BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn. H
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 47 tahun
Tempat dan Tanggal Lahir : 2 Juli 1968
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Matraman Dalam 3 Kec. Menteng Jakarta
Status : Menikah
Suku Bangsa : Betawi
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : STM
Tanggal Masuk Perawatan : 27 Januari 2016
Tanggal Pemeriksaan : 29 Januari 2016
II. RIWAYAT PSIKIATRI
Alloanamnesis : Tanggal 29 Januari 2016 dengan isteri pasien di
rumah pasien
Autoanamnesis : Tanggal 29 Januari 2016 di Paviliun Amino
A. Keluhan Utama
Pasien marah-marah dan berbicara sendiri
B. Riwayat Gangguan Sekarang
Pasien datang ke RSPAD Gatot Soebroto paviliun amino diantar oleh
isteri dan adiknya, menurut pengakuan keluarga alasan mengapa membawa
pasien ke rumah sakit dikarenakan pasien sudah kurang lebih satu bulan
terakhir sering marah- marah dan suka berbicara sendiri di rumahnya, pasien
1
juga sering marah ketika permintaannya tidak dituruti, terutama ketika
meminta rokok namun isteri tidak memiliki uang pasien, akan marah dan
memukul isterinya, kemudian pasien akan melintingkan kertas untuk
dijadikan rokok. Isteri dan anak pasien sering melihat pasien berbicara sendiri
seolah-olah sedang berbicara dengan orang lain. Awalnya perubahan perilaku
yang dialami pasien diawali sejak pasien memutuskan untuk berhenti bekerja
sebagai teknisi mesin di perusahaan tempat kakak tirinya bekerja, dengan
alasan bahwa pasien akan mendapatkan warisan dalam jumlah yang besar dari
ayahnya yang sudah meninggal dunia, sehingga pasien merasa bahwa ia tidak
perlu bekerja lagi. Namun sampai saat ini warisan yang ditunggu tidak ada
dan pasien selalu menuduh bahwa kakak tiri pasienlah yang mengambil semua
harta warisan peninggalan ayahnya.
Puncaknya pada tahun 2012 pasien sering menulis di kertas bahwa dia
adalah pemilik tunggal sebuah tanah yang berada di daerah kuningan dengan
tulisan “PT.CEMPAKA SURYA KENCANA”, dan dia adalah pewaris
tunggal daerah tersebut, pasien juga sering berbicara sendiri dilantai 2
rumahnya dan selalu mengobrolkan masalah tanah dan warisan ini. Menurut
pengakuan isteri pasien memang benar bahwa dahulu ayah pasien memiliki
banyak tanah didaerah kuningan, namun tanah tersebut sudah lama dijual ke
orang lain, namun isteri pasien tidak mau ikut campur dengan urusan tersebut
dan tidak mau tahu. Pasien sempat melaporkan kakak tirinya ke polisi untuk
di sidangkan, namun beberapa hari setelah melaporkan datang dokter dan
teman- teman kakak tirinya untuk menjemput pasien dan membawanya ke
rumah sakit jiwa Grogol, dikatakan bahwa pasien memiliki gangguan jiwa,
karena sebenarnya tanah yang dimiliki ayah pasien sudah tidak ada dan sudah
di jual ke makelar tanah oleh ayahnya sejak jaman dahulu dan sudah diketahui
oleh semua keluarga, namun pasien selalu mengira bahwa tanah yang dimiliki
ayahnya masih banyak dan pasien merupakan pewaris tunggal. Pasien sempat
dirawat dan dipulangkan namun pasien hanya meminum obat selama dua
bulan dan gejala pada pasien muncul kembali hingga saat ini, isteri pasien
memutuskan untuk membawa pasien ke RSPAD Gatoet Soebroto dikarenakan
2
sudah tidak sanggup merawat suaminya, karena pasien sering marah dan
berteriak serta memukuli isterinya. Di rumsh pasien sering menyobeki kertas
termasuk buku pelajaran anaknya untuk menulis hal yang sama “PT.
CEMPAKA SURYA KENCANA” dimana pasien merasa dia adalah pewaris
tunggal tempat tersebut, menurut isteri pasien anaknya akan mengikuti ujian
akhir di sekolahnya sehingga anaknya sangat terganggu dan tidak nyaman
berada dirumahnya, isteri pasien meminta untuk dirawat agar tidak
mengganggu isteri dan anak-anaknya.
Menurut pasien alasan mengapa dirinya dibawa kerumah sakit
dikarenakan keluarganya adalah penghianat dan ingin mengambil warisan
yang dimilikinya, sehingga isteri dan adiknya bersekongkol untuk memasukan
dirinya ke rumah sakit jiwa, menurut pasien dirinya tidak sakit dan seharusnya
masalah warisan harus diselesaikan di pengadilan. Pasien mengakui bahwa
dirinya dan kakanya tirinya yang bernama Zaenal adalah pewaris tanah yang
dimiliki oleh ayahnya, dimana zaenal adalah pewaris tanah yang ada di
Kuningan Purwakarta dan drinya adalah pewaris tanah di Kuningan barat
Jakarta, namun zaenal ingin mengambil wariasan yang dimilikinya sehingga
pasien merasa dibohongi oleh zaenal. Pasien mengakui bahwa pasien mampu
melihat siluman
Riwayat Gangguan Sebelumnya
1. Gangguan Psikiatri
2. Gangguan Medik
Pasien tidak pernah memiliki riwayat trauma kepala, tidak pernah
kejang, tidak pernah demam tinggi, tidak pernah mengalami penyakit-
penyakit berat yang membutuhkan perawatan sebelumnya.
3. Penggunaan Zat Psikoaktif
Dari hasil autoanamnesa, pasien mengaku tidak memiliki riwayat
penggunaan zat-zat psikoaktif, dan alkohol Pasien merupakan perokok aktif
sejak SMP, hingga saat ini.
3
C. Riwayat Kehidupan Pribadi
1. Riwayat Perkembangan Fisik dan Kepribadian
Periode Prenatal dan Perinatal
Dari hasil alloanamnesa didapatkan bahwa selama kehamilan, ibu
pasien tidak pernah mengalami masalah kesehatan yang serius, tidak
mengalami muntah yang berlebihan, tidak mengonsumi alkohol maupun
obat-obatan secara bebas. Ibu pasien rutin memeriksakan kandungannya
ke bidan. Pasien lahir cukup bulan, spontan dan langsung menangis, tidak
ada cacat bawaan.
Periode Anak Awal ( Lahir sampai usia 3 tahun)
Tumbuh kembang pasien normal seperti anak-anak seusianya.
Pasien diberikan ASI oleh ibunya sampai usia 3 bulan. Pasien dapat
berjalan dan berbicara saat usia 1 tahun. Pasien mendapatkan imunisasi
secara lengkap, pasien tidak pernah mengalami demam tinggi disertai
kejang. Pasien termasuk anak yang aktif. Pasien dirawat oleh keluarganya
sendiri, pasien cukup dekat dengan keluarga. Orang tua pasien
menyayangi semua anaknya dengan sama rata. Hubungan pasien dengan
bapak ibunya baik. Hubungan pasien dengan saudara–saudaranya baik.
Periode Kanak-kanak Menengah (Usia 3 sampai11 tahun)
Dari hasil alloanamnesis, pasien memulai jenjang pendidikan
langsung dari Sekolah Dasar (SD) pada usia 6 tahun. Pasien mudah
bergaul dan memiliki cukup teman bermain. Pasien bercita-cita menjadi
seorang pilot.
Periode Remaja Awal (Pubertas hingga dewasa)
Setelah SD pasien melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah
Pertama (SMP) hingga menyelesaikan sekolahnya di STM, namun pasien
tidak melanjutkan pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi dikarenakan
pasien ingin langsung bekerja. Menurut pengakuan pasien, pasien
memiliki cukup banyak teman bermain dan tidak pernah ada masalah
dengan teman –temannya ataupun lingkungannya.
4
2. Riwayat Pendidikan
Pasien mengenyam pendidikan Ssekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah
Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Parung Sukabumi
hingga tamat, namun pasien tidak meneruskan pendidikannya ke perguruan
tinggi, dikarenakan pasien ingin langsung bekerja dan menikah.
3. Riwayat Pekerjaan
Pasien mengaku sering berpindah-pindah tempat kerja, semejak lulus dari
SMK pasien bekerja sebagai teknisi mesin di perusahaan elektronik namun hanya
1 tahun pasien berhenti bekerja, kemudian pasien bekerja untuk membuat
aquarium dan memutuskan untuk berhenti, hingga akhirnya pasien bekerja
sebagai pegawai di PT.Indofarma dimana kakak pasien menjadi manager di
perusahaan tersebut namun tidak bertahan lama pasien berhenti dari pekerjaan
tersebut dan tidak bekerja sampai saat ini .
4. Riwayat Beragama
Dari hasil alloanamnesa, didapatkan bahwa pasien beragama Islam dan
merupakan penganut yang taat sebelum sakit. Pasien rajin sholat, mengaji. Namun
setelah sakit pasien tidak pernah beribadah.
5. Riwayat Kehidupan Seksual dan Perkawinan
Pasien sudah menikah dan sudah memiliki 4 orang anak diamana anak
pertama sudah menyelesikan pendidikan dibangku kuliah, anak ke 2 kelas 3
SMA, anak ke 3 kelas 1 SMA dan anak ke 4 kelas 3 SD, tidak ada riwayat
bercerai atapun masalah dalam rumah tangga sebelumnya.
6. Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak ketiga dari tujuh bersaudara, tidak ada anggota
keluarga yang memiliki riwayat gangguan jiwa sebelumnya. Pasien mengaku
keluarganya yang paling baik adalah ibu pasien, dan pasien sangat dekat dengan
5
adiknya yang sudah meninggal. Menurut keterangan pasien, bapak pasien
bernama bapak Suar dan ibunya bernama Aminah. Orang tua pasien berasal dari
Padang. Ibu pasien merupakan istri ke-18, Ibu pasien dan kakaknya berdagang
baju bekas di pasar gaplok. Ayah pasien sekarang tidak bekerja dan berada di
rumah. Pasien memiliki 5 orang kakak dan 1 orang adik, kakak pasien bernama
Tn. RF, Tn. RT, Tn.RH, Ny.S, dan Ny. F, adik pasien bernama Tn.Re.
Genogram
7. Situasi Kehidupan Sosial Sekarang
Saat ini pasien tinggal bersama ayah dan ibunya, ayah dan ibu pasien
sudah berusia tua. Pasien jarang mendapat perhatian dari keluarga, pasien lebih
sering dibiarkan melakukan hal yang ingin dilakukannya tanpa ada bimbingan
dari keluarga. Orang tua pasien mengatakan tidak mampu mengurus pasien jika
pasien masih berperilaku seperti sebelumnya. Pasien juga jarang bergaul dengan
tetangga sekitar rumah dan lebih sering menyendiri di kamar atau main ke pasar.
8. Persepsi Pasien tentang dirinya dan kehidupan
6
Pasien menyadari bahwa dirinya sakit namun tidak mengetahui
penyakitnya, pasien berpikir bahwa penyakitnya dikarenakan santet karena
banyak yang tidak suka dengan pasien. Pasien ingin keluarganya di rumah
menerima kalau dia sakit dan tidak berpikiran buruk dan tidak menganggap remeh
dirinya. Pasien mengakui jarang meminum obat dan kontrol ke rumah sakit
dikarenakan pasien tidak memiliki uang untuk ongkos pergi ke rumah sakit.
Untuk mengambil obat. Persepsi pasien terhadap lingkungan normal.
9. Persepsi Keluarga terhadap Pasien
Keluarga berharap kondisi pasien membaik dan dapat sembuh dan pulang
ke rumah untuk membantu kedua orang tua yang sudah sepuh. Menurut keluarga
pasien sebelum sakit pasien adalah orang yang pintar dan bercita-cita menjadi
tabib yang dapat menyembuhkan orang sakit dan penulis, dan keluarga berharap
pasien dapat mandiri dalam menjalankan hidupnya.
10. Fantasi, Mimpi dan Nilai-nilai
Pasien bermimpi namun lupa mimpinya apa, tetapi tidak ingat
memimpikan hal yang menakutkan atau menegangkan. Pasien mengharapkan
anak-anak di daerah pasar dekta tempat tempat tinggal pasien tidak memiliki
kebiasaan mengelem aibon. Pasien menganggap dirinya manusia biasa dan tidak
memiliki kemampuan atau hal khusus. Pasien mengatakan ingin menjadi penulis
dan suka membuat kaligrafi.
III. STATUS MENTAL
Pemeriksaan dilakukan pada hari Senin tanggal 11 Januari 2016.
A. Deskripsi Umum
1) Penampilan
Seorang laki-laki, berusia 29 tahun, bertubuh kurus dan tinggi,
berpenampilan seperti laki-laki dengan rambut pendek berwarna hitam, tampak
sesuai usia. Kulit pasien berwarna hitam. Tinggi badan pasien 175 cm dan berat
7
badan 58 kg. Pasien menggunakan baju kaos, celana panjang. Pasien dengan
perawatan diri sendiri, tubuh kurang bersih, bau, tampak kuku tangan dan kaki
panjang dan kehitaman, gigi tampak kotor dan kuning. Pasien dapat berjalan dengan
baik dan cara berjalan normal.
a. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor yang Nyata
Pada saat wawancara, pasien tenang. Pasien tampak bersemangat ketika
diajak berbicara. Pasien mudah terdistraksi ketika ada stimulus eksternal. Saat
ditanya terkadang pasien sering berbicara sendiri. Pasien sering bergerak-gerak,
berubah posisi, dan suka bertopang tangan serta melipat lutut. Pasien melakukan
kontak mata dengan pemeriksa, tetapi sering kali melihat ke arah lain.
b. Sikap Pasien terhadap Pemeriksa
Pasien cukup kooperatif, masih mau menjawab pertanyaan yang diajukan. Pasien
akan menceritakan hal-hal yang ditanyakan dan harus digali terus. Pasien cenderung
cepat berganti topik pembicaraan walaupun masih dapat difokuskan kembali topik
yang sedang dibicarakan. Pasien cenderung mendominasi pembicaraan namun masih
dapat diinterupsi. Pasien cenderung banyak berbicara, namun sering mengeluarkan
kalimat-kalimat yang tidak jelas.
B. Alam Perasaan
1. Mood : Labil
2. Afek : terbatas serasi
3. Keserasian : serasi antara mood dan afek
C. Gaya Bicara
Cara berbicara : spontan
Volume bicara : cukup
Kecepatan bicara : sedang, artikulasi jelas dan dapat dimengerti, intonasi sesuai
emosi
Pasien cenderung banyak berbicara
Tidak ada gangguan bicara
8
D. Gangguan Persepsi (Persepsi Panca Indera)
Halusinasi
Auditorik : Ada. Pasien memiliki riwayat mendengar suara bisikan sosok Ilham
yang mengomentari perilakunya dan beberapa kali memberi perintah dan
petunjuk pada pasien. Pasien juga mendengar suara yang menyuruhnya untuk
minum karbol untuk bunuh diri. Ada perilaku halusinatorik, pasien terkadang
terlihat berbicara sendiri dan tertawa sendiri.
Visual : ada. Pasien melihat sosok yang menurut pasien bernama Ilham yang
selalu dekat dengannya yang menyerupai burung rajawali dengan paruh sampai
ke tanah. Pasien juga melihat sosok Jager yang menyerupai orang Belanda
dengan tinggi 5 meter dan suka tidur di goa.
Taktil : tidak ada
Olfaktorik : tidak ada
Gustatorik : tidak ada
Ilusi : tidak ada
Depersonalisasi : tidak ada
Derealisasi : tidak ada
E. Pikiran
1. Proses Pikir
Produktivitas : ide banyak
Kontinuitas :
Blocking : tidak ada
Asosiasi longgar : ada
Inkoherensi : tidak ada
Flight of ideas : ada
Word salad : ada
Neologisme : ada
Sirkumstansialitas : tidak ada
Tangensialitas : tidak ada
9
2. Isi Pikir
Waham bizar: saat ini pasien menganggap dirinya adalah kerbau yang
memilki tanduk dikepalanya.
Waham kejar : pasien merasa seperti setan pocong mengejar dirinya sehingga
pasien ketakutan dan sempat ingin bunuh diri, pasien meyakini bahwa ada
orang jahat yang tidak suka dengannya sehingga dia selalu dijahati. Pasien
merasa tidak dihargai oleh orang-orang dirumahnya. Pasien menganggap
orang-orang disekitarnya selalu menjahatinya dan tidak menyukainya, dan
berusaha untuk membunuhnya.
F. Fungsi Kognitif dan Sensorium
1. Kesiagaan dan Taraf Kesadaran
Compos mentis dan kesiagaan baik.
2. Orientasi
- Waktu : pasien dapat membedakan waktu pagi, siang dan malam hari, tetapi
pasien tidak mengetahui hari, tanggal dan jam.
- Tempat : pasien mengetahui bahwa dirinya sedang dirawat di RSPAD Gatot
Soebroto.
- Orang : pasien dapat mengingat identitas lengkapnya, keluarga dan temannya di
bangsal.
3. Ingatan
- Jangka panjang : pasien dapat mengingat tanggal lahir, nama sekolah dan nama
anggota keluarganya.
- Jangka sedang : pasien dapat mengingat siapa yang mengantarnya ke RS.
- Jangka pendek : pasien dapat mengingat menu sarapan pagi ini.
- Segera : terganggu, pasien dapat mengingat 3 kata yang diberikan oleh
pemeriksa untuk diingat-ingat.
10
4. Konsentrasi dan Perhatian
Pasien terkadang sulit berkonsentrasi, terutama jika ada stimulus eksternal.
Pasien tidak dapat menjawab perhitungan 100 dikurangi 7. Pasien dapat mengeja
kata “WAHYU” secara berurutan dan terbalik dengan benar. Pasien sulit
berkonsentrasi jika ada orang lain berbicara saat ia akan bicara dan terkadang
tampak berbicara sendiri. Perhatian mudah teralihkan (distraktibilitas tinggi) saat
ada faktor eksternal.
5. Kemampuan Membaca dan Menulis
Kemampuan membaca dan menulis pasien baik. Pasien dapat membaca
sebuah kalimat yang ditulis oleh pemeriksa dan melakukan instruksi yang ada
dalam kalimat tersebut. Pasien dapat menulis kalimat lengkap yang sederhana.
6. Kemampuan visuospasial
11
Pasien dapat meniru gambar 2 segilima yang bertumpukan. Pasien dapat
menggambarkan jam sesuai dengan instruksi, memperlihatkan arah jarum panjang
dan pendek dengan benar.
7. Pikiran Abstrak
Pasien mengerti arti peribahasa “berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke
tepian” namun tidak mengerti arti peribahasa “sekali mendayung 2-3 pulau
terlampaui”.
8. Inteligensi dan Daya Informasi
Pasien dapat menjawab siapa presiden RI saat ini dan ibukota Indonesia.
9. Pengendalian Impuls
Pengendalian impuls pasien cukup baik. Pasien berbicara cukup. Pasien
masih belum dapat sepenuhnya mengontrol keinginannya untuk merokok, pasien
selalu meminta diberi rokok selama pembicaraan. Pasien tidak merokok saat
pembicaraan, hanya merokok saat sedang sendiri.
G. Daya Nilai dan Tilikan
- Daya nilai sosial : baik, pasien bersikap ramah dan sopan terhadap seluruh
tenaga medis, seperti dokter spesialis dan perawat, serta pasien lain di
bangsal.
12
- Uji daya nilai : baik
- Reality Test Ability (RTA) : terganggu
- Tilikan derajat 3. Pasien mengakui dirinya sakit, namun pasien menyalahkan orang
lain mengenai penyakitnya, pasien mengira penyakitnya dikarenakan oleh santet.
H. Reliabilitas
Pasien dapat dipercaya dan mampu melaporkan keadaannya secara akurat.
Karena beberapa informasi yang didapat dari pasien dan kakak pasien sesuai.
Contoh: pasien menyadari penggunaan narkoba dapat berpengaruh buruk dan
pasien tidak mau konsumsi hal tersebut.
IV. PEMERIKSAAN FISIK GENERALIS
A. Status Generalis
- Keadaan Umum : Baik
- Berat badan : 55 kg; Tinggi badan : 175cm ; Kesan gizi: Kurang
- Tanda – Tanda Vital :
Tekanan Darah : 120 / 80 mmHg
Nadi : 82 x / menit
Pernafasan : 20 x / menit
Suhu : 36,7oC (per aksila)
- Limfonodi : Tidak teraba pembesaran
- Jantung :
Inspeksi : Tidak tampak iktus cordis
Palpasi : Iktus cordis teraba di ICS 5 linea midclavicula sinistra , tidak kuat
angkat, tidak ada thrill
Perkusi : Batas kanan : ICS IV linea parasternal dextra
Batas kiri : ICS V 2 cm ke arah medial midclavikula sinistra
Pinggang jantung : ICS III linea parasternal sinistra
Auskultasi : BJ I > BJ II reguler,murni, Gallop -/-, Murmur -/-
13
- Paru
Inspeksi : Bentuk normochest, ukuran dinding dada normal, pergerakan
dinding dada simetris, tidak ada retraksi intracosta
Palpasi : Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, vokal fremitus
simetris kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru: Suara nafas vesikuler melemah
kanan dan kiri
Auskultasi : Suara tambahan wheezing (-/-), Suara gesek pleura (-/-)
- Abdomen :
Inspeksi : Datar, tidak ada striae, tidak ada spider naevi, terdapat tato
Auskultasi : Bising usus normal
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, hepar lien tidak teraba
Perkusi : timpanik, tidak ada pekak alih
- Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), sianosis (-), perfusi < 2 detik,
B. Status Neurologis
GCS : 15 (E4M6V5)
Tanda rangsang meningeal : tidak ada
Cara berjalan : normal
Keseimbangan : baik
Motorik : baik 5555|5555
5555|5555 Sensorik : baik
Tanda Ekstrapiramidal :
Tremor : tidak ditemukan
Akatasia : tidak ditemukan
Bradikinesia : tidak ditemukan
Rigiditas : tidak ditemukan
Motorik : tidak ditemukan
Tonus : tidak ditemukan
Turgor : tidak ditemukan
14
Kekuatan : tidak ditemukan
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi Lengkap
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Hitung Jenis :
- Basofil
- Eosinofil
- Batang
- Segmen
- Limfosit
- Monosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
Kimia darah
SGOT
SGPT
Ureum
Kreatinin
Asam Urat
Natrium
Kalium
Klorida
13.7
42
5.1
9470
322000
0
4
3
51
25
7
83
27
33
13.10
12
11
15
0.9
4.5
147
3.9
102
13 – 18 g/dL
40 – 52 %
4.3– 6.0 juta/μL
4.800-10.800/ μL
150.000 – 400.000/ μL
0-1%
1-3%
2-6%
50-70%
20-40%
2-8%
80-96% fL
27 -32 pg
32-36 g/dL
11.5 – 14.5 %
<1.1 mg/dL<35 U/L
<40 U/L
20-50 mg/dL
0.5 – 1.5 mg/dL
3.5 – 7 mg/dL
135-147 mmol/L
3.5-5.0 mmol/ L
95-105 mmol/L
15
Glukosa darah sewaktu 64 < 140 mg/dL
VI. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Tn N, laki-laki, 29 tahun, beragama islam, belum menikah, suku minang,
pendidikan terakhir SMP, saat ini tidak bekerja, warga negara Indonesia, masuk
perawatan pada tanggal 28 Desember 2015. Pasien merupakan rujukan dari RSJ
Grogol yang diantar oleh keluarganya ke Paviliun Amino RSPAD Gatot Soebroto
dengan keluhan marah-marah dan memukuli orang tua dan kakaknya sejak 1 hari
SMRS, menurut keterangan keluarga, pasien marah-marah dikarenakan tidak mau
meminum obat. Menurut keterangan kakak pasien, pasien juga sering berbicara
sendiri dengan kata-kata yang tidak jelas, pasien juga seringkali marah-marah
akibat mengikuti saran dari suara-suara yang didengarnya. Pasien juga sering
tertawa sendiri.
Dari autoanamnesa, didapatkan alasan mengapa pasien sering marah-marah di
rumah karena dia mengikuti saran dari suara yang didengar oleh pasien, menurut
pasien suara yang didengar tersebut adalah suara Ilham, Ilham yang dianggap
seperti teman dan mirip dengan adiknya yang telah meninggal. Pasien sering
mendengar suara Ilham, Ilham sering memberi petunjuk-petunjuk kepada pasien
untuk melakukan sesuatu, dan juga mengatakan mana orang yang baik mana
orang yang jahat, pasien mengatakan tidak senang dengan orang jahat. Menurut
pasien hanya dia sendiri dan bapaknya yang dapat melihat Ilham, menurut
pengakuan pasien sosok Ilham seperti burung rajawali yang memiliki sayap dan
memiliki paruh sampai ke tanah. Pasien juga mengatakan dirinya adalah seekor
kerbau yang memiliki tanduk kecil yang bisa diliat orang lain jika memejamkan
mata sekedip.
Pasien mengaku menjadi seperti sekarang karena frustasi, setiap kerja yang
dia lakukan tidak pernah dihargai dan selalu dianggap salah, dia selalu
diremehkan oleh kakaknya dan lingkungan sekitarnya dan tidak pernah dihargai
seperti manusia. Pasien mengatakan dia hanya mau sedikit dihormati dan dihargai
16
sebagai manusia. Pasien memukuli kakaknya dan marah–marah karena tidak
tahan dengan perlakuan orang-orang disekitarnya di tambah lagi karena pasien
mendapat saran dari suara yang didengarnya untuk menusuk kakaknya karena dia
mendengar dirinya akan di bunuh oleh keluarganya karena keluarganya dianggap
dipengaruhi oleh orang jahat.
Pada pemeriksaan status mental tanggal 11 Januari 2016 didapatkan
seorang pria, penampilan sesuai usianya, berambut pendek, berkulit hitam,
perawatan dan kerapihan diri kurang, dan memakai kaos berwana putih dan
celana jeans panjang. Pasien tampak tenang dan bersemangat saat diajak
berbicara. Pasien kooperatif dan mau menjawab pertanyaan. Kesadaran pasien
kompos mentis. Pasien bersikap sopan terhadap pemeriksa. Pembicaraan spontan,
artikulasi jelas, dan intonasi biasa. Mood labil dan afek terbatas, serasi. Isi pikir
berupa waham bizar, waham kejar. Proses pikir assosiasi longgar. Orientasi dan
daya ingat baik. Pasien terkadang sulit berkonsentrasi, terutama jika ada stimulus
eksternal. Kemampuan mengendalikan impuls dan daya nilai pasien baik. RTA
pasien terganggu dengan tilikan derajat III. Dapat dipercaya, pernyataan pasien
sama dengan pernyataan keluarga pasien. Pemeriksaan fisik lainnya dan hasil
laboratorium dalam batas normal.
VII. FORMULASI DIAGNOSTIK
Formulasi diagnostik menggunakan pendekatan diagnosis multiaksial yang
didasarkan pada PPDGJ III dan DSM-IV:
Aksis I
Berdasarkan wawancara didapatkan adanya gangguan pada pikiran,
perasaan, serta perilaku pasien yang menimbulkan hendaya dan disfungsi
dalam keseharian. Maka, pasien dapat dikatakan mengalami gangguan jiwa.
Pasien tidak memiliki penyakit primer maupun sekunder (trauma kepala,
riwayat kejang, epilepsi, atau infeksi otak) yang dapat menyebabkan adanya
disfungsi otak sehingga adanya gangguan mental akibat kerusakan dan
disfungsi otak (F0) dapat disingkirkan. Pasien juga tidak memiliki riwayat
17
penyalahgunaan zat psikoaktif dan alkohol sehingga penyebab akibat
penggunaan zat (F1) dapat disingkirkan.
Pada pasien terdapat halusinasi auditorik dan visual serta waham paranoid
(Kriteria A DSM IV). Kondisi ini menyebabkan gangguan pada fungsi
keseharian pasien (Kriteria B DSM IV) yang berlangsung lebih dari 6 bulan
(Kriteria C DSM IV). Pasien tidak pernah mengalami kondisi episode mood
depresif maupun episode manik selama periode aktif penyakit (Kriteria D
DSM IV) dan tidak pernah mengkonsumsi zat psikoatif (Kriteria E DSM IV).
Berdasarkan kriteria DSM IV pasien telah memenuhi kriteria Skizofrenia
sehingga dapat disimpulkan diagnosis pasien adalah Skizofrenia (F20).
Pada pasien kriteria umum skizofrenia telah terpenuhi dan ditemukan
adanya gejala tambahan berupa halusinasi auditorik dan visual yang amat
menonjol dan waham paranoid berupa waham kejar, waham bizar, dan waham
pengendalian yaitu thought control yang cukup mendominasi, sehingga
berdasarkan hal tersebut pasien memenuhi kriteria diagnosis Skizofrenia
Paranoid (F20.0) menurut PPDGJ-III.
Aksis II
Ciri kepribadian pasien adalah kepribadian skizoid, dengan ciri-ciri pasien
yang termasuk dalam kriteria diagnostik adalah sbb :
Hampir selalu memilih aktivitas yang dilakukan sendiri.
Tidak mempunyai teman dekat atau hubungan pribadi yang akrab
(kalau ada hanya satu) dan tidak ada keinginan untuk menjalin
hubungan seperti itu.
Aksis III
Pada pasien tidak ditemukan adanya kelainan klinis (fisik dan neurologis)
lain yang bermakna sehingga aksis III pasien tidak ada diagnosis.
Aksis IV
Ditemukan masalah psikoedukatif yaitu pasien sebelumnya tidak
meminum obat secara teratur. Terdapat masalah primary support group
18
(keluarga), yaitu tidak ada anggota keluarga yang dapat memastikan pasien
meminum obat karena anggota keluarga tidak selalu berada di rumah sehingga
pemberian obat tidak dilakukan dengan baik. Kondisi orangtua yang sudah
usia lanjut menjadi keterbatasan dalam perawatan pasien secara keseluruhan.
Serta masalah ekonomi
Aksis V
Penilaian kemampuan peyesuaian aktivitas sehari-hari menggunakan skala
Global Assessment of Functioning (GAF) :
Highest Level Past Year (HLPY) : 20-11, pasien memiliki bahaya
mencederai diri sendiri atau orang lain, disabilitas sangat berat dalam
komunikasi dan mengurus diri
GAF current : 60-51, gejala sedang (moderate), disabilitas sedang, karena
sampai saat ini waham kejar dan bizar pasien belum hilang, namun pasien
sudah mampu berkomunikasi dengan baik, kooperatif dan mampu
mengendalikan emosinya.
VIII. EVALUASI MULTIAKSIAL
Aksis I : Skizofrenia paranoid.
Aksis II : Ciri kepribadian schizoid.
Aksis III : Tidak ada.
Aksis IV : Ketidakpatuhan minum obat, dan kurang dukungan dari
keluarga
Aksis V : GAF Current 60-51 dan GAF HLPY 20-11
Diagnosis kerja : Skizofrenia Paranoid (F20.0)
IX. PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : ad bonam
Quo Ad Fungsionam : dubia ad malam
Quo Ad Sanationam : dubia ad malam
19
Faktor yang mendukung prognosis baik:
1. Tidak ada penyakit penyerta lain yang mempengaruhi vital sign
pasien.
2. Pasien memiliki semangat untuk sembuh.
3. Pasien menyadari dirinya sakit.
Faktor yang mendukung prognosis buruk:
1. Perjalanan penyakit yang sudah Berlangsung 10 tahun. Sering relaps.
2. Pasien pertama kali terdiagnosis sakit pada usia muda (19 tahun)
3. Pasien beberapa kali putus obat dan tidak patuh minum obat.
4. Kondisi keluarga tidak mendukung untuk merawat pasien (faktor
keluarga). Riwayat melakukan tindakan penyerangan.
5. Kondisi keuangan yang tidak baik (faktor ekonomi).
6. Pasien tidak menikah dan riwayat sosial dan pekerjaan buruk
X. DAFTAR MASALAH
1. Organobiologis
Tidak ada
2. Psikologis
Skizofrenia paranoid
Mood : Labil
Afek : Terbatas, serasi
Persepsi : Halusinasi auditorik dan visual
Proses pikir : Asosiasi longgar
Isi Pikir : Waham paranoid, waham bizar, waham kejar
RTA : Terganggu
Tilikan : Derajat 3, pasien mengetahui dirinya sakit tetapi
melemparkan kesalahan pada orang lain, pada faktor eksternal, atau pada
20
faktor organik. Pasien menyadari bahwa dirinya sakit namun pasien
mengatakan dirinya sakit karena di kerjai (santet) oleh orang-orang yang
tidak menyukai dirinya.
Ketidakpatuhan pasien minum obat
Kebiasaan merokok
3. Lingkungan dan Sosio-Kultural
Masalah dengan “primary group support”
Masalah ekonomi
XI. RENCANA TERAPI
a. Farmakologi :
Clozapine 1x12,5 mg(PO)
Risperidone 2x2 mg PO
Trihexylphenidyl 2x2 mg
Haloperidol 2x2,5 mg
b. Nonfarmakologis
1. Terhadap pasien
Psikoterapi suportif: melihat pasien secara holistik dengan membina
hubungan, menunjukan empati dan memberikan perhatian kepada pasien,
tidak menghakimi pasien, memberi dukungan segala usaha adaptif pasien,
menghormati pasien sebagai manusia seutuhnya dan peduli pada aktivitas
keseharian pasien, memotivasi pasien untuk lebih produktif dan minum
obat secara teratur agar penyakitnya tidak muncul kembali.
2. Terhadap keluarga dan teman
o Psikoedukasi mengenai :
a. Penyakit pasien
Memberikan penjelasan mengenai penyakit pasien, penyebab,
gejala-gejalanya, faktor-faktor yang dapat memperberat keadaan
21
penyakit pasien dan bagaimana cara pencegahan. Sehingga keluarga
dan teman atau lingkungan sekitar dapat mengerti keadaan pasien dan
mendukung proses kesembuhannya.
b. Terapi yang diberikan
Memberikan penjelasan tentang terapi yang dijalani, menjelaskan
fungsi obat kepada keluarga pasien dan efek samping yang mungkin
terjadi. Menyarankan keluarga untuk selalu memberi memotivasi
terhadap pasien untuk minum obat secara teratur dan juga memberikan
ketenangan serta kenyamanan pasien selama pasien masih dalam masa
perawatan sehingga pengobatan pasien dapat berjalan baik. Menunjuk
salah satu keluarga sebagai “key person” untuk mengontrol konsumsi
obat pasien.
22
BAB II
PEMBAHASAN
Berdasarkan PPDGJ III yang merujuk ke DSM IV, seseorang dikatakan gangguan
jiwa atau gangguan mental jika ditemukan adanya perubahan terhadap pola perilaku atau
psikologik seseorang, yang secara klinik menimbulkan distress (penderitaan) dan
disabilitas dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari serta perawatan diri. Pada
pasien didapatkan adanya gangguan pada pikiran, perasaan, serta perilaku pasien yang
menimbulkan hendaya dan disfungsi dalam keseharian. Maka, pasien dapat dikatakan
mengalami gangguan jiwa.
Pada pasien ini terdapat waham tentang dirinya dikendalikan dan dipengaruhi
oleh suatu kekuatan tertentu dari luar, waham tentang diirnya tidak berdaya dan pasrah
terhadap kekuatan dari luar yang menyebabkan pasien marah-marah dan menusuk
kakaknya karena dia berpikir dirinya akan dibunuh, pada pasien juga terdapat halusinasi
yang menonjol. Pasien mendengar suara yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien, dan pasien juga melihat sosok seperti burung rajawali berparuh besar
yang sering memberi nasehat pada pasien, serta sosok orang belanda yang menyuruh
pasien untuk minum karbol. Gejala-gejala tersebut berlangsung lebih dari satu bulan, dan
juga mengakibatkan pasien mengalami perubahan mutu kehidupan, tidak bisa mengurus
diri, hilangnya minat, dan hidup tidak bertujuan. Semua hal ini sesuai dengan gejala
skizofenia.
Untuk menegakkan sebuah diagnosis, hierarki diagnosis psikiatri harus
digunakan. Pada pasien ini, tidak ada riwayat trauma pada kepala, nyeri kepala, pusing,
mual, demam tinggi ataupun kejang. Pada pemeriksaan fisik juga tidak ditemukan
kelainan. Sehingga kecurigaan ke arah diagnosis gangguan mental organik dapat
disingkirkan. Selain itu, perlu diperhatikan diagnosis ke arah gangguan mental akibat zat
psikoaktif. Pasien merokok sejak SMP sampai sekarang, tetapi selain itu pasien tidak
23
menggunakan zat psikoaktif lainnya dan tidak juga mengkonsumsi alkohol. Dengan data
tersebut diagnosis gangguan psikotik akibat penggunaan zat psikoaktif dapat disingkirkan
juga. Maka dapat disimpulkan bahwa gangguan pasien adalah murni akibat gangguan
psikotik primer bukan sekunder karena kondisi medis lainnya.
Pasien ini didiagnosis dengan skizofrenia paranoid (F20.0). Skizofrenia
ditunjukkan dengan adanya gejala berupa waham dan halusinasi pada pasien. Untuk
menegakkan diagnosis skizofrenia paranoid, pasien harus memenuhi kriteria skizofrenia
terlebih dahulu.
Diagnosis umum skizofrenia (F20.-) berdasarkan kriteria diagnostik PPDGJ-III :
A. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala
atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) : (memenuhi 2 dari 4
kriteria dengan jelas)
Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama,
namun kualitasnya berbeda .
Thought insertion = isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam
pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesatu dari luar
dirinya (withdrawal) .
Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar ke luar sehingga orang lain
atau umum mengetahuinya. Tidak ada
Delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar.
Delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar .
Delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap suatu kekuatan dari luar (tentang “dirinya” = secara jelas
merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan
atau penginderaan khusus) .
Delusional perception = pengalaman inderawi yang tak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat.
24
Halusinasi auditorik :
Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap perilaku
pasien dan terkadang memerintah pasien untuk melakukan suatu tindakan,
contohnya memerintah pasien untuk meminum air karbol dan menusuk
kakaknya.
Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara berbagai
suara yang berbicara) .
Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh. Pada
pasien tidak didapatkan gejala ini.
Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di
atas manusia biasa (misalya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan mahluk asing dari dunia lain) . pada pasien ini
didapatkan adanya waham bizar dan waham kejar yang menetap.
B. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
(memenuhi 2 dari 4 kriteria)
Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-
valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus , halusinasi auditorik
(mendengar bisikan yang mengomentari tindakan pasien dan memerintah
pasien melakukan tindakan) dan visual (melihat “ilham” yang menyerupai
burung rajawali).
Arus pikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan (interpolation),
yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau
neologisme, seperti yang didapatkan pada pasien.
25
Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mustisme, dan
stupor, pada pasien tidak dipapatkan gejala seprti ini.
Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja
sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh
depresi atau medikasi neuroleptika , tidak didapatkan pada pasien ini.
C. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu
satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal). gejala
yang dialami pasien berlangsung selama lebih dari 6 tahun, episode terakhir berawal
dari bulan Desember sampai sekarang.
D. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behaviour),
bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu,
sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara
sosial saat rutin dalam pengobatan pasien dapat be\rfungsi dengan lebih baik dalam
hal sosial maupun pekerjaan, namun saat kambuh pasien tidak dapat melakukan
fungsi sosial maupun pekerjaannya dimana pasien cenderung menarik diri dan
mengurung diri sepanjang hari.
Berdasarkan hal tersebut pasien menurut kriteria DSM IV pasien memenuhi
kriteria skizofrenia. Kriteria diagnostik DSM-IV-TR subtipe skizofrenia:
A. Gejala Karakteristik: dua (atau lebih) berikut, masing-masing ditemukan untuk
bagian waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang jika diobati
dengan berhasil):
1. Waham
2. Halusinasi
3. Bicara terdisorganisasi (misalnya sering menyimpang atau inkoherensi)
4. Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas
26
5. Gejala negatif yaitu pendataran afektif, alogia, atau tidak ada kemauan
(avolition)
Catatan: Hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham adalah kacau
atau halusinasi terdiri dari suara yang terus-menerus mengomentari perilaku atau
pikiran pasien atau dua lebih suara yang saling bercakap-cakap satu sama lainnya.
A. Disfungsi sosial/pekerjaan: untuk bagian waktu yang bermakna sejak onset
gangguan, satu atau lebih fungsi utama seperti pekerjaan, hubungan interpersonal,
atau perawatan diri, adalah jelas di bawah tingkat yang dicapai sebelum onset
(atau jika onset pada masa anak-anak atau remaja, kegagalan untuk mencapai
tingkat pencapaian interpersonal, akademik, atau pekerjaan yang diharapkan).
B. Durasi: tanda gangguan terus-menerus menetap selama sekurangnya 6 bulan.
Pada 6 bulan tersebut, harus termasuk 1 bulan fase aktif (yang memperlihatkan
gejala kriteria A) dan mungkin termasuk gejala prodormal atau residual.
C. Penyingkiran gangguan skizoafektif atau gangguan mood: gangguan skizoafektif
atau gangguan mood dengan ciri psikotik telah disingkirkan karena: (1) tidak ada
episode depresif berat, manik atau campuran yang telah terjadi bersama-sama
gejala fase aktif atau (2) jika episode mood telah terjadi selama gejala fase aktif,
durasi totalnya relatif singkat dibandingkan durasi periode aktif dan residual.
D. Penyingkiran zat/kondisi medis umum
E. Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasif
Pada pasien terdapat halusinasi auditorik berupa suara-suara yang didengar pasien
dan waham paranoid berupa pikiran pasien yang merasa dirinya dikuasai,
diperhatikan, dibicarakan, dan ditertawakan oleh orang lain (Kriteria A DSM IV).
Kondisi ini menyebabkan gangguan pada fungsi keseharian pasien dimana karena
pasien selalu ketakutan sehingga pasien tdak mau keluar rumah untuk berinteraksi
dengan orang lain (Kriteria B DSM IV) yang berlangsung lebih dari 6 bulan (Kriteria
C DSM IV). Pasien tidak pernah mengalami kondisi episode mood depresif maupun
episode manik selama periode aktif penyakit (Kriteria D DSM IV) dan tidak pernah
mengkonsumsi zat psikoatif (Kriteria E DSM IV). Berdasarkan kriteria DSM IV
27
pasien telah memenuhi kriteria Skizofrenia sehingga dapat disimpulkan diagnosis
pasien adalah Skizofrenia (F20).
Pasien sesuai dengan kriteria diagnostik skizofrenia (F20).
Diagnosis skizofrenia dilanjutkan dengan menegaskan sub-tipe gangguan yang
dialami pasien, dengan kecurigaan ke arah tipe paranoid, pasien lebih menunjukkan
gejala waham dan halusinasi. Diagnosis skizofrenia paranoid (F20.0) berdasarkan
kriteria diagnostik PPDGJ-III :
a. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.
b. Sebagai tambahan :
Halusinasi dan/atau waham harus menonjol.
a. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah,
atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit
(whistling), mendengung (humming) atau bunyi tawa (laughing) pasien
mendengar suara yang memberi perintah pada pasien, beberapa kali pasien
mencoba buuh diri dan menusuk kakaknya, dan mengaku bahwa ada suara
yang memerintahkannya.
b. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau
lain-lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang
menonjol pasien mengalami halusinasi visual (melihat “ilham”, “sanger”
yang hanya dapat dilihat oleh dirinya).
c. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), atau “passivity” (delusion of passivity), dan
keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas
pada pasien didapatkan waham bizar dimana pasien merasa dirinya adalah
kerbau yang memiliki tanduk dan waham kejar dimana pasien merasa
dirinya tidak disukai oleh orang lain dan mencoba untuk membunuhnya.
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik
secara relatif tidak nyata / tidak menonjol memenuhi kriteria ini.
Kriteria diagnostik DSM-IV subtype skizofrenia Tipe paranoid :
28
- Preokupasi terhadap satu atau lebih waham atau halusinasi auditorik yang sering
- Tidak ada hal berikut yang prominen bicara kacau, perilaku kacau, afek datar
atau tidaksesuai.
Pasien sesuai dengan kriteria diagnostik skizofrenia paranoid (F20.0)
Pasien memenuhi seluruh kriteria diagnostik yang dipaparkan sehingga
dapat ditarik kesimpulan bahwa diagnosis pasien adalah skizofrenia paranoid
(F20.0).
Penatalaksanaan yang disarankan pada pasien ini adalah psikoedukatif dan
psikofarmaka. Psikoedukasi ditujukan kepada pasien dan keluarganya.
Psikoedukasi yang diberikan kepada pasien adalah melihat pasien secara holistik
dengan membina hubungan, menunjukan empati, memotivasi pasien untuk lebih
produktif dan minum obat secara teratur agar penyakitnya tidak muncul kembali.
Psikoedukasi yang diberikan kepada keluarga pasien adalah memberikan
penjelasan mengenai penyakit pasien, faktor-faktor yang dapat memperberat
keadaan penyakit pasien dan bagaimana cara pencegahannya sehingga keluarga
dan teman atau lingkungan sekitar dapat mengerti keadaan pasien dan mendukung
proses kesembuhannya. Terapis juga disarankan memberikan penjelasan tentang
terapi yang dijalani, menjelaskan efek samping yang mungkin terjadi, serta
menyarankan keluarga untuk selalu memberi memotivasi terhadap pasien untuk
minum obat secara teratur dan juga memberikan ketenangan serta kenyamanan
pasien selama pasien masih dalam masa perawatan sehingga pengobatan pasien
dapat berjalan baik.
Dalam penatalaksanaan skizofrenia pada umumnya diperlukan
antipsikotik atipikal untuk mengontrol gejala. Adapun antipsikotik atipikal yang
dapat menjadi pilihan, antara lain aripiprazole, asenapine, clozapine, iloperidone,
olanzapine, paliperidone, quetiapine, risperidone, dan ziprasidone. Pemilihan
antipsikotik atipikal lebih disarankan daripada antipsikotik tipikal untuk
menghindari gejala ekstrapiramidal atau sindrom parkinson. Selain itu
antipsikotik atipikal lebih bermanfaat untuk gejala positif dan negatif skizofrenia,
pada pasien ini terdapat kedua gejala sehingga disarankan untuk pemberian
antipsikotik atipikal.
29
Clozapine termasuk dalam golongan obat antipsikotik atipikal, yang
digunakan untuk mengontrol gejala, Sejenis dengan obat dibenzodiazepine
lainnya, seperti olanzapine dan zotepine. Antipsikotik atipikal lebih bermanfaat
untuk gejala positif dan negatif skizofrenia, pada pasien ini terdapat kedua gejala
sehingga disarankan untuk pemberian antipsikotik atipikal. Pada dasarnya semua
obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klinis) yang sama pada dosis
ekuivalen, perbedaan utama pada efek sekunder (efek samping: sedasi, otonomik,
ekstrapiramidal). Pemilihan jenis anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis
yang dominan dan efek samping obat. Pergantian disesuaikan dengan dosis
ekuivalen. Apabila obat antipsikosis tertentu tidak memberikan respons klinis
dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang tepat, dapat diganti
dengan obat anti psikosis lain (sebaiknya dan golongan yang tidak sama) dengan
dosis ekuivalennya. Mekanisme kerja obat antipsikotik atipikal adalah
memblokade dopamine pada reseptor pasca-sinaptik di otak, khususnya di sistem
limbik dan sistem ekstrapiramidal (dopamine D2 receptor antagonists) – efektif
untuk gejala positif, serta berafinitas terhadap “serotonin 5 HT2 receptors”
(serotonin-dopamine antagonists) – sehingga efektif juga untuk gejala negatif.
Clozapin harus diawali dengan dosis rendah dan dinaikkan secara bertahap untuk
meminimalkan risiko agranulositosis. Rendahnya affinitas terhadap reseptor D2
berhubungan dengan rendahnya efek samping terhadap gejala ekstrapiramidal. Itu
sebabnya dibandingkan dengan antipsikotik atipikal lainnya, klozapin memiliki
efek gejala ekstrapiramidal yang lebih aman. Berdasarkan penelitian yang
membandingkan klozapin dengan obat antipsikotik lainnya, 79% menunjukkan
bahwa klozapin lebih superior dibandingkan antipsikotik lainnya.. Efek samping
lain yang dapat timbul pada pemberian klozapin adalah konstipasi akibat efek
antikolinergiknya, takikardia dan efek metabolik seperti kenaikan berat badan
yang signifikan, resistensi insulin, dan dislipidemia. Dengan demikian, ada
beberapa pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk mengurangi dampak terjadinya
efek samping, antara lain dengan pemeriksaan leukosit setiap minggu selama 6
bulan pertama terapi. Dosis anjuran yang disarankan adalah 150- 600 mg per hari.
30
Dalam penatalaksanaan skizofrenia pada umumnya diperlukan. Adapun
antipsikotik atipikal yang dapat menjadi pilihan, antara lain aripiprazole,
asenapine, clozapine, iloperidone, olanzapine, paliperidone, quetiapine,
risperidone, dan ziprasidone. Pemilihan antipsikotik atipikal lebih disarankan
daripada antipsikotik tipikal untuk menghindari gejala ekstrapiramidal atau
sindrom parkinson. Indikasi pemberian clozapine secara umum adalah pasien
skizofrenia yang tidak responsif atau intoleransi terhadap obat neuroleptik klasik
dimana pemilihan obat clozapine tepat terhadap pasien ini.
Pada pasien juga diberikan obat risperidone, merupakan obat antipsikotik
generasi 2. Pemeilihan obat antipsikotik generasi 2 (APG II) adalah karena APG
II resiko efek samping ektrapiramidal yang rendah jika dibandingkan dengan
APG I. Selain itu, risperidone dapat memperbaiki fungsi kognitif pasien dan juga
fungsi terapeutiknya terjadi pada dosis rendah. Absorpsi dari risperidone tidak
dipengaruhi oleh makanan. Risperidone termasuk ke dalam golongan antipsikosis
atipikal. Aktivitas antipsikosis diperkirakan melalui hambatan terhadap reseptor
serotonin dan dopamine. Risperidon diberikan untuk mengatasi gejala negatif
ataupun positif skizofrenia.
Selain itu pada pasien ini juga diberikan obat haloperidol, yaitu obat APG
I.Kerja terapeutik obat obat antipsikotik konvensional adalah menghambat
reseptor D2, khususnya pada jalur mesolimbic. Hal ini dapat menimbulkan efek
berkurangnya hiperaktivitas dopamine pada jalur ini, yang merupakan sebagai
penyebab simtom positif pada psikosis. Haloperidol adalah salah satu obat yang
umumnya digunakan pada pasien agresif dan berbahaya, yang dimana pada pasien
ini terdapat tindakan agresif pada saat pertama masuk RSPAD karena pasien
menyerang kakaknya. Haloperidol memiliki efek samping yang cukup berta yang
termasuk simtom ektrapiramidal dan akitisia. Waktu paruh obat ini adalah
berkisar 24 jam. Orang dewasa dalam keadaan akut cukup sesuai dengan
menggunakan dosis ekivalen haloperidol 5 hingga 20mg, pada pasien ini
diberikan 2x2,5 mg.
Selain itu pada pasien ini diberikan obat trihexyphenidyl yaitu sebagai
obat untuk mengurangi gejala ektrapiramidal yang diakibatakan oleh efek
31
samping dari pemberian haloperidol. Triheksipenidil memiliki daya antikolinergik
yang berkerja menghambat pelepasan asetil kolin endogen dan eksogen,
menghambat reuptake dopamine pada ujung saraf presinaptik di otak.
Faktor resiko terjadinya gangguan jiwa terdiri dari faktor biologis yang
meliputi genetik, fisik dan lingkungan; dan faktor psikososial yang terdiri dari
faktor kepribadian, peristiwa kehidupan, dan stres lingkungan. Seorang yang
memiliki sanak saudara derajat pertama (orang tua atau saudara kandung) yang
menderita gangguan skizoafektif, bipolar ataupun skizofrenia lebih
memungkinkan seseorang untuk mengembangkan gangguan tersebut
dibandingkan dengan orang tanpa sanak saudara derajat pertama yang menderita
gangguan tersebut. Berdasarkan anamnesa keluarga pihak ayah dan ibu, tidak ada
keluarga yang memiliki gejala yang sama dengan pasien. Selain itu tidak ada
saudara kandung pasien yang memiliki keluhan yang sama. Kelainan genetik ada
pada pasien ini dapat dikesampingkan.
Faktor psikososial yang paling mendukung terjadinya gangguan
skizofrenia adalah stress, dimana suatu teori diajukan bahwa stress berkelanjutan
dapat menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan lama yang dapat
menyebabkan perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan
sistem pemberi signal intraneuronal. Perubahan ini menyebabkan seseorang
berada pada risiko lebih tinggi untuk menderita episode gangguan skizofrenia
selanjutnya tanpa adanya stressor eksternal. Pasien awalnya mengalami kesedihan
dan kecewa saat dirinya tidak bisa masuk ke pesantren untuk lanjutkan sekolah,
ditambah lagi adik pasien meinggal karena HIV, pasien juga mengaku frustasi
karena selalu di remehkan, merasa tidak dihargai, dan merasa selalu dijahati di
rumah. Faktor-faktor ini berpengaruh terhadap terjadinya gangguan skizofrenia.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Maramis, W.S. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Presss :
Surabaya. 1994.
2. Stuart, G. W. dan Sundeen, S. J. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 1998.
3. Olfson, Mark. Treatment Patterns for Schizoaffective Disorder and Schizophrenia
AmongMedicaid Patients. Diakses melalui: www.psychiatryonline.org/data/Journals/
4. American Psychiatric Association. Diagnosis dan Statistical Manual of Mental
disorders (DSM V TM). American Psychological Association (APA): Washington
DC.
5. Agus, Dharmady. 2003. Psikopatologi: Dasar di Dalam Memahami Tanda dan
Gejala dari Suatu Gangguan Jiwa. Ed.1. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atmajaya: Jakarta.
6. Maslim, Rusdi, 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III dan DSM 5. Cetakan 2. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atmajaya: Jakarta.
7. Sadock, Benjamin James., Sadock, Virginia Alcott. Kaplan & Sadock Buku Ajar
Psikiatri Klinis. Ed.7. Jakarta : EGC
8. Maslim, Rusdi, 2007. Panduan Klinis Obat Psikotropik. Ed 3.Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya: Jakarta.
33