BAB I Pendahuluan Laringitis merupakan peradangan yang terjadi pada pita suara (laring) yang dapat menyebabkan suara parau. Pada peradangan ini seluruh mukosa laring hiperemis dan menebal, kadang-kadang pada pemeriksaan patologik terdapat metaplasi skuamosa. Laringitis ialah pembengkakan dari membran mukosa laring. Pembengkakan ini melibatkan pita suara yang memicu terjadinya suara parau hingga hilangnya suara. Laringitis kronik adalah proses inflamasi pada mukosa pita suara dan laring yang terjadi dalam jangka waktu lama. Infeksi pada laring dapat dibagi menjadi laringitis akut dan laringitis kronis, infeksi maupun non infeksi, inflamasi lokal maupun sistemik yang melibatkan laring. Laringitis akut biasanya terjadi mendadak dan berlangsung dalam kurun waktu kurang dari 7 hari dan biasanya muncul dengan gejala yang lebih dominan seperti gangguan pernafasan dan demam. Laringitis kronis biasanya terjadi bertahap dan telah bermanifestasi beberapa 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
Pendahuluan
Laringitis merupakan peradangan yang terjadi pada pita suara (laring) yang dapat
menyebabkan suara parau. Pada peradangan ini seluruh mukosa laring hiperemis dan
menebal, kadang-kadang pada pemeriksaan patologik terdapat metaplasi skuamosa. Laringitis
ialah pembengkakan dari membran mukosa laring. Pembengkakan ini melibatkan pita suara
yang memicu terjadinya suara parau hingga hilangnya suara. Laringitis kronik adalah proses
inflamasi pada mukosa pita suara dan laring yang terjadi dalam jangka waktu lama. Infeksi
pada laring dapat dibagi menjadi laringitis akut dan laringitis kronis, infeksi maupun non
infeksi, inflamasi lokal maupun sistemik yang melibatkan laring. Laringitis akut biasanya
terjadi mendadak dan berlangsung dalam kurun waktu kurang dari 7 hari dan biasanya
muncul dengan gejala yang lebih dominan seperti gangguan pernafasan dan demam.
Laringitis kronis biasanya terjadi bertahap dan telah bermanifestasi beberapa minggu. Dalam
referrat ini akan dibahas lebih lanjut mengenai laringitis kronis dan upaya penanganannya.(10)
1
BAB II
Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Laring
EMBRIOLOGI(2)
Faring, laring, trakea dan paru merupakan derivat foregut embrional yang
terbentuk sekitar 18 hari setelah terjadi konsepsi. Tidak lama sesudahnya terbentuk alur
faring median yang berisi petunjuk-petunjuk pertama sistem pernafasan dan benih laring.
Sulkus atau alur laringotrakeal mulai nyata sekitar hari ke 21 kehidupan embrio. Perluasan
alur ke kaudal merupakan primaordial paru. Alur menjadi lebih dalam dan berbentuk kantung
dan kemudian menjadi dua lobus pada hari ke 27 atau 28. Bangian yang paling proksimal dari
tuba akan menjadi laring. Pembesaran aritenoid dan lamina epitelial dapat dikenali pada hari
ke 33. Sedangkan kartilago, otot, dan sebagian besar pita suara terbentuk dalam 3-4 minggu
berikutnya.
Hanya kartilago epiglotis yang tidak terbentuk hingga masa midfetal. Banyak
struktur merupakan derivat aparatus brankialis.
ANATOMI(2)
Laring berada di depan dan sejajar dengan vetebre cervical 4 sampai 6, bagian atasnya
yang aka melanjutkan ke faring berbentuk seperti bentuk limas segitiga dan bagian bawahnya
yg akan melanjutkan ke trakea berbentuk seperti sirkular.
Laring dibentuk oleh sebuah tulang yaitu tulang hioid di bagian atas dan beberapa
tulang rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf ‘U’, yang permukaan atasnya
dihubungkan dengan lidah, mandibula, dan tengkorak oleh tendon dan otot-otot. Saat
menelan, konstraksi otot-otot (M.sternohioid dan M.Tirohioid) ini akan menyebabkan laring
2
tertarik ke atas, sedangkan bila laring diam, maka otot-otot ini bekerja untuk membantu
menggerakan lidah.
Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago tiroid, krikoid, aritenoid,
kornikulata, kuneiform, dan epiglotis. Kartilago tiroid, merupakan tulang rawan laring yang
terbesar, terdiri dari dua lamina yang bersatu di bagian depan dan mengembang ke arah
belakang. Tulang rawan ini berbentuk seperti kapal, bagian depannya mengalami penonjolan
membentuk “adam’s apple” dan di dalam tulang rawan ini terdapat pita suara, dihubungkan
dengan kartilago krikoid oleh ligamentum krikotiroid.
Kartilago krikoid terbentuk dari kartilago hialin yang berada tepat dibawah kartilago
tiroid berbentuk seperti cincin signet, pada orang dewasa kartilago krikoid terletak setinggi
dengan vetebra C6 sampai C7 dan pada anak-anak setinggi vetebra C3 sampai C4. Kartilago
aritenoid mempunyai ukuran yang lebih kecil, bertanggung jawab untuk membuka dan
menutup laring, berbentuk seperti piramid, terdapat 2 buah (sepasang) yang terletak dekat
permukaan belakang laring dan membentuk sendi dengan kartilago krikoid, sendi ini disebut
artikulasi krikoaritenoid
Sepasang kartilago kornikulata atau bisa disebut kartilago santorini melekat pada
kartilago aritenoid di daerah apeks dan berada di dalam lipatan ariepiglotik. Sepasang
kartilago kuneiformis atau bisa disebut kartilago wrisberg terdapat di dalam lipatan
ariepiglotik , kartilago kornikulata dan kuneiformis berperan dalam rigiditas dari lipatan
ariepiglotik. Sedangkan kartilago tritisea terletak di dalam ligamentum hiotiroid lateral.
3
Gambar anatomi laring(11)
Epiglotis merupakan Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang
dasar lidah. Epiglottis ini melekat pada bagian belakang kartilago thyroidea. Plica
aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis menuju cartilago arytenoidea,
membentuk batas jalan masuk laring.
Membrana mukosa di Laring sebagian besar dilapisi oleh epitel respiratorius,
terdiridari sel-sel silinder yang bersilia. Plica vocalis dilapisi oleh epitel skuamosa.
Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang terletak di atas
ligamenturn vocale, dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian dalam kartilago thyroidea
di bagian depan dan cartilago arytenoidea di bagian belakang. Plica vocalis palsu adalah dua
lipatan membrana mukosa tepat di atas plica vocalis sejati. Bagian ini tidak terlibat dalarn
produksi suara.
4
Gambar pita suara(12)
Pada laring terdapat 2 buah sendi, yaitu artikulasi krikotiroid dan artikulasi
krikoaritenoid. Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum
seratokrikoid (anterior, lateral, dan posterior ), ligamentum krikotiroid medial, ligamentum
Disebabkan oleh kuman treponema palidum, sudah sangat jarang dijumpai pada bayi
ataupun orang dewasa. laring tidak pernah terinfeksi pada stadium pertama sifilis. Pada
stadium kedua, laring terinfeksi dengan tanda-tanda adanya edema yang hebat dan lesi
mukosa berwarna keabu-abuan. Sumbatan jalan nafas dapat terjadi karena adanya
pembengkakan mukosa. Pada stadium ketiga, terbentuknya guma yang nanti akan pecah dan
menimbulkan ulcerasi, perikondritis dan fibrosis.
Gejala klinis yang ditemukan adalah suara parau dan batuk yang kronis. Disfagia
timbul bila gumma terdapat dekat introitus esofagus. Pada penyakit ini, pasien tidak
merasakan nyeri, mengingat kuman ini juga menyerang saraf-saraf di perifer.
Pada pemeriksaan, bila guma pecah, maka ditemukan ulkus yang sangat dalam,
bertepi dengan dasar yang keras, berwarna merah tua serta mengeluarkan eksudat yang
berwarna kekuningan. Ulkus ini tidak menyebabkan nyeri dan menjalar sagat cepat, sehingga
bila tidak terbentuk proses ini akan menjadi perikondritis.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan tes serologi (RPR,VDRL, dan FTA-ABS) dan
biopsi.
Penatalaksanaan dengen pemberian antibiotika golongan penicilin dosis tinggi,
pengengkatan sekuester, bila terdapat sumbatan laring karena stenosis dapat dilakukan
trakeostomi dan operasi rekonstruksi(8)
Prognosis pada penyakit ini kurang bagus pada gumma yang sudah pecah, karena
menyebabkan destruksi pada kartilago dan bersifat permanen
19
BAB IV
KESIMPULAN
Banyak penyakit infeksi pada laring yang dapat berakibat sumbatan pada jalur
pernafasan, maka dari itu penyakit-penyakit ini harus cepat terdiagnosa dengan cara
melakukan pemeriksaan-pemeriksaan yang tepat, termasuk pemeriksaan penunjang dan
laboratorium untuk mencegah komplikasi- komplikasi dari sumbatan tersebut termasuk
kematian.
Manifestasi klinis laringitis sangat tergantung pada beberapa faktor seperti sebabnya,
besarnya edema jaringan, regio laring yang terlibat secara primer dan usia pasien. Pasien
biasanya datang dengan berbagai macam keluhan seperti rasa tidak nyaman pada tenggorok,
batuk, perubahan kualitas suara, disfagia, odinofagia, batuk, kesulitan bernafas dan juga
stridor.
Diagnosa laringitis kronis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan diberikan sesuai dengan etiologi yang mendasari.
Biasanya disebabkan oleh iritasi asap rokok, sehingga pasien diminta untuk berhenti merokok
dan menghindari asap rokok disekitarnya.
Prognosis dapat ditentukan berdasarkan stadium atau keparahan penyakit, diagnosa
dini, dan tepatnya penatalaksanaan.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Roezin A. Sistem Aliran Limfa Leher.Dalam:Soepardi EA. Buku Ajar llmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher.Edisi ke-6. Jakarta. Balai Penerbit FKUI . 2007. h. 174-177.
2. Cohen James . Anatomi dan Fisiologi laring. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi
ke-6. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran.EGC. 1997. h. 369-376
3. Lee KJ. Essential Otolaryngology. Head and Neck Surgery, 6th ed. Appleton & Lange
Stamfort,Connecticut P.
4. Hermani B, Abdurrachman H, Cahyono A. Kelainan Laring.Dalam: Soepardi
EA. Buku Ajar llmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher.Edisi ke-
6. Jakarta. Balai Penerbit FKUI . 2007.h. 237-242
5. Berlliti S, Omidi M. Chronic Laryngitis, Infectious or Allergic. Didapatkan dari url :
http://www.emedicine.com/ent/topics354.htm . Diunduh pada tanggal 20 Agustus