Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)
Post on 02-Jan-2016
385 Views
Preview:
DESCRIPTION
Transcript
Skenario F Blok 19 Tahun 2013
Seorang laki-laki berumur 22 tahun datang ke klinik dengan keluhan mata kanannya
juling ke dalam. Keluhan ini muncul sejak mengalami kecelakaan lalu lintas 6 bulan yang lalu.
Pada kecelakaan tersebut kepalanya terbentur dan penderita sempat kehilangan kesadaran selama
lebih dari 30 menit.
Bersamaan dengan itu penderita mengeluh mata kanan sulit diferakkan ke arah temporal
tangan dan penglihatan ganda semakin bertambah bila melihat ke temporal kanan.
Pemeriksaan Oftalmologi :
AVOD : 6/12 dengan koreksi lensa S-0,75 6/6
AVOD : 6/12 dengan koreksi lensa S-0,75 6/6
Hischberg : ET 15°
ACT (Alternating Cover Test) : Shifting (+) OS mata dominan
Duction & version :
Terdapat hambatan gerakan abduksi ke temporal pada mata kanan
WFDT (Worth Four Dot Test) : Uncrossed Diplopia semakin bertambah bila melihat ke sisi mata
dominan
FDT ( Forth Duction Test): tidak terdapat tahanan pada gerakan dengan bantuan pinset.
A. Klarifikasi Istilah
a. Juling : suatu keadaan dimana kedudukan bola mata abnormal atau tidak sesuai
axis.
b. Temporal : pelipis
c. AVOD :(Acies Visus Oculus Dextra) tajam penglihatan mata kanan/ normalnya t/t
/ 20/20/ 1,0.
d. AVOS : (Acies Visus Oculus Sinistra) tajam penglihatan mata kiri
OSOD
e. Hischberg :pemeriksaan yang dilakukan untuk mengidentifikasi adanya
penyimpangan posisi bola mata dengan memperhatikan kedudukan reflex cahaya pada
kornea.
f. ACT : sebuah tes untuk mendeteksi phoria atau strabismus, dimana satu mata
tertutup selama beberapa detik dan kemudian mata lainnya segera ditutup sementara
perhatian seseorang diarahkan kea rah fiksasio kecil.
g. ET : (Eso Tropia) deviasi sumbu penglihatan kea rah mata yang lain setelah
rangsangan fusional visual dihilangkan.
h. Duction : pada oftalmologi, rotasi mata oleh otot ekstraokuler ke sekelilling axis
horizontal, vertical dan anteroposterior.
i. Version : pada oftalmologi, rotasi mata pada orang yang sama.
j. WFDT : pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui penekanan (supresi)
mata.
k. Uncrossed diplobia : terjadi pada mata dengan juling ke dalam atau eso deviasi, dimana
bayangan yang terlihat oleh mata yang juling ke ddalam terletak di bagian luar sisi yang
sama benda aslinya.
l. FDT : pemeriksaan untuk meihat ada atau tidaknya perpindahan mata atau
kerusakan neurologi.
B. Identifikasi Masalah
1. Laki-laki 22 tahun, datang dengan keluhan mata kanan juling ke dalam.
2. 6 bulan yang lalu :
- Kepala terbentur dan penderita hilang kesadaran selama 30 menit
- Mata kanan sulit digerakkan kea rah kanan
- Penglihatan ganda semakin bertambah bila melihat kea rah temporal.
3. Pemeriksaan Oftalmologi
AVOD : 6/12 dengan koreksi lensa S-0,75 6/6
AVOD : 6/12 dengan koreksi lensa S-0,75 6/6
Hischberg : ET 15°
ACT (Alternating Cover Test) : Shifting (+) OS mata dominan
Duction & version :
Terdapat hambatan gerakan abduksi ke temporal pada mata kanan
WFDT (Worth Four Dot Test) : Uncrossed Diplopia semakin bertambah bila melihat ke
sisi mata dominan
FDT ( Forth Duction Test) : tidak terdapat tahanan pada gerakan dengan bantuan pinset.
C. Analisis Masalah
1. Laki-laki 22 tahun, datang dengan keluhan mata juling ke dalam.
a. Bagaimana anatomi (bagian-bagian dan otot-otot) mata?
Jawab :
Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari
luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2) koroid/badan
siliaris/iris, dan (3) retina. Di anterior (ke arah depan), lapisan luar terdiri atas kornea
transparan tempat lewatnya berkas–berkas cahaya ke interior mata. Lapisan tengah
dibawah sklera adalah koroid yang sangat berpigmen dan mengandung pembuluh-
pembuluh darah untuk memberi makan retina. Lapisan paling dalam dibawah koroid
adalah retina, yang terdiri atas lapisan yang sangat berpigmen di sebelah luar dan
sebuah lapisan saraf di dalam. Retina mengandung sel batang dan sel kerucut,
fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi impuls saraf.
Rongga mata (orbital) bertujuan untuk melindungi bola mata. Bentuk rongga mata
adalah piramida empat sisi yang ujungnya berada di foramen optikal. Terdapat tujuh
tulang yang ikut membentuk formasi tulang orbital ini yaitu : maksilari, zigomaticum,
frontal, ethmoidal, lakrima, palatin, dan sfenoid. Tulang-tulang ini membentuk soket
untuk bola mata yang memberi tempat untuk masuknya otot-otot mata dan berasosiasi
sangat dekat dengan sinus sekitarnya dan fosa kranial. Banyak saraf dan pembuluh
darah yang melewati foramina, fisura dan kanal dari tulang orbital. Periorbita adalah
membran periosteal yang menutupi tulang orbital. Pada ujung orbital, periorbita
bersatu dengan durameter menutupi saraf optik. Pada bagian depan, periorbita
OSOD
menyambung dengan septum orbital dan periosteum dari tulang fasial. Garis persatuan
dari ketiga lapisan pada lingkaran orbita disebut dengan arkus marginalis.
Kelopak mata berfungsi juga untuk melindungi mata serta mengeluarkan sekresi
kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea. Kulit dari kelopak mata
bagian atas sangatlah tipis sedangkan pada bagian bawah lebih tebal. Kelopak mata
terdiri lempengan tarsal yang terdiri dari jaringan fibrous yang sangat padat, serta
dilapisi kulit dan dibatasi konjungtiva. Kelopak mata ditutup oleh otot-otot melingkar,
yaitu muskulus orbikularis okuli.
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang.
Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin
bersifat membasahi bola mata terutama kornea. Selaput ini mencegah benda-benda
asing di dalam mata seperti bulu mata atau lensa kontak, agar tidak tergelincir ke
belakang mata. Bersama-sama dengan kelenjar lakrimal yang memproduksi air mata,
selaput ini turut menjaga agar kornea tidak kering.
Otot penggerak mata terdiri atas 6 otot:
1. Otot oblik inferior
Oblik inferior mempunyai origo pada fosa lakrimal, tulang lakrimal, berinsersi pada
sklera posterior 2 mm dari kedudukan makula, dipersarafi saraf okulomotor bekerja
untuk menngerakkan mata ke atas, abduksi dan eksiklotorsi.
2. Otot oblik superior
Oblik superior berorigo pada anulus Zinn dan ala parva tulang sfenodi di atas
foramen optik, berjalan menuju troklea dan di katrol balik dan kemudian berjalan
di atas rektus superior yang kemudian beninsersi pada sklera di bagian temporal
belakang bola mata.Mempunyai aksi pergerakkan miring dari troklea pada bola
mata dengan kerja utama terjadi bila sumbu aksi dan sumbu penglihatan searah
atau mata melihatke arah nasal. Berfungsi menggerakkan bola mata untuk depresi
terutama bila melihat ke nasa, abduksi dan insiklotorsi.
3. Otot rektus inferior
Rektus inferior mempunyai origo pada anulus Zinn.Fungsi menggerakkan mata:
(a)Depresi,(b)Eksoklotorsi,(c)Aduksi.
4. Otot rektus lateral
Rektus lateral mempunyai origo pada anulus Zinn di atas dan di bawah foramen
optik. Rektus lateral dipersarafi N. VI, dengan pekerjaan menggerakkan bola mata
terutama abduksi.
5. Otot rektus medius
Rektus medius mempunyai origo pada anulus Zinn dan pembungkus dura saraf
optik yang sering memberikan dan rasa sakit pada pergerakkan mata bila terdapat
neuritis retrobulbar. Berfungsi menggerakkan mata untuk aduksi.
6. Otot rektus superior
Rektus superior mempunyai origo pada anulus Zinn dekat fisura orbita superior
beserta lapis dura saraf optik yang akan memberikan rasa sakit pada pergerakkan
bola mata bila terdapat neuritis retrobulbar.
Fungsinya menggerakkan mata-elevasi terutama bila mata melihat ke lateral:
Aduksi dan Insiklotorsi.
b. Bagaimana neurofisiologi penglihatan?
Jawab :
Sinyal syaraf meninggalkan retina melalui nervus optikus. Di kiasma optikum, serabut
nervus optikus di bagian nasal retina menyeberangi garis tengah, tempat serabut
nervus optikus bergabung dengan serabut-serabut yang berasal dari bagian temporal
retina mata yang lain sehingga terbentuklah traktus optikus. Serabut-serabut dari setiap
traktus optikus bersinaps di nucleus genikulatum lateralis dorsalis pada thalamus, dan
dari sini, serabut-serabut genikulokalkarina berjalan melalui radiasi optikus (traktus
genikulolalkarina), menuju korteks penglihatan primer yang terletak di fisura kalkarina
lobus oksipitalis. Persepsi seluruh aspek bentuk, warna, dan penglihatan sadar lainnya
diatur disini.
c. Apa etiologi strabismus (juling)?
Jawab :
Etiologi dari esotropia adalah:
- Factor reflex dekat, akomodatif esotropia
- Hipertoni rektus medius congenital
- Hipotoni rektus lateral akuisita
- Penurunan fungsi penglihatan satu mata pada bayi dan anak
- Terdapat gangguan pada salah satu otot penggerak bola mata, yang dapat
mengganggu keseimbangan posisi bola mata.
- Pada kasus orang dewasa pengidap hipertensi sistemik atau diabetes.
- Tumor atau peradangan pada susunan saraf pusat.
- Trauma kepala
Strabismus juga secara khusus terjadi pada anak-anak sebagai efek dari penyakit lain,
seperti cerebral palsy, down syndrome, hydrocephalus dan tumor otak. Katarak dan
kasus menurunnya penglihatan lainnya juga dapat menyebabkan strabismus.
1. Faktor Keturunan
“Genetik Pattern”nya belum diketahui dengan pasti, tetapi akibatnya sudah jelas.
Bila orang tua yang menderita strabismus dengan operasi berhasil baik, maka bila
anaknya menderita strabismus dan operasi akan berhasil baik pula.
2. Kelainan Anatomi
Kelainan otot ekstraokuler
Over development
Under development
Kelainan letak insertio otot
3. Kelainan pada “vascial structure”
Adanya kelaian hubungan vascial otot-otot ekstraokuler dapat menyebabkan
penyimpangan posisi bola mata.
4. Kelainan dari tulang-tulang orbita
Kelainan pembentukan tulang orbita menyebabkan bentuk dan orbital abnormal,
sehingga menimbulkan penyimpangan bola mata.
Kelainan pada saraf pusat yang tidak bisa mensintesa rangsangan.
Fovea tidak dapat menangkap bayangan.
Kelainan kwantitas stimulus pada otot bola mata.
Kelainan Sensoris
5. Kelainan Inervasi
Gangguan proses transisi dan persepsi
d. Apa patogenesis strabismus (juling)?
Jawab :
Kecelakaan benturan di kepala terkena N. VI = N. Abdusen tugas N.
Abdusen untuk menginervasi M. Rectus Lateralis menurun fungsi M. Rectus
Lateralis untuk mengarahkan bola mata ke temporal terganggu Strabismus
(Esotropia)
e. Apa jenis-jenis strabismus? Jelaskan?
TraumaKepala
Esotropia paretic dextra
Kelumpuhan N. Abducens (N.VI)
Parese otot rektus lateral
↓ fungsi kerja primer otot
Mata kanan sulit di gerakkan ke temporal kanan
Ketidakseimbangan tarikan otot ekstraokuler
Posisi bola mata
terganggu
Mata kanan juling ke dalam
Diplopia
Gangguan penerimaan bayangan di kedua
fovea
Bayangan yang berbeda jatuh dikedua
fovea
Abduksi
Jawab :
1. Menurut manifestasinya
a. Heterotropia (sudah jelas terlihat terus-menerus)
Suatu keadaan penyimpangan sumbu bola mata yang nyata dimana kedua
penglihatan tidak berpotongan pada titik fikasasi.Contoh: esotropia, eksotropia,
hipertropia, hipotropia
- Kedalam (kearah hidung) = Esotropia (Strabismus Convergen) – paling banyak
(75%)
- Keluar (menjauhi hidung) = Exotropia (Strabismus Divergen)
- Keatas = Hypertropia
- Kebawah = Hypotropia
b. Heteroforia (kadang terlihat juling, kadang tidak; deviasi terjadi bila mekanisme
fusi diputus)
Penyimpangan sumbu penglihatan yang tersembunyi yang masih dapat diatasi
dengan refleks fusi.Contoh: esoforia, eksoforia
2. Menurut jenis deviasi
a. Horizontal : esodeviasi atau eksodeviasi
b. Vertikal : hiperdeviasi atau hipodeviasi
c. Torsional : insiklodeviasi atau eksiklodeviasi
d. Kombinasi: horizontal, vertikal dan atau torsional
3. Menurut kemampuan fiksasi mata
a. Monokular/unilateral: bila satu mata yang berdeviasi secara konstan
b. Alternan : bila kedua mata berdeviasi secara bergantian
4. Menurut usia terjadinya :
a. Kongenital : usia kurang dari 6 bulan.
b. Didapat : usia lebih dari 6 bulan.
5. Menurut sudut deviasi
a. Inkomitan (paralitik)
Sudut deviasi tidak sama, pada kebanyakan kasus disebabkan kelumpuhan otot
penggerak bola mata.
b.Komitan (nonparalitik)
Sudut deviasi tetap konstan pada berbagai posisi, mengikuti gerak mata yang
sebelahnya pada semua arah dan selalu berdeviasi dengan kekuatan yang sama.
Deviasi primer (deviasi pada mata yang sakit) sama dengan deviasi sekunder
(deviasi pada mata yang sehat).
6. Menurut waktu berlangsungnya strabismus :
a. Permanent. Mata tampak berdeviasi secara konstan.
b. Intermittent. Mata berdeviasi pada keadaan-keadaan tertentu (lelah, cemas, dll).
2. 6 bulan yang lalu :
Kepala terbentur dan penderita hilang kesadaran selama 30 menit.
Mata kanan sulit digerakkan ke arah temporal kanan.
Penglihatan ganda semakin bertambah bila melihat ke arah temporal kanan.
a. Apa hubungan mata strabismus dengan trauma cavitis?
Jawab :
Trauma dapat menyebabkan strabismus dengan cara :
1. Cedera otak yang dapat mengganggu ataupun merusak control pergerakan mata,
2. Cedera pada nervus yang mengontrol pergerakan mata dan/atau,
3. Cedera pada otot mata secara langsung atau tidak langsung pada trauma di rongga
mata.
http://www.aapos.org/terms/conditions/100 (American Association of Pediatric
Ophthalmology and strabismus)
b. Apa makna klinis kehilangan kesadaran selama 30 menit?
Jawab :
Prinsip kehilangan kesadaran itu sendiri adalah adanya penekanan aktivitas salah satu
hemisfer atau RAS. Akibat yang akan terjadi yaitu adanya gangguan pada stimuli
lingkunga (somestetik, auditorik, dan visual), tanda neurologik yang berhubungan
dengan tingkat kerusakan dan penurunan kesadaran secara progresif.
c. Apa etiologi mata kanan sulit digerakkan ke arah temporal kanan (sesuai kasus)?
Jawab :
Berdasarkan skenario, diduga pasien ini mengalami gangguan pada M. rectus lateralis
yang menyebabkan mata kanannya sulit digerakkan kearah temporal (abduksi). M.
rectus lateralis dipersyarafi oleh nervus VI atau N. Abducens. Berdasarkan riwayat,
pasien pernah menderita trauma dikepalanya 6 bulan yang lalu. Kemungkinan hal ini
yang menyebabkan keadaan patologis pada pasien sekarang.
d. Apa etiologi penglihatan ganda yang semakin bertambah bila melihat kearah temporal
kanan?
Jawab :
Etiologi terdiri dari 2 jenis yaitu;
1. Etiologi Diplopia Monokuler:
Pada umumnya kelainan hanya terjadi pada satu bola mata, biasanya merupakan
kelainan refraksi maupun kelainan dari rongga mata itu sendiri (lensa, retina,
kornea). Dapat juga terjadi pada pasien astigmatisme, gangguan lengkung kornea,
pterigium, katarak, dislokasi lensa mata, gangguan produksi air mata dan beberapa
gangguan pada retina.
2. Etiologi Diplopia Binokuler:
Secara primer, diakibatkan oleh kelainan motilitas ocular (ex: kelainan dapat
terjadi akibat kelainan pada otot mata ataupun innervasi dari otot mata tersebut)
sehingga sudut kedua mata tidak sinkron (pada tahap awal seseorang yang akan
menjadi juling atau strabismus). Kerusakan saraf dapat diakibatkan oleh stroke,
cidera kepala, tumor otak, dan infeksi otak. Penyebab lain: Diabetes, miastenia
gravis, penyakit graves, trauma atau cidera pada otot mata dan kerusakan pada
tulang penyangga bola mata.
Pada kasus ini, jenis diplopia nya adalah diplopia binokuler yang diakibatkan oleh
trauma capitis yang menimbulkan parese pada n. VI ( abdusens ) kanan. Perburukan
diplopia kearah pandangan temporal menunjukkan gerakan kearah temporal kanan
tersebut terdapat perburukan atau dengan kata lain, dapat saja karena mata kanan tidak
dapat abduksi (parese n. VI) atau karena mata kiri tidak dapat adduksi (oftalmoplegia
intranuklear kiri).
e. Bagaimana mekanisme mata kanan sulit digerakkan kearah temporal kanan?
Jawab :
Pada pasien didapatkan kelainan bola mata kanan yang bergulir ke arah dalam (nasal),
yang kemungkinan terjadi akibat adanya kelemahan salah satu otot ekstaokuler
dimana dalam kasus ini terjadi kelemahan otot “Rektus Lateralis dextra” sehingga
menyebabkan pasien tidak dapat melakukan gerakan abduksi dan mempertahankan
posisinya sehingga bola mata tertarik oleh otot yang kerjanya berlawanan (rektus
medialis),sehingga menyebabkan bola mata pasien bergulir ke arah dalam/nasal.
Sehingga kemungkinan juga terjadi gangguan pada saraf yang menginervasi otot
tersebut yaitu N.VI(n. abducens).
f. Bagiamana mekanisme penglihatan ganda semakin bertambah bila melihat kea rah
temporal kanan? (beserta otot dan nervus yang mempengaruhi)
Jawab :
Trauma kepala kelumpuhan n. abducens paresis otot rektus lateralis mata kanan
↓ fungsi kerja primer otot rektus lateralis mata kanan (abduksi)
ketidakseimbangan tarikan otot ekstraokular posisi bola mata terganggu mata
kanan juling ke dalam (esotropia dekstra) (pada saat melihat benda) kedua fovea
menerima bayangan yang berbeda diplopia.
g. Mengapa klinis terjadi pada mata sebelah kanan?
Jawab :
Karena trauma yg terjadi disebelah kanan sehingga otot m.rectus lateralnya terganggu
sehingga mata sulit untuk menoleh kearah temporal kanan. Pada trauma kepala, nervus
abducens lebih cenderung mengalami kerusakan, hal ini disebabkan karena lokasinya
yang paling lateral dan tidak memiliki pelindung. Nervus abducens merupakan saraf
yang menginervasi kerja otot ekstraokuler (muskulus rektus lateralis), sehingga
terjadinya gangguan pada nervus abducens dapat menyebabkan paresis muskulus
rektus lateralis. Paresis pada otot ini mengakibatkan ketidakseimbangan tarikan otot
ekstraokular dalam mempertahankan posisi bola mata, sehingga mata terlihat juling ke
dalam.
3. Pemeriksaan Oftalmologi
AVOD : 6/12 dengan koreksi lensa S-0,75 6/6
AVOS : 6/12 dengan koreksi lensa S-0,75 6/6
Hischberg : ET 15°
ACT (Alternating Cover Test) : Shifting (+) OS mata dominan
Duction & version :
Terdapat hambatan gerakan abduksi ke temporal pada mata kanan
WFDT (Worth Four Dot Test) : Uncrossed Diplopia semakin bertambah bila melihat ke
sisi mata dominan
FDT ( Forth Duction Test) : tidak terdapat tahanan pada gerakan dengan bantuan
pinset.
a. Bagaiamana cara pemeriksaan AVOD dan AVOS?
Jawab:
Visus adalah ketajaman penglihatan. Pemeriksaan visus merupakan pemeriksaan untuk
melihat ketajaman penglihatan.
Cara memeriksa visus ada beberapa tahap:
- Menggunakan 'chart' => yaitu membaca 'chart' dari jarak yang ditentukan, biasanya
5 atau 6 meter. Digunakan jarak sepanjang itu karena pada jarak tersebut mata
normal akan relaksasi dan tidak berakomodasi.
OSOD
- Kartu yang digunakan ada beberapa macam :
1. Snellen chart => kartu bertuliskan beberapa huruf dengan ukuran yang berbeda
=> untuk pasien yang bisa membaca.
2. E chart => kartu yang bertuliskan huruf E semua, tapi arah kakinya berbeda-
beda.
3. Cincin Landolt => Kartu dengan tulisan berbentuk huruf 'c', tapi dengan arah
cincin yang berbeda-beda.
Alat : Senter, Reading tes, E. chart-Alat tulis, Snellen Chart.
Kamar periksa :Jarak minimal 5 meter, bila jarak < 5 m gunakan cermin.
Penerangan :
Normal: Bila memakai snellen Chart, uji hitung jari & gerakan tangan.
Redup: Bila menggunakan chart projector.
Teknik Pemeriksaan Visus dengan Optotype atau Snellen Chart :
1. Anamnesa; Keluhan pasien,
2. Pasien duduk menghadap optotype dengan jarak 6/5 meter,
3. Tutup salah satu mata (dimulai dengan mata kiri) dengan telapak tangan kiri
tanpamenekan bola mata, jangan mengintip dari mata yg ditutup,
4. Dengan mata kanan pasien yg terbuka, minta kpd pasien untuk mengenali optotype
atau Snellen Chart mulai dari objek yang paling besar.
5. Catat sampai sejauh mana pasien dapat mengenali opthotype atau Snellen Chart.
Cara menilai visus dari hasil membaca kartu :
- Bila pasien dapat membaca kartu pada baris batas normal dengan visus 5/5 atau 6/6,
maka tidak usah membaca pada baris berikutnya => visus normal.
- Bila pasien tidak dapat membaca kartu pada baris tertentu di atas visus normal, cek
pada 1 baris tersebut.
- Bila cuma tidak bisa membaca 1 huruf, berarti visusnya terletak pada baris tersebut
dengan false 1.
- Bila tidak dapat membaca 2, berarti visusnya terletak pada baris tersebut dengan
false 2.
- Bila tidak dapat membaca lebih dari setengah jumlah huruf yang ada, berarti
visusnya berada di baris tepat di atas baris yang tidak dapat dibaca.
- Bila tidak dapat membaca satu baris, berarti visusnya terdapat pada baris di atasnya.
- Bila terdapat penurunan visus, maka cek dengan menggunakan pinhole (alat untuk
memfokuskan titik pada penglihatan pasien).
- Bila visus tetap berkurang => berarti bukan kelainan refraksi.
- Bila visus menjadi lebih baik dari sebelumnya => berarti merupakan kelainan
refraksi
Contoh: membaca Snelleen chart
Snellen chart yang yang digunakan dalam ukuran kaki = normalnya 20/20.
- Misal, pasien dapat membaca semua huruf pada baris ke 8. Berarti visusnya normal.
- Bila hanya membaca huruf E, D, F, C pada baris ke 6 => visusnya 20/30 dengan
false 2.Artinya, orang normal dapat membaca pada jarak 30 kaki sedangkan pasien
hanya dapat membacanya pada jarak 20 kaki.
- Bila pasien membaca huruf Z, P pada baris ke 6 => visusnya 20/40.
- Bila tidak dapat membaca huruf pada baris ke 6, cek baris ke 5 dengan ketentuan
seperti di atas.
Uji Hitung Jari
1. Apabila pasien tidak mampu mengenali Snellen Chart yang paling besar,
makagunakan hitungan jari untuk menekan visusnya, dimana D dari hitungan jari =
60,
2. Perlihatkan jari tangan kita dan minta pasien untuk menghitung jari tangan kita
yangditentukan padanya,
3. Apabila pasien dapat mengenali dengan baik dan benar hitungan jari yang
kitatunjukkan kepadanya pada jarak 3 meter, ini berarti visus pasien tersebut 3/60.
Gerakan Tangan/Lambaian Tangan
1. Apabila pasien tidak mengenali jari tangan yang kita tunjukkan kepadanya walu
pada jarak yang dekat (<50cm), maka untuk menentukan tajam penglihatannya
kitagunakan gerakan/lambaian tangan dari arah atas ke bawah atau dari kiri ke
kanandimana D dari gerakan tangan = 300,
2. Kita gerakkan tangan di depan mata pasien dengan jarak 1 meter dan apabila
pasienmengenali suatu gerakan maka visusnya = 1/300.
Uji Proyeksi Sinar
1. Apabila pasien tidak dapat mengenali gerakan tangan kita, maka untuk
menentukantajam penglihatan kita gunakan senter,
2. Apabila pasien tidak dapat mengenali adanya cahaya dari lampu senter, dan
dapatmenyatakan posisi dari sumber cahaya dengan benar, maka visusnya = 1/~,
3. Apabila pasien tidak dapat menyatakan adanya sumber cahaya, maka visusnya = 0
(buta total).
b. Interpretasi dan mekanisme abnormal dari AVOD dan AVOS?
Jawab :
AVOD : 6/12 dengan koreksi lensa S-0,75 6/6
AVOS : 6/12 dengan koreksi lensa S-0,75 6/6
Interpretasi :
Visus mata kanan dan kiri penderita hanya mampu melihat tulisan pada jarak 6 meter
yang pada orang normal pada jarak 12 meter. Normalnya adalah 12/12.
Sferis penderita = - 0,75 (tidak normal), seharusnya pada orang normal, sferisnya = 0.
Mekanisme :
Adanya kelainan refraksi mata pada pasien tersebut, dimana sinar yang datang dari
jarak tak terhingga olah mata dalam keadaan istirahat dibiaskan di depan retina,
sehingga pada penderita didapatkan lingkaran difus dan bayangan kabur. Dan pada
pasien ini jarak bayangan yang masih bisa dilihat normal yaitu pada jarak 6 meter yang
pada orang normal penglihatan tersebut untuk jarak 12 meter.
c. Bagaimana cara pemeriksaan Hischberg, ACT, dan duction dan version?
Jawab :
HISCHBERG
Caranya :
Penderita disuruh untuk melihat cahaya pada jarak 12 inci (30cm). perhatikan reflek
cahaya terhadap pupil. Kalau letak nya di pinggir pupil, maka deviasinya 15 derajat,
tapi kalau letaknya diantara pinggir pupil dan limbus maka deviasinya 30 derajat dan
jika letak nya di limbus, maka derajat deviasinya 45 derajat.(catt : 1 derajat= 2 prisma
diopter)
ACT
Caranya:
Pasien diminta melihat objek fiksasi. Mata kanan ditutup dan mata kiri tidak.
Lalu dibuka, segera perhatikan, bila bola mata bergerak, heterophoria diam,orhoporia,
exophoria bergerak nasal
DUCTION DAN VERSION
Caranya:
Diperiksa dengan salah satu mata ditutup, sedangkn mata yang lain mengikuti cahaya
atau objek yang diarahkan kesemua arah. Kelemahan deduksi dapat diketahui yang
disebabkan oleh kelemahan otot atau kelainan anatomis dari otot.
d. Interpretasi dan mekanisme abnormal Hischberg, ACT, dan duction dan version?
Jawab :
- Hischberg : ET 15° tidak normal (Normal 0¬¬°)
Pasien melakukan fiksasi terhadap suatu cahaya dengan jarak sekitar 33 cm (13
inci). Pada mata yang berdeviasi akan terlihat desentrasi refleksi cahaya, kemudian
lihat pantulan cahaya pada kedua korneamata.
Refleks sinar pada mata normal terletak pada kedua mata sama-sama di tengah
pupil. Bila satu reflex sinar ditengah pupil sedang pada mata yang lain di nasal
berarti pasien juling ke luar atau eksotropia dan sebaliknya bila refleks sinar
sentolop pada kornea berada di bagian temproal kornea berarti mata tersebut juling
kedalam atau esotropia. Setiap pergeseran letak refleks sinar dari sentral kornea 1
mm berarti ada deviasi bola mata 7 derajat.
- ACT (Alternating Cover Test) : Shifting (+) OS mata dominan
Tidak normal. (Tes untuk mengetahui adanya tropia atau foria. Terjadi pergerakan
pada mata yang baru dibuka).
- Duction & version :
1. Duksi (rotasi monokuler)
Dengan satu mata tertutup, mata yang lain mengikuti suatu sumber cahaya yang
bergerak dalam semua arah pandangan. Setiap penurunan gerak rotasi
mengisyaratkan adanya kelemahan bidang kerja otot yang bersangkutan.
2. Versi (gerakan mata konjugat)
Menyuruh mata pasien mengikuti suatu sumber cahaya di sembilan posisi
diagnostik: primer – lurus ke depan; sekunder – kanan, kiri, atas, dan bawah;
dan tersier – atas dan kanan, bawah dan kanan, atas dan kiri, dan bawah dan
kiri. Gerakan rotasi salah satu mata terhadap mata yang lain dicatat sebagai
suatu overaction atau underaction. Fikasasi dalam bidang kerja suatu otot yang
paretik menimbulkan overaction otot pasanganya, karena diperlukan persarafan
yang lebih besar untuk kontraksi otot yang underacting. Sebaliknya, fiksasi oleh
mata normal akan menyebabkan otot yang lemah kurang bekerja.
e. Bagaimana pemeriksaan WFDT dan FDT? Bellinda & mentari
Jawab :
Worth Four Dot Test (WFDT)
Tujuan tes ini adalah untuk melihat adanya supresi, deviasi, ambliopia, dan fusi.
Cara melakukan pemeriksaan ini :
1. Pasien memakai kacamata, koreksi diberikan sesuai kacamata. Kaca filter merah
pada mata kanan dan kaca filter hijau pada mata kiri.
2. Pasien diperiksa pada jarak 6 m atau 30 cm.
3. Pasien diminta menerangkan apa yang dilihat dengan kedua mata, sewaktu melihat
Worth four dots (kotak hitam dengan 4 lubang, lebar 2-3 cm, susunan ketupat, 2
lubang lateral berwarna hijau, 1 diatas warna merah, dan 1 dibawah warna putih).
Cara penilaian:
- Bila 2 titik merah saja yang terlihat berarti ada supresi mata kiri.
- Bila 3 titik hijau saja yang terlihat berarti ada supresi mata kanan.
- Bila terlihat 5 titik, 3 merah dan 2 hijau yang bersilangan berarti mata dalam
kedudukan eksotropia dan bila tidak bersilangan berarti mata berkedudukan
esotropia.
Forced Duction Test (FDT)
FDT menjadi pilihan yang populer sebagai metode yang simpel dan sangat berguna
untuk mendiagnosis adanya gangguan mekanik dari motilitas okular. Cara
pemeriksaan :
1. Kita beri Anastesi pada konjungtiva dengan beberapa tetes lidocaine hydriochloride
4% (Xylocaine). Xylocaine tidak seperti anastesi lokal lain yang mempunya efek
epitelium kornea.
2. Kemudian gerakkan bola mata dengan two-toothed forceps pada konjungtiva di
sekitar limbus. Lakukan Gerakan yang berlawanan dengan bagian yang dicurigai
mengalami gangguan atau keterbatasan.
3. Two-toothed forceps dapat diletakkan pada posisi jam 12 dan jam 6, gerakkan
secara pasif dengan forceps tadi ke arah kanan kiri
Hasil :
Jika tidak terjadi tahanan, defek motilitas jelas disebabkan oleh paralisis dari otot
rectus lateralis. Apabila terjadi tahanan, defek motilitas jelas disebabkan oleh
kontraktur dari otot rectus medialis, konjungtiva, atau kapsul tenon, atau myositis
pada otot rectus medialis
f. Interpretasi dan mekanisme abnormal WFDT dan FDT?
Jawab :
Hasil Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi
WFDT
(worth four
dot test)
Uncrossed diplopia
semakin bertambah bila
melihat ke sisi mata non
dominan
(-) - Esotropia
- Diplopia
FDT (forced
duction test)
Tidak terdapat tahanan
pada gerakan dengan
bantuan pinset
Terdapat
Tahanan
Parese M. Rectus
Lateralis Mata
Kanan
Mekanisme:
Pada Esotropia, bola mata berotasi ke dalam (ke arah nasal). Sehingga bayangan objek
tidak jatuh pada fovea,melainkan jatuh pada retina di sisi nasal. Sisi nasal retina
seharusnya menerima cahaya dari sisi temporal bidang visual. Sehingga gambaran
yang terbentuk di sisi nasal retina akan terlihat oleh otak sebagai gambaran di sisi
temporal bidang penglihatan. Jadi, pada esotropia, gambaran yang terlihat bukanlah
sebagai satu gambar melainkan menjadi 2 gambaran di sisi temporal masing-masing
mata. Mata kiri melihat gambaran di sebelah kiri dan mata kanan melihat gambaran di
sebelah kanan. Inilah yang disebut uncrossed diplopia.
g. Apa hubungan miopi dengan strabismus?
Jawab :
Strabismus bisa menyebabkan miopi jika terjadi anisometropia. Jadi terjadi penekanan
pada bola mata yang sakit, yang kanan mengkompensasi. Jadi mata yang kanan jadi
males. Tapi balik lagi anisometropia harus lebih dari 2,50 dioptri. Atau terjadi pada
strabismus monocular , tetapi minus nya harus beda ( balik lagi ke ambliopia).
4. Apa dasar diagnosis dan pemeriksaan penunjan? Jelaskan?
Jawab :
- Anamnensis
Pertanyaan yang lengkap dan cermat tentang riwayat sakit sangat membantu dalam
menentukan, diagnosis, prognosis dan pengobatan strabismus. Dalam hal ini perlu
ditanyakan:
a. Riwayat keluarga : biasanya strabismus diturunkan secara autosomal dominan.
b. Umur pada saat timbulnya strabismus : karena makin awal timbulnya strabismus
makin jelek prognosisnya. Kalau terjadi diatas usia 10 tahun hanya ditepai dengan
koreksi.
c. Timbulnya strabismus : mendadak, bertahap, atau berhubungan dengan penyakit
sistemik.
d. Jenis deviasi : bagaimana pasien menyadari strabismusnya? Bagaimana penglihatan
dekatnya? Kapan matanya terasa lelah? Apakah pasien menutup matanya jika terkena
sinar matahari? Apakah matanya selalu dalam keadaan lurus setiap saat? Apakah
derajat deviasinya tetap setiap saat? (untuk terapi).
e. Fiksasi : apakah selalu berdeviasi satu mata atau bergantian?
f. Kemudian strabismusnya harus diketahui apakah terjadi sejak kongenital atau setelah
dewasa. Dimana strabismus ini terbagi menjadi 2, yaitu strabismus paralitik dan
strabismus nonparalitik.
g. strabismus dapat terjadi akibat ketidakmampuan kongenital untuk menggunakan
kedua mata bersama-sama. kondisi ini disebut strabismus nonparalitik dan diatasi
dengan menutup mata yang dapat memfiksasi objek ( mata yang baik ). penutupan
tersebut memaksa mata yang mengalami deviasi untuk fokus. tanpa pengobatan,
ambliopia terjadi dan aktivitas penglihatan pada mata yang mengalami deviasi akan
hilang pada usia sekitar 6 tahun.
h. Strabismus paralitik biasanya terjadi pada usia dewasa setelah paralisis satu atau
lebih otot yang mengontrol gerakan mata. tumor, cedera, atau infeksi dapat
menyebabkan strabismus paralitik.
- Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Dengan inspeksi sudah dapat ditentukan apakah strabismusnya konstan atau hilang
timbul (intermitten), berganti-ganti (alternan) atau menetap (nonalternan),d an berubah-
ubah (variable) atau tetap (konstan). Harus diperhatikan pula ptosis terkait dan posisi
kepala yang abnormal. Derajat fiksasi masing-masing secara terpisah atau bersama-
sama. Adanya nistagmus menunjukkan bahwa fiksasinya buruk dan tajam
penglihatannya menurun.
- Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan
o Tajam penglihatannya harus diperiksa walaupun secara kasar untuk
membandingkan tajam penglihatan kedua mata.
o Kedua mata diperiksa sendiri-sendiri, karena dengan uji binokular tidak akan bisa
diketahui kekaburan pada satu mata.
o Pemeriksaan dengan:
E-Chart pada anak usia 3-3,5 tahun
Snellen Chart ( alphabet/ angka ) pada anak usia 5-6 tahun.
Untuk anak umur < 3 tahun dapat dengan cara:
a. Obyektif dengan optalmoskop dan funduskopi : pada emetrop fundus jelas pada
angka 0, papil saraf optic lonjong pada astigmatisma, kecil pada hipermetropia,
merah dan besar pada myopia. Dengan retinoskop: mata ynag emetrop/ kelainan
refraksi, strik ynag baik ¼ kalo > ½ jelek.
b. Observasi perhatian anak terhadap sekelilingnya.
c. Oklusi satu mata: bila anak berusaha membuka tutup mata maka mata ynag
terbuka visusnya jelek. Pada bayi ynag baru lahir/ umur beberapa hari dapat dites
dengan senter jika ada respon maka visus +.
2. Pemeriksaan Kelainan Refraksi
Memeriksa kelainan refraksi dengan retinoskop memakai sikloplegik adalah sangat
penting. Obat baku yang digunakan agar sikloplegia sempurna adalah atropine. Bisa
diberikan dalam bentuk tetes mata atau salep mata 0,5 % atau 1 % beberapa kali
sehari selama beberapa hari. Pemberian atropine pada anak-anak usia sekolah sangat
tidak disukai karena sikloplegianya berlangsung lama sampai 2 minggu sehingga
mengganggu pelajaran sekolah. Pada semua umur bisa digunakan homatropin 5 %
atau siklopentolat 1 atau 2 % dan hasilnya baik.
3. Menentukan Besar Sudut Deviasi
- Secara kualitatif dengan:
a. Cover test untuk menentukan heterotropia. Bila untuk mencapai fiksasi ke: #
dalam: exotropia, #luar: esotropia.
b. Cover-uncover test untuk menentukan heterotrofia dengan membuka tutup
kedua mata, normal apabila tidak ada gerakan, apabila ada gerakan dilihat
apakah ke luar atau ke dalam: # luar: esoforia, #dalam: eksoforia.
- Secara kuantitatif dengan:
a. Metode Hirschberg
Pasien disuruh melihat sumber cahaya pada jarak 33 cm kemudian lihat
pantulan cahaya pada kedua kornea mata.
1. Bila letaknya ditengah berarti tidak ada deviasi
2. Bila letaknya dipinggir pupil maka deviasinya 15º
3. Bila letaknya dipertengahan antara pupil dan limbus maka deviasinya 30º
4. Bila letaknya dilimbus maka deviasinya 45º
b. Metode Refleksi Prisma (modifikasi uji krimsky)
Penderita memfiksasi pada cahaya dengan jarak sembarangan. Prisma ditaruh
didepan mata sedang deviasi. Kekuatan prisma yang diperlukan agar refleksi
kornea pada mata yang juling berada ditengah-tengah pupil menunjukkan
besarnya sudut deviasi.
Krimsky test : untuk menilai sudut deviasi dengan prisma dioptric. Dasar tebal
dan puncak tipis, dimana prisma diletakkan di mata yang sehat. Prinsip: dimana
dasar diletakkan mata ditarik ke dasar. Pada jarak 30-33 cm disinari lihat reflek
cahaya kornea. Berapa ukuran prisma setelah reflex ditengah pupil? Tentukan
sudut deviasinya.
Burian test/ prisma + cover test. Prinsip: prisma diletakkan dimata deviasi;
reflex cahaya di kornea sampai pupil. Cover-uncover test bisa masuk ke
pemeriksaan secara kuantitatif bisa masuk prisma. Cover harus melihat pada
jarak 6 meter, lihat huruf angka 6/60 untuk menilai deviasi jauh, melihat
sampai mata tidak bergerak.
Hasil: - divergen ekses: eksotropia – kovergen ekses: esotropia
Cover bisa menggunakan prisma dengan cara prisma diletakkan dimata deviasi
sampai tidak bergerak.
- AC ratio: hubungan antara konvergensi dan akomodasi.
- Lihat status jika hipermetropia: astigmatisma I, kelainan refraksi, hasil +,
makaditerapi dengan kacamata sejauh stranismus jikia tidak hilang terapi
dengan operasi.
- Synoptophoroe: berguna untuk melihat binokularitas dan sinoptosis
4. Pemeriksaan Pergerakan Mata
a. Duksi (rotasi monokular)
Satu mata ditutup dan mata yang lain mengikuti cahaya yang digerakkan
kesegala arah pandangan, sehingga adanya kelemahan rotasi dapat diketahui.
Kelemahan seperti ini bisa karena paralisis otot atau karena kelainan mekanik
anatomik.
b. Versi (gerakan Konjugasi Okular)
Uji untuk Versi dikerjakan dengan mata mengikuti gerakan cahaya pada jarak 33
cm dalam 9 posisi diagnosis primer – lurus kedepan; sekunder – kekanan, kekiri
keatas dan kebawah; dan tersier – keatas dan kekanan, kebawah dan kekanan,
keatas dan kekiri, dan kebawah dan kekiri. Rotasi satu mata yang nyata dan
relative terhadap mata yang lainnya dinyatakan sebagai kerja-lebih (overreaction)
dan kerja –kurang (underreaction). Konsensus : pada posisi tersier otot-otot obliq
dianggap bekerja-lebih atau bekerja-kurang berkaitan dengan otot-otot rektus
pasangannya. Fiksasi pada lapangan kerja otot paretik menyebabkan kerja-lebih
otot pasangannya, karena diperlukan rangsangan yang lebih besar untuk
berkontraksi. Sebaliknya, fiksasi oleh mata yang normal akan menyebabkan
kerja-kurang pada otot yang paretik.
5. Pemeriksaan Lain Untuk Binokular Vision
a. Test Worth Four Dots ( WFD’s Test )
- Menggunakan 4 lampu dan kacamata redgreen dengan warna merah dan hijau
- Hasil pada mata yang normal atau tidak ada diplopia maka mata dapat melihat
1 warna merah, 2 warna hijau dan 1 warna kuning.
- Supresi pada mata:
o Kanan dengan kacamata kanan merah, kiri hijau maka akan melihat 3 lampu
yaitu 2 hijau dan 1 kuning.
o Kiri dengan kacamata kanan merah/ hijau, kiri hijau/ merah maka akan
melihat warna merah dan kuning
- Pada binokular dengan diplopia:
Mata kanan ( OD ) warna merah dan mata kiri ( OS ) warna hijau.
Lateral:
Makin ke kanan makin dobel
Sentral tidak separah lateral
Median normal
Pasien esotropia sulit ke lateral ( parese N. VII).
Mata melihat dengan fovea ( arah berlawanan ), contoh: melihat lateral
berada di median ( lap. Pandang berbanding terbalik dengan fovea ).
b. Test Maddox Rod
Menggunakan filter bergaris merah pasien disuruh melihat angka jarak 6 meter
kea rah batang Maddox dan fiksasi ke lampu akan terlihat cahaya. Lensa dengan
filterwarna merah jika horizontal akan terlihat vertical dan jika vertical akan
terlihat horizontal.
c. Test Stereoptisis
Menggunakan filter hijau dan merah untuk melihat stereoptisis. Penglihatan 3
dimensi tidak stereoskopis: buruk karena tidak bisa membedakan letak
ruang.Contoh: filter dipasang di mata kanan kea rah horizontal (vertical). Filter
dipasang dimata kanan kea rah vertical (horizontal).
Posisi batang terhadap lampu:
Normal akan menyilang lampu
Deviasi : Batang Maddox dikanan lampu: esotropia dan Batang Maddox dikiri
lampu: eksotropia.
d. Test Synoptophore
Merupakan test untuk melihat binokularitas dan fusi sinoskopis.
5. Apa diagnosis banding dan diagnosis kerja strabismus dan miopi?
Jawab:
Diagnosis Banding
- Esotropia et causa parese saraf abdusen
- Pseudoesotropia et causa wide epicanthus
- Esotropia et causa cedera otot
- Esotropia laten
Diagnosis Kerja
Esotropia oculi dextra et causa parese n. abducens disertai myopia.
6. Apa etiologi strabismus dan miopi?
Jawab:
Etiologi Strabismus
1. Trauma kepala.
2. Tumor.
3. Multiple sclerosis.
4. Aneurysms(a.basilaris).
5. Infeksi otak, seperti meningitis, bisul otak atau infeksi parasite.
6. Komplikasi pada telinga atau infeksi mata.
7. Penyumbatan pada arteri yang mensuplai syaraf, bisa disebabkan dari diabetes,stroke,
serangan ischemic transient, arteritis atau vasculitis.
8. Wernickle’s encephalopathy(umumnya disebabkan oleh alkohol kronik).
9. Benign intracranial hypertension (pseudotumor cerebri).
10. Glioma di pons.
11. Infeksi pernafasan (pada anak).
Pada kasus ini paralyse N. abducens akibat trauma kepala.
Etiologi Miopi
Secara umum masih belum jelas namun faktor herediter dan faktor lingkungan memegang
peranan penting. Suatu varitas pola genetik untuak miopia telah digambarkan termasuk X-
Linked myopia (myp1 pada kromosom X q28), autosomal dominan myp2 pada kromosom
18p, autosomal dominan myp3 pada kromosom 12q, autosomal dominan myp4 pada
kromosom 7q dan autosomal dominan myp5 pada kromosom 17q. Pada penelitian yang
dilakukan baru-baru ini dianggap bahwa heterogenitas genetik dari miopia ditentukan oleh
X-Linked pada lokus sekunder di daerah q12q2123.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan miopi antara lain pekerjaan dekat,
stres emosional, dan meningkatnya pendidikan formal seseorang. Akomodasi yang lama
dan tekanan intra okular dicurigai dapat mempengaruhi elongasi bola mata dengan
penurunan tahanan dari sklera. Faktor lain yang diduga dapat mempengaruhi
perkembangan miopi yaitu diet dan nutrisi serta stress fisik.
7. Apa epidemiologi strabismus dan miopi?
Jawab :
Epidemiologi strabismus
Strabismus terjadi pada kira-kira 2% anak-anak usia di bawah 3 tahun dan sekitar 3%
remaja dan dewasa muda. Kondisi ini mengenai pria dan wanita dalam perbandingan yang
sama. Strabismus mempunyai pola keturunan, sebagai contoh, jika salah satu atau kedua
orangtuanya strabismus, sangat memungkinkan anaknya akan strabismus juga. Namun,
beberapa kasus terjadi tanpa adanya riwayat strabismus dalam keluarga. Anak-anak
disarankan untuk dilakukan pemeriksaan mata saat usia 3-4 tahun. Bila terdapat riwayat
keluarga strabismus, pemeriksaan mata disarankan dilakukan saat usia 12-18 bulan.
Epidemiologi miopi
Miopia memiliki insiden 2,1% di Amerika Serikat dan peringkat ke tujuh yang
menyebabkan kebutaan, serta tampak memiliki predileksi tinggi pada keturunan Cina,
Yahudi, dan Jepang. Angka kejadiannya lebih sering 2 kali lipat pada perempuan
dibanding laki-laki. Keturunan kulit hitam biasanya bebas dari kelainan ini. Menurut
“National Eye Institute Study”, miopia merupakan penyebab kelima tersering yang
mengganggu penglihatan dan merupakan penyebab kutujuh yang tersering kebutaan di
Amerika Serikat, sedangkan di Inggris merupakan penyebab kebutaan tersering.
8. Apa faktor resiko strabismus dan miopi?
Jawab :
Stabismus
- Riwayat keluarga terhadap malformasi ocular.
- Anisometropia (perbedaan yang besar daya refraksi antara kedua mata, lebih dari 4 D
pada sferis dan / lebig dari 2 D pada astigmatism).
- Katarak kongenital.
- Tumor ocular.
- Lahir premature atau lahir dari ibu yang terkena infeksi seperti rubella, genital herpes,
atau toxoplasmosis pada saat melahirkan.
- Diabetes melitus.
Myopia
- Keturunan. Orang tua yang mempunyai sumbu bolamata yang lebih panjang dari
normal akan melahirkan keturunan yang memiliki sumbu bolamata yang lebih panjang
dari normal pula.
- Ras/etnis. Ternyata, orang Asia memiliki kecenderungan myopia yang lebih besar
(70% – 90%) dari pada orang Eropa dan Amerika (30% – 40%). Paling kecil adalah
Afrika (10% – 20%).
- Perilaku. Kebiasaan melihat jarak dekat secara terus menerus dapat memperbesar
resiko myopia. Demikian juga kebiasaan membaca dengan penerangan yang kurang
memadai.
9. Apa patofisiologi strabismus dan miopi?
Jawab :
10. Apa manifestasi klinis strabismus dan miopi? Disertai gambar.
Jawab :
Manifestasi klinis esotropia :
Gangguan pergerakan mata kearah luar
Uncrossed diplopia yang menjadi lebih hebat bila mata digerakkan kearah luar
Kepala dimiringkan kearah otot yang lumpuh
Deviasinya menghilang bila mata digerakkan kearah yang berlawanan dengan otot
yang lumpuh
Manifestasi miopi :
Kabur bila melihat jauh
Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat
Mudah lelah apabila membaca
Astenovergens
11. Apa tatalaksana strabismus dan miopi?
Jawab :
Tujuan utama pengobatannya adalah mengembalikan efek sensorik yang hilang karena
strabismus (ambliopia, supresi, dan hilangnya stereopsis), dan mempertahankan mata yang
telah membaik dan telah diluruskan baik secara bedah maupun non bedah. Pada orang
dewasa dengan strabismus akuisita, tujuannya adalah mengurangi deviasi dan
memperbaiki penglihatan binokular tunggal.
Pengobatan non-bedah:
Terapi oklusi : mata yang sehat ditutup dan diharuskan melihat dengan mata yang
ambliop.
Kacamata : perangkat optik terpenting dalam pengobatan strabismus adalah kacamata
yang tepat. Bayangan yang jelas di retina karena pemakaian kacamata memungkinkan
mekanisme fusi bekerja sampai maksimal. Jika ada hipermetropia tinggi dan esotropia,
maka esotropianya mungkin karena hipermetropia tersebut (esotropia akomodatif
refraktif).
Obat farmakologik :
1. Sikloplegik – Sikloplegik melumpuhkan otot siliar dengan cara menghalangi
kerjaasetilkolin ditempat hubungan neuromuskular dan dengan demikian mencegah
akomodasi. Sikloplegik yang digunakan adalah tetes mata atau salep mata atropin
biasanya dengan konsentrasi 0,5% (anak) dan 1% (dewasa).
2. Miotik – Miotik digunakan untuk mengurangi konvergensi yang berlebihan pada
esotropia dekat, yang dikenal sebagai rasio konvergensi akomodatif dan akomodasi
(rasio KA/A) yang tinggi. Obat yang biasa digunakan adalah ekotiofat iodine
(Phospholine iodide) atau isoflurat (Floropryl), yang keduanya membuat
asetikolinesterase pada hubungan neuromuskular menjadi tidak aktif, dan karenanya
meninggikan efek impuls saraf.
3. Toksin Botulinum – Suntikan toksin Botulinum A ke dalam otot ekstraokular
menyebabkan paralisis otot tersebut yang kedalaman dan lamanya tergantung
dosisnya.
Pengobatan Bedah :
- Memilih otot yang perlu dikoreksi : tergantung pengukuran deviasi pada berbagai arah
pandangan. Biasanya yang diukur adalah jauh dan dekat pada posisi primer, arah
pandangan sekunder untuk jauh, dan arah pandangan tersier untuk dekat, serta
pandangan lateral ke kedua sisi untuk dekat.
- Reseksi dan resesi – Cara yang paling sederhana adalah memperkuat dan
memperlemah. Memperkuat otot dilakukan dengan cara yang disebut reseksi. Otot
dilepaskan dari mata, ditarik sepanjang ukuran tertentu dan kelebihan panjang otot
dipotong dan ujungnya dijahit kembali pada bola mata, biasanya pada insersi asal.
Resesi adalah cara melemahkan otot yang baku. Otot dilepaskan dari bola mata,
dibebaskan dari perlekatan-perlekatan fasial, dan dibiarkan menjadi retraksi.
Kemudian dijahit kembali pada bola mata dibelakang insersi asal pada jarak yang telah
ditentukan.
12. Apa pencegahan strabismus dan miopi?
Jawab:
a. Pencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum peristiwa terjadinya kecelakaan
lalu lintas seperti untuk mencegah faktor-faktor yang menunjang terjadinya cedera
seperti pengatur lalu lintas, memakai sabuk pengaman, dan memakai helm.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan saat peristiwa terjadi yangdirancang
untuk mengurangi atau meminimalkan beratnya cedera yang terjadi. Dilakukan dengan
pemberian pertolongan pertama, yaitu :
1. Memberikan jalan nafas yang lapang (Airway).
Gangguan oksigenasi otak dan jaringan vital lain merupakan pembunuh tercepat
pada kasus cedera. Guna menghindari gangguan tersebut penanganan masalah
airway menjadi prioritas utama dari masalah yang lainnya. Beberapa kematian
karena masalah airway disebabkan olehkarena kegagalan mengenali masalah
airway yang tersumbat baik oleh karena aspirasi isi gaster maupun kesalahan
mengatur posisi sehingga jalan nafas tertutup lidah penderita sendiri. Pada pasien
dengan penurunan kesadaran mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya gangguan
jalan nafas, selain memeriksa adanya benda asing, sumbatan jalan nafas dapat
terjadi oleh karena pangkal lidahnya terjatuh ke belakang sehingga menutupi aliran
udara ke dalam paru. Selain itu aspirasi isi lambung juga menjadi bahaya yang
mengancam airway.
2. Memberi nafas/ nafas buatan (Breathing)
Tindakan kedua setelah meyakini bahwa jalan nafas tidak ada hambatan adalah
membantu pernafasan. Keterlambatan dalam mengenali gangguan pernafasan dan
membantu pernafasan akan dapat menimbulkan kematian.
3. Menghentikan perdarahan (Circulations).
Perdarahan dapat dihentikan dengan memberi tekanan pada tempat yang berdarah
sehingga pembuluh darah tertutup. Kepala dapat dibalut dengan ikatan yang kuat.
Bila ada syok, dapat diatasi dengan pemberian cairan infuse dan bila perlu
dilanjutkan dengan pemberian transfusedarah. Syok biasanya disebabkan karena
penderita kehilangan banyak darah.
13. Apa komplikasi strabismus dan miopi? Jelaskan?
Jawab :
Strabismus
a. Supresi
Usaha yang tidak disadari dari penderita untuk menghindari diplopia yang timbul
akibat adanya deviasinya.
b. Amblyopia
Menurunnya visus pada satu atau dua mata dengan atau tanpa koreksi kacamata dan
tanpa adanya kelainan organiknya.
c. Anomalus Retinal Correspondens
Suatu keadaan dimana favea dari mata yang baik (yang tidak berdeviasi) menjadi
sefaal dengan daerah favea dari mata yang berdeviasi.
d. Defek otot
Perubahan-perubahan sekunder dari striktur konjungtiva dan jaringan fascia yang ada
di sekeliling otot menahan pergerakan normal mata.
e. Adaptasi posisi kepala
Keadaan ini dapat timbul untuk mengindari pemakaian otot yang mengalami efecyt
atau kelumpuhan untuk mencapai penglihatan binokuler. Adaptasi posisi kepala
biasanya kearah aksi dari otot yang lumpuh.
Miopi
1. Ablasio retina
Resiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0 sampai (- 4,75) D sekitar
1/6662.Sedangkan pada (- 5) sampai (-9,75) D risiko meningkat menjadi
1/1335.Lebih dari (-10) D risiko ini menjadi 1/148. Dengan kata lain penambahan
faktor risiko pada miopia lebih rendah tiga kali sedangkan miopia tinggi
meningkat menjadi 300 kali (Sidarta, 2003).
2. Vitreal Liquefaction dan Detachment
Badan vitreus yang berada di antara lensa dan retina mengandung 98% air dan 2%
serat kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan mencair secara perlahan-lahan,
namun proses ini akan meningkat pada penderita miopia tinggi. Hal ini
berhubungan dengan hilangnya struktur normal kolagen. Pada tahap awal,
penderita akan melihat bayangan-bayangan kecil (floaters). Pada keadaan lanjut, dapat
terjadi kolaps badan viterus sehingga kehilangan kontak dengan retina. Keadaan
ini nantinya akan menimbulkan risiko untuk terlepasnya retina dan menyebabkan
kerusakan retina. Vitreus detachment pada miopia tinggi terjadi karena luasnya
volume yang harus diisi akibat memanjangnya bola mata (Sidarta, 2003).
3. Miopik makulopati
Dapat terjadi penipisan koroid dan retina serta hilangnya pembuluh darah kapiler pada
mata yang berakibat atrofi sel-sel retina sehingga lapangan pandang berkurang.
Dapat juga terjadi perdarahan retina dan koroid yang bisa menyebabkan
berkurangnya lapangan pandang. Miopi vaskular koroid atau degenerasi makular
miopia juga merupakan konsekuensi dari degenerasi macularnormal dan ini
disebabkan oleh pembuluh darah yang abnormal yang tumbuh di bawah sentral retina
(Sidarta, 2003).
4. Glaukoma
Resiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada miopia sedang 4,2%,
dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia terjadi dikarenakan stress
akomodasi dan konvergensi serta kelainan struktur jaringan ikat penyambung pada
trabekula.
5. Katarak
Lensa pada miopia kehilangan transparansi. Dilaporkan bahwa pada orang dengan
miopia onset katarak muncul lebih cepat.
14. Apa prognosis strabismus dan miopi? Mengapa?
Jawab :
Dubia ad bonam. Apabila esotropia di tangani dengan cepat dan baik maka penderita
esotropia dapat melihat dengan normal.
15. Apa KDU kasus ini?
Jawab :
Miopi ringan : 4a
Strabismus : 2
D. Hipotesis
Seorang laki-laki, 22 tahun mengalami esotrofia oculi dextrasuspect parase N. VI (N.
abducen) et causa trauma cavitis disertai miopi.
E. Kerangka Konsep
F. Sintesis
a. Anatomi
MATA
Mata tertanam didalam corpus adiposum orbitae, tetapi dipisahkan dari corpus
adiposum orbitae oleh selubung fasial bola mata. bola mata merupakan organ penglihatan
manusia. bola mata menempati bagian depan orbit. bola mata orang dewasa memilki
diameter sekitar 24,2-25 mm. bola mata dilapisi oleh selubung fascial bola mata ( fascia
tenon ). fascia tenon adalah fascia yang menempel dari limbus sampai ke nervus optikus.
bagian dalam fascia tenon menempel dengan episklera, sedangkan bagian luarnya
merupakan perlekatan otot. diantara fascia tenon dengan sklera terdapat ruang potensial
SELUBUNG FASIAL BOLA MATA
Selubung fasial meliputi bola mata dari n. optikus sampai taut corneosklera. Selubung ini
memisahkan bola mata dari corpus adiposum orbita dan menyediakan wadah agar bola
mata dapat bergerak dengan bebas. Selubung fasial ini ditembus oleh tendo otot-otot orbita
dan melipat pada masing-masing tendo sebagai selubung tubular. Selubung bagi tendo
m.rectus medialis dan lateralis melekat pada dinding medial dan lateral orbita melalui
ligamentum yang berbentuk segitiga yang disebut ligamentum lacertus medialis dan
lateralis. Bagian bawah selubung fascia yang berjalan dibawah bola mata dan
menghubungkan ligamentum lacertus medialis dan lateralis menebal dan berfungsi
menahan bola mata; bagian ini disebut ligamentum suspensorium bulbi. Dengan
perantaraan ligamentum ini, bola mata tergantung seperti buaian pada dinding medial dan
lateral orbita.
LAPISAN BOLA MATA
Bola mata terdiri atas 3 lapisan, dari luar ke dalam adalah: (1) Tunica Fibrosa, (2) Tunica
Vasculosa yang berpigmen (3) Tunica Nervosa.
- Tunica Fibrosa
Tunica fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opak, sclera dan bagian anterior yang
transparan serta kornea. Sclera terdirir atas jaringan fibrosa yang padat dan berwarna
putih. Di posterior, sclera ditembus oleh n. optikus dan menyatu dengan selubung dura
saraf ini. Lamina Cribrosa adalah daerah sclera yang ditembus oleh serabut-serabut n.
optikus, merupakan daerah yang relative lemah dan dapat menonjol kedalam bola mata
oleh peningkatan tekanan liquor serebrospinalis didalam tonjolan tubular spatium
subarachnoideum, yang terdapat disekeliling n. optikus. Bila tekanan intraocular
meningkat, lamina cribrosa akan menonjol keluar, menyebabkan discus menjadi
cekung, yang dapat dilihat melalui oftalmoskop.
Sclera juga ditembus oleh a. n. ciliares dan pembuluh venanya, yaitu venae vorticosae.
Kearah depan sclera langsung baralih menjadi kornea pada taut corneosklera atau
limbus. Cornea yang transparan. Mempunyai fungsi utama memantulkan cahaya yang
masuk ke mata . diposterior, cornea berhubungan dengan aqueous humour.
- Tunica Vasculosa Pigmentosa
Tunica vasculosa pigmentosa dari belakang ke depan disusun oleh choroidea, corpus
ciliare dan iris. Choroidea : Choroidea terdiri ata lapisan luar berpigmen dan lapisan
dalam yang sangat vascular. Corpus Ciliare : Corpus ciliare ke arah posterior
dilanjutkan oleh choroidea, dan kearah anterior terleteak di belakang batas perifer
iris.Corpus ciliare terdiri atas:
1. Corona ciliaris, adalah bagian posterior corpus ciliare , dan permukaannya
mempunyai alur dangkal yang disebut striae ciliares.
2. Prosesus ciliaris, adalah lipatan-lipatan yang tersusun secara radial, dan pada
permukaan posteriornya melekat ligamentum suspensorium iridis.
3. M. ciliaris, terdiri atas serabut-serabut otot polos meidianal dan sirkular. Serabut
meridianal berjalan ke belakang dari area taut corneosklera menuju ke prosesus
ciliaris. Serabut-serabut sirkular berjumlah sedikit dan terletak di sebelah dalam
serabut meridianal.
Persarafan: M. ciliaris dipersarafi oleh serabut parasimpatis dari n.
occulomotorius. Setelah bersinaps di ganglion siliaris, serabut-serabut
postganglionic berjalan ke depan ke bola mata di dalam n. canalis brevis.
Fungsi: kontraksi m. ciliaris, terutama serabut-serabut meridianal menarik corpus
ciliaris ke depan. Hal ini menghilangkan tegangan yang ada pada ligamnetum
suspensorium, dan lensa yang elastis menjadi lebih cembung. Keadaan ini
meningkatkan daya refraksi lensa.
Iris dan Pupil. Iris adalah diaphragm berpigmen yang tipis dan kontraktil dengan lubang
di tengahnya , yaitu pupil. Iris tergantung didalam humor aqueous diantara kornea dan
lensa. Pinggir iris melekat pada permukaan anterior corpus ciliaris. Iris membagi ruang
antara lensa dan cornea menjadi camera anterior dan camera posterior. Serabut-serabut
otot iris bersifat involunter dan terdiri atas serabut-serabut sirkular dan radial. Serabut-
serabut sirkular membentuk m. spinchter pupillae dan tersusun di sekitar pinggir pupil.
Serabut-serabut radial membentuk m. dilator pupillae, yang merupakan lembaran tipis
serabut-serabut radial dan terletak dekat permukaan posterior.
Persarafan: m. spinchter pupillae dipersarafi oleh serabut parasimpatis n.
oculomotorius. Setelah bersinaps di ganglion ciliaris, serabut-serabut post
ganglionic berjalan ke depan ke bola mata di dalam nn. Ciliares breves. M. dilator
pupilae dipersarafi oleh serabut simpatis, yang berjalan ke depan ke bola mata
didalam nn. Ciliares longi.
Fungsi: M. spinchter pupillae mengonstriksikan pupillae dalam keadaan cahaya
terang dan selama berakomodasi. M. dilator pupillae melebarkan pupil dalam
keadaan cahaya kurang terang atau keadaan terdapatnya aktivitas simpatis yang
berlebihan seperti dalam keadaan takut.
- Tunica Nervosa: Retina
Retina terdiri atas pars pigmentosa disebelah luar dan pars nervosa di sebelah dalam.
Permukaan luar melekat dengan choroidea dan permukaan dalam berhubungan dengan
corpus vitreum. Tiga perempat posterior retina merupakan organ receptor. Pinggir
anteriornya membentuk cincin berombak, disebut orra serata, yang merupakan ujung
akhir pars nervosa. Bagian anterior retina bersifat tidak peka dan hanya terdiri atas sel-
sel berpigmen dengan lapisan epithel silindris dibawahnya. Bagian anterior retina ini
menutupi processus ciliaris dan belakang iris.
Pada pertengahan bagian posterior retina terdapat daerah lonjong kekuningan, disebut
macula lutea, yang merupakan area retina dengan daya lihat yang paling jelas.
Ditengahnya terdapat lekukan, disebut fovea centralis.N. optikus meninggalkan retina
kira-kira 3 mm medial dari macula lutea melalui discus nervi optici. Diskus n. optici
agak cekung pada bagian tengahnya, yaitu merupakan tempat n. opticus di tembus oleh
arteri centralis retinae. Pada diskus n. optici tidak terdapat sel-sel batang dan kerucut,
sehingga tidak peka terhadap cahaya dan disebut sebagai “ bintik buta”. Pada
pemeriksaan oftalmoskop. Diskus n. optici tampak berwarna merah muda pucat, jauh
lebih pucat dari area retina disekitarnya.
ISI BOLA MATA
Isi bola mata adalah media refraksi, humor aqueos corpus vitreum dan lensa.
Humor aquous
Humor aquous adalah cairan bening yang mengisi camera anterior dan camera posterior
bulbi. Diduga cairan ini merupakan secret dari prosesus ciliaris, dari sini mengalir ke
camera posterior. Kemudian mengalir ke dalam camera anterior melalui celah yang ada
angulus iridocornealis masuk kedalam canalis schlemmi. Hambatan aliran keluar
aqueous humor mengakibatkan peningkatan tekanan intraocular, disebut glaucoma.
Keadaan ini dapat menimbulkan kerusakan degenerative pada retina, yang berakibat
kebutaan. Fungsi humor aqueous adalah untuk menyokong dinding bola mata dengan
memberikan tekanan dari dalam, sehingga menjaga bentuk bola matanya. Cairan ini
juga memberi makanan bagi kornea dan lensa dan mengangkut hasil-hasil metabolisme.
Fungsi ini penting, karena kornea dan lensa tidak mempunyai pembuluh darah.
Corpus Vitreum
Corpus vitreum mengisi bola mata di belakang lensa dan merupakan gel yang
transparan. Canalis hyaloideus adalah saluran sempit yang berjalan melalui corpus
vitreum dari discus nervi optici ke permukaan posterior lensa. Pada janin saluran ini
berisi a. hyaloidea, yang menghilang beberapa saat sebelum lahir. Fungsi corpus
vitreum adalah sedikit menambah daya pembesaran mata. Juga menyokong permukaan
posterior lensa dan membantu melekatkan pars nervosa retina ke pars pigmentosa retina.
Lensa
Lensa adalah struktur bikonveks, yang trasnparan, yang dibungkus oleh capsula yang
transparan. Lensa terletak dibelakang iris dan di depan corpus vitreum, serta dikelilingi
pocessus siliaris. Lensa terdiri atas (1) capsula elastis, yang membungkus struktur; (2)
epithelium cuboideum, yang terbatas pada permukaan anterior lensa; dan (3) fibrae
lentis, yang dibentuk dari epithelium cuboideum pada equator lentis. Fibrae lentis,
menyusun bagian terbesar lensa. Capsula lentis yang elastis terdapat dalam keadaan
tegang, menyebabkan lensa tetap berada dalam bentuk bulat dan bukan bentuk discus.
Region equator lensa dilekatkan pada prosesus ciliaris oleh ligamentum suspensorium.
Tarikan dari serabut-serabut ligamentum suspensorium yang tersusun radial cenderung
memipihkan lensa yang elastis ini, sehingga mata dapat difokuskan pada objek-objek
yang jauh.
Untuk mengakomodasikan mata pada objek yang dekat, m. ciliaris berkontraksi dan
menarik corpus ciliaris ke depan dan dalam, sehingga serabut serabut radial ligamentum
suspensorium menjadi relaksasi. Keadaan ini memungkinkan lensa yang elastis menjadi
lebih bulat. Dengan bertambahnya usia, lensa menjadi lebih padat dan kurang elastis,
dan sebagai akibatnya kemampuan berakomomdasi menjadi berkurang ( presbyopia ).
Kelemahan ini dapat diatasi dengan memakai lensa tambahan berupa kacamata untuk
membantu mata melihat benda-benda yang dekat.
OTOT-OTOT BOLA MATA DAN KELOPAK MATA
Otot-otot orbita ini terdiri atas otot-otot ekstrinsik bola mata ( lurik ), otot-otot intrinsic
bola mata ( polos ) dan otot-otot palpebrae.
Otot instrinsik bola mata
Otot-otot ekstrinsik bola mata (lurik)
Terdiri atas empat m. rectus dan dua m. obliqus.
1. M. rectus
Origo: keempat mm. recti berasal dari cincin fibrosa yang disebut annulus tendineus
comunis. Anulus ini merupakan penebalan dari periosteum. Cincin ini mengelilingi
canalis optikusdan menjembatani fisura orbitalis inferior. M rectus superior berasal
dari bagian atas cincin, m. rectus inferior dari bagian bawah cincin, m. rectus
medialis dari bagian medial cincin, dan m. rectus lateralis berasal dari dua caput pada
bagian lateral cincin.
Insersio: masing-masing m.rectus berjalan ke depan, bertambah lebar dan terpisah
satu dengan yang lainnya. Bersama-sama otot-otot ini membentuk suatu kerucut otot
yang membungkus n. optikus dan bagian posterior bola mata. Tendo setiap otot
menembus selubung fascia bola mata dan berinsersio pada sclera lebih kurang 6 mm
dibelakang pinggir kornea.Persarafan: m. rectus superior, inferior, dan medial
dipersarafi oleh N. occulomotorius. M rectus lateralis dipersarafi oleh n. Abducens.
Fungsi: m. rectus lateralis memutar bola mata sehingga kornea menghadap ke lateral.
M. rectus medialis memutar bola mata sehingga kornea menghadap ke medial.
Karena berinsersio pada sisi medial sumbu vertical bola mata, m. rectus superior dan
inferior tidak hanya menaikkan dan menurunkan kornea, tapi juga memutar kornea
ke medial. Agar m.rectus superior da[at menaikkan langsung cornea ke atas, otot ini
harus dibantu oleh m. obliqus inferior. Agar m.rectus inferior dapat menurunkan
kornea secara langsung, otot ini harus dibantu oleh m.obliqus superior.
2. M. obliqus superior
- Origo: corpus ossis spenoidhalis
- Insersio: venternya yang bulat berjalan ke depandan beralih menjadi tendo yang
langsing, yang berjalan melalui trochlea fibrocartilage yang melekat pada os.
Frontale. Kemudian tendo membelok ke belakang dan ke lateral, menembus
selubung fascia bola mata, dan berinsersio pada sclera dibawahm.rectus superior.
Otot ini melekat pada sclera dibelakang equator coronalis bola mata, dan garis
tarikan tendo berjalan medial terhadap sumbu vertical.
- Persarafan: n. trochlearis
- Fungsi: m. obliqus superior memutar bola mata sehingga kornea menghadap ke
bawah dan lateral.
3. M. Obliqus Inferior
Origo: bagian anterior dasar orbita
Insersio: otot langsing ini berjalan ke belakang dan lateral di bawah rectus
inferior. Otot ini berinsersio pada sclera dibelakang equator coronalis, dan garis
tarikan tendo berjalan medial terhadap sumbu vertical.
Persarafan: n. occulomotorius
Fungsi: M. obliqus inferior memutar bola mata sehingga kornea menghadap ke
atas dank e lateral.
Otot-otot intrinsic bola mata ( polos)
1. M. spinchter pupillae
Persarafan: parasimpatis melalui n. occulomotorius
Fungsi: konstriksi pupil
2. M. dilator pupillae
Persarafan: simpatis
Fungsi: dilatasi pupil
3. M. cilliaris
Persarafan: parasimpatis melalui n. occulomotorius
Fungsi: mengatur bentuk lensa; pada akomodasi membuat lensa menjadi lebih
bulat
Otot-otot palpebrae
1. M. orbicularis oculi
Terdapat 2 jenis, yaitu: pars palpebrae dan pars orbitalis.
Pars palpebrae:
Origo: ligamentum palpebrae medialis
Insersio: raphe palpebrae lateralis
Persarafan: N. fascialis
Fungsi: menutup kelopak mata dan dilatasi saccus lacrimalis
Pars orbitalis:
Origo: ligamentum palpebrae medialis dan tulang didekatnya
Insersio: lengkungan yang kembali ke origo
Persarafan: N. fascialis
Fungsi: melipat kulit disekitar orbita untuk melindungi bola mata.
2. M. Levator palpebrae
Origo: belakang orbita
Insersio: permukaan anterior dan pinggir atas tarsus superior
Persarafan: otot lurik oleh n. occulomotorius, otot polos oleh saraf simpatis
Fungsi: mengangkat palpebrae superior
PEMBULUH DARAH DAN LIMFE ORBITA
Arteria Opthalmica
Cabang dari a. carotis interna setelah pembuluh ini keluar dari sinus cavernosus. Arteri
ini berjalan ke depan melalui canalis opticus bersama n. opticus. Pembuluh ini berjalan
di depan dan lateral dari n. opticus, kemudian menyilang diatasnya untuk mencapai
dinding medial orbita. Kemudian arteri ini membrikan banyak cabang, sebagian dari
cabang-cabang ini mengikuti saraf-saraf dalam orbita.
Cabang-cabang:
1. A. sentralis retinae adalah cabang kecil yang menembus selubung meningeal n.
opticus untuk masuk kedalam saraf. Pembuluh ini berjalan didalam n. opticus dan
masuk bola mata dipusat discus n.optici, disini, arteri ini bercabang-cabang, yang
dapat diamati pada pasien melalui optalmoskop. Cabang-cabang ini berupa end-
arteries.
2. Rami musculares.
3. Aa. Ciliares, dapat dibagi menjadi kelompok anterior dan posterior. Kelompok
anterior masuk bola mata didekat taut cornesklera; kelompok posterior masuk dekat
n. opticus.
4. A. Lacrimalis ke glandula lacrimalis.
5. A. Supratrochlearis dan a. supraorbitalis didistribusikan ke kulit dahi.
Vena-Vena Opthalmica
V. opthalmica superior berhubungan didepan dengan v. fascialis. Vena opthalmica
inferior berhubungan melalui fisura orbitalis inferior dengan plexus venosus
pterigoideus. Kedua vena ini berjalan ke belakang melalui fisura orbitalis superior dan
bermuara ke dalam sinus cavernosus.Tidak ada pembuluh atau kelenjar limfe di orbita
SARAF-SARAF ORBITA
Nervus Opticus
N. opticus masuk ke orbita melalui canalis opticus dari fossa cranii media, disertai
oleh a. opthalmica, yang terletak disisi lateral bawahnya. Saraf ini dikelilingi oleh
selubung piameter, arachnoideamater, dan duramater. Berjalan kedepan dan lateral
dalam kerucut mm. recti dan menembus sclera pada suatu titik di medial polus
posterior bola mata. Disini, meninges menyatu dengan sclera, sehingga spatium
subarachnoideum yang berisis liquor serebrospinalis meluas ke depan dari fossa
cranii media, disekitar n. opticus dan melalui kanalis optikus sampai ke bola mata.
Karena itu peningkatan tekanan liquor serebrospinalis didalam rongga cranium
diteruskn ke bagian belakang bola mata.
Nervus Lacrimalis
N. lacrimalis dipercabangkan dari divisi opthalmica n. trigeminus pada dinding
lateral sinus cavernosus. Saraf ini halus dan masuk ke bagian orbita melalui bagian
atas ifsura orbitalis superior. Berjalan ke depan sepanjang pinggir atas m. rectus
lateralis. Saraf ini bergabung dengan cabang n. zygomaticotemporalis, ynag
kemudian ditinggalkannya, dan masuk kedalam glandula lacrimalis ( serabut
secretorik parasimpatis). N. lacrimalis berakhir dengan mempersarafi kulit bagian
lateral palpebrae superior.
Nervus Frontalis
N. frontalis dipercabangkan dari divisi opthalmica n. trigeminus pada dinding lateral
sinus cavernosus. Masuk keorbita melalui bagian atas fisura orbitalis superior dan
berjalan ke depan pada permukaan superior m. levator palpebrae superioris, diantara
otot ini dan atap orbitae. Saraf ini bercabang menjadi n. supratrochlearis dan n.
supraorbitalis. N. supratrochlearis berjalan diatas trochlea untuk m. obliquus superior
dan melingkari pinggir atas orbita untukl mersarafi kulit dahi. N. supraorbitalis ynag
lebih besar, berjalan melalui incisura supraorbitalis, atau foramen supraorbitalis, dan
mempersarafi kulit dahi lateral dari daerah yang dipersarafi oleh n. supratrochlearis.
N. supraorbitalis juga mempersarafi membrane mucosa sinus frontalis.
Nervus Trochlearis
N. trochlearis meninggalkan dinding lateral sinus cavernosus dan masuk ke orbita
melalui bagian atas fissure orbitalis superior. Saraf tersebut berjalan ke depan dan ke
medial, melintasi origo m. levator palpebrae superioris dan mempersarafi m.
obliquus superior.
Nervus Occulomotorius
Ramus superior N. occulomotorius meninggalkan dinding lateral sinus cavernosus
dan masuk ke orbita melalui bagian bawah fisura orbitalis superior, didalam anulus
tendineus. Cabang ini mempersarafi m. rectus superior, kemudian menembus otot ini
dan mempersarafi m. levator palpebrae yang ada di atasnya.
Ramus inferior N. oculomotorius masuk orbita dengan cara yang sama dan
memberikan cabang- cabang ke m.rectus inferior, m.rectus medialis, dan m. obliqus
inferior. Saraf ke m.obliquus inferior memberikan sebuah cabang yang berjalan ke
ganglion ciliaris dan membawa serabut-serabut parasimpatis ke m. spinchter pupillae
dan m. ciliaris.
Nervus Nasociliaris
N. nasociliaris dipercabangkan dari divisi opthalmica N. trigeminus pada dinding
lateral sinus cavernosus, nervus ini masuk ke orbita melalui bagian bawah fissure
orbitalis, didalam anulus tendineus. Saraf ini melintas diatas n. opticus bersama a.
opthalmica mencapai dinding medial orbita. Kemudian, N. nasociliaris berjalan ke
depan sepanjang pinggir atas m. rectus medialis dan berakhir dengan bercabang dua
menjadi n. ethmoidalis anterior dan n. infratrochlearis.
Nervus Abducens
N. abducens meniggalkan sinus cavernosus dan masuk melalui bagian bawah fissure
orbitalis superior, didalam anulus tendineus. Saraf ini berjalan ke depan dan
memepersarafi m. rectus lateralis.
Ganglion Ciliaris
Ganglion siliaris berukuran sebesar kepala jarum pentul, dan merupakan ganglion
parasimpatis dan terletak pada bagian posterior orbita dilateral n. opticus. Ganglion
ini menerima serabut-serabut saraf parasimpatis preganglionic dari n. occulomotorius
melalui saraf tersebut ke m. obliquus inferior. Serabut-serabut postganglioniknya
meninggalkan ganglion didalam nn. Ciliares breves, yang berjalan ke depan menuju
bagian belakang bola mata dan mempersarafi m. spinchter pupillae dan m. cilliaris.
b. Neurofisiologi
A. Pengertian
Neurofisiologi, disebut sebagai "neurofisiologis" adalah cabang dari ilmu saraf, studi
tentang sistem saraf (termasuk mekanisme sistem saraf perifer, tulang belakang dan otak )
fungsi. Neurofisiologi juga cabang dari fisiologi , untuk fokus secara eksklusif pada
sistem saraf Neurofisiologi adalah bagian ilmu fisiologi, yang mempelajari studi fungsi
sistem saraf. Ilmu ini berkaitan erat denganneurobiologi, psikologi, neurologi,
neurofisiologi klinik, elektrofisiologi, etologi,aktivitas saraf tinggi, neuroanatomi, ilmu
kognitif, dan ilmu otak lainnya.
Sistem saraf merupakan salah satu sistem koordinasi yang bertugas menyampaikan
rangsangan dari reseptor untuk dideteksi dan direspon oleh tubuh. Sistem saraf
memungkinkan makhluk hidup tanggap dengan cepat terhadap perubahan-perubahan yang
terjadi di lingkungan luar maupun dalam. Untuk menanggapi rangsangan, ada tiga
komponen yang harus dimiliki oleh sistem saraf yaitu :
1. Reseptor, adalah alat penerima rangsangan atau impuls. Pada tubuh kita yang
bertindak sebagai reseptor adalah organ indera.
2. Penghantar impuls, dilakukan oleh saraf itu sendiri. Saraf tersusun dari berkas serabut
penghubung (akson). Pada serabut penghubung terdapat sel-sel khusus yang
memanjang dan meluas. Sel saraf disebut neuron.
3. Efektor, adalah bagian yang menanggapi rangsangan yang telah diantarkan oleh
penghantar impuls. Efektor yang paling penting pada manusia adalah otot dan
kelenjar.
B. Sel Saraf
Sistem saraf tersusun oleh berjuta-juta sel saraf yang mempunyai bentuk bervariasi.
Sistern ini meliputi sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Dalam kegiatannya, saraf
mempunyai hubungan kerja seperti mata rantai (berurutan) antara reseptor dan efektor.
Reseptor adalah satu atau sekelompok sel saraf dan sel lainnya yang berfungsi mengenali
rangsangan tertentu yang berasal dari luar atau dari dalam tubuh. Efektor adalah sel atau
organ yang menghasilkan tanggapan terhadap rangsangan. Contohnya otot dan kelenjar.
Sistem saraf terdiri dari jutaan sel saraf (neuron). Fungsi sel saraf adalah mengirimkan
pesan (impuls) yang berupa rangsang atau tanggapan.
a. Struktur Sel Saraf
Setiap neuron terdiri dari satu badan sel yang di dalamnya terdapat sitoplasma dan inti
sel. Dari badan sel keluar dua macam serabut saraf, yaitudendrit dan akson
(neurit).Dendrit berfungsi mengirimkan impuls ke badan sel saraf, sedangkan akson
berfungsi mengirimkan impuls dari badan sel ke jaringan lain. Akson biasanya sangat
panjang. Sebaliknya, dendrit pendek.
Setiap neuron hanya mempunyai satu akson dan minimal satu dendrit. Kedua serabut
saraf ini berisi plasma sel. Pada bagian luar akson terdapat lapisan lemak disebut
mielin yang merupakan kumpulan sel Schwann yang menempel pada akson.Sel
Schwann adalah sel glia yang membentuk selubung lemak di seluruh serabut saraf
mielin. Membran plasma sel Schwann disebut neurilemma. Fungsi mielin adalah
melindungi akson dan memberi nutrisi. Bagian dari akson yang tidak terbungkus
mielin disebut nodus Ranvier, yang berfungsi mempercepat penghantaran impuls.
Berdasarkan struktur dan fungsinya, sel saraf dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu
sel saraf sensori, sel saraf motor, dan sel saraf intermediet (asosiasi).
1. Sel saraf sensori
Fungsi sel saraf sensori adalah menghantar impuls dari reseptor ke sistem saraf
pusat, yaitu otak (ensefalon) dan sumsum belakang (medula spinalis). Ujung akson
dari saraf sensori berhubungan dengan saraf asosiasi (intermediet).
2. Sel saraf motor
Fungsi sel saraf motor adalah mengirim impuls dari sistem saraf pusat ke otot atau
kelenjar yang hasilnya berupa tanggapan tubuh terhadap rangsangan. Badan sel
saraf motor berada di sistem saraf pusat. Dendritnya sangat pendek berhubungan
dengan akson saraf asosiasi, sedangkan aksonnya dapat sangat panjang.
3. Sel saraf intermediet
Sel saraf intermediet disebut juga sel saraf asosiasi. Sel ini dapat ditemukan di
dalam sistem saraf pusat dan berfungsi menghubungkan sel saraf motor dengan sel
saraf sensori atau berhubungan dengan sel saraf lainnya yang ada di dalam sistem
saraf pusat. Sel saraf intermediet menerima impuls dari reseptor sensori atau sel
saraf asosiasi lainnya.
Kelompok-kelompok serabut saraf, akson dan dendrit bergabung dalam satu selubung
dan membentuk urat saraf. Sedangkan badan sel saraf berkumpul membentuk ganglion
atau simpul saraf.
C. Mekanisme Penghantar Impuls
Impuls dapat dihantarkan melalui beberapa cara, di antaranya melalui sel saraf dan
sinapsis. Berikut ini akan dibahas secara rinci kedua cara tersebut.
1. Penghantaran Impuls Melalui Sel Saraf
Penghantaran impuls baik yang berupa rangsangan ataupun tanggapan melalui serabut
saraf (akson) dapat terjadi karena adanya perbedaan potensial listrik antara bagian luar
dan bagian dalam sel. Pada waktu sel saraf beristirahat, kutub positif terdapat di
bagian luar dan kutub negatif terdapat di bagian dalam sel saraf. Diperkirakan bahwa
rangsangan (stimulus) pada indra menyebabkan terjadinya pembalikan perbedaan
potensial listrik sesaat. Perubahan potensial ini (depolarisasi)terjadi berurutan
sepanjang serabut saraf. Kecepatan perjalanan gelombang perbedaan potensial
bervariasi antara 1 sampai dengart 120 m per detik, tergantung pada diameter akson
dan ada atau tidaknya selubung mielin.
Bila impuls telah lewat maka untuk sementara serabut saraf tidak dapat dilalui oleh
impuls, karena terjadi perubahan potensial kembali seperti semula (potensial istirahat).
Untuk dapat berfungsi kembali diperlukan waktu 1/500 sampai 1/1000 detik.Energi
yang digunakan berasal dari hasil pemapasan sel yang dilakukan oleh mitokondria
dalam sel saraf.
Stimulasi yang kurang kuat atau di bawah ambang (threshold) tidak akan
menghasilkan impuls yang dapat merubah potensial listrik. Tetapi bila kekuatannya di
atas ambang maka impuls akan dihantarkan sampai ke ujung akson. Stimulasi yang
kuat dapat menimbulkan jumlah impuls yang lebih besar pada periode waktu tertentu
daripada impuls yang lemah.
2. Penghantaran Impuls Melalui Sinapsis
Titik temu antara terminal akson salah satu neuron dengan neuron lain dinamakan
sinapsis. Setiap terminal akson membengkak membentuk tonjolan sinapsis. Di dalam
sitoplasma tonjolan sinapsis terdapat struktur kumpulan membran kecil berisi
neurotransmitter; yang disebut vesikula sinapsis. Neuron yang berakhir pada tonjolan
sinapsis disebut neuron pra-sinapsis. Membran ujung dendrit dari sel berikutnya yang
membentuk sinapsis disebut post-sinapsis. Bila impuls sampai pada ujung neuron,
maka vesikula bergerak dan melebur dengan membran pra-sinapsis.
Kemudian vesikula akan melepaskan neurotransmitter berupa asetilkolin.
Neurontransmitter adalah suatu zat kimia yang dapat menyeberangkan impuls dari
neuron pra-sinapsis ke post-sinapsis. Neurontransmitter ada bermacam-macam
misalnya asetilkolin yang terdapat di seluruh tubuh, noradrenalin terdapat di sistem
saraf simpatik, dan dopamin serta serotonin yang terdapat di otak. Asetilkolin
kemudian berdifusi melewati celah sinapsis dan menempel pada reseptor yang
terdapat pada membran post-sinapsis. Penempelan asetilkolin pada reseptor
menimbulkan impuls pada sel saraf berikutnya. Bila asetilkolin sudah melaksanakan
tugasnya maka akan diuraikan oleh enzim asetilkolinesterase yang dihasilkan oleh
membran post-sinapsis.
Bagaimanakah penghantaran impuls dari saraf motor ke otot? Antara saraf motor dan
otot terdapat sinapsis berbentuk cawan dengan membran pra-sinapsis dan membran
post-sinapsis yang terbentuk dari sarkolema yang mengelilingi sel otot. Prinsip
kerjanya sama dengan sinapsis saraf-saraf lainnya.
D. Terjadinya Gerak Bebas Dan Gerak Reflex
Gerak merupakan pola koordinasi yang sangat sederhana untuk menjelaskan penghantaran
impuls oleh saraf.Gerak pada umumnya terjadi secara sadar, namun, ada pula gerak yang
terjadi tanpa disadari yaitu gerak refleks. Impuls pada gerakan sadar melalui jalan
panjang, yaitu dari reseptor, ke saraf sensori, dibawa ke otak untuk selanjutnya diolah oleh
otak, kemudian hasil olahan oleh otak, berupa tanggapan, dibawa oleh saraf motor sebagai
perintah yang harus dilaksanakan oleh efektor.
Gerak refleks berjalan sangat cepat dan tanggapan terjadi secara otomatis terhadap
rangsangan, tanpa memerlukan kontrol dari otak. Jadi dapat dikatakan gerakan terjadi
tanpa dipengaruhi kehendak atau tanpa disadari terlebih dahulu. Contoh gerak refleks
misalnya berkedip, bersin, atau batuk.
Pada gerak refleks, impuls melalui jalan pendek atau jalan pintas, yaitu dimulai dari
reseptor penerima rangsang, kemudian diteruskan oleh saraf sensori ke pusat saraf,
diterima oleh set saraf penghubung (asosiasi) tanpa diolah di dalam otak langsung dikirim
tanggapan ke saraf motor untuk disampaikan ke efektor, yaitu otot atau kelenjar. Jalan
pintas ini disebut lengkung refleks. Gerak refleks dapat dibedakan atas refleks otak bila
saraf penghubung (asosiasi) berada di dalam otak, misalnya, gerak mengedip atau
mempersempit pupil bila ada sinar dan refleks sumsum tulang belakang bila set saraf
penghubung berada di dalam sumsum tulang belakang misalnya refleks pada lutut.
E. System Saraf Pusat
Sistem saraf pusat meliputi otak (ensefalon) dan sumsum tulang belakang(Medula
spinalis). Keduanya merupakan organ yang sangat lunak, dengan fungsi yang sangat
penting maka perlu perlindungan. Selain tengkorak dan ruas-ruas tulang belakang, otak
juga dilindungi 3 lapisan selaput meninges. Bila membran ini terkena infeksi maka akan
terjadi radang yang disebut meningitis.
Ketiga lapisan membran meninges dari luar ke dalam adalah sebagai berikut.
1. Durameter merupakan selaput yang kuat dan bersatu dengan tengkorak.
2. Araknoid disebut demikian karena bentuknya seperti sarang labah-labah. Di dalamnya
terdapat cairan serebrospinalis; semacam cairan limfa yang mengisi sela sela membran
araknoid. Fungsi selaput araknoid adalah sebagai bantalan untuk melindungi otak dari
bahaya kerusakan mekanik.
3. Piameter. Lapisan ini penuh dengan pembuluh darah dan sangat dekat dengan
permukaan otak. Agaknya lapisan ini berfungsi untuk memberi oksigen dan nutrisi
serta mengangkut bahan sisa metabolisme.
Otak dan sumsum tulang belakang mempunyai 3 materi esensial yaitu:
a. Badan sel yang membentuk bagian materi kelabu (substansi grissea).
b. Serabut saraf yang membentuk bagian materi putih (substansi alba).
c. Sel-sel neuroglia, yaitu jaringan ikat yang terletak di antara sel-sel saraf di dalam
sistem saraf pusat.
Walaupun otak dan sumsum tulang belakang mempunyai materi sama tetapi susunannya
berbeda. Pada otak, materi kelabu terletak di bagian luar atau kulitnya (korteks) dan
bagian putih terletak di tengah. Pada sumsum tulang belakang bagian tengah berupa
materi kelabu berbentuk kupu-kupu, sedangkan bagian korteks berupa materi putih.
1. Otak
Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu: otak besar (serebrum), otak tengah
(mesensefalon), otak kecil (serebelum), sumsum sambung (medulla oblongata), dan
jembatan varol.
a. Otak besar (serebrum)
Otak besar mempunyai fungsi dalam pengaturan semua aktifitas mental, yaitu
yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensi), ingatan (memori), kesadaran, dan
pertimbangan.
Otak besar merupakan sumber dari semua kegiatan/gerakan sadar atau sesuai
dengan kehendak, walaupun ada juga beberapa gerakan refleks otak. Pada bagian
korteks serebrum yang berwarna kelabu terdapat bagian penerima rangsang(area
sensor) yang terletak di sebelah belakang area motor yang berfungsi mengatur
gerakan sadar atau merespon rangsangan. Selain itu terdapat area asosiasi yang
menghubungkan area motor dan sensorik. Area ini berperan dalam proses belajar,
menyimpan ingatan, membuat kesimpulan, dan belajar berbagai bahasa. Di sekitar
kedua area tersebut dalah bagian yang mengatur kegiatan psikologi yang lebih
tinggi. Misalnya bagian depan merupakan pusat proses berfikir (yaitu mengingat,
analisis, berbicara, kreativitas) dan emosi. Pusat penglihatan terdapat di bagian
belakang.
b. Otak tengah (mesensefalon)
Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di depan otak tengah
terdapat talamus dan kelenjar hipofisis yang mengatur kerja kelenjar-kelenjar
endokrin. Bagian atas (dorsal) otak tengah merupakan lobus optikus yang
mengatur refleks mata seperti penyempitan pupil mata, dan juga merupakan pusat
pendengaran.
c. Otak kecil (serebelum)
Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi gerakan otot yang terjadi
secara sadar, keseimbangan, dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan yang
merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar yang normal tidak mungkin
dilaksanakan.
d. Jembatan varol (pons varoli)
Jembatan varol berisi serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri
dan kanan, juga menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.
2. Sumsum sambung (medulla oblongata)
Sumsum sambung berfungsi menghantar impuls yang datang dari medula spinalis
menuju ke otak. Sumsum sambung juga mempengaruhi jembatan, refleks fisiologi
seperti detak jantung, tekanan darah, volume dan kecepatan respirasi, gerak alat
pencernaan, dan sekresi kelenjar pencernaan.Selain itu, sumsum sambung juga
mengatur gerak refleks yang lain seperti bersin, batuk, dan berkedip.
3. Sumsum tulang belakang (medulla spinalis)
Pada penampang melintang sumsum tulang belakang tampak bagian luar berwarna
putih, sedangkan bagian dalam berbentuk kupu-kupu dan berwarna kelabu.Pada
penampang melintang sumsum tulang belakang ada bagian seperti sayap yang terbagi
atas sayap atas disebut tanduk dorsal dan sayap bawah disebut tanduk ventral. Impuls
sensori dari reseptor dihantar masuk ke sumsum tulang belakang melalui tanduk
dorsal dan impuls motor keluar dari sumsum tulang belakang melalui tanduk ventral
menuju efektor.
Pada tanduk dorsal terdapat badan sel saraf penghubung (asosiasi konektor) yang
akan menerima impuls dari sel saraf sensori dan akan menghantarkannya ke saraf
motor.Pada bagian putih terdapat serabut saraf asosiasi. Kumpulan serabut saraf
membentuk saraf (urat saraf). Urat saraf yang membawa impuls ke otak merupakan
saluran asenden dan yang membawa impuls yang berupa perintah dari otak
merupakan saluran desenden.
F. System Saraf Tepi
Sistem saraf tepi terdiri dari sistem saraf sadai dan sistem saraf tak sadar (sistem saraf
otonom). Sistem saraf sadar mengontrol aktivitas yang kerjanya diatur oleh otak,
sedangkan saraf otonom mengontrol aktivitas yang tidak dapat diatur otak antara lain
denyut jantung, gerak saluran pencernaan, dan sekresi keringat.
1. Sistem Saraf Sadar
Sistem saraf sadar disusun oleh saraf otak (saraf kranial), yaitu saraf-saraf yang keluar
dari otak, dan saraf sumsum tulang belakang, yaitu saraf-saraf yang keluar dari
sumsum tulang belakang.Saraf otak ada 12 pasang yang terdiri dari:
Tiga pasang saraf sensori, yaitu saraf nomor 1, 2, dan 8.
Lima pasang saraf motor, yaitu saraf nomor 3, 4, 6, 11, dan 12.
Empat pasang saraf gabungan sensori dan motor, yaitu saraf nomor 5, 7, 9, dan 10.
Saraf otak dikhususkan untuk daerah kepala dan leher, kecuali nervus vagus yang
melewati leher ke bawah sampai daerah toraks dan rongga perut. Nervus vagus
membentuk bagian saraf otonom. Oleh karena daerah jangkauannya sangat luas maka
nervus vagus disebut saraf pengembara dan sekaligus merupakan saraf otak yang
paling penting.
Saraf sumsum tulang belakang berjumlah 31 pasang saraf gabungan. Berdasarkan
asalnya, saraf sumsum tulang belakang dibedakan atas 8 pasang saraf leher, 12 pasang
saraf punggung, 5 pasang saraf pinggang, 5 pasang saraf pinggul, dan satu pasang
saraf ekor.Beberapa urat saraf bersatu membentuk jaringan urat saraf yang disebut
pleksus. Ada 3 buah pleksus yaitu sebagai berikut:
a. Pleksus cervicalis merupakan gabungan urat saraf leher yang mempengaruhi
bagian leher, bahu, dan diafragma.
b. Pleksus brachialis mempengaruhi bagian tangan.
c. Pleksus Jumbo sakralis yang mempengaruhi bagian pinggul dan kaki.
2. Saraf Otonom
Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak maupun dari
sumsum tulang belakang dan menuju organ yang bersangkutan. Dalam sistem ini
terdapat beberapa jalur dan masing-masing jalur membentuk sinapsis yang kompleks
dan juga membentuk ganglion. Urat saraf yang terdapat pada pangkal ganglion
disebut urat saraf pra ganglion dan yang berada pada ujung ganglion disebut urat saraf
post ganglion.
Sistem saraf otonom dapat dibagi atas sistem saraf simpatik dan sistem
sarafparasimpatik. Perbedaan struktur antara saraf simpatik dan parasimpatik terletak
pada posisi ganglion. Saraf simpatik mempunyai ganglion yang terletak di sepanjang
tulang belakang menempel pada sumsum tulang belakang sehingga mempunyai
uratpra ganglion pendek, sedangkan saraf parasimpatik mempunyai urat pra
ganglionyang panjang karena ganglion menempel pada organ yang dibantu.Fungsi
sistem saraf simpatik dan parasimpatik selalu berlawanan (antagonis). Sistem saraf
parasimpatik terdiri dari keseluruhan "nervus vagus" bersama cabang-cabangnya
ditambah dengan beberapa saraf otak lain dan saraf sumsum sambung.
G. Fungsi system saraf
Pada tingkat paling dasar, fungsi dari sistem saraf adalah untuk mengirim sinyal dari satu
sel ke sel lain, atau dari satu bagian tubuh orang lain. Ada dua cara dasar bahwa sebuah
sel dapat mengirim sinyal ke sel lain. Yang paling sederhana adalah dengan melepaskan
zat kimia yang disebut hormon ke dalam sirkulasi internal, sehingga mereka dapat
menyebar ke tempat yang jauh. Berbeda dengan mode ini "siaran" dari sinyal, sistem saraf
menyediakan "point-to-point" sinyal-neuron proyek akson mereka ke daerah target
spesifik dan membuat koneksi sinaptik dengan sel target tertentu. Dengan demikian,
sinyal saraf mampu tingkat yang lebih tinggi dari kekhususan sinyal hormonal. Hal ini
juga jauh lebih cepat: sinyal saraf bergerak pada kecepatan tercepat yang melebihi 100
meter per detik.
Pada tingkat yang lebih integratif, fungsi utama dari sistem saraf adalah untuk mengontrol
tubuh. Karena konsistensi ini, sel-sel glutamatergic sering disebut sebagai "neuron
rangsang", dan sel GABAergic sebagai "neuron penghambatan". Sebenarnya ini
merupakan penyalahgunaan istilah-itu adalah reseptor yang rangsang dan penghambatan,
bukan neuron-tapi biasanya terlihat bahkan dalam publikasi ilmiah.
Salah satu bagian yang sangat penting dari sinapsis mampu membentuk jejak memori
dengan cara tahan lama kegiatan tergantung perubahan dalam kekuatan sinaptik. Bentuk
paling terkenal dari memori saraf adalah proses yang disebut potensiasi jangka panjang
(LTP disingkat), yang beroperasi pada sinapsis yang menggunakan neurotransmitter
glutamat yang bekerja pada tipe khusus dari reseptor yang dikenal sebagai reseptor
NMDA. Reseptor NMDA memiliki "asosiatif" properti: jika dua sel yang terlibat dalam
sinaps keduanya diaktifkan pada sekitar saat yang sama, saluran terbuka yang
memungkinkan kalsium mengalir ke sel target. Masuknya kalsium memulai kaskade
utusan kedua yang akhirnya mengarah pada peningkatan jumlah reseptor glutamat dalam
sel target, sehingga meningkatkan kekuatan efektif sinaps. Perubahan dalam kekuatan
dapat berlangsung selama minggu atau lebih. Sejak penemuan LTP pada tahun 1973, jenis
lain dari jejak memori sinaptik telah ditemukan, yang melibatkan peningkatan atau
penurunan dalam kekuatan sinaptik yang disebabkan oleh berbagai kondisi, dan terakhir
untuk periode variabel waktu. Semua bentuk modifiability sinaptik, secara kolektif,
menimbulkan plastisitas saraf, yaitu, kemampuan untuk sistem saraf untuk menyesuaikan
diri dengan variasi lingkungan.
c. Strabismus
Strabismus (Mata juling) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penyimpangan abnormal
dari letak satu mata terhadap mata yang lainnya, sehingga garis penglihatan tidak paralel dan
pada waktu yang sama, kedua mata tidak tertuju pada benda yang sama.
Epidemiologi
Strabismus terjadi pada kira-kira 2% anak-anak usia di bawah 3 tahun dan sekitar 3% remaja
dan dewasa muda. Kondisi ini mengenai pria dan wanita dalam perbandingan yang sama.
Strabismus mempunyai pola keturunan, sebagai contoh, jika salah satu atau kedua
orangtuanya strabismus, sangat memungkinkan anaknya akan strabismus juga. Namun,
beberapa kasus terjadi tanpa adanya riwayat strabismus dalam keluarga. Anak-anak
disarankan untuk dilakukan pemeriksaan mata saat usia 3-4 tahun. Bila terdapat riwayat
keluarga strabismus, pemeriksaan mata disarankan dilakukan saat usia 12-18 bulan.
Etiologi
Strabismus ditimbulkan oleh cacat motorik, sensorik atau sentral. Cacat sensorik disebabkan
oleh penglihatan yang buruk, tempat ptosis, palpebra, Parut Kornea Katarak Kongenital Cacat
Sentral akibat kerusakan otak. Cacat Sensorik dan Sentral menimbulkan Strabismus non
paralitik. Cacat motorik seperti paresis otot mata akan menyebabkan gerakan abnormal mata
yang menimbulkan strabismus paralitik. Gangguan fungsi mata seperti pada kasus kesalahan
refraksi berat atau pandangan yang lemah karena penyakit bisa berakhir pada strabismus.
Ambliopia (berkurangnya ketajaman penglihatan) dapat terjadi pada strabismus, biasanya
terjadi pada penekanan kortikal dari bayangan mata yang menyimpang.
Klasifikasi Strabismus. Terdapat beberapa jenis strabismus:
A. Strabismus horizontal
Esotropia : mata bergulir ke arah dalam
Eksotropia : mata bergulir ke arah luar
B. Strabismus vertikal:
Hipertropia : mata bergulir ke arah atas
Hipotropia : mata bergulir ke arah bawah
Gambar 1 : Jenis Strabismus
Kelainan kedudukan mata dapat dibagi dalam :
Strabismus – paralitik (noncomitant) = incomitant
Nonparalitik = (comitant = concomitant)
Manifes = strabismus = heterotropia
Laten = heteroforia
Akomodatif
Non akomodatif
Seringkali heteroforia bertambah secara progresif, sehingga kelainan deviasi ini tidak dapat
lagi diatasi, sehingga menjadi = strabismus.
Beberapa jenis strabismus akan dijelaskan dibawah ini :
I. STRABISMUS PARALITIKA (NONCOMITANT, INCOMITANT)
Tanda-tanda :
1. Gerak mata terbatas, pada daerah dimana otot yang lumpuh bekerja. Hal ini menjadi
nyata pada kelumpuhan total dan kurang nampak pada parese. Ini dapat dilihat, bila
penderita diminta supaya matanya mengikuti suatu obyek yang digerakkan ke 6 arah
kardinal, tanpa menggerakkan kepalanya (excurtion test). Keterbatasan gerak kadang-
kadang hanya ringan saja, sehingga diagnosa berdasarkan pada adanya diplopia saja.
2. Deviasi. Kalau mata digerakkan kearah lapangan dimana otot yang lumpuh bekerja,
mata yang sehat akan menjurus kearah ini dengan baik, sedangkan mata yang sakit
tertinggal. Deviasi ini akan tampak lebih jelas, bila kedua mata digerakkan kearah
dimana otot yang lumpuh bekerja. Tetapi bila mata digerakkan kearah dimana otot yang
lumpuh ini tidak berpengaruh, deviasinya tak tampak.
3. Mata melihat lurus kedepan, esotropia mata kanan nyata. Mata melihat kekiri tak
tampak esotropia. Mata melihat kekanan esotropia nyata sekali.
4. Parese m.rektus lateral mata kanan Mata kiri fiksasi (mata sehat) mata kanan ditutup
(mata sakit) deviasi mata kanan=deviasi mata primer Mata kiri yang sehat ditutup, mata
kanan yang sakit fiksasi, deviasi mata kiri = deviasi sekunder, yang lebih besar dari
pada deviasi primer.
5. Diplopia : terjadi pada lapangan kerja otot yang lumpuh dan menjadi lebih nyata bila
mata digerakkan kearah ini.
6. Ocular torticollis (head tilting). Penderita biasanya memutar kearah kerja dari otot yang
lumpuh. Kedudukan kepala yang miring, menolong diagnosa strabismus paralitikus.
Dengan memiringkan kepalanya, diplopianya terasa berkurang.
7. Proyeksi yang salah. Mata yang lumpuh tidak melihat obyek pada lokalisasi yang benar.
Bila mata yang sehat ditutup, penderita disuruh menunjukkan suatu obyek yang ada
didepannya dengan tepat, maka jarinya akan menunjukkan daerah disamping obyek
tersebut yang sesuai dengan daerah lapangan kekuatan otot yang lumpuh. Hal ini
disebabkan, rangsangan yang nyata lebih besar dibutuhkan oleh otot yang lumpuh,
untuk mengerjakan pekerjaan itu dan hal ini menyebabkan tanggapan yang salah pada
penderita.
8. Vertigo, mual-mual, disebabkan oleh diplopia dan proyeksi yang salah. Keadaan ini
dapat diredakan dengan menutup mata yang sakit.
Diagnosa berdasarkan :
1. Keterbatasan gerak
2. Deviasi
3. Diplopia. (penglihatan ganda)
Ketiga tanda ini menjadi nyata, bila mata digerakkan kearah lapangan kerja dari otot yang
sakit. Pada keadaan parese, dimana keterbatasan gerak mata tak begitu nyata adanya
diplopi merupakan tanda yang penting.
Cara pemeriksaannya dengan tes diplopi.Dengan cara ini dapat diketahui:
1. Pada arah mana didapat diplopi.
2. Apakah diplopianya bertambah kesatu arah.
3. Mata mana yang menderita.
Dengan demikian dapat diketahui mata mana dan otot mana pada mata itu yang salah.
Caranya : Penderita disuruh mengikuti gerak korek api, dengan matanya, tanpa
menggerakkan kepalanya, yang digerakkan keatas, kebawah, kekanan dan kekiri, secara
maksimal. Diperhatikan apakah timbul diplopia pada salah satu arah.
Pengukuran derajat deviasinya dengan tes Hirschberg, tes Krimski, tes Maddox cross.
Kelumpuhan otot dapat mengenai satu otot, biasanya m.rektus lateralis, m.obliqus superior
atau salah satu otot yang diurus oleh N.III. Dapat juga mengenai beberapa otot yang diurus
oleh N.III.
ESOTROPIA PARALITIKUS = ABDUSEN PALCY = NONCOMITANT
ESOTROPIA
Sering terdapat pada orang dewasa yang mendapat trauma dikepala, tumor atau peradangan
dari susunan saraf serebral. Jarang ditemukan pada anak-anak, yang biasanya disebabkan
trauma pada waktu lahir, kelainan kongenital dari m.rektus lateralis atau persarafannya.
Tanda-tandanya :
- Gangguan pergerakan mata kearah luar.
- Diplopi homonim, yang menjadi lebih hebat, bila mata digerakkan kearah luar.
- Kepala dimiringkan kearah otot yang lumpuh.
- Deviasinya menghilang, bila mata digerakkan kearah yang berlawanan dengan otot
yang lumpuh.
- Pada anak dibawah 6 tahun, dimana pola sensorisnya belum tetap, timbul supresi,
sehingga tidak timbul diplopia.
- Pada orang dewasa, dimana esotropianya terjadi sekonyong-konyong, penderita
mengeluh ada diplopia, karena pola sensorisnya sudah tetap dan bayangan dari obyek
yang dilihatnya jatuh pada daerah-daerah retina dikedua mata yang tidak bersesuaian
(corresponderend).
Pengobatan :
Penderita diobati dahulu secara nonoperatif selama 6 bulan, menurut kausanya, kalau dapat
dengan kerjasama beserta seorang ahli saraf. Bila terdapat diplopia, mata yang sakit ditutup
untuk menghilangkan diplopia dan segala akibatnya. Adapula yang menutup mata yang
sehat untuk menghilangkan diplopianya.
Baik pada anak ataupun dewasa, bila setelah 6 bulan pengobatan belum ada perbaikan,
baru dilakukan operasi, yaitu reseksi dari m.rektus lateralis atau reseksi dari m.rektus
medialis, sebab bila dibiarkan terlalu lama dapat terjadi atrofi dari otot.
KELUMPUHAN DARI N.III (N. OKULOMOTORIUS)
Pada kelumpuhan total dari saraf ini didapatkan :
- Ptosis.Bola mata hampir tak dapat bergerak. Keterbatasan bergerak kearah atas, kenasal
dan sedikit kearah bawah.
- Mata berdeviasi ketemporal, sedikit kebawah. Kepala berputar kearah bahu pada sisi
otot yang lumpuh.
- Sedikit eksoftalmus, akibat paralise dari 3 mm rekti yang dalam keadaan normal
mendorong mata kebelakang.
- Pupil midriasis, reaksi cahaya negatif, akomodasi lumpuh.
- Ada crossed diplopia.
Hal tersebut terjadi oleh karena N.III mengurusi :
M.rektus superior, m.rektus medialis, m.rektus lateralis, m.obliqus inferior, m. sfingter
pupil, mm.siliaris. bila ini semua lumpuh tinggal m.rektus lateralis, m.obliqus superior
yang bekerja, karena itu mata berdeviasi kearah temporal sedikit kearah bawah dan intorsi
(berputar kearah nasal). Pupil lebar tak ada akomodasi.
Kelumpuhan N.III sering tak sempurna hanya mengenai 2-3 otot saja. Dapat disertai
dengan kelumpuhan dari otot-otot lain. Bila terdapat kelumpuhan dari semua otot-otot,
termasuk otot iris dan badan siliar, disebut oftalmoplegia totalis. Kalau hanya terdapat
kelumpuhan dari otot-otot mata luar, disebut oftalmoplegia eksterna, yang ini lebih sering
terjadi. Kelumpuhan yang terbatas pada m.sfingter pupil dan badan siliar, disebut
oftalmoplegia interna.
Hal ini sering dijumpai misalnya pada :
Pemakaian midriatika, sikloplegia, waktu mengadakan pemeriksaan fundus atau
refraksi
Kontusio bulbi
Akibat lues, difteri, diabetes, penyakit serebral.
Dalam hal ini kita dapatkan pupil lebar, tak ada akomodasi. Pada oftalmoplegia interna,
diobati menurut penyebabnya dan lokal diberikan pilokarpin atau eserin. Kalau
akomodasinya tetap hilang, beri pula kacamata sferis (+) 3 D untuk pekerjaan dekat.
Penyebabnya :
Kelainannya dapat terjadi pada setiap tempat dari korteks serebri ke otot. Macam kelainan
dapat eksudat, perdarahan, periostitis, tumor, trauma, perubahan pembuluh darah yang
menyebabkan penekanan atau peradangan pada saraf. Jarang-jarang disebabkan
peradangan atau degenerasi primer. Pada umumnya disebabkan oleh lues yang dapat
menyebabkan tabes, ensefalitis. Infeksi akut (difteri, influenza), keracunan (alkohol),
diabetes mellitus, penyakit-penyakit sinus, trauma, sebagai penyebab yang lainnya.
Terjadinya bisa sekonyong-konyong ataupun perlahan-lahan, tetapi perjalanan penyakitnya
selalu menahun. Kekambuhan sering terjadi. Kalau telah terjadi lama, prognosis tidak
menguntungkan lagi, karena kemungkinan terjadinya atrofi dari otot-otot yang lumpuh dan
kontraksi dari otot lawannya.
Pengobatan :
Untuk menghindari diplopia, mata yang sakit ditutup. Ada pula yang menutup mata yang
sehat.Kalau setelah pengobatan kira-kira 6 bulan tetap lumpuh, dilakukan operasi reseksi
dari otot yang lumpuh disertai resesi dari otot lawannya. Supaya tidak terjadi atrofi dari
otot yang lumpuh. Hasil dari operasi ini sering mengecewakan, tetapi perbaikan kosmetis
mungkin dapat memuaskan.
Kelumpuhan m.rektus medialis :
Menyebabkan strabismus divergens, gangguan gerak kearah nasal, cross diplopi. Kelainan
ini bertambah bila mata digerakkan kearah nasal (aduksi). Kepala dimiringkan kearah otot
yang sakit.
Kelumpuhan m.rektus superior :
Terdapat keterbatasan gerak keatas, hipotropia, diplopia campuran (diplopi vertikal dan
crossed diplopia). Bayangan dari mata yang sakit terdapat diatas bayangan mata yang
sehat. Kelainan bertambah pada gerakan mata keatas.
Kelumpuhan m.rektus inferior :
Terdapat keterbatasan gerak mata kebawah, hipertropia, diplopi campuran, crossed, yang
bertambah hebat bila mata digerakkan kebawah. Bayangan dari mata yang sakit terletak
lebih rendah.
Kelumpuhan m.obliqus superior :
Terdapat keterbatasan gerak kearah bawah terutama nasal inferior, strabismus yang
vertikal, diplopia campuran, terutama vertikal dan homonim yang bertambah hebat bila
mata digerakkan kearah nasal inferior. Bayangan dari mata yang sakit terletak lebih
rendah.
Kelumpuhan m.obliqus inferior :
Terdapat keterbatasan gerak keatas, terutama atas nasal, strabismus vertikal, diplopia
campuran, homonim. Kelainan ini bertambah bila mata digerakkan kearah temporal atas.
Bayangan dari mata yang sakit terletak lebih tinggi.
II. STRABISMUS NONPARALITIK
Disini kekuatan duksi dari semua otot normal dan mata yang berdeviasi mengikuti gerak
mata yang sebelahnya pada semua arah dan selalu berdeviasi dengan kekuatan yang sama.
Deviasi primer (deviasi pada mata yang sakit) sama dengan deviasi sekunder (deviasi pada
mata yang sehat). Mata yang ditujukan pada obyek disebut fixing eye, sedang mata yang
berdeviasi disebut squinting eye.
Dibedakan strabismus nonparalitika – nonakomodatif – akomodatif – berhubungan dengan
kelainan refraksi.
STRABISMUS NONPARALITIK NONAKOMODATIF :
Deviasinya telah timbul pada waktu lahir atau pada tahun-tahun pertama. Deviasinya sama
kesemua arah dan tidak dipengaruhi oleh akomodasi. Karena itu penyebabnya tak ada
hubungannya dengan kelainan refraksi atau kelumpuhan otot-otot.
Mungkin disebabkan oleh :
Insersi yang salah dari otot-otot yang bekerja horizontal. Gangguan keseimbangan gerak
bola mata, dapat terjadi karena gangguan yang bersifat sentral, berupa kelainan kwantitas
rangsangan pada otot. Hal ini disebabkan kesalahan persarafan terutama dari perjalanan
supranuklear, yang mengelola konvergensi dan divergensi. Kelainan ini dapat
menimbulkan proporsi yang tidak baik antara kekuatan konvergensi dan divergensi. Untuk
melakukan konvergensi dari kedua mata, harus ada kontraksi yang sama dan serentak dari
kedua m.rektus internus, sehingga terjadi gerakan yang sama dan simultan dari mata ke
nasal. Divergensi dan konvergensi adalah bertentangan, overaction dari yang satu
menyebabkan kelemahan dari yang lain dan sebaliknya. Rangsangan sentral yang
berlebihan untuk konvergensi, menyebabkan kedudukan bola mata yang normal untuk
penglihatan jauh (divergensi) sedang menjadi strabismus konvergens untuk penglihatan
dekat (konvergensi).
Dibedakan :
- Kelebihan konvergensi : (convergence excess) pada penglihatan jauh normal, pada
penglihatan dekat timbul strabismus konvergens.
- Kelebihan divergensi (divergence exess) : pada penglihatan dekat normal. pada
penglihatan jauh timbul strabismus divergens.
- Kelemahan konvergensi : (convergence insufficiency) : pada penglihatan jauh normal,
pada penglihatan dekat timbul strabismus divergens.
- Kelemahan divergensi (divergence insufficiency) : pada penglihatan dekat normal, pada
penglihatan jauh timbul strabismus konvergens.
- Kekurangan daya fusi : Kelainan daya fusi kongenital sering didapatkan. Daya fusi ini
berkembang sejak kecil dan selesai pada umur 6 tahun. Ini penting untukk penglihatan
binokuler tunggal yang menyebabkan mata melihat lurus. Tetapi bila daya fusi ini
terganggu secara kongenital atau terjadi gangguan koordinasi motorisnya, maka akan
menyebabkan strabismus. Pada kasus yang idiopatis, kesalahan mungkin terletak pada
dasar genetik. Eksotropik dan esotropia sering merupakan keturunan autosomal
dominan. Kadang-kadang pada anak dengan esotropia, didapatkan orang tuanya dengan
esoforia yang hebat. Tidak jarang strabismus nonakomodatif tertutup oleh faktor
akomodatif, sehingga bila kelainan refraksinya dikoreksi, strabismusnya hanya
diperbaiki sebagian saja.
Tanda-tanda :
1. Kelainan kosmetik, sehingga pada anak-anak yang lebih besar merupakan beban mental.
2. Tak terdapat tanda-tanda astenopia.
3. Tak ada hubungan dengan kelainan refraksi.
4. Tak ada diplopia, karena terdapat supresi dari bayangan pada mata yang berdeviasi.
Pada strabismus yang monokuler, karena supresi dapat terjadi ambliopia ex anopsia. Bila
deviasinya mulai pada umur muda dan sudut deviasinya besar, maka bayangan dimakula
yang terdapat pada mata yang fiksasi (fixing eye) terdapat didaerah diluar makula pada
mata yang berdeviasi (squiting eye). Jadi terdapat abnormal retinal correspondence
(binocular fals projection). Pengukuran derajat deviasinya dilakukan dengan : tes
Hisrchberg, tes Krimsky, tes Maddox cross. Pemeriksaan kekuatan duksi untuk mengukur
kekuatan otot.
Pengobatan :
1. Preoperatif
Pengobatan yang paling ideal pada setiap strabismus adalah bila tercapai hasil
fungsionil yang baik, yaitu penglihatan binokuler yang normal dengan stereopsis,
disamping perbaikan kosmetik. Hal ini sukar dicapai karena tergantung dari pada :
1. lamanya strabismus.
2. umur anak pada waktu diperiksa.
3. sikap orang tuanya.
4. kelainan refraksi.
Pada strabismus yang sudah berlangsung lama dan anak berumur 6 tahun atau lebih
pada waktu diperiksa pertama, maka hasil pengobatannya hanya kosmetis saja.
Sedapat mungkin ambliopia pada mata yang berdeviasi harus dihilangkan dengan:
1. Menutup mata yang normal (terapi oklusi = patching).
Dengan demikian penderita dipaksa untuk memakai matanya yang berdeviasi.
Biasanya ketajaman penglihatannya menunjukkan perbaikan dalam 4-10 minggu.
Penutupan ini mempunyai pengaruh baik pada pola sensorisnya retina, tetapi tidak
mempengaruhi deviasi. Sebaiknya terapi penutupan sudah dimulai sejak usia 6
bulan, untuk hindarkan timbulnya ambliopia. Pada anak berumur dibawah 5 tahun
dapat diteteskan sulfas atropin 1 tetes satu bulan, sehingga mata ini tak dipakai kira-
kira 2 minggu. Ada pula yang menetesinya setiap hari dengan homatropin sehingga
mata ini beberapa jam sehari tak dipakai. Sedang pada anak-anak yang lebih besar,
dilakukan penutupan matanya 2-4 jam sehari. Penetesan atau penutupan jangan
dilakukan terlalu lama, karena takut menyebabkan ambliopia pada mata yang sehat
ini.
2. Pengobatan dengan cara penutupan, pada anak yang sudah mengerti (3 tahun),
harus dikombinasikan dengan latihan ortoptik untuk mendapatkan penglihatan
binokuler yang baik. Kalau pengobatan preoperatif sudah cukup lama dilakukan,
kira-kira 1 tahun, tetapi tak berhasil, maka dilakukan operasi.
2. Operatif
Tindakan operatif sebaiknya dilakukan pada umur 4-5 tahun, supaya bila masih ada
strabismusnya yang belum terkoreksi dapat dibantu dengan latihan.Prinsip operasinya :
- Reseksi dari otot yang terlalu kuat
- Reseksi dari otot yang terlalu lemah.
ESOTROPIA NONAKOMODATIVA
Meliputi lebih dari setengahnya strabismus nonparalitika. Deviasinya sudah timbul pada
waktu lahir atau pada tahun-tahun pertama. Deviasinya sama kesemua arah dan tak
terpengaruhi oleh akomodasi, tak ada hubungan dengan kelainan refraksi atau kelumpuhan
otot.Penyebabnya mungkin insersi yang salah dari otot bekerja horizontal, kelainan
persarafan supranuklear atau kelainan genetis.
Pengobatan :Terapi penutupan secepat mungkin, disamping latihan ortoptik, sebelum
dilakukan tindakan operatif :
Resesi dari m.rektus medialis
Reseksi dari m.rektus lateralis.
STRABISMUS NONPARALITIKA AKOMODATIVA
Gangguan keseimbangan konvergensi dan divergensi dapat juga berdasarkan akomodasi,
jadi berhubungan dengan kelainan refraksi.Dapat berupa :
- Strabismus konvergens (esotropia)
- Strabismus divergens (eksotropia).
Pemeriksaan yang dilakukan :
Pemeriksaan refraksi harus dilakukan dengan sikloplegia, untuk menghilangkan pengaruh
dari akomodasi.
Caranya :
- Pada anak-anak dengan pemberian sulfas atropin 1 tetes sehari, tiga hari berturut-turut,
diperiksa pada hari keempat.
- Pada orang dewasa diteteskan homatropin 1 tetes setiap 15 menit, tiga kali berturut-
turut, diperiksa 1 jam setelah tetes terakhir.
- Pengukuran derajat deviasi dengan tes Hirschberg, tes Krismky, tes Maddox cross.
- Pemeriksaan kekuatan duksi, untuk mengukur kekuatan otot yang bergerak pada arah
horizontal (adduksi = m.rektus medialis; abduksi = m.rektus lateralis).
Pengobatan :
1. Koreksi dari kelainan refraksi, dengan sikloplegia.
2. Hindari ambliopia dengan penetesan atropin atau penutupan pada mata yang sehat.
3. Meluruskan aksis visualis dengan operasi (mata menjadi ortofori).
4. Memperbaiki penglihatan binokuler dengan latihan ortoptik.
STRABISMUS KONVERGENS NONPARALITIK AKOMODATIF
(KONKOMITAN AKOMODATIF)
Dinamakan juga esotropia, dimana mata berdeviasi kearah nasal. Kelainan ini berhubungan
dengan hipermetropia atau hipermetropia yang disertai astigmat. Tampak pada umur muda,
antara 1-4 tahun, dimana anak mulai mempergunakan akomodasinya untuk melihat benda-
benda dekat seperti mainan atau gambar-gambar. Mula-mula timbul periodik, pada waktu
penglihatan dekat atau bila keadaan umumnya terganggu, kemudian menjadi tetap, baik
pada penglihatan jauh ataupun dekat.
Kadang-kadang dapat menghilang pada usia pubertas. Anak yang hipermetrop,
mempergunakan akomodasi pada waktu penglihatan jauh, pada penglihatan dekat
akomodasi yang dibutuhkan lebih banyak lagi. Akomodasi dan konvergensi erat
hubungannya, dengan penambahan akomodasi konvergensinyapun bertambah pula. Pada
anak dengan hipermetrop ini, mulai terlihat esoforia periodik pada penglihatan dekat,
disebabkan rangsangan berlebihan untuk konvergensi. Lambat laun kelainan deviasi ini
bertambah sampai fiksasi binokuler untuk penglihatan dekat tak dapat dipertahankan lagi,
dan terjadilah strabismus konvergens untuk dekat. Kemudian terjadi pula esotropia pada
penglihatan jauh.
Pengobatan :
1. Koreksi refraksi dengan sikloplegia. Harus diberikan koreksi dari hipermetropia totalis,
dan kacamata dipakai terus-menerus. Karena terdapat akomodasi yang berlebihan, juga
dapat diberikan kacamata untuk dekat meskipun belum usia presbiopia, untuk
mengurangi akomodasinya. Jadi diberikan kacamata bifokal.
2. Mata yang sehat ditutup atau ditetesi atropin untuk memperbaiki visus pada mata yang
sakit, 1 tetes 1 bulan 1 kali dapat juga dengan homatropin setiap hari atau penutupan
mata yang sehat. Kacamata harus diperiksa berulang kali, karena mungkin terdapat
perubahan, sampai kelainan refraksinya tetap.
3. Latihan ortoptik harus dilakukan bersamaan dengan perbaikan koreksi untuk
memperbaiki pola sensorik dari retina, sehingga memperbesar kemungkinan untuk
dapat melihat binokuler.
4. Kalau setelah tindakan diatas esotropianya masih ada, dan kelainan deviasinya tidak
begitu besar, dapat diberikan koreksi dengan prisma, basis temporal.
5. Bila semua tindakan tidak menghilangkan kelainan deviasinya, maka dilakukan operasi,
untuk meluruskan matanya.
6. Setelah operasi, diteruskan latihan ortoptik untuk memperbaiki penglihatan binokuler.
Pada esotropia untuk jarak jauh, dilakukan reseksi m.rektus eksternus, (otot yang
lemah). Pada esotropi jarak dekat, perlu resesi m.rektus internus (otot yang kuat). Untuk
esotropi yang hebat, lebih dari 30 derajat, terjadi jauh dekat, dilakukan operasi
kombinasi.
STRABISMUS DIVERGENS NONPARALITIK AKOMODATIF (EKSOTROPI
KONKOMITAN AKOMODATIF)
Mata berdeviasi kearah temporal. Hubungannya dengan miopia. Sering juga didapat, bila
satu mata kehilangan penglihatannya sedang mata yang lain penglihatannya tetap baik,
sehingga rangsangan untuk konvergensi tak ada, maka mata yang sakit berdeviasi keluar.
Strabismus divergens biasanya mulai timbul pada waktu masa remaja atau dewasa muda.
Lebih jarang terjadi.Dapat dimulai dengan :
- Kelebihan divergensi
- Kelemahan konvergensi.
Pada miopia mulai dengan kelemahan akomodasi pada jarak dekat, orang miop hanya
sedikit atau tidak memerlukan akomodasi, sehingga menimbulkan kelemahan konvergensi
dan timbullah kelainan eksotropia untuk penglihatan dekat sedang untuk penglihatan
jauhnya normal. tetapi pada keadaan yang lebih lanjut, timbul juga eksotropia pada jarak
jauh. Bila penyebabnya divergens yang berlebihan, yang biasanya merupakan kelainan
primer, mulai tampak sebagai eksotropia untuk jarak jauh. Tetapi lama kelamaan kekuatan
konvergensi melemah, sehingga menjadi kelainan yang menetap, baik untuk jauh maupun
dekat.
Pengobatan :
- Koreksi penuh dari miopinya, ditambah overkoreksi 0,5-0,75 dioptri untuk memaksa
mata itu berakomodasi, kacamata ini harus dipakai terus-menerus
- Latihan ortoptik, untuk memperbaiki penglihatan binokuler, disamping terapi oklusi.
- Operasi, bila cara yang terdahulu tak memberikan pengobatan yang memuaskan.
- Pada eksotropia hanya untuk jarak jauh, dilakukan dari m.rektus lateralis, sedang pada
kelemahan dari daya konvergensi, yang timbulkan eksotropia pada jarak dekat
dilakukan reseksi dari m.rektus medialis. Untuk eksotropia yang menetap untuk jauh
dan dekat, dilakukan operasi kombinasi. Bila kelainan deviasinya tak begitu besar, dapat
dicoba dulu dengan kacamata prisma basis nasal.
- Pada bayi dan anak kecil ada kecenderungan konvergensi yang berlebihan, yang
dipengaruhi oleh persarafan supranuklear. Kecenderungan untuk berdivergensi menjadi
lebih besar dengan bertambahnya umur. Karena itu, bila tidak ada daya untuk berfusi,
seperti pada mata yang buta atau mata dengan visus yang sangat menurun, maka mata
ini akan berdeviasi kenasal pada anak-anak sampai umur 6 tahun dan pada orang-orang
yang lebih dari 6 tahun usianya akan berdeviasi kearah temporal.
d. Miopi
Definisi
Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk ke mata jatuh di
depan retina pada mata yang istirahat (tanpa akomodasi). Gambaran kelainan pemfokusan
cahaya di retina pada miopia, dimana cahaya sejajar difokuskan didepan retina.
Gambar. Pembentukan fokus pada mata miopia.
Klasifikasi Miopia
- Miopia dibagi berdasarkan beberapa karakteristik sebagai berikut :
1. Menurut jenis kelainannya, Vaughan membagi miopia menjadi :
- Miopia aksial, dimana diameter antero-posterior dari bola mata lebih panjang
dari normal.
- Miopia kurvatura, yaitu adanya peningkatan curvatura kornea atau lensa.
- Miopia indeks, terjadi peningkatan indeks bias pada cairan mata.
2. Menurut perjalanan penyakitnya, miopia di bagi atas (Ilyas, 2005) :
Miopia stasioner yaitu miopia yang menetap setelah dewasa.
Miopia progresif, yaitu miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat
bertambah panjangnya bola mata.
Miopia maligna, yaitu keadaan yang lebih berat dari miopia progresif, yang dapat
mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi progresifitas miopia antara lain : (Mangunkusumo,
1986; Rahman, 1992) :
1. Usia, makin muda usia anak semakin besar pertumbuhan anatomis bola matanya.
2. Penyakit pada mata.
3. Kerja dekat.
4. Intensitas cahaya.
5. Posisi tubuh.
- Berdasarkan penyebab miopia, menurut Sidarta Ilyas :
Miopia refraktif adalah bertambahnya indeks bias media penglihatan, seperti pada
katarak.
Miopia aksial adalah akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan kelengkungan
kornea dan lensa yang normal.
- Berdasarkan ukuran derajat dapat dibagi atas (Ilyas, 2006):
Miopia ringan 1-3 dioptri
Miopia sedang 3-6 dioptri
Miopia berat > 6 dioptri
- Menurut timbulnya oleh Lendner dibagi atas (Rahman,1992) :
o Kongenital
o Infantil
o Yuvenil
- Secara klinik dan berdasarkan perkembangan patologi yang timbul pada mata, maka
miopia dibagi atas (Ilyas, 2003)
Miopia simple
Miopia patologi
Etiologi
Etiologi miopia belum diketahui secara pasti. Ada beberapa keadaan yang dapat
menyebabkan timbulnya miopia seperti alergi, gangguan endokrin, kekurangan makanan,
herediter, kerja dekat yang berlebihan dan kekurangan zat kimia (kekurangan kalsium,
kekurangan vitamin) (Desvianita cit Slone, 1997).
Pada mata miopia fokus sistem optik mata terletak di depan retina, sinar sejajar yang
masuk ke dalam mata difokuskan di dalam badan kaca. Jika penderita miopia tanpa
koreksi melihat ke objek yang jauh, sinar divergenlah yang akan mencapai retina sehingga
bayangan menjadi kabur. Ada dua penyebab yaitu : daya refraksi terlalu kuat atau sumbu
mata terlalu panjang (Hoolwich, 1993).
Miopia yang sering dijumpai adalah miopia aksial. Miopia aksial adalah bayangan jatuh di
depan retina dapat terjadi jika bola mata terlalu panjang. Penyebab dari miopia aksial
adalah perkembangan yang menyimpang dari normal yang di dapat secara kongenital pada
waktu awal kelahiran, yang dinamakan tipe herediter. Bila karena peningkatan kurvatura
kornea atau lensa, kelainan ini disebut miopia kurvatura (desvianita cit Slone, 1997).
Penyebab panjangnya bola mata dapat diakibatkan beberapa keadaan :
1. Tekanan dari otot ekstra okuler selama konvergensi yang berlebihan.
2. Radang, pelunakan lapisan bola mata bersama-sama dengan peningkatan tekanan yang
dihasilkan oleh pembuluh darah dari kepala sebagai akibat dari posisi tubuh yang
membungkuk.
3. Bentuk dari lingkaran wajah yang lebar yang menyebabkan konvergensi yang
berlebihan (Desvianita cit Perera, 1997).
Peningkatan kurvatura kornea dapat ditemukan pada keratokonus yaitu kelainan pada
bentuk kornea. Pada penderita katarak (kekeruhan lensa) terjadi miopia karena lensa
bertambah cembung atau akibat bertambah padatnya inti lensa ( Desvianita cit Slone,
1997). Miopia dapat ditimbulkan oleh karena indeks bias yang tidak normal, misalnya
akibat kadar gula yang tinggi dalam cairan mata (diabetes mellitus) atau kadar protein
yang meninggi pada peradangan mata. Miopia bias juga terjadi akibat spasme
berkepanjangan dari otot siliaris (spasme akomodatif), misalnya akibat terlalu lama
melihat objek yang dekat. Keadaan ini menimbulkan kelainan yang disebut pseudo miopia
(Sastradiwiria, 1989).
Gambaran Klinik
Sebahagian kasus-kasus miopia dapat diketahui dengan adanya kelainan pada jarak
pandang. Pada tingkat ringan, kelainan baru dapat diketahui bila penderita telah diperiksa
(Desvianita cit Adler, 1997).
Gejala subjektif :
1. Akibat sinar dari suatu objek jauh difokuskan di depan retina, maka penderita miopia
hanya dapat melihat jelas pada waktu melihat dekat, sedangkan penglihatan kabur bila
melihat objek jauh.
2. Keluhan astenopia, seperti sakit kepala yang dengan sedikit koreksi dari miopianya
dapat disembuhkan.
3. Kecendrungan penderita untuk menyipitkan mata waktu melihat jauh untuk
mendapatkan efek “pinhole” agar dapat melihat dengan lebih jelas.
4. Penderita miopia biasanya suka membaca, sebab mudah melakukannya tanpa usaha
akomodasi (Slone, 1979).
Gejala objektif :
1. Miopia simple :
Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif lebar.
Kadang-kadang bola mata ditemukan agak menonjol.
Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat disertai
kresen miopia yang ringan disekitar papil saraf optik.
2. Miopia Patologi :
Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simple.
Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kalainan-kelainan pada :
o Korpus vitreum
o Papil saraf optik
o Makula
o Retina terutama pada bagian temporal
o Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina.
Diagnosis
Diagnosis miopia dapat ditegakkan dengan cara refraksi subjektif dan objektif, setelah
diperiksa adanya visus yang kurang dari normal tanpa kelainan organik (Sastrawiria,
1989).
a. Cara Subyektif
Cara subyektif ini penderita aktif menyatakan kabur terangnya saat di periksa.
Pemeriksaan dilakukan guns mengetahui derajat lensa negatif yang diperlukan untuk
memperbaiki tajam penglihatan sehingga menjadi normal atau tercapai tajam
penglihatan terbaik. Alat yang digunakan adalah kartu Snellen, bingkai percobaan dan
sebuah set lensa coba.
Tehnik pemeriksaan :
1. Penderita duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter.
2. Pada mata dipasang bingkai percobaan dan satu mata ditutup.
3. Penderita di suruh membaca kartu Snellen mulai huruf terbesar dan diteruskan
sampai huruf terkecil yang masih dapat dibaca.
4. Lensa negatif terkecil dipasang pada tempatnya dan bila tajam penglihatan
menjadi lebih baik ditambahkan kekuatannya perlahan-lahan hingga dapat di baca
huruf pada baris terbawah.
5. Sampai terbaca basis 6/6.
Mata yang lain dikerjakan dengan cara yang sama (Ilyas, 2003).
b. Cara Obyektif
Cara ini untuk anomali refraksi tanpa harus menanyakan bagaimana tambah atau
kurangnya kejelasan yang di periksa, dengan menggunakan alat-alat tertentu yaitu
retinoskop. Cara objektif ini dinilai keadaan refraksi mata dengan cara mengamati
gerakan bayangan cahaya dalam pupil yang dipantulkan kembali oleh retina. Pada
saat pemeriksaan retinoskop tanpa sikloplegik (untuk melumpuhkan akomodasi),
pasien harus menatap jauh. Mata kiri diperiksa dengan mata kiri, mata kanan dengan
mata kanan dan jangan terlalu jauh arahnya dengan poros visuil mata. Jarak
pemeriksaan biasanya ½ meter dan dipakai sinar yang sejajar atau sedikit divergen
berkas cahayanya. Bila sinar yang terpantul dari mata dan tampak di pupil bergerak
searah dengan gerakan retinoskop, tambahkan lensa plus. Terus tambah sampai
tampak hampir diam atau hampir terbalik arahnya. Keadaan ini dikatakan point of
reversal (POR), sebaliknya bila terbalik tambahkan lensa minus sampai diam. Nilai
refraksi sama dengan nilai POR dikurangi dengan ekivalen dioptri untuk jarak
tersebut, misalnya untuk jarak ½ meter dikurangi 2 dioptri (Sastrawiria, 1989).
Cara pemeriksaan subyektif dan obyektif biasanya dilakukan pada setiap pasien. Cara ini
sering dilakukan pada anak kecil dan pada orang yang tidak kooperatif, cukup dengan
pemeriksaan objektif. Untuk yang tidak terbiasa, pemeriksaan subjektif saja pada
umumnya bisa dilakukan (Sastrawiria, 1989).
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan miopia adalah dengan mengusahakan sinar yang masuk mata difokuskan
tepat di retina. Penatalaksanaan miopia dapat dilakukan dengan cara :
1. Cara optik
Kacamata (Lensa Konkaf)
Koreksi miopia dengan kacamata, dapat dilakukan dengan menggunakan lensa konkaf
(cekung/negatif) karena berkas cahaya yang melewati suatu lensa cekung akan
menyebar. Bila permukaan refraksi mata mempunyai daya bias terlalu tinggi atau bila
bola mata terlalu panjang seperti pada miopia, keadaan ini dapat dinetralisir dengan
meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata. Lensa cekung yang akan
mendivergensikan berkas cahaya sebelum masuk ke mata, dengan demikian fokus
bayangan dapat dimundurkan ke arah retina (Guyton, 1997).
Lensa kontak
Lensa kontak dari kaca atau plastik diletakkan dipermukaan depan kornea. Lensa ini
tetap ditempatnya karena adanya lapisan tipis air mata yang mengisi ruang antara lensa
kontak dan permukaan depan mata. Sifat khusus dari lensa kontak adalah
menghilangkan hampir semua pembiasan yang terjadi dipermukaan anterior kornea,
penyebabnya adalah air mata mempunyai indeks bias yang hampir sama dengan
kornea sehingga permukaan anterior kornea tidak lagi berperan penting sebagai dari
susunan optik mata. Sehingga permukaan anterior lensa kontaklah yang berperan
penting.
2. Cara operasi
Cara operasi pada kornea. Ada beberapa cara, yaitu :
1. Radikal keratotomy (dengan pisau) yaitu operasi dengan menginsisi kornea perifer
sehingga kornea sentral menjadi datar. Hal ini menyebabkan sinar yang masuk ke
mata menjadi lebih dekat ke retina.
2. Excimer laser (dengan sinar laser) yaitu operasi dengan menggunakan tenaga laser
untuk mengurangi kecembungannya dan dilengketkan kembali.
3. Keratomileusis yaitu bila kornea yang terlalu cembung di insisi kemudian dikurangi
kecembungannya dan dilengketkan kembali.
4. Epiratopati yaitu operasi dengan melakukan penjahitan keratolens yang sesuai
dengan koreksi refraksi ke kornea penderita yang telah di buang epitelnya.
Cara operasi di atas masih mempunyai kekurangan – kekurangan, oleh karena itu
paraahli mencoba untuk mencari jalan lain yang dapat mengatasi kekurangan tersebut
dengan jalan mengambil lensa mata yang masih jernih (clear lens extraction/CLE).
Prognosis
Pada tingkat ringan dan sedang dari miopia simple prognosisnya baik bila penderita
miopia memakai kacamata yang sesuai dan mengikuti petunjuk kesehatan. Bila progresif
miopia prognosisnya buruk terutama bila di sertai oleh perubahan koroid dan vitreus,
sedangkan pada miopia maligna prognosisnya sangat jelek.
e. Nervus VI
Merupakan saraf motoris kecil yang mempersarafi m. Rectus lateralis mata. Saraf ini
muncul dari permukaan anterior otak, diantara pinggir bawah pons dengan medulla
oblongata. Mula-mula saraf ini terletak di fossa cranii posterior kemudian membelok
dengan tajam ke depan, melintas pinggir superior pars petrosa ossis temporalis. Setelah
masuk sinus cavernosus, saraf ini berjalan ke depan bersama a. Carotis interna masuk ke
rongga orbita melalui fissura orbitalis superior.
Lesi N VI melumpuhkan otot rektus lateralis, jadi melirik kearah luar ( lateral, temporal)
terganggu pada mata yang terlibat, yang mengakibatkan diplopia horisontal. Bila pasien
melihat lurus kedepan, posisi mata yang telibat sedikit mengalami aduksi, disebabkan oleh
aksi yang berlebihan dari otot rektus medialis yang tidak terganggu.
Etiologi
Beberapa penyebab gangguan N VI adalah :
1. Vaskuler, misalnya pada infark, arteritis, anerisma (a.basilaris).
2. Trauma, misalnya fraktur os petrosum.
3. Tekanan intrakranial tinggi.
4. Mastoiditis.
5. Meningitis.
6. Sarkidosis.
7. Glioma di pons.
Saraf ini panjang jalannya intrakranial, yang membuatnya rawan terhadap gangguan,
misalnya oleh fraktur dasar tulang tengkorak, tumor otak, meningitis basalis, lesi di sinus
lavernosus, atau fisura orbitalis superior. Kelumpuhan abdusen dapat terjadi pada tekanan
intrakranial yang tinggi, dan dengan demikian tidak mempunyai nilai lokalisasi.
Kelumpuhan Otot Mata Multiple
Pada parases otot yang multipel, perlu dipikirkan kelumpuhan lebih dari satu saraf,
misalnya oleh proses di sinus kavernosus atau fisura orbitalis superior. Kelumpuhan ini
dapat juga disebabkan miasrenia gravis. Pada miastenia gravis, disamping proses otot
penggerak bola mata dapat pula dijumpai ptosis. Melihat ganda dapat pula terjadi oleh
miopati karena penyakit Graves.
Fungsi N III, IV, VI saling berkaitan dan diperiksa secara bersama-sama. Fungsinya ialah
menggerakkan otot mata ekstraokular dan mengangkat kelopak mata.
Cara Pemeriksaan:
Selagi wawancara dengan pasien perhatikan celah matanya, apakah ada ptosis,
eksoftalmus, enoftalmus dan apakah ada strasbismus (jereng). Selain itu , apakah
cenderung memejamkan matanya yang kemungkinan disebabkan oleh diplopia.
Setelah itu lakukan pemeriksaan yang lebih teliti mengenai ptosis, besar pupil, reaksi
cahaya pupil, reaksi akomodasi, kedudukan bola mata, gerakan bola mata dan nistagmus.
Kerusakan nervus VI saja biasanya tidak mempunyai nilai lokalisasi; ia mudah terganggu
karena jalan sarafnya yang panjang. Ia dapat lumpuh pada tekanan intrakranial yang
tinggi. Dibatang otak, letak inti-inti serta serabut-serabut sangat berdekatan, karenanya
jarang dijumpai lesi yang tersendiri.
Kita mengenal beberapa macam sindrom. Sindrom Millard Gubler adalah salah satu
sindrom yang ditandai oleh kelumpuhan nervus VI dan VII ipsilateral jenis lower motor
neuron dan hemiplegi kontralateral jenis upper motor neuron, yang disebabkan oleh lesi
didaerah pons.
G. Kesimpulan
Kesimpunan pada kasus ini adalah, seorang laki-laki, 22 tahun mengalami esotrofia oculi
dextra suspect parase N. VI (N. abducen) et causa trauma cavitis disertai miopi.
top related