NOWCASTING KONSUMSI RUMAH TANGGA DAN INVESTASI …
Post on 05-Nov-2021
5 Views
Preview:
Transcript
1
WP/10/2018
WORKING PAPER
NOWCASTING KONSUMSI RUMAH TANGGA DAN
INVESTASI REGIONAL SUMATERA, JAWA, DAN
KAWASAN TIMUR INDONESIA (KTI)
Wahyu Dewati, Rama Rahadian Prakasa, Rizki Fitrama, Deasy
Ariyanti, Donny Hendri Pratama, Dythia Sendrata, Warsono, Erwin
Syafii
2018
Kesimpulan, pendapat, dan pandangan yang disampaikan oleh penulis dalam paper ini merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan penulis dan bukan merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan resmi Bank Indonesia.
1
Nowcasting Konsumsi Rumah Tangga dan Investasi Regional Sumatra, Jawa, dan Kawasan
Timur Indonesia (KTI)
Wahyu Dewati, Rama Rahadian Prakasa, Rizki Fitrama, Deasy Ariyanti, Donny Hendri Pratama, Dythia Sendrata, Warsono,
Erwin Syafii1
Abstrak
Untuk menjalankan peran sebagai strategic advisor bagi pemerintah
daerah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia membutuhkan tools yang dapat digunakan untuk mengetahui perkembangan ekonomi terkini. Dengan melihat besarnya pangsa konsumsi rumah tangga dan investasi dalam
perekonomian di setiap wilayah, tools untuk tracking pertumbuhan ekonomi melalui nowcasting atas kedua variabel tersebut diharapkan dapat
memberikan gambaran mengenai kondisi perkembangan ekonomi daerah secara keseluruhan. Kajian ini bertujuan untuk menyusun model nowcasting
atas variabel pertumbuhan konsumsi dan investasi di wilayah Sumatra, Jawa, dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) menggunakan metode Bridge Model dan Distributed Lag Model (DLM).
Hasil pengujian menunjukkan bahwa indikator yang dapat digunakan untuk nowcasting pertumbuhan konsumsi rumah tangga di Sumatra adalah
nilai tukar petani, kredit konsumsi, indeks keyakinan konsumen, harga kopi arabika, dan total DPK berdasarkan metode DLM. Sementara itu, nowcasting
pertumbuhan konsumsi di Jawa menggunakan indikator berupa indeks keyakinan konsumen, suku bunga deposito, inflasi perumahan; listrik; gas; dan air, serta produksi kendaraan roda empat dengan metode DLM mampu
memberikan hasil yang baik. Selanjutnya, nowcasting konsumsi di KTI menggunakan indikator nilai tukar petani, kredit kendaraan bermotor, dan
ekspor barang industri berdasarkan metode Bridge mampu menangkap dinamika konsumsi di KTI. Sementara itu, nowcasting pertumbuhan
investasi di Sumatra yang dapat dilakukan adalah kombinasi indikator penjualan semen, total kredit, dan harga CPO berdasarkan metode DLM, sedangkan nowcasting pertumbuhan investasi di Jawa dapat dilakukan
berdasarkan metode Bridge dengan menggunakan kombinasi data konsumsi semen, impor barang modal, dan juga indeks saham untuk sektor
perdagangan. Lebih lanjut, metode Bridge Model juga mampu memberikan gambaran atas pertumbuhan investasi di KTI dengan menggunakan data
pertumbuhan kredit modal kerja.
Keywords: Nowcasting, Bridge Model, Distributed Lag Model JEL classification: C50, O40, P25, R12
1 Penulis mengucapkan terima kasih kepada Suhaedi, Dwi Pranoto, dan Wiwiek Sisto Widayat atas masukan dan arahannya, rekan-rekan di Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter yaitu Robbi Nur Rakhman dan Rakhmat Pratama atas bantuannya, serta Prof. Insukindro dan Prof. Firdaus atas masukannya. Isi paper ini merupakan pandangan penulis, dan tidak merepresentasikan pandangan atau kebijakan Bank Indonesia.
1
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Dalam menjalankan tugasnya sebagai strategic advisor bagi pemerintah
daerah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) perlu memperhitungkan
ketepatan dan pemahaman akan proyeksi pertumbuhan ekonomi provinsi sebagai
hal yang sangat mendasar. Proyeksi pertumbuhan ekonomi provinsi merupakan
input yang disampaikan oleh KPwBI kepada pemerintah daerah untuk digunakan
sebagai bahan pertimbangan dan asumsi dalam penyusunan RAPBD provinsi dan
RPJMD. Bagi Bank Indonesia, proyeksi pertumbuhan ekonomi provinsi juga
berperan dalam mendukung pemahaman atas kondisi perekonomian yang pada
gilirannya akan berkontribusi dalam proses penyusunan kebijakan Bank Indonesia.
Dengan demikian, penguatan model proyeksi pertumbuhan ekonomi provinsi, baik
untuk jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang, menjadi makin
penting untuk dilakukan.
Pada tahun 2015 seluruh KPwBI di provinsi telah memiliki model struktural
untuk proyeksi makroekonomi regional, yaitu Regional Macroeconomic Model Bank
Indonesia (REMBI). Model tersebut digunakan untuk memproyeksikan
pertumbuhan ekonomi provinsi dengan jangka waktu pendek—menengah (1—2
tahun ke depan). Selanjutnya, pada tahun 2016 dan 2017 model REMBI telah
diperkuat dengan penyusunan model satelit REMBI (SaREMBI) yang terdiri atas
nowcasting dan composite leading indicator (CLI). Penyusunan nowcasting tersebut
digunakan untuk melakukan tracking besaran PDRB pada triwulan berjalan.
Adapun CLI digunakan untuk memberikan indikasi arah, baik pertumbuhan PDRB
maupun inflasi.
Dalam perkembangannya, diperlukan penyempurnaan proyeksi
pertumbuhan ekonomi dalam lingkup regional yang dikelompokkan menjadi tiga
wilayah besar, yaitu Sumatra, Jawa, dan Kawasan Timur Indonesia (Balinusra,
Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua) melalui pengembangan model satelit
atau model pendukung berbasis wilayah. Secara khusus, penyempurnaan model
indikator untuk konsumsi rumah tangga dan investasi menjadi penting untuk
dilakukan dalam tahap awal karena besarnya kontribusi kedua komponen tersebut
terhadap PDRB di Indonesia (mencapai kurang lebih 70% dari total PDRB).
Penyempurnaan tersebut diperlukan untuk menjadi bahan diskusi dan acuan atas
2
proyeksi KPwBI di provinsi serta untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik
atas dinamika konsumsi dan investasi yang bersifat unik di tiap-tiap wilayah.
Kajian ini bertujuan untuk membangun model indikator yang dapat
digunakan untuk melakukan proyeksi konsumsi rumah tangga dan investasi pada
kuartal berjalan di tingkat wilayah serta memperkuat model makroekonomi yang
telah dibangun pada tingkat wilayah dan provinsi (SaREMBI). Pada bagian
selanjutnya dari kajian ini akan dibahas tinjauan literatur, metodologi penelitian,
penyajian hasil; analisis; dan pembahasan atas hasil uji empiris yang dilakukan,
serta simpulan dan rencana penyempurnaan ke depan.
1.2. Ruang Lingkup
Kajian ini merupakan upaya awal untuk melakukan pengembangan model
indikator untuk melakukan nowcasting (proyeksi kuartal berjalan) atas besaran
konsumsi rumah tangga dan investasi. Model yang dibangun merupakan model
sederhana dengan metode Bridge Model dan Distributed Lag Model (DLM) dengan
menggunakan data frekuensi bulanan atau dengan frekuensi yang lebih tinggi
selama rentang observasi tahun 2009–2017 untuk wilayah Sumatra dan Jawa,
sedangkan pengujian untuk wilayah Kawasan Timur Indonesia dilakukan selama
periode observasi 2011—2017. Sementara itu, pengujian pseudo out-of-sample
dilakukan dengan menggunakan data tahun 2018.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membangun model indikator yang
dapat digunakan untuk melakukan proyeksi konsumsi rumah tangga dan investasi
pada kuartal berjalan di tingkat wilayah.
3
2. Tinjauan Literatur
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, perekonomian Indonesia secara
umum ditopang oleh dua komponen utama, yaitu konsumsi rumah tangga dan
investasi. Kedua komponen tersebut memiliki pangsa hingga 70% (rata-rata tahun
2011—2017) terhadap PDRB sehingga gambaran atas perkembangan konsumsi dan
investasi diharapkan dapat memberikan pemahaman atas arah pertumbuhan
ekonomi regional secara menyeluruh. Dengan merujuk pada penyusunan
peramalan konsumsi dan investasi dengan menggunakan metode nowcasting
terhadap komponen yang sama di level nasional (Tarsidin dkk, 2016),
penyempurnaan metode proyeksi regional untuk konsumsi dan investasi akan
dilakukan dengan metode nowcasting dengan menggunakan data atau variabel
terkini yang dapat memperkirakan arah pertumbuhan konsumsi dan investasi yang
dipublikasikan secara triwulanan.
Penyusunan dan penguatan model satelit berupa nowcasting pada level
regional menjadi penting karena belum terdapat model struktural yang dapat
dipergunakan untuk mengetahui perkiraan kondisi ekonomi regional terkini. Saat
ini tracking pertumbuhan ekonomi regional masih mengandalkan hasil agregasi
provinsi dan pemantauan terhadap beberapa indikator yang relevan. Mengingat
keterbatasan dalam membuat model struktural di level regional dan penggunaan
nowcasting yang mulai berkembang pada tahun 2018, penyusunan nowcasting
regional untuk komponen konsumsi rumah tangga dan investasi menjadi salah satu
pilihan dalam melakukan perkiraan pertumbuhan ekonomi regional terkini.
Penyusunan nowcasting menggunakan data atau variabel terkini dengan
frekuensi yang tinggi sehingga dapat memberikan gambaran terkait dengan
perkembangan ekonomi regional terkini secara lebih akurat. Nowcasting juga dapat
menghasilkan perkiraan atau estimasi, baik berupa arah pertumbuhan maupun
besaran angka pertumbuhan. Penggunaan nowcasting dalam tracking pertumbuhan
ekonomi telah banyak dibahas, antara lain, oleh Angelini, et al. (2008) serta
Andersson dan Reijer (2015), sedangkan nowcasting atas perekonomian Indonesia
telah dilakukan oleh Kurniawan (2014) dan Luciani, et al. (2015).
Dalam perkembangannya, metode atau pendekatan untuk nowcasting
berkembang cukup pesat pada beberapa periode terakhir. Metode atau pendekatan
yang banyak digunakan, antara lain, ialah Bridge Equation, Mixed Data Sampling
4
(MIDAS, dikembangkan oleh Ghysels, et.al. (2004)), Mixed Frequency VAR (MF-VAR,
dikembangkan oleh Mariano dan Murasawa (2010) dan Schorfheide dan Song
(2013)), serta Dynamic Factor Model (DFM, disebut pula Mixed Frequency Factor
Model (MF-FM) yang dikembangkan oleh Mariano dan Murasawa (2003) dan
Giannone, et.al. (2008)). Nowcasting atas PDB Indonesia, antara lain, dilakukan oleh
Kurniawan (2014) yang menggunakan MIDAS dan Mixed Frequency Factor Model dan
Luciani, et.al. (2015) yang menggunakan Dynamic Factor Model.
Namun, nowcasting yang dilakukan untuk komponen pembentuk PDB atau
PDRB masih relatif terbatas. Tarsidin, dkk. (2016) telah melakukan nowcasting
untuk konsumsi rumah tangga dan investasi untuk perekonomian Indonesia
dengan menggunakan metode Dynamic Factor Model (DFM). Dari hasil penelitian
tersebut dijelaskan bahwa indikator yang digunakan untuk melakukan nowcasting
variabel konsumsi rumah tangga adalah penjualan kendaraan bermotor, total
simpanan, suku bunga kredit konsumsi, M1, dan nilai tukar rupiah riil (NEER).
Sementara itu, indikator yang digunakan untuk nowcasting investasi adalah
penjualan semen, produksi kendaraan bermotor, konsumsi listrik, total kredit, dan
M1. Dalam riset tersebut juga disebutkan bahwa forecast error model nowcasting
konsumsi rumah tangga menggunakan metode DFM relatif kecil sehingga cukup
baik dalam memprediksi besaran konsumsi rumah tangga. Sementara itu, forecast
error model nowcasting investasi menggunakan metode DFM cukup besar, tetapi
lebih baik dibandingkan dengan model benchmark, yaitu Bridge Equation dan
ARIMA.
Penelitian lain yang menggunakan nowcasting untuk konsumsi rumah
tangga dan investasi memakai metode Bridge Equation pernah dilakukan oleh
Baffigi, et al. (2004). Hasilnya menunjukkan bahwa bagi konsumsi rumah tangga,
indeks penjualan ritel merupakan komponen penting, sedangkan consumer
confidence index tidak memiliki hubungan yang signifikan (kemungkinan akibat
adanya korelasi dengan indikator lainnya). Lebih lanjut, registrasi kendaraan
merupakan indikator yang sejalan dengan konsumsi barang tahan lama. Sementara
itu, data-data survei menjadi indikator penting dalam memperkirakan pertumbuhan
investasi, terutama yang terkait dengan dinamika permintaan dalam jangka pendek.
Data lain yang tidak kalah pentingnya adalah indikator terkait dengan konstruksi.
Sementara itu, Sørensen (2011) menyebutkan bahwa mengingat besarnya
kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap PDB, konsumsi rumah tangga
merupakan faktor penting dalam melakukan asesmen perekonomian (state of the
5
economy). Metode nowcasting yang digunakan adalah Bridge Equation dengan
estimasi Ordinary Least Square (OLS) yang indikatornya dipilih melalui pendekatan
general to specific berdasarkan information criteria, model reduction tests, dan
misspecification tests. Dari hasil uji ditemukan sejumlah indikator yang signifikan,
yaitu jumlah registrasi baru atas kendaraan penumpang, perputaran uang, dan
consumer confidence index.
6
3. Metodologi
3.1. Metode
3.1.1. Metode Estimasi
Metode estimasi yang digunakan dalam model Bridge Equation dan DLM
adalah Ordinary Least Square (OLS). OLS adalah suatu metode ekonometrik yang di
dalamnya terdapat variabel independen yang merupakan variabel penjelas dan
variabel dependen yang merupakan variabel yang dijelaskan dalam suatu
persamaan linier. Dalam OLS hanya terdapat satu variabel dependen, sedangkan
variabel independen jumlahnya bisa lebih dari satu. Jika variabel bebas yang
digunakan hanya satu, hal itu disebut dengan regresi linier sederhana, sedangkan
jika variabel bebas yang digunakan lebih dari satu, hal itu disebut sebagai regresi
linier majemuk.
OLS merupakan metode regresi yang baik karena dapat menghasilkan nilai
residual terkecil. Nilai residual terkecil merupakan hasil dari suatu analisis regresi
dan menunjukkan nilai estimasi yang mendekati nilai aktualnya. OLS digunakan
untuk menduga koefisien regresi klasik dengan cara meminimalkan sum of squared
error. Caranya ialah dengan meminimalkan persamaan berikut.
Estimator dalam metode OLS diperoleh dengan cara meminimalkan persamaan
berikut:
(3.1)
dengan adalah sum of squares error.
Pada notasi matriks sum of squares error dapat dituliskan sebagai berikut.
(3.2)
Oleh karena itu, perkalian matriks error menjadi sebagai berikut.
(3.3)
7
Untuk meminimalkannya, diturunkan terhadap β sehingga diperoleh
persamaan normal sebagai berikut.
Setelah disusun kembali dan semua parameter diganti dengan estimator,
sistem persamaan ini dapat ditulis sebagai berikut.
Persamaan tersebut disebut persamaan normal. Jika ditulis dalam lambang
matriks, bentuknya menjadi
Atau secara lengkap jika ditulis dalam notasi matriks akan menjadi sebagai
berikut.
8
Dengan demikian, diperoleh estimator untuk OLS sebagai berikut.
Berdasarkan asumsi-asumsi dari model regresi linear klasik, estimator OLS
memiliki variansi minimum di antara estimator-estimator takbias lainnya sehingga
estimator OLS disebut sebagai estimator takbias linear terbaik (Best Linear Unbiased
Estimators/ BLUE). Berikut ini adalah pembuktian dari sifat BLUE OLS (Gujarati,
2004).
a. Linear
Estimator yang diperoleh dengan metode OLS adalah linear dan persamaannya
adalah sebagai berikut:
Hal itu disebabkan (X’X)-1X’ merupakan matriks dengan bilangan tetap dengan
�̂� merupakan fungsi linear dari Y.
b. Takbias (Unbiased)
Jadi, �̂� merupakan estimator takbias dari �̂�.
c. Variansi Minimum
Cara menunjukkan bahwa semua 𝜷𝑖 dalam vektor �̂� adalah estimator terbaik
(best estimator) ialah dengan membuktikan bahwa �̂� mempunyai variansi yang
terkecil atau minimum di antara variansi estimator takbias linear yang lain.
9
Dengan demikian, akan ditunjukkan bahwa var (�̂�) < var (�̂�*).
Jika �̂�* adalah estimator linear yang lain dari �̂�, persamaannya dapat ditulis
sebagai berikut.
Dengan c adalah matriks konstanta, persamaannya adalah sebagai berikut.
Karena diasumsikan bahwa (�̂�*) merupakan estimator takbias dari β, E(�̂�*)
seharusnya β, dengan kata lain cXβ seharusnya merupakan matriks nol, atau cX =
0.
Jadi, diperoleh �̂�* - β = (X’X)-1 X’ε + cε = ((X’X)-1X’ + c)ε
10
Dalam persamaan di atas ditunjukkan bahwa matriks variansi estimator
linear takbias �̂� merupakan penjumlahan matriks variansi estimator OLS dengan
σ2cc’. Secara matematis, terbukti bahwa var (�̂�*) < var (�̂�*).
Menurut Kuncoro (2001), terdapat beberapa asumsi utama yang mendasari
model regresi linear klasik dengan metode OLS yang meliputi hal-hal sebagai
berikut.
1. Model regresi adalah linear dalam parameter.
2. Error term dan sampling koefisien regresi terdistribusi normal sehingga nilai
harapan dan rata-rata kesalahan (error) adalah nol.
3. Varians-nya tetap (homoscedastic).
4. Tidak ada hubungan antara variabel bebas dan error term.
5. Tidak ada autocorrelation dalam error term.
6. Hubungan antarvariabel bebas (multicolinearity) pada regresi linear berganda
tidak terjadi.
3.1.2. Metode Nowcasting
Dalam penyusunan nowcasting terhadap konsumsi rumah tangga dan
investasi, beberapa metode yang dapat digunakan adalah Bridge Equation, Mixed
Data Sampling (MIDAS), Mixed Frequency VAR, dan Mixed Frequency Factor Model
(atau sering juga disebut Dynamic Factor Model). Namun, metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode Bridge Equation dan Distributed Lag Model (DLM).
3.1.2.1. Bridge Equation
Metode Bridge Equation pertama kali diperkenalkan oleh Baffigi, et al. (2004).
Bridge Equation merupakan regresi linier yang menghubungkan variabel-variabel
berfrekuensi tinggi dengan variabel-variabel berfrekuensi lebih rendah. Dalam hal
11
ini, data PDB/PDRB yang memiliki frekuensi kuartalan dihubungkan dengan
sejumlah prompt indikator yang berfrekuensi bulanan. Namun, agar data-data yang
memiliki perbedaan frekuensi tersebut dapat diestimasi, data dengan frekuensi yang
lebih tinggi perlu dikonversi terlebih dahulu menjadi data dengan frekuensi yang
lebih rendah. Dengan demikian, dengan menggunakan Bridge Equation dapat
diperoleh estimasi atas kondisi terkini perekonomian sebelum dikeluarkannya data
kuartalan dimaksud. Adapun spesifikasi dari Bridge Equation adalah sebagai
berikut:
𝒚𝒕 = 𝜶 + 𝜷𝒙𝒕−𝟏𝒒
+ 𝒖𝒕 (2.1)
Keterangan:
Yt : Reference series (kuartalan)
Xt : Indikator bulanan yang diagregasi menjadi kuartalan
β : Koefisien dengan lag polynomial
Tahapan dalam penyusunan Bridge Equation adalah indikator bulanan pada
triwulan berjalan yang apabila belum tersedia dapat diproyeksi secara autoregresif,
baik dengan menggunakan ARIMA maupun VAR. Setelah itu, nilai indikator yang
telah diagregasi diperlakukan sebagai regressor. Namun, sebagaimana yang
diungkapkan oleh Bańbura, et al. (2012), penggunaan Bridge Equation memiliki
keterbatasan, yaitu kemungkinan hilangnya sejumlah informasi akibat
pengagregasian data dari bulanan menjadi kuartalan.
3.1.2.2. Distributed Lag Model
Distributed Lag Model (DLM) merupakan pendekatan alternatif untuk
menghindari konversi data bulanan menjadi data kuartalan. Merujuk pada
penggunaan DLM oleh Kurniawan (2014), data bulanan dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu data bulan pertama kuartal berjalan, data bulan kedua kuartal
berjalan, dan data bulan ketiga kuartal berjalan. Dengan demikian, terdapat tiga
data kuartalan untuk setiap indikator. Adapun spesifikasi dari model distributed lag
adalah sebagai berikut:
𝒚𝒕 = 𝝁 + ∑ 𝜷𝒋𝒙𝒕−
(𝒋−𝟏)
𝟑
+ 𝒖𝒕𝒎𝒋=𝟏 j=1,…,m (2.2)
Dalam kasus tersebut, data yang digunakan adalah data kuartalan dan
bulanan dan yang kita gunakan hanya data bulanan pada kuartal berjalan (𝑚=3).
Persamaan (2.2) di atas dapat ditulis ulang sebagai berikut:
12
𝒚𝒕 = 𝝁 + 𝜷𝟏𝒙𝒕 + 𝜷𝟐𝒙𝒕−
𝟏
𝟑
+ 𝜷𝟑𝒙𝒕−
𝟐
𝟑
+ 𝒖𝒕 (2.3)
Secara umum, apabila hasil estimasi 𝛽1, 𝛽2, dan 𝛽3 dalam Persamaan (2.3) adalah
1
3, Distributed Lag Model dengan 𝑚=3 akan sama dengan Bridge Model pada
persamaan (2.1) di atas. Dengan kata lain, Bridge Model merupakan bentuk khusus
dari Distributed Lag Model.
3.1.3. Metode Validasi
Validitas dari model dapat diukur berdasarkan keakuratan nilai ramalan
yang dihasilkan dari model dibandingkan dengan nilai aktualnya sehingga tolok
ukurnya adalah deviasi minimal antara nilai ramalan tersebut dan nilai aktual.
Keakuratan hasil ramalan pada model ini akan sangat bergantung pada
a) keakuratan spesifikasi model;
b) keakuratan data yang digunakan dalam estimasi; dan
c) keakuratan metode estimasi yang digunakan.
Untuk menguji keakuratan model nowcasting, metode perhitungan deviasi
yang digunakan terhadap persamaan-persamaan yang dihasilkan adalah dengan
Root Mean Square Error (RMSE), Mean Absolute Error (MAE), Mean Absolute
Percentage Error (MAPE), dan Theil’s Inequality Coefficient (U-Theil). Berbagai metode
ini pada dasarnya mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk mengukur seberapa
dekat hasil ramalan yang dilakukan dibandingkan dengan data aktualnya. Makin
kecil deviasi, makin akurat model yang dihasilkan. Tiap-tiap metode pengukuran
tersebut dituliskan sebagai berikut.
a) Root Mean Square Error (RMSE)
𝑅𝑀𝑆𝐸 = √1
𝑇∑ (𝑌𝑡
𝑆 − 𝑌𝑡𝑎)2𝑇
𝑡=1
b) Mean Absolute Error (MAE)
Deviasi variabel yang disimulasikan dari actual time path adalah sebagai berikut.
𝑀𝐴𝐸 =1
𝑇∑ |𝑌𝑡
𝑆 − 𝑌𝑡𝑎|𝑇
𝑡=1
c) Mean Absolute Percentage Error (MAPE)
Kesalahan nilai simulasi (deviasi) dibandingkan dengan nilai aktual variabel
tersebut ialah sebagai berikut.
13
𝑀𝐴𝑃𝐸 =1
𝑇∑ |
𝑌𝑡𝑆−𝑌𝑡
𝑎
𝑌𝑡𝑎 |𝑇
𝑡=1
d) Theil’s Inequality Coefficient (U-Theil)
𝑈 − 𝑇ℎ𝑒𝑖𝑙 =√
1
𝑇∑ (𝑌𝑡
𝑆−𝑌𝑡𝑎)
2𝑇𝑡=1
√1
𝑇∑ (𝑌𝑡
𝑆)2𝑇
𝑡=1 +√1
𝑇∑ (𝑌𝑡
𝑎)2𝑇
𝑡=1
𝑌𝑡𝑆 adalah nilai ramalan, 𝑌𝑡
𝑎 adalah nilai aktual, dan T adalah jumlah periode
simulasi. Besaran U-Theil adalah 1U-Theil0. Jika U-Theil sama dengan 0,
artinya nilai simulasi sama dengan nilai aktual (perfect fit). Dalam hal ini, model
yang baik seharusnya memiliki nilai U-Theil 0,1.
Untuk mengetahui stabilitas mode, digunakan uji stabilitas struktural model
atau yang lebih dikenal dengan Uji Stabilitas Brown et.al (1975). Pada prinsipnya,
uji stabilitas yang didasarkan pada recursive residual dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu CUSUM (cumulative sum) dan CUSUMQ (cumulative sum of square).
CUSUM menyatukan semua informasi dari deret nilai sampel dengan
menggabungkan jumlah kumulatif dari deviasi nilai sampel dan nilai target. Untuk
ukuran sampel yang lebih besar dari 1 (n>1), CUSUM dibentuk dari plot nilai
Ci=∑ (𝑥𝑗 𝜇0)𝑖𝑗−1 terhadap nilai sampel i, dengan 𝑥𝑗 adalah rata-rata sampel ke-j dan 𝜇0
adalah target dari mean proses.
CUSUM digunakan untuk memantau rataan dan variasi dari proses dengan
mengakumulasikan selisih dari 𝜇0 yang berada di atas target dengan statistik C+ dan
mengakumulasikan selisih dari 𝜇0 yang berada di bawah target dengan statistik C-.
Kedua statistik tersebut, C+ dan C- , disebut CUSUM sisi atas dan sisi bawah.
Keduanya dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Pada persamaan di atas, K biasa disebut sebagai nilai rekomendasi atau nilai
toleransi dan sering kali dipilih sekitar setengah antara nilai target 𝜇0 dan nilai di
luar kendali dengan rataan 𝜇1.
Uji CUSUM ini didasarkan pada nilai kumulatif dari jumlah recursive residual.
Jika nilai kumulatif recursive residual ini berada di dalam band, hal itu
mengindikasikan adanya kestabilan parameter estimasi di dalam periode penelitian.
14
Sebaliknya, jika nilai kumulatif recursive residual berada di luar band berarti
menunjukkan adanya ketidakstabilan parameter di dalam periode penelitian
(Widarjono, 2013).
3.2. Data
Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data dari tahun 2009
hingga tahun 2017, tetapi periode data di tiap-tiap regional dapat berbeda
bergantung pada ketersediaan data. Pengujian pseudo out of sample dilakukan
dengan menggunakan data tahun 2018. Untuk data reference series, yaitu data
konsumsi rumah tangga dan investasi menggunakan data yang dirilis oleh BPS
dengan waktu rilis 35 hari setelah triwulan laporan. Sementara itu, data yang akan
digunakan sebagai variabel atau component series merupakan data sekunder yang
didapatkan dari berbagai sumber. Adapun data-data untuk component series tidak
memiliki awal dan akhir periode yang sama sehingga akan disesuaikan
ketersediaannya terhadap data reference series.
Untuk data reference series yaitu konsumsi rumah tangga, data pada tahun
2010—2017 merupakan data dengan tahun dasar 2010, sedangkan data dari
2005—2010 merupakan data dengan tahun dasar 2000. Terkait dengan perbedaan
tersebut, dilakukan backcasting dengan menggunakan pertumbuhannya. Adapun
data konsumsi rumah tangga dengan tahun dasar 2010 tidak meliputi konsumsi
lembaga nonprofit. Perlakuan yang sama diterapkan pada data investasi atau PMTB.
3.3. Tahapan
Penyusunan nowcasting untuk konsumsi rumah tangga dan juga investasi
dilakukan melalui beberapa tahapan yang meliputi pemilihan indikator, nowcasting
exercise, dan juga evaluasi kinerja model. Tahap pertama adalah melakukan
pemilihan indikator yang akan dimasukkan ke dalam model. Berdasarkan OECD
(2012), dalam pemilihan indikator harus diperhatikan keterkaitan ekonomi atau
relevansi antara dependent dan independent variable. Selain itu, dalam pemilihan
indikator juga perlu dilihat pertimbangan praktikal, yaitu adanya ketersediaan data
yang baik dengan frekuensi tinggi sehingga dapat diandalkan (revisi/perubahan
data masa lalu jarang terjadi), adanya data historis yang relatif panjang, serta
adanya timelag publikasi yang tidak lama. Selanjutnya, setelah indikator yang
memiliki keterkaitan ekonomi dengan komponen konsumsi rumah tangga dan
investasi dipilih, indikator-indikator tersebut akan diseleksi dengan pertimbangan
15
beberapa kriteria. Hal tersebut dilakukan untuk melihat keeratan hubungan antara
reference series dan component series.
Setelah dilakukan pemilihan indikator, tahapan selanjutnya adalah exercise
terhadap model. Dalam hal ini, estimasi akan dilakukan menggunakan metode
Bridge Model dan DLM dengan menggunakan data tahun 2009—2017 untuk wilayah
Sumatra dan Jawa, sedangkan pengujian untuk wilayah Kawasan Timur Indonesia
dilakukan selama periode observasi 2011—2017. Exercise model dilakukan dengan
mengombinasikan beberapa component series. Pemilihan component series dapat
dilakukan dengan mengombinasikan tiga, empat, lima, hingga enam indikator dari
kandidat indikator yang telah terpilih. Selanjutnya, pemilihan model terbaik
dilakukan melalui pengujian pseudo out-of-sample dengan memakai data tahun
2018. Beberapa kriteria akan diuji berdasarkan kemampuan model dalam
memperkirakan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan investasi pada tiap
triwulan pada tahun 2018.
Tahapan terakhir dari penyusunan nowcasting adalah evaluasi kinerja model.
Evaluasi yang dilakukan adalah memilih kombinasi terbaik dari setiap metode
nowcasting yang digunakan. Setelah itu, dilakukan pemilihan terhadap hasil yang
lebih baik (deviasi) antara pengujian pseudo out-of-sample dengan menggunakan
Bridge Equation dan juga DLM. Selain itu, dilihat juga nilai RMSE terkecil yang
menunjukkan bahwa hasil prediksi model tersebut lebih akurat.
16
4. Hasil dan Analisis
4.1. Regional Sumatra
4.1.1. Pemilihan Indikator Regional Sumatra
Sebagaimana disebutkan di awal, dalam pemilihan indikator dipersyaratkan
dua hal, yakni relevansi ekonomi dan pertimbangan praktikal. Atas dasar tersebut
dihasilkan beberapa kandidat indikator bagi konsumsi rumah tangga dan investasi
yang memenuhi kedua persyaratan tersebut. Selanjutnya, beberapa kandidat
indikator tersebut diseleksi lebih lanjut untuk melihat keeratan hubungannya dan
kontribusinya dalam menjelaskan reference series.
Konsumsi rumah tangga merupakan komponen PDRB yang terbesar dalam
perekonomian Sumatra. Porsi konsumsi rumah tangga dalam PDRB Sumatra
berkisar antara 47,5%—49,6% selama tahun 2011—2018. Berdasarkan relevansi
ekonomi diperoleh sejumlah indikator yang memiliki keterkaitan erat dengan
konsumsi rumah tangga, yang dapat dikategorikan sebagai berikut.
Indikator yang merepresentasikan besarnya konsumsi rumah tangga dan
pandangan masyarakat terhadap prospek perekonomian ke depan sehingga
mendasari keputusan dalam melakukan konsumsi meliputi indeks penjualan
riil (IPR), nilai tukar petani (NTP), indeks keyakinan konsumen (komposit,
kondisi ekonomi saat ini, dan ekspektasi) dan harga komoditas global (minyak,
CPO, karet, batubara, dan kopi, baik robusta maupun arabika).
Indikator yang terkait dengan kinerja perekonomian yang dapat memengaruhi
tingkat pendapatan dan/atau konsumsi rumah tangga meliputi impor barang
konsumsi, total ekspor, dan bongkar muat barang (baik melalui pelabuhan
domestik maupun internasional).
Indikator yang terkait dengan perbankan yang mencerminkan konsumsi
masyarakat serta nilai tukar yang dapat memengaruhi keputusan masyarakat
untuk melakukan konsumsi meliputi kredit (total dan konsumsi), simpanan
(total DPK, giro, tabungan, dan deposito) serta nilai tukar rupiah terhadap USD
secara nominal.
Tabel 4.1 menunjukkan koefisien korelasi beberapa kandidat indikator,
dalam growth y-o-y (difference-nya untuk data dalam persentase), terhadap
konsumsi rumah tangga. Dari hasil tersebut dipilih indikator dengan nilai koefisien
17
korelasi dalam growth y-o-y (difference-nya untuk data dalam persentase) yang relatif
tinggi, yaitu di atas 0,15 dan memiliki tanda korelasi yang sesuai dengan teori
ekonomi untuk diproses ke tahap selanjutnya.
Tabel 0.1. Koefisien Korelasi, Frekuensi, dan Lag Publikasi Kandidat Indikator Konsumsi
Rumah Tangga
Berdasarkan kriteria tersebut, indikator yang terpilih adalah nilai tukar
petani, indeks penjualan eceran, harga CPO, harga kopi robusta, harga kopi arabika,
indeks keyakinan konsumen, kredit (total dan konsumsi), dan simpanan (giro,
tabungan, deposito, dan total DPK). Khusus untuk indikator harga kopi arabika dan
tabungan tetap dipilih meski nilai koefisien korelasi dalam growth y-o-y di bawah
0,15 dengan mempertimbangkan adanya keterkaitan yang erat dengan konsumsi
rumah tangga.
Berdasarkan aspek pertimbangan praktikal, seluruh indikator terpilih
tersebut juga memenuhi persyaratan, yaitu memiliki frekuensi bulanan dan harian
serta lag publikasi yang tidak terlalu lama, berkisar antara satu hari sampai dengan
dua bulan.
Growth (yoy) tanda
1 Nilai Tukar Petani 0.29 √ bulanan 1 hari
2 Indeks Penjualan Eceran 0.55 √ bulanan 7 hari
3 Impor barang konsumsi -0.41 - bulanan 30 hari
4 Ekspor -0.48 - bulanan 30 hari
5 Harga CPO 0.45 √ harian 1 hari
6 Harga Karet -0.60 - harian 1 hari
7 Harga Batubara -0.54 - harian 1 hari
8 Harga Kopi Robusta 0.15 √ harian 1 hari
9 Harga Kopi Arabika 0.01 √ harian 1 hari
10 Indeks Keyakinan Konsumen 0.17 √ bulanan 9 hari
11 Indeks Kondisi Ekonomi 0.04 √ bulanan 9 hari
12 Indeks Ekspektasi Konsumen 0.02 √ bulanan 9 hari
13 Kargo muat pelabuhan internasional 0.26 √ bulanan 1-2 bulan
14 Kargo muat pelabuhan domestik -0.36 - bulanan 1-2 bulan
15 Kargo bongkar pelabuhan internasional -0.30 - bulanan 1-2 bulan
16 Kargo bongkar pelabuhan domestik -0.19 - bulanan 1-2 bulan
17 Total kredit 0.43 √ bulanan 14 hari
18 giro -0.27 √ bulanan 14 hari
19 tabungan -0.05 √ bulanan 14 hari
20 deposito -0.29 √ bulanan 14 hari
21 Total DPK -0.31 √ bulanan 14 hari
22 Harga Minyak Minas -0.29 - harian 1 hari
23 Harga Minyak WTI -0.29 - harian 1 hari
24 Nilai tukar rupiah terhadap USD 0.42 - harian 1 hari
25 Kredit konsumsi 0.37 √ bulanan 14 hari
Koef. KorelasiNo. Indikator Frekuensi Lag Publikasi
18
Investasi atau penanaman modal tetap bruto (PMTB) juga merupakan
komponen dalam PDRB yang memberikan kontribusi cukup signifikan dan menjadi
penggerak perekonomian. Porsi investasi dalam PDRB Sumatra berkisar antara
30,8%—32,1% selama tahun 2011—2018. Berdasarkan relevansi ekonomi diperoleh
sejumlah indikator yang memiliki keterkaitan erat dengan investasi, yang dapat
dikategorikan sebagai berikut.
Indikator yang merepresentasikan besarnya investasi adalah penjualan semen.
Indikator yang terkait dengan kinerja perekonomian sehingga dapat
memengaruhi kemampuan investasi perusahaan dan/atau rumah tangga
dalam investasi meliputi impor barang modal, total impor, total ekspor, dan
bongkar muat barang (baik melalui pelabuhan domestik maupun
internasional)
Indikator yang terkait dengan perbankan, yang mencerminkan investasi serta
nilai tukar dan dapat memengaruhi keputusan perusahaan dan/atau rumah
tangga untuk melakukan investasi meliputi kredit (total dan investasi) serta
nilai tukar rupiah terhadap USD secara nominal.
Dari sejumlah kandidat tersebut dipilih beberapa indikator yang memiliki
nilai koefisien korelasi yang cukup tinggi. Tabel 4.2 menunjukkan koefisien korelasi
beberapa kandidat indikator dalam persentase pertumbuhan tahunan terhadap
investasi. Dari hasil tersebut dipilih indikator dengan nilai koefisien korelasi di atas
0,15 dan memiliki tanda korelasi yang sesuai dengan teori ekonomi untuk diproses
ke tahap selanjutnya.
19
Tabel 0.2. Koefisien Korelasi, Frekuensi, dan Lag Publikasi Kandidat Indikator Investasi
Berdasarkan kriteria tersebut, indikator yang terpilih ialah penjualan semen,
impor barang modal, harga CPO, harga karet, harga batubara, harga kopi robusta,
harga kopi arabika, total kredit, kredit investasi, dan nilai tukar rupiah terhadap
USD.
Berdasarkan aspek pertimbangan praktikal, seluruh indikator terpilih
tersebut juga memenuhi persyaratan, yaitu memiliki frekuensi bulanan dan harian
serta lag publikasinya berkisar antara satu hari sampai dengan dua bulan
4.1.2. Nowcasting Exercise dan Evaluasi Kinerja Model Regional Sumatra
Untuk mendapatkan model dengan kemampuan nowcasting terbaik,
dilakukan exercise dengan menggunakan beberapa kombinasi indikator yang
berbeda. Selanjutnya, berdasarkan hasil pengujian pseudo out-of-sample dipilih
model yang nilai RMSE-nya kecil dan adjustred R-squared tertinggi dengan hasil
sebagai berikut.
4.1.2.1. Konsumsi Rumah Tangga-Bridge Model
Exercise dilakukan dengan melakukan regresi atas sejumlah kombinasi dari
dua belas kandidat indikator terpilih yang menghasilkan lima kombinasi indikator
terbaik sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.3. Dari exercise tersebut diperoleh
Growth (yoy) tanda
1 Penjualan Semen 0.65 √ bulanan 11-15 hari
2 Impor barang modal 0.28 √ bulanan 30 hari
3 Total Impor 0.57 √ bulanan 30 hari
4 Total Ekspor 0.36 √ bulanan 30 hari
5 Harga CPO 0.38 √ harian 1 hari
6 Harga karet 0.24 √ harian 1 hari
7 Harga batubara 0.30 √ harian 1 hari
8 Harga kopi robusta 0.30 √ harian 1 hari
9 Harga kopi arabika 0.03 √ harian 1 hari
10 Indeks Keyakinan Konsumen 0.25 √ bulanan 9 hari
11 Indeks Kondisi Ekonomi 0.18 √ bulanan 9 hari
12 Indeks Ekspektasi Konsumen 0.13 √ bulanan 9 hari
13 Kargo muat pelabuhan internasional 0.07 √ bulanan 1-2 bulan
14 Kargo muat pelabuhan domestik 0.43 √ bulanan 1-2 bulan
15 Kargo bongkar pelabuhan internasional -0.07 - bulanan 1-2 bulan
16 Kargo bongkar pelabuhan domestik 0.22 √ bulanan 1-2 bulan
17 Total kredit 0.63 √ bulanan 14 hari
18 Harga Minyak Minas 0.49 √ harian 1 hari
19 Harga Minyak WTI 0.40 √ harian 1 hari
20 kredit invetasi 0.59 √ bulanan 14 hari
21 nilai tukar rupiah terhadap USD (nominal) -0.30 √ harian 1 hari
Koef. KorelasiNo. Indikator Frekuensi Lag Publikasi
20
kombinasi component series atau indikator yang terbaik di Nomor 3, yaitu nilai tukar
petani, tabungan, giro dan kredit konsumsi berdasarkan adjustred R-squared
terbaik, dan nilai RMSE yang kecil.
Tabel 0.3. Nowcasting Exercise-Konsumsi Rumah Tangga dengan Bridge Model
No.
Component Series
(Indikator yang digunakan)
Error (Selisih nowcasting
terhadap aktual) Adj R2 RMSE MSE
2018
I II
1 A–B– C (0.13) 0.56 0.69 0.40 0.16
2 A–B–C–F (0.14) 0.55 0.67 0.39 0.15
3 A – B – C – D (0.35) 0.35 0.84 0.34 0.12
4 A–E–G (0.05) 0.76 0.91 0.53 0.28
5 D–E (0.25) 0.33 0.64 0.29 0.08
Keterangan:
A. Nilai Tukar Petani B. Tabungan
C. Giro
D. Kredit Konsumsi
E. Indeks Keyakinan Konsumen
F. Deposito
G. Harga Kopi Arabika H. Total Kredit
I. Total DPK
J. Harga CPO
K. Harga Kopi Robusta
L. Indeks Penjualan Eceran
Secara lebih terperinci, kombinasi indikator Nomor 3 dan 4 memiliki common
factor tertinggi dalam hal konsumsi rumah tangga. Hal itu terlihat dari nilai
Adjustred R-squared yang cukup tinggi (berada di atas 0,80). Meskipun demikian,
kombinasi indikator Nomor 3 memiliki keakuratan yang lebih baik karena nilai
RMSE-nya kecil. Hasil exercise pada Tabel 4.3 juga menunjukkan bahwa perbedaan
kinerja lima kombinasi indikator terbaik tersebut sangat tipis. Hal itu terlihat dari
perbedaan RMSE antarkombinasi yang sangat kecil. Adapun hasil estimasi dari
kombinasi Nomor 3 dapat dilihat pada tabel 4.4 sebagai berikut.
Tabel 0.4. Hasil Bridge Model Konsumsi Rumah Tangga
Variabel Koefisien Prob. Std. Error Cusum Test
C -10.54 0.0000 1.9403
Nilai Tukar Petani 0.15 0.0000 0.0199
Tabungan -0.02 0.0126 0.0099
Giro -0.01 0.0143 0.0050
Kredit Konsumsi 0.005 0.5166 0.0078
Adjusted R Square
Durbin-Watson Stat
LM Test Stat Cusum Square Test
Heteroscedasticity
RMSE
MSE
U-Theil
Akaike info criterion
Schwarz criterion
0.12
-0.49
-0.67
0.05
Diagnostic Test
0.84
2.52
0.02
0.05
0.34
-15
-10
-5
0
5
10
15
III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
CUSUM 5% Significance
-0.4
-0.2
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
CUSUM of Squares 5% Significance
21
4.1.2.2. Konsumsi Rumah Tangga-Distributed Lag Model
Seperti yang dilakukan dengan metode Bridge Model, exercise dilakukan
dengan melakukan regresi atas sejumlah kombinasi dari dua belas kandidat
indikator yang terpilih dan menghasilkan lima kombinasi indikator terbaik
sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.5. Dari exercise tersebut diperoleh
kombinasi component series atau indikator yang terbaik di Nomor 5, yaitu nilai tukar
petani, kredit konsumsi, indeks keyakinan konsumen, harga kopi arabika, dan total
DPK, berdasarkan nilai adjustred R-squared terbaik dan RMSE terkecil.
Tabel 0.5. Nowcasting Exercise-Konsumsi Rumah Tangga dengan Distributed Lag Model
No.
Component Series
(Indikator yang
digunakan)
Error
(Selisih nowcasting terhadap aktual) Adj R2 RMSE MSE
2018
I II
1 B–C–H (0.13) 0.47 0.66 0.34 0.11
2 A–B–D–G 0.01 0.74 0.95 0.52 0.27
3 A–D–G–I (0.15) 0.33 0.80 0.25 0.06
4 A–E–D–J–K (0.77) 0.51 0.90 0.65 0.40
5 A–D–E–G–I (0.07) 0.18 0.92 0.13 0.02
Keterangan:
A. Nilai Tukar Petani
B. Tabungan C. Giro
D. Kredit Konsumsi
E. Indeks Keyakinan Konsumen
F. Deposito
G. Harga Kopi Arabika
H. Total Kredit I. Total DPK
J. Harga CPO
K. Harga Kopi Robusta
L. Indeks Penjualan Eceran
Secara lebih terperinci, kombinasi indikator Nomor 2, 3, dan 5 memiliki
common factor tertinggi dengan konsumsi rumah tangga yang terlihat dari nilai
Adjustred R-squared yang cukup tinggi (berada di atas 0,80). Meskipun demikian,
kombinasi indikator Nomor 5 memiliki keakuratan yang lebih optimal terlihat dari
nilai RMSE-nya yang paling kecil. Adapun hasil estimasi dari kombinasi Nomor 5
dapat dilihat pada Tabel 4.6 sebagai berikut:
22
Tabel 0.6. Hasil Distributed Lag Model Konsumsi Rumah Tangga
4.1.2.3. Investasi-Bridge Model
Seperti halnya pada konsumsi rumah tangga, uji regresi untuk investasi
dilakukan terhadap sejumlah kombinasi dari sepuluh kandidat indikator yang
terpilih yang menghasilkan lima kombinasi indikator terbaik sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 4.7. Dari exercise tersebut diperoleh kombinasi variabel
yang terbaik di Nomor 2, yaitu penjualan semen, impor barang modal, harga CPO,
harga karet, harga batubara, dan total kredit, berdasarkan nilai adjustred R-squared
terbaik dan RMSE terkecil.
Tabel 0.7. Nowcasting Exercise–Investasi dengan Bridge Model
No.
Component Series
(Indikator yang
digunakan)
Error
(Selisih nowcasting
terhadap aktual) Adj R2 RMSE MSE
2018
I II
1 A–B–C–D–E–I 1.84 0.60 0.91 1.36 1.85
2 A–B–C–D–E–H 0.56 (0.63) 0.83 0.59 0.35
3 A–C–I 0.22 (0.95) 0.80 1.36 1.85
4 A–C–I–J (0.31) 1.27 0.87 0.92 0.85
5 A–D 1.45 1.13 0.73 1.29 1.66
Keterangan:
Variabel Koefisien Prob. Std. Error Cusum Test
C -0.59 0.7654 1.9369
Nilai Tukar Petani_1 -0.12 0.0247 0.0480
Nilai Tukar Petani_2 0.15 0.0157 0.0526
Nilai Tukar Petani_3 0.005 0.4018 0.0066
Harga Kopi Arabika_1 0.003 0.1467 0.0023
Harga Kopi Arabika_2 0.006 0.1973 0.0044
Harga Kopi Arabika_3 0.0009 0.8420 0.0044
Indeks Keyakinan Konsumen_1 0.03 0.0348 0.0131
Indeks Keyakinan Konsumen_2 -0.01 0.1732 0.0121
Indeks Keyakinan Konsumen_3 0.005 0.0975 0.0029
Kredit Konsumsi_1 0.10 0.0001 0.0157
Kredit Konsumsi_2 0.006 0.8815 0.0411
Kredit Konsumsi_3 -0.01 0.7650 0.0339 Cusum Square Test
Total DPK_1 -0.03 0.1729 0.0237
Total DPK_2 0.01 0.6976 0.0295
Total DPK_3 -0.06 0.0915 0.0350
Std. Error
Adjusted R Square
Durbin-Watson Stat
LM Test Stat
Heteroscedasticity
RMSE
MSE
U-Theil
Akaike info criterion
Schwarz criterion
-1.30
-0.36
0.02
Diagnostic Test
0.77
0.13
0.01
0.92
1.80
0.88
-10.0
-7.5
-5.0
-2.5
0.0
2.5
5.0
7.5
10.0
II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018
CUSUM 5% Significance
-0.4
0.0
0.4
0.8
1.2
1.6
II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018
CUSUM of Squares 5% Significance
23
A. Penjualan Semen
B. Impor Barang Modal
C. Harga CPO
D. Harga Karet E. Harga Batubara
F. Harga Kopi Robusta
G. Harga Kopi Arabika
H. Total Kredit
I. Kredit Investasi Nilai tukar rupiah terhadap USD
(nominal)
Secara lebih terperinci, kombinasi indikator Nomor 1, 2, dan 4 memiliki
common factor tertinggi dengan investasi, terlihat dari nilai Adjustred R-squared yang
cukup tinggi. Meskipun demikian, kombinasi Nomor 2 memiliki keakuratan yang
lebih optimal yang terlihat dari nilai RMSE-nya yang paling kecil. Adapun hasil
estimasi dari kombinasi Nomor 2 dapat dilihat pada Tabel 4.8 sebagai berikut:
Tabel 0.8. Hasil Bridge Model Investasi
4.1.2.4. Investasi-Distributed Lag Model
Seperti yang dilakukan pada metode Bridge Model, exercise dilakukan dengan
melakukan regresi sejumlah kombinasi dari sepuluh kandidat indikator yang
terpilih dan menghasilkan lima kombinasi indikator terbaik sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 4.8. Dari exercise tersebut diperoleh kombinasi component
series atau indikator yang terbaik di Nomor 1, yaitu penjualan semen, total kredit,
dan harga CPO berdasarkan nilai adjustred R-squared terbaik dan RMSE terkecil.
Variabel Koefisien Prob. Std. Error Cusum Test
C 3.93 0.0000 0.3899
Total Kredit 0.06 0.0080 0.0218
Impor barang modal 0.04 0.0002 0.0093
Harga CPO 0.01 0.1511 0.0104
Harga Batubara 0.02 0.0458 0.0136
Harga Karet 0.01 0.2233 0.0083
Penjualan semen 0.06 0.0449 0.0311
Adjusted R Square
Durbin-Watson Stat Cusum Square Test
LM Test Stat
Heteroscedasticity
RMSE
MSE
U-Theil
Akaike info criterion
Schwarz criterion
2.93
3.43
0.35
0.94
0.59
0.83
1.70
0.39
Diagnostic Test
0.04
-6
-4
-2
0
2
4
6
2017q4 2018q1 2018q2
CUSUM 5% Significance
-0.4
0.0
0.4
0.8
1.2
1.6
2017q4 2018q1 2018q2
CUSUM of Squares 5% Significance
24
Tabel 0.9. Nowcasting Exercise–Investasi dengan Distributed Lag Model
No.
Component Series
(Indikator yang
digunakan)
Error
(Selisih nowcasting
terhadap aktual) Adj R2 RMSE MSE
2018
I II
1 A–C–H (0.40) 0.01 0.85 0.28 0.08
2 A–C–I–J 2.70 0.32 0.89 1.92 3.69
3 A–C–I 0.55 0.14 0.90 0.39 0.15
4 A–C–H–J 2.55 1.15 0.82 1.97 3.88
5 C–I–J 2.00 1.53 0.87 1.77 3.13
Keterangan:
A. Penjualan Semen
B. Impor Barang Modal
C. Harga CPO D. Harga Karet
E. Harga Batubara
F. Harga Kopi Robusta
G. Harga Kopi Arabika
H. Total Kredit
I. Kredit Investasi Nilai tukar rupiah terhadap USD
(nominal)
Secara lebih terperinci, kombinasi indikator Nomor 1 dan 3 memiliki common
factor tertinggi dengan investasi, terlihat dari nilai Adjustred R-squared yang cukup
tinggi (berada di atas 0,80), serta memiliki keakuratan yang cukup baik tercermin
dari nilai RMSE yang relatif kecil dibandingkan dengan ketiga model lainnya.
Meskipun demikian, kombinasi Nomor 1 dinilai memiliki keakuratan lebih optimal
terlihat dari nilai RMSE-nya yang lebih kecil. Adapun hasil estimasi dari kombinasi
Nomor 1 dapat dilihat pada Tabel 4.10 sebagai berikut.
Tabel 0.10. Distributed Lag Model Investasi
Variabel Koefisien Prob. Std. Error Cusum Test
C 1.07 0.0203 0.4314
Total Kredit_1 0.45 0.0322 0.1986
Total Kredit_2 -0.34 0.0930 0.1980
Total Kredit_3 0.13 0.0001 0.0290
Penjualan semen_1 0.01 0.0094 0.0160
Penjualan semen_2 0.0002 0.0057 0.0235
Penjualan semen_3 -0.03 0.0001 0.0147
Harga CPO_1 0.04 0.2916 0.0166
Harga CPO_2 -0.07 0.9851 0.0150
Harga CPO_3 0.06 0.0637 0.0167
Cusum Square Test
Adjusted R Square
Durbin-Watson Stat
LM Test Stat
Heteroscedasticity
RMSE
MSE
U-Theil
Akaike info criterion
Schwarz criterion
2.83
3.41
0.08
Diagnostic Test
0.43
0.28
0.01
0.85
0.94
1.94
-15
-10
-5
0
5
10
15
II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014 2015 2016 2017
CUSUM 5% Significance
-0.4
0.0
0.4
0.8
1.2
1.6
II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014 2015 2016 2017
CUSUM of Squares 5% Significance
25
4.1.3. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan uji regresi yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa
kombinasi NTP, tabungan, giro, dan kredit konsumsi dengan metode Bridge Model
serta kombinasi NTP, kredit konsumsi, indeks keyakinan konsumen, harga kopi
arabika, dan total DPK dengan metode DLM menghasilkan proyeksi konsumsi
rumah tangga terbaik untuk wilayah Sumatra. Dari hasil tersebut terlihat bahwa
NTP yang merupakan indikator dalam menentukan tingkat kesejahteraan petani
dan menggambarkan pendapatan di sektor pertanian, terbilang substansial dalam
memengaruhi perilaku konsumsi rumah tangga di Sumatra. Hal itu sejalan dengan
tingginya kontribusi sektor pertanian dalam PDRB Sumatra, yang mencapai 22%,
menjadi sektor terbesar dalam PDRB Sumatra.
Kredit konsumsi juga memegang peranan penting dalam memberikan
indikasi atas tumbuhnya konsumsi rumah tangga sesuai dengan besarnya pangsa
kredit konsumsi terhadap total kredit di Sumatra yang mencapai 32%. Kredit
konsumsi yang meliputi kredit kendaraan bermotor (KKB), kredit multiguna, kredit
pemilikan rumah (KPR), dan rredit pemilikan apartemen (KPA) menjadi pilihan bagi
masyarakat sebagai sumber dana untuk meningkatkan belanja.
Selain itu, harga kopi arabika internasional turut memengaruhi aktivitas
konsumsi masyarakat. Hal itu sejalan dengan pentingnya peran industri kopi dalam
perekonomian sebagai salah satu komoditas unggulan ekspor Sumatra. Kopi
sebagai komoditas ekspor nonmigas Sumatra memberikan sumbangan sebesar 2%
terhadap total nilai ekspor nonmigas pada tahun 2017. Sumatra juga menjadi sentra
utama produsen kopi Indonesia dengan mencapai 70,2% dari total produksi kopi
nasional pada tahun 2017. Industri kopi Sumatra juga memiliki peran besar dalam
menyerap tenaga kerja, yaitu sekitar 758 ribu orang atau 3% dari total angkatan
kerja Sumatra pada tahun 2017. Oleh karena itu, pergerakan harga kopi arabika
diperkirakan mampu memberi indikasi atas pergerakan pertumbuhan konsumsi di
Sumatra.
Indikator lain yang merepresentasikan besarnya konsumsi rumah tangga
adalah indeks keyakinan konsumen (IKK). IKK diperoleh dari survei yang dilakukan
oleh Bank Indonesia secara bulanan untuk mengetahui keyakinan konsumen
mengenai kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi konsumen terhadap kondisi
perekonomian enam bulan yang akan datang. Secara konseptual, IKK digunakan
untuk mengukur perilaku konsumen rumah tangga atas berbagai faktor ekonomi
yang memengaruhi pengambilan keputusan, terutama terkait dengan belanja dan
26
simpanan. Oleh karena itu, perubahan IKK sangat berkaitan dengan konsumsi riil
masyarakat.
Selanjutnya, DPK juga menjadi variabel yang memengaruhi konsumsi rumah
tangga di Sumatra. Secara teoretis, pendapatan akan memengaruhi konsumsi dan
simpanan rumah tangga. Terkait dengan hal tersebut, makin besar konsumsi
masyarakat akan berdampak pada menurunnya simpanan dan begitu juga
sebaliknya, makin kecil konsumsi masyarakat, berpengaruh pada meningkatnya
simpanan.
Terkait dengan investasi, diperoleh hasil bahwa kombinasi penjualan semen,
impor barang modal, harga CPO, harga karet, harga batubara, dan total kredit
dengan metode Bridge Model serta kombinasi penjualan semen, total kredit dan
harga CPO dengan metode DLM mampu memberikan hasil proyeksi investasi
terbaik.
Dari kombinasi terbaik tersebut terlihat bahwa penjualan semen menjadi
indikator yang penting dalam pembentukan investasi di Sumatra. Sebagaimana
diketahui, investasi dapat dibedakan menjadi investasi bangunan dan
nonbangunan. Di wilayah Sumatra investasi bangunan tercatat terus meningkat
dibandingkan investasi nonbangunan, dengan pangsa investasi bangunan mencapai
71% pada tahun 2017. Salah satu indikator untuk melihat aktivitas investasi
bangunan adalah proyek infrastruktur dan konstruksi lain yang tentunya
berpengaruh pada konsumsi semen yang digunakan sehingga penjualan semen
sangat relevan dalam mencerminkan aktivitas investasi bangunan.
Selain itu, investasi di Sumatra juga dipengaruhi oleh pergerakan harga
komoditas unggulan ekspor Sumatra, seperti CPO, karet, dan batubara, karena
sektor ekonomi dan komoditas unggulan ekspor di Sumatra masih berbasis pada
sumber daya alam. Harga komoditas global yang tinggi dapat memunculkan
sentimen positif sehingga mendorong investasi yang lebih tinggi untuk
meningkatkan produksi. Lebih lanjut, variabel total kredit juga dapat menjadi
indikator yang baik dalam mencerminkan arah pertumbuhan investasi, mengingat
sumber dana investasi tidak hanya berasal dari modal atau laba perusahaan, tetapi
juga pembiayaan dari sistem perbankan melalui kredit investasi.
27
4.2. Regional Jawa
4.2.1. Pemilihan Indikator Regional Jawa
Konsumsi rumah tangga di bidang ekonomi di wilayah Jawa memiliki pangsa
terbesar dalam PDRB wilayah, yaitu berkisar antara 60%-64% pada periode 2009-
2017. Dalam perkembangannya, porsi konsumsi rumah tangga tersebut terus
mengalami penurunan dan mencapai angka terendah dalam sepuluh tahun terakhir
pada tahun 2017, yaitu sebesar 59,6%. Selanjutnya, beberapa indikator yang
dipertimbangkan sebagai indikator dalam estimasi adalah sebagai berikut.
Indikator yang merepresentasikan besaran konsumsi rumah tangga dan
pandangan konsumen terhadap kondisi perekonomian, seperti indeks keyakinan
konsumen (IKK), mencerminkan optimisme konsumen, misalnya dalam hal
penjualan kendaraan roda empat dan penjualan kendaraan roda dua.
Indikator yang terkait dengan kinerja perekonomian wilayah, baik di Jawa
maupun tingkat nasional meliputi industrial production index (IPI), produksi
kendaraan bermotor roda empat, impor barang konsumsi, ekspor komoditas
makanan dan minuman, inflasi (umum dan kelompok perumahan, listrik, gas
dan air), indeks harga saham sektoral (property, consumer goods, basic industries
dan manufacturing), dan volume bongkar pelabuhan serta volume muat
pelabuhan.
Indikator yang terkait dengan jasa keuangan atau perbankan ialah suku bunga
(DPK, deposito, tabungan, kredit dan kredit konsumsi).
Setelah dilakukan pemetaan awal atas beberapa pilihan indikator di atas,
selanjutnya dilakukan pemilihan variabel berdasarkan nilai koefisien korelasi yang
tinggi. Adapun indikator yang akan dipilih untuk dapat diproses lebih lanjut adalah
indikator yang memiliki nilai koefisien korelasi di atas 0,15. Selain itu, kriteria
indikator yang akan dipilih juga harus memiliki tanda korelasi yang benar.
28
Tabel 0.11. Koefisien Korelasi Kandidat Indikator Konsumsi Rumah Tangga
Melalui beberapa pertimbangan, seperti nilai koefisien korelasi tingkat
pertumbuhan yang berada di atas 0,15, ketepatan tanda dengan reference series,
serta ketersediaan data dalam waktu satu bulan (kecuali IPI yang mengalami lag 2-
3 bulan, memiliki peranan penting sebagai indikator industri pengolahan di Jawa),
telah dipilih lima belas indikator yang disimulasikan dalam nowcasting sebagai
berikut.
Tabel 0.12. Indikator Konsumsi Rumah Tangga Terpilih untuk Simulasi
Pilihan Indikator terhadap Konsumsi Rumah Tangga
1 Indeks Properti 6 Volume Bongkar
Pelabuhan
11 Suku Bunga Kredit
Konsumsi
2 Industrial Production Index
7 Produksi Mobil 12 Inflasi Umum
3 Ekspor Mamin 8 Suku Bunga Deposito 13 Impor Barang
Konsumsi *
4 Consumer Goods Index 9 Inflasi PLGA 14 Penjualan Mobil *
5 Indeks Manufaktur 10 Suku Bunga Kredit 15 Indeks Keyakinan
Konsumen *
*) Ketiga indikator tersebut tetap dimasukkan ke dalam pilihan indikator meski memiliki
nilai koefisien korelasi yang relatif kecil karena memiliki peran besar terhadap konsumsi rumah tangga.
Pertumbuhan ekonomi Jawa turut didorong oleh pertumbuhan investasi atau
penanaman modal tambah bruto (PMTB) yang di dalamnya terdapat porsi investasi
Growth (yoy) Tanda
1 Index Properti 0.28 √ Bulanan 1 hari
2 Industrial Production Index 0.25 √ Bulanan 2-3 bulan
3 Ekspor Mamin 0.23 √ Bulanan 1 bulan
4 Index Consumer Goods 0.22 √ Bulanan 1 hari
5 Index Manufacturing 0.20 √ Bulanan 1 hari
6 Volume Bongkar Pelabuhan 0.17 √ Bulanan 1-2 bulan
7 Produksi Mobil 0.15 √ Bulanan 1 bulan
8 Impor Barang Konsumsi 0.06 √ Bulanan 1 bulan
9 Penjualan Mobil 0.05 √ Bulanan 1 bulan
10 Index Keyakinan Konsumen 0.05 √ Bulanan 1 hari
11 Suku Bunga DPK -0.13 √ Bulanan 14 hari
12 Suku Bunga Deposito -0.16 √ Bulanan 14 hari
13 Inflasi PLGA -0.20 √ Bulanan 1 hari
14 Suku Bunga Kredit -0.27 √ Bulanan 14 hari
15 Suku Bunga Kredit Konsumsi -0.34 √ Bulanan 14 hari
16 Inflasi Umum -0.50 √ Bulanan 1 hari
17 Index Basic Industries -0.11 - Bulanan 1 hari
18 Volume Muat Pelabuhan -0.13 - Bulanan 1-2 bulan
19 Penjualan Motor -0.22 - Bulanan 1 bulan
FrekuensiLag
PublikasiNo Indikator
Koefisien Korelasi
29
berkisar pada angka 31—32%. Porsi investasi di Jawa tidak banyak mengalami
perubahan pada periode 2008—2017. Realisasi investasi di Jawa lebih banyak
didorong oleh pertumbuhan investasi bangunan dengan porsi mencapai 78%.
Sehubungan dengan hal tersebut, beberapa indikator yang akan dipilih untuk
kandidat estimasi adalah sebagai berikut.
Indikator yang merepresentasikan besarnya investasi meliputi konsumsi
semen, penjualan kendaraan roda empat, dan penjualan kendaraan roda
dua.
Indikator yang terkait dengan kinerja perekonomian di wilayah Jawa meliputi
IPI, volume bongkar pelabuhan, volume muat pelabuhan, indeks harga
saham sektoral (property, trade, basic industries, dan manufacturing), impor
barang modal, impor total, ekspor komoditas tekstil dan produk tekstil, serta
ekspor komoditas makanan dan minuman.
Indikator yang terkait dengan jasa keuangan atau perbankan ialah suku
bunga (kredit, kredit investasi, dan kredit modal kerja).
Setelah melakukan pemetaan awal terhadap beberapa pilihan indikator di
atas, dilakukan pemilihan variabel berdasarkan nilai koefisien korelasi yang tinggi.
Adapun indikator yang akan dipilih untuk dapat diproses lebih lanjut adalah
indikator yang memiliki nilai koefisien korelasi di atas 0,15. Selain itu, kriteria
indikator yang akan dipilih juga harus memiliki tanda korelasi yang benar.
Tabel 0.13. Koefisien Korelasi Kandidat Indikator Konsumsi Rumah Tangga
Growth (yoy) Tanda
1 Impor Barang Modal 0.76 √ Bulanan 1 bulan
2 Impor Total 0.67 √ Bulanan 1 bulan
3 Produksi Mobil 0.62 √ Bulanan 1 bulan
4 Ekspor Mamin 0.62 √ Bulanan 1 bulan
5 Penjualan Mobil 0.61 √ Bulanan 1 bulan
6 Konsumsi Semen 0.43 √ Bulanan 1 bulan
7 Index Trade 0.43 √ Bulanan 1 hari
8 Ekspor TPT 0.41 √ Bulanan 1 bulan
9 Volume Bongkar Pelabuhan 0.40 √ Bulanan 1-2 bulan
10 Volume Muat Pelabuhan 0.32 √ Bulanan 1 bulan
11 Volume Muat Pelabuhan 0.32 √ Bulanan 1-2 bulan
12 Index Properti 0.19 √ Bulanan 1 hari
13 Index Manufacturing 0.18 √ Bulanan 1 hari
14 Penjualan Motor 0.18 √ Bulanan 1 bulan
15 Industrial Production Index 0.17 √ Bulanan 2-3 bulan
16 Index Basic Industries 0.15 √ Bulanan 1 hari
17 Suku Bunga Kredit Konsumsi -0.52 √ Bulanan 14 hari
18 Suku Bunga Investasi -0.58 √ Bulanan 14 hari
19 Suku Bunga Kredit -0.69 √ Bulanan 14 hari
Lag
PublikasiNo Indikator
Koefisien KorelasiFrekuensi
30
Dengan mempertimbangkan nilai koefisien korelasi tingkat pertumbuhan
yang berada di atas 0,15, ketepatan tanda dengan reference series, serta
ketersediaan data yang tersedia dalam waktu satu bulan (kecuali IPI yang
mengalami lag 2-3 bulan, tetapi memiliki peranan penting sebagai indikator industri
pengolahan di Jawa), sembilan belas indikator di atas akan dimasukkan ke dalam
nowcasting exercise.
4.2.2. Nowcasting Exercise dan Evaluasi Kinerja Model Regional Jawa
Dalam rangka mendapatkan suatu model yang dapat menghasilkan
nowcasting terbaik, dilakukan simulasi dengan menggunakan kombinasi
berdasarkan pilihan indikator yang telah dipilih sebelumnya. Pengujian model
terbaik tersebut dilakukan dengan pseudo out-of-sample dengan mencari RMSE
terkecil dan juga dengan melihat adjusted R-squared yang lebih tinggi dibandingkan
dengan kombinasi lainnya. Adapun hasil untuk nowcasting exercise konsumsi
rumah tangga dan investasi menggunakan metode Bridge dan DLM adalah sebagai
berikut.
4.2.2.1. Konsumsi Rumah Tangga- Bridge Model
Exercise yang dilakukan dalam membuat Bridge Model untuk komponen
konsumsi rumah tangga telah dilakukan dengan menggunakan kombinasi 3, 4, atau
5 indikator. Berdasarkan hasil exercise yang telah dilakukan dengan kombinasi 15
indikator terpilih, diperoleh 5 kombinasi terbaik untuk melakukan nowcasting
sebagai berikut.
Tabel 0.14. Metode Bridge-Konsumsi Rumah Tangga
No.
Component Series
(Indikator yang
digunakan)
Error (deviasi terhadap
realisasi) Adj. R2 RMSE MSE 2018
I II
1 G-B-H-E-C 0.23 0.40 0.54 0.33 0.11
2 G-B-H-E 0.19 0.38 0.44 0.31 0.09
3 G-H-C 0.49 0.24 0.38 0.38 0.38
4 G-H-C-I 0.33 0.43 0.38 0.39 0.39
5 G-H-C-A 0.47 0.25 0.35 0.38 0.38
Keterangan :
A = Ekspor Mamin
B = Impor Barang Konsumsi C = Consumer Goods Index
D = Indeks Manufaktur E = Indeks Properti
F = IPI
G = Produksi Mobil
H = Suku Bunga Deposito
I = Suku Bunga Kredit
31
Nomor 1 dan 2 menunjukkan bahwa kombinasi tersebut memiliki common
factor yang paling tinggi terhadap konsumsi rumah tangga. Hal tersebut terlihat dari
angka adjusted R-squared yang tinggi dan disertai dengan RMSE yang terendah.
Selain itu, hasil error atau deviasi terhadap realisasi tercatat paling rendah apabila
dibandingkan dengan kombinasi lainnya. Namun, kombinasi yang dipilih adalah
kombinasi Nomor 1 karena telah memiliki adjusted R-squared di atas 0,5 meski
memiliki RMSE yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kombinasi Nomor 2.
Adapun hasil estimasi dari kombinasi Nomor 1 adalah sebagai berikut.
Tabel 0.15. Hasil Estimasi Kombinasi Bridge Konsumsi RT
4.2.2.2. Konsumsi Rumah Tangga- Distributed Lag Model
Uji regresi dengan model DLM untuk komponen konsumsi rumah tangga
telah dilakukan dengan menggunakan kombinasi 3, 4, atau 5 indikator.
Berdasarkan hasil exercise yang telah dilakukan dengan kombinasi 15 indikator
terpilih, diperoleh 5 kombinasi terbaik dalam melakukan nowcasting sebagai
berikut.
Tabel 0.16. Metode Distributed Lag Model-Konsumsi Rumah Tangga
No.
Component Series
(Indikator yang digunakan)
Error (deviasi terhadap
realisasi) Adj. R2 RMSE MSE 2018
I II
1 A–B–C 0.20 0.70 0.55 0.38 0.14
2 A–B–D 0.61 0.10 0.53 0.36 0.13
3 D–E–F–G–H 0.18 0.49 0.49 0.28 0.08
Variabel Koefisien Prob std error CUSUM Test
Produksi Mobil 0.010 0.0016 0.003
Impor Barang Konsumsi 0.012 0.0027 0.004
Suku Bunga Deposito -0.009 0.0908 0.075
Index Properti 0.008 0.0593 0.004
Index Consumer Goods 0.020 0.0000 0.004
c 5.050 0.0000 0.502
Adjusted R Square
Durbin Watson Stat CUSUM Square Test
LM Test Stat (p-value)
Heteroskedasticity Test Stat (p-value)
RMSE
MSE
U-Theil
Akaike info criterion
Schwarz criterion
0.03
0.44
0.81
0.11
2.16
0.63
0.20
0.33
Diagnostic Test
0.54
-0.4
-0.2
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
CUSUM of Squares 5% Significance
-15
-10
-5
0
5
10
15
IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
CUSUM 5% Significance
32
4 D–E–F–G–I 0.31 0.30 0.45 0.34 0.12
5 A–F–B–D 0.11 0.38 0.43 0.09 0.01
Keterangan :
A = Indeks Keyakinan Konsumen
B = Inflasi Perumahan LGA
C = Penjualan Mobil
D = Produksi Mobil
E = Impor Barang Konsumsi
F = Suku Bunga Deposito
G = Indeks Properti H = Consumer Goods Index
I = Indeks Manufaktur
Berdasarkan hasil lima kombinasi terbaik di atas untuk metode DLM, dapat
terlihat bahwa kombinasi Nomor 5 merupakan yang terbaik karena memiliki deviasi
yang paling rendah dibandingkan dengan kombinasi lainnya. Selain itu, meski
adjusted R-squared dari kombinasi nomor merupakan yang terendah apabila
dibandingkan dengan yang lainnya, tetapi RMSE dari kombinasi tersebut memiliki
RMSE paling kecil yang menunjukkan error dari model tersebut adalah yang paling
rendah. Adapun hasil estimasi dari kombinasi nomor 5 adalah sebagai berikut.
Tabel 0.17. Hasil Estimasi Kombinasi DLM Konsumsi RT
4.2.2.3. Investasi-Bridge
Exercise yang dilakukan berdasarkan model Bridge untuk komponen
investasi atau PMTB dilakukan dengan menggunakan kombinasi 3 indikator dan 4
Variabel Koefisien Prob std error CUSUM Test
Index Keyakinan Konsumen_1 0.030 0.0208 0.023
Index Keyakinan Konsumen_2 0.008 0.6777 0.018
Index Keyakinan Konsumen_3 -0.016 0.4025 0.019
Suku Bunga Deposito_1 -0.484 0.5781 0.853
Suku Bunga Deposito_2 0.246 0.7897 0.907
Suku Bunga Deposito_3 0.116 0.0705 0.060
Inflasi Perumahan LGA_1 -0.048 0.0175 0.034
Inflasi Perumahan LGA_2 -0.003 0.9203 0.030
Inflasi Perumahan LGA_3 0.001 0.9805 0.031
Produksi Mobil_1 -0.003 0.5329 0.004
Produksi Mobil_2 -0.004 0.3418 0.004
Produksi Mobil_3 0.009 0.0077 0.003 CUSUM Square Test
c 3.433 0.0244 1.389
Adjusted R Square
Durbin Watson Stat
LM Test Stat
Heteroskedasticity Test Stat
RMSE
MSE
U-Theil
Akaike info criterion
Schwarz criterion
0.01
0.78
1.47
1.67
0.66
0.97
0.09
0.01
Diagnostic Test
0.43
-15
-10
-5
0
5
10
15
II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014 2015 2016 2017
CUSUM 5% Significance
-0.4
0.0
0.4
0.8
1.2
1.6
II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014 2015 2016 2017
CUSUM of Squares 5% Significance
33
indikator. Berdasarkan hasil exercise yang telah dilakukan dengan kombinasi 15
indikator terpilih, diperoleh 5 kombinasi terbaik dalam melakukan nowcasting
sebagai berikut.
Tabel 0.18. Metode Bridge-Investasi
No. Component Series
(Indikator yang
digunakan)
Error (deviasi terhadap
realisasi) Adj. R2 RMSE MSE 2018
I II
1 A–B–C–D 1.04 0.77 0.86 1.27 1.62
2 E–F–B 0.01 0.66 0.81 0.63 0.39
3 E–F–B–D 0.40 1.27 0.80 1.14 1.31
4 G–B–H–D 0.11 1.74 0.79 1.34 1.79
5 G–B–H 0.30 0.86 0.77 0.64 0.41
Keterangan :
A = Impor Total
B = Konsumsi Semen Jawa
C = Ekspor Mamin
D = Muat Pelabuhan
E = Indeks Perdagangan
F = Impor Barang Modal Nas
G = Impor Barang Modal Jawa
H = Indeks Properti
Berdasarkan hasil 5 kombinasi terbaik dengan metode Bridge terhadap
investasi, kombinasi yang dipilih adalah kombinasi 2. Pemilihan tersebut
didasarkan pada angka adjusted R-squared yang sudah relatif tinggi, yaitu sebesar
0,81 dan dengan RMSE yang paling rendah apabila dibandingkan dengan kombinasi
lainnya. Deviasi terhadap realisasi pada kombinasi 2 juga tercatat yang paling kecil.
Adapun hasil estimasi dari kombinasi Nomor 2 adalah sebagai berikut
Tabel 0.19. Hasil Estimasi Kombinasi Bridge Investasi
Variabel Koefisien Prob std error CUSUM Test
Investasi (-1) 0.217 0.0871 0.123
Index Perdagangan 0.025 0.0019 0.007
Impor Barang Modal Nas 0.045 0.0083 0.016
Konsumsi Semen Jawa 0.047 0.0352 0.021
c 3.493 0.0000 0.676
Adjusted R Square
Durbin Watson Stat CUSUM Square Test
LM Test Stat
Heteroskedasticity Test Stat
RMSE
MSE
U-Theil
Akaike info criterion
Schwarz criterion
0.05
3.22
3.53
0.49
0.94
0.63
0.40
Diagnostic Test
0.81
2.26
-16
-12
-8
-4
0
4
8
12
16
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
CUSUM 5% Significance
-0.4
-0.2
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
CUSUM of Squares 5% Significance
34
4.2.2.4. Investasi-Distributed Lag Model
Uji yang dilakukan dengan kerangka model DLM untuk komponen investasi
menggunakan kombinasi 3 indikator, 4 indikator maupun 5 indikator. Berdasarkan
hasil exercise yang telah dilakukan dengan kombinasi 15 indikator terpilih,
didapatkan 5 kombinasi terbaik sebagai berikut:
Tabel 0.20. Metode Distributed Lag Model-Investasi
No.
Component Series
(Indikator yang
digunakan)
Error (deviasi terhadap
realisasi) Adj. R2 RMSE MSE 2018
I II
1 A–B–C 0.03 1.73 0.81 0.03 0.00
2 A–D–C 0.47 1.32 0.81 0.61 0.37
3 A–D–C–F 0.34 1.73 0.79 0.25 0.06
4 A–C–E–G 0.74 1.54 0.75 0.70 0.49
5 A–C–E 0.12 1.47 0.77 0.36 0.13
Keterangan :
A = Impor Barang Modal Jawa
B = Produksi Mobil
C = Konsumsi Semen Jawa
D = Penjualan Mobil E = Indeks Properti
F = Ekspor TPT
G = Muat Pelabuhan
Hasil exercise dari lima kombinasi terbaik menunjukkan bahwa hasil dari
kombinasi 1 merupakan yang terbaik sehingga dipilih untuk metode DLM terhadap
investasi. Pemilihan tersebut didasarkan pada angka adjusted R-squared yang
tertinggi serta RMSE yang paling rendah, yaitu di bawah 0,1. Selain itu, berdasarkan
hasil outsample di atas, deviasi terhadap realisasi yang dihasilkan merupakan yang
paling rendah meski pada triwulan II deviasi tersebut melebar. Adapun hasil
estimasi dari kombinasi Nomor 1 adalah sebagai berikut.
35
Tabel 0.21. Hasil Estimasi Kombinasi DLM Investasi
4.2.3. Hasil dan Pembahasan
Hasil estimasi nowcasting untuk konsumsi rumah tangga, baik dengan
menggunakan model Bridge maupun DLM, menunjukkan bahwa variabel yang
dapat menjadi indikator konsumsi rumah tangga, antara lain, adalah indeks sektor
properti dan indeks sektor consumer goods dalam IHSG, suku bunga deposito,
produksi mobil nasional, impor bahan baku Jawa, indeks keyakinan konsumen
(IKK) dari survei konsumen serta inflasi perumahan, listrik, gas, dan air. Secara
terperinci, pergerakan indeks sektor consumer goods (JAKCONS) dan IKK mampu
mengindikasikan tingkat belanja ritel dan optimisme masyarakat karena besarnya
porsi konsumsi makanan dan minuman rumah tangga di Jawa berkisar pada 25%-
30%. Sementara itu, suku bunga deposito juga dapat mengindikasikan
pertumbuhan konsumsi rumah tangga mengingat suku bunga deposito merupakan
opportunity cost atas keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi.
Di sisi lain, laju inflasi perumahan, listrik, gas, dan air serta indeks sektor
properti (JAKPROP) juga terpilih menjadi indikator dalam nowcasting konsumsi
rumah tangga di Jawa. Hal tersebut sejalan dengan porsi konsumsi perumahan dan
perlengkapan rumah tangga dalam PDRB Jawa yang berkisar pada 12%—14%
dalam lima tahun terakhir. Selain itu, tingkat inflasi perumahan, listrik, gas, dan
air berdampak terhadap tingkat konsumsi rumah tangga masyarakat karena
kenaikan biaya tersebut akan berpengaruh terhadap pengeluaran yang dilakukan
Variabel Koefisien Prob std error CUSUM Test
Impor Barang Modal Jawa_1 0.023 0.2401 0.019
Impor Barang Modal Jawa_2 0.038 0.0244 0.016
Impor Barang Modal Jawa_3 0.008 0.6834 0.020
Produksi Mobil_1 0.046 0.0452 0.022
Produksi Mobil_2 -0.027 0.2531 0.023
Produksi Mobil_3 -0.017 0.3220 0.016
Konsumsi Semen Jawa_1 -0.040 0.1137 0.024
Konsumsi Semen Jawa_2 0.025 0.3611 0.027
Konsumsi Semen Jawa_3 0.072 0.0095 0.026
c 4.812 0.0000 0.268
Diagnostic Test CUSUM Square Test
Adjusted R Square
Durbin Watson Stat
LM Test Stat
Heteroskedasticity Test Stat
RMSE
MSE
U-Theil
Akaike info criterion
Schwarz criterion 3.81
0.03
0.00
0.00
3.28
0.81
1.67
0.51
0.90
-15
-10
-5
0
5
10
15
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014 2015 2016 2017
CUSUM 5% Significance
-0.4
0.0
0.4
0.8
1.2
1.6
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014 2015 2016 2017
CUSUM of Squares 5% Significance
36
untuk kelompok lainnya. Sementara itu, pergerakan indeks sektor properti dapat
mencerminkan perkembangan pembangunan properti yang mengindikasikan
permintaan properti residensial dari masyarakat sehingga diperkirakan dapat
menjadi indikator konsumsi rumah tangga. Indikator konsumsi rumah tangga juga
dapat diketahui dari sisi produksi, salah satunya adalah produksi mobil nasional.
Basis produksi mobil nasional masih berpusat di Jawa Barat dan Jakarta sehingga
indikator tersebut dapat digunakan untuk mendukung data Jawa. Data produksi
mobil dapat menjadi indikasi permintaan atau penjualan mobil di Jawa dan secara
tidak langsung dapat mencerminkan tingkat konsumsi rumah tangga di Jawa.
Selain itu, data impor bahan baku juga dapat menjadi indikator kinerja industri
pengolahan di Jawa. Peningkatan atau penurunan produksi dari industri
pengolahan di Jawa tersebut merupakan cerminan dari permintaan domestik
terhadap barang konsumsi yang pada gilirannya dapat mencerminkan tingkat
konsumsi masyarakat di Jawa.
Sementara itu, untuk nowcasting investasi di Jawa, beberapa indikator
terpilih adalah impor barang modal, data penjualan semen, produksi mobil nasional,
dan juga indeks IHSG untuk sektor perdagangan atau trade. Secara umum, struktur
PMTB di Jawa lebih didorong oleh investasi bangunan dengan rata-rata lima tahun
terakhir yang mencapai 77%, sedangkan sisanya merupakan investasi
nonbangunan. Salah satu indikator peningkatan investasi bangunan adalah terus
berlanjutnya pembangunan infrastruktur dan proyek-proyek lainnya yang dapat
dilihat dari besarnya konsumsi semen yang digunakan. Oleh karena itu, data
penjualan semen menjadi salah satu indikator utama dalam melihat pertumbuhan
investasi. Di sisi lain, pertumbuhan investasi nonbangunan dapat tercermin dari
nilai impor barang modal yang masuk ke Jawa, baik itu berupa mesin, kendaraan,
maupun peralatan lainnya.
Pendekatan tracking pertumbuhan investasi juga dapat dilihat dari sisi
produksi atau sektoral. Berdasarkan data historis selama lima tahun terakhir,
lapangan usaha utama di Jawa adalah industri pengolahan, perdagangan besar dan
eceran, serta jasa konstruksi. Secara khusus, industri otomotif atau alat angkutan
merupakan sublapangan usaha terbesar kedua dalam industri pengolahan setelah
industri makanan dan minuman. Oleh karena itu, indikator produksi mobil yang
masih terkonsentrasi di Jawa dapat menjadi salah satu indikator pertumbuhan
PMTB di wilayah Jawa. Sementara itu, indeks sektor perdagangan (JAKCONS)
mencerminkan kebutuhan barang atau supply pada lapangan usaha perdagangan
37
yang dapat berimplikasi pada kebutuhan investasi yang akan dilakukan oleh
industri pengolahan dalam memenuhi permintaan, baik domestik maupun luar
negeri.
4.3. Regional Kawasan Timur Indonesia (KTI)
4.3.1. Pemilihan Indikator Regional Kawasan Timur Indonesia
Pemilihan indikator dilakukan berdasarkan pada relevansi ekonomi dengan
reference series dan juga pertimbangan praktikal. Selanjutnya, dalam pemilihan
indikator, baik pada nowcasting konsumsi rumah tangga maupun investasi,
dipertimbangkan korelasi dan kontribusinya untuk menghasilkan indikator yang
akan digunakan dalam melakukan estimasi.
Konsumsi rumah tangga merupakan komponen dengan pangsa terbesar pada
ekonomi wilayah KTI, yaitu rata-rata sebesar 40%—42% pada periode 2010 hingga
2017. Pangsa konsumsi rumah tangga tersebut relatif stabil selama tujuh tahun
terakhir meskipun cenderung menurun pada level yang terbatas. Sehubungan
dengan hal tersebut, beberapa indikator yang akan dipilih untuk kandidat estimasi
adalah sebagai beriku.t
Indikator yang merepresentasikan besarnya konsumsi rumah tangga dan
pandangan konsumen terhadap perekonomian yang mendasari
keputusannya dalam mengonsumsi meliputi indeks penjualan riil (Hasil
Survei SPE), nilai tukar petani (NTP), indeks keyakinan konsumen (Hasil
Survei Konsumen berupa komposit, kondisi ekonomi saat ini, dan
ekspektasi), tingkat inflasi (Umum dan Bahan Makanan), dan kunjungan
wisatawan mancanegara.
Indikator yang terkait dengan kinerja perekonomian, yang pada akhirnya
memengaruhi tingkat pendapatan dan konsumsi rumah tangga, meliputi data
impor, data ekspor, harga komoditas global sesuai dengan karakteristik
perekonomian KTI (batubara, tembaga, CPO, karet, kayu, ikan, dan nikel) dan
bongkar muat barang di pelabuhan utama.
Indiaktor yang terkait dengan perbankan dan turut memengaruhi keputusan
konsumen dalam mengonsumsi meliputi data kredit, data simpanan (DPK),
dan suku bunga (kredit dan DPK).
Setelah dilakukan pemetaan awal terhadap beberapa pilihan indikator di
atas, selanjutnya dilakukan pemilihan variabel berdasarkan nilai koefisien korelasi
38
yang tinggi dalam pertumbuhan tahunan (%, yoy). Adapun indikator yang akan
dipilih untuk diujikan ke dalam model nowcasting adalah indikator-indikator yang
memiliki nilai koefisien korelasi yang cukup tinggi dengan arah yang konsisten
dengan teori ekonomi.
Tabel 0.22. Koefisien Korelasi Kandidat Indikator Konsumsi Rumah Tangga
*) Seluruh indikator merupakan angka pertumbuhan tahunan, kecuali suku bunga yang
menggunakan data level (dalam %)
Berdasarkan pertimbangan nilai koefisien korelasi antara variabel-variabel
indikator dan pertumbuhan konsumsi dan kesesuaian dengan teori ekonomi serta
berdasarkan faktor lag publikasi data (maksimal 2 bulan), terdapat 15 indikator
yang akan diujikan dalam model nowcasting konsumsi rumah tangga sebagai
berikut
Growth (yoy)* Tanda
1 Indeks Keyakinan Konsumen 0.43 √ Bulanan 1 Hari
2 Indeks Penjualan Riil 0.59 √ Bulanan 1 Bulan
3 Kredit Konsumsi 0.63 √ Bulanan 2 Minggu
4 Kredit Perorangan 0.66 √ Bulanan 2 Minggu
5 Suku Bunga Kredit Konsumsi 0.04 - Bulanan 2 Minggu
6 Suku Bunga Kredit Perorangan 0.43 - Bulanan 2 Minggu
7 DPK Perorangan 0.84 - Bulanan 2 Minggu
8 Suku Bunga DPK Perorangan 0.02 - Bulanan 2 Minggu
9 Bongkar Barang 0.17 √ Bulanan 1-2 Bulan
10 Muat Barang 0.35 √ Bulanan 1-2 Bulan
11 Inflasi Umum 0.11 - Bulanan 1 Hari
12 Indeks Harga Ekspor KTI -0.43 - Bulanan 1 Bulan
13 Nilai Tukar Petani 0.24 √ Bulanan 1 Hari
14 Kunjungan Wisman -0.36 - Bulanan 1 Bulan
15 Harga CPO -0.23 - Bulanan 1 Bulan
16 Harga Karet -0.33 - Bulanan 1 Bulan
17 Harga Kayu 0.32 √ Bulanan 1 Bulan
18 Harga Nikel -0.31 - Bulanan 1 Bulan
19 Kredit Perdagangan 0.75 √ Bulanan 2 Minggu
20 Indeks Kondisi Ekonomi 0.64 √ Bulanan 1 Hari
21 Indeks Ekspektasi Ekonomi 0.29 √ Bulanan 1 Hari
22 Inflasi Bahan Makanan -0.03 √ Bulanan 1 Hari
23 Suku Bunga Deposito -0.27 √ Bulanan 2 Minggu
24 Impor Barang Konsumsi -0.04 - Bulanan 1 Bulan
25 Impor Bahan Baku -0.21 - Bulanan 1 Bulan
26 Kredit KPR 0.45 √ Bulanan 2 Minggu
27 Kredit Multiguna 0.57 √ Bulanan 2 Minggu
28 Kredit KKB 0.52 √ Bulanan 2 Minggu
29 Total Ekspor 0.30 √ Bulanan 1 Bulan
30 Ekspor Barang Industri 0.27 √ Bulanan 1 Bulan
FrekuensiLag
PublikasiNo Indikator
Koefisien Korelasi
39
Tabel 0.23. Indikator Konsumsi Rumah Tangga Terpilih untuk Simulasi
Pilihan Indikator terhadap Konsumsi Rumah Tangga
1 Indeks Kondisi Ekonomi 6 Indeks Keyakinan
Konsumen
11 Ekspor Barang
Industri
2 Kredit Perdagangan 7 Volume Bongkar Muat 12 Suku Bunga
Deposito
3 Kredit Perorangan 8 Nilai Tukar Petani 13 Total Ekspor
4 Indeks Penjualan Riil 9 Kredit KKB 14 Indeks Ekspektasi
Ekonomi
5 Kredit Konsumsi 10 Harga Kayu Internasional 15 Inflasi Bahan Makanan *
*) Indikator Inflasi Bahan Makanan tetap dipertimbangkan sebagai indikator terpilih
meskipun memiliki korelasi relatif rendah mengingat mayoritas konsumsi di KTI masih
berupa bahan makanan sehingga diprakirakan memiliki pengaruh yang besar pada
konsumsi rumah tangga
Sementara itu, pemilihan indikator dalam melakukan peramalan jangka
pendek pertumbuhan investasi di KTI dengan metode nowcasting dilakukan dengan
memperhatikan aspek teoretis, common sense, dan professional judgement. Selain
itu, pembentukan beberapa provinsi yang relatif baru pada beberapa tahun
belakangan menjadikan beberapa provinsi di kawasan Indonesia Timur cukup
tertinggal dalam masalah ketersediaan data. Untuk itu, faktor ketersediaan data
perlu diperhatikan dalam analisis perekonomian wilayah timur Indonesia.
Dalam melakukan nowcasting, variabel pembentukan modal tetap bruto
(PMTB) dipilih sebagai variabel proxy investasi. Secara definisi statistik, PMTB
merupakan pengeluaran untuk barang modal yang memiliki umur pemakaian lebih
dari satu tahun dan bukan merupakan barang konsumsi. PMTB mencakup
bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal, bangunan lain seperti jalan dan
bandara, serta mesin dan peralatan. Namun, pengeluaran barang modal untuk
keperluan militer tidak termasuk dalam perincian PMTB, tetapi tergolong sebagai
konsumsi pemerintah.
Untuk melakukan peramalan jangka pendek, terdapat beberapa variabel,
baik yang diperkirakan bersifat leading maupun bersifat coincidence, untuk menjadi
kandidat indikator PMTB. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang telah
dikemukakan, beberapa variabel yang diujicobakan meliputi sebagai berikut.
Tabel 0.24. Koefisien Korelasi Kandidat Indikator Investasi
Variabel Koefisien Korelasi
Frekuensi Lag Publikasi
1 Harga Tembaga 0,60 Bulanan 1 bulan
2 Harga Batubara 0,58 Bulanan 1 bulan
3 Indeks Harga Komoditas Ekspor
(IHEX)*
0,64 Bulanan 1 bulan
40
4 Inflasi 0,19 Bulanan 1 hari
5 Suku Bunga KI 0,31 Bulanan 1 bulan
6 Suku Bunga KMK 0,32 Bulanan 14 hari
7 Suku Bunga KK 0,31 Bulanan 14 hari
8 Pertumbuhan KI 0,50 Bulanan 14 hari
9 Pertumbuhan KMK 0,71 Bulanan 14 hari
10 Pertumbuhan KK 0,64 Bulanan 14 hari
11 Pertumbuhan Kredit LGA 0,60 Bulanan 14 hari
12 Pertumbuhan Kredit
Pertambangan
0,61 Bulanan 14 hari
13 Pertumbuhan Kredit Konstruksi 0,48 Bulanan 14 hari
14 Pertumbuhan Kredit Industri 0,02 Bulanan 14 hari
15 Upah Minimum Provinsi -0,68 Tahunan 1 tahun
16 Konsumsi Semen 0,56 Bulanan 1 bulan
14 Pertumbuhan Nilai Proyek (BCI)
(Perkiraan)
0,22
Bulanan 0
15 Pertumbuhan Jml Proyek (BCI) (Perkiraan)
0,40 Bulanan 0
* Komoditas ekspor KTI yang digunakan untuk menyusun IHEX terdiri atas
batu bara, bijih besi, nikel, udang/perikanan, kayu, karet, dan CPO.
Berdasarkan hasil uji korelasi variabel di atas, terbukti bahwa terdapat
sejumlah data yang memiliki kedekatan yang cukup erat dengan variabel PMTB yang
meliputi suku bunga kredit investasi, pertumbuhan KMK, pertumbuhan nilai
proyek, serta pertumbuhan kredit sektor industri manufaktur.
4.3.2. Nowcasting Exercise dan Evaluasi Kinerja Model Regional Kawasan
Timur Indonesia
Agar diperoleh suatu model yang dapat menghasilkan nowcasting terbaik,
dilakukan simulasi dengan menggunakan kombinasi berdasarkan pilihan indikator
yang telah dipilih sebelumnya. Pengujian model terbaik tersebut dilakukan dengan
mencari RMSE terkecil dan juga dengan melihat adjusted R-squared yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kombinasi lainnya. Adapun hasil pengujian untuk nowcasting
konsumsi rumah tangga dan investasi menggunakan metode Bridge maupun DLM
adalah sebagai berikut.
4.3.2.1. Konsumsi Rumah Tangga-Bridge Model
Exercise yang dilakukan dengan menggunakan Bridge Model untuk
komponen konsumsi rumah tangga ialah kombinasi tiga indikator dan empat
indikator. Berdasarkan hasil exercise yang telah dilakukan dengan kombinasi lima
belas indikator terpilih, diperoleh lima kombinasi terbaik dalam melakukan
nowcasting sebagai berikut.
41
Tabel 0.25. Metode Bridge-Konsumsi Rumah Tangga
No
Component Series
(Indikator yang
digunakan)
Error (deviasi terhadap
realisasi) Adj. R2 RMSE MSE 2018
I II
1 A–B–C–D 0.45 0.23 0.87 0.35 0.12
2 A–E–F 0.59 0.44 0.88 0.51 0.26
3 A–E–G – H 0.50 0.25 0.83 0.39 0.15
4 A–I –J 0.06 (0.22) 0.80 0.21 0.04
5 A–I–K 0.07 (0.21) 0.92 0.16 0.03
Keterangan :
A = Nilai Tukar Petani
B = Kredit Perdagangan
C = Indeks Kondisi
Ekonomi D = Inflasi Bahan Makanan
E = Bongkar Muat
F = Kredit Konsumsi
G = Kredit Perorangan
H = Indeks Penjualan Riil
I = Kredit KKB J = Harga Kayu Intl
K = Ekspor Barang Industri
Kombinasi indikator Nomor 1, 2, dan 5 memiliki kemiripan common factor
tertinggi dengan konsumsi rumah tangga. Hal itu terlihat dari nilai Adjusted R-
squared yang cukup tinggi (berada di atas 0.87). Meskipun demikian, kombinasi
Nomor 5 memiliki keakuratan yang lebih optimal yang terlihat dari nilai RMSE-nya
yang lebih kecil. Hasil exercise pada Tabel 4.25 tersebut juga menunjukkan bahwa
perbedaan kinerja antara lima kombinasi indikator terbaik relatif kecil. Hal itu
terlihat dari perbedaan RMSE-nya yang rendah. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa indikator alternatif dalam melakukan nowcasting konsumsi
rumah tangga cukup banyak tersedia. Adapun hasil estimasi dari kombinasi Nomor
5 adalah sebagai berikut.
Tabel 0.26. Hasil Estimasi Kombinasi Bridge Konsumsi RT
Variabel Koefisien Prob. Std Error CUSUM Test
Kons.RT (-1) 0.490 0.0000 0.0850
Kredit KKB 0.004 0.0470 0.0018
Nilai Tukar Petani 0.190 0.0013 0.0496
Ekspor Barang Industri 0.004 0.1488 0.0028
c -16.636 0.0028 4.7676
Dummy Waktu
Adjusted R Square
Durbin Watson Stat CUSUM Square Test
LM Test Stat
Heteroskedasticity Test Stat
RMSE
MSE
U-Theil
Akaike info criterion
Schwarz criterion
-0.65
-0.17
Diagnostic Test
0.92
2.13
0.52
0.07
0.16
0.02
0.03
-15
-10
-5
0
5
10
15
III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015 2016 2017
CUSUM 5% Significance
-0.4
-0.2
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015 2016 2017
CUSUM of Squares 5% Significance
42
4.3.2.2. Konsumsi Rumah Tangga-Distributed Lag Model
Exercise yang dilakukan dengan menggunakan DLM untuk komponen
konsumsi rumah tangga ialah kombinasi tiga indikator dan empat indikator.
Berdasarkan hasil exercise yang telah dilakukan dengan kombinasi lima belas
indikator terpilih, diperoleh lima kombinasi terbaik dalam melakukan nowcasting
sebagai berikut.
Tabel 0.27. Metode Distributed Lag Model-Konsumsi Rumah Tangga
No
Component Series
(Indikator yang
digunakan)
Error (deviasi terhadap realisasi)
Adj. R2 RMSE MSE 2018
I II
1 A–B–C 0.45 0.12 0.80 0.33 0.11
2 B–E–D 0.54 0.33 0.84 0.44 0.19
3 B–F–G 1.19 0.49 0.80 0.90 0.81
4 B–C–G–H 1.78 0.84 0.92 1.39 1.93
5 B–C–E–F 0.87 0.80 0.86 0.83 0.69
Keterangan : A = Muat Barang
B = Nilai Tukar Petani
C = Kredit Perorangan
D = Indeks Keyakinan Konsumen
E = Bongkar Muat Barang
F = Kredit Perdagangan
G = Indeks Kondisi Ekonomi
H = Indeks Penjualan Riil
Berdasarkan hasil lima kombinasi terbaik di atas dengan metode DLM, dapat
terlihat bahwa kombinasi Nomor 1 merupakan yang terbaik karena memiliki deviasi
yang paling rendah dibandingkan dengan kombinasi lainnya. Selain itu, meski
adjusted R-squared dari kombinasi Nomor 1 merupakan yang terendah apabila
dibandingkan dengan yang lainnya, tetapi RMSE dari kombinasi tersebut ialah yang
terkecil sehingga menunjukkan error terendah. Adapun hasil estimasi dari
kombinasi Nomor 5 adalah sebagai berikut.
43
Tabel 0.28. Hasil Estimasi Kombinasi DLM Konsumsi RT
4.3.2.3. Investasi-Bridge Model
Berdasarkan hasil exercise yang telah dilakukan dengan kombinasi delapan
belas indikator terpilih, diperoleh lima kombinasi terbaik dalam melakukan
nowcasting sebagai berikut.
Tabel 0.29. Metode Bridge- Investasi
Variabel Koefisien Prob. Std Error CUSUM Test
Muat Barang_1 0.007 0.2159 0.0067
Muat Barang_2 0.006 0.1617 0.0055
Muat Barang_3 0.000 0.9487 (0.0003)
Nilai Tukar Petani_1 -0.252 0.3158 (0.2523)
Nilai Tukar Petani_2 0.511 0.2781 0.5113
Nilai Tukar Petani_3 -0.118 0.6269 (0.1177)
Kredit Perorangan_1 0.040 0.0293 0.0400
Kredit Perorangan_2 -0.053 0.1386 (0.0525)
Kredit Perorangan_3 0.042 0.0880 0.0416
c 4.737 0.0000 0.1086
CUSUM Square Test
Adjusted R Square
Durbin Watson Stat
LM Test Stat
Heteroskedasticity Test Stat
RMSE
MSE
U-Theil
Akaike info criterion
Schwarz criterion
0.26
0.87
0.11
0.16
0.74
0.33
0.02
Diagnostic Test
0.80
2.33
-15
-10
-5
0
5
10
15
III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014 2015 2016 2017
CUSUM 5% Significance
-0.4
0.0
0.4
0.8
1.2
1.6
III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014 2015 2016 2017
CUSUM of Squares 5% Significance
No Kombinasi
Variabel
Error (deviasi terhadap
realisasi)
Adj. R2
RMSE
MSE 2018
I II
1 A-B (2.53) (4.01) 0.58 2.62 6.86
2 A-C* 0.75 (1.65) 0.52 0.53 0.28
3 A-D-E 0.76 (1.20) 0.56 0.51 0.26
4 A-B-F (2.5) (3.7) 0.59 2.06 4.24
5 A* (0.05) 1.66 0.52 0.21 0.04
Keterangan :
A = Pertumbuhan KMK
B = Suku Bunga KI
C = Pertumbuhan Jumlah Proyek
D = Pertumbuhan Kredit LGA
E = Konsumsi Semen F = Pertumbuhan Kredit Pertambangan Time Dummy
*dengan lag variabel dependen
44
Dalam Tabel 4.29 ditunjukkan bahwa model dengan kombinasi variabel
pertumbuhan kredit modal kerja (KMK) dengan nilai masa lalu dari variabel
dependen (lag dari pertumbuhan PMTB) menghasilkan RMSE dan MSE yang baik
sehingga deviasi antara aktual dan proyeksi cukup rendah, terutama pada triwulan
I tahun 2018. Model dengan kombinasi variabel yang cukup minimal mampu
menghasilkan nilai proyeksi yang lebih superior dibandingkan dengan model dengan
kombinasi variabel yang lebih banyak sehingga kombinasi Nomor 5 dipilih untuk
merepresentasikan pertumbuhan investasi dengan Bridge Model. Hasil estimasi
yang diperoleh adalah sebagai berikut.
Tabel 0.30. Hasil Estimasi Kombinasi Bridge Investasi
4.3.2.4. Investasi-Distributed Lag Model
Sebagai pembanding atas metode Bridge Model, estimasi berdasarkan metode
DLM dilakukan dengan berdasarkan pada ketersediaan variabel sebagaimana tabel
korelasi di atas. Hasil estimasi dengan DLM menghasilkan lima kombinasi terbaik
sebagai berikut.
Tabel 0.31. Metode Distributed Lag Model-Investasi
-12
-8
-4
0
4
8
12
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017
CUSUM 5% Significance
-0.4
0.0
0.4
0.8
1.2
1.6
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017
CUSUM of Squares 5% Significance
No. Kombinasi
Variabel
Error (deviasi
terhadap realisasi) Adj. R2 RMSE MSE
2018
I II
1 A-B-F 2.6 1,1 0,44 0,27 0,07
2 A-B-G 0,2 1,2 0,56 0,22 0,04
3 A-B 0,5 1,2 0,36 0,34 0,11
4 A-B-C 0,4 1,2 0,47 0,37 0,13
Variabel Koefisien Prob. St Error
gPMTB (-1) 0.370 0.07 0.20
g KMK (-1) 0.080 0.10 0.05
C 2.390 0.01 0.93
Adjusted R-squared
Durbin Watson Stat
LM Test Stat
Heteroskedasticity Test Stat
RMSE
MSE
U-Theil
Akaike Info. Criterion
Schwarz Info.Criterion
0.01
4.00
4.19
Diagnostic Test
0.04
0.52
1.96
0.94
0.81
0.21
45
Berdasarkan hasil lima kombinasi terbaik di atas, kombinasi Nomor 5 dipilih
sebagai model yang lebih baik untuk memproyeksikan pertumbuhan investasi.
Meskipun memiliki RMSE terbesar dibandingkan dengan keempat kombinasi
lainnya, Nomor 5 mampu menghasilkan estimasi yang lebih baik, yang ditunjukkan
oleh relatif tingginya nilai adjusted R-squared dibandingkan dengan model lainnya.
Adapun hasil estimasi dari kombinasi Nomor 5 adalah sebagai berikut.
Tabel 0.32. Hasil Estimasi Kombinasi Distributed Lag Model Investasi
IHEX merupakan indeks komposit atas harga komoditas ekspor utama KTI yang terdiri atas harga batu bara, bijih besi, nikel, udang/perikanan, kayu, karet, dan CPO.
4.3.3. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan hasil exercise dari beberapa kombinasi, diketahui bahwa
kombinasi terbaik untuk konsumsi rumah tangga dengan menggunakan metode
Bridge adalah nilai tukar petani (NTP), kredit kendaraan bermotor, dan ekspor
barang industri. Sementara itu, apabila menggunakan metode DLM, kombinasi
indikator terbaik adalah NTP, volume muat barang, dan kredit perorangan.
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai tukar petani memberikan
pengaruh yang cukup besar pada perkembangan pertumbuhan konsumsi rumah
Variabel Koefisien Prob. St Error
IHEX_1 -0.02 0.49 0.029
IHEX_2 -0.07 0.05 0.033
IHEX_3 0.09 0.01 0.030
GKK_1 0.30 0.01 0.094
GKK_2 0.13 0.54 0.211
GKK_3 -0.16 0.39 0.184
C 2.55 0.00 0.737
Time Dummy
Adjusted R-squared
Durbin Watson Stat
LM Test Stat
Heteroskedasticity Test Stat
RMSE
U-Theil
Akaike Info. Criterion
Schwarz Info. Criterion
3.85
4.41
0.99
0,54
0,04
Diagnostic Test
0.62
1.94
0.26
5 A-E 0,6 1,1 0,62 0,54 0,29
Keterangan:
A = IHEX E = Pertumbuhan KK
B = Suku Bunga Kredit Investasi F = Pertumbuhan Kredit Sektor LGA C = Pertumbuhan KMK G = Pertumbuhan Konsumsi Semen
D = Pertumbuhan Kredit Konstruksi Time Dummy
46
tangga di KTI. NTP mampu menjadi indikator yang menggambarkan tingkat
kesejahteraan petani sekaligus memberikan gambaran mengenai pendapatan pada
lapangan usaha pertanian (termasuk perkebunan dan perikanan). Hal tersebut
sejalan dengan pangsa lapangan usaha pertanian pada PDRB KTI yang sebesar 17%
secara rata-rata dalam 7 tahun terakhir dan merupakan pangsa lapangan usaha
terbesar kedua setelah pertambangan. Selain itu, berdasarkan rilis data
ketenagakerjaan BPS pada Agustus 2018, sektor pertanian juga merupakan sektor
terbesar dalam penyerapan tenaga kerja di KTI dengan pangsa 40,19%.
Selanjutnya, penyaluran kredit juga merupakan indikator yang memiliki
pengaruh besar terhadap pertumbuhan konsumsi rumah tangga di KTI. Dengan
kondisi perekonomian KTI yang tengah berkembang, kebutuhan kredit khususnya
untuk rumah tangga menjadi alternatif pembiayaan utama, baik untuk pemenuhan
kebutuhan jangka pendek (multiguna) maupun jangka panjang (KKB dan KPR).
Selain itu, kredit kepada debitur perseorangan di KTI memiliki pangsa mencapai
60% dari total kredit KTI pada tahun 2017, dengan nominal mencapai 470 triliun
rupiah. Sementara itu, pertumbuhan kredit kendaraan bermotor (KKB) juga
diperkirakan mampu menggambarkan daya beli masyarakat kelas menengah di KTI
yang memiliki tingkat konsumsi yang relatif tinggi.
Indikator konsumsi rumah tangga juga dapat didekati dari sisi kinerja
perdagangan dan kinerja ekspor KTI. Kinerja perdagangan dapat direpresentasikan
dari volume bongkar muat barang di pelabuhan. Hal ini sejalan dengan kondisi KTI
yang selalu mencatatkan kondisi net impor antardaerah dalam PDRB seiring masih
terbatasnya faktor produksi yang bersumber dari KTI. Oleh karena itu,
perkembangan bongkar muat di pelabuhan utama KTI mampu mencerminkan
peningkatan atau penurunan kebutuhan rumah tangga. Di sisi lain, kinerja ekspor
KTI mampu menangkap adanya peningkatan pendapatan pada level rumah tangga.
Ekspor KTI pada tahun 2017 didominasi oleh hasil pertambangan dengan pangsa
67% dan hasil industri dengan pangsa 31%. Ekspor hasil pertambangan yang lebih
banyak didominasi oleh korporasi besar memengaruhi konsumsi rumah tangga
secara minimal sehingga indikator ekspor hasil industri (hasil olahan perkebunan
dan perikanan) dipilih sebagai indikator yang digunakan dalam pengujian model
nowcasting.
Dari sisi investasi, komponen investasi (PMTB) dalam PDRB KTI memiliki
rata-rata pangsa yang cukup signifikan, yaitu sebesar 31,4% selama tiga tahun
terakhir. Namun, sepanjang periode observasi pertumbuhan investasi KTI
47
berfluktuasi dalam rentang yang cukup lebar, yaitu 2,47%—11,22% (yoy) dengan
rata-rata pertumbuhan sebesar 6,50% (yoy) yang mengindikasikan tingginya
volatilitas pertumbuhan serta derajat ketidakpastian pertumbuhan investasi di KTI.
Oleh karena itu, peramalan pertumbuhan investasi KTI memiliki suatu tingkat
kesulitan tersendiri.
Hasil analisis dengan metode Bridge menunjukkan bahwa terdapat
pergerakan variabel pertumbuhan kredit modal kerja (KMK) yang mampu
memberikan indikasi pertumbuhan investasi di KTI. Pertumbuhan KMK mampu
menjadi indikasi aktivitas perekonomian yang meningkat dalam jangka menengah.
Meningkatnya aktivitas perekonomian dalam jangka menengah pada gilirannya
diharapkan dapat mendorong pertumbuhan investasi seiring dengan meningkatnya
aktivitas perusahaan.
Berdasarkan hasil uji dengan DLM, terdapat dua variabel yang cukup baik
dalam mengindikasikan pertumbuhan investasi di KTI, yaitu pertumbuhan indeks
harga komoditas utama KTI (IHEX) serta pertumbuhan kredit konsumsi. Sesuai
dengan esensi nowcasting, variabel harga komoditas dan pertumbuhan kredit
perbankan dengan frekuensi bulanan cukup relevan untuk mencerminkan
pertumbuhan investasi yang dipublikasikan secara triwulanan. Dengan demikian,
sesuai dengan hasil estimasi DLM, pertumbuhan investasi di KTI diperkirakan akan
meningkat apabila terjadi kenaikan indeks harga komoditas ekspor KTI yang
mencerminkan kenaikan aktivitas ekspor dan apabila terjadi peningkatan
pertumbuhan kredit konsumsi.
Secara terperinci, pergerakan harga komoditas mampu memberikan indikasi
pertumbuhan investasi di KTI karena besarnya pangsa komoditas SDA dalam total
ekspor KTI. Kenaikan harga komoditas diperkirakan akan memacu produksi yang
pada gilirannya memerlukan peningkatan investasi. Sementara itu, pertumbuhan
kredit konsumsi diperkirakan mampu memberikan indikasi atas pertumbuhan
investasi ke depan. Peningkatan pertumbuhan kredit konsumsi merupakan
cerminan peningkatan permintaan masyarakat yang dapat direspons oleh
perusahaan dengan menaikkan produksi untuk dapat memenuhi permintaan
masyarakat tersebut, yang pada gilirannya dapat menaikkan tingkat investasi
secara umum.
48
5. Simpulan dan Rekomendasi
5.1. Simpulan
5.1.1. Wilayah Sumatra
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa metode
DLM dengan kombinasi indikator NTP, kredit konsumsi, indeks keyakinan
konsumen (IKK), harga kopi arabika, dan total DPK menjadi model terbaik dalam
memproyeksikan konsumsi rumah tangga pada triwulan berjalan. Pemilihan
tersebut didasarkan pada hasil pengujian yang menunjukkan nilai RMSE yang lebih
rendah dan adjustred R-squared yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode
Bridge Model.
Untuk investasi, metode DLM dengan kombinasi indikator penjualan semen,
total kredit, dan harga CPO menjadi model terbaik dalam memproyeksikan investasi
pada triwulan berjalan. Pemilihan tersebut didasarkan pada hasil pengujian yang
menunjukkan nilai RMSE yang lebih rendah dan adjustred R-squared yang lebih
tinggi dibandingkan dengan metode Bridge Model.
5.1.2. Wilayah Jawa
Berdasarkan pengujian dengan Bridge Model dan DLM, dapat disimpulkan
bahwa metode DLM dengan kombinasi indikator indeks keyakinan konsumen (IKK),
suku bunga deposito, inflasi perumahan, harga listrik; gas; dan air, serta produksi
kendaraan roda empat menjadi model terbaik dalam memproyeksikan konsumsi
rumah tangga pada triwulan berjalan. Pemilihan tersebut didasarkan pada hasil
pengujian yang menunjukkan nilai RMSE dan deviasi terhadap realisasi yang lebih
rendah dibandingkan dengan metode Bridge Model.
Sementara itu, metode Bridge Model dengan kombinasi indikator konsumsi
semen, impor barang modal, dan indeks saham untuk sektor perdagangan menjadi
model terbaik dalam memproyeksikan investasi pada triwulan berjalan dengan nilai
adjustred R-squared yang relatif sama. Pemilihan metode Bridge Model didasarkan
pada deviasi terhadap realisasi yang lebih rendah dibandingkan dengan metode
DLM.
5.1.3. Wilayah Kawasan Timur Indonesia (KTI)
Berdasarkan pengujian atas sejumlah indikator, dapat disimpulkan bahwa
metode Bridge Model dengan kombinasi indikator NTP, kredit kendaraan bermotor,
49
dan ekspor barang industri menjadi model terbaik dalam memproyeksikan
konsumsi rumah tangga pada triwulan berjalan. Pemilihan tersebut didasarkan
pada hasil pengujian yang menunjukkan nilai RMSE dan MSE yang lebih rendah
dan adjusted R-squared yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode DLM.
Lebih lanjut, berdasarkan hasil uji empiris dapat disimpulkan bahwa metode
Bridge Model juga lebih baik dalam hal peramalan jangka pendek terhadap
pertumbuhan investasi di KTI dibandingkan dengan metode DLM karena nilai RMSE
dan MSE yang lebih kecil sehingga mampu memberikan nilai proyeksi yang lebih
mendekati nilai aktualnya.
5.2. Rekomendasi
Beberapa saran dan/atau rekomendasi terkait dengan hasil kajian ini adalah
sebagai berikut.
1) Nowcasting konsumsi rumah tangga dan investasi merupakan salah satu alat
yang dapat digunakan untuk melakukan tracking pertumbuhan terkini.
Namun, hasil dari nowcasting tersebut masih perlu diperkuat dengan data,
survei, dan informasi anekdotal lain yang dapat memperkuat hasil
nowcasting dimaksud.
2) Untuk pengembangan model ke depan, perlu dilakukan eksplorasi terhadap
data-data lain yang saat ini belum tersedia, seperti data e-commerce dan
sistem pembayaran (high frequency) yang terindikasi memiliki keterkaitan
dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan investasi.
3) Selain itu, perlu dilakukan penguatan model nowcasting dengan
menggunakan metode nowcasting lain yang lebih mampu menangkap
kompleksitas pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan investasi di tiap-
tiap wilayah sesuai dengan perkembangan metodologi terkini.
50
Daftar Pustaka
Angelini, Elena; Camba-Méndez, Gonzalo; Giannone, Domenico; Rünstler, Gerhard;
dan Reichlin, Lucrezia. “Short-Term Forecasts of Euro Area GDP Growth”.
ECB Working Paper Series, Oktober 2008.
Andersson, Michael K. dan Reijer, J.J. den. “Nowcasting”. Sveriges Riksbank
Economic Review, 2015.
Baffigi, Alberto; Golinelli, Roberto; dan Parigi, Giuseppe. “Bridge Models to Forecast
the Euro Area GDP.” International Journal of Forecasting, 2004.
Bańbura, Marta; Giannone, Domenico; Modugno, Michele; dan Reichlin, Lucrezia.
“Now-Casting and the Real-Time Data Flow.” ECARES Working Paper,
Agustus 2012.
Ghysels, Eric; Santa-Clara, Pedro; dan Valkanov, Rossen. “The Midas Touch: Mixed
Data Sampling Regression Models.” Juni 2004.
Giannone, Domenico; Reichlin, Lucrezia; dan Small, David. “Nowcasting: The Real-
Time Informational Contect of Macroeconomic Data. “Journal of Monetary
Economics, 55, 2008.”
Kurniawan, Ferry. “Nowcasting Indonesian Economy”. Bank Indonesia, Oktober
2015.
Luciani, Matteo; Pundit, Madhavi; Ramayandi, Arief; dan Veronese, Giovanni.
“Nowcasting Indonesia.” FRB Finance and Economics Discussion Series,
September 2015.
Mariano, Roberto S. Dan Murasawa, Yasutomo. “A New Coincident Index of Business
Cycles Based on Monthly and Quarterly Series.” Journal of Applied
Econometrcs, 18(4), 2003.
Mariano, Roberto S. Dan Murasawa, Yasutomo. “A Coincident Index, Common
Factors, and Monthly Real GDP.”Oxford Bulletin of Economics and Statistics,
72(1), 2010.
OECD System of Composite Leading Indicators. OECD, April 2012.
Sørensen, Jonas. “Indicator Models for Private Consumption.” Monetary Review,
2011.
Tarsidin; Idham; Nur Rakhman, Robbi. “Nowcasting Konsumsi Rumah Tangga dan
Investasi”. Bank Indonesia, Juni 2016.
top related