A. ANATOMI & FISIOLOGI PULMOANATOMI1Pulmo atau paru-paru
adalah organ pernafasan yang penting karena udara yang masuk dapat
berhubungan secara erat dengan darah kapiler didalam paru-paru.
Tiap paru-paru melekat pada jantung dan trachea melalui radix
pulmonalis dan ligamentum pulmonale. Paru paru sehat selalu berisi
udara dan akan mengapung bila dimasukkan dalam air. Dibandingkan
dengan paru-paru kiri, maka paru-paru kanan lebih besar dan lebih
berat, tetapi lebih pendek karena kubah diaphragma kanan letaknya
lebih tinggi. Juga lebih lebar karena adanya jantung yang letaknya
lebih ke kiri dalam rongga thorax.
Gambar 1 Pulmo tampak anterior2
Tiap paru-paru mempunyai sebuah apex, sebuah basis, tiga buah
facies yaitu facies costalis, facies mediastinalis dan facies
diaphragmatica, dan tiga buah margo yaitu margo anterior, margo
inferior dan margo posterior. Paru paru kiri dibagi menjadi lobus
superior dan lobus inferior oleh sebuah fissura obliqua. Paru- paru
kanan dibagi menjadi lobus superior, lobus inferior dan lobus
medius oleh fissura obliqua dan fissura horizontalis. Bronchi dan
vasa pulmonales muncul dari trachea dan jantung menuju tiap
paru-paru. keseluruhannya membentuk radix pulmonalis yang akan
memasuki hilum pulmonalis. Apex pulmonalis berbentuk bundar seperti
bentuk cupula plurae. Apex pulmonalis sebelah kanan lebih kecil dan
lebih dekat dengan trachea, dan disilang oleh vasa subclavia.
BRONCHUS1Tiap paru-paru mempunyai satu bronchus principalis yang
berjalan ke inferolateral mulai dari ujung bawah trachea. Bronchus
utama ini masuk kedalam hilum pulmonis dan kemudian
bercabang-cabang membentuk asbor bronchialis. Hubungan letak
bronchus dengan vasa pulmonales pada hilum pulmonis adalah sebagai
berikut : dari depan kebelakang berturut-turut adalah vena, arteri
dan bronchus dengan arteri di sebelah atas vena. Bronchus
principalis dexter lebih lebar, pendek dan lebih vertikal dari pada
yang sebelah kiri sehingga lebih mudah dilewati benda asing besar
yang masuk kedalam paru-paru.Didalam paru-paru, bronchus
bercabang-cabang secara teratur sehingga mempunyai cabang untuk
bagian-bagian tertentu dari paru-paru.Bronchus principalis
bercabang menjadi bronchus lobaris atau bronchus sekunder, dua
untuk paru-paru kiri dan tiga untuk paru-paru kanan dan
masing-masing untuk satu lobus paru. Bronchus lobaris paru kanan
bawah terletak paling vertikal dan tampak seperti lanjutan dari
trachea, sehingga merupakan tempat yang mudah dimasuki benda asing
berukuran kecil. Bronchus lobaris terbagi lagi menjadi bronchus
segmentalis atau bronchus tertier untuk bagian paru yang disebut
segmentum bronchopulmonalis.
Gambar 2 Bronchus, Bronchiolus dan alveoli
FISIOLOGI3Respirasi dibagi menjadi 2 bagian , yaitu respirasi
eksternal dimana proses pertukaran O2 & CO2 ke dan dari paru ke
dalam O2 masuk ke dalam darah dan CO2 + H2O masuk ke paru paru
darah. kemudian dikeluarkan dari tubuh dan respirasi
internal/respirasi sel dimana proses pertukaran O2 &
peristiwaCO2 di tingkat sel biokimiawi untuk proses kehidupan.
Proses pernafasan terdiri dari 2 bagian, yaitu sebagai berikut :
Ventilasi pulmonal yaitu masuk dan keluarnya aliran udara antara
atmosfir dan alveoli paru yang terjadi melalui proses bernafas
(inspirasi dan ekspirasi) sehingga terjadi disfusi gas (oksigen dan
karbondioksida) antara alveoli dan kapiler pulmonal serta ransport
O2 & CO2 melalui darah ke dan dari sel jaringan. Mekanik
pernafasanMasuk dan keluarnya udara dari atmosfir ke dalam
paru-paru dimungkinkan olen peristiwa mekanik pernafasan yaitu
inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi (inhalasi) adalah masuknya O2
dari atmosfir & CO2 ke dlm jalan nafas.Dalam inspirasi
pernafasan perut, otot difragma akan berkontraksi dan kubah
difragma turun ( posisi diafragma datar ), selanjutnya ruang otot
intercostalis externa menarik dinding dada agak keluar, sehingga
volume paru-paru membesar, tekanan dalam paru-paru akan menurun dan
lebih rendah dari lingkungan luar sehingga udara dari luar akan
masuk ke dalam paru-paru. Ekspirasi (exhalasi) adalah keluarnya CO2
dari paru ke atmosfir melalui jalan nafas. Apabila terjadi
pernafasan perut, otot difragma naik kembali ke posisi semula (
melengkung ) dan muskulus intercotalis interna relaksasi. Akibatnya
tekanan dan ruang didalam dada mengecil sehingga dinding dada masuk
ke dalam udara keluar dari paru-paru karena tekanan paru-paru
meningkat.
Transportasi gas pernafasana. VentilasiSelama inspirasi udara
mengalir dari atmosfir ke alveoli. Selama ekspirasi sebaliknya
yaitu udara keluar dari paru-paru. Udara yg masuk ke dalam alveoli
mempunyai suhu dan kelembaban atmosfir. Udara yg dihembuskan jenuh
dengan uap air dan mempunyai suhu sama dengan tubuh.b. DifusiYaitu
proses dimana terjadi pertukaran O2 dan CO2 pada pertemuan udara
dengan darah. Tempat difusi yg ideal yaitu di membran
alveolar-kapilar karena permukaannya luas dan tipis. Pertukaran gas
antara alveoli dan darah terjadi secara difusi. Tekanan parsial O2
(PaO2) dalam alveolus lebih tinggi dari pada dalam darah O2 dari
alveolus ke dalam darah.Sebaliknya (PaCO2) darah > (PaCO2)
alveolus sehingga perpindahan gas tergantung pada luas permukaan
dan ketebalan dinding alveolus. Transportasi gas dalam darah O2
perlu ditrasport dari paru-paru ke jaringan dan CO2 harus
ditransport kembali dari jaringan ke paru-paru. Beberapa faktor yg
mempengaruhi dari paru ke jaringan , yaitu: Cardiac out put. Jumlah
eritrosit. Exercise Hematokrot darah, akan meningkatkan vikositas
darah mengurangi transport O2 menurunkan CO. c. Perfusi
pulmonalMerupakan aliran darah aktual melalui sirkulasi pulmonal
dimana O2 diangkut dalam darah membentuk ikatan (oksi Hb)/
Oksihaemoglobin (98,5%) sedangkan dalam eritrosit bergabung dgn Hb
dalam plasma sbg O2 yg larut dlm plasma (1,5%). CO2 dalam darah
ditrasportasikan sebagai bikarbonat, alam eritosit sebagai natrium
bikarbonat, dalam plasma sebagai kalium bikarbonat , dalam larutan
bergabung dengan Hb dan protein plasma. C02 larut dalam plasma
sebesar 5 7 %, HbNHCO3 Carbamoni Hb (carbamate) sebesar 15 20 % ,
Hb + CO2 HbC0 bikarbonat sebesar 60 80% .
Pengukuran volume paruFungsi paru, yg mencerminkan mekanisme
ventilasi disebut volume paru dan kapasitas paru. Volume paru
dibagi menjadi : Volume tidal (TV) yaitu volume udara yang dihirup
dan dihembuskan setiap kali bernafas. Volume cadangan inspirasi
(IRV) , yaitu volume udara maksimal yg dapat dihirup setelah
inhalasi normal. Volume Cadangan Ekspirasi (ERV), volume udara
maksimal yang dapat dihembuskan dengan kuat setelah exhalasi
normal. Volume residual (RV) volume udara yg tersisa dalam
paru-paru setelah ekhalasi maksimal.
Kapasitas Paru Kapasitas vital (VC), volume udara maksimal dari
poin inspirasi maksimal. Kapasitas inspirasi (IC) Volume udara
maksimal yg dihirup setelah ekspirasi normal. Kapasitas residual
fungsiunal (FRC), volume udara yang tersisa dalam paru-paru setelah
ekspirasi normal. Kapasitas total paru (TLC) volume udara dalam
paru setelah inspirasi maksimal.
Pengaturan pernafasanSistem kendali memiliki 2 mekanismne saraf
yang terpisah yang mengatur pernafasan. Satu system berperan
mengatur pernafasan volunter dan system yang lain berperan mengatur
pernafasan otomatis.1. Pengendalian Oleh saraf Pusat ritminitas di
medula oblongata langsung mengatur otot otot pernafasan. Aktivitas
medulla dipengaruhi pusat apneuistik dan pnemotaksis. Kesadaran
bernafas dikontrol oleh korteks serebri. Pusat Respirasi terdapat
pada Medullary Rhythmicity Area yaitu area inspirasi &
ekspirasi, mengatur ritme dasar respirasi , Pneumotaxic Area
terletak di bagian atas pons dan berfungsi untuk membantu
koordinasi transisi antara inspirasi & ekspirasi, mengirim
impuls inhibisi ke area inspirasi paru-paru terlalu mengembang, dan
Apneustic Area yang berfungsi membantu koordinasi transisi antara
inspirasi & ekspirasi dan mengirim impuls ekshibisi ke area
inspirasi.2. Pengendalian secara kimia pernafasan dipengaruhi oleh
: PaO2, pH, dan PaCO2. Pusat khemoreseptor : medula, bersepon
terhadap perubahan kimia pd CSF akibat perub kimia dalam darah.
Kemoreseptor perifer : pada arkus aortik dan arteri karotisGambar 3
Mekanisme Pernafasan
B. DEFINISIAsma Bronkiale adalah penyempitan bronkus yang
bersifat reversibel yang terjadi oleh karena bronkus yang
hiperaktif mengalami kontaminasi dengan antigen. Autopsi yang
dilakukan pada penderita mati karena asma yang menjadi masalah
pokok adalah bukan saja bronkospasme dari otot, akan tetapi juga
adanya edema dan penuhnya mukus diintraluminal dari bronkus yang
menyebabkan jalan nafas menjadi tersumbat.4
C. EPIDEMIOLOGIAsma merupakan masalah kesehatan dunia.
Diperkirakan sebanyak 300 juta orang menderita asma, dengan
prevalensi sebesar 1- 18 %, bervariasi pada berbagai negara.
Kejadian asma dipengaruhi factor genetik, lingkungan, umur dan
gender dan terdapat kecenderungan peningkatan insidensinya terutama
didaerah perkotaan dan industri akibat adanya polusi udara.
Prevalensi di Indonesia adalah sebesar 5 7 %. PBB memperkirakan
disability adjusted life years ( DALYs ) sebanyak 15 juta setiap
tahun karena asma, yang merupakan 1% dari beban global akibat
penyakit. Mortalitas sebesar 250.000/tahun yang tidak proporsional
dengan prevalensi penyakit. Polusi menyebabkan peningkatan asma
diseluruh dunia5.Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),
hingga saat ini jumlah penderita asma di dunia diperkirakan
mencapai 300 juta orang dan diperkirakan angka ini akan terus
meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 20256
D. FAKTOR RESIKO7 Secara umum faktor resiko asma dibagi menjadi
2 kelompok, yaitu: 1. Faktor hosta. genetikb. genderc. Obesitas2.
Faktor lingkungana. Alergen didalam ruangan (tungau, debu rumah,
kucing, alternaria/jamur)b. Alergen di luar ruangan (alternaria,
tepung sari)c. Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan,
kacang, makanan laut, susu sapi, telur)d. Obat-obatan tertentu
(misalnya golongan aspirin, NSAID, beta-blocker dll)e. Bahan yang
mengiritasi (misalnya parfum, household spray dll)f. Ekspresi emosi
berlebihg. Asap rokok dari perokok aktif dan pasif. h. Polusi udara
di luar dan di dalam ruangani. Exercise induced asthma, mereka yang
kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas tertentuj. Perubahan
cuaca.
E. PATOFISIOLOGI8Trigger (pemicu) yang berbeda akan menyebabkan
eksaserbasi asma oleh karena inflamasi saluran napas atau
bronkhospasme akut atau keduanya. Sesuatu yang lain yang dapat
memicu serangan asma ini sangat bervariasi antara satu individu
dengan individu yang lain dan dari satu waktu ke waktu yang lain.
Beberapa hal diantaranya adalah alergen, polusi udara, infeksi
saluran nafas, kelelahan, perubahan cuaca, makanan, obat atau
ekspresi emosi yang berlebihan. Faktor lain yang kemungkinan
menyebabkan eksaserbasi ini adalah rhinitis, poliposis, sinusitis
bakterial, menstruasi, refluks gastro esophageal,
kehamilan.Mekanisme keterbatasan aliran udara yang bersifat akut
ini bervariasi sesuai dengan rangsangan. Alergen akan memicu
terjadinya bronkokonstriksi akibat dari pelepasan Ig-E dependent
dari mast sel saluran pernapasan dari mediator, termasuk
diantaranya histamin, prostaglandin, leukotrin sehingga akan
terjadi kontraksi otot polos. Keterbatasan aliran udara yang
bersifat akut ini kemungkinan juga terjadi oleh karena saluran
pernapasan pada pasien asma sangat hiperresponsif terhadap
bermacam-macam jenis rangsangan. Pada kasus asma akut mekanisme
yang menyebabkan bronkokonstriksi terdiri dari kombinasi antara
pelepasan mediator sel inflamasi dan rangsangan yang bersifat lokal
atau refleks saraf pusat. Akibatnya keterbatasan aliran udara
timbul oleh karena adanya pembengkakan dinding saluran nafas dengan
atau tanpa kontraksi otot polos. Peningkatan permeabilitas dan
kebocoran mikrovaskular berperan terhadap penebalan dan
pembengkakan pada sisi luar otot polos saluran
pernapasan.Penyempitan saluran pernapasan yang bersifat progresif
yang disebabkan oleh inflamasi saluran pernapasan dan atau
peningkatan tonus otot polos bronkhioler merupakan serangan asma
akut dan berperan terhadap peningkatan resistensi aliran,
hiperinflasi pulmoner dan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
(V/Q). Apabila tidak dilakukan koreksi terhadap obstruksi saluran
pernapasan ini, akan terjadi gagal napas yang merupakan konsekuensi
dari peningkatan kerja pernapasan, inefisiensi pertukaran gas dan
kelelahan otot-otot pernapasan. Interaksi kardiopulmoner dan sistem
kerja paru sehubungan dengan obstruksi saluran nafas dan dapat
dinilai dengan tes fungsi paru yang sederhana seperti peak
expiratory flow rate ( PEAR) dan FEV1 (forced expiration volume).
Ketika terjadi obstruksi aliran udara saat ekspirasi yang relatif
cukup berat akan menyebabkan pertukaran aliran udara yang kecil
untuk mencegah kembalinya tekanan alveolar terhadap tekanan
atmosfer maka akan terjadi hiperinflasi dinamik. Besarnya inflasi
dapat dinilai dengan derajat penurunan kapasitas cadangan
fungsional dan volume cadangan. Fenomena ini dapat pula terlihat
pada foto thorax, yang memperlihatkan gambaran volume paru yang
membesar dan diafrgma yang mendatar.Hiperinflasi dinamik terutama
berhubungan dengan peningkatan aktivitas otot pernafasan, mungkin
sangat berpengaruh terhadap tampilan kardiovascular. Hiperinflasi
paru akan meningkatkan after load pada ventrikel kanan oleh karena
peningkatan efek kompresi langsung terhadap pembuluh darah
paru.
Gambar 4 Ashmatic airway
F. DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan :1. Anamnesa5 :
Riwayat pengulangan batuk mengi, sulit bernafas, atau berat dada
yang memburuk pada malam hari atau secara musiman. Riwayat asma
sebelumnya. Manifestasi atopik misalnya rhinitis alergika, yang
bisa juga ada pada keluarga. Keluhan timbul atau memburuk oleh
infeksi pernafasan, rangsangan bulu binatang, serbuk sari, asap,
bahan kimia, perubahan suhu, debu rumah, obat obatan ( aspirin,
penghambat beta ), olah raga, rangsang emosi yang kuat. Keluhan
berkurang dengan pemberian obat asma.2. Pemeriksaan Fisik : Dapat
dijumpai adanya sesak nafas, pernafasan mengi dan perpanjangan
ekspirasi tanda emfisema pada asma yang berat.a) Vital Sign Fitur
umum dicatat selama serangan asma akut tingkat pernapasan cepat
(sering 25 sampai 40 napas per menit), takikardia, dan pulsus
paradoksus.b) Pemeriksaan ThorakPemeriksaan dapat mengungkapkan
bahwa pasien yang mengalami serangan asma dapat dijumpai: Inspeksi:
sesak (napas cepat, retraksi sela iga, retraksi epigastrium,
retraksi suprasternal). Palpasi: biasanya tidak ditemukan kelainan,
pada serangan berat dapat terjadi pulsus paradoksus. Perkusi:
biasanya tidak ditemukan kelainan. Auskultasi: ekspirasi
memanjang,wheezing.
3. Pemeriksaan Penunjang : Spirometri : ( Volum Ekpirasi Paksa 1
detik ) VEP1 < 70% dari nilai prediksi menunjukkan adanya
obstruksi jalan nafas. Tes reversibilitas : peningkatan VEP1 12%
dan 200 ml menunjukkan reversibilitas yang menyokong diagnosis asma
Arus Puncak Ekspirasi ( APE ) : Reversibilitas. Peningkatan 60
L/menit ( atau 20% ) dengan pemberian bronkodilator ( misalnya
200-400 ugr salbutamol ), atau variasi diurnal dari APE 20% (
dengan bacaan 2x sehari > 10% ) menyokong diagnosis asma
Variabilitas. Merujuk pada perbaikan atau pemburukan gejala atau
fungsi paru dalam periode tertentu misal 1 hari ( variabilitas
diurnal ), hari atau bulanan.
Tabel 1. nilai FEV1, PEFR, MMEFR Pengukuran Status Alergi8 Untuk
mengidentifikasi komponen alergi pada asma dapat dilakukan
pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE spesifik serum dan
eosinofil. Uji ini dapat membantu mengidentifikasi faktor pencetus
sehingga dapat dilakukan pencegahan terarah. Umumnya dilakukan skin
prick test. Namun, uji ini dapat menghasilkan positif palsu maupun
negatif palsu. Sehingga konfirmasi pajanan alergen dengan timbulnya
gejala harus selalu dilakukan. Analisa Gas Darah8 Pemeriksaan ini
hanya dilakukan pada asma berat. Pada fase awal serangan, terjadi
hipoksemia dan hipokapnea (PaCO2 < 35 mmHg) kemudian pada
stadium yang lebih berat pada PaCO2 justru mendekati normal sampai
normo-kapnea. Selanjutnya pada asma yang sangat berat terjadi
hiperkapnea (PaCO2 45 mmHg), hipoksemia, dan asidosis respiratorik.
Foto Toraks8 Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan
penyakit lain yang memberikan gejala serupa seperti gagal jantung
kiri, obstruksi saluran nafas, pneumothoraks, pneumomediastinum.
Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya
tidak memperlihatkan adanya kelainan.
G. PENATALAKSANAANTarget pengobatan asma meliputi beberapa hal,
diantaranya adalah menjaga saturasi oksigen arteri tetap adekuat
dengan oksigenasi, membebaskan obstruksi saluran pernapasan dengan
pemberian bronchodilator inhalasi kerja cepat (B2-agonis dan
antikolinergik) dan mengurangi inflamasi saluran pernapasan serta
mencegah kekambuhan dengan pemberian kortikosteroid sistemik yang
lebih awal.1. Oksigen8Karena kondisi hipoksemia dihasilkan oleh
ketidakseimbangan V/Q, hal ini biasanya dapat terkoreksi dengan
pemberian oksigen 1-3 L/menit dengan kanul nasal atau masker.
Meskipun demikian, penggunaan oksigen dengan aliran cepat tidak
membahayakan dan direkomendasikan pada semua pasien dengan asma
akut. Target pemberian oksigen ini adalah dapat mempertahankan SpO2
pada kisaran 92%. Pemberian oksigen baik melalui canula maupun
masker.9
2. B2 Agonis8Inhalasi B2-agonis kerja pendek merupakan obat
pilihan untuk pengobatan asma akut. Onset aksi obat tadi cepat dan
efek sampingnya bisa ditoleransi. Salbutamol merupakan obat yang
banyak dipakai di Instalasi gawat darurat (IGD). Onset aksi obat
ini sekitar 5 menit dengan lama aksi sekitar 6 jam. Obat lain yang
sering digunakan adalah metaproterenol, terbutalin dan feneterol.
Obat dengan aksi kerja panjang tidak direkomendasikan, untuk
pengobatan kegawatdaruratan. Levalbuterol mempunyai efikasi yang
lebih baik dan efek toksik yang minimal bila dibandingkan dengan
albuterol racemik. Pemberian ephineprin subkutan jarang dilakukan
oleh karena memicu timbulnya efek samping pada jantung. Obat ini
hanya berfungsi sebagai cadangan saat pasien tidak mendapatkan
keuntungan dengan pemakaian obat secara inhalasi.Pemakaian secara
inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat dengan efek samping yang
lebih sedikit serta lebih efektif bila dibandingkan pemakaian
secara sistemik. Penggunaan B2-agonis secara intravena pada pasien
dengan asma akut diberikan hanya jika respon terhadap obat
per-inhalasi sangat kurang atau jika pasien batuk berlebihan dan
hampir meninggal.Pemberian obat perinhalasi secara terus menerus
diperkirakan lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan pemberian
secara berkala. Meskipun penelitian metaanalisis yang dilakukan
secara acak pada pasien asma akut, tidak memberikan perbedaan yang
bermakna dalam hal fungsi paru dan lamanya dirawat di rumah sakit
tetapi pemberian nebulizer secara berkesinambungan memberikan efek
samping yang lebih sedikit. Efek samping dan ketergantungan dosis
dapat terjadi pada semua cara pemberian, tetapi umumnya ditemukan
pada pemakaian secara oral atau intravena.Efek samping pemakaian
selektif B2-agonis diperantarai melalui reseptor pada otot polos
vaskular (takikardi dan takiaritmia), otot rangka (tremor,
hipokalemi oleh karena masuknya kalium ke dalam sel otot) dan
keterlibatan sel dalam metabolisme lipid dan karbohidrat
(peningkatan kadar asam lemak besar dalam darah, insulin, glukosa
dan piruvat). Stimulasi B2-adrenoreseptor juga berperan terhadap
patogenesis asidosis laktat selama serangan asma akut berat,
terutama pada pasien yang mendapatkan B2-agonis secara
intravena.
3. Antikoligenik8Penggunaan antikolinergik berdasarkan asumsi
terdapatnya peningkatan tonus vagal saluran pernapasan pada pasien
asma akut, tetapi efeknya tidak sebaik B2-agonis. Penggunaan
ipratropiumbromida (IB) secara inhalasi digunakan sebagai
bronkhodilator awal pada pasien asma akut. Kombinasi pemberian IB
dan B2-agonis diindikasikan sebagai terapi pertama pada pasien
dewasa dengan eksaserbasi asma berat. Dosis 4 x semprot (80mg) tiap
10 menit MDI atau 500 mg setiap 20 menit dengan nebulizer akan
lebih efektif.
4. Kortikosteroid8 Pemberian kortikosteroid secara sistemik
harus diberikan pada penatalaksanaan kecuali kalau derajat
eksaserbasinya ringan. Agen ini tidak bersifat bronkodilator tetapi
secara ekstrem sangat efektif dalam menurunkan inflamasi pada
saluran nafas. Pemberian hidrokortison 800 mg atau 160 mg
metilprednisolon dalam 4 dosis terbagi setiap harinya, umumnya
sudah memberikan efek yang adekuat pada kebanyakan pasien. Data
penelitian menunjukkan bahwa pemberian kortikosterid perinhalasi
akan menurunkan lama perawatan dirumah sakit pada pasien asma akut,
bila dibandingkan dengan placebo. Penelitian lain menemukan bahwa
pemberian kortikosteroid oral yang setara dengan dosis 40-60 mg
prednison atau prednisolon perhari selama 7-14 hari,lebih efektif,
murah dan aman. Bagaimanapun juga dari beberapa penelitian,
pemberian kortikosteroid tunggal dosis tinggi per inhalasi, lebih
efektif dari pada kortikosteroid oral untuk mengatasi serangan asma
ringan pada pasien yang berkunjung ke IGD.
5. Teofilin8Penggunaan teofilin sebagai obat monoterapi,
afektivitasnya tidak sebaik obat golongan B2-agonis. Pemberian
aminophilin dikombinasi dengan B2-agonis per inhalasi, tidak
memberikan manfaat yang bermakna. Pemberian obat ini malah akan
meningkatkan efek samping seperti tremor, mual, cemas, dan taki
aritmia. Berdasarkan beberapa hasil penelitian akhirnya dibuat
kesepakatan dan keputusan untuk tidak merekomendasikan teofilin
secara rutin untuk pengobatan asma akut. Obat ini boleh digunakan
hanya jika pasien tidak respon dengan terapi standar. Pada kasus
ini pemberian loading doses 6 mg/kg dan diberikan dalam waktu >
30 menit dilanjutkan secara per infus dengan dosis 0,5 mg/kg
BB/jam. Kadar teofilin dalam darah yang direkomendasikan berkisar
antara 8-12mg/ml.
H. PROGNOSIS10 Asma biasanya kronis, meskipun kadang-kadang
masuk ke periode panjang remisi. Prospek jangka panjang umumnya
tergantung pada tingkat keparahan.Dalam kasus-kasus ringan sampai
sedang, asma dapat meningkatkan dari waktu ke waktu, dan banyak
orang dewasa bahkan bebas dari gejala. Bahkan dalam beberapa kasus
yang parah, orang dewasa mungkin mengalami perbaikan tergantung
pada derajat obstruksi di paru-paru dan ketepatan waktu dan
efektivitas pengobatan . Pada sekitar 10 % kasus persisten berat,
perubahan dalam struktur dinding saluran udara menyebabkan masalah
progresif dan ireversibel dalam fungsi paru-paru, bahkan pada
pasien yang diobati secara agresif .Fungsi paru-paru menurun lebih
cepat daripada rata-rata pada orang dengan asma, terutama pada
mereka yang merokok dan pada mereka dengan produksi lendir yang
berlebihan ( indikator kontrol perlakuan buruk ) . Kematian dari
asma adalah peristiwa yang relatif jarang, dan kematian asma yang
paling dapat dicegah. Hal ini sangat jarang orang yang menerima
perawatan yang tepat untuk mati asma. Namun, bahkan jika tidak
mengancam nyawa , asma dapat melemahkan dan menakutkan. Asma yang
tidak terkontrol dengan baik dapat mengganggu sekolah dan bekerja,
serta kegiatan sehari-hari.
16