Daftar Isi
Daftar Isi....................................................................................................................................................................1BAB I..........................................................................................................................................................................2PENDAHULUAN.......................................................................................................................................................2
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................................................21.2 Tujuan......................................................................................................................................................3
BAB II........................................................................................................................................................................4PEMBAHASAN..........................................................................................................................................................4
2.1 Materi-materi............................................................................................................................................4BAB III.....................................................................................................................................................................31PENUTUP...............................................................................................................................................................31
3.1 Kesimpulan............................................................................................................................................31Daftar Pustaka.........................................................................................................................................................32
1
BAB I
PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang
Setiap individu yang mengalami penyakit atau trauma mungkin juga akan mengalami rasa kehilangan
atau berduka. Seseorang klien bisa merasakan duka karena kehilangan beberapa hal, antara lain: kehilangan
bagian atau fungsi tubuh, kepercayaan diri, kepercayaan, atau penghasilan. Penyakit dapat mengubah atau
mengancam identitas seseorang, dan pada waktunya setiap orang akan meninggal. Perawat memiliki tugas
utama untuk mencegah penyakit dan trauma, serta membantu klien kembali menjadi sehat. Perawat juga
berperan penting dalam membantu klien dan keluarga untuk berdaptasi dengan sesuatu yang tidak dapat diubah
dan memfasilitasi suatu kematian dengan damai.
Beberapa penghalang muncul dalam upaya penyampaian perawatan khusus pada akhir kehidupan.
Sebelum berkembangnya teknologi medis, kematian terjadinya dirumah, dalam suatu tempat yang non teknis
dan dikenal bersama keluarga dan teman yang merawatnya. Saat ini, kematian sering terjadi di institusi yang
menyediakan intervensi bersifat teknis dan efisisn yang bertujuan untuk memperpanjang hidup dan menghindari
kematian. Disana, justru orang asing (yang tidak terbiasa dengan nilai-nilai dan harapan klien dan keluarga) yang
memberikan perawatan. Penyediaan layanan kesehatan terkadang harus melawan rasa emosi yang tidak
nyaman yang di hubungkan dengan proses berduka dan kematian, dan memandang kematian sebagai
kegagalan pribadi dan profesi. Berbicara secara terbuka tentang kematian merupakan hal yang menyedihkan
bagi masyarakat Ameika, kehidupan kita sehari-hari, bahasa kita, dan bahkan dalam pikiran kita (Matzo &
Sherman, 2006). Penyakit terminal akan mengingatkan teman dan anggota keluarga pada kematian ,ereka
sendiri, dimana dapat menyebabkan mereka secara tidak sengaja menarik diri dari individu yang sedang sekarat.
Perawat bersedih ketika mereka menyaksikan penderitaan orang lain (Sherman, 2004).
Meskipun ada banyak penghalan dalam memberikan perawatan di akhir kehidupan, tetapi perwat
memiliki sejarang yang panjang dan membanggakan dari tanggung jawab utama yang diterima untuk perawatan
berduka dan kematian secara langsung tersebut (Blum, 2006). Klien dan keluarga memerlukan asuhan
keperawatan khusus mengenai berduka dan kematian, bahkan mungkin lebih banyak dibandingkan perawatan
yang lainnya. Penyediaan pelayanan bagi klien pada akhir kehidupan membutuhkan pengetahuan dan
kepedulian untuk memberikan rasa nyaman, bahkan ketika harapan pengobatan atau kelanjutan hidup sudah
tidak mungkin lagi (Virani dan Sofer, 2003).
1.2 Tujuan
1. Mengidentifikasi peran perawat dalam membantu klien yang mengalami kehilangan, berduka dan
2
kematian.
2. Menggambarkan tipe kehilangan yang dirasakan disepanjang kehidupan.
3. Menggambarkan karakteristikdari individu yang mengalami rasa duka.
4. Mendiskusikan variabel-variabel yang mempengaruhi respons individu terhadap rasa berduka.
5. Menyusun rencana asuhan keperawatan untuk klien dan keluarga yang mengalami rasa kehilangan dan
berduka.
6. Mengidentifikasi metode penatalaksanaan bagi perawat yang sedang berduka dan merasa kehilangan
BAB IIPEMBAHASAN
2.1 Materi-materiKehilangan
3
Sejak lahir sampai meninggal, kita membentuk hubungan dan menderita karena kehilangan. Kita
membangung kebebasan dari individu dewasa yang membesarkan kita, mulai dan meninggalkan sekolah,
mengubah teman, memulai karier, dan membentuk hubungan baru. Nilai-nilai yang dipelahjari dalam satu
keluarga, komunitas keagamaan, masyarakat dan budaya akan membentuk apa yang dianggap seseorang
sebagai kehilangan dan bagaimana merasakan duka (Hooyman dan Kramer, 2006). Individu mengalami
kehilangan ketika individu lain, pengontrolan, bagian tubuh, lingkungan yang dikenal, atau persaan diri sudah
berubah atau sudah tidak ada lagi.
Perubahan kehidupan bersifat alami dan biasanya bersifat positif. Selama kita menjalani kehidupan,
kita mempelajari bahwa perubahan selalu melibatkan kehilangan yang penting (necessary losses), yang
merupakan bagian dari hidup. Kita belajar berharap bahwa sebagian besar dari rasa kehilangan yang diperlukan
pada akhirnya digantikan oleh sesuatu yang berbeda atau yang lebih baik. Namun, beberapa rasa kehilangan
menyebabkan kita mengalami perubahan permanen dalam hidup kita dan mengancam perasaan kita tentang
kepemilikan dan keamanan. Kematian seseorang kita cintai, perceraian atau kehilangan kebebasan akan
mengubah hidup kita selamanya dan secara signifikan mengganggu kesehatan fisik, psikologis, dan spiritual.
Kehilang maturasional (maturasional losses) adalah suatu bentuk dari kehilangan yang penting dan
melibatkan semua harapan hidup yang secara normal berubah di sepanjang hidupnya. Seorang ibu merasa
kehilangan ketika meninggalkan rumah pada hari pertama sekolahnya. Seorang anak sekolah dasar tidak ingin
kehilangan guru dan ruang kelas favoritnya. Rasa kehilangan maturasional berhubungan dengan transisi
kehidupan yang normal dan membantu individu mengembangkan keterampilan beradaptasi untuk digunakan
ketika mengalami rasa kehilanganyang tidak direncanakan, tidak di inginkan dan tidak diharapkan.
Beberapa rasa kehilangan terlihat tidak diperlukan dan bukan merupakan bagian dari pengalaman
pendewasaan yang diharapkan. Secara tiba-tiba, kejadian eksternal yang tidak diperkirakan menyebabkan rasa
kehilangan situasional. Sebagai contoh, suatu kecelakaan mobil mungkin menyebabkan trauma akibat
perubahan fisik yang membuat seseorang tidak mungkin kembali bekerja atau sekolah; menyebabkan kehilangan
fungsi, penghasilan, tujuan hidup, atau kepercayaan diri.
Kehilangan dapat bersifat aktual dan diras. Rasa kehilangan aktual (actual loss) terjadi ketika
seseorang tidak dapat lagi merasakan, mendengar, atau mengenali seseorang atau objek. Contohnya antara
lain: kehilangan bagian tubuh, kematian anggota keluarga, atau kehilangan pekerjaan. Kehilangan objek yang
berharga antara lain semua yang dipakai atau salah tempat, dicuri, atau rusak oleh bencana. Seorang anak bisa
besedih karena kehilangan mainan favoritnya akibat banjir. Rasa kehilangan yang dirasa (perceived losses) didefinisikan secara unik oleh seseorang yang mengalami rasa kehilangan dan bersifat tidak begitu jelas bagi
individu lain. Sebagai contoh, beberapa individu merasakan penolakan dari teman, atau rasa kehilangana
kepercayaan atau status dalam kelompok. Bagaimana individu menginterprestasikan arti dari rasa kehilangan
yang diras akan memengaruhi intensitas rewspon terhadap yang berduka. Rasa kehilangan yang dirasa mudah
untuk dilupakan karena pengalaman tersebut bersifat internal dan individual. Meskipun dialami dengan cara yang
sama dengan rasa kehilangana aktual.
Setiap individu merespons rasa kehilangaan dengan cara yeng berbeda-beda. Tipe rasa kehilangaan
dan persepsi individu terhadap rasa kehilangan mempengaruhi kedalaman dan durasi respon berduka. Bagi
beberapa individu, rasa kehilangan objek (misalnya rumah atau harta bendah, hadiah yang diwariskan)
4
menyebabkan tingkat tekanan yang yang sama dengan rasa kehilangan seseorang, tergantung pada nilai yang
ditempatkan seseorang terhadap objek itu. Penyakit kronis, kecacatan dan pelayanan rumah sakit menghasilkan
beberapa rasa kehilangan. Ketika memasuki suatu institusi pelayanan, klien kehilangan akses dengan individu
dan lingkungan yang dikenal, kebebasan, dan pengontrolan fungsi tubuh dan rutinitas harian. Penyakit kronis
atau kecacatan menambah kesulitan finansial bagi sebagian besar individu dan dapat membawa perubahan
dalam gaya hidup dan ketergantungan pada orang lain. Meskipun menderita penyakit dan perawatan rumah sakit
dalam waktu yang singkat, tetapi dapat menyebabkan tetapi dapat menyebabkan pergantian semetra dalam
fungsi peran keluarga dan kegiatan sehari-hari, serta mengubah hubungan.
Kematian merupakan rasa kehilangan terakhir. Meskipun merupakan bagian dari rangkaian kesatuan
kehidupan dan manusia, tetapi kematian mewakili ketidaktahuan dan dapat menyebabkan kecemasan, ketakutan
dan ketidak pastian bagi banyak orang. Kematian nmemisahkan individu secara fisik dari individu yang penting
dalam kehidupan secara permanen dan menyebabkan kekuatan, kesedihan, dan penyesalan bagi individu yang
sekarat, anggota keluarga, teman, serta pemberi layanan (Craib, 2003). Budaya, spiritualitas, kepercayaan
personal dan nilai-nilai seseorang, pengalaman dengan kematian sebelumnya, dan tingkat dukungan sosial akan
memengaruhi cara individu mendekati kematian.
Berduka Berduka merupakan respons emosional terhadap rasa kehilangan, yang dimanifestasikan oleh individu dalam
cara yang khusus., berdasarkan pengalaman personal, harapan budaya, dan kepercayaan spiritual (Hooyman
dan Kramer, 2006). Koping pada proses berduka melibatkan suatu periode berkabung, penampilan, ekspresi
sosial terhadap berduka, dan perilaku yang berhubungan dengan rasa kehilangan. Upacara perkabungan
dipengaruhi secara budaya dan seperti perilaku yang dipelajari. Istilah kehilangan menggabungkan antara rasa
berduka dan berkabung, serta mengikutsertakan respons emosianal dan perilaku diluar diluar dari seseorang
yang mengalami rasa kehilangan (End-of-Life Nursing Education Consortium [ELNEC], 2003).
Rangkaian Proses Berduka. Penting untuk membedakan antara ekspresi berduka sebagai respons terhadap
rasa kehilangan yang normal dan sehat, yang membutuhkan dukungan dan pengakuan masyarakat; dari berduka
sebagai respons terhadap tekanan dan gangguan personal yang besar, yang membutuhkan intervensi yang lebih
intensif. Mengenali bahwa ada perbedaan antara berbagai tipe berduka dapat membantu perawat dalam
merencanakan dan menerapkan perawatan yang sesuai.
Berduka yang Normal. Ketika individu sedang berduka, ini berarti bahwa mereka berada dalam proses adaptasi
dengan kematian orang yang dicintai. Berduka yang normal (non-komplikasi) merupakan reaksi terhadap
kematian yang paling umum terjadi. Meskipun penyebab kematian (kekerasan, tidak diharapkan, traumatik)
mengakibatkan resiko besar bagi yang bertahan hidup, tetapi hal ini tidak selalu menentukan bagaimana individu
akan berduka. Berduka yang normal merupakan respons yang kompleks dengan emosi, kognitif, sosial, fisik,
perilaku, dan konsep spiritual.
Penelitian terakhir menemukan bahwa penerimaan (acceptance), ketidak percayaan (disbelief), kerinduan
(yearning), marah (anger), dan depresi ditunjukkan pada proses berduka yang normal (Maciejewski et al,. 2007).
Penerimaan adalah respons awal yang paling kuat dan terus bertambah kuat seiring dengan berjalannya waktu.
Emosi yang negatif (marah dan depresi) mencapai puncaknya sekitar 4 bulan dan menurun sekitar 6 bulan.
5
Berduka Berkomplikasi. Pada berduka bekomplikasi (disfungsional), berduka yang dirasakan individu
berkepanjangan atau kesulitan saat ingin b ergerak maju setelah mengalami rasa kehilangan. Mengalami
kehilangan orang yang dicintai, individu dengan berduka berkomplikasi menagalami kerinduan yang kronis dan
mengganggu terhadap orang yang sudah meninggal dan cenderung memiliki kesulitan dalam menerima
kematian dan mempercayai orang lain, merasakan kepahitan, atau kekhawatiran akan masa depan. Mereka juga
dapat merasakan dam mati rasa secara emosional. Berduka berkomplikasi terjadi lebih sering pada keadaan
adanya hubungan yang bermasalah dengan orang yang sudah meninggal, rasa kehilangan atau tekanan
berganda atau sebelumnya, masalah kesehatan mental, atau kurangnya dukungan sosial. Rasa kehilangan
dihubungkan dengan pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan yang tiab-tiba, atau kehilangan anak memiliki potensi
untuk menjadi komplikasi. Gejala dan gangguan berduka berkomplikasi berlangsung paling sedikit 6 bulan
setelah rasa kehilangan, dan mengganggu setiap dimensi dari kehidupan kehidupan individu.
Berduka yang Diantisipasi. Seseorang akan mengalami berduka yang diantispasi (anticypatory grief), suatu proses pelepasan bawah sadar atau “membiarkan pergi” sebelum rasa kehilangan aktual atau kematian
terjadi, terutama terjadi dalam situasi rasa kehilangan yang diperpanjang atau telah diperkirakan (Corless, 2006).
Cara lain untuk memikirkan tentang berduka yang diantisipasi adalah bahwa ini merupakan bentuk dari
peringatan terlebih dahulu atau dasar untuk memberikan waktu bagi keluarga untuk mempersiapkan kematian
atau menyelesaikan tugas terkait dengan kematian yang akan datang. Saldiner dan Cain (2004) menemukan
bahwa tekanan dan tegangan yang ditimbulkan oleh penyakit terminal, termasuk putusnya hubungan suami istri,
kecemasan yang terpisah, ancaman keamanan, dan trauama karena ketidak berdayaan menyaksikan orang
yang dicintai meninggal, lebih berat dari pada keuntungan yang diperkirakan dari berduka yang diantisipasi.
Berduka yang Tidak Lepas. individu yang mengalami berduka yang tidak lepas (disenfranchised grief), yang
juga dikenal sebagai berduka marginal atau tidak didukung, ketika hubungan mereka dengan orang yang sudah
meninggal tidak disetujui secara sosial, tidak dapat diakui secara terbuka di depan umum, atau terlihat kurang
signifikan (hooyman dan kramer, 2006).
Teori Berduka dan Berkabung. Sebagian besar teori berduka menggambarkan bagaimana individu beradaptasi
dengan kematian, mereka juga dapat digunakan untuk memahami respon terhadap rasa kehilangan orang
terdekat.
Tahap-tahap kematian. Teori perilaku klasik kubler-ross (1969) menggambarkan lima tahap kematian, namun
tahap-tahap tersebut ditulis dalam suatu kondisi. Pada tahap penyangkalan (denial),individu bertindak seperti
tidak terjadi sesuatu dan menolak menerima kenyataan adanya rasa kehilangan. Ketika mengalami tahap
kemarahan (anger) terhadap rasa kehilangan, individu mengungkapkan pertahanan dan terkadang merasakan
kemarahan yang hebat terhadap tuhan, individu lain, dan situasi. Tawar-menawar (bargaining) melindungi dan
menunda kesadaran akan rasa kehilangan dengan mencoba untuk mencegahnya untuk terjadi. Ketika seseorang
menyadari secara keseluruhan akibat dari rasa kehilangan, terjadilah depresi. Beberapa individu merasa sedih,
putus asa, dan kesendirian yang berlebihan. Karena mengalami hal yang buruk mereka terkadang menarik diri
dari hubungan dan kehidupan. Dalam tahap penerimaan, individu memasukan rasa kehilangan ke dalam
kehidupan dan menemukan cara umtuk bergerak maju. Teori tahap berduka (stage theory) tidak harus
dipertimbangkan sebagai resep berduka atau suatu indikasi yang setiap orang dapat menuntut pengawasan
terhadap proses kematian. Berduka memiliki bagian waktu yang berbeda dari pernyataan. Para janda
6
mengatakan bahwa mereka terus berpikir tentang suaminya yang telah meninggal sebanyak satu atau dua kali
dalam sebulan, meskipun ketika rasa kehilangan telah terjadi dua puluh tahun yang lalu ( Carnelly et al., 2006).
Teori kasih sayang. Teori kasih sayang (attachment theory) bowlby (1980) menggambarkan pengalaman
berkabung. Perilaku kasih sayang menjamin ketahanan hidup karena hal itu menjaga individu dekat dengan
semua yang menawarkan cinta, perlindungan, dan dukungan. Bowlby menggambarkan empat fase berkabung.
Sama dengan teori tahap berduka yang lain, individu dapat kembali dan meneruskan antara dua fase manapun
dalam merespon rasa kehilangan. Mati rasa, rasa berkabung yang paling singkat, berlangsung dari beberapa jam
sampai satu minggu atau lebih. Ledakan kesedihan yang bersifat emosional dan tekanan akut merupakan
karakteristik dari fase kedua kehilangan, yaitu kerinduan dan pencarian. Gejala fisik yang banyak ditemukan
dalam fase ini antara lain : sesak di dada dan tenggorokan, nafas yang pendek, perasaan yang lesu, susah tidur
dan tidak nafsu makan. Fase ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan atau bisa lebih panjang lagi. Selama
fase kekacauan dan keputusasaan, seorang individu akhirnya memeriksa bagaimana dan mengapa rasa
kehilangan terjadi atau mengungkapkan kemarahan akan seseorang yang sepertinya bertanggung jawab
terhadap rasa kehilangan tersebut. Individu yang berduka menceritakan kembali kisah kehilangan tersebut
berulang kali. Secara bertahap, individu menyadari bahwa kehilangan tersebut bersifat permanen. Dengan
reorganisasi, yang biasanyan memakan waktu satu tahun atau lebih, individu mulai menerima perubahan,
menerima peran yang belum dikenal, membutuhkan keterampilan baru, dan membangun hubungan baru.
Individu yang melakukan reorganisasi mulai membuka dirinya dari hubungan mereka yang hilang tanpa
merasakan bahwa mereka mengurangi kepentingannya.
Model tugas terbuka. Worden (1982) mengajukan empat tugas berkabung dan menyarankan bahwa individu
yang berkabung terikat secara aktif dalam perilaku untuk membantu dirinya sendiri dan memberikan respon
terhadap intervensi dari luar.
1. Tugas 1 : menerima kenyataan akan rasa kehilangan. Melibatkan proses penerimaan bahwa individu
atau objek tersebut telah pergi dan tidak akan kembali.
2. Tugas 2 : melewati rasa nyeri akan berduka. Individu memberikan reaksi berupa kesedihan,
kesendirian, keputusan, atau penyesalan dan akan bekerja melalui perasaan nyeri dengan
menggunakan mekanisme adaptasi yang paling dikenal dan nyaman bagi mereka.
3. Tugas 3 : beradaptasi dengan lingkungan dimana orang tersebut meninggal. Seseorang individu tidak
menyadari sepenuhnya dampak dari rasa kehilangan selama minimal tiga bulan. Anggota keluarga atau
teman memberikan sedikit perhatian kepada individu yang merasa kehingan dalam jangka waktu yang
sama. Sebagaiman akhir dari rasa kehilangan menjadi kenyataan.
4. Tugas 4 : merelokasi orang yang sudah meninggal secara emosional dan melanjutkan kehidupan. Orang yang sudah meninggal tidak dapat dilupakan, tetapi lebih cenderung menempatkan secara
berbeda dan kurang menonjol pada kehidupan emosional individu yang masih hidup. Menyadari bahwa
mungkin untuk mencintai individu lain tanpa mengkhianati orang yang meninggal individu tersebut terus
maju.
Model proses rangkap dua. Meskipun teori berduka berorientasi tugas dan fase dapat menjadi petunjuk yang
baik, tetapi banyak teori menyalakan bahwa proses berduka tidak terjadi dalam rangkaian tahap yang dapat
diduga. Teori terbaru mempertimbangkan gender dan variasi budaya. Serta menunjukan keterbatasan fokus
7
utama pada respon emosional internal terhadap berduka. Sebagai contoh, model prose rangkap dua tentang
cara berdaptasi dengan kehilangan menggambarkan pengalaman hidup sehari-hari yang berkaitan dengan
berduka sebagai pengembalian atau penerusan antara proses berorientasi pemuliahan dan proses dan
berorientasi kehilangan (hooyman dan kramer 2006: stroebe dan schut, 1999)
DASAR PENG E TAHUAN KEPERAWATAN
Perawat mengembangkan rencana perawatan untuk membantu klien dan anggota keluarga menjalani
rasa kehilangan, berduka, atau pengalaman kematian. perawat menerapkan rencana perawatan dalam
pelayanan akut, rumah perawatan, rumah sakit darurat, perawatan di rumah, dan lingkungan masyarakat
berdasarkan penelitian keperawatan, bukti nyata, pengalaman keperawatan, serta pilihan klien dan keluarga.
Perkembangan terbaru dalam pendidikan keperawatan mendukun usaha untuk meningkatkan keperawatan akhir
kehidupan dengan perubahan yang terjadi pada setiap lahan praktik (virani dan sofer, 2003). The End-of-life
Nursing Consortium (ELNEC), didanai oleh Robert Wood Jhonson Foundation, menyediakan perawat dengan
kurikulum dasar dan tambahan untuk melayani kliendan keluarga yang mengalami kehilangan, berduka, dan
kematian (ELNEC, 2003;Matzo et al., 2003). Organisasi keperawatan profesional seperti The American Nurses
Association, The American Society of Pain Management Nurses, dan The Hospice and Palliative Care Nurses
Association telah mengembangkan petunjuk praktik berbasis bukti untuk menangani masalah-masalah etik dan
klinis yang berkaitan dengan akhir kehidupan.
Faktor-faktor Yang Memengaruhi Rasa Kehilangan dan Berduka
Berbagai variabel memengaruhi cara seseorang merasakan dan merespon rasa kehilangan. Variabel
tersebut meliputi faktor-faktor perkembangan, hubungan personal,sifat rasa kehilangan, strategi koping, status
sosial ekonomi, serta kepercayaan dan pengaruh spiritual dan budaya.
PERKEMBANGAN MANUSIA. Usia klien dan tahap perkembangan memengaruhi respons terhadap
berduka. Sebagai contoh, anak-anak tidak dapat memahami rasa kehilangan atau kematian, tetapi sering
merasakan kecemasan akibat kehilangan objek dan terpisah dari orang tua. Mereka terkadang mengungkapkan
perasaan kehilangan yang mereka rasakan dengan perubahan pola makan dan tidur, rewel, atau gangguan
pencernaan dan berkemih. Anak usia sekolah mengerti konsep permanen dan ireversibilitas, tetapi tidak selalu
memahami penyebab dari rasa kehilangan. Beberapa diantaranya mengalami periode pengungkapan emosi
yang hebat. individu dewasa muda mengalami lebih banyak kehilangan perkembangan yang diperlukan terkait
dengan masa depan mereka. Mereka meninggalkan rumah, memulai kehidupan kerja atau sekolah, atau
membentuk hubungan yang signifikan. Penyakit san kematian mengganggu masa depan seseorang dan tugas
individu dewasa muda yang diperlukan dalammembangun pemahaman otonomi diri. Individu dewasa
pertengahan juga mengalami transisi kehidupan mayor seperti merawat orang tua yang sudah lanjut usia,
mengatasi perubahan status pernikahan, dan beradaptasi dengan peran keluarga yang baru (Hooyman dan
Kramer, 2006). Bagi lansia, proses penuaan menyebabkan beberapa rasa kehilangan perkembangan dan 8
diperlukan.beberapa mengalami diakriminasi usia, terutama ketika mereka mendapatkan kebebasan atau
mendekati kematian. Lansia juga menunjukkan ketabahan setelah mengalami suati rasa kehilangan sebagai
hasil dari pengalaman mereka sebelumnya.
HUBUNGAN PERSONAL. Ketika rasa kehilangan melibatkan individu lain, kualitas dan arti hubungan
yang hilang akan memengaruhi respon terhadap berduka. Ketika hubungan antara dua individu telah menjadi
sangat dekat dan terjalin dengan baik, maka dapat dimengerti bahwa individu yang masih hidup sulit untuk
melanjutkan hidupnya. Resolusi berduka mungkin dihambat oleh rasa penyesalan dan urusan yang belum
terselesaikan ketika individu berhubungan dekat, tetapi tidak memiliki hubungan yang baik waktu mendekati
kematian. Dukungan sosial dan kemampuan untuk menerima bantuan dari individu lain merupakan variabel
penting dalam pemulihan dari rasa kehilangan dan berduka. Ketika klien tidak menerima pemahaman dan empati
yang bersifat mendukung dari individu lain, berduka menjadi komplikasi atau berkepanjangan ( Hooyman dan
Kramer, 2006 ).
SIFAT DARI RASA KEHILANGAN. menggali arti suatu rasa kehilangan yang dimiliki klien dapat
membantu perawat memahami secara lebih baik dampak dari rasa kehilangan pada perilaku, kesehatan, dan
kesejahteraan klien (Corless; 2006) Rasa kehilangan yang paling jelas biasanya menstimulasi respons
pertolongan dari individu lain. sebagai contoh, kehilangan rumah karena bencana angin tornado akan membawa
dukungan masyarakat dan pemerintahan. Suatu kehilangan yang bersifat lebih pribadi, seperti keguguran,
membawa sedikit dukungan dari individu lain. Tekanan akibat kematian yang tidak diharapkan dan tiba-tiba
memberikan tantangan yang berbeda dibandingkan dengan kematian karena penyakit kronis. Dalam kasus
pertama, individu yang masih hidup tidak memiliki waktu untuk pergi. Dalam penyakit kronis, individu yang masih
hidup memiliki memori yang berkepanjangan, nyeri, dan kehilangan fungsi. Kematian karena kekerasan atau
bunuh diri, atau kehilangan multipel memberikan komplikasi proses berduka yang unik ( Stroebe dan Schut, 2006
).
STRATEGI KOPING. Pengalaman hidup membentuk strategi koping yang digunakan seseorang untuk
mengatasi tekanan karena rasa kehilangan. Klien pertama-tama bergantung pada strategi koping yang merwka
kenal ketika mengalami tekanan akibat rasa kehilangan. Ketika strategi koping yang biasanya tidak
berhasil,individu memerlukan srrategi koping yang baru. Pengungkapan emosi ( pelepasan, atau memvicarakan
tentang perasaan seseorang ) telah dipandang sebagai cara yang paling pentin untuk beradaptasi dengan rasa
kehilangan. dimasa lalu, fokusnya adalah menolong individu mengungkapkan kemarahan atau perasaan negati
lainnya yang berhubungan dengan rasa kehilangan. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa fokus pada
emosi positif dan perasaan optimis mungkin bisa menjadi indikasi penting dari adaptasi yang berhasil terhadap
kehilangan ( Ong et al., 2004). Tema negatif yang timbul ketika individu membicarakan tentang berduka juga
memprediksikan reaksi yang penuh tekanan ( Maciejewski, 2007; Maercker et al., 1998). pengungkapan emosi
biasanya bisa dicapai individu dengan menulis tentang perasaan mereka. Penelitian yang menggali keuntungan
dari pengungkapan secara tertulis menemukan hasil bahwa teknik tersebut berguna, terutama karena orang yang
berkabung menerima hal itu sebagai kegiatan yang menyenangkan -- ini membutuhkan waktu yang lebih sedikit
dan sebetulnya tidak memerlukan biaya (Frattaroli, 2006).
STATUS SOSIAL EKONOMI. Status sosial ekonomi mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
memasukkan dukungan dari sumber daya untuk beradaptasi dengan rasa kehilangan dan respo fisik terhadap
9
tekanan (Cohen, Doyle, dan baum, 2006). Ketika individu kekurangan sumber dayafinansial, pendidikan, atau
pekerjaan, beban kehilangan menjadi berlipat. Sebagai contoh, seorang klien dengan keterbatasan keuangan
tidak dapat mengganti mobil yang rusak akibat kecelakaan dan membayar tagihan pengobatan akibat
kecelakaan tersebut.
BUDAYA DAN ETNIK. Budaya seseorang dan struktur sosial lainnya (misalnya keluarga dan anggota
keagamaan) mempengaruhi interpretasi terhada rasa kehilangan, membangun pengungkapan berduka yang
dapat diterima, serta menyelenggarakan stabilitas da struktur ditengah kekacauan dan rasa kehilangan. Ekspresi
berduka pada satu budaya mungkin tiak masuk akal bagi seseorang dari budaya yang berbeda. Cobalah untuk
memahami dan menghargai setiap nilai budaya klien yang terkait dengan rasa kehilangan, kematian, dan
berduka.
Teori berduka yang biasanya digunakan untuk memahami rasa kehilangan dan kematian memiliki
keterbatasan budaya. Sebagai contoh, beberapa teori menggambarkan berduka sebagai suatu proses “kerja”
atau “yugas” yang terjadi pada tahap atau pada batas waktu yang direncanakan. Individu berkebangsaaan
amerika utara, yang merespon masalah dengan “mengerjakan pada”, dapat lebih memahami pekerjaan, tugas,
dan prses berduka dibandingkan kelopok budaya yang tidak didefinisikan oleh pencapaian kerja. Sebaliknya,
beberaa kelomok budaya dapat mengalami berduka dengan ekspresi umum atau bagian dari bentuk
kehidupan(Wortman dan Silver, 1989). Banyak individu di Eropa Barat dan budaya Amerika menyembunyikan
ungkapan emosi mereka. Dalam budaya yang lain, perilaku seperti rataan dan demonstrasi fisik terhadap
berduka, termasuk mutilasi individu yang masih hidup,menunjukkan rasa hormat terhadap kematian. Nilai budaya
amerika tengah tentang indivdualisme dan kebulatan tekad diri berdiri berlawanan dengan cara hidup
masyarakat, keluarga, atau suku. Perbedaan tersebut memengaruhi proses-proses seperti penjelasan surat
persetujuan atau membuat keputusan pendukung kehidupan (Kemp, 2005).
KEPERCAYAAN SPIRITUAL DAN KEAGAMAAN. Penanganan penyakit secara serius pada klien
biasanya melibatkan intervensi medis untuk memulihkan atau menjaga kesehatan. Sebagai rangkaian praktik
kedua, strategi yang transformatif, mengakui keterbatasan hidup, dan membantu individu yang sekarat
menemukan arti dalam penderitaan sehingga mereka dapat melampaui atau melangkah lebih kedepan,
keberadaan diri mereka. Praktik yan g transformatif dihubungkan dengan penyembuhan, komunitas dan
kepercayaan spiritual atau keagamaan (Myers, 2003). Sumber daya spiritual termasuk kepercayaan pada
kekuatan tertinggi, komunitas pendukung, teman-teman, rasa pengharapan dan arti hidup, dan praktik
keagamaan. Spiritualitas klien dan anggota keluarga memengaruhi kemampuan mereka untuk beradaptasi
dengan rasa kehilangan. Individu memiliki hubungan kuat dengan kkekuatan tertinggi menunjukkan ketabahan
dan kemampuan untuk mengalami pemulihan dari rasa kehilangan( Matheis, Tulsky,dan Matheis, 2006). Integrasi
spiritual terjadi ketika indvidu mencapai kata sepakat dengan kehidupannya dan meletakkan potongan-potongan
kehidupannya bersama-sama dalam suatu cara yang sesuai dengan seluruh kehidupannya. Mendekati akhir
kehidupan, integrasi tersebut membantu individu memperbaiki hubungan yang rusak atau menyelesaikan urusan
yang belum terselesaikan (O’Gorman, 2002).
HARAPAN. Harapan, suatu komponen spiritualis, multidimensi, mendorong dan memberikan rasa
nyaman bagi individu yang mengalami tantangan personal. Pengharapan membantu individu kemampuan untuk
mellihat kehidupan sebagai keabadianatau memiliki arti serta tujuan. Sebagai suatu bentuk masa depan dan
10
dorongan motivasi, harapan membantu klien mempertahankan suatu harapan yang baik, suatu perbaikan dalam
lingkungan mereka, atau pengurangan terhadap suatu yang tidak menyenangkan. Dengan harapan, seorang
klien berpindah dari perasaan lemah dan rentan, menuju kehidupan yang penuh kemungkinan (Arnaert,
Filteau,dan Sourial, 2006).
Bagi sebagian besar orang, memelihara perasaan berpengharapan tergantung pada seseorang yang
memiliki hubungan dan keterhubungan emosional yang kuat dengan individu lain. Perawat dan profesi pelayanan
kesehatan lainnya membantu memberikan rasa memiliki, yang sangat penting untuk berharap. Di lain pihak,
pengalaman akan tekanan spiritual berasal dari kemamuan klien untuk merasakan pengharapan atau ramalan
tentang semua hasil yang baik. Spiritualitas dan harapan berperan penting dalam penyesuaian diri klien terhadap
rasa kehilangan dan kematian.
PEMIKIRAN KRITIS
Untuk menyediakan pelayanan yang sesuai dan responsif bagi klien dan keluarga yang berduka,
gunakan keterampilan berpikir kritis untuk menyintesis pengetahuan ilmiah dari keperawatan dan disiplin ilmu
non-keperawatan, standar profesi, praktik berbasis bukti, pengkajian klien spesifik, pengalaman memberikan
pelayanan sebelumnya, dan pengetahuan diri. Pemikiran kritis menginformasikan semua langkah dari proses
keperawatan.
Selama fase pengkajian, gunakan pemikiran kritis untuk mengumpulkan dan menganalisis data guna
memilih diagnosis keerawatan yang sesuai. Untuk memahami pengalaman subjektif klien tentang rasa
kehilangan, susun pertanyaan pengkajian berdasarkan pengetahuan anda tentang teori berduka, tetai kemudian
dengarkan persepsi klien dengan baik. Seorang perawat yang kompeten secara budaya akan menggunakan
deskripsi berduka berdasarkan budaya untuk menggali arti rasa kehilangan klien.
Mengetahui tahap teoritis berduka akan membuat anda lebih memahami emosi dan prilaku klien.
Selama melaksanakan perawatan, beberapa klien akan mengabaikan, bertahan, mengakui, atau menarik diri dari
pemberi pelyanan dan individu lain sebagai bagian dari respon yang normal terhadap rasa kehilanga. Sebagai
pengganti “mengambil sesuatu secara pribadi,” suatu pemikiran kritis perawat menggabungkan teor, pengalaman
sebelumnya, penghargaan terhadap pengalaman yang bersifat subjektif, dan pengetahuan diri untuk merespns
emosi klien dengan kesabaran dan pengertian. Dalam membuat rencana perawatan, gunakan standar
profesional, termasuk kode etik keperawatan. Rancangan undang-undang hak indiidu yang sekarat, dan standar
klinis, seperti garis pedoman the American Society of Pain Management Nurse untuk pengkajian rasa nyeripada
klien non-verbal (Herr, Bjoro, dan Decker, 2006).
Proses Keperawatan dan BerdukaPengkajian
Pengkajian yang menyeluruh dan seksama akan menghasilkan rencana asuhan keperawatan yang baik.
Selama pengkajian, gali bersama klien dan anggota keluarga faktor-faktor yang mempengaruhi rasa berduka
mereka, respons mereka yang unik terhadap berduka, dan harapan-harapan mereka, termasuk keinginan-
keinginan mereka terhadap pelayanan akhir kehidupan. Pengkajian respons berduka meluas sepanjang
perjalanan penyakit sampai masa kehilangan setelah kematian terjadi.
11
Membangun hubungan yang membantu dan terpercaya dengan klien dan anggota keluarga yang berduka
merupakan hal yang penting dalam proses pengkajian. Seorang perawat pelayanan mendorong klien untuk
menceritakan kisahnya, yang kemudian menjadi sumber utama data pengkajian. Namun, tidak masuk akal untuk
mengharapkan klien dan keluarga akan mengungkapkan perasaan berduka mereka pada waktu yang
direncanakan sebelumnya. Cari kesempatan untuk mengundang klien dengan maksud untuk berbagi
pengalaman mereka jika mereka menginginkannya juga. Sadari bahwa sikap-sikap tentang pengungkapan diri,
emosi yang terbagi, membicarakan tentang penyakit, rasa takut dan kematian akan dibentuk oleh kepribadian
individu, gaya adaptasi, dan budaya. Peneliti tidak selalu didukung kepercayaan bahwa “membicarakan tentang
sesuatu” akan memfasilitasi penyembuhan dan pemulihan yang lebih cepat dari rasa kehilangan (Stroebe, Sehut,
dan Stroebe, 2005).
Gunakan komunikasi yang terbuka dan jujur saat berbicara dengan klien dan anggota keluarga. Tetap
berpikiran terbuka, dengarkan dengan baik, dan amati respon verbal dan nonverbal klien. Ekspresi wajah, nada
suara dan menghindari topik yang sering dibicarakan merupakan sikap yang melebihi. Antisipasi respons
berduka yang bersifat umum, tetapi izinkan klien untuk menggambarkan pengalaman mereka dengan kata-kata
mereka sendiri. Pertanyaan terbuka seperti, “Ceritakan bagaimana perasaan anda tentang diagnosis kanker
yang anda derita” atau “Anda terlihat sedih hari ini. Dapatkah anda ceritakan mengapa?” dapat membuka awal
untuk diskusi berpusat pada klien. Banyak individu menemukan kesulitan untuk membicarakan tentang rasa
kehilangan, ketakutan, atau berduka. Gunakan waktu istirahat, pertanyaan yang halus, dan menghormati
kerahasiaan klien dan kesiapan untuk berbicara (Green, 2006). Selama anda mengumpulkan data, rangkum dan
validasi kesan anda dengan klien atau anggota keluarga. Informasi dari anggota tim pelayanan kesehatan,
dokter, pekrja social, dan penyelenggara pelayanan spiritual juga memberikan sumbangan bagi data pengkajian
anda.
Wawancarai klien dan keluarga secara keluarga secara terpisah dalam ruangan yang sepi dan pribadi.
Seorang klien atau anggota keluarga terkadang memiliki masalah penting yang tidak nyaman untuk diungkapkan
jika ada orang lain. Pada suatu saat, seorang klien akan menginginkan kehadiran anggota keluarga sehingga
setiap orang mendengar hal yang sama dan memiliki kesempatan untuk menambahkan pembicaraan. Tanyakan
klien dan anggota keluarga tentang pilihan mereka.
Faktor-faktor yang Memengaruhi Berduka.
Pembicaraan tentang arti rasa kehilangan kepada klien dapat menuntun ke area pengkajian penting lainnya,
termasuk gaya adaptasi klien, sifat hubungan keluarga, tujuan personal, kepercayaan spiritual dan budaya,
sumber pengharapan, dan ketersediaan system dukungan (Kotak 30-4). Gunakan keterampilan yang sesuai
untuk mengkaji budaya klien, keluarga, konsep diri, atau kepercayaan spiritual (Lihat bab 9,10,27, dan 29) untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang rasa kehilangan klien.
Mengetahui gambaran teoritis tahap berduka, fase, tipe, dan tugas akan membantu mengembangkan
keterampilan berpikir kritis dan pengkajian anda. Perilaku tunggal dapat terjadi pada semua tipe berduka. Jika
seorang klien yang sedang berduka menggambarkan kesendirian dan kesulitan tidur, pertimbangkan semua
factor dalam konteks rasa kehilangan. Apakah rasa kehilangan itu? Kenapa rasa kehilangan itu terjadi? Apa arti
rasa kehilangan menurut klien? Klien mungkin memiliki reaksi berduka yang normal, tetpai jika anda 12
memperlajari bahwa rasa kehilangan yang terjadi 2 tahun lalu, cenderung lebih ke arah klien memiliki respon
berduka kronis dan berkomplikasi. Yang terpenting, fokus pengkajian adalah pada bagaimana seorang klien
bereaksi pada saat sekarang terhadap rasa kehilangan atau berduka, bukan bagaimana menurut anda klien
harus bereaksi.
Reaksi Berduka. Gunakan keterampilan pengkajian psikologis dan fisik untuk mengkaji respons berduka klien
yang unik. Sebagian besar individu yang berduka menunjukkan beberapa tanda dan gejala dari luar yang umum
(Kotak 30-5). Analisis data pengkajian dan identifikasi penyebab terkait yang mungkin untuk temuan anda.
Sebagai contoh, setelah mengalami rasa kehilangan yang signifikan, klien merasakan kesedihan, perilaku
menarik diri, sakit kepala, nyeri perut, dan penurunan kemampuan untuk konsentrasi.anda menghubungkan
gejala ini dengan beberapa penyebab yang potensial, termasuk kecemasan, gangguan pencernaan, efek
samping obat, atau gangguan ingatan. Analisis yang teliti terhadap gejala dalam konteks akan menuntun anda
kepada diagnosis keperawatan yang akurat. Tanyakan: bagaimana gejala dihubungkan dengan yang lainnya saat
mereka timbul? Kapan gejala tersebut mulai ada? Apakah gejala tersebut sudah ada sebelum mengalami rasa
kehilangan? Pada apakah klien menghubungkan gejala tersebut?
Rasa kehilangan mengambil tempat dalam konteks sosial, sehingga pengkajian keluarga merupakan bagian
penting dari pengumpulan data anda. Jika seorang ayah dari sebuah keluarga muda sekarat, maka dia tidak
akan dapat memenuhi perannya dalam struktur keluarga. Ketika seseorang mengembangkan
ketidakmampuannya, klien dan anggota keluarga menyusun kembali peran dan tanggung jawab mereka untuk
memenuhi kebutuhan yang baru. Anggota keluarga juga mengalami berbagai gejala psikologis dan fisik. Kaji
respons keluarga terhadap rasa kehilangan, dan kenali bahwa mereka dengan langkah yang berbeda
dibandingkan klien (kristjanson dan aoun, 2004).
Harapan-harapan Klien. Dalam situasi berduka dan rasa kehilangan dialami secara budaya dan personal, gali
harapan klien dan keluarga terhadap pelayanan keperawatan. Persepsi dan harapan klien akan mempengaruhi
bagaimana memproriataskan diagnosis keperawatan. Kaji harapan klien dengan mengajukan pertanyaan seperti,
“apa yang paling penting yang dapat anda lakukan saat ini?”
Dorong anggota keluarga yang juga untuk membagi tujuan mereka dengan tim pelayanan kesehatan dan
persepsi mereka terhadap peran perawat. Masukkan mereka dalam proses pengkajian dapat menjelaskan
kesalahpahaman atau mengindentifikasikan informasi yang terlupakan atau tersembunyi. Kaji pemahaman klien
dan keluarga tentang pilihan pengobatan, dan berikan informasi serta pengajaran yang benar sehingga rencana
perawatan yang dikembangkan secara dan individual dapat diterapkan.
Keputusan Akhir-Kehidupan. Klien dengan penyakit kronis dan keluarganya pada akhirnya akan menghadapi
keputusan perawatan akhir kehidupan. Sebagian besar kematian saat ini “dapat dinegosiasikan” antar-klien,
anggota keluarga, dan tim pelayanan kesehatan, membuatnya menjadi penting sekali bahwa pilihan perawatan
akhir kehidupan didiskusikan dalam suatu suasana yang tepat waktunya. Tingginya tekanan yang dimiliki klien
dan anggota keluarga membuat mereka tergantung pada perawat dan anggota tim pelayanan kesehatan lain
untuk memulai diskusi tentang kehidupan dan menentukan ketersediaan pilihan yang tidak diketahui anggota
keluarga (Doka, 2005; Scanlon, 2003). Perawat menyediakan peran bantuan yang diperlukan bagi klien dan
anggota keluarga dalam membuat keputusan pada akhir kehidupan (Mcsteen dan Peden-McAlpine, 2006).
Diagnosis Keperawatan
13
Gunakan pemikiran kritis untuk mengelompokkan petunjuk data, mengidentifikasi karakteristik definisi,
menggambarkan kesimpulan terhadap kebutuhan atau sumber daya potensial atau actual klien, dan
mengidentifikasi diagnosis keperawatan yang dapat dipakai pada situasi klien (Kotak 30-6). Beberapa diagnosis
keperawatan berikut ini relevan untuk klien yang mengalami berduka, kehilangan, atau kematian:
Kecemasan dan kematian
Ketegangan peran dan pemberi pelayanan
Adaptasi keluarga yang disetujui
Gangguan identitas diri
Penyangkalan yang tidak efektif
Ketakutan
Berduka
Berduka komplikasi
Risiko untuk berduka komplikasi
Keputusasaan
Risiko kesendirian
Tekanan spiritual
Kesiapan untuk meningkatkan kesejahteraan spiritual
Anda tidak dapat membuat diagnosis keperawatan yang akurat hanya berdasarkan pada satu atau dua
karakteristik definisi. Tinjau ulang dengan teliti data untuk mempertimbanngkan apakah lebih dari satu diagnosis
dapat digunakan. Sebagai contoh, seorang klien yang sekarat menangis, marah yang meledak-ledak, dan mimpi
buruk dapat dijadikan bukti dari beberapa diagnosis keperawatan yang mungkin, seperti: nyeri (akut atau kronis), koping tidak efektif, berduka atau tekanan spiritual. Periksa data yang tersedia, validasi asumsi anda pada klien,
dan cari perilaku serta gejala lainnya sebelum membuat suatu diagnosis.
Sebagai bagian dari proses diagnosis, tentukan faktor “berhubungan dengan” yang sesuai untuk tiap
diagnosis. Penjelasan terhadap faktor-faktor terkait akan menjamin bahwa Anda memilih intervensi yang sesuai.
Sebagai contoh, diagnosis keperawatan risiko berduka berkomplikasi berhubungan dengan ketidakmampuan bergerak yang permanen memerlukan intervensi yang sangat berbeda dengan diagnosis risiko berduka berkomplikasi berhubungan dengan infertilitas setelah kehamilan ektopik.
Ketika menentukan diagnosis keperawatan berhubungan dengan berduka atau rasa kehilangan klien, Anda
terkadang akan menentukan diagnosis terkait lainnya. Klien yang mengalami berduka atau kematian yang akan
datang dapat memiliki diagnosis keperawatan sepeti gangguan citra tubuh atau gangguan mobilitas fisik. Seorang klien yang memasuki fase sekarat aktif biasanya akan memiliki diagnosis terkait perubahan fisik, di
antaranya gangguan eliminasi urine, inkontinensia buang air besar, nyeri akut, mual, gangguan persepsi sensorik, dan pola pernapasan yang tidak efektif.Perencanaan
Perawat menyediakan perawat fisik, emosional, sosial dan spiritual yang bersifat holistik untuk klien yang
mengalami berduka, kematian, atau rasa kehilangan. Gambar 30-2 mengilustrasikan keterkaitan faktor berpikir
kritis selama fase perencanaan dari proses keperawatan. Penggunaaan pemikiran kritis menjamin rencana
keperawatan akan tersusun dengan baik serta mendukung kepercayaan diri dan otonomi klien dengan melibatka 14
klien dalam proses perencanaan. Suatu rencana perawatan bagi klien yang sekarat berfokus pada kenyamanan,
menjaga martabat dan kualitas hidup, serta menyediakan dukungan emosional, sosial, dan spiritual bagi aggota
keluarga (lihat Rencana Asuhan Keperawatan).
Tujuan dan Hasil. Selama perencaan, bangun tujuan yang realistis dan hasil yang diharapkan berdasarkan
diagnosis keperawatan. Pertimbangkan sumber daya klien itu sendiri, seperti energi fisik dan ketahanan
beraktivitas, dukungan keluarga, dan gaya adaptasi. Suatu diagnosis keperawatan ketidakberdayaan berhubungan dengan terapi kanker yang direncanakan dengan tujuan “Klien akan mendiskusikan perjalanan
penyakit yang diinginkan” bersifat realistis bagi klien yang sering menanyakan penjelasan tentang rencana
perawatan dan berpartisipasi dalam diskusi pendidikan. Sebaliknya, bunyi hasil yang diharapkan “Klien akan
menentukan keterampilan adaptasi yang efektif” sesuai untuk seorang klien dengan diagnosis keperawatan yang
sama yang mengalami depresi akibat perasaan ketidakberdayaan karena menjalani pengobatan kanker.
Tujuan perawatan untuk klien yang mengalami rasa kehilangan dapat berupa jangka panjang atau jangka
pendek, tergantung pada sifat rasa kehilangan dan berduka klien. Bebrapa tujuan asuhan keperawatan untuk
klien yang menghadapi kehilangan atau kematian adalah mengakomodasi rasa berduka, menerima kenyataan
akan rasa kehilangan, atau mempertahankan hubungan yang penuh arti. Bentuk tujuan yang positif untuk
seorang wanita muda dengan kanker payudara adalah “menjaga rasa pengontrolan,” dengan hasil yang
diharapkan sebagai berikut ini.
Klien akan berpartisipasi dalam keputusan pengobatan.
Klien akan dapat melanjutkan tanggung jawabnya sebagai orang tua dalam merawat anak.
Klien akan mengomunikasikan efek samping atau masalah pengobatan kepada tim pelayanan kesehatan.
Menentukan Prioritas. Dorong klien dan anggota keluarga untuk memberitahukan prioritas mereka dalam
perawatan dalam akhir kehidupan. Klien yang sekarat atau mereka dengan penyakit kronis lanjut cenderung lebih
menginginkan kebutuhan rasa nyaman, sosial, dan spiritual dibanding dengan mengikuti pengobatan medis.
Berikan prioritas pada kepentingan fisik atau kebutuhan psikologis klien, sementara mepertimbangkan harapan
dan prioritas klien. Jika tujuan klien dengan penyakit terminal termasuk mengontrol rasa nyeri dan meningkatkan
kepercayaan diri, maka pengontrolan rasa nyeri akan lebih diprioritaskan ketika klien tersebut mengalami rasa
ketidaknyamanan fisik akut. Ketika kebutuhan rasa nyaman dipenuhi, masalah penting lainnya bagi klien dan
keluarga dapat dieselesaikan. Ketika hal ini bersifat realistis bagi klien untuk tetap bebas, strategi yang
mendorong rasa otonomi klien dan keampuan untuk berfungsi menentukan prioritas secara bebas (Chocinov,
2002). Karena kondisi klien pada akhir kehidupan sering berubah dengan cepat, tetap lakukan pengkajian untuk
memperbaiki rencana perawatan menurut kebutuhan dan pilihan klien.
Ketika seorang klien memiliki diagnosis keperawatan berganda, tidak mungkin untuk menyelesaikan
semuanya secara simultan. Gambar 30-3 megilustrasikan suatu peta konsep yang dikembangkan untuk klien
dengan diagnosis media depresi karena kematian istrinya 6 bulan yang lalu. Sebagai hasil dari depresi klien,
klien mengalami masalah kesehatan lainnya yang ditentukan dalam diagnosis keperawatan risiko untuk berduka berkomplikasi, insomnia, dan ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh. Dalam situasi seperti ini,
tentukan mana dari tiga diagnosis tersebut yang harus diprioritaskan. Berduka yang berkelanjutan dialami oleh
klien memungkinkan menjadi fokus pertama. Sampai klien dapat menerima ketidakhadiran istrinya dan mulai
beradaptasi secara psikologis, perubahan dalam respons fisik terhadap rasa kehilangan akan menjadi sulit 15
dicapai.
Perawatan Kolaborasi. Sebagaimana yang dideksripsikan di atas, berduka, rasa kehilangan, dan kematian akan
memegaruhi individu secara fisik, emosi, spiritual, dan budaya. Tidak ada kelompok profesi yang dapat
menyelesaikan semua dimensi tersebut seorang diri. Suatu tim yang terdiri dari perawat, dokter, pekerja sosial,
penyelenggara pelayanan spiritual, ahli gizi, ahli farmasi, terapi fisik dan okupasi, klien dan anggota keluarga
bekerja sama untuk menyelengggarakan pelayanan berduka, paliatif dan rumah sakit darurat. Pijat atau ahli
terapi musik/seni yang menyelenggarakan terapi alternative terkadang merupakan bagian dari tim. Saat
kebutuhan pelayanan klien mengalami perubahan, peran anggota tim akan meningkat atau justru berkurang,
tergantung pada pergeseran prioritas klien. Anggota tim berkomunikasi dengan individu lain pada dasar untuk
menjamin koordinasi dan keefektifan pelayanan.
ImplementasiPromosi Kesehatan
Promosi kesehatan pada penyakit kronis yang serius atau kematian berfokus pada memfasilitasi koping
yang sesuai dan optimalisasi kesehatan fisik, emosi dan spiritual. Banyak induvidu terus mencari dan
menemukan hikmah, bahkan dalam situasi hidup yang sulit. Mereka biasanya menemukan pertumbuhan diri dan
pemahaman spiritual yang tidak pernah mereka alami dan memerlukan dukungan keluarga dan perawat selama
mereka belajar hidup dengan rasa kehilangan, membuat keputusan perawatan, dan beradaptasi dengan
kekecewaan, frustasi dan kecemasan sepanjang perjalanan tersebut (Wayman dan Gaydos, 2005).
Perawatan Paliatif. Intervensi untuk individu yang mengalami penyakit kronis yang mengancam hidup
atau yang berada diakhir kehidupan berfokus pada tindakan paliatif. Perawatan paliatif adalah pencegahan,
pembebasan, pengurangan atau penstabilan dari gejala penyakit atau gagguan sepanjan perjalanan keseluruhan
penyakit, termasuk perawatan individu yang sekarang dan tindak lanjut kehilangan bagi keluarga ( Ferrel dan
Coyle, 2006). Tujuan utama perawatan paliatif adalah membantu klien dan keluarga mencapai kualitas hidup
terbaik yang mungkin. Meskipun perawatan paliatif terutama ditunjukkan untuk penyakit kronis atau lanjut, ini
sesuai untuk klien pada semua usia, semua diagnosis, pada semua waktu, atau semua tempat.
Klien yang memiliki penyakit yang serius dan kompleks biasanya akan mendapat manfaat dari
perawatan paliatif sepanjang perjalanan penyakit mereka, bahkan selama mencari pengobatan untuk 6 bulan
atau sekarat. Intervensiperawatan paliatif tidak hanya untuk rumah sakit darurat atau perawatan akhir kehidupan.
Membuat batasan ini penting, karena beberapa klien, angggota keluarga, profesi perawatan kesehatan menolak
bantuan intervensi perawatan paliatif, dan mempercayai bahwa perawatan paliatif hanya untuk orang yang
sekarat ( Douglass, Maxwell, Whitecar, 2004). The World Health Organization (2003) mendefinisikan kewjiban
primer tim kolaborasi yang menawarkan perawatan paliatif.
Mendukung kehidupan dan menganggap sekarat merupakan suatu proses normal.
Tidak mempercepat ataupun menunda kematian.
Memberikan penghilang rasa nyeri dan gejala tekanan lainnya.
Mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual dari perawatan klien.
Menawarkan system dukungan untuk membantu klien hidup seaktif mungkin sampai
meninggal.
16
Menawarkan system dukungan untuk membantu keluarga beradaptasi selama klien menderita
penyakit dan kehilangan mereka sendiri.
Meningkatkan kualitas hidup.
Bersama dengan klien dan anggota keluarga, anggota tim pelayanan kesehatan interdisiplin dan
kolaborasi menentukan tujuan perawatan dan memilih intervensi yang sesuai. Perawat menyelenggarakan
pelayanan psikososial dan manajemen gejala khusus, meningkatkan martabat dan kepercayaan diri klien,
menjaga lingkungan yang tenang dan nyaman, memberikan kenyamanan spiritual dan harapan, melindungi
terhadap keterbelakangan dan isolasi, menawarkan dukungan keluarga, membantu membuat keputusan etik,
dan memfasilitasi perkabungan.
Penggunaan Komunikasi Teraupetik. Membangun hubungan saling percaya dan caring dengan klien
dan keluarga melalui penggunaan komunikasi teraupetik membentuk dasar bagi intervensi pelayanan paliatif
(Mok dan Chiu, 2004). Respon berduka yang normal seperti kesedihan, mati rasa, penyangkalan, atau marah
membuat pembicaraan tentang situasi tersebut menjadi sangat sulit. Sebagai contoh, seorang klien yang
berduka dapat mengalami rasa marah dan menjadi bersikap bermusuhan dengan anggota keluarga atau pemberi
perawatan.
Beberapa klien menjadi memiliki banyak permintaan dan saling menyalahkan. Tetap memeberikan
dukungan dengan mengizinkan klien dan anggota kelurga mengetahui bahwa perasaan seperti marah
merupakan hal yang normal dengan menyatakan seperti contoh, “ Saya mengerti saat ini Anda sedang marah.
Saya hanya ingin Anda tahu bahwa saya disini untuk berbicara dengan Anda jika Anda berkenan.” Undang klien
untuk mengungkapkan emosi dan masalah yang paling penting menurut mereka, dan mengakui perasaan dan
masalah mereka dalam situasi tidak menghakimi.
Jika seorang klien memilih untuk tidak membagi perasaan dan masalahnya, maka mengukapkan suatu
keinginan diperbolehkan setiap saat. Beberapa klien tidak akan mediskusikan emosi karena alas an emosi atau
budaya, klien lain ragu-ragu untuk mengungkapkan emosi mereka karena takut bahwa orang lain akan
meninggalkan mereka (Buckley dan Herth, 2004). Jika Anda menenangkan dan menghormati keleluasaan klien,
maka suatu hubnugan teraupetik cenderung akan berkembang. Terkadang klien perlu untuk mulai mengatasi
berduka mereka secara pribadi sebelum mereka mendiskusikan rasa kehilangan mereka dengan orang lain,
terutama orang asing.
Hindari penghalang komunikasi seperti penyangkalan rasa duka, memberikan keyakinan yang salah,
atau menghindari diskusi tentang sesuatu, susunlah waktu yang tepat (jika semua memungkinkan). Akan sangat
menganggu jika Anda memiliki keterbatasan pengalaman dengan klien yang sekarat atau berada dalam
lingkungan perawatan akut yang sibuk. Diatas semua itu, ingatlah bahwa emosi klien bukanlah sesuatu yang
dapat Anda “Atur”. Selain itu pandanglah ekspresi emosi sebagai bagian penting dari penyesuaian diri klien
terhadap perubahan hidup yang signifikan dan perkembangan keterampilan adaptasi yang efektif. Bantu anggota
keluarga memasuki sumber daya profesi lainnya. Sebagai contoh, penyelenggara pelayanan spiritual membantu
klien dan anggota kelurga mendiskusikan masalah-masalah yang sulit terkait dengan arti dan nilai-nilai personal,
kematian, dan rasa kehilangan.
Menyelenggarakan pelayanan Psikosestare. Klien pada akhir kehidupan mengalami suatu variasi
gejala psikologis, misalnya kecemasan, depresi, perubahan bentuk tubuh, penyangkalan, ketidakberdayaan, 17
ketidakyakinan, isolasi (Carroll-Johnson, Gorman, dan Bush, 2006). Klien dan kelurga mengalami “kerja keras”
ketika menghadapi kematian dan keadaan sekarat, termasuk mengatasi gejala, membuat suatu system
pendukung, merasakan aman, dan menemukan arti dalam situasi mereka (Coyle, 2006).
Klien mengalami kesedihan yang mendalam karena tidak mengetahui dan tidak menyadari aspek dari
status kesehatan atau pengobatan mereka. Kekhawatiran atau ketakutan sering ditemukan pada beberapa klien
dan biasanya dapat menigkatkan persepsi ketidaknyamanan mereka. Sediakan informasi yang dapat membantu
klien memahami kondisi mereka., keuntungan dan kerugian dari pilihan pengobatan, serta nilai-nilai dan tujuan
mereka untuk menjaga otonomi klien yang diganggu oleh ketidaktahuan akan pegangan masa depan atau
ketidakyakianan tentang tujuan pengobatan ( Weiner dan Roth, 2006). Menagani gejala . Menangani berbagai
gejala yang biasanya dibatasi oleh klien berpenyakit kronis atau sekarat menyisakan tujuan primer dari
perawatan paliatif. Gejala tekanan, ketidaknyamanan, atau kesedihan yang mendalam akan mempersulit
pengalaman klien yang sekarat. Meskipun tersedianya pilihan pengobatan yang baik untuk rasa nyeri, banyak
klien menderita rasa nyeri yang tidak dapat dihindari pada akhir kehidupan.
Ambil tanggung jawab untuk menangani pengkajian yang sedang berjalan, megkaji kembali rasa nyeri
dan efek samping obat, Mengembangkan keahlian manajemen rasa nyeri berbasis bukti yang baik telah
dikembangkan ( Paice dan Fine, 2006). Klien yang sekarat dan lemah sering kehilangan kemampuan mereka
untuk berkonumikasi atau untuk mebantu diri, sehingga penting bagi Anda untuk mempelajari bagaiman mengkaji
rasa nyeri non-verbal ginjal dan hati pada klien yang sekarat, metabolism dan laju nersihan obat juga menurun,
menunjukkan perlunya menurunkan dosis pada akhir kehidupan untuk menghindari toksiisitas. Waspadai pula
bahwa patplogi penyakit lanjut, kecemasan atau delirium memerlukan dosis yang lebih tinggi atau terapi obat
yang berbeda.
Tetap waspada terhadap potensi efek samping pemberian epioid, yaitu: konstipasi, mual, sedasi,
depresi pernafasan, atau kenjang otot. Anggota keluarga sering merasa khawatir tentang potensi adeksi obat
opioid. Tidak hanya karena insiden terjadinya adiktif yang sangat rendah, tetapi juga karena kebutuhan untuk
mengurangi rasa nyeri pada akhir kehidupan yang merupakan prioritas. Pertimbangkan interverensi non-
farmakologik untuk meningkatkan rasa nyaman dan manangani rasa nyeri. Anggota keluarga sering dapat
menyediakan interverensi tersebut, seningga meneingkatkan rasa kontribusi mereka yang positif.
Meningkatkan Martabat dan Harga Diri. Perihal martabat melibatkan penghormatan diri positif
seorang, kemampuan untuk menanamkan dan mendapkan kekuatan dari arti hidup individu untuk sendiri, dan
bagaimana individu diobati oleh pemberi layanan. Perawat meningkatkan harga diri dan martabat klien dengan
meghormatinya sebagai individu seutuhnya dengan perasaan, prestasi, dan keinginan untuk bebas dari penyakit
( Chochinov, 2002). Sangat penting bagi perawat untuk memberikan sesuatu yang klien hormati kewenangannya,
pada saat yang sama memperkuat komunikasi antar klien, anggota keluarga dan perawat. Menghabiskan waktu
dengan klien sementara mereka berbagai pengalaman hidup mereka, biasanya apa yang sangat berarti, akan
membantu Anda mengetahui klien lebih baik dan memfasilitasi perkembangan interverensi individual. Tunjukkan
rasa hormat terhadap klien yang berusia lebih tua dengan memenggil mereka dengan nama keluarga dan gelar,
dan dengan meminta izin dari mereka untuk melibatkan orang lain dalam pembicaraan yang bersifat pribadi.
Memperhatikan penampilan fisik akan meningkatkan martabat dan harga diri klien. Kebersihan,
memghilangkan bau badan, dan memakai pakaian menarik akan memberikan klien perasaan beharga. Ketika
18
merawat fungsi jasmani klien, tunjukkan kesabaran dan rasa hormat, terutama setelahklien menjadi
ketergantungan. Izinkan klien untuk membuat keputusan, seperti bagaiman dan kapan untuk mengurus hygiene
personal, pilihan diet, dan waktu interverensi keperawatan. Anjurkan klien dan anggota keluarga untuk selalu
menginformasikan ten, ptang kegiatan harian, pemeriksaan- pemeriksaan, terapi-terapi, tujuan mereka, dan efek-
efek yang diantisipasi. Berikan keleluasaan selama prosedur keperawatan, dan sensitive ketika klien dan
keluarga membutuhkan waktu sendiri atau bersama.
Memelihara suatu Lingkungan yang Tenang dan Nyaman. Lingkungan yang nyaman, bersih, ,
menyenangkan membantu klien untuk beristirahat, mempromosikan pola tidur yang baik, dan mengurangi
keparahan gejala. Jaga kenyamanan klien dengan melakukan perubahan posisi secara teratur, yakinkan bahwa
kain alas tempat tidur kering, dan pastikan lingkungan bebas dari keributan dan bau. Lukiskan, barang berharga,
dan kartu atau surat dari anggota keluarga dan teman menciptakan lingkungan yang nyaman dan dikenal bagi
klien yang sekarat. Tawarkan klien pijatan pada punggung, kaki, atau tangan (Kolcaba et.al, 2004). Pergunakan
music yang dipilih klien sebagai latar belakang. Ajarkan metode imajinasi.
Mempromosikan Kenyaman Spiritual dan Harapan. Bantu klien membuat hubungan dengan praktik
spiritual atau komunitas budaya mereka. Klien merasa nyaman ketika mereka memiliki asuransi bahwa beberapa
aspek kehidupan mereka akan melampaui kematian. Gunakan sumber daya penyelenggara pelayanan spiritual
dalam suatu tempat institusional, atau berkolaborasi dengan pimpinan spiritual klien dan masyarakat. Buat suatu
rekaman suara atau video untuk keluarga, menulis surat, atau menyimpan suatu jurnal yang menyakinkan klien
bahwa sesuatu dari mereka akan tetap bertahan setelah kematian mereka.
Konsep spiritual tentang harapan memuat arti tertentu seputar akhir kehidupan. Strategi keperawatan
yang mempromosikan harapan biasanya bersifat sangat sederhana, yaitu : tunjukkan kesabaran,perlakukan
kelurga klien dengan baik, dan tunjukkan sikap ramah. Klien merasakan kasih saying dari keluarga dan teman,
kepercayaan, penentuan tujuan, hubungan yang positif dengan perawat yang professional, canda, dan
peningkatan memori sebagai promosi harapan. Keadaan yang menghalangi pemeliharaan harapan termasuk
keterbelakangan, atau isolasi, gejala yang tidak terkontrol, atau menjadi individu yang tidak berguna ( Buckley
dan Herth, 2004).
Klien yang sekarat dan kelurganya mengharapkan sesuatu berbeda dari pengalaman mereka dengan
penyakit dan kematian. Beberapa orang berharap untuk hidup karena dengan penyakit dan kematian. Beberapa
orang berharap untuk hidup karena ingin memperingati suatu perayaan., ingin keluar rumah untuk menikmati
suatu makanan, melihat seseorang untuk terakhir kalinya, memperoleh kebebasan dari rasa nyeri, atau
mendapatkan kematian yang damai. Dengarkan secara teratur harapan-harapan klien dan temukan cara untuk
membantu mereka mencapai tujuan yang mereka inginkan.
Perlindungan terhadap Keterbelakangan dan Isolasi. Banyak klien dengan penyakit terminal takut
untuk mati seorang diri. Klien sangat merasa berharap ketka orang lain ingin menolong mereka. Kesendirian
membuat mereka jadi ketakutan dan merasa putus asa. Perawat dalam suatu institusi harus menjawab panggilan
klien dengan cepat dan memeriksa klien sesering mungkin untuk menyakinkan mereka bahwa seseorang berada
didekatnya(Stanley, 2002). Pertimbangkan dengan saksama perlu atau tidak untuk menepatkan klien yang
sekarat dalam sebuah ruangan tersendiri. Jika anggota kleurga berencana untuk tinggal bersama klien
sepanjang waktu, atau jika Anda telah mengkaji kebutuhan pribadi yang tinggi untuk klien dan kelurga, maka
19
ruang pribadi akan menjadi pilihan terbaik. Di lain pihak, banyak klien menghargai keberadaan untuk tetap terlibat
dan berinteraksi dengan orang lain, dimana hal itu memungkinkan jika berbagi ruangan.
Angggota keluarga yang memiliki kesulitan untuk menerima kematian klien mungkin beradaptasi dengan
membuat lebih sedikit kunjungan. Ketika mereka melakukan kunjungan, informasikan kepada mereka melakukan
kunjungan, informaiskan kepada mereka mengenai status klien dan dan ceritakan hal-hal penting atau petemua
yang pernah Anda lakukan dengan klien. Susun aktivitas pelayanan sesuai dan sederhana bagi keluarga untuk
dilakuakn, seperti menwarkan makanan, mendinginkan wajah klien, menyisir rambut, atau mengisi menu. Waktu
malam biasanya merupakan waktu seorang diri. Jika memungkinkan, sarankan seorang anggota keluarga untuk
tinggal sepanjang malam. Buat pengecualian untuk kebijakan kunjungan institusional, perbolehkan anggota
kelurga untuk menemani kien yang sekarat setiap waktu. Anggota keluarga menghargai kedekatan dengan orang
yang mereka cintai sebagai indicator perawatan yang baik melalui proses berduka ( Harstade dan Andhershed,
2004). Simpan informasi kontak untuk anggota keluarga sehingga Anda dapat menghubungi mereka kapan saja.
Mendukung Kelurga yang Berduka. Anggota kelurga dari klien yang menerima pelayanan paliatif
dipengaruhi oleh tantangan pemeberian layanan dan berduka. Mereka sering melaporkan tidak mendapatkan
informasi yang mereka perlukan dalam istilah-istilah yang mereka dapat mengerti. Kurangnya infoormasi
merupakan masalah yang banyak dilaporkan anggota keluarga dari klien yang sekarat (Kristjanson dan Aoun,
2004). Mereka membutuhkan dukungan perawat, petunjuk, dan edukasi selama mereka merawat orang yang
mereka cintai. Ketika klien memilih untuk meninggal dirumah, anggota keluarga melakukan perawatan langsung,
yang biasanya akan penuh tekanan secara emosional dan melelahkan secara fisik.
Dalam lingkungan rumah, pengasuh keluarga yang kelelahan mendapat keuntungan dari waktu
beristirahat. Selama waktu beristirahat, klien terkadang menerima perawatan dari orang lain sehingga anggota
kleuarga dapat beristirahat. Keuntungan program perawatan hospice adalah memasukkan beberapa hari waktu
beristirahat dalam perawatan. Informasikan pilihan pada naggota keluarga perawatan dirumah, perawatan
hospice, dan layanan masyarakat sehingga mereka dapat memasukkan sumber daya terbaik sesuai situasi
mereka. Pada beberapa kasus, keluarga memerlukan bantuan dandukungan dalam membuat keputusan yang
sangat sulit tentang menempati rumah perawatan (Holmberg, 2006).
Berikan edukasi pada keluarga tentang gejala yang mungkin akan klien alami dan implikasinya pada
perawatan. Penurunan selera makan, atau perasaan mual sering ditemukan pada klien dalam hari-hariterakhir
kehidupannya. Penyakit, aktivitas yang menurun, dan kelelahan menurunkan kebutuhan dan asupan kalori klien.
Anggota kelurga yang tertekan dengan penurunan tersebut, biasanya akan mendorong atau memaksa klien
untuk makan. Memaksakan makanan atau cairan akan member tekanan pada kelemahan pada system
gastrointestinal dan kardiovaskular klien, yang berpotensi menciptakan peningkatan rasa tidak nyaman (Ersek,
2003). Ketika anggota mengerti bahwa makanan dapat menyebabkan individu sekarat, mereka mengganti focus
mereka kepada aktivitas bantuan lainnya.
Anggota keluarga sering kali mencari waktu pribadi dengan perawat untuk berbagai masalah mereka,
menanyakan tentang pilihan pengobatan, memvalidasi perubahan yang dirasakan pada status klien, menggali
kemungkinan arti dari perilaku klien, atau member masukkan dan ide untuk perawatan. Jika memungkinkan,
komunikasikan berita penurunan kondisi klien atau kematian ynag akan datang ketika anggota keluarga sedang
kumpul bersama sehingga mereka dapat saling memberikan dukungan satu sama lain. Berikan kabar tersebut
20
dalam ruang pribadi, dan tinggal bersama keluarga sepanjang diperlukan atau diinginkan.
Dengan kematian klien, anggota keluarga yang berduka mendapat keuntungan dari banyak sumber
daya tim pelayanan kesehatan. Sebagai contoh penyelenggara pelayanan spiritual menawarkan kenyamanan
dan dukungan bagi keluarga yang berduka selama dan setelah kematian. Setelah kematian, bantu keluarga
dengan membuat keputusa seperti pemberitahuaan tempat pemakaman, transportasi anggota keluarga, dan
penggumpulan atau perawatan rumah. Ingatlah bahwa karena perbedaan respons terhadap berduka, beberapa
anggota keluarga memilih untuk seorang diri pada saat kematian, sedangkan yang lainnya ingin dikelilingi oleh
system pendukung. Ketika merasa tidak pasti tewntang apa yang dipilih oleh anggota keluarga, ajukan
pertanyaan yang sederhana dan dukung serta tawarkan bantuan.
Membantu Membuat Keputusan Akhir Kehidupan. Klienn fan anggota keluarga sering menghadapi
keputusan pengobatan yang kompleks dengan pengetahuan yang terbatas, tidak ada pengalaman dengan
kematian sebelumnya, dan pada waktunya, perasaan takut atau bermasalah yang tidak terselesaikan. Mereka
membutuhkan waktu dan penjelasan yang saksama dari perawat dan penyelenggara pelayanan kesehatan lain
untuk membuat keputusan. Pilihan untuk kategori perawatan akhir kehidupan yang paling penting diantaranya
adalah diskusi yang dilakuakn perawat bersama klien dan keluarga (Scanlon,2003).
Klien dan anggota keluarga menghadapi banyak pertanyaan sulit. Apa intervensi medis yang ingin klien
gunakan? Haruskah pengobatan untuk memperpanjang kehidupan dihentikan jika kemungkinan untuk sembuh
sangat kecil? Haruskah nutrisi pengganti dan hidrasi diberikan ketika klien mendekati kematian dan tidak bisa
makan lagi? (Amella, Lawrence, dan Gresle, 2005). Perawat yang merawat klien berusia lanjut dengan penyakit
terminal menghadapi masalah etik tersebut (Enes dan de Vries, 2004). Keputusan etik yang sulit pada akhir
kehidupan akan mempersulit proses berduka pada orang-orang yang masih hidup, menciptakan pembagian
keluarga, atau meningkatkan ketidakpastian keluarga pada saat kematian. Namun ketika keputusan etik
ditangani dengan baik, individu yang masih hidup mencapai rasa pengontrolan dan pengalaman penyelesaian
yang berari untuk kematian orang mereka cintai (Doka, 2005). Anggota kelurga yang mendapatkan arahan
lanjutan ketika keputusan telah dibuat akan mengalami lebih sedikit tekanan dibandingkan keluarga yang tidak
dapat mengonsultasikan arahan lanjutan (Davis et al., 2005).
Pembicaraan tentang penyakit kronis atau keputusan akhir kehidupan merupakan konsekuensi utama
bagi klien, dan dia perlu diikutsertakan (Derby dan O’Mahony, 2006). Anjurkan klien untuk mengomunikasikan
dengan jelas keinginannya terhadap perawatan akhir kehidupan sehingga anggota keluarga dapat bertindak
sebagai pengganti yang tepat ketika klien tidak dapat lagi berbicara untuk dirinya sendiri. Beberapa contoh
dokumen berfungsi membantu diskusi keluarga untuk pilihan perawatan akhir kehidupan. Penerbitan Five Wishes merekomendasikan bahwa klien harus mempertimbangkan lima hal, yaitu: siapa yang Anda inginkan
untuk membuat keputusan perawatan kesehatan Anda jika Andaa tidak dapat melakukannya lagi; pengobatan
medis yang Anda inginkan atau tidak inginkan; kenyamanan seperti apa yang Anda inginkan; bagaimana Anda
ingin diobati oleh orang lain; dan apa yang Anda ingin orang yang Anda cintai ketahui ( Aging With Dignity, 2005).
Jika Anda merasa tidak nyaman dalam mengkaji keinginan klien, tanyakan apayang dalam penyelenggaraan
pelayanan kesehatan dalam mendiskusikan masalah akhir kehidupan untuk membantu Anda ketahui tentang
pilihan klien selama laporan penggantian perunbahan, pada konferensi tim kesehatan dalam rencana perawatan
yang ditulis dan melalui konsultasi yang terus berjalan.
21
Memfasilitasi Perkabungan. Perawat yang bekerja dengan anggota keluarga yang berduka harus
meyediakan dukungan proses kehilangan setelah kematian klien. Petunjuk bahwa ini akan membantu individu
yang merawat keluarga yang sedang dalam proses berduka (Clements, 2003):
Bantu individu yang masih hidup untuk menerima bahwa kehilangan bersifat nyata. Diskusikan
bagaimana rasa kehilangan atau penyakit terjadi dan didapatkaan, kapan, dalam keadaan
seperti apa, siapa yang menceritakan pada mereka tentang hal ini, dan topic factual lain untuk
menghadapi kenyataan dan meletakannya dalam perspektif.
Dukung usaha untuk beradapatasi dengan rasa kehilangan. Gunakan pendekatan
penyelesaian masalah. Minta individu yang masih hidup untuk membuat daftar masalah atau
kebutuhan mereka, bantu mereka untuk memprioritaskan, dan selanjutnya menuntun mereka
langkah demi langkah melalui diskusi tentang bagaiman memprosesnya. Dorong individu yang
masih hidup untuk meminta bantuan.
Motivasi mereka untuk menciptakan hubungan yang baru. Yakinkan individu nahwa hubungan
yang baru tidak berarti bahwa mereka mengganti individu yang telah meningal. Dukung
keterlibatan dalam kelompok aktivitas social yang tidak mengancam (misalnya aktivitas
sukarela atau acara gereja).
Berikan waktu untuk berduka. “Reaksi Perayaan” atau anniversary reactions berduka yang
terjadi pada tanggal yang sama dengan kematian dalam tahun-tahun berikutnya sering kali
ditemukan. Kembali bersedih atau rasa nyeri akibat berduka sering menganggu. Akui rasa
kehilangan secara terbuka, berikan jaminan bahwa reaksi tersebut normal, dan dorong individu
yang masih hidup untuk mengenangnya.
Interprestasikan perilaku yang “normal”. Menjadi kebingungan, sulit tidur atau makan, dan
berfikir mereka telah mendengar suara orang yang sudah meninggal merupakan perilaku yang
sering ditemukan setelah proses kehilangan. Gejala ini tidak bararti individu masalah emosional
atau menjadi sakit. Dukung bahwa perilaku tersebut adalah normal dan akan membaik seiring
jalannya waktu.
Berikan dukungan yang berkelanjutan. Individu yang masih hidup memerlukan dukungan
perawat dengan siapa mereka telah terikat dengan waktu setelah suatu rasa kehilangan,
terutama dalam perawatan dirumah atau perawatan hospiece. Perawat menjadi “actor” penting
dalam drama kehidupan dan kematian individu yang telah meninggal dan menolong mereka
melalui beberapa waktu yang dapat diingat dan sangat intim. Kaih saying yang ditunjukkan
sesaat setelah kematian sangat tepat dan menyebuhkan bagi individu yang masih hidup bagi
perawat.
Wapada terhadap tanda-tanda adanya koping yang berbahaya dan tidak efektif, seperti
penyalahgunaan alcohol dan obat, penggunaan analgesic secara berlebihan diluar
perhitungan, atau penggunaan obat tidur.
Perawatan Hospiece. Perawatan hospiece (hospiece care) merupakan suatu filosofi dan model untuk
perawatan klien penyakit terminal dan keluarganya. Perawatan hospiece bukan merupakan suatu tempat, tetapi
lebih ke arah pendekatan perawatan berfokus pada keluarga dan klien. Perawatan ini menempatkan prioritas 22
pada menangani rasa nyeri dan gejala lain, kenyamanan, kualitas hidup, dan perhatian pada kebutuhan, dan
sumber daya fisik, psikologis, social, dan spiritual. Peneliti menunjukkan efektivitas pearwatan hospiece biasanya
memiliki waktu kurang dari 6 bulan dalam hidup. Perawatan hospiece tersedia dalam rumah sakit, pelayanan
yang diperluas, atau rumah keperawatan. Perawatan hospiece berfokus pada hal-hal berikut ini.
Klien dan keluarga sebagai unit perawatan
Perawatan rumah yang terkoordinasi dengan tetap tersedianya tempat tidur rumah sakit
Mengontrol gejala fisik ( sosiologis, psikologis, dan spiritual)
Pelayanan langsung oleh dokter
Tersedianya tim pelayanan multidisiplin, yaitu: dokter, perawat, penasihat spiritual, pekerja
social, konselor
Fasiitas medis dan keperawatan tersedia setiap saat
Tindak lanjut proses kehilangan setelah kematian klien
Penggunaan sukarelawan yang terlatih untuk kunjungan dan dukungan saat tiba “waktu
beristirahat”
Penerimaan ke dalam program adalah berdasarkan pada kebutuhan, bukan kemampuan untuk
membayar (Hospiece Foundation of America, 2004)
Banyak klien memilih meninggal dirumah dalam lingkungan yang dikenal, sedangkan yang lainnya takut
membebani keluarga mereka atau memilih untuk meninggal dirumah sakit atau rumah keperawatan. Hal ini
penting agar tim rumah sakit darurat megetahui pilihan klien. Ketika masalah keluarga mempersulit pilihan,
perawat diperawatan hospiece mencoba untuk mendukung keinginan klien tetapi juga memprtimbangkan apa
ynag terbaik bagisemua orang. Terkadang kerumitan atau keparahan gejala klien mencegah mereka untuk
merawat di ruma, sedangkan keinginan keluarga dan teman igin memberikan perawatan.
Perawat yang memberikan pelayanan hospiece melibatkan klien yang sekarat dan anggota keluarga
sebagai partispasi aktif dalam semua aspek pelayanan dan memprioritaskan pelayanan sesuai keinginan
mereka. Tujuan pelayanan klien merupakan rangkaian mutu, dan semua partisipan memahami dengan
sepenuhnya perilaku pelayanan klien dan berusaha menghornati mereka. Pelayanan hospiece menyediakan
untuk kunjungan kehilangan dinuat oleh staf setelah kematian klien untuk membantu keluarga berpindah melalui
proses berduka.
Untuk dapat dipilih sebagai klie perawatan hospiece dirumah, seorang klien mempunyai seorang
pemberi layanan keluarga untuk menyelenggarakan pelayanan dasar harian. Tujuan perawatan rumah adalah
menawarkan bantuan dengan kebutuhan higienik, dan seorang perawat bersedia untuk mengoordinasi dan
menangani penglepasan gejala. Anggota tim rumah sakit darurat menawarkan akses 24 jam dari
mengkoordinasikan pelayanan hospiece dirumah dapat masuk rumah sakit untuk stabilisasi gejala atau untuk
waktu istirahat pemberi layanan. Semakin mendekati kematian klien, tim rumah sakit darurat memberikan
dukungan intensif untuk klien dan keluarga (Hospiece Foundation America, 2004).
Perawatan setelah kematian. Hukum federal dan Negara bagian mensyaratkan institusi
mengembangkan kebijakan dan prosedur untuk hal-hal yang terjadi setelah kematian, misalnya: permitaan donor
organ atau jaringan, otopsi, sertifikasi, dokumentasi terjadinya kematian, dan menyediakan pelayanan
postmortem yang benar dan aman. Sesuai dengan hokum federal, professional yang dilatih khusus (mislanya 23
koordinasi transplantasi atau pkerja social) membuat permintaan untuk donor organ dan jaringan pada saat tiap
kematian. Individu yang meminta donor organ dan jaringan memberikan informasi tentang siapa yang dapat
secara legal memberikan persetujuan, organ atau jaringan yang dapat didonor, biaya yang berhubungan,
bagaimana donor akan memengaruhi penguburan atau kremasi.
Perawat member dukungan dan dorongan penjelasan untukanggota keluarga yang berduka, yang
biasanya membutuhkan penjelasan apa yang mereka ceritakan selama proses permohonan. Situasi yang
sangat penuh tekanan diciptakan oleh rasa kehilangan orang yang dicintai, individu yang masih ada yang
berduka biasanya tidak dapat mengingat semua yang mereka ceritakan. Juga, pemahaman tentang fisiologi
organ yang akan didonorkan sering merupakan halyang sulit bagi anggota keluarga. Mesikpun klien dengan mati
batang otak telah dinyatakan meninggal, dia masih memerlukan alat pendukung hidup untuk memberikan darah
dan oksigen bagi organ-organ vital sebelum transplantasi. Penampilan tubuh yang terlihat seperti masih hidup
membingungkan keluarga, dan mereka memerlukan bantuan untuk memahami bahwa alat pendukung hidup
hanya untuk melindungi organ-organ vital. Jaringan non-vital, seperti :kornea, kulit, tulang-tulang panjang, tulang
telinga tengah diambil pada waktu kematian tanpa perlu menjaga fungsi vital. Jika orang sudah meninggal tidak
meninggalkan instruksi pilihan untuk donor organ dan jaringan, keluarga dapat memberikan persetujuan pada
waktu kematian. Tinjau ulang hokum peneyelamatan organ Negara bagian Anda serta kebijakan dan prosedur
institusional tentang proses persetujuan yang formal. Sadari bahwa hokum menentukan siapa ynag harus ditemui
selama donor organ tidak dapat diterima pada budaya lain.
Anggota keluarga memeberikan persetujuan untuk otopsi, tindakan pemotongan tubuh setelah kematian
untuk menunjukkan penyebab pasti dan keadaan kematian untuk menentukan penyebab pasti dan keadaan
kematian atau mendapatkan perjalanan penyakit. Pada sebagian besar kasus, petugas yang memriksa
penyebab kematian atau pemeriksa medis menentukan keperluan untuk melakukan otopsi.Hukum terkadang
membutuhkan otopsi pada kematian yang disebabkan oleh perbuatan curang, bunuh diri,atau penyebab
mendadak seperti tabrakan kendaraan bermotor, terjatuh, keracunan obat, atau kematian dalam 24 jam setelah
mrasuk rumah sakit. Kematian yang tidak diawasi atau semua yang selama penahanan juaga biasanya
memerlukan otopsi (American Medical Association, 2004).
Biasanya dokter atau penyelenggara pelayanan kesehatan yang ditunjuk akan meminta izin untuk
otopsi, tetapi perawat dapat menjawab pertanyaan dan mendukung pilihan keluarga. Informasikan pada anggota
kemuarga bahwa otopsi tidak meru. Merusak bentuk tubuh dan bahwa semua organ ditempatkan kembali dalam
tubuh. Anggota keluarga sering merasa senang mengetahui bahwa orang lain dapat dibantu dengan pemberian
donor organ dan jaringan atau melalui otopsi. Menghormati dan menghargai keinginanan keluarga dan
keputusan akhir.
Dokumentasi kematian merupakan penyimpanan bukti yang legal. Ikuti kebijakan dan prosedur agensi
dengan teliti untuk menyelenggrakan rekam medis yang dapat dipercaya dan akurat dari semua pengkajian dan
kegiatan seputar kematian. Beberapa formulir medis seperti permintaan untuk otopsi, harus ditanda tangani oleh
dokter atau petugas yang memeriksa kematian, tetapi perawat yang terdaftar mengumpulkan dan menyimpan
senbanyak-banyaknya informasi yang tertinggal seputar kematian. Professional yang diizinkan atau saksi yang
direncanakan yang mendatangani formulir (misalnya pelepasan jenazah atau formulir kepemilikkkan pribadi).
Dokumentasi perawat menjadi relevan dalam manajemen resiko atau investigasi legal dan akurat. Dokumentasi
24
juga menvalidasi keberhasilan dalam memenuhi tujuan klien atau menyelenggrakan dasar kebenaran untuk
perubahan dalam hasil yang diharapkan atau pengobatan..
Anggota keluarga berhak mendapatkan dan menghrap deskripsi yang kelas dari apa yang terjadi pada
orang yang dicintai, terutama dalam kasus mendadak, tidak biasanya, atau keadaan yang tidak diinginkan.
Berikan hanya informasi yang factual dengan sikap yang objektif tidak menghakimi, dan hindari membagi opini
Anda. Hukum Negara bagian dan kebijakan agensi menentukan pembagian informasi rekam medis tertulis,
dimana biasanya melibatkan permintaan tertulis, di mana biasanya memlibatkan permintaan tertulis.
Ketika klien meninggal pada lingkungan perawatan rumah atau institusional, perawat menyelenggrakan
atau mendelegasikan perawatan postmortem, yaitu perawatan subuh setelah kematian atas dasar semua itu,
tubuh manusia berhak mendapatkan penghargaa dan martabat yang sama sebagai individu hidup dan perlu
dipersiapkan dengan cara yang sesuai dengan budaya dan kepercayaan keagaan klien. Kemmatian menghailkan
perubahan fiisik pada tubuh mdengan sangat cepat, sehingga Anda harus melakukan perawatan postmortem
secepat mungkin untuk menghindari perubahan warna, kerusakan jaringan, deformitas.
Menjaga integritas ritual dan praktik perkabungan memberikan keluarga rasa telah memenuhi kewajiban
dam mempromosikan penermaan terhadap kematian klien. Kemampuan keluarga untuk berkabung dalam cara
yang sesuai dengan nilai-nilai budaya membantu individu yang masih hidup mengalami beberapa kemungkinan
dan pengontrolan pada waktu yang membingungkan dan ketidakpastian lainnya. Beberapa budaya
memeprtimbangkan “keluarga” lebih sebagai suatu unit biologis inti. Penyelanggaran pelayanan kesehatan perlu
untuk memahami susunan jaringan kelurga dan mengetahui dimana individu terlibat dalam keputusan akhir
kehidupan.
Perawat mengoordinasikan perawtan klien dan kelurga selama dan setelah kematian. Terbiasalah
kebijakan dan prosedur yang dapat dipergunakan untuk perawatan postmortem, karena mereka dapat berbeda
antar tempat atau institusi yang satu dengan lainnya.
EvaluasiStrategi evaluasi yang efektif membuat perawat menentukan apakah hasil yang didapat mendukung tujuan
pelayanan. Bahkan ketika seorang klien tidak mencari pelayanan secara spesifik terkait dengan rasa kehilangan,
tetap waspadai tanda dan gejala berduka. Tanda dan gejala tersebut memberikan kriteria untuk evaluasi apakah
klien beradaptasi dengan rasa kehilangan dan bagaimana dia berpindah melalui proses berduka. Berpikir kritis
menjamin bahwa proses evaluasi yang akurat merefleksikan situasi klien dan hasil yang diharapkan. (Gambar
30-6).
25
EVALUASI Evaluasi tanda dan gejala berduka klien Evaluasi kemampuan anggota keluarga
untuk menyelenggarakan pelayanan suportif
Evaluasi tingkat akhir kenyamanan klien dan pengelepasan gejala
Tanyakan apakah harapan klien/keluarga telah terpenuhi
Pengetahuan Karakteristik resolusi
berduka Gajala klinis perbaikan
tingkat kenyamanan ( dapat digunakan pada penyakit termina)
Prinsip-prinsip perawatan paliatif.
Pengalaman Respons klien sebelumnya
untuk merencanakan intervensi keperawatan guna mengatasi rasa nyeri dan gejala atau rasa kehilanga orang terdekat.
Gambar 30-6 Model pemikiran kritis untuk evaluasi rasa kehilangan, kematian, dan berduka
Merujuk balik pada tujuan dan hasil yang diharapkan dibangun selama fase perencanaan untuk
menentukan efektivitas intervensi keperawatan. Anda mengevaluasi kemajuan klien dengan membandingkan
perilaku actual klien dengan hasil yang diharapkan untuk menentukan perlu atau tidak merevisi rencana
perawatan. Sebagai contoh, jika tujuannya adalah membuat klien mengomunikasikan rasa kehilangan kepada
anggota keluarga, maka evaluasi komunikasi dan perilaku verbal dan non-verbal sebagai petunjuk yang
berhubungan dengan pengungkapan rasa kehilangan. Respons klien akan menentukan apakah keberadaan
rencana perawatan sudah berjalan efektif atau apakah diperlukan strategi yang berbeda. Terus evaluasi
kemajuan klien, efektivitas intervensi, dan interaksi klien dan keluarga.
Keberhasilan proses evaluasi sebagian tegantung pada ikatan yang telah Anda bentuk dengan klien.
Kecuali kalau klien mempercayai Anda, pembagian harapan atau keinginan personal cenderung tidak terjadi.
Pertanyaan berikut ini akan membantu Anda menvalidasi pencapaian tujuan dan harapan klien:
Apakah hal terpenting yang dapat saya lakukan untuk Anda pada saat ini?
Apakah kebutuhan Anda sudah dipenuhi tepat pada waktunya?
Apakah Anda mendapatkan pelayanan yang sesuai yang Anda inginkan?
Apakah Anda ingin saya membantu Anda dengan cara yang berbeda?
Apakah Anda memiliki permintaan khusus yang saya tidak dapat penuhi?
Ikut sertakan anggota keluarga dalam proses evaluasi. Hasil jangka panjang dan jangka pendek yang
menunjukkan pemulihan keluarga dari rasa kehilangan akan membantu evaluasi Anda. Hasil jangka pendek 26
Standar Menggunakan hasil yang
diharapkan untuk mengevaluasi respons klien terhadap perawatan (misalnya kemampuan untuk mendiskusikan rasa kehilangan, berpartisipasi dalam tinjauan kehidupan)
Mengevaluasi peran klien dalam keputusan akhir kehidupan dan/atau proses berduka
Sikap Gigih dalam mencari
ukuran rasa nyaman yang berhasil untuk klien dengan penyakit terminal.
menunjukkan efektivitas intervensi berduka termasuk membicarakan tentang rasa kehilangan tanpa perasaan
yang berlebihan, perbaikan tingkat energy, pola diet dan tidur yang normal, reorganisasi pola hidup, peningkatan
kemampuan dalam membuat keputusan, dan menemukannya dengan mudah di sekitar individu lain. Pencapaian
jangka panjang termasuk pengembalian rasa humor dan pola hidup normal, hubungan personal baru atau yang
diperbaharui, dan penurunan rasa nyeri dari dalam (Clemens, 2003).
Penatalaksanaan untuk Perawat yang BerdukaKetika merawat klien yang sekarat dan keluarganya, perawat juga mengalami rasa berduka dan kehilangan.
Perawat rumah sakit darurat sering kehilangan banyak klien, beberapa dari yang telah mereka rawat selama
waktu yang panjang. Sebelum mereka pulih dari satu rasa kehilangan, mereka diperkenalkan pada kisah
kesulitan manusia lainnya. Perawat dalam tatanan perawatan akut sering menyaksikan penderitaan yang padat
diperpanjang pada dasar keseharian, menyebabkan perasaan frustasi, marah, bersalah, sedih, atau cemas.
Siswa keperawatan melaporkan perasaan ragu-ragu pada awalnya dan tidak nyaman denganpertemuan pertama
mereka dengan klien yang sekarat dan mengidentifikasi perasaan sedih, cemas, dan tidak nyaman (Allchin,
2006).
Refleksi diri, yang merupakan suatu elemen berpikir kritis, membuat Anda bertanya apakah kesedihan
Anda dihubungkan dengan pelayanan klien atau untuk pengalaman personal masa lalu yang tidak terselesaikan.
Bicarakan dengan teman, penyelenggara pelayanan spiritual, atau teman sejawat terdekat membantu Anda mulai
mengenali berduka Anda sendiri dan merefleksikannya pada makna pelayanan untuk individu yang sekarat
(Gambar 30-7). Strategi yang kreatif membantu Anda beradaptasi dengan rasa kehilangan seseorang kepada
siapa Anda telah menjadi terikat. Anda bias mendapatkan beberapa pengakhiran dengan menghadiri rumah
duka, pemakaman, atau menulis surat simpati kepada keluarga. Kembangkan system dukungan yang
memperbolehkan waktu berlalu dari pemberi layanan dan focus pada aktivitas yang menyenangkan dan tanpa
tekanan. Teknik manajemen stress membantu untuk memulihkan energy Anda dan kesenagan berkelanjutan
dalam merawat klien. Dalam beberapa hal, perawat memilih untuk bekerja sementara di tempat di mana berduka
dan kematian yang tidak sering terjadi.
Pelayanan untuk kesehatan fisik didapatkan dengan makanan yang baik, olah raga, terlibat dalam
aktivitas relaksasi, dan dengan dapat cukup tidur. Untuk meningkatkan kesehatan emosional, berpartisipasilah
dalam aktvitas yang tenang, seperti meditasi, berjalan, atau mendengarkan musik Seperti yang tertulis di atas,
mengembangkan kesadaran atau perasaan Anda dan sumber mereka merupakan langkah pertama untuk
mengefektifkan pelayanan emosional diri. Berikan kebutuhan pemberian layanan yang tak mengenal kasihan,
tentukan ketebatasan pada seberapa banyak yang Anda lakukan dan menghabiskan waktu menikmati aktivitas
favorit Anda.Berikan perhatian kepada individu dan kegiatan yang menyelenggarakan pemeliharaan (Sherman,
2004).
Betapapun sulitnya pemberian layanan dalam situasi kehilangan dan kematian, perawat yang bekerja
secara primer dalam pelayanan paliatif atau rumah sakit darurat melaporkan bahwa mereka mengalami
pertumbuhan personal, perasaan untuk dapat “melepaskan pergi”, dan kepuasan hidup. Merawat klien dengan
penyakit yang serius dan individu yang sekarat memberikan perawat kesempatan untuk melihat arti dan
pentingnya pekerjaan mereka. Mereka mencari kesenangan dan keindahan dalam kehidupan mereka sendiri dan
menjadi lebih terbuka kepada orang lain (Mok dan Chu, 2004). Siswa keperawatan yang mengalami
27
ketidaknyamanan pada pengalaman pertama mereka juga menuliskan bahwa mereka merefleksikan semua
pengalaman dengan baik melewati waktu klinis mereka dan dapat mengidentifikasi keuntungan personal dan
profesional pada pengalaman mereka (Allchin 2006). Meskipun kemungkinan rasa lelah ada pada perawat, tetapi
semua yang melakukan pelayanan secara professional merasakan pertumbuhan personal serta menemukan
banyak arti dalam pekerjaan mereka.
Konsep Penting
Ketika merawat klien yang mengalami kehilangan, fasilitasi proses berdukanya dengan membantu
individu yang masih hidup untuk mengatasi kehilangan, mengungkapkan rasa kehilangan, dan bergerak
melewati berduka mereka.
Kehilangan timbul dalam banyak bentuk, berdasarkan pada nilai-nilai da prioritas yang dipelajari dalam
suatu lingkungan klien dari pengaruh keluarga, teman, agama, masyarakat, dan budaya.
Tipe rasa kehilangan dan persepsi rasa kehilangan memengaruhi bagaimana individu mengalami
berduka.
Kematian merupakan hal yang sulit bagi individu yang sekarat, demikian juga bagi keluarga individu,
teman, dan perawat.
Individu yang masih hidup kembali dan meneruskan melalui rangkaian tahap dan/atau tugas berkali-kali,
kemugkinan melewati periode waktu yang lama.
Ahli teori menggambarkan tahap-tahap proses berduka dan rangkaian tugas untuk individu yang masih
hidup berhasil menyelesaikan kehilangan mereka dan beradaptasi dengan kehidupan melalui rasa
kehilangan.
Pengetahuan tentang tipe berduka membantu perawat menentukan intervensi yang sesuai.
Perkembangan individu, strategi koping, status social ekonomi, hubungan personal, sifat rasa
kehilangan, dan kepercayaan spiritual dan budaya memengaruhi cara individu menerima dan
merespons proses berduka.
Intervensi keperawatan melibatkan dorongan keberhasilan mekanisme adatasi klien dan
memperkenalkan pendekatan adaptasi yang baru ketika diperlukan.
Jangan berasumsi bagaimana atau apakah klien berduka atau apakah perilaku khusus yang
menunjukkan perasaan berdukanya. Izinkan klien untuk membagi pengalaman dengan cara mereka
sendiri.
Pengkajian klien dengan penyakit terminal dan keinginan keluarga terhadap perawatan akhir kehidupan
meliputi piliha tempat untuk kematian, tingkat intervensi yang diinginkan, dan pengharapan terhadap
manajemen rasa nyeri dan gejala.
Bangun suatu kehadiran pelayanan dan gunakan strategi komunikasi yang efektif untuk mendorong
klien berbagi pada tingkat di mana mereka merasa nyaman.
Pelayanan paliatif mengizinkan klien untuk membuat pilihan yang informatif, mencapai pengurangan
gejala yang lebih baik, dan mengalami kualitas hidup yang lebih tinggi selama mengalami penyakit atau
kematian.
Hospice bukanlah sebuah tempat, tetapi lebih merupakan filosofi yang berpusat pada keluarga,
pelayanan individu pada akhir kehidupan secara menyeluruh.
28
Berikan perawatan diri, meminta dan menerima bantuan, dan refleksikan arti pelayanan keperawatan
pada klien yang sekarat dan keluarga.
BAB IIIPENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kehilangan dapat bersifat aktual dan diras. Rasa kehilangan aktual (actual loss) terjadi ketika
seseorang tidak dapat lagi merasakan, mendengar, atau mengenali seseorang atau objek. Contohnya antara
lain: kehilangan bagian tubuh, kematian anggota keluarga, atau kehilangan pekerjaan. Kehilangan objek yang
berharga antara lain semua yang dipakai atau salah tempat, dicuri, atau rusak oleh bencana. Seorang anak bisa
besedih karena kehilangan mainan favoritnya akibat banjir. Rasa kehilangan yang dirasa (perceived losses)
didefinisikan secara unik oleh seseorang yang mengalami rasa kehilangan dan bersifat tidak begitu jelas bagi
individu lain. Sebagai contoh, beberapa individu merasakan penolakan dari teman, atau rasa kehilangana
kepercayaan atau status dalam kelompok. Bagaimana individu menginterprestasikan arti dari rasa kehilangan
yang diras akan memengaruhi intensitas rewspon terhadap yang berduka. Rasa kehilangan yang dirasa mudah
untuk dilupakan karena pengalaman tersebut bersifat internal dan individual. Meskipun dialami dengan cara yang
sama dengan rasa kehilangana aktual.
Berduka merupakan respons emosional terhadap rasa kehilangan, yang dimanifestasikan oleh individu
dalam cara yang khusus., berdasarkan pengalaman personal, harapan budaya, dan kepercayaan spiritual
(Hooyman dan Kramer, 2006). Koping pada proses berduka melibatkan suatu periode berkabung, penampilan,
ekspresi sosial terhadap berduka, dan perilaku yang berhubungan dengan rasa kehilangan. Upacara
perkabungan dipengaruhi secara budaya dan seperti perilaku yang dipelajari. Istilah kehilangan menggabungkan
antara rasa berduka dan berkabung, serta mengikutsertakan respons emosianal dan perilaku diluar diluar dari
seseorang yang mengalami rasa kehilangan (End-of-Life Nursing Education Consortium [ELNEC], 2003).
29
Daftar Pustaka
30