2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Mas 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Secara umum ikan mas mempunyai sifat-sifat umum sebagai hewan omnivora (pemakan segala) (Gambar 1). Menurut Amri dan Khairuman (2002), berdasarkan penggolongan ikan mas dapat dipaparkan sebagai berikut: Phyllum : Chordata Subphyllum : Vertebrata Superclass : Pisces Class : Osteichthyes Subclass : Actinopterigii Ordo : Cypriniformes Subordo : Cyprinoidea Family : Cyprinidae Subfamily : Ciprinidae Genus : Cyprinus Species : Cyprinus carpio Gambar 1. Ikan Mas
18
Embed
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Mas 2.1.1 Klasifikasi ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biologi Ikan Mas
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi
Secara umum ikan mas mempunyai sifat-sifat umum sebagai hewan omnivora
(pemakan segala) (Gambar 1). Menurut Amri dan Khairuman (2002), berdasarkan
penggolongan ikan mas dapat dipaparkan sebagai berikut:
Phyllum : Chordata
Subphyllum : Vertebrata
Superclass : Pisces
Class : Osteichthyes
Subclass : Actinopterigii
Ordo : Cypriniformes
Subordo : Cyprinoidea
Family : Cyprinidae
Subfamily : Ciprinidae
Genus : Cyprinus
Species : Cyprinus carpio
Gambar 1. Ikan Mas
6
Ikan mas mempunyai ciri-ciri antara lain bentuk badan agak memanjang pipih
kesamping (compressed), mulut berada di ujung tengah (terminal) dan lunak,
mempunyai sungut dua pasang, jari-jari sirip punggung (dorsal) yang kedua
mengeras seperti gergaji. Letak antara kedua sirip punggung dan perut
bersebrangan, sirip dada (pectoral) terletak dibelakang tutup insang (operculum).
Pada bibirnya yang lunak terdapat dua pasang sungut (berbel) dan tidak bergerigi.
Pada bagian dalam mulut terdapat gigi kerongkongan (pharyngeal teeth) sebanyak
tiga baris berbentuk geraham (Pribadi, 2002).
Menurut Narantaka (2012), Ikan mas memiliki beberapa ciri-ciri yaitu sebagai
berikut:
Mulut terletak di ujung tengah (terminal) dan dapat disembulkan (protaktil) serta
dihiasi dua pasang sungut. Selain itu di dalam mulut terdapat gigi kerongkongan.
Dua pasang sungut ikan mas terletak di bibir bagian atas, tetapi kadang-kadang
satu pasang sungut rudimenter atau tidak berfungsi.
Gigi kerongkongan (pharyngeal teeth) terdiri dari tiga baris yang berbentuk
geraham.
Sirip punggung (dorsal) berbentuk memanjang dan terletak di bagian permukaan,
berseberangan dengan permukaan sirip perut (ventral). Bagian belakang sirip
punggung memiliki jari-jari keras, sedangkan di bagian akhir berbentuk gerigi.
Sirip dubur (anal) bagian belakang juga memiliki jari-jari keras dengan bagian
akhir berbentuk gerigi seperti halnya sirip punggung.
Sirip ekor berbentuk cagak dan berukuran simetris, memanjang sampai ke
belakang tutup insang.
Sisik ikan mas berukuran cukup besar dengan tipe sisik berbentuk lingkaran
(cycloid) yang terletak beraturan.
7
Gurat sisi atau garis rusuk (linea lateralis) ikan mas berada pada pertengahan
badan dengan posisi melintang dari tutup insang sampai ke ujung belakang
pangkal ekor.
Perut ikan berukuran besar (big belly).
Gerakan ikan agak lambat dan cukup jinak
2.1.2 Habitat
Ikan Mas menyukai tempat hidup berupa perairan tawar yang airnya tidak
terlalu dalam dan alirannya tidak terlalu deras. Ikan ini hidup dengan baik di daerah
dengan ketinggian 150-600 m dpl (di atas permukaan laut) dengan suhu berkisar
antara 25-300C (Amri dan Khairuman, 2002). Menurut Narantaka (2012), habitat
utama ikan mas adalah dalam air tawar. Namun ikan dapat juga hidup di daerah
muara sungai yang airnya payau berdasarkan sifat ikan mas ini, masyarakat di
beberapa daerah telah mencoba membudidayakan ikan mas di dalam tambak yang
airnya payau dengan kadar garam atau salinitas air payau antara 20-30 ppt.
Menurut Bachtiar (2002), kandungan oksigen untuk pembesaran ikan mas
yaitu lebih dari 5 mg/l, ikan mas mas mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan
kandungan oksigen terlarut dalam perairan yang ditempatinya dan tahan terhadap
perubahan fisik lingkungan, seperti adanya proses seleksi, penampungan,
penimbangan, atau pengangkutan.
2.1.3 Kebiasaan Makan
Jika dilihat dari kebiasaan makannya, Ikan Mas tergolong ikan omnivora,
karena ikan ini merupakan ikan yang bisa memakan berbagai jenis makanan, baik
yang berasal dari tumbuhan maupun binatang renik. Meskipun demikian, pakan
utamanya adalah yang berasal dari tumbuhan di dasar perairan dan daerah tepian
(Amri dan Khairuman, 2002). Menurut Narantaka (2012), makanan ikan mas yang
8
hidupnya di alam perairan bebas sangat bervariatif. Ikan mas menyantap hampir
semua jenis makanan, baik yang berasal dari tumbuhan maupun binatang renik
sehingga hewan ini digolongkan sebagai hewan omnivora. Makanan utama ikan
mas berupa tumbuhan kecil di dasar dan daerah tepian perairan, seperti sungai,
danau dan lain-lain.
Ikan mas merupakan jenis ikan pemakan segala atau bisa disebut omnivora.
Ikan mas biasa memakan tumbuhan dan juga jasad hewan yang berada di dasar
perairan ataupun kolam. Selain itu, ikan mas biasa memakan protozoa dan
zooplankton. Ikan mas ini juga biasa mencari makanan dipinggiran kolam. Kebiasan
ikan mas lainnya yaitu sering mengaduk dasar perairan dengan tujuan mencari
makanan contohnya cacing dan lain sebagainya (Santoso, 1993).
2.1.4 Laju pertumbuhan spesifik
Pertumbuhan ikan merupakan perubahan ikan, baik bobot badan maupun
panjang dalam waktu tertentu. Dalam badan ikan, energi dan protein yang berasal
dari makanan berperan untuk pemeliharaan hidupnya, yaitu untuk tumbuh
berkembang dan bereproduksi. Pertumbuhan terjadi apabila ada kelebihan energi
setelah energi yang tersedia digunakan untuk metabolisme, untuk pencernaan, serta
untuk aktivitas ikan (Yuliana, 2001). Pertumbuhan bisa dipengaruhi oleh faktor luar
dan dalam. Faktor luar seperti pH, oksigen, suhu, CO2, ammonia dan kepadatan.
Faktor dalam seperti umur, berat, seks, keturunan dan penyakit (Yandes et al.,
2003).
Pertumbuhan adalah suatu proses bertambahnya berat dan panjang
organisme yang bisa dilihat dalam satuan waktu. Pertumbuhan ikan dipengaruhi
oleh perairan. Perairan dengan kualitas yang baik pada sistem akuaponik dengan
sirkulasi air pada wadah pemeliharaan dan juga pada wadah pemeliharaan tanaman
9
ini mampu menjaga kualitas air dengan cara penyerapan racun oleh tanaman.
Sehingga ikan dapat tumbuh dengan baik karena perairan yang mendukung untuk
pertumbuhan ikan tersebut (Mulqan et al., 2017).
Pertumbuhan ikan dapat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan,
kualitas air dan umur. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
yaitu amonia, karena semakin tinggi tingkat konsentrasi amonia maka akan
menghambat pertumbuhan ikan. Pada sistem akuaponik, feses ikan dan sisa pakan
merupakan limbah yang banyak mengandung racun. Air limbah tersebut kemudian
dimanfaatkan oleh tanaman sebagai sumber nutrisi. Pada akuaponik ini sistem
hidroponik memiliki peran sebagai filter untuk lingkungan hidup ikan terutama dalam
menjaga kualitas air yang baik. Kualitas air yang baik ini menunjang peningkatkan
pertumbuhan ikan (Zidni et al., 2013).
2.1.5 Padat Tebar dan Kelangsungan Hidup Ikan
Padat tebar merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi
kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan dalam persaingan pakan, ruang gerak,
dan konsumsi oksigen. Kelangsungan hidup dapat digunakan sebagai parameter
untuk mengetahui toleransi dan kemampuan hidup ikan dalam suatu populasi
dengan melihat mortilitas ikan. Kelangsungan hidup atau kelangsungan hidup ikan
adalah perbandingan jumlah ikan yang hidup di awal dan akhir pembesaran. Faktor
yang mempengaruhi kelangsungan hidup ikan yaitu kualitas benih, pakan, padat
penebaran, kualitas air, hama dan penyakit. Baik buruknya kualitas air pada
budidaya sangat mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan
(Effendi, 1997).
Menurut Marlina dan Rakhmawati (2016), kelangsungan hidup ikan
merupakan presentase ikan yang hidup pada awal budidaya dan akhir budidaya.
10
Cara mendapatkan nilai kelangsungan hidup yang tinggi ini yaitu dengan cara
manajemen pemeliharaan yang baik. Kelangsungan hidup ikan dipengaruhi
beberapa faktor yaitu persaingan dalam mendapatkan makanan, padat tebar,
penyakit dan kualitas air. Pada budidaya ikan sistem akuaponik didapatkan hasil
nilai kelangsungan hidup sebesar 92%. Pada budidaya ikan tanpa sistem akuaponik
didapatkan hasil nilai kelangsungan hidup sebesar 74%.
Menurut Widiastuti (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi kelangsungan
hidup ikan yaitu padat tebar, kualitas benih, kualitas air dan pakan. Padat tebar yang
tinggi bisa mengakibatkan turunnya kualitas air, karena disebabkan oleh tingginya
amonia yang berasal dari sisa pakan dan feses dari ikan. Kualitas air yang menurun
ini mengakibatkan turunnya nafsu makan ikan. Apabila terjadi pada waktu yang lama
akan menyebabkan rendahnya tingkat kelangsungan hidup ikan.
Menurut Primashita (2017), padat tebar ikan pada sistem akuaponik dengan
wadah akuarium menggunakan perbandingan 50 ekor/50 liter sehingga didapatkan
perbandingan 1 : 1 atau 1 ekor/liter. Padat penebaran ini berhubungan dengan
pertumbuhan ikan dan kelangsungan hidup. Semakin tinggi kepadatan ikan maka
pertumbuhan akan menurun. Maka dari itu, cara mencegahnya yaitu dengan
menyesuaikan daya dukung lingkungan. Faktor-faktor yang mendukung yaitu
kualitas air dan pakan. Kualitas air yang baik dan ketersediaan pakan yang
mencukupi ini dapat mendukung peningkatan pertumbuhan dan kelangsungan hidup
ikan.
Kepadatan ikan yang tinggi akan menurunkan kualitas air. Padat tebar yang
terlalu tinggi juga dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan, terjadinya persaingan
dalam ruang gerak, kelangsungan hidup ikan yang rendah dan bisa mengakibatkan
tingkat produksi ikan rendah (Diansari, 2013). Padat tebar ikan mas berkisar 10-200
11
ekor/m2. Pada padat tebar 50 ekor/m2 ini menghasilkan pertumbuhan yang tinggi,
sedangkan pada kepadatan 100 ekor/m2 juga menghasilkan pertumbuhan yang baik
dan kelangsungan hidup yang baik (Zidni et al., 2013).
Menurut Arisanti et al. (2013), padat penebaran yang tinggi akan
mempercepat turunnya kualitas air dan meningkatkan resiko kematian bagi ikan.
Kepadatan ikan yang tinggi akan mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan
hidup ikan karena terjadi persaingan dalam memperoleh makanan dan juga
persaingan untuk mendapatkan oksigen didalam perairan. Meningkatnya kepadatan
ikan maka akan diikuti dengan meningkatnya jumlah pakan, sehingga akan
menurunkan kualitas air yang disebabkan oleh sisa pakan ikan yang tidak termakan.
Padat tebar ikan mas dengan kepadatan 10 ekor/10 liter mendapatkan hasil
pertumbuhan yang baik dan menghasilkan kelangsungan hidup sebesar 87%,
sedangkan menggunakan padat tebar 20 ekor/10 liter juga mendapatkan hasil
pertumbuhan yang cukup baik dan menghasilkan kelangsungan hidup sebesar 78%.
2.2 Sistem Akuaponik
Teknologi akuaponik merupakan teknologi kombinasi akuakultur dan
hidroponik yang bertujuan untuk memelihara ikan dan tanaman dalam satu sistem
yang saling terhubung. Limbah yang dihasilkan oleh ikan seperti feses dan sisa
pakan, mengandung amoniak (NH3) yang dioksidasi menjadi ammonium (NH4) dan
ammonium (NH4) akan digunakan sebagai nutrisi untuk tanaman. Kemudian air yang
dialirkan dari media pemelihaaraan dibersihkan oleh tanaman sehingga dapat
digunakan kembali oleh ikan (Wahap, 2010). Interaksi antara ikan dan tanaman
menghasilkan lingkungan yang ideal untuk tumbuh sehingga lebih produktif dari
metode tradisional.
12
Pada teknologi akuaponik, air dari media pemeliharaan ikan yang kaya akan
nutrisi digunakan untuk menyuburkan tanaman. Nutrisi tersebut berasal dari feses
dan sisa pakan yang merupakan kontaminan menyebabkan racun pada media
pemeliharaan. Hal tersebut dimanfaatkan oleh tanaman yang berfungsi sebagai
biofilter. Amonia akan dioksidasi menjadi ammonium lalu diubah menjadi menjadi
nitrit oleh bakteri yang kemudian nitrit dioksidasi menjadi nitrat oleh bakteri di
perairan. Nitrat akan diserap dan digunakan sebagai pupuk atau nutrisi oleh
tanaman sehingga kualitas air kembali bersih dan baik untuk ikan (Diver, 2006).
Pada teknologi akuaponik tidak menggunakan media tanah sebagai media
tumbuhnya sehingga perannya digantikan oleh beberapa jenis media tanam antara
lain sekam, rockwool, spons, serbuk kayu, pasir, kerikil, pecahan genting dan
sebagainya. Media tanam yang digunakan pada wadah akuaponik adalah batu krikil
yang merupakan media organik. Secara prinsip media akuaponik dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu media organik dan media anorganik. Media
organik umumnya berasal dari makhluk hidup yang telah mengalami proses untuk
dijadikan media tanam. Media organik dipandang lebih unggul dibandingkan dengan
media anorganik karena media organik telah mampu menyediakan unsur hara yang
dibutuhkan oleh tanaman. Selain itu media organik memiliki struktur pori yang baik
untuk resirkulasi udara (Diver, 2006).
Menurut Jangkaru (2002), menjelaskan kelebihan dari sistem resirkulasi
akuaponik adalah sebagai berikut:
Volume air yang dibutuhkan tidak terlalu besar;
Sistem resilkulasi menggunakan tempat/wadah yang ukurannya terbatas;
Pertumbuhan ikan terjaga;
13
Produksi meningkat;
Waktu pemeliharaan singkat;
Kualitas air selalu terjaga;
Kuantitas air terjaga;
Sisa makanan dan kotoran hasil metabolisme yang mengendap didasar dapat
dimanfaatkan sebagai media pertumbuhan tanaman dan pemeliharaan ikan.
Kelemahan menggunakan sistem resirkulasi pada sistem akuaponik adalah
pada kebutuhan listrik secara terus menerus untuk menggerakkan mesin air. Apabila
kondisi air buruk dan tingkat keasaman meningkat dapat mengakibatkan kematian
ikan.
2.2.1 Jenis Tanaman
a. Klasifikasi dan Morfologi Kangkung
Klasifikasi tanaman kangkung (Gambar 2) menurut Wiliams (2004) sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Sub kelas : Asteridae
Ordo : Solanales
Famili : Convolvulaceae
Genus : Ipomea
Spesies : Ipomea reptans Poir
14
Gambar 2. Kangkung
Kangkung merupakan tumbuhan yang termasuk jenis sayur-sayuran dan
ditanam sebagai bahan pangan. Kangkung dapat tumbuh dengan baik di dataran
rendah maupun tinggi, terutama pada lahan terbuka. Batang berbentuk bulat
panjang, berbuku-buku dan banyak mengandung air. Batang kangkung tumbuh
keatas dengan banyak percabangan. Kangkung memiliki sistem perakaran tunggang
dan bercabang menyebar ke segala arah. Bentuk daun menyerupai hati, ujung daun
runcing atau tumpul berwarna hijau kelam, bagiang bawah daun berwarna hijau
muda, kangkung dapat berbuah dan berbiji dan juga memiliki bunga berwarna putih
dan berbentuk seperti terompet (Rukmana, 1994). Daun kangkung jika kekurangan
air, pertumbuhan akan terhambat dan batangnya menjadi keras, tanaman kangkung
juga memiliki toleransi tinggi terhadap zat beracun (Kohar et al., 2004).
Daun kangkung berdasarkan klasifikasinya termasuk ke dalam kelas II, yaitu
hijauan segar. Hijauan segar yaitu segala macam hijauan yang bisa dimakan oleh
ternak dan masih dalam keadaan segar. Hijauan tersebut meliputi hijauan yang
langsung dimakan oleh ternak, maupun hijauan yang dipotong kemudian diberikan
kepada ternak (Setyono et al., 2004).
Pada sistem akuaponik kangkung dapat menyerap zat pencemar dalam
perairan. Kangkung dapat mengurangi pencemaran limbah pada budidaya.
15
Kangkung juga dapat meningkatkan kualitas oksigen terlarut dan menurunkan CO2
bebas di perairan, sehingga tanaman ini dapat pula digunakan sebagai alternative
untuk mengurangi limbah yang telah dihasilkan oleh budidaya ikan dengan sistem
akuaponik (Effendi, 2003).
b. Habitat dan Penyebaran
Kangkung merupakan tumbuhan yang termasuk jenis sayur-sayuran dan
ditanam sebagai bahan pakan. Kangkung dapat tumbuh dengan baik di dataran
rendah maupun dataran tinggi. Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik terutama
pada lahan terbuka seperti areal persawahan dan juga pekarangan rumah.
Kangkung dapat ditanam di daerah yang beriklim lembab dan juga panas.
Pembudidayaan kangkung perlu pupuk untuk mengoptimalkan hasil panen dan
pertumbuhan kangkungnya (Rukmana, 1994).
Menurut Setyono et al. (2004), daerah penyebaran kangkung ini pada mulanya
berasal dari India kemudian Malaysia dan sebagian kecil di Australia.
Perkembangan tanaman kangkung selanjutnya yaitu hampir diseluruh daerah Asia
Tenggara. Kangkung adalah tumbuhan yang dapat hidup pada daerah tropis.
Kangkung juga banyak ditanam di daerah Jawa khususnya Jawa Barat dan
sekitarnya.
Kangkung merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak diminati oleh
masyarakat Indonesia. Kangkung berasal dari negara India yang kemudian
menyebar ke Malaysia, Myanmar, China, Australia, Indonesia dan beberapa negara
di Afrika. Di negara Indonesia sendiri kangkung dapat tumbuh dan berkembang
dimanapun dengan syarat tercukupi kebutuhan terhadap cahaya matahari yang
digunakan untuk fotosintesis dan media yang terbuka serta cukup air (Rukmana,
1994).
16
c. Manfaat Tanaman Kangkung Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Menurut Mullen (2003), kangkung adalah tanaman yang dapat hidup didaerah
dataran tinggi maupun rendah. Pada sistem akuaponik, bakteri yang terdapat dalam
media tumbuh tanaman dan wadah pemeliharaan ikan akan mengubah limbah hasil
metabolisme dan sisa pakan ikan menjadi nutrisi yang dibutuhkan oleh kangkung.
Air yang kaya nutrisi dari wadah pemeliharaan di salurkan ke tanaman untuk
dimanfaatkan sebagai pupuk. Sehingga pada resirkulasi sistem akuaponik akan
terjadi simbiosis yang saling menguntungkan bagi tanaman maupun ikan.
Menurut Nugroho dan Sutrisno (2008), tanaman kangkung yang digunakan
pada sistem akuaponik ini dapat menjaga kualitas air. Tanaman kangkung memiliki
kemampuan untuk menyerap ammonium (NH4) hasil dari oksidasi amoniak (NH3).
Kangkung termasuk tanaman dengan akar yang tidak terlalu kuat. Tanaman dengan
akar yang tidak terlalu kuat ini merupakan salah satu syarat dalam sistem akuaponik
dalam proses penyerapan unsur hara yang berlebih dalam wadah pemeliharaan
ikan.
Menurut Diver (2006), faktor-faktor yang mendukung pertumbuhan dan
kelangsungan hidup yaitu kualitas air dan pakan. Kualitas air yang baik dan
ketersediaan pakan yang mencukupi ini dapat mendukung peningkatan
pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Pada sistem akuaponik, manfaat
tanaman kangkung ini dapat memanfaatkan unsur-unsur limbah budidaya ikan yaitu
ammonia yang berasal dari sisa pakan yang tidak dikonsumsi oleh ikan dan sisa
metabolisme ikan yaitu feses. Sehingga kualitas air dapat terjaga ketika
dikembalikan ke wadah pemeliharaan ikan dan akan mendukung pertumbuhan dan
kelangsungan hidup ikan.
17
Kegunaan atau manfaat dari tanaman kangkung pada teknologi akuaponik
yaitu mampu menyerap racun yang berasal dari pemeliharaan ikan. Kandungan
racun umumnya berbentuk Amonia. Amonia merupakan hal yang dapat
menghambat pertumbuhan dan menurunkan presentase kelangsungan hidup. Pada
budidaya sistem akuaponik menggunakan tanaman kangkung ini dengan kepadatan
30 rumpun tanaman memiliki hasil pertumbuhan yang baik dan presentase
kelangsungan hidup yang tinggi yaitu sebesar 91% (Putra et al. 2011).
Tanaman kangkung yang digunakan pada sistem akuaponik yaitu memiliki
tinggi kisaran 5-10 cm. Sebelum dipakai, tanaman kangkung disemai terlebih
dahulu. Waktu penyemaian kangkung yaitu selama 12- 14 hari. Penelitian yang
dilakukan memakai tanaman kangkung dengan kepadatan 10, 20,30 dan tanpa
tanaman kangkung. Pada perlakuan sebanyak 30 rumpun ini menunjukkan hasil
tertinggi pada daya penyerapan hasil limbah dari budidaya. Perlakuan padat tebar
tanaman kangkung ini menunjukkan adanya perbedaan daya penyerapan terhadap
limbah budidaya didalam perairan tersebut pada tiap perlakuan yang berbeda
(Dauhan et al., 2014).
Pengaturan jarak tanaman ini sangat penting diperhatikan. Dengan mengatur
jarak tanaman dengan baik maka tanaman mampu memanfaatkan lingkungan untuk
mendukung pertumbuhannya. Jarak yang ideal bagi tanaman kangkung yaitu 10 cm
tiap rumpun pada sistem akuaponik. (Nugroho dan Sutrisno, 2008). Padat tebar
tanaman akan mempengaruhi persaingan dalam menggunakan unsur hara didalam
sistem akuaponik. Pada sistem akuaponik dengan padat tebar kangkung 30 rumpun
pada wadah yang berisi 14 liter air mendapatkan hasil pertumbuhan yang baik bagi
ikan dan presentase kelangsungan hidup ikan yang tinggi yaitu 93% sedangkan
18
hasil terendah pada perlakuan tanaman kangkung 10 rumpun yaitu sebesar 82%
(Sulistyono et al., 2013).
2.3 Kualitas Air
Menurut Boyd (1982), kualitas air memegang peranan penting dalam bidang
perikanan terutama untuk kegiatan budidaya. Kualitas air berperan sebagai faktor
kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme
dan tanaman air yang nilainya ditentukan dalam kisaran tertentu.
2.3.1 Suhu
Suhu merupakan salah satu parameter kualitas air yang sangat penting. Hal
ini disebabkan kelarutan berbagai jenis gas di dalam air serta semua aktifitas
biologis dan fisiologis di dalam ekosistem air sangat dipengaruhi oleh suhu (Barus,
2001). Menurut Effendi (2003), terjadinya perubahan suhu akan mempengaruhi
proses fisika, kimia dan biologi badan air. Peningkatan suhu dapat menurunkan
kelarutan gas dalam air dan meningkatkan kecepatan metabolisme serta respirasi
orgnisme akuatik. Suhu optimum untuk budidaya ikan air tawar adalah 25 – 27oC.
Menurut Irianto (2005), ikan mempunyai derajat toleransi terhadap suhu
dengan kisaran tertentu yang mempengaruhi pertumbuhan, inkubasi telur, konversi
pakan dan resistensi terhadap pennyakit. Ikan akan mengalami stress apabila
terpapar pada suhu di luar kisaran toleransi. Suhu tinggi akan mengakibatkan
gangguan kesehatan misalnya stress yang ditandai tubuh lemah dan tingkah laku
abnormal. Suhu juga mempengaruhi kehidupan organisme. Pada suhu rendah akan
mengakibatkan ikan menjadi lebih rentan terhadap infeksi fungi dan bakteri
pathogen akibat melemahnya sistem imun.
19
2.3.2 Derajat Keasaman (pH)
Menurut Djarijah (2005), derajat keasaman (pH) merupakan hal yang sangat
berpengaruh pada kehidupan organisme diperairan. Bagi organisme perairan
khususnya ikan mampu tumbuh dengan baik pada nilai ph yang optimum. Nilai pH
optimum untuk mendukung perkembangan ikan mas adalah 7-7,8. Jika pH terlalu
rendah maka akan bersifat asam yang dapat mengganggu kehidupan ikan mas. Jika
pH tinggi maka akan bersifat basa yang juga dapat mengganggu kehidupan ikan
mas.
Derajat keasaman adalah istilah dari pH. Derajat keasaman ini dapat
melambangkan keasaman atau kebasaan dari perairan tersebut. Derajat keasaman
(pH) juga sangat mempengaruhi kualitas perairan. Sebagian besar organisme
perairan lebih menyukai pH mendekati netral. Derajat keasaman (pH) yang paling
cocok untuk budidaya ikan mas adalah berkisar 7-8,5. Pada kisaran tersebut
merupakan kisaran (pH) yang dapat menunjang keberhasilan dari budidaya
(Cahyono, 2001).
2.3.3 Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut (DO) merupakan faktor yang sangat penting dalam
ekosistem air, terutama dibutuhkan untuk proses respirasi bagi organisme akuatik.
Selain itu, oksigen dibutuhkan ikan untuk katabolisme yang menghasilkan energi
yang dibutuhkan dalam berbagai aktifitas organisme seperti berenang, bereproduksi
dan pertumbuhan. Jumlah oksigen yang dikonsumsi ikan sangat tergantung pada
laju metabolisme, suhu lingkungan, jumlah volume air dan padat penebaran (Irianto,
2005).
Menurut Kordi dan Tancung (2007), kandungan oksigen terlarut berubah-ubah
dalam siklus harian. Pada pagi hari kandungan oksigen terlarut rendah dan akan
20
semakin tinggi pada siang hari. Sedangkan pada malam hari saat tidak terjadi
fotosintesis, maka konsentrasi oksigen menurun. Jumlah oksigen yang diperlukan
bakteri dalam penguraian bahan organik tergantung dari kosentrasi dan banyaknya
jumlah bahan organik yang terdapat di dalam media. Rendahnya kadar oksigen
terlarut dapat berpengaruh terhadap fungsi biologis dan lambatnya pertumbuhan,
bahkan dapat mengakibatkan kematian.
Menurut Irianto (2005), pada dasarnya konsentrasi oksigen terlarut 5 mg/l
merupakan kandungan kandungan oksigen terlarut yang dianjurkan bagi organisme
perairan. Kandungan oksigen terlarut yang rendah 3-4 mg/l akan menyebabkan ikan
menjadi stres.
2.3.4 TAN (Total Ammonia Nitrogen)
Menurut Kordi dan Tancung (2007), amonia merupakan salah satu limbah
yang berasal dari sisa metabolisme ikan yang terlarut dalam air berupa feses dan
sisa makanan ikan yang tidak termakan dan mengendap didasar perairan. Amonia
merupakan salah satu bentuk nitrogen anorganik yang berbahaya bagi
kelangsungan hidup ikan. Semakin tinggi konsentrasi amonia, maka akan
menghambat proses pertumbuhan ikan. Amonia terdiri dari dua bentuk yaitu
ammonium (NH4+) dan ammoniak yang tidak terionisasi (NH3). Total kedua senyawa
tersebut biasa disebut Total Ammonia Nitrogen (TAN). Sifat toksik pada amonia
dapat membahayakan kualitas air pada media budidaya ikan yang akan
berpengaruh pada pertumbuhan ikan. Salah satu metode yang dapat mencegah
masalah buruknya kualitas air adalah akuaponik dengan kangkung yang berperan
dalam penyerapan limbah.
Amonia pada media budidaya merupakan salah satu penyebab penurunan
kualitas perairan yang dapat berakibat pada kegagalan produksi budidaya ikan.
21
Limbah budidaya ikan yang merupakan hasil aktifitas metabolisme ikan ini banyak
mengandung amonia. Sumber utama amonia dalam air yaitu hasil perombakan
bahan organik, sumber bahan organik yang terbesar dalam budidaya adalah pakan.
Sebagian besar pakan akan digunakan oleh ikan untuk proses pertumbuhan, namun
sebagian lagi akan diekskresikan dalam bentuk kotoran padat dan ammonia terlarut
dalam air (Sulistyono, 2013).
2.3.5 Nitrit
Nitrit (NO2) biasanya ditemukan dalam jumlah yang tidak terlalu banyak pada
perairan alami. Kadar Nitrit (NO2) lebih kecil daripada nitrat (NO3) karena nitrit (NO2)
ini bersifat tidak stabil jika terdapat oksigen. Kadar nitrit (NO2) yang optimum
diperairan yaitu antara 0.,01 – 1,0 mg/liter. Nitrit (NO2) merupakan senyawa yang
dihasilkan oleh suatu proses oksidasi ammonium. Sifat dari nitrit (NO2) ini tidak
stabil pada kondisi aerob (Samsundari, 2013).
Menurut Effendi (2003), nitrit adalah bentuk terionisasi dari asam nitrat
(HNO2). Senyawa nitrit yang berlebih yang terdapat dalam suatu perairan akan
menyebabkan turunnya kemampuan darah organisme perairan untuk mengikat
oksigen. Nitrit ini akan beraksi dengan hemoglobin yang akan menyebabkan
tingginya tingkat kematian dari ikan. Nitrit hasil dari oksidasi ammonia ini juga
merupakan senyawa nitrogen yang dapat membahayakan kehidupan ikan bila
jumlahnya tinggi dalam suatu perairan. Kandungan nitrit dalam suatu perairan
berkisar antara 0,05-0,5 mg/liter. Keberadaan nitrit di dalam perairan
menggambarkan berlangsungnya proses biologi perombakan bahan organik yang
memiliki kadar oksigen terlarut (DO) rendah.
22
2.3.6 Nitrat
Nitrat merupakan senyawa yang sangat mudah larut dalam air dan bersifat
stabil. Senyawa nitrat dihasilkan dari proses oksidasi yang sempurna di perairan.
Nitrifikasi adalah proses oksidasi amonia menjadi ammonium lalu menjadi nitrit dan
nitrat adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen. Nitrat bisa digunakan untuk
mengelompokan tingkat kesuburan perairan (Effendi, 2003).
Senyawa nitrat yaitu senyawa nitrogen yang merupakan senyawa yang
stabil. Senyawa ini bisa berasal dari buangan industri. Secara alamiah kadar nitrat
ini relatif rendah, namun kadar ini bisa menjadi tinggi pada air tanah di daerah-
daerah yang diberi pupuk yang mengandung nitrat. Nitrat ini merupakan zat polutan,
sehingga diperlukan suatu proses dengan tujuan menghilangkan kedua senyawa
tesebut. Maka dari itu setelah proses nitrifikasi, dilanjutkan dengan proses
denitrifikasi, yang merupakan proses yang merubah unsur nitrit dan nitrat menjadi
gas nitrogen (N2). Gas nitrogen (N
2) adalah produk akhir dari proses pengolahan
limbah amonia secara keseluruhan (Marsidi dan Herlambang, 2002).