-
SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT
KESEHATAN
DEPARTEMEN KESEHATAN R.I Assalamualaikum Warokhmatullahi
Wabarokatuh Pertama-tama marilah kita memanjatkan puji syukur
kehadirat Allah SWT karena
atas limpahan rahmat hidayah dan karunia-Nya, Pedoman
Pengelolaan Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan Kabupaten/Kota dapat
diselesaikan sesuai
dengan rencana.
Proses penyusunan pedoman pengelolaan ini telah melibatkan
beberapa Unit
Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dari beberapa
Kabupaten/Kota
maupun Propinsi.
Dengan telah disusunnya Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan
Perbekalan
Kesehatan ini, diharapkan pengelolaan obat publik dan perbekalan
kesehatan di
Kabupaten/Kota menjadi lebih terarah dan dapat dijadikan dasar
untuk
menyamakan gerak dan langkah dalam memberdayakan Institusi
Pengelola Obat
di Kabupaten/Kota, sehingga Pengelola Obat di Kabupaten/Kota
dapat menjamin
ketersediaan obat yang bermutu di Unit Pelayanan Kesehatan
Dasar.
Adanya perubahan besar dalam ketatanegaraan kita yaitu dengan
adanya UU
Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25
tahun
1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Daerah,
Sistem Pengelolaan Obat di Kabupaten/Kota yang telah berjalan
dengan baik
harus tetap dipertahankan. Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan
Perbekalan
Kesehatan ini merupakan salah satu upaya merespon perubahan yang
terjadi.
-
Kami berharap dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri
Kesehatan nomor
1426/SK/Menkes/SK/XI/2002 tentang Pedoman Pengelolaan Obat
Publik dan
Perbekalan Kesehatan ini, maka komitmen semua pihak akan dapat
terus
meningkatkan Pengelolaan Obat di Unit Pelayanan Kesehatan Dasar
dalam
menghadapi berbagai kendala dimasa transisi penerapan Otonomi
Daerah.
Akhirnya kami menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada
semua
pihak atas bantuan dan perhatian yang telah diberikan dalam
penyusunan
Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
ini.
Jakarta, November 2002 Direktur Jenderal
Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Drs. Holid Djahari, MM, Apt NIP. 140024279
-
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
rakhmat dan karunia Nya, buku Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan telah dapat diselesaikan sesuai rencana.
Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ini
disusun untuk memberikan kejelasan bagi pengelolaan obat dan
perbekalan kesehatan di Propinsi/Kabupaten/Kota. Buku Pedoman ini
digunakan sebagai acuan bagi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan di Propinsi/Kabupaten/Kota maupun Pusat dalam proses
pelaksanaan Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Kami
menyampaikan penghargaan yang tinggi dan ucapan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penyusunan Buku
Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
Jakarta, Nopember 2002 Direktur Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan
Drs. Bahron Arifin,Apt NIP. 140 149 674
i
-
Lampiran : Keputusan Menteri Kesehatan R.I Nomor :
/Menkes/SK/XI/2005 Tanggal :
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Otonomi Daerah
Penerapan Undang - Undang nomor 32 tahun 2004 tentang
Otononomi
daerah membawa implilkasi terhadap organisasi kesehatan di
Pusat,
Provinsi, maupun Kabupaten/Kota. Demikian pula halnya dengan
organisasi pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan,
bila
sebelumnya di seluruh Kabupaten/Kota terdapat Gudang Farmasi,
maka
dengan diserahkannya Gudang Farmasi kepada pemerintah
daerah,
organisasi tersebut tidak selalu eksis di setiap Kabupaten/Kota.
Untuk
Kabupaten/Kota yang masih mempertahankan Gudang Farmasi
Kabupaten (GFK) dengan segala implikasinya, minimal pengelolaan
obat
berjalan sebagaimana semula. Dalam artian ada penanggung
jawab,
personal terlatih, sistem pengelolaan obat dan juga sarana baik
gedung,
komputer maupun kendaraan roda empat. Berbeda dengan
Kabupaten/Kota yang melikuidasi Gudang Farmasi, kemungkinan
pengelolaan obat tidak berjalan sebagaimana mestinya relatif
besar,
karena personal terlatih di pindah tugaskan atau sarana
diubah
peruntukannya. Demikian pula halnya dengan mekanisme
pengelolaan
obat yang telah dibina bertahun-tahun dirubah tidak sesuai
dengan
standar yang berlaku. Selain kemungkinan tersebut, ada
alternatif lain
-
yang bahkan menjadi lebih baik seperti : bila semula ada UPTD
Farmasi
dan Gudang Farmasi dijadikan satu wadah, sarana (gedung
dsb),
personal dan mekanisme pengelolaan obat, ada pelatihan lanjutan
bagi
petugas terlatih dan sebagainya. Adanya Otonomi daerah
membuka
berbagai peluang terjadi perubahan yang sangat mendasar di
masing-
masing Kabupaten/Kota dalam melaksanakan pengelolaan obat.
2. Kebutuhan setiap daerah yang berbeda.
Keberadaan Gudang Farmasi di Kabupaten/Kota yang sifatnya
seragam
di seluruh Indonesia pada dasarnya untuk menjamin pengelolaan
obat
publik dan perbekalan kesehatan khususnya dipelayanan
kesehatan
dasar, dapat menjamin ketersediaan obat dan aksesibilitas
publik
terhadap obat. Akan tetapi organisasi yang seragam mungkin di
era
otonomi daerah dianggap tidak cocok lagi mengingat
masing-masing
daerah mempunyai kebutuhan lokal spesifik yang berbeda antara
satu
Kabupaten/Kota dengan yang lainnya. Sehingga perubahan
organisasi
pengelolaan obat banyak dilakukan oleh masing-masing
Kabupaten/Kota
maupun Provinsi.
Kebutuhan dimaksud misalnya adalah pengelolaan obat publik
tidak
hanya mencakup pelayanan kesehatan dasar tetapi termasuk
juga
pelayanan rujukan. Disisi lain ada keterbatasan tenaga apoteker
terlatih,
sementara ada keinginan terciptanya pengelolaan obat yg efektif
dan
efisien. Maka pengembangan organisasi membutuhkan cukup
banyak
apoteker dan asisten apoteker. Ditempat lain mungkin
keberadaan
Gudang Farmasi sudah dianggap memadai untuk mengelola obat
publik
dan perbekalan kesehatan yang ada di wilayahnya.
3. Obat dan perbekalan kesehatan penunjang vital pelayanan
kesehatan
-
Obat merupakan komponen esensial dari suatu pelayanan
kesehatan,
selain itu karena obat sudah merupakan kebutuhan masyarakat,
maka
persepsi masyarakat tentang hasil dari pelayanan kesehatan
adalah
menerima obat setelah berkunjung ke sarana kesehatan, yaitu
Puskesmas, Poliklinik, Rumah Sakit, Dokter praktek swasta dan
lain -
lain.
Bila di umpamakan tenaga medis adalah tentara yang sedang
berperang
di medan tempur, maka obat adalah amunisi yang mutlak harus
dimiliki
untuk mengalahkan musuh-musuhnya. Oleh karena vitalnya obat
dalam
pelayanan kesehatan, maka pengelolaan yang benar, efisien dan
efektif
sangat diperlukan oleh petugas di
Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota.
4. Biaya penyediaan obat yang cukup besar.
Menurut WHO (1996) belanja obat merupakan bagian terbesar
dari
anggaran kesehatan. Di beberapa negara maju biaya obat ini
berkisar
antara 10-15 % dari anggaran kesehatan, sementara di negara
berkembang biaya ini lebih besar lagi antara 35-66 %, misalnya
:
Thailand 35 % , Indonesia, 39 %, Cina 45 % dan Mali 66 %.
Tanggung
jawab pengadaan obat esensial untuk pelayanan kesehatan dasar
bukan
lagi menjadi tanggung jawab pemerintah pusat akan tetapi
menjadi
tanggung jawab pemerintah daerah Provinsi/Kabupaten/Kota.
Melihat
data tersebut, maka pemerintah khususnya pemerintah daerah
Provinsi/Kabupaten/Kota akan merasakan beban yang sangat
besar
terhadap APBD/DAU setiap tahunnya.
Untuk menjamin ketersediaan obat di pelayanan kesehatan dan
juga
menjaga citra pelayanan kesehatan itu sendiri, maka sangatlah
penting
menjamin ketersediaan dana yang cukup untuk pengadaan obat
esensial, namun lebih penting lagi dalam mengelola dana
penyediaan
obat secara efektif dan efisien.
-
5. Dana obat yang harus diperjuangkan.
Penerapan Undang Undang Otonomi dan Perimbangan Keuangan
Pusat
dan Daerah membawa perubahan kepada mekanisme pengalokasian
dana, bukan hanya di sektor Kesehatan tetapi terjadi di semua
sektor.
Pada era sebelum otonomi daerah alokasi dana pembangunan
langsung
disediakan untuk masing-masing sektor dan selanjutnya dibagikan
ke
Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pada saat ini pengalokasian dana
dari
Pemerintah Pusat dilakukan melalui mekanisme DAU, DAK dan
Dana
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Dana alokasi
pembangunan
kesehatan termasuk didalamnya dana alokasi obat termasuk
kedalam
Dana Alokasi Umum. Perubahan yang demikian mendasar belum
banyak
diantisipasi oleh manager kesehatan di
Provinsi/Kabupaten/Kota
termasuk pula oleh pengelola obat publik dan perbekalan
kesehatan.
Kondisi seperti ini bukan berarti kesalahan pengelola obat
publik dan
perbekalan kesehatan di daerah, tetapi memang sebelumnya
tidak
pernah dipersiapkan. Ketrampilan yang sangat menunjang dalam
melakukan pengajuan kebutuhan alokasi dana obat di DAU antara
lain:
kemampuan negosiasi, kemampuan mengolah data penggunaan obat
dari aspek ekonomi, kemampuan advokasi dan lain sebagainya.
Ketrampilan tersebut sangat diperlukan mengingat ada
sebahagian
pengambil keputusan di daerah yang beranggapan bahwa sektor
kesehatan adalah sektor yang hanya menghabiskan uang, atau
menjadikan unit pelayanan kesehatan sebagai salah satu
revenue
center bagi daerah. Padahal perlu diketahui bahwa kesehatan
merupakan suatu investasi di masa mendatang.
-
B. Tujuan
1. Umum
Tersedianya Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan di Provinsi/ Kabupaten/ Kota
2. Khusus
Adanya keseragaman pelaksanaan tugas pengelolaan obat publik
dan
perbekalan kesehatan di Provinsi/Kabupaten/Kota secara efektif
dan
efisien, antara lain :
a. Terlaksananya perencanaan dan pengadaan kebutuhan obat
yang
efektif dan efisien
b. Terlaksananya penyimpanan dan distribusi obat yang merata
dan
teratur secara tepat jumlah, waktu dan tempat dengan masa
tunggu
yang pendek.
c. Terlaksananya pengendalian persediaan obat publik dan
perbekalan
kesehatan di Provinsi/ Kabupaten/ Kota secara berdayaguna
dan
berhasil guna.
d. Terjaminnya mutu, keabsahan dan ketepatan obat serta
kerasionalan
penggunaan obat.
e. Peningkatan pemanfaatan informasi pengelolaan obat publik
dan
perbekalan kesehatan untuk perencanaan kebutuhan obat di
Provinsi/Kabupaten/Kota.
C. Batasan
Dengan diberlakukannya Otonomi Daerah, masing masing daerah
Provinsi/ Kabupaten/ Kota mempunyai struktur organisasi dan
kebijakan
sendiri dalam pegelolaan obat dan perbekalan kesehatan, sehingga
dalam
buku ini Organisasi Pengelola Obat di Provinsi/Kabupaten/Kota
disebut
-
dengan Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
(UPOPPK) di
Provinsi/ Kabupaten/ Kota.
-
BAB II
PERAN SETIAP TINGKATAN
A. Pembagian Tugas
Salah satu tujuan pengelolaan obat publik dan perbekalan
kesehatan adalah agar dana yang tersedia dapat digunakan dengan
sebaik-baiknya dan
berkesinambungan guna memenuhi kepentingan masyarakat yang
berobat
ke Unit Pelayanan Kesehatan Dasar (Puskesmas). Agar tujuan
tersebut
dapat terlaksana dengan baik, maka diantara semua yang terlibat
dalam
pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan sebaiknya
ada
pembagian tugas dan peran seperti di bawah ini :
1. Tingkat Pusat
a. Menyiapkan, mengirimkan dan mensosialisasikan berbagai
Keputusan
Menteri Kesehatan ke unit unit terkait antara lain :
1) Daftar Harga Obat PKD, Obat Program dan Obat Generik
2) Pedoman Perencanaan Pengadaan, Pengelolaan, Supervisi dan
Evaluasi Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
3) Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN)
b. Menyediakan Obat Buffer Stok Nasional
c. Melakukan Pelatihan Petugas Pengelola Obat Publik dan
Perbekalan
Kesehatan di Provinsi maupun Kabupaten/Kota, dengan
prioritas
Kabupaten/Kota bentukan baru
d. Melakukan Bimbingan Teknis, Monitoring dan Evaluasi
Ketersediaan
Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
e. Menyediakan Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas
f. Menyediakan Fasilitator untuk pelatihan pengelola obat publik
dan
perbekalan kesehatan.
-
g. Menyediakan Pedoman Advokasi Penyediaan Anggaran Kepada
Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota.
2. Tingkat Provinsi
Dinas Kesehatan Provinsi :
a. Menyediakan dan mengelola obat buffer stok Provinsi
b. Melakukan Pelatihan Petugas Pengelola Obat Publik dan
Perbekalan
Kesehatan di Kabupaten/Kota
c. Melakukan Bimbingan Teknis, Monitoring dan Evaluasi
Ketersediaan
Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ke Kabupaten/Kota
d. Menyediakan Fasilitator untuk pelatihan pengelola obat publik
dan
perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota maupun Puskesmas
e. Melaksanakan Advokasi Penyediaan Anggaran Kepada
Pemerintah
Provinsi
3. Tingkat Kabupaten/Kota
a. Perencanaan kebutuhan obat untuk pelayanan kesehatan
dasar
disusun oleh tim perencanaan obat terpadu berdasarkan system
bottom up
b. Perhitungan rencana kebutuhan obat untuk satu tahun
anggaran
disusun dengan menggunakan pola konsumsi dan atau
epidemiologi.
c. Mengkoordinasikan perencanaan kebutuhan obat dari
beberapa
sumber dana, agar jenis dan jumlah obat yang disediakan
sesuai
dengan kebutuhan dan tidak tumpang tindih.
d. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengajukan rencana
kebutuhan obat kepada Pemerintah Kabupaten/Kota, Pusat,
Provinsi
dan sumber lainnya.
-
e. Melakukan Pelatihan Petugas Pengelola Obat Publik dan
Perbekalan
Kesehatan untuk Puskesmas
f. Melakukan Bimbingan Teknis, Monitoring dan Evaluasi
Ketersediaan
Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ke Puskesmas
g. Melaksanakan Advokasi Penyediaan Anggaran Kepada
Pemerintah
Kabupaten/Kota
h. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bertanggungjawab terhadap
pen-
distribusian obat kepada unit pelayanan kesehatan dasar.
i. Dinas Kesehatan Kab/Kota bertanggungjawab terhadap
penanganan
obat dan perbekalan kesehatan yang rusak dan kadaluwarsa.
j. Dinas Kesehatan Kab/Kota bertanggungjawab terhadap jaminan
mutu
obat yang ada di UPOPPK dan UPK.
-
BAB III
ORGANISASI
UNIT PENGELOLA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN
A. Bentuk Organisasi
Melihat betapa pentingnya peranan obat dalam pelayanan
kesehatan,
maka perlu adanya standar pola organisasi pengelola obat publik
dan
perbekalan kesehatan di Provinsi/Kabupaten/Kota agar alokasi
dana obat
yang tersedia dapat di manfaatkan semaksimal mungkin.
Bentuk organisasi unit pengelola obat publik dan perbekalan
kesehatan
Provinsi/Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut :
Pola Organisasi Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan
sesuai dengan Pola Organisasi Dinas Kesehatan
Provinsi/Kabupaten/Kota
No. Uraian Tugas Pola Maksimal Pola Minimal UPT - Lain
1 Penanggung jawab Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan
Subdin/ Bidang Farmasi
Subdin/ Bidang Yankes
Seksi Obat UPTD Farmasi GFK Inst. Farmasi
2 Pelaksana Pendistribusian dan Penyimpanan
Seksi Obat Petugas Pendistribusian
Subsie Pendistribusian
3 Pelaksana Pencatatan, Pelaporan dan Evaluasi
Seksi Obat Seksi Evaluasi
Petugas Evaluasi
Subsie Evaluasi
4 Pelaksana penyedia informasi obat, pelatihan dan monitoring
penggunaan obat rasional
Seksi Obat Petugas Pemantauan
Subsie Pemantauan
5 Pelaksana Administrasi Umum
Staf Sie Obat Petugas Seksi Obat
Subbag TU
-
B. Keberadaan UPOPPK di Provinsi/Kabupaten/Kota antara lain
bertujuan untuk menjamin :
1. Efisiensi dan efektifitas pemanfaatan alokasi dana.
2. Ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan di unit
pelayanan
kesehatan dasar
3. Penggunaan obat secara rasional
C. Keuntungan Pola Organisasi yang ada di Provinsi/ Kabupaten/
Kota.
Keuntungan adanya pola organisasi unit pengelola obat publik dan
perbekalan kesehatan di Provinsi/Kabupaten/Kota antara lain : 1.
Ada jaminan profesionalisme dalam pengelolaan obat
2. Ada penanggung jawab dengan latar belakang pendidikan yang
sesuai
dengan bidang pekerjaan
3. Potensi untuk terjadinya pemilihan obat maupun pengalokasian
dana
yang tidak benar dapat diperkecil.
4. Komunikasi dengan tenaga kesehatan di Puskesmas atau
Rumah
Sakit relatif berjalan lancar.
5. Jaminan tersedianya informasi mengenai obat dan
perbekalan
kesehatan bagi tenaga kesehatan di Puskesmas/Rumah Sakit.
D. Tugas Pokok dan Fungsi Unit Pengelola Obat Publik dan
Perbekalan
Kesehatan
1. UPOPPK di Provinsi/ Kabupaten/ Kota mempunyai tugas pokok
melaksanakan semua aspek pengelolaan obat publik dan
perbekalan
kesehatan, meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan,
penyimpanan, pendistribusian, pengendalian penggunaan,
pencatatan
pelaporan, monitoring, supervisi dan evaluasi.
-
Termasuk didalamnya pelatihan pengelolaan obat serta
melakukan
koordinasi dalam perencanaan dan pengadaan obat dan
perbekalan
kesehatan.
2. UPOPPK di Provinsi/ Kabupaten/ Kota mempunyai fungsi antara
lain :
a. Melakukan seleksi obat publik dan perbekalan kesehatan
untuk
pelayanan kesehatan dasar
b. Melakukan perhitungan kebutuhan obat publik dan
perbekalan
kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar.
c. Pro-aktif membantu perencanaan dan pelaksanaan pengadaan
obat dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/ Kota
d. Melakukan penerimaan obat publik dan perbekalan kesehatan
yang
berasal dari berbagai sumber anggaran
e. Melakukan penyimpanan obat publik dan perbekalan
kesehatan
dari berbagai sumber anggaran
f. Melakukan pendistribusian obat publik dan perbekalan
kesehatan
yang berasal dari berbagai sumber anggaran sesuai dengan
permintaan dari pemilik program atau permintaan unit
pelayanan
kesehatan.
g. Melakukan pencatatan pelaporan obat publik dan perbekalan
kesehatan serta obat program kesehatan yang menjadi tanggung
jawabnya.
h. Melakukan monitoring, supervisi dan evaluasi pengelolaan
obat
publik dan perbekalan kesehatan pada unit pelayanan kesehatan
di
wilayah kerjanya.
i. Melaksanakan kegiatan pelatihan pengelolaan obat publik
dan
perbekalan kesehatan serta penggunaan obat rasional bagi
tenaga
kesehatan di unit pelayanan kesehatan dasar
-
j. Melaksanakan kegiatan bimbingan teknis pengelolaan obat
publik
dan perbekalan kesehatan serta pengendalian penggunaan obat
di
unit pelayanan kesehatan dasar
k. Melaksanakan kegiatan administrasi unit pengelola obat publik
dan
perbekalan kesehatan
l. Melaksanakan tugas lain yang diberikan unit vertikal di
atasnya.
E. Tenaga Untuk Melaksanakan Fungsi Organisasi
Agar organisasi yang tersedia dapat berjalan lancar, maka
diperlukan
tenaga yang sesuai dengan jenis pekerjaan tersebut. Adapun
tenaga yang
dibutuhkan untuk memperlancar jalannya organisasi adalah
tenaga
lulusan:
1. Apoteker
2. Sarjana Farmasi
3. D3 Farmasi
4. SAA/SMF
5. SMU
Jumlah tenaga yang tersedia dalam jumlah yang memadai akan
memudahkan organisasi mencapai tujuan, adapun jenis dan
jumlah
tenaga yang sebaiknya tersedia adalah :
1. Kepala/Penanggung Jawab Unit Pengelola Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan adalah seorang Apoteker
2. Pelaksana pendistribusian dan penyimpanan obat publik dan
perbekalan kesehatan adalah Apoteker/Sarjana Farmasi/D3
Farmasi
atau Asisten Apoteker dengan jumlah minimal 1 (satu) orang
dan
dapat dibantu oleh tenaga lulusan SMU.
3. Pelaksana evaluasi, pencatatan dan perencanaan kebutuhan
obat
publik dan perbekalan kesehatan adalah Apoteker/Sarjana
Farmasi/D3
-
Farmasi atau Asisten Apoteker dengan jumlah minimal 1 (satu)
orang
dan dapat dibantu oleh tenaga lulusan SMU.
4. Pelaksana penyedia informasi obat, pelatihan dan
monitoring
penggunaan obat rasional adalah seorang Apoteker/Sarjana
Farmasi/D3 Farmasi atau Asisten Apoteker dan dibantu oleh
tenaga
lulusan SMU.
5. Pelaksana Administrasi :
a. Adminsitrasi Umum adalah tenaga lulusan D3 dan atau
lulusan
SMU sesuai dengan kebutuhan dan tenaga yang tersedia.
b. Bendahara adalah seorang tenaga lulusan D3 atau SMU.
F. Pengembangan Tenaga Unit Pengelola Obat Publik dan
Perbekalan
Kesehatan
Selain pendidikan formal seperti yang tersebut di atas
diperlukan pula
pendidikan fungsional dalam melaksanakan pengelolaan obat publik
dan
perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota. Adapun pelatihan minimal
yang
sebaiknya diikuti oleh tenaga tersebut antara lain : a. Untuk
Apoteker penanggung jawab pengelolaan obat publik dan
perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota sebaiknya mengikuti
pelatihan berikut :
Pengelolaan obat di Kabupaten/Kota Perencanaan dan pengelolaan
obat terpadu Pengelolaan obat di Puskesmas Penggunaan obat rasional
Pemanfaatan data LPLPO Pengelolaan obat program kesehatan di
Kabupaten/Kota Manajemen umum (keuangan, administrasi) Komputer
(spread sheet, word prosessor)
-
b. Untuk Apoteker/Sarjana Farmasi/D3 Farmasi atau Asisten
Apoteker
pelaksana penditribusian dan penyimpanan sebaiknya mengikuti
pelatihan :
Pengelolaan obat di Kabupaten/Kota Pengelolaan obat di Puskesmas
Perencanaan dan pengelolaan obat terpadu Pemanfaatan data LPLPO
Komputer (spread sheet, word prosessor
c. Untuk Apoteker/Sarjana Farmasi/D3 Farmasi atau Asisten
Apoteker
pelaksana evaluasi, pencatatan dan perencanaan kebutuhan
sebaiknya mengikuti pelatihan :
Pengelolaan obat di Kabupaten/Kota Perencanaan dan pengelolaan
obat terpadu Pemanfaatan data LPLPO Komputer (spread sheet, word
prosessor)
d. Untuk Apoteker/Sarjana Farmasi/D3 Farmasi atau Asisten
Apoteker
penyedia informasi obat, pelatihan dan monitoring penggunaan
obat
rasional sebaiknya mengikuti pelatihan :
Pemanfaatan data LPLPO Penggunaan obat rasional Supervisi
penggunaan obat di Puskesmas Komputer (spread sheet, word
prosessor)
e. Untuk D3 Farmasi/Asisten Apoteker sebaiknya mengikuti
pelatihan :
Pencatatan pelaporan obat publik dan perbekalan kesehatan
Penyimpanan dan pendistribusian obat publik dan perbekalan
kesehatan
-
Pengenalan LPLPO Dasar - dasar komputer
f. Untuk Sarjana lain/D3/SMU sebaiknya mengikuti pelatihan :
Dasar - dasar komputer Administrasi umum Kursus dasar
bendaharawan
G. Anggaran
Anggaran merupakan salah satu hal yang sangat penting guna
berjalannya suatu organisasi, demikian pula halnya dengan UPOPPK
di
Provinsi/Kabupaten/Kota sangat membutuhkan dukungan dana
untuk
melaksanakan aktivitas sehari - hari.
Adapun anggaran yang dibutuhkan oleh UPOPPK di Provinsi/
Kabupaten/Kota dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Kebutuhan Anggaran Rutin.
Kebutuhan anggaran rutin UPOPPK di Provinsi/Kabupaten/Kota
antara
lain :
a. Daya dan jasa, meliputi :
Telepon, listrik, air, gas b. Pemeliharaan, meliputi :
Gedung dan halaman Kendaraan roda empat dan roda dua Komputer,
printer, facsimile
c. ATK dan Penyediaan Barang Cetakan, meliputi :
Alat Tulis Kantor Penyediaan Kartu Stok Penyediaan Kartu Induk
Barang Penyediaan Form LPLPO unit Pelayanan Kesehatan Dasar
-
d. Pengolahan Data
e. Gaji pegawai, termasuk honor satpam penjaga gedung UPOPPK
di
Provinsi/Kabupaten/kota
2. Kebutuhan pengembangan pengelolaan obat publik dan
perbekalan
kesehatan meliputi :
a. Pelatihan Pengelola Obat di Puskesmas dan Penggunaan Obat
Rasional. Kebutuhan dana sesuai dengan jumlah unit pelayanan
kesehatan yang ada di wilayah kerja. Pelaksanaan minimal
satu
tahun sekali, dengan lama kegiatan 1 2 hari.
b. Monitoring dan Evaluasi pengelolaan obat di Puskesmas dan
penggunaan obat rasional. Kebutuhan dana sesuai dengan
jumlah
unit pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja.
Pelaksanaan
minimal satu tahun sekali, dan dilakukan sepanjang tahun
anggaran
c. Pertemuan/Rapat kerja penyusunan kebutuhan obat
Kebutuhan dana sesuai jumlah anggota tim perencanaan obat
terpadu, dilaksanakan minimal 4 (empat) kali dalam setahun,
dengan lama kegiatan 1 2 hari.
d. Penyampaian hasil monitoring
Kebutuhan dana sesuai dengan jumlah undangan, dilaksanakan
minimal 4 (empat) kali dalam setahun, dengan lama kegiatan 1
2
hari.
3. Sarana
Ketersediaan sarana yang ada di UPOPPK bertujuan untuk
mendukung jalannya organisasi. Adapun sarana yang minimal
sebaiknya tersedia adalah :
a. Gedung, dengan luas 300 m2 600 m2
b. Kendaraan roda dua dan roda empat, dengan jumlah 1 3 unit
c. Komputer + Printer, dengan jumlah 1 3 unit
-
d. Telepon & Facsimile, dengan jumlah 1 unit
e. Sarana penyimpanan :
Rak : 10 15 unit Pallet : 40 60 unit Lemari : 5 - 7 unit Lemari
Khusus : 1 unit
f. Sarana Administrasi Umum :
Brankas : 1 unit Mesin Tik : 1 2 unit Lemari arsip : 1 2
unit
g. Sarana Administrasi Obat dan Perbekalan Kesehatan
Kartu Stok/Kartu Persediaan Obat Kartu Induk Persediaan Obat
Buku Harian Pengeluaran Barang SBBK, LPLPO Kartu Rencana Distribusi
Lembar bantu penentuan proporsi stok optimum Jumlahnya disesuaikan
dengan item obat dan unit pelayanan
kesehatan yang dilayani.
-
BAB IV
PENGELOLAAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN
A. PERENCANAAN
Perencanaan kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan
adalah salah
satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan obat publik
dan
perbekalan kesehatan.
Tujuan perencanaan kebutuhan obat publik dan perbekalan
kesehatan adalah
untuk menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola
penyakit dan
kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk program kesehatan
yang telah
ditetapkan. Proses perencanaan kebutuhan obat publik dan
perbekalan
kesehatan diawali dari data yang disampaikan Puskesmas (LPLPO)
ke UPOPPK
di Kabupaten/Kota yang selanjutnya dikompilasi menjadi rencana
kebutuhan
obat publik dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota yang
dilengkapi
dengan teknik-teknik perhitungannya. Selanjutnya dalam
perencanaan
kebutuhan buffer stok Pusat maupun Provinsi dengan menyesuaikan
terhadap
kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota
dan tetap
mengacu kepada DOEN.
Berbagai kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan kebutuhan
obat adalah:
1. Tahap Pemilihan Obat Fungsi seleksi/ pemilihan obat adalah
untuk menentukan apakah obat
benar-benar diperlukan sesuai dengan jumlah penduduk dan pola
penyakit
di daerah, untuk mendapatkan pengadaan obat yang baik, sebaiknya
diawali
dengan dasar-dasar seleksi kebutuhan obat yaitu meliputi :
a. Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik
yang
memberikan efek terapi jauh lebih baik dibandingkan resiko
efek
samping yang akan ditimbulkan.
b. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara
menghindari
duplikasi dan kesamaan jenis.
c. Jika ada obat baru harus ada bukti yang spesifik untuk efek
terapi yang
lebih baik.
d. Hindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat
kombinasi
mempunyai efek yang lebih baik dibanding obat tunggal.
-
e. Apabila jenis obat banyak, maka kita memilih berdasarkan obat
pilihan
(drug of choice) dari penyakit yang prevalensinya tinggi.
2. Tahap Kompilasi Pemakaian Obat Kompilasi pemakaian obat
berfungsi untuk mengetahui pemakaian bulanan
masing-masing jenis obat di unit pelayanan kesehatan/ Puskesmas
selama
setahun dan sebagai data pembanding bagi stok optimum.
Informasi yang didapat dari kompilasi pemakaian obat adalah
:
a. Jumlah pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing unit
pelayanan
kesehatan/ Puskesmas.
b. Persentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian
setahun
seluruh unit pelayanan kesehatan/ Puskesmas.
c. Pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat untuk tingkat
Kabupaten/
Kota.
3. Tahap Perhitungan Kebutuhan Obat. Menentukan kebutuhan obat
merupakan tantangan yang berat yang harus
dihadapi oleh tenaga farmasi yang bekerja di UPOPPK
Kabupaten/Kota
maupun unit Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD). Masalah kekosongan
obat
atau kelebihan obat dapat terjadi apabila informasi semata-mata
hanya
berdasarkan informasi yang teoritis kebutuhan pengobatan.
Dengan
koordinasi dan proses perencanaan untuk pengadaan obat secara
terpadu
serta melalui tahapan seperti diatas, maka diharapkan obat
yang
direncanakan dapat tepat jenis dan tepat jumlah serta tepat
waktu dan
tersedia pada saat dibutuhkan.
Adapaun pendekatan perencanaan kebutuhan dapat dilakukan
melalui
beberapa metoda :
a. Metoda Konsumsi Didasarkan atas analisa data konsumsi obat
tahun sebelumnya, dimana
untuk menghitung jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan
metoda
konsumsi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Pengumpulan dan pengolahan data
2) Analisa data untuk informasi dan evaluasi.
3) Perhitungan perkiraan kebutuhan obat.
-
4) Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana
b. Metoda Morbiditas Metoda morbiditas adalah perhitungan
kebutuhan obat berdasarkan
pola penyakit, perkiraan kenaikan kunjungan dan waktu tunggu
(lead
time). Langkah-langkah dalam metoda ini adalah :
1) Menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani.
2) Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan frekwensi
penyakit.
3) Menyediakan standar/ pedoman pengobatan yang digunakan.
4) Menghitung perkiraan kebutuhan obat.
5) Penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia.
B. PENYIMPANAN Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan
memelihara dengan cara
menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai
aman dari
pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat.
Tujuan penyimpanan obat-obatan adalah untuk :
Memelihara mutu obat Menghindari penggunaan yang tidak
bertanggung - jawab Menjaga kelangsungan persediaan Memudahkan
pencarian dan pengawasan
Kegiatan penyimpanan obat meliputi :
a. Pengaturan tata ruang
b. Penyusunan stok obat
c. Pencatatan stok obat
d. Pengamatan mutu obat
Pengaturan Tata Ruang Untuk mendapatkan kemudahan dalam
penyimpanan, penyusunan, pencarian
dan pengawasan obat-obatan, maka diperlukan pengaturan tata
ruang gudang
dengan baik.
-
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merancang gudang
adalah
sebagai berikut :
1. Kemudahan bergerak. Untuk kemudahan bergerak, maka gudang
perlu ditata sebagai berikut :
a). Gudang menggunakan sistem satu lantai jangan menggunakan
sekat-
sekat karena akan membatasi pengaturan ruangan.
Jika digunakan sekat, perhatikan posisi dinding dan pintu
untuk
mempermudah gerakan.
b). Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran obat,
ruang
gudang dapat ditata berdasarkan sistem :
Arus garis lurus Arus U Arus L
2. Sirkulasi udara yang baik.
Salah satu faktor penting dalam merancang gudang adalah
adanya
sirkulasi udara yang cukup didalam ruangan gudang. Sirkulasi
yang baik
akan memaksimalkan umur hidup dari obat sekaligus bermanfaat
dalam
memperpanjang dan memperbaiki kondisi kerja.
Idealnya dalam gudang terdapat AC, namun biayanya akan menjadi
mahal
untuk ruang gudang yang luas. Alternatif lain adalah menggunakan
kipas
angina, apabila kipas angin belum cukup maka perlu ventilasi
melalui atap.
3. Rak dan Pallet. Penempatan rak yang tepat dan penggunaan
pallet akan dapat
meningkatkan sirkulasi udara dan perputaran stok obat.
Penggunaan pallet memberikan keuntungan :
Sirkulasi udara dari bawah dan perlindungan terhadap banjir
Peningkatan efisiensi penanganan stok Dapat menampung obat lebih
banyak Pallet lebih murah dari pada rak
-
4. Kondisi penyimpanan khusus. Vaksin memerlukan Cold Chain
khusus dan harus dilindungi dari
kemungkinan putusnya aliran listrik.
Narkotika dan bahan berbahaya harus disimpan dalam lemari khusus
dan selalu terkunci.
Bahan-bahan mudah terbakar seperti alkohol dan eter harus
disimpan dalam ruangan khusus, sebaiknya disimpan di bangunan
khusus
terpisah dari gudang induk
5. Pencegahan kebakaran.
Perlu dihindari adanya penumpukan bahan-bahan yang mudah
terbakar
seperti dus, kartun dan lain-lain. Alat pemadam kebakaran harus
dipasang
pada tempat yang mudah dijangkau dan dalam jumlah yang
cukup.
Tabung pemadam kebakaran agar diperiksa secara berkala,
untuk
memastikan masih berfungsi atau tidak.
Penyusunan Stok Obat Obat disusun menurut bentuk sediaan dan
alfabetis.
Untuk memudahkan pengendalian stok maka dilakukan
langkah-langkah
sebagai berikut :
1. Gunakan prinsip FEFO (First Expired First Out) dan FIFO
(First In First
Out) dalam penyusunan obat yaitu obat yang masa kadaluwarsanya
lebih
awal atau yang diterima lebih awal harus digunakan lebih awal
sebab
umumnya obat yang datang lebih awal biasanya juga diproduksi
lebih awal
dan umurnya relative lebih tua dan masa kadaluwarsanya mungkin
lebih
awal.
2. Susun obat dalam kemasan besar di atas pallet secara rapi dan
teratur.
3. Gunakan lemari khusus untuk menyimpan narkotika.
4. Simpan obat yang dapat dipengaruhi oleh temperatur, udara,
cahaya dan
kontaminasi bakteri pada tempat yang sesuai.
5. Simpan obat dalam rak dan berikan nomor kode, pisahkan obat
dalam
dengan obat-obatan untuk pemakaian luar.
6. Cantumkan nama masing-masing obat pada rak dengan rapi.
-
7. Apabila persediaan obat cukup banyak, maka biarkan obat tetap
dalam
boks masing-masing, ambil seperlunya.
8. Obat-obatan yang mempunyai batas waktu pemakaian perlu
dilakukan
rotasi stok agar obat tersebut tidak selalu berada dibelakang
sehingga
obat dapat dimanfaatkan sebelum masa kadaluwarsa habis.
9. Item obat yang sama ditempatkan pada satu lokasi walaupun
dari sumber
anggaran yang berbeda, seperti pada gambar dibawah ini :
Amoksisillin Askes
Amoksisillin PKPS - BBM
Amoksisillin APBD I
Pencatatan dan Kartu Stok
Fungsi : 1. Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi obat
(penerimaan,
pengeluaran, hilang, rusak atau kadaluwarsa)
2. Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data
mutasi 1 (satu)
jenis obat yang berasal dari 1 (satu) sumber anggaran.
3. Tiap baris data hanya diperuntukkan mencatat 1 (satu)
kejadian mutasi
obat.
4. Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan,
perencanaan
pengadaan distribusi dan sebagai pembanding terhadap keadaan
fisik
obat dalam tempat penyimpanannya.
Kegiatan yang harus dilakukan 1. Kartu stok diletakkan
bersamaan/berdekatan dengan obat bersangkutan
2. Pencatatan dilakukan secara rutin dari hari ke hari
3. Setiap terjadi mutasi obat (penerimaan, pengeluaran,
hilang,
rusak/kadaluwarsa) langsung dicatat didalam kartu stok
-
4. Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan pada setiap akhir
bulan.
Informasi yang didapat : 1. Jumlah obat yang tersedia (sisa
stok)
2. Jumlah obat yang diterima
3. Jumlah obat yang keluar
4. Jumlah obat yang hilang/rusak/kadaluwarsa
5. Jangka waktu kekosongan obat
Manfaat informasi yang didapat : 1. Untuk mengetahui dengan
cepat jumlah persediaan obat
2. Penyusunan laporan
3. Perencanaan pengadaan dan distribusi
4. Pengendalian persediaan
5. Untuk pertanggung-jawaban bagi petugas penyimpanan dan
pen-
distribusian
6. Sebagai alat bantu kontrol bagi Kepala UPOPPK/Bendaharawan
Obat.
Petunjuk pengisian : a. Petugas penyimpanan dan penyaluran
mencatat segala penerimaan dan
pengeluaran obat di Kartu Stok (formulir I) sesuai dengan apa
yang
tercantum didalam BAPPB, Dokumen Bukti Mutasi Barang (DBMB)
atau
dokumen lain yang sejenis.
b. Obat disusun menurut ketentuan-ketentuan berikut :
1) Obat dalam jumlah besar (bulk) disimpan diatas pallet atau
ganjal kayu
secara rapi, teratur dengan memperhatikan tanda-tanda khusus
(tidak
boleh terbalik, berat, bulat, segi empat dan lain-lain)
2) Penyimpanan antara kelompok/jenis satu dengan yang lain harus
jelas
sehingga memudahkan pengeluaran dan perhitungan
3) Penyimpanan bersusun dapat dilaksanakan dengan adanya
forklift
untuk obat-obat berat
4) Obat-obat dalam jumlah kecil dan mahal harganya disimpan
dalam
lemari terkunci dipegang oleh petugas penyimpanan dan
pendistribusian
-
5) Satu jenis obat disimpan dalam satu lokasi (rak, lemari dan
lain-lain)
6) Obat dan alat kesehatan yang mempunyai sifat khusus
disimpan
dalam tempat khusus. Contoh : Eter, film dan lain-lain.
c. Obat-obat disimpan menurut sistem FEFO dan FIFO
d. Kartu stok memuat nama obat, satuan, asal (sumber) dan
diletakkan
bersama obat pada lokasi penyimpanan
e. Bagian judul pada kartu stok diisi dengan :
Nama obat Kemasan Isi kemasan Nama sumber dana atau dari mana
asalnya obat
f. Kolom-kolom pada kartu stok diisi sebagai berikut :
1) Tanggal penerimaan atau pengeluaran
2) Nomor dokumen penerimaan atau pengeluaran
3) Sumber asal obat atau kepada siapa obat dikirim
4) No. Bacth/No. Lot.
5) Tanggal kadaluwarsa
6) Jumlah penerimaan
7) Jumlah pengeluaran
8) Sisa stok
9) Paraf petugas yang mengerjakan
Pencatatan dan Kartu Stok Induk
Fungsi : 1. Kartu Stok Induk digunakan untuk mencatat mutasi
obat (penerimaan,
pengeluaran, hilang, rusak atau kedaluwarsa).
2. Tiap lembar kartu stok induk hanya diperuntukkan mencatat
data mutasi 1
(satu) jenis obat yang berasal dari semua sumber anggaran
3. Tiap baris data hanya diperuntukan mencatat 1 (satu) kejadian
mutasi obat
4. Data pada kartu stok induk digunakan sebagai :
Alat kendali bagi Kepala UPOPPK Kab/Kota terhadap keadaan fisik
obat dalam tempat penyimpanan.
Alat bantu untuk penyusunan laporan, perencanaan pengadaan dan
distribusi serta pengendalian persediaan
-
Kegiatan yang harus dilakukan : 1. Kartu stok induk diletakkan
di ruang Kepala UPOPPK Kab/Kota
2. Pencatatan dilakukan secara rutin dari hari ke hari
3. Setiap terjadi mutasi obat (penerimaan, pengeluaran,
hilang,
rusak/daluwarsa) langsung dicatat didalam kartu stok
4. Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan pada setiap akhir
bulan.
Informasi yang didapat 1. Jumlah obat yang tersedia (sisa
stok)
2. Jumlah obat yang diterima
3. Jumlah obat yang keluar
4. Jumlah obat yang hilang/rusak/daluwarsa
5. Jangka waktu kekosongan obat
Manfaat informasi yang didapat : 1. Alat kontrol bagi Kepala
UPOPPK Kab/Kota
2. Alat bantu untuk :
Penyusunan laporan Perencanaan pengadaan dan distribusi
Pengendalian persediaan
Kegiatan yang harus dilakukan a. Petugas pencatatan dan
evaluasi, mencatat segala penerimaan dan
pengeluaran obat di Kartu Stok Induk (Formulir II) berdasarkan
BAPPB,
SBBK atau dokumen lain yang sejenis.
b. Kartu Stok Induk adalah :
1. Sebagai pencerminan obat-obat yang ada di gudang
2. Alat pembantu bagi ordonatur untuk pengeluaran obat
3. Alat pembantu dalam menentukan kebutuhan
c. Bagian judul pada kartu induk persediaan obat diisi dengan
:
Nama obat tersebut Satuan obat Sumber/asal obat Jumlah
persediaan minimum yang harus ada dalam persediaan,
dihitung sebesar waktu tunggu (6 bulan)
-
Jumlah persediaan maksimum yang harus ada dalam persediaan,
dihitung sebesar stok kerja + waktu tunggu + stok pengaman ( 20
bulan)
d. Kolom-kolom pada Kartu Stok Induk persediaan obat diisi
dengan :
1) Tanggal diterima atau dikeluarkan obat
2) Nomor tanda bukti BAPPO dan atau DBMO dan lain-lain
3) Dari siapa diterima obat atau kepada siapa dikirim obat
4) Sampai dengan (9) jumlah obat yang diterima berdasar
sumber
anggaran
5) Sampai dengan (15) jumlah obat yang dikeluarkan
6) Sampai dengan (21) sisa stok obat dalam persediaan
7) Keterangan yang dianggap perlu, misal tanggal dan tahun
kadaluwarsa, nomor batch dan lain-lain.
Pengamatan mutu obat Mutu obat yang disimpan di gudang dapat
mengalami perubahan baik karena
faktor fisik maupun kimiawi. Perubahan mutu obat dapat diamati
secara visual
dan jika dari pengamatan visual diduga ada kerusakan yang tidak
dapat
ditetapkan dengan cara organoleptik, harus dilakukan sampling
untuk pengujian
laboratorium.
Tanda-tanda perubahan mutu obat 1. Tablet.
Terjadinya perubahan warna, bau atau rasa Kerusakan berupa noda,
berbintik-bintik, lubang, sumbing, pecah,
retak dan atau terdapat benda asing, jadi bubuk dan lembab
Kaleng atau botol rusak, sehingga dapat mempengaruhi mutu
obat
2. Kapsul.
Perubahan warna isi kapsul Kapsul terbuka, kosong, rusak atau
melekat satu dengan lainnya
-
3. Tablet salut.
Pecah-pecah, terjadi perubahan warna Basah dan lengket satu
dengan yang lainnya Kaleng atau botol rusak sehingga menimbulkan
kelainan fisik
4. Cairan.
Menjadi keruh atau timbul endapan Konsistensi berubah Warna atau
rasa berubah Botol-botol plastik rusak atau bocor
5. Salep.
Warna berubah Konsistensi berubah Pot atau tube rusak atau bocor
Bau berubah
6. Injeksi.
Kebocoran wadah (vial, ampul) Terdapat partikel asing pada
serbuk injeksi Larutan yang seharusnya jernih tampak keruh atau ada
endapan Warna larutan berubah
Tindak lanjut terhadap obat yang terbukti rusak adalah :
Dikumpulkan dan disimpan terpisah Dikembalikan / diklaim sesuai
aturan yang berlaku Dihapuskan sesuai aturan yang berlaku
C. DISTRIBUSI Distribusi adalah suatu rangkaian kegiatan dalam
rangka pengeluaran dan
pengiriman obat-obatan yang bermutu, terjamin keabsahan serta
tepat jenis dan
jumlah dari gudang obat secara merata dan teratur untuk memenuhi
kebutuhan
unit-unit pelayanan kesehatan.
-
Tujuan distribusi 1. Terlaksananya distrubusi obat secara merata
dan teratur sehingga dapat
diperoleh pada saat dibutuhkan.
2. Terjaminnya kecukupan persediaan obat di unit pelayanan
kesehatan.
Kegiatan Distribusi Kegiatan distribusi obat di UPOPPK
Kabupaten/Kota terdiri dari :
1. Kegiatan distribusi rutin yang mencakup distribusi untuk
kebutuhan
pelayanan umum di unit pelayanan kesehatan
2. Kegiatan distribusi khusus yang mencakup distribusi obat
program dan
obat pelayanan kesehatan dasar (PKD) diluar jadwal distribusi
rutin.
Kegiatan Distribusi Rutin
a. Perencanaan Distribusi. UPOPPK Kabupaten/Kota merencanakan
dan melaksanakan
pendistribusian obat-obatan ke unit pelayanan kesehatan di
wilayah
kerjanya.
Untuk itu dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1) Perumusan stok optimum
Perumusan stok optimum persediaan dilakukan dengan mem-
perhitungkan siklus distribusi rata-rata pemakaian, waktu tunggu
serta
ketentuan mengenai stok pengaman.
Rencana distribusi obat ke setiap unit pelayanan kesehatan
termasuk
rencana tingkat ketersediaan, didasarkan kepada besarnya
stok
optimum setiap jenis obat di setiap unit pelayanan
kesehatan.
Stok optimum = Stok kerja + Stok pengaman
Stok Kerja : Rata-rata pemakaian obat dalam satu periode
tertentu Pada akhir periode distribusi akan diperoleh persediaan
sebesar stok
pengaman di setiap unit pelayanan kesehatan.
-
Rencana tingkat ketersediaan di UPOPPK tiap akhir periode
juga
dapat ditetapkan. Tujuan dari penetapan rencana ketersediaan
pada
akhir atau awal rencana distribusi adalah untuk memastikan
bahwa
persediaan obat di UPOPPK cukup untuk melayani kebutuhan
obat
selama periode distribusi tersebut. Posisi persediaan yang
direncanakan tersebut diharapkan dapat mengatasi setiap
penyimpangan keterlambatan pelaksanaan permintaan obat oleh
unit
pelayanan kesehatan atau pengiriman obat oleh UPOPPK di
Kabupaten/Kota.
2) Penetapan frekuensi pengiriman obat-obatan ke unit
pelayanan
kesehatan Frekuensi pengiriman obat-obatan ke unit pelayanan
kesehatan
ditetapkan dengan memperhatikan :
a) Anggaran yang tersedia
b) Jarak UPK dari UPOPPK
c) Fasilitas gudang UPK
d) Sarana yang ada di UPOPPK
e) Jumlah tenaga di UPOPPK
3) Penyusunan peta lokasi, jalur dan jumlah pengiriman. Agar
alokasi biaya distribusi dapat dipergunakan secara efektif dan
efisien maka UPOPPK perlu membuat peta lokasi dari unit-unit
pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya. Jarak (km) antara
UPOPPK
dengan setiap unit pelayanan kesehatan dicantumkan pada peta
lokasi.
Dengan mempertimbangkan jarak, biaya transportasi atau
kemudahan
fasilitas yang tersedia, dapat ditetapkan rayonisasi dari
wilayah
pelayanan distribusi.
Disamping itu dilakukan pula upaya untuk memanfaatkan
kegiatan-
kegiatan tertentu yang dapat membantu pengangkutan obat ke
unit
pelayanan kesehatan, misalnya kunjungan rutin petugas
Kabupaten/Kota ke unit pelayanan kesehatan, pertemuan dokter
Puskesmas yang diselenggarakan di Kabupaten/Kota dan
sebagainya.
-
Atas dasar ini dapat ditetapkan jadwal pengiriman untuk setiap
rayon
distribusi misalnya ada rayon distribusi yang dapat dilayani
sebulan
sekali, ada rayon distribusi yang dapat dilayani triwulan dan
ada yang
hanya dapat dilayani tiap enam bulan disesuaikan dengan
anggaran
yang tersedia dan lokasi unit pelayanan kesehatan.
Buatlah daftar rayon dan jadwal distribusi tiap rayon berikut
dengan
nama unit pelayanan kesehatan di rayon tersebut lengkap
dengan
nama dokter kepala unit pelayanan kesehatan serta penanggung
jawab pengelola obatnya.
Kegiatan Distribusi Khusus Kegiatan distribusi khusus di UPOPPK
Kabupaten/Kota dilakukan sebagai
berikut :
a. UPOPPK Kabupaten/Kota menyusun rencana distribusi obat
untuk
masing-masing program sesuai dengan rencana pelaksanaan
kegiatan
program yang diterima dari Dinas Kesehatan Provinsi atau
Kabupaten/Kota. UPOPPK di Kabupaten/Kota bekerjasama dengan
penanggung jawab program mengusahakan pendistribusian obat
sebelum
pelaksanaan kegiatan masing-masing program.
b. Distribusi obat program kepada Puskesmas dilakukan atas
permintaan
penanggung jawab program yang diketahui oleh Kepala Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota.
c. Untuk pelaksanaan program penanggulangan penyakit tertentu
seperti
malaria, frambusia dan penyakit kelamin, bilamana obatnya
diminta
langsung oleh petugas program kepada UPOPPK Kabupaten/Kota
tanpa
melalui Puskesmas, maka petugas yang bersangkutan harus
membuat
laporan permintaan dan pemakaian obat yang diketahui oleh Kepala
Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
d. Obat program yang diberikan langsung oleh petugas program
kepada
penderita di lokasi sasaran, diperoleh/diminta dari Puskesmas
yang
membawahi lokasi sasaran. Setelah selesai pelaksanaan pemberian
obat,
bilamana ada sisa obat harus dikembalikan ke Puskesmas yang
bersangkutan. Khusus untuk program diare diusahakan ada
sejumlah
persediaan obat di Posyandu yang pengadaannya diatur oleh
Puskesmas.
-
Tata Cara Pendistribusian Obat 1. UPOPPK di Kabupaten/ Kota
melaksanakan distribusi obat ke Puskesmas
di wilayah kerjanya sesuai dengan kebutuhan masing-masing
unit
pelayanan kesehatan.
2. Puskesmas Induk mendistribusikan kebutuhan obat-obatan
untuk
Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling dan Unit Pelayanan
Kesehatan lainnya yang ada di wilayah binaannya.
3. Distribusi obat-obatan dapat pula dilaksanakan langsung dari
UPOPPK ke
Puskesmas Pembantu sesuai dengan situasi dan kondisi wilayah
atas
persetujuan Kepala Puskesmas yang membawahinya.
4. Tata cara distribusi obat ke UPK dapat dilakukan dengan cara
dikirim oleh
UPOPPK atau diambil oleh UPK.
5. Obat-obatan yang akan dikirim ke Puskesmas harus disertai
dengan
LPLPO atau SBBK.
Sebelum dilakukan pengepakan atas obat-obatan yang akan dikirim,
maka
perlu dilakukan pemeriksaan terhadap :
- jenis dan jumlah obat
- kualitas / kondisi obat
- isi kemasan dan kekuatan sediaan
- kelengkapan dan kebenaran dokumen pengiriman obat
- No. Batch
- Tgl Kadaluarsa
- Nama Pabrik
6. Tiap pengeluaran obat dari UPOPPK harus segera dicatat pada
kartu stok
obat dan kartu stok induk obat serta Buku Harian Pengeluaran
Obat.
B. Pencatatan Pendistribusian Obat
Pencatatan Harian Penerimaan Obat Obat yang telah diterima harus
segera dicatat pada buku harian penerimaan
obat.
Fungsi : a. Sebagai lembar kerja bagi pencatatan penerimaan
obat
b. Sebagai sumber data dalam melakukan kegiatan distribusi ke
unit
pelayanan
-
c. Sebagai sumber data untuk mengitung persentase realisasi
kontrak
pengadaan obat.
Pencatatan Harian Pengeluaran Obat Obat-obatan yang telah
dikeluarkan harus segera dicatat dan dibukukan pada
Buku Harian Pengeluaran Obat mengenai data obat dan dokumen
obat
tersebut.
Fungsi : Sebagai dokumen yang memuat semua catatan pengeluaran,
baik mengenai
data obatnya maupun dokumen yang menyertai pengeluaran obat
tersebut.
Informasi yang didapat a. Jumlah obat yang dikeluarkan, nomor
dan tanggal dokumen yang
menyertainya.
b. Unit penerima obat
Manfaat Informasi yang didapat : Sebagai sumber data untuk
perencanaan dan pelaporan.
Petunjuk pengisian
Kegiatan yang harus dilakukan :
Lakukan pengisian sesuai petunjuk pengisian.
a. Petugas penyimpanan dan pendistribusian mengelola dan
mencatat/penerimaan dan pengeluaran obat di Buku Harian
Pengeluaran Obat
(Formulir IV).
Buku Harian Pengeluaran Obat memuat semua catatan pengeluaran
obat,
baik mengenai data obat-obat maupun catatan dokumen obat
tersebut.
b. Buku Harian Penerimaan/Pengeluaran Obat ditutup tiap hari dan
dibubuhi
paraf/tanda tangan Kepala Unit Pengelola Obat Publik dan
Perbekalan
Kesehatan.
c. Kolom buku harian penerimaan/pengeluaran barang diisi sebagai
berikut:
- Nomor urut sesuai dengan pengeluaran obat
- Tanggal pengeluaran barang
-
- Nomor tanda bukti pengeluaran baik yang berupa surat kiriman
dan
tanggal dokumen tersebut
- Nama obat
- Jumlah obat
- Jumlah harga
- Keterangan
D. LAPORAN PEMAKAIAN DAN LEMBAR PERMINTAAN OBAT (LPLPO) a.
Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat disampaikan oleh
Puskesmas/UPK ke UPOPPK. Petugas Pencatatan dan Evaluasi
melakukan evaluasi dan pengecekan sesuai dengan rencana
distribusi
dari UPOPPK lalu dikirimkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota
untuk
mendapatkan persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
Formulir yang digunakan sebagai dokumen bukti mutasi obat
adalah
formulir LPLPO atau disebut juga formulir Laporan Pemakaian dan
Lembar
Permintaan Obat. Formulir ini dipakai untuk permintaan dan
pengeluaran
obat.
b. Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat dibuat rangkap 3
(tiga)
:
Asli untuk UPOPPK di Kabupaten/Kota Tindasan 1 untuk arsip
instansi penerima (RS/Puskesmas) Tindasan 2 dikirim untuk Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota
Kegunaan LPLPO sebagai : 1) Bukti pengeluaran obat di UPOPPK
2) Bukti penerimaan obat di Puskesmas/ Rumah Sakit
3) Surat permintaan/pesanan obat dari Puskesmas/ RS kepada
Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota cq. UPOPPK.
4) Sebagai bukti penggunaan obat di Rumah Sakit / Puskesmas
Isi LPLPO
Nomor dan tanggal pelaporan dan atau permintaan Nama Puskesmas
yang bersangkutan Nama Kecamatan dari wilayah kerja Puskesmas Nama
Kabupaten/Kota dari wilayah Kecamatan yang bersangkutan
-
Nama Provinsi dari wilayah kerja Kabupaten/Kota Tanggal
pembuatan dokumen Bulan pelaporan dari Puskesmas Bulan permintaan
Puskesmas Jika hanya melaporkan data pemakaian dan sisa stok obat
diisi dengan
nama bulan bersangkutan
Jika dengan mengajukan permintaan obat (termasuk pelaporan data
obat) diisi dengan periode distribusi bersangkutan
Kolom pada LPLPO 1) Nomor urut masing-masing obat dalam daftar
formulir ini
2) Nama dan kekuatan obat bersangkutan
3) Satuan bentuk sediaan, misalnya Tablet, Kapsul, Sirop, Tube
dll
4) Jumlah satuan obat bersangkutan pada kolom (8) LPLPO
bulan
sebelumnya
5) Jumlah satuan obat bersangkutan yang diterima selama bulan
lalu. Data
diambil dari kolom pemberian (17) dari formulir LPLPO bulan
lalu. Jika
pada bulan sebelumnya terdapat lebih dari 1 (satu) formulir
LPLPO
(karena ada pengajuan tambahan obat), maka kolom ini diisi
dengan
jumlah kolom (17) dari beberapa LPLPO tersebut
6) Jumlah persediaan satuan masing-masing obat untuk bulan lalu,
yaitu
hasil penjumlahan pada kolom (4) dan (5) pada baris yang
sama
7) Jumlah pemakaian obat pada bulan sebelumnya
8) Jumlah satuan obat bersangkutan pada akhir bulan lalu, yaitu
sama
dengan pengurangan persediaan pada kolom (6) dan pemakaian
pada
kolom (7) pada baris yang sama.
9) Stok Optimum = jumlah pemakaian rata-rata pada periode
tertentu
ditambah dengan stok pengaman
10) Jumlah satuan masing-masing obat yang diminta pada periode
tertentu.
Kolom ini hanya diisi jika sedang mengajukan permintaan obat
11) s/d 16) Diisi oleh petugas UPOPPK tentang jumlah pemberian
dari
berbagai sumber
17. Jumlah total pemberian dari berbagai sumber
18. Keterangan *)
(*). Kolom Keterangan diisi dengan keterangan sebagai berikut
:
-
Untuk mengajukan tambahan obat guna mengatasi kekosongan obat,
diisi dengan kata kosong.
Untuk mengajukan tambahan obat guna mengatasi kenaikan kejadian
penyakit, diisi dengan jenis penyakit bersangkutan
Untuk pelaporan data kekosongan obat diisi dengan tanggal mulai
terjadinya kekosongan obat
Kolom (16) ini disi jika kolom sisa stok (8) pada baris yang
sama berisi angka 0 (nol).
Kolom kunjungan resep : diisi dengan data kunjungan yang
mendapat resep satuan kerja bersangkutan selama bulan lalu.
Kolom ini hanya diisi ketika melakukan pelaporan data obat
saja.
Jumlah kunjungan diisi dengan data kunjungan selama bulan lalu
yang
dibedakan dalam :
Umum bayar : Jumlah pasien umum yang mendapat resep/obat dan
membayar biaya pelayanan
Umum tidak bayar : Jumlah pasien umum yang men-dapat
resep/obat
dan tidak membayar biaya pelayanan
Askes : Jumlah pasien peserta asuransi kesehatan (Askes)
yang mendapat resep / obat
- Kolom melaporkan/meminta : diisi dengan nama dan jabatan
petugas yang
melaporkan data pemakaian / sisa stok dan atau mengajukan
permintaan
obat.
- Kolom mengetahui/menyetujui : diisi dengan nama dan jabatan
petugas
yang menerima laporan data obat dan atau menyetujui pemberian
obat.
- Kolom menyerahkan obat : diisi dengan nama dan jabatan petugas
yang
menyerahkan obat kepada satuan kerja yang memintanya.
- Kolom menerima obat : diisi dengan nama dan jabatan petugas
yang
menerima penyerahan obat oleh petugas yang menyerahkan.
Surat Pengiriman Obat a. Petugas penyimpanan dan pendistribusian
mempersiapkan Surat
Pengiriman Obat (formulir VI) dan mengisinya sesuai dengan
yang
tercantum dalam LPLPO yang bersangkutan dan dikirim bersama
obat.
-
b. Formulir ini merupakan surat pengantar obat dimana
didalamnya
tercantum jumlah, nomor koli dan berat obat serta alat
pengangkutan yang
digunakan untuk mengangkut obat tersebut (ekspedisi).
c. Formulir Surat Kiriman Obat dibuat dalam rangkap 4 :
Asli untuk Kepala Rumah Sakit / UPK Tindasan 1 untuk Kepala
UPOPPK Tindasan 2 untuk arsip Petugas Penyimpanan dan Penyaluran
Tindasan 3 dikirim kepada sipenerima barang untuk ditanda
tangani
oleh Kepala RS/ Puskesmas dan di cap dinas yang selanjutnya
dikirim
kembali kepada Kepala UPOPPK cq. Petugas Pencatatan dan
Evaluasi
d. Kerusakan, kekurangan dan kehilangan dalam pengiriman
menjadi
tanggung jawab jasa pengangkutan, oleh karena itu pengecekan
perlu
dilakukan didepan petugas jasa pengangkutan / pengirim
e. Bagian judul pada Formulir Surat kiriman obat diisi dengan
:
Untuk rangkap 5 (a) Nomor surat kiriman (b) Nama RS/Puskesmas
yang memesan (c) Nomor dari LPLPO / LB (d) Cara pengiriman melalui
jasa pengangkutan / diangkut sendiri,
dilengkapi data nomor kendaraaan (e)
E. PENCATATAN DAN PELAPORAN
PENGERTIAN Pencatatan dan pelaporan data obat di UPOPPK
Kabupaten/Kota merupakan
rangkaian kegiatan dalam rangka pengelolaan obat secara tertib
baik obat
yang diterima, disimpan, didistribusikan maupun yang digunakan
di unit
pelayanan kesehatan seperti Puskesmas.
Tujuan pencatatan dan pelaporan Tersedianya data mengenai jenis
dan jumlah penerimaan, persediaan,
pengeluaran/penggunaan dan data mengenai waktu dari seluruh
rangkaian
kegiatan mutasi obat.
Sebagian dari kegiatan pencatatan dan pelaporan obat ini telah
diuraikan pada
masing-masing aspek pengelolaan obat. Berikut ini akan diuraikan
secara
-
ringkas kegiatan pencatatan dan pelaporan obat yang perlu
dilakukan oleh
UPOPPK.
Kegiatan Pencatatan dan Pelaporan Kegiatan pencatatan dan
pelaporan meliputi :
Pencatatan dan pengelolaan data untuk mendukung perencanaan
pengadaan
obat
Laporan Pengelolaan Obat Sebagai unit kerja yang secara
fungsional berada di bawah dan langsung
bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
maka
UPOPPK memiliki kewajiban untuk melaporkan kegiatan pengelolaan
obat
yang dilaksanakan.
Laporan yang perlu disusun UPOPPK terdiri dari :
1. Laporan mutasi obat
2. Laporan kegiatan distribusi
3. Laporan pencacahan persediaan akhir tahun anggaran
4. Laporan tahunan / profil pengelolaan obat di
Kabupaten/Kota.
Laporan Mutasi Obat a. Petugas pencatatan, pelaporan dan
evaluasi mempersiapkan/ membuat
laporan mutasi obat (formulir VII) berdasarkan data penerimaan
dan
pengeluaran obat.
b. Laporan mutasi obat adalah laporan berkala mengenai mutasi
obat yang
dilakukan per triwulan yang memuat jumlah penerimaan,
pengeluaran dan
sisa persediaan di UPOPPK, kecuali Narkotika dan Psykotropika
yang
dilakukan setiap bulan.
c. Kegunaan laporan mutasi obat ini adalah :
1). Untuk mengetahui jumlah penerimaan dan pengeluaran obat
per
triwulan
2). Untuk mengetahui sisa persediaan obat pada akhir
triwulan
3). Untuk pertanggung jawaban Kepala UPOPPK/Bendaharawan
Barang
sesuai peraturan perundangan berlaku.
d. Laporan mutasi obat ini dibuat rangkap 2, untuk :
Asli dikirim kepada atasan langsung (Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota).
-
Tindasan 1 untuk arsip e. Bagian judul pada Formulir Laporan
Mutasi Obat diisi :
Triwulan I (Januari s/d Maret) Triwulan II (April s/d Juni)
Triwulan III (Juli s/d September) Triwulan IV (Oktober s/d
Desember) (a) Tempat, tanggal dan penanda tanganan laporan tersebut
(b) Nama Kepala UPOPPK (c)
f. Kolom pada formulir laporan mutasi obat diisi sebagai berikut
:
Kolom (1), Nomor urut obat Kolom (3), Nama obat yang akan
dilaporkan Kolom (4), Satuan kemasan obat (dos, kaleng, botol dan
lain-lain Kolom (5), Sisa permulaan triwulan Kolom (6), Penerimaan
selama satu triwulan Kolom (7), Pengeluaran selama satu triwulan
Kolom (8), Sisa pada akhir triwulan Kolom (9), Bila diperlukan
Laporan Kegiatan Distribusi
Digunakan kartu per UPK
Fungsi : Laporan Puskesmas atas mutasi obat dan kunjungan resep
per tahun
Informasi yang didapat a. Jumlah obat yang tersedia (stok
akhir)
b. Jumlah obat yang diterima
c. Jumlah kunjungan resep
Manfaat informasi yang didapat a. Jenis dan jumlah persediaan
obat di setiap UPK
b. Perbandingan sisa stok dengan pemakaian per bulan
c. Perbandingan jumlah persediaan dengan jumlah pemakaian per
bulan
Petunjuk Pengisian :
-
Kolom pada Formulir Laporan Kegiatan Distribusi diisi dengan
data yang
diperoleh dari dokumen LPLPO.
Kolom 1 : diisi dengan nomor urut
Kolom (2 s/d 3) : diisi sesuai dengan dokumen LPLPO
Kolom 4 diisi dengan stok pada awal bulan
Kolom 5 diisi dengan penerimaan obat
Kolom 6 diisi dengan jumlah persediaan atau sama dengan kolom 4
+ 5
Kolom 7 diisi dengan pemakaian selama satu tahun
Kolom 8 diisi dengan kolom 7 dibagi 12
Kolom 9 diisi dengan sisa stok pada akhir bulan Desember
Kolom 10 diisi dengan kolom 9 dibagi dengan kolom 8
Kolom total kunjungan resep (11 s/d 13) : diisi dengan data
kunjungan yang
mendapat resep satuan kerja bersangkutan selama satu tahun.
Laporan Pencacahan Persediaan Akhir Tahun Anggaran
(31 Desember) a. Petugas Pencatatan dan Evaluasi
mempersiapkan/membuat Berita Acara
Pencacahan Obat Akhir Tahun Anggaran (Formulir IX) dan
Laporan
Pencacahan Persediaan Akhir Tahun Anggaran (Formulir X)
b. Laporan Pencacahan Persediaan Akhir Tahun Anggaran dibuat
pada
setiap akhir tahun anggaran yang memuat jumlah penerimaan
dan
pengeluaran selama 1 tahun anggaran dan sisa persediaan pada
akhir
tahun anggaran yang bersangkutan.
c. Kegunaan Laporan Pencacahan Persediaan Akhir Tahun
Anggaran
adalah :
1). Untuk mengetahui jumlah penerimaan dan pengeluaran obat
selama
1 tahun anggaran
2). Untuk mengetahui sisa persediaan obat pada akhir tahun
anggaran
3). Sebagai pertanggung jawaban dari Kepala UPOPPK/
Bendaharawan
Barang kepada Dinkes Kabupaten/Kota
d. Laporan Pencacahan Persediaan Akhir Tahun Anggaran dibuat
rangkap 2
untuk :
-
Asli dikirim kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Arsip
Laporan Pengelolaan Obat Tahunan/ Profil Pengelolaan Obat di
Kabupaten/Kota
Fungsi : Mengukur tingkat kinerja pengelolaan obat di Daerah
Kabupaten/Kota selama
satu tahun anggaran.
Kegiatan yang harus dilakukan : 1) Siapkan data pencacahan obat
per 31 Desember di tingkat UPOPPK
2) Siapkan data pencacahan obat per 31 Desember di tingkat
Puskesmas
3) Susun daftar obat yang diterima pada tahun anggaran berjalan,
berasal
dari berbagai sumber anggaran obat
4) Evaluasi LPLPO/LB2 untuk mendapatkan informasi mengenai :
Pemakaian rata-rata tiap jenis obat Jumlah kunjungan resep
5) Daftar obat dengan harga patokannya (ambil harga patokan obat
PKD
yang terakhir)
6) Jumlah alokasi dana obat untuk tahun berjalan dari berbagai
sumber
7) Data umum yang menyangkut :
Jumlah penduduk Jumlah kunjungan / kunjungan kasus Jumlah
peserta Askes
Informasi yang didapat 1) Jumlah dan nilai persediaan obat di
tingkat UPOPPK per 31 Desember.
2) Jumlah dan nilai persediaan obat di tingkat Puskesmas per 31
Desember.
3) Pemakaian rata-rata per bulan untuk setiap jenis obat
4) Tingkat kecukupan setiap jenis obat
5) Rencana kebutuhan obat untuk tahun anggaran berikutnya
6) Realisasi pengadaan obat menurut sumber anggaran
7) Biaya obat per kunjungan
-
Manfaat Informasi 1) Untuk pelaksanaan tindak lanjut peningkatan
dan penyempurnaan
pengelolaan obat di Kabupaten/Kota
2) Bahan masukan dalam penyusunan profil kesehatan Kabupaten/
Kota
F. PENGHAPUSAN SEDIAAN FARMASI Pengertian :
Penghapusan adalah rangkaian kegiatan pemusnahan sediaan farmasi
dalam
rangka pembebasan barang milik/kekayaan negara dari tanggung
jawab
berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku
Tujuan penghapusan sediaan farmasi adalah sebagai berikut : 1.
Penghapusan merupakan bentuk pertanggung jawaban petugas
terhadap
sediaan farmasi/obat-obatan yang diurusinya, yang sudah
ditetapkan
untuk dihapuskan/dimusnahkan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
2. Menghindarkan pembiayaan (biaya penyimpanan,
pemeliharaan,
penjagaan dan lain-lain) atau barang yang sudah tidak layak
untuk
dipelihara
3. Menjaga keselamatan dan terhindar dari pengotoran
lingkungan
Kegiatan Penghapusan Sediaan Farmasi a. Membuat daftar sediaan
farmasi/obat-obatan yang akan di hapuskan
beserta alasan-alasannya
b. Pisahkan sediaan farmasi/obat-obatan yang kadaluwarsa/rusak
pada
tempat tertentu sampai pelaksanaan pemusnahan
c. Pisahkan narkotika dan psykotropika dari obat lainnya
d. Melaporkan kepada atasan mengenai sediaan farmasi/obat-obatan
yang
akan dihapuskan
e. Membentuk Panitia Pemeriksaan sediaan farmasi/obat-obatan
melalui
Surat Keputusan Bupati/Walikota
f. Membuat Berita Acara Hasil Pemeriksaan sediaan
farmasi/obat-obatan
oleh Panitia Pemeriksaan dan Penghapusan sedian
farmasi/obat-obatan
g. Melaporkan hasil pemeriksaan kepada yang berwenang/pemilik
obat
h. Melaksanakan penghapusan setelah ada keputusan dari yang
berwenang
Penghapusan Barang Milik Daerah.
-
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengajukan usul
penghapus-an
sediaan farmasi/obat-obatan kepada Bupati/Walikota disertai
Berita Acara
Hasil Pemeriksaan Obat-obatan
a. Bupati/Walikota menindak lanjuti sesuai dengan
ketentuan/peraturan yang
berlaku (Surat Menteri Dalam Negeri No. 88 Tahun 1975
tentang
Pelimpahan Wewenang Penghapusan Barang)
b. Surat Keputusan Penghapusan diterbitkan oleh
Bupati/Walikota
c. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota membentuk Panitia
Pelaksanaan Penghapusan
d. Melaksanakan penghapusan sesuai SK Penghapusan
Daftar Obat a. Petugas Perencanaan dan Evaluasi
mempersiapkan/membuat daftar obat
untuk dihapuskan serta mengumpulkan pada suatu tempat
berdasarkan :
- Data-data dari petugas Penyimpanan dan Penyaluran
- Peraturan-peraturan yang berlaku (misal ICW)
b. Kepala UPOPPK membuat laporan serta mengirimkan daftar obat
tersebut
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dengan maksud
agar
obat-obat tersebut dapat dihapuskan dari pengurusan dan
pertanggung
jawaban. Berdasarkan laporan tersebut Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota membentuk Panitia Pemeriksa Obat yang akan
dihapuskan.
Panitia Pemeriksa Obat Panitia Pemeriksa Obat ini melakukan
pemeriksaan atas obat-obat yang
akan dihapuskan dan hasilnya dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan
Obat
dengan memakai Formulir XI. Yang dilampiri dengan Formulir XII,
yang
memuat jenis, keadaan dan jumlah obat yang hendak
dihapuskan.
a. Formulir Berita Acara Pemeriksaan Obat diisi dengan :
- Nama, tempat UPOPPK Kabupaten/Kota
- Hari, tanggal, bulan dan tahun yang dilaksanakan pemeriksaan
oleh
Panitia
- Nama-nama anggota Panitia
- Jabatan anggota Panitia
-
- Nomor dan tanggal surat penunjukan Panitia Pemeriksaan
Obat
untuk dihapuskan
b. Kolom-kolom pada Formulir diisi dengan :
1). Angka banyaknya obat yang diperiksa
2). Huruf banyaknya obat yang diperiksa
3). Satuan obat yang diperiksa (dos, kaleng, botol, dll)
4). Nama / jenis obat yang diperiksa
5). Harga satuan obat yang diperiksa
6). Jumlah harga obat yang diperiksa
7). Keadaan obat-obatan yang tidak dapat dipakai lagi (bila
diperlukan
/ digunakan hasil pengujian laboratorium)
8). Keputusan atau pendapat Panitia.
c. Panitia Pemeriksaan Obat membuat laporan rangkap 4 :
- Asli dikirim kepada Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota
- Tindasan 1 dikirim kepada Bupati/Walikota setempat
- Tindasan 2 dikirim kepada Badan Pengawas Daerah setempat
- Tindasan 3 dikirim kepada Kepala UPOPPK.
Cara-cara Penghapusan. Bupati/Walikota mengeluarkan Surat
Keputusan Penghapusan Obat.
Dalam Surat Keputusan ini ditentukan cara penghapusan yaitu
dengan
jalan memusnahkan obat.
Penghapusan dengan cara Pemusnahan. a). Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, membentuk Panitia
Pemusnahan, dengan tugas-tugas antara lain :
- Menentukan cara-cara pemusnahan dengan memperhatikan
ketentuan yang berlaku dan koordinasikan dengan Balai POM
- Menyiapkan obat-obatan yang akan dimusnahkan
- Menyiapkan pelaksanaan pemusnahan, sesuai dengan tata cara
yang disetujui, misalnya obat sediaan tablet dengan cara
-
direndam, ditanam atau dibakar dengan menggunakan
ensinerator, larutan dengan cara dituang isinya.
- Menetapkan lokasi pemusnahan yang jauh dari pemukiman dan
lokasi tersebut memang tempat pembuangan.
- Membuat Berita Acara Pemusnahan
- Menyampaikan laporan pelaksanaan pekerjaan kepada
Bupati/Walikota setempat.
b). Berdasarkan laporan dari Panitia pemusnahan, Kepala
Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat melaporkan kepada
Bupati/Walikota, tentang pelaksanaan Surat Keputusan
Pemusnahan,
yaitu :
- Laporan pelaksanaan dari Panitia Pemusnahan
- Berita Acara Pemusnahan.
-
BAB V
PENUTUP
Pedoman pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan ini
disempurnakan untuk
memberikan kejelasan bagi pengelolaan obat publik dan perbekalan
kesehatan di
Provinsi/Kabupaten/Kota serta merupakan ketentuan dan
kebijaksanaan Departemen Kesehatan
RI.
Keberhasilan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di
Provinsi/ Kabupaten/Kota
sangat tergantung pada partisipasi dan koordinasi semua pihak
yang terkait, serta kejelasan
seluruh pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan mulai
dari tingkat Pusat, Provinsi
sampai tingkat Kabupaten/Kota.
Semoga pedoman ini dapat digunakan untuk membantu pelaksanaan
pengelolaan obat publik
dan perbekalan kesehatan di Provinsi/Kabupaten/Kota.
Masukan serta koreksi sangat kami harapkan untuk perbaikan
pedoman pengelolaan obat publik
dan perbekalan kesehatan di masa yang akan datang.
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Otonomi Daerah 2.
Kebutuhan setiap daerah yang berbeda. 3. Obat dan perbekalan
kesehatan penunjang vital pelayanan kesehatan B. Tujuan BAB III
A. Bentuk Organisasi