Presentasi Kasus Kejang Demam Kompleks

Post on 01-Feb-2016

369 Views

Category:

Documents

17 Downloads

Preview:

Click to see full reader

DESCRIPTION

Koas Anak RSUD Pasar Rebo-YARSI

Transcript

PRESENTASI KASUS

Gwendry Ramadhany

1102010115

Pembimbing : dr. Tuty Rahayu, Sp.A

IdentitasA. Identitas Pasien

Nama : An. MFM

TTL / Umur : 06 Maret 2010 / 4 Tahun 11 bulan

BB : 25 kg

TB : 106 cm

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Jl. Buncit Raya RT 04/05 Kalibata, Jakarta Timur

Masuk RS : 22 Februari 2015

Keluar RS : 25 Februari 2015

Tgl.Pemeriksaan : 24 Februari 2015

No. RM : 2014-609787

 

B. Identitas Orang Tua Ayah Ibu

Nama : Tn. I Ny. H

Umur : 43 tahun 43 tahun

Pendidikan : SMA D1

Pekerjaan : Pegawai swasta Guru

Agama : Islam Islam

Anamnesa• Alloanamnesa dengan ibu pasien

• Kejang didahului demam, 3 jam SMRS

Keluhan Utama

• Batuk• Pilek

Keluhan Tambahan

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Pasar Rebo dengan keluhan kejang yang didahului demam, 3 jam SMRS. Saat terjadi kejang, mata mendelik keatas, gigi terkatup kuat, seluruh tangan dan kaki kelojotan, kejang dialami selama 20 menit. Setelah kejang berhenti anak menjadi lemas, tanpa penurunan kesadaran. Saat terjadi kejang orangtua pasien tidak mengetahui suhu pasien.

1 hari SMRS, pasien mengeluh batuk dan pilek. Batuk berdahak, dahak tidak dapat dikeluarkan dan pilek berair dan berwarna bening. Ibu pasien mengaku sudah berobat ke puskesmas, diberikan obat secara suntik (orangtua pasien tidak mengetahui obat apa yang diberikan), suhu saat di Puskesmas 38*C. Mual dan muntah disangkal, BAB normal, BAK normal. Makan minum baik, tidak ada perubahan dengan sebelum sakit

Riwayat Penyakit Dahulu

• Hal ini merupakan kali pertama pasien kejang didahului demam.

• Riwayat kejang tanpa demam disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

• Pasien merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara, kedua kakak pasien tidak pernah mengalami hal yang serupa.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Riwayat Antenatal

• Merupakan kehamilan yang diinginkan

• Ibu pasien menyangkal mengalami sakit yang serius selama hamil

• Riwayat alkohol, jamu, dan obat disangkal

• Ibu memeriksakan kehamilannya setiap bulan ke bidan puskesmas

Riwayat Natal

• Pasien lahir SC atas indikasi letak sungsang (umur 36 minggu)

• Nilai APGAR ibu tidak tahu (langsung menangis)

• BB lahir : 2900 gr• PB lahir : 48 cm• LK lahir : ibu tidak

ingat• Di tolong Dokter

Obsgyn• Tempat : RSUD

Pasar Rebo

Riwayat Neonatal

• Riwayat dirawat disangkal

Riwayat Tumbuh KembangUsia Motorik kasar Motorik Halus Bicara Sosial

4 bln

6 bln

9 bln

12 bln

2 thn

4 thn

Mengangkat kepala sambil tengkurap bolak balik

duduk dibantu

berdiri berpegangan

Berjalan

meloncat, memanjat

mengayuh sepeda roda 3

meraih benda

memegang benda kecil

memasukkan benda ke mulut

menyusun 2 balok

menggambar

menumpuk 8 buah kubus

mengoceh

kata tanpa arti

2 kata

5 kata

bicara lancar

mampu menyebut nama,umur dan tempat

bereaksi thd suara

tepuk tangan

main ciluk ba

rasa bersaing

bermain dg anak lain

mengikuti aturan permainan

Riwayat Makan

Pasien tidak mendapat ASI, sejak lahir diberikan susu formula. Buah sudah diberikan sejak usia 6 bulan, nasi tim dan bubur bayi pada usia 9 bulan. Usia 1 tahun pasien memakan menu makanan keluarga. Nafsu makan pasien selalu meningkat. Pasien selalu minum susu formula 6 botol susu perhari, pasien makan 3 kali sehari 1 piring dengan lauk yang bervariasi. Pasien sudah memakan telor, ayam dan daging. Pasien sering jajan seperti siomay dan bakso.

Riwayat Imunisasi

Imunisasi di Puskesmas

0 Bulan : Hepatitis B 0

1 Bulan : BCG, Polio 1

2 Bulan : DPT-HB-Hib 1, Polio 2

3 Bulan : DPT-HB-Hib 2, Polio 3

4 Bulan : DPT-HB-Hib 3, Polio 4

9 Bulan : Campak

Sosial Ekonomi dan Lingkungan Sosial Ekonomi:

Jumlah penghasilan ayah dan ibu Rp 5.000.000,- per bulan, untuk 4 orang anggota keluarga.

Lingkungan:

Pasien tinggal di Kalibata, Jakarta Timur bersama orangtua dan kakak. Pasien tinggal dirumah kontrakan di pinggir jalan protokol. Rumah tidak berdekatan dengan pabrik besar ataupun pusat listrik bertegangan tinggi. Rumah berukuran kurang lebih 100 m2. jarak antarrumah tidak berdekatan, udara dan pencahayaan rumah cukup baik, sarana prasarana tempat pembuangan sampah cukup baik.Di dalam rumah terdapat 1 ruangan keluarga, 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, dan dapur. Sarana air bersih berasal dari pompa air tanah dan listrik berasal dari PLN. Hubungan dengan tetangga cukup baik. Fasilitas kesehatan yang terdekat yaitu bidan dalam radius 2 km.

PEMERIKSAAN FISIK

STATUS GENERALIS

1. Keadaan Umum : Sakit sedang

2. Kesadaran : Composmentis

3. Tanda Vital• Frekuensi nadi : 96 x/menit, teratur, nadi kuat, isi

cukup• Frekuensi napas : 24 x/menit• Suhu : 36.70 Celsius• Tekanan darah : 90/70 mmHg

• Kulit : Turgor baik, CRT < 2 detik, sianosis (-), edema (-)

• Kepala : Lingkar kepala 47 cm, rambut hitam merata, tidak mudah dicabut

• Mata : Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil bulat isokor

• Leher : Dalam batas normal tidak terdapat pembesaran KGB

• Telinga : Serumen (-)• Hidung : Nampak sekret pada rongga hidung• Tenggorok : T1-T1 tenang, faring tidak hiperemis• Mulut : Merah, kering, mukosa bibir basah, sianosis

tidak ada

Dada :

Jantung• Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak• Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga V midklavikula kiri• Perkusi :

• Batas atas jantung di sela iga 3 garis sternal kiri• Batas kanan jantung di sela iga 4 garis sternal kanan• Batas kiri jantung di sela iga 4 garis midklavikula kiri

• Auskultasi : Bunyi jantung I – II regular, tidak ada murmur, tidak ada gallop

Paru• Inspeksi : Gerak simetris saat statis dan dinamis.• Palpasi : Fremitus, simetris kanan-kiri.• Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.• Auskultasi : Suara nafas vesikuler, wheezing tidak ada,

rhonki tidak ada.

Abdomen• Inspeksi : Cembung• Auskultasi : Bising usus positif normal• Palpasi : Supel, hepar tidak teraba, Lien tidak

teraba. Nyeri tekan (-). Turgor baik.• Perkusi : Timpani pada seluruh abdomen

Ektremitas : Tidak ada edema, akral hangat, tidak ada deformitas.

Pemeriksaan Neurologis

 

Tanda rangsang meningeal• Kaku kuduk : Negatif• Brudzinki I : Negatif• Brudzinki II : Negatif • Kernig : Negatif • Lasque : Negatif

Status Gizi

Klinis: edema -/-, tampak kurus -/-Antropometris:• Berat Badan (BB) : 25 kg (P95 CDC 2000)• Tinggi/Panjang Badan : 106 cm (P25-50 CDC 2000)• Lingkar kepala : 47 cm• Lingkar lengan atas : 24 cm • BB/U :138.8%• TB/U : 97.2%• BB/TB : 147%• BMI : 22.25%

Simpulan status gizi : Gizi lebih (super obesitas)

IV. DATA LABORATORIUM

Hematologi 22/02/15 24/02/15 Nilai Rujukan

Satuan

Hemoglobin 13.2 11.7 10.8-12.8 gr/dL

Hematokrit 37 34 35-43 %

Leukosit 29.47 7.31 5.50-15.50 10*3/uL

Eritrosit 4.6 4.1 3.6-5.2 Juta/uL

Trombosit 454 385 217-497 Ribu/uL

Hitung Jenis 22/02/15 24/02/15 Nilai Rujukan Satuan

Basofil 0 0 0-1 %

Eosinofil 1 1 1-3 %

Neutrofil Batang

0 3 3-6 %

Neutrofil Segmen

88 60 25-60 %

Limfosit 6 25 25-50 %

Monosit 5 10 1-6 %

LUC 1 1 <4 %

Elektrolit 22/02/15 Nilai Rujukan Satuan

Natrium 132 135-147 mmol/L

Kalium 4.0 3.5-5.0 mmol/L

Klorida 106 98-108 mmol/L

Resume• Pasien datang ke IGD RSUD Pasar Rebo dengan

keluhan kejang yang didahului demam, 3 jam SMRS. Saat terjadi kejang, mata mendelik keatas, gigi terkatup kuat, seluruh tangan dan kaki kelojotan, kejang dialami kurang-lebih 20 menit. Setelah kejang berhenti anak menjadi lemas, tanpa penurunan kesadaran. Saat terjadi kejang orangtua pasien tidak mengetahui suhu pasien.

• 1 hari SMRS, pasien mengeluh batuk pilek disertai demam, pasien sudah berobat ke puskesmas (38*C) dan diberi obat secara suntik (orangtua pasien tidak mengetahui obat apa yang diberikan).

• PEMERIKSAAN FISIS• Tanda vital dalam batas normal• Hidung nampak sekret pada rongga hidung

• PEMERIKSAAN PENUNJANG• Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 22/02/15 didapatkan

leukositosis, pada hitung jumlah didapatkan peningkatan neutrofil segmen, dan penurunan kadar natrium.

• DIAGNOSIS KERJA• Kejang Demam Kompleks• ISPA• Gizi lebih (super obesitas)

• DIAGNOSIS BANDING• Epilepsi• Meningitis

RENCANA PENGELOLAAN

Rencana Pemeriksaan • EEG• Gula Darah Sewaktu

Rencana Pengobatan

Medikamentosa• IVFD KAEN 3B 16 tetes / menit• Diazepam 3 x 2.5 ml PO• Injeksi Ceftriaxon 2 x 1 gr• Parasetamol 3 x 200 mg PO

Prognosis

• Quo ad vitam : ad bonam

 • Quo ad functionam : ad bonam

 • Quo ad sanationam : dubia ad bonam

Follow Up23/02/15

S : • Demam (-)• Kejang (-)• Batuk (+)• Intake

makanan baik

O : K.U : TSSKes : CMHR : 86x/mRR : 24x/mSuhu : 35.8*CTD : 90/70 mmHgKepala : NormocephalMata : CA -/-, SI -/-, air mata +/+Leher : KGB (-)THT : DBNCor : BJ I-II Normal Reguler M(-) G (-)Pulmo : SN Vesikuler +/+, RH -/-, WH -/-Abdomen : Supel, Turgor baik, BU (+), NT (-), Hepar-lien tidak teraba, Ekstremitas : Akral hangat, Edema (-)

A :• Kejang

demam kompleks

• ISPA

P :• IVFD KAEN 3B 16

tetes / menit • Injeksi ceftriaxon

2 x 1 gr• Parasetamol 3 x

200 mg PO

24/02/15

S : • Demam (-)• Kejang (-)• Batuk (+)• BAB 1 kali

ampas lebih banyak dibandingkan cair

• Intake makanan baik

O : K.U : TSSKes : CMHR : 84x/mRR : 20x/mSuhu : 36.7*CTD : 90/70 mmHgKepala : NormocephalMata : CA -/-, SI -/-, air mata +/+Leher : KGB (-)THT : DBNCor : BJ I-II Normal Reguler M(-) G (-)Pulmo : SN Vesikuler +/+, RH -/-, WH -/-Abdomen : Supel, Turgor baik, BU (+), NT (-), Hepar-lien tidak terabaEkstremitas : Akral hangat, Edema (-)

A :• Kejang

demam kompleks

• ISPA

P :• Ceftriaxon 2 x 1

Cth PO

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi• Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada

kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38,5o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium(1).

• Kejang demam ini terjadi pada 2% - 4 % anak berumur 6 bulan – 5 tahun(2). Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam(4).

• Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam(3).

• Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam(1).

• Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam(4).

• Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahuluidemam, kemungkinan lain harus dipertimbangkan misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam(4).

Epidemiologi

Kejadian kejang demam diperkirakan 2 % - 4 % di Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira – kira 20 % kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17–23 bulan) kejang demam sedikit lebih sering pada laki – laki(2).

Etiologi

Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih(2).

Patofisiologi

Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :

a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. 

b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. 

c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan(6).

Penelitian binatang menunjukkan bahwa vasopresin arginin dapat merupakan mediator penting pada patogenesis kejang akibat hipertermia(1).

Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akibatnya terjadihipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipertensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.

Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi(6).

Klasifikasi

a. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)• Berlangsung kurang dari 15 menit • Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan

fokal. • Kejang tidak  berulang dalam waktu 24 jam(7).

b. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)• Kejang lama lebih dari 15 menit. • Kejang lebih dari 2 kali dan diantaranya ada keadaan dimana anak

tidak sadar.• Kejang fokal atau kejang umum didahului kejang parsial. • Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam(7).

Livingston (1954, 1963) membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu:• Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion)• Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsy triggered

off by fever).

ManifestasiModifikasi kriteria Livingston(6):• Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.• Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.• Kejang bersifat umum.• Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.• Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.• Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu

normal tidak menunjukkan kelainan.• Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.• Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari

ketujuh kriteria modifikasi Livingston di atas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam(6).

Pemeriksaan Penunjanga. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah. 

b. Pungsi lumbal

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6 % - 6,7 %.Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitiskarena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada :

1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan.

2. Bayi antara 12 – 18 bulan dianjurkan.

3. Bayi lebih dari 18 bulan tidak rutin.

Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.

c. Elektroensefalografi

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya,tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.

d. Pencitraan

Foto X – ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT – scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti :

1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)

2. Paresis nervus VI

3. Papiledema

Diagnosis Banding

Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya :

1. Meningitis

2. Ensefalitis

3. Abses otak 

Oleh sebab itu, menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar susunan saraf pusat (otak) (6). Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber infeksi seperti otitis media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapat antibiotik maka perlu pertimbangan pungsi lumbal (3).

Penatalaksanaana. Penatalaksanaan Saat Kejang (4)

Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena.• 0,3 – 0,5 mg/kgBB dalam waktu 3 – 5 menit, maksimal 20 mg.

Diazepam rektal.• 0,5 – 0,75 mg/kgBB • 5 mg untuk BB <10 kg• 10 mg untuk BB > 10 kg• 5 mg untuk usia < 3 tahun• 7,5 mg untuk usia > 3 tahun.

Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dirumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kgBB.

Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10 – 20mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4 – 8 mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.

b. Pemberian Obat Pada Saat Demam (4)

1. Antipiretik 

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan.• Parasetamol 10 – 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan

tidak lebih dari 5 kali. • Ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/kali, 3 – 4 kali sehari. 

2. Antikonvulsan

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30-60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38,5*C.

3. Pemberian Obat Rumat (4)

a. Indikasi pemberian obat rumat

Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu) :• Kejang lama > 15 menit.• Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah

kejang, misalnya hemiparesis, paresis todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.

• Kejang fokal.

Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :• Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.• Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.• Kejang demam > 4 kali per tahun. 

b. Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan resiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek.

Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar  pada 40-50 % kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsihati. Dosis asam valproat 15 – 40 mg/kgBB/hari dalam 2 – 3 dosis, dan fenobarbital 3 – 4mg/kgBB/hari dalam 1 – 2 dosis.

Edukasi

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangidengan cara yang diantaranya :

• Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik. 

• Memberitahukan cara penanganan kejang.• Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.• Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi

harus diingat adanya efek samping obat. 

Beberapa Hal Yang Harus Dikerjakan Bila Kembali Kejang (4)

• Tetap tenang dan tidak panik. • Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.• Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.

Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.

• Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.• Tetap bersama pasien selama kejang.• Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah

berhenti.• Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5

menit atau lebih.

Vaksinasi (4)

Sejauh ini tidak ada kontraindikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang. Angka kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6 – 9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi, sedangkan setelah vaksinasi MMR 25 – 34 per 100.000 anak. Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian.

Prognosis• Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak

menyebabkan kematian.• Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. • Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang

sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal(4).

• Kejang yang lebih dari 15 menit, bahkan ada yang mengatakan lebih dari 10 menit, diduga biasanya telah menimbulkan kelainan saraf yang menetap(2).

Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi (3,5) :• Kejang demam berulang dengan frekuensi berkisar antara 25-50 %. Umumnya

terjadi pada 6 bulan pertama.• Resiko untuk mendapatkan epilepsi rendah.• Kelainan motorik • Gangguan mental dan belajar  • Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan (4).

Kejang berulang1. Riwayat keluarga

2. Usia kejang pertama kali < 12 bulan

3. Temperatur rendah saat kejang

4. Cepat terjadi kejang setelah demam

Epilepsi dikemudian hari

5. Kelainan neurologis/perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama

6. Kejang demam kompleks

7. Riwayat epilepsi

DAFTAR PUSTAKA

1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK Unhas. Standar Pelayanan Medik. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unhas Makassar.

2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu KesehatanAnak FKUI Jakarta. 1985

3. Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3, Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000;

4. Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak,Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran No. 27.1982

5. Pusponegoro Hardiono D, Widodo Dwi Putro, Ismael Sofyan. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta. 2006.

6. Saharso Darto. Kejang Demam, dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak RSU dr. Soetomo, Surabaya. 2006

top related