PROSEDUR PENAGIHAN PAJAK ATAS SURAT KETETAPAN PAJAK …
Post on 26-Oct-2021
16 Views
Preview:
Transcript
PROSEDUR PENAGIHAN PAJAK ATAS SURAT KETETAPAN PAJAK PADA
KPP PRATAMA KEMAYORAN TAHUN 2018
Delesa Aspiani1, Pebriana Arimbhi
2
1 Fakultas Ilmu Administrasi, Institut Ilmu Sosial Dan Manajemen STIAMI Jakarta
2 Ketua Program Studi Perpajakan, Institut Ilmu Sosial Dan Manajemen STIAMI Jakarta
delesa959@gmail.com
ABSTRACT
Taxes have an important role because taxes are the main source of state income. The tax
itself can be collected through the applicable system, namely the Self Assessment System
(SAS). The principle in the system is that Taxpayers (WP) are required to calculate,
calculate, pay for themselves, and report tax payable in accordance with the provisions of
tax laws and regulations, so that the amount of tax payable is entrusted to the WP itself
through a Notice he said.
In determining the amount of tax owed, WP disputes and tax officers often occur. The
dispute occurred because of differences in perceptions between taxpayers and tax officers
regarding a problem, such as regulations and interpretations of tax authorities for a fact,
and calculation or writing errors. This of course can be detrimental to state revenues.
Therefore, we need a procedure that can regulate the tax collection process itself. A tax
law that provides clear limits and sanctions in the tax collection process.
The burden of proof to declare that the tax owed in the SPT is incorrect to the tax
authorities (Directorate General of Taxes), the process of proof or evidence obtained can
come from an examination or other information. So if from the evidence it turns out the
amount of tax owed according to the WP as reported in the SPT is incorrect, then the tax
authorities determine the amount of tax owed accordingly in accordance with the
provisions of tax laws by issuing a Tax Assessment Letter.
SKP is issued for a tax period, part of the tax year, or tax year that is carried out by
research, examination, re-examination or examination of preliminary evidence. With the
issuance of this SKP, a Tax Collection Letter (STP) will be issued as a consequence of the
existence of underpayment tax so that the WP is obliged to pay the tax payable in full
along with the penalties.
Keywords: Procedure, Tax Assessment Letter, Tax Collection Letter
Halaman 105 Jurnal Ekbank Volume 2 Nomor 2 Desember 2019
ABSTRAK
Pajak mempunyai peranan penting karena pajak merupakan sumber utama pendapatan
negara. Pajak itu sendiri nantinya dapat dipungut melalui sistem yang berlaku, yakni Self
Assesment System (SAS). Prinsip dalam sistem tersebut adalah bahwa Wajib Pajak (WP)
diwajibkan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar sendiri, dan melaporkan
pajak yang terutang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga
penentuan besarnya pajak yang terutang dipercayakan kepada WP sendiri melalui Surat
Pemberitahuan (SPT) yang disampaikannya.
Di dalam menentukan besarnya pajak yang terutang sering terjadi perselisihan WP dan
petugas pajak. Perselisihan tersebut terjadi karena adanya perbedaan persepsi antara wajib
pajak dan petugas pajak mengenai suatu masalah, seperti peraturan dan penafsiran fiskus
atas suatu fakta, dan kesalahan hitung atau tulis. Hal ini tentu saja dapat merugikan
penerimaan negara. Oleh karena itu, diperlukan suatu tata cara yang bisa mengatur proses
pemungutan pajak itu sendiri. Suatu hukum pajak yang memberikan batasan-batasan dan
sanksi yang jelas dalam proses pemungutan pajak.
Beban pembuktian untuk menyatakan bahwa pajak yang terutang dalam SPT adalah tidak
benar berada pada pihak fiskus (Direktorat Jenderal Pajak), Proses pembuktian atau bukti
yang diperoleh dapat berasal dari pemeriksaan atau adanya keterangan lain. Maka apabila
dari bukti tersebut ternyata jumlah pajak yang terutang menurut WP sebagaimana
dilaporkan dalam SPT tidak benar, maka fiskus menetapkan jumlah pajak yang terutang
sebagaimana mestinya sesuai dengan ketentuan perundang-undang perpajakan dengan
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak.
SKP diterbitkan untuk suatu masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak yang
dilakukan penelitian, pemeriksaan, pemeriksaan ulang atau pemeriksaan bukti permulaan.
Dengan diterbitkannya SKP ini, maka akan terbit Surat Tagihan Pajak (STP) sebagai
bentuk konsekuensi adanya pajak yang kurang bayar sehingga WP diwajibkan
melaksanakan pelunasan pajak terutang beserta sanksinya.
Kata Kunci : Prosedur, Surat Ketetapan Pajak, Surat Penagihan Pajak
Halaman 106 Jurnal Ekbank Volume 2 Nomor 2 Desember 2019
LATAR BELAKANG
Kelangsungan hidup negara juga berarti
kelangsungan hidup masyarakat. Dengan demikian,
negara diharapkan memiliki penghasilan yang cukup
dalam membiayai kepentingan umum yang akhirnya
juga mencakup kepentingan individu seperti
kesehatan masyarakat, pendidikan, kesejahteraan dan
lain-lain. Oleh karena itu, pemerintah harus
menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) yang ideal dengan cara menggerakkan semua
potensi dari berbagai sektor dalam memenuhi
penerimaan dana yang maksimal. Salah satu sektor
tersebut ialah pajak.
Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara
yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan negara baik secara
tidak langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
sebagaimana yang tertulis dalam Undang-Undang
Nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan umum dan
Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 ayat 1.
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa
pungutan pajak pada awalnya merupakan beban yang
mengurangi penghasilan atau kekayaan individu
tetapi kemudian dikembalikan lagi kepada rakyat,
melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan
pengeluaran pembangunan yang bermanfaat bagi
seluruh masyarakat, baik yang membayar maupun
tidak. Penerimaan negara dari perpajakan selalu
menjadi penyumbang terbesar dan meningkat setiap
tahunnya seperti pada APBN tahun 2017 yang
berkontribusi mencapai 85,6% dari total pendapatan
negara. Dengan demikian, kita sebagai warga negara
yang baik harus patuh terhadap undang-undang yang
berlaku untuk wajib bekerjasama dengan pemerintah
dalam mencapai target penerimaan negara. Hal
tersebut dapat dipenuhi dengan membayar pajak.
Pajak itu sendiri nantinya dapat dipungut melalui
sistem yang berlaku yakni Self Assesment System
(SAS). Prinsip dalam sistem tersebut adalah bahwa
Wajib Pajak (WP) diwajibkan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar sendiri, dan
melaporkan pajak yang terutang sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga
penentuan besarnya pajak yang terutang dipercayakan
kepada WP sendiri melalui Surat Pemberitahuan
(SPT) yang disampaikannya. Dengan demikian sistem
perpajakan terus disempurnakan, pemungutan pajak
diintensifkan, dan aparat perpajakan/pengelola juga
harus makin mampu dan bersih sehingga dapat
mewujudkan peran yang besar dalam pembangunan
nasional (Windiarti & Sofyan, 2018).
Di dalam menentukan besarnya pajak yang
terutang sering terjadi perselisihan WP dan petugas
pajak. Perselisihan tersebut terjadi karena adanya
perbedaan persepsi antara WP dan petugas pajak
mengenai suatu masalah, seperti peraturan dan
penafsiran fiskus atas suatu fakta, dan kesalahan
hitung atau tulis. Hal ini tentu saja dapat merugikan
penerimaan negara. Oleh karena itu, diperlukan suatu
tata cara yang bisa mengatur proses pemungutan
pajak itu sendiri. Suatu hukum pajak yang
memberikan batasan-batasan dan sanksi yang jelas
dalam proses pemungutan pajak. Beban pembuktian
untuk menyatakan bahwa pajak yang terutang dalam
SPT adalah tidak benar berada pada pihak fiskus
(Direktorat Jenderal Pajak), seperti yang tertulis
dalam Undang-Undang KUP Pasal 12 ayat 3. Proses
pembuktian atau bukti yang diperoleh dapat berasal
dari pemeriksaan atau adanya keterangan lain. Maka
apabila dari bukti tersebut ternyata jumlah pajak yang
terutang menurut WP sebagaimana dilaporkan dalam
SPT tidak benar, maka fiskus menetapkan jumlah
pajak yang terutang sebagaimana mestinya sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan
dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP).
SKP diterbitkan untuk suatu masa pajak, bagian tahun
pajak, atau tahun pajak yang dilakukan penelitian,
pemeriksaan, pemeriksaan ulang atau pemeriksaan
bukti permulaan. Dengan diterbitkannya SKP ini,
maka akan terbit Surat Tagihan Pajak (STP) sebagai
bentuk konsekuensi adanya pajak yang kurang bayar
sehingga WP diwajibkan melaksanakan pelunasan
pajak terutang beserta sanksinya.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana prosedur penagihan pajak atas Surat
Ketetapan Pajak pada KPP Pratama Kemayoran
Tahun 2018?
Halaman 107 Jurnal Ekbank Volume 2 Nomor 2 Desember 2019
2. Apa hambatan dalam pelaksanaan prosedur
penagihan pajak atas Surat Ketetapan Pajak pada
KPP Pratama Kemayoran Tahun 2018?
3. Apa solusi dari hambatan dalam pelaksanaan
prosedur penagihan pajak atas Surat Ketetapan
Pajak pada KPP Pratama Kemayoran Tahun
2018?
TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui prosedur penagihan pajak atas
Surat Ketetapan Pajak pada KPP Pratama
Kemayoran Tahun 2018.
2. Untuk mengetahui hambatan dalam pelaksanaan
prosedur penagihan pajak atas Surat Ketetapan
Pajak pada KPP Pratama Kemayoran Tahun
2018.
3. Untuk mengetahui solusi dari hambatan dalam
pelaksanaan prosedur penagihan pajak atas Surat
Ketetapan Pajak pada KPP Pratama Kemayoran
Tahun 2018.
KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS
Pengertian Prosedur
Prosedur adalah suatu urutan kegiatan
klerikal, yang dibuat untuk menjamin penanganan
secara seragam transaksi perusahaan yang terjadi
berulang-ulang (Mulyadi, 2016). Prosedur umumnya
mencakup kegiatan yang harus dilakukan, pada suatu
waktu atau periode tertentu atau dengan arah dan
tujuan tertentu, dan sebagainya. Prosedur adalah
kegiatan klerikal yang terdiri dari mencatat, menulis,
memberi kode, mendaftar, dan lain-lain (Sofyan,
2016).
Pajak
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat
dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib
membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan
tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat
ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum terkait dengan tugas
negara untuk menyelenggarakan pemerintahan
(Adriani, 2014). Dari definisi tersebut, dapat
disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur:
1. Iuran dari rakyat kepada negara. Yang berhak
memungut pajak hanyalah negara. Iuran
tersebut berupa uang (bukan barang).
2. Berdasarkan undang-undang. Pajak dipungut
berdasarkan atau dengan kekuatan undang-
undang serta dengan aturan pelaksanaannya.
3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari
negara yang secara langsung dapat ditunjuk.
Dalam pembayaran pajak tidak dapat
ditunjukkan adanya kontraprestasi individual
oleh pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga
negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang
bermanfaat bagi masyarakat luas.
Surat Ketetapan Pajak
Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang
meliputi (Mardiasmo, 2016):
1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Surat ketetapan pajak yang menentukan
besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit
pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok
pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah
pajak yang masih harus dibayar. Penerbitan
SKPKB apabila:
a. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau
keterangan lain pajak yang terutang tidak
atau kurang dibayar,
b. Surat Pemberitahuan tidak disampaikan
dalam jangka waktu yang telah ditentukan
dan setelah ditegur secara tertulis tidak
disampaikan pada waktunya sebagaimana
ditentukan dalam Surat Teguran,
c. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau
keterangan lain mengenai Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah ternyata tidak
seharusnya dikompensasikan selisih lebih
pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif
0% (nol persen),
d. Kewajiban menyelenggarakan pembukuan
atau pencatatan tidak dipenuhi sehingga
Halaman 108 Jurnal Ekbank Volume 2 Nomor 2 Desember 2019
tidak dapat diketahui besarnya pajak yang
terutang, dan
e. Kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor
Pokok Wajib Pajak dan atau dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak secara
jabatan SKPKB diterbitkan terhadap Wajib
Pajak yang berdasarkan hasil pemeriksaan
atau keterangan lain tidak memenuhi
kewajiban formal dan atau kewajiban
material. Keterangan lain tersebut adalah
data konkret yang diperoleh atau dimiliki
oleh Direktorat Jenderal Pajak, antara lain
hasil konfirmasi faktur pajak dan bukti
pemotongan Pajak Penghasilan.
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
(SKPKBT)
Surat ketetapan pajak yang menentukan
tambahan atas jumlah pajak yang telah
ditetapkan. Penerbitan SKPKBT apabila
ditemukan data baru yang mengakibatkan
penambahan jumlah pajak yang terutang setelah
dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka
penerbitan SKPKBT.
3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
Surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah
kelebihan pembayaran pajak karena jumlah
kredit pajak lebih besar daripada pajak yang
terutang atau seharusnya tidak terutang.
4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
Surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah
pokok pajak sama besarnya dengan jumlah
kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak
ada kredit pajak.
Penagihan Pajak
Dalam pelaksanaan penagihan pajak oleh
Direktorat Jenderal Pajak kepada Wajib Pajak atau
Penanggung Pajak sesuai ketentuan perundang-
undangan perpajakan maka tindakan yang dilakukan
terdiri dari:
1. Surat Teguran
Penagihan Pajak dilakukan Direktorat Jenderal
Pajak kepada Wajib Pajak dengan terlebih
dahulu Pejabat menerbitkan Surat Teguran
setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo
pelunasan utang pajak Wajib Pajak.
Penyampaian Surat Teguran dapat dilakukan
secara langsung, melalui pos, atau melalui
perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan
bukti pengiriman surat.
2. Penagihan Seketika dan Sekaligus
Tindakan Penagihan Seketika dan Sekaligus
dilakukan Direktorat Jenderal Pajak tanpa
menunggu tanggal jatuh tempo pemabayaran.
Tindakan ini dilakukan berdasarkan Surat
Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus
yang diterbitkan Pejabat apabila:
a. Penanggung Pajak akan meninggalkan
Indonesia untuk selama-lamanya atau
berniat untuk itu,
b. Penanggung Pajak memindahtangankan
barang yang dimiliki atau dikuasai dalam
rangka menghentikan atau mengecilkan
kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang
dilakukannya di Indonesia,
c. Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung
Pajak akan membubarkan badan usaha atau
menggabungkan usaha atau memekarkan
usaha atau memindahtangankan perusahaan
yang dimiliki atau yang dikuasainya atau
melakukan perubahan bentuk lainnya,
d. Badan usaha akan dibubarkan oleh negara,
dan
e. Terjadi penyitaan atas barang Penanggung
Pajak oleh Pihak Ketiga atau terdapat tanda-
tanda kepailitan.
Halaman 109 Jurnal Ekbank Volume 2 Nomor 2 Desember 2019
Gambar 1. Kerangka Pengamatan
METODE PENELITIAN
Dalam pengamatan ini penulis menggunakan
pendekatan kualitatif berupa pengamatan lapangan.
Untuk pengambilan data primer dan data sekunder
yang digunakan, penulis melakukan beberapa teknik
dalam pengambilan data, antara lain (Pandoyo &
Sofyan, 2018):
1. Observasi. Yaitu dengan melakukan
pengamatan secara langsung mengenai
fenomena yang dibahas, untuk pengamati
bagaimana Prosedur penagihan pajak atas Surat
Ketetapan Pajak pada KPP Pratama Kemayoran
Tahun 2018.
2. Wawancara. Teknik mengumpulkan data
dengan proses tanya jawab dengan pihak KPP
Pratama Kemayoran yang berkompeten dan
menangani langsung tentang Surat Ketetapan
Pajak (SKP).
3. Studi Literatur. Penulis mengumpulkan
data/peraturan daerah/peraturan gubernur dari
KPP Pratama Kemayoran, membaca buku-buku
yang berhubungan dengan pajak, undang-
undang perpajakan, dan mengutip dari sumber
terpercaya lainnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Prosedur Penagihan Pajak Atas Surat Ketetapan
Pajak Pada KPP Pratama Kemayoran Tahun
2018
Dalam pelaksanaan penagihan pajak oleh
Direktorat Jenderal Pajak kepada Wajib Pajak atau
Penanggung Pajak sesuai ketentuan perundang-
undangan perpajakan No. 19 Tahun 2000, sesuai hasil
wawancara dengan Bapak Hariyadi selaku Juru Sita
Pajak di Bagian Penagihan Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Kemayoran, dan data sekunder yang didapat
penulis bahwa prosedur penagihan pajak atas Surat
Ketetapan Pajak pada KPP Pratama Kemayoran
Tahun 2018 telah sesuai dengan peraturan yang ada
baik secara tata cara pelaksanaan maupun
pelaksanaan dilapangan.
Adapun prosedur penagihan pajak atas Surat
Ketetapan Pajak pada KPP Pratama Kemayoran
Tahun 2018 adalah :
Halaman 110 Jurnal Ekbank Volume 2 Nomor 2 Desember 2019
Gambar 2. Prosedur Penagihan Pajak Atas Surat Ketetapan
Pajak Pada KPP Pratama Kemayoran Tahun 2018.
1. Surat Teguran
Penagihan Pajak dilakukan Direktorat
Jenderal Pajak kepada Wajib Pajak dengan
terlebih dahulu Pejabat menerbitkan Surat
Teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh
tempo pelunasan utang pajak Wajib Pajak.
Penyampaian Surat Teguran dapat dilakukan
secara langsung, melalui pos, atau melalui
perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir
dengan bukti pengiriman surat. Berdasarkan
hasil wawancara dengan Bapak Hariyadi
selaku Juru Sita Pajak di Bagian Penagihan
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kemayoran,
dan data sekunder yang didapat penulis bahwa
KPP Pratama Kemayoran mengeluarkan Surat
Teguran sebanyak 2.219 WP dari 6215 WP
yang terdaftar atau sebesar:
2219 x 100% = 35,7 %
6215
2. Penagihan Seketika dan Sekaligus
Tindakan Penagihan Seketika dan Sekaligus
dilakukan Direktorat Jenderal Pajak tanpa
menunggu tanggal jatuh tempo pemabayaran.
Tindakan ini dilakukan berdasarkan Surat
Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus
yang diterbitkan Pejabat apabila:
a. Penanggung Pajak akan meninggalkan
Indonesia untuk selama-lamanya atau
berniat untuk itu,
b. Penanggung Pajak memindahtangankan
barang yang dimiliki atau dikuasai dalam
rangka menghentikan atau mengecilkan
kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang
dilakukannya di Indonesia,
c. Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung
Pajak akan membubarkan badan usaha
atau menggabungkan usaha atau
memekarkan usaha atau
memindahtangankan perusahaan yang
dimiliki atau yang dikuasainya atau
melakukan perubahan bentuk lainnya,
d. Badan usaha akan dibubarkan oleh negara,
dan
e. Terjadi penyitaan atas barang Penanggung
Pajak oleh Pihak Ketiga atau terdapat
tanda-tanda kepailitan.
Surat Perintah Penagihan Seketika dan
Sekaligus sekurang-kurangnya memuat nama
Wajib Pajak atau nama Wajib Pajak dan
Penanggung Pajak, besarnya utang pajak,
perintah untuk membayar, dan saat pelunasan
pajak.
3. Surat Paksa
Apabila Penanggung Pajak tidak melunasi
jumlah utang pajak setelah lewat waktu 21
(dua puluh satu) hari sejak tanggal
disampaikan Surat Teguran, Pejabat
Halaman 111 Jurnal Ekbank Volume 2 Nomor 2 Desember 2019
menerbitkan Surat Paksa (SP) dan
diberitahukan secara langsung oleh Jurusita
Pajak kepada Penanggung Pajak selain karena
kondisi tersebut, Surat Paksa juga dapat
diterbitkan dalam hal:
a. Terhadap Penanggung Pajak telah
dilaksanakan Penagihan Seketika dan
Sekaligus.
b. Penanggung Pajak tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana tercantum dalam
keputusan persetujuan angsuran atau
penundaan pembayaran pajak.
Surat Paksa terhadap orang pribadi
diberitahukan oleh Juru Sita Pajak kepada:
a. Penanggung Pajak di tempat tinggal,
tempat usaha, atau ditempat lain yang
memungkinkan,
b. Orang dewasa yang bertempat tinggal
bersama ataupun yang bekerja di tempat
usaha Penanggung Pajak apabila
Penanggung Pajak yang bersangkutan
tidak dapat dijumpai,
c. Salah seorang ahli waris atau pelaksana
wasiat atau yang mengurus harta
peninggalannya, apabila Wajib Pajak
telah meninggal dunia dan harta warisan
belum dibagi, dan
d. Ahli waris, apabila Wajib Pajak telah
meninggal dunia dan harta warisan tetap
dibagi.
Sedangkan terhadap badan, Surat paksa
diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:
a. Pengurus yang meliputi Direksi,
Komisaris, Pemegang Saham Pengendali
atau Mayoritas untuk perseroan terbuka,
pemegang saham untuk perseroan
tertutup, dan orang yang nyata-nyata
mempunyai wewenang ikut menentukan
kebijakan dan atau mengambil keputusan
dalam menjalankan perseroan, untuk
perseroan terbatas,
b. Kepala perwakilan, kepala cabang, atau
penanggung jawab, untuk Badan Usaha
Tetap (BUT),
c. Direktur, pemilik modal, atau orang yang
ditunjuk untuk melaksanakan dan
mengendalikan serta bertanggung jawab
atas perusahaan, untuk badan usaha
lainnya seperti kontrak investasi kolektif,
persekutuan, firma, dan perseroan
komanditer,
d. Ketua atau orang yang melaksanakan dan
mengendalikan serta bertanggung jawab
atas yayasan, untuk yayasan, dan
e. Pegawai tetap di tempat kedudukan atau
tempat usaha badan yang bersangkutan
apabila Jurusita Pajak tidak dapat
menjumpai salah seorang dari yang
disebut di atas.
Dalam hal Wajib Pajak berada pada kondisi
tertentu:
a. Dinyatakan pailit, maka Surat Paksa
diberitahukan kepada Kurator, Hakim
Pengawas, atau Balai Harta Peninggalan,
b. Dinyatakan bubar atau dalam likuidasi,
maka Surat Paksa diberitahukan kepada
orang atau badan yang dibebani untuk
melakukan pemberesan atau Likuidator,
dan
c. Menunjuk seorang Kuasa dengan Surat
Kuasa Khusus untuk menjalankan hak dan
kewajiban perpajakan, maka Surat Paksa
dapat dibertitahukan kepada Penerima
Kuasa.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak
Hariyadi selaku Juru Sita Pajak di Bagian
Penagihan Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Kemayoran, dan data sekunder yang didapat
penulis bahwa KPP Pratama Kemayoran
mengeluarkan Surat Paksa sebanyak 1.421
WP dari 6215 WP yang terdaftar atau sebesar:
1421 x 100% = 22,8 %
6215
4. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
Apabila setelah lewat waktu 2 x 24 jam sejak
Surat Paksa diberitahukan kepada Penanggung
Pajak dan utang pajak tidak dilunasi oleh
Penanggung Pajak, Pejabat menerbitkan Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP).
Berdasarkan SPMP, Jurusita Pajak
melaksanakan penyitaan terhadap barang
milik penanggung pajak.
Halaman 112 Jurnal Ekbank Volume 2 Nomor 2 Desember 2019
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak
Hariyadi selaku Juru Sita Pajak di Bagian
Penagihan Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Kemayoran, dan data sekunder yang didapat
penulis bahwa KPP Pratama Kemayoran
mengeluarkan Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan sebanyak 110 WP dari 6215 WP
yang terdaftar atau sebesar:
110 x 100% = 17,6 %
6215
5. Lelang
Apabila setelah lewat waktu 14 (empat belas)
hari sejak tangal pelaksanaan penyitaan
Penanggung Pajak tidak juga melunasi utang
pajak dan biaya Penagihan Pajak, maka
Pejabat melakukan pengumuman lelang.
Pengumuman lelang untuk barang bergerak
dilakukan 1 (satu) kali dan untuk barang tidak
bergerak dilakukan 2 (dua) kali. Kemudian
jika setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari
sejak Pengumuman Lelang, ternyata
Penanggung Pajak tidak juga melunasi utang
pajak dan biaya Penagihan Pajak, maka
Pejabat melakukan penjualan barang sitaan
Penanggung Pajak melalui Kantor Lelang
Negara.
6. Pemblokiran Rekening
Penyitaan dengan pemblokiran dilakukan
terhadap harta kekayaan Penanggung Pajak
yang tersimpan di bank meliputi rekening,
simpanan, dan bentuk simpanan lain yang
lazim dalam praktek perbankan. Untuk
melaksanakan pemblokiran, Kepala KPP
mengajukan permohonan pemblokiran kepada
pimpinan bank tempat harta kekayaan
Penanggung Pajak tersimpan disertai Salinan
SP dan SPMP. Pimpinan bank wajib
memblokir seketika setelah menerima
permohonan pemblokiran dari kepala KPP dan
membuat Berita Acara serta menyampaikan
salinannya kepada Kepala KPP dan
Penanggung Pajak. Setelah KPP menerima
Berita Acara pemblokiran dari bank, Jurusita
Pajak memerintahkan kepada Penanggung
Pajak untuk memberi kuasa kepada bank agar
memberitahukan saldo kekayaannya yang
tersimpan di bank tersebut kepada Jurusita
Pajak. Setelah saldo kekayaan tersebut
dketahui, Jurusita Pajak melaksanakan
penyitaan dengan membuat Berita Acara
Pelaksanaan Sita, dan ditandatangani oleh
Jurusita Pajak, Saksi-saksi, dan pimpinan bank
atau pejabat bank yang ditunjuk. Kemudian
Jurusita Pajak menyampaikan Salinan Berita
Acara Pelaksanaan Sita kepada Penanggung
Pajak dan pimpinan bank yang bersangkutan.
7. Pencegahan Bepergian ke Luar Negeri
Pencegahan dapat dilakukan terhadap
Penanggung Pajak yang mempunyai utang
pajak dengan jumlah sekurang-kurangnya Rp.
100.000.000 (seratus juta rupiah) dan
diragukan itikad baiknya dalam melunasi
utang pajak itu. Untuk melakukan Pencegahan
harus didasarkan pada keputusan pencegahan
yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan atas
permintaan Pejabat atau atasan Pejabat yang
bersangkutan. Keputusan pencegahan memuat
sekurang-kurangnya:
a. Identitas Penanggung Pajak yang
dikenakan pencegahan,
b. Alasan melakukan pencegahan, dan
c. Jangka waktu pencegahan paling lama 6
(enam) bulan dan dapat diperpanjang
untuk selama-lamanya 6 (enam) bulan.
Pencegahan dapat dilakukan terhadap
beberapa orang sebagai Penanggung Pajak
Wajib Pajak badan atau ahli waris.
Pencegahan terhadap Penanggung Pajak tidak
mengakibatkan hapusnya utang pajak dan
terhentinya pelaksanaan Penagihan Pajak.
8. Penyanderaan
Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap
Penanggung Pajak yang tidak melunasi utang
pajak setelah lewat jangka waktu 14 (empat
belas) hari terhitung sejak tanggal Surat Paksa
diberitahukan kepada Penanggung Pajak.
Penyanderaan hanya dapat dilakukan dalam
hal Penanggung Pajak:
Halaman 113 Jurnal Ekbank Volume 2 Nomor 2 Desember 2019
a. Mempunyai utang pajak sekurang-
kurangnya Rp. 100.000.000 (seratus juta
rupiah).
b. Diragukan itikad baiknya dalam melunasi
utang pajak.
Penyanderaan terhadap Penanggung Pajak
dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah
Penyanderaan yang diterbitkan oleh Pejabat
setelah meperoleh izin tertulis dari Menteri
Keuangan untuk penagihan pajak pusat.
Jangka waktu Penyanderaan selama-lamanya
6 (enam) bulan terhitung sejak Penanggung
Pajak ditempatkan di tempat Penyanderaan
dan dapat diperpanjang untuk paling lama 6
(enam) bulan. Penanggung Pajak yang
disandera akan lepas jika memenuhi syarat,
yaitu:
a. Apabila uang pajak dan biaya penagihan
pajak telah dibayar lunas,
b. Apabila jangka waktu yang ditetapkan
dalam Surat Perintah Penyanderaan telah
dipenuhi,
c. Berdasarkan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap,
dan
d. Berdasarkan pertimbangan tertentu dari
Menteri Keuangan Penyanderaan tetap
dilaksanakan terhadap Penanggung Pajak
yang telah dilakukan pencegahan.
Penyanderaan dibebankan kepada
Penanggung Pajak yang disandera dan
diperhitungkan sebagai biaya penagihan
pajak.
Hambatan dalam pelaksanaan prosedur
penagihan pajak atas Surat Ketetapan Pajak pada
KPP Pratama Kemayoran Tahun 2018
Kendala yang dihadapi juru sita di lapangan pada saat
proses penagihan adalah:
1. WP yang sudah lama dikenakan penagihan
namun belum memasuki masa daluarsa, tidak
bisa melengkapi dokumen yang diminta oleh
KPP karena berpindah-pindah Kantor Pajak
sehingga menyebabkan dokumen bisa saja
terselip atau hilang,
2. Saat juru sita mendatangi rumah WP, WP
seringkali tidak bisa ditemukan, dikarenakan
sudah pindah rumah atau pindah alamat, dan
3. Aplikasi tidak berfungsi secara terus menerus
namun tidak signifikan (System Error)
Solusi dari hambatan dalam pelaksanaan
prosedur penagihan pajak atas Surat Ketetapan
Pajak pada KPP Pratama Kemayoran Tahun 2018
Solusi dari kendala yang dihadapi juru sita di
lapangan pada saat proses penagihan adalah:
1. Pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal
Pajak sudah menerbitkan peraturan dan
mekanisme Surat Tagihan Pajak dan
menerbitkan kembali Surat Ketetapan Pajak
untuk melengkapi persyaratan dokumen yang
hilang,
2. Melakukan koordinasi dengan unit lain, Tim
AR, Tim Fungsional, Tim KPP lain, Browsing
di Internet. Ketika sudah usaha maksimal, WP
tetap tidak ditemukan maka juru sita melakukan
secara formal yaitu dimana utang pajak
dijadikan lunas, dan
3. Koordinasi dengan kantor pusat, karena yang
bisa melakukan perubahan sistem hanya di
Kantor Pusat serta mengkomunikasikan kepada
WP bahwa sistem sedang eror dan bisa diganti
dengan menyerahkan bukti pembayaran dari
bank.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil
pengamatan serta pembahasan mengenai prosedur
penagihan pajak atas Surat Ketetapan Pajak pada KPP
Pratama Kemayoran Tahun 2018, maka penulis
memberikan kesimpulan sebagai berikut:
1. Prosedur penagihan pajak atas Surat Ketetapan
Pajak pada KPP Pratama Kemayoran Tahun
2018, sudah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Namun masih terdapat
Wajib Pajak yang belum patuh dalam
pemenuhan kewajiban perpajakannya, hal ini
terlihat dari data tahun 2018 sebesar 35,7 %
Halaman 114 Jurnal Ekbank Volume 2 Nomor 2 Desember 2019
untuk Surat Teguran, 22,8 % untuk Surat Paksa,
dan 17,6 % untuk Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan.
2. Wajib Pajak tidak merespon proses penagihan
yang dilakukan oleh Fiskus dan sistem
teknologi terkait penagihan terkadang server
down, dan
3. Adapun upaya yang dilakukan Fiskus untuk
prosedur penagihan pajak atas Surat Ketetapan
Pajak adalah dengan cara memberikan
sosialisasi dan pendekatan secara personal yang
lebih baik.
Berdasarkan simpulan dan hasil pengamatan
yang telah dilakukan oleh penulis maka penulis dapat
memberikan saran sebagai bahan masukan Direktorat
Jenderal Pajak yang berhubungan dengan Prosedur
Penagihan Pajak adalah :
1. Adapun pelaksanaan prosedur penagihan pajak
atas Surat Ketetapan Pajak pada KPP Pratama
Kemayoran Tahun 2018, sudah baik agar selalu
tetap dipertahankan prosedur pemungutannya.
2. Petugas dapat bergerak aktif dalam melakukan
monitoring dan melakukan sosialisasi tentang
system Self Assessment dalam penerapan sistem
pemungutan pajak penagihan agar target dan
realisasi pajak penagihan bisa terus mencapai
target.
3. Wajib pajak bisa berperan aktif dalam
menggunakan hak dan kewajibannya serta
meningkatkan kesadaran untuk terus patuh dan
bijak dalam menggunakan hak dan
kewajibannya.
4. Meningkatkan mutu sumber daya manusia dan
memberikan kemudahan fasilitas pembayaran
kepada Wajib Pajak.
DAFTAR PUSTAKA
Adriani. (2014). Teori Perpajakan. Jakarta: Salemba
Empat.
Mardiasmo. (2016). Perpajakan (Revision ed.).
Yogyakarta: Andi.
Mulyadi. (2016). Sistem Informasi Akuntansi.
Jakarta: Salemba Empat.
Pandoyo, & Sofyan, M. (2018). Metodologi
Penelitian Keuangan dan Bisnis: Teori dan
Aplikasi Menggunakan Software Olah Data
Eviews 9. Bogor: IN-MEDIA.
Sofyan, M. (2016). Sistem Pengendalian Intern
Pengelolaan Pajak Restoran Dalam
Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Kota Bogor. Eksekutif, 13(1), 59-77.
Retrieved from
https://jurnal.ibmt.ac.id/index.php/jeksekutif/
article/download/107/pdf/
Undang-Undang Negara Republik Indonesia. (2009).
Undang-Undang Negara Republik Indonesia
Nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan
umum dan Tata Cara Perpajakan.
Windiarti, W., & Sofyan, M. (2018). Analisis
Efektivitas Penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan Kota Depok. Jurnal Ilmiah
Ekbank, 1(2), 29-39. Retrieved from
http://jurnal.akptahuna.ac.id/index.php/ekban
k/article/download/9/7
Halaman 115 Jurnal Ekbank Volume 2 Nomor 2 Desember 2019
top related