digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
i
RESILIENSI LANSIA LAKI-LAKI YANG DITINGGAL MATI ATAU CERAI OLEH PASANGAN DALAM MENJALANKAN
KEHIDUPANNYA STUDI KASUS DI DESA SUMBERANGET KECAMATAN LEDOKOMBO KABUPATEN JEMBER
SKRIPSI
diajukan kepada Institut Agama Islam Negeri Jember untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Fakultas Dakwah
Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam
Oleh:
ASFIRA NIM: D20153024
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER FAKULTAS DAKWAH
JANUARI 2020
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
iv
MOTTO
ª!$# uρ ö/ ä3s) n=s{ ¢Ο èO öΝ ä39 ©ùuθ tGtƒ 4 Ν ä3ΖÏΒuρ ⎯ ¨Β –Š tム#’ n
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
v
PERSEMBAHAN
Karya tulis ini kupersembahkan kepada:
1. Bapakku Moh. Suri dan Ibuku Suryati. Yang senantiasa mencurahkan untaian
do’a, tenaga, waktu, biaya, dan kasih sayangnya yang tulus demi keberhasilan
dan mewujudkan cita-cita penulis.
2. Untuk kakak ku tercinta Ahmad Ajir dan adikku Rumiyati yang selalu
mendukungku, menyemangati suka maupun duka.
3. Sahabatku Lapan Lebah (Siti Luluk Alufah, Sity Rachmatul Ummah, Naning
Warda surya Ningrum, Siti Mutmainnah, Nanin Wardah Hayraningrum, Nurul
khomariyah, Eva Rusdiana).
4. Pemerintah Desa Sumberanget yang telah memberikan tempat dan ruang untuk
melakukan penelitian
5. Teman-teman BKI senasib seperjuangan yang menjadi tempat sharing, keluh
kesah dalam keadaan suka maupun duka.
6. Almamater tercinta IAIN Jember
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
vi
KATA PENGANTAR
ِحيمِ ْحَمِن الرَّ ِ الرَّ بِْسِم هللاَّ
Segenap puji syukur penulis sampaikan kepada Allah karena atas rahmat
dan karunia-Nya, perencanaan, pelaksanaan, dan penyelesaian skripsi sebagai
salah satu syarat menyelesaikan program sarjana, dapat terselesaikan dengan
lancar. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan untuk baginda Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga serta para sahabatnya.
Perjuangan akan menentukan keberhasilan dan dalam perjuangan ini,
penulis sangat menyadari bahwa kekuatan individu sangat terbatas sehingga
dalam mencapai keberhasilan ini penulis mendapatkan banyak bantuan dari
berbagai pihak. Penulis sangat berterimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Babun Suharto, S.E., M.M selaku Rektor IAIN Jember
yang telah memberikan segala fasilitas yang membantu kelancaran atas
terselesainya skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ahidul Asror, M. Ag selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN
Jember.
3. Bapak M. Muhib Alwi, MA selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan
Konseling Islam IAIN Jember
4. Bapak Muhammad Ali Makki, M. Si selaku pembimbing dalam menyelesaikan
skripsi ini dan telah membimbing dengan penuh kesabaran.
5. Civitas Akademika IAIN Jember yang telah memberikan berupa ilmu maupun
pengalaman.
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
vii
6. Semua pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah
membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.
Dengan segala keterbatasan, penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari
kesempurnaan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi
para pembaca yang Budiman.
Akhirnya, semoga segala amal baik yang telah bapak/Ibu berikan kepada
penulis mendapat balasan yang baik dari Allah SWT.
Jember, 27 November 2019
Penulis
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
viii
ABSTRAK
ASFIRA, 2019: Resiliensi Lansia Laki-Laki Yang Ditinggal Mati Atau Cerai Oleh Pasangan Dalam Menjalankan Kehidupannya Studi Kasus Di Desa Sumberanget Kecamatan Ledokombo Kabupaten Jember.
Kehilangan pasangan hidup akan mempengaruhi segala aspek dalam
kehidupan. Apalagi jika terjadi pada lansia dengan berbagai penurunan fungsi tubuh, memori, dan kesehatan. Maka dari itu, penting adanya suatu resiliensi diri sejak awal, untuk membangun kekuatan-kekuatan dasar bagi lansia laki-laki agar mampu bertahan dalam menghadapi setiap permasalahan dalam hidup. Resiliensi adalah adaptasi positif terhadap kesulitan dan tekanan, atau kemampuan individu untuk bangkit dari keterpurukan dengan pengalaman negatif yang telah dialaminya. Sehingga orang tersebut bisa melakukan kegiatan sehari-harinya dengan baik.
Fokus masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah: 1) Bagaimana gambaran resiliensi pada lansia laki-laki yang ditinggal mati atau cerai oleh pasangan dalam menjalankan kehidupannya di Desa Sumberanget Kecamatan Ledokombo Kabupaten Jember? 2) Apa faktor yang mendukung dan menghambat resiliensi pada lansia laki-laki yang ditinggal mati atau cerai oleh pasangan dalam menjalankan kehidupannya Di Desa Sumberanget Kecamatan Ledokombo Kabupaten Jember?
Tujuan penelitian ini adalah 1) Mendeskripsikan gambaran resiliensi pada lansia laki-laki yang ditinggal mati atau cerai oleh pasangan dalam menjalankan kehidupannya di Desa Sumberanget Kecamatan Ledokombo Kabuapten Jember. 2) Mendeskripsikan tentang faktor yang mendukung dan menghambat resiliensi pada lansia laki-laki yang ditinggal mati atau cerai oleh pasangan dalam menjalankan kehidupannya Di Desa Sumberanget Kecamatan Ledokombo Kabupaten Jember.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif, dengan jenis penelitian studi kasus. Penentuan subyek penelitian secara purposive. Teknik pengumpulan data yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data secara interaktif model Miles dan Huberman dengan langkah-langkah yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Keabsahan data yang digunakan yaitu trianggulasi sumber, dan trianggulasi metode atau teknik.
Hasil dari penelitian ini yaitu terdapat tiga lansia laki-laki di Desa Sumberanget Kecamatan Ledokombo Kabupaten Jember yang ditinggal mati atau cerai oleh pasangan hidupnya dengan tujuh aspek resiliensi yaitu aspek regulasi emosi, kontrol terhadap impuls, optimis, analisis kausal, empati, efikasi diri, dan kemampuan meningkatkan aspek positif. Selain dari tujuh aspek tersebut, aspek yang sangat kuat yang ada pada diri lansia laki-laki yang ditinggal mati atau cerai oleh pasangannya yaitu aspek religiusitas.
Kata kunci: Resiliensi, lansia yang kehilangan pasangan hidup.
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
ix
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii
HALAMAN MOTTO ................................................................................ iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................ v
KATA PENGANTAR ................................................................................ vi
ABSTRAK SKRIPSI ................................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Fokus Penelitian .......................................................................... 10
C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 10
D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 11
E. Definisi Istilah ............................................................................. 12
F. Sistematika Pembahasan ............................................................. 15
BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN ......................................................... 17
A. Penelitian Terdahulu ....................................................................... 17
B. Kajian Teori .................................................................................... 21
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... 44
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ................................................... 44
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
x
B. Lokasi Penelitian ........................................................................... 45
C. Subyek Penelitian .......................................................................... 47
D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 47
E. Analisis Data ................................................................................. 51
F. Keabsahan Data............................................................................. 53
G. Tahap-Tahap Penelitian ................................................................ 54
BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA ...................................... 55
A. Gambaran Objek Penelitian .......................................................... 55
B. Penyajian Dan Analisis Data......................................................... 63
C. Pembahasan Temuan..................................................................... 89
BAB V PENUTUP ...................................................................................... 102
A. Kesimpulan .................................................................................. 102
B. Saran ............................................................................................ 104
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 106
LAMPIRAN
1. Matrik Penelitian
2. Pedoman Penelitian
3. Jurnal Kegiatan Penelitian
4. Dokumentasi Penelitian
5. Surat Permohonan Tempat Penelitian Skripsi
6. Surat Keterangan Selesai Penelitian
7. Pernyataan Keaslian Tulisan
8. Biodata Penulis
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
xi
DAFTAR TABEL
NO Uraian Halaman
4.1 Nama-nama Kepala Desa yang Pernah Menjabat .............................. 57
4.2 Kondisi dan Ciri Geologis Wilayah.................................................... 59
4.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia ................................................... 59
4.4 Tingkat Rata-rata Pendidikan .............................................................. 61
4.5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian .............................. 62
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, yang pada
masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial sedikit
demi sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi.
Keberadaan usia lanjut ditandai dengan umur harapan hidup yang semakin
meningkat dari tahun ketahun. Hal tersebut membutuhkan upaya pemeliharaan
serta peningkatan kesehatan dalam rangka mencapai masa tua yang sehat,
bahagia, berdaya guna, dan produktif. Usia lanjut dapat dikatakan usia emas
karena tidak semua orang dapat mencapai usia tersebut.1
Diantara perubahan-perubahan fisik yang paling nyata pada masa tua
ini terlihat pada perubahan seperti rambut menjadi jarang dan beruban, kulit
mengering dan mengerut, gigi hilang dan gusi menyusut, konfigurasi wajah
berubah, tulang belakang menjadi bungkuk. Kekuatan dan ketangkasan fisik
berkurang, tulang-tulang menjadi rapuh, mudah patah dan lambat untuk dapat
diperbaiki kembali. Sistem kekebalan tubuh melemah, sehingga orang tua
rentan terhadap berbagai penyakit.2 Sesuai dengan Firman Allah dalam Al-
quran surat Yaasin ayat 68:
1 Adang Hambali, Psikologi Perkembangan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2015), 239 2 Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), 235.
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
2
Artinya: “Dan barang siapa yang kami panjangkan umurnya, niscaya kami kembalikan dia kepada kejadianya, maka apakah mereka tidak memikirkannya”.
Maksud dari ayat di atas adalah dahulu ketika bayi manusia lemah,
tidak memiliki pengetahuan, lalu dari hari kehari ia menjadi kuat dan banyak
tahu, selanjutnya bila usianya menanjak hingga mencapai batas tertentu, dia
dikembalikan Allah menjadi pikun, lemah, serta membutuhkan bantuan yang
banyak. Maka, apakah mereka tidak berpikir tentang kekuasaan Allah,
mengubah keadaannya itu dan tentang kelemahannya agar dia sadar bahwa
kekuatannya tidak langgeng, dan bahwa dunia ini fana, dan bahwa dia harus
memiliki sandaran yang kuat lagi langgeng dan abadi. Sandaran itu tidak lain
kecuali Allah swt.3
Lansia adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik yang
dimulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagaimana
diketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan
dalam kegiatan produksi, reproduksi dan melahirkan anak. Menua secara
alamiah ialah tahapan dalam kehidupan yang berlaku bagi siapapun.4
Hurlock menyatakan bahwasanya kemunduran akan menentukan
apakah pria atau wanita akan melakukan penyesuaian diri dengan baik atau
buruk. Akan tetapi ciri-ciri lansia cenderung menuju dan membawa
penyesuaian diri yang buruk dari pada yang baik, dan kepada kesengsaraan
3 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 11 (Jakarta: Lentera Hati, 2011), 184 4 Lilis Satriah, Bimbingan Konseling Keluarga (Bandung: Fokusmedia, 2017), 155.
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
3
dari pada kebahagiaan. Itulah sebabnya mengapa lansia lebih ditakuti dari
pada usia madya.5
Manusia usia lanjut dalam penelitian banyak orang adalah manusia
yang sudah tidak produktif lagi. Kondisi fisik rata-rata sudah menurun
sehingga dalam kondisi yang sudah uzur ini berbagai penyakit siap untuk
menggerogoti mereka. Dengan demikian, di usia lanjut ini terkadang muncul
semacam pemikiran bahwa mereka berada pada sisa-sisa umur menunggu
datangnya kematian.6
Dalam pasal 1 ayat 2 Undang-undang Republik Indonesia No. 13
Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia dinyatakan bahwa yang
dimaksud dengan :
lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun ke atas. 7
Batasan umur pada usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda. Menurut
World Health Organitation (WHO) lansia meliputi : Usia pertengahan (middle
age) antara usia 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly) antara usia 60
sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun, usia
sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun. 8
Lansia di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya cenderung
meningkat. Kantor Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (KESRA)
melaporkan, jika tahun 1980 usia harapan hidup (UHH) 52,2 tahun dan
jumlah lansia 7.998.543 orang (5,54%) maka pada tahun 2006 menjadi 19 juta
5 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, 1980), 380. 6 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010), 114. 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia 8 http://digilib.unila.ac.id/6613/15/BAB%20II.pdf (Diakses Pada Tanggal 6 Agustus 2019)
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
4
orang (8,90%) dan UHH juga meningkat (66,2 tahun). Pada tahun 2010
penduduk lansia mencapai 23,9 juta atau 9,77% dan UHH sekitar 67,4 tahun.
Sepuluh tahun kemudian atau pada 2020 perkiraan penduduk lansia di
Indonesia mencapai 28,8 juta atau 11,34% dengan UHH sekitar 71,1 tahun.9
Perubahan dalam perspektif sosial yang dihadapi oleh lansia adalah
sejalan dengan pandangan sosial yang menyebutkan lansia pada aspek ini,
bahwa hubungan sosial lansia dengan lingkungan sekitarnya mulai berkurang
sehingga lansia sering merasa murung, sendirian, dan tersisih dengan
lingkungan masyarakat. Maka dari itu, untuk menghindari terjadinya berbagai
hal di atas lansia harus diberdayakan, dan diberikan dukungan dan motivasi
dalam menjalankan kehidupannya. Bukan malah dibiarkan sendirian. Justru
ketika lansia tidak diberdayakan, selain berimbas pada rendahnya
produktivitas, juga berimbas pada naiknya biaya kesehatan mereka. Ketika
mereka masih mampu produktif, mereka akan mampu mencukupi kebutuhan
hidupnya sendiri sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga maupun orang
lain. Nilai-nilai kemandirian lansia dan ketidakinginan tergantung kepada anak
sebagai bentuk perwujudan harga diri yang umumnya dimiliki lansia telah
membuat lansia memilih hidup terpisah dari anak-anaknya, agar tetap merasa
berguna dan bahagia.
Pada lanjut usia 60 tahun ke atas terdapat beberapa masalah yang
dialami. Masalah utama yang sering muncul adalah menurunnya fungsi tubuh
9 Andreany Kusumowardani dan Aniek Puspitosari, Hubungan Antara Tingkat Depresi Lansia
Dengan Interaksi Sosial Lansia Di Desa Sobokerto Kecamatan Ngemplak Boyolali, Jurnal Ilmu Kesehatan, Volume 3, Nomor 12 , 2014: 106-214.
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
5
yang meliputi penglihatan, daya ingat, seksual dan kelenturan. Akan tetapi ada
masalah yang paling pokok yaitu kesepian.10
Problem utama pada lansia adalah rasa kesepian dan kesendirian.
Mereka sudah biasa melewatkan hari-harinya dengan kesibukan-kesibukan
pekerjaan yang sekaligus juga merupakan pegangan hidup dan memberi rasa
aman dan rasa harga diri. Pada saat ia pensiun, maka ia kehilangan kesibukan,
sekaligus merasa mulai tidak diperlukan lagi. Bertepatan dengan itu, anak
anak mulai menikah dan meninggalkan rumah. Badan mulai lemah dan tidak
memungkinkan untuk bepergian jauh. Sebagai akibatnya, semangat mulai
menurun, mudah dihinggapi penyakit dan segera akan mengalami
kemunduran-kemunduran mental.11
Salah satu tugas perkembangan lansia adalah menyesuaikan diri
terhadap hilangnya pasangan hidup. Kehilangan pasangan hidup dapat
disebabkan perceraian atau karena kejadian kematian. Bagi laki-laki, proses
penuaan selama masa pertengahan dewasa tidak begitu nyata, karena tidak ada
tanda-tanda fisiologis dari peningkatan usia seperti berhentinya haid pada
perempuan. Lebih dari itu, laki-laki tetap subur dan mampu menjadi ayah
anak-anak sampai memasuki usia tua.
Kehilangan pasangan hidup membuat lansia merasa kesepian dan
sedih, bahkan tidak jarang mengalami stress dan depresi dalam kehidupannya.
Depresi merupakan suatu gangguan suasana hati di mana individu merasa
tidak bahagia, kehilangan semangat, merasa terhina, dan bosan. Depresi
10 Lilis Satriah, Bimbingan Konseling Keluarga (Bandung: Fokusmedia, 2017), 155. 11 Sarlito W. Sarwono, Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), 80.
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
6
membawa dampak yang buruk bagi individu yang mengalaminya karena
individu tidak hanya mengalami kesedihan, tetapi individu juga dapat
memiliki kecenderungan melakukan bunuh diri.
Seperti halnya hasil studi dari Winda Aprilia12 ia memaparkan tentang
resiliensi dan dukungan sosial pada orang tua tunggal. Mengalami masa–masa
yang sulit ditunjukkan dengan rasa sedih, kehilangan yang berlebihan,
kesepian, putus asa, dan merasa tidak mampu. Fenomena kehilangan ini
menjadi suatu fenomena traumatik dan memberikan efek melemahkan diri
bagi sebagian orang, namun bagi sebagian yang lain ini menjadi suatu proses
kematangan diri untuk menjalani kehidupan tanpa pasangan. Proses ini tentu
tidak mudah dan terasa berat karena harus menjalankan semua tugas yang dulu
ia lakukan bersama pasangannya dan sekarang harus dilakukan sendiri.
Hal serupa digambarkan oleh Rama Bahkruddinsyah13 dalam hasil
penelitiannya yang mengangkat tema Makna Hidup dan Arti Kebahagiaan
Pada Lansia di Panti Werdha Nirwana Puri Samarinda, ia mengungkapkan
seperti yang diketahui tentunya tinggal di panti akan jauh dari keluarga, selain
itu lansia akan mengalami perubahan peran didalam keluarga, kehilangan
pasangan hidup, anak-anak, sanak saudara, dan kerabat terdekat membuat
lansia merasa tidak ada yang memberikannya perhatian secara khusus
sehingga pada akhirnya lansia tersebut memilih untuk tinggal di panti werdha
tersebut. Sedangkan perpindahan ke lokasi baru dapat menimbulkan kesepian.
12 Winda Aprilia, Resiliensi Dan Dukungan Sosial Pada Orang Tua Tunggal (Studi Kasus Pada
Ibu Tunggal Di Samarinda), Jurnal Psikologi, Volume 1, Nomor 3, 2013: 268-279 13 Rama Bahkruddinsyah, Makna Hidup Dan Arti Kebahagiaan Pada Lansia Di Panti Werdha
Nirwana Puri Samarinda, Jurnal Psikologi, Volume 4 Nomor 4, 2016 431-445
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
7
Kesepian merupakan suatu masalah yang dapat memberikan dampak negatif
yang akan mempengaruhi psikologis lansia tersebut.
Kehilangan orang yang dicintai adalah sebuah peristiwa yang akan
menimbulkan respon berduka, apalagi jika terjadi pada lansia dengan berbagai
penurunan fungsi tubuh, memori dan kesehatan. Maka dari itu, untuk
menghindari terjadinya kondisi-kondisi tersebut bagi kaum laki-laki penting
adanya suatu resiliensi diri sejak awal, untuk membangun kekuatan-kekuatan
dasar bagi lansia laki-laki agar mampu bertahan dalam menghadapi setiap
permasalahan dalam hidup. Dukungan sosial merupakan salah satu faktor
yang membentengi efek-efek negatif dari kehilangan pasangan.
Menurut hasil observasi peneliti dan penelitian sebelumnya di Desa
Sumberanget Kecamatan Ledokombo Kabupaten Jember, terdapat tiga lansia
laki-laki yang ditinggal oleh istrinya, ketiga lansia ini mengalami
permasalahan yang berbeda-beda ketika ditinggal oleh istrinya. Lansia
berinisial A ditinggal oleh istrinya semenjak dua tahun yang lalu, awal
pertama ditinggal istrinya ia tidak mau bekerja diperkirakan enam bulanan,
dan tidak ingin melakukan aktifitas seperti yang sebelumnya ketika istrinya
masih hidup. Berbeda dengan lansia berinisial B, ketika ditinggal istrinya ia
tidak mau mengerjakan sholat hingga berbulan-bulan. Karena hampir setiap
hari pergi berjama’ah ke masjid selalu bersama-sama dengan istrinya,
sedangkan permasalahan yang terjadi pada lansia berinisial C ketika ditinggal
oleh istrinya, sering melamun, sehingga tidak jarang lansia C mengalami
kesurupan.
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
8
Dari ketiga lansia tersebut, lebih memilih tinggal sendiri dari pada
tinggal dengan keluarganya. Walaupun peristiwa kehilangan pasangan hidup
adalah sebuah hal yang umum dan biasa, namun hal itu dirasakan sebagai
peristiwa yang berat oleh lansia laki-laki karena terdapat perubahan dalam
kehidupannya. Perubahan tersebut meliputi tidak adanya pendamping yang
membantunya dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya dan tidak ada yang
melayaninya lagi untuk hanya sekedar menyiapkan makanan. Termasuk dalam
hal ini seorang laki-laki yang kehilangan pasangannya juga harus tetap
menjalankan aktivitas hariannya, misalnya dalam mencari nafkah sementara
dalam waktu yang bersamaan, ia merasakan kesedihan karena kehilangan
hubungan dengan orang terdekat. Tujuan seorang laki-laki yang kehilangan
pasangan ini bukan lagi mengembalikan kehidupan yang dijalani sebelumnya,
tetapi membangun kembali kehidupannya sehingga merefleksikan realitas
kehidupannya yang baru sebagai seorang laki-laki tanpa pasangan. Goncangan
batin yang dirasakan seyogyanya dihilangkan dengan segera. Upaya untuk
bisa bangkit dari kondisi mental yang tidak menguntungkan atau goncangan
psikologis yang terjadi, menuju kepada kondisi semula diperlukan
kemampuan yang dikenal dengan resiliensi.
Resiliensi adalah kapasitas individu untuk menghadapi dan mengatasi
serta merespon secara positif kondisi-kondisi tidak menyenangkan. Melalui
berbagai keberhasilan dan kegagalan dalam menghadapi situasi-situasi sulit,
individu terus belajar memperkuat diri sehingga mampu mengubah kondisi-
kondisi yang menekan dan tidak menyenangkan tersebut menjadi suatu
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
9
kondisi yang wajar untuk diatasi. Resiliensi bukan hanya kemampuan untuk
bertahan dalam kesulitan, namun juga upaya untuk menyembuhkan diri dari
kondisi tertekan.14
Judul ini sangat menarik untuk diteliti karena melibatkan seorang
lansia yang ditinggal mati atau cerai oleh pasangan hidupnya, kehidupan pada
lansia setelah ditinggal mati atau cerai oleh pasangan hidupnya memiliki
dinamika tersendiri, selain hal tersebut pemilihan subjek penelitian adalah
seorang lansia yang dimana pada umur tersebut mulai mengalami kemunduran
dan setiap lansia mempunyai proses yang berbeda-beda dalam menghadapi
penyesuaian tersebut. Hal itu dimungkinkan akan mempengaruhi kehidupan
lansia setelah ditinggal mati atau cerai oleh pasangannya.
Melihat permasalahan di atas, maka peneliti ingin mengkaji lebih
mendalam terkait dengan permasalahan-permasalahan hidup yang dirasakan
lansia laki-laki sehingga mereka mampu resilien terhadap permasalahan
tersebut dan dapat menjalankan kehidupan tanpa harus bergantung dengan
keluarga maupun orang lain. Sehingga dalam penelitian ini peneliti memberi
judul “RESILIENSI LANSIA LAKI-LAKI YANG DITINGGAL MATI
ATAU CERAI OLEH PASANGAN DALAM MENJALANKAN
KEHIDUPANNYA STUDI KASUS DI DESA SUMBERANGET
KECAMATAN LEDOKOMBO KABUPATEN JEMBER”.
14 Ifdil-Ifdil dan taufik-taufik, Urgensi Peningkatan dan Pengembangan Resiliensi Siswa di
Sumatera Barat, Jurnal Ilmu Pendidikan, Volume 12, Nomor 2, 2012: 115
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
10
B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian menjadi inti dari sebuah penelitian. Fokus penelitian
dalam penelitian kualitatif bisa disebut juga sebagai perumusan masalah. Pada
bagian ini mencantumkan semua fokus permasalahan yang akan dicari
jawabannya melalui proses penelitian. Fokus penelitian harus disusun secara
singkat, jelas, tegas, spesifik, operasional yang kemudian dituangkan dalam
bentuk kalimat tanya.15
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang di
atas, maka fokus penelitian ini adalah:
1. Bagaimana gambaran resiliensi pada lansia laki-laki yang ditinggal mati
atau cerai oleh pasangan dalam menjalankan kehidupannya di Desa
Sumberanget Kecamatan Ledokombo Kabupaten Jember?
2. Apa faktor yang mendukung dan menghambat resiliensi pada lansia laki-
laki yang ditinggal mati atau cerai oleh pasangan dalam menjalankan
kehidupannya Di Desa Sumberanget Kecamatan Ledokombo Kabupaten
Jember?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan gambaran tentang arah yang akan dituju
dalam melakukan penelitian. Tujuan penelitian harus mengacu pada masalah-
masalah yang telah dirumuskan sebelumnya.16
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, tujuan penelitian ini
adalah:
15 Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, (Jember: IAIN Jember Press, 2018), 44. 16 Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, (Jember: IAIN Jember Press, 2018), 45.
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
11
1. Untuk mendeskripsikan gambaran resiliensi pada lansia laki-laki yang
ditinggal mati atau cerai oleh pasangan dalam menjalankan kehidupannya
di Desa Sumberanget Kecamatan Ledokombo Kabuapten Jember.
2. Untuk mendeskripsikan faktor yang mendukung dan menghambat
resiliensi pada lansia laki-laki yang ditinggal mati atau cerai oleh pasangan
dalam menjalankan kehidupannya Di Desa Sumberanget Kecamatan
Ledokombo Kabupaten Jember.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian bisa bersifat teoritis, dan praktis. Untuk penelitian
kualitatif, manfaat penelitian lebih bersifat teoritis, yaitu untuk
mengembangkan ilmu, namun juga tidak menolak manfaat praktisnya untuk
memecahkan masalah. Bila peneliti kualitatif dapat menemukan teori, maka
akan berguna untuk menjelaskan, memprediksikan, dan mengendalikan suatu
gejala.17
1. Manfaat Teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah, memperdalam
dan memperluas khazanah keilmuan terkait dengan resiliensi lansia laki-
laki yang ditinggal mati atau cerai oleh pasangan dalam menjalankan
kehidupannya di Desa Sumberanget Kecamatan Ledokombo Kabupaten
Jember.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman
dalam melakukan penelitian secara langsung dan dapat menambah
17 Sugiyono, Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2011), 291.
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
12
wawasan pengetahuan tentang Resiliensi Lansia Laki-Laki Yang
Ditinggal Mati Atau Cerai Oleh Pasangan Dalam Menjalankan
Kehidupannya Studi Kasus di Desa Sumberanget Kecamatan
Ledokombo Kabupaten Jember.
b. Bagi Almamater IAIN Jember, penelitian ini diharapkan dapat menjadi
koleksi kajian dan refrensi tambahan penelitian tentang Resiliensi Lansia
Laki-Laki Yang Ditinggal Mati Atau Cerai Oleh Pasangan Dalam
Menjalankan Kehidupannya.
c. Bagi Masyarakat yang diteliti, penelitian ini diharapkan dapat menjadi
sarana masukan dan evaluasi serta sebagai sarana agar mereka dapat
mengetahui, menyadari, dan menerima keadaan serta kenyataan yang
terjadi pada dirinya, mampu melanjutkan hidupnya, mengisinya dengan
kegiatan positif, serta mampu mengembangkan sisi spiritualnya.
d. Bagi Masyarakat Luas, penelitian ini diharapakan dapat dijadikan
wawasan atau informasi tentang Resiliensi Lansia Laki-Laki Yang
Ditinggal Mati Atau Cerai Oleh Pasangan Dalam Menjalankan
Kehidupannya.
E. Definisi Istilah
Definisi istilah berisi tentang pengertian istilah-istilah penting yang
menjadi titik perhatian peneliti di dalam judul penelitian. Tujuannya agar tidak
terjadi kesalah pahaman terhadap makna istilah sebagaimana yang dimaksud
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
13
oleh peneliti.18 Adapun istilah-istilah penting dalam judul penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Resiliensi
Resiliensi ialah adaptasi positif terhadap kesulitan dan tekanan, atau
kemampuan individu untuk bangkit dari keterpurukan dengan pengalaman
negatif yang telah dialaminya. Sehingga orang tersebut bisa melakukan
kegiatan sehari-harinya dengan baik, atau kemampuan seseorang untuk
bertahan dalam keadaan yang sulit dalam kehidupanya, kemauan berusaha
untuk belajar dan beradaptasi dengan keadaan tersebut serta berusaha
bangkit dari keterpurukan untuk dapat menjadi lebih baik.
2. Lansia Laki-laki yang Ditinggal Pasangan
Lanjut usia merupakan periode penutup dalam rentang hidup
seseorang atau suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari
periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu.
Setiap orang akan mengalami proses menjadi tua. Proses tua tersebut alami
terjadi dan ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Seseorang dikatakan
lansia apabila sudah mencapai umur 60 tahun sampai meninggal dunia.
dan masa tua akan mengalami kemunduran fisik mental, dan sosial secara
bertahap.
Kehilangan pasangan hidup membuat lansia merasa kesepian dan
sedih, bahkan tidak jarang mengalami stres dan depresi dalam
kehidupannya. Menurut Sebatu laki-laki akan mengalami masalah karena
18 Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, (Jember: IAIN Jember Press, 2018), 45.
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
14
adanya perasaan kesepian, sedangkan wanita bermasalah karena
berkurangnya pendapatan.19
Pria merasa kesepian seiring dengan menyusutnya kegiatan dan
merasa tidak siap untuk hidup sendiri serta mengatur hidupnya, yang
biasanya dilakukan dengan istri. Laki-laki lansia juga menjalani
penyesuaian diri dengan masa pensiun. Pria yang biasa bekerja, kemudian
kehilangan kegiatan akan membuatnya menganggur. Apabila tidak
memiliki kegiatan yang menyenangkan maka akan merasa kesepian. Pria
akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan tempat
tinggalnya.20
3. Studi Kasus
Studi kasus adalah penelitian yang mendalam tentang individu, satu
kelompok, satu organisasi, satu program kegiatan dan sebagainya dalam
waktu tertentu. Tujuan dari penelitian ini untuk memperoleh diskripsi yang
utuh dan mendalam dari sebuah entitas. Studi kasus menghasilkan data
untuk selanjutnya dianalisa dan untuk menghasilkan teori. Sebagaimana
prosedur perolehan data penelitian kualitatif, data kasus diperoleh dari
wawancara, observasi dan arsip.21
19 https://repository.usd.ac.id/2325/2/019114063_Full.pdf (Diakses Pada Tanggal 1 Desember
2019). 20 John W, Santrock.2004. Life-Span Development. (Perkembangan Masa Hidup). Jilid II. Edisi ke
Lima. Jakarta: Renika Cipta 21 Dr. Connie Chairunnisa, Metode Penelitian Ilmiah Aplikatif Dalam Pendidikan Dan Sosial,
(Jakarta: Mitra Wacana Media, 2017), Hal 64.
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
15
F. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan berisi tentang deskripsi alur pembahasan
skripsi yang dimulai dari bab pendahuluan hingga penutup. Format penulisan
sistematika pembahasan ditulis dalam bentuk deskriptif naratif, bukan seperti
daftar isi.22 Maka sistematika pembahasan dalam penelitian ini meliputi:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bagian awal yang meliputi latar belakang masalah, fokus
penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi istilah, dan
sistematika pembahasan.
BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN
Berisi tentang kajian teori yang di dalamnya mencakup penelitian
dan kajian teori yang erat kaitannya dengan masalah yang diteliti yaitu
Resiliensi Lansia Laki-Laki Yang Ditinggal Mati atau Cerai Oleh Pasangan
Dalam Menjalankan Kehidupannya Studi Kasus Di Desa Sumberanget
Kecamatan Ledokombo Kabupaten Jember.
BAB III METODE PENELITIAN
Membahas tentang metodologi penelitian yang dilakukan oleh
peneliti terkait dengan pendekatan dan jenis penelitian yang digunakan, lokasi
penelitian, subyek penelitian, teknik pengumpulan data, analisis data,
keabsahan data, serta tahap-tahap penelitian.
22 Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, (Jember: IAIN Jember Press, 2018), 73.
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
16
BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
Berisi tentang penyajian data dan analisis, yang terdiri dari gambaran
obyek penelitian, penyajian data dan analisis, serta pembahasan temuan.
BAB V PENUTUP
Terdiri dari kesimpulan dan saran. Bab ini merupakan akhir dari
penulisan karya ilmiah dan merupakan kesimpulan dari penelitian yang telah
dilakukan.
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
17
BAB II
KAJIAN KEPUSTAKAAN
A. Penelitian Terdahulu
Pada bagian ini peneliti mencantumkan berbagai hasil penelitian
terdahulu yang terkait dengan peneltian yang hendak dilakukan, kemudian
membuat ringkasannya, baik penelitian yang sudah terpublikasikan atau belum
terpublikasikan. Dengan melakukan langkah ini, maka akan dapat dilihat
sampai sejauh mana orisinalitas dan posisi penelitian yang hendak
dilakukan.23
Hal ini dimaksudkan untuk memastikan belum adanya penelitian
serupa yang telah ditulis sebelumnya sehingga menghindari tindakan-tindakan
yang lain yang bisa menyalahi keilmuan. Sebagai acuan penelitian ini, untuk
menghindari kesamaan dan dengan tujuan menemukan hasil penelitian yang
berbeda. Penelitian-penelitian terdahulu yang dapat penulis simpulkan adalah
sebagai berikut:
1. Asri Nuryani. 2018. Jurusan Bimbingan Konseling Program Studi
Bimbingan Dan Konseling Islam Fakultas Dakwah Institut Agama Islam
Negeri Purwokerto. Judul Skripsi “Kesepian Lansia Berstatus Janda”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk kesepian lansia
berstatus janda serta upayanya dalam mengatasi kesepian. Penelitian ini
memfokuskan pada masalah psikologis lansia berstatus janda, yaitu
23 Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, (Jember: IAIN Jember Press, 2018), 64.
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
18
kesepian. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang bersifat
kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kedua subyek yang
digunakan dalam penelitian ini mengalami suatu bentuk kesepian
emosional, yang dilatarbelakangi oleh faktor psikologis dan faktor
lingkungan. Letak Persamaannya ialah membahas lansia yang ditinggal
pasangannya, sedangkan perbedaannya ialah penelitian tersebut mengkaji
tentang kesepian pada lansia yang berstatus janda yang meliputi, bentuk
dan upaya lansia dalam menangani kesepiannya. Sedangkan penulis
mengkaji tentang resiliensi pada lansia laki-laki yang ditinggal mati atau
cerai oleh pasangan dalam menjalankan kehidupannya.
2. Ahmad Wahyu Adi Prabowo. Judul Tesis. “Aktivitas dan Kebermaknaan
Hidup Lansia”. Hasil penelitian ini diketahui bahwa alasan lansia tinggal di
Panti bermacam-macam pendapat. Tetapi lansia tinggal di Panti karena
keinginan sendiri. Dikarenakan tidak ingin mengganggu kehidupan orang
lain, bahkan anaknya sendiri. Selain itu aktivitas yang dilakukan lansia di
dalam Panti menunjukkan bahwasanya persepsi lansia sudah menemukan
kebermaknaan hidupnya, disamping itu juga ada lansia yang masih
kehilangan arah dan tujuan hidup, dan merasakan hampa. Lansia yang
tinggal di Panti, lebih berusaha meningkatkan kebermaknaan hidup pada
dirinya melalui berbagai aktivitas yang ada di Panti, agar bisa menjadikan
hidup yang berkualitas.
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
19
Perbedaannya ialah penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana persepsi lansia terhadap aktivitas kaitannya tentang
kebermaknaan hidup di Panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta guna
memperoleh gambaran yang mendalam mengenai konsep tersebut,
sedangkan peneliti sendiri bertujuan untuk mengetahui resiliensi pada
lansia laki-laki yang ditinggal mati atau cerai oleh pasangan dalam
menjalankan kehidupannya.
3. Dyah Ayu Skar Ambarini. Judul skripsi “Hubungan Antara Dukungan
Sosial dengan Resiliensi Pada Janda Cerai Mati”. Hasil penelitian tersebut
adalah terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara dukungan
sosial dan resiliensi pada janda cerai mati. Hal ini menandakan bahwa
semakin tinggi dukungan sosial yang diterima oleh janda, maka semakin
tinggi pula resiliensi yang dimiliki oleh janda. Begitu juga sebaliknya,
semakin rendah dukungan sosial yang diterima oleh janda, maka akan
semakin rendah pula resiliensi yang dimiliki oleh janda.
Perbedaanyaa ialah penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara dukungan sosial dan resiliensi pada janda cerai mati.
Sedangkan peneliti sendiri bertujuan untuk mengetahui lansia laki-laki yang
resilien setelah ditinggal mati atau cerai oleh pasangan hidupnya. Letak
persamaannya ialah pada aspek resiliensi kepada seseorang yang ditinggal
pasangannya.
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
20
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No Nama Tahun Judul Persamaan Perbedaan 1 Asri
Nuryani24 2018 Kesepian Lansia
Berstatus Janda -Sama-sama menggunakan penelitian kualitatif -sama-sama membahas lansia yang kehilangan
-Penelitian tersebut mengkaji tentang kesepian pada lansia yang berstatus janda yang meliputi, bentuk dan upaya lansia dalam menangani kesepiannya, sedangkan peneliti mengakji tentang resiliensi pada lansia laki-laki yang ditinggal mati atau cerai oleh pasangan dalam menjalankan kehidupannya.
2 Ahmad Wahyu Adi Prabowo25
2018 Aktivitas dan Kebermaknaan Hidup Lansia
-Sama-sama menggunakan penelitian kualitatif -Sama-sama membahas tentang lansia
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi lansia terhadap aktivitas kaitannya tentang kebermaknaan hidup di Panti guna memperoleh gambaran yang mendalam mengenai konsep tersebut, sedangkan peneliti sendiri bertujuan untuk mengetahui resiliensi pada lansia yang ditinggal mati atau cerai oleh pasangan dalam menjalankan kehidupannya.
3 Dyah Ayu Skar Ambarini26
2019 Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Resiliensi
Sama-sama membahas lansia yang resilien
-Metode penelitian (kuantitatif) Penelitian ini
24http://repository.iainpurwokerto.ac.id/4405/2/COVER_ABSTRAK_DAFTAR%20ISI_BAB%20
I_BAB%20V_DAFTAR%20PUSTAKA.pdf (Diakses Pada Tanggal 29 Juli 2019) 25 http://digilib.uin-suka.ac.id/30565/1/1520011060_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf
(Diakses Pada Tanggal 3 Agustus 2019) 26 https://repository.usd.ac.id/32992/1/149114081.pdf (Diakses Pada Tanggal 28 September 2019)
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
21
Pada Janda Cerai Mati
bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dan resiliensi pada janda cerai mati. Sedangkan peneliti sendiri bertujuan untuk mengetahui lansia yang resilien setelah ditinggal mati atau cerai oleh pasangan hidupnya.
B. Kajian Teori
1. Pengertian Resiliensi
a. Resiliensi
Resiliensi merupakan gambaran dari proses dan hasil kesuksesan
beradaptasi dengan keadaan yang sulit atau pengalaman hidup yang
sangat menantang, terutama keadaan dengan tingkat stres yang tinggi
atau kejadian-kejadian traumatis. Menurut Reivich dan Shatte resiliensi
adalah kemampuan individu untuk mengatasi dan beradaptasi terhadap
kejadian yang berat atau masalah yang terjadi dalam kehidupan.
Bertahan dalam keadaan tertekan, dan bahkan berhadapan dengan
kesengsaraan (adversity) atau trauma yang dialami dalam
kehidupannya.27
Lazarus mendefinisikan resiliensi sebagai koping efektif dan
adaptasi positif terhadap kesulitan dan tekanan. Sementara menurut
Richardson resiliensi adalah proses koping terhadap stresor, kesulitan,
perubahan, maupun tantangan yang dipengaruhi oleh faktor protektif.
27 Wiwin Hendriani, Resiliensi Psikologis, (Jakarta Timur: Prenamedia Group, 2018), 22
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
22
Resiliensi ini akan mencerminkan bagaimana kekuatan dan ketangguhan
yang ada dalam diri seseorang. Resiliensi ini ditandai oleh kemampuan
untuk bangkit dari pengalaman emosional yang negatif. Seorang yang
resilien akan berusaha untuk menghadapi dan kemudian bangkit dari
berbagai kondisi stres dengan kemampuan yang dimiliki.28
Resiliensi adalah kapasitas untuk mempertahankan kemampuan,
berfungsi secara kompeten dalam menghadapi stressor kehidupan.29
Dalam ilmu perkembangan manusia, resiliensi memiliki makna yang
luas dan beragam, mencakup kepulihan dari masa traumatis, mengatasi
kegagalan dalam hidup, dan menahan stres agar dapat berfungsi dengan
baik dalam mengerjakan tugas sehari-hari.
Desmita menyatakan individu dianggap resiliensi apabila mampu
cepat kembali dari kondisi trauma dan terlihat kebal dari peristiwa
kehidupan yang negatif.30
Dalam pemahaman ajaran Islam yang direpresentatifkan Al Qur’an
dan Al Hadist konsep resiliensi berkaitan erat dengan pemaknaan
kemampuan dalam menghadapi tantangan dan ujian dalam kehidupan
mutlak dimiliki seorang manusia. Tantangan dan ujian dalam kehidupan
seringkali silih berganti dalam rangka menguji keimanan dan ketakwaan
seorang hamba kepada Penciptanya. Bahkan tantangan dan ujian sendiri
merupakan bagian tak terpisahkan dalam penentuan kadar keimanan dan
28 Wiwin Hendriani, Resiliensi Psikologis, (Jakarta Timur: Prenamedia Group, 2018), 22. 29 Ibid., 22. 30 Eka Asriandari, Resiliensi Remaja Korban Perceraian Orang Tua, (Jurnal Riset Mahasiswa
Bimbingan Dan Konseling, Volume 4, Nomor 9, Edisi September 2015.
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
23
ketakwaan kepada Allah Swt, sebagaimana difirmankan Allah Swt
dalam Al Qur‟an pada surah Al Baqarah ayat 214.
Artinya: Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal
belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.
Firman Allah tersebut dapat diartikan bahwa tak ada satupun orang
di dunia ini yang tidak diberi masalah oleh Allah. Dengan menyerahkan
segala apa yang terjadi kepada Allah dan segala apa yang ada di dunia
ini adalah milik-Nya, membuat jiwa seseorang akan merasa tenang dan
menghindarkan diri dari sikap kekecewaan dan putus asa. Dan hanya
orang orang yang mampu bertahan untuk menyelesaikan masalah dan
mampu bangkit kembali yang akan mendapatkan kesenangan dari Allah
sebagai balasan atas keberhasilannya menghadapi masalah. Dari situ
dapat dipahami bahwa resiliensi dalam Islam merupakan sebuah
kewajiban, dengan memiliki resiliensi berarti seorang hamba telah teruji
keimanannya dan ketangguhannya sebagai seorang muslim. Dalam
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
24
sebuah hadits dikatakan bahwa Allah SWT mencintai hambanya yang
kuat daripada hambanya yang lemah.
Dalam konsep Islam, terdapat beberapa indikator resiliensi antara
lain: bersikap sabar, yaitu kekuatan jiwa dan hati dalam menerima
problematika kehidupan yang berat dan menyakitkan, dan dapat
membahayakan keselamatan diri lahir batin. Sikap ini didorong oleh
spirit dari firman Allah SWT, QS. Al-Baqarah: 155-156.
Artinya: Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun".
Indikator adanya kesabaran adalah adanya sikap tauhidiyyah dalam
diri bahwa diri ini adalah milik Allah, dan akan kembali kepada Allah
SWT. Sikap tauhidiyyah ini akan mengembangkan spirit, energi positif,
dan kekuatan yang lainnya akan menembus rintangan dan ujian-ujian
hidup ini dengan baik dan gemilang. Esensi kalimat “inna lillahi wa inna
ilaihi raji‟un” mengandung energi ketuhanan yang sangat dahsyat bagi
yang benar-benar memahami hakikatnya. Sehigga seberat apapun
halangan dan rintangan dapat dilewati dengan mudah dan
menyelematkan. Sebab, di dalam ketabahan itu Allah SWT. hadir dalam
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
25
diri dan menggerakkan seluruh aktivitas diri di dalam bimbingan,
perlindungan, dan pimpinan-Nya.31
Dan Allah berfirman dalam Qs. Ar-Ra’d ayat 11 yaitu:
Artinya: Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
Dari beberapa definisi diatas tentang resiliensi, maka dapat
disimpulkan bahwa resiliensi adalah kemampuan individu untuk tetap
bertahan dan beradaptasi ketika mengalami masalah dalam
kehidupannya sehingga mampu bangkit dari keterpurukan dalam
hidupnya. Resiliensi merupakan sebuah proses dinamis yang melibatkan
peran berbagai faktor individual maupun sosial atau lingkungan, yang
mencerminkan kekuatan dan ketangguhan seseorang untuk bangkit dari
pengalaman emosional negatif saat menghadapi situasi sulit yang
menekan atau mengandung hambatan yang signifikan.
31 Evita Yuliatul Wahidah, Resiliensi Perspektif Al Quran, Jurnal Islam Nusantara, Volume 02
Nomor 01 2018: 2579-4825
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
26
b. Aspek-aspek Resiliensi
Reivich dan Shatte Menyebutkan bahwa individu yang resilien atau
mampu menghadapi masalah memiliki aspek- aspek di bawah ini32:
1) Emotion Regulation (Regulasi Emosi)
Regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang di
bawah kondisi yang menekan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
individu yang kurang mampu mengatur emosi akan mengalami
kesulitan dalam membangun dan menjaga hubungan dengan orang
lain. Sebaliknya, kemampuan yang baik dalam meregulasi akan
berkontribusi terhadap kemudahan dalam mengelola respons saat
berinteraksi dengan orang lain maupun berbagai kondisi lingkungan.
Reivich dan Shatte megungkapkan dua keterampilan yang
dapat memudahkan individu dalam meregulasi emosi yaitu33:
a) Calming (Ketenangan)
Merupakan keterampilan untuk meningkatkan kontrol
individu terhadap respons tubuh dan pikiran ketika berhadapan
dengan. stress dengan cara relaksasi. Melalui relaksasi individu
dapat mengontrol jumlah stress yang dialami. Ada beberapa cara
yang dapat digunakan untuk melakukan relaksasi dan membuat
diri berada dalam keadaan tenang, yaitu dengan mengontrol
pernapasan, relaksasi otot serta dengan menggunakan Teknik
32 Wiwin Hendriani, Resiliensi Psikologis, (Jakarta Timur: Prenamedia Group, 2018), 51. 33 Ibid., 52.
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
27
positive imagery, yaitu membayangkan suatu tempat yang tenang,
damai, dan menyenangkan.
b) Focusing (Fokus)
Keterampilan untuk fokus pada permasalahan yang ada
memudahkan individu untuk menemukan solusi dari
permaslaahan tersebut. Setiap permasalahan yang tidak segera
terselesaikan akan berdampak pada timbulnya permasalahan-
permasalahan baru. Individu yang mampu fokus pada masalah
akan dapat menganalisis dan membedakan antara sumber
permasalahan yang sebenarnya dengan masalah-masalah yang
timbul sebagai akibat dari sumber permasalahan. Pada akhirnya
individu juga dapat mencari jalan keluar yang tepat untuk
mengatasinya. Dengan demikian, stress yang dialami individu dan
emosi negatif yang muncul juga berangsur akan berkurang.
Dua keterampilan di atas membantu individu untuk
mengontrol emosi yang tidak terkendali, menjaga fokus pikiran
individu ketika banyak hal-hal yang mengganggu, serta
mengurangi stress yang dialami.
2) Impulse control (Pengendalian Impuls)
Ialah kemampuan idividu untuk mengendalikan keinginan,
dorongan, kesukaan serta tekanan yang muncul dari dalam diri.
Individu yang mempunyai kemampuan pengendalian impuls yang
rendah akan cepat mengalami perubahan emosi ketika berhadapan
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
28
dengan berbagai stimulais dari lingkungan. Individu akan cenderung
reaktif, menampilkan perilaku mudah marah, kehilangan kesbaran,
impulsive, dan berlaku agresif. Tentunya perilaku yang ditampakkan
ini akan membuat orang disekitarnya merasa kurang nyaman sehingga
berakibat pada buruknya hubungan sosial individu dengan orang lain.
Individu dapat mengendalikan impulsivitasnya dengan
mencegah terjadinya kesalahan pemikiran, sehingga dapat
memberikan respons yang tepat pada permaslahan yang ada. Individu
dapat melakukan pertanyaan reflektif yang bersifat rasional, ditujukan
pada dirinya sendiri, seperti “Apakah penyimpulan terhadap masalah
yang dihadapi saat ini memang berdasarkan fakta atau hanya
menebak”. “Apakah sudah melihat permasalahan secara keseluruhan
sebelum menyimpulkan?”, dan sebagainya. Kemampuan individu
untuk mengendalikan impuls sangat terkait dengan kemampuan
regulasi emosi yang dimiliki.
3) Optimis (optimisme)
Menurut Segerestrom optimis adalah cara berpikir yang positif
dan realistis dalam memandang suatu masalah. Berpikir positif adalah
berusaha mencapai hal terbaik dari keadaan terburuk. Optimisme
dapat membantu meningkatkatkan kesehatan secara psikologis,
memiliki perasaan yang baik, melakukan penyelesaian masalah
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
29
dengan cara yang logis sehingga hal ini dapat meningkatkan kekbalan
tubuh juga.34
Individu yang resilien merupakan individu yang optimis.
Optimis yang dimiliki oleh seorang individu menandakan ia percaya
bahwa dirinya mempunyai kemampuan untuk mengatasi kemalangan
yang mungkin terjadi di masa depan. Hal ini juga merefleksikan
efikasi diri yang dimiliki, yakni kepercayaan bahwa ia mampu
menyelesaikan permasalahan yang ada dan mengendalikan hidupnya.
Optimisme merupakan salah satu aspek kepribadian yang
penting pada seseorang. Optimisme membuat individu mengetahui
apa yang diinginkan dan cepat mengubah diri agar mudah
menyelesaikan masalah yang tengah dihadapi.
Menurut Segestrom optimisme adalah cara berpikir yang
positif dan realistis dalam memandang suatu masalah. Berpikir positif
adalah berusaha mencapai hal terbaik dari keadaan terburuk.
Optimisme dapat membantu meningkatkan kesehatan secara
psikologis, memiliki perasaan yang baik, melakukan penyelesaian
masalah dengan cara yang logis sehingga hal ini dapat meningkatkan
kekebalan tubuh juga.35
Menurut Seligman menyatakan optimism adalah suatu
pandangan secara menyeluruh, melihat hal yang baik, berpikir positif,
34 M. Nur Gufron dan Rini Risnawita, Teori-Teori Psikologi, (Jogkakarta: Ar-Ruz Media, 2014),
95. 35 M. Nur Gufron dan Rini Risnawita, Teori-Teori Psikologi, (Jogkakarta: Ar-Ruz Media,
2014), 95.
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
30
dan mudah memberikan makna bagi diri sendiri. Individu yang
optimis mampu menghasilkan sesuatu yang lebih baik dari yang telah
lalu, tidak takut pada kegagalan, dan berusaha untuk tetap bangkit
mencoba kembali bila gagal. Optimisme mendorong individu untuk
selalu berpikir bahwa sesuatu yang terjadi adalah hal yang terbaik
bagi dirinya. Hal ini yang membedakan diri nya dengan orang lain. 36
Berdasarkan beberapa uraian definisi yang telah disebutkan di
atas, maka disimpulkan bahwa optimisme adalah adanya
kecenderungan pada individu untuk memandang segala sesuatu hal
dari sisi dan kondisi keberuntungan diri sendiri. Jadi, optimisme ialah
keyakinan yang ada dalam diri seseorang bahwa segala hal yang
terjadi adalah baik, selalu berharap, berpikir positif, dan tindakan
yang positif.
Optimis yang dimaksud tentunya yang realistis, yaitu sebuah
kepercayaan akan terwujudnya masa depan yang lebih baik dengan
diiringi segala usaha untuk mewujudkan hal tersebut. Perpaduan
optimisme yang realistis dan efikasi diri merupakan kunci resiliensi
dan kesuksesan.
Optimis akan menjadi hal yang sangat bermanfaat untuk
individu bila diiringi dengan efikasi diri. Optimis yang dimaksud
adalah optimis yang realistis yaitu sebuah kepercayaan akan
terwujudnya masa depan yang lebih baik dengan diiringi segala usaha
36 M. Nur Gufron dan Rini Risnawita, Teori-Teori Psikologi, (Jogkakarta: Ar-Ruz Media, 2014),
97.
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
31
untuk mewujudkan hal tersebut. Berbeda dengan unrealistic optimism
dimana kepercayaan akan masa depan yang cerah tidak dibarengi
dengan usaha yang signifikan untuk mewujudkannya. Perpaduan
antara optimisme yang realistis dan efikasi diri adalah salah satu
kunci resiliensi dan kesuksesan
4) Casual Analysis (Analisis Kasual)
Aspek keempat ini merujuk pada kemampuan individu untuk
mengidentifikasi secara akurat penyebab dari permasalahan yang
sedang dihadapai. Individu yang tidak mampu mengidentifikasi
penyebab dari permasalahan secara tepat, akan terus-menerus berbuat
kesalahan yang sama.
Gaya berpikir eksplanatorik memegang peranan penting dalam
konsep resiliensi. Dalam hal ini individu yang resilien adalah individu
yang mempunyai fleksibilitas kognitif. Individu mampu
mengidentifikasi segala yang menyebabkan kemalangan. Individu
yang resilien tidak akan menyalahkan orang lain atas kesalahan yang
telah dibuat demi menjaga harga diri atau membebaskan diri dari rasa
bersalah. Individu akan berfokus dan memegang kendali penuh pada
pemecahan masalah, sehingga perlahan ia akan mulai mengatasi
permasalahan yang ada, mengarahkan energi yang yang dimiliki
untuk bangkit dan meraih kesuksesan.
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
32
5) Empati (Empathy)
Menurut Reivich dan Shatte Empati sangat erat kaitannya
dengan kemampuan individu untuk membaca tanda-tanda kondisi
emosional dan psikologis orang lain. 37 Beberapa individu
mempunyai kemampuan yang cukup mahir dalam menginteprasikan
bahasa-bahasa non verbal yang ditunjukkan oleh orang lain seperti
ekspresi wajah, intonasi suara, bahasa tubuh, serta mampu menangkap
apa yang dipikirkan dan dirasakan orang lain. Oleh karena itu,
seseorang yang mempunyai kemampuan berempati cenderung
mempunyai hubungan sosial yang positif.
Sebaliknya, ketidakmampuan berempati berpotensi
menimbulkan kesulitan dalam hubungan sosial. Individu-individu
yang tidak membangun kemampuan untuk peka terhadap tanda-tanda
non verbal tersebut tidak akan mampu untuk menempatkan dirinya
pada posisi orang lain, merasakan apa yang dirasakan orang lain dan
memperkirakan maksud orang lain. Ketidakmampuan individu untuk
membaca tanda-tanda non verbal orang lain dapat sangat merugikan,
baik dalam konteks hubungan kerja maupun hubungan personal, hal
ini disebabkan kebutuhan dasar manusia untuk dipahami dan dihargai.
Individu dengan empati yang rendah cenderung mengulang pola yang
dilakukan oleh individu yang tidak resilien yaitu menyamaratakan
semua keinginana dan emosi orang lain.
37 Wiwin Hendriani, Resiliensi Psikologis, (Jakarta Timur: Prenamedia Group, 2018), 54.
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
33
6) Self Efficacy (Efikasi Diri)
Bandura adalah tokoh yang memperkenalkan istilah efikasi diri
(self-efficacy), ia mendefinisikan bahwa efikasi diri adalah keyakinan
individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas atau
tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu. Bandura
mengatakan bahwa efikasi diri pada dasarnya adalah hasil dari proses
kognitif berupa keputusan, keyakinan, atau pengharapan tentang
sejauh mana individu memperkirakan kemampuan dirinya dalam
melaksanakan tugas atau tindakan tertentu yang diperlukan untuk
mencapai hasil yang diinginkan.38
Efikasi diri mempresentasikan sebuah keyakinan bahwa
individu mampu memecahkan masalah yang dialami dan mencapai
kesuksesan. Seperti telah disebutkan, efikasi diri merupakan hal yang
sangat penting untuk mencapai resiliensi. Efikasi diri merupakan
salah satu faktor kognitif yang menentukan sikap dan perilaku
seseorang dalam sebuah permasalahan, inividu akan mampu mencari
penyelesaian yang tepat dari permasalahan yang ada, dan tidak mudah
menyerah terhadap berbagai kesulitan.
7) Reaching Out (kemampuan untuk meraih aspek positif)
Resiliensi lebih dari sekedar bagaimana seorang individu
memiliki kemampuan untuk mengatasi kemalangan dan bangkit dari
keterpurukan, namun juga merupakan kemampuan individu untuk 38 M. Nur Gufron dan Rini Risnawita, Teori-Teori Psikologi, (Jogkakarta: Ar-Ruz Media, 2014),
73-75.
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
34
meraih aspek positif dari kehidupan setelah kemalangan yang
menimpa. Banyak individu yang tidak mampu melakukan reaching
out, hal ini dikarenakan adanya kecenderungan sejak kecil untuk lebih
banyak belajar menghindari kegagalan dan situasi yang memalukan
dibandingkan berlatih untuk menghadapinya.
Tidak sedikit invidu dimasyarakat yang lebih memilih
mempunyai kehidupan standar dibandingkan meraih kesempatan
untuk sukses namun harus berhadapan dengan risiko yang begitu
besar. Dengan kata lain, lebih memilih memperoleh pencapaian yang
biasa saja namun minim risiko daripada capaian tinggi, namun perlu
usaha keras untuk mengupayakannya. Hal ini dikarenakan individu
yang tidak memiliki faktor reaching out terlalu banyak dan berlebihan
dalam memikirkan kemungkinan buruk yang dapat terjadi di masa
mendatang. Akibatnya individu tersebut banyak mennujukkan rasa
takut dan justru jauh dari karakter resilien.
c. Faktor risiko dan faktor protektif resiliensi
Hendriani39 mengungkapkan Terdapat dua kelompok faktor yang
berperan dalam pencapaian resiliensi pada individu, yaitu faktor resiko
dan faktor protektif. Faktor resiko adalah segala sesuatu yang
berpengaruh dan turut menentukan kerentanan seseorang terhadap stres,
sehingga lebih lanjut akan memfasilitasi munculnya berbagai problem
emosional dan perilaku. Faktor resiko mencakup hal-hal yang dapat
39 Wiwin Hendriani, Resiliensi Psikologis, (Jakarta Timur: Prenamedia Group, 2018), 151.
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
35
menyebabkan dampak buruk atau menyebabkan individu beresiko untuk
mengalami gangguan perkembangan atau gangguan psikologis. Faktor
protektif adalah hal potensial yang digunakan sebagai alat untuk
merancang pencegahan dan penaggulangan berbagai hambatan,
persoalan, dan kesulitan dengan cara-cara yang efektif. Hogue dan
Liddle40 mengungkapkan bahwa faktor protektif merupakan faktor yang
memperkuat, yang memberikan pengaruh positif bagi individu untuk
mampu memunculkan suatu cara penyelesaian yang efektif terhadap
stres yang dialami, sehingga memungkinkan individu untuk bertahan dan
kemudian bangkit dari tekanan hidup.
Hendriani41 mengkategorisasikan masing-masing faktor resiko dan
faktor protektif menjadi dua yaitu: Faktor resiko dan faktor protektif
internal (berasal dari dalam diri individu), faktor resiko dan faktor
protektif ekternal (berasal dari luar diri individu). Faktor resiko dan
faktor protektif internal mencakup rendah atau tingginya religiulitas,
rendah atau tingginya kemauan belajar, rendah atau tingginya kesadaran
akan dukungan sosial, dan rendah atau tingginya kesadaran akan
identitas diri, rendah atau tingginya sumber inspirasi. Sedangkan faktor
resiko dan faktor protektif ekternal diantaranya mencakup lemah atau
kuatnya dukungan sosial, terbatas atau optimalnya intervensi psikologis
yang diperoleh individu pasca kejadian yang menyebabkan menjadi
stress, atau tidak adanya sumber inspirasi dari sesama individu yang
40 Wiwin Hendriani, Resiliensi Psikologis, (Jakarta Timur: Prenamedia Group, 2018), 152 41 Ibid., 152
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
36
mengalami musibah, dan kurang memadainya fasilitas umum untuk para
individu yang mengalami keterpurukan.
2. Lanjut Usia (lansia)
a. Pengertian Lanjut Usia
Menurut Hurlock, lansia merupakan periode terakhir atau periode
penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu sampai periode dimana
seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih
menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat.
Bila seseorang yang sudah beranjak jauh dari periode hidupnya yang
terdahulu, ia sering melihat masa lalunya, biasanya dengan penuh
penyesalan, dan cenderung ingin hidup pada masa sekarang. 42
b. Ciri-ciri lanjut usia
Sama seperti setiap periode lainya dalam rentang kehidupan
seseorang, usia lanjut ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis
tertentu. Efek-efek tersebut menentukan, sampai sejauh tertentu, apakah
pria atau wanita usia lanjut akan melakukan penyesuaian diri secara baik
atau buruk. Akan tetapi ciri-ciri usia lanjut cenderung menuju dan
membawa penyesuaian diri yang buruk dari pada yang baik dan kepada
kesengsaraan dari pada kebahagiaan. Itulah sebabnya mengapa usia
lanjut lebih ditakuti dari pada usia madya. Diantaranya ciri-ciri usia
lanjut adalah sebagai berikut.
42 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembanagan (Jakarta: Erlangga, 1980), 380.
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
37
1) Usia lanjut merupakan periode kemunduran
Periode selama usia lanjut, masa kemunduran itu sebagiam
datang dari faktor fisik dan sebagian lagi dari faktor psikologi.
Penyebab kemunduran fisik ini merupakan suatu perubahan pada sel-
sel tubuh bukan karena penyakit khusus tapi karena proses menua.
Demikian juga halnya bahwa motivasi memainkan peranan penting
dalam kemunduran. Masa luang yang baru akibat tumbuhnya masa
pensiun sering membawa kebosanan yang semakin memperkecil dan
melemahkan motivasi seorang lanjut usia.
2) Sikap sosial terhadap usia lanjut
Pendapat Klise tentang usia lanjut mempunyai pengaruh yang
besar terhadap sikap sosial baik terhadap usia lanjut maupun terhadap
orang berusia lanjut. Arti penting tentang sikap sosial terhadap usia
lanjut yang tidak menyenangkan mempengaruhi cara mereka
memperlakukan usia lanjut. Sikap sosial mereka mengakibatkan
orang usia lanjut merasa bahwa mereka tidak lagi bermanfaat bagi
kelompok sosial dan dengan demikian maka lebih banyak
menyusahkan dari pada sikap yang menyenangkan.43
3) Penyesuaian yang buruk merupakan ciri-ciri usia lanjut
Sama seperti orang berusia madya harus belajar untuk
memainkan peranan baru, demikian juga bagi yang berusia lanjut.
Terkadang mereka tidak dapat bersaing dengan orang-orang yang
43 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, 1980), 383.
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
38
lebih muda dalam berbagai bidang tertentu dimana kriteria nilai
sangat diperlukan, dan sikap sosial terhadap mereka tidak
menyenangkan.
Karena sikap sosial yang tidak menyenangkan bagi kaum usia
lanjut, pujian yang mereka hasilkan dihubungkan dengan peran usia
tua bukan dengan keberhasilan mereka. Perasaan tidak berguna dan
tidak diperlukan lagi bagi orang usia lanjut menumbuhkan rasa rendah
diri dan kemarahan, yaitu suatu perasaan yang tidak menunjang
proses penyesuaian sosial seseorang.
c. Tugas usia lanjut
1) Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan
kesehatan.
2) Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup.
3) Membentuk hubungan dengan orang-orang yang seusia.
4) Menyesuaikan diri dengan masa pensiun
d. Permasalahan yang dihadapi kaum usia lanjut
Secara umum permasalahan yang dihadapi kaum lanjut usia adalah
sebagai berikut:
1) Masalah Ekonomi
Manula sebagaimana manusia lainnya, memerlukan
kebutuhan, baik berupa kebutuhan fisiologis dasar, kebutuhan kasih
saying, kebutuhandihargai, maupun kebutuhan mengaktualisasikan
diri, yang semuanya mendukung untuk melanjutkan kehidupannya.
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
39
Dengan datangnya masa pension, penghasilan juga berkurang,
penghargaan dan status juga memulai berkurang. 44
2) Masalah sosial budaya
Perubahan aspek sosial budaya yang menonjol dalam
kehidupan kaum lanjut usia adalah kurangnya kontak sosial dengan
anggota masyarakat. Berhentinya kelompok ini dari pekerjaan
formalnya sering menjadi penyebab utamanya.
3) Masalah kesehatan
Dibandingkan dengan segmen penduduk lainnya, kelompok
lanjut usia merupakan segmen penduduk yang paling rentan terhadap
berbagai penyakit.
Permasalahan yang kemudian muncul adalah bagaimana
melakukan perawatan dan pelayanan kesehatan maksimal dan
permsalahan biaya kesehatan. Pelayanan kesehatan bagi para manula
di Indonesia dinilai masih kurang.
4) Masalah psikologis
Aspek psikologis dapat menjadi faktor penyebab sekaligus
menjadi faktor akibat. Sebagai faktor penyebab, aspek psikologis
yang muncul yang mempengaruhi aspek-aspek lain secara langsung.
Misalnya rasa kesepian, kecemasan terhadap kematian, dan
sebagainya akan menyebabkan munculnya sakit fisik. Adapun sebagai
faktor akibat, aspek psikologis yang sering muncul pada lansia antara
44 Adang Hambali, Psikologi Perkembangan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2015), 251
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
40
lain: kesepian, keterasingan dari lingkungan, ketidakberdayaan dan
kelantaran, sebagai akibat kurangnya perhatian dari keluarga muda,
sikap yang tidak memperhitungkan kaum lansia, atau kurang
tersedianya dana untuk pelayanan kesehatan. Selain iu, kelompok usia
lanjut juga sering mengalami gejala post power syindrome, empty
nest syobdrome, dan sebagainya.
e. Bahaya penyesuaian pribadi dan sosial usia lanjut
Pada beberapa waktu disepanjang kehidupan seseorang terdapat
bahaya serius yang lebih potensial sehingga proses penyesuaian pribadi
dan sosial tidak dapat dilakukan secara baik pada usia lanjut. Sebagian
masalah ini disebabkan menurunnya kemampuan mental dan fisik, yang
mengakibatkan orang usia lanjut lebih mudah diserang bahaya potensial
dibandingkan pada usia sebelumnya. Selain itu, sebagian lagi disebabkan
oleh kurangnya kemampuan dalam mengenal bahaya potensial ini dalam
kehidupan kelompok masyarakat. Sebagian akibatnya orang mencoba
untuk mempersiapkan diri terhadapa bahaya semacam itu sejalan dengan
usianya yang semakin bertambah.
f. Perubahan-perubahan yang terjadi pada usia lanjut
1) Perubahan fisik
Sebagian besar perubahan fisik pada usia lanjut terjadi
kearah yang memburuk, proses dan kecepatannya sangat berbeda
untuk masing-masing individu. Perubahan fisik pada lansia ini
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
41
meliputi: perubahan penampilan, perubahan bagian dalam tubuh,
perubahan fungsi fisiologi, panca indra dan perubahan seksual.45
2) Perubahan kemampuan motorik
Usia lanjut pada umumnya mereka menjadi lebih lambat
dan koordinasi gerakan kurang begitu baik dibanding dengan masa
mudanya. Perubahan ini disebabkan oleh pengaruh fisik dan
psikologis seperti berikut ini: (a) Penyebab fisik yang
mempengaruhi perubahan dalam kemampuan motorik meliputi
menurunnya kekuatan dan tenaga yang terjadi karena
bertambahnya usia, menurunnya kekuatan otot, kekakuan dalam
persendian, gemetar pada tangan; (b) Penyebab psikologis berasal
dari kesadaran tentang merosotnya dan perasaan akan rendah diri
kalau dibandingkan dengan orang yang lebih muda dalam arti
kekuatan, kecepatan dan keterampilan; (c) Perubahan kemampuan
mental. Dari hasil studi para psikolog telah memperkuat
kepercayaan dalam masyarakat, bahwa kecenderungan tentang
menurunnya berbagai hal secara otomatis akan menimbulkan
kemunduran kemampuan mental; dan (d) Perubahan minat pada
usia lanjut.46
3. Kesepian pada Lansia
Setelah memasuki masa pensiun, orang tua tidak lagi memiliki
komunitas yang teratur bertemu. Sementara itu, teman-teman yang berusia
45 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, 1980), 386. 46 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, 1980), 390-393.
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
42
lanjut satu demi satu meninggal atau sakit sehingga tidak lagi bisa
berinteraksi. Keadaan ini tentu menyebabkan kesepian dihati lansia.
Kesepian ini semakin bertambah karena anak-anak telah memiliki rumah
sendiri dan telah memiliki kesibukan sendiri. Hal tersebut mencapai
puncaknya jika pasangan hidupnya juga mendahului panggilan Tuhan.47
Penelitian tentang kesepian mulai banyak dilakukan pada awal
tahun 70-an. Pengertian kesepian masih masih sangat beragam dari
berbagai perspektif dan pendekatan. Para ahli psikologi berusaha
memberikan defenisi kesepian yang didasari oleh orientasi teoritis masing-
masing. Sullivan memandang kesepian sebagai pengalaman subjektif yang
tidak menyenangkan dan yang bersifat menekan. Keadaan ini disebabkan
oleh tidak terpenuhinya kebutuhan akan keakraban secara adekuat,
khususnya keakraban interpersonal. Kesepian tidak sama dengan sendiri,
tetapi sendiri dapat menjadi awal dari kesepian. Individu dapat terlihat di
kerumunan, tengah-tengah banyak orang, tetapi tetap merasa kesepian. 48
Suadirman menyatakan kesepian merupakan suatu keadaan yang
menyakitkan dan akan muncul jika seseorang tersebut merasa tersisih dari
kelompoknya, tidak diperhatikan oleh orang-orang disekitarnya, terisolasi
dari lingkungan, tidak ada seseorang tempat berbagi rasa dan pengalaman,
dan tidak mempunyai pilihan. Menurut Bruno kesepian sendiri merupakan
suatu keadaan mental dan emosional yang terutama dicirikan oleh adanya
47 Adang Hambali, Psikologi Perkembangan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2015), 258. 48 http://eprints.mercubuana-yogya.ac.id/1513/2/BAB_II_tesis_intan%20book%20mark.pdf
(Diakses Pada Tanggal 3 Agustus 2019).
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
43
perasaan terasing dan kurangnya hubungan yang bermakna dengan orang
lain. 49
Berdasarkan uraian diatas, kesepian dapat disimpulkan bahwa
suatu keadaan mental dan emosi yang muncul jika seseorang merasa
terasing dan kurangnya hubungan yang bermakna dengan orang lain.
49 http://eprints.mercubuana-yogya.ac.id/1513/2/BAB_II_tesis_intan%20book%20mark.pdf
(Diakses Pada Tanggal 3 Agustus 2019)
digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id�—�digilib.iain-jember.ac.id
44
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut
terdapat empat kunci yang perlu diperhatikan yaitu cara ilmiah, data, tujuan, dan
kegunaan.