SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN R.I Assalamualaikum Warokhmatullahi Wabarokatuh Pertama-tama marilah kita memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat hidayah dan karunia-Nya, Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Kabupaten/Kota dapat diselesaikan sesuai dengan rencana. Proses penyusunan pedoman pengelolaan ini telah melibatkan beberapa Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dari beberapa Kabupaten/Kota maupun Propinsi. Dengan telah disusunnya Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ini, diharapkan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota menjadi lebih terarah dan dapat dijadikan dasar untuk menyamakan gerak dan langkah dalam memberdayakan Institusi Pengelola Obat di Kabupaten/Kota, sehingga Pengelola Obat di Kabupaten/Kota dapat menjamin ketersediaan obat yang bermutu di Unit Pelayanan Kesehatan Dasar. Adanya perubahan besar dalam ketatanegaraan kita yaitu dengan adanya UU Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Sistem Pengelolaan Obat di Kabupaten/Kota yang telah berjalan dengan baik harus tetap dipertahankan. Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ini merupakan salah satu upaya merespon perubahan yang terjadi.
51
Embed
SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PELAYANAN …binfar.depkes.go.id/dat/lama/1251260600_Pedoman Pengelolaan Kab... · yang bahkan menjadi lebih baik seperti : bila semula ada UPTD Farmasi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
DEPARTEMEN KESEHATAN R.I Assalamualaikum Warokhmatullahi Wabarokatuh Pertama-tama marilah kita memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena
atas limpahan rahmat hidayah dan karunia-Nya, Pedoman Pengelolaan Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan Kabupaten/Kota dapat diselesaikan sesuai
dengan rencana.
Proses penyusunan pedoman pengelolaan ini telah melibatkan beberapa Unit
Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dari beberapa Kabupaten/Kota
maupun Propinsi.
Dengan telah disusunnya Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan ini, diharapkan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di
Kabupaten/Kota menjadi lebih terarah dan dapat dijadikan dasar untuk
menyamakan gerak dan langkah dalam memberdayakan Institusi Pengelola Obat
di Kabupaten/Kota, sehingga Pengelola Obat di Kabupaten/Kota dapat menjamin
ketersediaan obat yang bermutu di Unit Pelayanan Kesehatan Dasar.
Adanya perubahan besar dalam ketatanegaraan kita yaitu dengan adanya UU
Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 tahun
1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah,
Sistem Pengelolaan Obat di Kabupaten/Kota yang telah berjalan dengan baik
harus tetap dipertahankan. Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan ini merupakan salah satu upaya merespon perubahan yang terjadi.
Kami berharap dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Kesehatan nomor
1426/SK/Menkes/SK/XI/2002 tentang Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan ini, maka komitmen semua pihak akan dapat terus
meningkatkan Pengelolaan Obat di Unit Pelayanan Kesehatan Dasar dalam
menghadapi berbagai kendala dimasa transisi penerapan Otonomi Daerah.
Akhirnya kami menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada semua
pihak atas bantuan dan perhatian yang telah diberikan dalam penyusunan
Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ini.
Jakarta, November 2002 Direktur Jenderal
Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Drs. Holid Djahari, MM, Apt NIP. 140024279
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena rakhmat dan karunia Nya, buku Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan telah dapat diselesaikan sesuai rencana. Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ini disusun untuk memberikan kejelasan bagi pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di Propinsi/Kabupaten/Kota. Buku Pedoman ini digunakan sebagai acuan bagi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Propinsi/Kabupaten/Kota maupun Pusat dalam proses pelaksanaan Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Kami menyampaikan penghargaan yang tinggi dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penyusunan Buku Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
Jakarta, Nopember 2002 Direktur Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Drs. Bahron Arifin,Apt NIP. 140 149 674
i
Lampiran : Keputusan Menteri Kesehatan R.I Nomor : /Menkes/SK/XI/2005 Tanggal :
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Otonomi Daerah
Penerapan Undang - Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Otononomi
daerah membawa implilkasi terhadap organisasi kesehatan di Pusat,
Provinsi, maupun Kabupaten/Kota. Demikian pula halnya dengan
organisasi pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, bila
sebelumnya di seluruh Kabupaten/Kota terdapat Gudang Farmasi, maka
dengan diserahkannya Gudang Farmasi kepada pemerintah daerah,
organisasi tersebut tidak selalu eksis di setiap Kabupaten/Kota. Untuk
Kabupaten/Kota yang masih mempertahankan Gudang Farmasi
Kabupaten (GFK) dengan segala implikasinya, minimal pengelolaan obat
berjalan sebagaimana semula. Dalam artian ada penanggung jawab,
personal terlatih, sistem pengelolaan obat dan juga sarana baik gedung,
komputer maupun kendaraan roda empat. Berbeda dengan
Kabupaten/Kota yang melikuidasi Gudang Farmasi, kemungkinan
pengelolaan obat tidak berjalan sebagaimana mestinya relatif besar,
karena personal terlatih di pindah tugaskan atau sarana diubah
peruntukannya. Demikian pula halnya dengan mekanisme pengelolaan
obat yang telah dibina bertahun-tahun dirubah tidak sesuai dengan
standar yang berlaku. Selain kemungkinan tersebut, ada alternatif lain
yang bahkan menjadi lebih baik seperti : bila semula ada UPTD Farmasi
dan Gudang Farmasi dijadikan satu wadah, sarana (gedung dsb),
personal dan mekanisme pengelolaan obat, ada pelatihan lanjutan bagi
petugas terlatih dan sebagainya. Adanya Otonomi daerah membuka
berbagai peluang terjadi perubahan yang sangat mendasar di masing-
masing Kabupaten/Kota dalam melaksanakan pengelolaan obat.
2. Kebutuhan setiap daerah yang berbeda.
Keberadaan Gudang Farmasi di Kabupaten/Kota yang sifatnya seragam
di seluruh Indonesia pada dasarnya untuk menjamin pengelolaan obat
publik dan perbekalan kesehatan khususnya dipelayanan kesehatan
dasar, dapat menjamin ketersediaan obat dan aksesibilitas publik
terhadap obat. Akan tetapi organisasi yang seragam mungkin di era
otonomi daerah dianggap tidak cocok lagi mengingat masing-masing
daerah mempunyai kebutuhan lokal spesifik yang berbeda antara satu
Kabupaten/Kota dengan yang lainnya. Sehingga perubahan organisasi
pengelolaan obat banyak dilakukan oleh masing-masing Kabupaten/Kota
maupun Provinsi.
Kebutuhan dimaksud misalnya adalah pengelolaan obat publik tidak
hanya mencakup pelayanan kesehatan dasar tetapi termasuk juga
pelayanan rujukan. Disisi lain ada keterbatasan tenaga apoteker terlatih,
sementara ada keinginan terciptanya pengelolaan obat yg efektif dan
efisien. Maka pengembangan organisasi membutuhkan cukup banyak
apoteker dan asisten apoteker. Ditempat lain mungkin keberadaan
Gudang Farmasi sudah dianggap memadai untuk mengelola obat publik
dan perbekalan kesehatan yang ada di wilayahnya.
3. Obat dan perbekalan kesehatan penunjang vital pelayanan kesehatan
Obat merupakan komponen esensial dari suatu pelayanan kesehatan,
selain itu karena obat sudah merupakan kebutuhan masyarakat, maka
persepsi masyarakat tentang hasil dari pelayanan kesehatan adalah
menerima obat setelah berkunjung ke sarana kesehatan, yaitu
Puskesmas, Poliklinik, Rumah Sakit, Dokter praktek swasta dan lain -
lain.
Bila di umpamakan tenaga medis adalah tentara yang sedang berperang
di medan tempur, maka obat adalah amunisi yang mutlak harus dimiliki
untuk mengalahkan musuh-musuhnya. Oleh karena vitalnya obat dalam
pelayanan kesehatan, maka pengelolaan yang benar, efisien dan efektif
sangat diperlukan oleh petugas di Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota.
4. Biaya penyediaan obat yang cukup besar.
Menurut WHO (1996) belanja obat merupakan bagian terbesar dari
anggaran kesehatan. Di beberapa negara maju biaya obat ini berkisar
antara 10-15 % dari anggaran kesehatan, sementara di negara
berkembang biaya ini lebih besar lagi antara 35-66 %, misalnya :
Thailand 35 % , Indonesia, 39 %, Cina 45 % dan Mali 66 %. Tanggung
jawab pengadaan obat esensial untuk pelayanan kesehatan dasar bukan
lagi menjadi tanggung jawab pemerintah pusat akan tetapi menjadi
tanggung jawab pemerintah daerah Provinsi/Kabupaten/Kota. Melihat
data tersebut, maka pemerintah khususnya pemerintah daerah
Provinsi/Kabupaten/Kota akan merasakan beban yang sangat besar
terhadap APBD/DAU setiap tahunnya.
Untuk menjamin ketersediaan obat di pelayanan kesehatan dan juga
menjaga citra pelayanan kesehatan itu sendiri, maka sangatlah penting
menjamin ketersediaan dana yang cukup untuk pengadaan obat
esensial, namun lebih penting lagi dalam mengelola dana penyediaan
obat secara efektif dan efisien.
5. Dana obat yang harus diperjuangkan.
Penerapan Undang Undang Otonomi dan Perimbangan Keuangan Pusat
dan Daerah membawa perubahan kepada mekanisme pengalokasian
dana, bukan hanya di sektor Kesehatan tetapi terjadi di semua sektor.
Pada era sebelum otonomi daerah alokasi dana pembangunan langsung
disediakan untuk masing-masing sektor dan selanjutnya dibagikan ke
Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pada saat ini pengalokasian dana dari
Pemerintah Pusat dilakukan melalui mekanisme DAU, DAK dan Dana
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Dana alokasi pembangunan
kesehatan termasuk didalamnya dana alokasi obat termasuk kedalam
Dana Alokasi Umum. Perubahan yang demikian mendasar belum banyak
diantisipasi oleh manager kesehatan di Provinsi/Kabupaten/Kota
termasuk pula oleh pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan.
Kondisi seperti ini bukan berarti kesalahan pengelola obat publik dan
perbekalan kesehatan di daerah, tetapi memang sebelumnya tidak
pernah dipersiapkan. Ketrampilan yang sangat menunjang dalam
melakukan pengajuan kebutuhan alokasi dana obat di DAU antara lain:
kemampuan negosiasi, kemampuan mengolah data penggunaan obat
dari aspek ekonomi, kemampuan advokasi dan lain sebagainya.
Ketrampilan tersebut sangat diperlukan mengingat ada sebahagian
pengambil keputusan di daerah yang beranggapan bahwa sektor
kesehatan adalah sektor yang hanya menghabiskan uang, atau
menjadikan unit pelayanan kesehatan sebagai salah satu “revenue
center” bagi daerah. Padahal perlu diketahui bahwa kesehatan
merupakan suatu investasi di masa mendatang.
B. Tujuan
1. Umum
Tersedianya Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan di Provinsi/ Kabupaten/ Kota
2. Khusus
Adanya keseragaman pelaksanaan tugas pengelolaan obat publik dan
perbekalan kesehatan di Provinsi/Kabupaten/Kota secara efektif dan
efisien, antara lain :
a. Terlaksananya perencanaan dan pengadaan kebutuhan obat yang
efektif dan efisien
b. Terlaksananya penyimpanan dan distribusi obat yang merata dan
teratur secara tepat jumlah, waktu dan tempat dengan masa tunggu
yang pendek.
c. Terlaksananya pengendalian persediaan obat publik dan perbekalan
kesehatan di Provinsi/ Kabupaten/ Kota secara berdayaguna dan
berhasil guna.
d. Terjaminnya mutu, keabsahan dan ketepatan obat serta kerasionalan
penggunaan obat.
e. Peningkatan pemanfaatan informasi pengelolaan obat publik dan
perbekalan kesehatan untuk perencanaan kebutuhan obat di
Provinsi/Kabupaten/Kota.
C. Batasan
Dengan diberlakukannya Otonomi Daerah, masing – masing daerah
Provinsi/ Kabupaten/ Kota mempunyai struktur organisasi dan kebijakan
sendiri dalam pegelolaan obat dan perbekalan kesehatan, sehingga dalam
buku ini Organisasi Pengelola Obat di Provinsi/Kabupaten/Kota disebut
dengan Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan (UPOPPK) di
Provinsi/ Kabupaten/ Kota.
BAB II
PERAN SETIAP TINGKATAN
A. Pembagian Tugas
Salah satu tujuan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan adalah
agar dana yang tersedia dapat digunakan dengan sebaik-baiknya dan
berkesinambungan guna memenuhi kepentingan masyarakat yang berobat
ke Unit Pelayanan Kesehatan Dasar (Puskesmas). Agar tujuan tersebut
dapat terlaksana dengan baik, maka diantara semua yang terlibat dalam
pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan sebaiknya ada
pembagian tugas dan peran seperti di bawah ini :
1. Tingkat Pusat
a. Menyiapkan, mengirimkan dan mensosialisasikan berbagai Keputusan
Menteri Kesehatan ke unit – unit terkait antara lain :
1) Daftar Harga Obat PKD, Obat Program dan Obat Generik
2) Pedoman Perencanaan Pengadaan, Pengelolaan, Supervisi dan
Evaluasi Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
3) Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN)
b. Menyediakan Obat Buffer Stok Nasional
c. Melakukan Pelatihan Petugas Pengelola Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan di Provinsi maupun Kabupaten/Kota, dengan prioritas
Kabupaten/Kota bentukan baru
d. Melakukan Bimbingan Teknis, Monitoring dan Evaluasi Ketersediaan
Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
e. Menyediakan Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas
f. Menyediakan Fasilitator untuk pelatihan pengelola obat publik dan
perbekalan kesehatan.
g. Menyediakan Pedoman Advokasi Penyediaan Anggaran Kepada
Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota.
2. Tingkat Provinsi
Dinas Kesehatan Provinsi :
a. Menyediakan dan mengelola obat buffer stok Provinsi
b. Melakukan Pelatihan Petugas Pengelola Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan di Kabupaten/Kota
c. Melakukan Bimbingan Teknis, Monitoring dan Evaluasi Ketersediaan
Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ke Kabupaten/Kota
d. Menyediakan Fasilitator untuk pelatihan pengelola obat publik dan
perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota maupun Puskesmas
e. Melaksanakan Advokasi Penyediaan Anggaran Kepada Pemerintah
Provinsi
3. Tingkat Kabupaten/Kota
a. Perencanaan kebutuhan obat untuk pelayanan kesehatan dasar
disusun oleh tim perencanaan obat terpadu berdasarkan system
“bottom up”
b. Perhitungan rencana kebutuhan obat untuk satu tahun anggaran
disusun dengan menggunakan pola konsumsi dan atau epidemiologi.
c. Mengkoordinasikan perencanaan kebutuhan obat dari beberapa
sumber dana, agar jenis dan jumlah obat yang disediakan sesuai
dengan kebutuhan dan tidak tumpang tindih.
d. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengajukan rencana
kebutuhan obat kepada Pemerintah Kabupaten/Kota, Pusat, Provinsi
dan sumber lainnya.
e. Melakukan Pelatihan Petugas Pengelola Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan untuk Puskesmas
f. Melakukan Bimbingan Teknis, Monitoring dan Evaluasi Ketersediaan
Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ke Puskesmas
g. Melaksanakan Advokasi Penyediaan Anggaran Kepada Pemerintah
Kabupaten/Kota
h. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bertanggungjawab terhadap pen-
distribusian obat kepada unit pelayanan kesehatan dasar.
i. Dinas Kesehatan Kab/Kota bertanggungjawab terhadap penanganan
obat dan perbekalan kesehatan yang rusak dan kadaluwarsa.
j. Dinas Kesehatan Kab/Kota bertanggungjawab terhadap jaminan mutu
obat yang ada di UPOPPK dan UPK.
BAB III
ORGANISASI
UNIT PENGELOLA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN
A. Bentuk Organisasi
Melihat betapa pentingnya peranan obat dalam pelayanan kesehatan,
maka perlu adanya standar pola organisasi pengelola obat publik dan
perbekalan kesehatan di Provinsi/Kabupaten/Kota agar alokasi dana obat
yang tersedia dapat di manfaatkan semaksimal mungkin.
Bentuk organisasi unit pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan
Provinsi/Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut :
Pola Organisasi Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
sesuai dengan Pola Organisasi Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota
No. Uraian Tugas Pola Maksimal Pola Minimal UPT - Lain
1 Penanggung jawab Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
• Subdin/ Bidang Farmasi
• Subdin/ Bidang Yankes
• Seksi Obat • UPTD Farmasi • GFK • Inst. Farmasi
2 Pelaksana Pendistribusian dan Penyimpanan
• Seksi Obat • Petugas Pendistribusian
• Subsie Pendistribusian
3 Pelaksana Pencatatan, Pelaporan dan Evaluasi
• Seksi Obat
• Seksi Evaluasi
• Petugas Evaluasi
• Subsie Evaluasi
4 Pelaksana penyedia informasi obat, pelatihan dan monitoring penggunaan obat rasional
• Seksi Obat • Petugas Pemantauan
• Subsie Pemantauan
5 Pelaksana Administrasi Umum
• Staf Sie Obat • Petugas Seksi Obat
• Subbag TU
B. Keberadaan UPOPPK di Provinsi/Kabupaten/Kota antara lain bertujuan untuk menjamin :
1. Efisiensi dan efektifitas pemanfaatan alokasi dana.
2. Ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan di unit pelayanan
kesehatan dasar
3. Penggunaan obat secara rasional
C. Keuntungan Pola Organisasi yang ada di Provinsi/ Kabupaten/ Kota.
Keuntungan adanya pola organisasi unit pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan di Provinsi/Kabupaten/Kota antara lain : 1. Ada jaminan profesionalisme dalam pengelolaan obat
2. Ada penanggung jawab dengan latar belakang pendidikan yang sesuai
dengan bidang pekerjaan
3. Potensi untuk terjadinya pemilihan obat maupun pengalokasian dana
yang tidak benar dapat diperkecil.
4. Komunikasi dengan tenaga kesehatan di Puskesmas atau Rumah
Sakit relatif berjalan lancar.
5. Jaminan tersedianya informasi mengenai obat dan perbekalan
kesehatan bagi tenaga kesehatan di Puskesmas/Rumah Sakit.
D. Tugas Pokok dan Fungsi Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan
1. UPOPPK di Provinsi/ Kabupaten/ Kota mempunyai tugas pokok
melaksanakan semua aspek pengelolaan obat publik dan perbekalan
kesehatan, meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan,