LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI PERIKANAN ANALISIS ASPEK BIOLOGI BERUPA PERTUMBUHAN, REPRODUKSI, DAN KEBIASAAN MAKAN IKAN LELE (Clarias sp.) Diajukan Untuk Memenuhi Laporan Praktikum Mata Kuliah Biologi Perikanan Disusun Oleh Kelompok 7 Kelas A Nama NPM Lidya Pratiwi 230110120007 Heru Sandra Nurhuda 230110120031 Akbar Rusmana Sahrudin 230110120057 PROGRAM STUDI PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS PADJADJARAN SUMEDANG 2014
68
Embed
Laporan Praktikum Biologi Perikanan 2 - Ikan Lele.docx
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI PERIKANAN
ANALISIS ASPEK BIOLOGI BERUPA PERTUMBUHAN, REPRODUKSI, DAN KEBIASAAN MAKAN IKAN LELE (Clarias sp.)
Diajukan Untuk Memenuhi Laporan Praktikum Mata Kuliah Biologi Perikanan
PROGRAM STUDI PERIKANANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PADJADJARANSUMEDANG
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
karena atas rahmat dan hidayah-Nya, kemudian usaha yang maksimal dari setiap
anggota kelompok, kami dapat menyelesaikan laporan praktikum Mata Kuliah
Biologi Perikanan meskipun dengan segala keterbatasan dalam penulisan laporan
ini.
Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Biologi
Perikanan semester genap tahun ajaran 2013/2014. Laporan ini berisi tentang
pertumbuhan suatu ikan baik panjang dan bobot, identifikasi dan rasio kelamin
ikan, tingkat kematangan gonad ikan, indeks kematangan gonad ikan, fekunditas
telur ikan, diameter telur dan posisi inti telur ikan dan kebiasaan makan ikan.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam pembuatan
laporan selanjutnya. Semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya.
Jatinangor, April 2014
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB
I.
II.
III.
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang1.2. Maksud dan Tujuan Praktikum
TINJAUAN PUSTAKA2.1. Deskripsi Ikan Lele2.1.1. Klasifikasi Ikan Lele2.1.2. Habitat dan Penyebaran Populasi Ikan Lele2.2. Hubungan Panjang dan Berat Pada Ikan2.3. Rasio Kelamin Ikan2.4. Tingkat Kematangan Gonad Ikan2.5. Indeks Kematangan Gonad Ikan2.6. Fekunditas Ikan2.7. Diameter Telur dan Posisi Inti Telur Ikan2.8. Kebiasaan Makan Ikan
METODOLOGI PRAKTIKUM3.1. Tempat dan Waktu3.2. Alat dan Bahan3.2.1. Alat3.2.2. Bahan3.3. Metode Praktikum3.3.1. Hubungan Panjang dan Berat3.3.2. Rasio Kelamin3.3.3. Tingkat Kematangan Gonad3.3.4. Indeks Kematangan Gonad3.3.5. Kebiasaan Makan
Halaman
i
ii
iv
v
vi
12
334567
10111415
19191919202020212121
ii
IV.
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN4.1. Hasil4.1.1. Hasil Pengamatan Pertumbuhan dan Rasio Kelamin
Ikan Lele Kelompok4.1.2. Hasil Pengamatan Reproduksi Ikan Lele Kelompok4.1.3. Hasil Pengamatan Food and Feeding Habits Ikan Lele
Kelompok4.1.4. Hasil Pengamatan Pertumbuhan dan Rasio Kelamin
Ikan Lele Angkatan4.1.5. Hasil Regresi Pertumbuhan Ikan Lele Angkatan4.1.6. Hasil Pengamatan Reproduksi Ikan Lele Angkatan4.1.7. Hasil Pengamatan Food and Feeding Habits Ikan Lele
Angkatan4.2. Pembahasan4.2.1. Pembahasan Pertumbuhan dan Rasio Kelamin Ikan
Lele4.2.2. Pembahasan Reproduksi Ikan Lele4.2.3. Pembahasan Food and Feeding Habits Ikan Lele
PENUTUP5.1. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
22
2222
23
242830
3234
343437
38
39
40
iii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1..2.
3.
4.
Ikan Lele (Clarias sp.)
Persentase Pertumbuhan Ikan Lele
Rasio Kelamin Ikan Lele...................................................
Persentase Tingkat Kematangan Gonad Ikan Lele
3
27
27
31
iv
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Data Kelompok Pertumbuhan dan Rasio Kelamin Kelompok 07
Data Reproduksi Kelompok 07.........................................
Data Food and Feeding Habits Kelompok 07
Data Kelompok Pertumbuhan dan Rasio Kelamin Angkatan
Data Kelas Ukuran Ikan Lele Angkatan
Data Kelas Reproduksi dan Rasio Ikan Lele Angkatan
Data Regresi Pertumbuhan Angkatan...............................
Data Reproduksi Angkatan
Data Kelas Reproduksi dan Rasio Ikan Lele Angkatan
Data Indeks Kematangan Gonad Ikan Lele Jantan Angkatan
Data HSI Ikan Lele Jantan Angkatan
Data Food and Feeding Habits Angkatan
Data Kelas Food and Feeding Habits Ikan Lele Jantan Angkatan
22
22
23
24
26
26
28
30
31
32
32
32
33
v
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1.
2.
3.
4.
Pengukuran Panjang Ikan Lele (Clarias sp.)
Isi Perut Ikan Lele (Clarias sp.)........................................
Saluran Pencernaan Ikan Lele (Clarias sp.)
Gonad Ikan Lele (Clarias sp.)
40
40
40
40
vi
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Biologi perikanan berbeda dengan ikhtiologi atau fisiologi hewan air,
walaupun merupakan cabang ilmu biologi. Dalam biologi perikanan, dipelajari
aspek-aspek biologi ikan dengan tujuan agar orang yang mempelajarinya dapat
memanfaatkan dan mengelola sumbrdya perikanan secara berkelanjutan. Dengan
mempelajari aspek biologi, seseorang akan lebih memahami semberdaya
perikanan dan tidak melihatnya dari segi ekonomi saja. Salah satu aplikasinya,
seseorang dapat mengetahui kapan waktu yang tepat serta berapa banyak jumlah
ikan yang dapat ditangkap dengan terlebih dahulu memahami ruaya serta musim
kawin ikan tersebut. Serta masih banyak lagi contoh-contoh aplikasi yang lain.
Dalam tataran yang lebih luas, seorang ahli biologi perikanan dapat
membuat suatu masukan mengenai pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya
perikanan yang optimal, berdasarkan pemahaman dan risetnya. Masukan ini dapat
diserahkan kepada Pemerintah yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk
membuat keputusan atau aturan terkait. Dengan demikian dapat berkontribusi
dalam pengembangan perikanan di Indonesia. Dalam uji coba laboratorium
praktikum akan diamati berbagai aspek biologi dari Ikan Lele. Pengamatan aspek
tersebut dimulai dari pertumbuhan ikan yang mengamati panjang dan bobot ikan,
selanjutnya dilakukan pengamatan dan perhitungan indeks kematangan gonad
yang didapatkan dengan menghubungkan bobot gonad dengan berat ikan,
kemudian mencari sejauh mana perkembangan gonad Ikan Lele yang diuji coba,
dan terakhir pengamatan dari segi kebiasaan makan ikan dan cara makan Ikan
Lele.
1
2
1.2. Maksud dan Tujuan
Adapun tujuan dilaksanakan praktikum kali ini untuk mengetahui dan
memahami lebih jauh tentang aspek-aspek biologi Ikan Lele, yaitu:
Mengetahui dan memahami serta mengukur pertumbuhan Ikan Lele.
Mengetahui dan menentukan tingkat kematangan gonad Ikan Lele.
Mengetahui serta menentukan indeks kematangan gonad Ikan Lele.
Mengetahui dan dapat menentukan fekunditas Ikan Lele.
Mengetahui, memahami, mengamati hingga dapat menentukan kebiasaan
makan dan makanan Ikan Lele.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deskripsi Ikan Lele
Ikan Lele (Clarias sp.) merupakan salah satu jenis ikan konsumsi air
tawar. Ikan lele termasuk ikan jenis catfish atau kata lain ikan yang memiliki
kumis. Ciri dari ikan lele yaitu bentuk tubuh memanjang dan agak bulat, pada
sirip dada terdapat duri yang keras dan runcing/tajam (patil), warna tubuh belang
dengan kepala pipih dan terdapat kumis serta licin karena tidak memiliki sisik.
Kemudin ikan ini memiliki alat pernafasan tambahan berupa dari modifikasi dari
busur insangnya yaitu arborescent. Dibeberapa daerah ikan lele mempunyai
banyak nama. Antara lain: ikan kalang (Padang), ikan maut (Aceh), ikan sibakut
(Karo), ikan pintet (Banjarmasin), ikan keling (Makassar), ikan lele atau lindi
(Semarang).
2.1.1. Klasifikasi Ikan Lele
Klasifikasi Ikan Lele adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Sub-kingdom : Metazoa
Filum : Chordata
Sub-Filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub-Kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub-ordo : Siluroidea
Famili : Clariidae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias sp.
Nama lokal : Ikan Lele
3
Gambar 1. Ikan Lele (Clarias sp.)Sumber: Dokumen Pribadi
4
2.1.2. Habitat dan Penyebaran Populasi Ikan Lele
Habitat atau lingkungan hidup Ikan Lele ialah semua perairan air tawar, di
sungai yang airnya tidak terlalu deras atau perairan yang tenang seperti danau,
waduk, telaga, rawa serta genangan-genangan kecil. Kolam juga merupakan
lingkungan hidup Ikan Lele. Ikan Lele tidak pernah ditemukan di air payau atau
air asin. Ikan Lele bersifat nokturnal, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada
malam hari. Pada siang hari, Ikan Lele berdiam diri dan berlindung di tempat-
tempat gelap. Di alam Ikan Lele memijah pada musim penghujan.
Ikan Lele mempunyai labirin yang memungkinkan ikan ini mengambil
oksigen pernafasannya dari lumpur yang miskin oksigen, karena itu Ikan Lele
tahan hidup diperairan yang airnya mengandung sedikit oksigen. Ikan Lele ini
relatif tahan terhadap pencemaran bahan-bahan organik. Oleh karena itu Ikan Lele
tahan hidup di air kotor.
Ikan Lele hidup dengan baik di dataran rendah. Bila tempat hidupnya
terlalu dingin, misalnya dibawah 20°C maka pertumbuhannya agak lambat. Di
daerah pegunungan dengan ketinggian diatas 700 meter, pertumbuhan Ikan Lele
kurang begitu baik. Ikan Lele tidak pernah ditemukan hidup di air payau atau asin.
Ikan Lele dapat hidup normal di lingkungan yang memiliki kandungan
oksigen (DO) terlarut 4 ppm dan air yang ideal bagi lele dumbo mempunyai kadar
karbondioksida kurang dari 2 ppm, sebenarnya Ikan Lele akan tumbuh baik jika
dipelihara di air yang cukup bersih, seperti air sungai, mata air, saluran irigasi
ataupun air sumur. Syaratnya air tersebut tidak terpolusi oleh bahan-bahan kimia
seperti detergen, pestisida, karbon atau limbah pabrik. Di lingkungan yang bersih,
perkembangan ikan dan pertumbuhan Ikan Lele akan lebih cepat dan sehat. Ikan
Lele yang asli terdapat di pusat Amerika Utara antara pegunungan Rocky dan
Appalachian, dari Teluk Meksiko utara ke drainase Teluk Hudson. Ikan Lele
adalah ikan aktif yang populer, dan penyebaran secara luas di seluruh Amerika
Utara. Selain sosoknya yang berbeda, lele lokal dan lele dumbo ternyata
juga memiliki perilaku yang berlainan.
5
2.2. Hubungan Panjang dan Berat Pada Ikan
Dalam perhitungan untuk menduga suatu pertumbuhan terdapat dua model
yang dapat digunakan yaitu model yang berhubungan dengan bobot dan model
yang berhubungan dengan panjang (Effendie 1979). Model-model tersebut
menggunakan persamaan matematik untuk menggambarkan suatu pertumbuhan.
Analisis pola pertumbuhan menggunakan data panjang bobot. Persamaan
hubungan panjang bobot ikan yang dihasilkan dari perhitungan dimanfaatkan
untuk menjelaskan pola pertumbuhannya. Bobot dapat dianggap sebagai suatu
fungsi dari panjang. Hubungan panjang bobot ikan sebagai pangkat tiga dari
panjangnya. Dengan kata lain hubungan ini dapat dimanfaatkan untuk menduga
bobot melalui panjang (Effendie 1979).
Effendie (2002) menjelaskan bahwa jika nilai panjang dan bobot diplotkan
dalam suatu gambar maka akan didapatkan persamaan W = a.Lb. Persamaan
tersebut dapat digambarkan dalam bentuk linier dengan logaritma digunakan
persamaan log W = log a + b log L. Yang harus ditentukan dari persamaan
tersebut ialah harga a dan b, sedangkan harga W dan L diketahui. Teknik
perhitungan panjang berat menurut Rousefell dan Everhart (1960) dan Lagler
(1961) secara langsung adalah dengan membuat daftar tersusun dari harga L, log
L, W, log W, log L x log W, dan (log L)2. Apabila N = jumlah ikan yang sedang
dihitung, maka untuk mencari a:
log a=∑ logW ×∑ ¿¿¿¿
Untuk mencari b digunakan rumus:
b=∑ logW −¿¿
Kemudian harga log a dan b masukkan ke dalam rumus:
log W =log a+b log L
Hubungan Panjang Berat:b = 3 (Isometrik), dimana pertumbuhan panjang dan berat seimbangb ≠ 3 (Alometrik); b < 3 = alometrik negatif (berat < panjang)
b > 3 = alometrik positif (berat > panjang)
Hasil analisis hubungan panjang bobot akan menghasilkan suatu nilai
konstanta (b) yaitu harga pangkat yang menunjukkan pola pertumbuhan ikan. Ikan
yang memiliki pola pertumbuhan isometrik (b=3), pertambahan panjangnya
6
seimbang dengan pertambahan bobot. Sebaliknya pada ikan dengan pola
pertumbuhan allometrik (b≠3), pertambahan panjang tidak seimbang dengan
pertambahan bobot. Pola pertumbuhan allometrik positif (b>3) menyatakan
pertambahan bobot lebih cepat dibandingkan pertambahan panjang. Sedangkan
pertumbuhan allometrik negatif (b<3) menyatakan pertambahan panjang lebih
cepat dibandingkan pertambahan bobot.
2.3. Rasio Kelamin Ikan
Berdasarkan dari fungsi reproduksinya, ikan biasa terbagi menjadi dua
yakni jantan dan betina. Melakukan identifikasi jantan dan betina merupakan
sesuatu yang penting, meski pada aplikasinya hal tersebut tidaklah mudah untuk
dilakukan. Sebagian besar jenis ikan tidak menunjukkan perbedaan tubuh luar
antara ikan jantan dan ikan betina. Kondisi tersebut dinamakan dengan
monomorfisme. Pembedaan kedua jenis kelamin ini dilakukan dengan
pembedahan dan melihat ciri seksual primer. Ciri seksual primer ditandai dengan
adanya testis pada ikan jantan dan ovarium pada ikan betina.
Selain identifikasi, perlu diketahui juga perbandingan atau rasio kelamin
ikan secara alamiah di alam. Rasio ini biasanya dinyatakan dalam bentuk
persentase dan juga perbandingan. Lebih jauh, pemahaman mengenai rasio
kelamin ini dapat digunakan untuk pemahaman sifat-sifat alamiah reproduksi
seperti adanya poligami dan poliandri pada ikan, sehingga dapat dibuat langkah-
langkah strategis pengelolaan.
2.4. Tingkat Kematangan Gonad Ikan
Kematangan gonad ikan pada umumnya adalah tahapan pada saat
perkembangan gonad sebelum dan sesudah memijah. Selama proses reproduksi,
7
sebagian energi dipakai untuk perkembangan gonad. Bobot gonad ikan akan
mencapai maksimum sesaat ikan akan memijah kemudian akan menurun dengan
cepat selama proses pemijahan berlangsung sampai selesai. Menurut Effendie
(1997), pertambahan bobot gonad ikan betina pada saat stadium matang gonad
dapat mencapai 10-25% dari bobot tubuh, dan pada ikan jantan 5-10%. Lebih
lanjut dikemukakan bahwa semakin bertambahnya tingkat kematangan gonad,
telur yang ada dalam gonad akan semakin besar
Perkembangan gonad pada ikan betina umumnya disebut dengan istilah
perkembangan ovarium mempunyai tingkat perkembangan sejak masa
pertumbuhan hingga masa reproduksi yang dapat dikategorikan kedalam beberapa
tahapan. Jumlah tahapan tersebut bervariasi bergantung kepada spesies maupun
peneliti yang mengamati perkembangan ovarium tersebut.. Kematangan gonad
pada ikan dicirikan dengan perkembangan diameter rata-rata telur dan pola
distribusi ukuran telurnya (Effendie, 1997)
Penentuan tingkat kematangan gonad sangat penting dilakukan, karena hal
ini dapat berguna untuk mengetahui perbandingan antara gonad yang telah matang
dan stok yang ada di perairan, ukuraan pemijahan, musim pemijahan, dan lama
pemijahan dalam satu siklus. Terdapat dua cara untuk menentukan tingkat
kematangan gonad dari ikan, yaitu :
1. Metode morfologis
Metode ini banyak dilakukan dan relatif lebih mudah, namun tingkat
ketelitian rendah. Pengamatan secara morfologis lebih praktis dilakukan
terutama ketika melakukan penelitian di lapangan karena pada dasarnya
hanya dilakukan pengamatan secara visual terhadap ukuran gonad ikan.
(Mazruoh, 2009)
2. Metode histologis.
Metode ini dilakukan di dalam laboratorium yaitu dengan mengamati
perkembangan gonad melalui fase perkembangan sel. Pengamatan
8
dilakukan dengan membuat preparat histologi gonad dan memfikasasi
dengan formalin 10%. Kemudian dilakukan proses dehidrasi dengan
alkohol bertingkat dan dilakukan proses embedding pada parafin. Setelah
itu dilakukan proses sectioning (pemotongan) dengan ketebalan 3 to 8 μ
thickness dan dilakuan proses pewarnaan (staining) dengan larutan eosin
and hematoxylin.Lalu dituutp (mounting) dengan Canada balsam dan
diamati dibawah mikroskop cahaya. Selanjutnya ditentukan proses
oogenesis dan tingkat kematangan gonad (Mazrouh, 2009).
Faktor-faktor yang mempengaruhi saat pertama kali ikan matang gonad
adalah jenis spesies, umur, ukuran, dan sifat fisiologis ikan. Sedangkan faktor
luarnya adalah suhu, arus, individu lawan jenis, dan tempat memijah yang sesuai.
(Effendie, 1997). Indikator pembagian tahapan kematangan gonad dengan cara
visual (Effendie, 1997):
1. Ukuran gonad dalam menempati rongga badan (kecil, 1/4 bag, 1/2 bag, 3/4
bag atau penuh);
2. Berat gonad segar (ditimbang);
3. Penampakan: warna gonad;
4. Penampakan butiran telor (ovarium) utk ikan betina (opaque,
translucens/ripe/gravid),
5. Ada tidaknya pembuluh darah, dll.
Tingkat kematangan gonad menurut Kesteven (Bagenal dan Braum, 1968)
1. Dara. Organ seksual sangat kecil berdekatan di bawah tulang punggung.
Testis dan ovarium transparan, dari tidak berwarna sampai berwarna abu-
abu. Telur tidak terlihat dengan mata biasa.
2. Dara berkembang. Testis dan ovarium jernih, abu-abu merah. Panjangnya
setengah atau lebih sedikit dari panjang rongga bawah. Telur satu persatu
dapat terlihat dengan kaca pembesar.
9
3. Perkembangan I. Testis dan ovarium bentuknya bulat telur, berwarna
kemerah-merahan dengan pembuluh kapiler. Gonad mengisi kira-kira
setengah ruang ke bagian bawah. Telur dapat terlihat seperti serbuk putih.
4. Perkembangan II. Testis berwarna putih kemerah-merahan. Tidak ada
sperma kalau bagian perut ditekan. Ovarium berwarna oranye kemerah-
merahan. Telur jelas dapat dibedakan, bentuknya bulat telur. Ovarium
mengisi kira-kira dua per tiga ruang bawah.
5. Bunting. Organ seksual mengisi ruang bawah. Testis berwarna putih,
keluar tetesan sperma kalau ditekan perutnya. Telur bentuknya bulat,
beberapa daripadanya jernih dan masak.
6. Mijah. Telur dan sperma keluar dengan sedikit tekanan ke perut.
Kebanyakan telur berwarna jernih dengan beberapa yang berbentuk bulat
telur tinggal di dalam ovarium.
7. Mijah/salin. Gonad belum kosong sama sekali. Tidak ada telur yang bulat
telur.
8. Salin. Testis dan ovarium kosong dan berwarna merah. Beberapa telur
sedang ada dalam keadaan dihisap kembali.
9. Pulih salin. Testis dan ovarium berwarna jernih, abu-abu sampai merah.
Penentuan tingkat kematangan gonad bersifat subjektif, maka sering
terjadi perbedaan tahap tingkat kematangan gonad baik karena perbedaan observer
maupun perbedaan waktu. Sebagai acuan standar, umum digunakan lima tahap
10
tingkat kematangan gonad (Five stage of visual maturity stage for partial
spawning fishes) , yakni:
TKG I (immature, dara);
TKG II (developing, dara berkembang);
TKG III (maturing/ripening, pematangan);
TKG IV (mature/ripe/gravid, matang)
TKG V (spent, salin).
2.5. Indeks Kematangan Gonad Ikan
Peninjauan terhadap perkembangan gonad pada ikan dilakukan dari
berbagai aspek termasuk proses-proses yang terjadi di dalam gonad baik terhadap
individu maupun populasi. Perkembangan gonad merupakan bagian dari
reproduksi sebelum terjadi pemijahan. Dalam proses reproduksi, sebagian besar
hasil metabolisme tertuju untuk perkembangan gonad. Untuk mengetahui
perubahan yang terjadi pada gonad tersebut secara kuantitatif dapat dinyatakan
dengan suatu indeks yang dinamakan indeks kematangan gonad, yaitu nilai dalam
persen sebagai hasil perbandingan antara berat gonad dengan berat tubuh ikan
termasuk gonadnya (Effendi, 2002).
IKG (Indeks Kematangan Gonad) dan GSI (Gonade Somatic Index) yaitu
nilai dalam persen (%) sebagai hasil perbandingan berat gonad dengan berat tubuh
ikan. Pertumbuhan IKG akan sama dengan TKG. IKG akan maksimal pada saat
akan terjadi pemijahan.
IKG=BgBt
×100 %
Dimana : IKG = Indeks kematangan gonad
Bg = Berat gonad ikan dalam gram
Bt = Berat tubuh ikan dalam gram
IKG adalah perbandingan dari berat gonad terhadap tubuh ikan. Nilai IKG
seharusnya bisa dijadikan tingkat kematangan gonad. Peningkatan IKG akan
meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad ikan tersebut
(Affandi, 2001).
11
GI adalah perbandingan antara berat gonad segar (gram) dengan panjang
ikan (mm) dengan perumusan:
GI=W
L3×108
Dimana : GI = Gonad indeks
W = Berat gonad segar dalam gram
L = panjang ikan dalam mm
Harga 108 merupakan suatu faktor agar didapatkan nilai GI mendekati
harga satu sehingga nilai yang diperoleh dapat dibandingkan dengan nilai lainnya.
(Effendi, 1997).
2.6. Fekunditas Ikan
Fekunditas adalah jumlah telur yang terlepas dari ovarium sebelum
berlangsungya pemijahan. Fekunditas ini sangat berpengaruh pada jumlah anak
ikan yang dikeluarkan oleh induk. Pada umumnya fekunditas berhubungan
dengan berat badan, panjang badan, dan ukuran butir telur. Semakin besar ukuran
telur, semakin kecil fekunditasnya. Demikian juga semakin kecil ukuran telur,
maka akan semakin besar pula fekunditasnya. Hal yang juga berpengaruh
terhadap fekunditas adalah cara penjagaan (parental care). Ikan yang memiliki
kebiasaan tidak menjaga telur-telurnya setelah memijah, biasanya memiliki
tingkat fekunditas yang tinggi.
Terdapat beberapa jenis Fekunditas diantaranya :
1. Fekunditas individu yaitu jumlah telur yang dikeluarkan dari generasi
tahun itu dan akan dikeluarkan pada tahun itu pula.
2. Fekuindita relatif yaitu jumlah telur per atuan panjang dan berat.
3. Fekunditas total yaitu jumlah telur yang dihasilkan ikan selama hidupnya.
Fekunditas ikan dapat dihitung denganbeberapa cara yaitu metode jumlah,
metode volumetrik, metode grafimetrik, dan metode Vo Bayer (Effendie, 1979).
Metode jumlah merupakan cara yang paling teliti karena perhitungan telur
dilakukan satu per satu atau secara sensus. Tetapi metode ini hanya cocok
12
diterapkan untuk ikan dengan jumlah telur sedikit. Apabila metode ini digunakan
untuk menghitung telur ikan-ikan dengan jumlah telur banyak, maka telur harus
dikeluarkan dari ovarium, kemudian direndam dalam larutan formalin 10% atau
larutan gislon. Telur dibersihkan dari jaringan yang melekat kemudian dibiarkan
kering di udara dan baru kemudian dilakukan perhitungan.
Metode volumetrik dilakukan dengan cara mengukur volume seluruh telur
dengan cara pemindahan air. Sebagian kecil telur tersebut diambil dan diukur
volume dan jumlah telurnya. Fekunditas dapat dihitung dengan cara sebagai
berikut:
X : x=V : v
Dimana : X = Jumlah telur di dalam gonad yang akan dicari (fekunditas)
x = Jumlah telur dari sebagian kecil gonad (diketahui)
V = Isi (volume) seluruh gonad (diketahui)
v = Isi (volume) sebagian gonad (diketahui)
Metode grafimetrik disebut metode berat. Cara melakukannya sama
seoperti metode volumetrik, tetapi pengukuran volume diganti dengan berat.
Rumusnya adalah
X : x=W : w
Dimana : X = Jumlah telur di dalam gonad yang akan dicari (fekunditas)
x = Jumlah telur dari sebagian kecil gonad (diketahui)
W = Bobot seluruh gonad (diketahui)
w = Bobot sebagian gonad (diketahui)
Metode Von Bayer dilakukan dengan mengukur garis tengah (diameter)
rata-rata telur dan mengukur volume telur keseluruhan lalu dibandingkan dengan
tabel Von Bayer (panjang telur dibagi dengan jumlah telur sama dengan diameter
rata-rata telur). Diameter telur diukur menggunakan alat semacam mistar yang
berskala inci atau milimeter. Sejumlah telur dijajarkan sehingga membentuk
13
panjang tertentu. Diameter rata-rata dari telur tersebut adalah panjang jajara telur.
Cara pengukuran ini dilakukan paling sedikit sebanyak tiga kali.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fekunditas serta hal-hal lain yang
berhubungan dengan hal itu, Nikolsky ( 1969 ) :
1. Sampai umur tertentu fekunditas itu akan bertambah kemudian menurun,
fekunditas relatifnya menurun sebelum terjadi penurunan fekunditas
mutlaknya. Fekunditas relative maksimum terjadi pada golongan ikan
yang muda. Sedangkankan ikan yang sudah tua kadang tidak memijah
setiap tahun
2. Fekunditas mutlak atau relatif sering menjadi kecil pada ikan-ikan atau
kelas umur yang jumlahnya banyak.
3. Kenaikan fekunditas populasi dapat disebabkan oleh kematangan gonad
yang lebih awal dari individu yang tumbuh lebih cepat.
4. Ikan yang bentuknya kecil dengan kematangan gonad yang lebih awal
serta fekunditasnya tinggi mungkin disebabkan oleh kandungan makanan
dan predator dalam jumlah besar.
5. Perbedaan fekunditas diantaranya populasi spesies yang hidup dalam
kondisi lingkungna yang berbeda-beda, bentuk migrant fekunditasnya
lebih besar.
6. Fekunditas disesuaikan secara otomatis melalui metabolism yang
mengadakan reaksi terhadap perubahan persediaan makanan dan
menghsilkan perubahan dalampertumbuhan, seperti ukuran pada umur
tertentu demikian juga ukuran danjumlah telur atau jumlah siklus
pemijahan dalam satu tahun.
7. Fekunditas bertambah dalam mengadakan respon terhadap perbaikan
makanan melalui kematangn gonad yang lebih awal, menanmbah
kemantangn individu pada individu yang lebih gemuk dan mengurangi
antara siklus pemijahan.
14
8. Kualitas telur terutama isi kuning telur berganrung pada umur dan
persediaan makanan dan dapat berbeda dari satu populasi ke populasi yang
lain.
2.7. Diameter Telur dan Posisi Inti Telur Ikan
Mengetahui diameter dan posisi inti telur sangatlah penting untuk
dilakukan. Besar diameter telur dan pengamatan posisi inti dapat digunakan
sebagai pertimbangan penentuan tingkat kematangan gonad. Telur yang sudah
matang cenderung memiliki diameter yang besar. Pada telur yang sudah matang,
posisi inti telur cenderung berada pada salah satu kutub dari telur dan tidak berada
di tengah. Selain itu biasanya diameter telur dapat dihubungkan dengan perkiraan
nilai fekunditas, pada ikan-ikan yang memiliki telur yang besar fekunditasnya
biasanya cenderung kecil.
2.8. Kebiasaan Makan Ikan
Setiap hewan membutuhkan energi untuk pertumbuhan, pemeliharaan dan
juga reproduksi, energi tersebut berasal oleh makanan. Pada dasarnya, organisme
yang baru lahir akan menerima makanan dari induknya, namun selanjutnya akan
15
diupayakan oleh organisme itu sendiri (Nikolsky, 1963). Makanan adalah segala
sesuatu yang dapat dimakan dan diserap oleh ikan sehingga dapat digunakan
untuk menjalankan metabolisme tubuhnya. Kebiasaan makanan (food habit) ikan
penting diketahui, karena pengetahuan ini memberikan petunjuk tentang pakan,
dan selera organisme terhadap makanan. Food habit memiliki arti yang berbeda
dengan feeding habits, karena keduanya sering disamakan dalam hal definisi.
Food habits mencakup kualitas dan kuantitas makanan yang dimakan ikan,
sementara feeding habits mencakup cara ikan dalam mendapatkan makanan.
Kebiasaan makanan dan cara memakan ikan itu secara alami tergantung kepada
lingkungan itu hidup (Kurniasari, 2011).
Menurut (Effendie, 1997) kebiasaan makanan adalah jenis, kuantitas dan
kualitas makanan yang dimakan oleh ikan. Makanan alami ikan berasal dari
berbagai kelompok tumbuhan dan hewan yang berada di perairan tersebut (Lagler,
1972). Suatu spesies ikan di alam memiliki hubungan yang sangat erat dengan
keberadaan makanannya. Ketersediaan makanan merupakan faktor yang
menentukan dinamika populasi, pertumbuhan, reproduksi, serta kondisi ikan yang
ada di suatu perairan. Beberapa faktor makanan yang berhubungan dengan
populasi tersebut yaitu jumlah dan kualitas makanan yang tersedia, akses terhadap
makanan, dan lama masa pengambilan makanan oleh ikan dalam populasi
tersebut. Adanya makanan di perairan selain terpengaruh oleh kondisi biotik
seperti di atas ditentukan pula oleh kondisi lingkungan seperti suhu, cahaya, ruang
dan luas permukaan.
Jenis-jenis makanan yang dimakan suatu spesies ikan biasanya tergantung
pada kesukaan terhadap jenis makanan tertentu, ukuran dan umur ikan, musim
serta habitat hidupnya. Tidak semua jenis makanan yang tersedia di sekitarnya
dimakan dan dapat dicerna dengan baik oleh ikan. Faktor-faktor yang menentukan
dimakan atau tidaknya suatu jenis organisme makanan oleh ikan antara lain:
16
ukuran makanan, ketersediaan makanan, warna terlihatnya makanan, dan selera
ikan terhadap makanan. Sedangkan jumlah makanan yang dibutuhkan oleh suatu
spesies ikan tergantung kepada kebiasaan makanan, kelimpahan makanan, nilai
konversi makanan, serta suhu air, juga kondisi umum dari spesies ikan tersebut
(Beckman, 1962 dalam Asyarah, 2006). Berdasarkan jumlah variasi makanan,
ikan dapat dibagi menjadi:
1. Euryphagic adalah ikan pemakan bermacam-macam makanan.
2. Stenophagic adalah ikan pemakan makanan yang macamnya sedikit atau
sempit.
3. Monophagic adalah ikan yang makanannya terdiri dari satu macam
makanan.
Menurut (Effendie, 1997) Kebiasaan cara makan ikan adalah cara ikan
mendapatkan makanannya. Kebanyakan cara ikan mencari makanan dengan
menggunakan mata. Penciuman dan persentuhan digunakan juga untuk mencari
makanan terutama oleh ikan pemakan dasar dalam perairan yang kekurangan
cahaya atau dalam perairan keruh. Ikan yang menggunakan mata dalam mencari
makanan akan mengukur apakah makanan itu cocok atau tidak untuk ukuran
mulutnya. Tetapi ikan yang menggunakan penciuman dan persentuhan tidak
melakukan pengukuran, melainkan kalau makanan sudah masuk mulut akan
diterima atau ditolak. Aktivitas mencari makan pada ikan pada alam bebas
merupakan pekerjaan harian yang rutin dimana makanan tadi diketahui oleh ikan
dengan cara penglihatan, perabaan, penciuman. Makanan yang tersedia di alam
dimanfaatkan oleh ikan biasanya dapat diketahui dengan mengambil contoh
makanan yang ada pada lambungnya dan dilengkapi dengan daftar diet harian
yang diambil ikan berbagai umur dan ukuran.
Mengenai feeding habits yaitu kebiasaan cara memakan pada ikan sering
kali di hubungkan dengan bentuk tubuh yang khusus dan fungsional morfologi
dari tengkoraknya, rahang dan alat pencernaan makanannya. Jadi ikan herbivora
secara sederhana dapat dinyatakan bahwa ikan tersebut tidak mempunyai
kemampuan untuk memakan dan mencerna material lain selain tumbuhan. Oleh
17
karena itu, ikan pemakan tumbuhan cenderung memakan material tumbuhan yang
lambat dicerna. Ikan herbivora ini harus dapat mengekstraksi nutrisi melalui
ususnya yang panjang. Jadi usus ini berfungsi sebagai penahan makanan dalam
jumlah besar dalam waktu yang lama untuk mendapat kesempatan penggunaan
penuh material makanan yang sudah dicerna. Secara kontras ikan karnivora
mempunyai usus yang lebih pendek khusus. Beberapa garis besar morfologi
macam-macam ikan yang berbeda kebiasaan makanannya:
a. Ikan herbivora
Tidak mempunyai gigi dan mempunyai tapis insang yang lembut dapat
menyaring phytoplankton dari air. Ikan ini tidak mempunyai lambung
yang benar yaiut bagian usus yang mempunyai jaringan otot kuat,
mengekresikan asam, mudah mengembang, terdapat di bagian muka alat