Laporan Pbl Asma Bronchial - Kelompok 2
Post on 27-Dec-2015
165 Views
Preview:
Transcript
LAPORAN KELOMPOK
PROBLEM BASED LEARNING (PBL)
ASMA BRONCHIAL
Oleh :
Kelompok 2
Ketua : Yananda Maulina (105070200111007)
Sekretaris : Ma’rifatul Kisabana (105070201111004)
Anggota : 1. Arinda Nur Yunitasari (105070200111010)
2. Yuriska Lintang (105070201111007)
3. Vieocta Apsari Paradise (105070201111008)
4. M Amirullah Rosydi (105070201111009)
5. Exsa Wahyuningtyas (107050201111005)
6. Ayu Novita Rahmawati (105070201111006)
7. Hesty Putri Hapsari (105070201111003)
8. Ayu Dewi Novita Sari (105070201111008)
9. Dini Widya A (105070200111006)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
PROBLEM BASED LEARNING (PBL) 2
“ASMA BRONCHIAL”
Trigger
Anak D, umur 15 tahun datang dengan keluhan utama sesak nafas disertai
batuk berdahak warna putih agak kental dan sulit dikeluarkan. Klien mengatakan
cemas dengan kondisinya sekarang. Sesak napas sejak 4 hari lalu akibat debu,
bertambah berat pada malam hari atau hawa dingin. Klien juga mengeluh sering
terbangun tengah malam hari. Sesak berulang berlangsung sejak 1 tahun yang
lalu. Klien mengatakan punya Ventolin spray tapi masih bingung menggunakan.
Pada pemeriksaan fisik oleh perawat didapatkan tampak sesak, tidak ada kontak
mata, tampak cemas, kesadaran compos mentis. Pemeriksaan tanda vital oleh
perawat, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 120x/menit, pernafasan 40x/menit,
nafas cuping hidung (+), wheezing di seluruh lapang paru.
Study Learning Objective (SLO) :
1. Definisi dan Klasifikasi Asma Bronchial
2. Etiologi dan Faktor Resiko Asma Bronchial
3. Patofisiologi Asma Bronchial
4. Manifestasi Klinis Asma Bronchial
5. Pemeriksaan Diagnostik Asma Bronchial
6. Penatalaksanaan Asma Bronchial
7. Asuhan Keperawatan Asma Bronchial
1. DEFINISI
Asma adalah penyakit yang memiliki karakteristik dengan sesak
napas dan wheezing, dimana keparahan dan frekuensi dari tiap orang
berbeda. Kondisi ini akibat kelainan inflamasi dari jalan napas di paru-
paru dan mempengaruhi sensitivitas saraf pada jalan napas sehingga
mudah teriritasi. Pada saat serangan, alur jalan napas membengkak karena
penyempitan jalan napas dan pengurangan aliran udara yang masuk paru-
paru. (WHO, 2011).
Asma menyebabkan inflamasi kronis pada bronkus yang
berhubungan dengan hiperrensponsif dari saluran pernapasan yang
menyebabkan episode wheezing, apnea, sesak napas dan batuk- batuk
terutama pada malam hari atau awal pagi. (Kepmenkes, 2009).
Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten,
reversible dimana trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap
stimuli tertentu. (Smeltzer, 2002: 611).
Klasifikasi asma :
A. Berdasarkan Etiologi
a. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor
pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang,
obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik
sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik
terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus
spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan
asma ekstrinsik. (Bunner & Suddart, 2002; Somatri, 2008).
b. Intrinsik/idiopatik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap
pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin
atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan
emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan
dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis
kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma
gabungan. (Bunner & Suddart, 2002; Somatri, 2008).
c. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik. (Somantri, 2008).
B. Berdasarkan Keparahan Penyakit
2. ETIOLOGI dan FAKTOR RESIKO
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma bronkhial.
a. Faktor predisposisi
Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita
dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga
menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita
sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan
faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya
juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan
polusi.
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan.
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan.
Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau,
musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga
dan debu.
Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita
asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya
belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang
yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes,
polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
(Tanjung, 2003; Muttaqin, 2008).
c. Faktor Resiko
Berdasarkan Pedoman Pengendalian Penyakit Asma 2009, faktor
resiko asma dibagi menjadi faktor genetic dan faktor lingkungan :
Faktor Genetik
- Hiperaktivitas
- Atopi/ alergi bronkus
- Faktor yang memodifikasi penyakit genetik
- Jenis kelamin dimana laki- laki lebih beresiko dari pada
perempuan
Pria merupakan resiko untuk asma pada anak. Sebelum usia 14
tahun, prevalensi asma pada anak laki- laki adalah 1,5- 2 kali
dibandingkan anak perempuan. Tetapi menjelang dewasa
perbandingan tersebut lebih kurang sama dan pada menopause
perempuan lebih banyak.
- Ras/ etnik dimana status ekonomi ras menentukan status gizi
Faktor Lingkungan
- Alergen di dalam ruangan (tungau, debu tumah, kucing,
alternaria/ jamur dll)
- Alergen di luar ruangan (jamur, tepung sari)
- Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan,
kacang, makanan laut, susu sapi, telur)
- Obat- obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID dll)
- Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray
dll)
- Ekspresi emosi berlebih
- Asap rokok bagi perokok aktif maupun pasif
Asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru.
Pajanan asap rokok, sebelum dan sesudah kelahiran
berhubungan dengan efek berbahaya yang dapat diukur seperti
meningkatkan resiko terjadinya gejala serupa asma.
- Polusi udara luar dan dalam ruangan
- Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya
ketika melakukan aktifitas tertentu.
- Perubahan cuaca
- Kekurangan berat badan saat kelahiran
- Obesitas
- Jalan napas sempit sejak lahir
3. PATOFISIOLOGI
Faktor pencetus serangan asma(alergen, infeksi saluran napas, obat-obatan, polusi udara, exercise berlebih)
Hipereaktivitas bronkus Edema mukosa dan dinding bronkus
Hipersekresi mukus
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan, penggunaan otot bantu pernafasan
Peningkatan kerja pernafasan, hipoksemia reversible
- Ketidakefektifan pola nafas
- Gangguan pertukaran gas
Keluhan sistemis, mual, intake nutrisi tidak adekuat, malaise.
- Nutrisi kurang dari kebutuhan
- Gangguan pemenuhan ADL
Keluhan psikososial, kecemasan, ketidaktahuan tentang asma.
- Cemas
- Kurang pengetahuan
Status asmatikus
Gagal nafas Kematian
4. MANIFESTASI KLINIS
Gejala asma bersifat episodik, seringkali reversibel dengan/atau tanpa
pengobatan.
Gejala awal berupa :
batuk terutama pada malam atau dini hari
sesak napas
napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan
napasnya
rasa berat di dada
dahak sulit keluar.
Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa.
Yang termasuk gejala yang berat adalah:
Serangan batuk yang hebat
Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)
Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk
Kesadaran menurun
Pembagian manifestasi klinis berdasarkan stadium, yaitu :
1. Stadium dini
Disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor hipersekresi dan faktor spasme
bronchiolus & edema.
a) Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
a. Batuk dengan dahak baisa, dengan maupun tanpa pilek
b. Rochi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang
timbul
c. Whezing belum ada
d. Belum ada kelainan bentuk thorak
e. Ada peningkatan eosinofil darah dan Ig E
f. BGA belum patologis
b) Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan
a. Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
b. Whezing
c. Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
d. Penurunan tekanan parsial O2
2. Stadium lanjut/kronik
a. Batuk, ronchi
b. Sesak nafas berat dan dada seolah –olah tertekan
c. Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
d. Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)
e. Thorak seperti barel chest
f. Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
g. Sianosis
h. BGA Pa O2 kurang dari 80%
i. Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan
kiri
j. Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik
(Halim Danukusumo, 2000, hal 218-229)
Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1. Tingkat I Secara klinis normal, tanpa kelainan pemeriksaan fisik
maupun fungsi paru. Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat
alamiah maupun dengan test provokasi bronchial di laboratorium.
2. Tingkat II Penderita tanpa keluhan dan kelainan pada pemeriksaan
fisik tetapi fungsi paru menunjukan adanya tanda- tanda obstruksi jalan
nafas. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3. Tingkat III Pada penderita tanpa keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik
dan fungsi paru menunjukan kelainan yaitu obstruksi jalan nafas,
biasanya pasien yang telah sembuh dari asma tetapi tidak berobat secara
teratur yang mudah diserang kembali.
4. Tingkat IV Penderita batuk, sesak nafas, nafas berbunyi wheezing.
Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda- tanda obstruksi jalan
nafas.
5. Tingkat V Penderita pada stadium status asmatikus yaitu suatu keadaan
darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator
sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum pada penderita asma akan didapati :
- Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari
kristal eosinopil.
- Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan)
dari cabang bronkus.
- Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
- Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya
bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang
terdapat mucus plug.
b. Pemeriksaan darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat
pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas
15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari
Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari
serangan.
2) Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu
serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni
radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta
diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka
kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan
bertambah.
Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran
radiolusen akan semakin bertambah.
Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate
pada paru
Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran
radiolusen pada paru-paru.
3) Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang
dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma. Pemeriksaan
menggunakan tes tempel.
4) Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat
dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang
terjadi pada empisema paru yaitu :
- Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis
deviasi dan clock wise rotation.
- Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya
RBB (Right bundle branch block).
- Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia,
SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
5) Pengukuran Fungsi Paru (Spirometri)
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang
paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon
pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan
sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau
nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC
sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya
respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri
tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting
untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita
tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan
obstruksi. (Muttaqin, 2008).
6) Tes Provokasi Bronkus
Tes ini dilakukan pada Spirometri internal. Penurunan FEV sebesar
20% atau lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80- 90% dari
maksimum dianggap bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR
10% atau lebih. (Muttaqin, 2008).
7) Peak Expiratory Flow Meter (PEF Meter)
Gambar 2. Macam-macam PEF meter
Alat ini adalah alat yang paling sederhana untuk memeriksa gangguan
sumbatan jalan napas, yang relatif sangat murah, mudah dibawa.
Dengan PEF meter fungsi paru yang dapat diukur adalah arus puncak
ekspirasi (APE).
Cara pemeriksaan APE dengan PEF meter adalah sebagai berikut :
Penuntun meteran dikembalikan ke posisi angka 0. Pasien diminta
untuk menghirup napas dalam, kemudian diinstruksikan untuk
menghembuskan napas dengan sangat keras dan cepat ke bagian
mulut alat tersebut, sehingga penuntun meteran akan bergeser ke
angka tertentu. Angka tersebut adalah nilai APE yang dinyatakan
dalam liter/menit.
Gambar 3 Cara mengukur arus puncak ekspirasi dengan PEF meter
Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai APE < 80% nilai prediksi.
Selain itu juga dapat memeriksa reversibiliti, yang ditandai dengan
perbaikan nilai APE > 15 % setelah inhalasi bronkodilator, atau
setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah
pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu.
Variabilitas APE ini tergantung pada siklus diurnal (pagi dan malam
yang berbeda nilainya), dan nilai normal variabilitas ini < 20%.
Cara pemeriksaan variabilitas APE :
Pada pagi hari diukur APE untuk mendapatkan nilai terendah dan
malam hari untuk mendapatkan nilai tertinggi.
APE malam – APE pagi
Variabilitas harian = ---------------- x 100%
½ (APE malam + APE pagi)
PEF Meter ini dianjurkan pada :
1. Penanganan serangan akut di gawat darurat, klinik, praktek dokter
dan oleh pasien di rumah.
2. Pemantauan berkala di rawat jalan, klinik dan praktek dokter.
3. Pemantauan sehari-hari di rumah, idealnya dilakukan pada asma
persisten usia di atas > 5 tahun, terutama bagi pasien setelah
perawatan di rumah sakit, pasien yang sulit/tidak mengenal
perburukan melalui gejala padahal berisiko tinggi untuk mendapat
serangan yang mengancam jiwa.
Pada asma mandiri pengukuran APE dapat digunakan untuk
membantu pengobatan seperti :
Mengetahui apa yang membuat asma memburuk.
Memutuskan apa yang akan dilakukan bila rencana pengobatan
berjalan baik.
Memutuskan apa yang akan dilakukan jika dibutuhkan
penambahan atau penghentian obat.
Memutuskan kapan pasien meminta bantuan medis/dokter/IGD.
6. PENATALAKSANAAN
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan
asma.
3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai
penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan
penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang
diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya.
Tujuan penatalaksanaan asma :
1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
2. Mencegah eksaserbasi akut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4. Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise
5. Menghindari efek samping obat
6. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation)
ireversibel
7. Mencegah kematian karena asma
8. Khusus anak, untuk mempertahankan potensi sesuai tumbuh kembangnya
(Mansjoer, 2002; Kepmenkes, 2009)
Penatalaksanaan medis untuk asma dibagi menjadi dua, yaitu (Muttaqin,
2008; Kepmenkes 2009)
1) Terapi Non Farmakologis
a. Memberikan penyuluhan
Penyuluhan atau edukasi kepada pasien dan/atau keluarga bertujuan
untuk :
Meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum
dan pola penyakit asma sendiri)
Meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma
sendiri/asma mandiri)
Meningkatkan kepuasan
Meningkatkan rasa percaya diri
Meningkatkan kepatuhan (compliance) dan penanganan mandiri
Membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan
mengontrol asma
Bentuk pemberian edukasi :
Komunikasi/nasehat saat berobat
Ceramah
Latihan/training
Supervisi
Diskusi
Tukar menukar informasi (sharing of information group)
Film/video presentasi
Leaflet, brosur, buku bacaan
Beberapa hal yang perlu diketahui dan dikerjakan oleh penderita dan
keluarganya adalah :
1. Memahami sifat-sifat dari penyakit asma :
Bahwa penyakit asma tidak bisa sembuh secara sempurna.
Bahwa penyakit asma bisa disembuhkan tetapi pada suatu saat oleh
karena faktor tertentu bisa kambuh lagi.
Bahwa kekambuhan penyakit asma minimal bisa dijarangkan dengan
pengobatan jangka panjang secara teratur.
2. Memahami faktor yang menyebabkan serangan atau memperberat
serangan, seperti:
Inhalan : debu rumah, bulu atau serpihan kulit binatang anjing, kucing,
kuda dan spora jamur.
Ingestan : susu, telor, ikan, kacang-kacangan, dan obat-obatan tertentu.
Kontaktan : zalf kulit, logam perhiasan.
Keadaan udara : polusi, perubahan hawa mendadak, dan hawa yang
lembab.
Infeksi saluran pernafasan.
Pemakaian narkoba atau napza serta merokok.
Stres psikis termasuk emosi yang berlebihan
Stres fisik atau kelelahan
Penderita dan keluarga sebaiknya mampu mengidentifikasi hal-hal apa
saja yang memicu dan memperberat serangan asma penderita. Perlu
diingat bahwa pada beberapa pasien, faktor di atas bersifat individual
dimana antara pasien satu dan yang lainnya tidaklah sama tetapi karena hal
itu sulit untuk ditentukan secara pasti maka lebih baik untuk menghindari
faktor-faktor di atas.
3. Memahami faktor-faktor yang dapat mempercepat kesembuhan, membantu
perbaikan dan mengurangi serangan :
Menghindari makanan yang diketahui menjadi penyebab serangan
(bersifat individual).
Menghindari minum es atau makanan yang dicampur dengan es.
Berhenti merokok dan penggunakan narkoba atau napza.
Menghindari kontak dengan hewan diketahui menjadi penyebab
serangan.
Berusaha menghindari polusi udara (memakai masker), udara dingin
dan lembab.
Berusaha menghindari kelelahan fisik dan psikis.
Segera berobat bila sakit panas (infeksi), apalagi bila disertai dengan
batuk dan pilek.
Minum obat secara teratur sesuai dengan anjuran dokter, baik obat
simptomatis maupun obat profilaksis.
Pada waktu serangan berusaha untuk makan cukup kalori dan banyak
minum air hangat guna membantu pengenceran dahak.
Manipulasi lingkungan : memakai kasur dan bantal dari busa, bertempat
di lingkungan dengan temperatur hangat.
4. Memahami kegunaan dan cara kerja dan cara pemakaian obat – obatan
yang diberikan oleh dokter :
Bronkodilator : untuk mengatasi spasme bronkus.
Steroid : untuk menghilangkan atau mengurangi peradangan.
Ekspektoran : untuk mengencerkan dan mengeluarkan dahak.
Antibiotika : untuk mengatasi infeksi, bila serangan asma dipicu adanya
infeksi saluran nafas.
5. Mampu menilai kemajuan dan kemunduran dari penyakit dan hasil
pengobatan.
6. Mengetahui kapan “self treatment” atau pengobatan mandiri harus diakhiri
dan segera mencari pertolongan dokter.
b. Fisioterapi
Fisioterapi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus.
Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
c. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asma yang
ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan
mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup
bagi klien.
d. Pemberian O2 bila diperlukan.
2) Terapi Farmakologis
1. Pengobatan simpatomitetik
a) Bronkodilator (obat yang melebarkan saluran napas) golongan
simpatomitetik/ adrenergic (adrenalin dan epinephrine)
Nama obat :
- Orsiprenalin (Alupent)
- Fenoterol (berotec)
- Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk
tablet,sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan:
MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk
halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma
Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec,
brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi
aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya
dihirup. Penggunaan aerosol pada dewasa dan anak diatas 4
tahun dengan dosis 2 inhalasi setiap 4-6 jam.
b) Bronkodilator golongan teofilin
Nama obat :
- Aminofilin (Amicam supp)
- Aminofilin (Euphilin Retard)
- Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik,
tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini
dikombinasikan efeknya saling memperkuat.
Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai
pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan
langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang
lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum
sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai
sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini.
Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara
pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini
digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum
teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
c) Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah
serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi
terutama anakanak. Kromalin biasanya diberikan bersama-
sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah
pemakaian satu bulan.
d) Ketofilin
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin.
Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari.
Keuntungnan obat ini adalah dapat diberika secara oral.
e) Kortikosteroid
Sebaiknya hanya dipakai dalam keadaan pengobatan dengan
bronkodilator baik pada asma akut maupun kronis tidak
memberikan hasil yang memuaskan dan keadaan asma yang
membahayakan jiwa penderita (contoh : status asmatikus).
Dalam pemakaian jangka pendek (2-5 hari) kortikosteroid
dapat diberikan dalam dosis besar baik oral maupun parenteral,
tanpa perlu tapering off. Obat pilihan hidrocortison dan
dexamethason.
f) Ekspektoran
Adanya mukus kental dan berlebihan (hipersekresi) di dalam
saluran pernafasan menjadi salah satu pemberat serangan asma,
oleh karenanya harus diencerkan dan dikeluarkan. Sebaiknya
jangan memberikan ekspektoran yang mengandung
antihistamin, diantaranya Obat Batuk Hitam (OBH), Obat
Batuk Putih (OBP), Glicseril guaiakolat (GG)
g) Antibiotik
Hanya diberikan jika serangan asma dicetuskan atau disertai
oleh rangsangan infeksi saluran pernafasan, yang ditandai
dengan suhu yang meninggi.
2. Pengobatan profilaksis
Pengobatan profilaksis dianggap merupakan cara pengobatan yang
paling rasional, karena sasaran obat-obat tersebut langsung pada
faktor-faktor yang menyebabkan bronkospasme. Pada umumnya
pengobatan profilaksis berlangsung dalam jangka panjang, dengan
cara kerja obat sebagai berikut :
a. Menghambat pelepasan mediator
b. Menekan hiperaktivitas bronkus
Obat profilaksis yang biasanya digunakan adalah :
a. Steroid dalam bentuk aerosol
b. Disodium Cromolyn
c. Ketotifen
d. Tranilast
7. ASUHAN KEPERAWATAN
1) PENGKAJIAN
A. Identitas Klien
Nama : Anak D
Usia : 15 tahun
Status pernikahan : Belum menikah
B. Status Kesehatan Saat Ini
1. Keluhan utama : Sesak nafas disertai batuk berdahak warna putih
agak kental dan sulit dikeluarkan.
2. Lama keluhan : Sesak nafas sejak 4 hari yang lalu
3. Kualitas keluhan : -
4. Faktor pencetus : Debu
5. Faktor pemberat : Saat malam hari atau hawa dingin
6. Upaya yg. telah dilakukan : Ventolin spray (tapi masih bingung
menggunakannya)
7. Diagnosa medis :
a. Asma Bronchial
C. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Anak D, umur 15 tahun datang dengan keluhan utama sesak nafas disertai
batuk berdahak warna putih agak kental dan sulit dikeluarkan. Klien
mengatakan cemas dengan kondisinya sekarang. Sesak napas sejak 4 hari lalu
akibat debu, bertambah berat pada malam hari atau hawa dingin. Klien juga
mengeluh sering terbangun tengah malam hari. Sesak berulang berlangsung
sejak 1 tahun yang lalu.
D. Riwayat Lingkungan
Lingkungan sekitar berdebu
E. Pola Tidur- Istirahat
Sering terbangun tengah malam hari.
F. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum: klien sesak nafas disertai batuk putih agak kental dan
sulit dikeluarkan. Klien cemas dengan kondisinya sekarang. Sesak sejak 4
hari yang lalu akibat debu,bertambah berat pada malam hari atau hawa
dingin. Klien mengeluh sering terbangun tengah malam.
Kesadaran: Compos mentis
Tanda-tanda vital:
- Tekanan darah : 120/80 mmHg - Suhu : -
- Nadi : 120x/menit - RR : 40 x/menit
Tinggi badan: - cm Berat Badan: - kg
2. Kepala dan Leher
Mata : tidak ada kontak mata
Hidung : nafas cuping hidung (+)
3. Thorak dan Dada
Paru :
- Inspeksi : tampak sesak
- Auskultasi : wheezing di seluruh lapang paru
G. Hasil Pemeriksaan Penunjang : -
H. Terapi : Penggunaan ventolin spray (tapi masih bingung
menggunakannya).
I. Persepsi Klien Terhadap Penyakitnya : Klien cemas dengan kondisinya
sekarang.
2) ANALISIS DATA
DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
DS :
- sesak nafas disertai
batuk berdahak warna
putih agak kental dan
sulit dikeluarkan.
- Sesak nafas sejak 4
hari yang lalu.
DO :
- Wheezing di seluruh
lapang paru.
Faktor pencetus asma
Pengaktifan respon imun
Pengaktifan mediator kimiawi Histamine, serotonin,kinin
Bronkospasme, edema mukosa, Sekresi, inflamasi
Penyempitan jalan napas
Serangan paroksimal
Dispnea, wheezing, batuk sputum
Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Ketidakefektifan
bersihan jalan
napas
DS :
- sesak nafas disertai
batuk berdahak warna
putih agak kental dan
sulit dikeluarkan.
- Sesak nafas sejak 4
hari yang lalu.
- Sesak berulang
berlangsung sejak 1
tahun yang lalu
DO :
- Tampak sesak
- RR : 40x/menit
- Nafas cuping hidung
(+)
Faktor pencetus asma
Pengaktifan respon imun
Pengaktifan mediator kimiawi Histamine, serotonin,kinin
Bronkospasme, edema mukosa, Sekresi, inflamasi
Penyempitan jalan napas
Ketidakefektifan pola napas
Ketidakefektifan
pola napas
DS :
- Klien mengatakan
cemas dengan
kondisinya sekarang.
DO :
- Tidak ada kontak mata
- Tampak cemas
- N : 120x/menit
Faktor pencetus asma
Hipereaktivitas bronkus, edema mukosa dan dinding bronkus, hipersekresi mukus
Peningkatan usaha & frekuensi pernapasan, penggunaan otot
bantu pernapasan
Keluhan psikososial, kecemasan, ketidaktahuan ttg
asma
Ansietas (cemas)
Ansietas
DS :
- Klien mengatakan
punya Ventolin spray
tapi masih bingung
Faktor pencetus asma
Hipereaktivitas bronkus, edema mukosa dan dinding bronkus, hipersekresi mukus
Defisit
pengetahuan
menggunakan.
DO : - Peningkatan usaha & frekuensi pernapasan, penggunaan otot
bantu pernapasan
Keluhan psikososial, kecemasan, ketidaktahuan ttg
asma
Kurang pengetahuan
3) DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
2. Ketidakefektifan pola napas
3. Ansietas
4. Defisit pengetahuan
4) INTERVENSI
1. Diagnosa 1
Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Tujuan : Pencapaian bersihan jalan nafas klien dan kepatenan jalan napas
dalam waktu 1x 24 jam setelah diberikan intervensi.
Kriteria hasil :
- Klien mampu melakukan batuk efektif
- Irama nafas klien kembali normal
- Pergerakan sputum keluar dari jalan napas
- Klien bebas dari bunyi nafas tambahan
Intervensi Rasional
Mandiri
- Auskultasi bunyi nafas, catat
adanya bunyi nafas, mis :
mengi, ronchi, krekels.
Beberapa derajat spasme bronchus
terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan
dapat/ tak dimanifestasikan adanya
bunyi nafas adventisius. Mis : tak
adanya bunyi nafas (pada asma berat)
- Kaji / pantau frekwensi Takipnea biasanya ada pada beberapa
pernafasan catat rasio inspirasi/
ekspirasi.
derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama stress.
Pernafasan dapat melambat dan
frekuensi ekspirasi memanjang di
banding inspirasi.
- Kaji pasien untuk posisi yang
nyaman, mis : peniggian kepala
tempat tidur, duduk pada
sandaran tempat tidur.
Peningian kepala tempat tidur
mempermudah fungsi pernafasan
dengan mengggunakan gravitasi, serta
membantu menurunkan kelemahan otot
dan dapat sebagai alat ekspansi dada.
- Pertahankan polusi lingkungan
seminimal mungkin, mis : debu,
asap, dan bulu bantal yang
berhubungan dengan kondisi
individu.
Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan
yang dapat mentriger episode akut.
- Pertahankan intake cairan
sedikitnya 2500ml/hari sesuai
toleransi jantung, terutama air
hangat, anjurkan masukan
cairan antara, sebagai pengganti
makan.
Hidrasi membantu menurunkan
kekentalan sekret dan mempermudah
pengeluarannya. Penggunaan air hangat
dapat menurunkan spasme bronchus.
Cairan selama makan dapat
meningkatkan distensi gaster dan
tekanan pada diafragma.
Kolaborasi
- Berikan obat sesuai indikasi:
a. bronchodilator
b. steroid
a. Bronkhodilator merileksasi otot halus
dan menutunkan kongesti lokal,
menurunkan spasme jalan nafas, mengi
dan produksi mukosa.
b. Steroid/ kortikosteroid digunakan
untuk mencegah reaksi alergi /
menghambat pengeluaran histamin,
menurunkan berat dan frekuensi
c. analgesic & antitusif
d. humidifikasi tambahan
spasme jalan nafas, inflamasi
pernafasan dan dispnea .
c. Analgesik ,antitusif : batuk menetap
yang melelahkan perlu ditekan untuk
menghemat energi dan memungkinkan
pasien istirahat.
d. Humidifikasi tambahan : kelembaban
menurunkan kekentalan secret
mempermudah pengeluaran dan dapat
membantu menurunkan / mencegah
pembentukan mukosa tebal pada
bronkhus.
2. Diagnosa 2
Ketidakefektifan pola napas
Tujuan : perbaikan pola napas klien dalam waktu 2x 24 jam setelah
diberikan intervensi.
Kriteria hasil :
- Irama, frekuensi, kedalaman pernapasan kembali normal
- RR normal (18-10x/menit)
- Klien dapat bernapas dengan nyaman/ sesak napas berkurang
- Pernapasan klien tanpa ada penggunaaan otot bantu pernapasan (cuping
hidung)
Intervensi Rasional
Mandiri
- Kaji fungsi pernapasan, catat
kecepatan pernapasan, dispnea,
sianosis, perubahan TTV. Serta
catat pula mengenai penggunaan
otot bantu pernapasan
Distress pernapasan dan perubahan
TTV terjadi sebagai akibat stres
fisiologi. Penggunaan otot bantu
pernapasan menandakan kondisi
penyakit yang masih dalam penanganan
penuh.
- Auskultasi bunyi napas Bunyi napas dapat turun pada seluruh
area paru pada area kolaps.
- Berikan posisi fowler/semi
fowler, bantu latihan napas
dalam dan batuk efektif
Memaksimalkan ekspansi paru dan
menurunkan upaya bernapas.
- Pertahankan polusi lingkungan
seminimal mungkin, mis : debu,
asap, dan bulu bantal yang
berhubungan dengan kondisi
individu.
Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan
yang dapat mentriger episode akut.
- Dorong atau bantu latihan napas
abdomen atau bibir.
Memberi pasien beberapa cara untuk
mengatasi dan mengontrol dispnea dan
menurunkan jebakan udara.
Kolaborasi
- Bronkodilator
- Agen mukolitik
- Steroid oral/ IV
• Memperlebar saluran udara
pernapasan
• Mengencerkan secret di saluran
pernapasan yang terlalu kental
• Mencegah reaksi alergi/
menghambat pengeluaran
histamine, menurunkan berat
dan frekuensi spasme, inflamasi
pernapasan dan dispnea.
3. Diagnosa 3
Ansietas
Tujuan : Setelah diberikan edukasi tentang asma klien mampu memahami
dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi kecemasan.
Kriteria hasil :
- Klien terlihat mampu bernafas secara normal dan mampu beradaptasi
dengan keadaannya.
- Respon nonverbal klien tampak lebih rileks dan santai.
Intervensi Rasional
- Bantu dalam mengidentifikasi
sumber koping yang ada
Pemanfaatan sumber koping yang ada
secara konstruktif sangat bermanfaat
dalam mengatasi cemas
- Berikan edukasi terkait asma
(juga tentang penggunaan
ventolin spray saat asma
kambuh)
Edukasi diharapkan dapat mengurangi
cemas klien, klien jadi mengerti apa
yang harus ia lakukan saat asma
kambuh
- Ajarkan teknik relaksasi Mengurangi ketegangan otot dan
kecemasan
- Pertahankan hubungan saling
percaya antara perawat dan klien
Hubungan saling percaya membantu
memperlancar proses terapeutik
4. Diagnosa 4
Defisit pengetahuan
Tujuan : Pengetahuan klien tentang hal-hal yang berkaitan dengan
penyakitnya meningkat.
Kriteria hasil :
- Klien menyatakan pemahaman akan kondisi / proses penyakit dan
pengobatannya.
- Klien mengidentifikasi hubungan tanda-tanda/ gejala dengan proses
penyakit dan hubungannya dengan faktor penyebab.
- Klien memulai perubahan gaya hidup dan ikut serta dalam tindakan
pengobatan.
Intervensi Rasional
- Terangkan / ulangi penjelasan
tentang proses penyakit.
Dorong pasien dan keluarga
untuk bertanya tentang hal-hal
yang belum jelas.
Menurunkan ansietas dan dapat
menimbulkan perbaikan partisipasi pada
rencana pengobatan.
- Jelaskan rasionalisasi dari
latihan pernafasan sebagai
latihan yang baik untuk
diteruskan.
Nafas bibir dan nafas abdominal/
diafragmatik menguatkan otot pernafasan,
membantu meminimalkan kolaps jalan
nafas kecil, dan memberikan individu cara
untuk mengontrol dispnea.
- Diskusikan obat- obatan
pernafasan yang digunakan,
efek samping serta reaksi yang
mungkin timbul.
Pasien sering mendapat obat pernafasan
banyak sekaligus yang mempunyai efek
samping hampir sama dan potensial terjadi
interaksi obat yang patologis. Penting bagi
pasien untuk memahami perbedaan antara
efek samping mengganggu (obat
dilanjutkan) dan efek samping merugikan
(obat mungkin diganti/dihentikan).
- Diskusikan faktor-faktor yang
dapat memperbaiki kondisi
pasien seperti udara lembab,
angin, temperatur lingkungan
yang ekstrim, asap rokok,
aerosol, polusi udara.
Faktor lingkungan ini dapat
memperburuk/menimbulkan/meninggalkan
iritasi bronchial menimbulkan peningkatan
produksi secret dan hambatan jalan nafas.
- Berikan informasi tentang
bahayanya merokok pada
paru-paru dan anjurkan pasien
untuk tidak merokok.
Penghentian merokok dapat menghambat/
mengurangi keparahan asma.
- Dorong pasien / keluarga
untuk mengeksplorasi cara-
cara mengontrol faktor
penyebab yang dapat
memperburuk kondisi pasien
didalam dan disekitar rumah.
Agar dapat meminimalisasi / menggurangi
invasi dari factor penyebab yang dapat
memperburuk kondisi pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1,
EGC, Jakarta.
Brunner & Suddarth, Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8. Vol.3, Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Doenges, Marilynn, E. dkk. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, 2000. EGC,
Jakarta.
Muchid, dkk. (2007, September). Pharmaceutical care untuk penyakit asma.
Diakses 08 Maret 2012 dari Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik
Depkes RI:
http://125.160.76.194/bidang/yanmed/farmasi/Pharmaceutical/ASMA.pdf
Muttaqin, Arif.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
2008. Jakarata : Salemba Medika.
Nanda Internasional. Diagnosis Keperwatan 2009- 2011. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Tanjung, D. (2003). Asuhan Keperawatan Asma Bronkial. Diakses 08 Maret 2012
dari USU digital library: http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-
dudut2.pdf
top related