannya

dari spasium sublingual. Lokasi ini di bawah dan medial bagian belakang

mandibula. Dibatasi oleh m.hiooglosus dan m.digastrikus dan bagian posterior

oleh m.pterigoid eksternus. Berisi kelenjar ludah submandibula yang meluas ke

dalam spasium sublingual. Juga berisi kelenjar limfe submaksila. Pada bagian luar

ditutup oleh fasia superfisial yang tipis dan ditembus oleh arteri submaksilaris

eksterna.

Infeksi pada spasium ini dapat berasal dari abses dentoalveolar, abses

periodontal dan perikoronitis yang berasal dari gigi premolar atau molar

mandibula (Fragiskos, 2007).

Gambar 2.2 Ilustrasi gambar penyebaran dari abses ke daerah submandibular di bawah muskulus

mylohyoid b. Tampakan klinis

ruang submandibular

Ruang ini terletak di bawah otot milohioid, medial ramus dan tubuh

mandibula. Hal ini dibatasi anterior oleh lampiran dari perut anterior digastrikus

otot dan posterior oleh perut posterior otot digastrikus dan stylomandibular yang

50 A Textbook of Advanced Mulut dan Maksilofasial Bedah

ligamen. Infeksi dari gigi rahang bawah posterior mungkin lewat lingual, di bawah

lampiran otot milohioid, ke ruang angkasa ini. Klinis, pembengkakan submandibular yang

daerah cenderung melenyapkan sudut mandibula, menyebabkan rasa sakit dan kemerahan pada

kulit

atasnya daerah ini. Disfagia juga biasanya merupakan gejala ditandai.

2.2.1.4 Submentale

Spasium ini terletak diantara m.milohioid dan m.plastima. di depannya

melintang m.digastrikus, berisi elenjar limfe submental. Perjalanan abses

Page 10: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

13

kebelakang dapat meluas ke spasium mandibula dan sebaliknya infesi dapat

berasal dari spasium submandibula. Gigi penyebab biasanya gigi anterior atau

premolar.

Gejala klinis ditandai dengan selulitis pada regio submental. Tahap akhir

akan terjadi supuratif dan pada perabaan fluktuatif positif. Pada npemeriksaan

intra oral tidak tampak adanya pembengkakan. Kadang-kadang gusi disekitar gigi

penyebab lebih merah dari jaringan sekitarnya. Pada tahap lanjut infeksi dapat

menyebar juga kearah spasium yang terdekat terutama kearah belakang

(Fragiskos, 2007).

Gambar 2.3 a. Ilustrasi penyebaran abses ke daerah submental b. Tampakan klinis

2.2.2 Penyebaran Per Limfogen

Sistem limfatik (lymphatic system) atau sistem getah bening membawa

cairan dan protein yang hilang kembali ke darah .Cairan memasuki sistem ini

dengan cara berdifusi ke dalam kapiler limfa kecil yang terjalin di antara kapiler-

kapiler sistem kardiovaskuler. Apabila suda berada dalam sistem limfatik, cairan

itu disebut limfa (lymph) atau getah bening, komposisinya kira-kira sama dengan

komposisi cairan interstisial. Sistem limfatik mengalirkan isinya ke dalam sistem

sirkulasi di dekat persambungan vena cava dengan atrium kanan.

Limfe mirip dengan plasma tetapi dengan kadar protein yang

lebih kecil. Kelenjar-kelenjar limfe menambahkan limfosit pada limfe

sehingga jumlah sel itu sangat besar di dalam saluran limfe.Di dalam limfe

tidak terdapat sel lain. Limfe dalam salurannya digerakkan oleh

kontraksi otot disekitarnya dan dalam beberapa saluran limfe yang gerakannya

besar itu dibantu oleh katup.

Page 11: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

14

Seperti halnya suplai darah, gingiva dan jaringan lunak pada mulut kaya

dengan aliran limfatik, sehingga infeksi pada rongga mulut dapat dengan mudah

menjalar ke kelenjar limfe regional. Pada rahang bawah, terdapat anastomosis

pembuluh darah dari kedua sisi melalui pembuluh limfe bibir. Akan tetapi

anastomosis tersebut tidak ditemukan pada rahang bawah (Sandler NA, 2009).

Tabel 2.1 Kelenjar getah bening regional yang terkena adalah sebagai berikut:

Sumber infeksi KGB regional

Gingiva bawah Submaksila

Jaringan subkutan bibir bawah Submaksila, submental, servikal

profunda

Jaringan submukosa bibir atas dan

bawah

Submaksila

Gingiva dan palatum atas Servikal profunda

Pipi bagian anterior Parotis

Pipi bagian posterior Submaksila, fasial

Banyaknya hubungan antara berbagai kelenjar getah bening memfasilitasi

penyebaran infeksi sepanjang rute ini dan infeksi dapat mengenai kepala atau

leher atau melalui duktus torasikus dan vena subklavia ke bagian tubuh lainnya

(Sandler NA, 2009).

Weinmann mengatakan bahwa inflamasi gingiva yang menyebar

sepanjang sisi krista alveolar dan sepanjang jalur pembuluh darah ke sumsum

tulang. Ia juga menyatakan bahwa inflamasi jarang mengenai membran

periodontal. Kapiler berjalan beriringan dengan pembuluh limfe sehingga

memungkinkan absorbsi dan penetrasi toksin ke pembuluh limfe dari pembuluh

darah (Sandler NA, 2009).

Pada infeksi akut, kelenjar limfe membesar, lunak dan sakit. Kulit di

sekitarnya memerah dan jaringan yang berhubungan membengkak. Pada infeksi

kronis perbesaran kelenjar limfe lebih atau kurang keras tergantung derajat

inflamasi, seringkali tidak lunak dan pembengkakan jaringan di sekitarnya

biasanya tidak terlihat. Lokasi perbesaran kelenjar limfe merupakan daerah

Page 12: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

15

indikasi terjadinya infeksi. Supurasi kelenjar terjadi jika organisme penginfeksi

menembus sistem pertahanan tubuh pada kelenjar menyebabkan reaksi seluler dan

memproduksi pus. Proses ini dapat terjadi secara spontan dan memerlukan insisi

dan drainase dinamakan limfadenopati.

2.2.2.1 Vaskuler Limfe

Pembuluh limfe, merupakan saluran tipis yang dibatasi endotel berperan

dalam pengumpulan cairan dari ruang-ruang jaringan dan mengembalikannya ke

darah. Cairan ini dinamakan cairan limfe. Limfe hanya beredar dalam satu arah,

yaitu ke arah jantung.

Kapiler limfe berasal dari berbagai jaringan sebagai pembuluh tipis dengan

ujung buntu. Mereka terdiri atas satu lapisan endotel. Pembuluh yang tipis ini

bergabung dan berakhir sebagai 2 batang besar, yaitu ductus thorasicus dan ductus

limphaticus dexter, yang mengosongkan limfe ke dalam peralihan vena jugularis

interna dengan vena jugularis interna dexter. Di antara pembuluh-pembuluh limfe

terdapat kelenjar-kelenjar limfe. Dengan pengecualian sistem syaraf dan sumsum

tulang, sistem limfe ditemukan pada hampir semua organ.

Pembuluh limfe mempunyai struktur yang mirip dengan vena kecuali

mereka mempunyai dinding yang lebih tipis dan tidak mempunyai batas yang

nyata antara ketiga lapisan (intima, media, dan adventitia). Seperti vena, mereka

mempunyai banyak katup-katup interna. Akan tetapi, katup-katup ini lebih banyak

pada pembuluh limfe. Antara katup-katup pembuluh limfe melebar dan

mempunyai bentuk noduler.

Seperti vena, sirkulasi cairan limfe dibantu oleh kerja gaya eksterna

(misalnya kontraksi otot-otot sekitarnya) pada dindingnya. Gaya-gaya ini bekerja

secara tidak kontinu dan aliran limfe terutama terjadi sebagai akibat adanya

banyak katup dalam pembuluh ini dan irama kontraksi otot-otot polos yang

terdapat dalam dindingnya.

Duktus limfaticus ukuran besar mempunyai struktur yang mirip dengan

vena dengan penguatan otot polos pada lapisan media. Pada lapisan ini, berkas-

berkas otot tersusun longitudinal dan sirkuler, dengan serabut-serabut longitudinal

lebih banyak. Tunika Adventitia relatif kurang berkembang.

Page 13: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

16

2.2.2.2 Fungsi Limfe

1. Mengembalikan cairan dan protein dari jaringan ke dalam sirkulasi

darah.

2. Mengangkut limfosit dari kelenjar limfe ke sirkulasi darah.

3. Untuk membawa lemak yang sudah dibuat emulsi dari usus ke sirkulasi

darah. Saluran limfe yangmelaksanakan fungsi ini ialah saluran lakteal.

4. Kelenjar limfe menyaring dan menghancurkan mikroorganisme untuk

menghindarkan penyebaranorganism itu dari tempat masuknya ke dalam

jaringan, ke bagian lain tubuh.

5. Apabila ada infeksi, kelenjar limfe menghasilkan zat anti (antibodi)

untuk melindungi tubuh terhadap kelanjutan infeksi.

2.2.2.3 Limfadenopati

Pembesaran KGB dapat dibedakan menjadi pembesaran KGB lokal

(limfadenopati lokalisata) dan pembesaran KGB umum (limfadenopati

generalisata). Limfadenopati lokalisata didefinisikan sebagai pembesaran KGB

hanya pada satu daerah saja, sedangkan limfadenopati generalisata apabila

pembesaran KGB pada dua atau lebih daerah yang berjauhan dan simetris.

Secara anatomi aliran getah bening aferen masuk ke dalam KGB melalui

simpai (kapsul) dan membawa cairan getah bening dari jaringan sekitarnya dan

aliran getah bening eferen keluar dari KGB melalui hilus. Cairan getah bening

masuk kedalam kelenjar melalui lobang-lobang di simpai. Di dalam kelenjar,

cairan getah bening mengalir dibawah simpai di dalam ruangan yang disebut sinus

perifer yang dilapisi oleh sel endotel (Koss, 2006).

Jaringan ikat trabekula terentang melalui sinus-sinus yang

menghubungkan simpai dengan kerangka retikuler dari bagian dalam kelenjar dan

merupakan alur untuk pembuluh darah dan syaraf. 4,6-12 Dari bagian pinggir

cairan getah bening menyusup kedalam sinus penetrating yang juga dilapisi sel

endotel. Pada waktu cairan getah bening di dalam sinus penetrating melalui hilus,

sinus ini menempati ruangan yang lebih luas dan disebut sinus meduleri. Dari

hilus cairan ini selanjutnya menuju aliran getah bening eferen (Koss, 2006)

Page 14: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

17

Lokasi pembesaran KGB pada dua sisi leher secara mendadak biasanya

disebabkan oleh infeksi virus saluran pernapasan bagian atas. Pada infeksi oleh

penyakit kawasaki umumnya pembesaran KGB hanya satu sisi saja. Apabila

berlangsung lama (kronik) dapat disebabkan infeksi oleh Mikobakterium,

Toksoplasma, Ebstein Barr Virus atau Citomegalovirus (Kanwar, 2009)

Demam, nyeri tenggorok dan batuk mengarahkan kepada penyebab infeksi

saluran pernapasan bagian atas. Demam, keringat malam dan penurunan berat

badan mengarahkan kepada infeksi tuberkulosis atau keganasan. Demam yang

tidak jelas penyebabnya, rasa lelah dan nyeri sendi meningkatkan kemungkinan

oleh penyakit kolagen atau penyakit serum (serum sickness), ditambah adanya

riwayat pemakaian obat-obatan atau produk darah. Pembesaran KGB leher yang

disertai daerah lainnya juga sering disebabkan oleh infeksi virus. Keganasan,

obat-obatan, penyakit kolagen umumnya dikaitkan degnan pembesaran KGB

generalisata (Kanwar, 2009).

Pada pembesaran KGB oleh infeksi virus, umumnya bilateral lunak dan

dapat digerakkan. Bila ada infeksi oleh bakteri, kelenjar biasanya nyeri pada

penekanan, baik satu sisi atau dua sisi dan dapat fluktuatif dan dapat digerakkan.

Adanya kemerahan dan suhu lebih panas dari sekitarnya mengarahkan infeksi

bakteri dan adanya fluktuatif menandakan terjadinya abses. Bila limfadenopati

disebabkan keganasan tanda-tanda peradangan tidak ada, KGB keras dan tidak

dapat digerakkan oleh karena terikat dengan jaringan di bawahnya (Kanwar,

2009).

Pada infeksi oleh mikobakterium, pembesaran kelenjar berjalan

berminggu-minggu sampai berbulan-bulan, walaupun dapat mendadak, KGB

menjadi fluktuatif dan kulit diatasnya menjadi tipis, dan dapat pecah dan

terbentuk jembatan-jembatan kulit di atasnya (Kanwar, 2009).

Pengobatan limfadenopati KGB leher didasarkan kepada penyebabnya.

Banyak kasus dari pembesaran KGB leher sembuh dengan sendirinya dan tidak

membutuhkan pengobatan apapun selain observasi. Kegagalan untuk mengecil

setelah 4-6 minggu dapat menjadi indikasi untuk dilaksanakan biopsi KGB.

Biopsi dilakukan terutama bila terdapat tanda dan gejala yang mengarahkan

kepada keganasan. KGB yang menetap atau bertambah besar walau dengan

Page 15: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

18

pengobatan yang adekuat mengindikasikan diagnosis yang belum tepat. Antibiotik

perlu diberikan apabila terjadi limfadenitis supuratif yang biasa disebabkan oleh

Staphyilococcus. aureus dan Streptococcus pyogenes (group A). Pemberian

antibiotik dalam 10-14 hari dan organisme ini akan memberikan respon positif

dalam 72 jam. Kegagalan terapi menuntut untuk dipertimbangkan kembali

diagnosis dan penanganannya. Pembedahan mungkin diperlukan bila dijumpai

adanya abses dan evaluasi dengan menggunakan USG diperlukan untuk

menangani pasien ini (Peters, 2008).

2.2.3 Penyebaran Per Hematogen

Gingiva, gigi, tulang penyangga, dan stroma jaringan lunak di sekitarnya

merupakan area yang kaya dengan suplai darah. Hal ini meningkatkan

kemungkinan masuknya organisme dan toksin dari daerah yang terinfeksi ke

dalam sirkulasi darah. Di lain pihak, infeksi dan inflamasi juga akan semakin

meningkatkan aliran darah yang selanjutnya menyebabkan semakin banyaknya

organisme dan toksin masuk ke dalam pembuluh darah (Lyx et all, 2000).

Vena-vena yang berasal dari rongga mulut dan sekitarnya mengalir

ke pleksus vena pterigoid yang menghubungkan sinus kavernosus dengan pleksus

vena faringeal dan vena maksilaris interna melalui vena emisaria. Karena

perubahan tekanan dan edema menyebabkan penyempitan pembuluh vena dan

karena vena pada daerah ini tidak berkatup, maka aliran darah di dalamnya dapat

berlangsung dua arah, memungkinkan penyebaran infeksi langsung dari fokus di

dalam mulut ke kepala atau faring sebelum tubuh mampu membentuk respon

perlawanan terhadap infeksi tersebut.

Material septik (infektif) yang mengalir melalui vena jugularis internal dan

eksternal dan kemudian ke jantung dapat membuat sedikit kerusakan (Sandler

NA, 2014). Namun, saat berada di dalam darah, organisme yang mampu bertahan

dapat menyerang organ manapun yang kurang resisten akibat faktor-faktor

predisposisi tertentu. Contoh perluasan infeksi odontogen melalui aliran darah

misalnya kearah jantung yaitu, sub bacterial endokarditis (SBE). Penyakit Infeksi

yang Berhubungan dengan Pola Perluasan per Hematogen terdiri dari Subakut

Bacterial Endokarditis (SBE).

Page 16: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

19

2.2.3.1 Penyakit Infeksi yang Berhubungan dengan Pola Perluasan per

Hematogen

1. Subakut Bacterial Endokarditis (SBE)

Endokarditis Bakterial adalah penyakit infeksi oleh organisme pada

permukaan endokardial atau jaringan endothelial jantung, termasuk katup

jantung (baik yang alami atau prostetik), endokardium muralis, korda

tendinae atau defek septum (Talib 2001, Keith 2000, Gerardo 2003). Nama

lain dari endokarditis infektif adalah endokarditis bakterial (Soparman 1987,

Mokhtar Moendiyah 1998) . Lesi yang khas pada endokarditis infektif

adalah vegetasi yang terdiri dari trombosit, fibrin, mikroorganisme dan sel-

sel radang (Mokhtar Moendiyah 1998). Endokarditis infektif biasanya

terjadi pada jantung yang telah mengalami kerusakan. Penyakit jantung

yang mendahului endokarditis, bisa berupa penyakit jantung bawaan

maupun penyakit jantung yang didapat. Dahulu diduga infeksi pada

endokard hanya disebabkan oleh bakteri, sehingga disebut endokarditis

bakterial. Kemudian ternyata bahwa infeksi bukan saja disebabkan oleh

bakteri tetapi dapat juga disebabkan oleh mikroorganisme lain, seperti

jamur, virus dan lain-lain (Soparman 1987, Mokhtar moendyah 1998)).

Endokarditis juga bisa terjadi pada endokard dan katup yang sehat,

misalnya endokarditis yang terjadi pada penyalahgunaan narkotik intravena

dan penyakit yang kronik. Perjalanan penyakit bisa akut atau sub-akut

bergantung pada virulensi mikroorganisme dan daya tahan pasien. Faktor

predisposisi dan Faktor pencetus .Faktor predisposisi dapat dibagi dua, yaitu

kelainan jantung organik dan tanpa kelainan jantung organik. Kelainan

jantung organik dapat berupa penyakit jantung reumatik, penyakit jantung

bawaan, katup jantung prostetik, penyakit jantung sklerotik, prolaps katup

mitral, operasi jantung, kardiomiopati hipertrofi obstruktif (Soparman,

1987).

Endokarditis infektif sub-akut sering timbul pada penyakit jantung

reumatik dengan fibrilasi dan gagal jantung. Infeksi sering mengenai katup

aorta dan mitral. Penyakit jantung bawaan yang terkena endokarditis infektif

Page 17: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

20

adalah penyakit jantung bawaan tanpa sianosis dengan deformitas katup dan

tetralogi fallot(Soparman 1987).

Bila tidak ada kelainan organik pada jantung, maka faktor predisposisi

endokarditis infektif adalah akibat pemakaian obat imunosupresif atau

sitostatik, hemodialisis atau dialysis peritoneal, sirosis hati, diabetes

mellitus, penyakit paru obstruktif kronik, penyakit ginjal, lupus

eritematosus, gout, penyalahgunaan narkotik intravena (Soparman, 1987).

Faktor pencetus endokarditis infektif adalah ekstraksi gigi atau

tindakan lain pada mulut, tindakan pada traktus respiratorius (tonsilektomi

dan adenoidektomi, bronkoskopi, tindakan bedah), tindakan pada traktus

gastrointestinal (skleroterapi, operasi traktus biliaris, endoskopi), tindakan

pada traktus genitourinarius (kateterisasi, operasi prostate, sitoskopi), atau

tindakan obstetric-ginekologis(Gerardo 2003). Lima puluh persen pasien

endokarditis sub-akut tidak diketahui faktor pencetusnya (Soparman, 1987).

Sumber-sumber infeksi yang dapat menjadi fokal infeksi yang

terdapat di mulut dan gigi sehingga dapat menginfeksi jantung dan

menimbulkan endokarditis adalah sisa akar, pulpitis kronik, periodontal

poket dan penyakit periodontal lainnya, penyakit periapikal kronis dan gigi

nonvital yang tidak dirawat.

a. Sisa akar

Sisa akar sering kali tidak mendapat perhatian karena tidak

mengakibatkan keluhan sakit, tetapi sisa akar ini dapat merupakan

pengumpulan bakteri-bakteri dan menjadi fokal infeksi(mundiyah, dkk,

2003).

b. Pulpitis kronik

Pulpitis kronik adalah peradangan pulpa karena adanya karies dentis

yang sudah dalam, atau dapat juga merupakan idiokatif pulpitis, dimana

kuman tidak diketahui dari mana masuknya ; ada kemungkinan kuman

masuk dari peredaran darah melalui foramen apikal, kuman yang terdapat

pada pulpitis kronik adalah streptococcus viridans, staphylococcus albus,

basillus coli, basillus proteus, streptococcus aureus, streptococcus

hemolyticus (Mokhtar mundiyah, dkk, 2003).

Page 18: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

21

c. Poket periodental dan penyakit periodental lainnya

d. Penyakit periapikal kronis

Endokarditis infektif sub-akut paling banyak disebabkan oleh

Streptococcus viridans, yaitu suatu mikroorganisme yang biasa hidup pada

saluran nafas bagian atas. Sebelum ditemukan antibiotik, 90-95%

endokarditis infektif sub-akut disebabkan oleh Streptococcus viridans dan

sesudah ditemukan antibiotik hanya kira – kira 50%, yang merupakan

sepertiga dari seluruh endokarditis infektif (Keith 2000, Gerardo 2003,

Soparman 1987).

Penyebab endokarditis infektif akut adalah mikroorganisme yang

relative lebih pathogen, yaitu Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus

selain menyebabkan endokarditis akut, dapat juga menyebabkan endokardtis

infektif sub-akut. Mikroorganisme lain yang dapat menyebabkan

endokarditis infektif ialah Streptococcus fecalis, Streptococcus dan

Staphylococcus lain, bakteri gram negative aerob dan anaerob, jamur, virus,

ragi dan kandida (Keith 2000, Gerardo 2003).

Sering pasien tidak mengetahui dengan jelas sejak kapan penyakitnya

timbul. Pada beberapa pasien, manifestasi penyakit menjadi jelas sesudah

pencabutan gigi, infeksi saluran nafas atau tindakan lain. Gejala umum yang

sering ditemukan adalah demam yang berlangsung terus menerus, remitten

ataupun intermitten, atau sama sekali tidak teratur. Umumnya puncak

demam 38-40 oC dan terjadi pada sore atau malam hari. Sering diikuti

menggigil dan kemudian berkeringat banyak. Dapat terjadi anemia yang

bersifat progresif dan dapat pula ditemui pembesaran hati dan limpa. Gejala

emboli dan vascular berupa ptekie biasanya timbul pada mukosa tenggorok,

mata dan juga pada semua bagian kulit. Bagian tengah ptekie biasanya lebih

pucat, dan bisa terjadi di retina yang disebut Roth’s spot. Emboli yang

timbul sub-ungual jari tangan dan kaki yang berbentuk linier disebut

Splinter hemorrhages. Lesi yang spesifik adalah Osler’s nodes yaitu

penonjolan kulit berwarna merah jambu atau merah, yang terdapat di bagian

dalam jari, otot tenar dan hipotenar, bersifat nyeri. Emboli yang besar dapat

tersangkut di otak sehingga bisa menimbulkan hemiplegi, atau gangguan

Page 19: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

22

saraf sentral lain atau gangguan psikiatri. Bila tersangkut di arteri koroner

dapat menyebabkan infark miokard akut, dan jika di paru – paru dapat

terjadi abses paru. Tanda-tanda kelainan jantung penting untuk menentukan

adanya kelainan katup atau kelainan bawaan karena sebagian besar

endokarditis sub-akut didahului oleh penyakit jantung.

2.3 Vestibular Abses

2.3.1 Etiologi

Infeksi periapikal dapat menyebar ke jaringan-jaringan lain mengikuti pola

patofisiologi yang beragam yang pada dasarnya dipengaruhi oleh: virulensi

kuman, resistensi dari host, dan struktur anatomi daerah yang terlibat. Pus pada

jaringan periapikal menyebar melalui tulang kanselus menuju ke permukaan

tulang dan setelah menembus lapisan korteks pus masuk ke jaringan lunak di

sekitarnya yang biasanya didahului dengan keradangan pada periosteum tulang

alveolar di daerah tersebut (periostitis)

Arah penyebaran infeksi periapikal menuju ke jaringan lunak dipengaruhi

oleh dua faktor utama yaitu:

1. Ketebalan tulang yang meliputi apeks gigi

2. Hubungan antara tempat perforasi tulang dan tempat perlekatan otot-otot

pada maksila dan mandibula

Abses vestibular biasanya berasal dari premolar dan molar rahang atas.

Tanda klinis biasanya mukosa bengkak, keras, dan nyeri pada bagian bukal dari

vestibulum gigi yang terinfeksi. Abses vestibular baik yang berasal dari maksila

ataupun mandibula, dapat menyebar hingga ke mukosa pipi. Jika abses

berkembang pada kranial, abses dapat menemui jaringan adipose pada pipi dan

menyebar sepanjang anatomical plane ke arah fossa infra temporal atau fossa

pterygopalatinus dan bahkan dapat menyebar ke bagian kranial dan dorsal (Sailer

& Pajarola, 1999).

2.3.2 Patofisiologi

Bila apeks gigi yang terinfeksi lebih dekat dengan labial plate maka akan

menyebabkan abses vestibular. Sebaliknya, jika akar gigi lebih dekat dengan

permukaan palatal maka yang terjadi adalah abses palatal. Setelah pus menembus

Page 20: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

23

permukaan tulang dan masuk ke dalam jaringan lunak, arah penyebaran

selanjutnya ditentukan oleh tempat perlekatan otot-otot pada tulang rahang,

utamanya yaitu m.buccinator pada maksilla dan mandibula, dan m.mylohyoid

pada mandibula. Pada gigi posterior rahang atas apabila pus keluar ke arah bukal

dan di bawah perlekatan m. buccinators maka akan terjadi abses vestibular.

Infeksi periapikal pada gigi-gigi rahang atas pada umumnya menjalar ke arah

labial atau bukal dan dapat menjadi abses vestibular atau fascial space infection

ditentukan oleh hubungan antara tempat perforasi tulang dan tempat perlekatan

otot-otot pada tulang maksila, yaitu m. buccinators dan m. levator anguli oris.

Infeksi dari gigi kaninus juga dapat mengakibatkan terjadinya abses labial atau

abses vestibular jika terjadi penetrasi pus pada perlekatan muskulus. Abses

tersebut dapat terjadi bila penetrasi pus tersebut terjadi di atas muskulus levator

pada bibir atas (Rajendran & Sivapathasundharam, 2009).

Di rahang bawah, infeksi periapikal dari gigi insisif, caninus, dan premolar

pada umumnya akan merusak korteks di buccal plate sehingga menjadi abses

vestibular. Penyebaran infeksi molar bawah yang ke arah bukal juga ditentukan

oleh perlekatan m. buccinator. Apabila pus keluar di bawah perlekatan otot

tersebut maka yang terjadi adalah abses vestibular, bila pus keluar di bawah

perlekatan otot tersebut maka yang terjadi adalah buccal space infection atau

perimandibular infection. penyebaran infeksi molar rahang bawah yang ke arah

lingual ditentukan oleh relasi antara letak apeks akar gigi molar dan tempat

perlekatan m. mylohyoid. Bila pus keluar dari dinding lingual di atas perlekatan

m.mylohyoid maka akan terjadi sublingual space abscess, sebaliknya bila pus

keluar di bawah perlekatan otot tersebut akan timbul submandibular space

abscess.

Page 21: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

24

Gambar 2.4. Abses Vestibular

2.4 Submandibular Abses

Abses submandibula merupakan bagian dari abses leher dalam. Abses

leher dalam terbentuk di dalam ruang potensial di antara fasia leher dalam sebagai

kelanjutan infeksi dari daerah kepala leher. Pada abses submandibular, ruang

potensial ini terdiri dari ruang sublingual dan submaksilayang dipisahkan oleh

otot milohioid.

2.4.1 Etiologi

Infeksi leher dalam potensial terjadi pada ruang faring.Sumber infeksi

dapat berasal dari gigi-geligi (odontogenic infection) faring, atau akibat

traumapada saluran nafas dan organ cerna atas (upper aerodigetive trauma),

dimana terjadi perforasi pada membrana mukosa pelindung mulut atau ruang

faring. Selain itu, infeksi kelenjar liur, infeksi saluran napas atas,benda asing dan

intervensi alat-alat medis (iatrogenic) dapat menjadi factor penyebab abses leher

dalam. Namun masih terdapat sekitar 20% dari kasus yang terjadi, penyebabnya

belum dapat diketahui. Kemudian penyalahgunaan pemakaian obat-obatan

intravena dapat juga menyebabkan terjadinya kasus penyakit ini (Soepardi, 2007).

Pada abses submandibula, infeksi terjadi akibat perjalan dari infeksi gigi

dan jaringan sekitarnya yaitu pada P1,P2,M2,M2 namun jarang terjadi pada M3.

Beberapa jenis bakteri yang menjadi penyebab abses submandibula ini dibagi

menjadi golongan bakteri Aerob dan Anaerob (Soepardi, 2007).

Untuk golongan aerob terdiri dari :

Alfa Streptokokus hemolitikus

Stafilokokus

Bakteroides

Sedangkan yang termasuk kedalam golongan bakteri anaerob yaitu:

Peptostreptokokus

Peptokoki

Fusobakterium nukleatum

2.4.2 Patofisiologi

Page 22: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

25

Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual dan ruang submaksila.

Ruang sublingual dipisahkan dari ruang submaksila oleh otot milohiod. Ruang

submaksila selanjutnya dibagi lagi atas ruang submental dan ruang submaksila

(lateral) oleh otot digastrikus anterior. Abses dapat terbentuk diruang

submandibula atau salah satu komponennya sebagai kelanjutan infeksi dari dareah

kepala dan leher.

Abses leher dalam dapat terjadi karena berbagai macam penyebab melalui

beberapa proses, diantaranya (Soepardi dkk, 2007):

1. Penyebaran abses leher dalam dapat timbul dari rongga mulut ,wajah atau

infeksi leher csuperficial ke ruang leher dalam melalui system limfatik.

2. Limfadenopati dapat menyebabkan terjadi supurasi dan akhirnya menjadi

abses fokal.

3. Infeksi yang menyebar ke ruang leher dalam melalui celah antar ruang

leher dalam

4. Infeksi langsung yang terjadi karena trauma tembus.

Karena kontinuitas dasar mulut dan regio submandibularis yaitu daerah

sekeliling batas posterior muskulus mielohioideus dan dalamnya akar-akar gigi

molar dibawah mielohioideus, maka infeksi supurativa pada mulut dan gigi geligi

dapat timbul di trigonum submandibularis (Soepardi dkk, 2007).

2.4.3 Diagnosis

Diagnosis abses submandibula ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala

klinis, dan pemeriksaan penunjang seperti foto polos jaringan lunak leher atau

tomografi computer (Soepardi dkk, 2007).

2.4.4 Anamnesis

Beberapa gejala berikut dapat ditemukan pada pasien dengan abses

submandibula adalah (Soepardi dkk, 2007):

1. asimetris leher karena adanya massa atau limfadenopati pada sekitar 70%.

2. trismus karena proses inflamasi pada m.pterigoides

3. torticolis dan penyempitan ruang gerak leher karena proses inflamasi pada

leher.

Page 23: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

26

Riwayat penyakit dahulu sangat bermanfaat untuk melokalisasi etiologi

dan

perjalanan abses pasien seharus ditanya :

1. tentang riwayat tonsillitis dan peritonsil abses.

2. riwayat trauma retrofaring contoh intubasi

3. dental caries dan abses.

2.5 Sinusitis

Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Sinus maksila

disebut juga antrum Highmore (Tucker dan Schow, 2008). Saat lahir, sinus

maksila bervolume 6-8 ml. Sinus ini kemudian berkembang dengan cepat dan

akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa (Mehra dan Murad,

2004). Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus adalah permukaan

fasial os maksila yang disebut fossa canina, dinding posteriornya adalah

permukaan infratemporal maksila, dinding medialnya adalah dinding lateral

rongga hidung, dinding superiornya adalah dasar orbita, dan dinding inferiornya

adalah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah

superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui

infundibulum etmoid ( Tucker dan Schow, 2008).

2.5.1 Anatomi Sinus Maksilaris

Batas-batas dinding Sinus Maksilaris:

a. Dinding anterior : permukaan fasial os maksila (fossa kanina)

b. Dinding posterior : permukaan infra-temporal maksila

c. Dinding medial : dinding lateral rongga hidung

d. Dinding superior : dasar orbita

e. Dinding inferior : prosesus alveolaris dan palatum

Ostium sinus maksilaris berada di sebelah superior dinding medial sinus dan

bermuara ke hiatus semi lunaris melalui infundibulum etmoid. Sepertiga tengah

dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muara-muara saluran dari sinus

maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Daerah ini dinamakan kompleks

ostio-meatal (KOM), terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang

Page 24: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

27

prosesus uncinatus, resesus frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior

dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila. (Soetjipto dan Mangunkusumo,

2007)

Menurut Soetjipto dan Mangunkusomo (2007) dari segi klinik yang perlu

diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah:

a. Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas yaitu

premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), dan kadang-kadang juga gigi

taring dan gigi M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke

dalam sinus sehingga infeksi gigi rahang atas mudah naik ke atas

menyebabkan sinusitis.

b. Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita.

c. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga

drainase hanya tergantung dari gerak silia, lagipula drainase juga harus

melalui

infundibulum yang

sempit.

Infundibulum

adalah bagian dari sinus

etmoid anterior dan

pembengkakan

akibat radang atau alergi

pada daerah ini dapat

menghalangi

drainase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.

Page 25: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

28

Gambar 2.5 Anatomi Sinus Maksila (Netter, 2006)

2.5.2 Sinusitis Maksilaris Odontogen

2.5.2.1 Definisi

Sinusitis merupakan suatu proses peradangan pada mukosa atau selaput

lendir sinus paranasal. Akibat peradangan ini dapat menyebabkan pembentukan

cairan atau kerusakan tulang di bawahnya, terutama pada daerah fossa kanina dan

menyebabkan sekret purulen, nafas bau, post nasal drip. (Herawati dan Rukmini,

2003)

Sinusitis adalah inflamasi mukosa sinus. Penyebab utamanya adalah

selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat

diikuti oleh infeksi bakteri. (Soepardi et al., 2011)

2.5.2.2 Klasifikasi

Konsensus internasional tahun 1995 membagi rinosinusitis yaitu akut

dengan batas sampai delapan minggu dan kronik jika lebih dari delapan minggu

(Mangunkusomo dan Soetjipto,2007).

Konsensus tahun 2004 membagi rinosinusitis menjadi akut dengan batas

sampai empat minggu, subakut antara empat minggu sampai tiga bulan dan kronik

jika lebih dari tiga bulan atau berdasarkan jenis atau tipe inflamasinya yaitu

infectious atau non-infectious (Mangunkusomo dan Soetjipto,2007; Sobol, 2011).

Klasifikasi secara klinis untuk sinusitis dibagi atas sinusitis akut, subakut

dan kronis (Hilger, 1997). Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis dibagi

kepada sinusitis tipe rinogen dan sinusitis tipe dentogen. Sinusitis tipe rinogen

terjadi disebabkan kelainan atau masalah di hidung dimana segala sesuatu yang

menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis. Sinusitis tipe

dentogen pula terjadi disebabkan kelainan gigi serta yang sering menyebabkan

sinusitis adalah infeksi pada gigi geraham atas yaitu gigi pre molar dan molar

(Mangunkusomo dan Soetjipto,2007).

2.5.2.3 Insiden dan Epidemiologi

Page 26: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

29

Menurut Wald (1990) insiden pada orang dewasa di Amerika antara 10-15%

dari seluruh kasus sinusitis yang berasal dari infeksi gigi. Ramalinggam (1990) di

Madras, India mendapatkan bahwa rinosinusitis maksila tipe dentogen sebanyak

sepuluh persen, kasus yang disebabkan oleh abses gigi dan abses apikal. Menurut

Becker et al. (1994) dari Bonn, Jerman menyatakan sepuluh persen infeksi pada

sinus paranasal disebabkan oleh penyakit pada akar gigi. Granuloma dental,

khususnya pada premolar kedua dan molar pertama sebagai penyebab rinosinusitis

maksila dentogen. Hilger (1994) dari Minnesota, Amerika Serikat menyatakan

terdapat sepuluh persen kasus rinosinusitis maksila yang terjadi setelah gangguan

pada gigi. Menurut Farhat (2004) di Medan mendapatkan insiden rinosinusitis

dentogen di Departemen THT-KL/RSUP Haji Adam Malik sebesar 13.67% dan

yang terbanyak disebabkan oleh abses apikal (71.43%).

2.5.2.4. Etiologi dan Faktor Predisposisi

Etiologi sinusitis tipe dentogen ini adalah :

a. Penjalanan infeksi gigi seperti infeksi periapikal atau abses apikal gigi dari gigi

kaninus sampai gigi molar tiga atas. Biasanya infeksi lebih sering terjadi pada

kasus-kasus akar gigi yang hanya terpisah dari sinus oleh tulang yang tipis,

walaupun kadang-kadang ada juga infeksi mengenai sinus yang dipisahkan oleh

tulang yang tebal (Ross, 1999).

b. Prosedur ekstraksi gigi. Pencabutan gigi ini dapat menyebabkan terbukanya

dasar sinus sehingga lebih mudah bagi penjalanan infeksi (Saragih, 2007).

c. Penjalaran penyakit periodontal yaitu dijumpai adanya penjalaran infeksi dari

membran periodontal melalui tulang spongiosa ke mukosa sinus (Prabhu, Padwa,

Robsen, dan Rahbar, 2009).

d. Trauma, terutama fraktur maksila yang mengenai prosesus alveolaris dan sinus

maksila (Ross, 1999)

e. Adanya benda asing dalam sinus berupa fragmen akar gigi dan bahan tambahan

akibat pengisian saluran akar yang berlebihan (Saragih, 2007).

f. Osteomielitis pada maksila yang akut dan kronis (Mangunkusomo; Rifki, 2001).

g. Kista dentogen yang seringkali meluas ke sinus maksila, seperti kista radikuler

dan folikuler (Prabhu; Padwa; Robsen; Rahbar, 2009).

Page 27: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

30

h. Deviasi septum kavum nasi, polip, serta neoplasma atau tumor dapat

menyebabkan obstruksi ostium yang memicu sinusitis (Mangunkusomo dan

Soetjipto,2007).

2.5.2.5 Patofisiologi

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya

klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks osteo-meatal. Sinus

dilapisi oleh sel epitel respiratorius. Lapisan mukosa yang melapisi sinus dapat

dibagi menjadi dua yaitu lapisan viscous superficial dan lapisan serous profunda.

Cairan mukus dilepaskan oleh sel epitel untuk membunuh bakteri, bersifat sebagai

antimikroba serta mengandung zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme

pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan. Cairan

mukus secara alami menuju ke ostium untuk dikeluarkan jika jumlahnya

berlebihan (Ramalinggam, 1990; Mangunkusomo dan Soetjipto,2007).

Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya

sinusitis yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi ostium

sinus akan menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang menyebabkan fungsi

silia berkurang dan epitel sel mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang

kurang baik (Kieff dan Busaba, 2004). Disfungsi silia ini akan menyebabkan

retensi mukus yang kurang baik pada sinus (Hilger, 1997).

Kejadian sinusitis maksila akibat infeksi gigi rahang atas terjadi karena

infeksi bakteri (anaerob) menyebabkan terjadinya karies profunda sehingga

jaringan lunak gigi dan sekitarnya rusak (Prabhu, Padwa, Robsen, dan Rahbar,

2009). Pulpa terbuka maka kuman akan masuk dan mengadakan pembusukan

pada pulpa sehingga membentuk gangren pulpa. Infeksi ini meluas dan mengenai

selaput periodontium menyebabkan periodontitis dan iritasi akan berlangsung

lama sehingga terbentuk pus. Abses periodontal ini kemudian dapat meluas dan

mencapai tulang alveolar menyebabkan abses alveolar. Tulang alveolar

membentuk dasar sinus maksila sehingga memicu inflamasi mukosa sinus.

Disfungsi silia, obstruksi ostium sinus serta abnormalitas sekresi mukus

menyebabkan akumulasi cairan dalam sinus sehingga terjadinya sinusitis maksila

(Drake, 1997).

Page 28: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

31

Dengan ini dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini berhubungan

dengan tiga faktor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan kualitas sekresi hidung.

Perubahan salah satu dari faktor ini akan merubah sistem fisiologis dan

menyebabkan sinusitis.

2.5.2.6 Manifestasi Klinis

Gejala infeksi sinus maksilaris akut berupa demam, malaise, dan nyeri

kepala yang tidak jelas yang biasanya reda dengan pemberian analgetik biasanya

seperti aspirin. Wajah terasa bengkak, penuh, dan gigi terasa nyeri pada gerakan

kepala mendadak, misalnya sewaktu naik dan turun tangga (Tucker dan Schow,

2008). Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, serta nyeri

di tempat lain karena nyeri alih (referred pain). Sekret mukopurulen dapat keluar

dari hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif non-produktif juga

seringkali ada (Sobol,2011).

Sinusitis maksilaris dari tipe odontogen harus dapat dibedakan dengan

rinogen karena terapi dan prognosa keduanya sangat berlainan. Pada sinusitis

maksilaris tipe odontogenik ini hanya terjadi pada satu sisi serta pengeluaran pus

yang berbau busuk. Di samping itu, adanya kelainan apikal atau periodontal

mempredisposisi kepada sinusitis tipe dentogen. Gejala sinusitis dentogen

menjadi lebih lambat dari sinusitis tipe rinogen (Mansjoer,2001). Kriteria Saphiro

dan Rachelefsky:

a. Gejala Mayor:

1) Rhinorea purulen

2) Drainase Post Nasal

3) Batuk

b. Gejala Minor:

1) Demam

2) Nyeri Kepala

3) Foeter ex oral

Dikatakan sinusitis maksilaris jika ditemukan 2 gejala mayor atau 1 gejala

mayor dan 2 atau lebih gejala minor. (Soetjipto dan Mangunkusumo, 2007)

Page 29: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

32

2.5.2.7 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan dengan palpasi turut membantu menemukan

nyeri tekan pada daerah sinus yang terkena (Saragih, 2007) Pemeriksaan fisik

dengan rinoskopi anterior dan posterior, nasoendoskopi sangat dianjurkan untuk

diagnosis yang lebih tepat dan dini (Mangunkusomo dan Soetjipto,2007).

Rinoskopi anterior memberi gambaran anatomi dan mukosa yang edema, eritema,

dan sekret yang mukopurulen. Lokasi sekret dapat menentukan sinus mana yang

terkena. Rinoskopi posterior dapat melihat koana dengan baik, mukosa hipertrofi

atau hiperplasia (Mansjoer, 2001).

Pemeriksaan penunjang lain adalah transiluminasi. Hanya sinus frontal dan

maksila yang dapat dilakukan transiluminasi. Pada sinus yang sakit akan menjadi

suram atau gelap (Ross, 1999). Dengan nasal endoskopi dapat diketahui sinus

mana yang terkena dan dapat melihat adanya faktor etiologi lokal. Tanda khas

ialah adanya pus di meatus media pada sinusitis maksila, etmoidalis anterior dan

frontal atau pus di meatus superior pada sinusitis etmoidalis posterior dan

sfenoidalis (Mehra dan Murad, 2004; Mangunkusomo dan Soetjipto,2007). Selain

itu, nasal endoskopi dilakukan untuk menegakkan diagnosis sinusitis akut dimana

pus mengalir ke bawah konka media dan akan jatuh ke posterior membentuk post

nasal drip (Ross, 1999).

Pemeriksaan pembantu yang penting adalah foto polos posisi atau CT-scan.

Foto polos posisi Waters, posteroanterior, dan lateral umumnya hanya mampu

menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan yang

akan terlihat adalah perselubungan, batas udara-cairan (air-fluid level) pada

sinusitis maksila atau penebalan mukosa (Mehra dan Murad, 2004). CT-scan sinus

merupakan gold standard karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus,

adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya.

Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusitis

kronik yang tidak membaik dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan

operator saat melakukan operasi sinus (Mangunkusomo dan Soetjipto,2007).

Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil

sekret dari meatus media atau superior, untuk mendapat antibiotik yang tepat

Page 30: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

33

guna. Lebih baik lagi bila diambil sekret yang keluar dari pungsi sinus maksila

(Mangunkusomo dan Soetjipto,2007). Kebanyakan sinusitis disebabkan infeksi

oleh Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis.

Gambaran bakteriologik dari sinusitis yang berasal dari gigi geligi didominasi

oleh infeksi gram negatif sehingga menyebabkan pus berbau busuk dan akibatnya

timbul bau busuk dari hidung (Ross, 1999).

Di samping itu, sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding

medial sinus maksila melalui meatus inferior, dengan alat endoskopi dapat dilihat

kondisi sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus

untuk terapi (Mangunkusomo dan Soetjipto,2007).

2.5.2.8 Komplikasi

Komplikasi sinusitis maksilaris adalah selulitis orbita, osteomielitis dan

fistula oroantral. (Balaji, 2007) Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata

sejak ditemukannya antibiotik. Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis

akut atau pada sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita

atau intrakranial. (Soepardi et al., 2011)

2.5.2.9 Oro Antral Fistula Pada Sinusitis Maksilaris

Fistula oroantral merupakan suatu saluran yang menghubungkan rongga

dasar sinus maksilaris dengan rongga mulut. Fistula oroantral ini merupakan suatu

komplikasi akibat tindakan pencabutan gigi molar 1, 2 atau premolar 2. Selain itu,

dapat juga diakibatkan oleh trauma iatrogenik, infeksi, tumor ganas, osteomyelitis

dan sifilis (Kamdjaja, 2008; Yilmaz et al, 2003; Khitab et al, 2010).

Dikutip dari Sokler K4, Guven pada tahun 1998 menemukan bahwa fistula

oroantral banyak terjadi pada usia dekade ketiga. Dikutip dari Meirelles, Lin pada

tahun 1991, melaporkan bahwa perkembangan rongga sinus pada wanita lebih

besar dan dasar rongga sinus lebih tipis daripada pria sehingga fistula oroantral

lebih banyak terjadi pada pria. Sinus maksilaris mempunyai hubungan yang

sangat dekat dengan akar gigi premolar dan molar atas. Bila terjadi infeksi atau

kondisi patologis lainnya berupa kista radikuler atau granuloma periapikal pada

ujung akar gigi dapat menyebabkan terjadinya penipisan tulang dasar sinus

Page 31: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

34

maksilaris. Setelah dilakukan ekstraksi gigi premolar dan molar atas dapat

menyebabkan terjadinya fistula oroantral sehingga kuman dari rongga mulut dapat

masuk ke dalam sinus yang menimbulkan terjadinya sinusitis maksilaris

(Meirelles et al, 2008).

Pada dasar sinus maksilaris terdapat tiga jenis fistula yaitu fistula oronasal,

oroantral dan oroantronasal5. Fistula oroantral dapat diklasifikasikan berdasarkan

ukurannya, ukuran kecil (kurang dari 2 mm), ukuran sedang (3-5 mm) dan ukuran

besar (lebih dari 5 mm). Pada ukuran kecil (kurang 2 mm) cenderung akan

menutup dengan sendirinya, tetapi bila dalam waktu tiga minggu tidak terjadi

penutupan perlu dilakukan tindakan operasi (Meirelles et al, 2008; Lore et al,

2005).

Gejala yang ditimbulkan berupa sekret purulen melewati fistula yang

berasal dari rongga sinus maksilaris dan pada saat minum pasien terasa adanya

cairan yang masuk ke dalam hidung melewati fistula (Sokler et al, 2001; Sulastra

et al, 2009). Pemeriksaan radiologi berupa foto polos panoramik berguna untuk

melihat keadaan akar gigi sehingga setelah tindakan ekstraksi gigi tidak terjadi

fistula oroantral. Pada tomografi komputer ditemukandiskontinuitas dinding dasar

sinus maksilaris, tampakadanya perselubungan opak di sinus maksilaris dan

atrofifokal alveolar. Atrofi tulang alveolar terlihat di segmen yang berdekatan

dengan fistula (Meirelles et al, 2008).

Berpedoman pada ukuran fistula oroantral dapat ditentukan teknik

menutup fistula. Bila ukuran kurang dari 2 mm dilakukan observasi selama tiga

minggu, bila tidak terjadi penutupan fistula oroantral secara spontan dapat

dilakukan tindakan penjahitan mukosa atau teknik jabir alveolaris. Ukuran 3-4

mm dilakukan penutupan fistula oroantral dengan teknik buccal flap. Ukuran

lebih dari 5 mm dilakukan penutupan fistula oroantral dengan teknik palatal flap

(Lore et al, 2005).

2.6 Sub Bacteria Endocarditis

Salah satu penyakit gigi dan mulut dengan penyakit sistemik yang erat

hubungannya dengan terjadinya Endikarditis Bakterial adalah fokalinfeksi.

Adanya fokal infeksi pada mulut dapat menginfeksi jantung melalui aliran

Page 32: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

35

sistematis. Dimana gigi sendiri sebagai fokal infeksi terkadang tidak punya

keluhan apa-apa tapi menyebarnya bakteri dan toksinnya secara bacterinial

septikamia. Bakteri inilah yang sampai ke jantung dandapat masuk ke lapisan otot

atau katup jantung. Endokarditis bakterial yang disebabkan oleh fokal infeksi

adalah yang bersifat subakut. Kuman penyebab utamanya Alphahemolytis

Streptocxocci, yang banyak terdapat di rongga mulut, disamping Stafiplococi,

Bota hemolytic Streptococci gonococci dan lain-lain. Organisme dapat memasuki

tubuh dalam banyak hal termasuk setelah pencabutan gigi dan pengobatan

konservatif yang luas, termasuk scalling (Horskotte, 2000).

2.6.1 Definisi

Endokarditis Bakterial adalah penyakit infeksi oleh organisme pada

permukaan endokardial atau jaringan endothelial jantung, termasuk katup jantung

(baik yang alami atau prostetik), endokardium muralis, korda tendinae atau defek

septum. Nama lain dari endokarditis infektif adalah endokarditis bakterial. Lesi

yang khas pada endokarditis infektif adalah vegetasi yang terdiri daritrombosit,

fibrin, mikroorganisme dan sel-sel radang. Endokarditis infektif biasanya terjadi

pada jantung yang telah mengalami kerusakan. Penyakit jantung yangmendahului

endokarditis, bisa berupa penyakit jantung bawaan maupun penyakit jantung

yangdidapat. Dahulu diduga infeksi pada endokard hanya disebabkan oleh bakteri,

sehingga disebut endokarditis bakterial. Kemudian ternyata bahwa infeksi bukan

saja disebabkan oleh bakteri tetapi dapat juga disebabkan oleh mikroorganisme

lain, seperti jamur, virus dan lain-lain. Endokarditis juga bisa terjadi pada

endokard dan katup yang sehat, misalnya endokarditis yangterjadi pada

penyalahgunaan narkotik intravena dan penyakit yang kronik. Perjalanan

penyakit bisa akut atau sub-akut bergantung pada virulensi mikroorganisme dan

daya tahan pasien (Li et al, 2000).

2.6.2 Epidemiologi

Terdapat perubahan epidemiologi endokarditis infektif pada saat sekarang

yang disebabkan tingkat kesehatan umum yang baik, tingkat kesehatan gigi yang

baik, pengobatan yang lebih dini dan penggunaan antibiotik. Insidens

Page 33: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

36

endokarditis 10-60 kasus per 1.000.000 penduduk per tahun diseluruh dunia dan

cenderung meningkat pada usia lanjut. Faktor predisposisi dan faktor pencetus

dapat dibagi dua, yaitu kelainan jantung organik dan tanpa kelainan jantung

organik. Kelainan jantung organik dapat berupa penyakit jantung reumatik,

penyakit jantung bawaan, katup jantung prostetik, penyakit jantung sklerotik,

prolaps katup mitral, operasi jantung, kardiomiopati hipertrofi obstruktif.

Endokarditis infektif sub-akut sering timbul pada penyakit jantung reumatik

dengan fibrilasi dan gagal jantung. Infeksi sering mengenai katup aorta dan mitral.

Penyakit jantung bawaan yang terkena endokarditis infektif adalah penyakit

jantung bawaan tanpa sianosis dengan deformitas katup dan tetralogi fallot. Bila

tidak ada kelainan organik pada jantung, maka faktor predisposisi endokarditis

infektif adalah akibat pemakaian obat imunosupresif atau sitostatik, hemodialisis

atau dialysis peritoneal,sirosis hati, diabetes mellitus, penyakit paru obstruktif

kronik, penyakit ginjal, lupuseritematosus, gout, penyalahgunaan narkotik

intravena. Faktor pencetus endokarditis infektif adalah ekstraksi gigi atau tindakan

lain pada mulut,tindakan pada traktus respiratorius (tonsilektomi dan

adenoidektomi, bronkoskopi, tindakan bedah), tindakan pada traktus

gastrointestinal (skleroterapi, operasi traktus biliaris, endoskopi), tindakan pada

traktus genitourinarius (kateterisasi, operasi prostate, sitoskopi), atau

tindakanobstetric-ginekologis (Renzulli et al, 2001).

2.6.3 Etiologi

Sumber-sumber infeksi yang dapat menjadi fokal infeksi yang terdapat di

mulut dan gigi sehingga dapat menginfeksi jantung dan menimbulkan

endokarditis adalah sisa akar, pulpitis kronik, periodontal pocket dan penyakit

periodontal lainnya, penyakit periapikal kronis dan giginonvital yang tidak

dirawat (Piper et al, 2001)

Sering pasien tidak mengetahui dengan jelas sejak kapan penyakitnya

timbul. Pada beberapa pasien, manifestasi penyakit menjadi jelas sesudah

pencabutan gigi, infeksi saluran nafas atau tindakan lain. Gejala umum yang

sering ditemukan adalah demam yang berlangsung terus menerus, remitten

ataupun intermitten, atau sama sekali tidak teratur. Umumnya puncak demam 38-

Page 34: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

37

40oC dan terjadi pada sore atau malam hari. Sering diikuti menggigil dan

kemudian berkeringat banyak. Dapat terjadi anemia yang bersifat progresif dan

dapat pula ditemui pembesaran hati dan limpa. Gejala emboli dan vascular berupa

ptekie biasanya timbul pada mukosa tenggorok, mata dan juga pada semua bagian

kulit. Bagian tengah ptekie biasanya lebih pucat, dan bisa terjadi di retina yang

disebut Roth’s spot. Emboli yang timbul sub-ungual jari tangan dan kaki yang

berbentuk linier disebut Splinter hemorrhages. Lesi yang spesifik adalah Osler’s

nodes yaitu penonjolan kulit berwarna merah jambu atau merah, yang terdapat di

bagian dalam jari, otot tenar dan hipotenar, bersifat nyeri. Emboli yang besar

dapat tersangkut di otak sehingga bisa menimbulkan hemiplegi, atau gangguan

saraf sentral lain atau gangguan psikiatri. Bila tersangkut di arteri koroner dapat

menyebabkan infark miokard akut, dan jika di paru – paru dapat terjadi abses

paru. Tanda-tanda kelainan jantung penting untuk menentukan adanya kelainan

katup atau kelainan bawaan karena sebagian besar endokarditis sub-akut didahului

oleh penyakit jantung (Renzulli et al, 2001)

2.6.4 Patogenesis

Port d’entrée kuman yang paling sering adalah saluran pernafasan bagian

atas, selain itu juga melalui saluran kemih dan genital, saluran pencernaan,

pembuluh darah vena dan kulit (Soeparman, 1987).

Endokard yang rusak dan tidak rata mudah terinfeksi oleh

mikroorganisme, menimbulkan vegetasi yang terdiri dari trombosit dan fibrin.

Vaskularisasi jaringan granular tersebut biasanya tidak baik, sehingga

memudahkan mikroorganisme berkembang biak dan akibatnya akan menambah

kerusakan katup dan endokard, kuman yang sangat pathogen dapat menyebabkan

robeknya katup sehingga terjadi kebocoran. Infeksi dengan mudahnya meluas ke

jaringan sekitarnya menimbulkan abses miokard atau aneurisma mikotik. Bila

infeksi mengenai korda tendinae maka dapat terjadi rupture, mengakibatkan

terjadinya kebocoran katup. Endokarditis akut, terutama yang disebabkan

Staphylococcus aureus disertai abses pada lingkaran katup (Soeparman, 1987).

Pembentukan thrombus yang mengandung kuman dan kemudian lepas dari

endokard merupakan gambaran yang khas pada endokarditis infektif. Besarnya

Page 35: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

38

emboli bermacam-macam. Emboli yang disebabkan oleh jamur biasanya lebih

besar, menyangkut dan menyumbat pembuluh darah besar pula. Tromboemboli

yang infeksius bisa tersangkut di otak, limpa, ginjal, saluran cerna, jantung,

anggota gerak, kulit dan paru (Soeparman, 1987).

2.6.5 Manifestasi

Pada beberapa pasien, manifestasi penyakit menjadi jelas sesudah

pencabutan gigi, infeksi saluran nafas atau tindakan lain. Gejala umum yang

sering ditemukan adalah demam yang berlangsung terus menerus, remitten

ataupun intermitten, atau sama sekali tidak teratur. Umumnya puncak demam 38-

40oC dan terjadi pada sore atau malam hari. Sering diikuti menggigil dan

kemudian berkeringat banyak. Dapat terjadi anemia yang bersifat progresif dan

dapat pula ditemui pembesaran hati dan limpa. Gejala emboli dan vascular berupa

ptekie biasanya timbul pada mukosa tenggorok, mata dan juga pada semua bagian

kulit. Bagian tengah ptekie biasanya lebih pucat, dan bisa terjadi di retina yang

disebut Roth’s spot. Emboli yang timbul sub-lingual jari tangan dan kaki yang

berbentuk linier disebut Splinter hemorrhages. Lesi yang spesifik adalah Osler’s

nodes yaitu penonjolan kulit berwarna merah jambu atau merah, yang terdapat di

bagian dalam jari, otot tenar dan hipotenar, bersifat nyeri. Emboli yang besar

dapat tersangkut di otak sehingga bisa menimbulkan hemiplegi, atau gangguan

saraf sentral lain atau gangguan psikiatri. Bila tersangkut di arteri koroner dapat

menyebabkan infark miokard akut, dan jika di paru – paru dapat terjadi abses

paru. Tanda-tanda kelainan jantung penting untuk menentukan adanya kelainan

katup atau kelainan bawaan karena sebagian besar endokarditis sub-akut didahului

oleh penyakit jantung (Soeparman, 1987).

2.6.6 Pemeriksaan

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat leukositosis (neutrofilia), anemia

normositik normokrom, peningkatan laju endap darah (LED), immunoglobulin

serum meningkat, uji fraksi gamaglobulin positif, total hemolitik komplemen dan

komplemen C3 dalam serum menurun, C-reactive protein walau tidak spesifik

meningkat, faktor rheumatoid positif, serta kadar bilirubin darah sedikit

Page 36: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

39

meningkat. Pada pemeriksaan urin didapat proteinuria dan mikrohematuria

(Soeparman, 1987).

Yang terpenting adalah kultur darah untuk menentukan mikroorganisme

penyebab yang sedikitnya dua kali memberikan hasil yang sama dan uji resistensi

antibiotik untuk menentukan antibiotik yang tepat. Elektrokardiografi (EKG)

diperlukan untuk mencari infark yang tersembunyi yang disebabkan emboli atau

vegetasi pada arteri koronaria dan gangguan hantaran yang disebabkan oleh

endokarditis. Ekokardiografi diperlukan untuk melihat vegetasi pada katup aorta

terutama vegetasi yang besar (>5 mm), melihat dilatasi atau hipertrofi atrium atau

ventrikel yang progresif, mencari penyakit yang menjadi predisposisi endokarditis

seperti prolaps mitral, dan melihat penutupan katup mitral yang lebih dini yang

menunjukan kerusakan pada katup aorta. Photo thoraks penting dilakukan untuk

mencari tanda – tanda gagal jantung kongestif sebagai salah satu komplikasi

(Soeparman, 1987).

2.7 Penatalaksanaan

2.7.1 Vestibular Abses

Terapi yang dapat diberikan pada vestibular abses adalah drainase pada

puncak fluktuasi, pemberian antibiotic untuk pencengah penyebaran infeksi,

pemberian analgesic sebagai pereda nyeri serta ekstraksi gigi. Perawatan pada

abses pada prinsipnya adalah insisi dan drainase. Insisi adalah pembuatan jalan

keluar nanah secara bedah ( dengan scapel ). Drainase adalah tindakan eksplorasi

pada facial space yang terlibat untuk mengeluarkan nanah dari dalam jaringan,

biasanya dengan menggunakan hemostat. Untuk mempertahankan drainase dari

pus perlu dilakukan pemasangan drain, misalnya dengan rubber drain ( karet )

atau pen rose drain ( kasa ), untuk mencegah menutupnya luka insisi sebelum

drainase pus tuntas. ( Daud and Karasutisna, 2001; Lopez - Piriz et al., 2007 )

Page 37: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

40

Gambar 2.6 Hemostat diinsersikan ke dalam kavitas ruang abses

Gambar 2.7 Pemasangan rubber drain pada daerah abses.

Pencabutan dilakukan setelah gejala akut mereda. Apabila sudah terjadi

drainase spontan ( sudah ada fistula ) maka dapat langsung dilakukan pencabutan

gigi penyebab. Pencabutan gigi yang terlibat ( menjadi penyebab abses )

biasanya dilakukan sesudah pembengkakan sembuh dan keadaan umum penderita

membaik. Dalam keadaan abses yng akut, tidak boleh dilakukan pencabutan gigi

karena manipulasi ekstraksi yang dilakukan dapat menyebarkan radang sehingga

mungkin terjadi osteomyelitis ( Karasutisna, 2001; Lopez - Piriz et al., 2007 ).

Ada beberapa tujuan dari tindakan insisi dan drainase, yaitu mencegah

terjadinya perluasan abses / infeksi ke jaringan lain, mengurangi rasa sakit,

menurunkan jumlah populasi mikroba beserta toksinnya, memperbaiki

vaskularisasi jaringan ( karena pada daerah abses, vaskularisasi jaringan

berkurang), sehingga tubuh lebih mampu menanggulangi infeksi yang ada, pada

pemberian antibiotik lebih efektif, dan mencegah terjadinya jaringan parut akibat

drainase spontan dari abses. Selain itu, drainase dapat juga dilakukan dengan

melakukan open bur dan ekstirpasi jaringan pulpa nekrotik, atau dengan

pencabutan gigi penyebab ( Karasutisna, 2001 ).

Page 38: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

41

Pemakaian antibiotik dalam perawatan medikasi lebih diutamakan dengan

tujuan untuk mencegah penyebaran infeksi. Pemilihan antibiotik dilakukan

berdasarkan bakteri penyebab infeksi. Terdapat dua faktor mikrobiologi penting

pada saat memilih antibiotik. Pertama, antibiotik harus efektif melawan organisme

Streptococcus, selama bakteri ini adalah bakteri yang paling banyak ditemukan.

Kedua, antibiotik harus efektif melawan bakteri anaerobik sprektrum luas.

Penisilin masih menjadi drug of choice yang sensitif terhadap organisme

Streptococcus ( aerobik dan anaerobic ), namun sayangnya antibiotik jenis ini

dapat mengalami resistensi. Penisilin dibagi menjadi penisilin murni dan semi

sintetik. Penisilin murni memiliki beberapa kelemahan antara lain tidak tahan

asam lambung, inaktivasi oleh penisilinase, spektrum sempit dan sering

menimbulkan sensitivitasi pada penderita yang tidak tahan terhadap penisilin.

Untuk mengatasi hal tersebut, dapat digunakan penisilin semi sintetik antara lain

amfisilin ( sprektrum luas, tidak dirusak asam lambung, tetapi dirusak oleh

penisilinase ) dan kloksisilin ( efektif terhadap abses, osteomielitis, tidak dirusak

oleh asam lambung dan tahan terhadap penisilinase) ( Soetiarto, 1997 ).

Gambar 2.8 Struktur Kimia Penisilin

Penggunaan penisilin di dalam klinik antara lain adalah ampisilin dan

amoksisilin. Absorbsi ampisilin oral seringkali tidak cukup memuaskan sehingga

perlu peningkatan dosis. Absorbsi amoksisilin di saluran cerna jauh lebih baik

daripada ampisilin. Dengan dosis oral yang sama, amoksisilin mencapai kadar

dalam darah yang tingginya kira - kira 2 kali lebih tinggi daripada ampisilin,

sedangkan masa paruh eleminasi kedua obat ini hampir sama. Penyerapan

ampisilin terhambat oleh adanya makanan di lambung, sedangkan amoksisilin

tidak ( Ganiswara, 1995 ). Namun, akhir - akhir ini penggunaan metronidazole

Page 39: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

42

sangat populer dalam perawatan infeksi odontogen. Metronidazole tidak memiliki

aktivitas dalam melawan bakteri aerob, tetapi efektif terhadap bakteri anaerob.

Vestibular abses sering kali dapat menimbulkan rasa nyeri. Nyeri yang

muncul akibat keradangan salah satunya disebabkan oleh adanya infeksi dento

alveolar yaitu masuknya mikroorganisme patogen ke dalam tubuh melalui

jaringan dento alveolar ( Sukandar & Elisabeth, 1995 ). Untuk mengatasi hal

tersebut biasanya melalui pendekatan farmakologis dengan pemberian obat

analgesik untuk meredakan rasa nyeri dengan efek analgesiknya kuat dan cepat

dengan dosis optimal. Pasien dengan nyeri akut memerlukan obat yang dapat

menghilangkan nyeri dengan cepat, efek samping dari obat lebih dapat ditolerir

daripada nyerinya ( Rahayu, 2007 ).

Gambar 2.9 Mekanisme aksi NSAIDs ( Non Streroidal Antiinflammatory Drugs )

Obat anti inflamasi non steroid ( Non Streroidal Antiinflammatory Drugs /

NSAIDs ) adalah golongan obat yang terutama bekerja di perifer dan memiliki

aktivitas penghambat radang. Mekanisme kerja NSAIDs yaitu menghambat

biosintesis prostaglandin melalui penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase.

Efek analgesik yang ditimbulkan ini menghambat sintesis prostaglandin sehingga

dapat menyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan

kimiawi. Prostaglandin dapat menimbulkan keadaan hiperalgesia kemudian

Page 40: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

43

mediator kimiawi seperti bradikinin dan histamin merangsangnya dan

menimbulkan nyeri ( Ganiswara, 1995 ). Efek analgesik NSAIDs telah terlihat

dalam waktu satu jam setelah pemberian peroral. Sementara efek antiinflamasi

tampak dalam waktu 1 - 2 minggu pemberian, sedangkan efek maksimalnya

timbul bervariasi dari satu sampai empat minggu. Setelah pemberian peroral,

kadar puncak di dalam darah dicapai dalam waktu 1 - 3 jam setelah pemberian,

penyerapan umumnya tidak dipengaruhi oleh adanya makanan ( Arbie, 2003 ).

Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik; sebagai antiinflamasi,

asam mefenamat kurang efektif dibandingkan dengan aspirin. Asam mefenamat

terikat sangat kuat pada protein plasma. Oleh karena itu, interaksi terhadap obat

antikoagulan harus diperhatikan. Efek samping pada saluran cerna sering timbul

misalnya dispepsia dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung. Dosis asam

mefenamat adalah 2 - 3 kali 250 - 500 mg sehari ( Ganiswara, 1995 ).

2.7.2 Submandibular Abses

Antibiotik dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus diberikan

secara parenteral. Hal yang paling penting adalah terjaganya saluran nafas yang

adekuat dan drainase abses yang baik ( Fachruddin, 2007 ).

Seharusnya pemberian antibiotic berdasarkan hasil biakan kuman dan tes

kepekaan terhadap bakteri penyebab infeksi, tetapi hasil biakan membutuhkan

waktu yang lama untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pengobatan harus

segera diberikan ( Rosenblatt, 2006 ). Sebelum hasil mikrobiologi ada, diberikan

antibiotic kuman aerob dan anaerob ( Scott et al., 2001 ).

Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk abses yang

dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam nikrosis bila letak abses dalam dan

luas ( Fachruddin, 2007 ). Bila adanya trismus menyulitkan untuk masuknya pipa

endotrakea peroral. Pada kasus demikian diperlukan tindakan trakeostomi dalam

anestesi local. Jika terdapat fasilitas bronkoskop fleksibel, intubasi pipa

endotrakea dapar dilakukan secara intranasal ( Scott et al., 2001 ).

Insisi abses submandibular untuk drainase dibuat pada tempat yang paling

berfluktuasi atau setinggi os hyoid, tergantung letak dan luas abses. Eksplorasi

Page 41: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

44

dilakukan secara perlahan sampai mencapai ruang subingual, kemudian dipasang

salir ( Fachruddin, 2007 ).

2.7.3 Sinusitis Maksilaris

Prinsip penatalaksanaan sinusitis meliputi beberapa hal, yaitu

pengendalian infeksi dan rasa sakit , mengurangi edema jaringan , fasilitasi

drainase dan pemeliharaan sinus. Pengendalian infeksi adalah hal yang utama

harus dilakukan. Terapi Amoksisilin dianggap sebagai lini pertama pengobatan

untuk sinusitis bakteri akut, dengan dosis yang memadai yaitu, 40mg/kg/day.

Beberapa studi telah menunjukkan tingkat kesembuhan bakteriologis rata-rata

lebih besar dari 90 % dengan lini pertama pemberian obat ini. Obat Alternatif

lainnya yang dapat digunakan adalah sefalosporin generasi kedua dan ketiga

seperti cefaclor dan ceftiroxime . Ketika pasien gagal untuk pada antibiotik baris

pertama, kemungkinan penyebab adalah adanya bakteri penghasil beta laktamase

atau strain resisten . Amoksisilin klavulanat sangat efektif terhadap strain yang

resisten tersebut. (Pynn et al, 2001)

Pada anak-anak, kombinasi eritromisin dan sulfisoxazole sering dianggap

sebagai antibiotik pilihan pertama . Sinusitis akut harus ditangani oleh setidaknya

selama 14 hari karena ini memberikan klinisi kesempatan terbaik untuk

menghilangkan organisme sepenuhnya dan dengan demikian menghindari

perkembangan sinusitis kronis. Beberapa hari tambahan terapi dapat membantu

memastikan pemberantasan penyakit. Klindamisin juga menyediakan tawaran

yang baik, terutama terhadap spesies anaerob. Penambahan metronidazol untuk

penisilin juga mencakup spektrum patogen yang lebih luas. Sedangkan sinusitis

kronis memerlukan 4-6 minggu cakupan antibiotik. (Pynn et al, 2001)

Banyak penatalaksanaan farmakologis lainnya telah diresepkan untuk

pengobatan sinusitis . Agen vasokonstriktor topikal seperti phenylephrine HCL

0,5 % dan oxymetazoline HCL 0,05%, memberikan bantuan gejala hampir

langsung akibat mukosa hidung yang meradang. Dekongestan oral kortikosteroid

topikal juga sebagai pilihan yang akan membantu untuk mengurangi peradangan

sinus. Penggunaan rutin obat antihistamin harus disediakan untuk pasien yang

menunjukkan tanda-tanda sinusitis dalam hubungannya dengan alergi .

Page 42: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

45

Antihistamin tidak diindikasikan jika ada sedikit atau tidak ada histamin yang

diproduksi dalam sinusitis karena memiliki kemungkina pengeringan mukosa

hidung dapat menyebabkan penebalan sekresi cairan yang kontra dengan tujuan

terapi. Penatalaksanaan nyeri pada sinusitis, analgesik sering dijadikan pilihan

oleh pasien dengan infeksi sinus. Kombinasi produk non -steroid anti-

inflammatory drugs ( NSAID ) atau acetaminophen dengan dekongestan juga

dapat sebagai pilihan. Selain itu jika diperlukan anti-jamur topikal jika secara

klinis adanya kontribusi akibat jamur. (Pynn et al, 2001)

Penatalaksanaan tindakan non - farmakologis juga dijadikan pilihan pada

sinusitis akut. Semprotan saline atau irigasi membasahi hidung dan mukosa antral

dan dapat membantu sekresi cairan. Uap inhalasi juga akan mencairkan dan

melembutkan krusta hidung serta akan melembabkan mukosa yang kering akibat

inflamasi. Sedangkan penatalaksanaan sinusitis kronis dapat dilakukan dengan

tindakan bedah teknik konvensional seperti lavage antral , intranasal antrostomy

dan prosedur Caldwell - Luc untuk operasi endoskopi yang lebih modern disebut

bedah sinus endoskopi fungsional ( FESS ) . FESS memungkinkan untuk

visualisasi langsung dan lokasi yang tepat dari kelainan dan restorasi drainase

normal dengan invasi minimal. Hasil FESS baik , dengan tingkat keberhasilan

dilaporkan 80-90 % dengan beberapa compilcations. Ini adalah salah satu

prosedur bedah yang paling umum dilakukan di Amerika Utara . Tujuan utama

dari pengobatan bedah untuk membangun kembali drainase dengan menghapus

penyebab obstruktif (seperti poylps dan pelebaran ostia alami dari sinus. (Pynn et

al, 2001)

2.7.4 Sub Bacteria Endocarditis

Pemilihan antibiotik yang tepat sangat penting untuk keberhasilan

pengobatan bakteri endokarditis. Bakteri endokarditis ditandai dengan konsentrasi

tinggi yang menginfeksi organisme dalam vegetasi endokardial. Penggunaan

antibiotik tingkat tinggi selama perpanjangan waktu diperlukan untuk

memberantas organisme ini, bahkan ketika ada baik dalam sensitivitas vitro

terhadap antibiotik. Tantangannya lebih besar ketika organisme menginfeksi telah

mengurangi sensitivitas terhadap antibiotik. Pilihan terapi antibiotik didasarkan

Page 43: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

46

pada beberapa faktor, termasuk identitas organisme penyebab infeksi, profil

sensitivitas antibiotik organisme, farmakokinetik agen antibiotik, dan karakteristik

individu pasien (yaitu, alergi obat, fungsi ginjal). (Giessel et al, 2000)

Pengobatan endokarditis membutuhkan terapi antimikroba intensif,

kadang-kadang untuk 2, tetapi sering selama 4 sampai 6 minggu. Untuk beberapa

pasien, operasi diperlukan untuk menghilangkan jaringan yang terinfeksi dari

jantung, untuk memperbaiki penyakit jantung yang sudah ada sebelumnya, atau

untuk memperbaiki jantung atau katup kerusakan yang disebabkan oleh infeksi.

Untuk mencapai tujuan ini, penggantian katup jantung yang terinfeksi dengan

katup buatan mungkin diperlukan. (Cabell et al, 2003)

Viridans Streptococcus ( α - hemolytic streptococci ) adalah penyebab

paling umum dari endokarditis setelah tindakan pada gigi atau mulut, prosedur

saluran pernapasan bagian atas tertentu, bronkoskopi dengan bronkoskopi kaku

prosedur bedah yang melibatkan mukosa pernafasan, dan prosedur esofagu .

Profilaksis harus secara khusus ditujukan terhadap organisme ini.

Direkomendasikan rejimen profilaksis standar untuk semua prosedur ini adalah

dosis tunggal amoksisilin oral. Antibiotik amoksisilin, ampisilin, dan penisilin V

sama-sama efektif pada in vitro terhadap α - hemolitik streptokokus. Namun,

amoksisilin dianjurkan karena lebih baik diserap dari saluran pencernaan dan

memberikan tingkat serum yang lebih tinggi dan lebih berkelanjutan. Sebelumnya

dosis yang dianjurkan adalah 3,0 g 1 jam sebelum prosedur dan kemudian 1,5 g 6

jam setelah pemberian awal. Penelitian terbaru, pada pemberian awal 2,0 g dan

3,0 g dosis menunjukkan bahwa hasil dosis 2,0 - g kadar serum yang memadai

selama beberapa jam tidak menyebabkan efek merugikan pada gastrointestinal.

Baru – baru ini direkomendasikan dosis dewasa adalah 2,0 g amoksisilin

( dosis pediatrik adalah 50 mg / kg tidak melebihi dosis dewasa) yang akan

diberikan 1 jam sebelum prosedur sebagai antisipasi. Dosis kedua tidak

diperlukan, jika terjadi perpajangann atas konsentrasi hambat minimal paling dan

aktivitas penghambatan disebabkan oleh amoksisilin terhadap strain tersebut

selama 6 sampai 14 jam . Bagi individu yang tidak mampu menyerap obat-obat

oral, secara parenteral mungkin diperlukan. Ampisilin sodium dianjurkan karena

amoksisilin parenteral tidak tersedia di Amerika Serikat. Individu yang alergi

Page 44: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

47

terhadap penisilin ( seperti amoksisilin , ampisilin , atau penisilin ) harus diobati

dengan rejimen alternatif yang disediakan. Hidroklorida Klindamisin merupakan

salah satu alternatif yang disarankan. Individu yang dapat mentolerir sefalosporin

generasi pertama ( cephalexin atau sefadroksil ) dapat menerima pemberian ini ,

asalkan mereka tidak memiliki IgE -mediated reaksi alergi anafilaktik langsung,

lokal , atau sistemik terhadap penisilin . Azitromisin atau klaritromisin juga agen

alternatif yang dapat diterima untuk individu alergi penisilin, meskipun mereka

lebih mahal daripada rejimen lain. Ketika pemberian parenteral dibutuhkan dalam

individu yang alergi terhadap penisilin, klindamisin fosfat dianjurkan dan

cefazolin dapat digunakan jika individu tidak memiliki tipe langsung

hipersensitivitas anafilaksis lokal atau sistemik terhadap penisilin. Rekomendasi

sebelumnya dari komite ini adalah eritromisin sebagai agen alternatif untuk pasien

alergi penisilin. Eritromisin tidak lagi dimasukkan karena gastrointestinal

farmakokinetik yang menyebabkan sedikit yang diserap. (Dajani et al, 1997)

Tabel 2.2 Dosis Pemberian Antibiotik Pada Sub Bacteria Endocarditis (AHA,

2007)

Situation Agent Regimen

Standard general

prophylaxis

Amoxicillin Adults: 2.0 g; children: 50 mg/kg orally 1 h

before procedure

Unable to take oral

medications

Ampicillin Adults: 2.0 g IM or IV; children: 50 mg/kg IM

or IV within 30 min before procedure

Allergic to penicillin Clindamycin or Adults: 600 mg; children: 20 mg/kg orally 1 h

before procedure

Cephalexin2or

cefadroxil2or

Adults: 2.0 g; children; 50 mg/kg orally 1 h

before procedure

Azithromycin or

clarithromycin

Adults: 500 mg; children: 15 mg/kg orally 1 h

before procedure

Allergic to penicillin

and unable to take oral

medications

Clindamycin or

Cefazolin2

Adults: 600 mg; children: 20 mg/kg IV within

30 min before procedure Adults: 1.0 g; children:

25 mg/kg IM or IV within 30 min before

procedure

Page 45: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

48

Penatalaksanaan Infeksi Odontogen

Prinsip perawatan Infeksi Odontogen:

Langkah pertama dalam mengevaluasi pasien adalah untuk menentukan tingkat keparahan infeksi. Hal ini dilakukan untuk memastikan waktu pengembangan infeksi pasien. Tanda dan gejala yang menunjukkan perlunya pemberian antibiotik dengan segera adalah trismus, demam atau menggigil, dan lymphadenitis lokal. Tanda penting dan gejala lain adalah kelemahan, pusing, takipnea dan selulitis yang menyebar.

Langkah kedua adalah evaluasi pertahanan pasien. Dokter gigi harus menyadari penyakit pasien memiliki atau obat-obatan yang ia dapat mengambil yang mungkin dapat mempengaruhi kondisi pasien. Keadaan khusus yang memerlukan penggunaan antibiotik profilaksis termasuk bacteremia, imunosupresi, transplantasi organ dan diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Pemberian antibiotik tidak dipandang perlu pada kasus edema paska trauma, sakit karena pulpitis atau trauma, lokal abses, fistula kecil dari sebuah gigi nonvital, peradangan periodontium sekitar gigi, dry socket, dan gingivitis yang tidak menimbulkan komplikasi.

Langkah ketiga adalah bedah, yang mencakup pembersihan dan pembuangan jaringan nekrotik. Kebutuhan terapi endodontic atau ekstraksi gigi tergantung pada peradangan dan yang merupakan area fokus utama dari infeksi merupakan prioritas. Efektifitas tearapi bedah menuntut pengetahuan yang terperinci tentang potensi jalur dari menyebar dari infeksi, yang tidak kalah penting penting adalah waktu sayatan dan drainase.

Page 46: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

49

Langkah keempat adalah pemberian antibiotik, yang berdasarkan pada mikroorganisme penyebab infeksi tersebut. Akhirnya, langkah kelima adalah evaluasi dari pasien, dalam rangka untuk mengevaluasi pasien dalam merespon terapi dan untuk menyelidiki setiap reaksi yang merugikan atau yang luar biasa.Tanggapan positif untuk terapi ini memang diharapkan dalam waktu 48 jam dan terapi ini memang harus terus selama 3 hari setelah gejala telah diselesaikan. Pemilihan antibiotik yang paling tepat untuk individu pasien membutuhkan pengetahuan tentang efektivitas mikrobial, kontraindikasi, dan biaya dari antibiotik yang paling umum digunakan untuk pengobatan infeksi odontogenik.

Terapi Antibiotik

PENICILLIN

Penicillin adalah antibiotik yang paling sering digunakan. Baik yang alami maupun semisintesis mempunyai aktivitas bakteriosidal sprektum luas, dan bekerja dengan jalan mengganggu pembentukan dan keutuhan dinding sel bakteri.

Penicillin V tersedia dalam bentuk tablet 125-250mg, dan 500 mg. Dosis untuk dewasa adalah 500 mg tiap 6 jam sesudah dosis awal 1 gram, dengan kisaran sampai dengan 2 gram empat kali sehari. Penicillin V juga tersedia dalam bentuk suspensi untuk anak-anak dengan dosis 125 atau 250 mg/ 5 ml. Dosis biasa untuk anak dibawah 12 tahun adalah 15-62,5 mg/kg per berat badan, dibagi menjadi tiga sampai enam kali sehari.

Penicillin adalah obat utama untuk mengobati sebagian besar penyakit infeksi orofasialdan untuk profilaksis pada pasien resiko tinggi terhadap infeksi, apabila tidak ada riwayat alergi.

CEPHALOSPORIN

Cephalosporin secara struktural dan farmakologis mirip dengan penicillin. Bersifat bakterisid terhadap Streptococcus da Staphylococcus tetapi tidak efektif terhadap sebagian coccus gram negatif dan batang yang sering terlibat dalam infeksi orofasial.

Dosis pemakaiannya adalah 1-4 mg per hari dibagi dalam beberapa dosis (setiap 6 jam atau dua kali sehari) untuk dewasa dan 25-50 mg/ kg berat badan/hari, dibagi menjadi empat dosis untuk anak-anak.

CLINDAMYCIN

Clindamycin merupakan derivat dari lincomycin. Bersifat bakterisid yaitu dengan cara menghambat sintesis protein. Walaupun clindamycin efektif terhadap sebagian bakteri gram positif, indikasinya terutama untuk perawatan infeksi yang disebabkan oleh coccus gram positif anaerob dan batang gram negatif.

Page 47: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

50

Dosis oral untuk infeksi serius pada orang dewasa adalah 150-300 mg tiap 6 jam sedangkan untuk infeksi yang lebih parah dosisnya bisa mencapai 300-450 mg tiap 6 jam. Dosis untuk anak-anak berkisar antara 8-16 mg/ kg berat badan perhari untuk infeksi serius dan 16-20 mg/kg berat badan per hari untuk infeksi yang lebih serius. Clindamycin dicadangkan untuk infeksi serius yang disebabkan oleh bakteri anaerob yang rentan terhadap obat ini, dan pada kasus dimana respons terhadap penicillin kurang baik. Indikasi lainnya adalah pada pasien yang mengalami infeksi yang parah dan alergi terhadap penicillin.

Abses Spasia Parotid

Page 48: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

51

Lokasi dari abses ini terletak pada area ramus mandibula, khususnya pada lapisan fasia dari kelenjar parotid. Area ini berhubungan dengan spasia lateral faringeal dan spasia mandibula. Area ini berisi kelenjar parotid dan duktusnya, arteri karotid eksternal dan superfisial temporal, vena retromandibular, nervus auricotemporal dan nervus facialis. Infeksi spasia ini berasal dari infeksi odontogenik yang merupakan migrasi dari infeksi spasia lateral faringeal dan submandibular. Gambaran klinis dari abses ini berupa edema pada daerah retromandibular dan parotid. Gambaran subyektif dari penderita berupa kesulitan saat menelan dan sakit yang menjalar hingga area telinga dan temporal saat mengunyah. Pada beberapa kasus terdapat kemerahan dan fluktuasi subkutan. Juga ditemukan adanya eksudat purulen saat ditekan.

Penatalaksanaan:

Page 49: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

52

Insisi dilakukan tergantung pada margin dari edema. Terapi memerlukan luas sayatan dari posterior ke sudut mandibula. Diperlukan perawatan khusus agar tidak melukai cabang-cabang dari nervus fasialis. Drainase dari pus dilakukan setelah blunt dissection menggunakan hemostat untuk mengeksplor kumpulan dari eksudat yang purulen.

Selulitis (Phlegmon)

Selulitis merupakan sebuah kondisi akut dan infiltrasi difusse. Ditandai inflamasi dari jaringan ikat longgar di bawah kulit. Diyakini bahwa istilah selulitis dan phlegmon menggambarkan keadaan yang sama. Etiologi dari kasus ini disebabkan oleh gigi yang terinfeksi dan biasanya merupakan infeksi campuran. Diduga mikoroorganisme penyebab selulitis adalah mikroorganisme aerobik dan anaerobik streptokokus dan staphylococci.

Gejala yang timbul yaitu rasa sakit, pembengkakan, trismus, disfagia, limfadenitis, demam, dan malaise. Pada mulanya, pembengkakan yang terjadi bersifat terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau dua ruangan fasial ang batasnya diffuse. Palpasi pada regio tersebut biasanya mengungkapkan bahwa konsistensinya sangat lunak dan spongious. Apabila pertahanan tubuh penderita menjadi lebih efektif, maka akan terjadi pembentukan infiltrat regional, dan konsistensi pembengkakan menjadi keras. Pada saat ini terjadi purulensi dan biasanya diffuse (tidak terlokalisir).

Penatalaksanaan: Terapi farmasi dengan pemberian antibiotik dosis besar (penisilin atau ampicillin parenteral). Drainase dapat dilakukan dalam satu waktu atau lebih untuk mengevakuasi eksudat purulen. Dalam kasus-kasus serius rujukan pasien ke rumah sakit dianjurkan.

Page 50: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

53

Ludwig’s Angina

Ludwig’s Angina adalah infeksi selular akut yang ditandai oleh keterlibatan bilateral dari spasia sublingual dan submandibula serta ruang submental. Di masa lalu, kondisi ini adalah fatal, meskipun telah ada pengobatan bedah yang memadai dan terapi antibiotik yang bagus. Penyebab paling sering penyakit adalah infeksi periapikal atau periodontal mandibula, terutama dari orang-orang yang memiliki apeks gigi yang ditemukan di bawah otot mylohyoid. Gambaran klinis dari penyakit ini berupa kesulitan menelan, berbicara dan pernapasan. Peningkatan saliva dan peningkatan temperatur tubuh juga ditemukan. Keterlibatan bilateral submandibula ruang dan ruang submental menyebabkan indurasi yang keras seperti papan, tidak ada fluktuasi, karena nanah terlokalisasi dalam jaringan.

Penatalaksanaan:

Dilakukan pembedahan dengan bedah dekompresi (drainase) ruang infeksi dan pemberian bersamaan dengan antibiotik. Intervensi bedah harus berhasil menguras semua spasia yang terkena abses. Sayatan harus dilalukan bilateral, ekstraoral, paralel, dan medial ke perbatasan inferior mandibula, di wilayah premolar dan molar dan intraoral, sejajar dengan saluran dari kelenjar submandibula. Eksplorasi dan upaya untuk mencapai ruang infeksi, dengan membagi septa-septa tersebut untuk memudahkan drainase. Rubber drains ditempatkan untuk menjaga area drainase yang terbuka untuk setidaknya 3 hari, sampai gejala klinis infeksi telah selesai. Banyak orang percaya bahwa dalam kasus ini terus obstruksi saluran napas harus selalu dilakukan.

Sumber:

Page 51: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

54

Fragiskos D. Fragiskos. 2007. Oral Surgery. Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg.

Pedersen, G.W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta: EGC.

6. manajemen bedah infeksi odontogenik

Prinsip utama dari manajemen bedah infeksi odontogenik adalah untuk melakukan

drainase bedah dan untuk menghilangkan penyebab infeksi. Manajemen bedah dapat berkisar

dari sesuatu yang sederhana sebagai pemusnahan endodontik dari pulpa gigi nekrotik untuk pengobatan

serumit sayatan lebar jaringan lunak di daerah submandibula dan leher untuk

56 A Textbook of Advanced Mulut dan Maksilofasial Bedah

infeksi berat. Tujuan utama dalam manajemen bedah infeksi adalah untuk menghapus penyebabnya

infeksi dan untuk menyediakan drainase akumulasi nanah dan puing-puing nekrotik. Sayatan bedah

dan drainase membantu untuk menyingkirkan material purulen beracun, untuk dekompresi jaringan edema, untuk

memungkinkan perfusi yang lebih baik dari darah, yang mengandung unsur antibiotik dan pertahanan, dan untuk meningkatkan

oksigenasi dari daerah yang terinfeksi. Ketika abses dikeringkan pembedahan, sesuai gigi

pengobatan juga harus dilembagakan untuk mencapai resolusi cepat. Ini mungkin melibatkan eksplorasi

baik seluruh ruang anatomis atau rongga abses. Rongga abses kemudian irigasi

dengan betadine dan larutan garam. Sebuah saluran dimasukkan ke kedalaman ruang. Mungkin hanya

melewati sayatan tunggal dan tetap berada di kedalaman ruang, atau mungkin throughand-melalui

tiriskan. Sia biasanya diamankan ke salah satu margin sayatan dengan

Page 52: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

55

jahitan. Metode membuka abses memastikan bahwa tidak ada pembuluh darah atau saraf di daerah

rusak, dan dapat didefinisikan dalam sepuluh langkah:

1. anestesi topikal. Anestesi lokal dicapai dengan bantuan etil klorida semprot;

anestesi lokal kemudian dapat dicapai dengan penyumbatan cincin subkutan menggunakan lokal

solusi anestesi, seperti articaine + epinefrin atau lidokain + epinefrin.

2. Insisi. Ini dibuat atas titik fluktuasi di daerah yang paling bergantung sepanjang

lipatan kulit, melalui kulit rusak dan jaringan subkutan.

3. Jika nanah tidak ditemui, pendalaman lebih lanjut dari situs bedah dicapai dengan sinus

tang.

4. tang Tertutup didorong melalui fasia dalam dan maju ke arah nanah

koleksi.

5. Rongga abses dimasukkan dan forsep dibuka di arah sejajar dengan struktur vital.

6. Nanah mengalir sepanjang sisi sayatan. [Gambar 3]

7. Jelajahi seluruh rongga untuk lokus tambahan.

8. Penempatan saluran pembuangan. Sebuah karet saluran bergelombang lembut dimasukkan ke kedalaman

rongga abses, dan bagian eksternal dijamin untuk margin luka dengan bantuan

jahitan. [Gambar 4]

9. Saluran dibiarkan di tempat selama setidaknya 24 jam.

10. Sebuah ganti diaplikasikan di atas lokasi sayatan, tanpa tekanan.

Tujuan dari saluran ini adalah untuk memungkinkan keluarnya cairan jaringan dan nanah dari luka oleh

menjaganya agar tetap paten. Sia juga memungkinkan debridement dari abses rongga oleh irigasi. Jaringan

Page 53: 218264617 Pola Penyebaran Dan Perluasan Infeksi Odontogen

56

cairan mengalir sepanjang permukaan tiriskan. Dengan demikian, hal ini tidak selalu diperlukan untuk membuat perforasi di

drain, yang bisa melemahkan dan mungkin menimbulkan fragmentasi dalam jaringan. Saluran air

harus dihapus ketika drainase hampir selesai. Saluran air telah ditunjukkan untuk memungkinkan

masuknya kulit flora sepanjang permukaan mereka. Beberapa bentuk saluran air, seperti saluran air lateks khususnya,

dapat mengiritasi jaringan sekitarnya dan dapat merangsang diri mereka sendiri beberapa eksudat

formasi. Dengan demikian, saluran air biasanya meninggalkan luka yang terinfeksi selama 2-7 hari. Penghapusan dicapai

dengan hanya memotong jahitan dan tergelincir mengalir dari luka.

Infeksi odontogenik

http://dx.doi.org/10.5772/54645

57

Gambar 3. Drainase nanah setelah insisi.

Gambar 4. Melalui dan melalui saluran ditempatkan.

Hal ini penting untuk diingat bahwa metode utama untuk mengobati infeksi odontogenik adalah

operasi pengangkatan sumber infeksi dan pengeringan ruang anatomi dipengaruhi oleh

selulitis indurated atau abses. Setiap kali abses atau selulitis didiagnosis, itu harus

dikeringkan oleh dokter bedah. Kegagalan untuk melakukannya akan mengakibatkan memburuknya infeksi dan kegagalan

58 A Textbook of Advanced Mulut dan Maksilofasial Bedah

infeksi untuk menyelesaikan, bahkan jika diberikan antibiotik. Bahkan jika gigi tidak dapat dibuka atau

diekstrak, prosedur insisi dan drainase harus dilakukan [12,13].