BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laringitis merupakan suatu proses inflamasi pada laring yang dapat terjadi, baik akut maupun kronik. Laringitis akut biasanya terjadi mendadak dan berlangsung dalam kurun waktu kurang lebih 3 minggu. Bila gejala telah lebih dari 3 minggu dinamakan laringitis kronis. 1 Salah satu bentuk laringitis kronis spesifik adalah laringitis tuberkulosis. Laringitis tuberkulosis adalah proses inflamasi pada mukosa pita suara dan laring yang terjadi dalam jangka waktu lama yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosa. 1,2 Laringitis tuberkulosis merupakan peradangan yang hampir selalu akibat tuberkulosis paru aktif. Dulu, dinyatakan bahwa penyakit ini sering terjadi pada kelompok umur usia muda, yaitu 20-40 tahun. Namun dalam 20 tahun belakangan ini, insidensinya meningkat pada penduduk yang berumur lebih dari 60 tahun dan lebih sering terjadi pada laki-laki, terutama pasien-pasien dengan keadaan ekonomi dan kesehatan buruk, banyak di antaranya adalah peminum alkohol. 1 Di Indonesia, belum terdapat publikasi data epidemiologi laringitis tuberkulosis yang mencakup skala nasional. Penelitian
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Laringitis merupakan suatu proses inflamasi pada laring yang dapat terjadi, baik akut
maupun kronik. Laringitis akut biasanya terjadi mendadak dan berlangsung dalam kurun waktu
kurang lebih 3 minggu. Bila gejala telah lebih dari 3 minggu dinamakan laringitis kronis.1
Salah satu bentuk laringitis kronis spesifik adalah laringitis tuberkulosis. Laringitis
tuberkulosis adalah proses inflamasi pada mukosa pita suara dan laring yang terjadi dalam
jangka waktu lama yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosa. 1,2
Laringitis tuberkulosis merupakan peradangan yang hampir selalu akibat tuberkulosis paru aktif. Dulu,
dinyatakan bahwa penyakit ini sering terjadi pada kelompok umur usia muda, yaitu 20-40 tahun.
Namun dalam 20 tahun belakangan ini, insidensinya meningkat pada penduduk yang berumur
lebih dari 60 tahun dan lebih sering terjadi pada laki-laki, terutama pasien-pasien dengan
keadaan ekonomi dan kesehatan buruk, banyak di antaranya adalah peminum alkohol.1
Di Indonesia, belum terdapat publikasi data epidemiologi laringitis tuberkulosis yang
mencakup skala nasional. Penelitian oleh Purnanta (2005) di RSUP Dr. Sarjito Yogyakarta
menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 5 tahun (Januari 2000-Desember 2004) didapatkan 15
pasien dengan diagnosis laringitis tuberkulosis. Insidensi terbanyak adalah pada kelompok umur
60-69 tahun (30%). Sedangkan perbandingan pasien menurut jenis kelamin lebih banyak diderita
pasien laki laki yaitu 55% dibandingkan pasien perempuan sebesar 45%.3
Deteksi dini laringitis tuberkulosis sangat mempengaruhi prognosis pasien, oleh sebab itu
tenaga kesehatan diharapkan dapat memiliki pengetahuan mengenai penyakit ini.
1.2 Batasan Masalah
Pembahasan referat ini dibatasi pada anatomi laring, fisiologi laring, defenisi laringitis
tuberkulosis, etiologi, epidemiologi, patogenesis, gejala klinis, diagnosis, penatalaksanaan, dan
prognosisnya.
1.3 Tujuan Penulisan
Referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman tentang laringitis
tuberkulosis.
1.4 Metode Penulisan
Referat ini merupakan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Laring2
Laring merupakan bagian terbawah saluran napas bagian atas. Bentuknya menyerupai
limas segitiga terpancung dengan bagian atas lebih besar dari pada bagian bawah. Batas atas
laring adalah aditus laring, sedangkan batas bawahnya ialah batas kaudal kartilago krikoid.
Gambar 1. Potongan sagital kepala dan leher
Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hioid berbentuk seperti
huruf U, yang permukaan atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula dan tengkorak oleh
tendo dan otot-otot. Sewaktu menelan, otot-otot ini akan menyebabkan laring tertarik ke atas,
sedangkan bila laring diam, maka otot-otot ini bekerja untuk membuka mulut dan membantu
menggerakkan lidah.
Gambar 2. Tulang dan tulang rawan penyusun laring
Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglotis, kartilago tiroid, kartilago
krikoid, kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago kuneiformis dan kartilago tritisea.
Kartilago krikoid dihubungkan dengan kartilago tiroid oleh ligamentum krikotiroid.
Bentuk kartilago krikoid berupa lingkaran.
Terdapat 2 buah (sepasang) kartilago aritenoid yang terletak dekat permukaan belakang
laring, membentuk sendi dengan kartilago krikoid, disebut artikulasi krikoaritenoid. Sepasang
kartilago kornikulata (kiri dan kanan) melekat pada kartilago aritenoid di daerah apeks,
sedangkan sepasang kartilago kuneiformis terdapat di dalam lipatan ariepiglotik, dan kartilago
tritisea terletak di dalam ligamentum hiotiroid lateral.
Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum seratokrikoid (anterior,
lateral, dan posterior), ligamentum krikotiroid medial, ligamentum krikotiroid posterior,