LAPORAN PENDAHULUAN DHF
Post on 05-Feb-2016
65 Views
Preview:
DESCRIPTION
Transcript
LAPORAN PENDAHULUAN
(DHF)
Oleh: Yongki Wibowo, S. Kep.
1. KONSEP PENYAKIT
A. Pengertian
Demam berdarah dengue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus
(Arthropadborn Virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aides (Aides
albopictus dan Aedes Aegepty) (Ngastiyah, 2005).
Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut dengan ciri-ciri
demam manifestasi perdarahan dan bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat
menyebabkan kematian (Arief Mansjoer, 2000).
Dengue hemoragic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak
dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang disertai
leukopenia, dengan / tanpa ruam (rash) dan limfadenopati. Thrombocytopenia
ringan dan bintik-bintik perdarahan (Noer Syaifullah, 2000).
Jadi demam berdarah dengue adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dengan menifestasi klinis demam disertai gejala perdarahan dan
bila timbul renjatan dapat menyebabkan kematian. Untuk memahami DHF perlu
pemahaman terkait Anatomo fisiologi pada sistem sirkulasi.
B. Klasifikasi
Mengingat derajat beratnya penyakit bervariasi dan sangat erat kaitanya
dengan pengelolaan dan prognosis, WHO (1975) membagi DBD dalam 4 derajat
setelah kriteria laboratorik terpenuhi yaitu :
1. Derajat I
Demem mendadak 2-7 hari disertai gejala tidak khas, dan satu-satunya
manifestasi perdarahan adalah tes toniquet positif
2. Derajat II
Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau perdarahan lain.
3. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi ringan yaitu nadi cepat dan lemah tekanan
darah rendah, gelisah, sianosis mulut, hidung dan ujung jari.
4. Derajat IV
Syok hebat dengan tekanan darah atau nadi tidak terdeteksi.
C. Etiologi
Penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue adalah virus Dengue. Di
Indonesia, virus tersebut sampai saat ini telah diisolasi menjadi 4 serotipe virus
Dengue yang termasuk dalam grup B arthropediborne viruses (arboviruses), yaitu
DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.(Nursalam Susilaningrum, 2005).
Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes.
Di Indonesia dikenal dua jenis nyamuk Aedes yaitu:
a. Aedes Aegypti
1) Paling sering ditemukan
2) Adalah nyamuk yang hidup di daerah tropis, terutama hidup dan berkembang
biak di dalam rumah, yaitu di tempat penampungan air jernih atau tempat
penampungan air di sekitar rumah.
3) Nyamuk ini sepintas lalu tampak berlurik, berbintik bintik putih.
4) Biasanya menggigit pada siang hari, terutama pada pagi dan sore hari.
5) Jarak terbang 100 meter
b. Aedes Albopictus
1) Tempat habitatnya di tempat air bersih. Biasanya di sekitar rumah atau
pohon-pohon, seperti pohon pisang, pandan kaleng bekas.
2) Menggigit pada waktu siang hari
3) Jarak terbang 50 meter.
(Rampengan T H, 2007)
D. Patofisiologi
Virus Dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk terjadi
viremia, yang ditandai dengan demam mendadak tanpa penyebab yang jelas disertai
gejala lain seperti sakit kepala, mual, muntah, nyeri otot, pegal di seluruh tubuh, nafsu
makan berkurang dan sakit perut, bintik-bintik merah pada kulit. Selain itu kelainan
dapat terjadi pada sistem retikulo endotel atau seperti pembesaran kelenjar-kelenjar
getah bening, hati dan limpa. Pelepasan zat anafilaktoksin, histamin dan serotonin
serta aktivitas dari sistem kalikrein menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding
kapiler/vaskuler sehingga cairan dari intravaskuler keluar ke ekstravaskuler atau
terjadinya perembesaran plasma akibatnya terjadi pengurangan volume plasma yang
terjadi hipovolemia, penurunan tekanan darah, hemokonsentrasi, hipoproteinemia,
efusi dan renjatan. Selain itu sistem reikulo endotel bisa terganggu sehingga
menyebabkan reaksi antigen anti body yang akhirnya bisa menyebabkan
Anaphylaxia.
Akibat lain dari virus dengue dalam peredaran darah akan menyebabkan
depresi sumsum tulang sehingga akan terjadi trombositopenia yang berlanjut akan
menyebabkan perdarahan karena gangguan trombosit dan kelainan koagulasi dan
akhirnya sampai pada perdarahan kelenjar adrenalin.
Plasma merembas sejak permulaan demam dan mencapai puncaknya saat
renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat berkurang sampai
30% atau lebih. Bila renjatan hipovolemik yang terjadi akibat kehilangan plasma
yang tidak dengan segera diatasi maka akan terjadi anoksia jaringan, asidosis
metabolik dan kematian. Terjadinya renjatan ini biasanya pada hari ke-3 dan ke-7.
Reaksi lainnya yaitu terjadi perdarahan yang diakibatkan adanya gangguan
pada hemostasis yang mencakup perubahan vaskuler, trombositopenia (trombosit <
100.000/mm3), menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi
(protrombin, faktor V, IX, X dan fibrinogen). Pembekuan yang meluas pada
intravaskuler (DIC) juga bisa terjadi saat renjatan. Perdarahan yang terjadi seperti
petekie, ekimosis, purpura, epistaksis, perdarahan gusi, sampai perdarahan hebat
pada traktus gastrointestinal (Rampengan, 1997)
E. Manifestasi Klinis
Kasus DHF di tandai oleh manifestasi klinis, yaitu : demam tinggi dan
mendadak yang dapat mencapa 40 C atau lebih dan terkadang di sertai dengan kejang
demam, sakit kepala, anoreksia, muntah-muntah (vomiting), epigastric, discomfort,
nyeri perut kana atas atau seluruh bagian perut; dan perdarahan, terutama perdarahan
kulit,walaupun hanya berupa uji tuorniquet poistif. Selain itu, perdarahan kulit dapat
terwujud memar atau dapat juga dapat berupa perdarahan spontan mulai dari ptechiae
(muncul pada hari-hari pertama demam dan berlangsung selama 3-6 hari) pada
extremitas, tubuh, dan muka, sampai epistaksis dan perdarahan gusi. Sementara
perdarahan gastrointestinal masif lebih jarang terjadi dan biasanya hanya terjadi
pada kasus dengan syok yang berkepanjangan atau setelah syok yang tidak dapat
teratasi. Perdarahan lain seperti perdarahan sub konjungtiva terkadang juga di
temukan. Pada masa konvalisen sering kali di temukan eritema pada telapak tangan
dan kaki dan hepatomegali. Hepatomegali pada umumnya dapat diraba pada
permulaan penyakit dan pembesaran hati ini tidak sejajar dengan beratanya
penyakit. Nyeri tekan seringkali di temukan tanpa ikterus maupun kegagalan
peredaran darah (circulatory failure) (Nursalam, 2005).
Tanda dan gejala yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF,
dengan masa inkubasi antara 13-15 hari menurut WHO (1975) sebagai berikut
1. Demam tinggi mendadak dan terus menerus 2-7 hari
2. Manifestasi perdarahan, paling tidak terdapat uji tourniquet positif, seperti
perdarahan pada kulit (petekie, ekimosis. Epistaksis, Hematemesis,
Hematuri, dan melena)
3. Pembesaran hati (sudah dapat diraba sejak permulaan sakit)
4. Syok yang ditandai dengan nadi lemah, cepat disertai tekanan darah
menurun (tekanan sistolik menjadi 80 mmHg atau kurang dan diastolik 20 mmHg
atau kurang) disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung
hidung, jari dan kaki, penderita gelisah timbul sianosis disekitar mulut.
Selain timbul demam, perdarahan yang merupakan ciri khas DHF gambaran
klinis lain yang tidak khas dan biasa dijumpai pada penderita DHF adalah:
a. Keluhan pada saluran pernafasan seperti batuk, pilek, sakit waktu menelan.
b. Keluhan pada saluran pencernaan: mual, muntah, anoreksia, diare, konstipasi
c. Keluhan sistem tubuh yang lain: nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot,
tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal -pegal pada
saluran tubuh dll.
d. Temuan-temuan laboratorium yang mendukung adalah thrombocytopenia
(kurang atau sama dengan 100.000 mm3) dan hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit lebih atau sama dengan 20%)
F. Penatalaksanaan
1. Medis
Pada dasarnya pengobatan pasien DHF bersifat simtomatis dan
suportif
a. DHF tanpa renjatan
Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien
dehidrasi dan haus. Pada pasien ini perlu diberi banyak minum, yaitu 1,5
sampai 2 liter dalam 24 jam. Dapat diberikan teh manis, sirup, susu, dan bila
mau lebih baik oralit. Cara memberikan minum sedikit demi sedikit dan
orang tua yang menunggu dilibatkan dalam kegiatan ini. Jika anak tidak mau
minum sesuai ang dianjurkan tidak dibenarkan pemasangan sonde karena
merangsang resiko terjadi perdarahan.
Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat anti piretik dan kompres
dingin. Jika terjadi kejang diberi luminal atau anti konfulsan lainnya. Luminal
diberikan dengan dosis : anak umur kurang 1 tahun 50 mg IM, anak lebih 1
tahun 75 mg. Jika 15 menit kejang belum berhenti lminal diberikan lagi
dengan dosis 3 mg/kg BB. Anak diatas 1 tahun diveri 50 mg, dan dibawah 1
tahun 30 mg, dengan memperhatikan adanya depresi fungsi vital.
Infus diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila :
a) Pasien terus-menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga
mengancam terjadinya dehidrasi.
b) Hematokrit yang cenderung meningkat.
Hematokrit mencerminkan kebocoran plasma dan biasanya
mendahului mnculnya secara klinik perubahan fungsi vital (hipotensi,
penurunan tekanan nadi), sedangkan turunya nilai trombosit biasanya
mendahului naiknya hematokrit. Oleh karena itu, pada pasien yang diduga
menderita DHF harus diperiksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari mlai hari ke-3
sakit sampai demam telah turun 1-2 hari. Nilai hematokrit itlah yang
menentukan apabila pasien perlu dipasang infus atau tidak.
b. DHF disertai renjatan (DSS)
Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segera sipasang infus
sebagai penganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma. Caiaran yang
diberikan bisanya Ringer Laktat. Jika pemberian cairan tidak ada respon
diberikan plasma atau plasma ekspander, banyaknya 20-30 ml/kgBB. Pada
pasien dengan renjatan berat diberikan infs harus diguyur dengan cara
membuka klem infus.
Apabila renjatan telah teratasi, nadi sudah jelas teraba, amplitudo nadi
besar, tekanan sistolik 80 mmHg /lebih, kecepatan tetesan dikurangi 10
l/kgBB/jam. Mengingat kebocoran plasma 24-48 jam, maka pemberian
infus dipertahankan sampai 1-2 hari lagi walaupn tanda-tanda vital telah baik.
Pada pasien renjtan berat atau renjaan berulang perlu dipasang CVP
(Central Venous Pressure) untuk mengukur tekanan vena sentral melalui vena
magna atau vena jugularis, dan biasanya pasien dirawat di ICU.
Trafusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal
yang berat. Kadang-kadang perdarahan gastrointestinal berat dapat diduga
apabila nilai hemoglobin dan hematokrit menutun sedangkan perdarahanna
sedikit tidak kelihatan. Dengan memperhatikan evaluasi klinik yang telah
disebut, maka engan keadaan ini dianjurka pemberian darah.
2. Keperawatan
Masalah pasien yang perlu diperhatikan ialah bahaya kegagalan
sirkulasi darah, resiko terjadi pendarahan, gangguan suhu tubuh, akibat
infeksi virus dengue, gangguan rasa aman dan nyaman, kurangnya
pengetahuan orang tua mengenai penyakit
a. Kegagalan sirkulasi darah
Dengan adanya kebocoran plasma dari pembuluh darah ke dalam
jaringan ekstrovaskular, yang puncaknya terjadi pada saat renjatan akan
terlihat pada tubuh pasien menjadi sembab (edema) dan darah menjadi kental.
Pengawasan tanda vital (nadi, TD, suhu dan pernafasan) perlu
dilakukan secara kontinyu, bila perlu setiap jam. Pemeriksaan Ht, Hb dan
trombosit sesuai permintaan dokter setiap 4 jam. Perhatikan apakah pasien
ada kencing / tidak. Bila dijumpai kelainan dan sebagainya segera hubungi
dokter.
b. Resiko terjadi pendarahan
Adanya thrombocytopenia, menurunnya fungsi trombosit dan
menurunnya faktor koagulasi merupakan faktor penyebab terjadinya
pendarahan utama pada traktus gastrointestinal. Pendarahan grasto intestinal
didahului oleh adanya rasa sakit perut yang hebat (Febie, 1966) atau daerah
retrosternal (Lim, dkk.1966).
Bila pasien muntah bercampur darah atau semua darah perlu diukur.
Karena melihat seberapa banyak darah yang keluar perlu tindakan
secepatnya. Makan dan minum pasien perlu dihentikan. Bila pasien
sebelumnya tidak dipasang infuse segera dipasang. Formulir permintaan
darah disediakan.
Perawatan selanjutnya seperti pasien yang menderita syok. Bila terjadi
pendarahan (melena, hematesis) harus dicatat banyaknya / warnanya serta
waktu terjadinya pendarahan. Pasien yang mengalami pendarahan gastro
intestinal biasanya dipasang NGT untuk membantu mengeluarkan darah dari
lambung.
c. Gangguan suhu tubuh
Gangguan suhu tubuh biasanya terjadi pada permulaan sakit atau hari
ke-2-ke-7 dan tidak jarang terjadi hyperpyrexia yang dapat menyebabkan
pasien kejang. Peningkatan suhu tubuh akibat infeksi virus dengue maka
pengobatannya dengan pemberian antipiretika da n anti konvulsan. Untuk
membantu penurunan suhu dan mencegah agar tidak meningkat dapat
diberikan kompres dingin, yang perlu diperhatikan, bila terjadi penurunan
suhu yang mendadak disertai berkeringat banyak sehingga tubuh teraba
dingin dan lembab, nadi lembut halus waspada karena gejala renjatan.
Kontrol TD dan nadi harus lebih sering dan dicatat secara baik dan
memberitahu dokter.
d. Gangguan rasa aman dan nyaman
Gangguan rasa aman dan nyaman dirasakan pasien karena
penyakitnya dan akibat tindakan selama dirawat. Hanya pada pasien
DHF menderita lebih karena pemeriksaan darah Ht, trombosit, Hb secara
periodic (stp 4 jam) dan mudah terjadi hematom, serta ukurannya
mencari vena jika sudah stadium II.
Untuk megurangi penderitaan diusahakan bekerja dengan tenan g
yakinkan dahulu vena baru ditusukan jarumnya. Jika terjadi hematum segera
oleskan trombophub gel / kompres dengan alkohol.
Bila pasien datang sudah kolaps sebaiknya dipasang venaseksi agar
tidak terjadi coba-coba mencari vena dan meninggalkan bekas hematom di
beberapa tempat. jika sudah musim banyak pasien DHF sebaiknya selalu
tersedia set venaseksi yang telah seteril.
A. KONSEP ASKEP
1. Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia
kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,
pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
2. Keluhan utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF datang ke rumah sakit
adalah panas tinggi dan pasien lemah.
3. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak dengan disertai menggigil dan
saat demam kesadaran kompos mentis. Panas turun terjadi antara hari ke-3
dan ke-7, dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan batuk
pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala,
nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa
pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV),
melena atau hematemasis.
4. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF, anak biasanya mengalami
serangan ulangan DHF dengan type virus yang lain.
5. Riwayat imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemumgkinan akan
timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.
6. Riwayat gizi
Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan
status gizi baik maupun buruk dapat berisiko, apabila ada faktor
predisposisinya. Anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual,
muntah,dan nafsu akan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak
disertai pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat mengalami
penurunan berat badan sehingga status gizinya menjadi kurang.
7. Kondisi lingkungan
sering terjadi pada daerah yang padat penduduknya dan lingkumgan yang
kurang bersih (seperti yang mengenang dan gantungan baju yang di kamar).
8. Pola kebiasaan
Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan
berkurang, dan nafsu makan menurun.
Eliminasi BAB: kadang-kadang anak mengalami diare atau konstipasi.
Sementara DHF grade III-IV bisa terjadi melena.Eliminasi BAK : perlu dikaji
apakah sering kencing, sedikit atau banyak, sakit atau tidak. Pada DHF grade
IV sering terjadi hematuria. Tidur dan istirahat : anak sering mengalami
kurang tidur karena mengalami sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga
kualitas dan kuantitas tidur maupun istirahatnya kurang. Kebersihan : upaya
keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan cenderung kurang
terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk aedes aegypti. Perilaku
dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upa untuk menjaga
kesehatan.
9. Pemeriksaan fisik
Meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi dari ujung rambut sampai
ujung kaki. Berdasarkan tingkatan grade DHF, keadaan fisik anak adalah :
a. Kesadaran : Apatis
b. Vital sign : TD : 110/70 mmHg00
c. Kepala : Bentuk mesochepal
d. Mata : simetris, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, mata
anemis
e. Telinga : simetris, bersih tidak ada serumen, tidak ada gangguan
pendengaran
f. Hidung : ada perdarahan hidung / epsitaksis
g. Mulut : mukosa mulut kering, bibir kering, dehidrasi, ada
perdarahan pada rongga mulut, terjadi perdarahan gusi.
h. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, kekakuan leher
tidak ada, nyeri telan
i. Dada
Inspeksi : simetris, ada penggunaan otot bantu pernafasan
Auskultasi : tidak ada bunyi tambahan
Perkusi : Sonor
Palpasi : taktil fremitus normal
j. Abdomen :
Inspeksi : bentuk cembung, pembesaran hati (hepatomegali)
Auskultasi : bising usus 8x/menit
Perkusi : tympani
Palpasi : turgor kulit elastis, nyeri tekan bagian atas
k. Ekstrimitas : sianosis, ptekie, echimosis, akral dingin, nyeri otot, sendi
tulang
l. Genetalia : bersih tidak ada kelainan di buktikan tidak terpasang
kateter
10. Sistem integumen
Adanya peteki pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin
dan lembab.
Kuku sianosis atau tidak.
a. Kepala dan leher
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam (flusy), mata
anemis, hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade
II,III, IV. Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi
perdarahan gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokan mengalami
hyperemia pharing dan terjadi perdarahan telingga (grade II, III, IV).
b. Dada
Bentuk simetris dan kadang-kadang sesak. Pada fhoto thorax terdapat
adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan, (efusi pleura),
rales, ronchi, yang biasanya terdapat pada grade III dan IV.
c. Abdomen
Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali) dan asites.
Ekstremitas : akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, serta tulang.
11. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menentukan adanya infeksi dengue
adalah :
a. Uji rumple leed / tourniquet positif
b. Darah, akan ditemukan adanya trombositopenia, hemokonsentrasi, masa
perdarahan memanjang, hiponatremia, hipoproteinemia.
c. Air seni, mungkin ditemukan albuminuria ringan
d. Serologi
Dikenal beberapa jenis serologi yang biasa dipakai untuk menentukan
adanya infeksi virus dengue
antara lain : uji IgG Elisa dan uji IgM Elisa
e. Isolasi virus
2. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan berpindahnya cairan
intraseluler ke ekstraseluler (kebocoran plasma dari endotel)
Ditandai dengan:
a. Hipotensi
b. Takikardi
c. Pengisian kapiler lambat
d. Berkeringat
e. Urin pekat atau menurun
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan cairan di rongga paru
(effusi pleura)
Ditandai dengan:
a. Perubahan kedalaman dan kecepatan pernafasan
b. Takipnea
c. Sianosis
d. Peningkatan kegelisahan, ketakutan dan laju metabolik
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen dalam
jaringan menurun
Ditandai dengan :
a. Penurunan nadi perifer, pengisian kapiler lambat atau menurun
b. Perubahan warna kulit
c. Edema jaringan ekstremitas dingin
4. Hipertermi berhubungan viremia
Ditandai dengan:
a. Peningkatan suhu tubuh yang lebih besar dari jangkauan normal
b. Kulit kemerahan, hangat waktu disentuh
c. Peningkatan tingkat pernafasan d.
Takikardi
5. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubunggan dengan proses patologis
(viremia) Ditandai
dengan:
a. Keluhan nyeri
b. Perilaku yang bersifat hati-hati atau melindungi
c. Wajah menunjukkan nyeri
d. Gelisah
6. Intake nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah, anoreksia
Ditandai dengan:
a. Konjungtiva dan membran mukosa pucat
b. Menolak untuk makan
c. Penurunan berat badan
d. Turgor kulit buruk
7. Resik perdarahan berhubungan dengan penurunan kadar trombosit dalam
darah
Di tandai dengan:
a. Akral dingin
b. Tekanan darah menurun
c. Nadi lemah
d. Kesadaran menurun
(Nasrudin, 200
3. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Devisit volume cairan berhubungan dengan berpindahnya cairan
intraseluler ke ekstraseluler
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan defisit volume cairan
dapat terpenuhi
KH : a. Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan perilaku
yang, perlu untuk memperbaiki defisit cairan
b. Menunjukkan perubahan keseimbangan cairan, dibuktikan
oleh haluaran urine adekuat, tanda-tanda vital stabil,
membran mukosa lembab, turgor kulit baik.
c. Volume cairan cukup, input cukup, output tidak berlebih.
Rencana tindakan:
a. Kaji keadaan umum pasien (lemah pucat, tachicardi) serta tanda
- tanda vital.
Rasional : Menetapkan data dasar pasien, untuk mengetahui dengan
cepat penyimpangan dari keadaan normalnya
b. Observasi adanya tanda-tanda syok.
Rasional : Agar dapat segera dilakukan t.indaka.n untuk menangani
syok yang dialami pasien.
c. Berikan cairan intravaskuler sesuai program dokter.
Rasional : Pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang
mengalami defisit volume cairan dengan keadaan umum
yang buruk karena cairan langsung masuk kedalam
pembuluh darah.
d. Anjurkan pasien untuk banyak minum
Rasional : Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah
volume cairan tubuh.
e. Kaji tanda dan gejala dehidrasi atau hipovolemik (riwayat muntah
diare, kehausan turgor jelek).
Rasional : Untuk mengetahui penyebab devisit volume cairan, jika
haluaran urine < 25 ml/jam, maka pasien mengalami
syok
f. Kaji perubahan haluaran urine dan monitor asupan haluaran
Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan dan tingkatan
dehidrasi.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan cairan
dirongga paru (effusi pleura)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pola nafas menjadi
efektif atau normal
KH: Menunjukkan pola nafas efektif dan paru jelas dan bersih.
Rencana tindakan:
a. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.
Rasional : Kecepatan biasanya meningkat, dispnea dan terjadi
peningkatan kerja nafas.
b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas ronchi
Rasional : Ronchi menyertai obstruksi jalan nafas atau kegagalan
pernafasan.
c. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Rasional : Duduk tinggi memungkinkan pengembangan paru dan
memudahkan pernafasan diafragma, pengubahan posisi
meningkatkan pengisian udara segmen paru.
d. Bantu pasien mengatasi takut atau ansietas.
Rasional : Perasaan takut dan ansietas berat berhubungan dengan
ketidakmampuan bernafas atau terjadinya hipoksemia
e. Berikan oksigen tambahan
Rasional : Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigin dalam
jaringan menurun.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan suplai oksigen ke
jaringan adekuat.
KH : Menunjukkan peningkatan perfusi secara individual misalnya
tidak ada sianosis dan kulit hangat.
Rencana tindakan:
a. Auskultasi frekuensi dan irama jantung cacat adanya bunyi jantung
ekstra.
Rasional : Tachicardia sebagai akibat hipoksemia kompensasi
upaya peningkatan aliran darah dan perfusi jaringan,
gangguan irama berhubungan dengan hipoksemia,
ketidakseimbangan elektrolit. Adanya bunyi jantung
tambahan terlihat sebagai peningkatan kerja jantung.
b. Observasi perubahan status metal
Rasional : Gelisah bingung disorientasi dapat menunjukkan
gangguan aliran darah serta hipoksia.
c. Observasi warna dan suhu kulit atau membrane mukosa.
Rasional : Kulit pucat atau sianosis, kuku membran bibir atau lidah
dingin menunjukkan vasokonstriksi prifer (syok) atau
gangguan aliran darah perifer.
d. Ukur haluaran urine dan catat berat jeuis urine
Rasional : Syok lanjut atau penurunan curah jantung menimbulkan
penurunan perfusi ginjal dimanifestasi oleh penurunan
haluaran urine dengan berat jenis normal atau
meningkat
e. Berikan cairan intra vena atau peroral sesuai indikasi.
Rasional : Peningkatan cairan diperlukan untuk menurunkan
hiperviskositas darah (Potensial pembentukan trombosit)
atau mendukung volume sirlukasi atau perfusi jaringan.
4. Hipertemi berhubungan dengan terjadinya veremia
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
temperatur suhu dalam batas normal (36°-37° C).
K H : a. Klien tidak menunjukkan kenaikan srihu
tubuh. b. Suhu tubuh dalam batas normal
(36°-37° C)
Rencana tindakan:
a. Kaji saat timbulnya demam
Rasional : Untuk mengidentifikasi pola demam
pasien b. Observasi tanda-tanda vital
Rasional : Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk
mengetahui keadaan umum pasien.
c. Tingkatkan intake cairan.
Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan
penguapan tubuh meningkat sehingga perlu
diimbangi asupan cairan
d. Catat asupan dan keluaran
Rasional : untuk mengetahui ketidakseimbangancairan tubuh
e. Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program
dokter
Rasional : pemberian cairan sangat penting bagi pasien
dengan suhu tinggi.
5. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses patologis
(viremia) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
nyeri berkurang/hilang KH : a. Rasa nyaman pasien
terpenuhi
b. Nyeri berkurang atau hilang
Rencana tindakan:
a. Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien dengan skala nyeri
(0 - 10), tetapkan tipe nyeri yang dialami pasien, respon pasien
terhadap nyeri. Rasional : Untuk mengetahui berat nyeri
yang dialami pasien
b. Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi pasien terhadap
nyeri.
Rasional : Dengan mengetahui faktor-faktor tersebut maka
perawat dapat melakukan intervensi yang sesuai
dengan masalah klien.
c. Berikan posisi yang nyata dan, usahakan situasi ruang yang
terang.
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri .
d. Berikan suasana gembira bagi pasien, alihkan perhatian pasien
dari rasa nyeri.
Rasional : Dengan melakukan aktivitas lain, pasien dapat
sedikit melupakan perhatiannya terhadap nyeri
yang dialami.
e. Berikan kesempatan pada pasien untuk berkomunikasi
dengan teman- teman atau orang terdekat.
Rasional : Tetap berhubungan dengan orang-orang
terdekat atau teman membuat pasien bahagia dan
dapat mengalihkan, perhatiannya terhadap nyeri.
f. Berikan obat analgetik (Kolaborasi dengan dokter)
Rasional : Obat analgetik dapat menekan atau
mengurangi nyeri pasien.
6. Intake nutrisi kurang dari, kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual, muntah , anoreksia
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan
nutrisi pasien terpenuhi.
KH : Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai
dengan porsi yang dibutuhkan atau diberikan .
Rencana tindakan:
a. Kaji keluhan mual dan muntah yang dialami oleh pasien
Rasional : Untuk menetapkan cara mengatasinya.
b. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
Rasional : Untuk menghindari mual dan muntah
c. Jelaskan manfaat nutrisi bagi pasien terutama saat pasien
sakit.
Rasional : Meningkatkan Pengetahuan pasien tentang
nutrisi sehingga motivasi pasien untuk makan
meningkat.
d. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur dan
dihidangkan saat masih hangat.
Rasional : membantu mengurangi kelelahan pasien
dan meningkatkan asupan makanan.
e. Catat jumlah dan porsi makanan yang dihabiskan
Rasional : untuk mengetahui pemenuhan nutrisi
pasien.
f. Ukur berat badan pasien setiap hari.
Rasional : untuk mengetahui status gizi pasien
Daftar Pustaka
Arif, Mansjoer, et. Al. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Media Aesculapius.
Jakarta. (2000)
Carpenito, Lynda Juall. Diagnosa Keperawatan. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
(2000)
Nadesul, Handrawan. Penyebab, Pencegah & Pengobatan Demam Berdarah.
Puspa Swara. Jakarta. (1996)
Soedarto. Penyakit – Penyakit Infeksi Di Indonesia. Widya Medika. Jakarta
(1990)
Wolf / Weitzel / Fuerst. Dasar-dasar Ilmu Keperawatan. Buku Pertama. Dep.Kes
RI, Pusdiklat Pegawai. Jakarta (1984)
Soedarmo, Sumarmo sunaryo Doorwo. Demam Berdarah ( Dengue ) Pada Anak.
Cetakan 2. UI Press. Jakarta. (1998)
Ganiswarna, Sulistia G. Farmakologi dan Terapi. Ediai 4. Bagian Farmakolog
FKUI. Jakarta. (1995)
top related