Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Desa Peniron, Kecamatan Pejagoan dan sekitarnya,
Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah merupakan daerah
yang cukup menarik untuk menjadi daerah telitian. Daerah
tersebut memiliki pengaruh struktur geologi yang cukup
besar dengan satuan litologi yang beragam.
Secara geomorfologi, bagian barat daerah telitian
merupakan bentukan perbukitan homoklin, pada perbukitan
ini juga kemungkinan terdapat kemenerusan dari lipatan
yang berarah barat-timur. Didapati juga lembah-lembah
yang diindikasikan terdapat pengaruh struktur relatif
berarah utara-selatan searah dengan arah sungai besar Luk
Ulo. Di bagian timur terdapat bentukan dataran, dimana
dataran tersebut dilalui oleh sungai Luk Ulo. Material
pada dataran di indikasikan berupa endapan aluvial hasil
endapan sungai stadia tua Luk Ulo. Pola pengaliran yang
berkembang di daerah ini adalah pola ubahan subdendritik
di bagian barat dan trellis di bagian timur.
Secara stratigrafi, penulis membagi daerah menjadi 3
formasi. Bagian barat dan barat daya daerah telitian
dijumpai Formasi Halang, bagian tengah dijumpai anggota
breksi Formasi Halang, kemudian di timur peta dijumpai
Formasi Penosogan. Antara Formasi Penosogan dan anggota
1
breksi Formasi Halang terdapat hubungan beda fasies
menjari (Prasetyadi,2007). Di bagian timur peta juga
terdapat endapan aluvial disekitar sungai stadia tua Luk
Ulo
Berdasarkan penjelasan diatas, memunculkan keinginan
penulis untuk melakukan penelitian lebih lanjut pada
daerah Sruweng Dengan melakukan penelitian lebih lanjut
penulis dapat meninjau langsung obyek-obyek geologi yang
terdapat pada daerah telitian dan ketepatan peta geologi
regional.
2
1.2 Rumusan Masalah
Adapun batasan rumusan masalah yang akan diteliti adalah
sebagai berikut :
1. Apa sajakah bentuklahan yang terdapat pada daerah
telitian?
2. Litologi apakah yang terdapat pada daerah telitian?
3. Bagaimanakah hubungan antara satuan batuannya?
4. Bagaimanakah perkembangan struktur geologi daerah
tersebut?
5. Apakah potensi geologi daaerah telitian?
I.3 Maksud Penelitian
Maksud penulis mengadakan penelitian adalah untuk
melakukan pengamatan karakteristik batuan dan kemenerusan
struktur geologi berupa lipatan yang digambarkan pada
peta geologi regional daerah telitian.
Melakukan pengamatan bentuklahan detil berdasarkan
pendekatan aspek-aspek geomorfologi, yaitu aspek
morfografi, morfometri, morfostruktur aktif,
morfostruktur pasif, morfodinamis, morfo asosiasi dll.
Yang terdapat pada daerah telitian.
I.4 Tujuan Penelitian
3
Tujuan penulis mengadakan penelitian adalah untuk
menentukan variasi dan batas satuan batuan pada daerah
telitian secara lebih detil dari pengamatan lapangan.
Dengan pengamatan lapangan secara langsung peneliti juga
dapat melakukan penyesuaian dengan interpretasi awal yang
sudah ada sebelum berangkat ke lapangan.
Dari penelitian yang dilakukan akan didapatkan data
mengenai geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi,
sejarah geologi dan potensi geologi daerah telitian.
1.5 Lokasi Penelitian
Lokasi Kegiatan Lapangan Pemetaan Geologi ini
berada di daerah Desa Peniron, Kecamatan Pejagoan dan
sekitarnya, Kabupaten Kebumen, Propinsi Jawa Tengah
Dengan koordinat X: 349000 – 352000 dan Y: 9157000 –
9160000.
4
Gambar 1.1 Peta Daerah Gambar 1.2 Peta Daerah Jawa
I.6 Hasil Penelitian
Hasil yang diharapkan dari Kegiatan Pemetaan
Lapangan Geologi berupa peta daerah telitian mencakup
peta lintasan, peta geomorfologi dan pola pengaliran,
peta geologi, pengukuran penampang stratigrafi, sejarah
geologi, dan potensi geologi berdasarkan data-data yang
diperoleh.
5
Gambar 1.3 Peta Topografi Daerah Pejagoan
I.7 Manfaat Penelitian
Manfaat kegiatan Kuliah Lapangan Pemetaan Geologi
ini peneliti dapat memperoleh data detil sebagai dasar
pembuatan peta lintasan, peta geomorfologi dan peta
geologi. Dalam segi pembelajaran, melalui kegiatan ini
peneliti dapat mengembangkan dan melatih kemampuannya
dalam melakukan pemetaan secara langsung di lapangan.
1.8 Waktu Penelitian
Kegiatan Pemetaan Geologi 2014 ini berlangsung pada
tanggal 20 Juni– 22 Oktober 2014. Penelitian diawali
dengan kegiatan Pra pemetaan, yaitu interpretasi peta
topografi, studi literatur, dan pembuatan proposal.
Kemudian kegiatan Pemetaan Geologi untuk pengambilan
data-data yang ada pada daerah telitian. Selanjutnya
dilakukan pasca pemetaan yaitu analisa data dan pembuatan
laporan.
Tabel 1.1 Jadwal Kegiatan Pemetaan Geologi
BAB II
6
METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Metode Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan metode pemetaan
lapangan. Metode ini digunakan oleh peneliti untuk
melakukan pemetaan geologi pada daerah telitian yang
membutuhkan pengamatan detil pada tiap lokasi
pengamatannya.
Metode ini dibagi menjadi 3 tahap. Pertama tahap
Pra pemetaan, yaitu tahap awal yang digunakan untuk
interpretasi awal, penentuan lintasan, dan studi
literatur daerah telitian. Tahap berikutnya adalah tahap
pemetaan, pada tahap ini dilakukan observasi lapangan dan
pengambilan data-data lapangan yang dibutuhkan. Tahap
terakhir adalah tahap Pasca pemetaan, setelah data-data
didapatkan maka dilakukan analisa studio dan pembuatan
laporan dari hasil pemetaan.
Tahapan-tahapan penelitian :
1. Pra Pemetaan
Studi pustaka : Regional daerah, sejarah geologi
dan peta regional maupun lokal
Mempelajari metode-metode yang akan digunakan
Mempelajari dan menentukan klasifikasi yang akan
digunakan
Interpretasi awal dari peta topografi
7
Membuat rencana lintasan
Membuat rencana kerja lapangan
Persiapan kebutuhan dan peralatan yang akan
digunakan
Perizinan
2. Pemetaan
Terbagi dari beberapa tahapan yaitu :
a. Penentuan lintasan geologi
Penentuan lintasan harian sangatlah perlu untuk
mendapatkan target
yang cukup setiap harinya. Untuk menentukan lintasan
tidak bisa sembarangan, harus mempertimbangkan arah
kedudukan lapisan, objek yang mungkin akan dilalui,
waktu tempuh, dll.
b. Pemetaan geologi dengan lintasan geologi
Pada tahap ini kita akan mendapatkan satuan
batuan yang terdapat pada daerah telitian, struktur
geologi yang berkembang, serta pengaruhnya pada
daerah telitian.
c. Pengambilan foto singkapan dan contoh batuan
Untuk memberikan kelengkapan data, maka
dilakukan pengambilan foto pada bentang alam
singkapan, singkapan batuan, serta sampel batuan
yang digunakan. Pengambilan foto ini tidak bisa
8
sembarangan, karena harus mempertimbangkan aspek-
aspek geologi yang ada pada objek tersebut.
d. Pengukuran struktur-struktur geologi
Untuk mendapatkan perkembangan struktur
geologi, harus dilakukan pengukuran struktur geologi
baik struktur garis maupun struktur bidang. Dari
hasil perhitungan tersebut kemudian dilakukan
analisa untuk menentukan strukturnya.
e. Pengukuran lintasan (Measuring Section) untuk
penampang stratigrafi
Setelah mendapatkan informasi litologi dan
struktur geologi daerah telitian, maka harus
dilakukan Pengukuran Lintasan. Pengukuran lintasan
dilakukan untuk mengetahui variasi litologi pada
suatu lintasan serta pengaruh struktur geologi yang
mempengaruhi bentuk serta dimensi dari litologi pada
daaerah tersebut. Dari pengukuran ini kita juga bisa
mendapatkan ketebalan dari tiap lapisan.
3. Pasca Lapangan
9
Pada tahapan ini penyusun melakukan beberapa
analisa laboratorium dan studio pada sampel dan data
yang didapat, analisa yang dilakukan antara lain:
1.Analisa Petrografis (Sayatan tipis batuan)
2.Pengamatan Paleontologi (Mikrofosil)
3.Analisa Sedimentologi (Kalsimetri)
4.Analisa Data Struktur GeologiSetelah melakukan analisa-analisa diatas, data
yang didapatkan dilapangan serta hasil analisa
studio disusun menjadi suatu laporan yang mencakup
hasil penelitian yang kemudian akan dikonsultasikan
kembali. Hasil penelitian dirangkum dalam sebuah
laporan meliputi :
a. Konsultasi data lapangan
b. Konsultasi peta lintasan
c. Konsultasi peta geomorfologi
d. Konsultasi peta geologi
e. Penyusunan laporan akhir
2.2 Data dan Peralatan Penelitian
Adapun data-data yang diperlukan dari penelitian
berupa data primer dan data sekunder seperti :
1. Data Primer :
a. Morfologi daerah telitian
10
b. Stratigrafi daerah telitian
c. Pengukuran Sruktur Geologi
d. Sampel batuan
e. Koordinat lokasi
f. Lintasan pengamatan
g. Sketsa / foto singkapan
h. Kontak satuan batuan
2. Data Sekunder :
a. Peta Geologi Regional Lembar Kebumen, Jawa oleh
S. Asikin, A. Handoyo, H. Busono, dan S. Gafoer.
Tahun 1992.
b. Komunikasi atau penelusuran informasi melalui
internet.
c. Google Map
d. Tulisan peneliti terdahulu :
Prasetyadi, C., Harsolumakso, A.H., Sapiie,
B.,and Setiawan, J., 2002, Tectonic
significance ofpre-Tertiary rocks of Jiwo Hill,
Bayat and LukUlo, Karangsambung areas in
Central Java: Acomparative review, Proceeding:
31st annualconvention of IAGI, p. 680-700.
Prasetyadi, C.,2007, Evolusi Tektonik Paleogen
Jawa Bagian Timur, Disertasi Doktoral Tidak
dipublikasikan.
Van Bemmelen, R. W., 1949. The Geology of
Indonesia. Martinus Nyhof, The Haque.
11
Peralatan yang dibutuhkan selama Kegiatan Kuliah
Lapangan Pemetaan Geologi adalah :
1. Lup
2. GPS
3. Kompas
4. Meteran
5. Komparator
6. HCL
7. Buku Catatan
Lapangan
8. Peta Daerah
Penelitian
9. Alat Tulis lengkap
10. Clipboard
11. Plastik sampel
12. Kamera
13. Sepatu lapangan
14. Tas ransel
15. Topi
2.3 Hasil Interpretasi Awal
2.3.1 Pola Pengaliran Daerah Telitian
Pola pengaliran yang dijumpai oada daerah
telitian adalah pola Subdendritik. Pola ini
ditunjukkan dengan topografi yang miring dengan
adanya kontrol struktur yang kurang berkembang. Sudut
yang dibentuk antara cabangnya berbentuk sudut lancip
serta cabangnya seperti akar pohon.
12
Pada daerah telitian bentuk lembah yang
dijumpai lembah U pada sungai utama di bagian timur
dan lembah V pada daerah perbukitan di sebelah barat
peta. Hal ini mengindikasikan litologi yang cukup
resisten di bagian perbukitan sebelah barat peta dan
resistensi lemah di bagian timur peta yang
kemungkinan berupa material lepas.
Gambar 2.1 Pola pengaliran subdendritik daerah
telitian
13
2.3.2Geomorfologi Daerah Telitian
Berdasarkan interpretasi awal menggunakan
klasifikasi aspek-aspek geomorfologi Verstappen
(1985), bahwa bentuklahan yang terdapat di daerah
penelitian dapat dibagi menjadi 3 (tiga) satuan
bentuklahan, yaitu perbukitan homoklin (S1), tubuh
sungai (F1), dan dataran aluvial (F2).
A. Bentukan Asal Struktural
1. Satuan Bentuklahan Perbukitan Homoklin (S1)
Bentuklahan ini merupakan bentukan perbukitan
yang diperkirakan memiliki kemiringan lapisan yang
relatif seragam yang kemungkinan merupakan bagian
dari sayap lipatan. Hal ini ditunjukan oleh
kerapatan kontur yang semakin merenggang ke
selatan. Luasan dari bentukan ini sebesar 70%.
B. Bentukan Asal Fluvial
1. Satuan Bentuklahan Tubuh Sungai (F1)
Satuan bentuklahan ini berupa bentukan negatif
yang memanjang dan dialiri oleh air, luasan dari
tubuh sungai ini 10% dari peta.
2. Satuan Bentuklahan Dataran Alluvial (F2)
Satuan bentuklahan ini berupa dataran yang
luas dengan litologi berupa material lepas. Proses
fluviatil dominan dalam pembentukannya. Luasan
bentukan ini 20%.
14
F1
Gambar 2.2 Peta geomorfologi daerah telitian
BAB III
DASAR TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA
3.1 Pola Aliran
Kegiatan erosi dan tektonik yang menghasilkan bentuk
- bentuk lembah sebagai tempat pengaliran air,
selanjutnya akan membentuk pola - pola tertentu yang
disebut sebagai pola aliran. Pola aliran ini sangat
berhubungan dengan jenis batuan, struktur geologi kondisi
erosi dan sejarah bentuk bumi. Sistem pengaliran yang
berkembang pada permukaan bumi secara regional dikontrol
16
oleh kemiringan lereng, jenis dan ketebalan lapisan
batuan, struktur geologi, jenis dan kerapatan vegetasi
serta kondisi iklim.
Pola pengaliran sangat mudah dikenal dari peta
topografi atau foto udara, terutama pada skala yang
besar. Percabangan - percabangan dan erosi yang kecil
pada permukaan bumi akan tampak dengan jelas, sedangkan
pada skala menengah akan menunjukkan pola yang menyeluruh
sebagai cerminan jenis batuan, struktur geologi dan
erosi. Pola pengaliran pada batuan yang berlapis sangat
tergantung pada kondisi tofografi, geologi (jenis,
sebaran, ketebalan dan bidang perlapisan batuan serta
geologi struktur seperti sesar, kekar, arah dan bentuk
perlipatan), iklim, serta vegetasi yang terdapat di dalam
DAS bersangkutan.
Morisawa (1985) menyebutkan pengaruh geologi
terhadap bentuk sungai dan jaringannya adalah dinamika
struktur geologi, yaitu tektonik aktif dan pasif serta
lithologi (batuan). Kontrol dinamika struktur diantaranya
pensesaran, pengangkatan (perlipatan) dan kegiatan
vulkanik yang dapat menyebabkan erosi sungai. Kontrol
struktur pasif mempengaruhi arah dari sistem sungai
karena kegiatan tektonik aktif. Sedangkan batuan dapat
mempengaruhi morfologi sungai dan jaringan topologi yang
memudahkan terjadinya pelapukan dan ketahanan batuan
terhadap erosi.
17
Howard (1967) membedakan pola pengaliran menjadi
pola pengaliran dasar dan pola pengaliran modifikasi.
Definisi pola pengaliran yang digunakan adalah sebagai
berikut:
1. Pola pengaliran adalah kumpulan dari suatu
jaringan pengaliran di suatu daerah yang di
pengaruhi atau tidak dipengaruhi oleh curah
hujan. Biasanya pola pengaliran yang demikian
disebut sebagai pola pengaliran permanen (tetap).
2. Pola dasar adalah salah satu sifat yang terbaca
dan dapat dipisahkan dari pola dasar lainnya.
3. Perubahan (modifikasi) pola dasar adalah salah
satu perbedaan yang dibuat dari pola dasar
setempat.
Bentuk Lembah
Bentuk lembah merupakan fungsi dari ukuran
butir batuan dan litologi (resistensi). Macam-macam
bentuk lembah:
1. Bentuk lembah sempit berdinding terjal seperti
huruf V, umumnya disusun oleh batuan berbutir
kasar, seperti breksi dan batupasir kasar.
2. Bentuk lembah agak landai berdinding agak terjal-
landai seperti huruf V landai sampai U agak
terjal. Ciri di atas umumnya disusun batuan
berbutir sedang, seperti batupasir.
18
3. Bentuk lembah landai berdinding landai seperti
huruf U landai, umumnya disusun oleh batuan
berbutir halus, seperti batulempung, batulanau,
atau napal.
3.2 Geomorfologi
Bentuklahan memiliki kesan topografis dan ekspresi
topografik. Kesan topografis adalah konfigurasi permukaan
bersifat pemerian atau deskriptif suatu bentuklahan.
Ekspresi topografik diperlihatkan oleh aspek kuantitatif
dari suatu bentuklahan. Apabila kesan dan ekspresi
topografi tersebut diamati, maka akan memberikan
penjelasan tentang sifat dan watak suatu bentuklahan.
Aspek-aspek Geomorfologi
Menurut Verstappen (1985) ada empat aspek utama
dalam analisa pemetaan geomorfologi yaitu :
1. Morfologi : studi bentuk lahan yang mempelajari
relief secara umum dan meliputi:
a. Morfografi adalah susunan dari obyek alami yang
ada dipermukaan bumi, bersifat pemerian atau
deskriptif suatu bentuklahan, antara lain lembah,
bukit, bukit, dataran, gunung, gawir, teras,
beting, dan lain-lain.
b. Morfometri adalah aspek kuantitatif dari suatu
aspek bentuk lahan, antara lain kelerengan,
19
bentuk lereng, panjang lereng, ketinggian, beda
tinggi, bentuk lembah, dan pola pengaliran.
2. Morfogenesa : asalusul pembentukan dan perkembangan
bentuklahan serta proses–proses geomorfologi yang
terjadi, dalam hal ini adalah struktur geologi,
litologi penyusun dan proses geomorfologi merupakan
perhatian yang penuh. Morfogenesa meliputi :
a. Morfostruktur pasif: bentuklahan yang
diklasifikasikan berdasarkan tipe batuan yang ada
kaitannya dengan resistensi batuan dan pelapukan
(denudasi), misal mesa, cuesta, hogback and
kubah.
b. Morfostruktur aktif: berhubungan dengan tenaga
endogen seperti pengangkatan, perlipatan dan
pensesaran, termasuk intrusi, misal gunungapi,
punggungan antiklin, gawir sesar dll.
c. Morfodinamik: berhubungan dengan tenaga eksogen
seperti proses air, fluvial, es, gerakan masa,
dan gunungapi, misal gumuk pasir, undak sungai,
pematang pantai, lahan kritis.
Menurut Djauhari Noor (2009), Bentangalam endogen
adalah bentangalam yang proses pembentukannya/
genetikanya dikontrol oleh gaya-gaya endogen, seperti
aktivitas gunungapi, aktivitas magma dan aktivitas
tektonik (perlipatan dan patahan). Bentuk bentangalam
20
endogen secara geomorfologi dikenal sebagai bentuk
bentangalam konstruksional (constructional landforms).
3.3 Stratigrafi
Stratigrafi adalah studi mengenai sejarah, komposisi
dan umur relatif serta distribusi perlapisan batuan dan
interpretasi lapisan-lapisan batuan untuk menjelaskan
sejarah bumi. Dari hasil perbandingan atau korelasi antar
lapisan yang berbeda dapat dikembangkan lebih lanjut
studi mengenai litologi (litostratigrafi), kandungan
fosil (biostratigrafi), dan umur relatif maupun
absolutnya, (kronostratigrafi). Stratigrafi kita pelajari
untuk mengetahui luas penyebaran lapisan batuan.
Menurut Moore 1949, Facies adalah bagian dari unit
stratigrafi yang memperlihatkan perbedaan yang signifikan
dengan bagian-bagian lainnya. Facies meliputi satu
endapan atau lebih, yang sebagian atau seluruhnya berumur
sama dan terbentuk berdekatan atau bersebelahan.
hubungan antar fasies dapat didefinisikan sebagai
hubungan antara satu facies dengan facies yang lainnya
baik secara lateral maupun vertikal. Secara lateral tentu
berhubungan dengan paleogeografi / paleoenvironment.
Misalnya facies dari paparan ke facies di lereng
cekungan; secara vertikal berhubungan dengan urutan
evolusi geologi, misalnya facies paparan berubah ke
21
atasnya menjadi facies lereng (berarti ada pendalaman
atau transgersi dari bawah ke atas).
Beda fasies menunjukkan kondisi dan lingkungan
pengendapan yang berbeda pula. Hubungan antar facies
dikemukakan oleh Johannes Walther (1894) dalam Hukum
Korelasi Fasies (Law of Facies Correlation). Hukum
tersebut mengimplikasikan bahwa perubahan vertikal-
gradasional dari satu fasies ke fasies yang lain
mengindikasikan bahwa lingkungan pengendapan kedua fasies
itu terletak berdampingan. De Raaf dkk (1965) dan Reading
(1978) juga menekankan arti penting batas gradasional
pada penampang vertikal. Jika batas antar fasies bersifat
tajam atau erosional, maka tidak ada jaminan bahwa
lingkungan pengendapan kedua fasies tersebut saling
berdampingan. Kontak tajam antar fasies, khususnya jika
dicirikan oleh horizon tipis yang kaya akan struktur
bioturbasi, biasanya mengindikasikan tidak terjadinya
pengendapan, adanya perbedaan besar dari jenis lingkungan
pengendapan, dan menandai dimulainya satu siklus
sedimentasi yang baru.
Hubungan suatu fasies dapat digagaskan dalam
pembagian grup fasies yang terjadi secara bersama – sama
yang selanjutnya akan berkaitan dengan lingkungan.
Sebagai contohnya, jika pada perlapisan silang siur
batupasir asosiasi terdekatnya adalah dengan
terkandungnya tanah, batubara, atau serpih lanauan yang
mengandung akar, daun, dan batang, kita bisa membuat
22
interpretasi pengendapannya pada sistem sungai. Dalam
mempelajari hubungan fasies dan urutannya, kita harus
benar – benar memperhatikan keadaan alami dari kontak
hubungan antara fasies dan derajat urutan baik acak
maupun tidak.
3.4 Geologi Struktur
Geologi struktur adalah suatu ilmu yang mempelajari
perihal bentuk arsitektur, struktur kerak bumi beserta
gejala-gejala geologi yang menyebabkan terjadinya
perubahan-perubahan bentuk (deformasi) pada batuan.
Geologi struktur pada intinya mempelajari struktur batuan
(struktur geologi), yaitu struktur primer dan struktur
sekunder.
Kekar adalah bidang rekahan yang tidak
memperlihatkan pergeseran yang berarti (bagian masanya
masih berhubungan/bergabung). Kekar dapat terbentuk baik
secara primer (bersamaan dengan pembentukan batuan,
misalnya kekar kolom dan kekar melembar pada batuan beku)
maupun secara sekunder (setelah proses pembentukan
batuan, umumnya merupakan kekar tektonik). Pada acara
praktikum ini yang akan dibahas adalah kekar tektonik.
Sesar adalah suatu rekahan yang memperlihatkan
pergeseran cukup besar dan sejajar terhadap bidang
rekahan yang terbentuk. Pergeseran pada sesar dapat
23
terjadi sepanjang garis lurus (translasi) atau terputar
(rotasi).
Indikasi sesar dilapangan
Dilapangan sesar dapat dicirikan dengan:
1. Zona sesar (shear zone)
- Breksi sesar
2. Bidang sesar
- Cermin sesar
3. Pergeseran Sesar
- drag fold - breksi sesar
- micro fold
- offset
Breksi sesar
Gambar 3.1 kenampakan foto breksi sesar di lapangan
Milonit / Filonit dan Gouge
24
Gambar 3.2 kenampakan foto Milonit dan Gouge yang merupakan produkhancuran dari suatu sesar
Slickensides (Cermin Sesar) & Striation (Gores garis)
Gambar 3.3 kenampakan Slickenside pada bidang sesar dilapangan.
Lipatan merupakan hasil perubahan bentuk dari suatu
bahan yang ditunjukkan sebagai lengkungan atau kumpulan
dari lengkungan pada unsur garis atau bidang di dalam
bahan tersebut. Pada umumnya di dalam lipatan akan
terdapat bidang perlipatan, foliasi, dan liniasi.
Mekanisme gaya yang menyebabkannya ada dua macam :
1. Bending (pelengkungan), disebabkan oleh gaya tekan
yang arahnya tegak lurus permukaan lempeng (Gambar 3.4.a)
2. Buckling (melipat) disebabkan oleh gaya tekan yang
arahnya sejajar dengan permukaan lempeng (Gambar 3.4.b)
25
Gambar 3.4Mekanisme gaya yang menyebabkan terbentuknya lipatan
(a) Bending, (b) Buckling
3.5 Geologi Regional Cekungan Serayu Selatan
3.5.1 Fisiografi Regional
Aktifitas geologi Jawa Tengah menghasilkan
beberapa zona fisiografi yang satu sama lain dapat
dibedakan berdasarkan morfologi, petrologi, dan
struktur geologinya. Van Bemmelen (1949), membagi
daerah Jawa Tengah ke dalam 7 besar zona fisiografi,
26
masing-masing dari utara ke selatan adalah Zona
Dataran Pantai Utara Pulau Jawa, Antiklinorium Zona
Rembang, Antiklinorium Zona Serayu Utara dan
Kendeng, Zona Rendahan Randublatung, Pegunungan
Kuarter, Zona Pegunungan Serayu Selatan dan Zona
Pegunungan Selatan, pembagian zona tersebut dapat
dilihat pada Gambar 3-1.
Gambar 3.5. Fisiografi regional Jawa menurut Van Bemmelen
(1949)
Dari Gambar 3.1. diatas, daerah penelitian
sendiri termasuk kedalam zona Pegunungan Serayu
Selatan. Zona Pegunungan Serayu Selatan menempati
bagian tengah Jawa membentang barat-timur Jawa
Tengah dari Purwokerto s.d. Purworejo. Daerah ini
bermorfologi Pegunungan lipatan dengan litologi
mélange pada kompleks Luk Ulo, Karangsambung,
Kebumen (Bammelen, 1949)
3.5.2 Geomorfologi Regional
27
Berdasarkan pembagian fisiografi Pulau Jawa
menurut Van Bemmelen (1949), daerah penelitian
termasuk “Zona Pegunungan Serayu Selatan ”, yaitu
berupa sebuah blok yang miring ke arah selatan atau
Samudra Indonesia, dimana pada bagian utara terdapat
gawir-gawir yang memanjang relatif barat-timur.
3.5.3 Stratigrafi Regional
Stratigrafi regional mandala serayu selatan
terdiri dari beberapa formasi antara lain yang
berbeda karakteristik anggota penyusunnya dan
lingkungan pengendapannya, antara lain:
28
LITOLOGI
Anggota Breksi Formasi Halang: breksi dengan komponen andesit, basaldan batugamping, masa dasar batupasir tufaan kasar, sisipan batupasir dan lava basal
Formasi Halang: perselingan batupasir, batulempung, napal, tufa dan sisipan breksi.Merupakan kumpulan sedimen yang dipengaruhi oleh turbidit bersifat distal sampai proksimalpada bagian bawah dan tengah kipas bawah laut.
Formasi Penosogan: Perselingan batupasir, batulempung, tuff, napal, dan kalkarenit.
Gambar 3.6. Stratigrafi Paleogen Luk Ulo dari hasil penelitian
modifikasi Adiputra 2013 (C.Prasetyadi 2007)
3.5.4Struktur Geologi Regional
Pulau Jawa dikontrol oleh sejumlah struktur
utama yang mencerminkan evolusi tektoniknya)
struktur utama Pulau Jawa terdiri dari Struktur
Meratus yang berarah Timurlaut-Baratdaya, Struktur
Sumatra Berarah baratlaut-Tenggara, dan Struktur
Sunda berarah Utara-Selatan dan struktur Jawa yang
berarah barat-Timur. (Pulonggono & Martodjoyo, 1994
dalam prasetyadi, 2010)
Selain itu di Jawa Tengah juga dikenali
terdapat dua struktur sesar utama yang mengapit
bagian barat dan timur Jawa Tengah.Sesar di bagian
timur dikenal sebagai sesar Kebumen-Muria dan bagian
barat disebut sesar Pamanukan-Cilacap. Kedua sesar
ini dianggap sebagai fakto yang membuat Jawa Tengah
secara fisiografis berbeda dengan Jawa barat dan
Jawa Timur (Satyana, 2007)
Sub cekungan kebumen atau yang dikenal sebagai
rendahan timur dibentuk oleh adanya tumbukan lempeng
yang menghasilkan arah gaya timurlaut-baratdaya.
Arah gaya ini juga membentuk sebagian besar cekungan
29
pada Pulau Jawa bagian timur antara lain cekungan
ngimbang, dan sub cekungan Kendal.
3.6 Geologi Daerah Telitian
3.7 Peta geologi daerah telitian
Melalui pendekatan peta geologi regional yang
sudah ada, pada kapling 7-8 tidak dijumpai struktur
geologi yang dominan. Namun pada bagian timur peta
terdapat kemenerusan dari sumbu antiklin dan sinklin
yang masih diperkirakan. Kemenerusan dari lipatan
tersebut melalui sungai besar Luk Ulo. Arus sungai
Luk Ulo yang memiliki tingkat erosi sangat tinggi
diperkirakan menjadi alasan mengapa lipatan yang
30
Dalam sebuah penelitian geologi tidaklah lengkap
apabila hanya dilakukan studi literatur, maka dalam hal
ini penulis bermaksud untuk mengajukan diri melakukan
peninjauan dan pemetaan dilapangan pada daerah telitian
Kabupaten Kebumen, Kecamatan Sruweng dan sekitarnya untuk
mendapatkan informasi geologi yang lebih detil dan
selengkap-lengkapnya.
32
top related