SPT TAHUNAN PPH BADAN TERKAIT PENYAMPAIAN SURAT PERNYATAAN HARTA
(SPH) UNTUK PENGAMPUNAN PAJAK
Aula KPP Madya Jakarta Utara Lt.3
Selasa, 14 Maret 2017
Pasal 28 ayat (7)
Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas
catatan mengenai harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung
besarnya pajak yang terutang.
Memori penjelasan Pasal 28 ayat (7)
Pembukuan harus diselenggarakan dengan cara
atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia,
misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan,
kecuali peraturan perundang-undang
perpajakan menentukan lain.
Undang-Undang KUP
Pembukuan
Pembukuan Harta Bersih Tambahan
Undang-Undang Pengampunan Pajak
PMK 118/PMK.03/2016 stdd. PMK141/PMK.03/2016
Pasal 45 ayat (1)
• Wajib Pajak yang mengikuti Pengampunan Pajak dan diwajibkan menyelenggarakan pembukuan menurut ketentuan Undang-Undang mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, harus membukukan selisih antara nilai Harta bersih yang disampaikan dalam Surat Pernyataan dikurangi dengan nilai Harta bersih yang telah dilaporkan oleh Wajib Pajak dalam SPT PPh Terakhir, sebagai tambahan atas saldo laba ditahan dalam neraca.
Pasal 14 ayat (1)
• Bagi Wajib Pajak yang diwajibkan menyelenggarakan pembukuan menurut ketentuan Undang-Undang mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, harus membukukan selisih antara nilai Harta bersih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) yang disampaikan dalam Surat Pernyataan dikurangi dengan nilai Harta bersih yang telah dilaporkan oleh Wajib Pajak dalam SPT PPh Terakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a, sebagai tambahan atas saldo laba ditahan dalam neraca.
Pembukuan Harta dan Utang
Pada prinsipnya penyajian Harta dan Utang dalam Laporan Posisi Keuangan mengikuti
ketentuan yang diatur dalam SAK, kecualiketentuan perpajakan mengatur lain.
Penyajian Harta Bersih tambahan mengikuti ketentuan yang diatur dalam UU Pengampunan Pajak dan peraturan
pelaksanaannya:
tambahan atas saldo R/E
Undang-Undang Pengampunan Pajak
Pasal 6 ayat (4):
• Nilai Harta tambahan yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditentukan dalam mata uang Rupiah berdasarkan nilai nominal untuk Harta berupa kas atau nilai wajar untuk Harta selain kas pada akhir Tahun Pajak Terakhir.
Memori Penjelasan Pasal 6 ayat (4)
• Yang dimaksud dengan “nilai wajar” adalah nilai yang menggambarkan kondisi dan keadaan dari aset yang sejenis atau setara berdasarkan penilaian Wajib Pajak. Nilai Wajar dimaksud dicatat sebagai harga perolehan Harta yang dilaporkan paling lambat pada Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2017.
Pasal 6 ayat (5)
• Dalam hal nilai Harta tambahan menggunakan satuan mata uang selain Rupiah, nilai Harta tambahan ditentukan dalam mata uang Rupiah berdasarkan:
• nilai nominal untuk Harta berupa kas; atau
• nilai wajar pada akhir Tahun Pajak Terakhir untuk Harta selain kas,
• dengan menggunakan kurs yang ditetapkan oleh Menteri untuk keperluan penghitungan pajak pada akhir Tahun Pajak Terakhir.
Nilai Harta Tambahan
Lampiran ASPH
Harta
Utang
Tahun Perolehan Sebenarnya
Kas/Setara Kas
Selain Kas/Setara Kas
Nilai Nominal Akhir Tahun Pajak
Harga Perolehan
Tahun Pinjaman Sebenarnya
Sisa Utang pada Akhir Tahun Pajak yang Masih Harus Dilunasi
Lampiran B, C, dan D SPH
Harta
Utang
Tahun Surat Keterangan Diterbitkan
Kas/Setara Kas
Selain Kas/Setara Kas
Nilai Nominal Akhir Tahun Pajak
Nilai Wajar pada SPH
Tahun Surat Keterangan Diterbitkan
Sisa Utang pada Akhir TahunPajak yang Masih Harus Dilunasi
Kurs Akhir Tahun Pajak, dalam hal
mata uang selain Rp
Perlakuan atas Uang Tebusan
Uang Tebusan yang dibayarkan sehubungan dengan program Pengampunan Pajak, tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto Wajib Pajak (dibiayakan), sehingga harus
dikoreksi positif oleh Wajib Pajak
Penyusutan dan Amortisasi
Pasal 14 ayat (2)
Harta tambahan yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf b yang berupa aktiva tidak
berwujud, tidak dapat diamortisasi untuk tujuan
perpajakan.
Pasal 14 ayat (3)
Harta tambahan yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf b yang berupa aktiva berwujud, tidak dapat disusutkanuntuk tujuan perpajakan.
Undang-Undang Pengampunan Pajak
Keuntungan/Kerugian Selisih Kurs
Keuntungan atau kerugian selisih kurs
mata uang asing diakui sebagai penghasilan atau
biaya berdasarkan sistem pembukuan yang
dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai
dengan Standar Akuntansi Keuangan
yang berlaku di Indonesia.
Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing yang berkaitan langsung dengan usaha Wajib Pajak yang:• dikenakan Pajak Penghasilan
yang bersifat final; atau• tidak termasuk objek pajak,
tidak diakui sebagai penghasilan atau biaya.
Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing yang tidak berkaitan langsung dengan usaha Wajib Pajak yang:• dikenakan Pajak Penghasilan
yang bersifat final; atau• tidak termasuk objek pajak,
diakui sebagai penghasilan atau biaya sepanjang biaya tersebut dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
PSAK Terkait
PSAK 70: Akuntansi Aset dan Liabilitas
Pengampunan Pajak
PSAK 25: Kebijakan Akuntansi, Perubahan
Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan
PSAK Relevan, termasuk tapi tidak
terbatas pada: PSAK 13, PSAK 14, PSAK 15, PSAK
16, PSAK 19, PSAK 55
Highlight PSAK 70: Aset dan Liabititas Pengampunan Pajak
Mengikuti SAK yang berlaku:
Mengakui Aset dan Liabilitas sesuai ketentuan PSAK 25, sehingga akan dilakukan koreksi atas R/E.
Mengikuti PSAK 70 (ketentuan khusus):
Mengakui Aset dan Liabilitas sebesar nilai Aset dalam Surat Keterangan, sehingga selisih antara Aset dan Liabilitas Pengampunan
Pajak akan disajikan dalam tambahan modal disetor. *
* UU Pengampunan Pajak dan PMK 118/PMK.03/2016 stdd. PMK 141/PMK.03/2016: tambahan atas R/E .
Kebijakan Akuntansi
Terima Kasih