TEKNOLOGI TEPAT GUNA
PUPUK ORGANIK LOKAL DARI LIMBAH KARET:
TEORI DAN APLIKASI
ISBN: 978-602-5483-05-9
TEKNOLOGI TEPAT GUNA
PUPUK ORGANIK LOKAL DARI LIMBAH KARET:
TEORI DAN APLIKASI
RIWANDI
PRASETYO
HASANUDIN
INDRA CAHYADINATA
PENERBIT YAYASAN SAHABAT ALAM RAFFLESIA
Teknologi Tepat Guna Pupuk Organik Lokal dari Limbah Karet: Teori dan Aplikasi
Penulis: Riwandi, Prasetyo, Hasanudin, Indra Cahyadinata
ISBN: 978-602-5483-05-9
Tata Letak: Suhendra Desain Sampul: Suhendra
Hak Cipta © 2017, pada penulis
Hak publikasi pada Penerbit Yayasan Sahabat Alam Rafflesia.
Dilarang memperbanyak, memperbanyak sebagian atau seluruh isi dari buku ini dalam bentuk apapun, tanpa izin
tertulis dari penerbit.
Cetakan ke- 01 Tahun 2017
Penerbit:
Yayasan Sahabat Alam Rafflesia Jl Raya Lempuing Kota Bengkulu Phone (sms): +62 852 7378 9888 (WA)/+62 857 5811 5868 Email: [email protected] Site : www.salamrafflesia.id
Undang-Undang No. 19 tahun 2002
tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 12 tahun 1997
Pasal 44 tentang Hak Cipta
Pasal 72
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan
dan memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
bulan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah)
2. Barangsiapa dengan sengaja menyerahkan, menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum
suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau
Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
v
TEKNOLOGI TEPAT GUNA GUNA PUPUK ORGANIK LOKAL DARI LIMBAH KARET:
TEORI DAN APLIKASI
Dibiayai oleh DIPA Direktorat Jenderal Penguatan Riset
& Pengembangan, Kemenristekdikti No.SP DIPA
042.06.1.401516/2017 Tanggal 6 Desember 2016
vi
Kata Pengantar
Puji syukur disampaikan kepada Allah SWT dengan kasih
sayang-Nya, penulis telah menyelesaikan buku yang
berjudul: “Pupuk Organik Lokal dari Limbah Karet, Teori
dan Aplikasi”. Buku ini dibuat untuk kebutuhan petani
karet, pelajar, mahasiswa, pengguna teknologi pertanian,
akademisi, dan stakeholder yang lain. Buku ini sebagai
salah satu luaran penelitian Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)
tahun 2011-2025 yang didanai tahun 2016-2017 oleh
Direktorat Riset, Pengabdian kepada Masyarakat (DRPM),
Kementerian Ristek, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
(Kemenristekdikti), Jakarta, Indonesia.
Buku ini berisi teori yang dimuat dalam Bab I s.d
Bab III dan aplikasi dimuat dalam Bab IV s.d Bab V. Bab
Penutup berisi rangkuman isi tulisan dalam buku ini.
Daftar Pustaka dilampirkan agar pembaca dapat merujuk
kembali ke sumber pustaka yang asli. Biodata Penulis
vii
juga dilampirkan untuk melihat kompetensi penulis buku
ini.
Bab I berisi pengertian, istilah, definisi, tujuan,
dan manfaat tulisan ini. Bab II berisi aspek pupuk organik
terutama macam pupuk organik yang dikenal,
keunggulan dan kekurangan pupuk organik dibanding
dengan pupuk anorganik, dampak pupuk organik
terhadap kesuburan tanah dan juga terhadap hasil
tanaman (baca: karet). Bab III berisi aspek getah karet
yang dimuat di dalam sejarah perkembangan budidaya
tanaman karet di dunia dan di Indonesia, komposisi yang
dikandung di dalam getah karet (serum, protein, lemak,
dan karbohidrat), dan peluang limbah karet sebagai
pupuk organik lokal untuk pupuk tanaman karet di
Indonesia.
Bab IV berisi metode pembuatan pupuk organik
lokal dan aplikasinya di kebun karet rakyat. Parameter uji
yang digunakan sudah baku sehingga tidak perlu
diragukan lagi keabsahannya. Aplikasi pupuk organik
lokal dari limbah karet telah dicobakan di kebun karet
rakyat yang telah menghasilkan getah (umur tanaman
karet 8 tahun).
viii
Bab V berisi hasil percobaan terdiri atas pupuk
organik lokal yang siap diaplikasikan di lapangan, dan
hasil percobaan pupuk organik lokal di kebun karet
rakyat.
Bengkulu, September 2017
Penulis
ix
x
Daftar Isi
Halaman
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xiv
BAB I. PENDAHULUAN 1
1.1. PENGERTIAN 3
1.2. TUJUAN DAN MANFAAT 7
Bab II. PUPUK ORGANIK 9
2.1. MACAM PUPUK ORGANIK 9
2.2. KEUNGGULAN DAN KEKURANGAN
PUPUK ORGANIK
11
2.3. PUPUK ORGANIK VS KESUBURAN
TANAH
14
2.4. PUPUK ORGANIK VS HASIL
TANAMAN
16
xi
BAB III. GETAH KARET 18
3.1. SEJARAH TANAMAN KARET 18
3.2. KOMPOSISI GETAH KARET 21
3.3. PELUANG LIMBAH KARET SEBAGAI
PUPUK ORGANIK LOKAL
22
BAB IV. METODE PENELITIAN 27
4.1. PEMBUATAN PUPUK ORGANIK
LOKAL DARI LIMBAH KARET
27
4.2. PARAMETER MUTU BAKU PUPUK
ORGANIK LOKAL
32
4.3. APLIKASI PUPUK ORGANIK LOKAL
DARI LIMBAH KARET DI KEBUN
KARET
38
BAB V. HASIL PENELITIAN LIMBAH
KARET
41
5.1 HASIL ANALISIS PUPUK ORGANIk
LOKAL SELAMA 7 MINGGU
INKUBASI
41
xii
5.2 HASIL PENGAMATAN GETAH KARET
SEBELUM DAN SETELAH DIBERI
PUPUK ORGANIk LOKAL DI KEBUN
KARET
44
PENUTUP 47
DAFTAR PUSTAKA 50
BIODATA PENULIS 54
xiii
Daftar Tabel
Tabel Halaman
1 Hasil analisis pH dan unsur hara
bahan limbah karet dan kotoran
sapi
24
2 Rerata hasil analisis pupuk organik
lokal (POL) selama 7 minggu
inkubasi
41
3 Hasil analisis POL komposit setelah
akhir inkubasi (7 minggu)
42
4 Rerata hasil lateks sebelum dan
setelah diberi POL di kebun karet
setelah 3 bulan pemupukan
44
xiv
Daftar Gambar
Gambar Halaman
1 Inkubasi pupuk organik lokal di
dalam bak kompos (Foto:
Riwandi, 2017)
32
2 Pengukuran pH pupuk organik
lokal dengan indikator pH skala
1-14 made in Merck, Germany
(Foto: Riwandi, 2017)
32
3 Pembalikan pupuk organik lokal
(Foto: Riwandi, 2017)
32
4 Metode Indore: Pupuk kompos
disiram dengan urine sapi
(Sumber: HDRA, 2001)
32
5 Pengukuran temperatur pupuk
organik lokal setiap lapis 0-20
cm, 20-40 cm, 40-60 cm (Foto:
Riwandi, 2017)
33
xv
6 Seperangkat alat dan bahan uji
pupuk organik lokal (Foto:
Riwandi, 2017)
35
7 Pengukuran pH pupuk organik
lokal dengan indicator pH Merck
Germany (Foto: Riwandi, 2017)
36
8 Penggalian lubang pupuk (Foto:
Riwandi, 2017)
39
9 Pemupukan pupuk organik lokal
diawali dengan pemupukan
unsur mikro besi dan tembaga
(Foto: Riwandi, 2017)
40
T e k n o l o g i T e p a t G u n a | 1
Bab 1. Pendahuluan
Kita mengenal bermacam-macam pupuk (organik dan
anorganik) sebagai bahan penyubur tanah dan pengasup
unsur hara bagi pertumbuhan tanaman (pertanian,
perhutanan, padang rumput, dan lain-lain). Pupuk
organik dan pupuk anorganik sebenarnya dua macam
pupuk yang saling melengkapi di dalam menyuburkan
dan mengasup unsur hara bagi tanaman. Pupuk organik
mampu memperbaiki sifat tanah (fisik, kimia, dan biologi)
sehingga tanah tersebut layak untuk tempat budidaya
tanaman pertanian. Pupuk organik juga mampu
menyediakan unsur hara (karena tidak terlindi) sehingga
2 | P u p u k O r g a n i k L o k a l d a r i L i m b a h K a r e t
tanaman mudah mengambil unsur hara dari dalam tanah
yang subur (kaya nutrien) dan memberikan hasil
tanaman pertanian yang sangat tinggi.
Pupuk anorganik (baca: pupuk berasal dari
pabrikan, seperti urea, sp36, tsp, kcl, dan lain-lain)
mampu menyediakan unsur hara atau nutrien bagi
tanaman dengan mudah, tetapi juga unsur hara tersebut
dengan mudah hilang melalui pencucian (termasuk
pelindian, infiltrasi, perkolasi, erosi, runoff, dan lain-lain).
Untuk mencegah terjadinya kehilangan unsur hara dari
dalam tanah, maka ditambahkan pupuk organik yang
mampu mengikat unsur hara dan unsur hara tetap
tersedia secara kontinyu di dalam tanah bagi
pertumbuhan tanaman. Pupuk organik mempunyai
keunggulan sebagai berikut: 1) memperbaiki kualitas,
kesehatan, dan kesuburan tanah; 2) meningkatkan hasil
tanaman, dan 3) bersifat ramah lingkungan. Sekarang
timbul pertanyaan yang mendasar: (1) Apakah
pengertian pupuk organik? (2) Apa saja faktor-faktor
(lingkungan dan non lingkungan) yang berpengaruh
terhadap ketersediaan pupuk organik? Apa komposisi
pupuk organik? (3) Bagaimana pupuk organik diproduksi?
T e k n o l o g i T e p a t G u n a | 3
(4) Bagaimana pupuk organik mempengaruhi kualitas
tanah dan pertumbuhan tanaman? Berbagai pertanyaan
muncul di benak kita untuk mengetahui lebih rinci
mengenai pupuk organik (baca: pupuk organik lokal).
Berbagai hasil penelitian telah banyak
dipublikasikan baik luar dan dalam negeri yang
mengatakan bahwa pupuk organik mampu memelihara
kualitas, kesehatan, kesuburan tanah, dan meningkatkan
hasil tanaman. (5) Pupuk organik yang mana dimaksud?
(6) Atau pupuk organik seperti apa dimaksud? (7) Apakah
semua pupuk organik mempunyai keuntungan yang
sama, mampu memelihara tanah dan tanaman sehingga
terjaga kualitas, kesehatan, kesuburan tanah, dan
produksi tanaman di masa yang akan datang? Hal inilah
yang menjadi pertanyaan yang mendasar dan harus
dicari jawabannya.
1.1 Pengertian
Dalam sub-bab ini akan dijelaskan beberapa
pengertian yang berkaitan dengan pupuk organik (lokal).
Istilah-istilah yang lazim dipakai misalnya, pupuk organik
atau anorganik, pupuk tunggal atau majemuk, pupuk
4 | P u p u k O r g a n i k L o k a l d a r i L i m b a h K a r e t
campuran, pupuk masukan rendah, produktivitas tanah,
kesuburan tanah, kesehatan tanah, kualitas tanah,
limbah karet, dan lateks. Marilah kita bahas satu per satu
istilah-istilah tersebut di atas di bawah ini.
Pupuk organik ialah pupuk yang berupa senyawa
organik (Rosmarkam 2001). Radjagukguk 1982
mengatakan bahwa pupuk organik adalah suatu produk
biologis yang sebagian besar unsur-unsur hara yang
dikandung ada dalam bentuk senyawa-senyawa organik
(seperti misalnya asam amino, protein, dan karbohidrat).
Contoh pupuk organik adalah pupuk hijau, pupuk
kandang, kompos, fishmeal, guano, dan sebagainya.
Pupuk anorganik ialah pupuk yang berasal dari
senyawa anorganik (Rosmarkam 2001). Contoh pupuk
anorganik adalah urea, SP36, TSP, KCl, K2SO4, MgSO4,
Ca3(PO4)2 dan sebagainya.
Pupuk tunggal ialah pupuk yang biasanya
mengasup satu unsur hara, tetapi kadang-kadang lebih
dari satu (Radjagukguk 1982). Misalnya, ammonium
sulfat, urea, SP36, KCl, kieserite, dan sebagainya.
Pupuk majemuk ialah pupuk yang mengandung
formulasi butir dari dua atau lebih pupuk tunggal. Setiap
T e k n o l o g i T e p a t G u n a | 5
butir mempunyai proporsi yang sama dari komponen-
komponen tunggalnya yang merupakan ciri khas dari
pupuk majemuk tersebut (Radjagukguk 1982). Misalnya,
amophoska, nitrophoska, rustika, dan banyak yang lain.
Pupuk campuran ialah pupuk yang berasal dari
campuran secara fisik dari dua atau lebih pupuk tunggal,
dan dipakai untuk mengatasi kekahatan dua atau lebih
unsur hara (Radjagukguk 1982). Misalnya pupuk
campuran nutrex, campuran RRIM dan sebagainya.
Pupuk masukan rendah (slow release) ialah pupuk
yang melepaskan unsur-unsur hara dalam suatu
kecepatan yang memungkinkan dapat menghasilkan
kondisi penyerapan maksimum oleh tanaman serta
mengurangi kehilangan unsur-unsur hara melalui
pelindian dan aliran permukaan tanah (Radjagukguk
1982). Contohnya adalah crotonylidine diurea (Floranid),
urea formaldehyde, isobutylidene diurea (IBDU), dan
magnesium ammonium fosfat.
Produktivitas tanah ialah kapasitas tanah untuk
memproduksi hasil (yield) tertentu dengan pengelolaan
optimum (Munawar 2011; Foth & Ellis 1997). Tanah yang
produktif itu subur, sedangkan tanah yang subur boleh
6 | P u p u k O r g a n i k L o k a l d a r i L i m b a h K a r e t
jadi tidak produktif, karena kekeringan atau tidak dikelola
dengan cara yang tepat (Munawar 2011; Foth & Ellis
1997).
Kesuburan tanah ialah kemampuan tanah
memasok hara dalam jumlah yang cukup dan
berkeseimbangan untuk pertumbuhan suatu tanaman
tertentu. Pegertian ini menunjukkan bahwa tanah yang
subur mempunyai kemampuan memasok unsur hara
dalam jumlah yang cukup dan berimbang kepada
tanaman, sehingga tanaman tumbuh dan berkembang
dengan sehat dan berproduksi sesuai dengan potensinya
(Munawar 2011; Foth & Ellis 1997).
Kesehatan tanah ialah kemampuan tanah secara
berkelanjutan melakukan fungsi-fungsinya sebagai suatu
ekosistem kehidupan yang vital di dalam batas-batas
ekosistem dan tataguna-lahan tertentu, untuk
melestarikan produktivitas, mempromosikan kualitas
lingkungan udara, air, dan memelihara kesehatan
tanaman, hewan, dan manusia (Riwandi dkk 2012 dan
2015; Doran et al. 1994 & 1997).
Kualitas tanah ialah kemampuan tanah
menghasilkan luaran yang tertentu (Bremmer & Ellert
T e k n o l o g i T e p a t G u n a | 7
2004). Luaran yang dimaksud adalah meningkatkan hasil
tanaman, membersihkan udara dan air, mengurangi
emisi gas rumah kaca, mengkonservasi keanekaragaman
hayati alami, dan menjamin kualitas makanan (Bremmer
& Ellert 20014).
Limbah karet adalah sisa hasil pengolahan karet
mentah (lump) di pabrik pengolahan karet dapat berupa
padatan, dan/atau cairan yang ditampung di dalam kolam
pertama pengendapan karet.
Lateks adalah getah karet yang dihasilkan dari
penyadapan karet.
1.2 Tujuan dan Manfaat
Tujuan buku ini ditulis untuk memberikan petunjuk,
pengetahuan teori dan praktis, dan pemahaman yang
benar kepada petani (pekebun, pesawah, dan peladang),
pebisnis pertanian (pupuk, benih, pestisida, dan obat-
obatan tanaman), praktisi pertanian, akademisi, dan
pejabat pemerintah/non pemerintah mengenai seluk
beluk pupuk organik (lokal), keunggulan/keutamaannya
dalam pengelolaan kesuburan tanah, kualitas tanah,
kesehatan tanah, dan peningkatan hasil tanaman pada
masa kini, dan masa yang akan datang.
8 | P u p u k O r g a n i k L o k a l d a r i L i m b a h K a r e t
Manfaat buku ini ditulis untuk mendorong petani
mampu meningkatkan keterampilannya di dalam hal
ihwal pembuatan dan penggunaan pupuk organik (lokal)
untuk peningkatan pendapatan petani terutama
pekebun, pesawah, dan peladang. Buku ini juga dapat
digunakan sebagai acuan bagi para pengambil kebijakan
(publik) untuk pengembangan pertanian organik pada
masa kini dan masa yang akan datang.
T e k n o l o g i T e p a t G u n a | 9
Bab 2. Pupuk Organik
2.1 Macam Pupuk Organik
Pada prinsipnya pupuk organik berasal dari sisa
biomasa tanaman/gulma, kotoran hewan/manusia, dan
limbah industri (pertanian, perikanan, perhutanan,
perkebunan, dan rumah tangga). Sisa biomasa tanaman
banyak dijumpai ketika petani memanen hasil
tanamannya. Hasil tanaman pokok (misalnya padi,
jagung, kedelai, kacang-kacangan, dan sebagainya)
diambil dan dijual ke pasar, sedangkan sisa biomassa
tanaman tersebut ditinggal atau diambil petani untuk
makanan ternaknya. Sisa biomasa tanaman inilah yang
dijadikan bahan pupuk organik misalnya, jerami, sekam
padi, batang, akar, dan daun jagung, seresah kedelai dan
10 | P u p u k O r g a n i k L o k a l d a r i L i m b a h K a r e t
kacang-kacang, dan yang lain. Gulma yang banyak
dijumpai di tepi jalan, ladang, kebun, dan pekarangan
rumah juga dapat menjadi bahan pupuk organik yang
berharga, seperti misalnya titonia diversifolia (kipahit),
widelia trilobata (tusuk konde), asystasia gangetica
(arasungsang), calopogonium esculentum, flemengia
congesta, legume cover crop (LCC), dan banyak yang
lain. Kotoran hewan merupakan sumber bahan membuat
pupuk organik, misalnya dari kotoran hewan vertebrata
(sapi, kerbau, banteng, babi, kambing, kuda, rusa),
kotoran unggas (burung, ayam), kotoran hewan melata
(biawak, ular, buaya), dan banyak yang lain. Kotoran
manusia juga merupakan sumber bahan pupuk organik
yang sangat andal ketika petani dari Cina yang menanam
sayur mayur, mereka menggunakan kotoran manusia
(baca: tinja) yang sangat kaya nutrien sehingga sayur
mayur yang mereka tanam tampak menghijau. Tidak
hanya kotoran hewan yang padat, tetapi urine hewan
sangat kaya nitrogen (N) sehingga juga sebagai bahan
pencampur pupuk organik yang ampuh. Limbah industri
yang berasal dari berbagai kegiatan industri (pertanian,
perikanan, perhutanan, perkebunan, dan rumah tangga)
T e k n o l o g i T e p a t G u n a | 11
baik berupa limbah padat dan limbah cair juga
merupakan bahan pupuk organik yang baik. Limbah
industri pertanian misalnya, limbah kelapa sawit, limbah
karet, limbah kopi, limbah sekam padi, limbah ubi kayu,
limbah tahu dan tempe, dan banyak yang lain. Limbah
industri perikanan misalnya, isi perut, sisik, kepala, ekor,
dan banyak yang lain. Limbah industri perhutanan
misalnya, kulit kayu, serbuk gergaji, ranting, cabang
kayu, dan banyak yang lain. Limbah industri perkebunan
misalnya, limbah kelapa sawit, limbah karet, limbah kopi,
limbah kakao, dan banyak yang lain. Limbah industri
rumah tangga/limbah rumah tangga misalnya, berupa
limbah organik.
2.2 Keunggulan dan Kekurangan Pupuk Organik
Pupuk organik berasal dari berbagai sumber bahan
organik (tanaman, hewan, jasad renik, dan/atau
manusia) yang mempunyai nisbah C/N yang tinggi dan
rendah. Nisbah karbon (C) dan nitrogen (N) merupakan
salah satu indikator sangat penting untuk menentukan
kualitas pupuk organik yang dihasilkan dari permentasi
bahan organik. Bahan organik yang mempunyai nisbah
C/N >30 akan lebih sulit membusuk (dekomposisi)
12 | P u p u k O r g a n i k L o k a l d a r i L i m b a h K a r e t
daripada yang mempunyai nisbah C/N <30 (Riwandi dkk
2015). Bahan organik dengan nisbah C/N >30 tergolong
ke dalam tanaman yang banyak mengandung lignin.
Lignin adalah senyawa organik yang sulit membusuk atau
dirombak oleh jasad renik tanah, tetapi sangat
dibutuhkan dalam pembentukan humus tanah.
Contohnya, tanaman yang kaya lignin adalah tanaman
yang berasal dari kayu-kayuan seperti tanaman meranti,
merawan, ulin, durian, mangga, cemara dan sebagainya.
Humus tanah mengandung ligno-protein yang bersifat
rekalsitran (stabil, tidak mudah terombak) oleh jasad
renik tanah. Humus tanah sangat berharga untuk tanah
yang sehat dan berkualitas, karena dapat berfungsi
sebagai pemelihara sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.
Humus tanah mampu mengikat unsur hara dari pupuk
anorganik yang diberikan ke dalam tanah sehingga tidak
tercuci oleh air hujan atau air perkolasi (air yang masuk
ke dalam tanah). Bahan organik yang mempunyai nisbah
C/N < 30 mudah dirombak (dekomposisi) oleh jasad renik
tanah sehingga dapat melepaskan dan menyediakan
unsur hara bagi pertumbuhan tanaman. Contohnya,
bahan organik berasal dari tanaman sayuran, buah-
T e k n o l o g i T e p a t G u n a | 13
buahan, tanaman penutup tanah termasuk legume cover
crop (LCC), dan tanaman gulma (tusuk konde, titonia,
dan sebagainya). Bahan organik ini sangat cepat hilang,
karena dirombak menjadi senyawa-senyawa organik
yang sederhana dan mudah sekali tercuci oleh air hujan
atau air perkolasi. Sumber dan nisbah C/N bahan organik
sebagai sumber pupuk organik sangat mempengaruhi
keunggulan dan kekurangannya. Pupuk organik yang
berasal dari bahan organik yang nisbah C/N >30 mampu
memperbaiki humus tanah, tetapi kekurangannya tidak
mampu menyediakan unsur hara dari dirinya sendiri,
sedangkan pupuk organik yang nisbah C/N < 30 mampu
menyediakan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman,
tetapi kekurangannya adalah mudah tercuci oleh air
hujan atau air perkolasi sehingga tidak dapat bertahan
lebih lama di dalam tanah. Atas dasar keunggulan dan
kekurangan pupuk organik inilah, maka ditemukan
inovasi baru yang menggabungkan antara bahan organik
yang nisbah C/N > 30 dengan yang nisbah C/N < 30,
sehingga diperoleh keuntungan yang berkesinambungan,
yaitu peningkatan humus tanah (baca: kualitas tanah)
dan tersedianya unsur hara yang terus menerus di dalam
14 | P u p u k O r g a n i k L o k a l d a r i L i m b a h K a r e t
tanah. Unsur hara yang semula mudah tercuci oleh air
hujan atau air perkolasi, sekarang dengan adanya pupuk
organik dari sumber bahan organik yang nisbah C/N >30
dapat dicegah terjadinya pencucian unsur hara tersebut.
Humus tanah mampu mengikat unsur hara sehingga
terhindar dari tercuci oleh air hujan atau air perkolasi.
2.3 Pupuk Organik Vs Kesuburan Tanah
Pupuk organik (baca: kompos) ialah pupuk yang
berasal dari sisa biomassa tanaman dan/atau hewan
yang mengalami pengomposan dalam waktu tertentu
sehingga membentuk humus tanah yang stabil (HDRA
1998, IFOAM 2012, Riwandi dkk 2015). Lama waktu
pengomposan yang biasanya dilakukan peneliti adalah
dari beberapa hari sampai dengan 3 bulan (Inckel et al.
2005; van Scholl & R. Nieuwenhuis. 2007). Berbagai cara
pengomposan yang dikenal, yaitu indore, bengalore,
blok, pit, trench, basket, dan boma (HDRA 2001; Riwandi
dkk 2012 & 2015). Macam biomassa tanaman ada yang
kaya nitrogen (N), dan ada biomassa yang kaya karbon
(C). Ke dua macam biomassa tanaman ini sangat
bermanfaat bagi pertumbuhan jasad renik tanah sebagai
sumber energi (baca: karbon, C). Pupuk kompos terdiri
T e k n o l o g i T e p a t G u n a | 15
atas pupuk padat, pupuk cair, dan biogas. Kesuburan
tanah merupakan proses penyuburan tanah dengan
memberikan masukan ke dalam tanah berupa pupuk
(Riwandi dkk 2015). Pupuk yang dimaksud disini adalah
pupuk organik atau kompos, pupuk anorganik, bahan
kapur, dan/atau bahan pembenah tanah seperti zeolit,
batu fosfat, dan klei berkadar besi (Fe) tinggi. Istilah
tanah subur, kurang subur, atau tidak subur seringkali
muncul ketika pertumbuhan dan/atau produksi pertanian
mengalami kegagalan tumbuh atau panen. Apakah
hubungan antara pupuk organik dengan kesuburan
tanah? Pupuk organik memberikan unsur hara, hormon,
zat pengatur tumbuh (IAA), dan/atau senyawa organik
sederhana ke dalam tanah. Semua unsur hara, zat,
dan/atau senyawa yang terkandung di dalam pupuk
organik mampu memperbaiki sifat fisik, kimia, biologi
tanah, dan meningkatkan pertumbuhan tanaman yang
ada di atas tanah tersebut. Tanah yang mempunyai ke
tiga sifat yang optimum dan mampu meningkatkan
pertumbuhan tanaman dikatakan bahwa tanah tersebut
subur. Lawannya tanah subur adalah tanah tidak subur.
Tanah tidak subur adalah tanah yang mempunyai ke tiga
16 | P u p u k O r g a n i k L o k a l d a r i L i m b a h K a r e t
sifat yang buruk dan tidak mampu meningkatkan
pertumbuhan tanaman di atas tanah tersebut. Hubungan
antara pupuk organik dengan kesuburan tanah adalah
sangat erat dalam hal mempertahankan ke tiga sifat
tanah tersebut dan mampu meningkatkan pertumbuhan
tanaman.
2.4 Pupuk Organik Vs Hasil Tanaman
Pupuk organik mengandung unsur hara esensial
yang sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk
pertumbuhan dan peningkatan hasil (yield). Unsur hara
yang banyak dijumpai di dalam pupuk organik adalah
unsur hara makro/mikro seperti misalnya, unsur makro
terdiri atas nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), belerang
(S), kalsium (Ca), dan magnesium (Mg), dan unsur hara
mikro terdiri atas besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu),
seng (Zn), molybdenum (Mo), boron (B), dan khlor (Cl) .
Pupuk organik juga mengandung hormon pertumbuhan
atau zat pengatur tumbuh (IAA), dan vitamin. Ke dua zat
ini juga sangat dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan
tanaman yang normal. Hasil tanaman (yield) sangat
dipengaruhi oleh kecukupan unsur hara esensial makro
dan mikro. Tiap tanaman membutuhkan unsur hara
T e k n o l o g i T e p a t G u n a | 17
dalam jumlah yang berbeda-beda satu sama lainnya.
Semakin bertambah umur tanaman semakin banyak
jumlah unsur hara esensial (makro dan mikro) yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan dan hasil tanaman.
Misalnya, tanaman tahunan (perennial crop) seperti
tanaman karet, kelapa sawit, kopi, dan coklat
membutuhkan unsur hara esensial yang cukup banyak.
Biasanya tanaman tersebut mempunyai umur produktif
yang berbeda- beda satu sama lain, tetapi pada
umumnya berkisar antara 5 sampai dengan 15 tahun,
setelah lebih 15 tahun, hasil tanaman menurun sesuai
dengan bertambah umur tanaman.
18 | P u p u k O r g a n i k L o k a l d a r i L i m b a h K a r e t
Bab 3. Getah Karet
3.1 Sejarah Tanaman Karet
Karet alam adalah produk dari pengolahan lateks
pohon yang diperoleh melalui torehan tanaman karet.
Lateks berfungsi sebagai cadangan makanan dan ‘bahan
penyembuh’ bila kulit pohon terluka (Siswoputranto
1981). Sebelum ditemukannya tanaman karet (Hevea
brasiliensis), penduduk Amerika Selatan, Afrika, dan Asia
telah mengenal pohon karet penghasil getah. Hasil getah
karet dipasarkan ke Eropa dari Amerika Selatan pada
pertengahan abad ke 19 dalam bentuk lateks beku dan
kering untuk bahan pembuatan sepatu, kain kedap air
T e k n o l o g i T e p a t G u n a | 19
dengan cara yang sangat sederhana. Tanaman Castilla
elastic yang tumbuh luas di hutan Bolivia sampai dengan
Meksiko sebagai penghasil getah karet dengan cara
menebang pohonnya. Semakin lama semakin habis
pohon Castilla elastic karena ditebang untuk mengambil
getahnya. Banyak sekali pohon penghasil getah bila
ditoreh batangnya yang tumbuh di hutan Amazon.
Misalnya, tanaman guayule (Parthenium orgentatum)
yang tumbuh di utara Meksiko, tanaman Funtumia elastic
yang tumbuh di Afrika, Ficus elastic yang tumbuh di
India, dan tanaman perdu Kok-saghyz yang terdapat di
Rusia. Tanaman elastica yang tumbuh di hutan semakin
lama semakin habis karena di tebang. Orang mencari ke
dalam hutan sepanjang sungai Amazon dan menemukan
pohon hevea yang dapat ditoreh dan menghasilkan
getah. Dengan cara melukai kulit batangnya tanpa perlu
menebang untuk memperoleh getah karet. Mulailah saat
itu dikenal pohon hevea brasiliensis yang dapat
menghasilkan getah karet bila disadap secara teratur.
Mulai saat itu penelitian tanaman karet dilakukan
terutama di Eropa dan Brazil. Mulai tahun 1770 sampai
dengan 1819 di Inggris ditemukan produk karet rubber
20 | P u p u k O r g a n i k L o k a l d a r i L i m b a h K a r e t
yang dapat menghapus tulisan pensil, ditemukan pula
cara mengangkut lateks dari Inggris ke Eropa tanpa ada
kerusakan karena sifat-sifat karet yang tahan panas,
kenyal, dan tidak mengalirkan arus listrik. Pada tahun
1825 diterbitkan buku botani ‘Hevea brasiliensis Muell
Erg., berasal dari daerah Amazon Brasilia, tetapi pada
saat itu belum ada arti ekonomis karet. Pada tahun 1839
Charles Goodyear menemukan cara vulkanisasi melalui
mencampur karet dengan belerang (S), dipanaskan pada
temperatur 120o-130oC. Cara ini memperbaiki sifat fisik,
kimia, dan mekanis karet. Misalnya, sifat kenyal, tidak
menyerap air, tahan panas, tahan asam atau alkali.
Dengan ditemukannya cara vulkanisasi karet maka
terbuka peluang dibuatnya ban dari karet. Dunlop
membuat ban dari karet dan Goodrich (Amerika)
membuat ban pompa untuk mobil. Dengan ditemukannya
cara vulkanisasi maka permintaan karet terus meningkat
dan harga karet semakin mahal. Sejarah budidaya karet
alam di Asia Tenggara dikenal dari Wichkam. Pada tahun
1876 H.A Wichkam, Direktur Kew Garden (London)
berhasil mengumpulkan biji-biji karet (Hevea brasiliensis)
dari Brasilia ke Kew Garden. Kemudian biji-biji karet
T e k n o l o g i T e p a t G u n a | 21
disemaikan di Kew Garden pada tahun 1876. Inilah titik
awal dimulainya penanaman karet di Asia Tenggara. Pada
tahun 1877 tanaman karet yang tumbuh dikirim dari Kew
Garden ke Kebun Raya Bogor Indonesia, kebun raya di
Srilanka, kebun raya di Penang, dan kebun raya di
Singapura. Pada tahun 1905 dibuka perkebunan karet di
Malaysia. Hubungan dagang antara penduduk daerah
pantai Sumatera dan Kalimantan dengan penduduk
daerah Malaka terjalin. Biji-biji karet dibawa pulang dan
ditanam di kampungnya terutama buruh-buruh dari
Sumatera dan Kalimantan. Mulailah dikenal usaha
penanaman karet di Jambi, Palembang, dan pantai
Kalimantan.
3.2 Komposisi Getah Karet
Karet alam diperoleh dari Hevea brasiliensis, suatu
tanaman karet dari familia Euphorbiacieae dan dikenal
dengan nama “rubber tree”. Lateks disadap dan
dikumpulkan dari getah karet (milky sap) dan dihasilkan
33% karet, cis-1,4-polyisoprene, 2% resin, 65% air dan
protein. Lateks mentah (crude latex) dikumpulkan di
dalam larutan ammonia untuk mencegah pertumbuhan
mikrob. Lateks mengandung 2% protein atau asam
22 | P u p u k O r g a n i k L o k a l d a r i L i m b a h K a r e t
amino, 1% lemak, 0,5% karbohidrat, dan garam-garam
mineral 0,5% (Dupont et al. 1995; Khan et al. 2016).
Protein, asam amino, dan lemak sebagai penyebab alergi
kulit (Khan et al. 2016). Kualitas getah karet/lateks
dipengaruhi oleh protein/asam amino, lemak, dan
karbohidrat. Lateks yang mempunyai kualitas baik
biasanya mengandung kadar protein/asam amino cukup
tinggi.
3.3 Peluang Limbah Karet Sebagai Pupuk
Organik Lokal
Limbah karet dikelompokkan ke dalam 2 golongan,
pertama, limbah cair, dan limbah padat. Limbah cair
biasanya digunakan sendiri oleh perusahaan pengolahan
getah karet untuk pupuk perkebunan karet. Limbah
padat yang dihasilkan dari kolam pertama pengendapan
sisa-sisa karet yang terbuang dikumpulkan di dalam
kolam tersebut. Kolam pengendapan sisa-sisa karet
setelah penuh kira-kira 2 minggu, sisa-sisa karet diambil
dari kolam dan diangkut dengan kendaraan truk untuk
ditumpuk di lapangan. Bertahun-tahun sisa-sisa karet
ditumpuk di lapangan, tanpa ada yang memanfaatkannya
untuk keperluan pemupukan. Umur sisa-sisa karet yang
T e k n o l o g i T e p a t G u n a | 23
ditumpuk mulai dari nol tahun sampai dengan 4 tahun
atau lebih. Pada saat kini sisa-sisa karet tersebut hanya
diambil penduduk setempat untuk media tanaman
bunga. Apakah sisa-sisa karet (sebut saja ‘limbah karet’)
mempunyai peluang untuk dijadikan pupuk organik lokal?
Bila ya, apakah limbah karet mengandung unsur hara
atau nilai pH yang sesuai dengan kebutuhan tanaman?
Bagaimanakah pengomposan limbah karet untuk dapat
dijadikan pupuk organik lokal? Beberapa pertanyaan
yang harus dijawab agar diperoleh manfaat yang besar
dari limbah karet. Pertanyaan pertama dapat dijawab
peluang limbah karet dijadikan pupuk organik lokal
sangat besar, karena jumlahnya sangat besar dan belum
banyak orang yang memanfaatkannya untuk pupuk bagi
tanaman pertanian termasuk tanaman karet itu sendiri.
Pertanyaan ke dua dapat dijawab dengan menyajikan
hasil analisis Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian UNILA dan hasil analisis Laboratorium
Ilmu Tanah Jurusan Tanah Fakultas Pertanian UGM. Hasil
analisis Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian
UNIB dan Laboratorium Ilmu Tanah Jurusan Tanah
Fakultas Pertanian UNILA tentang kotoran sapi sebagai
24 | P u p u k O r g a n i k L o k a l d a r i L i m b a h K a r e t
pencampur limbah karet yang dijadikan pupuk organik
lokal.
Tabel 1. Hasil analisis pH dan unsur hara bahan limbah
karet dan kotoran sapi
Bahan pH C (%) N (%) P
(%)
K
(%)
Keteran
gan
Limbah Karet 1 6,6 14,65 0,50 0,25 0,01 UNILA
Limbah Karet 2 7,0 36,45 1,10 0,35 0,03 UGM
Kotoran Sapi 1 7,4 15,71 1,20 0,25 0,19 UNIB
Kotoran Sapi 2 7,0 22,52 1,56 0,17 0,70 UNILA
Keterangan: Limbah karet 1 dan kotoran sapi 1 digunakan pada
penelitian tahun 2016 dan limbah karet 2 dan kotoran sapi 2
digunakan pada penelitian tahun 2017
Tabel 1 menunjukkan bahwa limbah karet 1
berumur 8 tahun lebih yang mempunyai pH 6,6 (netral)
dan karbon (C) 14,65%, nitrogen (N) 0,50%, fosfor (P)
0,25%, dan kalium (K) 0,01%. Rasio C/N limbah karet 1
= 29,3 artinya limbah karet ini telah mengalami
dekomposisi lanjut oleh jasad renik tanah. Limbah karet
2 berumur kurang dari 4 tahun yang mempunyai pH 7,0
dan karbon (C) 36,45%, nitrogen (N) 1,10%, fosfor (P)
0,35%, dan kalium (K) 0,03%. Rasio C/N limbah karet 2=
33,1, artinya limbah karet sedang mengalami
T e k n o l o g i T e p a t G u n a | 25
dekomposisi oleh jasad renik tanah. Pupuk organik lokal
membutuhkan kotoran sapi sebagai pencampur limbah
karet dalam pembuatannya. Kotoran sapi 1 yang berumur
1 tahun mempunyai pH 7,4 dan karbon ( C) 15,71%,
nitrogen (N) 1,20%, fosfor (P) 0,25%, dan kalium (K)
0,19%. Kotoran sapi 2 yang berumur kurang dari 1 tahun
mempunyai pH 7,0 dan karbon ( C) 22,52%, nitrogen (N)
1,56%, fosfor (P) 0,17%, dan kalium (K) 0,70%. Rasio
C/N kotoran sapi 1 = 13, artinya kotoran sapi sudah
matang atau masak. Rasio C/N kotoran sapi 2 = 14,
artinya kotoran sapi sudah matang atau masak. Limbah
karet 1 dan/atau 2, ditambah dengan kotoran sapi 1
dan/atau 2 dapat memberikan peluang yang besar untuk
pembuatan pupuk organik lokal yang bermutu baik.
Kelemahan yang ditemukan ketika pembuatan pupuk
organik lokal dari limbah karet adalah masih ditemukan
butiran-butiran karet yang utuh tidak dapat
terdekomposisi dengan sempurna. Dalam waktu 7
minggu pengomposan limbah karet dan kotoran sapi
tidak cukup waktu untuk mendekomposisi butiran-butiran
karet. Dengan demikian, perlu diayak dengan ayakan
diameter 1 cm untuk mendapatkan pupuk organik lokal
26 | P u p u k O r g a n i k L o k a l d a r i L i m b a h K a r e t
yang bebas dari butiran-butiran karet. Bagaimanakah
caranya membuat pupuk organik lokal dari limbah karet
dan kotoran sapi? Bab selanjutnya akan menerangkan hal
ini.
T e k n o l o g i T e p a t G u n a | 27
Bab 4. Metode Penelitian
4.1 Pembuatan Pupuk Organik Lokal dari Limbah
Karet
4.1.1 Bahan
a. Limbah karet 1000 kg: Limbah karet diayak
untuk memisahkannya dari batu, krakal, krikil
dan ditimbang menggunakan neraca kapasitas
100 kg, dan dimasukan ke dalam karung
kapasitas 50 kg. Limbah karet berasal dari pabrik
pengolahan karet dari PTPN VII Padang Plawi
Bengkulu.
28 | P u p u k O r g a n i k L o k a l d a r i L i m b a h K a r e t
b. Kotoran sapi 1000kg: Kotoran sapi diambil yang
sudah matang atau masak, dibersihkan dari
batu, krakal, krikil, dan seresah tanaman pakan
sapi. Kotoran sapi berasal dari Kandang
Peternakan Sapi Fakultas Pertanian UNIB.
c. Effective Microorganism 4 (EM4) 2 Liter: EM4
dapat diperoleh di Toko Pertanian setempat.
Periksa masa berlaku sampai kapan. Beli EM4
yang masih baik, belum kadaluarsa.
d. Urea 2 kg: Urea dapat diperoleh di Toko
Pertanian setempat. Beli urea yang masih baik
mutunya, biasanya warna putih dan kering.
e. Gula 2 kg: Gula dapat dibeli di warung atau toko
Swalayan.
f. Tanah bagian atas (topsoil) 4 kg: Tanah ini
diperoleh dari kebun yang kaya humusnya,
biasanya di bawah tegakan pohon pisang.
g. Abu bakaran sekam padi 4 kg: Sekam padi
dibakar sampai warnanya putih, dan abunya
dikumpulkan dan ditimbang.
h. Urine sapi 10L: Ditampung air kencing sapi
dengan menyalurkan air kencing ke dalam
T e k n o l o g i T e p a t G u n a | 29
saluran dan ditampung di ujung saluran dengan
ember.
4.1.2 Alat
a. Karung cap. 50 kg, 100 lembar: Karung dibeli di
Toko Plastik terdekat untuk wadah limbah karet,
kotoran sapi, dan/atau pupuk organik lokal.
b. Bambu gelondongan 1 buah: Bambu dipotong
setiap 1 meter dan diberi lubang untuk ventilasi
udara/gas dibuat setiap jarak bambu 10 cm,
selang-seling.
c. Neraca gantung cap.100kg, 1 buah: Neraca
dibeli di Toko Bangunan atau Toko Pertanian
untuk menimbang bahan pupuk organik lokal.
d. Sekop 1 buah
e. Cangkul 2 buah
f. Gerobak merek Arco 1 buah
g. Parang 1 buah
h. Selang air 10 M: Untuk menyiram bahan pupuk
agar tetap basah/lembab.
i. Ember 4 buah: Untuk mencampur EM4 1 L +
gula 1 kg + urea 1 L dengan air bersih 10L.
30 | P u p u k O r g a n i k L o k a l d a r i L i m b a h K a r e t
j. Garpu 1 buah: Untuk membongkar pupuk
organik lokal.
k. Bak kompos ukuran 7 m (p) x 2 m(l) x 1m (d):
Untuk mengomposkan bahan pupuk.
l. Ayakan ukuran 2 m (p) x 1 m (l): Terbuat dari
kawat anti karat yang berlubang diameter 1-2
cm untuk menyaring bahan pupuk organik lokal.
m. Terpal ukuran 6 m x 4 m 1 buah: Untuk
menutup bahan yang dikomposkan atau bila
tidak ada, dapat diganti dengan daun pisang.
4.1.3 Prosedur
a. Disiapkan semua bahan: Limbah karet 1000 kg,
kotoran sapi 1000 kg, EM4 2 L, gula 2 kg, urea 2
kg, tanah topsoil 4 kg, abu bakaran sekam padi
4 kg, dan urine sapi 10L.
b. Dibuat larutan EM4 dengan cara sebagai berikut:
EM4 2 L, gula 2 kg, dan urea 2 kg dimasukkan
ke dalam ember dan ditambahkan air bersih 12
L, kemudian didiamkan semalam sampai dengan
keesokan harinya.
c. Keesokan harinya, terlebih dahulu limbah karet
dimasukkan ke dalam bak kompos, diratakan
T e k n o l o g i T e p a t G u n a | 31
dengan lantai bak kompos, disusul dengan
kotoran sapi di atas limbah karet, diratakan,
disusul lagi dengan tanah topsoil di atas kotoran
sapi, diratakan, disusul lagi dengan abu bakaran
sekam padi, diratakan, disusul lagi dengan
disiram menggunakan larutan EM4.
d. Dipasang pipa PVC panjang 1 M yang telah
dilubangi 4 buah di 4 titik sudut. Pipa
dibenamkan separuh dari panjang pipa PVC.
e. Inkubasi bahan pupuk organik lokal selama 6
sampai dengan 7 minggu dalam bak kompos
(Gambar 1).
f. Ditutup bahan dengan terpal rapat-rapat atau
daun pisang (bila tidak ada terpal).
g. Tiap minggu dilakukan pengukuran sifat pupuk
organik lokal (Gambar 2), dan tiap 2 minggu
sekali dilakukan pembalikan pupuk organik lokal
(Gambar 3).
h. Urine sapi 10L disiramkan pada minggu ke 3 dan
5 dengan menggunakan gembor di permukaan
pupuk organik lokal kemudian disiram dengan air
bersih (Gambar 4).
32 | P u p u k O r g a n i k L o k a l d a r i L i m b a h K a r e t
Gambar 1. Inkubasi pupuk organik lokal di dalam bak kompos (Foto:
Riwandi, 2017)
Gambar 2. Pengukuran pH pupuk organik lokal dengan indikator pH
scala 1-14 made in Merck, Germany (Foto: Riwandi, 2017)
Gambar 3. Pembalikan pupuk organik lokal (Foto: Riwandi,
2017)
Gambar 4. Metode Indore : Pupuk kompos disiram dengan
urine sapi (Sumber: HDRA, 2001)
4.2 Parameter Mutu Baku Pupuk Organik Lokal
4.2.1 Temperatur
Temperatur sampel pupuk organik lokal diukur
dengan termometer Hg setiap minggu pada kedalaman
0-20 cm, 20-40 cm, dan 40-60 cm sebanyak 5 titik
T e k n o l o g i T e p a t G u n a | 33
sampel. Caranya adalah dimasukan sebatang besi ke
dalam pupuk organik lokal sesuai dengan kedalaman
pupuk organik lokal, batang besi diangkat ke atas, dan
dimasukkan termometer Hg ke dalam lubang yang dibuat
dengan batang besi, ditunggu kira-kira 2-3 menit,
kemudian termometer diangkat dan dibaca
temperaturnya, kemudian dicatat pada buku
pengamatan. Untuk lebih jelas dapat disajikan dalam
Gambar 5.
Gambar 5. Pengukuran temperatur pupuk organik lokal setiap
lapis 0-20 cm, 20-40 cm, 40-60 cm (Foto:Riwandi, 2017)
34 | P u p u k O r g a n i k L o k a l d a r i L i m b a h K a r e t
4.2.1 Kadar air
Kadar air sampel pupuk organik lokal diukur
secara gravimetrik di laboratorium. Caranya sebagai
berikut: Pertama, ditimbang cawan porselin kosong
(misalnya a gram), kemudian sampel pupuk organik lokal
dimasukkan ke dalam cawan porselin kosong lalu
ditimbang (misalnya b gram). Cawan porselin berisi
sampel pupuk organik lokal dikeringkan di dalam oven
pada temperatur 105oC selama 4 jam lebih (semalam).
Keesokan harinya diambil cawan porselin berisi sampel
pupuk organik lokal kemudian dimasukkan ke dalam
desikator sampai dengan dingin. Setelah itu cawan
porselin berisi sampel pupuk organik lokal tadi ditimbang
beratnya (misalnya c gram). Dihitung persen kadar airnya
dengan rumus: KA (%) = (b-c)/(c-a) x 100
4.2.3 Warna
Warna sampel pupuk organik lokal ditetapkan
dengan buku Munsell’s soil color chart yang mempunyai
Hue, Value, dan Chroma. Caranya sebagai berikut:
sebongkah kecil pupuk organik lokal diambil, kemudian
dicocokan warnanya dengan warna yang tertera di buku
tersebut. Dicatat nilai hue, value, dan chrome. Contoh:
T e k n o l o g i T e p a t G u n a | 35
10YR 2/1 dengan keterangan 10YR = hue; 2 = value; dan
1 = chrome. 10YR2/1 artinya warnanya hitam.
Seperangkat alat dan bahan uji pupuk organik lokal
termasuk uji warna disajikan dalam Gambar 6.
Gambar 6. Seperangkat alat dan bahan uji pupuk
organik lokal (Foto: Riwandi, 2017)
4.2.4 pH
pH pupuk organik lokal ditetapkan dengan
indikator pH universal skala 1-14 Merck, Germany.
Caranya sebagai berikut: diambil sebongkah pupuk
organik lokal, dimasukkan ke dalam botol film, ditambah
air suling (akuades) sampai penuh. Kemudian diaduk
36 | P u p u k O r g a n i k L o k a l d a r i L i m b a h K a r e t
menggunakan gelas pengaduk (bila tidak ada, dapat
diganti dengan sebilah bambu), didiamkan selama 30
menit. Setelah itu, diambil 1 lembar kertas indikator pH
dicelupkan ke dalam larutan yang berisi pupuk organik
lokal dan diangkat dari larutan tersebut. Warna yang
timbul pada lembar kertas pH dicocokan dengan warna
yang tertera pada kotak kertas pH. Dicatat berapa nilai
pHnya. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Pengukuran pH pupuk organik lokal dengan
indikator pH Merck Germany (Foto: Riwandi, 2017)
4.2.4 Jamur
Jamur yang tumbuh di atas permukaan pupuk
organik lokal ada/tidak ada. Bila ada diberi tanda +
T e k n o l o g i T e p a t G u n a | 37
artinya sedikit; ++ artinya cukup; +++ artinya banyak.
Bila tidak ada jamur diberi tanda -.
4.2.5 Cacing tanah
Cacing tanah yang dijumpai di atas permukaan
pupuk organik lokal ada/tidak ada. Bila ada diberi tanda
+ artinya sedikit; ++ artinya cukup; +++ artinya banyak.
Bila tidak ada jamur diberi tanda -.
4.2.6 Tekstur
Tekstur atau kasar/halus partikel pupuk organik
lokal. Caranya sebagai berikut: Diambil sebongkah pupuk
organik lokal, digosok di antara ibu jari dan telunjuk jari.
Bila terasa kasar artinya tekstur kasar, dan bila terasa
licin artinya tekstur halus.
4.2.7 Nitrogen (N)
Nitrogen pupuk organik lokal ditetapkan di
Laboratorium Ilmu Tanah dengan metode Kjeldhal.
4.2.8 Fosfor (P)
Fosfor pupuk organik lokal ditetapkan di
Laboratorium Ilmu Tanah dengan metode pembakaran
basah (wet combustion).
38 | P u p u k O r g a n i k L o k a l d a r i L i m b a h K a r e t
4.2.9 Kalium (K)
Kalium pupuk organik lokal ditetapkan di
Laboratorium Ilmu Tanah dengan metode pembakaran
basah (wet combustion).
4.3 Aplikasi Pupuk Organik Lokal dari Limbah
Karet di Kebun Karet
4.3.1 Menggali lubang pupuk
Lubang untuk meletakan pupuk organik lokal
digali menggunakan alat khusus mirip dengan alat dodos
buah kelapa sawit, sebut saja ‘dodos tanah’. Ukuran
lubang pupuk adalah 60 cm (p) x 60 cm (l) x 60 cm (d).
Setiap pohon karet mempunyai 4 buah lubang yang
dibuat mengikuti mata angin. Jarak antara pohon dan
lubang pupuk adalah 1 meter. Untuk lebih jelas dapat
dilihat dalam Gambar 8.
T e k n o l o g i T e p a t G u n a | 39
Gambar 8. Penggalian lubang pupuk (Foto: Riwandi
2017)
4.3.2 Meletakan pupuk organik lokal ke dalam
lubang
Pupuk organik lokal diletakan ke dalam lubang
kemudian ditutup dengan tanah sampai dengan
mendekati sejajar permukaan tanah semula (kira-kira 5
cm), kemudian diberi potongan karung plastik (tujuannya
untuk menghindari diganggu babi yang mengorek-ngorek
tanah untuk mencari cacing tanah), dan ditutup kembali
dengan tanah sampai dengan rata permukaannya. Dosis
pupuk organik lokal yang diaplikasikan sebagai berikut: 0
40 | P u p u k O r g a n i k L o k a l d a r i L i m b a h K a r e t
tonha-1, 5 tonha-1, 10 tonha-1, 15 tonha-1, 20 tonha-1, dan
25 tonha-1 setara dengan 0 kgpohon-1, 10 kgpohon-1, 20
kgpohon-1, 30 kgpohon-1, 40 kgpohon-1, dan 50 kgpohon-
1. Untuk lebih jelas dapat dilihat dalam Gambar 9.
Gambar 9. Pemupukan pupuk organik lokal diawali dengan
pemupukan unsur mikro besi dan tembaga warna biru (Foto:
Riwandi, 2017)
T e k n o l o g i T e p a t G u n a | 41
Bab 5. Hasil Penelitian
Limbah Karet
5.1 Hasil Analisis Pupuk Organik Lokal Selama 7
Minggu Inkubasi
Tabel 2. Rerata hasil analisis pupuk organik lokal (POL)
selama 7 minggu inkubasi
Minggu ke
Bahan
Temperatur (oC)
Warna Munsell
Tekstur
Bau pH (H20)
Kadar Air (%)
I POL 27,2 hitam kasar bau 8,0 62,840 II POL 31,3 hitam kasar bau 8,0 61,654 III POL 35,0 hitam kasar bau 8,0 60,215 IV POL 33,4 hitam kasar bau 8,0 62,894 V POL
34,3 hitam kasar
tidak bau 7,2 63,278
VI POL 34,2 hitam halus
tidak bau 6,9 63,669
VII POL 35,7 hitam halus
tidak bau 7,0 60,000
Berdasarkan atas hasil analisis pupuk organik lokal (tabel
2) dapat diterangkan bahwa setelah 7 minggu inkubasi
42 | P u p u k O r g a n i k L o k a l d a r i L i m b a h K a r e t
pupuk organik lokal sudah masak/matang dengan ciri-
cirinya sebagai berikut: warna hitam, tekstur halus, tidak
berbau, pH 7,0, dan kadar airnya 60%. Kadar air pupuk
organik lokal ini sangat tinggi sehingga perlu dilakukan
pengeringan dengan cara diangin-anginkan di atas
tampah atau niru agar kadar airnya menurun sampai
dengan kurang dari 50%. Pengeringan pupuk organik
lokal dengan cara diangin-anginkan sangat baik karena
tidak akan merubah sifat pupuk organik lokal seperti
misalnya C-organik/bahan organik, nitrogen (N), nisbah
C/N, fosfor (P), kalium (K), pH, kapasitas jerap air dan
kapasitas tukar kation, dan lain-lain.
Tabel 3 Hasil analisis POL komposit setelah akhir
inkubasi (7 minggu)
Bahan C (%) N (%) C/N P (%) K (%)
POL 17,12 0,87 19,7 0,57 0,83
Tabel 3 menunjukkan bahwa pupuk organik lokal (POL)
mempunyai kadar C-organik yang tinggi (17,12%),
nitrogen (N) yang tinggi (0,87%), nisbah C/N pupuk
organik lokal 19,7 lebih tinggi sedikit dibanding dengan
T e k n o l o g i T e p a t G u n a | 43
nisbah C/N tanah 10-12. Hal ini sangat baik karena proses
pembusukan atau pengomposan bahan organik terus
berlangsung. Dengan demikian, penyediaan unsur hara
terutama nitrogen (N) cukup banyak. Kemungkinan
membutuhkan waktu yang cukup lama (mungkin 6 bulan
s.d 1 tahun) agar supaya dapat tercapai nisbah C/N
pupuk organik lokal yang sama dengan nisbah C/N tanah.
Kalau telah tercapai nisbah C/N 10-12 ini berarti proses
pembusukan atau pengomposan telah selesai. Pupuk
organik lokal telah menjadi humus tanah. Humus tanah
disebut juga bunga tanah karena mengandung nutrisi
yang sehat untuk tanaman dan organisme yang lain
seperti cacing tanah.
44 | P u p u k O r g a n i k L o k a l d a r i L i m b a h K a r e t
5.2 Hasil Pengamatan Getah Karet Sebelum dan
Setelah Diberi Pupuk Organik Lokal di Kebun
Karet
Tabel 4. Rerata hasil lateks sebelum dan setelah diberi
POL di kebun karet setelah 3 bulan
pemupukan
Berdasarkan atas hasil lateks pada Tabel 3 marilah kita
bahas satu per satu sebagai berikut: Dengan asumsi
bahwa jarak tanam karet 6 m x 3,1 m, luas lahan 1 hektar
= 10 000 m2, jumlah pohon per hektar 538 (dibulatkan)
pohonha-1 dan frekuensi penyadapan 3 hari sekali atau 10
kali sadap dalam 1 bulan. Asumsi ini berlaku untuk semua
variabel yang diukur.
Volume lateks 10 menit pertama disadap tidak
menunjukkan beda nyata secara statistik antara
perlakuan POL dengan kontrol (tanpa pupuk). Namun,
terdapat kecenderungan meningkatnya volume lateks 10
menit pertama dengan adanya pupuk organik lokal.
T e k n o l o g i T e p a t G u n a | 45
Volume lateks 10 menit pertama yang tertinggi, 26, 7475
mL per pohon. Hal ini berarti bahwa aliran lateks selama
10’ (sejak mulai disadap sampai dengan 10 menit aliran
lateks) meningkat dengan pesat sehingga volume lateks
yang dihasilkan selama 10 menit berjumlah 26,7475 mL
per pohon setara dengan 431 (dibulatkan) liter ha-1
dijumpai pada dosis POL 5 tonha-1.
Secara statistik terdapat perbedaan yang nyata
volume lateks total antara perlakuan POL dan tanpa
pupuk. Volume lateks total yang tertinggi 197,66250 mL
per pohon. Hal ini berarti bahwa aliran lateks setelah 3
jam sejak mulai sadap diperoleh volume lateks total
197,66250 mL per pohon setara 3188 liter ha-1 dijumpai
pada dosis POL 10 tonha-1.
Secara statistik bobot lateks basah terdapat
perbedaan yang nyata antara perlakuan POL dengan
tanpa pupuk. Bobot lateks basah yang tertinggi 197,5250
gram per pohon setara dengan 3540 kgha-1 dijumpai pada
dosis POL 10 tonha-1.
Secara statistik bobot lateks giling terdapat
perbedaan yang nyata antara perlakuan POL dengan
tanpa pupuk. Bobot lateks giling yang tertinggi 76,6975
46 | P u p u k O r g a n i k L o k a l d a r i L i m b a h K a r e t
gram per pohon setara dengan 1238 kgha-1 dijumpai pada
dosis POL 10 tonha-1.
Secara statistik bobot lateks kering terdapat
perbedaan yang nyata antara perlakuan POL dengan
tanpa pupuk. Bobot lateks kering yang tertinggi 65,8275
gram setara dengan 1062 kgha-1 dijumpai pada dosis POL
10 tonha-1.
Kadar abu dalam lateks karet tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata secara statistik. Kadar abu dalam
lateks mencerminkan kadar mineral dalam lateks. Kadar
abu dalam lateks sangat kecil kurang dari 0,50% dari
total bobot lateks kering. Demikian juga dengan kadar
kotoran dalam lateks tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata secara statistik. Kadar kotoran dalam lateks
mencerminkan kemurnian lateks dari campuran bahan
yang lain. Kadar kotoran dalam lateks yang diperoleh dari
percobaan adalah kurang dari 0,05% berarti bahwa
lateks yang dihasilkan dari penyadapan murni.
T e k n o l o g i T e p a t G u n a | 47
Penutup
Tiga belas langkah pokok yang diperhatikan untuk
pembuatan pupuk organik lokal dari limbah karet sebagai
berikut:
1. Bahan pupuk organik lokal yang dipakai adalah
limbah karet yang berasal dari pabrik pengolahan
karet milik PTPN VII Padang Plawi Bengkulu.
Limbah karet yang telah berumur lebih dari 4
tahun dengan pH 7.
2. Kotoran sapi yang setengah matang sebagai
pencampur bahan pupuk organik lokal dengan
perbandingan antara kotoran sapi dan limbah
karet 1:1.
3. Tanah atasan (topsoil) yang kaya humus tanah
dipakai sebagai sumber jasad renik tanah dan
unsur hara nitrogen (N).
48 | P u p u k O r g a n i k L o k a l d a r i L i m b a h K a r e t
4. Abu bakaran sekam padi juga dipakai untuk
menambah kalium (K) ke dalam pupuk organik
lokal.
5. Urine sapi dipakai untuk menambah kadar
nitrogen (N) dan merangsang perkembang-biakan
jasad renik (mikroorganisme).
6. Effective Microorganism 4 dikenal dengan EM4
dipakai untuk mengasup jasad renik yang
berfungsi sebagi perombak bahan organik dari
limbah karet dan kotoran sapi.
7. Lokasi pembuatan pupuk organik lokal sebaiknya
dekat dengan sumber air dan dibawah naungan
pohon pisang atau diberi atap dengan kelembaban
tanah yang terjaga.
8. Bak tempat pembuatan pupuk organik lokal
berukuran 7 m (p) x 2 m (l) x 1 m (d) dengan
lantai bak miring 5o.
9. Susunan bahan pupuk organik lokal di dalam bak
dimulai dari lantai dasar bak sampai ke permukaan
adalah limbah karet, kotoran sapi, topsoil, abu
bakaran sekam padi, dan disiram dengan EM4 dan
urine sapi.
T e k n o l o g i T e p a t G u n a | 49
10. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan air
bersih ke seluruh permukaan bahan pupuk organik
lokal sampai dengan terlihat air drainase mengalir
di bagian lantai bak, penyiraman dihentikan.
11. Metode pembuatan pupuk organik lokal ini adalah
metode aerob artinya ada lalu-lintas udara/gas
dari/ke dalam pupuk organik lokal. Pemasangan
bambu yang telah diberi lubang setiap jarak 10 cm
selang-seling agar udara/gas dapat melalui lubang
tersebut.
12. Jumlah pupuk organik lokal yang dianjurkan setiap
kali dibuat 2000 kg dengan waktu inkubasi selama
7 minggu inkubasi.
13. Aplikasi pupuk organik lokal di kebun karet rakyat
dengan dosis pupuk yang berbeda mulai dari
tanpa pupuk, 5, 10, 15, 20, dan 25 tonha-1.
Hasilnya sangat memuaskan karena ada
peningkatan jumlah dan kualitas getah karet yang
dihasilkan setelah dicobakan pupuk organik lokal.
SELAMAT MENCOBA
50 | P u p u k O r g a n i k L o k a l d a r i L i m b a h K a r e t
Daftar Pustaka
Bremmer, E. & K. Ellert. 2004. Soil quality indicators: a
review with implications for agricultural
ecosystems in Alberta. Alberta Env.Sustainable
Agric. Soil Quality Program, Alberta Agric., Food,
and Rural Dev. Lethbridge, Alberta.
Doran, J. W., D. C.Coleman, D. F. Bezdicek, and B. A.
Stewart .1994. Defining Soil Quality for a
Sustainable Environment. SSSA Special Publ.
Number 35. Madison,USA
Doran, J.W. and Safley, M. 1997. Defining and assessing
soilth and sustainable produkcitivity. In:
Pankhurst, C. et al. (eds). Biological indicators of
soil health. Wallingford, UK: CAB International.
p. 1–28.
T e k n o l o g i T e p a t G u n a | 51
Dupont, J., F. Moreau, J.L. Jacob, and C. Lance, 1995.
Some Characteristic of The Lutoid in Hevea
brasiliensis latex. International Rubber
conference.Rubber Riset Institute of Malays.
Kuala Lumpur.
Foth, H. D., & B. G. Ellis. 1997. Soil Fertility. CRC Press,
Inc Boca Raton FL.
HIDRA, 1998. Composting inthe Tropics. The organic
organization, Ryton Organic Gardesn Coventry
CV8 3LG, United Kingdom. www. hdra.org.uk
HIDRA, 2001. Composting inthe Tropics II. The organic
organization, Ryton Organic Gardesn Coventry
CV8 3LG, United Kingdom. www. hdra.org.uk
IFOAM, 2012. Composting. Training Manual on Organic
Agriculture in the Tropics.
http://betuco.be/compost/Composting.pdf
Inckel, M., P. de Semet, T. Tersmette, T. Veldkamp.
2005. Preparation and use of compost. Agrodok
8. Agromisa Foundation, Wageningen. 65 pages.
Khan, S.L; J.O.Podjasek; V.A. Dimitropoulos; C.W.
Brown Jr. 2016. Natural rubber latex allergy.
52 | P u p u k O r g a n i k L o k a l d a r i L i m b a h K a r e t
Science Direct disease-a-month. J.
homepage:www.elsevier.com/locate/disamonth.
Email: [email protected]
Munawar, A. 2011. Kesuburan tanah dan nutrisi
tanaman. IPB Press. Bogor. 240 halaman
Radjagukguk, B. 1982. Daur Hara pada Pertanaman
Karet, Kopi, dan Coklat. Lecture Notes and
Discussion Material Soils and Nutrition
Workshop/Seminar Lembaga Pendidikan
Perkebunan, Yogyakarta, 8-20 Februari 1982.
Radjagukguk, B. 1982. Pupuk: Karakteristik-
Karakteristiknya dan Cara Pemberiannya. Lecture
Notes and Discussion Material Soils and Nutrition
Workshop/Seminar Lembaga Pendidikan
Perkebunan, Yogyakarta, 8-20 Februari 1982.
Riwandi, Merakati, and Hasanudin. 2012. Pupuk kompos
& teknologi pembuatannya. Teknologi Tepat
Guna. Unib Press. ISBN: 978-979-9431-74-5.
Bengkulu. Indonesia.
Riwandi, Prasetyo, and Hasanudin. 2015. Pupuk kompos
input ganda metode indore. Teknologi Tepat
T e k n o l o g i T e p a t G u n a | 53
Guna. Unib Press. ISBN: 978-979-9431-89-9.
Bengkulu. Indonesia.
Rosmarkam, A. 2001. Ilmu kesuburan tanah. Jurusan
Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UGM, Yogyakarta.
209 halaman
Siswoputranto,P. S. 1981. Perkembangan karet
Internasional. Lembaga Penunjang Pembangunan
Nasional (LEPPENAS). Jakarta. Indonesia.
Van Scholl, L. & R. Nieuwenhuis. 2007. Soil fertility
management. Agrodok 2. CTA. Agromisa
Foundation, Wageningen. Pages 83.
54 | P u p u k O r g a n i k L o k a l d a r i L i m b a h K a r e t
Biodata Penulis
Prof. Dr. Ir. Riwandi, MS. dilahirkan di desa Sumanik, Batusangkar, Sumatera Barat pada tanggal 19 Agustus 1956. Sejak kecil penulis merantau ke Palembang, Sumatera Selatan dan menamatkan pendidikan di SD Muhammadiyah Balayudha Palembang tahun 1970, kemudian meneruskan ke
SMP Negeri X Palembang, lulus pada tahun 1973. Pendidikan menengah atas ditamatkan tahun 1976 di SMA Negeri III Palembang. Pada tahun 1977, penulis meneruskan kuliah di Fakultas Pertanian UGM dan lulus dengan gelar insinyur bidang Ilmu Tanah tahun 1983. Setelah selesai pendidikan S1, penulis menimba pengalaman survei tanah P4S (Proyek Pengembangan Persawahan Pasang Surut) di Kalimantan Tengah bergabung dengan tim survei tanah Fakultas Pertanian UGM. Kemudian penulis mulai mengabdikan diri sebagai dosen di Fakultas Pertanian UNIB sejak bulan Maret 1984. Pada tahun yang sama, penulis mengikuti kursus pengembangan metode analisis tanah, air, dan tanaman di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UGM (6 bulan) dengan biaya dari UNIB. Setelah selesai kursus,
T e k n o l o g i T e p a t G u n a | 55
penulis kembali ke Fakultas Pertanian UNIB untuk mengabdikan diri sebagai dosen dan diangkat sebagai CPNS pada bulan Maret 1985. Selama 3 tahun berturut-turut sejak 1986-1988, penulis menimba pengalaman managemen laboratorium di Universitas Andalas dengan penyandang dana dari WUAE kerjasama dengan negara Inggris. Penulis melanjutkan studi S2 bidang IlmuTanah di Program Pascasarjana UGM pada bulan Agustus 1988 dengan beasiswa TMPD Dikti dan lulus Desember 1991 dengan gelar MS. Pada tahun 1996 berkesempatan melanjutkan studi S3 di Institut Pertanian Bogor bidang Ilmu Tanah dengan beasiswa Bank Pembangunan Asia (ADB) kerjasama dengan Dikti dan lulus pada tahun 2001 dengan gelar Doktor bidang Ilmu Tanah. Setelah selesai studi S3, penulis kembali ke UNIB untuk mengabdi sebagai dosen di Fakultas Pertanian UNIB. Penulis memperoleh hibah penelitian yang didanai Kemenristekdikti (dulu: Kemdikbud), Hibah Bersaing 2 tahun (2004-2005), Hibah Fundamental 1 tahun (2007), Hibah Strategis Nasional 3 tahun (2009, 2012, 2013), Hibah Kompetensi 2 tahun (2014-2015), dan Hibah MP3E1 2 Tahun (2016-2017). Beberapa hasil karya ilmiah yang telah dihasilkan penulis antara lain: 1. Menulis artikel ilmiah di koran, majalah, dan jurnal nasional dan internasional, 2. Membuat buku Teknologi Tepat Guna dengan judul: Pupuk Kompos dan Cara Pembuatannya, 3. Buku Teknik Budidaya Jagung Dengan Sistem Organik di Lahan Marjinal, 4. Membuat buku ajar dengan judul: Kualitas Tanah, 5. Buku Analisis Tanah, Air, dan Tanaman. Kerjasama penelitian juga dilakukan penulis dengan pemda kabupaten/kota dan perusahaan perkebunan besar dan kecil terutama PT Agromuko (PMA).
56 | P u p u k O r g a n i k L o k a l d a r i L i m b a h K a r e t
Dr. Ir. Prasetyo, MS. Dilahirkan di Ungaran Kabupaten Semarang Jawa Tengah pada tanggal 26 Juli 1958. Pendidikan yang ditempuh sejak Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas ditempuh di Kecamatan Ungaran, Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Sekolah Dasar di SD Negeri I
Ungaran yang ditamatkan pada tahun 1970, kemudian melanjutkan di SMP Negeri I Ungaran yang tamat pada tahun 1973. Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri I Ungaran jurusan Paspal yang ditamatkan pada tahun 1976. Pada tahun 1977 melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Perkebunan (STIPER) Yogyakarta Jurusan teknik Perkebunan dan ditamatkan pada tahun 1982. Penulis melanjutkan studi Pascasarjana di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada tahun 1988 dan selesai pada tahun 1990 di program studi Ilmu tanaman. Melanjutkan pendidikan S-3 di Universitas Brawijaya Malang pada tahun 1998 dan diselesaikan pada tahun 2005. Penulis pernah menulis buku dengan judul “Teknik Budidaya Karet di Unib Press” dan “Pengelolaan Budidaya Tanaman Obat-obatan (Bahan Simplisia)” pada Badan Penerbitan Fakultas Pertanian Unib.
T e k n o l o g i T e p a t G u n a | 57
Ir. Hasanudin, MP. dilahirkan pada tanggal 5 Agustus 1959 di Desa Ambula, Cirebon, Jawa Barat. Pendidikan yang didapat meliputi SD Negeri Losari lulus tahun 1971, SMP Negeri Losari lulus tahun 1974, SMA Negeri Sindang Laut lulus tahun 1979, S1 Fakultas Pertanian di dapat dari
Institut Pertanian Bogor (IPB) lulus tahun 1985 dengan gelar insinyur (Ir), S2 Fakultas Pertanian dari Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung lulus tahun 1995 dengan gelar magister pertanian (MP). Setelah lulus dari IPB penulis mengabdikan diri sebagai dosen di Universitas Bengkulu sejak tahun 1986 hingga sekarang. Pengalaman pelatihan diantaranya Penataran Metodologi Penelitian tahun 1994 di Pascasarjana UNPAD Bandung, Short Training in Academic Networking in the Field of Management and Development of Animal Husbandary in the Land tahun 2005 di Jerman, dan Pelatihan Manajemen Pengelolaan Laboratorium Perguruan Tinggi Negeri tahun 2005 di Riau. Selanjutnya pengalaman penelitian meliputi: Peneliti Muda tahun 1989, 1998, dan 1999 dari Dikti; ADB Loan tahun 1999 dari Dikti; Hibang Bersaing tahun 1999, 2000, dan 2003 dari Dikti; PHK A2 tahun 2007 dari Dikti; Stranas tahun 2012, dan 2013 dari Dikti; dan Hibah Kompetensi tahun 2014, dan 2015. Kemudian karya ilmiah yang telah dihasilkan terdiri atas: menulis buku ajar Ilmu Gizi Tanaman, Buku Teknologi Tepat Guna dengan judul: Pupuk Kompos dan Cara Pembuatannya, Buku Teknik Budidaya Jagung dengan Sistem Organik di Lahan Marjinal; menulis karya ilmiah lewat jurnal JIPI, Poster Sesion, dan Prosiding. Sedangkan kerjasama yang telah dilakukan meliputi
58 | P u p u k O r g a n i k L o k a l d a r i L i m b a h K a r e t
kerjasama dengan perusahaan Kelapa Sawit PT Agricinal Bengkulu.
Indra Cahyadinata, S.P, M.Si dilahirkan di Mukomuko, Provinsi Bengkulu pada tanggal 7 Mei 1978. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 4 Mukomuko pada Tahun 1990, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Mukomuko pada Tahun 1993, dan pendidikan menengah atas di SMA
Negeri 1 Mukomuko pada Tahun 1996. Pada Tahun 1996, penulis diterima pada program studi Agribisnis Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) dan lulusa pada Tahun 2001 dengan gelar Sarjana Pertanian. Tahun 2003, penulis melanjutkan pendidikan pada program studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Sekolah Pascasarjana IPB, dan lulus pada Tahun 2005. Penulis mulai mengabdikan diri sebagai dosen di Fakultas Pertanian UNIB sejak bulan Desember 2001. Penulis pernah memperoleh hibah penelitian yang didanai Kemenristekdikti, diantaranya Penelitian Hibah Bersaing, Penelitian Fundamental dan Penelitian Strategis Nasional. Disamping itu, penulis juga pernah memperoleh Hibah Pengabdian, diantaranya Ipteks Bagi Masyarakat (IbM) dan Ipteks Bagi Inovasi Kreativitas Kampus (IbIKK).