i
SKRIPSI
KINERJA KEJAKSAAN NEGERI DALAM PENANGANAN
PERKARA KORUPSI DI KABUPATEN ENREKANG
Disusun oleh :
ELMA
Nomor induk mahasiswa : 105610544815
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
i
Skripsi
KINERJA KEJAKSAAN NEGERI DALAM PENANGANAN PERKARA
KORUPSI DI KABUPATEN ENREKANG
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Studi dan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Administrasi Negara (S.Sos)
Disusun dan Diajukan Oleh:
ELMA
Nomor Induk Mahasiswa: 105610544815
Kepada
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
ii
iii
iv
HALAMAN PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama Mahasiswa : ELMA
Nomor Stambuk : 105610544815
Program Studi : Ilmu Administrasi
Negara
Menyatakan bahwa benar skripsi ini adalah karya saya sendiri dan bukan hasil
plagiat dari sumber lain. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan
apabila dikemudian hari ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi
akademik berupa pencabutan gelar akademik dan pemberian sanksi lainnya sesuai
dengan aturan yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Makassar.
Makassar 17 Januari 2020
Yan g Menyatakan,
ELMA
v
ABSTRAK
Elma, Budi Setiawati dan Abdul Kadir Adys. Kinerja Kejaksaan Negerii
Dalam Penanganan Perkara Korupsi di Kabupaten Enrekang.
Kinerja merupakan suatu hal yang harus dipenuhi oleh para pegawai terhadap
semua masyarakat karena merupakan tugas pokok sebagai pemangku dan
pengendali kebijakan publik seharusnya selalu mengedepankan kepentingan
masyarakat umum maka para pelayan publik harus meningkatkan kinerjanya
karena sumber daya manusia merupakan unsur yang sangat penting karna sebagai
penggerak tercapainya sebuah kinerja yang maksimal. Kualitas kerja dari
kejaksaan negeri Enrekang menjadi tolak ukur apakah kinerjanya sudah sesuai
dengan peraturan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pemerintah atau masih
perlu ditingkatkan kualitas kerjanya.
Penelitia ini bertujuan untuk mengetahui Kinerja Kejaksaan Negeri dalam
Penanganan Perkara Korupsi di Kabupaten Enrekang. Jenis penelitian yang
digunakan adalah kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
observasi, wawancara. Jumlah informan dalam penelitian ini adalah 5 orang.
Analisis data menggunakan model analisa interaktif. Hasil penenelitian
menunjukan bahwa kinerja kejaksaan negeri dalam penanganan perkara korupsi
sudah cukup baik namun perlu ditingkatkan agar lebih optimal, hal ini di lihat dari
aspek kualitas, kuantitas, ketepatan waktu,efektivitas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja kejaksaan sudah bisa di katakan baik
namun perlu ditingkatkan agar lebih optimal, baik itu dari segi laporan kerja, dan
penyelesaian setiap tugas atau pekerjaan, di karenakan sudah bekerja sesuai
dengan pedoman dan arahan.
Kata kunci: Kinerja, Penanganan Perkara Korupsi
vi
KATA PENGANTAR
Penulis panjatkan rasa syukur yang tak terhingga kehdiran Allah SWT,
yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Efektivitas Program Penyaluran Pupuk
Bersubsidi Bagi Petani Padi di Desa Langi Kecamatan Bontocani Kabupaten
Bone “.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud
tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang
terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. H. Abd Rahman, S.E., M.M selaku rektor
Muhammadiyah Makassar.
2. Ibu Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
Dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Bapak Nasrul Haq, S.Sos., M.PA selaku Ketua Jurusan Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Muhammadiyah Makassar.
4. Bapak Dr. H. Mappamiring, M.Si selaku Penasehat Akademik selama
menempuh kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Muhammadiyah Makassar.
vii
5. ibu Dr. Hj. Budi Setiawati M.Si selaku pembimbing I dan bapak Abdul
Kadir Adys, S.H M.H selaku pembimbing II yang senantiasa meluangkan
waktunya membimbing dan mengarahkan peneliti sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan.
6. Para Dosen jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar yang ikhlas telah
memberikan ilmunya kepada penulis.
7. Terkhusus kepada kedua orang tua saya bapak Leman dan Ibu Rosdiana
serta kedua adik saya Sudarwin dan Isnul dan seluruh keluarga yang telah
mendidik, mendukung, mendoakan dan senantiasa memberikan nasehat
kepada saya.
8. Untuk sahabat-sahabat saya, Warda Usman, S.Sos yang duluan sarjana ,
Normaisa, Dewi Wahyuni Pratiwi, Wilda sari, Alfin, Suparman makmur,
Enno, Joko Prasetyo, Eko Eryanto yang tidak pernah berhenti
menyemangati saya, selalu menemani dengan setia, memberikan motivasi,
dukungan serta kasih sayang kepada saya sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
9. Untuk teman-teman seperjuangan jurusan Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Angkatan 2015 untuk dukungan dan
bantuannya saya mengucapkan banyak terima kasih.
10. Untuk seluruh informan Kejaksaan Negeri Enrekang serta tokoh
masyarakat dan tokoh agama yang telah bersedia peneliti wawancara dan
viii
telah membantu dalam proses penelitian saya ucapkan banyak terima
kasih.
11. Untuk semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan
skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu terima kasih banyak
atas bantuannya.
Demikian kesempurnaan skripsi ini saran dan kritik yang sifatnya
membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat dan
dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang
membutuhkan.
Makassar, 17 Januari 2020
Elma
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN.......................................................................... ii
HALAMAN PENERIMAAN TIM .................................................................. iii
HALAMAN PERNYATAN ............................................................................. iv
ABSTRAK ......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL.............................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 7
A. Landasan Teori ....................................................................................... 7
1. Pengertian Kinerja ............................................................................. 7
2. Faktor- faktor yang mempengaruhi Kinerja ...................................... 8
3. Indikator Penilaian Kinerja ............................................................... 11
4. Pengukuran Kinerja ........................................................................... 13
B. Konsep Kejaksaan Negeri ....................................................................... 15
C. Konsep Tindak Pidana Korupai .............................................................. 22
D. Kerangka Pikir ........................................................................................ 30
E. Fokus Penelitian ...................................................................................... 31
F. Deskripsi fokus penelitian ....................................................................... 31
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 33
A. Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................................. 33
B. Jenis dan Tipe Penelitian ......................................................................... 33
C. Sumber Data ............................................................................................ 33
x
D. Informan ................................................................................................. 34
E. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 34
F. Teknik Analisis Data ............................................................................... 36
G. Teknik Pengabsahan Data ....................................................................... 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................... 39
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ........................................................ 39
B. Hasil Penelitian ....................................................................................... 58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 69
A. Kesimpulan ............................................................................................. 69
B. Saran ........................................................................................................ 71
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 72
LAMPIRAN ....................................................................................................... 73
xi
DAFTAR TABEL dan GAMBAR
Tabel 2.1 Jumlah kasus korupsi yang terdaftar pada tahun 2016-2018 ................ .. 2
Tabel 2.2 Daftar nama-nama informan ............................................................... 34
Tabel 2.3 jumlah penduduk di Kabupaten Enrekang .......................................... 42
Gambar 2.1 Kerangka Pikir................................................................................. 31
Gambar 2.2 Peta Kabupaten Enrekang ............................................................... 44
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kinerja merupakan suatu hal yang harus dipenuhi oleh para pegawai
terhadap semua masyarakat karena merupakan tugas pokok sebagai pemangku
dan pengendali kebijakan publik seharusnya selalu mengedepankan
kepentingan masyarakat umum maka para pelayan publik harus meningkatkan
kinerjanya karena sumber daya manusia merupakan unsur yang sangat penting
karna sebagai penggerak tercapainya sebuah kinerja yang maksimal.
Menurut Wibowo (2007:7), menyebutkan bahwa kinerja berasal dari kata
performance yang berarti hasil pekerjaan atau prestasi kerja. Namun perlu
dipahami bahwa kinerja itu bukan sekedar hasil pekerjaan atau prestasi kerja,
tetapi juga mencangkup bagaimana proses pekerjaan itu berlangsung.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat penulis simpulkan bahwa
kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya.
Selanjutnya terbukti bahwa ada keterkaitan antara korupsi dan bentuk
kejahatan lain, khususnya di kabupaten Enrekang terdapat beberapa masalah
korupsi yaitu:
1. Pada tahun 2016 adanya penyimpangan atau penyelewengan keuangan
negara dari dinas kesehatan Kabupaten Enrekang yang dilakukan dengan
cara pemotongan biaya operasional sebesar minimal 10% per pengelola
anggaran di puskesmas dan RS.wessabbe.
2
2. Pada tahun 2017 Adanya penyimpangan/ penyelewengan penyalahgunaan
dana BOP (Bantuan oprasional pendidikan) untuk PAUD (Pendidikan anak
usia dini) dengan menaikkan harga buku yang disalurkan penerima BOP
PAUD di Kabupaten Enrekang.
3. Adanya tindakan korupsi dalam pengelolaan Dana BOS (bantuan oprasional
sekolah) dan Dan DAK ( dana alokasi khusus) pada SMK 1 Enrekang di
kalosi kecamatan Alla Kabupaten Enrekang tahun 2016 dan tahun 2017
yang digunakan dan tidak sesuai penggunaannya.
Tabel: 2.1
Jumlah Kasus Korupsi Yang Terdaftar Pada Tahun 2016-2018
NO
JENIS
KEJAHATAN
TAHUN
20016 2017 2018
Penyelid ikan Penyelidikan Penyelidikan
1. Korupsi 5 perkara 1 perkara 1 perkara
Penyidikan Penyidikan Penyidikan
2 perkara 4 perkara 1 perkara
Penutupan Penutupan Penutupan
2 perkara 3 perkara 3 perkara
Upaya hukum Upaya hukum Upaya hukum
- 1 perkara 5 perkara
Sumber data: kasi pidsus tanggal 11 November 2019
3
Kualitas kerja dari kejaksaan negeri Enrekang menjadi tolak ukur
apakah kinerjanya sudah sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan
sebelumnya oleh pemerintah atau masih perlu ditingkatkan kualitas kerjanya.
Menurut Mangkunegara (2016;67), Kinerja adalah hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Kemajuan suatu negara dapat diukur dari tingkat keberhasilan
pembangunannya sedangkan di Indonesia banyak terjadi kasus korupsi pada
dana pembangunan yang tentunya sangat merugikan dan menghambat proses
pembangunan negara. Tindak pidana korupsi di Indonesia seiring dengan
berjalannya waktu semakin terstruktur, sistematis, dan menunjukkan
peningkatan yang signifikan sehingga menempatkan Indonesia pada posisi
gawat korupsi. Korupsi bukan saja merugikan negara secara materil tetapi juga
menghambat pembangunan negara. Tindak pidana korupsi dalam jumlah
besar berpotensi merugikan keuangan negara sehingga dapat mengganggu
sumber daya pembangunan dan membahayakan stabilitas politik suatu negara.
Saat ini korupsi sudah bersifat transnasional. Contohnya adalah apa yang
dinamakan foreign bribery, yaitu penyuapan oleh perusahaan-perusahaan
multinasional kepada pejabat-pejabat negara berkembang.
Korupsi juga dapat diindikasikan dapat menimbulkan bahaya terhadap
keamanan umat manusia, karena telah merambah ke dunia pendidikan,
kesehatan, penyediaan sandang pangan rakyat, keagamaan, dan fungsi-fungsi
pelayanan sosial lain. Dalam penyuapan di dunia perdagangan, baik yang
4
bersifat domestik maupun transnasional, korupsi jelas-jelas telah merusak
mental pejabat. Demi mengejar kekayaan, para pejabat negara tidak takut
melanggar hukum negara. Kasus-kasus tindak pidana korupsi sulit diungkap
karena para pelakunya terkait dengan wewenang atau kekuasaannya yang
dimiliki. Biasanya dilakukan lebih dari satu orang dan terorganisasi. Oleh
karena itu, kejahatan ini sering disebut kejahatan kerah putih.
Kejaksaan Republik Indonesia merupakan Lembaga Penegak Hukum
yang memiliki peran penting dalam mendukung keberhasilan penyelenggaraan
pemerintahan dan untuk mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum, di
perlukan baik norma-norma hukum atau peraturan perundang-undangan, juga
aparatur pengemban dan penegak hukum yang profesional, berintegritas,
disiplin yang di dukung sarana dan prasarana hukum serta perilaku hukum
masyarakat. Oleh karena itu idealnya setiap negara hukum termasuk negara
Indonesia harus memiliki lembaga, institusi, aparat penegak hukum yang
berkualitas demikian. Salah satunya Kejaksaan Republik Indonesia, di samping
kepolisian republik Indonesia, Mahkamah Agung, dan bahkan Advokad,
Penasehat Hukum, Pengacara, Konsultan hukum yang secara universal
melaksanakan penegakan hukum.
Sejalan dengan perubahan UU Negara Republik Indonesia Th 1945,
UU no. 4 Th 2004 mengenai kekuasaan kehakiman. Dan mengenai kemajuan
kebutuhan hukum masayarakat dan kehidupan ketatanegaraan maka UU no. 16
Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia sudah tidak sesuai lagi
5
sehingga perlu di lakukan perubahan secara komprehensif dengan membentuk
undang-undang yang baru.
Bahwa kejaksaan negeri sebagai institusi negara yang di berikan
kewenangan oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan terhadap
perkara tindak pidana korupsi.
Berdasarkan hal itu maka peneliti ingin mengetahui bagaimana
’’Kinerja Kejaksaan Negeri dalam Penanganan Perkara Korupsi di
Kabupaten Enrekang’’.
B. Rumusan Masalah
Berdasar latar belakang di atas, dengan ini penulis dapat merumuskan
masalah utama di dalam penelitian ini adalah:
Bagaimana Kinerja Kejaksaan Negeri dalam penanganan perkara
korupsi di Kabupaten Enrekang?
C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan dari peneltian ini yaitu untuk
mengetahui Bagaimana Kinerja Kejaksaan Negeri dalam penanganan perkara
korupsi di Kabupaten Enrekang.
D. Kegunaan Penelitian
1. Manfaat teoritis
Memberikan pemahaman tentang sumbangsi sebagai referensi kedepan
untuk penelitian yang terkait.
2. Manfaat praktis
a. Bagi peneliti dapat memberi pola pikir dengan penalaran seperti
6
analogy dan sekaligus untuk mengetahui kemampuan penuis dalam
penereapan ilmu yang di capai.
b. Merupakan sumber referensi bagi jurusan ilmu administrasi Negara,
yang akan melakukan penelitian mengenai kinerja kejaksaan negeri
Enrekang dalam penanganan perkara korupsi di Kabupaten Enrekang.
c. Memberikan masukan bagi pemerintah Kabupaten Enrekang,
mengenai kinerja kejaksaan negeri dalam penanganan perkara korupsi
di Kabupaten Enrekang.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perngertian, konsep, teori
1. Pengertian kinerja
Kata kinerja dalam konteks tugas sama dengan prestasi kerja, para
pakar banyak memberikan defenisi tentang kinerja secara umum dan di
bawah ini disajikan beberapa di antaranya kinerja merupakan hasil kerja
yang di capai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya. Mangkunegara (2005:137). Kinerja (prestasi kerja)
adalah hasil kerja yang di capai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang di berikan kepadanya.
Sedangkan menurut Prawirosentosono dalam (Sinambela 2006:137)
menyatakan kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai pegawai atau
sekelompok pegawai dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi
berangkuta secara legal, tidak melanggar hukum sesuai dengan moral dan
etika.
Kinerja pegawai adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang
untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan
tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang di harapkan. Jika di kaitkan
dengan performench sebagai kata benda (noun) dimana salah satu entrinya
adalah hasil dari suatu pekerjaan ( thing done), pengertian performench atau
kinerja adalah hasil kerja yang dapat di capai oleh seseorang dalam suatu
8
perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing
dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan secara legal, tidak melanggar
hukum dan tidak bertentangan dengan moral atau etika (Rivai, 2005:15-17).
Selanjutnya Mangkunegara (2005:9), mengemukakan bahwa kinerja
karyawan ( prestasi kerja) adalah hasil kerja sesuai kulitas dan kuantitas
yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya
dengan tanggung jawab yang di berikan kepadanya.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
a. Efektifitas dan Efisiensi
Bila suatu tujuan tert entu akhirnya bisa di capai, kita boleh mengatakan
bahwa kegiatan tersebut efektif tetapi apabila akibat-akibat yang tidak
dicari kegiatan menilai dari hasil yang di capai sehingga mengakibatkan
kepuasan efektif dinamakan tidak efisien. Sebaliknya, bila akibat yang
dicari tidak penting atau remeh maka kegiatan tersebut efisien
(Prawirosentono, 1999:27).
b. Otoritas ( wewenang)
Otoritas adalah sifat dari suatu komuniasi atau perintah dalam suatu
organisasi formal yang dimiliki seseorang anggota organisasi kepada
anggota yang lain untuk melakukan suatu kegiatan kerja sesuai dengan
konstribusinya (Prawirosentono. 1999:17). Perintah tersebut mengatakan
apa yang boleh di lakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan dalam
organisasi tersebut.
9
c. Disiplin
Taat kepada hukum dan peraturan yang berlaku
(Prawirosentono,1999:27) jadi, disiplin karyawan adalah kegiatan
karyawan yang bersangkutan dalam menghormati perjanjian kerja
dengan organisasi dimana dia bekerja.
d. Inisiatif
Inisiatif yaitu berkaitan dengan daya pikir dan kreatifitas dalam
membentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan
tujuan organisasi.
Menurut Mangkunegara (2011:13-14) faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja yaitu:
a. Faktor kemampuan
Secara psikoogis, kemampuan (abilty) terdiri dari:
1. Kemampuan potensi (IQ)
2. Kemampuaan reality (knowledge+skiil)
Maksudnya adalah pimpinan dan karyawan yang meiliki IQ di
atas rata-rata (IQ 110-120) apabila IQ superior, very superior, gifted, dan
genius dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil
dalam pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah dalam mencapai
kinerja maksimal.
b. faktor motivasi (motivasion)
Motifasi diartikan sebagai suatu sikap (attitude) pimpinan dan
karyawan terhadap situasi kerja (situasion) di lingkungan organisasinya.
10
Mereka yang bersikap posotif (pro) terhadap situasi kerjanya akan
menunjukan motifasi kerja yang rendah. Setuasi kerja yang dimaksud
mencakup antara alin hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja,
kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja, dan kondisi kerja.
David C. Mc Cleland (1997) seperti di kutib mangkunegara
(2001:68). Berpendapat bahwa “Ada hubungan yang positif antara motif
berprestasi dengan pencapaian kerja”. Motif berprestasi adalah suatu
dorongan dari diri seseorang untuk melakukan suatu krgiatan atau tugas
dengan sebaik baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja (kinerja)
dengan predikat terpuji. Selanjutnya Mc. Clelland, 6 karakteristik diri
seseorang yang memiliki motif yang tinggi yaitu:
a. Memiliki tanggung jawab yang tinggi
b. Berani mengambil resiko
c. Memiliki tujuan yang realistis
d. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk
merealisasi tujuan
e. Memanfaatkan umpan balik yang kongkrit dalam seluruh kegiatan
yang di lakukan
f. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah di
programkan
Menurut Gibson (1987) ada tiga faktor yang berpengaruh
terhadap kinerja.
11
a. Faktor individu: kemampuan, keterampilan, latar belakang keluarga,
pengalaman kerja, tingkat sosial, dan demografi seseorang.
b. Faktor psikologis: persepsi, peran, sikap, motivasi, dan kepuasan kerja
c. Faktor organisasi: struktur organisasi, desain pekerjaan,
kepemimpinan, sistem penghargaan (reward sistem)
3. Indikator Penilaian Kinerja
Menurut Sedarmayanti (2011:377) penilaian kinerja adalah suatu
proses dengannya sautu organisasi mengevaluasi pelaksanaan kerja invidu.
Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan persoanalia dan dapat
memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang pelaksanaan kerja
mereka serta memungkinkan perusahaan untuk mengetahui seberapa baik
seseorang karyawan bekerja jika di bandingkan dengan standar-standar
organisasi. Terdapat beberapa indikator penilaian kinerja yaitu:
a. Prestasi kerja adalah hasil kerja pegawai dalam menjalankan tugas baik
secara kualitas maupun kunatitas kerja.
b. Keahlian adalah tingkat kemampuan teknis yang dimilik oleh pegawai
dalam menjalankan tugas yang di bebankan kepadanya. Keahlian ini bisa
dalam bentuk kerjasama komunikasi, inisiatif, dan lain-lain.
c. Perilaku adalah sikap dan tingkah laku pegawai yang melekat pada
dirinya dan dibawa dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Pengertian
perilaku disini juga mencakup kejujuran, tanggung jawab, dan disiplin.
12
d. Kepemimpinan adalah aspek kemampuan menejerial dan seni dalam
memberikan pengaruh kepada orang lain dan mengkoordinasikan
pekerjaan secara cepat dan tepat.
Mangkunegara (2009:75) mengemukakan bahwa indikator kinerja,
yaitu:
1. Kualitas
Kualitas kerja adalah saberapa baik seseorang karyawan mengerjakan
apa yang seharusnya di kerjakan.
2. Kuantitas
Kuantitas kerja adalah seberapa lama seseorang pegawai bekerja dalam
satu harinya. Kuantitas kerja ini dapat dilihat dari kecepatan kerja setiap
pegawai itu masing-masing.
3. Pelaksanaan tugas
Pelaksanaan tugas adalah seberapa jauh karyawan mampu melakukan
pekerjaannya dengan akurat atau tidak ada kesalahan.
4. Tanggung jawab
Tanggung jawaba terhadap pekerjaan adalah kesadaran akan kewajiban
karyawan untuk melaksankan pekerjaan yang di berikan perusahaan.
Dwiyanto (2006:47),mengatakan bahwa penilaian kinerja merupakan
suatu kegiatan yang sangat penting sebagai ukuran keberhasilan suatu
organisasi dalam mencapai misinya.Untuk birokrasi publik, informasi
mengenai kinerja tentu sangat berguna untuk menilai seberapa jauh
13
penilaian yang diberikan oleh birokrasi itu memenuhi harapan dan
memuaskan masyarakat.
Menurut Sofyandi (2008) Defenisi penilaian kinerja menurut
Sofyandi ialah proses organisasi dalam mengevaluasi pelaksanaan kinerja
karyawan. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan
personalia dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang
pelaksanaan kerja mereka.
4. Pengukuran Kinerja
Untuk mengetahui tinggi rendanya kinerja seseorang, maka di
perlukan suatu pengukuran kinerja.
Menurut Fuad Mas’ud (2004) pengukuran kinerja harus
mempertimbangkan hal-hal berikut:
a) Kualitas yaitu tingkat dimana hasil aktivitas yang dikerjakan hampir
sempurna dalam artian menyesuaikan beberapa cara ideal dari
penampilan aktivitas ataupun memenuhi tujuan yang diinginkan dari satu
aktivitas.
b) Kuantitas yaitu jumlah yang dicapai katakana dalam istilah sejumlah
siklus, jumlah unit aktivitas yang tercapai.
c) Kecepatan waktu yaitu tingkat suatu aktivitas terselesaikan pada waktu
awal yang diharapkan dilihat dari sudut koordinasi dan hasil output
beserta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk orang lain
d) Efektivitas merupakan tingkat penggunaan sumber daya manusia (SDM)
dalam pemerintahan dengan maksud meningkatkan keuntungan atau
14
mengurangi kerugian dari setiap unit dalam memakai sumber daya
mansia (SDM).
Teori tentang kinerja menurut para ahli:
1. Kualitas menurut mas’ud Fuad adalah hasil kerja yang di capai oleh
kejaksaan negeri Enrekang dalam penanganan perkara korupsi. sedangkan
menurut (Mangkunegara, 2009:75) mengatakan bahwa kualitas kerja
adalah seberapa baik seorang pegawai dalam mengerjakan apa yang
seharusnya di kerjakan. Selanjutnya dapat dilihat bahwa kualitas kejaksaan
sudah cukup baik dilihat dari jumlah kasus yang terdaftar di kejaksaan
mulai dari tahun 2016 sampai 2018 sudah menglami penurunan.
2. Kuantitas menutut mas’ud Fuad adalah jumlah pegawai yang di butuhkan
oleh kejaksaan negeri Enekang dalam menyelesaikan tugas dan
tanggungjawab sesuai dengan tingkat kemampuannya. Sedangkan menurut
(Mangkunegara, 2009:75) mengatakan bahwa kuantitas kerja adalah
seberapa lama seseorang bekerja dalam satu harinya. Kuantitas kerja ini
dapat dilihat dari kecepatan kerja setiap pegawai dalam meyelesaikan
tugasnya. Selanjutnya dapat dilihat bahwa jumlah penyidik yang
dibutuhkan kejaksaan dalam menyelesaikan setiap perkara adalah 3
penyidik namun semua juga tergantung dari beratnya kasus yang di
tangani oleh kejaksaan.
3. Keteptan waktu menurut mas’ud Fuad adalah tingkat suatu aktivitas yang
dapat diselesaikan oleh kejaksaan negeri Enrekang dalam penanganan
perkara korupsi dan bagaimana hasil kerjasamanya dengan pihak-pihak
15
lain dalam menyelesaikan setiap perkara sesuai dengan waktu yang telah
di tetapkan. Sedangkan menurut (Mangkunegara, 2016:67)
mengemukakan bahwa kinerja adalah hasil dari proses yang mengacu dan
diukur selama periode waktu terterntu berdasarkan ketentuan atau
kesepakatan yang telah di tetapkan sebelumnya. Selanjutnya dapat dilihat
bahwa setiap pegawai kejaksaan negeri Enrekang dituntut untuk
menyelesaikan tugasnya dengan cepat agar bisa menyelesaikan tugas tugas
selanjutnya dengan sesuai dengan waktu yang di berikan.
4. Evektifitas menurut mas’ud Fuad adalah kinerja yang maksimal dari
sumber daya manusia pada kejaksaan negeri Enrekang dengan maksud
meningkatkan hasil kerja dan mengetahui kendala-kendala apa saja yang
dihadapi oleh kejaksaan dalam menyelesaikan setiap perkara. Sedangkan
menurut (Damin, 2004) ukuran dan evektivitas dapat dinilai dengan
membandingkan pencapaian tujuan dari suatu aktivitas yang dilakukan dan
bukan mengenai biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan aktivitas
tersebut. selanjutnya dari Evektifitas kejaksaan negeri enrekang sudah bisa
dikatakan baik, baik itu dari segi laporan kerja, dan penyelesaian setiap
setiap tugas dan atau pekerjaan.
B. Konsep Kejaksaan Negeri
Sejalan dengan perubahan undang-undang dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945, undang-undang nomor 4 tahun 2004 tentang kekuasaan
kehakiman dan beberapa undang-undang yang baru, serta berdasarkan
perkembangan kebutuhan hukum masayarakat dan kehidupan ketatanegaraan
16
maka undang-undang nomor 5 tahun 1999 tentang kejaksaan republik
Indonesia sudah tidak sesuai lagi sehingga perlu di lakukan perubahan secara
komprehensif dengan membentuk undang-undang yang baru.
Perubahan undang-undang tentang Kejaksaan Republik Indonesia
tersebut di maksudkan untuk lebih memantapkan kedudukan dan peran
Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga negara pemerintahan yang
melaksankan kekuasaan Negara di bidang penuntutan harus bebas dari
pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya.
Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk
lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan
kepentingan umum, penegak hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi,
kolusi, dan nepotisme. Oleh karna itu perlu di lakukan penataan kembali
terhadap kejaksaan untuk menyesuaikan dengan perubahan-perubahan tersebut
di atas.
Dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya, Kejaksaan
Republik Indonesia sebagai lembaga pemerintahan
yang melaksanakan kekuasaan Negara di bidang penuntutan harus
mampu mewujudkan kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan dan
kebenaran berdasarkan hukum dan mengindahkan norma-norma keagamaan,
kesopanan, dan kesusilaan, serta wajib menggali nilai-nilai kemanusiaan,
hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Kejaksaan juga harus mampu terlibat sepenuhnya dalam proses
pembangunan antara lain turut menciptakan kondisi yang mendukung dan
17
mengamankan pelaksanaan pembangunan untuk mewujudkan masyarakat yan
adil dan makmur. Berdasarkan pancasila, serta kewajiban turut menjaga dan
menegakkan kewibawaan pemerintah dan Negara serta melindungi
kepentingan masyarakat.
Dalam undang-undang ini diatur hal-hal yang di sempurnakan, antara
lain:
1. Kejaksaan sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan di
bidang penuntutan ditegaskan kekuasaan Negara di laksanakan secara
merdeka. Oleh karna itu, Kejaksaan melaksasnakan fungsi, tugas, dan
wewenangnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan
lainnya. Selanjutnya di tentukan Jaksa Agung bertanggung jawab atas
penuntutan yang di laksanakan secara independen demi keadilan
berdasarkan hukum dan hati nurani. Dengan demikian Jaksa Agung selaku
pimpinan Kejaksaan dapat sepenuhnya merumuskan dan mengendalikan
arah dan kebijakan penaganan perkara untuk keberhasilan penuntutan.
2. Untuk membentuk jaksa yang propesional harus di tempuh berbagai jenjang
pendidikan dan pengalaman dan menjalankan fungsi, tugas, dan wewenang.
Sesuai dengan profesionalisme dan fungsi kejaksaan, di tentukan bahwa
jaksa merupakan jabatan fungsional. Dengan demikian, usia pensiun jaksa
yang semula 58 (lima puluh delapan) tahun ditetapkan menjadi 62 (enam
puluh dua) tahun.
3. Kewenangan Kejaksaan untuk melakukan penyidikan tindakan tertentu
dimaksudkan untuk menampung beberapa ketentuan undang-undang yang
18
memeberikan kewenangan kepada Kejaksaan untuk melakukan penyidikan,
misalnya Undang-Undang nomor 26 Tahun 2002 tentang pengadilan hak
asasi manusia, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai mana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, dan Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2002 tentang komisi pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
4. Kejaksaan adalah lembaga lembaga pemerintahan yang melaksanakan
kekuasaan Negara di bidang penegakan hukum dengan berpegang pada
peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang di tetapkan oleh
pemerintah. Dengan demikian Jaksa Agung di angkat dan di berhentikan
oleh Presiden serta bertanggung jawab kepada presiden.
5. Di bidang perdata dan tata usaha Negara, Kejaksaan mempunyai
kewenangan dan atas nama Negara dan pemerintah sebagai penggugat atau
tergugat yang dalam pelaksanaannya tidak hanya memberikan pertimbangan
atau membela kepentingan Negara atau pemerintah, tetapi juga membela
dan melindungi kepentingan rakyat.
Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum memikul
tangung jawab yang besar sebagainya satu-satunya lembaga penegak hukum
yang berfungsi sebagai penuntut umum dalam pemeriksaan perkara di
pengadilan.
Secara fungsional sebagai penuntut hukum dipundak seorang jaksalah
Negara mempercayakan kepadanya upaya untuk menegakkan hukum dari
perbuatan seseorang atau sekelompok yang di pandang malawan hukum.
19
Hukum harus di tegakkan, bukan sekedar untuk kepentingan hukum
sendiri, melainkan untuk mengembalikan harmonisasi kehidupan yang
terkoyak karna adanya perbuatan seseorang atau sekelompok orang.
Sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan Negara
di bidang penuntutan serta tugas-tugas lain berdasarkan peraturan perundang-
undangan, maka Kejaksaan memerlukan adanya satu tata pikir, satu tata laku
dan tata kerja dengan mengingat norma-norma agama, susila, kesopanan serta
memperhatikan rasa keadilan dan nilai-nilai kemanisiaan dalam masyarakat.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya maka di perlukan sosok
jaksa, sebagai abdi hukum yang profesional, memiliki integritas kepribadian,
disiplin, etos kerja yang tinggi dan penuh tanggung jawab, senantiasa
mengaktualisasikan diri dengan memahami perkembangan global,tanggap dan
mampu menyesuaikan diri dalam rangka memelihara citra profesi dan kinerja
jaksa serta tidak bermental korup.
Jaksa agung selaku pimpinan dan penanggung jawab tertinggi
Kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang
Kejaksaan dalam rangka menjaga kehormatan dan martabat profesi
sebagaimana yang di amanatakn dalam Undang-Undang Kejaksaan Republik
Indonesia, menetapkan kode perilaku jaksa sebagai pedoman dalam
menjalankan tugas profesi, seperti yang tertuang dalam peraturan Jaksa Agung
Republik Indonesia, Nomor:PER-067/A/JA/ 07 tahun 2007, tentang kode
perilaku Jaksa.
20
Pada pasal 1 ayat 2 dijelaskan bahwa kode perilaku jaksa adalah
serangkaian norma sebagai pedoman untuk mengatur perilaku jaksa dalam
menjalankan jabatan profesi, menjaga kehormatan dan martabat profesinya
serta menjaga hubungan kerjasama dengan penegak hukum lainnya.
Sementara itu pada pasal 3 di tegaskan bahwa, dalam melaksanakan
profesi, jaksa wajib:
a. Menaati kaidah hukum, peraturan perundang-undangan dan peraturan
kedinasan yang berlaku.
b. Menghormati prinsip cepat, sederhana, biaya ringan sesuai dengan prosedur
yang di tetapkan;
c. Mendasarkan pada keyakinan dan alat bukti yang sah untuk mencapai
keadilan dan kebenaran.
d. Bersikap mandiri, bebas dari pengaruh, tekanan/ancaman opini publik
secara langsung atau tidak langsung
e. Bertindak secara obyektif dan tidak memihak;
f. Memeberitahukan dan atau memberikan hak-hak yang di miliki oleh
tersangka/ terdakwa maupun korban.
g. Membangun dan memelhara hubungan fungsional antara penegak hukum
dalam mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu
h. Mengundurkan diri dari penangan perkara yang mempunyai kepentingan
pribadi atau keluarga, mempunyai hubungan pekerjaan, partai atau finansial
atau mempunyai nilai ekonomis secara langsung atau tidak langsung.
i. Menyimpan dan memegang rahasia sesuatu yang seharusnay di rahasiakan
21
j. Menghormati kebebasan dan perbedaan pendapat sepanjang tidak
melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
k. Menghormati dan melindungi hak asasi nanusia dan hak-hak kebebasan
sebagaimana yang tertera dalam peraturan perundang-undangan dan
instrument Hak asasi manusia yang di terima secara universal
l. Menanggapi kritik dan arif dan bijaksana
m. Bertanggung jawab secara internal dan berjenjang, sesuai dengan prosedur
yang di tetapkan.
n. Bertanggung jawab secara internal kepada peblik sesuai kebijakan
pemerintah dan aspirasi masyarakat tentang keadilan dan kebenaran.
Disamping seperamgkat kewajiban yang harus di patuhi oleh jaksa
kepada mereka juga di teletakkan beberapa larangan, sebagaimana yang di
tegaskan pada pasal 4 sebagai berikut:
a. Menggunakan jabatan atau kekuasaannya untuk kepentingan pribadi atau
pihak lain
b. Merekayasa fakta-fakta hukum dalam penanganan perkara. Dalam
menentukan perkara hukum yang akan dikenakan kepada tersangka atau
terdakwa dalam proses penanganan perkara harus sesuai fakta yudiris yang
ada dan tidak boleh melakukan manipulasi atau pemurabalikan fakta yang
berakibat melemahkan atau meniadakan ketentuan pidana yang seharusnya
didakwakan dan dibuktikan.
c. Menggunakan kapasitas dan otoritasnya untuk melakukan penekanan secara
fisik dan atau psikis.
22
d. Meminta dan atau meminta hadiah dan atau keuntungan serta melarang
keluarganya meminta dan atau menerima hadiah dan atau keuntungan
sehubungan dengan jabatannya
e. Menangani perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga,
mempunyai hubungan pekerjaan, partai atau finansial atau mempunyai nilai
ekonomi secara langsung atau tidak langsung.
f. Bertindak diskriminaisi dalam hal apapun
g. Membentuk opini publik yang dapat merugikan kepentingan penegakan
hukum.
h. Memberikan keterangan kepada publik kecuali terpatas pada hal-hal teknis
perkara yang ditangani.
Jaksa tidak menghapuskan pemberian sanksi pidana, antara lain
berdasarkan KUHP, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, dsb, pemberian
sanksi berdasarkan Undang- Penjatuhan tindakan administratif kepada jaksa
berdasarkan kode perilaku Undang Kejaksaan dan turunannya serta pemberian
hukuman disiplin pegawai negeri berdasarkan PP 30 tahun 1980. Tindakan
administratif berupa pembebasan dari tugas-tugas jaksa berarti pencabutan
segala wewenang yang melekat pada fungsi jaksa (Adys, 2019).
C. Konsep Tindak Pidana Korupsi
Kata korupsi berasal dari kata latin yang lebih tua “corrumpere” yang
kemudian berubah menjadi “corruption” yang secara harfiah, berarti
kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidak jujuran, dapat disuap, tidak
bermodal, atau penyimpangan dari kesucian.
23
Dalam perkembangan kata tersebut kemudian dikenal dengan istilah
“corruption” dalam bahasa ingris dan prancis “corruptive” dalam bahasa
belanda, “kurupsi” dalam bahsa Indonesia, di india dikenla dengan istilah Tan
eu yang berarti keserakahan bernoda, di Taiwan dan hongkong dikenal dengan
istilah Yum cha dan di Philipina dengan istilah Lagay yang secara umum
berarti kegiatan illegal yang berlaku diluar sistim formal, di Thailand istilah
korupsi dikenal dengan nama Gin Moung yang berarti kerusakan yang luar
biasa besar terhadap kehidupan suatu bangsa akibat dari adanya perilaku
korupsi, sementara di jepang di kenal istilah Oshoku yang berarti kerja kotor,
di Malaysia dikenal dengan istilah “resuah” yang berasal dari bahasa Arab
“risywah” yang secara terminology diartikan sebagai pemberian yang diberikan
kepada hakim atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan cara yang
tidak dibenarkan untuk memperoleh kedudukan.
Semua ulama sepakat mengharamkan risywah dalam pemutusan
perkara, bahkan mengkategorikannya sebagai dosa besar. Jadi mencari suap,
menyuap, menerima suap dan perantara dalam penyuapan adalah perbuatan
haram sebagaimana yang diterangkan dalam surah Al baqarah ayat 188.. Dan
janganlah kamu makan harta diantara kamu dengan jalan yang bathil dan
(janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan
maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan
dosa, padahal kamu mengetahui.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustka kata korup
diartikan sebagai buruk, rusak, busuk, atau suka menerima uang sogok; dapat
24
disogok (memakai kekuasaannya untuk kepentingan pribadi. Sementara itu
kata korupsi diartikan sebagai penyelewengan atau penggelapan (uang Negara
atau perusahaan) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Oleh subekti dan
Tjitroseodobio dalam kamus hukum korupsi diartikan sebagai perbuatan
curang, tindak pidana yang merugikan keuangan Negara.
Sementara itu WF Wertheim menyatakan bahwa pemakaian umum
istilah korupsi, pejabat kita menyebutksn dengan nama korup, apabila seorang
pegawai negeri menerima pemberian yang disodorkan seseorang, swasta,
dengan maksud mempengaruhinya agar memberikan perhatian istimewa pada
kepentingsn-kepentingan si permberi. Terkadang, perbuatan ini dilakukan
dengan menawarkan pemberian itu atau menawarkan hadiah yang menggoda.
Pemerasasn berupa permintaan pemberian hadiah atau dalam pelaksanaan
tugas pubik (umum) juga biasanya disebut sebagai korupsi (Hamid Darmadi,
2013).
Pengertian korupsi yang lebih panjang diberikan oleh Klitgaard dengan
menyatakan:
Corruption exist individual illicity pust personal inserest above those of
the people and ideals he or she is pledged to serve. It comes in many
forms and can range from trivial to monumental. Corruption can
involue the misuse of policy instrument of laws and rules regarding
public safety, the obserfance of contact, and the repayment of loans or
of simple procedures. It can occur in the private sector or in public one
25
and often occurs in both simultanevushy. It can be rare or widespread,
in some developing countries, corruptionhs become systemic.
Corruption can involve promises, threats, or both; can be initiated by a
public servant or an interested client, can entail acts of omission or
commission, can involve illicitor or licit services, can be inside or
outside the public organization. The boundaries of corruptin are hard
to define ang depend on local lawscustoms.
The first task of policy analysis is to disaggregate the type of corrupt
and illicit behaviours in the situation at hand and look at concrete
examples.
Pernyataan diatas diterjemahkan oleh Chaeruddin, dkk bahwa korupsi
ada apabila seseorang secara tidak sah meltakkan kepentingan pribadi atas
kepentingan masyarakat dan sesuatu yang dipercayakan kepadanya untuk
dilaksaanakan. Korupsi muncul dalam berbagai bentuk dan dapat bervariasi
dari yang kecil sampai monumental.korupsi dapat mengakibatkan
penyalahgunaan perangkat kebijaksanaan. Ketentuan tariff dan pekreditan,
kebijakan sistem irigasi dan perumahan, penegakan hukum dan peraturan
berkaitan dengan keselamatan umum, keselamatan kontrak dan pelunasan
pinjaman atau melibatkan prosedur yang sederhana. Hal itu dapat terjadi pada
sektor swasta atau sektor publik dan sering terjadi dalam kedua sektor tersebut
secara simultan. Hal itu dapat jarang atau meluas terjadinya, pada sejumlah
Negara yang sedang berkembang, korupsi telah menjadi sistemik. Korupsi
dapat melibatkan janji, ancaman atau keduanya, dapat dimulai oleh seorang
26
pegawai negeri atau masyarakat yang berkepentingan, dapat mencakup
perbuatan tidak melakukan atau melakukan, dapat melibatkan pekerjaan yang
tidak sah maupun sah, dapat di dalam maupun diluar organisasi publik. batas-
batas korupsi sangat sulit didefenisikan dan tergantung pada hukum local dan
adat kebiasaan. Tugas pertama dari analisis kebijakan adalah untuk
mengelompokkan tipe-tipe kebiasaan korupsi dan tidak sah dalam situasi yang
nyata dan melihat pada contoh-contoh kongkrit. (Chaeruddin, Dkk:4).
Sementara itu Syed Hussein Alatas dalam bukunya Corruption: its Nature,
Causes and Consequences menyatakan bahwa koruption is the abuse of trust in
the interest of private gain (penyalahgunaan kepercayaan untuk kepentingan
pribadi).
Oleh Kartini Kartono seorang pendidik dan pekerja sosial
mendefinisikan korupsi sebagai tingkah laku individu yang melakukan
wewenang dan jabatan guna mengeruk keuntungan pribadi, merugikan
kepentingan umum dan Negara, korupsi merupakan salah-pakai dan salah urus
dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber
kekayaan Negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatan-kekuatan
formal untuk memperkaya diri sendiri. (Kartini Kartono, Patologi Sosial: 88).
Dari berbagai pengertian yang dikemukakan maka kita tidak perlu lagi
menarik benang merah apa itu korupsi, namun hanya satu kata yang tepat
untuk diletakkan pada korupsi yaitu “kejahatan”.
Korupsi sebagai suatu tindak pidana merupakan peristiwa universal
yang terjadi diberbagai belahan dunia dan segala usaha untuk memberantasnya
27
tetap merupakan topik aktual untuk disajikan atau dikaji sebagai persoalan dari
jenis kejahatan yang amat rumit penanggulangannya.
Aktualitas masalah kurupsi terletak pada kontinyuitas kehadirannya
yang muncul setiap saat da nada dimana-mana serta akibat-akibat yang
ditimbulkannya begitu sangat besar, sedangkan kerumitannya terletak pada
sebab musababnya yang belum dapat diagnosis dengan tepat.
Untuk mengetahui sebab-sebab dan perkembangan suatu kejadian atau
peristiwa atau suatu kasus maka para akademis selalu menggunakan jurus
tradisionalnya, suatu cara yang dengan menggunakan metode dan teknik
tertentu yang di anggap paling valid untuk menentukan keabsahan atau
kebenaran sesuatu, dan itulah yang disebut dengan penelitian atau istilah
ilmiahnya disebut riset.
Dengan penelitian itu maka para pakar atau orang-orang yang dianggap
mempunyai kompetensi tertentu, dapat mengidentifikasikan dengan tepat sebab
dari sesuatu itu, sehingga dapat dilakukan tindakan tertentu untuk
mencegahnya,atau mengatasinya, atau mengobatinya, atau menyembuhkannya.
Bagaimana dengan perbuatan korupsi, sesuatu perbuatan yang kotor,
keji, anti sosial, dan melanggar nilsi-nilai dasar kehidupan bersama yang
apabila dilihat dari aspek pelaku ddan modusnya dapat disebut anomali, artinya
sesuatu yang tidak lazim dari perilaku kejahatan. Korupsi sebagai sesuatu
perbuatan jahat, yang sekarang, disebut sebagai extra ordinary crime
(kejahatan luar biasa).
28
Keluar biasaan dari perbuatan korupsi tidak saja dipandang dari sudut
dampak kerugian yang ditimbulkannya, tetapi juga dari aspek status pelakunya
dan keluasan spektrum jangkauannya serta sikap ambigu dari masyarakat,
yang pada suatu sisi korupsi itu dikecam, disoroti bahakn disumpahi, tetapi
pada sisi yang lain korupsi itu dikehendaki setidak-tidaknya ditolerir secara
diam-diam, dan pelakunya dihormati.
Kesulitan dalam melakukan penelitian tentang perbuatan korupsi itu,
dapat dibaca pada akhir karangan yang bejudul “corruption in Asia” dalam
majalah “Time” edisi 18 agustus 1967, bahwa: meskipun telah ada usaha-usaha
pemimpin-pemimpin Negara untuk memberantasnya, rupanya udaara busuk
dari korupsi di Asia ini di waktu yang akan datang masih akan tercium
baunnya. (B.Soedarjo:9).
Ramalan dalam tulisan majalah time itu terbukti kebenarannya, karna
sampai saat ini udara busuk korupsi itu tidak hanya masih terjadi tetapi baunya
sudah meresap masuk kedalam paru-paru manusia tidak hanya di Asia tetapi
juga di belahan dunia yang lain.
Pada umumnya menghubungkan tumbuh suburnya korupsi dengan
sebab yang paling gampang dihubungkan, seperti kurangnya gaji pegawai
negeri, buruknya ekonomi, mental pejabat yang kurang baik, administrasi dan
manajemen kacau yang mengakibatkan prosedur yang berbelit-belit dan
sebagainya.
Demikian pandangan sepintas lalu mengenai korupsi, tetapi sebenarnya
korupsi sebagai suatu kejahatan, apalagi kejahatan yang luar biasa,
29
sebagaimana penyakit yang sudah kronis dan complicated, memerlukan
pendalaman lebih dari sepintas lalu, memerlukan penelitian yang lebih dalam
untuk menemukan hakekat terdalam dari sebabnya, agar bisa dipikirkan,
dirancang sebab untuk menyembuhkannya agar udara busuk itu tidak sampai
merusak sistem metabolisme tubuh masyarakat.
Namun demikian para sarjana yang diharapkan untuk melakukan
penelitian yang mendalam tentang korupsi, mengakui akan kesulitan untuk
melakukan penelitian terhadap korupsi itu.
W.M.E Noach, menyatakan bahwa: barang siapa di Indonesia mencoba
menggunakan kriminologi, maka sebelum mulai, ia sudah dihadapi oleh
kesulitan-kesulitan.
Ia bisa menggunakan method-methode dan hasil penyelidikan di Eropa
dan Amerika, tetapi itu semua dihasilkan oleh suatu masyarakat yang jauh
berbeda dengan Indonesia baik kulturil maupun sosial (B.Soedarso:14).
Sementara itu Syed Hussein Alatas, seorang doctor dan guru besar yang
mendalami sosiologi modernisasi di Asia Tenggara, sosiologi agama dan
sosiologi korupsi, yang menjabat Kepala Departemen Kajian Melayu di
Universitas Singapura, menyatakan bahwa:
……siapapun yang mencoba melakukan analisis sosiologi
tentang korupsi, niscaya hadirnya akan dihadapkan pada suatu problem
metodologis.
Metode-metode penelitian sosial yang diakui dan pada
umumnya diterapkan seperti wawancara, daftar pertanyaan dan analisa
30
statistik tidaklah bisa diterapkan disini sepanjang korupsi dipandang
sebagai transaksi yang tidak jujur.
Apa yang paling bisa dilakukan seorang ahli sosiologi adalah
mengamati fenomena itu beserta efek-efeknya, dan mengumpulkan
sebanyak mungkin keterangan-keterangan rahasia. Bahkan
pengungkapan korupsi secara umum, seperti yang bisa mengantarkan
keruntuhan suatu rejim, tidaklah menyingkap sebanyak yang
seharusnya disingkap.(Syed Husain Alatas:1)
Kesulitan melakukan penelitian juga diakui oleh pakar hukum pidana
Indonesia, yaitu Andi Hamzah yang menyatakan bahwa melakukan penelitian
tentang korupsi di Indonesia sangat sulit dan memakan biaya besar.
Korupsi memang merupakan jenis kejahatan yang amat sukar untuk
diteliti, bahkan mendeteksi secara dini pun amat sukar dilakukan, karna
korupsi merupakan kejahatan yang paling cepat bermetaforsis dan sering
berlindung dibalik kekuasaan.
D. Kerangka Pikir
Kinerja merupakan hasil keerja yang didapat seseorang yang
disesuaikan dengan tugas dan peran seseorang tersebut didalam suatu
perusahaan pada suatu periode waktu tertentu, yang dihubungkan dengan suatu
ukuran nilai atau standar tertentu dimana seseorang tersebut bekerja.
Dalam penelitian ini penulis mengangkat teori yang dikemukakan oleh
Fuad Mas’ud (2004) dimana terdapat empat indikator yaitu: Kualitas,
31
Kuantitas, ketepatan waktu, dan efektivitas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada bagan kerangka pikir sebagai berikut:
Gambar Kerangka Fikir 2.1
E. Fokus Pelitian
Fokus dari penelitian ini adalah Kinerja Kejaksaan Negeri dalam
menangani perkara korupsi serta beberapa indikator-indikator yaitu: kualitas,
kuantitas, ketepatan waktu, dan efektivitas.
F. Deskripsi Fokus Penelitian
Berdasarkan kerangka pikir sebelumnya maka dapat dikemukakan
deskripsi fokus penelitian ini sebagai berikut:
1. Kualitas merupakan hasil kerja yang di capai oleh kejaksaan Negeri
Enrekang dalam penanganan perkara korupsi.
Kinerja Kejaksaan Negeri dalam
Penanganan Perkara Korupsi di
Kabupaten Enrekang
Kualitas
Ketepatan
Waktu Kuantitas Efektivitas
Hasil Kinerja Kejaksaan Negeri
Kabupaten Enrekang
32
2. Kuantitas adalah jumlah pegawai yang dibutuhkan oleh kejaksaan Negeri
Enrekang dalam melakukan melancarkan tugasnnya.
3. Ketepatan waktu adalah tingkat suatu aktivitas yang dapat diselesaikan oleh
Kejaksaan Negeri dalam penanganan perkara korupsi dan bagaimana hasil
keerjasamanya dengan pihak-pihak lain dalam menyelesaikan setiap perkara
sesuai dengan waktu yang telah di tetapkan.
4. Evektifitas merupakan kinerja yang maksimal sumber daya manusia pada
Kinerja Kejaksaan Negeri dengan maksud meningkatkan hasil kerja dan
mengetahui kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam penanganan
setiap perkara.
33
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama dua bulan mulai tanggal 2 november
sampai 2 januari 2020, lokasi penelitian ini berada di Kantor Kejaksaan Negeri
di Kabupaten Enrekang. Dengan alasan bahwa jumlah tindak pidana korupsi
ditangani oleh Kejaksaan negeri Enrekang.
B. Jenis dan tipe penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan alasan
penelitian harus terjun ke lapangan untuk menemukan dan melakukan
obserfasi, sehingga dapat menghayati langsung keadaan sebenarnya mengenai
kasus korupsi Di kantor Kejaksaan Negeri Kabupaten Enrekang.
Adapun tipe penelitian ini adalah tipe penelitian Fenomologi yaitu
penelitian pengumpulan data dengan wawancara dan data secara tertulis hal ini
dibuat agar tujuan dari penelitian bisa akurat dengan apa yang terjadi
dilapangan dan apa yang tertuang pada dokumen-dokumen kemudian
selanjutnya dengan obserfasi partisipan untuk mengetahui kenyataan yang
terjadi dilapangan mengenai kinerja kejaksaan negeri dalam penanganan
perkara korupsi Di Kabupaten Enrekang apakah sesuai dengan rencana yang
ditetapkan.
34
C. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini ada 2 (dua), yaitu:
1. Data Primer, yang diperoleh secara langsung dari informan yang
bersangkutan dengan cara wawancara untuk mendapatkan jawaban yang
berkaitan dengan kinerja kejaksaan negeri dalam penanganan perkara
korupsi Di Kabupaten Enrekang.
2. Data Sekunder, yang meliputi buku-buku berkaitan dengan kinerja yang
akan di lakukan di kantor kejaksaan negeri dalam penanganan perkara
korupsi pada saat penelitian yang berkaitan dengan kinerja kejaksaan
negeri dalam penanganan perkara korupsi di Kabupaten Enrekang.
D. Informan Penelitian
Penelitian mengenai kinera kejaksaan negeri dalam penanganan perkara
korupsi memerlukan informasi yang mempunyai pemahaman yang bakaitan
langsung dengan masalah penelitian guna memberikan data dan informasi yang
akurat dan dapat di percaya. Adapun informan penelitian dalam penelitian ini:
Tabel 2.2
Nama-nama informan
No. Nama Informan Inisial Jabatan
1. Emmanuel Ahmad EA Kepala Kejaksaan Negeri
2. Nasarunddin Agussalim NA Kasi Pidsus
3. Okty Risa OR Staf bidang pidsus
4. Sulaiman S Tokoh Agama
35
5. Wawan Saputra WS Tokoh Masyrakat
E. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik
pengumpulan data sebagai berikut:
1. Observasi
Melakukan pengamatan langsung di lokasi penelitian secara
berulang terhadap suatu objek pengamatan pada tempat yang sama ataupun
berbeda. Observasi difokuskan pada pengamatan langsung terhadap masalah
yang akan diteliti.
2. Wawancara
Dilakukan guna memperoleh data primer tentang kinerja kejaksaan
negeri dalam penanganan perkara korupsi agar biasa mendalam berkaitan
dengan permasalahan penelitian Terkait penelitian. Peneliti ini
menggunakan metode indepth interview, disitu penelitian dengan informan
dengan responden bertatapan secara langsung untuk mendapat informasi
agar lisan dengan maksud data yang dapat dijelaskan masalah penelitian
kinerja kejaksaan negeri dalam penanganan perkara korupsi Di Kabupaten
Enrekang.
3. Dokumentasi
Dilakukan guna mendapatkan data sekunder dengan cara melakukan
kajian terhadap data-data dokumen pribadi dan dokumen resmi, baik visual
maupun berupa tulisan yang berkaitan dengan masalah penelitian berupa
36
buku-buku yang ada untuk mencari konsepsi-konsepsi dan teori-teori yang
sangat sehubungan erat dengan permasalahan. Sumber pada laporan, skripsi,
buku, surat kabar dan dokumentasi lainya yang sehubungan dengan
permasalahan yang akan diteliti.
F. Teknik Analisi Data
Analisis data yang digunakan adalah analisis non statistik yang
dilakukan terhadap data yang bersifat kualitatif didalam hal ini penelitian
kualitatif, mengajak orang agar bisa mempelajari salah satu masalah yang akan
diteliti secara mendasar dan mendalam sampai ke akarnya analisis data terdiri
dari tiga alur yaitu:
1. Data Reducition (Reduksi Data)
Data yang didapat dari lapangan jumlahnya sudah cukup banyak untuk itu,
perlu dicatat secara detail dan terprinci. Seperti telah dikemukakan semakin
lama peneliti ke suatu lapangan maka jumlahnya data akan menjadi
semakin banyak kompleks dan susah. Untuk itu, perlunya akan secepatnya
melakukan analisis data dan melalui reduksi data. Mereduksi data adalah
merangkum dan memilih hal pokok memokuskan pada hal-hal yang pokok
pada hal yang sangat penting. Dicari tema dan pola dengan hal itu yang
telah direduksi akan memberikan gambaran yang sangt lebih mirip dan
mempermuda penelitian supaya pengumpulan data selanjutnya akan
mencari kiranya diperlukan. Reduksi data dapat dibantu dengan cara
peralatan elektronik seperti komputer, kecil, supaya memberikan kode
dengan aspek tertentu.
37
2. Data Display (Penyajian data)
Penyajian data yaitu penyajian yang dimaksud menurut matthew dan
michael, sekumpulan informasi teratur yang memberikan kemungkinan ada
penarikan kesimpulan dalam pengambilan tindakan.
3. Conclusion Drawing/verification
Langka ketiga didalam analisis data kualitatif pendapat Miles Huberman
adalah penarikan kesimpulas dan verifikasi. Kesimpulan ini masih bersifat
sementara dan akan merubah apabila tidak di temukanya bukti yang sangat
kuat yang akan mendukung setiap tahap pengumpulan data berikut. Akan
tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap pertama di dukung
oleh bukti yang falid dan konsisten saat penelitian kembali ke lapangan
untuk menyatukan data, dari itu kesimpulan yang dikemukakan ialah
kesimpulan yang kredibel.
G. Pengabsahan Data
Keabsahan data yang dipakai dalam penulisan proposal ini adalah
triangulasi, triangulasi dalam pengujian kredibilitas adalah pengecekan data
dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Menurut
William Wiersma (dalam Sugiyono, 2012) membedakan tiga macam
triangulasi yaitu:
1. Triangulasi dengan sumber
Triangulasi dengan sumber yaitu teknik untuk menguji kredibilitas
data yang dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh
melalui beberapa sumber suatu informasi.
38
2. Triangulasi dengan teknik
Triangulasi dengan teknik yaitu teknik untuk menguji kredibilitas
data yang dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber data yang
sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data diperoleh dengan
wawancara secara mendalam kepada informan, kemudian dicek dengan
dokumen-dokumen.
3. Triangulasi dengan waktu
Triangulasi dengan waktu yaitu teknik untuk m enguji kredibilitas
data yang dilakukan dengan cara mengecek data dengan teknik wawancara
di pagi hari pada saat narasumber masih segar, dan pada saat sore hari saat
narasumber sudah merasa jenuh dan dipenuhi oleh banyak masalah. Bila
hasil uji menghasilkan data yang berbeda maka dilakukan secara berulang-
ulang sehingga sampai di temukan kepastian datanya.
39
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Objek Penelitian
Kabupaten Enrekang termasuk dalam salah satu wilayah dalam provinsi
Sulawesi Selatan yang secara astronomis terletak pada 314’36”_350’00
Lintang Selatan dan 11940’53”_12006’33” Bujur Timur dan berada pada
ketinggian 442mdpl, dengan luas wilayah sebesar 1.786,01 . Jarak dari Ibu
Kota Provinsi Makassar ke Kab Enrekang berjarak 235 Km.
1. Batas Daerah Kabupaten Enrekang
Secara administratif Kabupaten Enrekang mempunyai batas-batas
wilayah yakni di Sebelah Utara perbatas dengan Kabupaten Tana Toraja
dengan di Sebelah Timur perbatasan dengan Kabupaten Luwu, dan di
Sebelah Selatan perbatasan dengan Kabupaten Sidrap dan di Sebelah Barat
perbatasan dengan Kabupaten Pinrang.
Setelah setengah dasawarsa telah mengalami perubahan
Administrasi pemerintahan baik pada tingkat kecamatan ataupun pada
tingkat kelurahan atau desa yang pada walnya th 1995 hanya mempunyai
jumlah 5 Kecamatan dan 54 kelurahan atau desa dan pada th 2008 jumlah
kecamatan telah berubah menjadi 12 dan 129 desa atau kelurahan. Adapun
pembagian kecamatan dalam lingkup Kabupaten Enrekang antara lain :
1. Kecamatan Alla
2. Kecamatan Anggeraja
3. Kecamatan Enrekang
40
4. Kecamatan Masalle
5. Kecamatan Buntu Batu
6. Kecamatan Baroko
7. Kecamatan Cendana
8. Kecamatan Curio
9. Kecamatan Baraka
10. Kecamatan Bungin
11. Kecamatan Maiwa
12. Kecamatan Malua
Secara umum, bentuk topografi wilayah Enrekang telah terbagi atas
wilayah perbukitan (karst) yang telah terbentang di bagian Utara dan
Tengah lembah yang curam, sungai, berbagai jenis flora yang banyak
ditemukan pohonan bitti, pohon hitam Sulawesi, pohon ulin/kayu besi, kayu
bayam, kayu kuning. Selain itu terdapat juga rotan. Jenis anggrek juga
banyak ditemukan dan berbagai jenis tanaman lainnya.
2. Keadaan Sistem Sosial
Terbentuknya struktur pelapisan masyarakat Enrekang mulai dari
konsep to manurung bagaimana cara kedatangan to manurung yang tiba-
tiba, turun dari langit dan dianggap luar biasa. Dan dapat memberikan sikap
kewibawaan yang ampuh dalam menghadapi rakyat. Hal ini pula
memberikan satu anggapan bahwa status sosial to manurung dan keturunan
lebih tinggi dari pada masyarakat biasa. Pada umumnya masayarakat
Enrekang mengenal tiga lapisan masyarakat, yaitu :
41
a. Golongan To Puang atau Arung (Bangsawan) bagi seluruh masyarakat
Enrekang, keturunan To Puang dianggap titisan dewa sehingga mereka
mempunyai peran didalam memegang pucuk pimpinan yang tertinggi
dalam suatu daerah kekuasaan.
b. Golongan “To Merdeka” (Rakyat Biasa) golongan ini mempunyai
golongan tengah dimana mereka tidak sebagaian kaum bangsawan
(penguasa) dan bukan tergolong orang yang diperhamba.
c. Golongan “To Kaunan” (Hamba milik To Puang) golongan yang di
perhamba ataupun abdi dari orang lain.
3. Pemerintahan
Pada mulanya terbentuk Kabupaten Enrekang yang telah berapa kali
telah mengalami pergantian Bupati sampai sekarang. Pelantikan Bupati
Enrekang yang pertama yaitu pada tanggal 19 Februari th 1960 dan telah
ditetapkannya sebagai hari terbentuknya Daerah di Kabupaten Enrekang.
Berikut ialah daftar di Bupati Kabupaten Enrekang yang menjabat sejak
pembentukan pada th 1960.
1. Andi Babba Mangopo (1960-1963)
2. Muhammad Nur (1963-1964)
3. Muhammad Cahtif Lasiny (1964-1965)
4. Bambang Soetrisna (1965-1969)
5. Abullah Rachman, B.A (1969-1971)
6. Drs. Mappatoeran Parawansa (1971-1973)
7. Mochammad Daud (1973-1978)
42
8. H. Abdullah Dollar, B.A (1978-1983)
9. Muhammad Saleh Nurdin Agung (1983-1988)
10. Mayjend. TNI H.M. Amin Syam ( 1988-1993)
11. Andi Rachman (1993-1998)
12. Drs. Andi Iqbal Mustafa (1998-2003)
13. Ir.H.La Tinro La Tunrung (2003-2013)
14. Drs. H. Muslimin Bando, M.Pd (2013-Sekarang)
4. Keadaan Penduduk
Adapun jumlah penduduk di Kabupaten Enrekang di beberapa
Kecamatan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.3
Jumlah penduduk di Kabupaten Enrekang
No Nama Kecamatan Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 Cendana 4254 4579 8833
2 Baraka 11347 11108 22455
3 Buntu Batu 6955 6647 13602
4 Anggeraja 12643 12687 25330
5 Malua 3989 4178 8167
6 Alla 11380 10821 22201
7 Curio 8243 7865 16108
8 Masalle 6593 6288 12881
9 Baroko 5444 5139 10583
10 Enrekang 15727 16494 32221
11 Bungin 2264 2187 4451
12 Maiwa 12358 12424 24782
Sumber : BPS Kabupaten Enrekang
5. Visi Misi Kabupaten Enrekang
Di Kabupaten Enrekang sebagai daerah yang bisa di katakana cukup
potensial dilihat dari segi sumber daya alamnya. Tingkat aksesbilitas
dukungan sarana dan prasarana sesungguhnya kemungkinan untuk
43
mencapai daerah argopolitan dimana pola pengembangan sektor pertanian
selanjutnya akan memberi efek eksternal terhadap tumbuh kembang
berbagai sektor lainnya, seperti industri pemgolahan perdagangan, lembaga
keuangan dan sebagainya. Pengembangan daerah argopolitan dimaksud
yaitu harus tetap mengacu kepada prinsip-prinsip otonomi dan kemandirian
yang melalui pengembangan interkoneksitas antara daerah, baik di Sulawesi
Selatan maupun diluar Sulawesi Selatan. Pembangunan daerah harus
dipandang didalam perspektif masa depan sehingga pelaksanaanya,
pembangunan akan selalu ditempatkan dalam kerangka pembangunan
berkelanjutan, kerangka pembangunan yang seperti itu akan menempatkan
aspek kelestarian dilingkungan sebagai persyaratan paling utama.
Proses untuk pencapaian Visi yang telah di tetapkan. Adapun Misi
Kabupaten Enrekang ialah :
1. Pilar pendukung perekonomian bagi perkembangan perekonomian Sul-
Sel melalui pengembangan bagai komoditas unggulan khususnya pada
sektor pertanian.
2. Untuk mengembangkan kerja sama kawasan dan keterkaitan fungsional,
antara daerah agar tetap mengacu pada semangat kemandirian dan
otonomi.
3. Untuk mengembangkan implementasi pembangunan yang lebih
menekankan, pada perkembangan di bagian kawasan Timur Enrekang
didalam rangka mewujudkan keseimbangan pembangunanya antara
wilayah di Kabupaten Enrekang.
44
4. Melakukan penataan tata ruang yang mampuh memberi peluang bagi
terciptanya struktur ekonomi dan wilayah yang kuat sehingga
memungkinkanya muncul interkoneksitas dan antara wilayah.
5. Menomor satukan norma dan nilai budaya tradisional ataupun
keagamaan seperti kejujuran, keadilan, keterbukaan, saling menghormati,
semangat gotong royong, dan kerja sama didalam berbagai aktifitas
pemerintahan, pembangunanya dan kemasyarakatan.
2.2 Peta Kabupaten Enrekang
6. Tujuan
Merupakan penjabaran dari, misi-misi dan telah bersifat operasional
tentang apa saja yang dicapai:
1. Komoditas unggulan, Kabupaten Enrekang mampu memenuhi dari
kebutuhan pasar lokal dan regional maupun untuk kebutuhan ekspor.
45
2. Pembangunan sumber daya yang menjadi pilar pendukung ekonomi
kerakyatan.
3. Tercapainya kerja sama antara wilayah dan antara kawasan dalam
Kabupaten Enrekang.
4. Terwujudnya kerja sama antara pemerintah di Kabupaten Enrekang
dengan berbagainya macam pihak.
5. Meningkatkan pengolahan potensi dikawasan timur Kabupaten
Enrekang.
6. Terwujudnya penataan wilayah, kawasan yang digunakan dan berhasil.
7. Terwujudnya, peningkatan kesejahteraan sosial.
8. Terwujudnya, ketahanan budayanya dan spiritual.
9. Terwujudnya kepemerintahan yang baik partisipatif transparan dan
akuntabel.
10. Untuk Tercapai peraturan dan keamanan ataupun ketertiban dalam
masyarakat.
7. Sasaran
Sasaran yaitu penjabaran dari tujuan, dapat terukur tentang apa saja
yang akan dicapai atau yang akan dihasilkan. Fokus utama sasaran adalah
tindakan dan alokasi sumber daya daerah dalam kegiatan kepemerintahan
Kabupaten Enrekang yang bersifat spesifik dapat dinilai, dikur, dan dapat
dicapai dengan berorentasi pada hasil yang dicapai dalam kurun waktu 5
(lima) tahun. Sasaran pemerintah Kabupaten Enrekang yaitu :
46
1. Meningkatkan daya saing komoditas yang unggulan di Kabupaten
Enrekang.
2. Tumbuh kembangnya sistem perdagangan dan perekonomiana.
3. Meningatnya sarana dan prasarana fisik pemerintahan.
4. berkembangnya sarana dan prasarana perhubungan.
5. Meningkatnya kemampuan pembiayaan.
6. Meningkatnya kualitas pelaku ekonomi.
7. Terjalinnya kerja sama dengan pihak luar negeri dalam berbagai bidang
pembangunan.
8. Terwujudnya pemberdayaan Kecamatan dan Desa/Kelurahan.
9. Meningkatnya kerja sama dengan pemerintah Provinsi dalam berbagai
bidang pemerintahan pembangunan dan kemasyarakatan.
10. Meningkatnya kerja sama dengan pemerintah Kabupaten dalam
berbagai bidang pembangunan.
11. Meningkatnya kerja sama dalam berbagai bidang.
12. Terjadinya pemanfaatan lahan sesuai dengan peruntukan atau
kesesuaian lahan.
13. Tercipta pelestarian alam maupun lingkungan hidup.
14. Peningkatan penyelenggaraan pendidikan.
15. Meningkatnya ketahanan budaya dan kehidupan keagamaan.
16. Meningkatnya status sosial masyarakat.
17. Meningkatnya derajat kesejahteraan masyarakat.
18. Tercapai hukum dan penegakan hukum.
47
19. Bertambah kualitas aparatur.
20. Meningkatnya wawasan kebangsaan.
8. Struktur Organisasi Kejaksaan Negeri Enrekang
1. Kepala kejaksaan negeri Enrekang
2. Sub bagian pembinaan
a. Urusan tata usaha dan kepegawaian
b. Urusan keuangan dan PNBP
c. Urusan perlengkapan
d. Urusan data statistik kriminal dan teknologi informasi dan
perpustakaan
3. Seksi intelejen
a. Subseksi ideologi politik pertahanan, keamanan, budaya, dan
kemasyarakatan
b. Subseksi ekonomi, keuangan, dan pengamanan pembangunan
starategis
c. Subseksi teknologi informasi, produksi intelejen, dan peneranga
hukum
4. Seksi tindak pidana umum
a. Sub seksi prapenutupan
b. Sub seksi penutupan
c. Sub seksi eksekusi dan eksaminasi
5. Seksi tindak pidana khusus
a. Sub seksi penyidikan
48
b. Sub seksi penutupan
c. Sub seksi upaya hukum luar biasa dan eksekusi
6. Sub seksi tata usaha dan keuangan Negara
a. Sub seksi perdata
b. Sub seksi tata usaha Negara
c. Sub seksi pertimbangan hukum
7. Seksi pengelolaan barang bukti dan barang rampasan
a. Sub seksi barang bukti
b. Sub seksi barang rampasan
Fungsi Kejaksaan Negeri Enrekang:
1. Perumusan kebijaksanaan pelaksanaan dan kebijakan teknis pemberian
bimbingan dan pembinaan serta pemberian perjanjian sesuai dengan bidang
tugasnya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan
yang ditetapkan oleh jeksa agung;
2. Penyelenggaraan dan pelaksanaan pembangunan prasarana dan sarana,
pembinaan manajemen, administrasi, organisasi dan tata pelaksanaan serta
pengelolaan atas milik negara menjadi tanggung jawabnya;
3. Pelaksanaan penegakan hukum yang baik preventif maupun yang berintikan
keadilan di bidang pidana;
4. Pelaksanaan pemberian bantuan di bidang intelejen yustisial, di bidang
ketertiban dan ketentraman umum, pemberian bantuan, pertimbangan,
pelayanan dan penegakan hukum di bidang perdata dan tata usaha negara
serta tindakan hukum dan tugas lain, untuk menjamin kepastian hukum,
49
kewibawaan pemerintah dan penyelamtan kekayaan negara berdasarkan
peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan yang ditetapkan jaksa
agung;
5. Penempatan seorang tersangka atau terdakawa di rumah sakit atau tempat
perawatan jiwa atau tempat lain yang layak berdasarkan penetapan hakim
karna tidak mampu berdiri sediri atau disebabkan hal-hal yang dapat
membahayakan orang lain, lingkungan atau dirinya sendiri;
6. Pemberian pertimbangan hukum kepada instansi pemerintah, penyusunan
peraturan perundang-undangan serta peningkatan kesadaran hukum
masyarakat .
7. Koordinasi, pemberian bimbingan dan petunjuk teknis serta pengawasan,
baik didalam maupun instansi baik di dalam maupun instansi terkait atas
pelaksanaan tugas dan fungsinya berdasarkan peraturan perundang-
undangan dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh jaksa agung.
Tugas kepala kejaksaan negeri Enrekang:
1. Memimpin dan mengendalikan kejaksaan negeri dalam melaksanakan tugas,
wewenang dan fungsi kejaksaan di daerah hukumnya serta membina
aparatur kejaksaan di lingkungan kejaksaan negeri yang bersangkutan agar
berdaya guna dan berhasil guna.
2. Melakukan dan atau mengendalikan kebijakan pelaksanaan penegakan
hukum dan keadilan baik preventif maupun represif yang menjadi tanggung
jawabnya di daerah hukum kejaksaan negeri yang bersangkutan sesuai
50
dengan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan yang di tetapkan
oleh jaksa agung.
3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, prapenutupan, pemeriksaan
tambahan, penutupan, eksekusi dan tindakan hukum lain berdasarkan
peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh
jaksa agung.
4. Melakukan koordinasi penangan perkara pidana tertentu dengan instansi
terkait meliputi penyelidikan, penyidikan dan pelaksanaan tugas-tugas
yustisial lain berdasarkan peraturan perungang-undangan dan kebijaksanaan
yang ditetapkan oleh jaksa agung.
5. Melakukan pencegahan dan pelarangan terhadap orang yang teerlibat dalam
suatu perkara pidana untuk masuk ke dalam atau keluar meninggalkan
kekuasaan negara Republik Indonesia, peredaran barang cetakan yang dapat
mengganggu ketertiban umum, penyalahgunaan dan atau penodaan agama
serta pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan ketertiban
masyarakat dan negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
ditetapkan oleh jaksa agung.
6. Melakukan tindakan hukum di bidang perdata dan tata usaha negara,
mewakili pemerintah dan negara, BUMN, BUMD di dalam dan diluar
pengadilan sebagai usaha menyelamatkan kekayaan Negara berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang di tetapkan oleh jaksa agung.
51
7. Membina dan melakukan kerjasama dengan lembaga negara, instansi
pemerintah dan organisasilain di daerah hukumnya untuk memcahkan
masalah yang timbul terutama yang menyangkut tanggung jawabnya.
8. Pemberian perijinan sesuai dengan bidang tugasnya dan melaksanakan
tugas-tugas lain berdasarkan perundang-undangan dan kebijaksanaan umum
yang ditetapkan oleh jaksa agung.
9. Bertanggung jawab terhadap pengelolaan data dan statistik kriminal serta
penerapan dan pengembangan teknologi informasi di lingkungan kejaksaan
negeri.
Tugas sub bagian pembinaan:
1. Melakukan pembinaan atas manajemen dan pembangunan prasarana dan
pengelolaan ketatausahaan kepegawaian kesejahtraan pegawai, keuangan,
perlengkapan organisasi dan tata laksana
2. Pengelolaan teknis atas milik negara yang menjadi tanggung jawab serta
pemberian dukungan pelayanan teknis dan administrasi bagi seluruh satuan
karya di lingkungan kejaksaan negeri yang bersangkutan dalam rangka
memperlancar pelaksanaan tugas
Tugas seksi intelejen:
1. Penyiapan perumusan lebijaksanaan teknis di bidang intelejen berupa
bimbingan, pembinaan dan pengamanan teknis.
2. Penyiapan rencana, pelaksanaan dan penyiapan bahan pengendalian
kegiatan intelejen penyidikan, pengamanan penggalangan dalam rangka
kebijaksanaan penegakan hukum baik preventif maupun represif untuk
52
menganggulangi hambatan, tantangan, politik, ekonomi, keuangan, sosial
budaya.
3. Pelaksanaan kegiatan produksi dan sarana intelejen, membina dan
meningkatkan kemampuan, keterampilan dan integrasi kepribadian aparat
dan pengendalian kekaryaan di lingkungan kejaksaan negeri yang
bersangkutan.
4. Pengamanan teknis terhadap pelaksanaan tugas satuan kerja bidang personil,
kegiatan materil, pemberitaan dan dokumen dengan memperhatikan
koordinasi kerjasam dengan instansi pemerintah dan organisasi lain di
daerah terutama dengan aparat intelejen.
Tugas seksi tindak pidana umum:
1. Penyiapan rumusan kebijakan teknis kegiatan yustisial pidana umum di
bidang tindak pidana umum berupa pemberian bimbingan, pembinaan dan
pengamanan.
2. Perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian ketiatan pra penutupan,
pemeriksaan tambahan, penuntutan dalam perkara tindak pidana terhadap
keamanan Negara dan ketertiban umum, tindak pidana terhadap orang dan
harta benda serta tindak pidana umum yang diatur diluar kitab undang-
undang hukum.
3. Pengendalian dan pelaksanaan penetapan hakim serta putusan pengadilan,
pengawasan terhadap pelaksanaan pidana bersyarat, pidana pengawasan,
pengawasan terhadap putusan lepas bersyarat dan tindakan hukum lain
dalam perkara pidana umum serta
53
4. Pembinaan kerjasama dan koordinasi dengan instansi lain, serta pemberian
bimbingan dan petunjuk teknis dalam penaganan perkara tindak pidana
umum.
5. Penyiapan saran, konsepsi tentang pendapat dan pertimbangan hukum jaksa
agung mengenai perkara tindak pidana umum dan masalah hukm lainnya
dalam kebijaksanaan penegakan.
6. Pembinaan dan peningkatan kemampuan, keterampilan dan integritas
kepribadian aparat tindak pidana umum daerah hukum kejaksaan negeri.
7. Pengamanan teknis atas pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan di
bidang tindak pidana.
8. Pengadministrasian dan pembuatan laporan di daerah hukum kejaksaan
negeri.
Tugas seksi tindak pidana khusus:
1. Penyiapan perumusan kebijaksanaan teknis di bidang pidana khusus berupa
pemberian bimbingan, pembinaan dan pengamanan teknis.
2. Penyiapan rencana, pelaksanaan dan pengendalian kegiatan penyidikan,
penyelidikan, prapenutupan, pemeriksaan, tambahan, penuntutan dan
pengadministrasiannya.
3. Pelaksanaan penetapan hakim dan putusan pengadilan, pengawasan
terhadap pelaksanaan keputusan lepas bersyarat dan tindakan hukum lain
dalam perkara tindak pidana khusus serta pengadministrasiannya.
54
4. Pembinaan dan kerjasama koordinasi dengan instansi terkait dan memberi
bimbingan serta petunjuk teknis kepada penyidik dan dalam penanganan
perkara tindak pidana khusus yang lain serta pengadministrasiannya.
5. Penyiapan bahan sarana konsepsi tentang pendapat atau pertimbangan jaksa
agung mengenai perkara tindak pidana khusus dan masalah hukum lain
dalam kebijaksanaan hukum.
6. Peningkatan kemampuan, keterampilan dan integritas kepribadian aparat
tindak pidana khusus.
Tugas seksi perdata dan tata usaha negara
1. Penyiapan bahan penyusunan rencana dan program kerja.
2. Pelaksanaan penegakan hukum, bantuan hukum, pertimbangan hukum, dan
tindakan hukum lain, serta pelayanan hukum di bidang perdata dan tata
usaha negara.
3. Koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang perdata dan
tata usaha negara.
4. Pelaksanaan hubungan kerja dengan instansi atau lembaga baik di dalam
negeri maupun di luar negeri; dan
5. Pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan penegakan
hukum, pertimbangan hukum, dan tindakan hukum lain, serta pelayanan
hukum di bidang perdata dan tata usaha negara.
Tugas seksi pengelolaan barang bukti dan barang rampasan
1. penyiapan penyusunan bahan rencana dan program kerja.
55
2. analisis dan penyiapan pertimbangan hukum pengelolaan barang bukti dan
barang rampasan.
3. pengelolaan barang bukti dan barang rampasan meliputi pencatatan,
penelitian barang bukti, penelitian dan pengklasifikasian barang bukti,
penitipan, pemeliharaan, pengamanan, penyediaan dan pengambilan barang
bukti sebelum dan setelah sidang serta penyelesaian barang rampasan.
4. penyiapan pelaksanaan koordinasi dan kerja sama dalam pengelolaan
barang bukti dan barang rampasan.
5. pengelolaan dan penyajian data dan informasi; dan
6. pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pengelolaan
barang bukti dan barang rampasan.
Visi misi Kejaksaan Negeri Enrekang
Visi:
Menjadi lembaga penegak hukum yang modern, berintegritas, professional,
dan akuntabel dalam mewujudkan supermasi hukum di Indonesia.
Misi:
1. Meningkatkan pelaksanaan fungsi Kejaksaan RI dalam pelaksanaan tugas
dan wewenang, baik dalam segi kalitas dan kuantitas penanganan perkara
seluruh tindak pidana, penganganan perkara perdata dan tata usaha Negara,
serta meningkatkan kegiatan intelejen penegakan hukum secara modern,
berintegritas, profersional dan akuntabel yang berlandaskan keadilan
kebenaran serta nilai-nilai kepatutan dalam rangka penegakan hukum.
56
2. Mewujudkan peran Kejaksaan RI dalam hubungan internasional,kerjasama
hukum dan penyelesaian perkara lintas negara.
3. Mewujudkan aparatur kejaksaan RI yang modern, berintegritas, professional
dan akuntabel guna menunjang kelancaran pelaksanaan tugas pokok, fungsi
dan wewenang terutama dalam upaya penegakan hukum yang berkeadilan
serta tugas-tugas lainnya.
4. Melaksanakan pembenahan dan penataan kembali struktur organisasi
Kejaksaan RI, pembenahan informasi manajemen terutama
mengimplementasikan program quickwins agar dapat segera di akses
masyarakat, penyusunan cetak biru (blue print) pembangunan aparatur
Kejaksaan RI jangka menengah dan jangka panjang tahun 2025,
menertibkan dan menata kembali manajemen keuangan, dan peningkatan
sarana dan prasarana serta optimalisasi penerapan teknologi informasi (TI).
5. Meningkatkan reformasi birokrasi dan tata kelola kejaksaan RI yang bersih
dan bebas KKN melalui reformasi mental dalam pelaksanaan tugas dan
wewenang.
Secara umum kinerja Kejaksaan Kabupaten Enrekang telah sesuai
peraturan dan prosedur yang berlaku, namun terkadang dalam proses
penyelidikan masih mendaptkan Kendal-kendala seperti contohnya
kurangnya anggaran dan pegawai itu salah satu kendala disetiap proses
kerja-kerja kasus peneyelidikan. Selain itu dalam proses penyelidikan
kasus sudah ditentukan waktu selama 3 bulan untuk menangani kasus
tetapi di dalam proses itu terkadang waktu 3 bulan tidak cukup
57
dikarenakan dalam penyelidikan biasanya saksi dan ahli tidak bisa atau
berhalangan untuk hadir dalam persidangan.
Pola penanganan tindak pidana korupsi tahap LID-DIK-TUT pada
Kejaksaan Negeri Enrekang:
saksi-sa
Menguasai
pokok
permasakahan
Mengetahui modus
operandinya
5w+1H
Mempelajari unsur pasal
1. Inventaris pertanyaan
agar tidak menyimpang
2. Menjadwal acara
dinamika kelompok/
Memahami dan
menerapkan hukum
secara tepat dan benar
1. Inventarisir peraturan
formal
2. Inventarisir surat-surat
disposisi, DLL
Merencanakan tindakan
yang dilakukan
1. Inventarasir kerugian
Negara
2. Inventarsir saksi-saksi
3. Inventarisir alat bukti
surat
4. Inventarisir barang bukti
5. Inventarisir apa saja
yang disita
Membentuk tim unit
satuan khusus
1. Administrasi
2. Surat perintah
3. Dst
PEMBERKASAN
Inventarisasi
1. Calon tersangka
2. Saksi-saksi
3. Kapan pemeriksaan
4. Kapan penyitaan,
penahanan
5. Kapan prapenutupan
Koordinasi intern dan
ekstern
1. Ekspose berjenjang
Mengetahui kerawanan
tanpa meninggalkan
masalah
1. Kendala dalam setiap lini
depan dapat
diprediksikan
PENUTUPAN
1. Rencana Dakwaan
58
B. Hasil Penelitian Kinerja Kejaksaan Negeri dalam Menangani Perkara
Korupsi di Kabupaten Enrekang
1. Kualitas
Kualitas adalah hasil kerja yang dapat dicapai pegawai atau
sekelompok pegawai dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi
bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum sesuai dengan moral dan
etika. Pihak Kejaksaan Negeri Enrekang menyalurkan kegiatan sehingga
mendapat keserasian dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan untuk bisa
mencapai tujuan tentunya sangat besar dalam menangani kasus korupsi.
Untuk mengetahui kualitas kerja kejaksaan negeri Enrekang maka
dilakukan wawancara dengan kepala kejaksaan negeri Enrekang, tokoh
agama, tokoh masyarakat yang mengemukakan bahwa:
“kalau menurut saya kualitas kerja Kejaksaan Negeri Enrekang itu
yang bisa menilai adalah masyarakat apakah cara kerjanya sudah
cukup bagus atau masih perlu di tingkatkan kualitas kerjanya, tapi
kalau menurut saya pribadi Kejaksaan Negeri Enrekang sudah
melakukan tuganya semaksimal mungkin walaupun masih ada
beberapa kendala-kendala yang sering dihadapi dalam
menyelesaikan setiap perkara”
(hasil wawancara EA, tanggal 11 November 2019)
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa yang bisa menilai
adalah masyarakat luar karena masyarakat juga akan merasakan dampak
kualitas kerja dari kejaksaan dan masih perlu ditingkatkan karena ada
beberapa kasus yang belum terselesaikan dengan semestinya.
59
“kualitas kerja yang pegawai lakukan disini untuk menyelesaikan
setiap perkara itu saya pikir sudah cukup baik, dan sudah
berdasarkan peraturan dan prosedur yang telah ditetapkan
sebelumnya.”
(hasil wawancara EA, tanggal 11 November 2019)
Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas kerja yang
dilakukan oleh pegawai kejaksaan negeri Enrekang sudah bisa di katakan
baik karena mereka sudah melakukan tugasnya sesuai dengan peraturan dan
prosedur yang telah di tetapkan.
“Sebagai kepala kejaksaan saya rasa kinerja pegawai disini
semuanya tidak ada masalah, alhamdulilah kualitas kerja kepala
bidang dan staf-stafnya sudah baik, walaupun mungkin ada 1-2 orang
yang agak kurang kualitasnya dalam bekerja tapi kalau ketahuan
pasti akan dilakukan peneguran.”
(hasil wawancara EA, tanggal 11 November 2019)
Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa kepala kejaksaan
melihat bahwa dari setiap kepala bidang maupun staf sudah melakukan
tugasnya dengan baik namun ketika ada yang kualitas kerjanya masih
kurang maka akan langsung dilakukan peneguran sesuai peraturan dan
prosedur yang berlaku.
“karna kan ketika sudah ada laporan entah itu dari masyarakat
atau dari sumber lainnya yah semuanya pasti langsung melakukan
penyelidikan sesuai dengan kasus atau masalah yang dilaporkan”
(hasil wawancara EA, tanggal 11 November 2019)
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa setiap kasus atau
perkara yang terjadi di kejaksaan akan langsung melakukan penyelidikan sesuai
kasus yang dilaporkan baik dari masyarakat, ormas serta sumber lain.
60
Hasil wawancara dengan tokoh masyarakat yang mengatakan bahwa :
“kan tokoh masyarakat itu sebenarnya juga sangat berperan penting
dalam mengungkap adanya kasus korupsi karna tokoh masyarakat
itu juga di tunjuk untuk mencari informasi dan melaporkannya dan
kalau dilihat dari kualitas kerjanya itu kejaksaan saya rasa mereka
sudah melakukan tugasnya dengan semestinya”
(hasil wawancara WS, tanggal 20 November 2019)
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa tokoh masyarakat
maupun masyarakat yang lian adalah sumber informasi dari adanya kasus
atau laporan yang terjadi kemudian melaporkan ke pihak kejaksaan untuk
segera dilakukan penyelidikan.
Hal senada juga di sampaikan oleh informan selaku tokoh Agama:
“kalau menurut saya sebagai tokoh agama saya cuma memberikan
pendekatan agama kepada sesama masyarakat terus kalau adami
laporan ditau baruki lapor ke kejaksaan supaya cepat na selediki
terus kalau dilihat kualitas kerjanya itu kejaksaan sudah cukup
baikmi karna kalau ada laporan langsungmi nacaritau”
(hasil wawancara S , tanggal 20 November 2019)
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa tokoh agama
memberikan pendekatan agama kepada masyarakat atau saling
mengingatkan kepada masyarakat bahwa kasus korupsi sangat bertentangan
dengan nilai –nilai agama.
Dari hasil wawancara diatas dapat di ketahui bahwa kasus korupsi yang
terjadi awalnya diketahui dari adanya laporan masyarakat,ormas serta
sumber lainnya kemudian dilaporkan ke Kejaksaan untuk dilakukan
penyelidikan terkait dugaan adanya kasus korupsi yang terjadi dan
mengenai kualitas kerja dari kejaksaan sudah bisa dikatakan baik karna
sudah mengikut peraturan dan prosedur yang ditetapkan sebelumnya
61
walaupun masih sering muncul kendala-kendala yang menghambat
pelaksanaan kerjanya disetiap penyelidikan.
2. Kuantitas
Kuantitas adalah cara mengukur kinerja para pegawai mengenai skil
atau kemampuan yang dimilikinya dalam menjakankan tugas dan fungsinya
dalam suatu instansi pemerintah. Tanpa skil yang dimiliki setiap pegawai
tidak akan mampu menyelesaikan tugas yang diberikan. Semakin rendah
tingkat kekeliruan atau kesalahan yang terjadi, tentunya akan semakin
mendekati ketepatan dalam melaksankan setiap aktivitas atau pekerjaan
(tugas) yang dibebankan kepada setiap kelompok birokrasi, ketepatan
berfikir akan melahirkan keefektifan sehingga kesuksesan yang senantiasa
diharapkan dalam melakukan suatu bentuk kerjasama dan memberikan hasil
yang maksimal dalam mengukur bentuk skil para pegawai dalam melakukan
tugas yang telah diembannya dalam menjalankan tugas.
Untuk mengetahui kuantitas kerja kejaksaan negeri Enrekang maka
dilakukan wawancara selaku kepala kejaksaan negeri Enrekang, staf bidang
pidsus, mengemukakan bahwa:
“kalau untuk kemampuan setiap pegawai yang ada disini saya rasa
sudah cukup baik dalam melakukan pekerjaannya, apalagi karna
kitakan mengikuti seleksi yang di adakan oleh negara, kemudian
mereka di didik dan diberikan pembekalan khusus untuk menangani
setiap perkara yang ada.
(hasil wawancara EA, tanggal 11 November 2019)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan
pegawai kejaksaan tidak perlu di ragukan lagi karena proses seleksi yang
62
diadakan sangat ketat oleh negara, kemudian ada pendidikan dan
pembekalan, agar kemampuan yang sepadan dengan pekerjaan yang
dilakukan oleh pegawai kejaksaan.
“kalau untuk jumlah penyidik tergantung dari beratnya suatu kasus
atau masalah yang terjadi namun rata-rata di butuhkan 3 penyelidik
untuk menyelesaikan 1 perkara“
(hasil wawancara EA , tanggal 11 November 2019)
Dari hasil wawancara diatas dapat di simpulkan bahwa untuk mengetahui
jumlah penyelidik tergantung dari beratnya suatu kasus atau masalah yang
terjadi namun rata-rata di butuhkan 3 penyidik untuk menyelesaikan 1
perkara.
Adapun hasil wawancara dengan staf bidang pidsus yang mengatakan
bahwa:
“menurut saya kalau susah atau tidaknya pekerjaan yah yang semua
tergantung tingkat kemampuan kita sendiri tapi disini kalau menurut
saya yah kita melakukan pekerjaan yang memang sesuai dengan
keahlian atau kemampuan yang kita miliki jadi tidak ada yang merasa
terbebani”
(hasil wawancara dengan OR 11 November 2019)
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa setiap pekerjaan yang
dilakukam oleh aparat kejaksaan, itu semua sudah diatur sesuai dengan
tingkat keahliannya atau tupoksi masing-masing sehingga tidak ada yang
merasa terbebani dengan pekerjaannya.
“kemudian kita juga disini kalau misalkan pekerjaan yang kita
kerjakan sudah hampir selesai yah kita bantu teman kita yang
memang membutuhkan bantuan karna setiap tugas atau pekerjaan
yang kita lakukan adalah menjadi tanggung jawab kita semua yang
bekerja disini”
(hasil wawancara dengan OR 11 November 2019)
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa semua aparat
kejaksaan saling bekerjasama dalam menyelesaikan setiap pekerjaan yang
63
memang sudah menjadi tanggung jawabnya masing-masing karena mereka
beranggapan bahwa setiap kasus yang masuk adalah menjadi tugas
bersama.
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa setiap pegawai yang
bekerja di kejaskaan sudah cukup baik karna sudah memalui tahap seleksi
yang di lakukan oleh negara kemudian dalam malaksanakan tugas dan
wewenangnya, di perlukan sosok jaksa yang professional, memiliki
integritas, kepribadian dan etos kerja yang tinggi dan penuh tanggung jawab
senantiasa mengaktualisasikan diri dengan meahami perkembangan global,
tanggap dan mampu menyesuaikan diri dalam rangka memelihara citra
profesi dan kinerja jaksa serta tidak bermental korup. Dan untuk setiap
pekerjaan yang dilakukan oleh aparat kejaksaan, itu semua sudah diatur
sesuai dengan tingkat keahliannya dan tupoksi masing-masing sehingga
tidak ada yang merasa terbebani dengan pekerjaan yang dilakukan disetiap
penyelidikan.
3. Ketepatan waktu
Ketepatan waktu yaitu sesuatu yang dapat menentukan keberhasilan
atau kegiatan yang dilaksanakan dalam sebuah organisasi tapi juga dapat
berakibat terhadap kegagalan suatu aktivitas organisasi. Penggunaan waktu
yang tepat akan menciptakan efektivitas pencapaian tujuan yang telah
diterapkan sebelumnya.
Ketepatan waktu adalah tolak ukur yang dapat dipakai untuk
mengetahui apakah kinerja pegawai berjalan sebagaimana yang diharapkan.
64
Tidak dapat di pungkiri bahwa pegawai dalam menjalankan tugas dan
fungsinya untuk dapat di ukur apakah sudah berjalan atau tidak sama sekali.
Untuk mengetahui ketepatan waktu kejaksaan negeri Enrekang maka
dilakukan wawancara dengan kepala kejaksaan negeri Enrekang, kepala
bidang pidsus, mengemukakan bahwa:
“tergantung, artinya dalam setiap penanganan di awali dengan
penyelidikan yang berseumber dari laporan masyarakat atau
pengaduan masyarakat, laporan hasil pemeriksaan atau BPK
(badan pemeriksa keuangan), BPKP (badan pengawasan keuangan
dan pembangunan), dan hasil temuan aparat penegak hukum atau
jaksa”
(hasil wawancara EA, tanggal 11 November 2019)
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa setiap penyelidikan
yang dilakukan bersumber dari laporan masyarakat atau pengaduan
masyarakat, laporan hasil pemeriksaan atau BPK (badan pemeriksa
keuangan), BPKP (badan pengawasan keuangan dan pembangunan), dan
hasil temuan aparat penegak hukum atau jaksa.
“kalau disini yah semua pegawai memang harus dituntut untuk
melakukan tugas dengan cepat sesuai waktu yang ditetapkan, tidak
ada tawar menawar kalau sudah waktunya untuk selesai yah harus
selesai kemudian lanjut lagi untuk kegiatan selanjutnya..”
(hasil wawancara EA, tanggal 11 November 2019)
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa setiap pegawai
dituntut untuk melakukan tugasnya dengan cepat agar biasa menyelesaikan
tugas yang lainnya sesuai dengan waktu yang diberikan disetiap kasus atau
penyelidikan.
Adapun hasil wawancara dengan kasi pidsus yang mengemukakan bahwa:
“Kalau kita punya target dalam penyelidikan itu 3 bulan, jadi
setelah dilakukan penelidikan perkara itu sudah bisa di ajukan ke
65
persidangan itu targetnya tapikan bisa molor karna saksinya kabur
terus ahlinya juga belum ketemu tapi itu memang targetnya”
(hasil wawancara NA , tanggal 11 November 2019)
Dari hasil wawanara diatas dapat disimpulkan bahwa target dalam
melakukan penyelidikan adalah 3 bulan, kemudian di ajukan ke persidangan
untuk di tindak lanjuti tetapi dalam proses penyelidikan selama 3 bulan
terkadang saksi dan ahlinya tidak bisa hadir dalam persidangan sehinnga itu
yang menjadi kendala dalam proses penyelidikan.
“yah memang semua pegawai kejaksaan ini harus bekerja sesuai
dengan waktu yang sudah ditetapkan, karena kedisiplinan
merupakan hal yang wajib dalam bekerja, oleh sebab itu pegawai
dari awal diberikan pendidikan dan latihan untuk tetap disiplin dan
akurat dalam melaksanakan tugasnya”
(hasil wawancara NA , tanggal 11 November 2019)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa seluruh
pegawai kejaksaan memang sudah di setting untuk mampu bekerja dengan
disiplin dan tepat waktu, karena sudah menjadi tugas dan kewajiban untuk
menyelesaikan setiap pekerjaan.
“untuk mengatur waktu sebenarnya kalau bekerja itu jangan ada
gerakan tambahan yang tidak diperlukan jadi pekerjaan juga cepat
selesai sesuai dengan waktu yang ditetapkan”
(hasil wawancara NA, 11 November 2019)
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa diperlukan waktu
yang tepat dalam mengatur semua pekerjaan serta tidak melakukan aktivitas
lain yang dapat menghambat kinerja pegawai sehingga aktivitas selanjutnya
dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan ketetapan waktu.
Dari hasil wawancara diatas dapat di ketahui bahwa dalam setiap
penanganan perkara di awali dengan penyelidikan yang berseumber dari
laporan masyarakat atau pengaduan masyarakat, laporan hasil pemeriksaan
66
atau BPK (badan pemeriksa keuangan), BPKP (badan pengawasan
keuangan dan pembangunan), dan hasil temuan aparat penegak hukum atau
jaksa. kemudian waktu yang di butuhkan dalam melakukan penyelidikan
adalah 3 bulan namun masih sering terjadi kendala- kendala karena saksi
dan ahlimya tidak bisa hadir dalam persidangan yang mengakibatkan waktu
yang di butuhkan dalam penyelidikan menjadi terhambat dan semua
pegawai dituntut untuk tidak melakukan aktivitas lain yang dapat
menghambat kinerja pegawai sehingga aktivitas selanjutnya dapat berjalan
dengan baik dan sesuai dengan ketetapan waktu dan prosedur yang berlaku.
4. Efektivitas
Efektivitas merupakan suatu ukuran tentang bagaimana suatu sasaran
atau target yang telah ditentukan tercapai yang mengacu pada hasil akhir.
Hasil akhir ialah tujuan utama, semakin mencapai target yang di tentukan
maka afektivitasnya semakin baik.
Berdasarkan indikator efektvitas di atas dapat dilihat bahwa
efektivitas merupakan suatu pengukuran dalam tercapainya sasaran atau
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dengan menggunakan ukuran-
ukuran ketepatan efektivitas dimana suatu target atau sasaran dapat tercapai
sesuai dengan yang telah di rencanakan. Untuk mengetahui efektivitas
kejaksaan negeri Enrekang maka dilakukan wawancara dengan kepala
kejaksaan negeri Enrekang dan staf bidang pidsus yang mengemukakan
bahwa:
67
“pasti ada beberapa pengaruh yang membuat mereka lebih cepat
menyelesaikan tugas, memperkecil kesalahan kemudian membuat
pekerjaannya lebih efektif dan efisien tentunya.
(hasil wawancara EA , tanggal 11 November 2019)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa efektivitas
kinerja pegawai kejaksaan sudah baik, baik itu dari segi laporan kerja, dan
penyelesaian tugas yang baik. Di karenakan sudah bekerja sesuai dengan
pedoman dan arahan. Kemudian juga pekerjaan diselesaikan dengan baik
dan tepat waktu.
“Dalam setiap penyelidik melakukan rangkaian kegiatan koordinasi
dengan BPK(badan pemeriksa keuangan), BPKP (badan pengawasan
keuangan dan pembangunan), akademisi untuk di jadikan sebagai
ahli apakah perkara ini memenuhi unsur dari kacamata para ahli
untuk mengetahui kerugian Negara”
(hasil wawancara EA , tanggal 11 November 2019)
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa kejaksaan melakukan
kerjasama dengan BPK (badan pemeriksa keuangan), BPKP (badan
pengawasan keuangan dan pembangunan), akademisi untuk di jadikan
sebagai ahli dalam setiap perkara dan memenuhi unsur dari kacamata para
ahli untuk mengetahui seberapa banyak kerugian negara.
“kemampuan tentu akan mempengaruhi kinerjanya pegawai, tapi
sebenarnya percuma juga kalau punya kemampuan bagus tapi tidak
digunakan. Jadi harus imbangi kemampuan dan keinginan untuk
bekerja”
(hasil wawancara EA 11 November 2019)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan
pegawai akan mempengaruhi kerja pegawai, namun tidak semua yang
memiliki kemampuan akan menjalankan tugas dengan baik dikarenakan
pegawai terkadang mempunyai kemampuan tetapi tidak mempunyai
keinginan kuat dalam bekerja
68
Adapun hasil wawancara dengan staf bidang pidsus yang mengatakan
bahwa:
“itu ada kemarin yang di anggarkan Cuma 3 perkara penanganannya
tapi ternyata ada lima perkara yang harus di tangani jadi tidak bisa
kita laksanakan di tahun itu akhirnya di bawa ke tahun berikutnya
dan disini juga sebenarnya masih kurang sekali tenaga kerja tapi kita
berupaya semaksimal mungkin karna yang namanya pekerjaan yah
tetap harus di selesaikan”
(hasil wawancara OR , tanggal 11 November 2019)
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa masih sering terjadi
kendala-kendala dalam menyelesaikan setiap perkara contohnya masih
kurangnya anggaran dalam menyelesaikan kasus dan juga kurangnya
pegawai yang sering mengakibatkan beberapa kasus sehingga kasus yang di
tahun sebelumnya dilimpahkan ke tahun berikutnya untuk di selesaikan
namun sebisa mungkin untuk tetap di optimalkan dalam penyelesaiannya.
Dari hasil wawancara diatas dapat di ketahui bahwa di butuhkan 3
penyelidik dalam menangani satu perkara dan itu juga tergantung dari
beratnya kasus yang dihadapi. Kejaksaan Negeri Enrekang juga melakukan
kerjasama atau koordinasi dengan BPK (badan pemeriksa keuangan),
BPKP (badan pengawasan keuangan dan pembangunan) serta akademisi
untuk dijadikan sebagai ahli untuk mengetahui seberapa besar kerugian
negara. Namun masih sering terjadi beberapa kendala dalam setiap
penangan perkara contohnya kurangnya anggaran yang di butuhkan dalam
menyelesaikan setiap perkara dan juga masih kurangnya pegawai.
69
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang Kinerja Kejaksaan Negeri dalam
Menangani Perkara Korupsi di Kabupaten Enrekang yang dilihat dari 4 aspek
yaitu kualitas, kuantitas, ketepatan waktu dan efektivitas.
a. Kualitas
Dari kualitas kerja kejaksaan negeri Enrekang dapat disimpulkan bahwa
setiap laporan yang diterima oleh kejaksaan bersumber dari adanya laporan
dari masyarakat dan maupun dari pihak-pihak lainnya kemudian pihak
kejaksaan segera melakukan penyelidikan sesuai dengan kasus yang
dilaporkan. Kemudian untuk kualitas kerja dari aparat kejaksaan sudah bisa
dikatakan baik karna sudah melakukan tugasnya sesuai dengan peraturan
dan prosedur yang telah ditetapkan. Kemudain tokoh masyarakat dan tokoh
agama juga saling bekerjasama untuk memberikan laporan kepada
kejaksaan apabila terjadi dugaan kasus korupsi.
b. Kuantitas
Dari kuantitas kerja kejaksaan negeri Enrekang dapat disimpulkan bahwa
untuk jumlah penyelidik dalam menyelesaikan setiap perkara dibutuhkan
rata-rata 3. Namun jumlah penyelidik juga tergantung dari beratnya suatu
kasus atau masalah yang terjadi. Setiap pekerjaan yang dilakukam oleh
aparat kejaksaan juga sudah diatur sesuai dengan tingkat kemampuan atau
70
keahliannya masing-masing sehingga tidak ada yang merasa terbebani
dengan pekerjaannya.
c. Ketepatan waktu
Dari ketepatan waktu kejaksaan negeri Enrekang dapat disimpulkan bahwa
setiap pegawai dituntut untuk melakukan tugasnya dengan cepat agar biasa
menyelesaikan tugas atau pekerjaan sesuai dengan waktu yang diberikan.
Kemudian untuk target dalam melakukan penyelidikan adalah 3 bulan,
setelah itu diajukan ke persidangan untuk di tindak lanjuti. Dan juga
diperlukan waktu yang tepat dalam mengatur semua pekerjaan serta tidak
melakukan aktivitas lain yang dapat menghambat kinerja pegawai sehingga
aktivitas selanjutnya dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan waktu
yang ditetapkan.
d. Efektivitas
Dari efektivitas kejaksaan negeri Enrekang dapat disimpulkan bahwa
efektivitas kinerja pegawai kejaksaan sudah cukup baik, baik itu dari segi
laporan kerja, dan penyelesaian setiap tugas atau pekerjaan. Di karenakan
sudah bekerja sesuai dengan pedoman dan arahan. Kejaksaan juga
melakukan kerjasama dengan BPK (badan pemeriksa keuangan), BPKP
(badan pengawasan keuangan dan pembangunan), akademisi untuk di
jadikan sebagai ahli apakah perkara ini memenuhi unsur dari kacamata para
ahli untuk mengetahui seberapa banyak kerugian negara. Namun tidak bisa
di pungkiri bahwa masih sering terjadi beberapa kendala dalam setiap
penangan perkara contohnya kurangnya anggaran yang di butuhkan dalam
71
menyelesaikan setiap perkara dan juga masih kurangnya pegawai dalam
meyelesaikan setiap kasus.
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka perlu dikem ukakan beberapa
saran sebagai berikut:
1. Untuk Kejaksaan Negeri Enrekang diharapkan agar selalu melakukan
kerjasama atau koordinasi dengan masyarakat, BPK (badan pemeriksa
keuangan), dan BPKP (badan pengawasan keuangan dan pembangunan),
agar ketika muncul dugaan adanya kasus korupsi dapat segera dilakukan
peyelidkan
2. Diharapkan kepada seluruh masyarakat agar tidak menyalahgunakan posisi
atau jabatan untuk kepentingan pribadi dan tanamkan pada diri kita bahwa
korupsi itu adalah perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai agama
yang kita anut serta menghindari hal-hal yang dapat mendorong kita untuk
melakukan korupsi.
72
DAFTAR PUSTAKA
Adys, Abdul Kadir. 2019. Sistem Hukum dan Negara Hukum. Yogyakarta. Suluh
Media.
Adys, Abdul Kadir. 2018. Anomali Korupsi. Yogyakarta. Suluh Media.
Anwar Prabu mangkunegara. 2009. Evaluasi kinerja SDM. Bandung PT Remaja
Rosda Karya
Dharma, Surya. 2009. Manajemen kinerja falsafah teori dan penerapannya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dharna, Agus. 2004. Manajemen Supervisi. Jakarta: Rajawali Press.
Dwiyanto, Agus. 2006, Mewujudkan Good Governance melalui pelayanan
publik. Yogyakarta: UGM Press
Damin, Sudarman. 2004. Memotivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok.
Jakarta: Rineka Cipta.
Hasibuan, Malayu. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi
Aksara
Mangkunegara, A. A Anwar Prabu. 2005. Evaluasi kinerja sumber daya manusia.
Bandung: Refika Aditama.
Mangkunegara, A Anwar Prabu. 2011. Evaluasi Kinerja SDM. Cetakan Ketiga.
Bandung: Penerbit Rafika Aditama.
Mangkunegara, A.A Anwar Prabu. 2016. Manajemen Sumver Daya Manusia
Perusahaan. Bandung: PT Remaja Rodakarya.
Mas’ud , Fuad. 2004. Survei Di Winardiagnosis Organisasional. Konsep dan
Aplikasi. Semarang: BP UNPID
Prawirosentono, S. 1999. Manajemen Sumber Daya Karyawan. Yogyakarta:
BPFE.
Rivai, Vethzal & Basri. 2005. Performance Appraisal: Sistem yang tepat untuk
Menilai Kinerja Karyawan dan Meningkatkan Daya Saing Perusahaan.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
73
Sedarmayanti. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia reformasi birokrasi dan
manajemen Pegawai negeri sipil. Bandung: Refika Aditama.
Sinambela, Lijan P. 2012. Kinerja Pegawai, Teori, Pengukuran dan Implikasi.
Cetakan Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sofyandi, Herman. 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia. Graha ilmu,
Yogyakarta.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitaif Kualitatif dan R&D. Bandung :
Alfabeta.
Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja. PT. Raya Grafindo Persada
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
74
LAMPIRAN
75
Wawancara Dengan Kasi Pidsus
76
Wawancara Dengan Kepala Kejaksaan
77
Wawancara Dengan Staf Kasi Pidsus
Wawancara Dengan Tokoh Masyarakat
78
Wawancara Dengan Tokoh Agama
79
RIWAYAT HIDUP
ELMA. Lahir di Bo’di desa perangian Kecamatan
Baraka Kabupaten Enrekang Provinsi Sulawesi Selatan,
lahir pada tanggal 01 Januari 1997. Anak pertama dari
Tiga Bersaudara dari pasangan suami istri Leman
dengan Rosdiana. Penulis memulai pendidikan formal di
SDN 83 Dante Marari pada tahun 2003 dan lulus pada
tahun 2009 kemudian pada tahun yang sama setelah lulus menempuh pendidikan
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SMP Negeri 4 Baraka dan lulus pada tahun
2012 dan kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Model Negeri 5 Enrekang
dan lulus pada tahun 2015, pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan
di perguruan tinggi Universitas Muhammadiyah Makassar pada jurusan Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik hingga selesai pada
tahun 2020.
Berkat Rahmat Ilahi Rabbi Dan kerja keras serta Do’a yang tak
terhingga penulis dapat menyelesaikan studi dan karya ilmiah yang berjudul
“Kinerja Kejaksaan Negeri Dalam Penanganan Perkara Korupsi di Kabupaten
Enrekang ”.