REFERATHubungan Seksual Pasca SeranganJantungSexual Intercourse
after Heart Attack
Disusun Oleh :Maria T.10700113
Dokter Pembimbing :dr. Budi Satriyo, Sp. JP., FIHA
SUB BAGIAN ILMU PENYAKIT JANTUNGSMF ILMU PENYAKIT DALAMRSUD Dr.
MOH SALEH PROBOLINGGOFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
SURABAYA2015LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT Hubungan Seksual Pasca SeranganJantungSexual Intercourse
after Heart Attack
Hari : .......................................Tanggal
Pengesahan: ........................................
Mengetahui, DOKTER PEMBIMBING
dr. Budi Satriyo, Sp. JP., FIHA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, referat berjudul Hubungan
Seksual Pasca Serangan Jantung dapat selesaikan.Untuk itu, pada
kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada dr. Budi
Satriyo, Sp. JP., FIHA selaku kepala bagian dan dokter pembimbing
kami. Dan kepada dr. Triandika Ardhana, Sp. JP., FIHA selaku dokter
pembimbing, beserta segenap pihak yang membantu terselesaikannya
referat dengan memberikan dorongan semangat serta moral yang tidak
dapat kami sebutkan satu persatu.Penyusun menyadari sepenuhnya
bahwa referat ini masih jauh dari sempurna serta terdapat
kekurangan ataupun kesalahan. Oleh karena itu penyusun sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Semoga referat ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi
yang memerlukan.
Probolinggo, Mei 2015
Penyusun,
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan iKata Pengantar iiDaftar Isi iiiBAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Tujuan
........................................................................................
1BAB II TIJAUAN PUSTAKA 2.1Efek Akut Kardiovaskular akibat Kegiatan
Seksual................... 2 2.2Kegiatan seksual dan Risiko
Kardiovaskular............................... 3 2.3 Kegiatan
seksual dan Kondisi Pasca Penyakit Jantung Koroner.. 6 2.4
Pengobatan Kardiovaskular dan Disfungsi Ereksi. 9BAB III KESIMPULAN
.13Daftar Pustaka .14
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar belakangAktivitas seksual merupakan komponen penting
dari kualitas hidup pasien danpasangannya baik pada pria ataupun
wanita dengan penyakit kardiovaskular, termasuk banyak pasien
lanjut usia.1Aktivitas dan fungsi seksual yang menurun umum terjadi
pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler dan sering terkait
dengan kecemasan dan depresi.2 Dengan meningkatnya presentase
pasien dengan penyakit jantung koroner dan munculnya tren serangan
jantung yang terjadi pada pasien yang lebih muda, maka akan timbul
ada lebih banyak pasien dan masalah komplikasi setelah serangan
jantung. Aktifitas seksual merupakan salah satu komponen kebutuhan
jasmani yang diperlukan untuk memiliki kehidupanindividu yang
berbahagia, termasuk bagi pasien dengan penyakit jantung koroner.
Hal ini mendorong perlunya tenaga kesehatan agar lebih memperluas
pengetahuan dalam bidang ini, untuk memapukan dirinya memberikan
rekomendasi sebagai dokter ataupun tenaga kesehatan profesional
lainnya agar dapat memberikan info pada pasien tentangaktivitas
seksual. Meningkatnya penanganan pasien dengan penyakit
kardiovaskuler dengan terapi secara farmakologis juga memberi
implikasi pada kehidupan seksual pasien, karena beberapa obat
menurut penelitian yang telah dilakukan, ternyata dapat menimbulkan
efek samping pada kemampuan seksual seseorang. Dalam refrat ini
juga akan dibahas mengenai gangguan seksual pada pria, terutama
disfungsi ereksi dan penatalaksanaannya pada pasien pasca serangan
jantung. Rekomendasi dalam refrat ini didasarkanpada beberapa
penelitian yang diterbitkan,mengenai aktivitas fisikdan partisipasi
olahraga untuk pasien dengan penyakit kardiovaskuler, pedoman
praktis dariAmerican College of Cardiology / American Heart
Association dan organisasi lainnya.
1.2 Tujuan1. Mengetahui dan mempelajari rekomendasi
internasional mengenai hubungan seksual dan keterkaitannya dengan
pasien pasca serangan jantung2. Mempelajari penanganan gangguan
seksual pada pasien pasca seraangan jantung.
BAB IIPEMBAHASAN
2.1 Efek Akut Kardiovaskular akibat Kegiatan seksualSejumlah
penelitian telah meneliti mengenai kardiovaskular danrespon
neuroendokrin untuk gairah dan hubungan seksual,dengan sebagian
besar menilai respon fisiologis hubungan heteroseksual pada
laki-laki. Selama foreplay, tekanan darah sistolikdan diastolik
arteri sistemik serta denyut jantung meningkat sedikit, dengan
peningkatan sementara yang lebih sedikit terjadiselama timbulnya
gairah seksual. Peningkatan terbesar terjadiselama 10 sampai 15
detik saat orgasme, dan dengan cepat kembali ke tekanan darah
sistemik dan denyut jantung dasar setelahnya.Pria dan wanita
memiliki respon perubahan neuroendokrin, tekanan darah dan denyut
jantung yang sama pada saat beraktifitas seksual.3,4Studi yang
dilakukan pada pria muda yang sudah menikah menunjukkanbahwa
aktivitas seksual dengan pasangannya yang biasa sebanding dengan
aktivitas fisik ringan sampai sedang di kisaran 3 hingga 4
metabolik equivalen (METS, yaitu setara denganmemanjat naik tangga
2 lantai atau berjalan cepat) untuk durasi singkat.5Denyut jantung
jarang melebihi 130 kali permenit dan tekanan darah sistolik jarang
melebihi 170 mmHg pada individu normotensi.6 Namun, salah satu
penelitian terhadap pria normotensi menunjukkan variasi substansial
dari puncak denyut jantung dan tekanan darah sistemik selama
orgasm. Karena sebagian besar studi yang menilai efek kegiatan
seksual pada sistem kardiovaskular dilakukan pada pria sehat yang
muda hingga berusia setengah baya, kebutuhan oksigen miokard
disamakan dengan kebutuhan oksigen untuk mendaki tangga 2 lantai
adalah generalisasi yang mungkin tidak dapat diaplikasikan pada
semua individu, terutama mereka dengan usia lanjut, kurang sehat
secara fisik, atau memiliki penyakit kardiovaskuler. Oleh karena
itu, mungkin lebih masuk akal untuk menyatakan bahwa aktivitas
seksual adalah setara dengan aktivitas fisik ringan sampai sedang
dalam kisaran dari 3 sampai 5 METS, dengan mempertimbangkan
kapasitas individu untuk melakukan aktivitas fisik. Beberapa
pasien, terutama orang yang lebih tua, mungkin memiliki kesulitan
mencapai orgasme karena alasan kesehatan atau emosional. Dalam
upaya untuk mencapai klimaks dalam hubungan seksual, kemungkinan
orang tersebut dapat mengerahkan energi yang lebih besar sehingga
menimbulkankelelahan dengan kebutuhan yang relatif lebih besar pada
sistem kardiovaskular mereka (meskipun data yang spesifik pada
subjek ini kurang).
Grafik resiko relatif kejadian Infark Miokard terkait aktivitas
seksual diambil dari Sexual Activity andCardiovascular Disease, A
Scientific Statement From the American Heart Association. 2012
American Heart Association
2.2 Kegiatan seksual dan Risiko Kardiovaskular2.2.1 Kegiatan
seksual dan AnginaCoital angina ("angina d'amour") adalah angina
yang terjadi beberapa menit atau jam setelah aktivitas seksual,
merupakan 5% dari semua serangan jantung. Angina sangat jarang pada
pasien yang tidak timbul angina selama aktivitas fisik berat dan
lebih umum pada individu dengan penyakit jantung koroner (PJK)
menetap yang parah yang mengalami angina dengan aktivitas fisik
minimal. Jika pasien dapat mencapai pengeluaran energi 3 sampai 5
MET tanpa menunjukkan iskemia selama uji latih, maka risiko untuk
timbulnya iskemia selama aktivitas seksual sangat rendah.7
2.2.2 Kegiatan seksual dan Myocardial InfarctionMeta-analisis
dari 4 studi kasus crossover, yang terdiri dari 50% sampai 74%
laki-laki terutama berusia 50-an dan 60-an,menunjukkan bahwa
aktivitas seksual dikaitkan dengan 2,7% peningkatan risiko relatif
mengalami infark miokard (IM) dibandingkan dengan periode waktu
ketika subjek tidak melakukandalam aktivitas seksual. Risiko
relatif IM tidak lebih tinggi pada pasien dengan riwayat IM
dibandingkan mereka yang memiliki riwayat PJK sebelumnya. Individu
yang sedenter (tidak bermobilisasi)memilikirisiko relatif coital IM
dari 3,0%, sedangkan individu yang aktif secara fisik memiliki
risiko relatif 1,2%. Menurut studi Stockholm Heart Epidemiology
Programme (SHEEP) pada pasien pasca-MI (50% perempuan) juga
menemukan bahwa orang-orang yang sedenter memiliki risiko IM yang
lebih tinggiterkait aktifitas seksual (risiko relatif 4,4%)
daripada mereka aktif yang secara fisik (risiko relatif
0,7%).8Meskipun aktivitas seksual dikaitkan dengan peningkatan
risiko kejadian kardiovaskular, tingkat kejadian absolut adalah
sangat kecil karena paparan aktivitas seksual memilikidurasi yang
singkat dan merupakan persentase yang sangat kecil dari total waktu
seseorang yang beresiko iskemia miokard atau IM. Aktivitas seksual
adalah penyebab 1% dari semua IM. Risiko absolut untuk terjadinya
MI meningkat terkait dengan aktivitas seksual 1 jam per minggu,
diperkirakan 2 sampai 3 kejadian per 10 000 orang pertahunnya.
Individu dengan kebiasaan aktivitas seksual yang tinggi
memilikirisiko lebih kecil dari individu dengan tingkat aktivitas
seksual rendah. Pada individu dengan IM sebelumnya, risiko
re-infark atau kematian diperkirakan 10% pertahunnya (atau serendah
3% jika individu memiliki toleransi latihan yang baik). Pada
individu tersebut, aktivitas seksual meningkatkan kemungkinan
risiko re-infark atau kematian 10 dari 1 juta orang per jam menjadi
20 sampai 30 dalam 1 juta orang per jamnya. 9
2.2.3 Kegiatan seksual dan Aritmia Ventrikel/ Kematian
MendadakDalam laporan otopsi dari 5559 kasus kematian mendadak,
34(0,6%) diantaranya dilaporkan terjadi selama hubungan seksual.
Dua studi otopsi lainnya melaporkan tingkat yang sama rendahnya
(0,6% - 1,7%) dari kematian mendadak berkaitan dengan aktifitas
seksual. Darisubyek yang meninggal selama coitus, 82% sampai 93%
adalah laki-laki, dan mayoritas (75%) melakukan aktivitas seksual
di luar nikah,dalam banyak kasus dengan mitra lebih muda
dilingkungan yang asing, dan / atau setelah makan berlebihan serta
konsumsi alkohol. Peningkatan risiko absolut dari kematian mendadak
yang terkait dengan jam aktivitas seksual tambahan per minggu
diperkirakan1 per 10 000 orang pertahunnya. Data yang ada tentang
pengaruh aktivitas seksual pada pasien dengan atau berisiko untuk
aritmia ventrikel masih minimal. Dalam studi pasien pasca-IM,
aktivitas seksual tidak menimbulkan peningkatanaktivitas ektopik di
ventrikel dibandingkan dengan kegiatan lain.Dalam laporan lain,
frekuensi ektopi ventrikel dan disritmia lainnya lebih rendah
selama aktivitas seksual daripada selama ujian latih standar pada
pasien pria pasca-IM dalamsebuah penelitian kecil 43 pasien (8
perempuan) dengan internal-cardioverter-defibrillator (ICD), risiko
relatif untuk terjadinya takiaritmia sebanding selama aktivitas
fisik,stres mental, dan aktifitas seksual.
2.2.4 Kegiatan seksual dan Penyakit Kardiovaskuler:10Rekomendasi
Umum1. Wanita dengan penyakit kardiovaskuler harus diberi konseling
mengenaikeselamatan dan kelayakan metode kontrasepsidan kehamilan
pada saat yang tepat (Kelas I; Level of Evidence C).2. Pasien
dengan penyakit kardiovaskuler yang inginmemulai atau melanjutkan
aktivitas seksual setelah mengalami penyakit jantung dievaluasi
riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik menyeluruh. (Kelas IIa;
Level of Evidence C).3. Aktivitas seksual dapat dilakukan oleh
pasien penyakit kardiovaskular yang pada evaluasi klinis ditemukan
memilikirisiko komplikasi kardiovaskular yang rendah (Kelas IIa;
Level of EvidenceB).4. Uji Latih dilakukan untuk pasien yangtidak
termasuk berisiko kardiovaskular rendah atau diketahui memiliki
risiko kardiovaskular untuk menilai kapasitas latihan
danperkembangan gejala, iskemia, atau aritmia (Kelas IIa; Level of
EvidenceC).5. Aktivitas seksual dapat dilakukan pasien yang mampu
berlatih hingga> 3 sampai 5 METS tanpa angina, dispnea
berlebihan, perubahan EKG dengan ST-segmen iskemik,
sianosis,hipotensi, atau aritmia (Kelas IIa; Level of EvidenceC).6.
Rehabilitasi jantung dan olahraga teratur dapatberguna untuk
mengurangi risiko komplikasi kardiovaskular berkaitan dengan
aktivitas seksual untuk pasien dengan penyakit kardiovaskuler.
(Kelas IIa; Level of EvidenceB).7. Pasien dengan keadaan stabil,
dekompensasi, dan / atau penyakit kardiovaskuler yang beratharus
menunda aktivitas seksualsampai kondisi mereka stabil dan
optimal(Kelas III; Level of EvidenceC)8. Pasien dengan penyakit
kardiovaskular yang bergejala dengan dipicu oleh aktivitas seksual,
harusmenunda aktivitas seksual sampai kondisi mereka stabildan
terkelola optimal (Kelas III; Level ofEvidence C).Pria dan wanita
dengan penyakit kardiovakuler stabil yang tidak bergejala atau
dengan gejala minimal selama aktivitas sehari-hari dapat melakukan
aktivitas seksual. Rekomendasi ini termasuk pada pasien dengan (1)
angina Kelas I atau II menurut Canadian Classification System; (2)
gagal jantung kelas I atau II menurut New York Heart Association
(NYHA); (3) penyakit katup ringan sampai moderat; (4) tidak ada
gejala setelah IM; (5) revaskularisasi koroner yang sukses; (6)
sebagian besar jenisPenyakit jantung bawaan (PJB); dan (7)
kemampuan untuk mencapai 3 hingga 5 METS selama uji latih tanpa
angina,perubahan EKG iskemik, hipotensi, sianosis, aritmia, atau
dispnea berlebihan.Pada pasien dengan kondisi tidak stabil atau
penyakit jantung dekompensata (yaitu, angina tidak stabil, gagal
jantung dekompensasi, aritmia tidak terkontrol, atau terdapat
gejala yang signifikan dan / atau penyakit katup yang berat),
aktivitas seksual harus ditunda sampai pasien stabil dan optimal.
Pada pasien yang kapasitas latih atau risiko kardiovaskularnya
tidak diketahui, uji latih dapat berguna untuk menilai kapasitas
latihan dan munculnya gejala iskemia, sianosis, hipotensi, atau
aritmia. Latihan olahraga selama rehabilitasi jantung telah
menunjukkan peningkatkan kapasitas latihan maksimal dan mengurangi
denyut jantung coital. Olahraga teratur dikaitkan dengan penurunan
risiko IM yang dipicu kegiatan seksual. Dengan demikian,
rehabilitasi jantung dan olahraga teratur adalah strategi
pengelolaan yang baik pada pasien dengan penyakit kardiovaskular
stabil danberencana untuk terlibat dalam aktivitas seksual. Selain
keperluan aktivitas seksual, keselamatan dan kelayakan kontrasepsi
dan kehamilanharus dipertimbangkan pada wanita dengan penyakit
kardiovaskuler, terutamamereka dengan PJK, penyakit jantung katup,
atau kardiomiopati dilatasi.Kombinasi kontrasepsi hormonal oral
meningkatrisiko komplikasi tromboemboli, dan rekomendasiuntuk
penggunaan dalam berbagai kondisi kardiovaskular
telahdipublikasikan pada banyak penelitian. Kehamilan dikaitkan
dengan perubahan fisiologis dengan efek sampingyang dapat
mempengaruhi wanita dengan kondisi jantung tertentudan menjadi
memerlukan perhatian khusus untuk menjalani mereka yang
mendapatterapi antikoagulan dengan warfarin karena risiko pada
janin berupa efek teratogenik dan ibu berupa perdarahan.Sebaliknya,
pemakaian antikoagulasi yang tidak memadai dapat
menyebabkankomplikasi seperti trombosis akut katup prostetik
dantromboemboli.
2.3 Kegiatan seksual dan Kondisi Pasca Penyakit Jantung
Koroner102.3.1 Penyakit Jantung KoronerRekomendasi1. Aktivitas
seksual dapat dilakukan oleh pasien tanpa gejala atauangina ringan
(Kelas IIa; Level of Evidence B).2. Aktivitas seksual dapat
dilakukan 1 minggu atau lebih setelah Infark Miokard tanpa
komplikasi jika pasien tanpa gejala selama aktivitas fisik ringan
sampai sedang (Kelas IIa; Level of Evidence C)3. Aktivitas seksual
dapat dilakukan untuk pasien yang menjalani revaskularisasi koroner
lengkap(Kelas IIa; Level of Evidence B) dan mungkin aktifitas
seksual dapat dilakukan(a) beberapa hari setelah intervensi koroner
perkutan(PCI) jika situs akses vaskular tidak ada komplikasi (Kelas
IIa; Level of Evidence C) atau (b) 6sampai 8 minggu setelah operasi
arteri koroner bypass graft standar (CABG), disediakan luka
sternotomi sembuh dengan baik (Kelas IIa; Level of Evidence B).4.
Aktivitas seksual dapat dilakukan pasien yang memilikimengalami
operasi jantung terbuka nonkoroner dan aktifitas seksual dapat
dilakukan 6 sampai 8 minggu setelah prosedur, setelah luka
sternotomi sembuh dengan baik (Kelas IIa;Level of Evidence C)5.
Untuk pasien dengan revaskularisasi koroner tidak lengkap, uji
latihan dapat menilai tingkat keparahan dan sisa iskemia(Kelas IIb;
Level of Evidence C)6. Aktivitas seksual harus ditunda untuk pasien
denganangina tidak stabil atau angina refrakterhingga kondisinya
stabil dan optimal (Kelas III; Level of Evidence C).
2.3.2 Penyakit Jantung Iskemik stabil10Untuk pasien dengan
penyakit jantung iskemik stabil, evaluasirisiko kardiovaskular
diperlukan sebelum memulai atau melanjutkan aktivitasseksualwajar
dapat dilakukan. Pasien denganangina stabilringan dianggap berisiko
rendah untuk kejadian kardiovaskular,sedangkan orang-orang dengan
angina tidak stabil atau refrakter dianggap beresiko tinggi. Untuk
pasien yang gejalanyarisiko menengah atau yang tidak dapat
ditentukan selamaevaluasi awal, ujian latih bermanfaat (1)
menyediakan penilaian obyektif kapasitas dan toleransi latihan; (2)
menentukanapakah angina terjadi dengan aktifitas (dan pada tingkat
aktifitas seperti apa); dan (3) menilai keparahan iskemia yang
diakibatkan aktivitas fisik.
2.3.3 Post Infark Miokard10Pasien dengan IMsebelumnya yang tidak
menunjukkan gejala atau tidakiskemia dengan uji latih atau yang
telah menjalani revaskularisasi koroner lengkapberesiko rendah
untuk IM coital.Sebelum penggunaan rutin terapi reperfusi,
dianjurkanbahwa aktivitas seksual harus dihindari selama 6 sampai 8
minggu setelahIM. Pada tahun 2005, Konferensi Princeton menyarankan
pasien post-IM yang telah menjalani revaskularisasi koroner
lengkapatau dapat menjalani tes treadmill tanpa iskemia
dapatmelanjutkan aktivitas seksual 3 sampai 4 minggu setelah
IM.Sebaliknya,tahun 2004 "Pedoman Pengelolaan Pasiendengan
ST-elevasi Miokard Infark olehACC / AHA " memperbolehkan aktivitas
seksualpaling cepat 1 minggu setelah pasien IM stabil. Karena
pasien stabil yang menjalaniprogram latihan rehabilitasi jantung1
minggu setelah IM telah terbukti aman, memulai kembali aktivitas
seksual setelah IM komplikasitampaknya dapat diperbolehkan pada
pasien stabil yang asimtomatikdengan aktivitas fisik ringan sampai
sedang ( dengan 3-5 METS).
2.3.4 Post-PCI10Resiko kardiovaskular dari aktivitas seksual
setelah PCI kemungkinanterkait dengan kecukupan revaskularisasi
koroner. Pasiendengan revaskularisasi lengkap dapat melanjutkan
aktivitas seksual dalam beberapa hari setelah PCI, asalkantidak ada
komplikasi yang berkaitan dengan akses vaskular femoralis. Pasien
yang di curigai ada komplikasi vascularharus menjalani evaluasi
yang tepat sebelum melanjutkan aktivitas seksual. Pasien yang
menjalani PCI melalui akses radial umumnya dapat melanjutkan
aktivitas seksual lebih awal dari mereka yang menjalani PCI melalui
akses femoral. Pada pasien dengan revaskularisasi koroner tidak
lengkap, uji latih mungkin bermanfaat dalam menilai sejauh mana dan
keparahan sisa iskemia
2.3.5 Post-CABG dan Prosedur Open Heart Non Koroner10CABG dan
sebagian operasi jantung lainnya (misalnya, perbaikan /penggantian
katup) biasanya dilakukan melalui prosedur sternotomi median,
dengan penyembuhan sternum biasanya lengkap, atau hamper lengkap 8
minggu setelah operasi. Karena aktivitas seksual kemungkinan
melibatkan tekanan yang cukup besar pada dada dan pernapasan
polayang menghasilkan tekanan intratoraks tinggi yang dapat
mempengaruhi penyembuhan luka sternum, umumnya
direkomendasikanbahwa aktivitas seksual ditunda selama 6 sampai 8
minggu setelahCABG dan prosedur open heart nonkoroner lainnya.
Pasien yangtelah mengalami operasi harus mendapat nasehat untuk
menghindari posisiyang menyebabkan ketidaknyamanan atau memberikan
tekanan berlebihan pada tempat yang mengalami pembedahan
sebelumnya, terutama pada bulan-bulan awal pasca operasi.
Penggunaan tenaga pada pasien post operasi paling baik digunakan
kembali secara bertahap. Setelah pemulihan post CABG, aktivitas
seksual dapat dilanjutkan dan kepuasan seksual biasanya dapat
dipertahankan pada sebagian besar pasien. Operasi jantung dengan
akses minimal yang tidak melibatkan atau hanya memerlukan
sternotomi terbatas memungkinkan dimulainya kembali
aktivitasseksual lebih awal. Operasi robot-assistedmenghindari
sayatan sternotomidan merupakan prosedur pembedahan kurang
invasif;pasien yang diobati dengan prosedur ini mungkin
dapatmelanjutkan aktivitas seksual lebih awal daripada mereka yang
menjalani sternotomi median. CABG biasanya mencapai revaskularisasi
lengkap atau hampir lengkap.Pada pasien yang dicurigaiterjadi
revaskularisasi tidak lengkap signifikan (atau kegagalan cangkok),
uji latih mungkin bermanfaat dalam menilai sejauh mana serta
keparahan sisa iskemia.
2.4 Pengobatan Kardiovaskular dan Disfungsi Ereksi11Menurut
rekomendasi AHA obat kardiovaskular yang dapat memperbaiki gejala
dan meningkatkan kelangsungan hidup tidak harus ditahan karena
kekhawatiran tentang dampak potensial pada fungsi seksual(kelas
III: harm; Level of EvidenceC).Banyak kelas obat kardiovaskular,
terutama diuretikdan beta blocker, diperkirakan
menyebabkandisfungsi ereksi (DE). Namun, studi danulasan terbaru
belum menemukan hubungan yang jelas antara banyakobat
kardiovaskular dan DE. Analisis dari 6 penelitian yang melibatkan
hampir 15 000 orang ditemukan bahwa terapi -blocker menimbulkan
disfungsi seksualpada 5 dari 1.000 pasien danmelaporkan kejadian
impotensi dengan hanya 3 dari 1000pasien tiap tahunnya.84 Selain
itu, efek nocebo, di mana pasien yangmemiliki pengetahuan bahwa
obat yang ia gunakan dikaitkan dengan DE, sama pentingnya sebagai
faktor pencetus untuk DE sebagaiefek fisiologis, terutama dengan
penggunaaan beta bloker jangka panjang. Dalam salah satu dari
sedikit studi mengatasi seksualfungsi pada wanita, terapi
antihipertensi tidak memberi dampak buruk terhadap fungsi seksual,
76 meskipun diuretik thiazidedan aldosteron mungkin terkait dengan
penurunanfungsi pelumasan vagina atau menstruasi yang tidak
teratur. Aterosklerosis adalah masalah kesehatan umum yang tidak
hanya mempengaruhi arteri koroner, tetapi juga arteri penis(pada
laki-laki), sehingga memberikan kontribusi bagi penyebab organik
disfungsi ereksi (ED) pada pasien penyakit jantung. Kekawatiran
akan timbulnya Disfungsi ereksi (DE) adalah sangat umum pasien
dengan penyakit jantung terutama pada pasien penyakit post infark
miokard akut(IMA). Selain penyebab organik yang timbul
dariaterosklerosis, masalah psikologis, seperti rasa takutmemicu
AMI baru dengan hubungan seksual atau kecemasankarena pasca infark,
dapat bepengaruh pada timbulnya DE.InsidenDE setelah infark miokard
sebesar 38-78%. Obat-obatan seperti betablocker,diuretik, digoksin,
dan obat penurun lipidjuga dapat menjadi penyebab DE.Jika aktivitas
seksual tidak kontraindikasi, pengobatan pilihan untuk ED pada
penyakit jantungpasien adalah terapi oral dengan sildenafil,
kecuali dalam kasus-kasus di mana penggunaannya merupakan
kontraindikasi.Jika pasien dirawatdengan obat kardiovaskular
mengeluh disfungsi seksual,upaya harus dilakukan untuk menilai
apakah disfungsi seksuallebih mungkin berhubungan dengan pembuluh
darah yang mendasari atau jantungpenyakit, efek nocebo, atau
kecemasan atau depresi. Pada pasien yang jelas bahwa timbulnya DE
sebagai akibat dariterapi diuretik thiazide, dapat dipilih untuk
beralih ke loop diuretik.Beberapa pasien laki-laki diobati dengan
spironolakton mungkin mengalami efek samping antiandrogen
(misalnya, DE, penurunan libido, danginekomastia) yang mengganggu
fungsi danaktivitas seksual mereka, eplerenone mungkin dipilih
sebagai alternatifKeamanan Penggunaan PDE5inhibitor pada wanita
dengan penyakit kardiovaskuler belum ditetapkan.Penting untuk
mengingatkan pasien dengan penyakit kardiovaskuler mengenai potensi
efek samping penggunaan obat herbal dengan bahan-bahan yang tidak
diketahui untuk pengobatan disfungsi seksual(Kelas IIb; Level of
Evidence C). Karena beberapa obat herbal inimungkin berisi
obat-obatan, seperti inhibitor PDE5 (atauzat kimia serupa),
yohimbine, atauL-arginine.Obat tersebut dapat berinteraksi dengan
obat kardiovaskular,memiliki efek vasoaktif atau
simpatomimetik,dapat meningkatkan atau mengurangi tekanan darah
sistemik, ataudikaitkan dengan efek yang berisiko peningkatan
morbiditas dan mortalitas yang merugikan pada pasien dengan
penyakit kardiovaskuler. Oleh karena itu, pasien perlu diingatkan
untuk berhati-hati terhadap pengobatan herbal.
Tabel rekomendasi klinis pengunaan Sildenafil diambil dari
ACC/AHA Expert Consensus Document Use of Sildenafil (Viagra) in
Patients With Cardiovascular Disease Circulation 1999Menurut
penelitian yang diterbitkan, sildenafil efektifdi 70% dari pasien
dengan penyakit jantung iskemik atauhipertensi. Hal ini juga
terbukti aman danefektif pada pasien yang diobati dengan berbagai
atau beberapaobat antihipertensi, serta pada pasien denganpenyakit
kardiovaskuler. Insiden efek samping umum dan kardiovaskularserupa
pada pasien yang diobatidengan sildenafil yang memiliki penyakit
kardiovaskuler, termasuk penyakit jantungiskemik, dibandingkan
dengan mereka yang menerima plasebo. Saat diselidiki adalah
potensimanfaat sildenafil yang mungkin karena vasodilatasi
yangtindakan pada arteriepicardial.
Rekomendasi khusus untuk pengobatan DE padapasien dengan
penyakit jantung:1. Menginformasikan pasien dengan penyakit jantung
pencegahandiperlukan untuk sebelum hubungan. Beberapaposisi untuk
melakukan hubungan membutuhkan lebih sedikit tenaga, posisi yang
ideal adalah posisi yang palingnyaman untuk pasangan.
Wanita-diatas/Pria-bawah posisi membutuhkan sedikit energi bagi
pria. Dianjurkan untuk menghindari lingkungan dengan suhu
ekstrimkarena meningkatkan tenaga yangdiperlukan. Berhubungan
seksual setelahpenggunaan alkohol yang berlebihan atau makanan yang
sangat beratdapat berakibat buruk, dan lebih baik menunggu sekitar4
jam dalam keadaan ini. 2. Untuk pasien yang memulai pengobatan
dengansildenafil, dokter harus menginformasikan kontraindikasi
nitrat dan memberikan instruksitentang apa yang harus dilakukan
jika episode angina terjadi.3. Jika pasien mengalami nyeri
prekordial atau episodepenyakit jantung iskemik terjadi dalam waktu
24 jamsetelah pasien mendapat terapi sildenafil, maka pasien tidak
diperbolehkan mendapat terapi nitrat.Karena interaksi antara
sildenafildan nitrat dapat menimbulkanhipotensi berat, oleh karena
ituadministrasi simultan merupakan kontraindikasi.Jika angina
terjadi dalam situasi ini dapat dicoba untuk mengontrol angina
dengan obat lain sepertisebagai beta-blocker atau calcium channel
blockers jika diperlukan oral atau intravena (i.v.)
(propranolol,atenolol atau diltiazem i.v.), dengan pemantauan.
Pengobatan pasien IMA yang juga mendapat terapi sildenafil seperti
standar terapi umumnya, kecualiadanyakontraindikasipemberian
nitrat. Nyeri prekordialdapat diobati dengan analgesik
narkotik,beta-blocker atau analgesik, aspirin,
trombolitik,angioplastI atau antikoagulan.4. Pasien yang memiliki
kapasitas fungsional kurangdari 6 MET yang diukur pada uji latih
harus disarankan untuk menahan diri dari aktivitas seksual. Mereka
dapat dimasukkan dalam program latihan rehabilitasi jantung untuk
meningkatkankapasitas fungsional mereka. Pasien-pasien inibiasanya
di bawah pengobatan dengan nitrat. Jika penggunaansildenafil sedang
dipertimbangkan, dokter dapatmendiskusikan dengan pasien
kemungkinan penggantiannitrat dengan obat lain, seperti
amlodipineatau terapi lain yang serupa dan tidak berpengaruh pada
fungsi seksual, meningkatkan ambang pasien untukiskemia.
BAB IIIKESIMPULAN
Aktivitas seksual merupakan komponen penting dari kualitas hidup
pasien dan pasangannya baik pada pria ataupun wanita dengan
penyakit kardiovaskular, termasuk banyak pasien lanjut usia. Oleh
karena itu aktivitas seksual adalah hal yang esensial bagi pasien,
maka perlu diperhatikan kemungkinan membahayakan dari aktivitas ini
pada sistem kardiovaskuler. Bagi pasien pasca serangan jantung
direkomendasikan terlebih dahulu melakukan pemeriksaan komperhensif
oleh tenaga kesehatan yang berkompeten sebelum memulai kembali
aktivitas seksual mereka. Pasien tanpa gejala maupun dengan gejala
yang stabil terkontrol serta kapasitas fungsional yang baik umumnya
memiliki resiko kardiovaskuler terkait aktifitas seksual yang
rendah. Pasien dengan kondisi kardiovaskuler tidak stabil atau
berat, maka gejala harus diobati dan stabil sebelum terlibat dalam
aktifitas seksual. Uji latih (exercise stress test) dapat
memberikan tambahanInformasi untuk keamanan aktivitas seksual pada
pasien denganrisiko yang kurang jelas.Obat kardiovaskular yang
jarang yang merupakan penyebab murni DE, dan obat-obatan yang dapat
mengurangi gejala dan meningkatkan kelangsungan hidup tidak boleh
ditahan karena kekhawatiran tentangdampak potensial pada fungsi
seksual. Inhibitor PDE5terbukti aman dan efektif pada banyak pasien
dengan penyakit kardiovaskuler yang stabil. Namun, penggunaan
nitrat merupakan kontraindikasi mutlak untuk pemberian PDE5
inhibitor.Kecemasan dan depresi adalah pertimbangan penting
dalampasien dengan penyakit kardiovaskuler dan dapat menyebabkan
timbulnya gangguanaktivitas seksual. Konseling seksual pasien
penyakit kardiovaskuler dan pasangan mereka merupakan komponen
penting dari pemulihan pasca serangan jantung, sayangnya hal ini
jarang dilakukan rutin.Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
memahami lebih lanjut mengenaihubungan aktivitas seksual dengan
kondisi spesifikkardiovaskular, terutama berkaitan denganefek dari
aktivitas seksual pada wanita dan pada orang lanjut usia.
DAFTAR PUSTAKA1. Lindau ST, Schumm LP, Laumann EO, Levinson W,
OMuircheartaigh CA, Waite LJ. A study of sexuality and health among
older adults in the United States. N Engl J Med. 2007;357:762774.2.
Kriston L, Gunzler C, Agyemang A, Bengel J, Berner MM; SPARK Study
Group. Effect of sexual function on health-related quality of life
mediated by depressive symptoms in cardiac rehabilitation: findings
of the SPARK project in 493 patients. J Sex Med. 2010;7:20442055.3.
Carmichael MS, Warburton VL, Dixen J, Davidson JM. Relationships
among cardiovascular, muscular, and oxytocin responses during human
sexual activity. Arch Sex Behav. 1994;23:59 79.4. Exton NG, Truong
TC, Exton MS, Wingenfeld SA, Leygraf N, Saller B, Hartmann U,
Schedlowski M. Neuroendocrine response to film-induced sexual
arousal in men and women. Psychoneuroendocrinology.
2000;25:187199.5. Hellerstein HK, Friedman EH. Sexual activity and
the postcoronary patient. Arch Intern Med. 1970;125:987999.6.
Debusk R, Drory Y, Goldstein I, Jackson G, Kaul S, Kimmel SE,
Kostis JB, Kloner RA, Lakin M, Meston CM, Mittleman M, Muller JE,
Padma-Nathan H, Rosen RC, Stein RA, Zusman R. Management of sexual
dysfunction in patients with cardiovascular disease:
recommendations of The Princeton Consensus Panel. Am J Cardiol.
2000;86:175181.7. Drory Y. Sexual activity and cardiovascular risk.
Eur Heart J Suppl. 2002;4(suppl H):H13H18.8. Moller J, Ahlbom A,
Hulting J, Diderichsen F, de Faire U, Reuterwall C, Hallqvist J.
Sexual activity as a trigger of myocardial infarction: a
case-crossover analysis in the Stockholm Heart Epidemiology
Programme (SHEEP). Heart. 2001;86:387390.9. Muller JE, Mittleman
MA, Maclure M, Sherwood JB, Tofler GH; Determinants of Myocardial
Infarction Onset Study Investigators. Triggering myocardial
infarction by sexual activity: low absolute risk and prevention by
regular physical exertion. JAMA. 1996;275:14051409.10. GN. Levine,
EE. Steinke, FG. Bakaeen, B Bozkurt, MD. Cheitlin, JB Conti. et
all. Sexual Activity and Cardiovascular Disease, A Scientific
Statement From the American Heart Association. 2012 American Heart
Association, Inc.11. I Sainz, J Amaya and M Garcia, Erectile
dysfunction in heart disease patients. International Journal of
Impotence Research 2004 16, S13S17.Nature Publishing Group