Tugas-tugas Koas Jiwa Stase 9 Juni-12 Juli Depresi, Stress, All of
Post on 19-Jan-2016
231 Views
Preview:
DESCRIPTION
Transcript
KUMPULAN TUGAS-TUGAS PSIKIATRIK
Dosen pengampu :
Dr. Tumpak Saragi, Sp. KJ
DISUSUN OLEH :
Adika Perdana G1A108071
Ria Nastitia G1A108064
Devi Arisanti G1A108058
Anita Mubarokah G1A108046
Mufti Muttaqin G1A108056
Tri Narwati G1A109095
Sulistya Ningsih G1A109054
FerdianMei Sandra G1A109079
Monice Syafrizal G1A109085
Feggy Maidandy G1A109023
Gabriella Mariza. A G1A109083
Tri Wibowo G1A109033
Nana Kartina G1A109080
Akbar Kurniawan G1A109026
M. Padri Jaka K G1A109035
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN IKJ
RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2014
1. Apa saja kelainan afektif ? (Adika Perdana G1A 108071)
Jawab :
Istilah kelainan afektif mencakup penyakit-penyakit dengan gangguan afek
(mood) sebagai gejala primer, sedangkan semua gejala lain bersifat sekunder. Afek bisa
terus menerus depresi atau gembira (dalam mania) dan kedua episode ini bisa timbul pada
orang yang sama, karena itu dinamai “psikosis manik-depresif”. Penyakit dengan hanya
satu jenis serangan disebut unipolar, dan jika episode manik dan depresif keduanya ada
disebut bipolar.
Mood merupakan subjektivitas peresapan emosi yang dialami dan dapat
diutarakan oleh pasien dan terpantau oleh orang lain; termasuk sebagai contoh adalah
depresi, elasi dan marah. Kepustakaan lain, mengemukakan mood, merupakan perasaan,
atau nada “perasaan hati” seseorang, khususnya yang dihayati secara batiniah.
Pasien dalam keadaan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan energi dan
minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, berpikir mati atau
bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk perubahan dalam tingkat aktivitas,
kemampuan kognitif, bicara dan fungsi vegetative (termasuk tidur, aktivitas seksual dan
ritme biologik yang lain). Gangguan ini hampir selalu menghasilkan hendaya (handicap)
interpersonal, sosial dan fungsi pekerjaan.
Klasifikasi gangguan suasana perasaan (mood/afektif) menurut PPDGJ-III :
F30 Episode Manik
F30.0 Hipomania
F30.1 Mania tanpa gejala psikotik
F30.8 Mania dengan gejala psikotik
F30.9 Episode Manik YTT
F31 Gangguan Afektif Bipolar
F31.0 Gangguan afektif bipolar, episode hipomanik
F31.1 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala psikotik
F31.2 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotik
F31.3 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif ringan atau sedang
Tanpa gejala somatik
Dengan gejala somatik
F31.4 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala psikotik
F31.5 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat dengan gejala psikotik
F31.6 Gangguan afektif bipolar, episode kini campuran
2
F31.7 Gangguan afektif bipolar, episode kini dalam remisi
F31.8 Gangguan afektif bipolar lainnya
F31.9 Gangguan afektif bipolar ytt
F32 Episode Depresif
F32.0 Episode depresif ringan
.00 Tanpa gejala somatik
.01 Dengan gejala somatik
F32.1 Episode depresif sedang
.10 Tanpa gejala somatik
.11 Dengan gejala somatik
F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik
F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik
F32.8 Episode depresif lainnya
F32.9 Episode depresif YTT
F33 Gangguan Depresif Berulang
F33.0 Gangguan depresif berulang, episode kini ringan
.00 Tanpa gejala somatik
.01 Dengan gejala somatik
F33.1 Gangguan depresif berulang, episode kini sedang
10 Tanpa gejala somatik
.11 Dengan gejala somatik
F33.2 Gangguan depresif berulang, episode kini berat tanpa gejala psikotik
F33.3 Gangguan depresif berulang, episode kini berat dengan gejala psikotik
F33.4 Gangguan depresif berulang, kini dalam remisi
F33.8 Gangguan depresif berulang lainnya
F33.9 Gangguan depresif berulang YTT
F34 Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) Menetap
F34.0 Siklotimia
F34.1 Distimia
F34.8 Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) menetap lainnya
F34.9 Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) menetap YTT
F38 Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) Lainnya
F38.0 Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) tunggal lainnya
.00 Episode afektif campuran
3
F38.1 Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) berulang lainnya
.10 Gangguan depresif singkat berulang
F38.8 Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) lainnya YDT
F39 Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) YTT
2. Apa saja gangguan depresi, dan bagimana patofisiologi, etiologi, gejala klinis dan
diagnosisnya ? (Adika Perdana G1A 108071)
Jawab :
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan
dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola
tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan
tidak berdaya, serta bunuh diri.
Terdapat gangguan penyesuaian diri (gangguan dalam perkembangan emosi
jangka pendek atau masalah-masalah perilaku, dimana dalam kasus ini, perasaan sedih
yang mendalam dan perasaan kehilangan harapan atau merasa sia-sia, sebagai reaksi
terhadap stressor) dengan kondisi mood yang menurun.
Depresi Mayor merupakan gangguan yang lebih berat, membutuhkan lima atau
lebih simptom-simptom selama dua minggu, salah satunya harus ada gangguan mood,
atau ketidaksenangan pada anak-anak. Sedangkan episode depresi berat menurut kriteria
DSM-IV-TR, adalah suasana perasaan ekstrem yang berlangsung paling tidak dua
minggu dan meliputi gejala-gejala kognitif (seperti perasaan tidak berharga dan tidak
pasti) dan fungsi fisik yang terganggu (seperti perubahan pola tidur, perubahan nafsu
makan dan berat badan yang signifikan, atau kehilangan banyak energi) sampai titik
dimana aktivitas atau gerakan yang paling ringan sekalipun membutuhkan usaha yang
luar biasa besar.
PATOFISIOLOGI DAN ETIOLOGI
Patofisiologi MDD belum diketahui secara pasti, tetapi etiologi selalu
diasumsikan oleh banyak faktor sebagai diagnosis MDD dengan melihat beberapa
sindrom yang ada dengan gejala yang berhubungan. Faktor biologis, psikologis, dan
sosial berkaitan dengan MDD tetapi penemuan terbaru menyatakan genetic, gambaran
neurologis, dan biologi molekuler sudah menjelaskan beberapa hubungan dengan tekanan
yang besar ini, terutama pada modulasi dari kehidupan pada proses genetic dan
neurobiology.
4
Genetik
Penemuan keluarga, kembar, dan adaptasi
Studi keluarga menunjukkan risiko relatif bahwa setidaknya dua atau tiga kali
lebih besar untuk MDD dalam keluarga garis pertama dengan MDD, dengan onset umur
dan depresi berulang memberikan resiko yang lebih besar. Studi adopsi, kebanyakan dari
mereka di Skandinavia, menemukan bahwa depresi jauh lebih mungkin dengan adanya
kekerabatan biologis dibandingkan dengan orang tua asuh untuk menderita depresi. Studi
anak kembar yang membandingkan kembar monozigot dan dizygot, memperlihatkan pada
pembedahan genetik dari pengaruh lingkungan terhadap risiko penyakit. Perkiraan dari
studi anak kembar kapasitas depresi diturunkan secara genetik antara 33 dan 70%, tanpa
memandang jenis kelamin. hasil yang konsisten dari berbagai penelitian menunjukkan
dasar genetik untuk MDD.
Neurobiologi
Monoamin
Hipotesis monoamina telah menjadi dasar teori neurobiologis depresi selama 50
tahun terakhir. Berdasarkan pengamatan dari mekanisme kerja antidepresan, hipotesis ini
menyatakan bahwa depresi merupkan hasil dari defisit serotonin (5-HT) di otak atau
neurotransmisi norepinefrin pada sinaps. Antidepresan bertindak dengan menghalangi
transpor serotonin (SERT), yang meningkatkan ketersediaan neurotransmiter ke dalam
celah sinaps. Namun, teori ini tidak sesuai dengan penundaan onset efek terapi
antidepresan karena kenaikan neurotransmiter sinapsi terjadi segera penghambatan
pengambilan kembali. Studi tryptophan deplesi dan katekolamin juga belum
menghasilkan bukti untuk defisit sederhana di tingkat neurotransmitter atau fungsi pada
MDD.
Tidur
Keluhan tidur (insomnia, hipersomnia) telah lama dianggap sebagai fitur utama
dari depresi klinis sehingga tidak mengherankan bahwa studi biologi telah difokuskan
pada disregulasi tidur pada MDD. polysomnography digunakan untuk mendeteksi
gangguan tidur di MDD, dan memperlihatkan beberapa dari tanda-tanda biologis yang
paling kuat di depresi. Masih ada kontroversi tentang apakah depresi menyebabkan
perubahan dalam tidur adalah penanda karakteristik, mendahului onset depresi, dan
memprediksi relaps pada pasien yang dilaporkan, sehingga menunjukkan peran
pathoogenetic untuk gangguan tidur diMDD.1,5
Kotak 1. Abnormalitas Tidur Polisomnografi pada gangguan depresi mayor 1
5
Onset awal REM (Rapid Eye Movement)
Peningkatan tidur REM
Peningkatan lamanya REM
Penurunan tidur gelombang lambat/slow wave sleep (SWS)
Perubahan SWS yang terjadi pada awal saat malam
Gangguan pada slow wave activity (SWA)
Neuropsikologi
Kognitif dan Daya Ingat
Pasien depresi memperlihatkan gangguan pada fungsi kognitif dan daya ingat,
terutama pada perhatian-perhatian tertentu dan daya ingat yang tersamar. Sebagai
tambahan, ada beberapa defisit ingatan dalam jangka panjang dan pengambilan daya ingat
yang diucapkan, dan fungsi kognitif khusus seperti pemilihan strategi dan pemantauan
performa.
Hipokampus adalah yang terpenting dalam proses daya ingat, sebagai jalur neuron
dalam memproses informasi dan membenntuk emosi dan menjabarkan ingatan. Volume
hipokampus menurun pada pasien depresi, terutama dengan episode yang berulang atau
kronis atau trauma masa lalu.
Lingkungan dan kejadian kehidupan
Depresi selalu diikuti oleh stres psikososial yang berat, terutama pada episode
depresi pertama atau kedua. Pengalaman masa kanak yang berat seperti kekerasan pada
anak, kehilangan orang tua, dan dukungan sosial yang buruk adalah stres yang paling
umum yang terjadi pada pasien depresi. Peningkatan bukti yang menyatakan bahwa stres
dan trauma dapat mengakibatkan gangguan sistem biologik pada depresi.
Studi kembar memperlihatkan innteraksi antara resiko genetik dan kejadian saat
hidup dalam berkembangya depresi. Kehidupan yang penuh dengan stres tidak terdapat
resiko dalam menghasilkan depresi pada wanita dengan faktor genetik yang rendah., tetapi
kejadian saat hidup dapat meningkatkan resiko depresi dengan adanya peningkatan faktor
genetik pada depresi.
6
Bagan patofisiologi
GEJALA KLINIK
Mood yang rendah.
Selama orang depresi memperlihatkan suasana perasaannya dengan mood yang
rendah, pengalaman emosional yang buruk selama depresi berbeda secara kualitatif
dengan orang yang mengalami kesedihan dalam batas normal atau rasa kehilangan yang
dialami oleh orang pada umumnya. Beberapa menyampaikannya dengan menangis, atau
merasa seperti ingin menangis, lainnya memperlihatkan respon emosional yang buruk.1
Minat.
7
HipertensiArterosklerosis
Pelepasab CRH di Hipotalamuus
Peningkatan CRH akan merangsang Hipofisis Anterior
Merangsang kortisol danati korteks adrenal
Mengeluarkan ACTH
Masuk ke sirkulasi
Tidak terjadi Umpan Balik
Kortisol terus Meningkat
Sifat Kortisol Neurutoksik
Kematian neuron Hipokampus , peningkatan Glukokortikoid
HPA Meningkat
Depresi
Kehilangan minat pada aktivitas atau interaksi sosial yang biasanya ada merupakan
salah satu tanda penting pada depresi. Anhedonia juga memperlihatkan sebagai
pembedanya, dan tetap ada walaupun penderita tidak memperlihatkan mood yang turun.
Kehilangan minat seksual, keinginan, atau fungsi juga umum terjadi, dimana dapat
menyebabkan masalah dalam hubungan terdekat atau konflik rumah tangga.1,6
Tidur
Kebanyakan pasien depresi mengalami kesulitan tidur. Hal yang klasik adalah
terbangun dari tidur pada pagi buta dan tidak dapat tidur lagi (terminal insomnia), tetapi
tidur dengan kelelahan dan frekuensi terbangun pada tengah malam (insomnia
pertengahan) juga umum terjadi. Kesulitan tertidur pada malam hari (insomnia awal atau
permulaan) biasanya terlihat saat cemas menyertai. Tetapi, hipersomnia atau tidur yang
berlebihan juga bisa menjadi gejala yang umum terjadi pada pasien depresi.1
Tenaga
Kelelahan adalah keluhan yang sering disampaikan pada depresi, seperti sulit
untuk memulai suatu pekerjaan. Kelelahan dapat bersifat mental atau fisik, dan bisa
berhubungan dengan kurangnya tidur dan nafsu makan, pada kasus yang berat, aktivitas
rutin seperti kebersihan sehari-hari atau makan kemungkinan terganggu. Pada bentuk yang
ekstrem dari kelelahan adalah kelumpuhan yang dibuat, dimana pasien menggambarkan
bahwa tubuhnya yang membuat hal ini atau mereka seperti berjalan di air.
Rasa bersalah.
Perasaan tidak berguna dan merasa bersalah dapat menjadi hal yang umum
dipikirkan oleh pasien yang dalam episode depresi. Pasien depresi sering salah
menginterpretasikan kejadian sehari-hari dan mengambil tanggung jawab kejadian
negative diluar kemampuan mereka, ini dapat menjadi suatu porsi delusi. Rasa cemas yang
berlebihan dapat menyertai dan rasa bersalah yang muncul kembali.
Konsentrasi.
Kesulitan dalam berkonsentrasi dan mengambil keputusan adalah hal yang sering
dialami oleh pasien depresi. Keluhan tentang daya ingat biasanya menyebabkan
permasalahan pada perhatian. Pada pasien lanjut usia, keluhan kognitif bisa salah
didiagnosis sebagai dementia onset dini.
Nafsu makan/berat badan.
Kehilangan nafsu makan, rasa, dan nikmat dalam makan akan menyebabkan
kehilangan berat badan yang signifikan dan beberapa pasien harus memaksa dirinya
sendiri untuk makan. Bagaimanapun, pasien lainnya harus mendapatkan karbohidrat dan
8
glukosa ketika depresi, atau perlakuan sendiri dalam mendapatkan kenyamanan dalam
makan. Tetapi, berkurangnya aktifitas dan olahraga akan menyebabkan peningkatan berat
badan dan sindrom metabolic. Perubahan berat badan juga dapat berdampak pada
gambaran diri dan harga diri.
Aktivitas psikomotor.
Perubahan psikomotor, dimana terjadi perubahan pada fungsi motorik tanpa
adanya kelainan pada tes secara objektif, sering terlihat pada depresi. Kemunduran
psikomotor meliputi sebuah perlambatan (melambatnya gerakan badan, buruknya ekspresi
wajah, respon pembicaraan yang lama) dimana pada keadaan yang ekstrem dapat menjadi
mutisme atau katatonik. Kecemasan juga dapat bersamaan dengan agitasi psikomotorik
(berbicara cepat, sangat berenergi, tidak dapat duduk diam).
Bunuh diri
Beberapa ide bunuh diri, dimulai dari pemikiran bahwa dengan bunuh diri
diharapkan semuanya akan selesai bersamaan dengan rencana bunuh diri tersebut, terjadi
pada 2/3 orang dengan depresi. Walaupun ide bunuh diri merupakan hal yang serius,
pasien depresi sering kekurangan tenaga dan motivasi untuk melaksanakan bunuh diri.
Tetapi, bunuh diri merupakan hal yang menjadi pusat perhatian karena 10-15% pasien
yang dirawat inap adalah pasien yang matinya karena bunuh diri. Waktu resiko tinggi
untuk terjadinya bunuh diri adalah saat awalan pengobatan, ketika tenaga dan motivasinya
mulai berkembang baik selain gejala kognitif (keputusasaan), membuat pasien depresi
mungkin bertindak seperti apa yang mereka pikirkan dan rencanakan untuk bunuh diri.1
Gejala lain
Kecemasan, dengan berbagai manifestasi klinis, adalah hal yang umum pada
depresi. Mudah marah dan perubahan mood yang cepat, berlebihan dalam kemarahan dan
kesedihan, dan frustasi juga mudah terganggu untuk hal kecil adalah yang sering terlihat.
Variasi diurnal mood, dengan kekhawatiran pada pagi hari, dapat muncul. Depresi sering
menyebabkan berkurangnya kepercayaan diri dan harga diri dengan pemikiran bahwa
dirinya tidak berguna didukung dengan keputusasaan. Depresi juga berhubungan dengan
peningkatan frekuensi sakit fisik, seperti sakit kepala, sakit punggung, dan kondisi nyeri
kronis lainnya.
Gejala pada orang tua
Gejala klinis depresi lanjut usia sedikit berbeda dengan usia yang lebih muda,
sering hanya gangguan emosi berupa apatis, penarikan diri dari aktivitas sosial, dan
gangguan kognitif seperti gangguan memori, gangguan konsentrasi serta fungsi kognitif
9
yang memburuk. Perubahan Pikiran asa bingung, lambat dalam berfikir, penurunan
konsentrasi dan sulit mengungat informasi. halusinasi ataupun delusi.
Perubahan Perasaan nangis tanpa alasan yang jelas.
Perubahan pada Kebiasaan Sehari-hari fisik dan latihan. hol dan obat-obatan
terlarang. Pada pasien lanjut gangguan kognitif sering menyebabkan pseudodemensia
(sindrom demensia pada depresi) antara lain mengalami:
a. Defisit atensi dan kosentrasi yang bervariasi
b. Jarang memiliki gangguan bahasa
c. Jika tidak yakin, paling sering menjawab “tidak tahu‟
d. Gangguan ingatan terbatas pada ingatan bebas
3. Bagaimana patofisiologi timbul pikiran negatif dan pikiran spontan yang
menyebabkan kesedihan pada penderita depresi ? (Ria Nastitia G1A108064)
Jawab :
10
Timbul pikiran negatif dan pikiran
spontan yg bisa menyebabkan
kesedihan pada penderita
Kerusakan amigdala, dan sel
sel piramid
Pelepasan CRH di Hipotalamuus
Peningkatan CRH akan merangsang Hipofisis Anterior
Merangsang kortisol dan korteks adrenal
Mengeluarkan ACTH
Masuk ke sirkulasi
Tidak terjadi Umpan Balik
Kortisol terus Meningkat
HPA Meningkat
Depresi
4. Apa yang dimaksud dengan judi patologis? (Ria Nastitia G1A108064)
Jawab :
Berjudi patologis
Seperti yang didefenisikan oleh DSM-IV, ciri penting dari berjudi patologis
adalah perilaku berjudi yang maladatif secara persisten rekuren. Ciri perilaku maladatif
adalah preokupasi dengan berjudi, kebutuhan untuk berjudi dengan bertambahnya jumlah
uang untuk mencapai kegembiraan yang diingnkan, usaha berulang kali untuk
mengendalikan, mengurangi, atau menghentikan berjudi yang tidak berhasil, berjudi
sebagai cara` untuk meloloskan diri dari masalah, berjudi untuk mendapatkan kembali
yang hilang, berbohong untuk menutupi beratnya keterlibatan dalam berjudi perbuatan
ilegal untuk berjudi membahayakan atau kehilangan hubungan personal dan vokasional
karena berjudi dan meminjam uang orang lain untuk membayar hutang.
Epidemologi
Diperkirakan jumlah pejudi patologis adalah 1 sampai 3 persen orang dewasa
di populasi Amerika Serikat. Gangguan ini lebih sering pada laki-laki dibandingkan
wanita. Ayah dari laki-laki dan ibu dari perempuan dengan gangguan kemungkinan
memiliki gangguan dibandingkan populasi pada umumnya. Wanita dengan gangguan
lebih mungkin untuk menikahi laki-laki alkoholik yang sering tidak ada dirumah
dibandingkan wanita yang tidak terkena gangguan. Ketergantungan alkohol adalah lebih
sering pada orang tua penjudi patologis dibandingkan populasi keseluruhan.
Etiologi
Hal berikut ini mungkin merupakan faktor predisposisi untuk perkembangan
gangguan, kehilangan orang tua karena meninggal, perpisahan,perceraian, atau
meninggalkan anak-anak sebelum usia 15 tahun, disiplin orang tua yang tidak sesuai
(absen,inkonsistensi, atau kekerasan) perkenalan dan tersedianya aktivitas berjudi bagi
remaja , penekanan pada keluarga pada material dan simbol finansial dan tidak adanya
penekanan keluarga tentang menabung, perencanaan, dan penganggaran. Terdapat
hubungan antara berjudi patologis dan gangguan mood, khususnya gangguan depresi
berat. Gangguan lain yang berhubungan adalah gangguan panik, gangguan obsesif-
kompulsif dan agorafobia. Gangguan defisitatensi/hiperaktivitas masa anak-anak
mungkin merupakan faktor predisposisi untuk berjudi patologis. Gangguan pada
11
metabolisme katekolamin telah diajukan pada penjudi yang mencari pengalaman efek
aktivitas norepinefrin yang menyertai ketegangan yang berhubungan dengan berjudi.
Diagnosis dan Gambaran klinis
a. Perilaku berjudi maldatif yang persisten dan rekuren seperti yang ditunjukan oleh
lima atau lebih berikut :
1. Prekupasi dengan berjudi( misalnya, preokupasi dengan membayangkan
pengalaman berjudi di masa lalu.merintangi atau merencanakan adu untung
dimasa mendatang atau memikirkan cara untuk mendapatkan uang dengan
berjudi)
2. Perlu berjudi untuk menambah juamlah uang untuk mencapai kegembiraan yang
diharapkan.
3. Berulang kali gagal unyuk mengendalikan, berhenti dan mundur, atau berhenti
berjudi.
4. Gelisah atau tidak tenang jika berusaha menghindari atau berhenti berjudi.
5. Berjudi sebagai cara untuk meloloskan diri dari masalah atau menghilangkan
mood disforik(misalnya perasaan,tidak berdaya, bersalah, kecemasan, depresi)
6. Setelah kehilangan uang dalam berjudi, sering kembali keesokan harinya untuk
mendapatkan lebih banyak (‘mengejar”kekalahannya)
7. Berbohong kepada keluarga, ahli terapi,atau oarang lain untuk menyembunyikan
besar keterlibatannya dengan berjudi.
8. Telah melakukan tindakan ilegal seperti pemalsuan, penipuan, pencurian, atau
penggelapan, untuk membiayai judi.
9. Telah membahayakan atau kehilangan hubungan yang penting, pekerjaan, atau
kesempatan pendidikan atau karir karena berjudi.
10. Memerlukan bantuan orang laian untuk mendapatkan uang untuk menghilangkan
situasi finansial yang sulit yang disebabkan berjudi.
b. Perilaku berjudi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh episode manik.
Terapi
Penjudi jarang datang dengan sendirinya untuk pengobatan. Kesulitan hukum,
tekanan keluarga atau keluhan psikiatrik laian adalah apa yang membawa penjudi
kedalam pengobatan. Gammblers Anonymous (GA) didirikan di Los Angeles tahun 1957
dibentuk berdasarkan Alcoholics Anonymous (AA) dapat dihubungi –sekurangnya pada
12
kota besar- dan kemungkinan merupakan terapi yang paling efektif bagi penjudi. Ini
adalah metoda terapi kelompok inspirasional, yang melibatkan pengakuan publik, tekanan
teman sebaya, dan adanya penjudi yang telah memperbaiki diri (seperti yang disponsori
oleh AA) untuk membantu anggota menahan implus untuk berjudi. Pada beberapa kasus,
perwatan pasien dirumah sakit dapat membantu mengeluarkan mereka dari lingkungan
mereka. Tiliksn tidsk boleh dicari sampai pasien telah menjauhi diri dari berjudi selam
tiga bulan. Pada saat itu, pasien berjudi patologis menjadi calon yang sangat baik untuk
psikoterapi berorientasi tilikan. Jika berjudi disertai oleh gangguan depresif, mania,
kecemasan, atau gangguan mental lainnya, farmakoterapidengan antidepresan,lithium,
atau obat antiansietas adalah berguna.
5. Mekanisme Delirium pada pasien pascatrauma? (Devi Arisanti G1A108058)
Jawab :
Delirium adalah salah satu penurunan kesadaran yang ditandai dengan gelisah,
binggung, reaksi disorientasi yang disertai rasa takut dan halusinasi. Tanda utamanya
adalah suatu gangguan kesadaran yang terlihat bersamaan dengan gangguan fungsi
kognitif secara global, kelaianan mood, persepsi dan prilaku (psikiatri yang umum).
Penyebab delirium pascatrauma adalah sebagai berikut:
Stress pembedahan
Jalur pasca operasi
Ketidakseimbangan antara elektrolit
Insomnia
Kehilangan darah
Demam
Medikasi nyeri
Infeksi : meningitis ,ensepalitis
13
6. Hubungan Depresi dengan metastasis Kanker? (Devi Arisanti G1A108058)
Jawab:
14
inhibisi
Metastasis Ke organ lain
Sensitivitas Apoptosis Menurun
Penderita Kanker
DEPRESI
Inhibisi Neurogenesis dan penurunan Volume
Hipokampus (atrofi sel saraf)
Cortisol Adrenal cortex
ACTH TSH
Pituitary
Hypothalamus
HPT Axis
TRH
Pituitary
CRH
HPA Axis Stressor
Karsinogen(sel penyebab kanker), bertambah banyak karena kegagalan apoptosis Merusak DNA DNA rusak tetap didalam tubuh
Tidak terjadi Pembelahan sel-sel abnormal, sel yang mengandung racun, benda asing tetap berada didalam tubuh.
7. Apa perbedaan gangguan psikosomatik dan somatoform? Anita Mubarokah
(G1A108046)
Jawab :
1. Gangguan Psikosomatik
a. Definisi
Psikosomatis berasal dari dua kata yaitu psiko yang artinya psikis, dan somatis
yang artinya tubuh. Dalam Diagnostic And Statistic Manual Of Mental Disorders
edisi ke empat (DSM IV) istilah psikosomatis telah digantikan dengan kategori
diagnostik faktor psikologis yang mempengaruhi kondisi medis.
Gangguan psikosomatik adalah gangguan atau penyakit dengan gejala – gejala
yang menyerupai panyakit fisis dan diyakini adanya hubungan yang erat antara suatu
peristiwa psikososial tertentu dengan timbulnya gejala – gejala tersebut. Ada juga
yang memberikan batasan bahwa gangguan psikosomatik merupakan suatu kelainan
fungsional suatu alat atau sistem organ yang dapat dinyatakan secara obyektif.
b. Etiologi
Ada beberapa penyebab dari gangguan psikosomatis :
1. Stres Umum
Stres ini dapat berupa suatu peristiwa atau suatu situasi kehidupan dimana
individu tidak dapat berespon secara adekuat. Menurut Thomas Holmes dan
Richard Rahe, didalam skala urutan penyesuaian kembali sosial (social read
justment rating scale) menuliskan 43 peristiwa kehidupan yang disertai oleh
jumlah gangguan dan stres pada kehidupan orang rata-rata, sebagai contohnya
kematian pasangan 100 unit perubahan kehidupan, perceraian 73 unit,
perpisahan perkawinan 65 unit, dan kematian anggota keluarga dekat 63 unit.
Skala dirancang setelah menanyakan pada ratusan orang dengan berbagai
latar belakang untuk menyusun derajat relatif penyesuaian yang diperlukan
olewh perubahan lingkungan kehidupan. Penelitian terakhir telah menemukan
bahwa orang yang menghadapi stres umum secara optimis bukan secara
pesimis adalah tidak cenderung mengalami gangguan psikosomatis, jika
mereka mengalaminya mereka mudah pulih dari gangguan.
2. Stres Spesifik Lawan Non Spesifik
Stres psikis spesifik dan non spesifik dapat didefenisikan sebagai kepribadian
spesifik atau konflik bawah sadar yang menyebabkan ketidakseimbangan
15
homeostatis yang berperan dalam perkembangan gangguan psikosomatis.
Tipe kepribadian tertentu yang pertama kali diidentifikasi berhubungan
dengan kepribadian koroner (orang yang memiliki kemauan keras dan agresif
yang cenderung mengalami oklusi miokardium).
3. Variabel Fisiologis
Faktor hormonal dapat menjadi mediator antara stres dan penyakit, dan
variabel lainnya adalah kerja monosit sistem kekebalan. Mediator antara stres
yang didasari secara kognitif dan penyakit mungkin hormonal, seperti pada
sindroma adaptasi umum Hans Selye, dimana hidrokortison adalah
mediatornya, mediator mungkin mengubah fungsi sumbu hipofisis anterior
hipotalamus adrenal dan penciutan limfoit. Dalam rantai hormonal, hormon
dilepaskan dari hipotalamus dan menuju hipofisis anterior, dimana hormon
tropik berinteraksi secara langsung atau melepaskan hormon dari kelenjar
endokrin lain. Variabel penyebab lainnya mungkin adalah kerja monosit
sistem kekebalan. Monosit berinteraksi dengan neuropeptida otak, yang
berperan sebagai pembawa pesan (messager) antara sel-sel otak. Jadi,
imunitas dapat mempengaruhi keadaan psikis dan mood.
c. Patofisiologi
Proses emosi terdapat di otak dan disalurkan melalui susunan saraf otonom
vegetatif ke alat-alat viseral yang banyak dipersarafi oleh saraf-saraf otonom
vegetatif tersebut, seperti kardiovascular, traktus digestifus, respiratorius, sistem
endokrin dan traktus urogenital.
16
Gangguan Spesifik pada Psikosomatis
Sistem Kardiovaskuler
Mekanisme yang terjadi pada psikosomatis dapat melalui rasa takut atau
kecemasan yang akan mempercepat denyutan jantung, meninggikan daya pompa
jantung dan tekanan darah, menimbulkan kelainan pada ritme dan EKG.
Kehilangan semangat dan putus asa mengurangi frekuensi, daya pompa jantung
dan tekanan darah.
Gejala-gejala yang sering didapati antara lain: takikardia, palpitasi, aritmia, nyeri
perikardial, napas pendek, lelah, merasa seperti akan pingsan, sukar tidur. Gejala-
gejala seperti ini sebagian besar merupakan manifestasi gangguan kecemasan.
Sistem pernafasan
Asma bronkialis
Faktor genetik, alergik, infeksi, stres akut dan kronis semuanya berperan dalam
menimbulkan penyakit. Stimuli emosi bersama dengan alergi penderita
menimbulkan konstriksi bronkioli bila sistem saraf vegetatif juga tidak stabil dan
mudah terangsang. Walaupun pasien asma karateristiknya memiliki kebutuhan
akan ketergantungan yang berlebihan, tidak ada tipe kepribadian yang spesifik
yang telah diindentifikasi. Pasien asmatik harus diterapi dengan melibatkan
berbagai disiplin ilmu antara lain menghilangkan stres, penyesuaian diri,
menghilangkan alergi serta mengatur kerja sistem saraf vegetatif dengan obat –
obatan.
Sistem gastrointestinal
Gastritis
Kriteria psikologis diperlukan karena diagnosis dengan penemuan negatif organis
dan keluhan vegetatif tidak mencukupi. Dari evaluasi psikis ditemukan:
gejala bersifat neurosis
depresi dan anxietas
berkeinginan untuk dirawat dan dimanja dan untuk memiliki objek yang
diinginkan
Sistem muskuloskletal
Artritis rematoid
Stres psikologis mungkin mempresdiposisikan pasien pada artritis rematoid dan
penyakit autoimun melalui supresi kekebalan. Orang artritis merasa terkekang,
terikat dan terbatas. Karena banyak orang artritik memiliki riwayat aktivitas fisik.
17
mereka seringkali memiliki rasa marah yang terepresi tentang pembatasan fungsi
otot-otot mereka, yang memperberat kekakuan dan imobilitas mereka.
Kriteria diagnostik untuk rasa sakit psikosomatis adalah :
Saat rasa sakit bersamaan dengan krisis emosional
Kepribadian yang khusus
Perbedaan frekuensi pada pria dan wanita
Hubungan dengan gangguan psikosomatis yang lain
Riwayat keluarga
Hilang timbul
Sistem endokrin
Hipertiroidisme
Hipertiroidisme (tirotoksikosis) adalah suatu sindroma yang ditandai oleh
perubahan biokimiawi dan psikologis yang terjadi sebagai akibat dari kelebihan
hormon tiroid endogen atau eksogen yang kronis.
Gejala medis yang sering muncul berupa intoleransi panas, keringat
berlebihan, diare, penurunan berat badan, takikardi, palpitasi dan muntah.
Gejala dan keluhan psikiatrik yang muncul antara lain ketegangan,
eksitabilitas, iritabilitas, bicara tertekan, insomnia, mengekspresikan rasa takut
yang berlebihan terhadap ancaman kematian.
Diabetes melitus
Diabetes melitus adalah suatau gangguan metabolisme dan sistem vaskuler
yang dimanifestasikan oleh gangguan penanganan glukosa, lemak, dan protein
tubuh. Riwayat herediter dan keluarga sangat penting dalam onset diabetes. Onset
yang mendadak sering kali berhubungan dengan stres emosional yang
mengganggu keseimbangan homeostatik pasien yang terpredisposisi.1 Meninger
berpendapat bahwa ada hubungan antara psikoneurotik dengan diabetes, dengan
alasan:
o Jelas adanya gangguan mental sebelum timbulnya penyakit diabetes
o Gangguan mental yang lain dari gejala mental yang timbul pada penyakit hati
atau hipoglikemi
o Penyembuhan gangguan mental pararel dengan keadaan kadar gula darah
o Gangguan metabolisme karbohidrat dan glukosuria membaik dengan diet
o Dengan sembuhnya gangguan mental, diabetes juga membaik
18
-Menurut Meninger ada 3 gangguan mental yang dijumpai pada diabetes:
a. Depresi
b. Anxietas
c. Fatik (letih)
Gangguan kekebalan
Penyakit infeksi
Penelitian klinis menyatakan bahwa variabel psikologis mempengaruhi
kecepatan pemulihan dari mononukleosis infeksius dan influensa. Stres dan
keadaan psikologis yang buruk menurunkan daya tahan terhadap tuberkulosis
dan mempengaruhi perjalanan penyakit. Dengan demikian perkembangan
penyakit sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologis orang
Gangguan kulit
Pruritus menyeluruh
Pruritus psikogenik menyeluruh adalah tidak ada penyebab organik.
kemarahan yang terekspresi dan kecemasan yang terekspresi merupakan
penyebab paling sering, karena secara disadari atau tidak mereka menggaruk
dirinya sendiri secara kasar.
Nyeri kepala
Migren
Migren adalah ganguan paroksismal yang ditandai oleh nyeri kepala rekuren,
dengan atau tanpa gangguan visual dan gastrointestinal. 2/3 pasien memiliki
riwayat gangguan yang sama. Kepribadian obsesional yang jelas terkendali
dan perfeksionistik, yang menekan marah, dan yang secara genetik
berpresdisposisi pada migren mungkin menderita nyeri kepala tersebut1
Mekanisme terjadinya migren psikosomatis berupa:
vasospasme arteri serebri
distensi arteri karotis eksterna
edema dinding arteri
2. Gangguan Somatoform
19
Kata somatoform ini di ambil dari bahasa Yunani soma, yang berarti “tubuh”. Dalam
gangguan somatoform, orang memiliki simtom fisik yang mengingatkan pada
gangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang dapat ditemukan
penyebabnya.
Gangguan somatoform merupakan suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala
fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan
penjelasan medis. Gangguan somatoform tidak disebabkan oleh pura-pura yang
disadari atau gangguan buatan.
Keluhan dibedakan setiap subtipe, yaitu :
a. Gangguan somatisasi
Adalah suatu gangguan yang ditandai oleh banyak keluhan fisik yang mengenai
banyak sistem organ. Gangguan ini adalah kronis dan disertai dengan penderitaan
psikologis yang bermakna, gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan perilaku
mencari bantuan medis yang berlebihan.
Gangguan somatisasi biasanya dimulai pada usia dewasa muda 30 tahun
( seringkali muncul pada usia belasan tahun).
b. Gangguan konversi
Adalah suatu gangguan yang ditandai oleh adanya satu atau lebih gejala
neurologis ( sebagai contohnya: paralisis, kebutaan dan parestesia ).
Gangguan konversi dapat memiliki onset pada setiap usia ( anak – anak samapai
lanjut usia ).
Dibagi 3 gejala :
- Gejala sensoris : paling sering ditemukan anastesia dan parestesia, khusus nya
pada anggota gerak.
- Gejala motorik : kelainan pergerakan , gaya berjalan, kelmahan dan paralisis.
- Gejala kejang : kejang semu ( pseudoseizure )
c. Hipokondriasis
Adalah suatu gangguan yang ditandai oleh fokus gejala yang lebih ringan dari
pada kepercayaan pasien bahwa pasien tersebut menderita penyakit tertentu.
d. Gangguan dismorfik tubuh
Adalah suatu gangguan yang ditandai oleh kepercayaan palsu atau persepsi yang
berlebih – lebihan bahwa suatu bagian tubuh mengalami cacat.
e. Gangguan nyeri
20
Adalah suatu gangguan yang ditandai oleh gangguan nyeri yang semata – mata
berhubungan dengan faktor psikologis.
8. Apa yang dimaksud gangguan OCD ? Anita Mubarokah (G1A108046)
Jawab :
1. Definisi
Obsesi adalah ide yang menetap, pikiran, impuls dan bayangan yang dirasakan
mengganggu dan tidak sesuai dan meyebabkan kecemasan dan penderitaan.
Sedangkan kompulsif adalah perilaku yang repetitif/berulang, yang dilakukan untuk
mengurangi kecemasan yang ditimbulkan oleh obsesi.
Gangguan obsesif – kompulsif merupakan kondisi yang ditandai dengan adanya
pengulangan pikiran obsesif atau kompulsif, dimana membutuhkan banyak waktu (lebih dari 1 jam
per hari) dan dapat menyebabkan penderitaan (distress).
2. Etiologi
Etiologi dari gangguan ini belum diketahui secara pasti, namun diduga tiga
faktor yang berperan terjadi di dalam gangguan ini yaitu, factor biologik, faktor
perilaku dan psikososial. Faktor biologik yang berperan pada gangguan ini adalah
‘’neurotransmitter’’. Ada tiga neurotransmitter utama yang berperan pada gangguan
ini yaitu, serotonin, nonadrenergik, dan neuroimunologi.3
1) Faktor biologis
a. Sistem serotonergik
Banyak percobaan obat klinis yang telah dilakukan menyokong
hipotesis bahwa disregulasi serotonin yang terlibat di dalam pembentukan
gejala obsesi dan kompulsi pada gangguan ini. Data menunjukkan bahwa obat
serotonergik lebih efektif daripada obat yang mempengaruhi sistem
neurotransmitter lain tetapi tidak jelas apakah serotonin terlibat sebagai
penyebab OCD. Studi klinis memriksa kadar metabolit serotonin ( contohnya
asam 5-hidroksiindolasetat (5-HIAA) di dalam cairan serebrospinal (CSS)
serta afinitas dan jumlah tempat ikatan trombosit pada imipramin yang telah
dititriasi (yang berikatan dengan tempat ambilan kembali serotonin) dan
melaporkan berbagai hal ini pada pasien dengan OCD. Pada studi, kosentrasi
5-HIAA pada cairan serebrospinal menurun setelah terapi dengan
21
clomipramine, sehingga memberikan fokus perhatian pada sistem
serotonergik.(KAPLAN)
b. Sistem noradrenergik
Lebih sedikit bukti yang ada untuk disfungsi sistem noradrenergik
pada OCD. Laporan yang tidak resmi menunjukkan sejumlah perbaikan gejala
OCD klonidin oral.
c. Neuroimunologi
Terdapat hubungan positif antara infeksi streptokokus dengan OCD.
Infeksi streptokokus grup A β-hemolitik dapat menyebabkan demam reumatik
dan sekitar 10 hingga 30 persen pasien mengalami chorea sydenham dan
menunjukkan gejala obsesif kompulsif. Awitan infeksi biasanya terjadi pada
usia sekitar 8 tahun untuk menimbulkan gejala sisa itu. Keadaan ini disebut
pediatric autoimmune neuropsychiatric disorder ossociated with streptococal
infection (PANDAS).
2) Faktor perilaku
Menurut ahli teori pembelajaran, obsesi adalah stimulus yang
dipelajari. Stimulus yang relatif netral menjadi dikaitkan dengan rasa takut
atau ansietas melalui suatu proses pembelajaran responden yaitu
memasangkan stimulus netral dengan peristiwa yang berbahaya sifatnya atau
menimbulkan ansietas. Dengan demikian, objek dan pikiran yang tadinya
netral menjadi stimulus dipelajari yang mampu mencetuskan ansietas atau
ketidaknyamanan.
Kompulsi dibentuk dengan cara yang berbeda. Ketika seseorang orang
menemukan bahwa suatu tindakan tertentu yang mengurangi ansietas yang
melekat dengan pikiran obsesional, ia akan mengembangkan strategi
penghindaran aktif dalam bentuk kompulsi atau perilaku ritualistik untuk
mengendalikan ansietasnya. Secara bertahap, karena efisiensinya dalam
mengurangi dorongan sekunder yang menyakitkan (ansietas), strategi
penghindaran menjadi terfiksasi seperti pola perilaku kompulsif yang
dipelajari.
22
3) Faktor psikososial
Terdiri dari dua faktor kepribadian dan faktor psikodinamik.
a. Faktor kepribadian
OCD berbeda dengan gangguan kepribadian obsesif kompulsif.
Sebagian besar orang dengan OCD tidak memiliki gejala kompulsif
pramorbid dan ciri kepribadian seperti itu tidak perlu atau tidak cukup
untuk menimbulkan OCD. Hanya sekitar 15 sampai 35 persen pasien OCD
memilki ciri obsesional pramorbid.
b. Faktor psikodinamik
Sigmund Freud asalnya mengonsepkan keadaan yang sekarang kita
sebut OCD sebagai neurosis obsesif kompulsif. ia menganggap terdapat
kemunduran defensif dalam menghadapi dorongan yang mencetuskan
ansietas. Ia mengendalikan bahwa pasien dengan neurosis obsesif
kompulsif mengalami regresi perkembangan psikoseksual ke fase anal.
Walaupun terapi psikoanalitik tidak akan mengubah obsesi atau kompulsi
yang berkaitan dengan penyakit secara langsung, tilikan psikodinamik
dapat memberikan banyak bantuan dalam memahami masalah dengan
kepatuhan terapi, kesulitan interpersonal, dan masalah kepribadian yang
menyertai aksis I.
3. Gejala Klinis
Gejala utama dari gangguan obsesif – kompulsif adalah obsesi atau kompulsi berulang
(kriteria A) yang membutuhkan banyak waktu ( contoh melakukannya lebih dari 1 jam per hari )
atau menyebabkan penderitaan atau perburukan yang berarti ( kriteria C ). Pada suatu saat selama
perjalanan gangguan, pasien mengaku bahwa obsesi atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak
beralasan ( kriteria B ). Jika terdapat gangguan aksis 1 lainnya isi obsesi atau kompulsi tidak terbatas
padanya ( kriteria D ). Gangguan bukan dikarenakan efek psikologis langsung ( seperti :
penyalagunaan obat, pengobatan ) atau keadaan medis umum ( kriteria E ).2
Gejala pasien gangguan obsesif – kompulsif mungkin berubah sewaktu – waktu tetapi
gangguan ini menpunyai 4 pola gejala yang paling sering ditemui, yaitu :1
1. Kontaminasi
Obsesi akan kontaminasi biasanya diikuti oleh pembersihan atau kompulsi menghindar dari objek
yang dirasa terkontaminasi. Objek yang ditakuti biasanya sulit untuk dihindari, misalnya feses, urine,
debu atau kuman.
23
2. Keraguan patologis
Obsesi ini biasanya diikuti oleh kompulsi pemeriksaan berulang. Pasien memiliki keraguan obsesi
dan selalu merasa bersalah tentang melupakan sesuatu atau melakukan sesuatu.
3. Pemikiran yang mengganggu
Obsesi ini biasanya meliputi pikiran berulang tentang tindakan agresif atau seksual yang salah oleh
pasien.
4. Simetris
Kebutuhan untuk simetris atau ketepatan akan menimbulkan kompulsi kelambanan. Pasien
membutuhkan waktu berjam – jam untuk menghabiskan makanan atau becukur.
Beberapa gejala yang berhubungan dengan gangguan obsesif – kompulsif adalah sebagai berikut :1
OBSESI KOMPULSI
Perhatian terhadap kebersihan ( kotoran, kuman,
kontaminasi )
Ritual mandi, mencuci, dan membersihkan
yang berlebihan.
Perhatian terhadap ketepatan Ritual mengatur posisi berulang - ulang
Perhatian terhadap sekresi tubuh ( ludah, feses,
urine )
Ritual menghindari kontak dengan sekret
tubuh, menghindari sentuhan
Obsesi religius Ritual keagamaan yang berlebihan ( berdoa
sepanjang hari )
Obsesi seksual ( nafsu terlarang atau tindakan
seksual yang agresif )
Ritual berhubungan seksual yang kaku
Obsesi terhadap kesehatan ( sesuatu yang buruk
akan terjadi dan menimbulkan kematian )
Ritual berulang ( pemeriksaan tanda vital
berulang, diet yang terbatas, mencari
informasi tentang kesehatan dan kematian )
Perhatian terhadap peralatan rumah tangga
( piring, sendok )
Memeriksa berulang – ulang dan membuat
inventaris peralatan )
Onsesi ketakutan ( menyakiti diri sendiri atau
orang lain )
Pemeriksaan pintu, kompor, gembok dan
rem darurat berulang – ulang
Pemikiran mengganggu tentang suara, kata –
kata atau musik
Menghitung, berbicara, menulis,
memainkan alat musik dengan sesuatu riual
yang beragam
24
4. Terapi
Selective Serotonin Reuptake Inhibitors.
SSRi-fluoxetine (Prozac), siralopram (Celexa), escitalopram (Lexapro),
fluvoksamin (Luvox), paroksetin (Paxil), setralin (Zoloft)- telah disetujui U.S Food and
Drug Administration (FDA) untuk terapi OCD. Dosis yang lebih tinggi sering diperlukan
untuk memberikan efek yang menguntungkan, seperti fluoxetine 80 mg per hari.
Walaupun SSRI dapat menyebabkan gangguan tidur, mual dan diare, sakit kepala,
ansietas, dan kegelisahan, efek samping ini sering sementara dan umumnya tidak terlalu
menyulitkan daripada efek samping obat trisiklik, seperti clomipramine (Anafranil).
Hasil klinis terbaik didapatkan ketika SSRI dan dikombinasikan dengan terapi perilaku.3
Clomipramine
Dari semua obat trisiklik dan tetrasiklik, clomipramine adalah yang paling
selektif untuk ambilan kembali serotonin versus ambilan kembali norepinefrin, dan
dalam hal ini hanya dilebihi oleh SSRI. Potensi ambilan serotonin oleh clomipramine
dilampaui hanya oleh setralin dan paroksetin. Clomipramine adalah obat pertama yang
disetujui U.S FDA untuk terapi OCD. Penggunaan dosisnya harus ditrasi meningkat
selama 2 hingga 3 minggu untuk menghindari efek samping gastrointestinal dan
hipotensi ortostatik serta, seperti obat trisiklik lainnya, obat ini menimbulkan sedasi dan
efek antikolinergik yang bermakna, termasuk mulut kering dan konstipasi. Seperti SSRI,
hasil terbaik berasal dari kombinasi obat dengan terapi perilaku.3
Obat Lain
Jika terapi dengan clomipramine atau SSRI tidak berhasil, banyak terapis
memperkuat obat pertama dengan penambahan valproat (Depekene), litium (Eskalith),
atau karbamezepin (Tegretol). Obat lain yang dapat dicoba di dalam terapi OCD adalah
venlafaksin (Effexor), pindolol (Visken), dan MAOI, khususnya fenelzin (Nardil). Agen
farmaklogis lain untuk terapi pasien yang tidak responsif mencakup buspiron (BuSpar),
5-hidroksitriptamin (5-HT), L-triptofan, dan klonazepam (klonopin). Agen antipsikotik
dapat membantu ketika juga terdapat gangguan “tic” atau sindrom Tourette.
9. Apa yang dimaksud nyeri sensori subyektif ? (Mufti Muttaqin G1A108056)
25
Jawab :
Nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang
didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial/menggambarkan
kondisi terjadinya kerusakan.
Klasifikasi nyeri:
1. Menurut jenis: nyeri nosiseptik, nyeri neurogenik, nyeri psikogenik
2. Menurut timbul: nyeri akut, nyeri kronik
3. Menurut penyebab: nyeri onkologik, nyeri non onkologik
4. Menurut derajat: nyeri ringan, sedang, berat
Nyeri akut Nyeri kronik
Lama dalam menit
Sensasi tajam menusuk
Dibawa serat A delta
Peningkatan blood pressure, nadi, respirasi
Kausa spesifik, dapat diidentifikasi
Respon: fokus pada nyeri
Lama hitungan bulan (> 6 bulan)
Sensasi terbakar, tumpul, pegal
Dibawa serat C
Fisiologi normal
Kausa mungkin jelas/tidak
Tidak ada keluhan nyeri, depresi, dan
kelelahan
10. Bagaimana mekanisme terjadinya nyeri pada gangguan depresi dan bagaimana
hubungan nyeri kronis yang terjadi pada pasien depresi ? (Mufti Muttaqin
G1A108056)
Jawab :
Mekanisme nyeri
Melibatkan hipotalamus pituitary adrenal (HPA) dimulai dengan adanya stressor
yang mengaktifkan neuron sel parvo pada nucleus paraventrikularis yang mengandung
corticotropin realesing hormon (CRH) dan angine vasopresin (AVP) yang dilepaskan ke
hipotalamus anterior. Hal ini mengaktifkan CRH untuk melepaskan adreno corticotropin
hormon (ACTH) ke sirkulasi sistemik. ACTH mempengaruhi zona faikulata di korteks
adrenal untuk mensintesis glukokortikoid (kortisol). Kortisol menekan umpan balik untuk
mencegah pelepasan ACTH untuk memicu sintesis kortisol.
Selain itu mekanisme nyeri juga dipengaruhi serotonin, noradrenalin, dan sitokin
serta neurokinin di glandula pinealis yang mempengaruhi feedback negatif sehingga
pelepasan kortisol meningkat.
26
Hubungan nyeri kronis dan depresi adalah pada pasien depresi terjadi penurunan
kadar serotonin dan norpepineprin. Dimana timbulnya gejala-gejala dari depresi
diakibatkan penurunan tersebut antara lain penurunan kualitas tidur, selera makan, dan
libido. Serta menurunnya kewaspadaan, mood, pengharapan dan dorongan kehendak.
Serotonin dan norepineprin akan menginhibisi reseptor nyeri, yang membuat nyeri
semakin berat. Serotonin dan norepineprin masuk ke ke sistem limbik yang akan
mempengaruhi emosi.
Bagan Patofisiologi
27
Simptom gangguan kognitif pada depresi
Pelepasab CRH di Hipotalamuus
Peningkatan CRH akan merangsang Hipofisis Anterior
Merangsang kortisol danati korteks adrenal
Mengeluarkan ACTH
Masuk ke sirkulasi
Tidak terjadi Umpan Balik
Kortisol terus Meningkat
Sifat Kortisol Neurutoksik
Kematian neuron Hipokampus , peningkatan Glukokortikoid
HPA Meningkat
Depresi
masuk ke ke sistem limbik Inhibisi nyeri
Serotonin dan norepineprin
11. Jelaskan gangguan Autisme ! (Tri Narwati G1A109095)
Jawab :
Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif (luas dan berat) mencakup
bidang komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku, yang mulai tampak pada usia < 3 tahun.
Etiologi :
- Belum diketahui jelas
- Multifaktorial (faktor genetik, faktor biologis, faktor imunologi, dan infeksi virus)
Gejala khas :
1. Gangguan komunikasi
- Terlambat bicara
- Menggunakan bahasa planet
- Bicara tidak untuk komunikasi
- Membeo/meniru (ekolalia)
- Meniru kata-kata atau nyanyian tanpa tahu artinya
- Bila ingin sesuatu, menarik tangan terdekat untuk melakukannya (komunikasi
non verbal)
2. Gangguan interaksi sosial
- Menolak atau menghindar bertatap mata
28
- Tidak menoleh bila dipanggil
- Sering menolak dipeluk
- Tidak ada usaha melakukan interaksi dengan orang lain, asyik bermain sendiri
- Bila didekati malah menjauh
3. Gangguan perilaku
- Hiperaktivitas motorik yaitu tidak bisa diam, berlari tanpa terarah, melompat
berputar, memukul benda-benda, mengulang gerakan tersebut yang
membahayakan diri sendiri
- Hipoaktivitas motorik yaitu duduk diam bingung, bermain monoton, diulang-
ulang terpaku oleh sesuatu hal (bayangan, benda berputar), kelekatan pada
benda tertentu (tali, kertas, gambar, gelang karet)
Pengobatan
1. Terapi untuk meningkatkan perilaku prososial dan perilaku yang secara sosial dapat
diterima , untuk mengurangi gejala perilaku yang aneh , dan untuk memperbaiki
komunikasi verbal dan non verbal.
2. Intervensi perilaku dan edukasi kepada orang tua yang membutuhkan dukungan dan
konseling
3. Medikamentosa untuk mengurangi gejala perilaku
- Diberikan agonis serotonin dopamin atau antipsikosis atipikal
Seperti : risperidon, olanzapine, quentiapine, clozapine, dan ziprasidon
12. Jelaskan gangguan prilaku menentang (oposisional) yang terjadi pada anak ! (Tri
Narwati G1A109095)
Jawab :
Gangguan perilaku menentag adalah suatu pola negatvistik, permusuhan, dan
perilaku menentang yang menetap tanpa adanya pelanggaran serius terhadap norma
sosial atau hak orang lain. Mulai khas terlihat pada usia 8 tahun dan biasanya sebelum
dewasa.
Gejala :
Perilaku khas pada anak dengan gangguan menentang :
1. Sering bertentangan dengan orang dewasa
2. Tidak dapat menahan amarah, benci, marah
29
3. Mudah terusik oleh orang lain
4. Aktif menolak permintaan atau peraturan orang dewasa
5. dengan sengaja menganggu orang lain
6. cenderung menyalahkan orang lain untuk kesalahan perilaku mereka sendiri
Terapi :
1. Intervensi keluarga dengan mengunakan pelatihan orang tua dalam keterampilan
menangani anak, serta pengkajian interaksi keluarga dengan cermat
2. terapi perilaku memfokuskan untuk mengajari orang tua cara mengubah perilakunya
dan untuk mendorong perilaku yang sesuai, memuji perilaku yang sesuai secara
selektif serta mengabaikan atau tidak mendorong perilaku yang tidak diinginkan.
Prognosis
Prognosis gangguan perilaku menentang tergantung dari keparahan gejala, derajat
fungsi didalam keluarga serta timbulnya psikopatologi komorbid.
13. Jelaskan gangguan tingkah laku (conduct disorder) pada anak ! (Tri Narwati
G1A109095)
Jawab :
Gangguan tingkah laku adalah serangkain perilaku yang bertahan lama dan sering
berubah seiring waktu, gangguan ini paling sering ditandai dengan agresi dan pelanggaran
hak orang lain. Biasanya pada orang berusia lebih dari 18 tahun.
Etiologi :
1. faktor orang tua dimana pola pengasuhan orang tua yang kasar dan bersifat
menghukum ditandai agresi fisik dan verbal berat sehingga menimbulkan perilaku
agresif maladaptif anak.
2. Faktor sosiokultural dimana terjadi pada anak yang mengalami kekurangan
sosioekonomi.
3. Faktor sosiologis pada anak yang tumbuh di dalam keadaan sembrono yang kacau
sering menunjukkan pengaturan emosional yang buruk termasuk kemarahan, frustasi,
dan kesedihan.
4. Faktor neurobiologis biasanya gangguan tingkah laku disertai dengan ADHD, depresi,
dan gangguan belajar.
Gejala :
- Menunjukkan perilaku agresif mereka terang-terangan dalam berbagai bentuk
- Perilaku kejam dengan teman sebaya
30
- Bersifat bermusuhan, menyiksa secara verbal, lancang dan negativistik
terhadap orang dewasa
- Berbohong terus-menerus, bolos,
- Merusak, pencuri dan kekerasan fisik
- Menutupi perilaku antisosial serta memiliki perilaku seksual dan penggunaan
tembakau secra regular, minuman keras, atau zat psikoaktif.
Terapi :
1. Program terapi multimodalitas yang menggunakan sumber daya keluarga dan
komunitas yang tersedia besar kemungkinan memberikan hasil yang paling baik
dalam mengendalikan perilaku gangguan tingkah laku.
- Struktur ingkungan memberikan dukungan, bersama dengan peraturan yang
konsisten serta akibat yang diperkirakan, dapat membantu mengendalikan
berbagai perilaku masalah. Yang diterapkan di dalam keluarga sehingga orang
tua mengetahui teknik perilaku untuk meningkatkan perilaku yang dapat
diterima sosial
- Lingkungan sekolah yang menggunakan teknik perilaku untuk meciptakan
perilaku yang dapat diterima secara sosial oleh teman sebaya.
2. Obat-obat terapi tambahan seperti obat antipsikosis tipikal haloperidol (haldol) yang
membantu anak mengendalikan perilaku agresif dan menyerang yan dapat ada pada
berbagai gangguan.
14. Bagaimana perkembangan otak pada anak yang normal ? (Tri Narwati
G1A109095)
Jawab :
Tahap Perkembangan Otak
Proses tumbuh kembang otak sangat kompleks dan melalui beberapa tahapan, yaitu
penambahan sel-sel saraf (poliferasi), perpindahan sel saraf (migrasi), perubahan sel
saraf(diferensiasi), pembentukan jalinan saraf satu dengan yang lainnya (si- naps), dan
pembentukan selubung saraf (mielinasi).
1. Poliferasi
Pada awalnya, bentuk sel saraf (neuron) masih sederhana. Kemudian,
mengalami pembelahan sehingga menjadi banyak. Inilah yang disebut proses
penambahan (poliferasi) sel saraf. Proses proliferasi ini berlangsung pada usia
31
kehamilan sekitar 4-24 minggu. Proses poliferasi sel saraf selesai/berhenti pada
waktu bayi lahir.
2. Migrasi
Setelah proses poliferasi, sel saraf akan mengalami migrasi atau berpindah ke
tempatnya masing-masing. Ada yang menempati wilayah depan, belakang,
samping, dan bagian atas otak. Waktu terjadi perpindahannya berbeda-beda
sesuai program yang sudah dibentuk secara genetik dan alamiah.
Setelah sampai di “rumahnya” masing-masing, sel-sel saraf lalu berkembang.
Setiap “rumah” memiliki kurva pertumbuhan sendiri-sendiri. Percepatan
pertumbuhannya juga berbeda-beda. Tak heran kalau kemampuan otak setiap
anak juga berbeda. Proses migrasi sebenarnya berlangsung sejak kehamilan 16
minggu sampai akhir bulan ke-6. Proses migrasi ini terjadi secara
bergelombang. Artinya, sel saraf yang bermigrasi lebih awal akan menempati
lapisan dalam dan yang bermigrasi berikutnya menempati lapisan luar (korteks
serebri).
3. Diferensiasi
Pada akhir bulan ke-6 kehamilan, lempeng korteks sudah memiliki komponen
sel saraf yang lengkap. Seiring dengan itu juga sudah tampak adanya
diferensiasi. Yaitu perubahan bentuk, komposisi dan fungsi sel saraf menjadi
enam lapis seperti pada orang dewasa. Sel saraf kemudian berubah menjadi sel
neuron yang bercabang-cabang dan juga berubah menjadi sel penunjang (sel
glia). Sel penunjang ini tumbuh banyak setelah sel saraf menjadi matang dan
besar. Fungsi sel glia juga mengatur kehidupan individu sehari-hari.
4. Sinaps
Selanjutnya terjadi pembentukan jalinan saraf satu dengan yang lainnya
(sinaps). Setelah menjalani mielinisasi (proses pematangan selubung saraf),
sinaps makin bertambah banyak.
5. Mielinisasi
Proses pematangan selubung saraf (myelin) yang disebut mielinisasi masih
terus berkembang. Proses ini terjadi terutama beberapa saat sebelum terjadi
kehamilan. Pematangan selubung saraf mencapai puncaknya ketika bayi
berumur satu tahun. Setelah bayi lahir terjadi pertumbuhan serabut saraf. Lalu,
terjadi peningkatan jumlah sel glia yang luar biasa serta proses mielinisasi.
32
15. Apa saja jalur-jalur dopamin ? (Sulistya Ningsih G1A109054)
Jawab :
1. Jalur Tuberoinfendibular
- Dopamin dalam jumlah normal
- Dari hipotalamus ke kelenjar pituitary
- Pelepasan prolaktin
- Adapun gangguan yang dapat terjadi, Hiperprolaktinemia
2. Jalur Nigro striatal
- Dopamin dalam jumlah normal
- Dari substansia nigra ke ganglia basalis
- Berfungsi mengatur aktivitas motorik
- Adapun gangguan yang dapat terjadi: Parkinson disease, chorea
3. Jalur mesolimbik
- Jumlah dopamin meningkat gejala positif (waham, halusinasi, bicara kacau,
perilaku tak terkendali)
- Dari tegmental area menuju ke sistem limbik
- Mengatur memori, sikap, kesadaran, proses stimulus
- Adapun gangguan yang dapat terjadi: Skizofrenia
4. Jalur mesokortikal
- Jumlah dopamin menurun gejala negatif (afek tumpul, penarikan
diri/anhedonia, hipobulia, isi pikiran miskin)
- Dari tegmental area menuju ke frontal cortex
- Mengatur kognisi, fungsi sosial, komunikasi, respon terhadap sress
- Adapun gangguan yang dapat terjadi: Skizofrenia
16. Apa perbedaan Chorea dan Tic ? (Sulistya Ningsih G1A109054)
Jawab :
Perbedaan Gejala Chorea dan Tic
Chorea Tic
33
Gerakan tak terkendali berupa sentakan berskala besar dan berulang-ulang, seperti berdansa, yang dimulai pada salah satu bagian tubuh dan menjalar kebagian tubuh yang lainnya secara tiba-tiba dan tak terduga.
Etiologi : Penyakit yang sering kali menyebabkan korea adalah penyakit huntington dan berbagai penyebab chorea.
Pemeriksaan fisik : ditandai adanya kedutan pada jari-jari dan pada wajah, amplitudo meningkat, pergerakan seperti menari, mengganggu pergerakan voluntar dari ekstremitas dan berlawanan dengan gaya berjalan, berbicara tidak teratur, hipotonus, perubahan kepribadian, apatis, penarikan sosial, impulsif, depresi, mania, paranoid, delusi, halusinasi, atau psikosis.
Gejala : Gerak chorea dapat dibuat nyata bila pasien disuruh melakukan dua macam gerakan sekaligus, gerakan chorea didapatkan dalam keadaan istirahat dan menjadi lebih hebat bila ada aktivitas dan ketegangan, korea menghilang bila penderitanya tidur, gerak korea melibatkan jari-jari dan tangan, diikuti secara gradual oleh lengan dan menyebar ke muka dan lidah, cadel, Bila otot faring terlibat dapat terjadi disfagia dan kemungkinan pneumonia oleh aspirasi, sensibilitas normal.
Komplikasi : Beberapa pasien dapat berkembang menjadi rhabdomyolysis atau trauma local, aspirasi pneumonia dapat mengakibatkan terjadinya kematian.
Terapi : Yang biasa digunakan haloperidol dan fluphenazine. Sedangkan yang jarang digunakan yaitu risperidone, olanzapine, clozapine, dan quetiapine. Dopamin depleting agen diantaranya reserpine dan tetrabenazine dapat diberikan sebagai pengganti. Obat GABAergik, seperti clonazepam dan gabapentin dapat digunakan sebagai terapi
Kontraksi otot berulang dan cepat yang menghasilkan gerakan atau vokalisasi yang dirasakan sebagai sesuatu yang involunter.
Gangguan tic merupakan kelompok gangguan neuropsikiatrik yang terjadi pada masa anak atau remaja.
Etiologi : pada gangguan tic dipengaruhi faktor genetik dan faktor neurokimia dan neuroanatomis, serta faktor imunologis dan pascainfeksi.
Gangguan tic terdiri dari :- Gangguan tic motoric multipel dan
satu atau lebih tic vokal- Gangguan tic vokal atau motorik
kronis- Gangguan tic sementara- Gangguan tic yang tidak
tergolongkan Gejala : tic dapat mengenai leher dan
kepala, lengan dan tangan, tubuh dan ekstremitas bawah, serta sistem pernapasan dan pencernaan.
Terapi : pemberian terapi pada tic bisa diberikan Anti psikotik konvensional (Tipikal) seperti haloperidol, namun pemberian halloperidol tidak efektif dalam mengurangi gejala tic,selain itu trifluoperazine (stelazin), dan pimozid (orap). Terapi antipsikotik Atipikal termasuk risperidon dan olanzapin yang sering digunakan karena memiliki efek samping yang lebih ringan dibandingkan dengan antipsikotik konvensional. Golongan antagonis nor adrenergik tidak disetujui untuk digunakan pada penderita tic dengan gangguan Tourrate. Golongan agonis α-adrenergik aeperti guanfacine juga dapat digunakan dalam terapi gangguan tic.
34
adjuvantif. Imunoglobulin intra vena dan plasmapharesis dapat digunakan untuk mengurangi gejala sydenham korea. Chorea yang disebabkan oleh kelainan jantung dapat diobati dengan pemberian steroid.
Prognosis : Prognosis tergantung pada penyebab, pada huntington disease mempunyai prognosa yang buruk, dimana pasien akan meninggal diakibatkan oleh adanya komplikasi. Hal yang sama juga ditemukan pada pasien dengan neuroacanthocytosis yang mengalami pneumonia.
17. Apa saja penyakit yang menimbulkan gejala pada chorea dan tic ? (Sulistya Ningsih
G1A109054)
Jawab :
Penyakit yang menimbulkan gejala chorea Penyakit yang menimbulkan gejala tic1. Gangguan neurodegeneratif
Autosomal dominan- Penyakit huntington- Neuroacanthocytosis- Ataksia spinoserebelar- Penyakit fahr
Autosomal resesif- Neuroacanthocytosis- Penyakit Wilson- Degenerasi neuronal dengan besi
diotak- Akumulasi tipe I- Ataxia-telengiectasia- Ataksia Friedreich- Tuberous sclerosis
X-linked recessive Mc Leod syndrome
2. Sporadis atau penurunan yang tidak diketahui Atrofi olivopontocerebellar korea familial benigna korea fisiologis infancy korea senilis infeksi primer infeksi oportunistik
3. Gangguan neurometabolik1. Sindrom Lesch-Nyhan
1. Gangguan Tourette2. Demam reumatik hal ini
terjadi akibat infeksi streptotokokus yang memicu timbulnya gejala tic
35
2. Gangguan lysosomal storage3. Gangguan aminoacid4. Penyakit Leight’s5. Porphyria
4. Korea benigna5. Infeksi
penyakit creutzfeldt-jakob sindrom defisiensi imunitas yang
didapat ensefalitis letargika Inflamatori Sarkoidosis
6. Diinduksi obat1. anti konvulsan2. obat antiparkinson3. kokain4. amfetamin5. anti depresan trisiklik6. neuroleptik sindrom withdrawal emergent diskinesia tardif
7. Diinduksi toksin1. Intoksikasi alkohol dan penghentian2. Anoksia3. Monoksida karbon4. Mangan5. merkuri6. thalium7. toluen
8. Gangguan metabolik sistemik1. hipertiroidisme2. hipoparatiroidisme3. kehamilan4. degenerasi hepatoserebral akuisita5. anoksia
cerebral palsy hiper-hiponatremia hipomagnesemia hipocalcemia beri-beri pelagra defisiensi vitamin B6 pada bayi
9. Vaskular1. Infark2. Hemoragi3. Cerebral palsy
18. Bagaimana Interaksi obat TB dengan terapi antipsikotik ? (Sulistya Ningsih
G1A109054)
36
Jawab :
Pada semua terapi OAT rata-rata memiliki efek samping yang menimbulkan
gejala psikotik, yang mana OAT mudah berdifusi ke dalam sel dan semua cairan tubuh.
Kadar obat kebih tinggi dalam plasma dan otot dariapda dalam jaringan yang terinfeksi,
tetapi kemudian obat tertinggal di jaringan yang terinfeksi dalam jumlah yang lebih dari
cukup sebagai bakteriostatik. Setelah diserap dari saluran cerna, obat ini cepat diekskresi
melalui empedu dan kemudian mengalami sirkulasi enterohepatik obat ini juga berdifusi
baik ke jaringan termasuk cairan otak dan di distribusi ke seluruh tubuh. Akibat terjadinya
hal tersebut menimbulkan keluhan yang berhubungan dengan sistem saraf.
19. Bagaimana hubungan terjadinya MDR pada penderita TB dengan gejala gangguan
jiwa ? (Sulistya Ningsih G1A109054)
Jawab :
Terjadinya MDR pada penderita TB dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti
ketidak patuhan pasien dalam minum obat dan selama pemberian OAT sehingga memicu
MDR, dengan adanya gejala gangguan jiwa juga semakin memperberat kondisi pasien
dan memungkinkan tingkat ketidakpatuhan obat menjadi menurun. Selain itu ada
beberapa faktor lain seperti sosial ekonomi dan pengetahuan pasien yang rendah
menimbulkan kerentanan pasien sulit untuk memperolah terapi dan tidak mengetahui
mengenai pemberian terapi dan penyakit TB paru yang dialami. Dengan adanya gejala
gangguan jiwa juga memicu pasien menjadi tidak nafsu makan sehingga faktor gizi tidak
tercukupi pada pasien yang mengalami TB paru dan semakin memperburuk kondisi
pasien dengan TB paru. Pengobatan pasien TB MDR dengan gangguan jiwa
1. Pasien dengan riwayat gangguan jiwa harus dievaluasi kondisi kesehatan jiwanya
sebelum memulai pengobatan.
2. Keadaan yang memacu timbulnya depresi dan kecemasan pada pengobatan TB MDR
sering berkaitan dengan penyakit kronis yang diderita pasien dan keadaan sosio-
ekonomi pasien yang kurang baik.
3. Pada pasien dengan gangguan psikiatris, diperlukan pemantauan ketat jika diberi
sikloserin.
4. Dalam mengobati pasien TB MDR dengan gangguan jiwa, harus melibatkan ahli jiwa.
20. Apa saja efek samping terapi OAT yang menimbulkan gangguan jiwa ? (Sulistya
Ningsih G1A109054)
37
Jawab :
38
Ket :
Nama obat
Cs : Sikloserin
Lfx : Levoflokasasin
Eto : Ethionamid
21. Apa yang dimaksud dengan ADHD ? ( Ferdian Mei Sandra G1A109079)
Jawab :
ADHD ( Attention deficit hyperactivity disorder) adalah sebuah gangguan pada perkembangan otak yang menyebabkan penderita menjadi hiperaktif, impulsif, serta susah memusatkan perhatian
Trias ADHD :
1. Hiperaktif : tampak seperti kelebihan energi, selalu aktif dan tidak bisa diam, tanda tandanya a. Tidak bisa bermain dengan tenangb. Susah berdiam diri, menggeliat, gelisah, sering berdiri kembali ketika dudukc. Selalu bergerak, tidak bisa duduk tenang
2. In attention : berupa gangguan atau kesulitan untuk memusatkan perhatiana. Tamapak tidak mendengar ketika orang lain berbicara kepadanyab. Perhatian sangat mudah teralihkanc. Sering membuat kesalahan karena kurang hati2 atau kurang memperhatikand. Susah mengikuti arahan atau tugase. Sering melupakan atau menghilangkan sesuatu
3. Impulsif : bertindak tanpa berpikir (spontan)a. Sulit untuk menunggu giliranb. Menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan selesaic. Bertindak spontan tanpa memikirkan konsekuensinya
Tata laksana :
39
Tujuannya membantu penderitanya meningkatkan kemampuan dalam belajar, meningkatkan kepercayaan diri anak, dan menjaga penderitanya dari tingkah laku yang dapat membahayakan diri sendiri
Obat obatan yang di berikan berupa stimulan untuk mengontrol sikap hiperaktif dan impulsif pada anak serta mampu meningkatkan fokus dan perhatian
Psikoterapi berupa pelatihan kemampuan sosial, modifikasi tingkah laku, dan juga kognitif
Obat obatan : antidepresan trisiklik, bupropion, clonidine
22. Apa yang dimaksud dengan Enuresis pada anak ? ( Ferdian Mei Sandra
G1A109079)
Jawab :
Enuresis
Enuresis nokturnal adalah enuresis yang terjadi pada malam hari, sedang enuresis diurnal adalah enuresis pada siang hari. Menurut beberapa penelitian dikatakan bahwa kejadian enuresis nokturnal lebih sering pada anak laki laki,sedang enuresis diurnal lebih sering pada anak perempuan. Enuresis nokturnal adalah ngompol yang tidak disadari waktu tidur, tanpa adanya kelainan pada sistem asluran kemih, dimana anak tidak mampu bangun dengan meningkatnya tekanan dan volume kandung kemihnya sebelum kandung kemih secara otomatis mengosongkan isinya.
Enuresis lebih sering pada anak anak yang berasal dari :
1. Golongan sosio ekonomi rendah2. Anak anak yang pernah menderita hambatan sosial atau psikologis dalam periode
perkembangan antara umur 2 sampai 4 tahun pertama kehidupan3. Latar belakang pendidikan orang tua yang rendah4. Toilet training yang tidak adekuat5. Anak pertama
Etiologi :
1. Keterlambatan pematangan neurofisiologi2. Keterlambatan perkembangan3. Hormon antidiuretik4. Faktor urodinamik5. Faktor tidur yang dalam6. Faktor psikologi7. Faktor organik
40
Penatalaksanaan
Pengobatan enuresis pada anak harus dilihat secara individu dengan melihat beberapa hal, antara lain : attitude (sikap) anak dan orang tua, kedaan sosial ekonomi dan lingkungan rumah. Begitu juga anggota keluarga harus dapat membantu dalam memberikan motivasi yang sesuai dan pihak orangtua tidak mempertimbangkan pengobatan dengan obat obatan sebagai pilihan pertama dalam program pengobatan enuresis anaknya.
Non farmakolik
1. Latihan menahan miksi2. Memberikan motivasi3. Mengubah kebiasaan
Farmakologik
1. Antidepresan2. Desmopresin 3. Antikolinergik
23. Apa hubungan timbulnya stres dengan gejala gastritis ? (Monice Syafrizal
G1A109085)
Jawab :
Stimulus apapun yang menyebabkan stress akan terjadi peningkatan aktivitas
HPA yang ditandai dengan penglepasan CRH dari hipotalamus yang dirangsang oleh
noradregenik, serotonergik, dan kolinergik. Kemudian CRH akan merangsang kelenjar
hipofisis anterior untuk mensekresikan ACTH dengan segera dan bermakna akibat dari
naiknya aktivitas dalam sistem limbik, khususnya dalam region amigdala dan
hipokampus. Setelah itu ACTH akan merangsang korteks adrenal untuk mengeluarkan
kortisol, peningkatan kortisol akan menyebabkan kontraksi saluran pencernaan
(peristaltik lambung, usus meningkat), sehingga asam lambung dikeluarkan akibat perut
mengira ada makanan di dalam lambung. Padahal makanan tidak ada, maka dari itu
terjadilah peningkatan asam lambung yang dapat menyebabkan penyakit gastritis.
24. Apa hubungan terjadinya gangguan depresi dengan penyakit Tuberculosis ?
(Monice Syafrizal G1A109085)
41
Jawab :
Peningkatan aktivitas HPA yang ditandai dengan penglepasan CRH dari
hipotalamus yang dirangsang oleh noradregenik, serotonergik, dan kolinergik. Kemudian
CRH akan merangsang kelenjar hipofisis anterior untuk mensekresikan ACTH dengan
segera dan bermakna akibat dari naiknya aktivitas dalam sistem limbik, khususnya dalam
region amigdala dan hipokampus. Setelah itu ACTH akan merangsang korteks adrenal
untuk mengeluarkan kortisol, peningkatan kortisol. Mengaktifkan Reseptor alpha dan
beta yang mengghambat fungsi kelenjar thymus, shingga produksi sel T berkurang dan
menyebabkan keadaan imun menurun.
Sehingga apa bila penderita depresi yang menderita TB Paru akan mengalami
infeksi yang berulang atau berkepanjangan atau infeksi oportunistik yang tidak
memberikan respon terhadap terapi anti mikroba.
Sementara apabila obat TB diberikan bersamaan obat anti depresan, maka
Interaksi obat yang terjadi adalah isoniazid akan meningkatkan kadar atau efek obat
trisiklik. Karena isoniazid menghambat enzim metabolisme obat trisiklik yang dapat
menghambat proses eliminasi obat. Sehingga, meningkatkan kadar obat trisiklik dalam
darah.
Sementara, trisiklik merupakan obat yang sangat berbahaya jika diminum dalam
jumlah dosis yang berlebihan dan pasien yang depresi tersebut cendrung untuk bunuh
diri. Oleh karena itu, peresepan dibatasi dalam jumlah yang kurang dari 1,25 g atau 50
dosis dari 25 mg dengan resep tidak boleh diulang. Dan hal itu akan di perburuk dengan
timbulnya efek samping isoniazid yang bersifat toksisitas apabila diberikan dengan dosis
yang tinggi dan dalam waktu yang lama yaitu episode psikotik, ini berhubungan dengan
pengaruhnya terhadap neurotransmitter pada sistem saraf pusat.
Oleh karena itu, pemberian trisiklik pada pasien TB kadar dosis terapi trisiklik
harus dikurangkan menimbang meningkatnya kadar trisiklik dalam plasma akibat
interaksi obat dengan isoniazid atau pemberian obat TB (isoniazid). Atau, pemberian obat
isoniazid dapat dianjurkan diminum 1-2 jam setelah pemberian obat antidepresan.
Penderita TB paru yang mengalami depresi juga menyebabkan penderita rentan
untuk tidak patuh dalam pengobatan akibat adanya gangguan mood dan emosi pada
penderita depresi yang tidak stabil, sehingga penderita beresiko untuk mengalami MDR
(Multi drug resistensi). Oleh Karenaitu, penting adanya PMO (pengawas minum obat)
pada penderita TB paru yang memantau penderita TB dalam meminum obat secara
teratur.
42
25. Apa faktor yang berhubungan timbulnya depresi pada penderita TB paru ?
(Monice Syafrizal G1A109085)
Jawab :
1. Stigma negatif masyarakat terhadap penderita TB Paru
- Masyarakat awam masih beranggapan penyakit TB Paru adalah penyakit
kutukan dan guna-guna.
Dikarenakan pada pasien TB sering disertai dengan gejala batuk berdarah dengan
tiba-tiba, di masyarakt dipahami itu adalah karena guna-guna atau kutukan.
Sehingga pasien TB akan dikucilkan karena dianggap melakukan hal-hal yang
salah dan menyimpang.
- Penyakit tb paru adalah penyakit keturunan
Seringkali ditemukan penyakit TB dialami dalam satu keluarga, apabila
orangtuanya sakit maka anaknya juga sakit, apabila suaminya sakit maka istrinya
juga sakit. Sehingga dimasyarakat dipahami bahwa TB adalah penyakit keturunan
dan membahayakan, yang akhirnya membuat masyarakat mengucilkan satu
keluarga pasien TB.
- Penyakit tb adalah penyakit yang tidak bisa disembuhkan
Di masyarakat, sering ditemui pasien TB yang tidak berobat menjadi berat
sakitnya dan akhirnya meninggal. Dikarenakan berobat TB harus dalam waktu
yang lama menyebabkan pasien menjadi bosan dan merasa tidak bisa
disembuhkan. Hal ini menimbulkan pemahaman di masyarakat bahwa TB adalah
penyakit yang tidak bisa disembuhkan.
Sehingga kebanyakan penderita TB paru megalami stigma sosial dan ketidak
adilan di dalam maysrakat yng diasingkan dari kehidupan sosial. Sehingga secara
fungsi soasial penderita tb mengalami gangguan fungsi, hal ini menimbulkan stressor
tercetusnya gejala depresi.
2. Lamanya waktu pengobatan TB Paru
Pengobatan TB paru memerlukan waktu yang lama 6-9 bulan dan memerlukan
kedisiplinan dalam mengkonsumsi obat. Jika terjadi putus obat akan menimbulkan
MDR. Sehingga kadang-kadang muncul rasa ketakutan dan rasa terbebankan akan
aturan-aturan yang disarankan dalam masa pengobatan. Hal tersebut menimbulakn
ketegangan psikis yang menjadi stressor munculnya depresi.
3. Gangguan fungsional produktivitas
43
Penyakit TB paru menyebabkan penderita TB paru mengalami penurunan
produktivitas atau tidak bisa melakukan kegiatan seperti orang normal. Dan
kemungkinan di pecat dari tempat kerjanya, sehingga menimbulkan beban pikiran
untuk memenuhi biaya kehidupan yang tinggi.
26. Apa saja obat anastesi yang menyebabkan delirium? (Feggy Maidandy G1A109023)
Jawab :
- Golongan benzodiazepine
- Golongan beta blocker
- Lithium
- Antikonvulsan
- Lidocaine, xylocaine
27. Apa hubungan lama perawatan dengan timbulnya depresi? (Feggy Maidandy
G1A109023)
Jawab :
Dengan perawatan yang lama pada pasien menyebabkan perubahan mood yang
membuat pasien bosan, sehingga terjadi perubahan neurotransmiter.
Neuron yang mengandung norepineprin terlibat dalam beberapa fungsi, misalnya
kewaspadaan, mood, nafsu makan, penghargaan , dan dorongan kehendak.
Neurotransmiter lain yang juga memediasi fungsi ini yaitu dopamin, yang berfungsi untuk
rasa senang, seks, dan aktivitas psikomotor.
Amin biogenik. Norepinephrine dan serotonin adalah dua neurotransmitters yang
paling terlibat dalam patofisiologi gangguan mood.
Norepinefrine. Penurunan regulasi reseptor beta adrenergik dan respon klinik anti
depresan mungkin merupakan peran langsung sistem noradrenergik dalam depresi. Bukti
lain yang juga melibatkan reseptor B2-presipnatik pada depresi, telah mengaktifkan
reseptor yang mengakibatkan pengurangan jumlah pelepasan norepinefrin. Reseptor B2-
presinaptik juga terletak pada neuron serotonergik dan mengatur jumlah pelepasan
serotonin.
Dopamin. Aktivitas dopamin mungkin berkurang pada depresi. Penemuan subtipe
baru reseptor dopamin dan meningkatnya pengertian fungsi regulasi presinaptik dan
pascasinaptik dopamin memperkaya hubungan antara dopamin dan gangguan mood. Dua
teori terbaru tentang dopamin dan depresi adalah jalur dopamin mesolimbik mungkin
44
mengalami disfungsi pada depresi dan reseptor dopamin D1 mungkin hipoaktif pada
depresi.
Serotonin. Aktivitas serotonin berkurang pada depresi. Serotonin bertanggung
jawab untuk kontrol regulasi afek, agresi, idur, dan nafsu makan. Pada beberapa
penelitian ditemukan jumlah serotonin yang berkurang di celah sinap dikatakan
bertanggung jawab untuk terjadinya depresi.
Patofisiologi
Feed back CR
yang membuat
sensitivitas menurun
ACTH
28. Bagaiamana hubungan Ibu hamil dengan depresi menyebabkan anak dengan
gangguan perilaku? (Gabriella Mariza. A G1A109083)
Jawab :
- Depresi pada ibu hamil prosesnya sama seperti depresi pada umumnya → stressor
(tidak siap untuk punya anak, kekhawatiran, ketakutan karena kehamilan, dll) → ↓
45
stressor
Korteks adrenal
Korteks & sistem limbik
Hipotalamus
Hipofisis
serotonin, ↓ norepinefrin, ↓ dopamin, ↑ kortisol → ↓ nafsu makan dan gejala-
gejala depresi → kekurangan nutrisi ibu dan janin → ADHD
- Ibu dengan depresi → tidak terlalu mengurus anak → gangguan hubungan ibu dan
bayi selama fase oral
- Ibu hamil → perubahan hormon → mudah kesal, jenuh atau sedih dan gangguan
tidur → kelahiran sebelum waktunya (prematur) → ADHD
- Anak yang dilahirkan oleh ibu depresi berat saat hamil → plasenta → kadar
hormon stress tinggi, sedikit ekspresi
- Gangguan perilaku → genetik → fragile x syndrome → Syndrome prader wik
(retardasi mental) dan Syndrome down (ADHD)
- Bumil → Radiasi (USG) → resiko tertinggi pada usia gestasi 8-15 minggu dan
16-25 minggu untuk dosis > 50 rad → gangguan retardasi mental
29. Jelaskan Psikosis Post Partum? (Gabriella Mariza. A G1A109083)
Jawab :
- Proses terjadinya serupa dengan pasien gangguan mood:
o Faktor biologi: monoamin → ↓ serotonin dan norepinefrin, ↓ GABA, ↓
endorfin.
o Faktor genetik
o Faktor psikososial
- Kondisi medis umum → peristiwa perinatal → infeksi, intoksikasi obat dan
kehilangan darah. Dan bisa juga karena ↓ mendadak esterogen dan progesteron.
- Paling sering terjadi pada ibu dengan depresi, waham dan pikiran yang
membahayakan diri sendiri atau bayinya.
- Biasanya karena keturunan
- Biasanya pasien mengeluh lelah, insomnia, gelisah, episode penuh kesedihan dan
emosi labil, rasa curiga, inkoheren, peryataan irrasional, obsesif terhadap
kesehatan.
30. Bagaimana hubungan stress dengan alergi? (Gabriella Mariza. A G1A109083)
Jawab :
- Stress → immunoglobulin → sel mast melepaskan histamin → alergi
46
- Hitamin dibentuk oleh histidi denga bantuan enzim histidin decarboxylase →
histamin → diinaktivasi dan disimpan → granul mast cell dan basofil
- Pelepasan histamin ada 2, yaitu:
o Antigen mediated histamin release
Alergen / antigen → ditangkap makrofag → timbul sinyal di MHC
II di permukaan APC → limfosit T → mengenali dan
memerintahkan sel B → IgE → menempel di sel mast.
Jika ada alergen lagi (second exposure) → langsung mengikat IgE
yang telah melekat di sel mast → pelepasan histamin.
o Non antigen mediated histamin release
Karena ada respon imunologis, histamin → dilepaskan → karena
obat, racun/senyawa lain → merusak dinding sel → pelepasan
histamin
- Stressor → mengaktifkan SNS (sympathetic nervous system) → pelepasan
epinefrin dan norepinefrin, reseptor edrenergik di sel T dan sel B → pelepasan
histamin oleh aktivasi sel mast
- Stressor → gangguan sistem HPA → mesolimbik menerima input stressor →
mempengaruhi neuron bagian medial → sintesis → CRH (corticotropin releasing
hormone) dan arginin vasopresin → hipofiis anterior → sintesis → ACTH →
glukokortikoid dan ↓ anrogen dan esterogen.
Glukokortikoid → melawan efek imun → stimulasi respon imun dan ↑ sensitivitas
respons imun → sistem imun bekerja berlebihan dan melepaskan mediator
inflamasi berlebihan (PG, bradikinin, leukotrien, serotonin) → mensenstisasi →
nosiseptor secara kimiawi → ↓ ambang rangsang reseptor terhadap mediator lain
(histamin dan capsaicin) → gatal
- Tatalaksana:
o Antagonis H1
Generasi I: CTM, bromfeniram, prometazin, dimenhidrinat) →
efek sedatif ↑
Generasi 2: fexofenadin, levotadin, astemizol, cetirizin (efek
sedatif ↓)
Generasi 3: desloratadin dan levocetirizin
47
ESO antagonis H1 → sedatif, dan atrophin like reaction (mulut
kering, kostipasi)
31. Jelaskan timbulnya gangguan konversi ? (Tri Wibowo G1A109033)
Jawab :
Gangguan konversi disebut disosiatif karena dahulu di anggap terjadi hilangnya
asosiasi antara berbagai proses mental seperti identitas pribadi dan memori, sensori dan
fungsi motorik. Ciri utamanya adalah hilangnya fungsi yang tidak dapat dijelaskan secara
medis. Pada penderita didapatkan hilangnya fungsi seperti memori (amnesia psikogenik),
berjalan-jalan dalam keadaan trans (fugue), fungsi motorik (paralisis dan pseudoseizure),
atau fungi sensorik (anesthesia sarung tangan dn kaus kaki, glove and stocking
anaesthesia). Istilah konversi didasarkan pada teori kuno bahwa perasaan dan anxietas
dikonversikan manjadi gejala-gejala dengan akibat terselesaikannya konflik mental
(keuntungan primer) dan didapatkannya keuntungan praktis seperti perhatian dari orang
lain (keuntungan sekunder). Gangguan ini dulunya juga disebut hysteria yang berasal
dari istilah dan keyakinan jaman dahulu bahwa penyebabnya adalah uterus yang
berkeliaran (wandering uterus). Meskipun didefinisikan sebagai suatu kondisi yang
menyajikan perubahan atau kehilangan fungsi fisik sugestif dari gangguan fisik,
gangguan konversi dianggap menjadi ekspresi dari konflik psikologis atau kebutuhan
dasar. Konflik psikologis kritis atau stres mungkin tidak terlihat pada awalnya, tetapi
menjadi jelas dalam perjalanannya. Idealnya, ini adalah faktor psikologis terkait simbolis
untuk munculnya gejala. Gejala konversi dianggap hasil dari proses bawah sadar. Hasil
yang dari gejala fisik diklasifikasikan sebagai gangguan buatan atau berpura-pura sakit.
Gejala konversi dianggap tidak berada di bawah kendali sukarela, dan tidak bisa
dijelaskan karena gangguan fisik atau mekanisme patologis yang di ketahui .
Gangguan konversi diklasifikasikan sebagai gangguan disosiatif di ICD-10,
untuk menjaga keterkaitannya dengan histeria (Gangguan disosiatif pada DSM-IV). Pada
abad ke-19, Paulus- Briket menggambarkan sebagai gangguan disfungsi SSP. Freud
untuk pertama kalinya menggunakan istilah konversi untuk merujuk pada pengembangan
suatu gejala somatik untuk membantu mengurangi kegelisahan pada saat terjadi
penekanan konflik.
Gangguan konversi adalah suatu ditandai oleh hilangnya atau ketidakmampuan
dalam fungsi fisik, namun tidak ada penyebab organis yang jelas. Gangguan ini
48
dinamakan konversi karena adanya keyakinan psikodinamika bahwa gangguan tersebut
mencerminkan penyaluran, atau konversi dari energi seksual atau agresif yang
direpresikan ke gejala fisik. Dimana gejala konversi menyerupai gejala-gejala neurologis
atau medis umum yang melibatkan masalah dengan fungsi motorik yang volunter atau
fungsi sensoris.
Etiologi
Etiologi yang sebenarnya belum diketahui, tetapi kebanyakan menganggap
gangguan konversi disebabkan sebelumnya oleh stress yang berat, konflik emosional,
atau gangguan kejiwaan yang terkait. Beberapa dari pasien gangguan koversi memiliki
gangguan kepribadian atau menampilkan sifat-sifat histeris. Penyebab gangguan konversi
yang langsung biasanya mengalami peristiwa sangat menegangkan atau peristiwa trauma.
Gangguan ini dapat dianggap sebagai usaha atau ekspresi psikologis seseorang dari suatu
masalah. Depresi dan gangguan psikologis lain sering terlihat pada pasien dengan
gangguan konversi.
Pada anak-anak, gangguan konversi sering diamati karena adanya kekerasan fisik
atau perilaku seksual. Anak-anak yang memiliki anggota keluarga dengan riwayat
gangguan konversi lebih memungkinkan untuk menderita gangguan konversi. Selain itu,
jika ada anggota keluarga yang sakit parah atau sakit kronis, anak-anak cenderung akan
terpengaruh.
Menurut teori psikodinamik, gejala konversi berkembang mempertahankan
impuls yang tidak dapat diterima. Keuntungan utama suatu gejala konversi adalah
kecemasan mengikat dan menyimpan konflik internal. Gejala tersebut memiliki nilai
simbolis yang merupakan representasi dan solusi sebagian dari konflik psikologis yang
mendalam untuk menghindari diri dari rasa ketidakmampuan melalakukan sesuatu.
Sedangkan menurut teori belajar, gejala dari gangguan konversi merupakan respon
terhadap stres maladaptive yang dipelajari . Pasien mendapat keuntungan sekunder
dengan menghindari kegiatan yang terutama menyerang mereka, sehingga mendapatkan
dukungan dari keluarga dan teman-teman.
Epidemiologi
49
Gangguan konversi yang sebenarnya jarang di dapatkan. Insiden telah dilaporkan
11-300 kasus per 100.000 orang. Faktor budaya mungkin memainkan peran yang sangat
penting. Gejala yang mungkin dianggap sebagai gangguan konversi di Amerika Serikat
mungkin merupakan ekspresi normal dari kecemasan budaya lain. Sebuah penelitian
melaporkan bahwa gangguan konversi mencapai 1,2-11,5% dari konsultasi kepada
psikiatris untuk pasien rawat inap medis dan bedah sedangkan pada rumah sakit nasional
di London hanya terdapat 1% dari pasien rawat inap, untuk insiden di Islandia dilaporkan
gangguan konversi mencapai 15 kasus per 100.000 orang.
Gangguan Konversi dapat muncul pada umur berapa pun tetapi jarang pada anak-
anak muda umumnya pada sekitar 10 tahun atau orang tua usia 35 tahunn. Dalam studi
University of Iowa dari 32 pasien dengan gangguan konversi, ditemukan rata-rata usia 41
tahun dengan rentang 23-58 tahun. Pada pasien anak, kejadian konversi meningkat
setelah kekerasan fisik atau seksual. Insiden juga peningkatan orang anak yang orang
tuanya adalah baik sakit parah atau sakit kronis.
Gambaran Klinik
Seseorang dengan gangguan konversi sering memiliki tanda-tanda fisik tetapi
tidak memiliki tanda-tanda neurologis untuk mendukung gejala mereka..
Kelemahan
Kelemahan biasanya melibatkan seluruh gerakan daripada kelompok otot
tertentu. Kelemahan pada kaki lebih sering di bandingkan pada mata, wajah
atau gerakan servikal. Dengan menggunakan berbagai teknik klinis,
kelemahan satu anggota tubuh dapat diperlihatkan untuk menyebabkan
kontraksi yang berlawanan dengan beberapa otot tertentu .
Gangguan Fungsi Sensorik
Kehilangan sensorik atau distorsi sering tidak sesuai ketika di uji lebih dari
satu kali dan bertentangan dengan saraf perifer dan distribusi asal
Gangguan Fungsi Visual
Gejala visual dapat meliputi diplopia, triplopia, cacat bidang, dan kebutaan
bilateral terkait dengan refleks pupil yang masih utuh.
Gangguan gaya berjalan
Astasia-abasia adalah gangguan koordinasi motorik ditandai dengan
ketidakmampuan untuk berdiri walaupun kemampuannya normal untuk
menggerakkan kaki ketika berbaring atau sedang duduk.
50
Pasien dapat berjalan dengan normal jika mereka berpikir mereka
tidak sedang diamati.
Terkadang bila sedang di amati, pasien secara aktif berusaha untuk
jatuh. Hal ini bertentangan dengan pasien dengan penyakit organik
yang akan berusaha untuk melindungi diri sendiri.
Pseudoseizures
Selama serangan, ditandai keterlibatan otot –otot truncal dengan
opistotonus dan kepala atau badan berputar ke arah lateral.
Sianosis jarang terjadi kecuali pasien dengan sengaja menahan nafas
mereka.
Menggigit lidah atau inkotinensia jarang terjadi kecuali pasien
memiliki beberapa tingkat pengetahuan medis tentang penyakit.
Ini Berbeda dengan kejang yang sebenarnya, pseudoseizuresterutama
terjadi di hadapan orang lain dan bukan ketika pasien sendirian atau
tidur
Diagnosis
Mungkin agak sulit mendiagnosis gangguan ini. Kemungkinan penyebab
organik harus disingkirkan lebih dahulu dan hal ini dapat berakibat pemeriksaan
yang lebih ekstensif. Hal-hal yang perlu di pertimbangkan adalah kemungkinan
dibuat-buatnya gejala tersebut.
Disini ada dua kemungkinan, gangguan buatan ( factitious disorder) atau
berpura-pura (malingering) . Pada gangguan buatan, gejala-gejala dibuat dengan
sengaja untuk mendapatkan perawatan medis, sedangkan pada berpura-pura untuk
mendapatkan keuntungan pribadi.menentukan hal ini tidaklah mudah dan mungkin
memerlukan bukti bahwa ada inkonsistensi dalam gejalanya.
Dilakukan pula pemeriksaan Laboratorium untuk menyingkirkan
hipoglikemia atau hiperglikemia, gagal ginjal , atau obat-obat yang terkait dengan
penyebab, foto dada x-ray atau CT scan ,elektrokardiogram (ECG, EKG) yaitu
untuk merekam aktivitas jantung dengan mengukur arus listrik melalui otot jantung
dan dapat juga dilakukan pemeriksaan cairan tulang belakang untuk memeriksa
penyebab neurologis .
Beberapa faktor resiko gangguan konversi diantaranya adalah :
o Adanya stress yang bermakna atau trauma emosional
51
o Perempuan lebih mungkin untuk mendapatkan gangguan konversi
dibandingkan laki-laki
o Menjadi remaja atau dewasa muda.Gangguan konversi dapat terjadi pada
umur berapa pun, tetapi paling umum pada usia remaja atau awal masa dewasa
o Memiliki kondisi kesehatan mental seperti suasana hati dan gangguan
kecemasan, gangguan disosiatif dan gangguan kepribadian tertentu
o Memiliki anggota keluarga dengan gangguan konversi
o Sejarah kekerasan fisik atau seksual
Diagnosis Banding
Kondisi medis yang mungkin meniru gejala konversi adalah sebagai berikut:
Multiple sclerosis (dengan kebutaan sekunder untuk neuritis optik)
Myasthenia gravis (dengan kelemahan otot)
Kelumpuhan periodik (dengan kelemahan otot)
Miopati
Polimiositis
Guillain-Barré Syndrome
Kondisi Psikiatris yang harus dibedakan antara lain:
Gangguan psikotik
Gangguan mood
Gangguan buatan atau berpura-pura sakit
Gangguan somatisasi
Penatalaksanaan
Yang terpenting dalam penatalaksanaannya yaitu bisa menerima gejala pasien
sebagai hal yang nyata, tetapi dapat menjelaskan bahwa itu hal itu bersifat reversible.
Dan diupayakan untuk dapat kembali ke fungsi semula secara bertahap. Dalam
beberapa kasus, pasien mungkin mulai sembuh secara spontan. Setelah penyebab fisik
untuk gejala telah dikesampingkan, pasien dapat mulai merasa lebih baik dan gejala
mungkin mulai memudar. Dalam beberapa kasus, pasien mungkin membutuhkan
bantuan dalam pemulihan dari gejala mereka. Pilihan pengobatan dapat mencakup hal
berikut:
52
Konseling dan psikoterapi
Membahas permasalahan dengan seorang konselor dapat membantu mengatasi
penyebab yang mendasari gejala fisik. Di lanjutan dengan belajar cara menangani
stres sepanjang hidup juga penting, karena sekitar 25% dari pasien dengan gangguan
ini sering mengalami episode masa depan.
Terapi farmakologi
Digunakan dalam beberapa kasus, antidepresan juga dapat digunakan untuk
mempercepat pemulihan. Penelitian telah menunjukkan bahwa antidepresan dapat
membantu pasien dengan gangguan konversi.
Pasien mungkin membutuhkan terapi untuk mengatasi tidak digunakannya anggota
badan, misalnya, dan untuk mempelajari kembali perilaku normal.
Prognosis
Umumnya prognosisnya baik. Faktor yang terkait dengan prognosis yang baik
adalah sebagai berikut:
Serangan yang akut
Penyebab tekanan pada saat terjadi serangan jelas
Jarak antara serangan dengan memulai pengobatan tidak terlalu jauh
Daya kognitif dan kecerdasan baik
Gejala aphonia, kelumpuhan, dan atau kebutaan (yang bertentangan dengan
kejang dan gemetaran, yang berhubungan dengan prognosis buruk)
32. Bagaimana mekanisme terjadinya panik ? (Tri Wibowo G1A109033)
Jawab :
53
GANGGUAN PANIK
Respon Neuro endokrin jalur neural dan neuroendokrin dibawah kontrol hipothalamus
Oleh saraf adrenal medular dan hipothalamus
Diaktifkan respon stres ( serangan panik )
Aktifasi Locus Ceruleus
Terjadi sekresi neurotransmiter
Norepinefrine dikeluarkan pada ujung saraf yang berhubungan langsung dengan ujung organ yang dituju
Frekuensi jantung meningkat (Pulsasi meningkat)
Vasokonstriksi perifer
Tekanan darah meningkat Jaringan perifer kurang oksigen
33. Bagaimana hubungan terjadinya gangguan depresi dengan disfungsi seksual ?
(Nana Kartina G1A109080)
54
Kulit terasa dingin Menggigil Nafas jadi cepat (respirasi meningkat)
Faktor Genetik
Riwayat Psikososial
Gangguan fungsi vegetatif:
Kurang nafsu makan
Sulit tidur
Jawab :
34. Jelaskan mengenai jenis kejang ! (Akbar Kurniawan G1A109026)
Jawab :
a. Kejang tonic-clonic
- kontraksi otot kaku, mata mendelik ke atasatau ke satu sisi
- biasanya menangis kuat sampai hilang kesadaran
- gerakan berulang dan memiliki ritme
- sering dispneu dan sianosis
- fase tonic selama 10-30 detik, fase klonik 30-60 detik
- pasca bangkitan biasanya lemas dan bingung hingga tertidur.
b. Kejang Abscens
- gangguan kesadaran mendadak beberapa detik
- aktivitas motorik berhenti, Os diam tanpa reaksi
- pemulihan kesadaran segera tanpa kebingungan
c. Kejang Mioclonic
- kontraksi otot sebentar dg kehilangan tonus tubuh dan jatuh ke depan
55
Depresi ↓ Disfungsi seksual
Keluhan somatikGangguan mood
Impuls dikirim ke sistim limbik
↓ norepineprin↓ serotonin↓dopamin
Disregulasi amin biogenikFaktor tambahan:
Faktaor genetik F. Psikososial F. Kepribadian F. psikodinamik
normal Perubahan neurotransmiter dan sinyal antar neuron di otak
Jika gagal beradaptasiJika bisa beradaptasi
Adanya stressor
- biasa didahului kejang tonic clonic pada umur tahun pertama
- sering menjadi status epileptikus
- sekitar 1/3 terbukti mengalami keterlambatan perkembangan, retardasi mental
- sekitar 75% mengalami masalah perilaku
d. Kejang Atonic
- hilang tonus postural, head drop, berlangsung sangat singkat.
Kejang dapat membuat perubahan perilaku, karena daerah otak yang paling rentan terke-
na adalah hipokampus, amigdala, cerebellum, mesokorteks, mesolimbik, dan talamus.
35. Bagaimana hubungan penderita Diabetes Mellitus dan depresi ? (M. Padri Jaka
G1A109026)
Jawab :
Hiperkortisolisme subklinis dapat menyebabkan penumpukan lemak visceral
dengan mempromosikan diferensiasi dan proliferasi adiposit, mendistribusikan lemak dari
perifer ke depot pusat, dan meningkatkan ukuran dan jumlah sel lemak. Efek ini mungkin
dimediasi melalui reseptor glukokortikoid yang lebih berlimpah di visceral dari jaringan
adiposa subkutan. Kortisol juga mengaktifkan lipolisis dan pelepasan asam lemak bebas,
yang dapat menyebabkan resistensi insulin. Dengan demikian, karena kortisol
menyebabkan adipositas viseral dan resistensi insulin, prekursor metabolik diabetes tipe
2, hiperkortisolisme subklinis dapat memberikan tambahan biologi hubungan jelas antara
depresi dan diabetes tipe 2. Selain itu, aktivasi dari sumbu HPA menyebabkan
peningkatan aktivitas sistem saraf simpatik, yang akhirnya mengarah untuk melepaskan
katekolamin dan stimulasi dari jalur sitokin. Kedua katekolamin dan sitokin adalah
hormon yang juga menyebabkan resistensi insulin.
56
Banyak faktor etiologi berperan dalam patofisiologi depresi. Diantaranya adalah
penipisan serotonin dan monoamina lainnya di daerah otak yang berhubungan dengan
pengelolaan emosi, tidur dan rasa untuk makanan. Faktor lain adalah aktivasi kronis dari
sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal dengan peningkatan produksi selanjutnya hormon
corticotropic (CRF). Depresi juga dapat berasal sebagai konsekuensi dari plastisitas
cukup neuron sebagai respon terhadap beban yang berbeda, e. g. stres kronis. Pengaruh
genetik juga berlaku dengan depresi dan sindrom metabolik serta faktor-faktor yang tidak
menguntungkan dari lingkungan eksternal. Di antaranya, misalnya, adalah gangguan
57
keseimbangan dalam sistem saraf otonom dengan kecenderungan ke arah yang lebih
aktivitas jantung yang cepat, mengurangi variabilitas frekuensi jantung dan meningkatkan
tingkat katekolamin dalam darah perifer. Menurut salah satu teori perkembangan sindrom
metabolik, rejimen sehari-hari yang tidak tepat (aktivitas fisik terutama rendah selama
hari dan asupan makanan pada jam-jam larut malam) menyebabkan gangguan
keseimbangan dalam sistem saraf otonom, dengan jumlah lebih besar dari sistem simpatik
di daerah dada dan otot rangka, dengan peningkatan berikutnya dalam tekanan darah,
resistensi insulin pada otot dan, sebaliknya, meningkatnya aktivitas sistem parasimpatis di
daerah perut, yang menyebabkan sekresi hiper insulin dan akumulasi jaringan lemak
visceral, yang dapat menyebabkan lebih lanjut untuk peningkatan risiko asal sindrom
metabolik, diabetes tipe 2, dislipidemia, hipertensi dan obesitas visceral. Pada pasien
dengan sindrom metabolik, serta pada pasien dengan depresi, stres oksidasi terbukti
ditingkatkan dengan kehancuran berikutnya dari neuron di hippocampus, yang volumenya
lebih kecil kita temukan juga pada pasien dengan depresi. Hubungan antara gejala depresi
dan sindrom metabolik ditunjukkan dalam studi pelacakan pasang kembar laki-laki.
Dalam populasi dilacak dalam NHANES III (Third National Health dan Nutrition
Examination Survey) prevalensi sindrom metabolik pada wanita dengan depresi adalah
dua kali lipat dari wanita tanpa depresi.
Dalam studi Poulsen et al. (2001) 303 kembar yang lebih tua dilacak, dan
intoleransi glukosa secara signifikan lebih tinggi ditemukan bersama dengan obesitas dan
rendah HDL-kolesterol antara monozigot dibandingkan kembar dizigot, yang
menunjukkan dampak genetik pada pengembangan fenotipe tersebut. Mereka mengamati
pengaruh genetik lebih tinggi pada intoleransi glukosa dan tekanan sistolik dan pengaruh
genetik rendah pada rendah HDL-kolesterol dan tekanan diastolik pada anak kembar laki-
laki dibandingkan perempuan kembar. Pouwer & Snoek (2001) diamati pada lebih dari
1500 pasien untuk pertama kalinya hubungan yang signifikan antara depresi dan HbA1c
pada wanita dengan diabetes tipe 2. Nilai-nilai estrogen dan rejimen sehari-hari dapat
memainkan peran penting dalam asosiasi ini.
Dari sudut pandang biologis depresi dan diabetes tumpang tindih pada beberapa
tingkatan. Di antara endokrin dan perubahan neurotransmitter adalah konsentrasi yang
lebih rendah dari katekolamin, serotonin primer, stimulasi produksi glucocorticoides,
hormon pertumbuhan dan glukagon, pekerjaan yang kontra-regulationally terhadap efek
hipoglikemik insulin. Peningkatan kadar kortisol diamati sama pada pasien dengan
diabetes dan depresi, gangguan intoleransi glukosa sama dan asal resistensi insulin. Pada
58
banyak pasien dengan depresi, intoleransi glukosa dihubungkan dengan hiperinsulinemia
dan resistensi insulin berkembang . Menurut Zimmet et al. (1991) perubahan metabolik
dengan depresi membangkitkan destabilisasi ketidakseimbangan metabolisme yang sudah
ada pada individu dengan risiko terkena diabetes tipe 2. Kelainan neurotransmisi
serotonergik lokal di daerah pra-dan pasca-sinaptik sinaptik memainkan penting (pikiran
bukan satu-satunya) peran dalam patogenesis depresi (yang disebut serotonin hipotesis
depresi). Zat yang memiliki efek serotonergik (prekursor serotonin, fenfluramine, SSRI)
AC perbaikan klinis yang signifikan dalam gejala depresi. Dalam hubungan ini hasil
penelitian pada manusia yang dikenal: 6 minggu mengeluarkan SSRI tertentu (paroxetine,
fluoxetine dan sertraline) untuk pasien dengan depresi dan diabetes menyebabkan
penurunan berat badan, penurunan trigliserida dan kolesterol dalam darah, penurunan
HbA1c dan meningkatkan kepatuhan (Talbot & Nouwen, 2000; Rubin & Peyrot, 2002)
Dampak positif zat serotonergik pada suasana hati depresi serta pada sejumlah parameter
penyakit diabetes poin untuk hubungan etiologi mungkin.
Terjadinya depresi dan diabetes bukanlah fenomena kesempatan yang
membangkitkan pertimbangan tentang hubungan mereka mungkin. Otoritas ilmiah saat
beberapa interpretasi hipotesis: 1 Depresi muncul sebagai konsekuensi utama neurokimia
- perubahan biokimia yang berhubungan dengan diabetes;. . 2 Depresi merupakan
konsekuensi dari faktor psikososial yang berhubungan dengan penyakit atau
pengobatannya; 3. Depresi merupakan faktor risiko independen untuk asal diabetes.
36. Jelaskan terjadinya depresi pasca stroke ! ((M. Padri Jaka G1A109026)
Jawab :
1.Teori aminbiogenik
Hipotesis rinci pertama tentang etiologi patofisiologi depresi berat pasca stroke
diusulkan oleh Robinson dan Bloom.16 Berdasarkan karya Reis et al.17 pada 1970-
an, yang menunjukkan bahwa cedera pada proyeksi aksonal amina biogenik
mengandung neuron menyebabkan shutdown produksi neurotransmitter, Robinson
dan Bloom16 hipotesis bahwa lesi otak iskemik dapat mengganggu amina biogenik
naik mengandung akson dari batang otak ke korteks mengarah ke penurunan
keseluruhan produksi serotonin atau norepinefrin di daerah terluka dari pohon
aksonal. Disfungsi berikutnya struktur limbik strategis dalam frontal dan korteks
temporal serta ganglia basal dapat menyebabkan gejala klinis depresi.
59
Bukti eksperimental untuk mendukung biogenik amina teori hipotesis termasuk
temuan bahwa pasien dengan depresi pasca stroke memiliki konsentrasi signifikan
lebih rendah dari asam 5-hidroksi indoleasetat (5-HIAA), suatu metabolit serotonin
dalam CSF, dibandingkan dengan usia, jenis kelamin dan lokasi lesi hemisfer dan
bahwa pasien dengan stroke otak kiri menunjukkan korelasi terbalik yang signifikan
antara serotonin reseptor 5-HT2 mengikat yang diukur dengan 11C N-metil spiperone
di korteks temporal kiri dan skor Hamilton Depression (r = 0,76, P <0,05) .
2.Hipotesis sitokin
Berdasarkan hubungan yang kuat sitokin proinflamasi dengan cedera otak iskemik
dan bukti yang menunjukkan bahwa peran interleukin mungkin ada sehubungan
dengan patofisiologi subtipe tertentu depresi, hipotesis baru tentang etiologi depresi
pasca stroke. Sitokin-serotonin interaksi melalui enzim IDO dapat memainkan peran
penting dalam pasca stroke depresi dengan urutan peristiwa berikut: peningkatan
produksi sitokin proinflamasi (seperti IL-1beta, TNF-alpha dan bahkan IL-18) akibat
stroke menyebabkan amplifikasi dari proses inflamasi dan aktivasi luas dari enzim
IDO dan penurunan selanjutnya luas dalam produksi serotonin. Deplesi serotonergik
di daerah otak strategis seperti daerah paralimbic frontal kiri dan korteks temporal
pada akhirnya dapat menyebabkan depresi.
Meskipun hipotesis bahwa sitokin proinflamasi dapat memediasi pasca stroke
depresi yang menarik, harus menunjukkan bahwa akan sulit untuk membuktikan
bahwa salah satu sitokin yang diusulkan adalah pusat mekanisme pasca stroke
depresi. Sitokin dan molekul terkait mereka mungkin memiliki aditif, sinergis atau
kadang-kadang antagonis tindakan. Selain itu, jalur berlebihan dan molekul masih tak
dikenal lainnya mungkin terlibat dalam mengatur jaringan sitokin. Selain itu, sebagian
besar data yang menunjukkan keterlibatan sitokin otak pada penyakit depresi
didasarkan pada studi hewan dan sulit untuk meramalkan kemungkinan untuk
manusia. Studi pada pasien terutama didasarkan pada sitokin penentuan tingkat
plasma dan konsentrasi molekul yang beredar tersebut tidak mencerminkan aktivitas
sitokin dalam SSP. Aktivasi sitokin otak mungkin melibatkan mekanisme yang
berbeda dan saat ini tidak mungkin untuk mengukur sitokin di daerah tertentu dari
otak manusia hidup. Meskipun keterbatasan metodologis, studi klinis di masa depan
harus memeriksa satu set yang lebih luas sitokin dalam kaitannya dengan pasca stroke
depresi. Khususnya IL-18, di sini diusulkan sebagai pemain baru dalam mekanisme
hipotesis stroke dan depresi harus diselidiki. Selain itu, fakta bahwa IL-18 tampaknya
60
untuk menengahi kejadian neuroinflammatory tertunda setelah cedera otak hipoksia-
iskemik, membuat sitokin ini sangat menarik dalam desain korelasi tentatif antara
ekspresi temporal dalam otak sitokin stroke diinduksi dan aktivasi pasca stroke
mekanisme biologis yang menyebabkan depresi. Dalam hal ini, pengamatan bahwa
selama proses patofisiologi stroke, sitokin anti-inflamasi yang diproduksi lambat
sitokin inflamasi, memberikan rasional untuk studi lebih lanjut bertujuan untuk
memperjelas perbedaan awal dibandingkan tertunda onset pasca stroke depresi
patogenesis.
Akhirnya, hipotesis sitokin dapat memberikan link yang hilang untuk menjelaskan
mengapa depresi pasca stroke menyebabkan gangguan pemulihan fisik dan kognitif
dan peningkatan mortality.Akhirnya, pemahaman yang lebih baik tentang peran
sitokin dalam mekanisme stroke depresi dan depresi pasca stroke dapat menyebabkan
pengobatan penyebabnya spesifik baru dan lebih untuk disorders
61
top related