i
SKRIPSI
STRATEGI KOMUNIKASI PERSUASIF DALAM
MEMINIMALISIR KASUS PERCERAIAN DI KABUPATEN
GOWA
NURFAHMI
105650002215
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
ii
STRATEGI KOMUNIKASI PERSUASIF DALAM MEMINIMALISIR
KASUS PERCERAIAN DI KABUPATEN GOWA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Ilmu Komunikasi
Disusun dan Diajukan oleh
NURFAHMI
Nomor Stambuk : 105650002215
Kepada
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
iii
iv
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama Mahasiswa : Nurfahmi
Nomor Stambuk : 105650002215
Program Studi : Ilmu Komunikasi
Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tanpa
bantuan dari pihak lain atau ditulis/dipublikasikan orang lain atau melakukan
plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian
hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik
sesuai aturan yang berlaku, sekalipun ini pencabutan gelar akademik.
Makassar, November 2020
yang Menyatakan,
Nurfahmi
vi
ABSTRAK
Nurfahmi. Strategi Komunikasi Persuasif dalam Meminimalisir Kasus
Perceraian Di Kabupaten Gowa. (dibimbing oleh Anwar Parawangi dan
Syukri).
Strategi komunikasi Salah satu bentuk komunikasi paling mendasar
yaitu komunikasi persuasif, yakni proses mempengaruhi sikap, pendapat
dan perilaku orang lain, baik secara verbal maupun nonverbal. Salah satu
upaya yang dilakukan oleh Pengadilan Agama yaitu dengan mediasi,
dimana dalam mediasi ini hakim sebagai mediator diharapkan untuk
mendamaikan pasangan suami-istri yang sedang dalam proses perceraian.
Penerapan mediasi ini diharapkan dapat memperkuat keterlibatan para
pihak dalam proses penyelesaian perceraian, sehingga tidak ada istilah
kalah ataupun menang dalam sidang karena mediasi bertujuan untuk
mendamaikan para pihak yang bercerai.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi komunikasi
persuasif dalam meminimalisir kasus perceraian di Kabupaten Gowa,
untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya perceraian serta untuk
mengetahui hambatan komunikasi pada strategi komunikasi persuasif
dilakukan. Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif yakni suatu
bentuk penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran umum dari
berbagai data lapangan yang dikumpul secara objektif dengan tipe
deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi,
wawancara terhadap sejumlah informan dan dokumentasi Analisis data
yang digunakan menggunakan model analisa interaktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi komunikasi yang
dilakukan oleh Pengadilan Agama Kabupaten Gowa cukup baik namun
belum dapat dikatakan optimal karena peningkatan data statistik putusan
perceraian setiap tahun masih terus meningkat. Artinya, strategi
komunikasi persuasif Pengadilan Agama Kabupaten Gowa belum bisa
meminimalisir kasus perceraian. Hal ini dapat dilihat dari tiga komponen
strategi persuasif (1) Kognitif yakni Pengetahuan suami istri tentang
pernikahan dan perceraian, (2) Afektif yaitu kesadaran akan konsekuensi
dari perceraian, (3) Konatif yakni sikap suami istri untuk kembali rujuk
dengan kata lain batal untuk bercerai. Faktor penyebab terjadinya
perceraian ialah (1) Perselisihan dan Pertengkaran, (2) Pihak laki-laki
menjadi pemabuk dan penjudi, (3) Pihak istri memiliki penyakit sehingga
tidak mampu menjalankan kewajibannya sebagai istri, (4) Pihak Laki-laki
melakukan kekejaman atau penganiayaan berat dan (5) Pernikahan
dibawah umur. Hambatan selama proses komunikasi yakni (1) Psikologis
(kondisi psikologis) dan (2) antropologis (perbedaan ‘bahasa ibu’) antara
mediator dan pihak suami istri.
Kata Kunci: Komunikasi Persuasif, Kasus Perceraian
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil ‘Aalamin Penulis panjatkan puji syukur kepada
Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena berkat karunia dan izin-Nyalah sehingga
Penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Strategi Komunikasi
Persuasif dalam Meminimalisir Kasus Perceraian Di Kabupaten Gowa”.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat dalam
memperoleh gelar sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
Salam dan shalawat semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah
Muhammad Shallallaahu ‘alaihi Wasallam, sosok pemimpin yang membawa
umatnya dari zaman kebodohan ke zaman yang beradab dan modern.
Penulis menyadari atas keterbatasannya, bahwa masih banyak terdapat
kekurangan dalam Skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan
kritik yang bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan Skripsi ini.
Disadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa
bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah
jika Penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Kedua
orang tua penulis yaitu Ayahanda Jumzah Manang dan Marwati beserta keluarga
yang telah banyak membantu baik moril maupun materil sehingga Penulis dapat
menyelesaikan Skripsi ini. Bapak Dr. H. Anwar Parawangi, M.Si. selaku Dosen
Pembimbing I dan Bapak Syukri, S.Sos., M.Si. selaku Dosen Pembimbing II yang
selama ini telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan
Penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
viii
Bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar, Ibu Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si. selaku Dekan
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Makassar. Bapak
Dr. H. Muh. Tahir, M.Si. selaku Ketua Jurusan Program Studi Ilmu Komunikasi
dan Dian Muhtadiah Hamna, S.IP M.I.Kom., selaku Sekretaris Jurusan Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah
Makassar. Segenap Dosen dan seluruh jajaran Staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah banyak memberikan
pengetahuan di mulai dari semester awal hingga semester akhir.
Teman seperjuangan di Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2015,
terkhusus Kelas IK-01, yang telah menjadi teman seperjuangan selama masa
perkuliahan. Untuk sahabat perjuangan selama pembuatan skripsi, Yuyun
Asmaningsih, A. Nilakanti Nur, Indrianti, Riveni Wajdi, Susilawati, Dini Iryani
Hakim, Sumarni, Selviana, Jusmianti. Teman dan Senior terbaik Nurwinda M.S,
Andi Muh Fikram Aditama Wildan, Nur Eka Puspitasari Muchatar, yang selalu
sabar dan memberikan motivasi dan saran kepada penulis. Kepada semua pihak
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya tak ada gading yang tak retak, tak ada ilmu yang memiliki
kebenaran mutlak, tak ada kekuatan dan kesempurnaan, semuanya hanyalah
milik Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena itu kritik dan saran yang sifatnya
membangun guna penyempurnaan dan perbaikan Skripsi ini senantiasa
dinantikan dengan penuh keterbukaan.
ix
Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala membalas kasih sayang, cinta dan
ketulusan yang telah dicurahkan kepada kita semua. Aamiin
Wassalamu ‘Alaikum Warohmatullah Wabarokatuh
Makassar, November 2020
Nurfahmi
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
HALAMAN PENGAJUAN SKRIPSI ................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN................................................................ iii
HALAMAN PENERIMAAN TIM ........................................................ iv
HALAMAN PERNYATAAN ................................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ............................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................ x
DAFTAR TABEL.................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian................................................................... 5
D. Kegunaan Penelitian ............................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 7
A. Penelitian Terdahulu ............................................................. 7
B. Konsep dan Teori Strategi Komunikasi Persuasif................. 8
C. Kerangka Pikir....................................................................... 33
D. Fokus Penelitian .................................................................... 34
E. Deskripsi Fokus Penelitian .................................................... 34
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................ 36
A. Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................ 36
B. Jenis dan Tipe Penelitian ....................................................... 36
C. Informan Penelitian ............................................................... 37
D. Teknik Pengumpulan Data .................................................... 38
E. Teknik Analisis Data ............................................................. 39
F. Keabsahan Data ..................................................................... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................ 43
A. Gambaran Umum .................................................................. 43
B. Hasil Penelitian ..................................................................... 69
C. Pembahasan........................................................................... 87
BAB V PENUTUP .................................................................................... 93
A. Kesimpulan ........................................................................... 93
B. Saran ..................................................................................... 94
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
A. Tabel 4.1 Daftar Kecamatan, Kelurahan dan Desa pada
Wilayah Hukum Pengadilan Agama Sungguminasa .................... 55
B. Tabel 4.2 Struktur Organisasi ....................................................... 61
C. Tabel 4.3 Data Perkara Perceraian dan Putusan
Tahun 2017-2019 .......................................................................... 62
D. Tabel 4.4 Data Perkara Perceraian dan Putusan Tahun 2017 ....... 62
E. Tabel 4.5 Data Perkara Perceraian dan Putusan Tahun 2018 ....... 63
F. Tabel 4.6 Data Perkara Perceraian dan Putusan Tahun 2019 ....... 63
G. Tabel 4.7 Karakteristik Informan Berdasarkan Jabatan/Profesi ... 70
H. Tabel 4.8 Karakteristik Informan Berdasarkan Tingkat Usia ....... 70
I. Tabel 4.9 Karakteristik Informan Berdasarkan Tingkat
Pendidikan ..................................................................................... 70
J. Tabel 4.10 Karakteristik Informan Berdasarkan Lama
Pernikahan ..................................................................................... 71
K. Tabel 4.11 Karakteristik Informan Berdasarkan Status
Pernikahan ..................................................................................... 71
xii
DAFTAR GAMBAR
A. Gambar 2.1 Kerangka Pikir........................................................... 34
B. Gambar 4.1 Kondisi Geografis ..................................................... 43
C. Gambar 4.2 Peta Administrasi ...................................................... 54
D. Gambar 4.3 Struktur Organisasi Pengadilan Agama
Sungguminasa Kelas IB ................................................................ 60
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi merupakan suatu hal yang tidak bisa lepas dari kehidupan
manusia. Mulai dari interaksi dalam kegiatan sehari-hari, hingga
pengembangan ilmu di berbagai bidang, tentu membutuhkan aktivitas
komunikasi. Dalam proses komunikasi tersebut, terjadi transmisi dan
interpretasi oleh komunikan. Proses tersebut tentunya diharapkan terjadinya
efek berupa perubahan kepercayaan, sikap dan tingkah laku komunikan yang
lebih baik.
Menurut Undang-undang Perkawinan, yang dikenal dengan Undang-
Undang No. 1 tahun 1976, yang dimaksud dengan perkawinan yaitu:
"Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.". Islam
memandang dan menjadikan pernikahan itu sebagai basis suatu masyarakat
yang baik dan teratur, sebab pernikahan tidak hanya dipertalikan oleh ikatan
lahir saja, tetapi juga dengan ikatan batin. Islam juga mengajarkan bahwa
pernikahan bukanlah ikatan yang biasa seperti perjanjian jual beli, melainkan
suatu perjanjian suci antara kedua belah pihak yang disatukan menjadi suami
istri atas nama Allah.
Keluarga adalah sebuah kelompok manusia terkecil yang didasarkan
atas ikatan perkawinan, sehingga membentuk sebuah rumah tangga. Untuk
1
2
bisa melangsungkan suatu pernikahan harus memenuhi syarat sahnya
pernikahan. Dengan demikian pernikahan sah, jika dilakukan sesuai hukum
masing-masing agama dan kepercayaannya (UU No.1 Tahun 1974, Pasal 2
Ayat 1).
Mewujudkan keluarga yang harmonis dibutuhkan rasa saling
pengertian dan kasih sayang antara suami dan istri. Mengarungi kehidupan
rumah tangga tidaklah mudah, sering terjadi pasangan suami istri itu gagal
dalam menjaga keharmonisan rumah tangganya karena menemui beberapa
permasalahan dengan berbagai macam penyebabnya. Permasalahan tersebut
kadang tidak dapat diselesaikan sehingga berakhir dengan perceraian.
Perceraian menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.1 tahun
1974 pasal 39 Ayat (1) dan (2) tentang dasar hukum perceraian bahwa
perceraian dapat dilakukan di depan sidang pengadilan jika yang
bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
Selain itu, untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara
suami istri tidak akan hidup rukun sebagai suami istri. Selain itu, dalam
Undang-undang tentang Peraturan Pemerintah Nomor 9 Pasal 19 Tahun 1975
berbunyi tentang faktor-faktor terjadinya perceraian.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa perceraian
merupakan pemutusan hubungan pernikahan karena keinginan kedua belah
pihak, yang dilakukan atas keinginan suami atau istri berdasarkan keputusan
pengadilan yang mengakibatkan status suami atau istri berakhir. Perceraian
3
terjadi karena kegagalan dalam mencapai tujuan pernikahan yang bahagia,
kekal, dan sejahtera.
Berdasarkan observasi awal yang Penulis lakukan di Pengadilan
Agama Kabupaten Gowa, data putusan perceraian yang terjadi di Kabupaten
Gowa selama 3 tahun terakhir selalu mengalami peningkatan. Putusan itu
terdiri dari perkara cerai talak dan putusan perkara cerai gugat. Mulai dari
tahun 2017 hingga 2019. Di tahun 2017 sebanyak 151 putusan cerai talak dan
berada di angka 597 cerai gugat. Dan meningkat di tahun berikutnya yakni di
tahun 2018 sebanyak 167 putusan cerai talak dan 888 cerai gugat. Pada tahun
2019 justru statistiknya semakin meningkat lagi pada angka 189 cerai talak
dan 953 cerai gugat. Tingkat perceraian yang cukup tinggi ini terbukti dengan
data-data yang tercatat di Pengadilan Agama, hal ini juga dapat dibuktikan
bila mengunjungi Pengadilan Agama selalu ramai dengan orang-orang yang
menunggu sidang cerai.
Menyikapi hal yang diuraikan di atas sudah seharusnya pihak-pihak
yang terlibat baik itu keluarga pihak istri maupun suami, tokoh masyarakat,
tokoh agama serta pengadilan agama sepatutnya memberikan perhatian
dengan pendekatan-pendekatan persuasif guna meminimalisir tingkat
perceraian. Komunikasi persuasif mempunyai kesamaan dengan mengajar
yakni membantu seseorang untuk memahami atau menyetujui. Dalam
komunikasi persuasif penyampaian pesan dapat dibantu dengan
menggunakan aturan klasik belajar, pengaruh, asosiasi mendatang, rasa
memiliki dan repitisi. Pesan merupakan unsur penting dalam proses
4
komunikasi persuasif. Keberhasilan komunikasi persuasif yang dilakukan
akan berdampak pada perubahan sesuai dengan konteksnya yaitu bertujuan
untuk mempengaruhi kepercayaan, sikap dan perilaku seseorang
Salah satu upaya yang dilakukan oleh Pengadilan Agama yaitu
dengan mediasi, dimana dalam mediasi ini hakim sebagai mediator
diharapkan untuk mendamaikan pasangan suami-istri yang sedang dalam
proses perceraian. Suami istri yang sudah mengajukan perceraian ke
Pengadilan Agama tetapi demi mempertahankan pernikahan mereka berupaya
mencegah terjadinya perceraian maka usaha perdamaian dilakukan oleh
Pengadilan Agama yaitu mediasi. Penerapan mediasi ini diharapkan dapat
memperkuat keterlibatan para pihak dalam proses penyelesaian sengketa,
sehingga tidak ada istilah kalah ataupun menang dalam sidang karena mediasi
bertujuan untuk mendamaikan para pihak yang bersengketa.
Penerapan komunikasi persuasif kini tidak hanya sebagai sebuah
sarana untuk pesan semata tetapi juga sudah berkembang menjadi hal penting
dalam mengelola hubungan antar manusia. Permasalahan ada yang
diselesaikan secara baik-baik atau kekeluargaan. Permasalahan juga ada yang
diselesaikan melalui jalur hukum. Melalui lembaga peradilan dengan
melibatkan hakim dalam penyelesaiannya. Salah satunya yaitu menyelesaikan
sebuah permasalahan dalam mediasi kasus perceraian, hakim menggunakan
strategi komunikasi persuasif sebagai penyelesaian kasus perceraian agar
kedua belah pihak berakhir damai.
5
Berangkat dari hal ini Penulis kemudian terdorong untuk
melaksanakan penelitian tentang strategi komunikasi persuasif dalam
meminimalisir kasus perceraian di Kabupaten Gowa dan faktor apa saja yang
menjadi penyebab dari perceraian yang terjadi dalam masyarakat serta untuk
meneliti apa saja yang menjadi hambatan selama proses percerceraian di
Kabupaten Gowa. Dengan itu Penulis tertarik melakukan penelitian dengan
judul “Strategi Komunikasi Persuasif Dalam Meminimalisir Kasus Perceraian
di Kabupaten Gowa”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana strategi komunikasi persuasif dalam meminimalisir kasus
perceraian di Kabupaten Gowa?
2. Apa saja faktor penyebab terjadinya perceraian di Kabupaten Gowa?
3. Apa saja hambatan komunikasi dalam meminimalisir kasus perceraian di
Kabupaten Gowa?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarakan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui strategi komunikasi persuasif dalam meminimalisir
kasus perceraian di Kabupaten Gowa
6
2. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya perceraian di Kabupaten
Gowa
3. Untuk mengetahui hambatan komunikasi dalam meminimalisir kasus
perceraian di Kabupaten Gowa
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini, adalah sebagai berikut:
1. Kegunaan Praktis
Penulis berharap, penelitian ini dapat memberikan bahan masukan
dan pertimbangan kepada masyarakat terkhusus masyarakat Kabupaten
Gowa dalam meminimalisir tingkat perceraian. Diharapkan dapat menjadi
tambahan wawasan dan pengalaman bagi Penulis dalam mengaplikasikan
teori yang telah didapat dan mampu memadukan dengan realitas yang
terjadi di lapangan.
2. Kegunaan Akademi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang
strategi komunikasi dalam meminimalisir perceraian serta sebagai acuan
dalam kegiatan penelitian berikutnya.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang digunakan penulis adalah sebagai dasar
dalam penyusunan penelitian. Tujuannya adalah untuk mengetahui hasil
yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu, sekaligus sebagai perbandingan
dan gambaran yang dapat mendukung kegiatan penelitian berikutnya yang
sejenis. Kajian yang digunakan yaitu mengenai komunikasi persuasif
kognitif, afektif dan konatif dan perceraian. Berikut ini adalah rincian terkait
dengan penelitian terdahulu:
1. Penelitian oleh Wahyu Mharfin (2015) “Komunikasi Persuasif Badan
Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan pada Pasangan yang
Ingin Bercerai Di Kota Pekanbaru” menyatakan bahwa komunikasi
persuasif yang dilakukan yaitu: 1) Pihak penasehat memahamkan pihak
suami istri tentang pernikahan dalam Islam, 2) Komunikasi dilakukan
secara tatap muka (face to face) dan mediasi melalui telepon. 3) Penasehat
berusaha untuk mencarikan solusi (melakukan teknik-teknik persuasif)
dari permasalahan tanpa melakukan perceraian meskipun kedua pasangan
tersebut menginginkan perceraian.
2. Penelitian oleh Misbahul Jannah (2018) “Strategi Komunikasi Persuasif
Tokoh Masyarakat dalam Proses Resolusi Konflik Rumah Tangga (Studi
Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya)” menyatakan bahwa tokoh
masyarakat menggunakan strategi komunikasi yang hampir sama yaitu
7
8
melakukan komunikasi yang baik serta komunikasi persuasif,
musyawarah antara sesama tokoh masyarakat terhadap konflik yang
terjadi, memanggil kedua belah pihak yang bersangkutan dan meminta
bantuan keluarga dari kedua belah pihak tersebut.
B. Konsep dan Teori Strategi Komunikasi Persuasif
1. Strategi Komunikasi
Kata strategi berasal dari bahasa Yunani klasik yaitu “stratos”
berarti tentara dan kata “agein” yang artinya memimpin. Dengan
demikian, strategi dimaksudkan ialah memimpin tentara. Kemudian
muncul kata strategos yang berarti pemimpin tentara pada hirarki atas.
Jadi strategi merupakan konsep militer yang bisa diartikan sebagai seni
perang para jenderal atau suatu rencana yang terbaik untuk memenangkan
peperangan. Dalam strategi ada prinsip yang harus dicamkan, yaitu "Tidak
ada sesuatu yang berarti segalanya kecuali mengetahui apa yang akan
dilakukan musuh, sebelum musuh melakukannya”.
Strategi adalah perencanaan (planning) dan manajemen untuk
mencapai suatu tujuan. Tetapi untuk mencapai tujuan tersebut, strategi
tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah saja,
melainkan harus mampu menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya.
Demikian pula dengan strategi komunikasi yang merupakan panduan
perencanaan komunikasi dengan manajemen komunikasi untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
9
Menurut Cangara (2013:64) seorang pensiunan jenderal Prusia
dalam bukunya On War merumuskan strategi adalah “suatu seni memakai
sarana pertempuran untuk mencapai tujuan perang”. Istilah komunikasi
berasal dari bahasa latin communis berarti menciptakan kebersamaan
antara dua orang atau lebih. Komunikasi juga berasal dari akar kata
communico yang artinya membagi.
Komunikasi ada dalam segala aktivitas hidup kita. Bentuknya bisa
berupa tulisan, lisan, gambar, isyarat, kata-kata yang dicetak, simbol
visual, audio visual, rabaan, suara, kimiawi, komunikasi dengan diri
sendiri, kelompok, organisasi, antarpersona, dialogis, dan lain-lain. Istilah
komunikasi berasal dari perkataan Latin communicare, yang berarti
berpartisipasi, memberitahukan, atau menjadi milik bersama. Dalam
definisi komunikasi yang dikemukakan beberapa ahli, walaupun
pengungkapannya beragam, namun terdapat kesamaan telaah atas
fenomena komunikasi. Kesamaan tersebut nampak dalam isi yang
tercakup di dalamnya, yaitu adanya komunikator, komunikan, pesan,
media/saluran, umpan balik, efek, dampak serta adanya tujuan dan
terbentuknya pengertian bersama.
Cangara (2013:35) seorang pakar sosiologi pedesaan Amerika
yang kemudian lebih banyak memberi perhatian pada studi riset
komunikasi khususnya dalam hal penyebaran inovasi membuat definisi
komunikasi, yakni: “Komunikasi merupakan proses di mana suatu ide
10
dialihkan dari sumber ke satu atau lebih penerima dengan tujuan
mengubah perilaku mereka.”
Suryadi (2018:6) menyatakan bahwa "strategi komunikasi adalah
pedoman dari perencanaan komunikasi (communication planning) dan
manajemen (communications management) untuk mencapai suatu tujuan.
Untuk mencapai tujuan tersebut strategi komunikasi harus bisa
memperlihatkan bagaimana operasionalnya secara taktis harus dilakukan,
dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-waktu
bergantung pada situasi dan kondisi." Lebih lanjut Suryadi (2018:7),
strategi komunikasi terdiri dari dua aspek penting yang harus dipelajari
dan dipahami dengan baik, yaitu strategi yang dimaknai secara makro
(Planned multimedia strategy) dan secara mikro (single communication
medium strategy).
Selanjutnya, dari kedua aspek tersebut memiliki fungsi ganda,
yaitu 1) menyebarkan pesan komunikasi yang informatif, persuasif, dan
instruktif secara sistematis kepada sasaran untuk mendapatkan hasil yang
optimal; 2) menjembatani cultural gap, contohnya suatu program yang
berasal dari produk kebudayaan lain dianggap baik untuk diterapkan dan
menjadikan milik kebudayaan sendiri sangat tergantung dari bagaimana
strategi mengemas infor masi tersebut dalam komunikasinya.
Dari pendapat tersebut terlihat bahwa makna strategi komunikasi
lebih cenderung mengarah pada upaya mengemas pesan untuk dapat
dikomunikasikan secara efektif. Selanjutnya, Suryadi menyimpulkan
11
(2018:7) Sesungguhnya suatu strategi merupakan keseluruhan dari putusan
kondisional tentang tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan.
Jadi, merumuskan strategi komunikasi merupakan mempertimbangkan
kondisi dan situasi (ruang dan waktu) yang dihadapi dan yang akan
mungkin dihadapi di masa yang akan datang untuk mencapai efektivitas.
Dengan strategi komunikasi ini berarti dapat ditempuh beberapa cara
menggunakan komunikasi secara sadar untuk menciptakan efektifitas.
Strategi komunikasi dapat dimaknai sebagai suatu kondisi kesesuaian
antara harapan dengan kenyataan dalam konteks komunikasi
antarmanusia, lingkungan, media untuk mencapai tujuan hidupnya.
Menurut Suryanto (2015:50) menyatakan Komunikasi adalah
mekanisme yang menimbulkan pengetahuan dan berkembangnya
hubungan manusia, semua lambang pikiran bersama, sarana untuk
menyiarkannya dalam ruang dan merekam dalam waktu. Mekanisme ini
meluputi ekspresi wajah, gerak-gerik, suara, kata-kata, tulisan, percetakan,
kereta api, telegram, telepon, dan sebagainya yang merupakan penemuan
untuk menguasai uang dan waktu.
Menurut Suryanto (2015:51) menyatakan bahwa komunikasi
adalah proses yang menjadi dasar pertama memahami hakikat manusia.
Dikisahkan sebagai proses karena ada aktivitas yang melibatkan peranan
banyak elemen atau tahapan yang meskipun terpisah-pisah, tahapan ini
saling berkaitan sepanjang waktu. Contoh, dalam percakapan yang
12
sederhana, langkah, seperti pesan, pengiriman, penerimaan, dan
interpretasi terhadap pesan.
Menurut Cangara (2013:64) memberi batasan pengertian strategi
komunikasi sebagai suatu rancangan yang dibuat untuk mengubah tingkah
laku manusia dalam skala yang lebih besar melalui transfer ide-ide baru.
Seorang pakar perencanaan komunikasi Middleton dalam Cangara
(2013:64) membuat definisi dengan menyatakan “Strategi komunikasi
adalah kombinasi atau gabungan yang terbaik dari semua elemen
komunikasi mulai dari komunikator, pesan, saluran (media), penerima
sampai pada pengaruh (efek) yang dirancang untuk mencapai tujuan
komunikasi yang optimal.
Menurut Rachmadani (2013:216) menyatakan bahwa “Strategi
pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen
(management) untuk mencapai suatu tujuan. Demikianlah pula strategi
komunikasi yaitu petunjuk dari komunikasi (communication planning) dan
manajemen komunikasi (communication management) untuk memperoleh
suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut strategi komunikasi harus
dapat memperlihatkan bagaimana operasionalnya secara taktis patut
dilakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda
sewaktu-waktu tergantung situasi dan kondisi.
Adapun fungsi dan Strategi Komunikasi Uchjana (2017:32)
menjelaskan tentang fungsi dan strategi komunikasi. Strategi pada
hakikatnya merupakan perencanaan (planning) dan manajemen
13
(management) untuk mencapai suatu tujuan tersebut. Strategi komunikasi
harus bisa menunjukkan bagaimana operasionalnya secara praktis harus
dilakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda
kapan saja bergantung pada situasi dan kondisi.
Pertama adalah to secure understanding, memastikan bahwa
komunikan mengerti pesan yang diterimanya, Andaikata ia sudah bisa
mengerti dan menerima, maka orang yang menerima itu harus dibina (to
establish acceptance). Pada akhirnya kegiatan dimotivasikan (to motivate
action).
Strategi komunikasi sudah pasti bersifat makro yang dalam
prosesnya berlangsung secara vertikal piramidal. Orang yang
menyampaikan atau yang mengirim pesan, yaitu komunikator, ikut
menentukan suksesnya komunikasi. Dalam hubungan ini faktor source
credibility komunikator mengambil peranan yang sangat penting. Istilah
kredibilitas ini adalah istilah yang menunjukkan nilai terintegrasi dari
keahlian dan kelayakan dipercaya. Seorang komunikator memiliki
kredibilitas disebabkan oleh etos pada dirinya, yaitu apa yang dikatakan
Aristoteles – Dan yang hingga kini dijadikan pedoman adalah good
sennse, good moral, and good character dan kemudian oleh para
cendekiawan modern diformulalsikan menjadi itikad baik, kelayakan
untuk dipercaya, serta kecakapan atau keahlian.
Lebih lanjut Uchjana (2017:35-39) menjelaskan tentang korelasi
antarkomponen dalam strategi komunikasi. Komunikasi merupakan proses
14
yang sukar. Dalam rangka menyusun strategi komunikasi diperlukan suatu
pemikiran dengan memperhitungkan faktor-faktor penghambat. Yakni:
a. Mengenali sasaran komunikasi
Apapun metode, tujuan dan banyaknya sasaran, pada diri
komunikan perlu diperhatikan beberapa faktor seperti:
1) Faktor kerangka referensi atau kerangka sumber
Pesan komunikasi yang akan disampaikan kepada
komunikan harus di sesuaikan dengan kerangka referensi (frame of
reference). Kerangka referensi seseorang terbentuk dalam dirinya
sebagai hasil dan panduan pengalaman, gaya hidup, status sosial,
pendidikan, ideologi, norma hidup, cita-cita dan sebagainya.
Kerangka referensi seseorang akan berbeda dengan orang lain.
Ada yang berbeda secara ekstrem seperti antara murid SD
dengan seorang mahasiswa atau seorang petani dengan seorang
diplomat. Ada perbedaan yang gradual saja seperti seorang perwira
dengan seorang perwira lain yang sama-sama lulusan AKABRI.
2) Faktor situasi dan kondisi
Yang dimaksud dengan situasi di sini adalah situasi
komunikasi pada saat komunikan akan menerima pesan yang kita
sampaikan. Situasi yang bisa menghambat jalannya komunikasi
dapat diduga sebelumnya, dapat juga datang tiba-tiba pada saat
komunikasi sedang berlangsung. Sedangkan yang dimaksudkan
dengan kondisi di sini adalah state of personality komunikan, yaitu
15
keadaan fisik dan psikis komunikan pada saat ia menerima pesan
komunikasi. Komunikasi kita tidak akan efektif apabila
komunikan sedang marah, sedih, bingung, sakit atau lapar.
b. Pemilihan Media Komunikasi
Untuk mencapai tujuan komunikasi kita dapat memilih salah
satu atau gabungan dari beberapa media, tergantung pada tujuan yang
ingin dicapai, pesan yang akan disampaikan dan teknik yang akan
dipergunakan. Mana yang terbaik dari sekian banyak media
komunikasi itu tidak dapat dikonfirmasi dengan pasti karena media
komunikasi memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
c. Pengkajian Tujuan Pesan Komunikasi
Pesan komunikasi mempunyai tujuan tertentu. Ini menentukan
teknik yang harus diambil, apakah itu teknik informasi,teknik
persuasi, atau teknik instruksi. Pesan komunikasi terdiri atas isi pesan
(the content of the messages) dan lambang (symbol), isi pesan
komunikasi bisa satu, tetapi lambang yang dipergunakan bisa macam-
macam. Lambang yang bisa dipergunakan untuk menyampaikan isi
komunikasi ialah bahasa, gambar, warna, kial (gesture).
Dalam melancarkan komunikasi, kita harus berupaya
menghindarkan pengucapan kata-kata yang mengandung pengertian
konotatif. Jika terpaksa harus kita katakan dikarenakan tidak ada
perkataan lain yang tepat, maka kata tersebut yang diduga
mengandung makna konotatif itu perlu diberi penjelasan mengenai
16
makna yang dimaksudkan. Jika dibiarkan, bisa menimbulkan
interpretasi yang salah.
d. Peranan Komunikator dalam Komunikasi
Faktor yang penting dalam diri komunikator bila ia
melancarkan komunikasi, yaitu daya tarik sumber (source
attractiveness) dan kredibilitas sumber (source credibility).
1) Daya tarik sumber (source attractiveness)
Seorang komunikator akan berhasil dalam komunikasi,
akan mapu mengubah sikap, opini, dan perilaku komunikan
melalui mekanisme dayatarik jika pihak komunikan merasa bahwa
komunikator ikut serta dengannya. Dengan lain perkataan,
komunikan bersedia taat pada isi pesan yang dilancarkan oleh
komunikator.
2) Kredibilitas sumber (source credibility)
Faktor kedua yang dapat menyebabkan komunikasi berhasil
adalah kepercayaan komunikan pada komunikator. Kepercayaan
ini sakat berkaitan dengan profesi atau keahlian yang dimiliki oleh
seorang komunikator.
Berdasarkan kedua faktor tersebut, seorang komunikator dalam
berurusan dengan komunikan harus bersikap empatik, yaitu
kemampuan seseorang untuk meproyeksikan dirinya kepada peranan
orang lain. Dengan kata lain, dapat merasakan apa yang dirasakan
oleh orang lain. Seorang komunikator harus berempati ketika dia
17
berkomunikasi dengan komunikan yang sedang, sakit, sibuk, sedih,
marah, kecewa dan sebagainya.
2. Komunikasi Persuasif
Salah satu bentuk komunikasi paling mendasar yaitu komunikasi
persuasif, yakni proses mempengaruhi sikap, pendapat dan perilaku orang
lain, baik secara verbal maupun nonverbal. Komunikasi persuasif
dimanfaatkan orang sudah sejak lama. Komunikasi persuasif merupakan
suatu usaha mengubah sikap, kepercayaan atau tindakan audiens untuk
mencapai suatu tujuan. Secara sederhana, komunikasi persuasi yang efektif
adalah kemampuan untuk menyampaikan suatu pesan dengan cara yang
membuat audiens merasa mempunyai pilihan dan membuatnya mereka
setuju. Di dalam suatu organisasi, persuasif dimaksudkan untuk menjual
ide atau gagasan kepada orang lain, memberi saran agar prosedur operasi
lebih efisien mengumpulkan suatu dukungan untuk kegiatan tertentu.
Tujuan pokok komunikasi persuasif adalah untuk mempengaruhi
orang lain dengan usaha mengubah keyakinan, nilai atau sifat sasaran.
Dengan demikian, isi pesan persuasif berusaha untuk mengkondisikan,
menguatkan atau membuat pengubahan tanggapan sasaran. Oleh karena
itu, terdapat tiga tujuan persuasif, yaitu membentuk tanggapan,
memperkuat tanggapan dan mengubah tanggapan.
Komunikasi persuasif sebagai sebuah strategi komunikasi telah
dipercaya efektif dalam mengubah sikap dan perilaku. Seperti yang telah
dipaparkan pada penelitian terdahulu bahwa pada umumnya nilai-nilai
18
persuasif yang dilakukan orang dalam berdikusi dapat mengubah perilaku
dalam kelompok dibandingkan dengan strategi mendengarkan ceramah
atau membaca. Komunikasi persuasif dalam lingkup komunikasi
kelompok merupakan strategi komunikasi yang strategis dalam
mendukung tujuan kelompok karena komunikasi yang dilakukan di dalam
kelompok kecil bersifat langsung dan tatap muka sehingga memudahkan
upaya pengubahan sikap dan perilaku melalui pesan-pesan yang bersifat
verbal dan nonverbal.
Komunikasi persuasif menurut Suryanto (2015:354) merupakan
komunikasi yang bertujuan mengubah atau memengaruhi kepercayaan,
sikap, dan perilaku seseorang sehingga bertindak sesuai dengan yang
diharapkan oleh komunikator. Pada umumnya sikap-sikap individu
(kelompok) yang hendak dipengaruhi terdiri atas tiga komponen, yaitu
sebagai berikut.
a. Kognitif-perilaku individu yang mencapai tingkat "tahu" dari objek
yang diperkenalkan. Ritonga (dalam Luthfi Zarkasi, 2016:25) kognitif
menyangkut kesadaran dan pengetahuan. Dalam proses ini, terjadinya
perubahan pada diri audiens berkaitan dengan pikirannya. Misal,
menjadi ingat atau sadar, mengenal atau mengetahui sesuatu. Kognitif
yaitu menyangkut apa yang diketahui mengenai suatu objek,
bagaimana pengalaman seseorang dengan objek ini, dan bagaimana
pendapat atau pandangan tentang objek ini. Aspek kognitif ini
berkaitan dengan kepercayaan, teori, harapan, sebab dan akibat dari
19
suatu kepercayaan dan persepsi relatif seseorang terhadap objek
tertentu. Kognitif, berkaitan dengan nalar, pikiran dan rasio untuk
peningkatan pemahaman, mudah dimengerti, dan logis bisa diterima.
Dalam melakukan persuasi pada posisi ini, komunikator dan
komunikan lebih menekankan penjelasan yang rasional dan logis.
Artinya, ide atau informasi yang disampaikan tersebut tidak bisa
diterima sebelum dikenakan alasan yang jelas dan wajar.
b. Afektif-perilaku individu yang memiliki kecenderungan untuk suka
atau tidak suka pada objek. Afektif kaitannya dengan penguasaan suatu
disiplin ilmu yang sedang dipelajari dikemukakan oleh Krathwohl,
Bloom, dan Masia (1975) (dalam Muhsin 2017:179), menjadi lima
klasifikasi kemampuan afektif, yaitu: (1) Menerima: Kemampuan ini
berkaitan dengan keinginan individu untuk terbuka atau peka pada
perangsang atau pesan-pesan yang berasal dari lingkungannya. (2)
Merespon: Pada tingkat ini muncul keinginan untuk melakukan
tindakan sebagai respon pada perangsang tersebut. (3) Menghargai:
Penyertaan rasa puas dan nikmat ketika melakukan respon pada
perangsang menyebabkan individu ingin secara konsisten
menampilkan tindakan itu dalam situasi yang serupa. (4)
Mengorganisasi: Individu yang sudah secara konsisten dan berhasil
menampilkan suatu nilai, pada suatu saat akan menghadapi situasi
dimana dimana lebih dari satu nilai yang bisa ditampilkan, dan (5)
Pengamalan: Bertindak konsisten sesuai dengan nilai yang
20
dimilikinya. Ini adalah tingkatan tertinggi dari aspek afektif, di mana
individu akan berlaku konsisten berdasarkan nilai yang dijunjungnya
dan berasal dari hati nurani yang paling dalam.
Ritonga (dalam Luthfi Zarkasi, 2016 : 25) afektif menyangkut
emosi atau perasaan atau sikap dari seseorang, terjadinya perubahan
pada diri audien berkaitan dengan gerak hati. Misal, menjadi setuju
atau tidak setuju dengan sesuatu, gembira atau sedih. Afektif, yaitu
menyangkut apa yang dirasakan seseorang mengenai suatu objek.
Komponen ini berbicara tentang emosi. Afeksi menunjukkan persaan,
respek, atau perhatian terhadap objek tertentu, seperti ketakutan,
kesukaan atau kemarahan.
c. Konatif-perilaku yang telah mencapai tahap hingga individu
melakukan sesuatu (perbuatan) terhadap objek. Ritonga (dalam Luthfi
Zarkasi, 2016:25) menyangkut perilaku atau tindakan dari seseorang.
Lebih jauh, terjadinya perubahan pada diri audiens terkait dengan
perbuatannya. Misal, menjadi berbuat sesuatu sesuatu sesuai arahan,
atau menolak berbuat. Yaitu perdisposisi untuk bertindak
(memutuskan) terhadap objek atau mengimplementasikan perilaku
sebagai tujuan terhadap objek.
Komunikasi persuasif marupakan suatu proses, yaitu proses
memengaruhi pendapat, sikap, dan perilaku orang lain, baik secara verbal
maupun nonverbal. Prosesnya adalah segala gejala atau fenomena yang
menunjukkan perubahan yang terus-menerus dalam konteks waktu,
21
pelaksanaan atau perlakuan. Ada beberapa masalah yang saling terkait
dengan penggunaan proses, yaitu masalah dinamika, objek dan masalah
penggunaan bahasa. Istilah persuasi bersumber dari bahasa Latin,
persuasif. yang berarti membujuk, mengajak, atau merayu. Persuasi dapat
dilakukan secara rasional dan secara emosional.
Dengan cara rasional, komponen kognitif pada sesearang dapat
dipengaruhi. Aspek yang dipengaruhi berupa ide ataupun konsep. Persuasi
yang dilakukan Secara emosional menyerntuh aspek afeksi, yaitu hal yang
berkaitan dengan kehidupan emosional seseorang. Melalui cara emosional,
simpati dan empati sesorang dapat digugah.
Adapun komponen-komponen dalam persuasi termasuk bentuk dari
proses komunikasi yang dapat menyebabkan perubahan, dilakukan secara
sadar maupun tidak, dilakukan secara verbal ataupun non verbal. Faktor-
faktor yang harus dipertimbangkan dalam komunika persuasi termasuk
kejelasan tujuan, memikirkan secara cermat orang. orang yang dihadapi,
serta memilih strategi yang tepat.
3. Hambatan Komunikasi
Hakikat komunikasi sebagai suatu sistem, gangguan komunikasi
dapat terjadi pada semua elemen atau unsur-unsur yang mendukungnya,
termasuk faktor lingkungan tempat komunikasi itu terjadi. Gangguan
komunikasi terjadi jika ada intervensi yang menggangggu salah satu
elemen komunikasi, sehingga proses komunikasi tidak dapat berlangsung
22
secara efektif. Sedangkan rintangan komunikasi dimaksudkan bahwa
adanya hambatan yang membuat proses komunikasi tidak dapat terjadi
seperti apa yang diharapkan komunikator dan penerima. Gangguan atau
hambatan secara umum dapat dikelompokkan menjadi hambatan internal
dan hambatan eksternal.
a. Hambatan Internal
Hambatan yang berasal dari dalam diri individu yang terkait kondisi
fisik dan psikologis. Contohnya, jika seorang mengalami gangguan
pendengaran maka ia akan mengalami hambatan komunikasi.
Demikian juga seseorang yang mengalami depresi atau sedang tertekan
tidak akan dapat berkomunikasi dengan baik.
b. Hambatan Eksternal
Hambatan yang berasal dari luar individu yang terkait dengan
lingkungan fisik dan lingkungan sosial budaya. Contohnya, kebisingan
atau suara gaduh dari lingkungan sekitar dapat menyebabkan
komunikasi tidak berjalan lancar. Contoh lainnya, perbedaan latar
belakang sosial budaya dapat menyebabkan salah pengertian.
Menurut Suryanto (2015:67), ada beberapa jenis hambatan
komunikasi, yaitu sebagai berikut.
1) Fisik, meliputi kebisingan yang berasal dari suara, seperti kebisingan
lalu lintas, ombak, musik yang keras, mesin-mesin mobil, sensor atau
gergaji mesin, badai atau angin, hingga bau badan atau bau mulut.
23
2) Jarak, misalnya Anda tidak bebas berkomunikasi dengan seseorang
karena kalian dipisahkan oleh sebuah meja besar di depan Anda.
3) Psikologis, umumnya disebabkan komunikator dalam melancarkan
komunikasi tidak mengkaji dulu keadaan atau suasana hati dari
komunikan. Komunikasi akan sulit berhasil jika komunikan sedang
sedih, bingung, marah, merasa kecewa, dan kondisi psikologi lainnya,
juga jika komunikasi menaruh prasangka (prejudice) kepada
komunikator. meliputi semua jenis gangguan yang berasal dari faktor-
faktor psikologis, seperti self-awareness, self-perception, motivasi,
persepsi, hambatan mental yang mengganggu kelancaran pengiriman
dan penerimaan pesan.
4) Sosiologis, misalnya hambatan status sosial, stratifikasi Sosial,
kedudukan atau peran yang berbeda antara pengirim dan penerima
pesan. Faktor-faktor ini mengurangi tingkat kebebasan berkomunikasi
interpersonal. Dalam kehidupan masyarakat terjadi dua jenis
pergaulan diklarifikasikan menjadi dua yaitu gemeinschaf (pergaulan
hidup yang bersifat pribadi, tak rasional dan statis) dan gesellschaft
(pergaulan hidup yang bersifat tak pribadi, rasional dan dinamis).
Perbedaan tipe pergaulan tersebutlah yang menjadi perbedaan karakter
sehingga kadang-kadang menyebabkan perlakuan berbeda dalam
berkomunikasi. Berkomunikasi dalam Gemeinschaf dengan istri atau
anak tidak akan menemui banyak kendala karena bersifat pribadi atau
personal sehingga dapat dilakukan dengan santai, adalah lain dengan
24
komunikasi dalam Gesellschaft. Masyarakat terdiri dari berbagai
kelompok dan lapisan, yang menyebabkan perbedaan dalam status
agama, sosial, tingkat kekayaan, tingkat pendidikan, ideologi, dan
sebagainya, yang kesemuanya dapat menjadi hambatan bagi
kelancaran komunikasi.
5) Antropologis, melalui hambatan kultural, seperti perbedaan latar
belakang budaya, kebiasaan, adat istiadat, dan lain-lain antara
pengirim dan penerima yang memengaruhi komunikasi. Hambatan ini
terjadi karena perbedaan pada diri manusia seperti dalam warna kulit,
postur, dan kebudayaan yang pada kelanjutannya berbeda dalam gaya
hidup (way of life) norma kebiasaan dan bahasa. Dalam melancarkan
komunikasinya seorang komunikator tidak akan berhasil jika dia tidak
mengetahui siapa komunikan yang akan menjadi sasarannya. Yang
dimaksud dengan “siapa” di sini bukan nama yang disandang
melainkan ras apa, bangsa apa, atau suku apa. Dengan mengetahui
dirinya juga akan mengenali pula, gaya hidup dan norma
kehidupannya, kebudayaannya, bahasanya dan kebiasaannya.
Komunikasi akan berjalan dengan lancar jika pesan yang disampaikan
oleh komunikator diterima oleh komunikan sepenuhnya, yaitu
diterima dalam pengertian received dan indrawi, dan dalam pengertian
accepted atau secara rohani.
25
4. Cara Mengatasi Hambatan Komunikasi
Menurut Syahputra (2017:22-23) Ada beberapa cara untuk
mengatasi hambatan komunikasi, antara lain:
a. Gunakan umpan balik (feedback)
Setiap orang yang berbicara memperhatikan umpan balik yang
diberikan lawan bicaranya baik bahasa verbal maupun non verbal,
kemudian memberikan interpretasi terhadap umpan balik itu dengan
benar.
b. Memahami perbedaan individu atau kompleksitas individu dengan
baik. Setiap individu adalah pribadi yang khas yang memiliki latar
belakang psikologis, ekonomi, sosial, budaya dan pendidikan yang
berbeda. Dengan memahami, seseorang dapat memakai taktik yang
tepat dalam berkomunikasi.
c. Gunakan komunikasi langsung (face to face)
Komunikasi langsung dapat mengatasi hambatan komunikasi karena
sifatnya lebih persuasif. Komunikator dapat menggabungkan bahasa
verbal dan bahasa non verbal. Selai kata-kata yang selektif, kontak
mata, mimik wajah, bahasa tubuh lainnya dan juga meta-language
(isyarat diluar bahasa) juga dapat digunakan agar membuat
komunikasi lebih berdaya guna.
d. Gunakan bahasa yang lebih sederhana dan mudah
Kosakata yang dipakai harusnya dapat dimengerti dan dipahami tidak
menggunakan istilah-istilah yang rumit dimengerti pendengar.
26
Gunakan pola kalimat yang lebih sederhana karena kalimat yang
mengandung banyak klausa membuat pesan sulit dipahami. Bagaimana
pun pasti terdapat cara untuk mengatasi dan mengurangi hambatan
komunikasi, yaitu seperti menjauhi suara gaduh dan pusatkan perhatian
kita hanya untuk orang lain untuk mengatasi hambatan-hambatan
semacam itu. Atau kita dapat juga pindah ke tempat yang lebih tenang
atau yang terhindar dari segala macam gangguan. Fokuskan perhatian
kita dengan mendengarkan secara cermat dan menjelaskan secara rinci
poin-poin yang akan disampaikan.
5. Strategi Komunikasi dalam Menjaga Hubungan Perkawinan
Menurut Rachmadani (2013:218) yang menjadi strategi
komunikasi dalam menjaga hubungan perkawinan adalah:
a. Kematangan Emosi dan Pikiran
Kematangan emosi dan pikiran akan saling terkait. Jika
seseorang telah matang emosinya dan dapat mengendalikan emosinya,
maka individu tersebut lebih bisa berpikir secara hati-hati atau matang,
berpikir secara baik dan berpikir secara obyektif. Dalam kaitannya
dengan perkawinan, jelas hal ini dituntut agar suami istri dapat melihat
permasaahan yang ada dalam keluarga dengan secara baik dan secara
obyektif.
b. Memiliki Sikap Toleransi
Dengan adanya sikap bertoleransi ini berarti antara suami dan
istri memiliki sikap saling memberi dan saling menerima, saling tolong
27
menolong. Untuk mempunyai sikap bertoleransi yang baik memang
bukan suatu hal yang mudah, namun ini perlu dibina dan hal ini bisa
dilakukankan jika ada kesepemahaman dari kedua belah pihak.
c. Saling Pengertian
Antara suami istri dituntut adanya sikap saling pengertian
dengan satu sama lain. Suami harus mengerti mengenai situasi dan
kondisi istrinya begitu pula sebaliknya. Dengan adanya pengertian pada
masing-masing pihak, maka akan lebih tepatlah tindakan yang akan
diambilnya, sehingga baik suami maupun istri akan lebih bijaksana
dalam mengambi langkah-langkahnya.
d. Memberikan Kepercayaan
Baik suami maupun istri dalam kehidupan berkeluarga harus
dapat menerima dan memberikan kepercayaan dari masing-masing
pihak.
6. Hubungan Perkawinan
Hubungan Perkawinan Menurut Rachmadani (2013:219) Keluarga
adalah unit terkecil atau kelompok sosial terkecil yang ada dalam suatu
masyarakat yang mempunyai fungsi dan peran masing-masing. Sebuah
keluarga atau family terdiri dari orang-orang yang menganggap bahwa
mereka memiliki hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Keluarga juga
dapat diartikan sebagai dua atau lebih individu yang bergabung karena
hubungan darah, hubungan pernikahan atau adopsi dan mereka hidup
dalam suatu rumah tangga, saling berinteraksi satu sama lain dan didalam
28
perannya masing-masing dan menciptakan serta memelihara atau
mempertahankan suatu kebudayaan.
Kedudukan yang paling utama setiap keluarga adalah fungsi
pengantara pada masyarakat besar. Sebagai penghubung pribadi dengan
struktur sosial yang lebih besar. Hanya melalui keluargalah masyarakat itu
bisa mendapatkan dukungan yang diperlukan dari individu-individu.
Sebaliknya, keluarga hanya dapat terus bertahan jika didukung oleh
masyarakat yang lebih luas.
7. Perceraian
a. Pengertian Perceraian
Perceraian menurut bahasa cerai putus ikatan hubungan rumah
tangga (suami istri), pisah, perpisahan, dan perpecahan. Perceraian
menurut Mulkiyan (2016:18) adalah pilihan paling menyakitkan bagi
pasangan suami dan istri, namun demikian perceraian bisa jadi pilihan
terbaik yang bisa membukakan jalan terbaik bagi kehidupan yang
membahagiakan.
Perceraian mengakibatkan status seorang laki-laki sebagai
suami maupun status seorang perempuan sebagai istri akan berakhir,
namun perceraian tidaklah menghentikan status mereka masing-masing
sebagai ayah dan ibu terhadap rusaknya hubungan perkawianan.
Perceraian menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.1
tahun 1974 pasal 39 Ayat (1) dan (2) maka dasar hukum perceraian
dikatakan bahwa:
29
1) Perceraian dapat dilakukan di depan sidang pengadilan yang
bersangkutan berusaha dan tidah berhasil mendamaikan kedua
belah pihak.
2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara
suami istri tidak akan hidup rukun sebagai suami istri.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa perceraian
merupakan pemutusan hubungan pernikahan karena keinginan kedua
belah pihak, yang dilakukan atas keinginan suami atau istri
berdasarkan keputusan pengadilan yang mengakibatkan status suami
atau istri berakhir. Perceraian terjadi karena kegagalan dalam mencapai
tujuan pernikahan yang bahagia, kekal, dan sejahtera.
Talak adalah suatu bentuk perceraian yang dinyatakan oleh
suami serta lisan atau tulisan, dengan bunyi: ”Akan talak engkau”.
Perceraian menurur ahli fiqih disebut talak atau furqoh. Talak diambil
dari kata (itlaq), artinya melepaskan, atau meninggalkan. Sedangkan
istilah syara’ talak adalah melepaskan ikatan pernikahan, atau
rusaknya hubungan perkawinan. ceraikan engkau” juga bisa digunakan
kata-kata lain yang sama artinya, dimana maksud suami untuk
menceraikan istrinya itu jelas.
Oleh karena itu talak berarti membuka ikatan atau melepaskan
ikatan, membatalkan perjanjian selama berhubungan sebagai suami
istri. Sedangkan furqah berarti cerai, sebagai lawan dari perkumpulan
atau bersama.
30
Berdasarkan kedua perkataan tersebut ini dijadikan istilah para
ahli fiqih yang berarti perceraian antara suami istri. Perkataan talak dan
furqah dalam istilah fikih mempunyai arti yang umum dan khusus. Arti
yang umum ialah segala bentuk percerain oleh hakim dan perceraian
yang jatuh dengan sendirinya seperti perceraian yang disebabkan
karena meninggalnya salah seorang dari suami istri. Arti khusus ialah
perceraian yang diajukan oleh suami saja.
Perceraian suami ataupun istri mempunyai hak yakni suami
memberikan hak talak atau cerai, dan istri memberikan hak khuluk
sedang hak faasakh dapatdilaksanakan oleh suami atau istri yakni:
1) Hak talak (cerai) dapat dilaksanakan oleh suami:
a) Apabila istri berbuat zina.
b) Apabila istri tidak mau menaati nasehat suami untuk bertingkah
laku secara terhormat.
c) Apabila istri mabuk dan berjudi.
d) Apabila tingkahlaku istri mengganggu ketentraman rumah
tangga.
e) Apabila hal-hal lain yang menyebabkan tidak mungkin
penyelenggaraan rumah tangga yang damai dan teratur.
Jadi berdasarkan penjelasan di atas, bahwa suami berhak
memberikan talak dengan berdasarkan ketentuan-ketentuan
tertentu, sementara hak pembawaan dapat dilaksanakan oleh istri
sebagaimana yang dijelaskan di bawah ini:
31
2) Hak khuluk (pembawaan) dapat dilaksanakan oleh istri.
a) Apabila ia khawatir tidak dapat melakukan ibadah kepada Allah
dalam kelangsungan perkawinan.
b) Apabila ia khawatir tidak dapat taat kepada suaminya karena ia
menjadi benci kepadanya.
c) Apabila suami berbuat zina.
d) Apabila suami suka berjudi atau mabuk-mabukan atau sangat
kasar
e) Apabila adahal-hal lain yang menyebabkan tidak mungkin
penyelenggaraan rumah tangga yang damai dan teratur.
Sesungguhnya pemutusan ikatan perkawinan dapat dilaksanakan
oleh pihak suami ataupun istri, akan tetapi ada batasan-batasan tertentu
dalam mengambil sebuah keputusan. Perselisihan dalam satu rumah
tangga adalah merupakan dinamika hidup dalam berkeluarga, sehingga
jika terjadi persolan seperti ini terlebih dahulu diberikan bimbingan dan
pembinaan pemutusan ikatan perkawinan sebelum lanjut pada ujung
perceraian atau talak.
Pemutusan ikatan perkawinan dapat dilaksanakan suami atau istri
dengan ketentuan seperti yang dijelaskan di bawah ini:
3) Hak fasakh (pemutusan ikatan perkawinan) dapat dilaksanakan
oleh suami maupun istri, yakni sebagai berikut:
a) Apabila suami atau istri menderita sakit gila
b) Apabila suami atau istri mendapat sakit kusta
32
c) Apabila suami atau istri mendapat sopak (sejenis penyakit
kulit)
d) Apabila suami atua istri mendapat penyakit yang menyebabkan
mereka tidak dapat melakukan persetubuhan, seperti peluh
(impoten, hilang zakar, atau rataq (tertutup kemaluannya).
e) Apabila suami terlalu miskin untuk mampu memberikan nafkah
(makan, pakaian, dan tempat tinggal).
f) Apabila suami hilang selam empat tahun dan tidak ada
seorangpun yang mengetahui keadaan hidup atau matinya.
Perkataan talak oleh ahli fikih yang dahulu lebih banyak
diartikan dengan ahli yang umum dari pada yang khusus. Hal ini dapat
dilihat pada pengertian talak berikut ini yakni talak diambil dari ithlaq
artinya (melepaskan) atau isral (memutuskan), atau tarkum
(meninggalkan), firaaqun (perpisahan) jadi yang dimaksud dengan
talak ialah melepaskan iktan perkawinan dengan lafazh talak
sebangsanya. Dalam hukum Islam, talak adalah ikatan suami
dihadapan sidang pengadilan agama karena suatu sebab tertentu.
b. Faktor Terjadinya Perceraian
Undang-Undang tentang Peraturan Pemerintah Nomor 9 Pasal
19 Tahun 1975 berbunyi tentang faktor perceraian terjadi karena
alasan:
1) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, penjudi dan
lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
33
2) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun
berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau
karena hal lainnya yang berada diluar kemampuannya.
3) Salah satu pihak mendapat hukuman selama 5 (lima) tahun atau
hukuman yang lebih berat setelah pernikahan berlangsung.
4) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat
yang membahayakan pihak lain.
5) Salah satu pihak memiliki cacat badan atau penyakit dengan akibat
tidak mampu menjalankan kewajibannya sebagai suami istri.
6) Perselisihan dan pertengkaran antara suami dan istri tidak ada
harapan akan kehidupan yang harmonis dalam rumah tangga.
C. Kerangka Pikir
Berdasarkan tinjauan landasan teori dan penelitian yang sebelumnya,
maka dapat disusun suatu kerangka dalam penelitian ini, seperti yang
disajikan pada gambar berikut ini:
34
Gambar 2.1: Kerangka Pikir
Sumber: 2020, Penulis.
D. Fokus Penelitian
Penelitian ini berjudul strategi komunikasi persuasif dalam
meminimalisir kasus perceraian di Kabupaten Gowa. Oleh karena itu
penelitian ini memfokuskan penelitiannya pada strategi komunikasi persuasif
dan hambatan dalam meminimalisir kasus perceraian.
E. Deskripsi Fokus Penelitian
1. Strategi Komunikasi
Suryadi (2018:6) menyatakan bahwa "strategi komunikasi adalah
pedoman dari perencanaan komunikasi (communication planning) dan
manajemen (communications management) untuk mencapai suatu tujuan.
Strategi Komunikasi
Faktor
Penyebab
Perceraian
Kasus Perceraian Terminimalisir
Hambatan dalam
Strategi Komunikasi
Persuasif
Komunikasi Persuasif:
Kognitif
Afektif
Konatif
35
Untuk mencapai tujuan tersebut strategi komunikasi harus bisa
memperlihatkan bagaimana operasionalnya secara taktis harus dilakukan,
dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-
waktu bergantung pada situasi dan kondisi."
2. Komunikasi Persuasif
Komunikasi persuasif menurut Suryanto (2015:354) merupakan
komunikasi yang bertujuan mengubah atau memengaruhi kepercayaan,
sikap, dan perilaku seseorang sehingga bertindak sesuai dengan yang
diharapkan oleh komunikator.
3. Kognitif adalah yang mencakup kegiatan mental (otak). Segala upaya
yang menyangkut otak adalah termasuk kognitif. Ada enam aspek yaitu
pengetahuan, pemahamn, penerapan, analisis, sintesi, dan perilaku.
4. Afektif adalah berkenaan dengan perasaan, mempengaruhi keadaan
perasaan dan emosi. Semua hal yang berkaitan dengan rasa dalam
penilaiannya menggunakan ranah afektif.
5. Konatif adalah perilaku yang sudah sampai tahap hingga individu
melakukan sesuatu tindakan terhadap objek. Jadi, konatif adalah
perwujudan dari kognitif dan afektif.
6. Hambatan Komunikasi
Dalam rangka menyusun strategi komunikasi diperlukan sebuah
pemikiran dengan memperhitungkan faktor-faktor penghambat
komunikasi. Yakni: Hambatan internal dan eksternal yang meliputi Fisik,
jarak, psikolgis, Sosiologis, antropologis, hambatan fisiologis, semantik.
36
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Berdasarkan judul penelitian “Strategi Komunikasi Persuasif dalam
Meminimalisir Kasus Perceraian Di Kabupaten Gowa” yang dilaksanakan
mulai dari bulan Februari sampai dengan Maret 2020. Penelitian ini
berlangsung di Pengadilan Agama Sungguminasa yang beralamat di Jl.
Mesjid Raya, Sungguminasa, Kec. Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi
Selatan 92114 .
B. Jenis dan Tipe Penelitian
Berdasarkan pada adanya latar belakang masalah, rumusan masalah
dan tujuan penelitian yang sudah dijelaskan sebelumnya pada bagian awal,
peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian deskriptif sendiri
didefinisikan sebagai suatu penelitian dengan tujuan melukiskan secara
sistematis fakta-fakta atau karakteristik populasi atau bidang tertentu, baik
berupa keadaan, permasalahan, sikap, pendapat, kondisi, prosedur, atau
sistem secara faktual dan cermat. Penelitian jenis ini mencoba
mendeskripsikan dengan cukup dan tepat mengenai semua aktivitas, objek,
proses dan manusia.
Dari penjelasan jenis penelitian di atas, peneliti memahami bahwa
penelitian deskriptif kualitatif berupaya menggambarkan semua keadaan dan
36
37
kejadian dari yang diteliti dengan cermat dan faktual serta sistematis melalui
data-data kualitatif. Dengan jenis penelitian ini, Peneliti berupaya
mendeskripsikan strategi komunikasi persuasif yang dilakukan oleh
Pengadilan Agama Kabupaten Gowa.
C. Informan Penelitian
Peneliti menggunakan teknik purposive sampling dalam menentukan
informan penelitian ini. Purposive sampling merupakan penentuan informan
tidak berdasarkan atas strata, kedudukan pedoman atau wilayah tetapi
didasarkan pada adanya tujuan dan pertimbangan tertentu yang tetap
berhubungan degan permasalahan penelitian ini. Sesuai dengan kebutuhan
peneliti terkait dengan strategi komunikasi persuasif dalam meminimalisir
perceraian di Kabupaten Gowa. Maka Informan dalam penelitian yaitu hakim,
tokoh masyarakat, tokoh agama, keluarga penggugat atau keluarga yang
digugat, orang yang bercerai dan orang yang rujuk (Suami-Istri).
1. Sumber Data Primer
Sumber data primer merupakan para informan meliputi hakim,
tokoh masyarakat, keluarga penggugat atau keluarga yang digugat.
2. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder dapat dibagi kajian kepustakaan konseptual
yaitu pertama, kajian terhadap artikel-artikel atau buku-buku yang ditulis
oleh para ahli yang ada hubungannya dengan pembahasan judul penelitian
ini. Kedua, kajian kepustakaan dari hasil penelitian terdahulu yang ada
38
referensinya dengan pembahasan penelitian ini, baik yang telah diterbitkan
maupun yang tidak diterbitkan dalam bentuk buku atau artikel ilmiah.
D. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data relevan dengan permasalahan judul, maka
teknik untuk mengumpulkan data dan informasi dalam penelitian ini yaitu:
1. Observasi
Observasi merupakan metode pengumpulan data melalui
pengamatan yang cermat dan teliti secara langsung terhadap gejala-gejala
yang diselidiki. Teknik ini disusun guna mendapatkan informasi secara
langsung seperti aspek afektif, aspek kognitif dan sosial. Observasi yang
digunakan adalah observasi langsung, yaitu untuk mendapatkan data dari
subyek maka penulis menggunakan pedoman wawancara sebagai penguat
hasil observasi dan mencatat secara langsung beberapa hal yang berkaitan
dengan judul.
2. Dokumentasi
Metode ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data berupa
dokumen-dokumen resmi yang ada di Kabupaten Gowa. Dalam hal ini
adalah Pengadilan Agama Sungguminasa, Kabupaten Gowa.
3. Wawancara (Interview)
Wawancara adalah cara pengumpulan data dengan cara tanya
jawab sepihak yang dilakukan secara sistematis dan berdasarkan pada
tujuan penelitian. Teknik wawancara ini digunakan untuk memperoleh
39
keterangan, informasi atau penjelasan seputar permasalahn secara
mendalam sehingga memperoleh data yang akurat karena diperoleh secara
langsung tanpa perantara.
Teknik wawancara (Interview) diperoleh dengan cara melakukan
wawancara langsung atau tanya-jawab dengan menyiapkan pedoman
wawancara terhadap informan terpilih dalam memberikan informasi-
informasi yang relevan dengan permasalahan yang diteliti.
E. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan suatu cara yang dipergunakan untuk
menganalisa data, mempelajari serta menganalisis data-data tertentu sehingga
dapat diambil suatu kesimpulan yang kongkrit tentang persoalan yang diteliti
dan sedang dibahas. Dalam menganalisa data penulis menggunakan deskriptif
kualitatif yaitu mengelola data dan melaporkan apa yang telah diperoleh
selama penelitian dengan cermat dan teliti serta memberikakn interpretasi
terhadap data itu kedalam suatu kebulatan yang utuh dengan menggunakan
kata-kata, sehingga dapat menggambarkan obyek penelitian saat melakukan
penelitian ini.
Disini penulis menggambarkan tentang realitas yang ada di lapangan
melalui metode observasi, wawancara dan pedoman wawancara yang
berkaitan dengan upaya masyarakat dalam meminimalisir kasus perceraian,
data tersebut dibaca, dicermati dan dipelajari kemudian menganalisa dengan
40
menggunakan kata-kata yang kemudian menggunakan reduksi data, penyajian
data dan penarikan kesimpulan.
1. Reduksi Data
Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan dan perhatian
dan penyederhanaan, pengabstrakan, tranformasi data kasar yang muncul
dari catatan-catatan yang tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan
suatu bentuk analisis yang menggolongkan, mengarahkan, dan
mengorganisasi data yang sedemikian rupa sehingga dapat ditarik
kesimpulan data verifikasi.
2. Penyajian Data
Penyajian data disini dibatasi sebagai kumpulan informasi yang
memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Penarikan kesimpulan yakni kumpulan makna setiap kategori,
penulis berusaha mencari esensi dari setiap tema yang disajikan dalam teks
naratif yang berupa fokus penelitian. Setelah analisis dilakukan, maka
penulis dapat menyimpulkan hasil penelitian yang menjawab rumusan
masalah yang telah ditetapkan oleh penulis. Data pengolahan dan
penganalisasian data ini kemudian diberi interpretasi terhadap masalah
yang pada akhirnya digunakan penulis sebagai dasar untuk menarik
kesimpulan.
41
F. Keabsahan Data
Untuk menghindari kesalahan data yang akan dianalisis, maka
keabsahan data perlu diuji dengan beberapa cara. Pengabsahan data ialah
bentuk batasan berkaitan suatu kepastian, bahwa yang berukur benar-benar
merupakan variabel yang ingin diukur. Salah satu caranya adalah dengan
proses triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Triangulasi pada hakikatnya
merupakan pendekatan multi metode yang dilakukan peneliti pada saat
mengumpulkan dan menganalisis data. Ide dasarnya adalah bahwa fenomena
yang diteliti dapat dipahami dengan baik sehingga diperoleh kebenaran
tingkat tinggi jika didekati dari berbagai sudut pandang, adapun bentuk
triangulasi yaitu:
1. Triangulasi Sumber
Membandingkan cara mengecek ulang derajat kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui sumber yang berbeda. Misalnya
membandingkan hasil pengamatan dengan wawancara, membanding apa
yang dikatakan umum dengan yang dikatakan pribadi, Lebih lanjut dalam
penelitian ini yang mengkaji tentang strategi komunikasi persuasif dalam
meminimalisir kasus perceraian di kabupaten Gowa. Hasil wawancara
maupun pengamatan langsung dilapangan baik itu dari perspektif internal
maupun eksternal.
42
2. Triangulasi Teknik
Untuk memperoleh data informasi yang dibutuhkan dalam
penelitian ini, maka untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.
Dalam penelitian ini, lebih lanjut peneliti menggunakan teknik yang
berbeda didalam memperoleh dan menggali informasi terkait dengan
strategi komunikasi persuasif pengadilan agama dalam meminimalisir
kasus perceraian untuk memastikan keakuratannya.
3. Triangulasi Waktu
Triangulasi waktu digunakan untuk validitas data yang berkaitan
dengan pengecekan berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai
waktu. Perubahan suatu proses dan perilaku manusia mengalami
perubahan dari waktu ke waktu sehingga untuk mendapatkan data yang
sah melalui observasi penelitian perlu diadakan pengamatan tidak hanya
satu kali pengamatan saja. Peneliti menggali informasi yang dibutuhkan
strategi komunikasi persuasif dalam meminimalisir kasus perceraian di
Kabupaten Gowa dengan berbagai cara dan berbagai waktu.
43
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum
1. Kondisi Geografis dan Kodisi Demografis
a. Kondisi geografis
Gambar 4.1: Kondisi Geografis
Gedung Pengadilan Agama Sungguminasa pertama kali beralamat di
Jalan Andi Mallombassang No. 57 Kelurahan Sungguminasa, Kecamatan
Somba Opu, Kabupaten Gowa dan gedung baru Pengadilan Agama
Sungguminasa sejak tahun 2009 beralamat di Jalan Masjid Raya No. 25,
Kelurahan Sungguminasa, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa,
Sulawesi Selatan, Indonesia. Kode Pos 92111 yang sudah sesuai dengan
prototype dari Mahkamah Agung RI.
Email : [email protected]
No. Telepon : (0411) 864298
Website : http://www.pa-sungguminasa.go.id
43
44
Letak astronomi gedung kantor: 5°11'55.6" LS - 119°27'11.3" BT.
Batas-batas gedung kantor (Kec. Somba Opu):
a. Utara : Kota Makassar
b. Selatan : Kecamatan Pallangga dan Kecamatan Bontomarannu
c. Timur : Kecamatan Pattalassang
d. Barat : Kecamatan Pallangga
Ketinggian daerah/attitude berada pada 25 meter di atas permukaan
laut. Kota Sungguminasa beriklim tropis
b. Kondisi Demografis
Jumlah penduduk kabupaten gowa pada akhir tahun 2012 sebanyak
617.317 jiwa, dengan tingkat kepadatan penduduk mencapai 328
jiwa/km2.
- Laki-laki: 305.202 jiwa (49,4%)
- Perempuan: 312.115 jiwa (50.6%)
2. Sejarah
Pada mulanya Kabupaten Gowa adalah sebuah Kerajaan di
Sulawesi Selatan yang turun temurun diperintah oleh seorang Kepala
pemerintah disebut “Somba” atau “Raja”. Daerah TK.II Gowa pada
hakikatnya mulai terbentuk sejak beralihnya pemerintah Kabupaten Gowa
menjadi Daerah TK.II yang didasari oleh terbitnya Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1959 Tentang Pembentukan Daerah TK.II, Makassar,
Gowa, Takalar, Jeneponto, yang diperkuat Undang-Undang Nomor 2
45
Tahun 1959 Tentang Pembentukan Daerah TK.II di Sulawesi (Tambahan
Lembaran Negara RI No. 1822).
Kepala Daerah TK.II Gowa yang pertama “Andi Ijo Dg Mattawang
Karaeng Lalowang “ yang juga disebut nama Sultan Muhammad Abdul
Kadir Aididdin Tumenanga Rijongaya, dan merupakan Raja Gowa yang
terakhir (Raja Gowa ke XXXVI).
Somba sebagai Kepala pemerintah Kabupaten Gowa didampingi
oleh seorang pejabat di bidang agama Islam yang disebut “kadi” (Qadli).
Meskipun demikian tidak semua Somba yang pernah menjadi Raja Gowa
didampingi oleh seorang Qadli, hanya ketika agama Islam mulai menyebar
secara merata dianut oleh seluruh rakyat kerajaan Gowa sampai ke
pelosok-pelosok desa, yaitu sekitar tahun 1857 M. Qadli pertama yang
diangkat oleh Raja Gowa bernama Qadli Muhammad Iskin. Qadli pada
waktu itu berfungsi sebagai penasehat Kerajaan atau Hakim Agama yang
bertugas memeriksa dan memutus perkara-perkara di bidang agama,
demikian secara turun temurun mulai diperkirakan tahun 1857 sampai
dengan Qadli yang keempat tahun 1956.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957
Setelah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1957
terbentuklah Kepala Jawatan Agama Kabupaten Gowa secara resmi , maka
tugas dan wewenang Qadli secara otomatis diambil oleh Jawatan Agama.
Jadi Qadli yang kelima, setelah tahun 1956, diangkat oleh Depertemen
Agama RI sebagai Kantor Urusan Agama Kecamatan Somba Opu
46
(sekaligus oleh Qadli) yang tugasnya hanya sebagai do‟a dan imam pada
shalat I‟ed.
4. Keputusan Menteri Agama Nomor 87 Tahun 1966
Berdasarkan SK Menteri Agama Nomor 87 Tahun 1966 tanggal 3
Desember 1966, maka Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah
Sungguminasa secara resmi dibentuk dan menjalankan tugas-tugas
peradilan sebagaimana yang ditentukan didalam Peraturan Pemerintah
Nomor 45 Tahun 1957 . Peresmian Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah
Sungguminasa ialah pada tanggal 29 Mei 1967. Sejak tanggal 29 Mei 1967
tersebut dapat dipimpin oleh Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah
K.H.Muh. Saleh Thaha (1967 s/d 1976) Pengadilan Agama / Mahkamah
Syariah Sungguminasa menjalankan kekuasaan kehakiman di bidang
Agama membawahi 18 Kecamatan yang terdiri dari 46 Kelurahan dan 123
Desa
Ketua Pengadilan Agama Sungguminasa dari tahun ke tahun :
a. K.H. Muh. Saleh Thaha, (1966-1976)
b. K.H. Drs. Muh. Ya‟la Thahir, (1976-1982)
c. K.H. Muh. Syahid, (1982-1984)
d. Drs. Andi Syamsu Alam, S.H, (1984-1992)
e. K.H. Muh. Alwi Aly (Tidak Aktif), ( - )
f. Drs. Andi Syaiful Islam Thahir, (1992-1995)
g. Drs. Muh. As‟ad Sanusi, S.H., (1995-1998)
h. Dra. Hj. Rahmah Umar, (1998-2003)
47
i. Drs. Anwar Rahman, (4 Peb s/d Sep 2004)
j. Drs. Kheril R, M.H. (4 Okt s/d 14 Des 2007)
k. Drs. H.M. Alwi Thaha, S.H., M.H. (14 Des 2007 s/d 2012)
l. Drs. H. Hasanuddin, M.H. (2012 s/d 2015)
m. Dra. Nur Alam Syaf, S.H., M.H. (2015 s/d 2017)
n. Drs. Ahmad Nur, M.H. (2017 s/d Sekarang)
5. Visi dan Misi Pengadilan Agama Sungguminasa
a. Visi
"Terwujudnya Badan Peradilan yang Agung"
(Visi Mahkmah Agung RI 2010-203
"Terwujudnya Lembaga Pengadilan Agama Sungguminasa Kelas
IB yang Agung" (Visi Pengadilan Agama Sungguminasa)
b. Misi
1) Menjaga kemandirian Badan Peradilan
2) Memberika pelayanan hukum yang berkeadilan kepada Pencari
Keadilan
3) Meningkatkan kualitas kepemimpinan Badan Peradilan
4) Meningkatkan kredibilitas dan transparansi Badan Peradilan
(Misi Badan Peradilan 2010-2035)
a. Menjaga kemandirian Pengadilan Agama Sungguminasa
b. Memberikan pelayanan hukum bagi Pencari Keadilan
c. Meningkatkan kredibilitas dan transparansi Pengadilan Agama
Sungguminasa
48
d. Meningkatkan kinerja Pengadilan Agama Sungguminasa yang berbasis
teknologi informasi
(Misi Pengadilan Agama Sungguminasa)
6. Tugas Pokok & Fungsi
a. Tugas Pokok
Pengadilan Agama Sungguminasa melaksanakan tugasnya
sesuai dengan ketentuan Pasal 2 jo. Pasal 49 Undang-Undang Nomor
3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7
tahun 1989 Tentang Peradilan Agama adalah memeriksa, memutus,
dan menyelesaikan perkara tertentu antara orang-orang yang
beragama Islam di bidang:
1) Perkawinan
Hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan Undang-
undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan
menurut syari'ah, antara lain :
a) Izin beristri lebih dari seorang;
b) Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum
berusia 21 (dua puluh satu) tahun, dalam hal orang tua wali,
atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat;
c) Dispensasi kawin;
d) Pencegahan perkawinan;
e) Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah;
f) Pembatalan perkawinan;
49
g) Gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri;
h) Perceraian karena talak;
i) Gugatan perceraian;
j) Penyelesaian harta bersama;
k) Penguasaan anak-anak;
l) Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak
bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak
mematuhinya;
m) Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami
kepada bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas
istri;
n) Putusan tentang sah tidaknya seorang anak;
o) Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua;
p) Pencabutan kekuasaan wali;
q) Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal
kekuasaan seorang wali dicabut;
r) Penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum
Cukup umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua
orang tuanya;
s) Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak
yang ada di bawah keuasaannya;
t) Penetapan asal-usul seorang anak dan penetapan
pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam;
50
u) Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk
melakukan perkawinan campuran;
v) Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum
Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
dan dijalankan menurut peraturan yang lain.
2) Waris
Penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan
mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing
ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan
tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohoonan seseorang
tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan
bagian masing-masing ahli waris.
3) Wasiat
Perbuatan seseorang memberikan suatu benda atau
manfaat kepada orang lain atau lembaga/badan hukum, yang
berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal dunia
4) Hibah
Pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan
dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk
dimiliki.
5) Wakaf
Perbuatan seseorang atau sekelompok orang (wakif) untuk
memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda
51
miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu
tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah
dan/atau kesejahteraan umum menurut syari'ah.
6) Zakat
Harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau
badan hukum yang dimliki oleh orang muslim sesuai dengan
ketentuan syari'ah untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya.
7) Infak
Perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang
lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan, muniman,
mendermakan, memberikan rezeki (karunia), atau menafkahkan
sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas dan karena
Allah Subhanahu Wata'ala.
8) Shodaqoh
Perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang
lain atau lembaga/badan hukum secara spontan dan sukarela tanpa
dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap ridho
Allah Subhanahu Wata'ala dan pahala semata.
9) Ekonomi Syari'ah
Perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut
prinsip syari'ah, antara lain meliputi: Bank syari'ah; Lembaga
keuangan mikro syari'ah; Asuransi syari'ah; Reasuransi syari'ah;
52
Reksa dana syari'ah; Obligasi syari'ah dan surat berharga
berjangka menengah syari'ah; Sekuritas syari'ah; Pembiayaan
syari'ah; Pegadaian syari'ah; Dana pensiun lembaga keuangan
syari'ah; Bisnis syari'ah;
b. Fungsi
Di samping tugas pokok dimaksud di atas, Pengadilan Agama
mempunyai fungsi, antara lain sebagai berikut:
1) Fungsi mengadili (judicial power)
Menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan
perkara-perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama
dalam tingkat pertama (vide: Pasal 49 Undang-undang Nomor 3
Tahun 2006).
2) Fungsi Pembinaan
Memberikan pengarahan, bimbingan, dan petunjuk kepada
pejabat struktural dan fungsional di bawah jajarannya, baik
menyangkut teknis yudicial, administrasi peradilan, maupun
administrasi umum/perlengkapan, keuangan, kepegawaian, dan
pembangunan. (vide: pasal 53 ayat (3) Undang-undang Nomor 3
Tahun 2006. KMA Nomor KMA/080/VIII/2006).
3) Fungsi Pengawasan
Mengadakan pengawasan melekat atas pelaksanaan tugas
dan tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris, Panitera Pengganti,
dan Jurusita/Jurusita Pengganti di bawah jajarannya agar
53
peradilan diselenggarakan dengan seksama dan sewajaranya
(vide: Pasal 53 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 3 Tahun
2006) dan terhadap pelaksanaan administarsi umum
kesekretariatan serta pembangunan. (vide: KMA
Nomor:KMA/080/VIII/2006).
4) Fungsi Nasehat
Memberikan pertimbangan dan nasehat hukum Islam
kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta.
(Vide:Pasal 52 ayat (1) Undang-undang nomor 3 tahun 20060.
5) Fungsi Administratif
Menyelenggarakan administrasi peradilan (teknis dan
persidangan), dan administratsi umum (kepegawaian, keuangan,
dan umum/perlengkapan). (KMA Nomor: KMA/080/VIII/2006).
6) Melakukan koordinasi dalam pelaksanaan tugas hisab dan rukyat
dengan instansi lain yang terkait.seperti DEPAG, MUI,Ormas
Islam dan lain-lain (Pasal 52 A Undang-undang Nomor 3 Tahun
2006).
7) Pelayanan penyuluhan hukum, pelayanan riset/penilitian dan
sebagainya serta memberi akses yang seluas-luasnya bagi
masyarakat dalam era keterbukaan dan transparansi informasi
peradilan, sepanjang diatur dalam Keputusan Ketua
Mahkamah4Agung RI Nomor KMA/144/SK/VIII/2007 tentang
Keterbukaan Informasi di Pengadilan.
54
7. Yurisdiksi
Gambar 4.2: Peta Administrasi
Sumber: 2020, Pengadilan Agama
Pengadilan Agama Sungguminasa berada pada wilayah hukum
Daerah TK II Gowa,dengan letak georafis 12‟ 38.16‟ Bujur timur dari
Jakarta dan 5 33.6‟ Bujur Timur dari Kutub Utara. Sedangkang letak
wilayah adminitrasinya antara 12‟ 33.19‟ hingga 13‟15‟17‟ Bujur Timur
dan 5‟5‟ hingga 5‟34.7‟ Lintang selatan dari Jakarta.
Kabupaten Gowa berbatasan dengan:
a. Sebelum Utara Kabupaten Maros
b. Sebelah Timur Kabupaten Bulukumba dan Kabupaten Bantaeng
c. Sebelah Selatan Kabupaten Jeneponto dan Kabupaten Takalar
d. Sebelah Barat Kotamadya Makassar
Bahwa yang dipergunakan sebagai bahasa sehari-hari ialah bahasa
daerah Bugis Makassar, di samping bahasa Indonesia bagi mereka yang
tinggal di ibukota Kabupaten. Wilayah adminitrsinya Kabupaten Gowa
55
pada tahun 2006 terdiri dari 18 Kecamatan Dan 167 Desa/Kelurahan
dengan luas sekitar 1.883.33 kilometer persegiatau sama dengan 3.01 %
dari luas wilayah Prop.Sulawesi Selatan. Wilayah Kab.Gowa sebagian
besar merupakan dataran tinggi yaitu 72,26%. Ada 9 wilayah Kecamatan
yang merupakan dataran tinggi yaitu Parangloe, Manuju, Tinggimoncong,
Tombolo pao, Parigi, Bungaya, Bontolempangan, dan Biring bulu.
Dari total luas Kab.Gowa 35.30 %mempunyai kemiringan tanah
diatas 40‟,yaitu Kecamatan Parangloe, Tinggimoncong, Bungaya, dan
Tompo Bulu.
Kab.Gowa dilalui banyak sungai yang cukup besar yaitu ada 15
sungai. Sungai yang luas daerah aliran yang terbesar adalah sungai
Jeneberang yaitu 881 Km 2 dengan panjang 90 Km.dengan luas daerah
aliran yang cukup besar yaitu ada 15 sungai.
Berikut daftar Kecamatan, Kelurahan, dan Desa pada wilayah
hukum Pengadilan Agama Sungguminasa:
Tabel 4.1: Daftar Kecamatan, Kelurahan dan Desa pada Wilayah
Hukum Pengadilan Agama Sungguminasa
No. Kecamatan Kelurahan / Desa
1. Somba Opu
Kelurahan Sungguminasa
Kelurahan Bonto-Bontoa
Kelurahan Batang Kaluku
Kelurahan Tompo Balang
Kelurahan Katangka
Kelurahan Pandang-Pandang
Kelurahan Kalegowa
Kelurahan Tombolo
Kelurahan Tamarunang
Kelurahan Bontoramba
Kelurahan Paccinongang
Kelurahan Romang Polong
56
Kelurahan Samata
Kelurahan Mawang
2. Pallangga
Kelurahan Pangkabinanga
Kelurahan Tetebatu
Kelurahan Parangbanoa
Kelurahan Mangalli
Desa Je'netallasa
Desa Bontoala
Desa Pallangga
Desa Bungaejaya
Desa Toddotoa
Desa Panakkukang
Desa Julukanaya
Desa Julubori
Desa Taeng
Desa Julupa'mai
Desa Kampili
Desa Bontoramba
3. Barombong
Desa Tinggimae
Desa Kanjilo
Desa Lembang Parang
Desa Tamannyeleng
Desa Birngngala
Desa Moncobalang
Kelurahan Benteng Somba Opu
4. Bajeng
Desa Bontosunggu
Desa Panciro
Kelurahan Tubajeng
Kelurahan Mata Allo
Desa Maccini Baji
Desa Pa'bentengang
Desa Maradekaya
Desa Pannyangkalang
Desa Bone
Kelurahan Kalebajeng
Kelurahan Limbung
Desa Tangkebajeng
Desa Paraikatte
Desa Lempangan
5. Bajeng Barat
Desa Borimatangkasa
Desa Mandalle
Desa Manjalling
Desa Gentungan
Desa Tanabangka
Desa Kalemandalle
Desa Bontomanai
6. Bontonompo
Kelurahan Bontonompo
Kelurahan Tamalayang
Kelurahan Kalase'rena
57
Desa Bontolangkasa Utara
Desa Bontolangkasa Selatan
Desa Barembeng
Desa Manjapai
Desa Bontobiraeng
Desa Romanglasa
Desa Katangka
Desa Bulogading
Desa Butegulung
Desa Bontobiraeng Selatan
Desa Kalebarembeng
7. Bontomarannu
Kelurahan Borongloe
Kelurahan Bontomanai
Kelurahan Romang Lompoa
Desa Pakatto
Desa Nirannuang
Desa Sokkolia
Desa Romangloe
Desa Mata Allo
Desa Bili-Bili
8. Pattallassang
Desa Timbusseng
Desa Pattallassang
Desa Pallantikang
Desa Paccellekang
Desa Sunggumanai
Desa Panaikang
Desa Je'nemadinging
Desa Borongpa'la'la
9. Bontonompo Selatan
Desa Sengka
Desa Tanrara
Kelurahan Bontoramba
Desa Tindang
Desa Pa'bundukang
Desa Salajengki
Desa Salajo
Desa Bontosunggu
Desa Jipang
10. Parangloe
Kelurahan Lannai
Kelurahan Bontoparang
Desa Barisallo
Desa Lonjoboko
Desa Belapunrangnga
Desa Botokassi
Desa Belabori
11. Manuju
Desa Pattallikang
Desa Moncongloe
Desa Tanakaraeng
Desa Manuju
Desa Tamalate
58
Desa Bilalang
Desa Tassese
12. Tinggimoncong
Kelurahan Malino
Kelurahan Bulutana
Kelurahan Gantarang
Kelurahan Pattapang
Kelurahan Bontolerung
Kelurahan Garassi
Desa Parigi
13. Tombolo Pao
Kelurahan Tamaona
Desa Pao
Desa Tonasa
Desa Kanreapia
Desa Tabbinjai
Desa Mamampang
Desa Erelembang
Desa Bolaromang
Desa Balasukka
14. Tompobulu
Kelurahan Malakaji
Kelurahan Cikoro
Desa Bontobuddung
Desa Tanete
Desa Garing
Desa Rappoala
Desa Datara
Desa Rappolemba
15. Biringbulu
Kelurahan Lauwa
Desa Tonrorita
Desa Taring
Desa Pencong
Desa Parangloe
Desa Lembangloe
Desa Beru Tallasa
Desa Borimasunggu
Desa Batu Rappe
Desa Batu Malonro
Desa Julukanaya
16. Bungaya
Kelurahan Sapaya
Desa Bontomanai
Desa Mangempang
Kelurahan Jenebatu
Desa Buakkang
Desa Rannaloe
Desa Bissoloro
17. Bontolempangan
Desa Bontoloe
Desa Julumate'ne
Desa Paranglompoa
Desa Bontotangnga
Desa Bontolempangan
59
Desa Pa'landingan
Desa Ulu Jangang
Desa Lassa-Lassa
18. Parigi
Desa Majannang
Desa Jonjo
Desa Manimbahoi
Desa Sicini
Desa Bilanrengi
Sumber: Pengadilan Agama Kabupaten Gowa 2020, diolah.
60
8. Struktur Organisasi
Gambar 4.3: Struktur Organisasi Pengadilan Agama Sungguminasa Kelas IB
61
Tabel 4.2: Struktur Organisasi
Ketua : Drs. Ahmad Nur, M.H.
Wakil Ketua : Dra. Hj. Nurbaya
Hakim :
Dra. Hj. Hadidjah, M.H.
Drs. Kasang
Dra. Hj. Fahima, S.H., M.H.
Dra. Haniah, M.H.
Drs. M. Thayyib Hp.
Mudhirah, S.Ag., M.H.
Muhammad Fitrah, S.HI., M.H.
Ruhana Faried, S.HI., M.HI.
Panitera : Nasruddin, S.Sos., S.H., M.H.
Sekretaris : Drs. Muhammad Amin, M.A.
Panitera Muda Gugatan : Dra. Nadirah
Panitera Muda Permohonan : Nur Intang, S.Ag.
Panitera Muda Hukum : Agus Salim Razak, S.H., M.H.
Panitera Pengganti :
Dra. Hj. Musafirah, M.H.
Dra. I. Damri
Darmawati, S.Ag.
Rahmatiah, S.H.
Drs. H. Misi, S.Ag.
Hasbiyah, S.H.
Hj. Nurwafiah Razak, S.Ag.
Dra. Jasrawati
Ibrahim, S.H.
Andi Tenri, S.Ag.
Dra. Hj. Aisyah
Achmad Tasit, S.H.
Khairuddin, S.H.
Bulgis Yusuf, S.HI., M.H.
Jurusita :
Muh. Aleks, S.H.
Hairuddin, S.H.
Fakhri, S.H.
Jurusita Pengganti : Sirajuddin
Purnama Santi
Kasubbag Kepegawaian, dan
Ortala : Erni, S.H.
Kasubbag Perencanaan, TI,
dan Pelaporan : Andi Suryani M, S.Kom.
Kasubbag Umum dan
Keuangan : Verry Setya Widyatama,S.Kom.
Staf/Pelaksana : - Aswad Kurnawan, S.HI.
Sumber: Pengadilan Agama Kabupaten Gowa 2020, diolah.
62
9. Laporan Perkara Perceraian Pada Pengadilan Agama Sungguminasa
a. Data Perkara Perceraian dan Putusan Tahun 2017-2019
Tabel 4.3: Data Perkara Perceraian dan Putusan Tahun 2017-2019
Banyaknya Perkara Perceraian yang Diterima dan
Diputus oleh Pengadilan Agama di Kabupaten Gowa
No. Tahun
Perkara yang Diterima Putusan Perkara
Cerai
Talak
Cerai
Gugat Jumlah Cerai
Talak
Cerai
Gugat Jumlah Persentase
(fasakh) (fasakh) (%)
1 2017 194 765 959 151 597 748 78,00%
2 2018 232 887 1119 167 721 888 79,36%
3 2019 285 933 1218 189 764 953 78,24%
Total 711 2585 3296 507 2082 2589 78,55%
Sumber: Pengadilan Agama Kabupaten Gowa 2020, diolah.
Berdasarkan tabel di atas untuk mengetahui lebih rinci data perkara
perceraian yang diterima dan diputus pada Kantor Pengadilan Agama Kabupaten
Gowa akan diuraikan dalam setiap tahunnya, sebagai berikut:
b. Data Perkara Perceraian dan Putusan Tahun 2017
Tabel 4.4: Data Perkara Perceraian dan Putusan Tahun 2017
Bulan
Laporan yang Diterima Putusan Perkara
Cerai Talak Cerai Gugat
(Fasakh) Cerai Talak
Cerai Gugat
(Fasakh)
Januari 11 67 10 44
Februari 9 51 7 44
Maret 16 61 12 49
April 22 82 20 66
Mei 9 80 6 74
Juni 6 22 3 18
Juli 22 77 19 77
Agustus 19 75 15 61
September 23 64 20 1
Oktober 24 77 14 72
November 15 71 10 61
Desember 18 38 15 30
Jumlah 194 765 151 597
Sumber: Pengadilan Agama Kabupaten Gowa 2020, diolah.
63
c. Data Perkara Perceraian dan Putusan Tahun 2018
Tabel 4.5: Data Perkara Perceraian dan Putusan Tahun 2018
Bulan
Laporan yang Diterima Putusan Perkara
Cerai Talak Cerai Gugat
(Fasakh) Cerai Talak
Cerai Gugat
(Fasakh)
Januari 20 103 13 31
Februari 14 57 13 50
Maret 23 75 20 72
April 12 84 6 70
Mei 15 66 10 60
Juni 14 40 8 36
Juli 22 86 17 74
Agustus 19 95 14 81
September 29 75 15 70
Oktober 36 93 30 92
November 20 77 15 65
Desember 8 36 6 20
Jumlah 232 887 167 721
Sumber: Pengadilan Agama Kabupaten Gowa 2020, diolah.
d. Data Perkara Perceraian dan Putusan Tahun 2019
Tabel 4.6: Data Perkara Perceraian dan Putusan Tahun 2019
Bulan
Laporan yang Diterima Putusan Perkara
Cerai Talak Cerai Gugat
(Fasakh) Cerai Talak
Cerai Gugat
(Fasakh)
Januari 44 128 12 46
Februari 22 78 20 73
Maret 24 89 17 80
April 19 64 13 60
Mei 17 67 12 60
Juni 22 70 18 43
Juli 26 107 19 105
Agustus 15 66 12 61
September 30 96 13 80
Oktober 33 73 29 67
November 19 74 14 69
Desember 14 21 10 20
Jumlah 285 933 189 764
Sumber: Pengadilan Agama Kabupaten Gowa 2020, diolah.
64
Berdasarkan tabel di tahun 2017, ada empat kolom yang terdiri dari
data perkara yang masuk dan data perkara yang diputus. Jumlah data cerai yang
masuk fluktuatif setiap bulannya namun jika dilihat dari jumlah data jenis
perceraian antara cerai talak dan cerai gugat, perkara cerai talak berjumlah 194
perkara yang masuk dan putusannya hanya 151 perkara. Namun pada cerai gugat,
jumlahnya lebih banyak yakni 765 perkara yang masuk dan yang diputus 597
perkara. Sedangkan di tahun 2018, dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan yang
signifikan selama setahun. Pada kolom cerai talak terlihat angka 232 yang diputus
ternyata hanya 167 perkara. Disisi lain, data laporan cerai gugat lebih meningkat
lagi dari tahun sebelumnya yakni 887 sedang yang diputus hanya 721 perkara.
Jumlah putusan cerai talak di tahun 2019 ialah 189 dari perkara yang masuk 285
perkara, sedangkan jumlah putusan perkara cerai gugat ialah 764 dari perkara
yang masuk ialah 933 perkara.
10. Mediasi dan Mekanisme Kasus Perceraian
a. Mediasi Perceraian
Mediasi di Pengadilan Agama adalah suatu proses usaha
perdamaian antara suami dan istri yang telah mengajukan gugatan cerai,
dimana mediasi ini dijembatani oleh seorang Hakim yg ditunjuk di
Pengadilan Agama.
Pada saat sidang pertama, majelis Hakim akan melengkapi berkas-
berkas yang diperlukan dalam persidangan, seperti: kelengkapan surat
gugatan, surat kuasa, surat panggilan para pihak, dsb. Selanjutnya Hakim
akan menjelaskan bahwa sesuai prosedur dimana sebelum dijalankannya
65
proses cerai maka para pihak diwajibkan mengadakan mediasi. Kemudian
Hakim bertanya apakah para pihak mempunyai mediator. Jika tidak maka
Hakim akan menentukan seorang mediator untuk memimpin mediasi para
pihak.
Majelis Hakim kemudian menentukan Hakim lain untuk menjadi
mediator dalam pelaksanaan mediasi. Mediasi dilakukan di ruang khusus
di Pengadilan Agama. Umumnya mediasi dilakukan maksimal 2 kali. Bila
dalam mediasi tidak tercapai perdamaian/rujuk, maka barulah proses
perkara perceraian dapat dilaksanakan
Adapun prosedur mediasi peradilan agama, terdiri dari tahap pra
mediasi, adapun pelaksanaan tahap pra mediasi ialah pada hari sidang
pertama yang dihadiri kedua belah pihak Hakim mewajibkan para pihak
untuk menempuh mediasi. Hakim Menunda proses persidangan perkara
untuk memberikan kesempatan proses mediasi paling lama 40 Hari Kerja.
Hakim menjelaskan prosedur mediasi kepada para pihak yang
bersengketa. Para pihak memilih Mediator dari daftar nama yang telah
tersedia, pada hari Sidang Pertama atau paling lama 2 hari kerja
berikutnya. Apabila dalam jangka waktu tersebut para pihak tidak dapat
bersepakat memilih Mediator yang dikehendaki maka Ketua Majelis
Hakim segera menunjuk Hakim bukan pemeriksa pokok perkara untuk
menjalankan fungsi Mediator.
Selanjutnya dilakukan Tahap Proses Mediasi. Dalam waktu paling
lama 5 hari kerja setelah para pihak menunjuk Mediator yang disepakati
66
atau setelah ditunjuk oleh Ketua Majelis Hakim, masing-masing pihak
dapat menyerahkan resume perkara kepada Hakim Mediator yang
ditunjuk. Proses mediasi berlangsung paling lama 40 hari kerja sejak
Mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh Majelis Hakim.
Mediator wajib mempersiapkan jadwal pertemuan Mediasi kepada para
pihak untuk disepakati. Apabila dianggap perlu Mediator dapat melakukan
“Kaukus”. Mediator berkewajiban menyatakan mediasi telah Gagal jika
salah satu pihak atau para pihak atau Kuasa Hukumnya telah 2 kali
berturut-turut tidak menghadiri pertemuan Mediasi sesuai jadwal yang
telah disepakati tanpa alasan setelah dipanggil secara patut.
Jika mediasi menghasilkan kesepakatan perdamaian maka wajib
dirumuskan secara tertulis dan ditandatangani oleh para pihak dan
Mediator. Jika mediasi diwakili oleh Kuasa Hukum para maka pihak wajib
menyatakan secara tertulis persetujuan atau kesepakatan yang dicapai.
Para pihak wajib menghadap kembali kepada Hakim pada hari Sidang
yang telah ditentukan untuk memberi tahukan kesepakatan perdamaian
tersebut. Para pihak dapat mengajukan kesepakatan perdamaian kepada
Hakim untuk dikuatkan dalam bentuk “Akta Perdamaian”. Apabila para
pihak tidak menghendaki kesepakatan perdamaian dikuatkan dalam bentuk
Akta perdamaian maka harus memuat clausula pencabutan Gugatan dan
atau clausula yang menyatakan perkara telah selesai.
Apabila mediasi tidak mencapai kesepakatan, Mediator wajib
menyatakan secara tertulis bahwa proses mediasi telah gagal dan
67
memberitahukan kegagalan tersebut kepada Hakim. Pada tiap tahapan
pemeriksaan perkara Hakim pemeriksa perkara tetap berwenang untuk
mengusahakan perdamaian hingga sebelum pengucapan Putusan. Jika
mediasi gagal, pernyataan dan pengakuan para pihak dalam proses mediasi
tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses persidangan. Hakim
Banding/Kasasi/Peninjauan Kembali wajib menunda pemeriksaan perkara
yang bersangkutan selama 14 hari kerja sejak menerima pemberitahuan
tersebut.
Para pihak melalui Ketua Pengadilan Agama dapat mengajukan
Kesepakatan perdamaian secara tertulis kepada Majelis Hakim
Banding/Kasasi/Peninjauan Kembali untuk dikuatkan dalam Akta
perdamaian. Akta perdamaian ditanda tangani oleh Majelis Hakim
Banding/Kasasi/Peninjauan Kembali dalam waktu selambat-lambatnya 30
hari kerja sejak dicatat dalam Register Induk Perkara.
b. Mekanisme Perceraian
Ada beberapa proses penyelesaian perkara cerai talak yakni
Pemohon mendaftarkan permohonan cerai talak ke pengadilan agama.
Pemohon dan Termohon dipanggil oleh pengadilan agama untuk
menghadiri persidangan.
Pada sidang pertama, hakim berusaha mendamaikan kedua belah
pihak, dan suami istri harus datang secara pribadi. Apabila tidak berhasil,
maka hakim mewajibkan kepada kedua belah pihak agar lebih dahulu
menempuh mediasi. Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan
68
perkara dilanjutkan dengan membacakan surat permohonan, jawaban,
jawab menjawab, pembuktian dan kesimpulan. Dalam tahap jawab
menjawab (sebelum pembuktian) Termohon dapat mengajukan gugatan
rekonvensi (gugat balik).
Jika permohonan dikabulkan, Apabila Termohon tidak puas dapat
mengajukan banding melalui pengadilan agama. Jika Permohonan ditolak.
Pemohon dapat mengajukan banding melalui pengadilan
agama/mahkamah syar‟iyah tersebut; jika permohonan tidak diterima.
Pemohon dapat mengajukan permohonan baru.
Apabila permohonan dikabulkan dan putusan telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, maka Penggugat mendaftarkan gugatan perceraian
ke pengadilan agama. Penggugat dan Tergugat dipanggil oleh pengadilan
agama/mahkamah syar‟iah untuk menghadiri persidangan. Jika dalam
tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan sidang penyaksian ikrar
talak, suami atau kuasanya tidak melaksanakan ikrar talak di depan sidang,
maka gugurlah kekuatan hukum penetapan tersebut dan perceraian tidak
dapat diajukan lagi berdasarkan alasan hukum yang sama. Setelah ikrar
talak diucapkan, panitera berkewajiban memberikan Akta Cerai sebagai
surat bukti kepada kedua belah pihak selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
setelah penetapan ikrar.
Sedangkan, proses penyelesaian perkara cerai gugat yakni
pertama, Penggugat mendaftarkan gugatan perceraian ke pengadilan
agama. Selanjutnya, Penggugat dan Tergugat dipanggil oleh pengadilan
69
agama untuk menghadiri persidangan. Tahapan persidangannya dilakukan
pemeriksaan di sidang pertama hakim berusaha mendamaikan kedua belah
pihak dan suami istri harus datang secara pribadi. Apabila tidak berhasil,
maka hakim mewajibkan kepada kedua belah pihak agar lebih dahulu
menempuh mediasi. Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan
perkara dilanjutkan dengan membacakan surat permohonan, jawaban,
jawab menjawab, pembuktian dan kesimpulan.
Dalam tahap jawab menjawab (sebelum pembuktian) Termohon
dapat mengajukan gugatan rekonvensi (gugat balik). Jika gugatan ditolak,
Penggugat dapat mengajukan banding melalui pengadilan agama. Namun,
jika gugatan tidak diterima. Penggugat dapat mengajukan gugatan baru.
Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap maka panitera
pengadilan agama memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai
kepada kedua belah pihak selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah
putusan tersebut diberitahukan kepada para pihak.
B. Hasil Penelitian
1. Strategi Komunikasi Persuasif dalam Meminimalisir Kasus Perceraian
Untuk memperoleh hasil penelitian dari rumusan masalah pertama
terkait bagaimana strategi komunikasi persuasif dalam meminimalisir
kasus perceraian di Kabupaten Gowa, Peneliti menggunakan teknik
wawancara kepada pihak yang berkenaan langsung dengan penelitian dan
observasi ke tempat penelitian. Penulis menetapkan 11 informan untuk
70
menjawab rumusan masalah penelitian. Adapun karakteristik informan
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.7: Karakteristik Informan Berdasarkan Jabatan/Profesi
No. Nama Jabatan/Profesi Alamat
1. Drs. M. Thayyib. Hp Hakim (Mediator) Makassar
2. Drs. Abdul Jabbar Dg.
Tojeng
Tokoh Masyarakat Kelurahan Borongloe
3. Abu Bakar Dg. Tea Tokoh Agama Kelurahan Bontomanai
4. Masita Guru Desa Pallantikang
5. Jumriani Ibu Rumah Tangga Desa Pakkatto
7. Nur Indah Sari Ibu Rumah Tangga Desa Sokkolia
8. Irnawati Buruh Pabrik Desa Romangloe
9. Al-Qadry Karyawan Swasta Desa Pattallassang
10. Irmayanti Karyawan Swasta Desa Sokkolia
Sumber: Penulis, 2020
Tabel 4.8: Karakteristik Informan Berdasarkan Tingkat Usia
No Nama Usia
1. Drs. M. Thayyib.Hp 58 tahun
2. Drs. Abdul Jabbar Dg. Tojeng 47 tahun
3. Abu Bakar Dg Tea 53 tahun
4. Masita 41 tahun
5. Jumriani 26 tahun
6. Irmayanti 30 tahun
7. Irmawati 29 tahun
8. Nur Indah Sari 29 tahun
Sumber: Penulis, 2020
Tabel 4.9: Karakteristik Informan Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No Nama Tingkat Pendidikan
1. Drs. M. Thayyib. Hp Magister
2. Drs. Abdul Jabbar Dg. Tojeng Strata 1
3. Abu Bakar Dg Tea Strata 1
4. Masita Strata 1
5. Jumriani SMA
6. Al Qadry Strata 1
7. Irmayanti SMA
10. Irnawati SMA
11. Nur Indah Sari Strata 1
Sumber: Penulis, 2020
71
Tabel 4.10: Karakteristik Informan Berdasarkan Lama Pernikahan
No Nama Lama Pernikahan
1. Masita 7 tahun
2. Jumriani 3 tahun
3. Al Qadry 2 tahun
4. Irmayanti 35 tahun
5. Irnawati 12 tahun
Sumber: Penulis, 2020
Tabel 4.11: Karakteristik Informan Berdasarkan Status Pernikahan
No Nama Suami/Istri/Keluarga Cerai Gugat/Talak
1. Masita Isteri Gugat
2. Jumriani Isteri Rujuk
3. Al Qadry Suami Gugat
4. Irmayanti Isteri Rujuk
5. Irnawati Isteri Gugat
8. Nur Indah Sari Keluarga ----
Sumber: Penulis, 2020
Komunikasi persuasif merupakan komunikasi yang bertujuan
mengubah atau memengaruhi kepercayaan, sikap dan perilaku seseorang
sehingga bertindak sesuai dengan yang diharapkan oleh komunikator.
Dari tahapan keseluruhan data yang diperoleh peneliti maka telah
diketahui strategi komunikasi persuasif yang dilakukan dalam menaggulangi
perceraian baik dari keluarga pihak Penggugat, Tergugat, Tokoh Masyarakat,
Tokoh Agama maupun Mediator, yakni sebagai berikut:
a. Kognitif
Dalam proses ini, terjadi perubahan pada diri penggugat berkaitan
dengan pikirannya. Sebagaimana yang disampaikan oleh Penggugat,
Orang Bercerai atas nama Ibu Masita, seorang istri yang berprofesi sebagai
Pegawai Negeri Sipil di salah satu sekolah menengah atas menyatakan
proses mediasi perceraiannya:
72
“Setelah mediator menyampaikan pesan kepada Saya, Saya
menerima dengan baik, meskipun mediasi yang diberikan tidak
bisa saya realisasikan.”
Berdasarkan dari pernyataan ibu Masita, beliau menyadari
sepenuhnya akan konsekuensi dari keputusan perceraian yang akan beliau
hadapi dan menerima pesan dan saran dari mediator dengan baik tetapi
beliau tetap kekeuh dengan keputusannya untuk tetap bercerai.
Orang tidak jadi bercerai, Ibu Jumriani seorang ibu rumah tangga
lulusan sekolah menengah atas yang menikah setelah lulus telah dikaruniai
seorang anak perempuan berumur ± 1 tahun, menyatakan:
“Iya, Tokoh agama memberikan saya saran, katanya fikirkan
dengan matang, sebelum mengambil tindakan.” ( 09 Maret 2020 )
Setelah mendengarkan saran dari orangtua beliau sendiri dan tokoh
agama beliau menuturkan bahwa keputusan untuk bercerai ia pikirkan
kembali masa depan anaknya. Lebih lanjut Ibu Jumriani juga menyatakan:
“Saya juga memikirkan nasib dari anak saya jika saya bercerai
dengan suami saya apalagi sebelumnya saya sudah bercerai maka dari
itu saya berpikir kembali.” (09 maret 2020)
Ibu Jumriani sangat mempertimbangkan keputusan perceraiannya
karena memikirkan masa depan anak perempuan semata wayangnya.
Orang bercerai, Irnawati seorang istri yang memutuskan bercerai
diusia 29 tahun dengan usia pernikahan ± 12 tahun, menyatakan:
73
“Respon saya saat mediator memberi saran, saya terima tapi saya
tidak bisa rujuk. Walaupun Suami tidak mau bercerai.”
(26 Februari 2020)
Beliau menerima dengan baik saran dan nasehat dari mediator
dalam hal ini adalah Hakim. Walaupun pada akhirnya beliau memutuskan
untuk bercerai dengan alasan kekecewaan yang mendalam terhadap
suaminya yang berprofesi sebagai supir truk. Adapun cara atau strategi
yang dilakukan hakim sebagai mediator agar pasangan yang mengajukan
perceraian dapat mengurungkan niatnya untuk bercerai yakni, sebagai
Hakim sekaligus mediator menuturkan bahwa:
“Kita berusaha memberikan pemahaman berkata-kata dengan baik,
jangan berkesan kita ini adalah lawan karena tujuan kita itu
memperbaiki hubungan orang, jadi keluar semuami itu taktik-taktik,
tehknik-teknik, kita keluarkan dalil-dalil betapa Allah membeci
sebuah perceraian, kita keluarkan undang-undang, rumus-rumus
agama, supaya mereka itu tahu kenapa sampai kita sangat berupaya
untuk, tapi tidak terkesan dipermudah maupun dipersulit.”
(13 Februari 2020)
Pada saat kedua pihak datang ke pengadilan agama untuk
mengajukan perceraian, semua strategi persuasif dilakukan oleh Mediator.
Salah satunya dalam hadis dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu „anhuma, Nabi
„alaihis shalatu was salam bersabda,
م فتىة يجىء إن إبليس يضع عرش على الم م مى مىزلة أعظم بء ثم يبعث سرايبي فأدوب
م فيقل مب ترك كذا فيقل مب صىعت شيئب قبل ثم يجىء أحد م فيقل فعلت كذا قت أحد ت حتى فر
بي بيى قبل –ه امرأت يقل وعم أوت – مى فيدوي
74
“Sesungguhnya iblis singgasananya berada di atas laut. Dia
mengutus para pasukannya. Setan yang paling dekat kedudukannya
adalah yang paling besar godaannya. Di antara mereka ada yang
melapor, „Saya telah melakukan godaan ini.‟ Iblis berkata, „Kamu belum
melakukan apa-apa.‟ Datang yang lain melaporkan, „Saya menggoda
seseorang, sehingga ketika saya meninggalkannya, dia telah bepisah
(talak) dengan istrinya.‟ Kemudian iblis mengajaknya untuk duduk di
dekatnya dan berkata, „Sebaik-baik setan adalah kamu.”
(HR. Muslim 2813).
Lebih lanjut, Drs. M. Thayyib.Hp menuturkan bahwa:
“Namun sebelumnya, kami upayakan dulu mediasi. Kita maksimalkan
mediasi barangkali masih ada jalan untuk bisa kita perbaiki supaya
bercerai itu betul-betul putusan yang darurat. Sebagaimana dalam
Agama, perceraian itu halal tapi dibenci oleh Allah. Itulah kita harus
betul-betul dalami persoalan RT sehingga kita tidak mudah untuk
menceraikan orang.
Selain kita memberikan nasehat-nasehat. Untuk mendalami
perkaranya, ada namanya Mediator, disini fungsi mediator. Kita
berharap mediator bisa memediasi mereka, mendengar kedua belah
pihak apa sebenarnya yang menjadi akar permasalahan agar bisa
mencarikan solusi. Sepanjang masih ada jalan untuk bisa diperbaiki
maka kita perbaiki.
Disamping kita memberikan nasehat, kita mendamaikan.
Dipertegas atau diperkuat lagi dengan adanya upaya mediasi. Yang
menjadi mediator itu adalah Hakim itu sendiri. Karena kita disini
belum ada mediator dari luar. Jadi disini hakim yang berperan sebagai
mediator.” (13 Februari 2020)
Setelah mediator paham tentang penyebab timbulnya perselisihan
maupun pertengkaran, selanjutnya mediator bisa melakukan penasehatan
melalui pendekatan nilai-nilai islam terhadap kedua belah pihak secara
tepat, sesuai sasaran. Dengan harapan agar keduanya menyadari
75
kesalahannya masing-masing dan mau saling memaafkan, sehingga bisa
rukun kembali sebagai suami isteri yang baik.
b. Afektif
Afektif menyangkut emosi atau perasaan atau sikap dari seseorang,
terjadinya perubahan pada diri audiens berkaitan dengan gerak hati. Yakni
menjadi setuju atau tidak setuju dengan apa yang telah disampaikan. Ini
bisa dilihat dari penuturan penggugat dan tokoh masyarakat. Seperti yang
dinyatakan orang yang rujuk Ibu Jumriani yang berusia 26 tahun yang
pada saat itu usia pernikahannya masih ± 3 tahun
“Yah tapi begitulah, dilain sisi juga saya masih mencintai suami
saya.” (9 Maret 2020)
Berdasarkan penuturan dari ibu Jumriani perasaan tidak tega dan
peran isteri serta ibu masih lebih kuat dibanding ego untuk berpisah
dengan suami.
Sedangkan penuturan dari Ibu Masita warga Desa Pallantikang
yang berusia 41 tahun:
“Ketidak cocokan, juga kefuturan suami akhirnya menikah secara
diam-diam meskipun keluarganya wanita yang dia nikahi dan saya
sendiri sebagai isteri tidak menyetujui, saya merasa sakit hati sama
tindakannya mantan suamiku makanya saya memutuskan untuk
bercerai saja.” ( 8 maret 2020)
Merasa dikhianati dan dibohongi oleh suami karena orang yang
dulunya kuat pemahaman agamanya namun goyah karena nafsu dari
godaan orang ketiga.
76
Tokoh Masyarakat dalam hal ini Bapak Drs. Abdul Jabbar Dg.
Tojeng juga menuturkan cara ketika beliau mengahadapi orang yang ingin
bercerai:
“Ketika istri datang mengadu bahwa saya dan suami tidak cocok lagi.
Saya tanya kembali, kamu berumah tangga atau hidup bersama sama
suami sudah berapa tahun? Dia jawab, sudah 15 tahun. Saya tanya
ulang kembali, kenapa baru sekarang tidak cocok padahal sudah 15
tahun sama-sama. dia pamit pulang dan tidak jadi bercerai sampai
sekarang.”( 22 Februari 2020)
Bapak Jabbar adalah seorang tokoh masyarakat yang seringkali
menghadapi pasangan yang ingin memutuskan untuk bercerai. Menurut
hasil wawancara dari penuturan beliau, setelah melakukan upaya-upaya
komunikasi terhadap pihak penggugat dalam hal ini seorang istri. Pada
akhirnya yang bersangkutan memilih untuk tidak melanjutkan perkara
perceraiannya ke pengadilan. Dapat dilihat, bapak Jabbar sebagai tokoh
masyarakat tidak menghadapi hambatan komunikasi dalam menyampaikan
pesannya kepada pihak penggugat.
c. Konatif
Komponen strategi komunikasi persuasif ini memengaruhi perilaku
atau tindakan dari seseorang. Lebih jauh, terjadinya perubahan pada diri
audiens terkait dengan perbuatannya. Yakni meyakinkan penggugat
berbuat sesuatu arahan atau nasihat yang diberikan, mereka memutuskan
menolak untuk melakukan perceraian.
Tokoh Agama atas nama Bapak Abu Bakar menuturkan, ada
beberapa upaya yang dilakukan oleh beliau:
77
“Langsung menegur, dipantau (oleh binmas atau babinsa), Orangtua
harus terlibat langsung dalam pendidikan anak. Menertibkan anak-
anak pada jam-jam sekolah. Mencaritahu apa penyebabnya, Mengajak
bicara satu per satu (tidak dalam satu forum), Memberi waktu mediasi
selama 3 bulan, Belajar agama dulu agar kalian tahu dan bisa
melaksanakan hak dan kewajiban antara suami dan istri. Ditanya dulu
permasalahannya atau penyebab konfliknya. Dinasehati, bahwa jika
hanya kebiasaan sehari-hari saja tidak usah dipermasalahkan.” (15
Maret 2020)
Berdasarkan penuturan beliau, dapat kita lihat tahapan-tahapan
komunikasi yang dilakukan oleh beliau sebagai tokoh agama. Beliau bisa
mengatasi hambatan-hambatan komunikasi yakni melakukan umpan balik,
memahami kompleksitas individu dengan baik, menggunakan komunikasi
langsung, menggunakan bahasa yang lebih sederhana dan mudah.
Sedangkan tokoh Masyarakat atas nama Drs. Abdul Jabbar Dg.
Tojeng , menuturkan:
“Kami Melakukan pendekatan, bahwa perceraian itu dibolehkan tapi
itu adalah yang dibenci oleh Allah. Kami memberi nasehat bahwa
pernikahan itu adalah hal yang sakral yang perlu dipertahankan
walaupun perceraian itu adalah boleh dilakukan tapi itu hal yang
dibenci oleh Allah. Kedua, nasehat utnuk berusaha mempertahankan
rumah tangga apalagi sdh punya keturunan maka kelangsungan hidup
rumah tangga harus dipertahankan karena generasi berikutnya itu akan
tidak terurus atau besar kemungkinan tdk berhasil, akan terjadi kacau
balau. Ketika istri datang mengadu bahwa saya dan suami tidak cocok
lagi. Saya tanya kembali, kamu berumah tangga atau hidup bersama
sama suami sudah berapa tahun? Dia jawab, sudah 15 tahun. Saya
tanya ulang kembali, kenapa baru sekarang tidak cocok padahal sudah
15 tahun sama-sama. dia pamit pulang dan tidak jadi bercerai sampai
sekarang.”( 22 Februari 2020)
Nasehat dan perkataan dengan menggunakan kata atau kalimat
yang bijak dapat memberikan pengaruh positif baik pemikiran, suasana
hati terlebih lagi dapat memengaruhi keputusan pasangan yang ingin
melakukan perceraian.
78
Baik keluarga, tokoh masyarakat, tokoh agama maupun mediator
telah melakukan upaya-upaya agar komunikasi terhadap pihak atau
pasangan yang ingin melakukan perceraian berjalan baik yaitu dengan: 1)
Melakukan umpan balik (feedback), 2) Memahami kondisi pribadi yang
bersangkutan, 3) Melakukan komunikasi langsung (face to face) antara
pasangan suami-istri tersebut dalam sebuah forum kekeluargaan, 4)
Menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami oleh yang
bersangkutan.
Adapun penuturan dari Drs. M. Thayyib.Hp hakim yang sekaligus
mediator, ada beberapa mekanisme yang beliau terapkan kepada pihak
yang mengajukan perceraian baik cerai talak maupun cerai gugat. Yakni
sebagai berikut:
“Selain kita memberikan semacam nasihat justru yang paling
mendalami perkaranya ada namanya mediator dan disinilah fungsinya
mediator kita berharap mediator bisa memediasi mereka mendengar
Kedua belah pihak apa sebenarnya yang menjadi Akar masalah dalam
rumah tangganya dan agar kita bisa mencarikan solusi sepanjang
masih ada jalan Untuk kita bisa perbaiki kita perbaiki. Jadi Hakim
menyampaikan pesan kepada orang yang bercerai itu secara langsung,
Jadi di samping kita memberikan nasihat karena memang sudah
menjadi kewajiban hakim Dalam suatu perkara kita berusaha untuk
mendamaikan kita pertegas lagi dan diperkuat lagi dengan cara
mediasi, jadi mediator itu disini Hakim juga karena kita di sini belum
ada mediator dari luar jadi di sini kita pakai hakim sebagai mediator
Jadi mediator nya disini hanya Hakim saja.”
Sebelum melakukan penasehatan pada para pihak yang akan
bercerai, mediator terlebih dahulu menjelaskan tentang tugas dan maksud
diadakannya mediasi serta waktu yang disediakan untuk pelaksanaan
mediasi, sehingga para pihak sebelum dimediasi telah mengetahui esensi
79
dari pada diadakannya mediasi itu sendiri. Dan sebelum masuk pada
penasehatan, mediator hendaknya mengetahui penyebab terjadinya
perselisihan dan pertengkaran, yang tentunya bisa digali dari keterangan
para pihak ataupun dengan membaca dan memahami dalil-dalil gugatan
cerai atau permohonan cerai talak yang diajukan oleh Penggugat atau
Pemohon. Lebih lanjut, beliau menyampaikan kondisi dari pihak yang
datang ke pengadilan.
“Rata-rata pada akhirnya karena mereka sudah mengerti Apa
maksudnya itu sebenarnya kita ini untuk memperbaiki karena ada
orang yang tidak mau mentongmi diperbaiki karena rata-rata orang
yang datang untuk bercerai bilang kami datang hanya sebagai
formalitas saja,Tapi tetap kita memberikan pemahaman Kita dapat
menerima dengan baik pesan kami rata-rata mereka bisa terima.”
“Jika masih ada salah satu pihak yang masih sangat menginginkan
perkawinannya berlanjut,kita kasih kesempatan untuk bagaimana
bisa dia membuktikan keseriusannya bahwa dia betul-betul mau
bertahan rumah tangganya, jadi kita kasi kesempatan dulu, nanti
pada saatnya kita tanyakan lagi bagaimana upayanya, setelah
dikasih kesempatan ternyata tidak juga berhasil apa boleh buat kita
lanjutmi perkara mau dibilang 70% kasus percereian selebihnya itu
kasus-kasus lain sama sekali nda boleh mengintervensi salah saatu
pihak kita ini berada ditengah.” (13 Februari 2020)
Jangka waktu proses mediasi di dalam pengadilan, sepakat
atau tidak sepakat, adalah 22 hari, sedangkan untuk mediasi di luar
pengadilan jangka waktunya 30 hari, jika mediasi menghasilkan
kesepakatan, para pihak wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan
yang dicapai dan ditandatangani kedua pihak, dimana hakim dapat
mengukuhkannya sebagai sebuah akta perdamaian, tapi apabila tidak
tercapai suatu kesepakatan, hakim melanjutkan pemerikasaan perkara
sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku.
80
2. Faktor Terjadinya Perceraian
Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap beberapa informan,
faktor-faktor terjadinya perceraian tidak beda jauh dari Undang-Undang
tentang Peraturan Pemerintah Nomor 9 Pasal 19 Tahun 1975. Faktor
terjadinya perceraian dari pihak penggugat dan tergugat, sebagai berikut:
a. Alasan utama mereka memutuskan untuk bercerai karena perselisihan
dan pertengkaran.
Menurut penuturan Ibu Masita:
“Saya memutuskan bercerai karena ketidakcocokan, juga kefuturan
suami akhirnya menikah secara diam-diam meskipun keluarga
wanita tidak menyetujui.” (8 Maret 2020)
Karena pengkhianatan suami menikah diam-diam ibu masita
yang seorang pegawai negeri sipil memutuskan untuk bercerai dengan
suaminya yang lama usia pernikahannya ± 7 tahun.
b. Kemudian faktor kedua disebabkan oleh pihak laki-laki berbuat zina,
menjadi pemabuk dan penjudi.
Ibu Irmayanti menuturkan:
“Saya ingin bercerai karena suami suka mabuk-mabukan, main
judi dan sering memukul saya.” (10 maret 2020)
Tidak jauh beda yang dialami ibu Jumriani sebagaimana yang
telah dituturkan saat wawancara:
81
“Saya memutuskan untuk bercerai karena suami saya suka
memukul.” (9 Maret 2020)
Kekerasan dalam rumah tangga yang melatar belakangi ibu
Irmayanti dan ibu Jumriani untuk memutuskan bercerai dengan suami.
c. Kemudian, faktor lainnya pihak istri memiliki penyakit dengan akibat
tidak mampu menjalankan kewajibannya sebagai istri.
Bapak Al-Qadry menuturkan:
“Saya digugat cerai oleh istri karena istri saya merasa tidak mampu
menjalankan kewajibannya sebagai istri karena memiliki penyakit
di rahimnya. Meskipun saya sudah berusaha untuk
mempertahankan rumah tangga saya.” (10 maret 2020)
Isteri dari bapak Al-Qadry yang bersikeras untuk bercerai dengan
beliau karena sang isteri merasa tidak mampu menjalankan
kewajibannya sebangai seorang isteri.
d. Sedangkan faktor lainnya menurut sudut pandang mediator dalam hal
ini hakim, tokoh agama dan tokoh masyarakat disebabkan oleh sebagai
berikut:
Tokoh agama Abu Bakar dg. Tea menuturkan:
“Umur (dibawah umur), Lingkungan/pergaulan Karena rata-rata
dari awal pernikahan mereka menikah di bawah umur. Mereka
belum dewasa untuk melakukan pernikahan dan itu dipengaruhi
dari lingkungan mereka hingga menikah diusia dini.” (15 Maret
2020)
82
Pernyataan dari bapak Abu Bakar Dg. Tea tidak jauh berbeda
dari penuturan dari tokoh masyarakat oleh bapak Drs. Abdul Jabbar Dg.
Tojeng yaitu:
“Sebelum menikah baik-baik saja namun setelah menikah sering
terjadi cekcok karena usia muda belum bisa berhadapan dengan
masalah, belum bijak secara kematangan kejiwaan belum bijak
untuk menyelesaikan permasalahannya. Pernikahan dini belum
bisa menghadapi persoalan dalam rumah tangga. Walaupun
sebenarnya orang dewasa juga mengalami hal itu tapi setidaknya
dia lebih mampu menyelesaikan masalah, mentalnya lebih kuat. Pada dasarnya ada 2 faktor yaitu; pernikahan dini (dibawah umur)
dibawah usia 19 tahun dan ketika perempuan lebih tinggi
pendapatannya dibanding suaminya.” (22 Februari 2020)
Begitupun penuturan dari hakim Drs. M. Thayyib Hp. Sama seperti
yang di jabarkan tokoh agama dan tokoh masyarakat:
“Terus terang faktor perceraian kalau saya amati itu rata-rata
kurang siap, pernikahan dini mi itu salah satunya, sama Di sini ada
dua kemampuan yang harus dimiliki kalau mau menikah
kemampuan biologis dan kemampuan finasial, tidak cukup hanya
dengan biologis saja begitupun sebaliknya”. (13 Februari 2020)
Kurangnya kesiapan mental dan belum matangnya jiwa raga
pasangan mempelai untuk membina rumah tangga yang rukun, damai
dan harmonis menjadi anasir utama putusnya tali perkawinan.
3. Hambatan Komunikasi dalam Meminimalisir Perceraian
Ada beberapa hambatan komunikasi dalam meminimalisir
perceraian yang peneliti dapat simpulkan, yakni sebagai berikut:
a. Hambatan Internal
Hambatan ini berasal dari dalam diri informan maupun pihak
suami istri yang akan melakukan perceraian pada saat mediasi. Hal ini
dapat dilihat dari kondisi fisik dan psikologis mereka. Yakni:
83
Setiap orang memiliki perbedaan sifat dan kepribadian, sifat
kepribadian seseorang adalah hasil interaksi antara diri orang itu,
pengalaman hidup dan lingkungan sekitarnya. Bapak Drs. M. Thayyib
Hp. Selaku mediator (Hakim Pengadilan Agama), pada saat mediasi
dilakukan saran dan nasehat kepada pelaku perceraian :
“Ada juga yang tidak ada lagi komentar dan ada juga yang
keberatan untuk dimediasi tergantung orangnya karena kan biasa
orang berbeda-beda sifatnya ada yang datang dengan sifat yang
temperamen „Untuk apa lagi saya dimediasi karena ini sudah
jelas-jelas saya tidak bisa dirukunkan‟ umpamanya toh, Tapi
tetap kita memberikan penjelasan tentang fungsi kita sebagai
Hakim bukan hanya sekedar menceraikan seseorang karena
fungsi kita juga itu fungsi perdamaian disitu kita tinggal
bagaimana kita pintar pintar memberikan Pemahaman supaya
mereka bisa terima.” ( 13 Februari 2020)
Meskipun penggugat ataupun tergugat tidak menerima saran
maupun nasehat mediator karena kondisi yang sedang tempramen bapak
Drs. M. Thayyib Hp. Selaku mediator tetap memberikan pemahaman dan
penyampaian dengan bijak sesuai fungsi perdamaian agar mediator tidak
terkesan mengitervensi penggugat maupun tergugat.
Hal ini tidak berbeda jauh dari penuturan Drs. Abdul Jabbar Dg.
Tojeng selaku tokoh masyarakat yang sering menghadapi pasangan
bercerai:
“Masing-masing mempertahankan ego sehingga sangat
sulit membangun komunikasi diantara keduanya. Masing-
masing menganggap dirinya hebat, benar sehingga susah.
Untuk bertemu saja membicarakan hal yg membuat mereka
rujuk tidak bisa.” (22 Februari 2020)
Sama halnya dengan penuturan keluarga atas nama ibu Nur Indah
Sari tidak jauh berbeda dari penuturan Drs. M. Thayyib.Hp dan Drs.
84
Abdul Jabbar Dg. Tojeng dimana saat dimediasi pihak suami maupun
isteri mempertahankan ego mereka masing-masing:
“Ini penggugat memiliki sifat egois (istri) sedangkan yang
tergugat tidak mau mendengar nasehat dan enggan merubah
kebiasaannya minum minuman keras.” (10 Maret 2020)
Sulitnya menyamakan persepsi dan membangun komunikasi antara
kedua belah pihak karena mempertahankan ego masing-masing sehingga
susah untuk membuat pasangan suami isteri yang akan bercerai untuk
rujuk kembali. Sedangkan berdasarkan penuturan bapak Al-Qadry selaku
pelaku perceraian yang lama pernikahannya ± 2 tahun:
“Kondisi psikologis istri saya yang sering labil yang
membuat beliau tidak mau menerima nasihat saya sebagai
seorang suami.” (10 Maret 2020)
Dalam berkeluarga baik suami maupun isteri harus saling
menghargai sudah sewajarnya, seorang suami ingin didengar dan direspon
segala saran dan masukannya. Selama sarannya positif sudah sepatutnya
isteri merespon dengan baik dan menurutinya. Jika apa yang
diungkapkannya hanya dianggap angin lalu tentu dia akan sangat
tersinggung dan merasa kurang dihargai.
b. Hambatan Eksternal
Hambatan yang berasal dari luar individu dalam hal ini
informan yang terkait dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosial
budaya.
85
Menurut Hardjana (2003:40) Komunikasi dikatakan efektif
apabila pesan diterima dan dimengerti sebagaimana yang dimaksud
oleh pengirimnya, pesan disetujui oleh penerima dan ditindaklanjuti
dengan perbuatan yang diminta oleh pengirim, tidak ada hambatan
untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan untuk menindak
lanjuti pesan yang dikirim. Sedangkan bapak Drs. Abdul Jabbar selaku
tokoh masyarakat menuturkan bahwa:
“Ketika diadakan konseling sangat susah untuk dihadirkan
semuanya untuk bicara baik-baik.” (22 Februari 2020)
Hambatan utama penghambat komunikasi antara mediator dan
pihak suami istri yang berseteru ialah jika pasangan tersebut tidak hadir
dalam forum yang telah disepakati waktunya namun salah satu pihak
tidak menghadirinya membuat komunikasi langsung (face to face) sulit
terlaksana.
Lain halnya dengan bapak Drs. M. Thayyib Hp. Selaku hakim
dan mediator di Pengadilan agama Sungguminasa :
“Karena rata-rata di sini hakim tidak semua orang Gowa
jadi biasa kami tidak paham apa yang mereka tuturkan, tapi
kalau kita sudah tahu bahwa ini orang betul-betul
memerlukan bahasa di sini, kita tunjukkanlah mediator
yang menguasai bahasa setempat.” ( 13 Maret 2020)
Dari sisi antropologis, didapati ada hambatan dari segi bahasa
antara mediator dan pihak penggugat dan tergugat. Perbedaan „bahasa
ibu‟ membuat mediator terhambat menyampaikan pesan dan nasehat
86
yang tepat kepada pihak suami istri tersebut. Sedangkan hambatan
komunikasi yang dialami Bapak Al-Qadry selaku pelaku perceraian :
“Kadang tatap muka di rumahnya atau diluar rumah dan
lebih banyak berkomunikasi via media komunikasi (telepon
genggam) karena dengan media handphone, istri lebih
leluasa untuk membujuk saya untuk mau bercerai yang
sebenarnya saya sangat tidak menginginkannya.” ( 10 Maret
2020)
Penggunaan media handphone sangat berpengaruh hal ini
dikarenakan bapak Al-Qadry tidak memiliki kesempatan untuk
mebujuk karena dengan seseorang akan lebih sungkan atau tidak tega
untuk menolak permintaan yang di komunikasikan secara langsung
tatap muka dibandingkan melalui handphone. Bisa dikatakan, ekspresi
wajah secara langsung saat berbicara dapat mempengaruhi cara
berpikir seseorang. Hambatan komunikasi yang dialami bapak Al-
Qadry tidak beda jauh dengan yang dialami Ibu Masitah yang dimana
komunikasi yang sering digunakan yaitu dengan media handphone :
“Kadang saya tatap muka dengan orangtua juga via media
karena jarak rumah saya dan rumah orangtua jauh.” (8
Maret 2020)
Akibat jarak yang cukup jauh membuat via media adalah jalan
satu-satunya ibu masitah untuk berkomunikasi dengan orangtua, maka
dari itu sering sekali terjadi kegagalan memahami pesan dan makna
dalam komunikasi via media tidak hanya itu berkomunikasi via media
87
membuat persepsi yang berkurang untuk memahami ekspresi emosional
lawan bicara kita.
C. Pembahasan
Strategi komunikasi dalam meminimalisir kasus perceraian di
Kabupaten Gowa yang meliputi komponen dari strategi komunikasi persuasif
sebagai indikator yaitu (1) Kognitif, selanjutnya (2) Afektif kemudian (3)
Konatif. Indikator Kognitif dalam aspek persuasif yang dilakukan oleh
keluarga, tokoh agama, tokoh masyarakat dan hakim dalam Pengadilan
Agama Kabupaten Gowa sepenuhnya telah dilakukan kepada pihak suami
dan istri yang ingin melakukan perceraian. Para pihak yang terkait berusaha
mencari informasi atau bertanya terkait masalah apa yang terjadi di dalam
keluarga pasangan tersebut, kemudian mereka dalam hal ini mediator
memahami permasalahannya kemudian memanggil kedua belah pihak setelah
itu memberikan edukasi tentang hakikat dari hubungan pernikahan yang telah
mereka lalui dan bina selama ini serta menerangkan tentang konsekuensi atau
resiko jika mereka melakukan perceraian, menasehati secara kekeluargaan,
menerangkan bahwasanya perceraian itu menjadi solusi terakhir jika memang
sudah tidak bisa mempertahankan atau melanjutkan biduk rumah tangga
mereka, memberikan solusi yang tepat serta memberikan waktu untuk berfikir
dan menimbang atas keputusan perceraiannya.
Proses edukasi ini dilakukan untuk memberikan ilmu pengetahuan dan
wawasan bagi pasangan suami istri tentang kehidupan pernikahan yang telah
mereka lalui. Perkawinan tidak semata-mata untuk memenuhi atau
88
mensahkan hubungan seksual suami istri tetapi agar memperoleh kebahagiaan
dan kesempurnaan sebagai manusia. Pengetahuan mengenai hak dan
kewajiban suami istri yang mengajarkan adanya tanggung jawab
kebersamaan antara keduanya untuk saling menjaga dan melengkapi,
menerima kenyataan, musyawarah dan suka memaafkan.
Setelah langkah awal diterapkan yakni komponen kognitif dari
strategi komunikasi persuasif maka komponen selanjutnya ialah afektif, aspek
ini dapat terlihat perubahan dari pihak suami istri yang berseteru yakni
mereka menerima pesan atau nasehat yang disampaikan. Dengan kata lain,
yang bersangkutan terbuka atau peka. Pada tingkat ini, muncul keinginan
berubah pikiran untuk membatalkan perceraian. Tahap akhir, berhasil
tidaknya strategi komunikasi yang telah dilakukan ialah pada komponen
konatif. Di tahap ini, pihak suami istri membatalkan keinginannya untuk
bercerai atau tetap melanjutkan keinginannya untuk melangsungkan
perceraian.
Namun, berdasarkan data hasil penelitian yang didapatkan strategi
komunikasi persuasif yang diterapkan oleh pihak mediator ternyata tidak
dapat meminimalisir tingkat perceraian. Ini dibuktikan dari data kasus
perceraian setiap tahunnya tidak mengalami penurunan justru peningkatan
yang sangat signifikan yang menandakan strategi komunikasi persuasif yang
dilakukan tidak memberikan efek pada pihak suami istri yang ingin bercerai.
Ditemukan faktor-faktor penyebab terjadinya perceraian alasan utama
mereka memutuskan untuk bercerai karena perselisihan dan pertengkaran.
89
Perselisihan dan pertengkaran yang terjadi di dalam rumah tangga yang
memang sudah menjadi bagian dalam lika-liku kehidupan di dalam rumah
tangga. Percekcokan yang sering terjadi di dalam keluarga karena salah satu
pihak atau kedua belah pihak tidak dapat menyelesaikan dengan cara yang
baik atau dengan komunikasi yang baik, inilah yang jika berlarut-larut
mengakibatkan sang istri/suami merasa kecewa dan merasa menderita atau
tersiksa, sehingga dengan keadaan seperti ini acapkali berlanjut kepada
perceraian.
Kemudian faktor kedua disebabkan oleh pihak laki-laki berbuat zina,
menjadi pemabuk dan penjudi. Kurangnya pemahaman agama membuat laki-
laki dalam hal ini suami tidak mampu menahan hawa nafsunya. Tanpa agama,
manusia tidak mungkin merasakan kebahagiaan dan ketenangan hidup. Tanpa
agama, mustahil dapat dibina suasana aman dan tentram dalam masyarakat
maupun keluarga.
Faktor lainnya pihak istri memiliki penyakit dengan akibat tidak
mampu menjalankan kewajibannya sebagai istri. Salah satu hak dan
kewajiban dalam rumah tangga ialah memenuhi kebutuhan batin, dengan
alasan tersebut seorang istri lebih memutuskan untuk bercerai karena
khawatir tidak mampu memenuhi kebutuhan batin suaminya. Disisi lain,
kurangnya kesiapan mental dan belum matangnya jiwa raga pasangan
mempelai untuk membina rumah tangga yang rukun, damai dan harmonis
menjadi anasir utama putusnya tali perkawinan.
90
Penyebab perceraian juga dipicu maraknya pernikahan di bawah
umur. Pernikahan di bawah umur membuat mereka belum siap mengatasi
pernik-pernik pertikaian yang mereka jumpai. Padahal pernikahan
memerlukan kesatuan tekad, kepercayaan dan penerimaan dari setiap
pasangan menjalani mahligai perkawinan. Ketidaksiapan pasangan tentu
berhubungan dengan tingkat kedewasaan, mengatasi persoalan yang terkait
dengan kehidupan, seperti keuangan, hubungan kekeluargaan, pekerjaan
setiap pasangan. Cara mereka berpikir, bertindak menentukan cara mereka
mengambil keputusan dalam hidup. Menikah di bawah umur yang disertai
pendidikan rendah menyebabkan tidak dewasa.
Lebih lanjut, pada proses komunikasi persuasif dilakukan ditemui
beberapa hambatan. Hambatan ini berasal dari dalam diri informan maupun
pihak suami istri yang akan melakukan perceraian pada saat mediasi. Hal ini
dapat dilihat dari kondisi fisik dan psikologis mereka. Setiap orang memiliki
perbedaan sifat dan kepribadian, sifat kepribadian seseorang adalah hasil
interaksi antara diri orang itu, pengalaman hidup dan lingkungan sekitarnya.
Salah satu pihak atau kedua belah pihak tempramental atau bersikeras
pada saat mediasi, meski mediator telah berusaha menjalankan fungsinya
sebagai mediator. Suami istri tetap mempertahankan ego masing-masing.
Sulitnya menyamakan persepsi dan membangun komunikasi antara kedua
belah pihak karena mempertahankan ego masing-masing sehingga susah
untuk membuat pasangan suami isteri yang akan bercerai untuk rujuk
kembali. Dalam berkeluarga baik suami maupun isteri harus saling
91
menghargai sudah sewajarnya, seorang suami ingin didengar dan direspon
segala saran dan masukannya. Selama sarannya positif sudah sepatutnya isteri
merespon dengan baik dan menurutinya. Jika apa yang diungkapkannya
hanya dianggap angin lalu tentu dia akan sangat tersinggung dan merasa
kurang dihargai.
Hambatan yang berasal dari luar individu dalam hal ini informan yang
terkait dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosial budaya. Hambatan
utama penghambat komunikasi antara mediator dan pihak suami istri yang
berseteru ialah jika pasangan tersebut tidak hadir dalam forum yang telah
disepakati waktunya namun salah satu pihak tidak menghadirinya membuat
komunikasi langsung (face to face) sulit terlaksana.
Dari sisi antropologis, didapati ada hambatan dari segi bahasa antara
mediator dan pihak penggugat dan tergugat. Perbedaan „bahasa ibu‟ membuat
mediator terhambat menyampaikan pesan dan nasehat yang tepat kepada
pihak suami istri tersebut.
Hambatan lainnya, ialah jarak yang cukup jauh membuat via media
telepon adalah jalan satu-satunya untuk berkomunikasi dengan pasangan yang
memutuskan untuk bercerai, maka dari itu sering sekali terjadi kegagalan
memahami pesan dan makna dalam komunikasi via media karena membuat
persepsi yang keliru untuk memahami ekspresi emosional lawan bicara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi komunikasi yang
dilakukan oleh Pengadilan Agama Kabupaten Gowa cukup baik namun
belum dapat dikatakan optimal karena peningkatan data statistik putusan
92
perceraian setiap tahun masih terus meningkat. Artinya, strategi komunikasi
persuasif Pengadilan Agama Kabupaten Gowa belum bisa meminimalisir
kasus perceraian. Dalam proses komunikasi (Kognitif dan Afektif) dapat
berjalan sesuai apa yang dikehendaki oleh Mediator. Namun pada efek dari
komunikasi persuasif terhadap keputusan bercerai dari pihak suami istri
(Komponen Konatif) ternyata hanya sedikit yang membatalkan
perceraiannya. Pada akhirnya, kasus perceraian pada Pengadilan Agama
Kabupaten Gowa tidak dapat meminimalisir perceraian yang ada di
Kabupaten Gowa.
93
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan pada
pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan, yakni sebagai berikut:
1. Ada tiga komponen dalam penerapan strategi komunikasi persuasif kepada
pihak yang ingin melakukan perceraian. Yakni kognitif, afektif dan
konatif. Indikator Kognitif dalam aspek persuasif, dalam hal ini mediator
memahami permasalahannya kemudian memanggil kedua belah pihak,
memberikan edukasi tentang hakikat pernikahan serta menerangkan
tentang konsekuensi perceraian, menasehati secara kekeluargaan. Afektif,
aspek ini pihak suami istri menerima pesan atau nasehat yang
disampaikan. Dengan kata lain, yang bersangkutan terbuka atau peka. Pada
tingkat ini, muncul keinginan berubah pikiran untuk membatalkan
perceraian. Tahap akhir, berhasil tidaknya strategi komunikasi yang telah
dilakukan ialah pada komponen konatif. Di tahap ini, pihak suami istri
membatalkan keinginannya untuk bercerai atau tetap melanjutkan
keinginannya untuk melangsungkan perceraian. Namun, berdasarkan data
hasil penelitian yang didapatkan strategi komunikasi persuasif yang
diterapkan oleh pihak mediator ternyata tidak dapat meminimalisir tingkat
perceraian. Ini dibuktikan dari data kasus perceraian setiap tahunnya tidak
mengalami penurunan justru peningkatan yang sangat signifikan yang
93
94
menandakan strategi komunikasi persuasif yang dilakukan tidak
memberikan efek pada pihak suami istri yang ingin bercerai.
2. Faktor penyebab pasangan suami istri melakukan perceraian, yakni:
Perselisihan dan Pertengkaran, Pihak laki-laki menjadi pemabuk dan
penjudi, Pihak istri memiliki penyakit sehingga tidak mampu menjalankan
kewajibannya sebagai istri, Pihak Laki-laki melakukan kekejaman atau
penganiayaan berat dan Pernikahan dibawah umur.
3. Adapun hambatan dalam proses komunikasi kepada pasangan suami istri
yang melakukan perceraian ialah hambatan psikologis (kondisi psikologis)
dan antropologis (perbedaan ‘bahasa ibu’) antara mediator dan pihak
suami istri.
B. Saran
1. Keluarga penggugat maupun tergugat hendaknya berperan aktif dalam
melakukan komunikasi persuasif.
2. Memberikan nasihat dengan kata dan kalimat yang bijak tanpa berpihak
kepada salah satu pihak.
3. Saat akan memutuskan untuk menikah harus betul-betul
mempertimbangkan kesiapannya, kesiapan biologis dan kesiapan finansial.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Cangara, Hafied. 2013. Perencanaan dan Strategi Komunikasi. RajaGrafindo
Persada: Jakarta
Pengadilan Agama Kabupaten Gowa. 2017. Kabupaten Gowa dalam Angka. PA
Kabupaten Gowa
Pengadilan Agama Kabupaten Gowa. 2018. Kabupaten Gowa dalam Angka. PA
Kabupaten Gowa
Pengadilan Agama Kabupaten Gowa. 2019. Kabupaten Gowa dalam Angka. PA
Kabupaten Gowa
Suryadi, Edi. 2018. Strategi Komunikasi. PT. Remaja Rosdakarya:Bandung
Suryanto. 2015. Pengantar Ilmu Komunikasi. CV Pustaka Setia (Anggota IKAPI
Cabang Jawa Barat): Bandung
Uchjana, Onong Effendy. 2017. Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek. PT. Remaja
Rosdakarya: Bandung
Skripsi
Jannah, Misbahul. 2018. Strategi Komunikasi Persuasif Tokoh Masyarakat dalam
Proses Resolusi Konflik Rumah Tangga (Studi Kecamatan Bandar Dua
Kabupaten Pidie Jaya). Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda
Aceh
Luthfi, Muhammad Zarkasi. 2016. Tujuan Komunikasi Persuasif Dongeng (Studi
Deskriptif Kualitatif Model Komunikasi Persuasif dalam Mendongeng
di Rumah Dongeng Mentari Yogyakarta). Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga: Yogyakarta.
Mahdi, Ahkumul. 2017. Teknik Komunikasi Persuasif badan Penasehatan
Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Kantor Urusan Agama
(KUA) Woyla Timur. Teungku Dirundeng Meulaboh: Aceh Barat
Mulkiyan. 2016. Peranan Penyuluh BP4 dalam Menanggulangi Perceraian di
Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai. UIN Alauddin Makassar:
Makassar
Syahputra, Indra. 2017. Hambatan Komunikasi Pengadilan Agama Medan dalam
Mengurangi Tingkat Perceraian di Kota Medan. Universitas Islam
Negeri Sumatera Utara:Medan
Jurnal
Anaomi. 2014. Strategi Komunikasi Persuasif Human Resources Development
dalam Menyelesaikan Konflik Karyawan PT. Dimas Drillindo Cabang
Duri Provinsi Riau. Jom Fisip Volume 1 No. 2 – Oktober 2014
Mharfin, Wahyu. 2015. Komunikasi Persuasif Badan Penasehatan Pembinaan
dan Pelestarian Perkawinan pada Pasangan yang Ingin Bercerai di
Kota Pekanbaru. Jom FISIP Volume 2 No. 2 Oktober 2015
Muhsin. 2016. Strategi Komunikasi Persuasif Guru PAI dalam Meningkatkan
Aspek Afektif Siswa Sekolah Dasar di Kota Bandung. Volume 04 No.
07. Juni-Nopember
Rachmadani, Cherni. 2013. Strategi Komunikasi dalam Mengatasi Konflik Rumah
Tangga Mengenai Perbedaan Tingkat Penghasilan di RT.29 Samarinda
Seberang. eJournal Ilmu Komunikasi, 2013, 1 (1): 212 – 227 ISSN
0000 – 0000, ejournal.ilkom.or.id
Website
www.pa-sungguminasa.go.id (diakses pada hari Jum’at, tanggal 20 September
2019, pukul 07.21 wita)
INTERVIEW GUIDE
Identitas Informan
Hari, Tanggal wawancara :
Status dalam Pernikahan : Istri/Suami/Janda/Duda
Nama :
Usia :
Lama Usia Pernikahan :
Pendidikan : SD/SMP/SMA/Strata 1
Pekerjaan :
A. Pasangan Suami-Istri
1. Mengapa Anda memutuskan untuk bercerai?
2. Apa yang melatar belakangi perceraian Anda?
3. Apakah pesan yang disampaikan mediator pada saat mediasi dapat Anda terima dengan
baik?
4. Apakah cara mediator dalam menyampaikan pesan pada saat mediasi dapat diterima oleh
Anda?
5. Bagaimana respon Anda setelah mediator menyampaikan pesan pada saat mediasi?
6. Apakah terdapat hambatan selama proses mediasi? Hambatan apa?
7. Apakah waktu dan suasana saat dilakukan mediasi mempengaruhi keputusan Anda?
8. Apakah Anda berkenan jika mediasi yang seharusnya hanya boleh dihadiri oleh merosot
dan pasangan suami-istri saja tetapi orang luar ikut masuk pada saat mediasi tersebut?
9. Apakah mediator berperan dalam memberikan Anda solusi agar mencapai kesepakatan?
10. Apakah keluarga mendukung keputusan Anda untuk bercerai?
11. Bagaimana pesan keluarga Anda saat Anda memutuskan untuk bercerai?
12. Apakah Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat ikut memberikan saran atau pesan saat
Anda akan memutuskan untuk bercerai? Apa saja pesan dan sarannya?
13. Apa Hambatan saat keluarga menyampaikan pesan dan saran kepada Anda?
14. Apa konflik hubungan Anda?
15. Bagaimana pesan keluarga Anda saat Anda Konflik dengan pasangan Anda?
16. Apa yang membuat Anda akhirnya memilih untuk tidak jadi bercerai?
17. Apakah ucapan atau saran dari tokoh agama, tokoh masyarakat, keluarga, hakim
(mediator) berpengaruh sehingga Anda memutuskan untuk tidak bercerai?
INTERVIEW GUIDE
Hari, Tanggal wawancara :
Nama :
Jabatan :
Pertanyaan yang menunjukkan “komponen-komponen strategi komunikasi persuasif”
B. Hakim
1. Dari gugatan perceraian yang masuk ke pengadilan, apabila hanya salah satu pihak saja
yang ingin bercerai dan pihak lain tidak ingin bercerai, bagaimana sikap dan putusan
Hakim?
2. Bagaimana penyampaian pesan yang dilakukan hakim dalam memediasi kasus
perceraian, seperti apa contohnya?
3. Cara apa yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari hakim sebagai mediator ke
pasangan suami istri?
4. Apakah pesan yang disampaikan dapat diterima oleh pasangan suami isitri?
5. Apakah komunikasi yang disampaikan oleh hakim dapat tercapai maksud dan tujuannya
oleh pasangan suami istri?
6. Bagaimana respon pasangan suami istri setelah dilakukan mediasi dengan hakim?
Menerima atau tidak?
7. Apakah terdapat hambatan selama proses mediasi? Seperti apa? Dan bagaimana cara
mengatasinya?
8. Berapa kasus yang sudah berhasil di mediasi?
9. Apakah ada kasus yang paling berat saat dilakukan mediasi selama ini? Kasus apa dan
bagaimana mengatasinya?
10. Perbandingan mediasi kasus perceraian dengan kasus yang lainnya?
11. Apakah mediator boleh melakukan intervensi kepada pasangan selama proses mediasi
berlangsung?
Pertanyaan yang menunjukkan “faktor keberhasilan dan faktor penghambat komunikasi
persuasif”:
1. Apa faktor-faktor penunjang keberhasilan komunikasi persuasif pada saat mediasi?
2. Apa faktor-faktor penghambat komunikasi persuasif pada saat mediasi?
3. Ceritakan proses mediasi yang sedang berlangsung!
INTERVIEW GUIDE
Identitas Informan
Hari, Tanggal wawancara :
Nama :
Jabatan :
C. Tokoh Masyarakat/Tokoh Agama
1. Apakah Anda mengetahui tentang angka perceraian di Kabupaten Gowa?
2. Apa faktor yang membuat masyarakat melakukan perceraian?
3. Usaha apa yang Anda lakukan untuk meminimalisir perceraian di masyarakat?
4. Adakah hambatan yang Anda alami dalam proses komunikasi kepada masyarakat atau
pihak yang akan bercerai?
INTERVIEW GUIDE
Identitas Informan
Hari, Tanggal wawancara :
Nama :
Status :
D. Keluarga Penggugat-tergugat
1. Apakah Anda mengetahui tentang rencana perceraian pasangan suami istri tersebut?
2. Apa yang melatar belakangi perceraian tersebut?
3. Usaha apa yang Anda lakukan sebagai pihak keluarga?
4. Adakah hambatan yang Anda alami dalam proses komunikasi kepada
(Penggugat/Tergugat) tersebut?
DOKUMENTASI
RIWAYAT HIDUP
NURFAHMI, dilahirkan di Balang-Balang tepatnya di
Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan pada tanggal 16
November tahun 1997. Anak ke-3 (Tiga) dari 5
bersaudara pasangan Jumzah Manang dan Marwati.
Penulis mulai mengecap pendidikan formal Sekolah
Dasar Inpres Songkolo, tamat pada tahun 2009. Pada
tahun itu juga penulis melanjutkan pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Negeri
Balang-Balang, tamat pada tahun 2012. Kemudian melanjutkan pendidikan di
SMA Negeri 1 Bontomarannu, tamat pada tahun 2015. Selanjutnya pada tahun
2015 penulis melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi tepatnya di Universitas
Muhammadiyah Makassar sebagai Mahasiswa Ilmu Komunikasi.
Keinginan untuk melanjutkan pendidikan hanya bermodalkan kemauan, dorongan
keluarga dan tekad yang kuat, dan pada tahun 2020 penulis menyusun karya
ilmiah yang berjudul “Strategi Komunikasi Persuasif Dalam Meminimalisir Kasus
Perceraian Di Kabupaten Gowa” dapat terselesaikan dengan lancar. Demikian
riwayat hidup penulis semoga ada manfaatnya. Penulis menyelesaikan kuliah
Srata satu (S1) pada tahun 2020.