Transcript
PENATALAKSANAAN HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
I. Tujuan pedoman : sesuai dengan rekomendasi POGI 2010 tentang perubahan format
buku panduan, maka perlu dilakukan revisi terhadap Panduan Penatalaksanaan
Hipertensi Dalam Kehamilan yang sudah ditetapkan oleh HKFM POGI, berlaku sejak
2006.
II. Harapan dan ruang lingkup. Terdapat berbagai macam modus penanganan
hipertensi dalam kehamilan yang perlu dibuatkan suatu pedoman (paling tidak
berlaku di Indonesia) untuk dapat dipakai sebagai panduan penatalaksanaan
hipertensi dalam kehamilan. Pedoman ini, dalam kapasitas yang terbatas, dapat
dipakai sebagai pegangan untuk menyikapi semua kejadian hipertensi dalam
kehamilan termasuk preeclampsia dan eklampsia.
III. Pendahuluan dan latar belakang. Dari tiga kausa klasik angka kematian ibu (AKI)
maka saat ini hipertensi dalam kehamilan serta kausa non obstetric telah melampaui
penyebab infeksi dan perdarahan. Khusus hipertensi dalam kehamilan termasuk
preeclampsia ditemukan dalam jumlah yang menetap dan cenderung meningkat
meliputi 5 – 7% dari kehamilan dan merupakan komplikasi medis tersering dalam
kehamilan. Kurang lebih 70% wanita yang didiagnosis hipertensi dalam kehamilan
merupakan preeclampsia. Sesuai dengan target dari WHO yang dituangkan dalam
MDG’s 2015 diharapkan angka kematian ibu sekarang …….. yang akan diturunkan
menjadi 50%, sehingga diperlukan penanganan yang adekuat terhadap kasus-kasus
hipertensi dalam kehamilan.
IV. Identifikasi dan assessment berbasis bukti. (Williams obstetric 23rd edition)
V. Definisi dan istilah.
Disadur dari Report on the National High Blood Pressure Education Program Working
Group on High Blood Pressure in Pregnancy (AJOG Vol 183 : S1, July 2000)
1. Hipertensi kronik
Hipertensi yang didapatkan sebelum kehamilan, dibawah 20 minggu umur kehamilan,
dan hipertensi tidak menghilang setelah 12 minggu pasca persalinan.
2. Preeklamsia – eklamsia
Hipertensi dan proteinuria yang didapatkan setelah umur kehamilan 20 minggu.
3. Hipertensi kronik (superimposed preeklamsi)
Hipertensi kronik yang disertai proteinuria
4. Hipertensi gestational
Timbulnya hipertensi pada kehamilan yang tidak disertai proteinuria hingga 12
minggu pascapersalinan. Bila hipertensi menghilang setelah 12 minggu persalinan,
maka dapat disebut juga “Hipertensi Transien”.
KLASIFIKASI
Disadur bebas dari Report on the National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in pregnancy (AJOG Vol.183 : S1, July 2000)1. Hipertensi Gestasional
Didapatkan desakan darah ≥ 140/90 mmHg untuk pertama kalinya pada kehamilan, tidak disertai dengan proteinuria dan desakan darah kembali normal < 12 minggu pasca persalinan.
2. PreeklamsiKriteria minimumDesakan darah ≥ 140/ 90 mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu, disertei dengan proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau dipstick ≥ 1+
3. EklamsiKejang-kejang pada preeklamsi disertai koma
4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsiTimbulnya proteinuria ≥ 300 mg/ 24 jam pada wanita hamil yang sudah mengalami hipertensi sebelumnya. Proteinuria hanya timbul setelah kehamilan 20 minggu.
5. Hipertensi kronik Ditemukannya desakan darah ≥ 140/ 90 mmHg, sebelum kehamilan atau sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak menghilang setelah 12 minggu pasca persalinan.
VI. Keterbatasan data dalam pedoman
VII. Keterangan sesuai Evidens Based Medicine – Practice
FAKTOR RISIKO PREEKLAMSI
A. Faktor yang meningkatkan risiko terjadinya preeklamsi1. Risiko yang berhubungan dengan partner laki
a. Primigravidab. Primipaternityc. Umur yang ekstrim : terlalu muda atau terlalu tua untuk kehamilan d. Partner laki yang pernah menikahi wanita yang kemudian hamil dan
mengalami preeklamsi.
e. Pemaparan terbatas terhadap sperma.f. Inseminasi donor dan donor oocyte
2. Risiko yang berhubungan dengan riwayat penyakit terdahulu dan riwayat penyakit keluargaa. Riwayat pernah preeklamsib. Hipertensi kronikc. Penyakit ginjald. Obesitase. Diabetes gestational, diabetes mellitus tipe 1f. Antiphospholipid antibodies dan hiperhomocysteinemia
3. Risiko yang berhubungan dengan kehamilana. Mola hidatidosab. Kehamilan gandac. Infeksi saluran kencing pada kehamiland. Hydrops fetalis
B. Faktor yang mengurangi risiko terjadinya preeklamsi1. Seks oral2. Merokok
Perubahan dan adaptasi ibu hamil pada preeklamsiNo. Perubahan Normal
(Dibanding tidak hamil)
Preeklamsi(Dibanding
hamil normal)
Keterangan
1
2
Cardiac output
Volume darah
Meningkat
Hipervolemia
Meningkat
Hipovolemia
Pada hamil normal, ketika resistensi perifer belum meningkatHipovolemia pada preeklamsi akibat vasokonstriksi menyeluruh dan peningkatan
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Resistensi perifer
Aliran darah ke :a. utero plasentab. ginjalc. otakd. hepar
Berat badan
Edema
Sel darah
Hemokonsentrasi
Viskositas darah
Hematokrit
Elektrolit
Keseimbangan asam basa
Natrium dan kalium
Protein serum dan plasma
Menurun
MeningkatMeningkatMeningkatMeningkat
Meningkat
40% ada edema
Meningkat
Hemodilusi
Menurun
Menurun
Menurun
-
Disesuaikan dengan peningkatan cairan tubuh
Menurun
Meningkat
MenurunMenurunSamaSama
Meningkat
60% hamil dengan hipertensi80% hamil dengan hipertensi dan proteinuria
Sama
Deformabilitas meningkat
Hemokonsentrasi tinggi
Meningkat
Meningkat
Sama
-
permeabilitas vaskuler.
Tidak terjadi disproporsi antara volume darah dan volume intravaskularPeningkatan berat badan > 0,57 kg/ minggu harus waspada kemungkinan preeklamsi
Edema tidak dipakai lagi sebagai kriteria preeklamsi kecuali anasarka-
Akibat : hipovolemia, ekstravasasi albumin.CVP dan PCWP meningkat
Pada preeklamsi akibat : hipovolemia dan peningkatan resistensi perifer-
Kecuali pada preeklamsi diberi diuretikum dosis tinggi, restriksi garam dan infuse oxytocine
Pada preeklamsi dengan hipoksi dapat terjadi gangguan keseimbangan asam basaPada kejang eklamsi kadar bikarbonat menurun karena asidosis laktat, dan hilangnya karbondioksida
-
-
-
15
16
17
Lipid plasma
Asam urat dan kreatinin
Koagulasi dan fibrinolisis
Hiperlipidemia
Menurun
-
Sama
Bertambah menurunnya
Bertambah hiperlipidemia
Meningkat
Trombositopenia Peningkatan FDPPenurunan anti trombin III
Akibat hipovelimia dan peningkatan permeabilitas vaskuler
PEMERIKSAAN KESEJAHTERAAN JANIN
1. Hipertensi gestasionalPada waktu pertama kali diagnosis :a. Pemeriksaan perkiraan pertumbuhan janin dan volume air
ketubannya. Bila hasil normal, dilakukan pemeriksaan ulang, bila terjadi perubahan pada ibu.
b. NST harus dilakukan pada waktu diagnosis awal. Bila NST non reaktif dan desakan darah tidak meningkat, maka NST ulang hanya dilakukan bila ada perubahan pada ibu.
2. Hipertensi ringana. Pemeriksaan perkiraan pertumbuhan janin dan volume air
ketubannya.Bila hasil normal, pengulangan pemeriksaan dilakukan tiap 3 minggu
b. NST harus dilakukan pada waktu diagnosis. Bila NST non reaktif dan desakan darah meningkat, ulangi NST tiap minggu.NST segera diulangi bila terjadi perubahan memburuk pada ibu.
c. Bila dengan USG didapatkan perkiraan berat janin < 10th
percentile dari umur kehamilan atau didapatkan oligohidramion : AFI ≤ 5, pemeriksaan dilakukan sekurang2nya 2 minggu sekali.
3. Preeklamsi berat Pemeriksaan NST dilakukan tiap hari
23
VIII. Intervensi ( medisinalis – operatif – termasuk informed consent )
PENCEGAHAN PREEKLAMSI
Yang dimaksud pencegahan ialah upaya untuk mencegah terjadinya preeklamsi pada wanita hamil yang mempunyai risiko terjadinya preeklamsi.Pencegahan dapat dilakukan dengan :B. Non medikalC. Medikal
A. Pencegahan dengan non medikal4. Restriksi garam : tidak terbukti dapat mencegah terjadinya preeklamsi.5. Suplementasi diet yang mengandung :
a. Minyak ikan yang kaya dengan asam lemak tidak jenuh, misalnya omega-3 PŲFAAntioksidan : vitamin C, vitamin E, ßeta-carotene, CoQ10, N-Acetylcysteine, asam lipoik.
b. Elemen logam berat : zinc, magnesium, calcium.6. Tirah baring tidak terbukti :
a. Mencegah terjadinya preeklamsib. Mencegah persalinan pretermDi Indonesia tirah baring masih diperlukan pada mereka yang mempunyai risiko tinggi terjadinya preeklamsi.
B. Pencegahan dengan medikal1. Diuretik : tidak terbukti mencegah terjadinya preeklamsi bahkan memperberat
hipovolemia2. Anti hipertensi tidak terbukti mencegah terjadinya preeklamsi3. Kalsium : 1500 – 2000 mg/ hari, dapat dipakai sebagai suplemen pada risiko tinggi
terjadinya preeklamsi, meskipun belum terbukti bermanfaat untuk mencegah preeklamsi.
4. Zinc : 200 mg/hari5. Magnesium : 365 mg/hari6. Obat anti thrombotik :
a. Aspirin dosis rendah : rata2 dibawah 100 mg/hari, tidak terbukti mencegah preeklamsi.
b. Dipyridamole7. Obat2 : vitamin C, vitamin E, ßeta-carotene, CoQ10, N- Acetylcysteine, 8. Asam lipoik.
**pencegahan medical diatas merupakan evidence medicine practice(yang sering dikerjakan) akan tetapi belum terbukti memberikan manfaat secara EBM.
PENGELOLAAN PREEKLAMSI
a. PREEKLAMSI RINGANa. Definisi klinikb. Kriteria diagnostic
1. Tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau diatolik ≥ 90 mmHg.2. Desakan darah : ≥ 30 mmHg dan kenaikan desakan diastolic ≥ 15 mmHg,
tidak dimasukkan dalam kriteria diagnostik preeklamsi, tetapi perlu observasi yang cermat
3. Proteinuria : ≥ 300 mg/ 24 jam jumlah urine atau dipstick : ≥ 1+4. Edema : lokal pada tungkai tidak dimasukkan dalam kriteria diagnostik
kecuali edema anasarka.
c. PengelolaanPengelolaan preeklamsi ringan dapat secara :1. Rawat jalan ( ambulatoir )2. Rawat inap ( hospitalisasi )
Ad. a. Pengelolaan secara rawat jalan (ambulatoir)1. Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan ambulasi sesuai
keinginannya. Di Indonesia tirah baring masih diperlukan.2. Diet reguler : tidak perlu diet khusus3. Vitamin prenatal4. Tidak perlu restriksi konsumsi garam5. Tidak pelu pemberian diuretic, antihipertensi dan sedativum.6. Kunjungan ke rumah sakit tiap minggu
Ad. b. Pengelolaan secara rawat inap (hospitalisasi)1. Indikasi preeklamsi ringan dirawat inap (hospitalisasi)
c. Hipertensi yang menetap selama > 2 minggud. Proteinuria menetap selama > 2 minggue. Hasil test laboratorium yang abnormalf. Adanya gejala atau tanda 1 (satu) atau lebih preeklamsi
berat2. Pemeriksaan dan monitoring pada ibu
a. Pengukuran desakan darah setiap 4 jam kecuali ibu tidurb. Pengamatan yang cermat adanya edema pada muka dan
abdomenc. Penimbangan berat badan pada waktu ibu masuk rumah
sakit dan penimbangan dilakukan setiap harid. Pengamatan dengan cermat gejala preeklamsi dengan
impending eklamsi:- Nyeri kepala frontal atau oksipital- Gangguan visus- Nyeri kuadran kanan atas perut
- Nyeri epigastrium3. Pemeriksaan laboratorium
a. Proteinuria pada dipstick pada waktu masuk dan sekurang2nya diikuti 2 hari setelahnya.
b. Hematokrit dan trombosit : 2 x semingguc. Test fungsi hepar: 2 x seminggud. Test fungsi ginjal dengan pengukuran kreatinin serum,
asam urat, dan BUNe. Pengukuran produksi urine setiap 3 jam (tidak perlu dengan
kateter tetap)4. Pemeriksaan kesejahteraan janin
a. Pengamatan gerakan janin setiap harib. NST 2 x semingguc. Profil biofisik janin, bila NST non reaktifd. Evaluasi pertumbuhan janin dengan USG, setiap 3-4
minggue. Ultrasound Doppler arteri umbilikalis, arteri uterina
d. Terapi medikamentosai. Pada dasarnya sama dengan terapi ambulatoar
ii. Bila terdapat perbaikan gejala dan tanda2 preeklamsi dan umur kehamilan ≥ 37 minggu, ibu masih perlu diobservasi selama 2-3 hari kemudian boleh dipulangkan.
e. Pengelolaan obstetrik Pengelolaan obstetrik tergantung usia kehamilan
1. Bila penderita tidak inpartu :a. 1. Umur kehamilan < 37 minggu
Bila tanda dan gejala tidak memburuk, kehamilan dapat dipertahankan sampai aterm.
a. 2. Umur kehamilan ≥ 37 minggu1. Kehamilan dipertahankan sampai timbul onset partus2. Bila serviks matang pada tanggal taksiran persalinan dapat
dipertimbangkan untuk dilakukan induksi persalinan
2. Bila penderita sudah inpartu :Perjalanan persalinan dapat diikuti dengan Grafik Friedman atau Partograf WHO.
3. KonsultasiSelama dirawat di Rumah Sakit lakukan konsultasi kepada :1. Bagian penyakit mata2. Bagian penyakit jantung, dan3. Bagian lain atas indikasi
30
PREEKLAMSI BERAT
1. Definisi klinikPreeklamsi berat ialah preeklamsi dengan salah satu atau lebih gejala dan tanda dibawah ini :a. Desakan darah : pasien dalam keadaan istirahat desakan sistolik ≥
160 mmHg dan atau desakan diastolik ≥ 110 mmHgb. Proteinuria : ≥ 5 gr/ jumlah urin selama 24 jam. Atau dipstick : 4 +c. Oliguria : produksi urin < 400-500 cc/ 24 jamd. Kenaikan kreatinin serume. Edema paru dan sianosisf. Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen :
disebabkan teregangnya kapsula Glisoni. Nyeri dapat sebagai gejala awal ruptur hepar.
g. Gangguan otak dan visus : perubahan kesadaran, nyeri kepala, skotomata, dan pandangan kabur.
h. Gangguan fungsi hepar : peningkatan alanin atau aspartat amino transferase
i. Hemolisis mikroangiopatikj. Trombositopenia : < 100.000 cell/ mm3
k. Sindroma HELLP
2. Pembagian preeklamsi beratPreeklamsi berat dapat dibagi dalam beberapa kategori :a. Preeklamsi berat tanpa impending eklamsib. Preeklamsi berat dengan impending eklamsi, dengan gejala2 impending :
- nyeri kepala- mata kabur- mual dan muntah- nyeri epigastrium- nyeri kuadran kanan atas abdomen
3. Pemeriksaan laboratorium Lihat pemeriksaan laboratorium pada no. V.C. Tabel 2
4. Dasar pengelolaan preeklamsi beratPada kehamilan dengan penyulit apapun pada ibunya, dilakukan pengelolaan dasar sebagai berikut :a. Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya : yaitu terapi
medikamentosa dengan pemberian obat2an untuk penyulitnyab. Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya :
yang tergantung pada umur kehamilan.Sikap terhadap kehamilannya dibagi 2, yaitu :b. 1. Ekspektatif ; konservatif : bila umur kehamilan < 37 minggu, artinya :
kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberikan terapi medikamentosa
b. 2. Aktif, agresif ; bila umur kehamilan ≥ 37 minggu, artinya kehamilan dikahiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.
5. a. Pemberian terapi medikamentosaa. Segera masuk rumah sakitb. Tirah baring miring ke kiri secara intermitenc. Infus Ringer Laktat atau Ringer Dekstrose 5%d. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang.e. Pemberian MgSO4 dibagi :
- Loading dose (initial dose) : dosis awal- Maintenance dose : dosis lanjutan
Sumber Regimen Loading dose Maintenance dose
Dihentikan
1. Prichard, 1955 1957
Preeklamsi
Eklamsi
Intermitent intramuscularinjection
10 g IM
1)1g/menit
2)Kuadran atas sisi luar kedua bokong- 5g IM bokong kanan- 5g IM bokong kiri
3)mllidocaine
4)terjadi Setelah 15 menit, beri : 2g
20% IV : 1 g/menit Obese : 4g iv
Pakailah jarum 3-inci, 20
gauge
5g 50% tiap 4-6 jamBergantian salah satu bokong
5g 50% tiap 4-6 jamBergantian salah satu bokong(10 g MgSO4
IM dalam 2-3 jam dicapai kadar plasma3, 5-6 mEq/l
24 jam pasca persalinan
2. Zuspan, 1966
Preeklamsi berat
Continous IntravenousInjection
Tidak ada
4-6 g IV / 5-10 minute
1 g/jam IV
1 g/jam IV
Eklamsi
3. Sibai, 1984
Preeklamsi - eklamsi
Continous IntravenousInjection
4-6 g 20% IV dilarutkan dalam100 ml/D5 / 15-20 menit
1) Dimulai 2g/jam IV dalam 10g 1000 cc D5 ; 100 cc/jam2) Ukur kadar Mg setiap 4-6 jam3) Tetesan infus disesuaikan untuk mencapai maintain dose 4-6 mEq/l(4,8-9,6 mg/dL)
24 jam pascasalin
4. Magpie
TrialColaborativeGroup, 2002
Sama dengan Pritchard regimen
1) 4g 50% dilarutkan dalam normalSaline IV / 10-15 menit2) 10 g 50% IM:
- 5g IM bokong kanan- 5g IM bokong kiri
1) 1g/jam/IV dalam 24 jam atau2) 5g IM/4 jam dalam 24 jam
Syarat pemberian MgSO4. 7H2O 1. Refleks patella normal2. Respirasi > 16 menit3. Produksi urine dalam 4 jam sebelumnya > 100 cc ; 0,5 cc/kg BB/jam4. Siapkan ampul Kalsium Glukonat 10% dalam 10 cc
AntidotumBila timbul gejala dan tanda intoksikasi MgSO4. 7H2O , maka diberikan injeksi Kalsium Glukonat 10% dalam 10 cc dalam 3 menit
Refrakter terhadap MgSO4. 7H2O, dapat diberikan salah satu regimen dibawah ini :1. 100 mg IV sodium thiopental2. 10 mg IV diazepam3. 250 mg IV sodium amobarbital4. phenytoin : a. dosis awal 1000 mg IV
b. 16,7 mg/menit/1 jamc. 500 g oral setelah 10 jam dosis awal dalam 14 jam
35
f. Anti hipertensiDiberikan : bila tensi ≥ 180/110 atau MAP ≥ 126Jenis obat : Nifedipine : 10-20 mg oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam.
Nifedipine tidak dibenarkan diberikan dibawah mukosa lidah (sub lingual) karena absorbsi yang terbaik adalah melalui saluran pencernaan makanan.
Desakan darah diturunkan secara bertahap :1. Penurunan awal 25% dari desakan sistolik2. Desakan darah diturunkan mencapai : 3. - < 160/105 - MAP < 125
Nicardipine-HCl : 10 mg dalam 100 atau 250 cc NaCl/RL diberikan secara IV selama 5 menit, bila gagal dalam 1 jam dapat diulang dengan dosis 12,5 mg selama 5 menit. Bila masih gagal dalam 1 jam, bisa diulangi sekali lagi dengan dosis 15 mg selama 5 menit
g. DiuretikumDiuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin, karena :
1. Memperberat penurunan perfusi plasenta2. Memperberat hipovolemia3. Meningkatkan hemokonsentrasi
Diuretikum yang diberikan hanya atas indikasi :1. Edema paru2. Payah jantung kongestif3. Edema anasarka
h. DietDiet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori yang berlebih
5.b Sikap terhadap kehamilannyaPerawatan Konservatif ; ekspektatif
a. Tujuan :1) Mempertahankan kehamilan, sehingga mencapai umur kehamilan yang
memenuhi syarat janin dapat dilahirkan2) Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi
keselamatan ibu
b. Indikasi : Kehamilan 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda dan gejala-gejala impending eklamsi.
c.Terapi Medikamentosa :1) Lihat terapi medikamentosa seperti di atas. : no. VI. 5.a2) Bila penderita sudah kembali menjadi preeklamsi ringan, maka masih
dirawat 2-3 hari lagi, baru diizinkan pulang.3) Pemberian MgSO4 sama seperti pemberian MgSO4 seperti tersebut di
atas nomor VI. 5.a Tabel 3, hanya tidak diberikan loading dose intravena, tetapi cukup intramuskuler
4) Pemberian glukokortikoid diberikan pada umur kehamilan 32-34 minggu selama 48 jam.
d. Perawatan di Rumah Sakit 1) Pemeriksaan dan monitoring tiap hari terhadap gejala klinik sebagai
berikut :- Nyeri kepala- Penglihatan kabur- Nyeri perut kuadran kanan atas- Nyeri epigastrium- Kenaikan berat badan dengan cepat
2) Menimbang berat badan pada waktu masuk Rumah Sakit dan diikuti tiap hari.
3) Mengukur proteinuria ketika masuk Rumah Sakit dan diulangi tiap 2 hari.
4) Pengukuran desakan darah sesuai standar yang telah ditentukan.5) Pemeriksaan laboratorium sesuai ketentuan di atas nomor V. C Tabel 26) Pemeriksaan USG sesuai standar di atas, khususnya pemeriksaan :
a. Ukuran biometrik janin b. Volume air ketuban
e.Penderita boleh dipulangkan :Bila penderita telah bebas dari gejala-gejala preeklamsi berat, masih tetap dirawat 3 hari lagi baru diizinkan pulang.
f. Cara persalinan :1) Bila penderita tidak inpartu, kehamilan dipertahankan sampai kehamilan
aterm2) Bila penderita inpartu, perjalanan persalinan diikuti seperti lazimnya
(misalnya dengan grafik Friedman)3) Bila penderita inpartu, maka persalinan diutamakan pervaginam, kecuali
bila ada indikasi untuk seksio sesaria.
6. Perawatan aktif ; agresif a. Tujuan : Terminasi kehamilan b. Indikasi :
1) Indikasi Ibu :a. Kegagalan terapi medikamentosa :
1. Setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa, terjadi kenaikan darah yang persisten.
2. Setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan medikamentosa terjadi kenaikan darah desakan darah yang persisten.
b. Tanda dan gejala impending eklamsic. Gangguan fungsi hepard. Gangguan fungsi ginjale. Dicurigai terjadi solution placentaf. Timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, pendarahan.
i. Indikasi Janin :
1. Umur kehamilan ≥ 37 minggu2. IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USG3. NST nonreaktiv dan profil biofisik abnormal4. Timbulnya oligohidramnion
ii. Indikasi Laboratorium :Thrombositopenia progesif, yang menjurus ke sindroma HELLP
a. Terapi Medikamentosa : Lihat terapi medikamentosa di atas : nomor VI. 5.a.b. Cara Persalinan : Sedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginamc. Penderita belum inpartu
a. Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop ≥ 8Bila perlu dilakukan pematngan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II dalam waktu 24 jam. Bila tidak, induksi persalinan dianggap gagal, dan harus disusul dengan seksio sesarea
b. Indikasi seksio sesarea:1. Tidak ada indikasi untuk persalinan pervaginam2. Induksi persalinan gagal3. Terjadi gawat janin4. Bila umur kehamilan < 33 minggu
d. Bila penderita sudah inpartu1. Perjalanan persalinan diikuti dengan grafik Friedman2. Memperpendek kala II
3. Seksio sesarea dilakukan apabila terdapat kegawatan ibu dan gawat janin
4. Primigravida direkomendasikan pembedahan cesar5. Anestesia : regional anestesia, epidural anestesia. Tidak diajurkan
anesthesia umum .7. Penyulit ibu
a. Sistem syaraf pusatPerdarahan intrakranialTrombosis vena sentralHipertensi ensefalopatiEdema serebriEdema retinaMacular atau retina detachmentKebutaan korteks retina
b. Gastrointestinal-hepatikSubkapsular hematoma heparRuptur kapsul hepar
c. GinjalGagal ginjal akutNekrosis tubular akut
d. HematologikDICTrombositopeni
e. KardiopulmonerEdema paru : kardiogenik atau non kardiogenikDepresi atau gagal pernafasanGagal jantungIskemi miokardium
f. Lain-lainAsites
. Penyakit janinIUGRSolutio plasenta
IUFDKematian neonatalPenyulit akibat prematuritasCerebral palsy
9. Konsultasia. Obgin : fetomaternal, Anestiologi, Nenotalogib. Tergantung situasi klinis, dilakukan konsultasi ke bagian: Critical
Care, Neurologi, Nefrologi, Patologi Klinik.
c. EKLAMSI
1. Definisi Klinik Eklamsi ialah preeklamsi yang disertai dengan kejang tonik-klonik disusul dengan
koma.
2. Pengelolaan Eklamsi Dasar-dasar pengelolaan eklamsia.Terapi supportiv untuk stabilisasi pada ibub.Selalu diingit ABC (Airway, Breathing, Circulation).c.Pastikan jalan nafas atas tetap terbukad.Mengatasi dan mencegah kejange.Koreksi hipoksemia dan asidemia f.Mengatasi dan mencegah penyulit, khususnya hipertensi krisis
g. Melahirkan janin pada saat yang tepat dengan cara persalinan yang tepat
10. Terapi MedikamentosaLihat terapi medikamentosa pada preeklamsi berat : nomor VI. 5.a
11. Perawatan kejanga. Tempatkan penderita di ruang isolasi atau ruang khusus dengan lampu terang
(tidak diperkenalkan ditempatkan di ruangan gelap, sebab bila terjadi sianosis tidak dapat diketahui)
b. Tempat tidur penderita harus cukup lebar, dapat diubah dalam posisi trendelenburg, dan posisi kepala lebih tinggi
c. Rendahkan kepala ke bawah : diaspirasi lendir dalam orofaring guna mencegah aspirasi pneumonia
d. Sisipkan spatel-lidah antara lidah dan gigi rahang atase. Fiksasi badan harus kendor agar waktu kejang tidak terjadi frakturf. Rail tempat tidur harus dipasang dan terkunci dengan kuat
12. Perawatan komaa. Derajat kedalaman koma diukur dengan “Glasgow-Coma Scale”b. Usahakan jalan nafas atas tetap terbukac. Hindari dekubitusd. Perhatikan nutrisi
13. Perawatan khusus yang harus berkonsultasi dengan bagian lain Konsultasi ke bagian lain perlu dilakukan bila terjadi penyulit sebagai berikut :
a. Edema parub. Oliguria renalc. Diperlukannya kateterisasi arteri pulmonalis
14. Pengelolaan eklamsia. Sikap dasar pengelolaan eklamsi : semua kehamilan dengan eklamsi
harus diakhiri (diterminasi) tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Berarti sikap terhadap kehamilannya adalah aktif.
b. Saat pengakhiran kehamilan, ialah bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan) hemodinamika dan metabolisme ibu.
c. Stabilisasi dicapai selambat-lambatnya dalam : 4-8 jam, setelah salah satu atau lebih keadaan seperti dibawah ini, yaitu setelah :
1). Pemberian obat anti kejang terakhir2). Kejang terakhir3). Pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir4). Penderita mulai sadar (dapat dinilai dari Glasgow-Coma-Scale yang
meningkat)
15. Cara persalinanBila sudah diputuskan untuk melakukan tindakan aktif terhadap kehamilannya, maka dipilih cara persalinan yang memenuhi syarat pada saat tersebut.
42
43
16. Perawatan pasca persalinan a. Tetap di monitor tanda vitalb. Pemeriksaan laboratorium lengkap 24 jam pasca persalinan
B. HIPERTENSI KRONIK DALAM KEHAMILAN
1. Definisi klinikHipertensi kronik dalam kehamilan ialah hipertensi yang didapatkan sebelum kehamilan atau sebelum umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi tidak menghilang setelah 12 minggu pasca persalinan.
2. Etiologi hipertensi kronik dalam kehamilanEtiologi hipertensi kronik dapat dibagi menjadi :
a. Primer ( idiopatik ) : 90%b. Sekunder : 10% yang berhubungan dengan penyakit ginjal, penyakit endokrin (
diabetes mellitus ), penyakit hipertensi dan vaskuler.
3. Diagnosisa. Berdasarkan risiko yang mungkin timbul, maka hipertensi kronik dibagi :
1. Risiko rendah : hipertensi ringan tanpa disertai kerusakan organ
2. Risiko tinggi : hipertensi berat atau hipertensi ringan disertai dengan perubahan patologis, klinis maupun biologis, sebagai tanda kerusakan organ.
b. Kriteria risiko tinggi pada hipertensi kronik dalam kehamilan:1. Hipertensi berat :
- desakan sistolik ≥ 160 mmHg dan / atau- desakan diastolic ≥ 110 mmHg, sebelum 20 minggu kehamilan
2. Hipertensi ringan < 20 minggu kehamilan dengan- pernah preeklamsi- umur ibu > 40 tahun- hipertensi ≥ 4 tahun- adanya kelainan ginjal- adanya diabetes mellitus (klas B – klas F)- kardiomiopati- meminumi obat anti hipertensi sebelum hamil
4. Klasifikasi hipertensi kronik
Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)Normal < 120 < 80Preehipertensi 120 – 139 80 - 89Hipertensi Stadium I 140 – 159 90 - 99Hipertensi Stadium II ≥ 160 ≥ 110
(The 7th Report of the Joint National Committee (JNC 7)MIMs Cardiovascular Guide th. 2003 – 2004)
5. Pengelolaan hipertensi kronik dalam kehamilanTujuan pengobatan hipertensi kronik dalam kehamilan ialaha. Menekan risiko pada ibu terhadap kenaikan desakan darahb. Menghindari pemberian obat-obat yang membahayakan janin
6. Pemeriksaan Laboratoriuma. Pemeriksaan (test) klinik spesialistik :
- ECG- Echocardiografi- Ophtalmologi- USG ginjal
b. Pemeriksaan (test) laboratorium- Fungsi ginjal : - kreatinin serum, BUN serum, asam urat,
proteinuria 24 jam- Fungsi hepar- Hematologik : - Hb, hematokrit, trombosit
7. Pemeriksaan Kesejahteraan Janina. Ultrasonografi :b. Hipertensi kronik dalam kehamilan dengan penyulit kardiovaskuler atau penyakit
ginjal perlu mendapat perhatian khusus.
8. Pengobatan MedikamentosaIndikasi pemberian antihipertensi adalah :a. Risiko rendah hipertensi :ii. Ibu sehat dengan desakan diastolik menetap ≥ 100 mmHg
iii. Dengan disfungsi organ dan desakan diastolik ≥ 90 mmHgb. Obat antihipertensi :
1) Pilihan pertama : Methyldopa : 0,5 – 3,0 g/hari, dibagi dalam 2-3 dosis.2) Pilihan kedua : Nifedipine : 30 – 120 g/hari, dalam slow-release tablet
(Nifedipine harus diberikan per oral)
9. Pengelolaan terhadap Kehamilannyaa. Sikap terhadap kehamilannya pada hipertensi kronik ringan : konservatif yaitu
dilahirkan sedapat mungkin pervaginam pada kehamilan aterm
b. Sikap terhadap kehamilan pada hipertensi kronik berat : Aktif, yaitu segera kehamilan diakhiri (diterminasi)
c. Anestesi : regional anestesi.
10. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsiPengelolaan hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsi sama dengan pengelolaan preeklamsi berat.
C.SINDROMA HELLP
A. Definisi klinikSindroma HELLP ialah preeklamsi-eklamsi dengan adanya hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar, dan trombositopeniaH : HemolysisEL : Elevated Liver EnzymLP : Low Platelets Count
B. Diagnosis 1.Tanda dan gejala yang tidak khas :
1. Mual2. Muntah3. Nyeri kepala4. Malaise5. Kelemahan
(semuanya ini mirip tanda dan gejala infeksi virus)2.Tanda dan gejala preeklamsi 1. .Hipertensi 2.Proteinuria 3.Nyeri epigastrium 4.Edema 5.Kenaikan asam uratTanda-tanda hemolisis intravascular1.Kenaikan LDH, AST dan bilirubin indirect2.Penurunan haptoglobine3.Apusan tepi : fragmentasi eritrosit4.Kenaikan urobilinogen dalam urineTanda kerusakan / disfungsi sel hematocyte hepar1.Kenaikan ALT, AST, LDH2.Trombositopeni3.Trombosit ≥ 150.000/ml4.Semua wanita hamil dengan keluhan nyeri pada kuadran atas abdomen, tanpa memandang ada tidaknya tanda dan gejala preeklamsi harus dipertimbangkan sindroma HELLP.
C. Klasifikasi
48
Klasifikasi MissisippiKlas I : Thrombosit ≤ 50.000/ml
Serum LDH ≥ 600.000 IU/l AST dan / atau ALT ≥ 40 IU /l
Klas II : Thrombosit > 50.000/ml sampai ≤ 100.000/ml Serum LDH ≥ 600.000 IU/l AST dan / atau ALT ≥ 40 IU/l
Klas III : Thrombosit > 100.000/ml sampai ≤ 15.000/ml Serum LDH ≥ 600.000 IU/l AST dan / atau ALT ≥ 40 IU/l
Klasifikasi TennesseKlas Lengkap
Thrombosit < 100.000/ml Serum LDH ≥ 600.000 IU/l AST ≥ 70 IU/l
Klas tidak lengkapBila ditemukan hanya satu atau dua tanda-tanda di atas.
D. Diagnosis banding preeklamsi – sindroma HELLP1. Trombotik angiopati2. Kelainan konsmtiv fibrinogen
Misalnya : - acute fatty liver of pregnancy- hipovolemia berat/perdarahan berat- sepsis
3. kelainan jaringan ikat : SLE4. Penyakit ginjal primer
E. Terapi Medikamentosa1. Mengikuti terapi medikamentosa : preeklamsi – eklamsi2. Pemeriksaan laboratorium untuk trombosit dan LDH tiap 12 jam3. Bila trombosit < 50.000/ml atau adanya tanda koagulopati konsumtif, maka harus
diperiksa :- Waktu protrombine- Waktu tromboplastine partial- Fibrinogen
4. Pemberian “Dexamethasone rescue”a. Antepartum : diberikan “double strength dexamethasone” (double dose)
Jika didapatkan :1) Trombosit < 100.000/cc atau2) Trombosit 100.000 – 150.000/cc dan
denganEklamsi Hipertensi beratNyeri epigastrium “Gejala Fulminant”, maka diberikan dexametasone 10 mg IV tiap 12 jam
5. Dapat dipertimbangkan pemberian :
49
1. Tranfusi trombosit :Bila trombosit < 50.000/cc
2. Antioksidan
F. Sikap : pengelolaan obstetrikSikap terhadap kehamilan pada sindroma HELLP ialah aktif, yaitu kehamilan diakhiri ( terminasi ) tanpa memandang umur kehamilan. Persalinan dapat dilakukan pervaginam atau perabdominam.
IX. Penjelasan-penjelasan sesuai dengan nilai-nilai evidens nya
i. Hipertensi, ialah timbulnya desakan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan diastolik ≥ 90 mmHg, diukur dua kali selang 4 jam setelah penderita istirahat.
Kenaikan sistolik/diastolik 30 mmHg/15 mmHg tidak dipakai lagi sebagai kriteria hipertensi, karena kadar proteinuria berkorelasi dengan harga nominal desakan darah.
ii. Proteinuria : a. adanya protein ≥ 30mg /per liter dari urine tengah, acak.
b. adanya protein ≥ 300 mg dalam 24 jam produksi urine. c. dengan memakai “dipstick”
iii. Edema tungkai tidak dipakai lagi sebagai kriteria hipertensi dalam kehamilan, kecuali edema anasarka.
iv. Magnesium sulfat digunakan untuk mencegah dan mengobati kejang pada preeclampsia berat dan eklampsia (level A)
v. Sebaiknya menggunakan analgesia/anastesia regional atau neuroaksial pada preeclampsia, karena efektifitas dan keamanannya pada preeclampsia yang tidak disertai dengan koagulopati (level A)
vi. Aspirin dosis rendah tidak menunjukkan manfaat dalam mencegah preeclampsia pada risiko rendah, oleh karena itu tidak direkomendasikan (level A)
vii. Suplemen kalsium harian tidak mencegah preeclampsia, tidak direkomendasikan (level A)
viii. Penatalaksanaan preeclampsia berat yang masih jauh dari aterm sebaiknya ditangani pada pelayanan tersier dengan spesialis obstetric yang competen terhadap penatalaksanaan kehamilan risiko tinggi (level B)
ix. Praktisi harus waspada terhadap hasil laboratorium yang berguna untuk penatalaksanaan preeclampsia, saat ini tidak ada tes prediktif untuk preeclampsia (level B)
x. Monitoring hemodinamik invasive harus dipertimbangkan pada preeclampsia yang disertai dengan kelainan jantung, ginjal, hipertensi refrakter, odem paru atau oligouri (level B)
xi. Seorang wanita harus dicurigai menderita preeclampsia berat jika didapatkan tekanan darah sistolik 160 mmHg atau lebih atau diastolic 110
16
mmHg atau lebih pada dua kali pemeriksaan selang 6 jam dalam keadaan istirahat, proteinuria 5 g atau lebih dalam pemeriksaan urin 24 jam atau +3 pada sampel urin acak, oligouria kurang dari 500 cc dalam 24 jam, gangguan visual atau serebral, odem paru atau sianosis, nyeri epigastrium, peningkatan enzim liver, trombositopenia, atau PJT (level C)
xii. Penatalaksanaan konservatif dipertimbangakn pada preeclampsia ringan yang masih belum aterm (level C)
xiii. Terapi anti hipertensi (hidralazine atau labetolol) digunakan untuk mengatasi tekanan darah jika diastolic 105-110 mm Hg atau lebi (level C)
X. Isu-isu yang terkait dengan Pedoman
XI. Standar Audit
A. STANDARISASI1. Pengukuran desakan darah
a. Alat yang dipakai1.) Mercury sphygmomanometer2.) Aneroid sphygmomanometer3.) Electronic sphygmomanometer
b. Cara pengukuran desakan darah1.) Postur
a) Pasien sebaiknya dalam posisi duduk di kursi dengan punggung bersandar pada sandaran kursi, lengan yang akan diukur desakan darahnya, diletakkan setinggi jantung dan bila perlu lengan diberi penyangga.
b) Lengan atas harus dibebaskan dari baju yang terlalu ketat melingkari lengan atas.
c) Pada wanita hamil bila tidak memungkinkan duduk, dapat miring kearah kiri.
2.) Pasien dalam waktu 30 menit sebelumnya tidak boleh minum kopi dan obat dan tidak minum obat-obat stimulant adrenergik
3.) Alat yang dipakaia) Ukuran “cuff”
1. “Bladder cuff” harus melingkari sekurang-kurangnya 80% dari lingkaran lengan atas dan menutupi 2/3 lengan atas.
2. Pipa karet yang menghubungkan cuff dapat diarahkan ke atas atau ke bawah, tetapi untuk tidak mengganggu meletakkan stethoscope sebaiknya pipa karet diarahkan ke atas.
b) ManometerManometer harus sudah dikalibrasi baik dari manometer mercury, aneroid ataupun elektronik.Kolom mercury harus dalam posisi vertikal
c) StethoscopeTentukan denyut nadi arteri brakhialis pada fossa antecubity, kemudian letakkan bell stethoscope diatasnya
4.) Teknik pengukurana) Cuff dipompa secara cepat sampai
melampaui 20-30 mmHg diatas saat hilangnya denyut arteri brakhialis dengan palpasi.
b) Pompa dibuka untuk menurunkan mercury dengan kecepatan 2 -3 mmHg/ detik (0,25-0,40 kPa/ detik)
c) Tentukan desakan sistolik dengan terdengarnya suara pertama (Korotkoff I) dan tentukan desakan diastolik pada waktu hilangnya denyut arteri brakhialis (Korotkoff V)
d) Bila hilangnya suara tidak dapat diidentifikasi, maka desakan diastolik ditentukan pada waktu “muffling of sounds”
5.) Arti posisi duduk dan berbaring waktu pengukuran desakan darahPengukuran desakan darah, dengan posisi duduk, sangat praktis, untuk skreening.Pengukuran desakan darah dengan posisi berbaring, lebih memberikan hasil yang bermakna, khususnya untuk melihat hasil terapi.
6.) Pengukuran desakan darah diulangi lagi setelah 4 jam dengan cara yang sama.
2. Pengukuran kadar proteinuriaa. Pengukuran proteinuria secara Esbach
Proteinuria ialah adanya protein ≥ 300 mg dari 24 jam jumlah urine (diukur dengan metode Esbach)Ini setara dengan kadar proteinuria ≥ 30 mg/dL (= 1+dipstick) dari urine acak tengah yang tidak menunjukkan tanda2 infeksi saluran kencing.
b. Pengukuran proteinuria dengan dipstick 1 + = 0,3 – 0,45 g/L (95% + nilai prediktif untuk preeklamsi berat)2 + = 0,45 – 1 g/L3 + = 1 – 3 g/L (36% + nilai prediktif untuk preeklamsi berat) 4 + = > 3 g/L (36% + nilai prediktif untuk preeklamsi berat)Negatif/ trace = (34% - nilai prediktif)
CARA MENEGAKKAN DIAGNOSIS
4. Riwayat penyakitDilakukan anamesis pada pasien/ keluarganyag. Adanya gejala-gejala : nyeri kepala, gangguan visus, rasa panas dimuka, dyspneu,
nyeri dada, mual muntah, kejang.h. Penyakit terdahulu : adanya hipertensi dalam kehamilan, penyulit pada pemakaian
kontrasepsi hormonal, penyakit ginjal, dan infeksi saluran kencing.i. Riwayat penyakit keluarga : ditanyakan riwayat kehamilan dan penyulitnya pada
ibu dan saudara perempuannya.j. Riwayat gaya hidup : keadaan lingkungan sosial, apakah merokok dan minum
alkohol.
18
5. Pemeriksaan fisikk. Kardiovaskuler : evaluasi desakan darah, suara jantung,
pulsasi periferl. Paru : auskultasi paru untuk mendiagnosis edema parum. Abdomen : palpasi untuk menentukan adanya nyeri pada heparn. Refleks : adanya klonuso. Fundoskopi : untuk menentukan adanya retinopati grade I-III
6. Pada pelayanan kesehatan primerDokter umum dan bidan dapat melakukan pemeriksaan diagnostik dasar;p. Pengukuran desakan darah dengan cara yang standarq. Mengukur proteinuriar. Menentukan edema anasarkas. Menentukan tinggi fundus uteri untuk mendeteksi dini IUGRt. Pemeriksaan funduskopi.
XII. Manajemen risiko/medikolegal/pitt-fall
Test diagnostik Penjelasan
1
2
3
4
5
6
7
Hemoglobin dan hematokrit
Morfologi sel darah merah pada apusan darah tepi
Trombosit
Kreatinin serumAsam urat serumNitrogen urea darah (BUN)
Transaminase serum
Lactit acid dehydrogenase
Albumin serum, dan faktor koagulasi
Peningkatan hemoglobin dan hematokrit bererti :1. Adanya homokonsntrasi, yang mendukung
diagnosis preeklamsi2. Menggambarkan beratnya hipovolemia3. Nilai ini akan menurun bila terjadi hemolisis
Untuk menentukan :a. Adanya mikroangiopatik hemolitik anemiab. Morfologi abnormal eritrosit :
schizocytosis dan spherocytosis
Trombositopeni menggambarkan preeklamsi berat
Peningkatannya menggambarkan :a. Beratnya hipovolemiab. Tanda menurunnya aliran darah ke ginjal c. Oliguriad. Tanda preeklamsi berat
Peningkatan transaminase serum menggambarkan preeklamsi berat dengan gangguan fungsi hepar
Menggambarkan adanya hemolisis
Menggambarkan kebocoran endothel, dan kemungkinan koagulopati
1. Manajemen risiko
Kegagalan mengenali sudah terjadi preeklampsia berat dan langsung terjadi eklampsia
Kegagalan mengetahui terjadinya IUGR dan bahkan terjadi IUFD pada umur kehamilan >
28 minggu
Terapi yang kurang adekuat
Jadual revisi yang akan datang ( tiap tahun, atau tiap 3 tahun, atau tiap 5 tahun ) Setiap 3
tahun oleh pengurus HKFM yang baru
XIII. Kepustakaan
g. Baker PN., Kingdom J., “Preecclampsia” Current Perpectives on Management. The Parthenon Publishing Group, New York, USA, 2004 page 133-143.
h. Barton JR., Sibai BM, Acute Life-Threatening Emergencies in Preeclampsia-Eclampsia in Pitkin RM., Scott JR., “Clinical Obstetrics and Gynaecologyy”, JB Lippincott Company, June 1992; 35 : 2. page 402-412.
i. Birkenharger WH, Reid JL, Rubin P.C. Handbook of Hypertension “Hypertension in Pregnancy” vol 10. Elsevier, Amsterdam-New York, 1988.
j. Bolte A. “Monitoring and Medical Treatment of Severe Preeklamsi”, Pharmacia and Upjohn, Organon Nederland, 2000.
k. Brown MA. Diagnosis and Classification of Preeklamsi and Other Hypertensive Disoders of Pregnancy in Belfort MA, Thornton S, Saade GR. “Hypertension in Pregnancy” Marcel Dekker, Inc. New York, 2003, page 1-14.
l. Chapter 14: Complications of Preeclampsia in Clark SL, Cotton D, et al. “Critical Care Obstetrics” third edition, Blackwell Science, USA, 1977. page 251-278.
m. Chkheidze.A.R. “Standards in prevention, classification and sonography” in Standards in Gestosis : Consensus conference. Ed. Zichella, A. Vizzone, Organisation Gestosis-press 1992.
n. Chronic Hyperetension in Pregnancy; ACOG Practise Bulletin; number 29, July 2001.
o. Churcill D. Beevers DG. Definitions and Classification Systems of the Hypertensive Disoders in Pregnancy in Churchill D, Beevers DG. “Hyperetension in Pregnancy”. BMJ Books, London, 1999.
p. Cunningham FG., Leveno KJ. Management of Preeclampsia in Marshall D, Lindheimer, Robert MJ, Cunningham G. Chesley’s “Hypertensive Disoders in Pregnancy” 2nd edition. Appleton & Lange, Stamford, Connecticut, USA, 1999. page : 543-580.
q. Cunningham FG., Gant N, et al. “William Obstetrics” 21st ed. McGraw-Hill, Medical Publishing Division, 2001; page 567-618.
r. Clark SL, Cotton D, et al. “Critical Care Obstetrics” third edition, Blackwell Science, USA, 1997, page 251-289.
s. Deeker GA, “Risk Factor for Preeclampsia” in Clinical Obstetrics and Gynecology, Vol 42;422, 1999.
t. Diagnosis and Management of Preeclampsia and Eclampsia; ACOG Practise Bulletin, number 33, January 2002.
u. Dieckmann; WJ “The Toxemias of Pregnancy” 2nd edition, St. Louis, The C.V. Mosby Co., 1952.
v. Do women with preeclampsia, and their babies, benefit from magnesium sulphate? The Magpie Trial: a randomized placebo-controlled trial, in “The Magpie trial Collaborative Group”, Lancet 2002; 359: 1877-90
w. Gant NF, Worley RJ. “Hypertension in Pregnancy” Concepts and Management, Appleton-Century-Crofts, New York, 1980, page : 107-165.
x. Ghulmiyah LM, Sibai BM. Gestasional hypertension-preeclampsia and eclampsia. In : Queenan JT, Spong CY, Lockwood CJ. Management of High-Risk Pregnancy An Evidence-Based Approach. Fifth Edition, 2007:271-9.
y. Gilstrap LC, Ramin SM. ACOG practice Bulletin no 33. Diagnosis and Management of Preeclampsia and Eclampsia, 2002:159-67
z. Hnat MD, Sibai BM. Severe Preeclampsia Remote from Term in Belfort MA, Thornton S, Saade GR. “Hypertension in Pregnancy”, Marcell Dekker, Inc. New York, 2003, page 85-110.
aa. Kaplan, N.M; Lieberman, E;”Kaplan’s Clinical Hypertension” Lippincot Williams & Wilkins USA, 2002, page 25-55.
bb. MacGillivray, Ian “Preeklamsi” The Hypertensive Disease of Pregnancy, W.B. Saunders Company Ltd, Philadelphia, Toronto, 1983.
cc. Magann EF., Martin JN. Jr. Twelve Steps to Optimal Management of HELLP Syndrome in Pitkin RM., Scott JR. “Clinical Obstetrics and Gynecology”. JB Lippincott Company, September 1999; 42: 3. page 532-550.
dd. Marsh MS, Ling FW. Contemporary Cninical “Gynecology Obstetrics”. The International Journal of Cntinuing Medical Education, September 2002. ISSN: 1471-8359; 2:3
ee. Marshall D, Lindheimer, Robert MJ, Cunningham G. Chesley’s “Hypertensive Disoders in Pregnancy” 2nd edtion. Appleton and Lange, Stamford, Connecticut, USA, 1999.
ff. Martin Jr., Magann EF., Isler CM., HELLP Syndrome: The Scope of Disease and the Treatment in Belfort MA, Thornton S, Saade GR. “Hypertension in Pregnancy” Marcel Dekker, Inc. New York, 2003, page 141-170
gg. Myers J., Hayman r. Definition and Classification in Baker PN., Kingdom J., “Preeclapmsia” Current Perpectives on Management. The Parhenon Publishing Group, New York, USA, 2004, page : 11-13.
hh. Norwitz ER., Robinson JR., Repke TJ., Prevention of Preeclampsia: Is It Possible? in Pitkin RM., Scott JR. “Clinical Obstetrics and Gynecology”. JB Lippincot Company, September 1999; 42:3. page 436-449.
ii. Odendaal, H.J. Severe preeklamsi eclampsia in Sibai, Baha M. “Hypertensive Disoders in Woman”. WB Saunders Company, USA, 2001.
jj. Page; E.W. “The Hypertensive Disoders of Pregnancy” Charles C Thomas Publisher, Springfield, Illionis, USA, 1953.
kk. Pitkin RM., Scott JR. “Clinical Obstetrics and Gynecology”. JB Lippincot Company, September 1999; 42:3
ll. Pitkin RM., Scott JR. “Clinical Obstetrics and Gynecology”. JB Lippincot Company, June 1992; 35:2
mm. “The Hypertensive Disoders of Pregnancy”. Report of a WHO Study Group WHO, Geneva, 1987
nn. “Report of the National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy”, National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy, Am.J,Ob.Gynecology; 183, S1, 2000
oo. Riedman C., Walker I., “Preeklamsi” The Fact. Oxford University Press, New York, 1992
pp. Satgas Gestosis POGI. “Panduan pengelolaan hypertensi dalam kehamilan di Indonesia” edisi 1985
qq. Sibai BM; “Diagnosis, Prevention and Management of Eclampsia”, Obstetrics & Gynecology, vol 105, number 2, February 2005, page 405-410.
rr. Working Group Report in High Blood Pressure in Pregnancy; National High Blood Pressure Education Program (NHBPEP), Reprinted August 1991.
top related