Transcript
TUGAS REFERAT
SKABIES
Oleh:
Dewi Khodijah
201020401011144
Pembimbing:
dr. Slamet Sugiharto, Sp.KK
SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RSUD GAMBIRAN KEDIRI
2011
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (kutu), tanda khasnya
adalah adanya lesi pruritus, papul, dan terowongan yang disebabkan oleh Sarcoptes
scabiei. Tungau ini sangat kecil hanya bisa dilihat dengan mikroskop atau bersifat
mikroskopis. Parasit ini hanya dapat hidup dikulit manusia. Penyakit ini banyak
ditemukan di daerah lembab, dan menyebabkan rasa gatal yang hebat pada malam hari.
Penyakit ini mudah menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia dan
sebaliknya. Penyakit skabies mudah menular dengan cepat pada suatu komunitas yang
tinggal bersama, sehingga dalam pengobatannya harus dilakukan secara serentak pada
lingkungan yang terserang skabies. Pengobatan skabies apabila dilakukan secara
individu maka akan mudah tertular lagi (Buchart, 1997).
Faktor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah sosial ekonomi yang
rendah dan kebersihan perseorangan yang jelek, lingkungan dengan sanitasi yang tidak
bagus. Prevalensi penyakit skabies di Indonesia adalah 6-27% pada populasi umum, dan
cenderung lebih tinggi pada anak dan remaja (Sungkar, 1997).
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui definisi, insidensi,
etiologi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, diagnosis, diagnosis banding,
dan penatalaksanaan dari penyakit skabies.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var, hominis dan produknya.
2.2 Insidensi
Insidensi skabies di negara berkembang menunjukan siklus fluktasi yang sampai
saat ini belum dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu epidemic dan permulaan
epidemik berikutnya kurang lebih 10-15 tahun. Beberapa faktor yang dapat membantu
penyebarannya adalah kemiskinan, hygiene yang jelek, seksual promiskuitas, diagnosis
yang salah, demografi, ekologi dan derajat sensitasi individual. Insidensinya di
Indonesia masih cukup tinggi, terendah di Sulawesi Utara dan tertinggi di Jawa Barat
(Anonim, 1997).
2.3 Etiologi
Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Ackarima,
super famili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var, hominis. Secara
morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian
perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Bentuk
dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat
dan 2 pasang kaki kedua pada betina beakhir dengan rambut,sedangkan pada yang
jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat
perekat. Tungau betina besarnya 2 kali dari pada yang jantan.
Tungau ini tidak bisa terbang ataupun melompat, tinggal di lapisan epidermis
kulit. Setelah kopulasi yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang
masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh tungau betina.
Bentuk betina yang dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Tungau betina yang telah
dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter
sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40
atau 50 yang akan menetas dalam waktu 3-5 hari. Telur yang menetas akan menjadi
larva yang punya 3 pasang kaki, larva ini dapat tinggal di terowongan tetapi dapat juga
keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan
betina. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai dewasa memerlukan waktu
antara 8-12 hari.
Gambar 1.1
Sarcoptes scabiei dan telur-telurnya.
2.4 Epidemiologi
Suatu survei yang dilakukan pada tahun 1983 diketahui bahwa disepanjang
sungai Ucayali, Peru, ditemukan beberapa desa di mana semua anak-anak dari
penduduk asli desa tersebut mengidap skabies. Behl ada tahun 1985 menyatakan bahwa
prevalensi skabies pada anak-anak de desa-desa Indian adalah 100%. Di Santiago, Chili,
insiden tertinggi terdapat pada kelompok umur 10-19 tahun (45%) sedangkan di Sao
Paolo, Brazil insiden tertinggi terdapat pada anak dibawah umur 9 tahun. Di India,
Gulati melaporkan prevalensi tertinggi pada anak usia 5-14 tahun. Hal tersebut berbeda
dengan laporan Srivatava yang menyatakan prevalensi skabies tertinggi terdapat pada
anak dibawah 5 tahun. Di negara maju prevalensi skabies sama pada semua golongan
umur.
2.5 Patogenesis
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh
penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap
sekreta dan eksreta tungau yang kira-kira memerlukan waktu sebulan setelah infestasi.
Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel,
urtika, dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi
sekunder.
Cara penularannya (transmisi) ada 2 cara, yaitu : kontak langsung (kontak kulit
dengan kulit) dan kontak tidak langsung (melalui benda). Contoh cara kontak langsung
adalah dengan berjabat tangan, tidur bersama, dan hubungan seksual. Sedangkan contoh
cara kontak tidak langsung adalah melalui pakaian, handuk, sprei, bantal, dan lain-lain.
Penularan biasanya disebabkan oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi
atau kadang-kadang oleh bentuk larva. Dikenal pula Sarcoptes scabiei var. Animalis
yang kadang-kadang dapat menulari manusia, terutama pada mereka yang banyak
memelihara binatang peliharaan misalnya anjing.
2.6 Gejala Klinis
Ada 4 tanda kardinal yang dapat membantu menegakkan diagnosa, diantaranya
adalah:
1. Pruritus nokturna, yaitu gatal pada malam hari disebabkan karena aktivitas
tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lembab dan panas sehingga
mengganggu penderita.
2. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam sebuah
keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam
sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang
berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan
hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena. Walaupun
mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini
bersifat sebagai pembawa (carrier).
3. Adanya gambaran lesi yang spesifik berupa terowongan yang dapat lurus atau
berkelok-kelok, akibat pergerakan tungau pada stratum korneum, panjang + 1
cm, berwarna keabu-abuan dengan vesikel di ujungnya. Tetapi terowongan ini
sulit sekali untuk ditemukan karena biasanya telah terjadi ekskoriasi akibat
garukan. Tempat predileksi biasanya pada daerah stratum korneum yang tipis,
yaitu : di sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian
luar, lipatan ketiak bagian depan, areola mammae, lipatan glutea, umbilikus
bokong, genetalia eksterna, dan perut bawah. Pada bayi dapat menyerang
telapak tangan dan telapak kaki, bahkan seluruh permukaan kulit. Pada remaja
dan orang dewasa timbul pada kulit kepala dan wajah.
Gambar 1.2
Kelainan pada skabies
4. Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan
satu atau lebih stadium hidup tungau ini.
Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal tersebut.
2.7 Diagnosis
Diagnosis klinik cukup ditegakkan dengan :
1. Riwayat gatal pada malam hari.
2. Keluarga atau teman dekat yang sakit seperti penderita.
3. Didapatkan effloresensi polimorf di tempat-tempat predileksi.
Diagnosis pasti bila didapatkan :
1. Sarcoptes scabiei atau telurnya pada sediaan langsung dengan mengorek dasar
vesikula atau pustula atau terowongan ditambah beberapa tetes gliserin atau
minyak emersi.
2. Atau dapat juga dengan ditemukannya Sarcoptes scabiei pada pemeriksaan
histopatologi.
Cara menemukan tungau :
1. Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung yang terlihat papul atau
vesikel dicongkel dengan jarum dan diletakkan di atas sebuah kaca obyek, lalu
ditutup dengan kaca penutup dan dilihat dengan mikroskop cahaya.
2. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung di ats selembar kertas putih
dan dilihat dengan kaca pembesar.
3. Dengan membuat biopsi irisan. Caranya : lesi dijepit dengan 2 jari kemudian
dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan mikroskop cahaya.
4. Dengan biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan H.E.
2.8 Diagnosis Banding
Skabies merupakan the great immitator karena menyerupai banyak penyakit
kulit dengan keluhan gatal seperti :
1. Prurigo
Prurigo merupakan penyakit kulit kronik dengan keluhan gatal, berupa papula.
Predileksinya pada daerah bagian bawah pantat, ekstremitas, terutama bagian
kubiti.
2. Pedikulosis korporis
Pedikulosis korporis timbul rasa gatal akibat gigitan Pedikulus humanus varitas
corporis. Pedikulus humanus varitas corporis bentuknya bulat, lonjong, pipih,
berwarna coklat kemerahan, dan mengeluarkan air liur dan ekskreta. Pedikulus
korporis berupa ekskoriasi dan krusta. Sama halnya dengan skabies, pedikulosis ini
juga dipengaruhi higiene yang buruk. Gambaran yang ditemukan berupa bekas-
bekas garukan pada badan, karena gatal baru berkurang dengan garukan yang lebih
intensif
3. Dermatitis
Dermatitis adalah penyakit peradangan kulit yang bersifat menahun dan residif
dengan effloresensi polimorfik dan gatal, bersifat toksik dan alergi.
4. Pioderma
Pioderma adalah infeksi bakteri pada kulit adanya lesi yang tertutup oleh krusta dan
sebagai akibat dari eksudat yang mengering. Lokasinya pada tempat-tempat terbuka
yaitu pada muka, tangan, leher, dan ekstremitas.
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pengobatan penyakit ini sebaiknya memenuhi syarat pengobatan
yang ideal yaitu efektif terhadap semua stadium tungau, tidak menimbulkan iritasi dan
tidak toksik, tidak berbau dan kotor, tidak merusak atau mewarnai pakaian, mudah
diperoleh dan harganya murah.
1. Non medikamentosa.
a. Semua baju dan alat-alat tidur dicuci dengan air panas dan setrika panas
serta mandi dengan sabun.
b. Semua anggota keluarga atau orang seisi rumah yang kontak dengan
penderita harus diperiksa dan bila menderita scabies diobati bersamaan agar
tidak terjadi penularan kembali.
2. Medikamentosa
Obat-obatan yang terbukti efektif adalah :
a. Sulfur presipitatum dengan kadar 4 – 20 % dalam bentuk salep atau krim.
Preparat ini karena tidak efektif terhadap stadium telur, maka
penggunaannya tidak boleh kurang dari 3 hari. Obat ini dioleskan malam
hari selama 3 malam berturut-turut. Kekurangannya yang lain ialah berbau
dan mengotori pakaian, kadang-kadang dapat menimbulkan iritasi. Dapat
dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun atau aman untuk bayi dan
anak-anak.
b. Emulsi benzil-benzoas (20 – 25 %), efektif terhadap semua stadium.
Diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh dan sering
menyebabkan iritasi, kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.
c. Gama benzena heksa klorida (gameksan = gammexane) kadarnya 1 %
dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua
stadium, mudah digunakan, dan jarang menyebabkan iritasi. Obat ini tidak
dianjurkan pada anak dibawah 6 tahun dan wanita hamil karena toksik
terhadap susunan saraf pusat. Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika
masih ada gejala diulangi seminggu kemudian. Untuk lotion dioleskan
seluruh tubuh dan dibiarkan + 8 jam.
d. Krotamiton 10 % dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan,
mempunyai dua efek sebagai antiskabies dan antigatal, harus dijauhkan dari
mata, mulut, dan uretra. Obat ini hanya menyembuhkan 50 – 60 %
penderita. Dioleskan 2 malam berturut-turut dan dibilas setelah 24 jam.
e. Permetrin dengan kadar 5 % dalam krim, aplikasi hanya sekali dan dihapus
setelah 10 jam. Dioleskan mulai dari leher ke bawah dan dicuci + 8 jam
kemudian. Bila pada pengolesan pertama belum sembuh, dapat diulangi 1
minggu kemudian. Merupakan pyrethroid sintetik yang dapat mematikan
tungau dan toksisitas rendah pada manusia. Tidak dianjurkan pada bayi
dibawah umur 2 bulan.
f. Keluhan gatal dapat diberi antihistamin, jika terdapat infeksi sekunder
diberikan antibiotika. Pada kasus skabies yang berat atau resisten terhadap
pengobatan dengan obat topikal dapat diberikan obat oral ivermectin 200
μg/kgBB dosis tunggal dan dapat diulangi dalam 10 – 14 hari.
Pencegahan
Individu yang sering kontak dengan penderita harus di terapi dengan obat skabies
topikal.Pengobatan harus diarahkan untuk mencegah penyebaran skabies karena setiap
orang mungkin menyimpan tungau dari skabies selama periode inkubasi asimtomatik.
Untuk mencegah infeksi berulang maka semua baju, alat-alat tidur, handuk yang
digunakan 5 hari terakhir harus dicuci dengan air panas dan disetrika panas serta mandi
dengan sabun.
2.10 Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat
pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi (antara lain higiene), maka penyakit
ini dapat diberantas dan memberi prognosis yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1997, Sanitasi Pondok Pesantren di Jawa Timur, Surabaya, Dinas Propinsi Jawa Timur.
Buchart, C.G, 1997, Scabies, An epidemiologic Reassessment, Majalah Kedokteran Indonesia 47 (1): 117-123.
Djaunda Adhi. Skabies. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. Fakultas Kedokteran UI.Jakarta.2007. Halaman: 122-125.
Wolff, Klaus, Johnson, Richard Allen .Scabies.Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology. Sixth Edition. 2009.Halaman: 868-876.
top related