Studi Pengembangan Kebijakan Pengendalian Resistensi Antimikroba
di Indonesia
Selma Siahaan, dkkPusat Humaniora, Kebijakan
Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Badan Litbang Kesehatan Kemenkes RI
Bekerja sama dengan WHO Indonesia
Jakarta, 5 Agustus 2015
www.company.com
SISTEMATIKA PENYAJIAN
Pendahuluan
Tujuan
Metode
Hasil
Analisis Kebijakan
Opsi Kebijakan
Rekomendasi Kebijakan
www.company.com
PENDAHULUAN1
Ancaman resistensi antimikroba merupakan global public health concern (laporan WHO, 2014)
Indonesia? Penderita penyakit menular kronis seperti tuberkulosis dan HIV sering tidak patuh dalam menggunakan obat dalam jangka waktu yang relatif lama (Sukoco Noor,
2012)
Antimikroba digunakan sebagai imbuhan pakan untuk memacu pertumbuhan ternak
(Murdiati Tri Budi, 1997)
10% Rumah tangga menyimpan antimikroba dan 86,1% diantaranya memperoleh antimikroba tersebut tanpa resep (RISKESDAS, 2013)
Penggunaan antimikroba tidak rasional
Potensi Resistensi Mikroorganisme
Peningkatan Morbiditas dan
Mortalitas
Peningkatan Biaya Kesehatan
Infeksi bakteri ESBL pada pasien RS sudah mencapai tingkat yg mengkhawatirkan, mis. tingkat resistensi terhadap infeksi Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae sudah berkisar 26 ke 56% (Hadi Usman et al, 2013).
www.company.com
Upaya Pemerintah
Permenkes No : 2406/MENKES/PER/XII/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik
Pembentukan Komite Pengendalian
Resistensi Antimikroba melalui SK Menkes
RI no. 02.02/Menkes/273/2014. Permenkes no.8 tahun 2015 tentang
Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit (PPRA)
www.company.com
Pertanyaan Penelitian
1.Bagaimana situasi penggunaan AM dan resistensi AM di Indonesia?
2.Bagaimana pelaksanaan kebijakan yang ada?
3.Apakah kebijakan tersebut telah merespon permasalahan resitensi AM?
Termasuk dalam Anti Mikroba (AM) pada studi ini adalah antibiotika, antifungi, antiamuba,
antivirus, antiparasit
www.company.com
TUJUAN
Tujuan UmumMelakukan kajian dan assessment terhadap kebijakan resistensi Antimikroba (AM) yang sudah ada beserta implementasi kebijakan pada fasilitas kesehatan, sektor non kesehatan terkait dan masyarakat
Tujuan Khusus • Mengidentifikasi kebijakan penggunaan AM dan
resistensi AM di sektor kesehatan dan non kesehatan• Mengidentifikasi penggunaan antimikroba dan
resistensi AM berdasarkan hasil riset di sektor kesehatan dan non kesehatan
• Menggali pengetahuan masyarakat terhadap AM (khususnya Antibiotik)
2
www.company.com
METODE3
Review
- Kebijakan terkait AM dan resistensi AM yang sudah ada
- Hasil penelitian di sektor kesehatan dan non kesehatan (peternakan dan perikanan)
Studi Kuantitatif
AM terbanyak yang disimpan dan digunakan di rumah tangga (analisis lanjut data Riskesdas 2013)
Pola penggunaan AM di fasilitas kesehatan (RS dan Puskesmas)
Studi Kualitatif
Wawancara mendalam dengan pemangku program kebijakan di sektor kesehatan dan non kesehatan
Wawancara mendalam dengan pasien/keluarga pasien di Rumah Sakit
FGD dengan tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan
www.company.com
Lokasi Penelitian dan Sumber Data
Wilayah Provinsi Kota Kab. Sumber Data/Informasi
Ibu Kota DKI Jakarta JakPus Sektor kesehatan:Kementerian, Dinkes, PKM, RS (Pem&swasta)
Sektor Peternakan:Dinas peternakan, Balai penelitian
Sektor Perikanan:Dinas Perikanan, Balai Penelitian
Masyarakat:Pasien/Kel.pasien di RS
Universitas
JakBar
Indonesia Barat Jawa Barat Bandung BogorDI Yogyakarta Yogya BantulJawa Timur Surabaya SidoarjoSumatra Utara Medan Deli
serdang
Indonesia Tengah Bali Denpasar Gianyar
Indonesia Timur Sulawesi Selatan Makassar MarosNTT Kupang Kupang
www.company.com
Hasil Analisis Data RISKESDAS 2013 (1)
Rumah Tangga yang Menyimpan Antimikroba
4
69%
31%
Sebagai Obat SisaPersediaan
www.company.com
Hasil Analisis Data RISKESDAS 2013 (2)
Persentase Rumah Tangga yang Menyimpan/Menggunakan Antimikroba Berdasarkan Jenis
(N=29192)
4
www.company.com
Hasil Analisis Data RISKESDAS 2013 (3)
Distribusi Rumah Tangga Berdasarkan Sumber Mendapatkan AM yang Disimpan (N=29192)
www.company.com
Hasil Studi Kuantitatif (1)
Pola Penggunaan Sepuluh AM Terbanyak di Rumah Sakit (8 Propinsi, 16 Kota/Kabupaten) di Indonesia Berdasarkan
PeringkatNo.
2014 (n=19) 2013 (n=24) 2012 (n=22)
1 sefiksim amoksilin amoksilin
2 amoksilinsefadroksil sefadroksil
3 seftriakson/siprofloksasin/metronidazol/rifampisin
siprofloksasin siprofloksasin
4 klindamisinmetronidazol seftriakson/metrondazol
5 metronidazolseftriakson kotrimoksasol/eritromisin
6 kotrimoksasol/doksisiklin/pirazinamid
sefiksim doksisiklin/sefiksim/ampisilin
7 sefotaksim sefotaksim sefotaksim
8 FDC/gentamisin/meropenem klindamisin levofloksasin/kloramfenikol
9 asiklovir etambutol/meropenem
seftazidin
10 levofloksasin levofloksasin fenoksimetil penisilin
www.company.com
Hasil Studi Kuantitatif (2)
Pola Penggunaan Sepuluh AM Terbanyak di Puskesmas (8 Propinsi, 15 Kota/Kabupaten) di Indonesia Berdasarkan
Peringkat
www.company.com
Hasil Review Hasil Penelitian Tahun 2009-2014 (1)
Hampir semua jenis antimikroba yang ada sudah resisten
-Golongan Beta Laktam generasi pertama (ampisilin, amoksisilin), sampai dengan generasi lebih tinggi (meropenem, sefotaksim, seftriakson)-Golongan Kuinolon generasi 1 (siprofloksasin) sampai dengan generasi yang lebih tinggi (levofloksasin)-Kuman pada infeksi saluran nafas (pneumoni), infeksi saluran kemih dan sepsis
Tingkat resistensi bakteri pd manusia bervariasi
Resistensi terhadap bermacam-macam kasus;
Terendah <10% (Mebendazol dan Albendazol)
Tertinggi 100 % (Ampisilin dan Amoksisilin)
Tingkat resistensi bakteri pada hewan bervariasi.
Terhadap beberapa kuman (Staphyllococcus aureus) yang ada pada hewan;
Terendah <25% (cefoxitin/oksasiklin)
Tertinggi 100 % (Ampisilin/Metisilin)
www.company.com
Hasil Studi Kualitatif (1)
Situasi penggunaan Antibiotik dan resistensi Antimikroba
Sektor Kesehatan Sektor Peternakan Sektor Perikanan
•Pengawasan kurang berjalan sehingga distribusi kurang terkontrol•Persepsi, pengetahuan dan perilaku masyarakat tentang AM masih salah•Penulisan resep irasional masih cukup sering terjadi: ketersediaan AM di pkm kurang•tenaga obat di pkm kurang •continuing education bagi nakes kurang,•peresepan obat oleh non dokter•Banyak RS belum memiliki Laboratorium Mikrobiologi •Belum ada sistem informasi tentang AM yang sudah resisten
• Penjualan dan distribusi AM tidak ada kontrol: AM digunakan u growth promotion, peternak menyuntik sendiri sapi perah dgn AM
• Hampir semua produk ada residu AM
• Banyak peternakan kecil shg sulit diawasi
• Masalah residu AM pd daging ternak belum menjadi prioritas
• Pengawasan pangan dalam negeri rendah
•AM untuk ikan dan udang dijual bebas•Residu AM belum jelas, tetapi sudah ada indikasi bahwa kloramfenikol banyak digunakan. Diperkirakan AM pada ikan di air payau ±10%•Residu AM pada ikan/ udang untuk ekspor diperiksa, tapi untuk kebutuhan dalam negeri tidak diperiksia
www.company.com
Hasil Studi Kualitatif (2)
Kebijakan, Pedoman dan Standar
Sektor Kesehatan Sektor Peternakan Sektor Perikanan
•Permenkes No. 2406/ 2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik•Pedoman Pelayanan Kefarmasian untuk Antibiotik pada beberapa RS•POR, SOP dan standar pelayanan kefarmasian di apotek dan puskesmas•Formularium nasional dan formularium RS•SOP dan clinical pathways dari komite medis di beberapa RS•SK Direktur tentang PPRA di beberapa RS
• UU No. 18/2009 tentang peternakan dan Kesehatan. Pasal 22: Larangan pakan hewan yang dicampur antibiotik.
• Kebijakan ASUH (Aman, Sehat, Utuh, Halal)
• Daftar obat Hewan Indonesia
• Kebijakan Good Farming Practice dan Good Slaughtering Practice
•Permen KKP No. 02/2007 tentang Monitoring Residu Obat, Kimia dan Kontaminan•SK Men-KP No. 52/ 2014 tentang Klasifikasi Obat Ikan•SK Men-KP No. 02/ 2007 tentang Cara Budidaya Ikan yang Baik
www.company.com
Hasil Studi Kualitatif (3)
Sosialisasi Kebijakan dan Pedoman
Sektor Kesehatan Sektor Peternakan Sektor Perikanan
•Sosialisasi Permenkes No. 2406/2011 belum berjalan baik•Pedoman dan SOP hanya untuk dokumen akreditasi•Sosialisai FORNAS dan POR telah berjalan baik
• Sosialisasi langsung ke masyarakat dan temu lapangan, melalui surat edaran, pertemuan dan bimbingan teknis
• Materi sosialisasi meliputi produk hewan yang ASUH dan penyakit hewan, bahaya menyuntik sendiri hewan ternak dan informasi residu AB di hewan ternak
•Sosialisasi langsung ke masyarakat dan temu lapang.•Materi sosialisasi meliputi peraturan baru, obat ikan, bahan kimia dan biologi
www.company.com
Hasil Studi Kualitatif (4)
Pelaksanaan Kebijakan dan Pedoman
Sektor Kesehatan Sektor Peternakan Sektor Perikanan
•PPRA sudah berjalan di beberapa RS pendidikan•Kurangnya dukungan direktur & manajemen RS•POR baru menyentuh tenaga farmasi belum menyentuh dokter shg efektifitas belum terlihat•FORNAS dapat mengendalikan penggunaan AM•Peningkatan kerasionalan penggunaan AM di puskesmas yg menjalankan MTBS
• Masih ada peraturan yang tidak sinkron dengan peraturan lainnya
• Keterbatasan SDM Profesional
• Cara penggunaan AB tidak sesuai (rute IV/ IM diberikan per oral, AB sebagai profilaksis penyakit)
• Masalah hewan ternak belum diprioritaskan (fokus masih pada ketahanan pangan)
•Kesulitan dalam melakukan edukasi ke pembudidaya•Dinas Perikanan belum bisa melaksanakan penetapan residu obat, harus dikirim ke balai karantina atau universitas•Pelaksanaan standar berbeda-beda tergantung negara tujuan•Masih ditemukan obat ikan tidak terdaftar•Banyaknya UPT menjadi kedala dalam monitoring
www.company.com
Hasil Studi Kualitatif (5)
Monitoring dan Evaluasi Kebijakan
Sektor Kesehatan Sektor Peternakan Sektor Perikanan
•Monev POR di Puskesmas dilaksanakan oleh hampir semua Dinas Kesehatan•Evaluasi kepatuhan pada FORNAS dan Formularium RS telah dilakukan di beberapa RS•Evaluasi penggunaan AM baru dilakukan di RS yang sudah memiliki PPRA
• Evaluasi penggunaan obat, yaitu sediaan obat yang paling banyak digunakan
• Pemeriksaan residu AB pada daging sapi dan ayam secara sampling
•Evaluasi cara budidaya ikan yang baik•Monev dari Balai Karantina Bandara tiap 6 bulan•Pengujian residu rutin tiap tahun pada udang di tambak•Monev oleh UniEropa tiap 2 tahun secara sampling pada beberapa provinsi
www.company.com
Hasil Studi Kualitatif (6)
Wawancara Pasien/ Keluarga Pasien di 25 RS pada 8 Provinsi
www.company.com
Rationale
• Perencanaan dan pengelolaan obat yang kurang baik berdampak terhadap penggunaan AM yang irasional
• Masih diperlukan peningkatan kualitas SDM Medis dan para medis
• Penggunaan AM yang sesuai dengan Fornas membantu rasionalisasi penggunaan AM
• Standard MTBS membantu rasionalisasi penggunaan AM
• Kasus MDR TB dilaporkan cukup banyak
• Belum ada sistem informasi mengenai resistensi AM
• Pedoman mengenai penggunaan AM belum tersosialisasi dengan baik
Severity masalah
tinggi
INTERNAL
-Tingginya prevalensi resistensi AM
-Belum ada penemuan baru AM
-Terdapat New Emerging Infectious Diseases
-Belum ada Kebijakan Nasional untuk memecahkan masalah AMR
EKSTERNAL
Tekanan dari Badan
Kesehatan Dunia
www.company.com
Analisis Situasi Internal
Komunitas kesehatan- Tenaga kesehatan : dokter, apoteker, perawat,
bidan yang melakukan pengobatan irasional- Konsumen: belum sadar (aware) dan ingin
pengobatan instan- Informasi terkait penggunaan AM ke masyarakat
masih kurang- Kemudahan akses untuk memperoleh AM- Belum jelas tugas, fungsi, kewenangan dari
masing-masing unit teknis baik di tingkat pusat maupun daerah untuk penanganan antimikroba
- Pengawasan dari pihak-pihak terkait masih lemah
- Sosialisasi kebijakan terkait AM masih sangat kurang
www.company.com
Analisis Situasi Eksternal
- Interest/kepentingan industri farmasi - Interest/kepentingan faskes swasta- Koordinasi lintas sektor masih sangat kurang:
kesehatan & pertanian/peternakan & perikanan- Isu AM belum menjadi prioritas bagi sektor
peternakan dan perikanan- Kurangnya dukungan pemda- Kurang sinkronisasi antara pusat dan daerah- Masyarakat belum teredukasi dengan baik
www.company.com
Analisis Gap
- Penetapan prioritas (Setting priority) masih kurang karena hanya terbatas SK Kementerian/Lembaga
- Belum ada indikator yang dapat mengukur penggunaan AM rasional, baru sebatas POR untuk diare non spesifik dan ISPA non pneumonia di puskesmas
- Masih diperlukan penguatan kewenangan Komite PPRA untuk mendukung pengendalian AMR
- Sosialisasi kebijakan dan pedoman yang ada belum optimal
- Peraturan yang ada belum terimplementasi dengan baik
www.company.com
Isu Kebijakan
- Edukasi masyarakat - Meningkatkan pengawasan- Mengoptimalkan BPJS sebagai alat kontrol- Adanya linkage policy antar sektor mengenai
AM: Kemenkes, Kementan, KKP dan Pemda- Instrumen pengawasan terhadap distribusi AM
diperkuat- Pemberdayaan masyarakat, Menko Info, LSM- Memfasilitasi gerakan pengendalian AMR
www.company.com
Opsi Kebijakan
Masyarakat Tenaga Kesehatan Pemerintah
Edukasi Masyarakat Pembinaan oleh organisasi profesi agar nakes medis, farmasi dan nakes lain menjalankan tugassecara profesional
Memperkuat instrumen pengawasanterhadap distribusi AM
Pemberdayaan Masyarakat: Gerakan penggunaan AB secara rasional untuk menyelamatkan situasi saat ini dan generasi mendatang
Pengayaan kurikulum pendidikan bagi dokter, apoteker, dan nakes lain
Mengeluarkan SK bersama antar Kementerian terkaityg langsung mengatur tugas dan kewenangan unit teknis tentang penggunaan AM yg rasional
Mengeluarkan Payung hukum yang lebih tinggi sebagai Kebijakan Nasional tentang Resistensi Antimikroba yang dapat ditindak lanjuti dengan Perda
6
www.company.com
Rekomendasi Kebijakan
Edukasi MasyarakatPengayaan kurikulum pendidikan bagi
dokter, apoteker, dan nakes lainMemperkuat instrumen pengawasan
terhadap distribusi AMMengeluarkan Payung hukum yang lebih
tinggi sebagai Kebijakan Nasional tentang Resistensi Antimikroba yang dapat ditindak lanjuti dengan Perda
7