Transcript
PENGARUH SUPLEMENTASI MADU TRIGONA TERHADAP PARAMETER FUNGSI GINJAL TIKUS
PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIBERIKAN SIMVASTATIN
THE EFFECT OF TRIGONA HONEY
SUPPLEMENTATION ON KIDNEY FUNCTION PARAMETERS IN ALBINO RAT (Rattus norvegicus)
ADMINISTERED SIMVASTATIN
KHALDUN HIDAYAT N111 14 039
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2018
PENGARUH SUPLEMENTASI MADU TRIGONA TERHADAP PARAMETER FUNGSI GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG
DIBERIKAN SIMVASTATIN
THE EFFECT OF TRIGONA HONEY SUPPLEMENTATION ON KIDNEY
FUNCTION PARAMETERS IN ALBINO RAT (Rattus norvegicus) ADMINISTERED SIMVASTATIN
SKRIPSI
untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana
KHALDUN HIDAYAT N111 14 039
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2018
v
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini adalah karya
saya sendiri, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh
gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan
saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah
ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya ini tidak
benar, maka skripsi dan gelar yang diperoleh, batal demi hukum.
Makassar,30 Mei 2018
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Shubehanahu
wata’ala yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
penelitian dengan judul “Pengaruh Suplementasi Madu Trigona Terhadap
Parameter Fungsi Ginjal Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Yang Diberikan
Simvastatin” telah selesai disusun sebagai skripsi pada Program Studi S1
Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin.
Dalam menyusun skripsi ini banyak kendala yang dihadapi penulis,
namun berkat bantuan serta dukungan yang telah diberikan oleh berbagai
pihak, akhirnya kendala-kendala tersebut dapat diatasi. Oleh karena itu,
dengan segala kerendahan dan ketulusan hati menyampaikan ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak Usmar, S.Si., M.Si., Apt. sebagai
pembimbing utama, bapak Sukamto S. Mamada, S.Si., M.Sc., Apt. sebagai
pembimbing pertama dan ibu Dr. Aliyah M,S., Apt. sebagai pembimbing kedua
yang telah meluangkan waktu selama ini untuk memberikan arahan, membagi
ilmunya, menyumbangkan pikiran dan tenaga dalam membimbing penulis
selama melakukan penelitian hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima
kasih juga penulis haturkan kepada tim dosen penguji ibu Dr. Latifah Rahman,
DESS, Apt., ibu Rina Agustina, S. Si., M. Pharm.Sc., Apt., dan ibu Sumarheni,
S.Si., M.Sc., Apt. atas segala masukan dan saran-saran untuk kesempurnaan
skripsi ini.
Pada kesempatan ini tak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada:
1. Dekan dan wakil dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.
vii
2. Bapak Aminullah, S.Si., M.Pharm.Sc., Apt. selaku penasehat akademik
penulis yang senantiasa mengontrol dan mengevaluasi setiap
perkembangan pendidikan dan saran yang diberikan.
3. Bapak-bapak dan Ibu dosen serta seluruh staf Fakultas Farmasi,
Universitas Hasanuddin yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas
segala bimbingan dan ilmu serta bantuan yang diberikan selama
menempuh pendidikan, penelitian, hingga selesainya skripsi ini.
4. Kepada kakek dan nenek tercinta H. Ilyas Gantu dan Hj. Bandaca serta
tante Hj. Mini yang telah banyak berkorban sehingga penulis bisa
menyelesaikan pendidikan hingga ke tahap skripsi ini.
5. Kepada korps asisten Biofarmasi dan Farmakologi-Toksikologi Fakultas
Farmasi, Universitas Hasanuddin atas segala kebersamaannya dalam
belajar dan berbagi ilmu sebagai asisten, terkhusus Bapak Muh. Nur Amir
S.Si., M.Si., kak Rudi Arfiansyah S.Si., Apt, Anwar Sam, kak Ahmad Mu’arif,
kak Azan Jaya, Ayu Indah Rahayu, kak Musfirah Dewi, kak Ratna Dewi
Pujiarti dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
6. Kepada Korps asisten Farmasetika, Universitas Hasanuddin atas segala
kebersamaan dalam belajar dan berbagi ilmu sebagai asisten.
7. Kepada teman-teman anggota KEMAFAR-UH dan terkhusus pada
pengurus BEM KEMAFAR-UH kabinet “Kolaboratif Integrasi” periode
2016/2017 atas pengalaman dan kebersamaannya dalam melakukan
setiap proses pembelajaran.
ix
ABSTRAK
KHALDUN HIDAYAT. Pengaruh Suplementasi Madu Trigona Terhadap Parameter Fungsi Ginjal Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Yang Diberikan Simvastatin (Dibimbing oleh Usmar, Sukamto S. Mamada, dan Aliyah).
Simvastatin sebagai obat dislipidemia pada dosis dan durasi tertentu dapat memberikan efek samping gagal ginjal akut. Untuk mengurangi efek tersebut, dapat diberi madu sebagai suplemen. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) efek simvastatin 40 mg/kgBB terhadap kadar ureum dan kreatinin serum, (2) efek suplementasi madu trigona terhadap kadar ureum dan kreatinin serum tikus putih (Rattus norvegicus) yang diberikan simvastatin dengan dosis 40 mg/kgBB. Delapan belas ekor tikus putih dibagi menjadi 6 kelompok, tiap kelompok terdiri atas 3 ekor. Kelompok 1 sebagai kontrol sehat tidak diberi perlakuan; kelompok 2 diberi NaCMC 1%; kelompok 3 diberi simvastatin 40 mg/kgBB; kelompok 4 diberi simvastatin 40 mg/kgBB dan larutan madu trigona 7,5% v/v; kelompok 5 diberi Simvastatin 40 mg/kgBB, larutan madu trigona 7,5% v/v dan ubiquinon 8,9 mg/kgBB; kelompok 6 diberi Simvastatin 40 mg/kgBB dan ubiquinon 8,9 mg/kgBB sebagai kontrol positif. Pemberian dilakukan setiap hari selama 15 hari dengan volume 1 ml/100gBB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian simvastatin 40 mg/kgBB dapat meningkatkan kadar ureum dan kreatinin serum dan pemberian simvastatin 40 mg/kgBB dengan larutan madu trigona 7,5% v/v dapat menurunkan kadar ureum, tetapi tidak menurunkan kadar kreatinin serum.
Kata kunci: Madu trigona, Rattus norvegicus, serum kreatinin, ureum, simvastatin, ubiquinon
x
ABSTRACT
KHALDUN HIDAYAT. The Effect of Trigona Honey Supplementation on Kidney Function Parameters in Albino Rat (Rattus Norvegicus) Administered Simvastatin (Supervised by Usmar, Sukamto S. Mamada, dan Aliyah).
Simvastatin as a drug of dyslipidemia, in certain doses and durations can induce acute renal failure. To reduce the effect, it can be given honey as a supplement. The purpose of this study was to investigate (1) the effect of simvastatin 40 mg / kgBB on serum urea and creatinine levels, (2) the effect of trigona honey supplementation on serum creatinine and urea level of white rat (Rattus norvegicus) given simvastatin at 40 mg/kgBB. Eighteen white rats were divided into 6 groups, each group consists of 3 tails. Group 1 as a healthy control was not treated; group 2 was given sodium CMC 1%; group 3 was given simvastatin 40 mg/kgBB; group 4 was given simvastatin 40 mg/kgBB and a solution of trigona honey 7.5% v/v; group 5 was given Simvastatin 40 mg/kgBB, a solution of trigona honey 7.5% v/v and ubiquinon 8.9 mg/kgBB; group 6 was given Simvastatin 40 mg/kgBB and ubiquinon 8.9 mg / kgBB as positive control. The treatment was conducted every day for 15 days with volume 1 ml/100gBB. The results showed that the administration of simvastatin 40 mg / kgBB could increase serum urea and creatinine level and simvastatin 40 mg / kgBB with trigona honey 7,5% v/v solution could decrease urea level, but did not decrease serum creatinine level.
Keywords: Trigona honey, Rattus norvegicus, ureum, serum creatinine,
simvastatine, ubiquinone
xi
DAFTAR ISI
halaman
UCAPAN TERIMA KASIH vi
ABSTRAK ix
ABSTRACT x
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN xvi
BAB I PENDAHULUAN 1
I.1 Latar Belakang 1
I.2 Rumusan Masalah 3
I.3 Tujuan Penelitan 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
II.1 Lipid dalam Tubuh 5
II.1.1 Kilomikron 5
II.1.2 Very-Low-Density Lipoprotein (VLDL) 6
II.1.3 Low-Density Lipoprotein (LDL) 6
II.1.4 Lp (A) Lipoprotein 7
II.1.5 High-Density Lipoproteins (HDL) 7
II.2 Dislipidemia 8
II.3 Antihiperlipidemia 8
xii
halaman
II.4 Simvastatin 10
II.4.1 Efek Samping Simvastatin 12
II.4.2 Ubiquinon (CoQ10) 14
II.5 Fisiologi Ginjal 16
II.6 Patofisiologi Ginjal 19
II.7 Kreatinin Serum 20
II.8 Ureum 21
II.9 Uraian Umum Lebah dan Madu Trigona 22
II.9.1 Taksonomi Lebah Madu 22
II.9.2 Karakteristik Lebah dan Madu Trigona 23
II.9.3 Komposisi Madu Trigona 24
BAB III METODE PENELITIAN 27
III.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 27
III.2 Alat dan Bahan 27
III.3 Metode Kerja 28
III.3.1 Pembuatan Suspensi dan Larutan Uji 28
III.3.1.1 Pembuatan Larutan Koloidal NaCMC 1% b/v 28
III.3.1.2 Pembuatan Tween 5% v/v 28
III.3.1.3 Pembuatan Suspensi Simvastatin 40 mg/kg BB 28
III.3.1.4 Pembuatan Larutan Madu Trigona 7,5% v/v 29
III.3.1.5 Pembuatan Suspensi Ubiquinon (CoQ10) 29
III.3.2 Penentuan Dosis Simvastatin 29
xiii
halaman
III.3.3 Pemilihan Hewan Uji 30
III.3.4 Pengukuran Darah Awal 30
III.3.5 Perlakuan Hewan Uji 30
III.3.6 Analisis Parameter Fungsi Ginjal 31
III.3.6.1 Analisis Ureum 31
III.3.6.2 Analisis Kreatinin Serum 32
III.4 Pengumpulan dan Analisis Data 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 33
IV.1 Data Hasil Kreatinin Serum 36
IV.2 Data Hasil Ureum 40
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 45
DAFTAR PUSTAKA 46
LAMPIRAN 51
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel halaman
1. Obat-obat antihiperlipidemia 9
2. Klasifikasi kadar lipid dalam darah berdasarkan NCEP ATP III 10
3. Dosis statin dalam mereduksi LDL-C 12
4. Nutrisi dalam madu dan kaitannya dengan kebutuhan manusia 26
5. Profil kadar kreatinin serum tiap perlakuan 36
6. Profil kadar ureum tiap perlakuan 40
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar halaman
1. Jalur metabolisme biosintesis ubiquinon 16
2. Lebah trigona sp. 23
3. Sarang lebah Trigona sp. 24
4. Profil perubahan kadar kreatinin serum pada tikus putih (Rattus norvegicus) sebelum dan setelah pemberian perlakuan 37
5. Profil perubahan kadar ureum pada tikus putih (Rattus norvegicus) sebelum dan setelah pemberian perlakuan 41
6. Kandang hewan uji kelompok simvastatin 40 mg/kgBB 56
7. Pengambilan darah pada tikus putih melalui ekor 56
8. Penyimpanan darah ke dalam wadah vacutainer merah 56
9. Instrumen penelitian = ABX pentra 400 56
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran halaman
1. Skema kerja penelitian 51
2. Perhitungan bahan 52
3. Perhitungan dosis 53
4. Data pengukuran kadar ureum dan kreatinin serum 55
5. Dokumentasi kegiatan 56
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan
peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma (Handelsman dkk,
2011). Gangguan dislipidemia jika tidak diatasi akan mengakibatkan
aterosklerosis sehingga dapat berujung pada penyakit jantung koroner dan
penyakit arteri koroner (Alldredge dkk, 2013). Aterosklerosis merupakan suatu
kondisi dimana kolesterol menumpuk pada didnding pembuluh darah
sehingga terbentuk plak, pembentukan plak tersebut dapat menyebabkan
aliran darah terganggu dan dapat berujung pada penyakit jantung koroner dan
gagal ginjal (Sherwood, 2007).
Penurunan kadar kolesterol total serum merupakan strategi yang cocok
untuk mengurangi beban aterosklerosis . Strategi ini dapat dilakukan baik
secara farmakologi maupun pendekatan nonfarmakologi. Salah satu terapi
farmakologi yang digunakan adalah penggunaan golongan statin.
Golongan statin merupakan obat yang menghambat enzim 3-Hidroksi
-3-metilglutaril-KoA (HMG-KoA) reduktase dengan menghambat sintesis
mevalonat sehingga pembentukan kolesterol dihambat (Prahastuti dkk, 2013).
Golongan statin berfungsi untuk pasien yang mengidap serangan jantung
sebagai pencegahan primer, memperbaiki endotel vaskular, mengurangi
peradangan dan menstabilkan plak arteroklerosis (Clark dkk, 2012) serta dari
beberapa penelitian statin juga memiliki efek pleiotropik yang menguntungkan,
2
diantaranya efek kardioprotektif ( Rohilla dkk, 2016), hepatoprotektif (Huang
dkk, 2016), dan nefroprotektif (Afzali dkk, 2004). Namun golongan statin dapat
pula menghasilkan berbagai efek yang merugikan yang terkait dengan otot
skelet, mulai dari nyeri otot sampai fraktur rhabdomyolisis (Omar dan Wilson,
2002), dan risiko gagal ginjal akut (Hippisley-Cox dan Coupland, 2010). Efek-
efek tersebut berkaitan dengan durasi dan besar dosis yang diberikan (Glazer,
2002).
Salah satu golongan statin yang banyak diresepkan didunia adalah
simvastatin. Simvastatin termasuk dalam golongan obat liphopilic statin yang
meningkatkan kadar ureum dan kadar kreatinin serum dengan menghambat
sintesis mevalonat yang merupakan prekursor dari CoQ10 (ubiquinon)
mitokondria. Ubiquinon merupakan antioksidan yang secara alami diproduksi
oleh tubuh manusia (Kaminsky and Kosenko, 2010).
Penggunaan ubiquinone sebagai penunjang kesehatan sudah lama
digunakan sebagai solusi untuk mengurangi efek yang ditimbulkan oleh
golongan statin, namun dengan harga yang relatif mahal menjadi sebuah
kendala penggunaan ubiquinone.
Madu adalah cairan manis alami yang berasal dari nektar tumbuhan
yang diproduksi oleh lebah madu. Madu merupakan salah satu dari sekian
banyak bahan alami yang telah lama digunakan sebagai obat (Susanto, 2007).
Madu kaya akan flavonoid, seperti luteolin, quercetin, apigenin, fisetin,
kaempferol, isorhamnetin, acacetin, tamarixetin, chrysin, galangin yang
memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Fiorani dkk, 2006). Hasil penelitian
3
Marantika (2015) membuktikan bahwa madu dapat mencegah kerusakan sel
atau jaringan akibat stress oksidatif yang dipicu oleh boraks yang bersifat
nefrotoksik (Marantika, 2015).
Trigona spp merupakan jenis lebah yang tidak menyengat, yang
termasuk dalam famili Apidae. Lebah Trigona spp menghasilkan kandungan
madu yang lebih sedikit daripada lebah Apis spp. Madu yang terdapat pada
Trigona spp juga sulit untuk diekstraksi, akan tetapi kandungan propolis yang
dihasilkan pada Trigona spp lebih banyak dari pada golongan Apis spp
(Sihombing, 2005). Dari beberapa penelitian yang dilakukan memperlihatkan
bahwa madu trigona memiliki fungsi sebagai pemacu pertumbuhan pada tikus
putih (Fahri, 2009) dan sebagai antibakteri (Tukan, 2008).
Berdasarkan pemaparan diatas, maka muncul inovasi untuk meneliti
mengenai pengaruh pemberian simvastatin dan madu trigona terhadap
parameter fungsi ginjal tikus putih (Rattus norvegicus). Untuk menilai efek
protektif madu terhadap ginjal, maka digunakan sebagai parameter adalah
kadar ureum dan kreatinin serum.
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi masalah
dalam penelitian ini adalah
1. Apakah Simvastatin 40 mg/kgBB dapat meningkatkan kadar ureum dan
kreatinin serum pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diberikan
selama 15 hari ?
4
2. Bagaimana pengaruh pemberian simvastatin dan suplementasi madu
trigona terhadap parameter fungsi ginjal pada tikus putih (Rattus
norvegicus)?
I.3 Tujuan Penelitan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui apakah simvastatin 40 mg/kgBB yang diberikan selama
15 hari mampu meningkatkan kadar serum kreatinin dan ureum pada tikus
putih (Rattus norvegicus)
2. Untuk mengetahui pengaruh pemberian simvastatin dan suplementasi
madu trigona terhadap parameter fungsi ginjal pada tikus putih (Rattus
norvegicus)
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Lipid dalam Tubuh
Terdapat 3 jenis lipid yaitu kolesterol, trigeliserida dan fospolipid. Lipid
memiliki sifat sukar larut dalam air dan ketiga fraksi lipid tersebut
membutuhkan suatu zat pelarut yaitu suatu protein khusus yang dikenal
dengan apoprotein menjadi kompleks lipid protein atau lipoprotein sehingga
menyebabkan lipid bisa larut, menyatu dan mengalir di peredaran darah.
Dikenal sembilan jenis apoprotein yang diberi nama yaitu Apo A (AI, AII, dan
AIV) Apo B (B48, B100), Apo C ( CI, CII, CIII), dan Apo E. Senyawa lipid
dengan apoprotein ini disebut lipoprtoein dan setiap jenis lipoprotein
mempunyai Apo tersendiri. Sebagai contoh untuk VLDL, IDL, dan LDL
mengandung Apo B 100, sedang Apo B 48 ditemukan pada kilomikron. Apo
AI, AII, dan AIV ditemukan terutama pada lipoprotein HDL dan kilomikron
(Sudoyo, 2007)
II.1.1 Kilomikron
Kilomikron terbentuk di usus dan membawa trigliserida dari makanan,
kolesterol yang tidak teresterifikasi, dan ester kolesteril memindahkan saluran
toraks ke aliran darah.
Trigliserida dilepaskan pada jaringan luar hati melalui jalur yang
dibagikan dengan VLDL yang melibatkan hidrolisis oleh sistem lipoprotein
lipase (LPL). Penurunan diameter partikel terjadi saat trigliserida habis.
6
Permukaan lipid dan apoprotein kecil dipindahkan ke HDL. Sisa-sisa
kilomikron resultan diambil oleh endositosis yang dimediasi reseptor menjadi
hepatosit (Finkel dkk, 2009)
II.1.2 Very-Low-Density Lipoprotein (VLDL)
VLDL disekresikan oleh trigliserida hati dan dibawa ke jaringan perifer.
Trigliserida VLDL dihidrolisis oleh LPL, menghasilkan asam lemak bebas
untuk penyimpanan di jaringan adiposa dan untuk oksidasi pada jaringan
seperti otot jantung dan kerangka. Penipisan trigliserida menghasilkan sisa-
sisa IDL. beberapa di antaranya mengalami endositosis secara langsung oleh
hati. Sisanya diubah menjadi LDL dengan pemindahan trigliserida yang
dimediasi oleh lipase hati. Peningkatan LDL dalam serum saat
hipertrigliseridin berkurang. Peningkatan kadar LDL juga dapat diakibatkan
oleh peningkatan sekresi VLDL dari katabolisme LDL yang menurun (Finkel
dkk, 2009)
II.1.3 Low-Density Lipoprotein (LDL)
LDL dikatabolisasi terutama pada hepatosit dan sel lainnya oleh
endositosis yang dimediasi oleh reseptor. Ester dari LDL dihidrolisis,
menghasilkan kolesterol bebas untuk sintesis selaput sel. Sel juga
mendapatkan kolesterol melalui sintesis melalui jalur yang melibatkan
pembentukan asam mevalonik oleh HMG-CoA reduktase. Produksi enzim dan
reseptor LDL diatur secara transkripsi oleh kandungan kolesterol dalam sel.
Biasanya, sekitar 70% LDL dikeluarkan dari plasma oleh hepatosit. Bahkan
lebih banyak kolesterol dikirim ke hati melalui IDL dan kilomikron. Tidak seperti
7
sel lain, hepatosit dapat menghilangkan kolesterol dengan sekresi dalam
empedu dan dengan konversi menjadi asam empedu (Finkel dkk, 2009)
II.1.4 Lp (A) Lipoprotein
Lp(a) lipoprotein terbentuk dari LDL dan protein (a) yang dihubungkan
oleh jembatan disulfida. Protein (a) sangat homolog dengan plasminogen
namun tidak diaktifkan oleh aktivator plasminogen jaringan. Ini terjadi pada
sejumlah isoform dengan berat molekul yang berbeda. Tingkat Lp(a)
bervariasi dari nol sampai lebih dari 500 mg/dL dan ditentukan terutama oleh
faktor genetik. Lp(a) dapat ditemukan pada plak aterosklerosis dan mungkin
juga berkontribusi terhadap penyakit koroner dengan menghambat
trombolisis. Kadar meningkat pada nefrosis (Finkel dkk, 2009)
II.1.5 High-Density Lipoproteins (HDL)
Apoprotein HDL disekresikan oleh hati dan usus. Sebagian besar lipid
berasal dari permukaan monolayer kilomikron dan VLDL selama lipolisis. HDL
juga mengakuisisi kolesterol dari jaringan perifer, melindungi homeostasis
kolesterol sel. Kolesterol bebas diangkut dari membran sel oleh transporter
ABCA1, diakuisisi oleh partikel kecil yang disebut HDL prebeta-1, dan
kemudian diesterifikasi dengan lesitin: cholesterol asyltransferase (LCAT),
yang menyebabkan pembentukan spesies HDL yang lebih besar. Kolesterol
juga dibawah dari makrofag oleh transporter ABCG1 ke partikel HDL besar.
Ester cholesteryl dipindahkan ke sisa-sisa VLDL, IDL, LDL, dan kilomikron
dengan bantuan protein transfer ester cholesteryl (CETP). Sebagian besar
ester cholesteryl sehingga akhirnya dipindahkan ke hati oleh endositosis dari
8
lipoprotein akseptor. HDL juga dapat memberikan ester cholesteryl langsung
ke hati melalui reseptor dok (reseptor pemulung, SR-BI) yang tidak
menyebabkan endositosis lipoprotein (Finkel dkk, 2009).
II.2 Dislipidemia
Dislipidemia didefinisikan sebagai kelainan metabolisme lipid yang
ditandai dengan peningkatan dan penurunan fraksi lipid dalam plasma.
kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total,
kolesterol low density lipoprotein (LDL), trigliserida, dan penurunan kolesterol
high density lipoprotein (HDL) (Wells dkk, 2009).
Peningkatan dapat terjadi sebagai akibat gaya hidup seseorang,
misalnya kurang berolahraga dan konsumsi makanan yang mengandung
kelebihan asam lemak jenuh. Hiperlipidemia juga bisa diakibatkan dari satu
warisan cacat gen dalam metabolisme lipoprotein atau yang lebih umum dari
kombinasi faktor genetik dan gaya hidup. Perubahan gaya hidup yang tepat
dalam kombinasi dengan terapi obat dapat menyebabkan penurunan progresi
plak koroner, lesi yang sudah ada sebelumnya, dan pengurangan kematian
akibat penyakit jantung koroner sampai 30 sampai 40 % (Clark dkk, 2012).
II.3 Antihiperlipidemia
Lipid plasma kebanyakan terdiri atas lipoprotein, yang berbentuk
makromolekul bulat kompleks lipid dan protein spesifik (apolipoprotein).
lipoprotein penting secara klinis, tercantum dalam urutan ateroskomoditas
yang menurun adalah LDL, very low density lipoprotein (VLDL) dan kilomikron,
9
serta HDL. Terjadinya Penyakit jantung kronik secara positif terkait dengan
jumlah yang tinggi kolesterol dan bahkan lebih kuat lagi dengan peningkatan
kolesterol LDL di darah. Berbeda dengan kolesterol LDL, kadar kolesterol HDL
yang tinggi dikaitkan penurunan risiko penyakit jantung. Obat
antihiperlipidemia diambil tanpa batas waktu, karena saat terapi dihentikan,
tingkat lipid plasma kembali ke tingkat pretreatment. Pengurangan tingkat LDL
adalah tujuan utama menurunkan kolesterol terapi. Rekomendasi untuk
pengurangan kolesterol LDL menjadi spesifik, tingkat sasaran dipengaruhi
oleh koeksistensi penyakit jantung koroner dan jumlah faktor risiko jantung
lainnya. Semakin tinggi keseluruhan risiko penyakit jantung, maka lebih agresif
terapi LDL yang direkomendasikan (Clark dkk, 2012).
Obat antihiperlipidemia diberikan pada individu yang memiliki masalah
pada peningkatan lipid serum. Golongan obat statin bekerja dengan
menghambat pembentukan kolesterol dengan cara menghambat HMG CoA
reduktase sehingga tidak terbentuk asam mevalonat. Golongan obat fibrat
bekerja sebagai ligan untuk reseptor transkripsi nukleus, reseptor alfa
peroksisom yang diaktivasi proliferator, dan menstimulasi aktivitas lipoprotein
lipase. Golongan obat penghambat absorbsi kolesterol bekerja dengan
menurunkan penyerapan kolesterol di usus. Golongan obat asam nikotinat
bekerja dengan mengurangi peleoasan VLDL dan kemudian menurunkan
trigliserida plasma (Clark dkk, 2012).
10
Tabel 1. Obat-obat antihiperlipidemia
Golongan Contoh Obat
Penghambat HMG CoA reduktase
Simvastatin Atorvastatin Lovastatin Pitavastatin Pravastatin Rosuvastatin
Fibrat Gemfibrozil Fenofibrat
Niasin Niasin
Penghambat absorpsi kolesterol Ezetimibe
Sequestrants asam empedu Kolesevelam Kolestipol Kolestiramine
Asam lemak Omega-3 Dokosa hexa enoat Elkosa pentanoat
Sumber: Young dkk, 2009
Tabel 2. Klasifikasi kadar lipid dalam darah berdasarkan NCEP ATP III
Jenis Kolesterol Kadar (mg/dl) Kategori
Kolesterol LDL
<100 100-129 130-159
Optimal Mendekati optimal Batas aman
160-189 ≥ 190
Tinggi Sangat tinggi
Kolesterol HDL < 40 ≥ 60
Rendah Tinggi
Trigliserida
< 150 150-199 200-499 > 500
Normal Batas aman Tinggi Sangat tinggi
Kolesterol total
< 200 200-239
Normal Batas aman
≥ 240 Tinggi
*HDL: High-density Lipoprotein, LDL: Low-density Lipoprotein (Sumber: Young dkk, 2009)
II.4 Simvastatin
Senyawa ini adalah analog struktural HMG-CoA (3-hydroxy-3-
methylglutaryl-coenzyme A). Simvastatin merupakan golongan statin paling
efektif dalam mengurangi LDL. Efek lainnya termasuk penurunan stres
oksidatif dan peradangan vaskular dengan peningkatan stabilitas lesi
11
aterosklerotik. Simvastatin telah dijadikan praktik standar untuk memulai terapi
inhibitor reduktase setelah sindrom koroner akut (Finkel dkk, 2009)
HMG-CoA reduktase memediasi langkah pertama yang dilakukan
dalam biosintesis sterol. Bentuk aktif dari inhibitor reduktase adalah analog
struktural dari intermediat HMG-CoA yang dibentuk oleh HMG CoA reduktase
dalam sintesis mevalonat. Analog ini akan menyebabkan penghambatan
sebagian enzim sehingga dapat mengganggu sintesis isoprenoid seperti
ubiquinon dan dolikol serta prenilasi protein. Namun, penghambat reduktase
jelas menginduksi peningkatan reseptor LDL afinitas tinggi. Efek ini
meningkatkan tingkat katabolik fraksional LDL dan ekstraksi hati prekursor
LDL (sisa VLDL) dari darah, sehingga mengurangi LDL karena ditandai
dengan ekstraksi hati pertama, efek utamanya adalah pada hati. Aktivitas
preferensial pada hati disebabkan oleh perbedaan spesifik pada serapan.
Penurunan trigliserida plasma yang sederhana dan juga terjadi peningkatan
HDL yang kecil (Finkel dkk, 2009). Penghambat reduktase digunakan secara
tunggal atau dengan resin, niasin, atau ezetimibe dalam mengurangi kadar
LDL (Finkel dkk, 2009).
Sintesis kolesterol terjadi terutama pada malam hari, reduktase inhibitor
kecuali atorvastatin dan rosuvastatin harus diberikan di malam hari jika dosis
harian digunakan. Penyerapan umumnya (kecuali pravastatin) ditingkatkan
oleh makanan. Dosis harian lovastatin bervariasi dari 10 mg sampai 80 mg.
Pravastatin hampir sama kuatnya dengan lovastatin, dosis harian maksimum
yang direkomendasikan 80 mg. Simvastatin dua kali lebih manjur dan
12
diberikan dalam dosis 5-80 mg setiap hari. Fluvastatin tampaknya sekitar
setengah ampuh seperti lovastatin secara massal dan diberikan dalam dosis
10-80 mg setiap hari. Atorvastatin diberikan dalam dosis 10-80 mg/hari, dan
rosuvastatin yang paling berkhasiat untuk hiperkolesterolemia diberikan dalam
dosis 5-40 mg/hari. Kurva respons dosis pravastatin dan terutama fluvastatin
cenderung turun di bagian atas kisaran dosis pada pasien dengan
hiperkolesterolemia sedang sampai berat. Lovastatin, simvastatin, dan
atorvastatin agak lebih linier (Finkel dkk, 2009).
Tabel 3. Dosis statin dalam mereduksi LDL-C
Obat Persen penurunan LDL-C dan dosis pemberian
20%-25% 26%-30% 31%-35% 36-40% 41%-50% 51-55%
Atorvastatin Fluvastatin Lovastatin Pravastatin
Rosuvastatin Simvastatin
- 20 10 10 - -
- 40 20 20 -
10
10 80 40 40 -
20
20 -
80 - 5 40
40 - - -
10 80
80 - - -
20, 40 -
Sumber: Brunton dkk, 2005
II.4.1 Efek Samping Simvastatin
Obat golongan statin umumnya memiliki sifat yang aman, namun pada
beberapa golongan, dosis dan penggunaan dapat memiliki efek samping. Dari
penelitian yang didapatkan sistem hati, ginjal dan otot, termasuk miokardium,
terpengaruh selama terapi statin. Efek samping yang mempengaruhi otot
rangka adalah mulai dari miopati ringan (mialgia, kram, intoleransi latihan, dan
kelelahan) hingga miosit dan rhabdomyolysis serius. Rhabdomyolysis,
sindrom yang ditandai oleh nekrosis otot dengan pelepasan konstituen otot
intraseluler toksik, dapat menjadi efek samping yang fatal dari terapi statin.
13
Toksisitas yang disebabkan oleh Simvastatin meningkat pada organ, jaringan
dan fungsi yang berbeda (Kaminsky dan Kosenko, 2010). Waness dkk, (2008)
telah menjelaskan kasus simvastatin diinduksi rhabdomyolysis oleh gagal
ginjal akut yang membutuhkan hemodialisis. Statin pada umumnya diresepkan
pada pasien hiperlipidemia, namun sebuah kasus dilaporkan dari penerima
transplantasi jantung mengidap rhabdomyolysis berat dan gagal ginjal akut
setelah beralih dari pravastatin ke simvastatin (Teutonico dkk, 2010). Selain
dari pada itu penggunaan simvastatin dapat menyebabkan nekrosis otot
(Evangelista dkk, 2009), menginduksi asidosis laktat (Goli dkk, 2002) dan
pankreatitis (Johnson dan Loomis, 2006) serta stres oksidatif (Yang dkk,
2011).
Efek samping lainnya dikonfirmasi dengan penelitian eksperimen pada
skelinci yang diberikan simvastatin selama 4 minggu, temuan patologis adalah
nekrosis serat otot dan degenerasi oleh mikroskop cahaya dan gangguan dan
hypercontraction myofibrils (Nakahara dkk, 1998). Penelitian lain juga
membuktikan bahwa Selama 15–16 hari pemberian simvastatin setiap hari
mempengaruhi perkembangan nekrosis serat otot tikus yang terjadi pada 17
otot tertentu (ekstensor digitorum longus, gastrocnemius, biceps femoris,
semitendinosus, semimembranosus, tibialis cranialis, vastus medialis,
supraspinatus, triceps brachii caput longum , trisep brachii caput laterale,
lumborum, diafragma, peritoneum perut, panniculus carnosus dari kulit)
(Westwood dkk, 2005).
14
II.4.2 Ubiquinon (CoQ10)
Coenzyme Q10 merupakan komponen penting dari sistem transpor
elektron mitokondria, dan defiisiensi CoQ10 dapat mempengaruhi fosforilasi
oksidatif dan produksi mitokondria adenosin trifosfat (ATP) (Caso dkk, 2007).
Coenzime Q10 (juga dikenal sebagai CoQ10, ubiquinon, ubidekarenon)
adalah senyawa mirip vitamin lipid yang larut dalam membran dalam
mitokondria dari setiap sel tubuh. CoQ10 memainkan 2 peran utama dalam
tubuh. Di mitokondria, CoQ10 adalah koenzim vital dalam rantai transpor
elektron untuk sintesis ATP, sumber utama energi seluler. CoQ10 ditemukan
pada tingkat tertinggi dalam sel dengan kebutuhan energi tinggi seperti
jantung, otak, hati, dan sel ginjal. Fungsi CoQ10 kedua adalah sebagai
antioksidan, terutama dalam mencegah peroksidasi lipid (Bank dkk, 2011).
CoQ10 disintesis secara endogen oleh proses multistep yang terdiri atas
sintesis cincin benzoquinon dari tirosin atau fenilalanin, sintesis rantai samping
isoprenoid melalui jalur mevalonat, dan kondensasi keduanya membentuk
CoQ10. Jalur mevalonat juga menghasilkan kolesterol di antara produk akhir
jalurnya. Pembentukan mevalonat dari koenzim 3-hidroksi-3-metil-glutaril A
(HMG-CoA) oleh HMG-CoA reduktase adalah langkah pembatas laju pada
jalur mevalonat. Jalur biosintesis melibatkan banyak enzim, kofaktor, vitamin,
dan trace mineral. Kompleksitas jalur menunjukkan bahwa setiap kerusakan
pada enzim, kofaktor, atau nutrisi makanan dapat mengganggu biosintesis
dari CoQ10 (Bank dkk, 2011)
15
CoQ10 adalah molekul yang sangat lipofilik dan praktis tidak larut dalam
air. Penyerapan dan transportasi CoQ10 tampaknya mirip dengan senyawa
lipofilik lainnya seperti vitamin E. CoQ10 eksogen diserap di usus kecil dan
memasuki sirkulasi melalui sistem limfatik. Sebelum absorpsi, CoQ10 diubah
menjadi bentuk ubiquinol tereduksi oleh enterosit. Hampir 95% dari plasma
CoQ10 hadir sebagai ubiquinol pada individu yang sehat. Proporsi ubiquinol
tidak diubah oleh konsumsi oral baik CoQ10 (ubiquinone) atau ubiquinol
(Bhagavan dan Chopra, 2007).
Defisiensi CoQ10 terlihat pada pasien dengan berbagai penyakit dan
kondisi kesehatan seperti penyakit jantung, hipertensi, penyakit Parkinson,
beberapa jenis kanker, penyakit periodontal, asma, dan infeksi virus
kekebalan manusia (HIV). Individu yang memakai obat statin penurun
kolesterol juga telah mengurangi kadar CoQ10 karena obat tersebut
menghambat sintesis CoQ10. Defisiensi CoQ10 juga dapat disebabkan oleh
mutasi pada gen yang secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam
Biosintesis CoQ10 (Bank dkk, 2011). Gambar biosintesis CoQ10 dapat dilihat
pada gambar 1.
16
II.5 Fisiologi Ginjal
Ginjal terdiri dari korteks dibagian luar dan medulla dibagian dalam.
Ginjal membentuk urin dengan cara mengeluarkan konstituen plasma yang
tidak dibutuhkan oleh tubuh juga menahan bahan-bahan yang bermanfaat
bagi tubuh. Dalam melaksanakan fungsi regulatorik dan ekskretoriknya ginjal
melakukan tiga proses, yaitu filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, serta
sekresi tubulus (Sloane, 2004).
Pada filtrasi glomerulus terjadi perpindahan plasma bebas protein dari
darah kedalam tubulus. Filtrasi glomerulus terjadi ketika sebagian plasma
yang mengalir melalui masing-masing glomerulus secara pasif dibawah
tekanan menembus membran glomerulus kedalam kapsul bowman. Kurang
Gambar 1. Jalur metabolisme biosintesis ubiquinone (Bank dkk, 2011)
Acetyl CoA
HMG CoA
Mevalonat
Mevalonat pirofosfat
Isopentenil pirofosfat
Isopentenil pirofosfat
Geranil pirofosfat
Farnesil pirofosfat
HMG CoA reduktase
Ubiquinon Dolikol Squalen
Kolesterol
Squalene sintetase
17
lebih 20% sampai 25% curah jantung disalurkan ke ginjal untuk diproses oleh
mekasnisme regulatorik dan ekskretorik ginjal (Sherwood, 2007)
Dari plasma yang mengalir ke ginjal, normalnya 20% difiltrasi melalui
glomerulus, menghasilkan laju filtrasi glomerulus (LFG) rata-rata 125ml/mnt.
Laju filtrasi glomerulus dapat berubah dengan mengubah tekanan darah
kapiler glomerulus melalui pengaruh simpatis pada arteriol aferen sebagai
bagian dari respon refleks baroreseptor yang dapat mengkompensasi
perubahan tekanan darah arteri. Jika LFG berubah maka jumlah cairan yang
keluar juga berubah, sehingga volume plasma dapat disesuaikan untuk
membantu memulihkan tekanan darah ke normal dalam jangka panjang
(Tortora dan Derrickson, 2009).
Proses selanjutnya adalah reabsorpsi tubulus, perpindahan selektif
konstituen-konstituen tertentu di filtrat kembali ke dalam darah kapiler
peritubulus. Setelah plasma bebas protein difiltrasi melalui glomerulus, tubulus
kemudian siap menangani setiap bahan secara tersendiri sehingga meskipun
konsentrasi semua konstituen di filtrat glomerulus awal identik dengan
konsentrasinya di plasma namun konsentrasi berbagai konstituen mengalami
perubahan bervariasi sewaktu cairan filtrat mengalir melalui sistem tubulus
(Sherwood, 2007).
Lebih dari 99% plasma yang terfiltrasi dikembalikan kedarah melalui
reabsorpsi. Reabsorpsi tubulus melibatkan transport transepitel dari lumen
tubulus ke dalam plasma kapiler peritubulus. Proses reabsorpsi sedikit banyak
berkaitan dengan reabsorpsi aktif Na+, yang dijalankan oleh suatu pembawa
18
Na+−K+ ATPase dependen energi di membran basolateral hampir semua sel
tubulus. Transpor Na+ keluar sel ruang lateral di antara sel-sel menyebabkan
reabsorpsi neto Na+ dari lumen tubulus ke plasma kapiler peritubulus. Pada
proses ini secara selektif memindahkan glukosa, asam amino, elektrolit, Cl-,
dan air. Produk-produk sisa lainnya yang tidak direabsorpsi tetap berada diurin
dengan konsentrasi tinggi (Sherwood, 2007).
Sekresi tubular adalah proses aktif yang memindahkan zat keluar dari
darah dalam kapilar peritubular melewati sel-sel tubular menuju cairan tubular
untuk dikeluarkan dalam urine. Zat-zat seperti ion hidrogen, kalium dan
amonium, prodek akhir seperti kreatinin dan asam hipurat serta obat-obatan
tertentu (penisilin) secara aktif disekresi ke dalam tubulus. Ion hidrogen dan
amonium diganti dengan ion natrium dalam tubulus kontortus distal dan
tubulus pengumpul. Seleksi tubular yang selektif terhadap ion hidrogen dan
amonium membantu dalam pengaturan pH plasma dan keseimbangan asam
basa cairan tubuh. Sekresi tubular merupakan suatu mekanisme yang penting
untuk mengeluarkan zat-zat kimia asing (Sloane, 2004).
Sebanyak 125 ml/menit filtrat yang terbentuk di glomerulus, normalnya
hanya 1 ml/menit yang tersisa di tubulus untuk diekskresikan di urin. Hanya
zat sisa dan kelebihan elektrolit yang tidak dibutuhkan oleh tubuh yang
tertinggal, larut dalam air dalam volume tertentu dieleminasi melalui urin.
Setelah terbentuk, urin terdorong oleh kontraksi peristaltik melalui ureter dari
ginjal ke kandung kemih untuk disimpan sementara (Tortora dan Derrickson,
2009).
19
Kandung kemih dapat menampung 250 hingga 400 ml urin sebelum
reseptor regang di dindingnya memicu refleks berkemih. Reflex ini
menyebabkan pengosongan involunter kandung kemih dengan cara
menyebabkan kontraksi kandung kemih dan pembukaan sfingter uretra
internus dan eksternus secara bersamaan (Tortora dan Derrickson, 2009).
II.6 Patofisiologi Ginjal
Gagal ginjal akut adalah sindrom klinis di mana ginjal tidak lagi
mengeskresi produk-produk limbah metabolisme, biasanya karena hipoperfusi
ginjal. Sindrom ini bisa berakibat azotemia (uremia), yaitu akumulasi limbah
nitrogen dalam darah dan oliguria, di mana pengeluaran urin kurang dari 400
ml/24 jam (Tambayong, 2000)
Penyakit gagal ginjal akut ditandai dengan naiknya ureum dan kreatinin
serum dengan cepat, biasanya disertai penurunan pengeluaran urin.
Penyebab bisa dibagi menjadi prerenal, enal, dan postrenal (Tambayong,
2000).
Prerenal ditandai dengan berkurangnya pasokan darah ke ginjal yang
disebabkan oleh kondisi seperti perdarahan, dehidrasi, atau hilangnya cairan
gastrointestinal. Penurunan aliran darah ginjal ringan sampai sedang
mengakibatkan tekanan intraglomerular yang disebabkan pelebaran arteriola
aferen, penyempitan arteriola eferen, dan redistribusi aliran darah ginjal ke
medulla ginjal. Pada gagal ginjal prerenal osmolalitas urin tinggi (>500
mosmol/kg), kadar natrium urin rendah (<20 mmol/L) dan rasio urin : ureum
plasama adalah >10 : 1 (Tambayong, 2000).
20
Gagal ginjal renal atau gagal ginjal intrinsik merupakan gagal ginjal
yang disebabkan oleh penyakit yang dapat mempengaruhi integritas tubulus,
pembuluh glomerulus, intersitium, atau darah. Acute tubular necrosis adalah
kondisi patofisiologi yang dihasilkan dari obat-obatan atau iskemik terhadap
ginjal (Tambayong, 2000).
Gagal ginjal postrenal terjadi karena obstruksi aliran kemih oleh
beberapa sebab, antara lain : hipertrofi prostat jinak, tumor panggul, dan
pengendapan batu ginjal (Tambayong, 2000).
II.7 Kreatinin Serum
Kreatinin adalah produk pengurai kreatin, kreatinin disintesis hati dan
terdapat dalam hampir semua otot rangka yang berikatan dengan dalam
bentuk kretinin fosfat, (creatinin phosphate, CP), Suatu senyawa penyimpan
energi. Dalam sintesis ATP (Adenosis Triphosphate) dari ADP (Adenosin
diphosphate), kreatin fosfat diubah menjadi kratin dengan katalisasi enzim
kreatin kinase (Creatin kinase, CK). Seiring dengan pemakaian energi,
sejumlah kecil secara ireversibel menjadi kreatinin, yang selanjutnya difiltrasi
oleh glomerulus dan diekskresikan dalam urin sehingga klirens kreatinin
dianggap sebagai suatu pemeriksaan yang dapat dipercaya untuk
memperkirakan laju filtrasi glomerulus (LFG). Kadar serum menunjukkan
keseimbangan antara produksi dan ekskresi oleh ginjal dan merupakan
indikator fungsi ginjal yang lebih akurat dari pada BUN (Horne dan
Swearingan, 2000).
21
Nilai normal kadar kreatinin serum pada pria dewasa sebesar 0,9−1,3
mg/dl dan pada wanita dewasa 0,6−1,1 mg/dl. Menurut Malole dan Pramono
(1989) nilai normal kadar kreatinin pada tikus adalah 0,2−0,8 mg/dl.
Peningkatan dua kali lipat kadar kreatinin serum mengindikasikan adanya
perununan fungsi ginjal sebesar 50%, demikian juga peningkatan kadar
kreatinin tiga kali lipat mengisyaratkan penuruan fungsi ginjal sebesar 75%
(Murray dkk, 2009). Konsentrasi yang terkandung di dalam urin merupakan
petunjuk penting terhadap kerusakan ginjal, kreatinin dibentuk oleh tubuh dari
pemecahan senyawa kreatinin dan fosfokreatin dimana jumlah kreatin sekitar
2% dari total kreatin (Setyaningsih dkk, 2013).
II.8 Ureum
Ureum merupakan produk aktif nitrogen dari metabolisme protein
kadar. Kadar ureum serum bergantung pada produksi ureum tubuh dan aliran
urine. Ureum berasal dari metabolisme nitrogen yang penting pada manusia,
yang disintesa dari amonia, karbon dioksida, dan nitrogen amida aspatat
(Murray dkk, 2009).
Kecepatan ekskresi ureum terutama ditentukan oleh dua faktor :(1)
konsentrasi ureum dalam plasma dan (2) laju filtrasi glomerulus (LFG). Pada
pasien penyakit ginjal yang LFG-nya sangat menurun, konsentrasi ureum
plasma sangat meningkat, yang akan mengembalikan muatan ureum yang
difiltrasi dan kecepatan ekskresi ureum ke batas normal, meskipun LFG
menurun (Guyton dan Hall, 2007).
22
Kadar urea dalam darah orang dewasa adalah 8−25 mg/dl, dan kadar
ureum dalam serum normal adalah 10−50 mg/dl. Menurut Malole dan
Pramono,(1989), nilai normal kadar ureum pada tikus adalah 15−21 mg/dl.
Jika kuantitas ureum melebihi batas normal akan mengakibatkan tingginya
kandungan ureum dalam darah dan umumnya terjadi pada penderita gagal
ginjal (Murray dkk, 2009).
II.9 Uraian Umum Lebah dan Madu Trigona
II.9.1 Taksonomi Lebah Madu
Klasifikasi lebah Trigona sp. adalah sebagai berikut (Suranto, 2007)
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Subkelas : Pterygota
Ordo : Hymenoptera
Subordo : Clistogastra
Superfamili : Apoidea
Familia : Apidae
Genus : Trigona
Spesies : Trigona sp.
23
II.9.2 Karakteristik Lebah dan Madu Trigona
Lebah trigona tersebar di Amerika, Afrika, Australia, dan negara-negara
di Asia seperti Taiwan, Filipina, Malaysia, Thailand, Vietnam, Srilanka, dan
India (Fadhilah dan Rizkika, 2015).
Lebah trigona yang merupakan salah satu genus lebah tanpa sengat.
Di Indonesia lebah Trigona memiliki keragaman antara lain lebah lilin, lanceng
atau klanceng (dalam bahasa Jawa) ; teweul (bahasa Sunda); gala-gala atau
galo-galo (Sumatra Barat); serta ketape atau kammu (Sulawesi Selatan).
Untuk membedakan lebah madu bersengat misalnya Apis dengan lebah madu
tanpa sengat sering dijuluki madu lanceng (Fadhilah dan Rizkika, 2015).
Kehidupan lebah madu trigona membentuk kelompok dan koloni, dalam
satu koloni terdapat lebah ratu, jantan, dan pekerja. Lebah madu Trigona
memiliki ukuran lebih kecil dibandingkan dengan lebah madu Apis, ukurannya
hanya 3-8 mm, sedangkan Apis 1-2 cm. Karena ukuran yang lebih kecil lebah
trigona memiliki gerakan yang lincah dibanding Apis. Lebah Trigona memiliki
3 pasang kaki yang semuanya beruas-ruas, sepasang kaki belakang
mempunyai duri yang sangat banyak sehingga mampu memegang erat polen
Gambar 2. Lebah trigona sp. (sumber : (Untung,2010)
24
yang dipetik dari bunga. Trigona memiliki sepasang sayap di punggung yang
ukurannya lebih panjang dibandingkan badan. Di bagian kepala terdapat
antena dan mata yang sangat lebar (mirip mata belakang). Mulut lebah trigona
berbentuk moncong panjang sehingga mudah mengisap (Fadhilah dan
Rizkika, 2015).
Lebah madu tak bersengat dari genus Trigona menghasilkan madu
dengan karakteristik yaitu madu berasa asam, dan tahan terhadap fermentasi
(Suranto, 2007). Madu memiliki sifat mengawetkan sehingga madu sering
digunakan sebagai bahan produk perawatan tubuh dan produk kecantikan
seperti cairan atau lotion, masker, sabun, sampo, lulur, lipstik, pelembab, dan
bedak. Madu juga memiliki sifat osmolalitas yang tinggi sehingga bakteri sulit
hidup, madu memiliki sifat higroskopis yang dipakai untuk mengompres luka
luar seperti borok akibat infeksi (Fadhilah dan Rizkika, 2015).
II.9.3 Komposisi Madu Trigona
Madu merupakan produk lebah yang terbuat dari nektar yang
dikumpulkan lebah madu dari berbagai tumbuhan berbunga. Madu merupakan
salah satu dari sekian banyak bahan alami yang telah lama digunakan sebagai
Gambar 3. Sarang lebah Trigona sp. (Sumber: Untung,2010)
25
obat (Suranto, 2007). Madu kaya akan flavonoid, seperti luteolin, quercetin,
apigenin, fisetin, kaempferol, isorhamnetin, acacetin, tamarixetin, chrysin,
galangin yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan, vitamin A, betakaroten,
vitamin B complex (lengkap), vitamin D, E, dan K. Madu sebagai obat dapat
digunakan sebagai antibakteri, diare, meredakan alergi, kosmetika, antikanker
(Fiorani dkk, 2006).
Hasil penelitian Paul MD, M.Sc dari Penn State Colloge of Medicine,
Amerika Serikat pada buku “LABA: Lebah Tanpa Sengat” membuktikan bahwa
pemberian setegah sendok teh madu lebih baik daripada pemberian
dekstromethorphan (DM) yang biasanya terkandung dalam sirop obat batuk
anak. Pada penelitian itu melibatkan 105 anak penderita batuk berusia 2-10
tahun. Penelitian selanjutnya mengungkapkan bahwa madu dapat
meningkatkan kesehatan rahim wanita dengan mencegah penyusutan,
pengerutan, serta kerusakan sel dan saraf rahim akibat kebiasaan dan
makanan yang buruk, bahkan madu juga dapat digunakan terapi alternatif
wanita yang kekurangan hormon estrogen. Lebah tanpa sengat juga terbukti
sebagai obat dalam penyakit masalah pernapasan, pencernaan, luka terbuka,
demam, terbakar, dan sengatan hewan beracun (Fadhilah dan Rizkika, 2015).
26
Tabel 4. Nutrisi dalam madu dan kaitannya dengan kebutuhan manusia
Nutrisi Unit Jumlah Rata-rata
dalam 100 g madu
Asupan harian yang disarankan
Kesetaraan Energi Vitamin Vitamin B1 Vitamin B2 Asam Nikotinat Vitamin B6 Asam Pantotenat Vitamin C Mineral Kalsium Klor Tembaga Besi Magnesium Fosfor Kalium Natrium Seng
kkal
mg mg mg mg mg µg
mg mg mg mg mg mg mg mg mg
340
0,004 – 0,006 0,002 – 0,06 0,11 – 0,36 0,008 – 0,32 0,00 – 0,11 2,2 – 2,4
4 – 30 2 – 20
0,01 – 0,1 1 – 3,4 0,7 – 13 2 – 60
10 – 470 0,6 – 40 0,2 – 0,5
2800
1,5 1,7 20 2 10 60
1000 2 18 400 1000
- -
15
Sumber : Abeshu, 2016
27
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan kurang lebih 2 bulan dan dilaksanakan di
Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin, Laboratorium Biofarmasi-
Farmakologi dan Toksikologi, Laboratorium Farmasi Klinik, dan
Laboratorium Rumah Sakit Pendidikan Universitas Hasanuddin.
III.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Spoit (Terumo®)
kanula, labu tentukur, vacutainer merah (Vaculab®), Pengaduk elektrik,
tabung eppendorf, sentrifuge (Human®), lumpang alu, timbangan analitik,
mikropipet (Human®), instrumen ABX Pentra 400 (Horiba®) dan alat-alat
gelas yang biasa digunakan di laboratorium.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Simvastatin 20 mg, madu Apis trigona yang diperoleh dari peternak Trigona
sp. di perumahan Dosen Unhas Tamalanrea, ubiquinon (CoQ10), NaCMC,
etanol 70%, tween 80, kapas, kit pengukuran ureum, kit pengukuran serum
kreatinin, pakan tikus pellet AD II, dan air suling.
28
III.3 Metode Kerja
III.3.1 Pembuatan Suspensi dan Larutan Uji
III.3.1.1 Pembuatan Larutan Koloidal NaCMC 1% b/v
Dipanaskan 70 ml air suling dalam gelas piala hingga suhu 70°C,
kemudian NaCMC sebanyak 1 gram dimasukkan sedikit demi sedikit ke
dalam labu tentukur volume 100 ml sambil diaduk dengan pengaduk elektrik
hingga terbentuk larutan koloidal yang homogen, lalu dicukupkan
volumenya dengan air suling hingga tanda batas, dikocok.
III.3.1.2 Pembuatan Tween 5% v/v
Tween 80 sebanyak 5 mL dimasukkan ke dalam labu tentukur
volume 100 ml. Kemudian ditambahkan air suling, lalu diaduk dengan
magnetic stirrer pada suhu 50oC. Setelah homogen, dicukupkan dengan
air suling hingga tanda batas, dikocok.
III.3.1.3 Pembuatan Suspensi Simvastatin 40 mg/kg BB
Suspensi simvastatin 40 mg/kgBB dibuat dengan cara: 20 tablet
simvastatin 20 mg digerus di dalam lumpang, kemudian diambil 400 mg lalu
ditambahkan larutan koloidal NaCMC 1% b/v sedikit demi sedikit,
selanjutnya diaduk hingga tercampur homogen, kemudian dimasukkan ke
dalam labu tentukur volume 100 ml dan dicukupkan volumenya dengan
larutan koloidal NaCMC 1% b/v hingga tanda batas, dikocok.
29
III.3.1.4 Pembuatan Larutan Madu Trigona 7,5% v/v
Larutan madu trigona dibuat dengan cara madu trigona sebanyak
7,5 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur volume 100 ml, kemudian
diencerkan dengan air suling hingga tanda batas, dikocok.
III.3.1.5 Pembuatan Suspensi Ubiquinon (CoQ10)
Suspensi ubiquinon dibuat dengan menggunakan 20 kapsul
ubiquinon lalu dikeluarkan dan ditimbang dengan timbangan analitik.
Dihitung bobot rata-rata dan didapatkan bobot rata-rata sebanyak 225,17
mg. Suspensi ubiquinon dibuat dengan menggerus isi 20 kapsul di
lumpang, kemudian diambil 200,4 mg lalu ditambahkan larutan 5% tween
80 sedikit demi sedikit, selanjutnya diaduk hingga tercampur homogen,
kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan
volumenya dengan larutan 5% tween 80 hingga tanda batas, dikocok.
III.3.2 Penentuan Dosis Simvastatin
Dosis simvastatin yang diberikan untuk meningkatkan kadar
kreatinin serum dan ureum yaitu 40 mg/kgBB. Berdasarkan hasil orientasi
yang telah dilakukan selama 25 hari dengan variasi dosis yaitu 20 mg/kgBB,
40 mg/kgBB, 80 mg/kgBB. Orientasi pada hari ke-15 pada dosis 40
mg/kgBB dipilih karena menunjukkan hasil yang mampu meningkatkan
kadar ureum dan kreatinin serum.
30
III.3.3 Pemilihan Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan (Rattus
norvegicus) galur Wistar yang sehat dan aktivitas normal sebanyak 42 ekor
dengan bobot badan 150-200 g. Hewan coba ditempatkan dalam kandang
individu, diadaptasikan selama tujuh hari dan diberi makan pellet AD II serta
diberi minum secara ad libitum.
III.3.4 Pengukuran Darah Awal
Sebelum perlakuan, tikus putih (Rattus norvegicus) diambil darahnya
sebagai darah awal. Sampel darah kemudian dimasukkan ke dalam tabung
vacutainer merah yang telah mengandung clot activator. Sampel darah
disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm untuk
memisahkan antara sel darah dan serum darah. Setelah selesai, bagian
supernatan atau serum, lalu dimasukkan ke dalam tabung eppendorf. Kadar
ureum dan serum kreatinin diukur dengan instrumen ABX Pentra 400
(Horiba®) yang ada di Laboratorium Patologi Klinik, Rumah Sakit
Pendidikan Universitas Hasanuddin.
III.3.5 Perlakuan Hewan Uji
Tikus sebanyak 18 ekor dibagi menjadi 6 kelompok secara acak
dengan 3 kali ulangan yaitu
Kelompok 1 : Sebagai kontrol sehat tidak mendapatkan perlakuan khusus
Kelompok 2 : Diberi suspensi NaCMC 1%
Kelompok 3 : Diberi suspensi simvastatin 40 mg/kgBB
31
Kelompok 4 : Diberi suspensi simvastatin 40 mg/kgBB dan larutan madu
trigona konsentrasi 7,5% v/v
Kelompok 5 : Diberi simvastatin 40 mg/kgBB, madu trigona konsentrasi
7,5% v/v, dan CoQ10 8,9 mg/kgBB
Kelompok 6 : Diberi simvastatin 40 mg/kgBB dan COQ10 8,9 mg/kgBB
Pemberian perlakuan dilakukan secara peroral satu kali sehari yaitu pada
malam hari (jam 19.00) dengan dosis 1 ml/100 g BB selama 15 hari.
III.3.6 Analisis Parameter Fungsi Ginjal
Pada hari ke-16, dilakukan pengambilan darah hewan uji. Darah
yang telah diambil kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm
selama 15 menit dan bagian plasmanya diambil. Plasma dianalisis dengan
menggunakan instrumen ABX Pentra 400 (Horiba®) untuk melihat kadar
ureum dan kreatinin serum setelah perlakuan sesuai dengan kelompok
perlakuan masing-masing.
III.3.6.1 Analisis Ureum
Pengukuran kadar ureum dilakukan dengan menggunakan
instrumen ABX Pentra 400 (Horiba®). Secara umum metode kerja yaitu
dengan mengubah urease menjadi GLDH (Glutamate dehhydrogenase).
Reaksi ini melibatkan TRIS 150 mmol/L, 2-Oxoglutarate 8,75 mmol/L, ADP
0,75 mmol/L, urease ≥ 7.5 Ku/L, GLDH ≥ 1.25 Ku/L, sodium azide < 1 g/L
sebagai reagent 1 dan NADH 1.32 mmol/L sebagai reagent 2 , lalu letakkan
pada ABX Pentra 400.
32
III.3.6.2 Analisis Kreatinin Serum
Pengukuran kadar serum kreatinin dilakukan dengan menggunakan
instrumen ABX Pentra 400 (Horiba®). dengan mengukur pembentukan
kolorimetri kompleks. Jika kreatinin bereaksi dengan alkaline picrate maka
akan membentuk kolorimetri kompleks. Dari pembentukan colorimetric
kompleks tersebut maka dapat dihitung jumlah kreatinin dalam sample
serum yang diuji. Mesin analisis ABX Pentra 400 melibatkan reagent Picric
acid 8.73 mmol/L (reagent 1) serta Sodium hydroxide 312.5 mmol/L dan
Disodium phosphat 12.5 mmol/L (reagent 2). lalu letakkan pada ABX Pentra
400.
III.4 Pengumpulan dan Analisis Data
Data kadar ureum dan kadar serum kreatinin yang telah diperoleh
diolah analisi kualitatif dengan menggunakan aplikasi mikrosoft excel.
Setelah dilakukan analisis data, dilakukan pembahasan berdasarkan hasil
yang diperoleh dan ditarik kesimpulan.
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Nitrogen non protein meliputi ureum, kreatinin dan sejumlah senyawa
yang kurang penting pada umumnya merupakan produk akhir dari
metabolisme protein dan harus dikeluarkan dari tubuh untuk memastikan
kelangsungan metabolisme protein dalam sel. Konsentrasi ureum dapat
meningkat sampai 10 kali normal selama 1 sampai 2 minggu setelah gagal
ginjal total. Pada gagal ginjal kronis, peningkatan konsentrasi kira-kira
sebanyak dengan jumlah penurunan nefron fungsional. Untuk alasan ini,
pengukuran konsentrasi zat-zat tersebut khususnya ureum dan kreatinin
merupakan cara penting untuk melihat tingkat kegagalan ginjal (Guyton dan
Hall, 2007).
Produk buangan seperti kreatinin dan ureum sangat bergantung pada
filtrasi glomelurus untuk ekskresinya, dan zat-zat tersebut tidak direabsorbsi
sebanyak elektrolit. Suatu perkiraan perubahan laju filtrasi glomerulus
(LFG) dapat dihitung hanya dengan mengukur konsentrasi kreatinin plasma
yang berbanding terbalik dengan LFG, contohnya kreatinin yang tidak
direabsorbsi sama sekali, dan juga laju ekskresinya sebanding dengan laju
filtrasi. Oleh sebab itu, jika LFG menurun, laju ekskresi kreatinin juga
menurun sementara, yang menyebabkan akumulasi cairan tubuh dan
meningkatkan konsentrasi dalam plasma sampai laju ekskresi kreatinin
kembali normal. Demikian juga dengan ureum, kecepatan ekskresi ureum
terutama ditentukan oleh dua faktor :(1) konsentrasi ureum dalam plasma
34
dan (2) laju filtrasi glomerulus (LFG). Pada pasien penyakit ginjal yang LFG-
nya sangat menurun, konsentrasi ureum plasma sangat meningkat, yang
akan mengembalikan muatan ureum yang difiltrasi dan kecepatan ekskresi
ureum ke batas normal, meskipun LFG menurun (Guyton dan Hall, 2007).
Salah satu faktor penyebab terjadinya gagal ginjal yaitu penggunaan
obat-obatan, salah satu obat yang sering digunakan untuk kondisi yang
membutuhkan pengontrolan lipid yaitu obat golongan statin.
Simvastatin merupakan obat golongan statin yang berfungsi sebagai
analog struktural HMG-CoA. Golongan statin merupakan obat paling efektif
dalam mengurangi LDL. Suatu penelitian membuktikan bahwa risiko gagal
ginjal akut meningkat pada pria dan wanita yang diresepkan simvastatin,
atorvastatin, dan pravastatin (Hippisley-Cox dan Coupland, 2010). Menurut
Rao dan Milbrandt (2010) sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh
Ridker, dkk pada tahun 2008 terhadap 17.802 laki-laki dan perempuan
dengan dosis 20 mg risuvastatin dan plasebo, membuktikan bahwa
penggunaan golongan statin dapat menyebabkan efek merugikan terhadap
ginjal.
Efek toksisitas statin dipengaruhi oleh variabilitas dalam enzim yang
memodulasi disposisi statin. Rhabdomyolysis, sindrom yang ditandai oleh
nekrosis otot dengan pelepasan konstituen otot intraseluler toksik, dapat
menjadi efek samping yang fatal dari terapi statin. Toksisitas yang
disebabkan oleh Simvastatin meningkat pada organ, jaringan dan fungsi
yang berbeda (Kaminsky dan Kosenko, 2010).
35
Kelompok kontrol pada penelitian ini terdiri atas dua yaitu kelompok
kontrol sehat dan kelompok kontrol negatif. Kelompok kontrol sehat
merupakan kelompok hewan coba yang tidak diberi perlakuan. Kelompok
ini bertujuan sebagai acuan perbandingan dengan kelompok yang diberi
perlakuan dan untuk mengetahui pengaruh lingkungan terhadap hewan
coba. Sedangkan kelompok kontrol negatif yang digunakan berupa larutan
koloidal NaCMC 1%. Larutan koloidal NaCMC 1% berfungsi sebagai
pembawa obat simvastatin. Tujuan penggunaan kelompok kontrol negatif
berupa NaCMC 1% tidak memberikan pengaruh terhadap penelitian ini.
Kelompok kontrol sehat dan kelompok kontrol negatif dimaksudkan sebagai
pembanding terhadap kelompok yang diberi perlakuan.
Penggunaan dosis simvastatin 40 mg/kgBB yang diberikan pada
perlakuan merupakan hasil orientasi yang dilakukan pada tiga ekor tikus
putih (Rattus norvegicus) dengan variasi dosis yaitu 20 mg/kgBB, 40
mg/kgBB, dan 80 mg/kgBB yang diberikan selama 10, 15, dan 25 hari.
Hasil orientasi memperlihatkan bahwa dosis simvastatin 40 mg/kgBB
dan 80 mg/kgBB yang diberikan selama 15 hari dapat meningkatkan kadar
ureum dan kreatinin serum. Hasil ini ditunjang dengan penelitian yang
dilakukan oleh Dashti-khavidaki dkk, (2013) yang menggunakan obat
golongan simvastatin untuk menginduksi nefrotoksisitas pada dosis 40
mg/kgBB dan 80 mg/kgBB. Untuk itu, maka dalam penelitian ini dipakai
dosis simvastatin 40 mg/kgBB selama 15 hari pemberian.
36
IV.1 Data Hasil Kreatinin Serum
Setelah melakukan penelitian mengenai efek suplementasi madu
terhadap gangguan fungsi ginjal terhadap tikus putih (Rattus norvegicus)
akibat dari simvastatin, diperoleh data berupa parameter kreatinin serum
dan ureum sesuai dengan kelompok masing-masing yang dianalisis
menggunakan instrument ABX PENTRA 400. Hasil pengukuran kadar
kreatinin serum dapat dilihat pada tabel 5 dan gambar 4.
Tabel 5. Profil kadar Kreatinin serum tiap perlakuan
Kelompok Perlakuan
Profil Kadar Kreatinin serum
Sebelum perlakuan (awal)
Sesudah Perlakuan (akhir) Selisih
(U/L) (U/L)
Kontrol sehat 0,40 0,40 0,00 0,50 0,50 0,00 0,30 0,30 0,00
Rata-rata ± SD 0,40 ± 0,10 0,40 ± 0,10 0,00 ± 0,00
NaCMC 1% 0,50 0,50 0,00 0,50 0,50 0,00 0,40 0,40 0,00
Rata-rata ± SD 0,47 ± 0,06 0,47 ± 0,06 0,00 ± 0,00
Simvastatin 40 mg/kgBB 0,40 0,50 0,10 0,40 0,50 0,10 0,40 0,50 0,10
Rata-rata ± SD 0,40 ± 0.00 0,5 ± 0,00 0,10 ± 0,00
Simvastatin 40 mg/kgBB + Madu Trigona
0,40 0,50 0,10 0,40 0,50 0,10 0,50 0,60 0,10
Rata-rata ± SD 0,43 ± 0,06 0,53 ± 0,06 0,10 ± 0,00
Simvastatin 40 mg/kgBB + Madu Trigona +
COQ10
0,30 0,40 0,10 0,30 0,50 0,20 0,40 0,50 0,10
Rata-rata ± SD 0,33 ± 0,06 0,47 ± 0,06 0,13 ± 0,06
Simvastatin 40 mg/kgBB + COQ10
0,40 0,50 0,10 0,40 0,50 0,10 0,40 0,50 0,10
Rata-rata ± SD 0,40 ± 0,00 0,50 ± 0,00 0,10 ± 0,00
37
Gambar 4. Profil perubahan kadar kreatinin serum pada tikus putih (Rattus norvegicus) sebelum dan setelah pemberian perlakuan Keterangan: KS= Kontrol sehat, N= Na CMC 1%, S= Simvastatin 40 mg/kgBB, S+M=Simvastatin 40 mg/kg BB +Madu Trigona 7,5% v/v, S+M+Q= Simvastatin 40 mg/kgBB+Madu 7,5% v/v + CoQ10 8,9 mg/kgBB, S+Q= Simvastatin 40 mg/kgBB + CoQ10 8,9 mg/kgBB
Data tabel 5 dan gambar 4 terlihat bahwa kelompok kontrol sehat
dan kelompok kontrol negatif tidak mengalami perubahan kadar kreatinin
serum baik sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan.
Berbeda dengan kelompok yang diberikan simvastatin 40 mg/kgBB
yang menunjukkan peningkatan kadar kreatinin serum sebesar 0,10 ± 0,00
U/L. Namun, jika dilihat pada Tabel 5 dan gambar 4 kadar kreatinin serum
sebelum dan sesudah pemberian simvastatin 40 mg/kgBB menunjukkan
peningkatan yang signifikan, karena standar deviasi 0,00 U/L. Peningkatan
tersebut menunjukkan penggunaan simvastatin 40 mg/kgBB mampu
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
KS N S S+M S+M+Q S+Q
Kadar
Kre
atinin
Seru
m (
U/L
)
Kelompok Perlakuan
Data Awal Data Akhir
38
meningkatkan kadar kreatinin serum. Pada tikus peningkatan ini masih
dalam batas normal (0,2-0,8 mg/dl).
Peningkatan kadar kreatinin serum dalam darah dapat dipengaruhi
berbagai hal, diantaranya gangguan fungsi ginjal, sehingga fungsi nefron
menurun yang menyebabkan penurunan ekskresi kreatinin dan terjadi
peningkatan kreatinin dalam plasma.
Perbedaan kelompok kontrol dengan kelompok yang diberikan
simvastatin 40 mg/kgBB yang dikombinasikan baik dengan larutan madu
7,5% v/v maupun CoQ10 8,9 mg/kgBB disebabkan karena adanya
pengaruh dari obat simvastatin yang diberikan kepada hewan coba yang
memiliki efek samping pada ginjal. Peningkatan tersebut sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Hippisley tahun 2010 yang menyatakan
bahwa risiko gagal ginjal akut meningkat pada pria dan wanita yang
diresepkan simvastatin. Penelitian lain juga menyatakan bahwa simvastatin
dosis 40 mg/kgBB dapat menyebabkan efek nefrotoksisitas (Dashti-
khavidaki dkk, 2013).
Pada Gambar 4 menunjukkan pemberian simvastatin 40 mg/kgBB
dengan larutan madu 7,5% v/v terjadi peningkatan kadar kreatinin serum
sebelum dan sesudah perlakuan sebesar 0,10 ± 0,00 U/L. Namun
peningkatan ini tidak signifikan, oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa tidak
terjadi peningkatan kadar kreatinin serum sebelum dan sesudah perlakuan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Halawa dkk, tahun 2009
melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa madu tanpa sengat dapat
39
memperbaiki kerusakan sel ginjal akibat stres oksidatif yang disebabkan
oleh toksisitas timbal. Peroksidasi oksidatif yang disebabkan oleh oksidasi
membran bisa sangat merusak karena menyebabkan perubahan dalam
sifat biologis dari membran, seperti tingkat fluiditas dan dapat menyebabkan
inaktivasi reseptor atau enzim terikat membran, yang pada gilirannya dapat
mengganggu fungsi sel normal dan meningkatkan permeabilitas jaringan.
(Halawa dkk, 2009).
Berbeda dengan yang terjadi pada kelompok yang diberi simvastatin
40 mg/kgBB dan CoQ10 8,9 mg/kgBB. Pada kelompok ini terjadi
peningkatan kadar kreatinin serum yang signifikan pada akhir perlakuan.
Berdasarkan pada Gambar 4 menunjukkan peningkatan lebih tinggi
terhadap kelompok yang diberi simvastatin 40 mg/kgBB + madu 7,5% v/v +
CoQ10 8,9 mg/kgBB. Peningkatan tersebut kemungkinan disebabkan
adanya interaksi antara madu trigona dan CoQ10. Madu yang kaya akan
flavonoid, seperti luteolin, quercetin, apigenin, fisetin, kaempferol,
isorhamnetin, acacetin, tamarixetin, chrysin, galangin yang memiliki
aktivitas antioksidan, dan pula CoQ10 yang memiliki fungsi yang sama
seperti madu, yaitu sebagai antioksidan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rietjens pada tahun
2002 menemukan bahwa flavonoid mampu meningkatkan 30-50 oksidasi
reaktif. Penelitian lain juga menjelaskan bahwa suplementasi dengan
antioksidan terutama pada dosis tinggi dapat mengganggu keseimbangan
fisiologis di antara antioksidan (Halliwell, 1996). Potensi interaksi ini belum
40
pernah dilaporkan sebelumnya, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut
untuk mengeksplorasi temuan ini.
IV.2 Data Hasil Ureum
Analisis yang dilakukan sama seperti analisis kreatinin serum.
Diperoleh data berupa parameter ureum sesuai dengan kelompok masing-
masing yang dianalisis menggunakan ABX PENTRA 400. Data diolah
dengan analisis kualitatif. Hasil pengukuran yang didapatkan dapat dilihat
pada tabel 6 dan gambar 5.
Tabel 6. Profil kadar ureum tiap perlakuan
Kelompok Perlakuan
Profil Kadar Ureum
Sebelum perlakuan (awal)
Sesudah Perlakuan (akhir) Selisih
(U/L) (U/L)
Kontrol sehat 25,00 26,00 1,00 26,00 29,00 3,00 28,00 30,00 2,00
Rata-rata ± SD 26,33 ± 1,53 28,33 ± 2,08 2,00 ± 1,00
NaCMC 1% 31,00 27,00 -4,00 33,00 30,00 -3,00 40,00 29,00 -11,00
Rata-rata ± SD 34,67 ± 4,73 28,67± 1,53 -6,00 ± 4,36
Simvastatin 40 mg/kgBB 24,00 31,00 7,00 29,00 37,00 8,00 28,00 36,00 8,00
Rata-rata ± SD 27,00 ± 2,65 34,67 ± 3,21 7,67 ± 0,58
Simvastatin 40 mg/kgBB + Madu Trigona
27,00 23,00 -4,00 29,00 25,00 -4,00 33,00 28,00 -5,00
Rata-rata ± SD 29,67 ± 3,06 25,33 ± 2,52 -4,33 ± 0,58
Simvastatin 40 mg/kgBB + Madu Trigona + COQ10
26,00 33,00 7,00 29,00 35,00 6,00 31,00 35,00 4,00
Rata-rata ± SD 28,67 ± 2,52 34,33 ± 1,15 5,67 ± 1,53
Simvastatin 40 mg/kgBB + COQ10
34,00 27,00 -7,00 37,00 23,00 -14,00 37,00 27,00 -10,00
Rata-rata ± SD 36,00 ± 1,73 25,67 ± 2,31 -10,33 ± 3,51
Ket. : (-) Penurunan kadar ureum
41
Gambar 5. Profil perubahan kadar ureum pada tikus putih (Rattus norvegicus) sebelum dan setelah pemberian perlakuan Keterangan: KS= Kontrol sehat, N= Na CMC 1%, S= Simvastatin 40 mg/kgBB, S+M=Simvastatin 40 mg/kg BB +Madu Trigona 7,5% v/v, S+M+Q= Simvastatin 40 mg/kgBB+Madu 7,5% v/v + CoQ10 8,9 mg/kgBB, S+Q= Simvastatin 40 mg/kgBB + CoQ10 8,9 mg/kgBB
Berdasarkan pada tabel 6 dan gambar 5, terlihat bahwa kelompok
kontrol sehat dan kelompok kontrol negatif mengalami peningkatan.
Namun, jika dilihat pada kadar ureum sebelum dan sesudah perlakuan
terjadi peningkatan yang tidak signifikan, sehingga pemberian kontrol sehat
dan kontrol negatif sebelum dan sesudah perlakuan selama 15 hari tidak
memberikan pengaruh.
Pada kelompok yang diberi simvastatin 40 mg/kgBB terjadi
peningkatan kadar ureum sebesar 7,67 ± 0,58 U/L. Peningkatan tersebut
menunjukkan bahwa kadar ureum sebelum dan sesudah pemberian
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
30,0
35,0
40,0
45,0
KS N S S+M S+M+Q S+Q
Kadar
Ure
um
(U
/L)
Kelompok Perlakuan
Data Awal Data Akhir
42
simvastatin 40 mg/kgBB memberikan pengaruh yang signifikan dan berada
diatas batas normal (15−21 mg/dl) (Malole dan Pramono, 1989).
Penelitian ini menyimpulkan bahwa sebelum dan sesudah
pemberian simvastatin 40 mg/kgBB selama 15 hari pada tikus putih
meningkatkan kadar kreatinin serum dan kadar ureum secara signifikan.
Berdasarkan penelitian yang menggunakan analisis NMR yang melihat
pengaruh toksisitas sebelum dan sesudah pemberian simvastatin
ditemukan bahwa terjadi peningkatan biologis dari allantoin, 2-oxoglutarate,
dan trimethylamine-N-oxide. Hal ini membuktikan bahwa terjadi
peningkatan radikal bebas yang disebabkan oleh simvastatin yang dapat
menyebabkan stress oksidatif (Yang dkk, 2011).
Ureum adalah salah satu parameter gangguan fungsi ginjal.
Peningkatan kadar ureum dalam serum darah dapat diakibatkan oleh
pengaruh kondisi patologis individu seperti penderita gagal ginjal akut
maupun kronis, penderita gagal jantung dan individu yang mengalami
kekurangan elektrolit (Doxey,1983). Kenaikan jumlah ureum pada serum
darah tidak selalu menandakan kerusakan pada organ ginjal, kenaikan
ureum dalam serum darah baru dapat dinyatakan gagal ginjal apabila
diperkuat dengan hasil pemeriksaan urin dan tanda-tanda klinis yang
mendukung penentuan diagnosa (Dukes,1977).
Berdasarkan data pada gambar 5, kelompok yang diberi larutan
madu trigona 7,5% v/v dan simvastatin 40 mg/kgBB menunjukkan
penurunan kadar ureum sebesar -4,33 ± 0,58 U/L. Hal ini terlihat bahwa
43
kadar ureum sebelum dan sesudah diberi larutan madu trigona 7,5% v/v
dan simvastatin 40 mg/kgBB terlihat penurunan yang tidak signifikan, oleh
sebab itu dapat dikatakan bahwa tidak terjadi penurunan yang berarti
terhadap kadar ureum sebelum dan sesudah perlakuan.
Menurut penelitian yang dilakukan Yazan dkk, tahun 2016
memperlihatkan bahwa madu kelulut yang merupakan madu genus trigona
memberikan efek perlindungan pada tikus putih yang diinduksi
azoksimetan. Penelitian lain juga membuktikan bahwa pemberian madu
dapat memperbaiki kadar ureum akibat stres oksidatif yang diinduksi
dengan timbal asetat (Halawa dkk, 2009).
Berbeda yang terjadi pada kelompok simvastatin 40 mg/kgBB dan
CoQ10 8,9 mg/kgBB. Pada kelompok ini terjadi penurunan kadar ureum
yang signifikan sebelum dan sesudah perlakuan. Hasil ini ditunjang oleh
penelitian yang dilakukan bank dkk, (2011) bahwa penggunaan suplemen
CoQ10 memiliki efek yang menguntungkan pada penyakit atau kondisi
seperti migrain, diabetes mellitus, gangguan neurologis tertentu, dan gagal
ginjal yang semuanya secara langsung terkait dengan defisiensi CoQ10
(Bank dkk 2011).
Hasil yang didapatkan pada kadar kreatinin serum yang
memperlihatkan bahwa sebelum dan sesudah pemberian simvastatin 40
mg/kgBB dan CoQ10 8,9 mg/kgBB terdapat penurunan yang signifikan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian simvastatin 40 mg/kgBB
dan CoQ10 8,9 mg/kgBB sebelum dan sesudah perlakuan mampu
44
menurunkan kadar ureum, namun tidak memberikan penurunan pada kadar
kreatinin serum.
Berdasarkan pada gambar 5, terdapat peningkatan kadar ureum
saat diberikan simvastatin 40 mg/kgBB + madu 7,5% v/v + CoQ10 9
mg/kgBB. Hasil yang didapatkan ini sejalan dengan hasil yang diperoleh
pada pengukuran kadar kreatinin serum yang ditunjukkan pada gambar 4,
sehingga ada potensi interaksi yang merugikan jika madu trigona dan
CoQ10 diberikan bersama. Namun potensi interaksi ini belum pernah
dilaporkan sebelumnya, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
mengeksplorasi temuan ini.
45
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai pengaruh efek
pemberian madu trigona terhadap tikus putih (Rattus norvegicus) yang
yang diberikan simvastatin 40 mg/kgBB selama 15 hari sehingga diperoleh
hasil bahwa:
1. Simvastatin 40 mg/kgBB yang diberikan selama 15 hari dapat
meningkatkan kadar kreatinin serum dan ureum.
2. Kombinasi simvastatin dan madu mampu menurunkan kadar ureum
walaupun pada kadar kreatinin serum tidak memperlihatkan
penurunan.
V.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan meningkatkan
konsentrasi madu trigona terhadap tikus putih (Rattus norvegicus) yang
diberikan simvastatin.
46
DAFTAR PUSTAKA
Abeshu, M.A. and Geleta,B. 2016. Medical Uses of Honey. Biol Med. 8: pp. 1-7.
Afzali, B., Haydar, A.A., Vinen,K., and Goldsmith, D.J.A. 2004. Beneficial effects of statins on the kidney: The evidence moves from mouse to man. Nephrology Dialysis Transplantation, 19(5), 1032–1036.
Alldredge, B.K., Corelli, R.L., Guglelmo, B.J., Jacobson, P.A., Kradjan, W.A., Williams B. R. 2013. Applied Therapeutic: The clinial Use of Drugs.10th ed. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.
Bank, G., Kagan, D., and Madhavi, D. 2011. Coenzyme Q 10 : Clinical Update and Bioavailability. Journal of Evidence-Based Complementary and Alternatif Medicine.16(2), hal. 129–137.
Bhagavan, H. N. and Chopra, R. K. 2007. Plasma coenzyme Q10 response to oral ingestion of coenzyme Q10 formulations.Mitochondrian.hal. 78–88.
Caso, Giuseppe., Kelly, Patricia., Mcnurlan, M.A., and Lawson,W,E. 2007. “Effect of Coenzyme Q10 on Myopathic Symptoms in Patients Treated With Statins. Amjcard.hal. pp 1409-1412.
Clark,M.A., Harvey, R.A., Finkel,R., Rey J.A., and Whalen K. 2012. Lippincott’s Illustrated Reviews:Pharmacology. 5th ed. Lippincitt Williams and Wilkins. a Wolters Kluwer business.Philadelphia.
Dashti, K.S., Moghaddas, A., Heydari, B., Khalili, H., and Lessan, P.M. 2013. Statins against drug-induced nephrotoxicity. Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 16(4), hal. 588–608.
Doxey,D.L.1983. Clinical Pathology and Diagnostic Procedures. Bailliere Tindal : London.
Dukes, H.H.1977. Dukes Physiology of Domestic Animal. Swenson MJ, Ed. 9: Cornell University Press : London.
Evangelista, T., Ferro, J., Pereira, P., and Carvalho, M.de. 2009. A case of asymp -tomatic cytoplasmic body myopathy revealed by sinvastatin. Neuromuscular Disorders. Elsevier B.V., 19(1), hal. 66–68.
Fadhilah, R. dan Rizkika, K.2015. LABA : Lebah Tanpa Sengat. Trubus Swadaya : Jakarta.
47
Fahri, V.R. 2009. Potensi Nanopropolis Trigona spp Asal Bukit Tinggi Sebagai Pemacu Pertumbuhan Pada Tikus Putih (Sprague-Dawley ). Skripsi tidak diterbitkan. Bogor. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB.
Finkel,R., Harvey, R.A., Champe, R.A., Clark,M.A. and Cubeddu, L.X. 2009. Pharmacology. 4th Edition. Lippincitt Williams and Wilkins, a Wolters Kluwer business. Philadelphia.
Fiorani, M., Accorsi, A., Blasa, M., Diamantini,G., and Piattie,E., 2006. Flavonoids from Italian multifloral honeys reduce the extracellular ferricyanide in human red blood cells. Journal of Agricultural and Food Chemistry, 54(21), pp. 8328–8334.
Glazer, J.L. 2002. Bone loss and inhaled glucocorticoids. The New England journal of medicine, 346(7), hal. 533–535.
Goli, Anil K., Goli, Sujatha A., Byrd, Ryland P., and Roy, T.M. 2002. “Simvastatin-induced lactic acidosis: A rare adverse reaction?,” Clinical Pharmacology and Therapeutics, 72(4), pp. 461–464.
Guyton,A.C. dan Hall,J.E. 2007. Fisiologi Kedokteran, terjemahan oleh Yanuar, R. L. (ed.) Textbook of medical physiology. 11 ed. EGC. Jakarta.
Halawa, H.M., El-nefiawy, N.E., Makhlouf, N.A., Mady, A. A. 2009. “Evaluation of Honey Protective Effect on Lead Induced Oxidative Stress in Rats,” Jasmr, 4(2), hal. 197-209.
Halliwell, B. 1996. Vitamin C : Antioxidant or Pro-Oxidant I n Vivo ?. Amsterdam B.V.. 25(5), Harworod Academic Publishers GmBh. pp. 439–454.
Handelsman, Y.Y., Mechanik, J.I., Dagogo, J.S., and Davidson J. 2011. american association of clinical endocrinologists guidilens for management of dyslipidemia and prevention of atherosclerosis. Endocrine Practice, 17(2). pp. 1–35.
Hippisley-Cox,J. and Coupland,C. 2010. “Unintended effects of statins in men and women in England and Wales: population based cohort study using the QResearch database,” Bmj, 340(may19 4), pp. 2197–2197.
Horne, M.M. dan Swearingan, P.L. 2000. Keseimbangan Cairan, Elektrolit & Asam Basa. 2 ed. EGC. Jakarta.
48
Huang, Y., Yang, S., Fu,S., and Chen,Y. 2016. Statins Reduce the Risk of Cirrhosis and Its Decompensation in Chronic Hepatitis B Patients : A Nationwide Cohort Study. The American Journal of Gastroenterology, 111, pp.976–985.
Iqbal, M., Sharma, S.D., Okazaki, Y., Fujisawa, M., and Okada, S. 2003. Dietary-supplementation of curcumin enhances antioxidant and phase II metabolizing enzymes in ddY male mice: possible role in protection against chemical carcinogenesis and toxicity. Pharmacology & toxicology, 92(1), pp. 33–38.
Johnson, J.L., and Loomis, I.B. 2006. A case of simvastatin-associated pancreatitis and review of statin-associated pancreatitis. Pharmacotherapy, 26(3), pp. 414–422.
Kaminsky, Y.G. and Kosenko,E.A. 2010. Molecular mechanisms of toxicity of simvastatin, widely used cholesterol-lowering drug. A review. Central European Journal of Medicine, 5(3), pp. 269–279.
Kurniandari, N., Susantiningsih,T. dan Berawi,K.N.2015. “Efek Ekstrak Etanol Kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) sebagai Senyawa Nefroprotektor terhadap Gambaran Histopatologis Ginjal yang Diinduksi Cisplatin The Effect of Lime Peel Extract (Citrus aurantifolia) as Nephroprotector to Histopathological K,” Majority, 4, hal. 140–143.
Lintong,P.M. dan Loho, L.L. 2016. Gambaran histopatologik ginjal tikus wistar (Rattus norvegicus) yang diinduksi gentamisin dan diberikan ubi jalar ungu ( Ipomoea batatas L . Poir ). Journal e-Biomedik.4(1).
Malole, M. dan Pramono, C. 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan di Laboratorium. Bogor: Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB.
Marantika, A. 2015. Efek Madu Terhadap Gambaran Mikroskopik Ginjal yang Diinduksi Boraks. Majority, 4(November), hal. 37–40.
Murray, R., Granner, D. dan Rodwell,V. 2009. Biokimia Harper. 27th ed. Jakarta: EGC.
Nakahara, K., Kuriyama, M., Sonoda, Y., Yoshidome, H., Nakagawa, H., Fujiyama, J., Higuchi, I. and Osame, M. 1998. Myopathy induced by HMG-CoA reductase inhibitors in rabbits: A pathological, electrophysiological, and biochemical study. Toxicology and Applied Pharmacology, 152(1), pp. 99–106.
Omar, M.A., and Wilson,J.P.2002. FDA adverse event reports on statin-associated rhabdomyolysis. Annals of Pharmacotherapy, 36(2). pp. 288–295.
49
Prahastuti,S., Tjahjani,S., and Hartini, E. 2013. The effect of bay leaf infusion (Syzygium polyanthum (Wight) Walp) to decrease blood total cholesterol level in dyslipidemia model wistar rats. Jurnal Medika Planta, 1(4), pp. 27–32.
Rao, A.D. and Milbrandt,E.B. 2010. To JUPITER and beyond: statins, inflammation, and primary prevention. Critical Care, 14(3), pp. 310.
Rietjens., Ivonne, M.C.M., Boersma, M.G., Haan, L.D., Spenkelink, B., Awad, H.M. Cnubben., Nicole H.P., Zanden, Jelmer J.V., Woude., Hester V.D. and Alink, Gerrit M. 2002. The pro-oxidant chemistry of the natural antioxidants vitamin C , vitamin E , carotenoids and flavonoids. Enviromental Toxicology and Pharmacology. 11, pp.321–333.
Rohilla, A., Rohilla, S., Kumar, A., Khan, M. U., and Deep, A. 2016. Pleiotropic effects of statins: A boulevard to cardioprotection. Arabian Journal of Chemistry, 9, S21–S27.
Satriana.2008. Studi Kadar Ureum dan Kreatinin Serum Darah Anjing Kampung (Caris familiaris). Skripsi tidak diterbitkan. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Setyaningsih, A., Dewi, R. dan Imron. 2013. Perbedaan Kadar Ureum & Kreatinin Pada Klien Yang Menjalani Hemodialisa dengan Hollow Fiber Baru dan Hollow FIber Re Use Di RSUD Unggaran. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang. Stikes Ngadi Waluyo
Sherwood, L. 2007. Fisiologi Manusia: Dari sel ke sistem. EGC.Jakarta.
Sihombing, D.2005. Ilmu Ternak Lebah Madu. Yogyaakarta. Gadja Mada University press.
Sloane, E. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. EGC.Jakarta.
Sudoyo,A.W.2007.Dislipidemia, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. keempat ji. Jakarta.
Suranto, A. 2007. Terapi Madu. Jakarta: Penebar Swadaya Plus.
Susanto. 2007. Terapi Madu. Jakarta: Penebar Swadaya Plus.
Swellam, T., Miyanaga, N., Onozawa, M., Hattori, K., Kawai, K., Shimazui, T., and Akaza, H. 2003. Antineoplastic activity of honey in an experimental bladder cancer implantation model: In vivo and in vitro studies. International Journal of Urology, 10(4). pp. 213–219.
50
Tambayong, J. 2000. Patofisiologi untuk keperawatan; editor, Monica Ester, EGC. Jakarta. hal. 118-121.
Teutonico, A., Libutti, P., Lomonte, C., Basile,C. 2010. Simvastatin-induced myoglobinuric acute kidney injury following ciclosporin treatment for alopecia universalis. NDT Plus, 3(3). pp. 273–275.
Tortora, G. and Derrickson, B. 2009. Principle of Anatomy and Phusiology 12th ed. Unites States of America: John Wiley & Sons, Inc.
Tukan, G.D. 2008. Pengaruh Propolis Trigona Spp Asal Pandeglang Terhadap Beberapa Isolat Bakteri Usus Sapi Dan Penelusuran Komponen Aktifnya. Skripsi tidak diterbitkan. Bogor. Sekolah Pascasarjana IPB.
Waness, A., Bahlas, S., and Al Shohaib,S. 2008. Simvastatin-induced rhabdo- myolysis and acute renal injury. Blood purification, 26(4), pp. 394–398.
Wells, B.G., Dipiro, J.T., Schwinghammer, T.L., Dipiro, C.V. 2009. Pharmacotherapy Handbook. 7th Ed.. United States: The McGraw-Hill Companies.
Westwood, F.R., Bigley, A., Randall, K., Marsden, A.M., Scott, R.C. 2005. Statin-Induced Muscle Necrosis in the Rat: DistributioN, Development, and Fibre Selectivity. Toxicologic Pathology, 33(2), pp. 246–257.
Untung, O. 2010. Propolis Dari Lebah Tanpa Sengat. Jakarta: Trubus Swadaya.
Yang, H.j., Choi, M.J., Wen,H., Kwon, H.N., Jung, K.H., Hong, S.W. im., Joon M. Hong, Soon,S. and Park, S. 2011. An effective assessment of simvastatin-induced toxicity with NMR-based metabonomics approach. PLoS ONE, 6(2), pp. 1–11.
Yazan, L.S., Muhamad, Z.M. F.S., Ali, R.M., Zainal, N.A., Esa, N., Sapuan, S., and Syed, A.S.S. 2016. Chemopreventive Properties and Toxicity of Kelulut Honey in Sprague Dawley Rats Induced with Azoxymethane BioMed Research International, 2016.
Young, L.Y., Alldredge, B.K., Corelli, R.L., Guglielmo, B.J., Kradjan, W.A. and Williams, B.R. 2009. Koda Kimble and Young's Applied Therapeutics: The Clinical Use Of Drugs. 9th Ed. United State of America:
51
LAMPIRAN 1
Skema Kerja Penelitian
Tikus putih jantan (Rattus norvegicus)
Tikus putih jantan (Rattus norvegicus)
Tikus putih jantan (Rattus norvegicus)
Tikus putih jantan (Rattus norvegicus)
Tikus putih jantan (Rattus norvegicus)
Tikus putih jantan (Rattus norvegicus)
Tikus putih jantan (Rattus norvegicus)
Tikus putih jantan (Rattus norvegicus)
Tikus putih jantan (Rattus norvegicus)
Tikus putih jantan (Rattus norvegicus)
Tikus putih jantan (Rattus norvegicus)
Tikus putih jantan (Rattus norvegicus)
Tikus putih jantan (Rattus norvegicus)
Tikus putih jantan (Rattus norvegicus)
Hasil pengukuran darah awal
Hasil pengukuran darah awal
Hasil pengukuran darah awal
Hasil pengukuran darah awal
Hasil pengukuran darah awal
Hasil pengukuran darah awal
Hasil pengukuran darah awal
Hasil pengukuran darah awal
Hasil pengukuran darah awal
Hasil pengukuran darah awal
- Darah awal hewan uji diambil pada bagian ekor
- Darah disimpan dalam tabung vacutainer merah berisi clot activator
- Darah disentrifugasi 15 menit 3000 rpm
- Bagian serum diambil dan disimpan dalam tabung eppendorf
- Darah awal hewan uji diambil pada bagian ekor
- Darah disimpan dalam tabung vacutainer merah berisi clot activator
- Darah disentrifugasi 15 menit 3000 rpm
- Bagian serum diambil dan disimpan dalam tabung eppendorf
- Darah awal hewan uji diambil pada bagian ekor
- Darah disimpan dalam tabung vacutainer merah berisi clot activator
- Darah disentrifugasi 15 menit 3000 rpm
- Bagian serum diambil dan disimpan dalam tabung eppendorf
- Darah awal hewan uji diambil pada bagian ekor
- Darah disimpan dalam tabung vacutainer merah berisi clot activator
- Darah disentrifugasi 15 menit 3000 rpm
- Bagian serum diambil dan disimpan dalam tabung eppendorf
- Darah awal hewan uji diambil pada bagian ekor
- Darah disimpan dalam tabung vacutainer merah berisi clot activator
- Darah disentrifugasi 15 menit 3000 rpm
- Bagian serum diambil dan disimpan dalam tabung eppendorf
- Darah awal hewan uji diambil pada bagian ekor
- Darah disimpan dalam tabung vacutainer merah berisi clot activator
- Darah disentrifugasi 15 menit 3000 rpm
- Bagian serum diambil dan disimpan dalam tabung eppendorf
- Darah awal hewan uji diambil pada bagian ekor
- Darah disimpan dalam tabung vacutainer merah berisi clot activator
- Darah disentrifugasi 15 menit 3000 rpm
- Bagian serum diambil dan disimpan dalam tabung eppendorf
- Darah awal hewan uji diambil pada bagian ekor
- Darah disimpan dalam tabung vacutainer merah berisi clot activator
- Darah disentrifugasi 15 menit 3000 rpm
- Bagian serum diambil dan disimpan dalam tabung eppendorf
Serum darah awal hewan uji
Serum darah awal hewan uji
Serum darah awal hewan uji
Serum darah awal hewan uji
Serum darah awal hewan uji
Serum darah awal hewan uji
Serum darah awal hewan uji
Serum darah awal hewan uji
Serum darah awal hewan uji
Serum darah awal hewan uji
Serum darah awal hewan uji
Serum darah awal hewan uji
- Analisis kadar ureum dan kadar kreatinin
- Analisis kadar ureum dan kadar kreatinin
- Analisis kadar ureum dan kadar kreatinin
- Analisis kadar ureum dan kadar kreatinin
- Analisis kadar ureum dan kadar kreatinin
- Analisis kadar ureum dan kadar kreatinin
- Analisis kadar ureum dan kadar kreatinin
- Analisis kadar ureum dan kadar kreatinin
- Analisis kadar ureum dan kadar kreatinin
- Analisis kadar ureum dan kadar kreatinin
- Analisis kadar ureum dan kadar kreatinin
- Analisis kadar ureum dan kadar kreatinin
- Analisis kadar ureum dan kadar kreatinin
- Analisis kadar ureum dan kadar kreatinin
- Analisis kadar ureum dan kadar kreatinin
- Analisis kadar ureum dan kadar kreatinin
- Analisis kadar ureum dan kadar kreatinin
- Analisis kadar ureum dan kadar kreatinin
- Analisis kadar ureum dan kadar kreatinin
- Analisis kadar ureum dan kadar kreatinin
- Analisis kadar ureum dan kadar kreatinin
Klp 2 NC
Klp 1 KS
Klp 1 KS
Klp 1 KS
Klp 1 KS
Klp 1 KS
Klp 1 KS
Klp 1 KS
Klp 1 KS
Klp 1 KS
Klp 1 KS
Klp 1 KS
Klp 1 KS
Klp 1 KS
Klp 3 S
Klp 3 S
Klp 3 S
Klp 3 S
Klp 3 S
Klp 3 S
Klp 3 S
Klp 3 S
Klp 3 S
Klp 3 S
Klp 3 S
Klp 3 S
Klp 3 S
Klp 4 S,M
Klp 4 S,M
Klp 4 S,M
Klp 4 S,M
Klp 4 S,M
Klp 4 S,M
Klp 4 S,M
Klp 4 S,M
Klp 4 S,M
Klp 4 S,M
Klp 4 S,M
Klp 4 S,M
Klp 4 S,M
Klp 5 S,M,Q
5 S,M,Q
Klp 5 S,M,Q
Klp 5 S,M,Q
Klp 5 S,M,Q
Klp 5 S,M,Q
Klp 5 S,M,Q
Klp 5 S,M,Q
Klp 5 S,M,Q
Klp 5 S,M,Q
Klp 5 S,M,Q
Klp 5 S,M,Q
Klp 5 S,M,Q
Klp 5 S,M,Q
Klp 6 S.Q
Klp 6 S.Q
Klp 6 S.Q
Klp 6 S.Q
Klp 6 S.Q
Klp 6 S.Q
Klp 6 S.Q
Klp 6 S.Q
Klp 6 S.Q
Klp 6 S.Q
Klp 6 S.Q
Klp 6 S.Q
Klp 6 S.Q
Perlakuan hewan uji
Perlakuan hewan uji
Perlakuan hewan uji
Perlakuan hewan uji
Perlakuan hewan uji
Perlakuan hewan uji
Perlakuan hewan uji
Perlakuan hewan uji
Perlakuan hewan uji
Perlakuan hewan uji
Serum darah akhir hewan uji
Serum darah akhir hewan uji
Serum darah akhir hewan uji
Serum darah akhir hewan uji
Serum darah akhir hewan uji
Serum darah akhir hewan uji
Serum darah akhir hewan uji
Serum darah akhir hewan uji
Serum darah akhir hewan uji
Analisis data serum keratinin dan ureum
Analisis data serum keratinin dan ureum
Analisis data serum keratinin dan ureum
Analisis data serum keratinin dan ureum
Analisis data serum keratinin dan ureum
Analisis data serum keratinin dan ureum
Analisis data serum keratinin dan ureum
Analisis data serum keratinin dan ureum
Pembahasan
Pembahasan
Pembahasan
Pembahasan
Pembahasan
Pembahasan
Pembahasan
Kesimpulan
Kesimpulan
Kesimpulan
Kesimpulan
Kesimpulan
Kesimpulan
Keterangan: KS : Kontrol Sehat NS : NaCMC 1 % S : Simvastatin 40 mg/kg BB M : Madu 7,5% Q : CoCOQ10
Keterangan: KS : Kontrol Sehat NS : NaCMC 1 % S : Simvastatin 40 mg/kg BB M : Madu 7,5% Q : CoCOQ10
Keterangan: KS : Kontrol Sehat NS : NaCMC 1 % S : Simvastatin 40 mg/kg BB M : Madu 7,5% Q : CoCOQ10
52
LAMPIRAN 2
Perhitungan Penyiapan Bahan
1. Perhitungan penyiapan Ubiquinon (CoQ10)
Dosis CoQ10 untuk tikus adalah 8,9 mg/kgBB
8,9 mg/kgBB 0,89 mg/100 gBB/mL
0,89 mg/1 mL x 100 = 89 mg/100mL
Jadi, untuk membuat suspensi sebanyak 100 mL dibutuhkan 89 mg
CoQ10, sehingga dalam 1 mL suspensi mengandung 0,89 mg CoQ10.
Bobot CoQ10 = 89 𝑚𝑔
100 𝑚𝑔 𝑥 bobot rata − rata kapsul
Bobot CoQ10 = 90 𝑚𝑔
100 𝑚𝑔 𝑥 225,17 mg
Bobot CoQ10 = 200,4 mg
2. Pehitungan penyiapan Simvastatin Dosis 40mg/kgBB
Dosis induksi simvastatin: 40 mg/kgBB = 40 mg/1000 gBB
40 mg/1000 gBB 4 mg/100 gBB/mL (dalam 1 ml suspensi)
Untuk 100 ml suspensi = 4 mg/mL x 100 = 400 mg/100 mL
Jadi, untuk membuat sebanyak 100 mL dibutuhkan 400 mg simvastatin,
sehingga dalam 1 mL suspensi mengandung 4 mg simvastatin
3. Perhitungan penyiapan Madu Trigona 7,5%
Madu trigona 7,5% v/v: 7,5 ml madu trigona 100 mL air
suling Sehingga untuk membuat sejumlah 100 mL dibutuhkan 7,5 mL
madu trigona untuk dilarutkan hingga 100 mL air suling.
53
Lampiran 3
Perhitungan Dosis
1. Simvastatin 40 mg/kgBB
3. Dosis simvastatin untuk meningkatkan kadar kreatinin serum dan
ureum: 40 mg/kgBB
Untuk tikus dengan berat 100 gram = 0,1 kg
Dosis simvastatin yang dibutuhkan = 40 mg/kgBB x 0,1 kg = 4 mg
Volume pemberian untuk berat 100 gram = 1 ml
Vp = 1 ml/100 gram
Dosis yang dibutuhkan dalam volume 1 ml
Konsentrasi dispersi yang dibuat =4 mg/ml
Untuk membuat sediaan stok 100 ml dispersi simvastatin
Dibutuhkan simvastatin sebanyak = 4 mg x 100 = 400 mg
2. Ubiquinon 8,9 mg/kgBB (CoQ10)
Dosis CoQ10 adalah 8,9 mg/kgBB
Untuk tikus dengan berat 100 gram = 0,1 kg
8,9 mg/kgBB x 0,1 kg= 0,89 mg/100 gBB/mL
Volume pemberian untuk berat 100 gram = 1 ml
Vp = 1 ml/100 gram
Dosis yang dibutuhkan dalam volume 1 ml
Konsentrasi dispersi yang dibuat = 0,89 mg/ml
Untuk 100 mL stok = 0,89 mg/mL x 100 = 89 mg/100mL
Jadi, untuk membuat sebanyak 100 mL stok dibutuhkan 89 mg CoQ10,
sehingga dalam 1 mL suspensi mengandung 0,89 mg CoQ10.
54
3. Madu Trigona 7,5% v/v
Volume pemberian madu trigona asli = 15 ml/60kg
Penggunaan madu secara empirik yaitu 3 kali sehari
Sehingga, 15 ml x 3 = 45 ml
Untuk pemerian tikus = 45 𝑚𝐿
𝑥 =
60.000 𝑔
100 𝑔 = 0,075 ml
Volume pemberian untuk berat tikus 100 gram = 1 ml
onsentrasi larutan yang dibuat = 0,075 ml/mlUntuk membuat sediaan
stok 100 ml dilarutkan madu trigona asli sebanyak = 0,075 ml x 100 ml
= 7,5
Jadi konsentrasi madu trigona yang digunakan = 7,5% v/v
Lampiran 4
Data Pengukuran Kadar Ureum Dan Kreatinin Serum
NO PERLAKUAN KODE
SAMPEL
KREATININ SERUM (U/L) UREUM(U/L)
Data Awal
Data Akhir
selisih Rerata SD Data Awal
Data Akhir
Selisih Rerata SD
1 KONTROL
SEHAT
01.01 0,40 0,40 0,00
0,00 0,00
25,00 26,00 1,00
2,00 1,00 2 01.02 0,50 0,50 0,00 26,00 29,00 3,00
3 01.03 0,30 0,30 0,00 28,00 30,00 2,00
4
NA CMC 1%
02.01 0,50 0,50 0,00
0,00 0,00
31,00 27,00 -4,00
-6,00 4,36 5 02.02 0,50 0,50 0,00 33,00 30,00 -3,00
6 02.03 0,40 0,40 0,00 40,00 29,00 -11,00
7 SIMVASTATIN
40 MG/KG
03.01 0,40 0,50 0,10
0,10 0,00
24,00 31,00 7,00
7,67 0,58 8 03.02 0,40 0,50 0,10 29,00 37,00 8,00
9 03.03 0,40 0,50 0,10 28,00 36,00 8,00
10 SIMVASTATIN 40 MG/KG &
MADU TRIGONA 7.5%
04.01 0,40 0,50 0,10
0,10 0,00
27,00 23,00 -4,00
-4,33 0,58 11 04.02 0,40 0,50 0,10 29,00 25,00 -4,00
12 04.03 0,50 0,60 0,10 33,00 28,00 -5,00
13 SIMVASTATIN 40 MG/KG +
MADU TRIGONA 7.5% + CoQ10 1.43
MG/KG
05.01 0,30 0,40 0,10
0,13 0,06
26,00 33,00 7,00
5,67 1,53
14 05.02 0,30 0,50 0,20 29,00 35,00 6,00
15 05.03 0,40 0,50 0,10 31,00 35,00 4,00
17 SIMVASTATIN 40 MG/KG +
CoQ10
06.01 0,40 0,50 0,10
0,10 0,00
34,00 27,00 -7,00
-10,33 3,51 18 06.02 0,40 0,50 0,10 37,00 23,00 -14,00
19 06.03 0,40 0,50 0,10 37,00 27,00 -10,00
55
56
Lampiran 5
Dokumentasi Kegiatan
Gambar 8. Penyimpanan darah ke dalam wadah vacutiner merah
Gambar 10. Penyimpanan darah ke dalam wadah vacutiner merah
Gambar 9. nstrumen penelitian = ABX pentra 400
Gambar 11. nstrumen penelitian = ABX pentra 400
Gambar 6. Kandang hewan uji kelompok simvastatin 40 mg/kgBB
Gambar 8. Kandang hewan uji kelompok simvastatin 40 mg/kgBB
Gambar 7. Pengambilan darah pada tikus putih melalui ekor
top related