RS1 2016 1 1236 Bab2 - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2016_1_1236_Bab2.pdfsebagai suatu bidang ilmu pengetahuan (science ) yang berusaha secara sistematis
Post on 15-Mar-2019
219 Views
Preview:
Transcript
15
‘
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Manajemen
Menurut Robbins & Coulter (2012, hal. 36) manajemen adalah aktivitas kerja
yang melibatkan koordinasi pengawasan terhadap aktivitas kerja orang lain, sehingga
pekerjaan yang dilakukan dapat menjadi efektif dan efisien. Efisien dalam hal ini
berarti memperoleh output terbesar dengan input terkecil sedangkan efektif adalah
melakukanhal yang benar yang dapat membantu perusahaan mencapai tujuan yang
diterapkan. Jika efisiensi berfokus kepada cara untuk menyelesaikan tugas, efektif
lebih berfokus kepada akhir yang dicapai, atau pencapaian dari tujuan perusahaan.
Menurut Stoner dalam Abdullah (2014, hal. 1) manajemen adalah proses
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para
anggota organisasi serta penggunaan sumberdaya organisasi lainnya agar mencapai
tujuan organisasi yang sudah ditetapkan. Terry dalam Abdullah (2014, hal. 1)
mengartikan manajemen sebagai pencapaian tujuan yang ditetapkan terlebih dahulu
dengan mempergunakan kegiatan orang lain.
Menurut Gulick dalam Abdullah (2014, hal. 1)manajemen didefinisikan
sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan (science) yang berusaha secara sistematis
untuk memahami mengapa dan bagaimana manusia bekerjasama untuk mencapai
tujuan dan membuat sistem ini lebih bermanfaat bagi kemanusiaan.
Dari beberapa sumber di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah
keseluruhan aktivitas yang berhubungan dengan orang lain yang dilakukan dengan
mengkoordinasikan berbagai kegiatan dan sumber daya organisasi melalui fungsi-
fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan untuk mencapai
tujuan yang sudah ditetapkan secara efektif dan efisien.
16
2.1.2 Manajemen Sumber Daya Manusia
2.1.2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Dessler yang dikutip oleh Supatmi, Nimran & Utami (2013, hal. 26)
manajemen sumber daya manusia didefinisikan sebagai kebijakan dan praktik
menentukan aspek “manusia” atau sumber daya manusia dalam posisi manajemen,
termasuk aspek “orang” atau sumber daya manusia dari posisi seorang manajemen,
meliputi perekrutan, penyaringan, pelatihan, pengimbalan, dan penilaian.
MenurutYuniarsih & Suwatno (2013, hal. 1) manajemen sumber daya manusia
merupakan bagian dari ilmu manajemen yang memfokuskan perhatiannya pada
pengaturan peranan sumber daya manusia dalam kegiatan suatu organisasi.
Manajemen sumber daya manusia menganggap bahwa karyawan adalah kekayaan
(asset) utama organisasi yang harus dikelola dengan baik. Jadi manajemen sumber
daya manusia sifatnya lebih strategis bagi organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan
yang telah diterapkan.
Dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah ilmu
manajemen yang memfokuskan perhatiannya untuk mengelola sumber daya manusia
dalam suatu organisasi guna mencapai tujuan-tujuan orgaisasional secara efektif dan
efisien.
2.1.2.2 Aktivitas Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Westover (2014, hal. 1) manajemen sumber daya manusia adalah
proses dari memperkerjakan orang-orang, memberi pelatihan terhadap mereka (orang
tersebut), memberi kompensasi terhadap mereka (orang tersebut), mengembangkan
peraturan atau kebijakan yang berhubungan dengan mereka, dan mengembangkan
strategi-strategi yang dapat melatih dan memberikan pengembangan terhadap orang-
orang atau sumber daya manusia tersebut. Berikut adalah tinjauan singkat dari tujuh
aktivitas SDM, yaitu:
1. Staffing
Dalam organisasi dibutuhkan orang-orang yang dapat melaksanakan dan
menyelesaikan tugas, staffing melibatkan seluruh proses dalam
memperkerjakan karyawan, mulai dari mengumumkan pencarian pekerjaan
sampai menegosiasikan paket gaji/kompensasi.
17
2. Pengembangan kebijakan ditempat kerja
Salah satu aktivitas yang dilakukan manajemen sumber daya manusia adalah
untuk mengembangkan kebijakan-kebijakan yang berlaku dilingkungan kerja.
Dalam mengembangkan kebijakan ditempat kerja, MSDM, manajemen, dan
eksekutif perusahaan terlibat dalam proses pegembangan tersebut. Beberapa
contoh kebijkan ditempat kerja adalah:
• Kebijakan proses disiplin
• Kebijakan waktu liburan
• Kebijakan tentang dress code
3. Pemberian Kompensasi dan Benefit
Manajemen sumber daya manusia harus memutuskan pemberian kompensasi
yang adil, sesuai dengan standar industri dan cukup tinggi untuk membuat
orang-orang tertarik bekerja di perusahaan tersebut. Contoh dari kompensasi
yang diberikan kepada karyawan:
• Health Benefits
• Pembayaran
• Rencana pensiun 401k
• Rencana pembelian saham
• Waktu liburan
• Izin sakit
• Bonus
• Pendidikan yang ditanggung oleh perusahaan
4. Retention
Manajemen sumber daya manusia harus mengetahui semua peraturan-
peraturan yang akan mempengaruhi lingkungan kerja. Retention berhubungan
dengan menjaga dan memotivasi karyawan untuk tetap bekerja di perusahaan.
5. Pelatihan dan Pengembangan
Manajemen sumber daya manusia harus dapat memastikan bahwa sejak
pertama kali karyawan dipekerjakan, karyawan tersebut bukan hanya telah
mendapatkan pelatihan namun juga dapat mengembangkan dirinya dalam
pekerjaannya. Contoh pelatihan dan pengembangan:
• Job skills training
• Pelatihan komunikasi
18
• Aktifitas berkelompok
• Pelatihan mengenai aturan-aturan dan hukum-hukum yang berlaku
6. Berhubungan dengan Hukum yang Mempengaruhi Pekerjaan
Manajemen sumber daya manusia harus mengetahui semua peraturan-
peraturan yang akan mempengaruhi lingkungan kerja. Seorang yang
berurusan dengan sumber daya manusia kemungkinan akan berhubungan
dengan beberapa peraturan ini:
• Peraturan tentang diskriminasi
• Peraturan tentang kesehatan
• Upah/gaji minimum
• Undang-undang keselamatan kerja
• Undang-undang buruh
7. Perlindungan Pekerja
Manajemen sumber daya manusia harus mengetahui kebutuhan perlindungan
karyawan dan memastikan bahwa lingkungan kerja sesuai dengan peraturan
yang telah ditetapkan oleh negara dan serikat kerja.
Beberapa hal yang termasuk isu-isu perlindungan kerja:
• Bahaya kimia
• Kebutuhan ventilasi dan pemanasan
8. Komunikasi
Kemampuan berkomunikasi yang baik dan kemampuan manajemen yang
baik adalah kunci dari keberhasilan manajemen sumber daya manusia.
2.1.3 Pelatihan Kerja
2.1.3.1 Pengertian Pelatihan Kerja
Menurut Dessler (2013, hal. 272) pelatihan adalah proses mengajar
keterampilan yang dibutuhkan karyawan baru untuk melakukan pekerjaannya.
Pelatihan mengacu kepada metode yang digunakan untuk memberikan karyawan
baru atau yang ada saat ini dengan keterampilan yang mereka butuhkan untuk
melakukan pekerjaan.
Blanchard dan Thacker (2013, hal. 22) menyatakan bahwa dengan diadakannya
pelatihan, perusahaan menyediakan ilmu dan kemampuan kepada karyawan untuk
bekerja secara lebih efektif. Pelatihan membantu karyawan menyelesaikan target
19
tugas saat ini atau mempersiapkan karyawan untuk menangani perubahan-perubahan
yang dapat saja terjadi dalam pekerjaan mereka.
Menurut Bernadian dan Rusell dalam Sunyoto (2015, hal. 138) pelatihan
adalah setiap usaha untuk memperbaiki performa pekerja pada suatu pekerjaan
tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya atau satu pekerjaan yang ada
kaitannya dengan pekerjaan. Secara ideal pelatihan harus didesain untuk
mewujudkan tujuan-tujuan organisasi, yang pada waktu yang bersamaan juga
mewujudkan tujuan-tujuan dari para pekerja secara perorangan. Selain itu menurut
Sunyoto (2015, hal. 138) pelatihan hanya bermanfaat dalam situasi dimana para
pekerja kekurangan kecakapan dan pengetahuan. Pelatihan tidak dimaksudkan untuk
mengganti kriteria seleksi yang tidak memadai, ketidak tepatan rancangan pekerjaan,
atau imbalan organisasi yang tidak memadai. Pelatihan lebih sebagai sarana yang
ditujukan pada upaya aktif sebelumnya, mengurangi dampak negatif yang
dikarenakan kurangnya pendidikan, pengalaman terbatas, atau kurangnya
kepercayaan diri dari anggota atau kelompok anggota tertentu.
Berdasarkan definisi mengenai pelatihan diatas, dapat dikatakan bahwa
pelatihan secara sistematis mengubah tingkah laku pegawai untuk mencapai tujuan
organisasi. Pelatihan berkaitan dengan keahlian dan kemampuan pegawai untuk
melaksanakan pekerjaan saat ini. Dengan adanya pelatihan akan dapat menimbulkan
perubahan dalam kebiasaan bekerja, perubahan sikap, tingkah laku, keterampilan
serta pengetahuan karyawan yang memiliki orientasi dan diharapkan dapat
membantu pegawai untuk mencapai keahlian dan kemampuan tertentu agar berhasil
dalam melaksanakan pekerjaannya.
2.1.3.2 Tujuan Pelatihan Kerja
Menurut Sunyoto (2015, hal. 141) tujuan pelatihan adalah:
1. Memperbaiki kinerja
Karyawan-karyawan yang bekerja secara tidak memuaskan karena
kekurangan keterampilan merupakan calon utama pelatihan. Pelatihan
dibutukan untuk mengisi kekurangan kinerja sesungguhnya dengan kinerja
terprediksi karyawan.
2. Memutahirkan keahlian para karyawan
Melalui pelatihan memastikan bahwa karyawan dapat secara efektif
menggunakan teknologi-teknologi baru. Manajer di semua bidang harus
20
secara konstan mengetahui kemajuan-kemajuan teknologi yang membuat
organisasi berfungsi secara lebih efektif.
3. Mengurangi waktu belajar
Sistem seleksi karyawan tidaklah sempurna. Meskipun hasil tes, wawancara
dan data lainnya menunjukkan probabilitas yang tinggi akan kesuksesan
pekerjaan oleh pelamar, tetapi terkadang terdapat saat dimana prediksi
tersebut terbukti tidak valid, pelatihan sering diperlukan untuk mengisi gap
antara kinerja karyawan yang diprediksikan dengan kinerja aktualnya.
4. Memecahkan permasalahan operasional
Persoalan organisasional menyerang dari berbagai penjuru. Pelatihan adalah
salah satu cara terpenting guna memecahkan banyak dilema yang harus
dihadapi oleh para manajer. Serangkaian pelatihan dalam berbagai bidang
yang diberikan oleh perusahaan membantu karyawan dalam memecahkan
masalah organisasional dan melaksanakan pekerjaan secara efektif.
5. Promosi karyawan
Salah satu cara untuk menarik, menahan dan memotivasi karyawan adalah
melalui program pengembangan karier yang sistematik. Mengembangkan
kemampuan promosional karyawan adalah konsisten dengan kebijakan
personal untuk promosi dari dalam, pelatihan adalah unsur kunci dalam
sistem pengembangan karier.
2.1.3.3 Jenis-jenis Pelatihan Kerja
Menurut Mathis & Jackson (2011, hal. 250) pelatihan dapat dirancang untuk
memenuhi sejumlah tujuan berbeda dan dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai
cara. Beberapa pengelompokannya adalah:
1. Pelatihan yang dibutuhkan dan rutin
Dilakukan untuk memenuhi berbagai syarat hukum yang diharuskan dan
berlaku sebagai pelatihan untuk semua karyawan (orientasi karyawan baru).
2. Pelatihan pekerjaan/teknis
Memungkinkan para karyawan untuk melakukan pekerjaan, tugas, dan
tanggung jawab mereka dengan baik. Contoh: pengetahuan tentang proses
dan prosedur teknis operational perusahaan.
3. Pelatihan antarpribadi dan pemecahan masalah
21
Dimaksudkan untuk mengatasi masalah operasional dan antarpribadi serta
meningkatkan hubungan dalam pekerjaan organisasional. Contoh:
keterampilan-keterampilan manajerial, dan pemecahan penyelesaian konflik.
4. Pelatihan perkembangan dan inovatif
Menyediakan fokus jangka panjang untuk meningkatkan kapabilitas
individual dan organisasional untuk masa depan. Contoh: pengembangan
eksekutif dan perubahan organisasional.
2.1.3.4 Metode-metode Pelatihan Kerja
Menurut Bangun (2012, hal. 210) pentingnya pelatihan dilaksanakan untuk
meningkatkan prestasi kerja karyawan, sehingga perlu perhatian yang serius dari
perusahaan. Pelatihan sumber daya manusia akan meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan atas pekerjaan yang mereka kerjakan.
Metode dalam pelatihan tenaga kerja, antara lain:
1. Metode on the job training
Dalam metode ini, karyawan mempelajari pekerjaannya sambil mengerjakan
pekerjaan tersebut secara langsung.Perusahaan menggunakan karyawan
didalam perusahaan yang dapat melakukan pelatihan terhadap sumber daya
manusianya, biasanya dilakukan oleh atasan langsung dalam
perusahaan.Dengan menggunakan metode ini, perusahaan dapat lebih efektif
dan efisien dalam melaksanakan pelatihan, karena disamping biaya pelatihan
yang lebih murah, tenaga kerja yang dilatih lebih mengenal dengan baik
kepada pelatihnya, oleh karena itulah metode ini merupakan metode yang
paling banyak digunakan perusahaan dalam melatih tenaga kerjanya.
Metode yang digunakan oleh on the job training antara lain yaitu:
a) Rotasi pekerjaan
Pemindahan pekerjaan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya dalam
organisasi, sehingga dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
kerja.
b) Penugasan yang direncanakan
Menugaskan tenaga kerja untuk mengembangkan kemampuan dan
pengalamannya tentang pekerjaan.
22
c) Pembimbingan
Pelatihan tenaga kerja langsung oleh atasannya. Metode ini sangat
efektif dilakukan karena atasan langsung dapat sangat mengetahui
bagaimana keterampilan bawahannya, sehingga lebih tahu bagaimana
dan apa metode yang dapat diterapkan.
d) Pelatihan posisi
Tenaga kerja yang dilatih untuk dapat menduduki suatu posisi
tertentu.Pelatihan seperti ini diberikan kepada tenaga kerja yang
mengalami pemindahan pekerjaansebelum dipindahkan ke pekerjaan
baru. Terlebih dahulu tenaga kerja tersebut diberikan pelatihan agar
mereka dapat mengenal lebih dalam pekerjaannya.
2. Metode off the job training
Metode ini merupakan pelatihan yang dilaksanakan dimana karyawan
dalam keadaan sedang tidak bekerja, dengan tujuan agar karyawan dapat
terpusat pada kegiatan pelatihan saja. Pelatih didatangkan dari luar organisasi
atau peserta mengikuti pelatihan di luar organisasi. Hal ini dilakukan karena
kurang atau tidak tersedianya pelatih di dalam perusahaan. Keuntungan dari
metode ini adalah para peserta pelatihan tidak merasa jenuh dilatih oleh
atasannya langsung, metode yang diajarkan pelatih berbeda sehingga
memperluas pengetahuan. Kelemahannya adalah biaya yang dikeluarkan
relatif besar dan pelatih belum mengenal secara lebih mendalam para peserta
pelatihan sehingga membutuhkan waktu lama dalam pelatihan.
Terdapat 3 teknik yang digunakan, antara lain yaitu:
a) Business games
Peserta dilatih dengan memecahkan suatu masalah, sehingga para
peserta dapat belajar dari masalah yang sudah pernah terjadi pada
suatu perusahaan tertentu. Metode ini bertujuan agar para peserta
lain dapat dengan lebih baik dalam pengambilan keputusan dan
cara mengelola operasional perusahaan.
b) Vestibule school
Tenaga kerja dilatih dengan menggunakan peralatan yang
sebenarnya dan sistem pengaturan sesuai dengan yang sebenarnya
tetapi dilaksanakan diluar perusahaan.Tujuannya adalah untuk
menghindari tekanan dan pengaruh kondisi dalam perusahaan.
23
c) Case Study
Dimana peserta dilatih untuk mencari penyebab timbulnya suatu
masalah, kemudian dapat memecahkan masalah
tersebut.Pemecahan masalah dapat dilakukan secara individual
atau kelompok atas masalah-masalah yang ditentukan.
2.1.3.5 Manfaat Pelatihan Kerja
Menurut Danim (2008, hal. 68) manfaat pelatihan adalah:
1. Untuk mendukung infividu yang sedang menghadapi tugas-tugas baru
2. Untuk mengembangkan atau menentukan keterampilan-keterampilan baru
melalui pelatihan dalam jabatan
3. Untuk mengenalkan produk-produk baru atau teknologi-teknologi baru
4. Untuk mengenalkan prosedur-prosedur baru
5. Untuk memperbaiki kinerja dan mengoreksi kesalahan-kesalahan
6. Untuk menyiapkan individu-individu bagi pengembangan karier mereka
7. Untuk membangun anggota sebagai sebuah tim
2.1.3.6 Dimensi dan Indikator Pelatihan Kerja
Dimensi dan indikator pelatihan menurutRivai & Sagala (2009, hal. 225)
adalah:
1. Instruktur
Pelatih pada umumnya berorientasi pada peningkatan skill, maka para pelatih
yang dipilih untuk memberikan materi pelatihan harus benar-benar memiliki
kualifikasi yang memadai sesuai bidangnya, personal dan kompeten, selain
itu pendidikan instruktur pun harus benar-benar baik untuk melakukan
pelatihan. Indikatornya adalah kemampuan instruktur pelatihan.
2. Peserta Pelatihan
Agar program pelatihan dapat mencacpai sasaran hendaknya para peserta
pelatihan diseleksi berdasarkan persyaratan tertentu dan kualifikasi yang
sesuai, selain itu peserta pelatihan juga harus memiliki semangat yang tinggi
untuk mengikuti pelatihan. Indikatornya adalah antusias peserta tersebut
dalam mengikuti pelatihan dan kemampuan yang dimiliki oleh peserta
pelatihan.
3. Materi
24
Materi disusun dari estimasi kebutuhan dan tujuan pelatihan. Kebutuhan di
sini mungkin dalam bentuk pengajaran keahlian khusus, menyajikan
pengetahuan yang diperlukan, atau berusaha untuk mempengaruhi sikap.
Apapun materinya program harus dapat memenuhi kebutuhan organisasi dan
peserta pelatihan. Kelengkapan materi pelatihan dan manfaat materi yang
diberikan adalah faktor indikator dalam dimensi materi.
4. Metode Pelatihan
Sesuai dengan materi pelatihan yang diberikan, maka ditentukanlah metode
atau cara penyajian yang paling tepat. Penentuan atau pemilihan metode
pelatihan tersebut didasarkan atas materi yang akan disajikan. Indikator dari
dimensi metode pelatihan adalah metode pelatihan yang digunakan dan alat
bantu apa yang digunakan.
5. Tujuan Pelatihan
Tujuan pelatihaan harus dapat memenuhi kebutuhan yang diinginkan oleh
perusahaan serta dapat membentuk tingkah laku yang diharapkan serta
kondisi-kondisi bagaimana hal tersebut dapat dicapai. Indikator dari dimensi
ini adalah kesesuaian tujuan dengan pelaksanaan pelatihan.
6. Lingkungan yang menunjang
Lingkungan yang menunjang dipersiapkan untuk meningkatkan kelebihan
suatu program dan kondisi yang merupkan umpan balik untuk menilai atau
menghasilkan output yang sesuai. Indikatornya adalah suasana pelatihan dan
kelengkapan fasilitas.
2.1.4 Insentif
2.1.4.1 Pengertian Insentif
Menurut Danim (2008, hal. 221) insentif diartikan sebagai imbalan organisasi
atas prestasi individu atau kelompok kerja. Dengan kata lain, insentif organisasi
merupakan perolehan atau produk kerja yang mereka lakukan. Zaputri, Rahardjo, &
Utami (2013, hal. 3) mengemukakan bahwa insentif merupakan dorongan pada
seseorang agar mau bekerja dengan baik dan agar lebih dapat mencapai tingkat kinerja
yang lebih tinggi sehingga dapat membangkitkan gairah kerja seorang karyawan. Swasto
(2011) dalam Zaputri, Rahardjo, & Utami (2013, hal. 3) mengemukakan “insentif
adalah suatu tambahan pembayaran disamping upah/gaji yang diterima karyawan karena
prestasi kerja yang melebihi standar kerja yang telah ditetapkan”.
25
Dengan begitu insentif dapat dirumuskan sebagai program yang diberikan
oleh perusahaan untuk memotivasi karyawan agar karyawan tersebut jauh lebih giat
lagi dalam bekerja dan dapat meningkatkan prestasi kerjanya di dalam perusahaan.
2.1.4.2 Tujuan Pemberian Insentif
Notoatmidjo dalam Sutrisno (2011, hal. 188 - 189) menyatakan bahwa tujuan
insentif adalah:
a. Menghargai prestasi kerja
b. Menjamin keadilan
c. Mempertahankan karyawan
d. Memperoleh karyawan yang bermutu
e. Pengendalian biaya
f. Memenuhi peraturan
2.1.4.3 Dimensi dan Indikator Pemberian Insentif
Menurut Hasibuan (2011, hal. 184) pemberian insentif memiliki dasar yang
banyak untuk mengukur tingkat insentif karyawan suatu organisasi, yaitu:
a) Non material insentif
Yaitu daya perangsang yang diberikan kepada karyawan dalam
bentuk penghargaan/pengukuhan berdasarkan prestasi kerjanya seperti
piagam,piala, atau medali.
b) Material insentif
Yaitu daya perangsang yang diberikan kepada karyawan berdasarkan
prestasi kerjanya, berbentuk uang dan barang. Material insentif ini
bernilai ekonomis sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan
karyawan beserta keluarganya. Dapat diberikan dalam bentuk
kompensasi yang ditangguhkan atau bantuan hari tua.
c) Sosial insentif
Yaitu daya perangsang yang diberikan kepada karyawan berdasarkan
prestasi kerjanya, berupa fasilitas dan kesempatan untuk
mengembangkan kemampuannya, seperti promosi, mengikuti
pendidikan, atau naik haji.
26
2.1.5 Kepuasan Kerja
2.1.5.1 Pengertian kepuasan kerja
Menurut As’ad dalam Sunyoto (2015, hal. 23) kepuasan kerja adalah keadaan
emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan di mana para karyawan
memandang pekerjaannya. Sedangkan dalam Robbins & Coulter (2012, hal. 74)
dikatakan bahwa istilah kepuasan kerja merujuk kepada sikap umum seorang
individu terhadap pekerjaan yang dilakukannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan
kerja tinggi menunjukan sikap yang positif terhadap pekerjaannya, seseorang yang
tidak puas dengan pekerjaannya menunjukan sikap yang negatif terhadap pekerjaan
tersebut. Adapun menurut Rivai (2013, hal. 856) kepuasan kerja pada dasarnya
merupakan sesuatu yang bersifat individual, setiap individu memiliki tingkat
kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya,
makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keinginan
individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan tersebut. Dengan
demikian, kepuasan merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas
perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja.
Locke dalam Pandaleke (2016, hal. 201) mendefinisikan kepuasan kerja
sebagai tingkat emosional yang positif atau menyenangkan yang dihasilkan dari
penilaian atas pekerjaan atau pengalaman kerja. Colquitt, Lepine, & Wesson (2013,
hal. 98) mendefinisikan kepuasan kerja adalah tingkat perasaan menyenangkan yang
diperoleh dari penilaian pekerjaan seseorang atau pengalaman kerja. Dengan kata
lain, kepuasan kerja menunjukkan apa yang dirasakan karyawan mengenai pekerjaan
mereka.
Berdasarkan dari berbagai pandangan diatas, dapat disimpulkan bahwa
kepuasan kerja merupakan tingkat perasaan senang karyawan terhadap pekerjaannya.
Tingkat kepuasan kerja karyawan menjadi faktor yang harus sangat diperhatikan oleh
perusahaan, karena karyawan dengan tingkat kepuasan kerja tinggi akan
menunjukkan sikap positif terhadap pekerjaannya, yang dapat berdampak pada
membaiknya produktivitas karyawan tersebut sedangkan karyawan dengan tingkat
kepuasan yang rendah terhadap pekerjaannya akan menunjukkan sikap yang negatif
terhadap pekerjaan tersebut.
27
2.1.5.2 Teori-teori mengenai kepuasan kerja
Moh. As’ad mengungkapkan dalamSunyoto(2015, hal. 211)bahwa terdapat
tiga teori mengenai kepuasan kerja, teori tersebut adalah:
1. Teori Perbandingan Intrapersonal (Discrepancy Theory)
Kepuasan kerja seseorang diukur dengan menghitung selilisih antara apa yang
seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan, bahwa sikap karyawan
terhadap pekerjaan tergantung bagaimana perbandingan tersebut dirasakan.
2. Teori Keadilan (Equity Theory)
Prinsip teori ini adalah bahwa orang akan merasa puas dan tidak puas,
tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan (equity). Perasaan equity
dan inequity atas situasi, diperoleh orang dengan cara membandingkan
dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor dan pemerintah dipengaruhi
oleh motivasi.
3. Teori Dua Faktor (Two Factor Theory)
Prinsip teori ini adalah kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja merupakan
dua hal yang berbeda, artinya kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan
tidak merupakan variabel yang kontinu. Dalam teori ini terbagi situasi yang
memengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaan menjadi dua kelompok,
yakni:
• Satisfiers atau motivator adalah situasi yang membuktikannya sebagai
sumber kepuasan kerja, yang terdiri dari avhievement, recognition,
work itself, responsibilitydan advencement.
• Dissatisfiers (hygiene factors) adalah faktor-faktor yang terbukti
menjadi sumber ketidakpuasan yang terjadi dari company policyand
administration, suppervision, technical, salary, interpersonal,
relation, working condition,job security dan status.
2.1.5.3 Dimensi dan IndikatorKepuasan Kerja
Herzberg dalam Priansa (2016, hal. 304) menyatakan bahwa faktor-faktor yang
memepengaruhi kepuasan kerja terbagi menjadi dua faktor, dua faktor tersebut
adalah:
1. Faktor Ekstrinsik
a) Gaji atau upah
28
Gaji yang memadai akan meningkatkan nilai sosial ekonomi
karyawan.
b) Keamanan kerja
Kebutuhan akan rasa aman dalam bekerja merupakan hal yang
diperhatikan karyawan dalam bekerja di suatu perusahaan.
c) Kondisi kerja
Karyawan akan bekerja dengan nyaman apabila suasan kerja
kondusif, terdapat kerja sama yang baik serta harmonis dengan rekan
kerja.
d) Status
Status yang meningkat berpengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai.
e) Kebijakan organisasi
Aturan atau tindakan yang diterpakan oleh manajemen perusahaan
untuk mempengaruhi sikap atau perilaku pegawai.
f) Mutu teknik pengawasan
Standard Operational Procedure (SOP) yang dijalankan dengan tepat
serta pengawasan yang baik dapat meningkatkan kinerja pegawai.
g) Interaksai antar karyawan
Interaksi yang terjalin antara rekan kerja dan anatara atasan dan
bawahan.
2. Faktor Intrinsik
a) Pengakuan (Recognition)
Penghargaan dan pengakuan merupakan perangsang yang akan
memberikan kepuasan batin yang lebih tinggi.
b) Tanggung Jawab (Responsibility)
Adanya rasa kepemilikan (sense of belonging) yang akan menimulkan
motivasi untuk turut merasa bertanggung jawab.
c) Prestasi (Achievement)
Karyawan yang memiliki keinginan berprestasi sebagai suatu
kebutuhan dapat mendorong karyawan tersebut mencapai tujuannya.
d) Pekerjaan itu sendiri (Work it Self)
Karyawan yang mencintai pekerjaannya akan memberikan kepuasan
kerja dalam dirinya sehingga dapat melaksanakan tugas dengan baik.
e) Kemungkinan untuk Berkembang (Possibility of Growth)
29
Kesempatan untuk mengembangkan diri dapat memacu karyawan
untuk mencapai kesuksesan karir.
f) Kemajuan (Advancement)
Kemaujan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi motivasi bagi
karyawan untuk meningkatkan pendidikan dan keterampilan mereka.
2.1.5.4 Respon Ketidakpuasan Kerja
Robbins & Coulter (2012, hal. 82) mengatakan bahwa terdapat empat respon
yang ditunjukkan karyawan terhadap kepuasan atau ketidakpuasan karyawan
terhadap pekerjaan mereka. Keempat respon tersebut adalah:
1. Keluar (Exit)
Perilaku yang ditunjukan untuk meninggalkan organisasi, termask mencari
posisi baru dan mengundurkan diri.
2. Aspirasi (Voice)
Secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk
menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, berdemo,
dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja.
3. Kesetiaan (Loyalty)
Secara pasif tetap optimis menunggu membaiknya kondisi, termasuk
mempercayai organisasi dan manajemennya untuk melakukan hal yang benar.
4. Pengabaian (Neglect)
Secara pasif membiarkan ondisi menjadi lebih buruk, termasuk
ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus menerus terjadi, kurangnya
usaha dan meningkatnya persentase kesalahan.
30
Gambar 2 1 Respon Ketidakpuasan Kerja
Sumber : Robbins, Management 2012.
2.1.6 Kinerja Karyawan
2.1.6.1 Pengertian Kinerja Karyawan
Menurut Sedarmayanti (2013, hal. 263) kinerja karyawan adalah hasil kerja
seorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai
kemungkinan, misalnya: standar/target/sasaran/kriteria yang ditentukan dan
disepakati bersama. Kinerja adalah hasil yang diperoleh oleh suatu organisasi baik
organisasi tersebut bersifat profit oriented dan non profit oriented yang dihasilkan
selama satu periode waktu. Kinerja menurut Moeheriono dalam Abdullah (2014, hal.
3) merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan untuk menyelesaikan tugas
atau pekerjaan, dimana seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat
kemampuan tertentu. Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap
orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya
dalam perusahaan.
Menurut Supatmi, Nimran dan Utami (2013, hal. 28) secara konseptual
kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang dalam kurun waktu tertentu
berdasarkan standar kerja yang telah ditetapkan, variabel operasional dari kinerja
karyawan, yaitu suatu hasil kerja yang dicapai oleh seorang karyawan dalam kurun
waktu tertentu berdasarkan standar kerja yang telah ditetapkan.
Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil kerja
karyawan yang dapat dilihat secara kualitas dan kuantitas dari hasil yang dicapai oleh
31
karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepada karyawan untuk mencapai tujuan perusahaan.
2.1.6.2 Tujuan Pengukuran Kinerja
Abdullah (2014, hal. 21) mengatakan bahwa tujuan dari pengukuran kinerja
adalah:
1. Pengembangan
Dapat digunakan untuk menentukan pegawai yang perlu di training
dan membantu pelaksaaan conseling antara atasan dan bawahan,
seingga dapat dicapai usaha-usaha pemebahan masalah yang dihadapi
pergawai.
2. Pemberian Reward
Dapat digunakan untuk proses penentuan kenaikan gaji, insentif, dan
promosi. Beberapa organisasi juga menggunakannya untuk
pemberhentian pegawai.
3. Motivasi
Dapat digunakan untuk memotivasi pegawai, mengembangkan
inisiatif, dan rasa percaya diri dalam bekerja.
4. Perencanaan SDM
Dapat bermanfaat bagi pengembangan keahlian dan keterampilan,
serta perencanaan SDM.
5. Kompensasi
Dapat memberikan informasi yang akan digunakan untuk menentukan
apa yang harus diberikan kepada pegawai yang berkinerja tinggi atau
rendah dan bagaimana prinsip pemberian kompensasi yang adil.
6. Komunikasi
Evaluasi merupakan dasar untuk komunikasi yang berkelanjutan
antara atasan dan bawahan menyangkut kinerja pegawai.
2.1.6.3 Faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan
Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan menurut
Mathis & Jackson(2011, hal. 3), yaitu:
1. Kemampuan Individual
Kemampuan yang dimaksud disini mencakup bakat, minat, dan faktor
kepribadian. Keterampilan juga termasuk, yang meliputi pengetahuan,
32
pemahaman, kemampuan, kecakapan interpersonal dan kecakapan
teknis.
2. Usaha yang diberikan
Usaha meliputi etika kerja, kehadiran, dan motivasi yang ditunjukkan.
Tingkat usaha yang dikeluarkan merupakan gambaran motivasi yang
dimiliki karyawan. Apabila karyawan memiliki kemampuan yang
tinggi namun tidak ada upaya untuk berusaha, maka kinerjanya tidak
akan tinggi.
3. Dukungan organisasi
Perusahaan menyediakan berbagai fasilitas yang mampu menunjang
karyawan untuk meningkatkan kinerjanya, meliputi pelatihan dan
pengembanga, peralatan, teknologi, dan manajemen yang baik.
2.1.6.4 Dimensi dan Indikator Kinerja Karyawan
Menurut Bangun (2012, hal. 233) standar pekerjaan dapat ditentukan dari isi
suatu pekerjaan, dapat dijadikan sebagai dasar penilaian setiap pekerjaan.
Untuk itu standar pekerjaan harus dapat diukur secara jelas. Standar
pekerjaan dapat diukur melalui:
1. Jumlah Pekerjaan
Dimensi ini menunjukkan jumlah pekerjaan yang dihasilkan individu atau
kelompok sebagai persyaratan yang menjadi standar pekerjaan. Berdasarkan
persyaratan tersebut dapat diketahui jumlah karyawan yang dibutuhkan untuk
dapat mengerjakannya, atau setiap karyawan dapat mengerjakan berapa unit
pekerjaan.
2. Kualitas Pekerjaan
Setiap pekerjaan memiliki standar kualitas tertentu yang harus disesuaikan
oleh karyawan untuk dapat mengerjakan sesuai dengan ketentuan. Karyawan
memiliki kinerja baik bila dapat menghasilkan pekerjaan sesuai persyaratan
kualitas yang dituntut pekerjaan tersebut.
3. Ketepatan Waktu
Setiap pekerjaan memiliki karakteristik yang berbeda, untuk jenis pekerjaan
tertentu harus diselesaikan tepat waktu, karena memiliki ketergantungan atas
pekerjaan lainnya. Jadi, bila pekerjaan pada suatu bagian tertentu tidak selesai
tepat waktu akan menghambat pekerjaan pada bagian lain, sehingga
33
mempengaruhi jumlah dan kualitas hasil pekerjaan. Oleh karena itu,
karyawan dituntut untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan tepat waktu.
4. Kehadiran
Suatu jenis pekerjaan tertentu menuntut kehadiran karyawan dalam
memperkerjakannya, sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Ada tipe
pekerjaan yang menuntut kehadiran karyawan selama delapan jam sehari
untuk lima hari kerja seminggu. Kinerja karyawan ditentukan oleh tingkat
kehadiran karyawan dalam mengerjakannya.
5. Kemampuan Kerja Sama
Tidak semua pekerjaan dapat diselesaikan oleh satu orang karyawan saja.
Untuk jenis pekerjaan tertentu dapat diselesaikan oleh dua orang karyawan
atau lebih, sehingga membutuhkan kerjasama diantara karyawan.
Kinerjakaryawan dapat dinilai dari kemampuan bekerjasama dengan rekan
kerja lainnya.
2.2 Kerangka Teori
Gambar 2.2 Kerangka Teori
Sumber : Sarjono & Julianita (2013)
Pelatihan (X1)
1. Instruktur
2. Peserta
3. Materi
4. Metode
5. Tujuan
6. Lingkungan
(Rivai & Sagala,
2009, hal. 225)
Pemberian
Insentif (X2)
1. Non-material
Insentif
2. Material Insentif
3. Sosial Insentif
(Hasibuan,
2011, hal. 184)
Kepuasan Kerja (Y)
1. Faktor Ekstrinsik
2. Faktor Intrinsik
(Priansa, 2016, hal.
304)
Kinerja Karyawan (Z)
1. Jumlah Pekerjaan
2. Kualitas Pekerjaan
3. Ketepatan Waktu
4. Kehadiran
5. Kemampuan
Kerjasama
(Bangun, 2012, hal. 233)
34
2.3 Hipotesis
Dari kerangka pemikiran dan tinjauan diatas dapat dirumuskan hipotesis terhadap
variabel-variabel penelitian yang digunakan sebagai berikut:
1. Hipotesis pertama:
Untuk mengetahui pengaruh signifikan antara pelatihan (X1) terhadap
kepuasan kerja (Y) di PT. Peace Industrial Packaging.
Ho: Pelatihan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan
kerja.
Ha: Pelatihan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja.
2. Hipotesis kedua:
Untuk mengetahui pengaruh signifikan antara pemberian insentif (X2)
terhadap kepuasan kerja (Y) di PT. Peace Industrial Packaging.
Ho: Pemberian insentif tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kepuasan kerja.
Ha: Pemberian insentif memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan
kerja.
3. Hipotesis ketiga:
Untuk mengetahui pengaruh signifikan antara pelatihan (X1) dan pemberian
insentif (X2) terhadap kepuasan kerja (Y) di PT. Peace Industrial Packaging
Ho: Pelatihan dan pemberian insentif tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kepuasan kerja.
Ha: Pelatihan dan pemberian insentif memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kepuasan kerja.
4. Hipotesis keempat:
Untuk mengetahui pengaruh signifikan antara pelatihan (X1) terhadap kinerja
karyawan (Z) di PT. Peace Industrial Packaging..
Ho: Pelatihan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja
karyawan.
Ha: Pelatihan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan.
35
5. Hipotesis kelima:
Untuk mengetahui pengaruh signifikan antara pemberian insentif (X2)
terhadap kinerja karyawan (Z) di PT. Peace Industrial Packaging.
Ho: Pemberian insentif tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kinerja karyawan
Ha: Pemberian insentifmemiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja
karyawan
6. Hipotesis keenam:
Untuk mengetahui pengaruh signifikan antara kepuasan kerja (Y) terhadap
kinerja karyawan (Z) di PT. Peace Industrial Packaging.
Ho: Kepuasan kerja tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja
karyawan.
Ha: Kepuasan kerja karyawan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kinerja karyawan.
7. Hipotesis ketujuh:
Untuk mengetahui apakah ada pengaruh secara signifikan antara Pelatihan
(X1) terhadap Kepuasan Kerja (Y) dan dampaknya terhadap Kinerja
Karyawan (Z).
Ho: Pelatihan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja
karyawan melalui kepuasan kerja.
Ha: Pelatihan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan
melalui kepuasan kerja.
8. Hipotesis kedelapan:
Untuk mengetahui apakah ada pengaruh secara signifikan antara Pemberian
Insentif (X2) terhadap Kepuasan Kerja (Y) dan dampaknya terhadap Kinerja
Karyawan (Z).
Ho: Pemberian insentif tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
karyawan melalui kepuasan kerja.
Ha: Pemberian insentif memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja
karyawan melalui kepuasan kerja.
36
9. Hipotesis kesembilan:
Untuk mengetahui pengaruh signifikan antara pelatihan (X1), pemberian
insentif (X2) terhadap kepuasan kerja (Y) dan dampaknya pada kinerja
karyawan (Z) di PT. Peace Industrial Packaging.
Ho: Pelatihan dan pemberian insentif tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kepuasan kerja serta dampaknya pada kinerja karyawan.
Ha: Terdapat pengaruh yang signifikan pelatihan dan pemberian insentif
terhadap kepuasan kerja serta dampaknya pada kinerja karyawan.
37
L1
top related