Tugas Makalah TRK Lanjut
[Type the author name]
Difusi
Definisi
Difusi adalah pencampuran spontan dari molekul-molekul karena suatu perbedaan.
Perbedaan ini dapat berupa perbedaan suhu atau pun konsentrasi. Spesi sebuah molekul
dalam satu fasa akan selalu berdifusi dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang
rendah, sampai tercapai konsentrasi yang sama. Ilustrasinya diberikan pada gambar
dibawah ini.
Perpindahan molekul suatu spesi (misal A) dinyatakan dalam fluks molar WA
(mol/area.waktu), kearah tertentu. Fluks A (WA) relatif terhadap sebuah koordinat vektor
tertentu. Jumlah WA (partikel A yang berpindah) dalam koordinat rektangular dinyatakan
oleh:
𝑊𝐴 = 𝑖𝑊𝐴𝑥 + 𝑗𝑊𝐴𝑦 + 𝑘𝑊𝐴𝑧
Jika kita mengaplikasikan mole balance pada spesi A, yang mengalir dan bereaksi di elemen
volum ( ∆V=∆x∆y∆z ), kita akan mendapatkan fluks molar dalam tiga dimensi. Gambar
berikut memperlihatkan aliran dari fkuls molar A dalam koorinat tiga dimensi.
Dengan:
Molar flux balance pada sistem diatas dinyatakan dengan :
𝑀𝑜𝑙𝑎𝑟
𝑓𝑙𝑜𝑤 𝑟𝑎𝑡𝑒𝑖𝑛
− 𝑀𝑜𝑙𝑎𝑟
𝑓𝑙𝑜𝑤 𝑟𝑎𝑡𝑒𝑜𝑢𝑡
+ 𝑅𝑎𝑡𝑒 𝑜𝑓
𝐺𝑒𝑛𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 =
𝑅𝑎𝑡𝑒 𝑜𝑓𝑎𝑐𝑐𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛
∆𝑧∆𝑦𝑊𝐴𝑥 𝑥 − ∆𝑧∆𝑦𝑊𝐴𝑥 𝑥+∆𝑥 + ∆𝑧∆𝑥𝑊𝐴𝑦 𝑦 − ∆𝑧∆𝑥𝑊𝐴𝑦 𝑦+∆𝑦+ ∆𝑥∆𝑦𝑊𝐴𝑧 𝑧
− ∆𝑥∆𝑦𝑊𝐴𝑧 𝑧+∆𝑧 + 𝑟𝐴∆𝑥∆𝑦∆𝑧 = ∆𝑥∆𝑦∆𝑧𝜕𝐶𝐴
𝜕𝑡
Jika membagi persamaan diatas dengan ∆x∆y∆z dan mengambil limit mendekati nol, maka
akan didapat persamaan molar flux balance pada koordinat rektangular:
−𝜕𝑊𝐴𝑥
𝜕𝑥−
𝜕𝑊𝐴𝑦
𝜕𝑦−
𝜕𝑊𝐴𝑧
𝜕𝑧+ 𝑟𝐴 =
𝜕𝐶𝐴
𝜕𝑡
Fluks Molar
Fluks molar A, WA adalah hasil dari kontribusi: JA (fluk molekuler difusi relatif terhadap
gerakan fluida karena perbedaan konsentrasi) dan BA (fluk yang dihasilkan karena gerakan
oleh fluida). Secara mikroskopis saat terjadi difusi juga terjadi gerakan dari fluida yang
bersangkutan kearah difusi sehingga membantu difusi yang terjadi.
WA = JA + BA
BA dapat dinyatakan dalam konsentrasi A (CA) dan kecepatan molar (V)
BA = CAV
Dimana
V = Σ yi Vi
Vi adalah kecepatan partikel i, yi adalah faksi mol i. Dalam sebuah campuran biner A dan B,
dengan VA sebagai kecepatan spesi A dan VB kecepatan spesi B. Total molar fluks A dapat
dinyatakan dalam persamaan berikut:
WA = JA + CAV
Dengan V = yAVA + yB VB
Atau bisa juga dinyatakan dengan:
WA = JA + yA (WA + WB)
Hukum Fick’s
Hukum fick’s menyatakan jumlah difusi molekuler dalam bentuk konsentrasi dari spesi
terkait, misal JA . Hukum fick’s menyatakan bahwa jumlah partikel A yang berpindah
sebanding dengan gradiet konsentrasi A dikalikan dengan sebuah konstanta. Untuk
konsentrasi A yang tetap JA dapat dinyatakan dengan:
𝐽𝐴 = −𝐷𝐴𝐵
𝑑𝐶𝐴
𝑑𝑧
DAB merupakan konstanta difusivitas A kedalam B, yang menyatakan kecepatan partikel A
untuk berdifusi ke dalam B. Tanda minus menyatakan bahwa perpindahan molekul A relatif
terhadap jumlah partikel A pada daerah yang lebih kaya konsentrasi A. Persamaan umum 3-
dimensi untuk JA fluks difusi yang dihasilkan karena perbedaan konsentrasi, bergantung
pada fraksi mol pada hukum fick’s pertama:
𝐽𝐴 = −𝑐𝐷𝐴𝐵∇𝑦𝐴
Dimana c adalah total konsentrai, DAB adalah difusivitas A dalam B, yA adalah fraksi mol A.
Dengan begitu fluks molar A dapat dinyatakan dalam
𝑊𝐴 = −𝑐𝐷𝐴𝐵∇𝑦𝐴 + 𝑦𝐴 𝑊𝐴 + 𝑊𝐵
Atau dalam bnetuk konsentrasi A dimana c x yA = CA
𝑊𝐴 = −𝐷𝐴𝐵∇𝐶𝐴 + 𝐶𝐴𝑉
Reaksi Katalisis
Katalis adalah suatu subtansi yang dapat mempercepat terjadinya reaksi kimia tanpa ikut
bereaksi dengan reaktan maupun produk. Sebuah katalis biasanya mengubah laju reaksi
dengan cara mengubah mekanisme dari suatu reaksi. Sebagai contoh, reaksi H2 dan O2 yang
biasanya lambat pada suhu ruang, dapat berlasung dengan cepat bila terekspos oleh platina.
Kecepatan reaksi yang bertambah ini disebabkan oleh turunnya energi aktivasi reaksi H2-O2.
Sebagai ilustrasi dapat dilihat pada gambar berikut.
Dengan turunnya energi akitivasi reaksi H2-O2 akan mudah terjadi, karena membutuhkan
lebih sedikit energi dibandingkan dengan tanpa katalis. Yang perlu dicatan adalah katalis
hanya mempercepat reaksi, tidak mengubah kesetimbang antara produk dan reaktan.
Jenis Reaksi Katalisis
Reaksi katalisis dapat dibagi menjadi 2 yaitu, homogen dan heterogen.
1. Reaksi Katalisis Homogen
Reaksi ini terjadi saat katalis memiliki fasa yang sama dengan reaktan, biasanaya dalam
fasa gas atau liquid.
Contoh dari reaksi ini adalah reaksi antara ion persulfat dengan ion iodida. Reaksi ini
terjadi dalam fasa cair. Ion persulfat (S2O82-) adalah oksidator yang sangat kuat. Ion
iodida sangat mudah teroksidasi menjadi iodin. Reaksi antara keduanya dalam air sangat
lambat. Persamaan reksinya sebagai berikut;
Reaksi diatas memerlukan dua ion saling bertumbukkan, tetapi karena keduanya
bermuatan sama, maka gaya tolak menolak keduanya sangat besar. Untuk itu
ditambahkan fe2+ ke dalam larutan. Ion fe2+ akan beraksi dengan ion persulfat
menghasilkan ion sulfat dan fe3+, seperti persamaan reaksi berikut:
Selanjutnya ion fe3+ akan mengoksidasi ion iodida menjadi iodin, dan kembali menjadi
ion fe2+.
Kedua reaksi ion fe ini akan menyebabkan lebih banyak tumbukan yang terjadi antara
ion iodida dan ion persulfat. Hal ini menyebabkan laju reaksi akan bertambah cepat.
2. Reaksi Katalisis Heterogen
Pengenalan
Reaksi ini terjadi saat katalis memiliki fasa yang berbeda dengan reaktan maupu produk
yang dihasilkan. Umumnya katalis pada reaksi ini memiliki fasa padat, sedangkan
reaktan memiliki fasa cair atau gas.
Tahapan reaksi katalis heterogen adalah sebagai berikut
- Satu atau lebih reaktan akan teradsorpsi oleh permukaan katalis yang aktif. Disini
reaktan akan bereaksi dengan permukaan katalis sehingga reaktan menjadi lebih
reaktif.
- Reaktan yang menempel pada permukaan katalis akan bertumbukkan dengan
reaktan lain sehingga bereaksi menjadi sebuah produk.
- Setelah produk terbentuk, katalis akan me-desorpsi produk dan terlepas dari
permukaan katalis.
Contoh dari reaksi ini adalah hidrogenasi etena dengan menggunakan katalis Ni.
Persamaan reaksinya sebagai berikut.
Molekul etena akan teradsopsi ke permukaan Ni, ikatan ganda pada karbon akan
terputus dan mengikat pada permukaan Ni. Gas hidrogen yang juga teradsopsi ke
permukaan Ni akan terputus ikatannya, menjadi atom H dan bergerak disekitar
permukaan Ni. Saat atom-atom H bertumbukkan dengan ikatan Ni-karbon, maka akan
terjadi ikatan antara karbon dengan hidrogen dan etana akan ter-deadsorpsi keluar dari
permukaan Ni. Ilustrasi sebagai berikut.
Kinetika Reaksi Elementer: Adsorpsi, Desorospsi, dan Reaksi Permukaan
Pada saat reaktan teradsorpsi ke permukaan katalis, terjadi aktivasi reaktan oleh katalis
dan secara tidak langsung terbentuk ikatan yang cukup kuat antara permukaan katalis
dengan reaktan. Peristiwa ini disebut adsorpsi kimia. Adsorpsi kimia ini bersifat spesifik
hanya pasangan katalis-subtrat tertentu yang dapat membentuk ikatan ini, dan adsorpsi
kimia hanya terjadi pada layer pertama. Pada layer berikutnya hanya terjadi adsorpsi
fisika, adsorpsi fisika hanya mengakibatkan melemahnya ikatan antar atom reaktan.
Ilustrasi adsorpsi kimia dan fisika dapat dilihat pada gambar berikut
Gambar diatas menyatakan perubahan energi disosiasi H2 berdasarkan jarak dengan
logam Ni. Adsorpsi kimia terjadi pada layer pertama saat atom H membentuk ikatan
dengan Ni, sedangkan adsorpsi fisika terjadi pada layer kedua, saat ikatan molekul H2
melemah.
Misal H2 adalah A dan katalis padat(Ni) adalah *, dengan konsentrasi permukaan [*],
maka adsorpsi H2 ke permukaan Ni
Dimana A* adalah atom H yang teradsopsi secara kimia, kads dan kdes adalah kontanta
adsorpsi dan desorpsi, maka persamaan laju adsorpsi A adalah
Karena laju adsorpsi pada kesetimbangan sama dengan nol, maka
Jika θA adalah fraksi permukaan katalis yang terisi dengan permukaan katalis total, dan
[*]0 adalah total permukaan katalis, maka diperoleh persamaan
*A*+, θA, dan [*] dapat dinyatakan dalam bentuk Kads sebagai berikut:
Tahap selajutnya setelah adsorpsi adalah reaksi permukaan (surface reaction),
persamaannya adalh sebagai berikut
Dengan laju reaksinya adalah
Atau
Kinetika Reaksi Overall
Diasumsikan terdapat reaksi-reaksi elementer yang terjadi pada permukaan katalis
(adsorpsi reaktan, reaksi permukaan, dan desorpsi produk) dan interaksi antar molekul
yang ters adsorpsi diabaikan, maka reaksi overall/ global yang terjadi adalah
penjumlahan reaksi-reaksi elementer.
Dimana σi adalah jumlah reaksi stoikiometri yang terjadi berdasarkan persamaan reaksi
global. Laju reaksi global dapat ditulis sebagai berikut
Dengan asumsi bahwa persamaan pertama merupakan persamaan rate determining
step dan persamaan sisanya adalah persamaan quasi-equilibrated reaction , maka
persamaan reaksi elementer diatas dapat di sederhanakan menjadi
Dengan asumsi diatas, yang berkontribusi dalam site balance hanya N*.
[*]0 = [N*] + [*]
Pada kondisi seperti ini, dimana hanya ada satu spesi yang muncul pada permukaan
katalis ([N*]), maka spesi tersebut dikatakan most abundant reaction intermediate (
mari). Laju reaksi global dinyatkan dengan:
Dengan [*] dan [N*] yang didapat dari step 2
Maka, persamaan reaksi global dapat dinyatakan sebagai
Saat konversi rendah (saat reaksi baru berlangsung), reaksi balik dapat diabaikan,
Pengaruh Perpindahan Massa Pada Laju Reaksi
Reaksi pada katalis padat (reaksi katalis heterogen) tidak hanya tergantung pada
konsentrasi reaktan/subtrat, tetapi juga tergantung pada perpindahan massa reaktan
kedalam pori katalis melalui proses difusi. Kedua faktor ini mempengaruhi besarnya
konversi reaktan menjadi produk dengan cara yang berbeda. Jika salah satunya terlalu
mendominasi akan terjadi penurunan konversi reaktan menjadi produk. Untuk itu
diperlukan kombinasi yang optimal dari kedua faktor ini.
Perpindahan massa pada katalis dibagi 2 yaitu, perpindahan massa eksternal dan
perpindahan massa internal. Gambar berikut merupakan gambaran tentang
perpindahan massa eksternal dan internal pada katalis heterogen.
Pada region 1 terjadi perpindahan massa eksternal, yaitu difusi reaktan melalui sebuah
boundary tetap diluar partikel katalis. Sedang pada region 2 terjadi perpindahan massa
internal, yaitu difusi reaktan kedalam partikel katalis melalui pori-pori katalis.
a. Pengaruh perpindahan massa eksternal
Pada katalis padat reaksi terjadi pada permukaan katalis, oleh karena itu reaktan perlu
melewati boundary tetap untuk sampai ke permukaan katalis. Profil konsentrasi reaktan
pada boundary tetap dinyatakan oleh persamaan Stefan-Maxwell
∇𝑋𝑖 = 1
𝐷𝑖𝑗
𝑛
𝑗=1
𝑋𝑖𝑁𝑗 − 𝑋𝑗𝑁𝑖
Dimana Xi adalah fraksi mol komponen i, C adalah konsentrasi total, Ni adalah fluks
komponen i dan Dij difusifitas i ke dalam komponen j. Berikut adalah profil konsentrasi A
dalam campuran AB (biner) pada tekanan tetap.
∇𝐶𝐴 =1
𝐷𝐴𝐵
𝑋𝐴𝑁𝐵 − 𝑋𝐵𝑁𝐴
Karena capuran biner, maka XB = 1 - XA persamaan diatas menjadi
∇𝐶𝐴 =1
𝐷𝐴𝐵
𝑋𝐴 𝑁𝐵 + 𝑁𝐴 − 𝑁𝐴
Asumsi Equimolar counterdifusion (NA = - NB), membuat persamaan menjadi sederhana
−𝐷𝐴𝐵∇𝐶𝐴 = 𝑁𝐴
Persamaan diatas lebih dikenal dengan persamaan hukum pertama Fick’s. Untuk
mendapatkan fluks A yang melalui boundary tetap diperlukan asumsi dimana ketebalan
boundary (δ) sangat kecil dibandingkan jari-jari dari katalis, sehingga fluks A hanya
kearah sumbu x seperti pada Gambar berikut.
Dengan kondisi seperti Gambar, maka hukum pertama Fick’s menjadi
𝑁𝐴 = −𝐷𝐴𝐵
𝑑𝐶𝐴
𝑑𝑥
Karena fluks A harus tetap pada saat melewati boundary, maka turunan dari fluks = 0
𝑑𝑁𝐴𝑥
𝑑𝑥= 0
Dengan begitu, maka
𝑑2𝐶𝐴
𝑑𝑥2= 0
Dengan menggunakan kondisi batas
𝐶𝐴 = 𝐶𝐴𝑆 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑥 = 0
𝐶𝐴 = 𝐶𝐴𝛿 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑥 = 𝛿
Didapatkan profil konsentrasi pada boundary sebagai berikut
𝐶𝐴 = 𝐶𝐴𝑆 + 𝐶𝐴𝛿 − 𝐶𝐴𝑆 𝑥
𝛿
Dan fluks molar A
𝑁𝐴 =−𝐷𝐴𝐵
𝛿 𝐶𝐴𝛿 − 𝐶𝐴𝑆
Karena sangat sulit untuk menentukan 𝛿 oleh karena itu digunakan koefisien
perpindahan massa (kc) dan diasumsikan campuran tercampur sempurna sehingga
konsentrasi A pada boundary sama dengan konsentrasi campuran (CAB), maka
persamaan fluks molar rata-rata adalah
𝑁𝐴 = 𝑘𝑐 𝐶𝐴𝐵 − 𝐶𝐴𝑆
Pada keadaan setimbang, laju reaksi pada permukaan katalis sama dengan fluks molar A.
𝑟 = 𝑘𝑠𝐶𝐴𝑆 = 𝑘𝑐 𝐶𝐴𝐵 − 𝐶𝐴𝑆
CAS dapat dinyatakan,
𝐶𝐴𝑆 =𝑘𝑐 𝐶𝐴𝐵
𝑘𝑠 + 𝑘𝑐
Subtusi CAS
𝑟 =𝑘𝑠𝑘𝑐
𝐶𝐴𝐵
𝑘𝑠 + 𝑘𝑐
=𝐶𝐴𝐵
1𝑘𝑠
+1
𝑘𝑐
Konstanta overall yang teramati dapat dinyatakan dalam ks dan 𝑘𝑐
1
𝑘𝑜𝑏𝑠=
1
𝑘𝑠+
1
𝑘𝑐
Maka laju reaksi yang teramati dinyatakan sebagai
𝑟 = 𝑘𝑜𝑏𝑠𝐶𝐴𝐵
Pengaruh difusional resistant terhadap laju reaksi yang teramati akan menyebabkan
reaksi pada permukaan katalis sangat cepat, sehingga CAS dapat diabaikan
𝑟 = 𝑘𝑐 𝐶𝐴𝐵
𝑘𝑐 , konstanta perpindahan massa memiliki korelasi dengan konstanta difusifitas (DAB),
viskositas 𝜇 , densitas (ρ), kecepatan linear fluida (μ), dan jari-jari partikel katalis RP
sebagai berikut
𝑘𝑐 ∝
𝐷𝐴𝐵 2 3 𝜇1 2 𝜌1 6
𝑅𝑝 1 2
𝜇 1 6
Dapat disimpulkan daripersamaan diatas, jika jari-jari partikel katalis diperkecil dan
kecepatan linear fluida dinaikan, maka konstanta perpindahan massa akan bertambah
besar. Korelasi ini dapat digunakan untuk mengurangi pengaruh difusional resistant
pada laju reaksi.
Pengaruh perpindahan panas dapat dianalogikan seperti perpindahan massa. Fluks
panas (q) yang melewati boundary bergantung pada perbedaan suhu dan koefisien
perpindahan panas.
𝑞 = 𝑡 𝑇𝐵 − 𝑇𝑠
Pada keadaan setimbang fluks panas sama dengan panas yang dihasilkan, maka
𝑟𝑜𝑏𝑠 ∆𝐻𝑟 = 𝑡 𝑇𝐵 − 𝑇𝑠 →𝑟𝑜𝑏𝑠 ∆𝐻𝑟
𝑡= ∆𝑇
∆Hr adalah panas reaksi yang dihasilkan per satu mol A/reaktan. Dari persamaan diatas
juga didapatkan korelasi antara perbedaan suhu dengan laju reaksi yang teramati, yaitu
jika ∆T <<Ts maka pengaruh perpindahan panas eksternal dapat diabaikan.
b. Pengaruh perpindahan massa internal
Difusi molekul pada katalis bepori sangat tergantung pada dimensi dari pori-pori yang
bersangkutan. Gambar dibawah ini menunjukkan tipikal nilai dari difusivitas gas sebagai
fungsi ukuran pori. Perpindahan molekul pada pori yang sangat besar diatur oleh difusi
molekuler, karena kemungkinan tumbukkan dengan partikel lainnya sangat besar
dibandingkan dengan tumbukkan dengan dinding pori katalis. Pada ukuran yang kecil,
tumbukan molekul-dinding lebih mendominasi (knudsen regime)dan difusivitas menurun
dengan turunnya ukuran pori. Jika ukkuran pori lebih kecil lagi akan terjadi difusi
configurational karena hanya ada satu lapisan yang dapat masuk kedalam pori.
Untuk sebuah pori silinder yang ideal pada lempeng katalis padat, seperti yang pada
gambar di bawah ini. Untuk kondisi isothermal, isobarik, reaksi orde pertama pada
permukaan, fluks molekul A dapat dinyatakan sebagai:
−𝑑𝑁𝐴
𝑑𝑥=
2𝑘𝑠
𝑅𝑝𝑜𝑟𝑒𝐶𝐴
Dengan ks adalah konstanta laju reaksi per luas permukaan katalis, dan Rpore adalah jari-
jari pori.
Hukum fick’s pertama dapat ditulis sebagai berikut
𝑁𝐴 = −𝐷𝑇𝐴
𝑑𝐶𝐴
𝑑𝑥
DTA adalah difusivitas transisi. Subtitusi NA akan didapatkan profil konsentrasi A didala
pori-pori katalis sebagai berikut.
𝑑
𝑑𝑥 𝐷𝑇𝐴
𝑑𝐶𝐴
𝑑𝑥 =
2𝑘𝑠
𝑅𝑝𝑜𝑟𝑒𝐶𝐴
Dengan asumsi DTA konstan,
𝑑2𝐶𝐴
𝑑𝑥2−
2𝑘𝑠
𝐷𝑇𝐴𝑅𝑝𝑜𝑟𝑒𝐶𝐴 = 0
Untuk menyederhanakan persamaan diatas, diambil permisalan sebagai berikut:
𝑘 =2𝑘𝑠
𝑅𝑝𝑜𝑟𝑒; 𝒳 =
𝑥
𝐿 ; Φ = 𝐿
𝑘
𝐷𝑇𝐴
𝑑2𝐶𝐴
𝑑𝒳2− Φ2𝐶𝐴 = 0
Pada kondisi batas
𝐶𝐴 = 𝐶𝐴𝑆 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝒳 = 0
𝑑𝐶𝐴
𝑑𝒳= 0 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝒳 = 1
Konsentrasi A dinyatakan sebagai
𝐶𝐴 = 𝐶𝐴𝑆
cosh Φ 1 −x𝐿
cosh Φ
Jika pori katalis tidak beraturan, NA menjadi
𝑁𝐴 𝑝𝑒𝑙𝑙𝑒𝑡 = −휀𝑝
𝜏 𝐷𝑇𝐴
𝑑𝐶𝐴
𝑑𝑥= 𝐷𝑇𝐴
𝑒𝑑𝐶𝐴
𝑑𝑥
Dengan 휀𝑝 adalah porositas (rasio volume kosong pada pelet terhadap total volume
pelet) 𝜏 adalah tortusitas (perbandingan panjang pori tak beraturan dengan pori ideal
nilainya lebih dari atau sama dengan 1), dan 𝐷𝑇𝐴𝑒 adalah konstantas difusivitas efektif.
Pengunaan katalis padatan dapat berupa silinder, plat (slab), ataupun sphere (bola).
Perbedaan pada feometri katalis akan mempengaruhi η (efektifitas overall katalis) = (laju
reaksi aktual/teramati)/ (laju reaksi yang dihasilkan bila semua bagian katalis
terekspose) semakin mendekati 1 (η) maka katalis akan semakin efektif.
Berikut perbandingan η untuk beberapa bentuk katalis:
φ adalah Thiele modulus, bilangan tanpa dimensi yang menyatakan akar dari
karakteristik laju reaksi dibagi dengan karakteristik difusi. φ menyatakan laju mana yang
menjadi pembatas, jika φ kecil, maka laju difusi tidak dapat menahan laju reaksi,
sehingga konsentrasi reaktan akan berada pada permukaan reaksi. Tetapi apabila φ
besar, maka laju reaksi akan tertahan oleh laju difusi, sehingga reaktan dapat masuk
kedalam pori-pori katalis, tetapi hal ini menyebabkan laju reaksi yang teramati menjadi
kecil.
Pengaruh φ dapat dilihat pada gambar berikut
Untuk kondisi non-isothermal, isobarik dan reaksi orde pertama pada permukaan,
kesetimbangan massa dan energi dinyatakan dalam persamaan berikut
𝐷𝑇𝐴𝑒
𝑑2𝐶𝐴
𝑑𝑥2= 𝑘 𝑇 𝐶𝐴
−𝑑𝑞
𝑑𝑥= −∆𝐻𝑟 𝑘 𝑇 𝐶𝐴
q didefinisikan sebagai hasil perkalian konduktivitas termal efektif dengan gradien suhu.
𝑞 = 𝜆𝑒𝑑𝑇
𝑑𝑥
Subtitusi q
𝜆𝑒𝑑2𝑇
𝑑𝑥2= −∆𝐻𝑟 𝑘 𝑇 𝐶𝐴
Konstanta laju reaksi k(T) dapat dinyatakan dinyatakan dalam Ts sebagai berikut
𝑘 𝑇
𝑘 𝑇𝑠 = exp −𝛾
1
Γ− 1
Untuk menyederhanakan persamaan diatas, diambil permisalan sebagai berikut:
𝜓 =𝐶𝐴
𝐶𝐴𝑆; 𝒳 =
𝑥
𝑥𝑝; Γ =
𝑇
𝑇𝑠; 𝛾 =
𝐸
𝑅𝑔𝑇𝑠
Maka persamaan neraca massa dan energi menjadi
𝑑2𝜓
𝑑𝒳2=
𝑥𝑝 2𝑘 𝑇𝑠
𝐷𝑇𝐴𝑒 exp −𝛾
1
Γ− 1 𝜓
𝑑2Γ
𝑑𝒳2= −
𝑥𝑝 2𝑘 𝑇𝑠 −∆𝐻𝑟 𝐶𝐴
𝜆𝑒𝑇𝑠 exp −𝛾
1
Γ− 1 𝜓
Kedua persamaan dapat di ekspresikan dalam φ adalah Thiele modulus.
𝑑2𝜓
𝑑𝒳2= Φ2 exp −𝛾
1
Γ− 1 𝜓
𝑑2Γ
𝑑𝒳2= −Φ2
−∆𝐻𝑟 𝐷𝑇𝐴𝑒 𝐶𝐴
𝜆𝑒𝑇𝑠 exp −𝛾
1
Γ− 1 𝜓
Bilangan prater β
𝛽 = −∆𝐻𝑟 𝐷𝑇𝐴
𝑒 𝐶𝐴
𝜆𝑒𝑇𝑠
Maka neraca energi menjadi
𝑑2Γ
𝑑𝒳2= −Φ2𝛽 exp −𝛾
1
Γ− 1
Untuk mencari hubungan antara perbedaan suhu dan konsentrasi reaktan, dapat
dengan cara membagi neraca massa dengan neraca energi, sperti berikut
𝑑2𝜓𝑑𝒳2
𝑑2Γ𝑑𝒳2
= −1
𝛽
𝑑2Γ = −𝛽𝑑2𝜓
Integrasi pertama memberikan
𝑑Γ = −𝛽𝑑𝜓 + 𝛼 1
Dengan kondisi batas
dΓ = 𝑑𝜓 = 0 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝒳 = 0
𝛼 1 = 0
Integrasi kedua menghasilkan
Γ = −𝛽𝜓 + 𝛼 2
Dengan kondisi batas
Γ = 𝜓 = 1 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝒳 = 1
𝛼 2 = 1 + 𝛽
Maka hubungan antara suhu dengan konsentrasi adalah
Γ = 1 + 𝛽 1 − 𝜓
𝑇
𝑇𝑠= 1 +
−∆𝐻𝑟 𝐷𝑇𝐴𝑒 𝐶𝐴
𝜆𝑒𝑇𝑠 1 −
𝐶𝐴
𝐶𝐴𝑆
𝑇 = 𝑇𝑠 + −∆𝐻𝑟 𝐷𝑇𝐴
𝑒
𝜆𝑒 𝐶𝐴𝑆 − 𝐶𝐴
Perbedaan Laju reaksi intrinsik dengan laju reaksi global/overall pada reaksi katalis
heterogen
Laju reaksi intrinsik Laju reaksi global/overall
Laju reaksi inrinsik menyatakan laju tiap-tiap step (adsopsi, reaksi pada permukaan katalis, desorpsi) pada reaksi antara katalis dengan reaktan. Laju reaksi intrinsik juga dapat menjadi pembatas dari laju reaksi global. Contoh reaksi intrinsik: Adsorpsi:
Reaksi permukaan:
Desorpsi:
Laju reaksi global/overall adalah laju reaksi pengurangan reaktan, yang dipengaruhi maupun tidak dipengaruhi oleh laju reaksi intrinsik. Contoh laju reaksi global yang tidak dipengaruhi laju reaksi intrinsik
𝑟 = −𝑘1𝐶𝐶𝐶𝑆 + 𝑘−1𝐶𝐵𝐶𝑆 Laju reaksi global yang dipengaruhi laju reaksi intrinsik sebagai pembatas: Dibatasi reaksi Adsorpsi:
Dibatasi reaksi Reaksi permukaan:
Dibatasi reaksi Desorpsi:
Reaksi Bio Katalisis
Reaksi biokatalisis adalah reaksi yang menggunakan katalis alam, seperti enzim atau
mikroba. Seperti halnya Ni pada contoh sebelumnya, enzim juga dapat mengurangi energi
aktivasi sebuah reaktan.
Dengan berkurangnya energi aktivasi, maka reaksi akan terjadi lebih cepat. Keuntungan dari
enzim adalah sifatnya yang sangat spesifik, satu enzim hanya dapat mengkatalis satu jenis
reaksi, dengan begitu reaksi yang tidak diingakan dapat berkurang. Contohnya enzim
protease hanya menghidrolisis ikatan asam amino spesifik, amilase hanya bekerja pada
ikatan glukosa pada starch dan enzim lipase hanya mengurai lemak menjadi asam lemak dan
gliserol.
Terdapat dua model untuk menggambarkan interaksi antara subtrat (reaktan) dan enzim,
yaitu lock and key model, dan induced fit model.
Pada model lock and key, enzim memiliki sisi aktif yang sama persis dengan bentuk substrat,
sehingga ketika substrat menempel pada sisi aktif enzim akan terjadi reaksi yang
mengakibatkan subtrat terurai atau tergabung menjadi sebuah produk dan terlepas dari
enzim. Sedangkan pada model induced fit model sisi aktif enzim tidak sama persis dengan
bentuk substrat, sehingga ketika substrat menempel pada enzim akan terjadi simpangan
pada molekul enzim dan molekul substrat. Akibatnya satu atau lebih ikatan pada substrat
akan melemah dan menjadi molekul lain.
Contoh reaksi pada enzim adalah dekomposisi urea menjadi CO2 dan NH3 dengan
menggunakan enzin urease. Tahapan reaksinya sebagai berikut:
- Enzim urease (E) bereaksi dengan substrat urea (S) dan membentuk enzim
kompleks (E•S)
𝑁𝐻2𝐶𝑂𝑁𝐻2 + 𝑢𝑟𝑒𝑎𝑠𝑒𝑘1→ 𝑁𝐻2𝐶𝑂𝑁𝐻2 ∙ 𝑢𝑟𝑒𝑎𝑠𝑒 ∗
- Enzim kompleks ini dapat terdekomposisi menjadi urease dan urea kembali
𝑁𝐻2𝐶𝑂𝑁𝐻2 ∙ 𝑢𝑟𝑒𝑎𝑠𝑒 ∗𝑘2→ 𝑁𝐻2𝐶𝑂𝑁𝐻2 + 𝑢𝑟𝑒𝑎𝑠𝑒
- Enzim kompleks ini juga bisa membentuk CO2, NH3 dan urease bila bereaksi
dengan H2O
𝑁𝐻2𝐶𝑂𝑁𝐻2 ∙ 𝑢𝑟𝑒𝑎𝑠𝑒 ∗ + 𝐻2𝑂𝑘3→ 2𝑁𝐻3 + 𝐶𝑂2 + 𝑢𝑟𝑒𝑎𝑠𝑒
Jika E, S, W, E•S dan P adalah enzim, subtrat (urea), air, enzim-subtrat kompleks dan produk,
maka persamaan reaksi dari dekomposisi urea diatas menjadi:
𝐸 + 𝑆𝑘1→ 𝐸 ∙ 𝑆
𝐸 ∙ 𝑆𝑘2→ 𝐸 + 𝑆
𝐸 ∙ 𝑆 + 𝑊𝑘3→ 𝑃 + 𝐸
Laju reaksi dari persamaan diatas adalah:
𝑟1𝑆 = 𝑘1 𝐸 𝑆
𝑟2𝑆 = 𝑘2 𝐸 ∙ 𝑆
𝑟3𝑃 = 𝑘3 𝐸 ∙ 𝑆 𝑊
Laju pengurangan subtrat total adalah:
−𝑟𝑆 = 𝑘1 𝐸 𝑆 − 𝑘2 𝐸 ∙ 𝑆
Laju reaksi untuk enzim-subtrat kompleks
𝑟𝐸∙𝑆 = 𝑘1 𝐸 𝑆 − 𝑘2 𝐸 ∙ 𝑆 − 𝑘3 𝐸 ∙ 𝑆 𝑊
Menggunakan asumsi PSSH 𝑟𝐸∙𝑆 = 0, maka:
𝐸 ∙ 𝑆 =𝑘1 𝐸 𝑆
𝑘2 + 𝑘3 𝑊
Subtitusi E•S, mka didapat persasmaan laju pengurangan subtrat:
−𝑟𝑆 =𝑘1𝑘3 𝐸 𝑆 𝑊
𝑘2 + 𝑘3 𝑊
Dengan menganggap total enzim dalam reaksi yang berlangsung selalu tetap,
𝐸𝑇 = 𝐸 + 𝐸 ∙ 𝑆
Subtitusi E•S dan susun ulang persamaan diatas:
𝐸 = 𝐸𝑇 𝑘2 + 𝑘3 𝑊
𝑘2 + 𝑘3 𝑊
Subtitusi E ke persamaan laju pengurangan subtrat didapat persamaan:
−𝑟𝑆 =𝑘1𝑘3 𝐸𝑇 𝑆 𝑊
𝑘1 𝑆 + 𝑘2 + 𝑘3 𝑊
Persamaan michaelis-menten.
Karena air pada reaksi ini sebagai pelarut, dan berlebih oleh karena itu konsentrasi air dapat
dianggap konstan,
𝑘𝑐𝑎𝑡 = 𝑘3 𝑊 𝑑𝑎𝑛 𝐾𝑀 =𝑘𝑐𝑎𝑡 + 𝑘2
𝑘1
Persamaan laju pengurangan subtrat dapat ditulis dengan persamaan Michaelis-Menten
sebagai berikut:
−𝑟𝑆 =𝑘𝑐𝑎𝑡 𝐸𝑇 𝑆
𝑆 + 𝐾𝑀
KM adalah kontanta Michaelis-Menten
Jika laju reaksi maksimum (Vmax) adalah 𝑘𝑐𝑎𝑡 𝐸𝑇 , maka persamaan laju pengurangan subtrat
dapat ditulis dengan:
−𝑟𝑆 =𝑉𝑚𝑎𝑥 𝑆
𝑆 + 𝐾𝑀
Referensi
Fogler, H.Scott. Element of Chemical Reaction Engineering 4thedition. Prentice Hall. New
York. 2006
Davis, Robert. J. and Mark. E. Davis. Fundamentals of Chemical Reaction Engineering. Mc
Graw Hill. Boston. 2003
http://en.wikipedia.org/wiki/Biocatalysis
http://en.wikipedia.org/wiki/Catalysis
http://en.wikipedia.org/wiki/Molecular_diffusion
http://www.chemguide.co.uk/physical/catalysis/introduction.html