Skripsi Bab 2.docx
Post on 03-Jan-2016
103 Views
Preview:
DESCRIPTION
Transcript
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori
A. Pengertian Kredit
Dalam arti yang luas kredit diartikan sebagai kepercayaan. Menurut
Moh. Tjoekam dalam Tangkilisan (2003) kata “kredit” berasal dari bahasa Latin
yaitu credere yang berarti percaya atau to believe atau to trust. Sedangkan
menurut Thomas Suyatno (2003 : 12), istilah “kredit” berasal dari bahasa Yunani
yaitu credere juga yang berarti kepercayaan (truth atau faith). Maksud dari
percaya dari si pemberi kredit adalah ia percaya kepada si penerima kredit
bahwa kredit yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai dengan
perjanjian. Sedangkan bagi si penerima, kredit merupakan penerimaan
kepercayaan sehingga mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai dengan
jangka waktu.
Dasar pemikiran persetujuan pemberian kredit (seperti kalimat
diatas) oleh suatu lembaga keuangan atau bank kepada seseorang atau badan
usaha berlandaskan kepercayaan. Seseorang atau suatu badan atau lembaga
keuangan yang memberikan kredit percaya bahwa penerima kredit dimasa
mendatang akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan baik
berupa barang, uang ataupun jasa. Oleh sebab itu, karakter pemohon kredit
merupakan faktor yang dipertimbangkan oleh pemberi kredit dalam
pengambilan keputusan kredit (Djinarto, 2000).
Ada beberapa pengertian kredit secara universal menurut undang-
undang perbankan Indonesia, yaitu diantaranya: “Menurut Undang-undang
Perbankan No. 7 / 1992, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga,
imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Dari pengertian kredit diatas
dapatlah dijelaskan bahwa kredit adalah pemberian pinjaman (kredit) dalam
jangka waktu tertentu yang telah ditetapkan. Debitur menyelesaikan
pinjamannya kepada perusahaan dengan cara mengembalikan uang pinjaman
dan membawa sewa modalnya berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Semua hal tersebut yang berkaitan dengan kredit harus dapat
dikelola dengan baik sehingga meminimalkan risiko yang mungkin akan terjadi.
Pengelolaan kredit tersebut dapat dikenal dengan istilah manajemen kredit.
Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa pengertian manajemen kredit adalah
bagaimana mengelola pemberian kredit mulai dari kredit tersebut diberikan
sampai dengan kredit tersebut lunas.
B. Jenis Kredit
Menurut Kasmir (2004), jenis kredit yang di salurkan oleh bank dapat
dilihat dari berbagai segi yaitu :
1. Segi Kegunaan
a. Kredit Investasi : Kredit yang digunakan untuk keperluan perlusan usaha
atau membangun proyek / pabrik baru dengan masa pemakaian relatif
lama dan untuk kegunaan kegiatan utama suatu perusahaan.
b. Kredit Modal Kerja : Kredit yang digunakan untuk keperluan
meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Kredit modal kerja
merupakan kredit pendukung kredit investasi yang sudah ada.
2. Segi Tujuan Kredit
a. Kredit Produktif: Kredit produktif digunakan untuk peningkatan usaha,
produksi, atau investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang
atau jasa.
b. Kredit Konsumtif: Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi atau dipakai
secara pribadi. Dalam kredit ini tidak ada penambahan barang atau jasa
yang dihasilkan.
c. Kredit Perdagangan : Kredit yang digunakan untuk kegiatan perdagangan
dan biasanya untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya
diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut. Kredit ini
sering diberikan kepada supplier atau agen perdagangan yang akan
membeli barang dagangan dalam jumlah tertentu.
3. Segi Jangka Waktu
a. Kredit jangka pendek: Kredit yang memberikan jangka waktu maksimum
satu tahun, biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja dan
musiman.
b. Kredit jangka menengah: Kredit yang jangka waktu kreditnya antara 1
tahun sampai dengan 3 tahun. Beberapa Bank mengklasifikasikan kredit
ini menjadi kredit jangka panjang.
c. Kredit jangka panjang : Kredit yang masa pengembaliannya diatas 3
tahun atau 5 tahun. Digunakan untuk investasi jangka panjang seperti
perkebunan karet, manufaktur, kredit perumahan.
4. Segi Jaminan
a. Kredit dengan jaminan; Kredit diberikan dengan jaminan tertentu, dapat
berupa barang berwujud atau tidak berwujud. Artinya setiap kredit yang
di keluarkan akan dilindungi senilai dengan jaminan yang diberikan calon
debitur. Jaminan yang dimaksud diatas dapat berupa barang, surat
berharga, orang atau perusahaan, asuransi, dan lain – lain.
b. Kredit tanpa jaminan : Kredit ini diberikan tanpa jaminan barang atau
benda tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha,
karakter, serta loyalitas calon debitur selama berhubungan dengan bank.
Biasanya kredit ini sudah diperhitungkan tidak akan merugikan kreditur
jika ternyata debitur tidak mampu mengembalikan pinjamannya.
5. Segi Sektor Usaha
Setiap sektor usaha memiliki karakteristik yang berbeda – beda, oleh
sebab itu pemberian fasilitas kredit pun berbeda-beda pula. Jenis kredit yang
dilihat dari sektor usaha yaitu :
a. Kredit pertanian
b. Kredit peternakan
c. Kredit industry
d. Kredit pertambangan
e. Kredit pendidikan
f. Kredit profesi
g. Kredit perumahan
h. Kredit sektor usaha lain
C. Tujuan Kredit
Tujuan pemberian kredit tidak akan terlepas dari misi suatu Bank
didirikan. Tujuan utama pemberian suatu kredit antara lain:
a. Mencari keuntungan ; Keuntungan terutama dalam bentuk bunga yang
penting untuk kelangsungan hidup bank.
b. Membantu usaha debitur ; Membantu debitur yang memerlukan dana
investasi atau modal.
c. Membantu pemerintah ; Semakin banyak kredit yang disalurkan bank berarti
ada peningkatan pembangunan di berbagai sektor.
D. Analisa Kredit
Menurut Sutan Remy.S. dalam Tangkilisan (2003) bank dalam
memberikan kredit harus berdasarkan analisis pemberian kredit yang memadai,
agar kredit yang diberikan tidak menjadi kredit macet. Bila kredit yang diberikan
bank mengalami kemacetan, maka kemampuan bank untuk memenuhi
kewajiban terhadap para penyimpan dananya akan menurun.
Menurut Siamat dalam Muljono (2001), analisa kredit adalah proses
menganalisa dan menilai prospek calon debitur guna memperoleh indikasi
kemungkinan terjadinya default (kegagalan debitur membayar kembali kredit
yang diterimanya) oleh calon debitur. Menurut Muljono (2001), langkah yang
tepat untuk mengambil keputusan masalah-masalah yang dihadapi dalam proses
pemberian kredit adalah melakukan teknik analisa pemberian kredit.
Sebelum melaksanakan kegiatan menganalisa kredit, Menurut
Muljono (2001) ada beberapa langkah yang harus dilakukan yaitu:
Pemilihan pendekatan yang akan dipakai dalam melaksanakan analisa
kredit. Pendekatan yang dimaksud yaitu :
a. Pendekatan jaminan (collateral approach) Kredit akan diberikan apabila
jaminan yang diberikan cukup memadai baik ditinjau dari nilai ekonomis
maupun yuridis. Jadi dalam analisa ini yang dipentingkan adalah faktor
pengaman dari uang (kredit) yang akan dilepaskan oleh bank kepada
calon debiturnya.
b. Pendekatan karakter (character approach) Proses pemberian kredit
didasarkan atas kepercayaan reputasi karakter bisnis calon debiturnya.
c. Pendekatan kemampuan pelunasan atas kredit yang diberikan
(repayment approach) Intinya pada pendekatan ini bank mendasarkan
diri pada kemampuan pelunasan utang dari debitur, dan tidak
mendasarkan dari karakternya ataupun feasibility dari proyeknya
tersebut. Penilaian kemampuan pelunasan tersebut tidak terbatas pada
sumber-sumber dana yang diciptakan oleh kegiatan usaha debitur untuk
melunasi kreditnya. Sumber dana untuk pelunasan kredit dapat diambil
juga dari sumber dana pihak ketiga lainnya atau dari likuidasi barang-
barang jaminan yang diserahkan oleh pihak debitur, jadi kemampuan
pelunasan benar-benar telah diperhitungkan oleh bank. Dalam
pendekatan ini kepentingan bank sebagai business body lebih di
utamakan, persoalan debitur akan bangkrut habis-habisan tidak menjadi
masalah asal kredit yang diberikan dapat dilunasi.
d. Pendekatan tingkat keterlaksanaan proyek usaha calon debitur
(feasibility approach). Melaksanakan studi kelayakan bisnis (feasibility
study) dimana bank harus menelaah dan menilai sejauh mana usaha
bisnis calon debitur dapat melunasi kewajibannya. Dalam pendekatan ini
pihak bank sudah tidak memusatkan kepentingannya seratus persen
kepada dirinya sendiri, namun bank sudah membagi risiko dengan calon
debiturnya. Bank tidak lagi mengandalkan jaminan tapi semata-mata
mengandalkan pada kelayakan keterlaksanaan dari proyek yang dibiayai
dengan kredit tersebut. Jadi secara otomatis Bank sudah ikut
melaksanakan fungsi moneternya secara tidak langsung dalam
mengembangkan suatu jenis sektor perekonomian. Pendekatan ini sudah
banyak digunakan oleh bank-bank komersil karena semakin ketatnya
persaingan dengan bank-bank itu sendiri sehingga orientasi pemberian
kredit berubah dari ”Bank-oriented” menjadi ”Customer-oriented”.
e. Pendekatan bank pembangunan (development bank approach). Dalam
pemberian kredit bank melakukan misi ganda yaitu mencari laba
“business body” sekaligus aktif sebagai bank pembangunan “agent of
development”. Sehingga kegiatan pemberian kredit dalam pendekatan ini
akan berupa:
1. Identifikasi dan pengembangan proyek yang dianggap berpotensi
secara ekonomis.
2. Pengembangan kewiraswastaan dari para pengelolanya.
3. Pengorganisasian proyek tersebut dari awal sampai kreditnya
dilunasi.
4. Proses pengumpulan informasi yang lengkap yang akan diperlukan
dalam kegiatan suatu analisa kredit.
5. Penerapan titik kritis suatu proyek. Critical point tiap proyek berbeda-
beda, karena itu seorang credit analist harus berwawasan bisnis yang
luas.
E. Risiko
Menurut Djohanputro (2004), risiko adalah suatu keadaan dimana
terdapatnya ketidakpastian dan tingkat ketidakpastiannya dapat diukur secara
kuantitatif jika memiliki informasi atau data pendukung mengenai kemungkinan
kejadian. Risiko merupakan ukuran kuantitas atau ukuran empiris yang dapat
mengukur kemungkinan nilai dari suatu kejadian dengan fluktuasinya.
Tampubolon (2005) mendefinisikan risiko sebagai suatu rentang
(continuum) yang dapat bergerak kearah ancaman dengan dampak negatif, yaitu
tidak tercapainya tujuan. Risiko juga dapat bergerak kearah ancaman dengan
dampak positif yaitu tercapainnya tujuan yang ditetapkan disertai dengan
berbagai tingkat kemungkinan terjadinya ancaman maupun peluang tersebut.
F. Klasifikasi Risiko
Djohanputro (2004) mengklasifikasikan risiko korporat menjadi 4
kategori yaitu :
1. Risiko Keuangan adalah fluktuasi target keuangan/ukuran moneter
perusahaan karena gejolak variabel makro. Risiko keuangan terdiri atas risiko
likuiditas, risiko kredit, risiko permodalan, risiko pasar. Risiko pasar terdiri
atas risiko suku bunga, risiko nilai tukar, risiko komoditas, dan risiko ekuitas.
2. Risiko Operasional adalah potensi penyimpangan dari hasil yang diharapkan
karena tidak berfungsinya suatu sistem. Risiko operasional dibagi menjadi
lima kategori risiko, yaitu risiko produktivitas, risiko teknologi, risiko inovasi,
risiko sistem, dan risiko proses.
3. Risiko Strategis adalah risiko yang dapat mempengaruhi exposure korporat
dan exposure strategis (terutama exposure keuangan). Risiko strategis
kemudian dibagi menjadi tiga jenis risiko yaitu risiko usaha, risiko transaksi
strategis, risiko hubungan investor.
4. Risiko Eksternalitas adalah potensi penyimpangan hasil pada exposure
korporat dan strategis. Risiko eksternalitas dapat dibagi menjadi empat jenis
risiko yaitu risiko reputasi, risiko lingkungan, risiko sosial, dan risiko hukum.
Dari penjelasan tersebut dapat digambarkan klasifikasi risiko secara lengkap
pada Lampiran 1.
G. Risiko Kredit
1. Definisi Risiko Kredit
Lam dalam Efendi, R (2007) mendefinisikan risiko kredit sebagai
kerugian ekonomis yang diderita akibat gagal bayar peminjam atau pihak mitra
dalam kesepakatan. Gagal bayar tidak selalu berarti kebangkrutan pihak lain
secara hukum tapi juga kegagalan untuk memenuhi kewajiban kontraktual tepat
waktu, akibat ketidakmampuan atau keengganan.
Menurut Tampubolon (2004) risiko kredit adalah exposure yang
timbul sebagai akibat kegagalan pihak lawan (Counterparty) memenuhi
kewajibannya. Risiko kredit juga didefinisikan sebagai exposure yang ada atau
potensial mengancam penghasilan dan modal perusahaan, yang timbul karena
kegagalan debitur (obligor) untuk memenuhi syarat yang tertuang dalam kontrak
perjanjian.
2. Dimensi Risiko Kredit
Menurut Djohanputro (2004), besarnya risiko kredit terdiri dari dua
faktor : besarnya exposure kredit dan kualitas exposure kredit. Semakin besar
pinjaman, semakin besar juga tingkat exposure kredit. Semakin rendah kualitas
jaminan, maka semakin rendah kualitas kredit, semakin tinggi risiko kredit. Pada
Gambar 3 dapat dilihat bagan dimensi risiko kuantitas dan risiko kualitas :
Gambar 3. Dimensi Risiko : Kuantitas dan Kualitas
Kuantitas dan kualitas risiko kredit tercermin dalam kerangka risiko
kredit. Penyebab gagal bayar pada risiko kredit yaitu kebangkrutan debitur dan
kesulitan keuangan yang dihadapi debitur. Apabila debitur berada pada ambang
batas criteria kesehatan tidak terpenuhi maka memiliki potensi gagal bayar dan
menurunkan peringkat debitur. Penurunan peringkat debitur disebabkan
penurunan kinerja debitur. Kelemahan kontrak kredit menyebabkan pelanggaran
kontrak kredit dan berpotensi dalam meningkatkan risiko kredit.
3. Bentuk Risiko Kredit
Tiga bentuk risiko kredit menurut Djohanputro (2004) yaitu :
a. Risiko Gagal Bayar
Untuk mengukurnya, perusahaan dapat melakukan pemeringkatan
(rating). Setiap perusahaan memiliki model pemeringkatan yang berbeda–beda.
Namun umumnya terdapat lima faktor yang sering digunakan yaitu 5C ( menurut
Weston dan Brigham). Gambar 4 memberikan penjelasan singkat tentang dinilai
dari setiap C dari 5C.
1. Character, berkaitan dengan perilaku calon debitur atau pembeli secara
kredit mengenai keinginan untuk membayar dan memenuhi kewajiban.
Perusahaan menggunakan data masa lalu mengenai track record calon
debitur. Karakter dapat dikaitkan dengan pelanggaran moral yaitu
kecendrungan seseorang dengan sengaja menyimpangkan wewenang dan
kemampuan untuk kepentingan pribadi dengan mengorbankan kepentingan
orang lain dan menggunakan kemampuan atau kekayaan orang lain.
2. Capacity, menunjukkan kemampuan calon debitur atau pembeli secara
kredit untuk membayar pinjaman. Potensi pembayaran kewajiban debitur
dapat dilihat dari laporan keuangan historis dan kinerja berupa proforma
arus kas, neraca, dan laba rugi. Rasio lancar, rasio kas dan rasio efisiensi
dapat menunjukkan kemampuan pemenuhan kewajiban.
3. Capital, ditunjukkan oleh perbandingan antara pinjaman dan modal sendiri
(ekuitas).
4. Collateral, merupakan piranti pengaman pinjaman yang terakhir. Jaminan
akan dieksekusi apabila debitur atau pembeli secara kredit menyatakan tidak
dapat membayar dan pinjaman tidak mungkin di restrukturisasi. Perusahaan
kreditur perlu memperhatikan prinsip kehati – hatian dalam menerapkan
kredit karena faktor status hukum jaminan, nilai jaminan terhadap
kewajiban, kemudahan likuidasi jaminan.
5. Condition, mengacu pada kondisi eksternal perusahaan yang mempengaruhi
kelangsungan perusahaan. Kondisi perusahaan berupa kondisi makro
(ekonomi, politik, selera konsumen, dan lingkungan) dan intervensi pihak
berkepentingan (stakeholders).
b. Risiko Exposure
Risiko exposure merupakan risiko yang melekat pada besarnya kredit
yang menghadapi risiko gagal bayar. Lima status kredit yang berimplikasi pada
berbedanya eksposur yaitu:
a. Revocable, jika perusahaan mengidentifikasi adanya risiko gagal bayar dari
lawan bisnis, maka pembatalan perlu segera di lakukan.
b. Irrevocable, ialah kesepakatan yang transaksinya tidak dapat dibatalkan,
kecuali ada kesepakatan kedua pihak.
c. Status transaksi dan kredit dalam kondisi ketidakpastian,
d. Status Settled, status terselesaikan terjadi apabila uang pembayaran telah
masuk ke rekening perusahaan.
e. Status Failed (gagal), saat ditetapkan bahwa lawan bisnis dinyatakan gagal
bayar.
f. Recovery yaitu sejauh mana perusahaan dapat tetap mengupayakan supaya
nilai kredit yang gagal bayar bisa diperoleh.
H. Pemberian Kredit UKM
1. Pengertian UKM
Menurut BPS yang masuk kategori usaha mikro adalah jika jumlah
karyawannya kurang dari 5 orang, termasuk kategori usaha kecil adalah jika
jumlah karyawan 5-19 orang, dan yang termasuk kategori usaha menengah
adalah jika jumlah karyawan 20-99 orang.
Menurut Undang-Undang kriteria UKM yaitu :
a. Usaha Kecil
Menurut Undang-Undang No.9 Tahun 1995, usaha kecil adalah usaha
produktif yang berskala kecil dan memenuhi criteria kekayaan bersih paling
besar Rp.200 juta atau memiliki hasil penjualan mencapai Rp. 1 miliar pertahun
dan menerima kredit antara Rp. 50-500 juta.
b. Usaha Menengah
Menurut Inpres no.10 tahun 1998, usaha menengah adalah usaha
produktif yang memenuhi kriteria kekayaan usaha bersih diatas Rp. 200 juta –
Rp.10 miliar serta dapat menerima kredit dari bank antara Rp. 500 juta – Rp.5
miliar.
2. Karakteristik UKM
Menurut Gadeke dan Tootelian dalam Tangkilisan (2003) karakteristik
UKM yaitu :
1. UKM dimiliki oleh individu atau keluarga. Selain pemilik usaha mereka juga
bertindak sebagai pengelola usaha tersebut.
2. Operasinya terbatas pada lingkungan atau kumpulan modal.
3. Wilayah operasi terbatas pada lingkungan sekitar, meskipun pemasaran
dapat melampaui wilayah lokalnya.
4. Ukuran perusahaan kecil dalam hal jumlah pekerja, atau satuan lainnya yang
signifikan.
3. Permasalahan UKM
Menurut Tangkilisan (2003) masalah utama bagi sebagian besar
pengusaha kecil yaitu pemenuhan modal awal untuk memulai siklus kegiatan
ekonomi. Karena itu pemberian kredit dengan tujuan peningkatan produksi yang
diikuti peningkatan pemasaran dan penciptaan surplus dapat menjadi tabungan
sebagai awal dari pembentukan modal secara mandiri.
Pelayanan kredit pada intinya harus menciptakan surplus usaha yang
dikelola secara tertib dan terbuka yang berprinsip:
a. Acceptable, mudah diterima dan didayagunakan
b. Accountable, terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan.
c. Profitable, memberikan pendapatan dan mendidik masyarakat untuk
mengelola kegiatan secara ekonomis.
d. Sustainable, hasilnya dapat dilestarikan masyarakat sendiri.
e. Replicable, pengelolaan dana dan pelestarian hasil dapat dilakukan dan
dikembangkan oleh masyarakat dalam lingkungan yang lebih luas.
Selain itu, masalah yang dihadapi UMKM menurut yaitu masalah
pemasaran, teknologi, dan manajemen keuangan. Hal ini menunjukkan bahwa
pangsa pasar yang dijangkau para penguasaha kecil belum meluas, teknologi
yang digunakan masih sederhana, manajemen keuangan tidak menggunakan
pencatatan keuangan dan hanya menggunakan perhitungan sederhana.
2.2. Hasil Penelitian Terdahulu
Iqbal (2007) melakukan penelitian mengenai analisis risiko kredit
pembiayaan syariah dengan menggunakan metode Creditrisk+ pada BMT Prima
Dinar Cabang Tawangmangu, kabupaten Karang Anyar, Jawa Tengah. Metode
kredit Creditrisk+ (MCR+) dapat dijadikan alat perhitungan alternative dalam
mengestimasi risiko pembiayaan. Hasil perhitungan dengan metode MCR+
portofolio dapat menjadi informasi yang berguna sebagai evaluasi apakah risiko
pembiayaan mampu ditanggung oleh keadaan keuangan perusahaan dan
sebagai estimasi potensi kerugian yang akan dihadapi periode berikutnya.
Efendi (2007) meneliti penerapan metode MCR+ dalam pengkuran
risiko kredit pada perusahaan pembiayaan kendaraan bermotor (studi kasus PT.
PQR Finance). MCR+ sesuai untuk mengukur risiko kredit pada perusahaan
pembiayaan tersebut serta cukup efektif dan praktis dalam penerapannya
karena hanya memerlukan data internal berupa jumlah unit kendaraan, jumlah
exposure, kolektabilitas, dan recovery rate. Tahapan - tahapan MCR+ yaitu
pengumpulan data debitur, penyusunan band, penyusunan exposure default
perband, pemgukuran recovery rate, pengukuran severity loss, pengukuran
economic capital, back testing, pengujian validitas.
Sulistyo pada tahun 2006 yang berjudul analisis keuangan debitur untuk
mengukur tingkat kelayakan dalam pemberian kredit pada Bank Jatim Cabang
Blitar. Tujuan penelitian ini adalah untuk menginterprestasikan analisis keuangan
yang digunakan Bank Jatim Cabang Blitar dalam mengukur tingkat kelayakan
kredit terhadap laporan keuangan debitur. Alat analisis yang dipakai yaitu
berupa analisis rasio keuangan, analisis sumber dan penggunaan dana serta
analisis kebutuhan modal kerja. Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan
bahwa UD ABC layak untuk mendapatkan kredit dari Bank Jatim Cabang Blitar
maksimal Rp 30.000.000,00.Persamaan peneliti yang dilakukan Sulistyo dengan
peneliti sekarang adalah sama-sama meneliti tentang kelayakan pemberian
kredit kepada debitur. Perbedaan peneliti sekarang dengan terdahulu adalah
peneliti terdahulu menggunakan analisis rasio keuangan, analisis sumber dan
penggunaan dana serta analisis kebutuhan modal kerja sedangkan peneliti
sekarang menggunakan metode analisis berbasis 5C.
2.3. Kerangka Pemikiran
Analisis kelayakan pemberian kredit merupakan suatu penilaian dimana
suatu debitur apakah pantas atau tidak untuk menerima pinjaman dari bank.
Proses keputusan layak atau tidak debitur diberi kredit, dapat dijelaskan
dengan kerangka pemikiran gambar 2 :
Gambar 2 : Kerangka Pemikiran
Faktor-faktor penilaian kredit 5C : Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition
Uji StatistikFaktor-faktor penilaian kredit 5C : Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition
Implementasi 5C sudah dilakukan dengan tepat
top related