HIMPUNAN ILMU TANAH INDONESIA
Universitas Sebelas Maret
Sitasi:
Vita Ratri Cahyani, Dwi Priyo Ariyanto, Widyatmani Sih Dewi,
Suwardi, dan Budi
Mulyanto (Ed.). 2013. Prosiding Seminar dan Kongres Nasional X
Himpunan Ilmu
Tanah Indonesia (HITI): Tanah untuk Kehidupan yang Berkualitas.
Surakarta, 6-8
Desember 2011. Buku 3. Jurusan I lmu Tanah Fakultas Pertanian UNS.
Surakarta.
Diterbitkan oleh:
Jl. Ir. Sutami 36a Kentingan, Jebres, Surakarta 57126
Telp./Fax.: 0271 – 632477
Email:
[email protected]
bekerjasama dengan
©JIT FP UNS 2013.
* COPYRIGHT:
All right of the papers in this book are reserved to the individual
authors, and all rights of the other parts to the Jurusan
Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNS
and HITI
** DISCLAIMER:
Papers are published here unedited, as submitted by their authors.
The conference does not necessarily endorse their
contents.
*** No part of this publication may be reproduced in any form or by
any means,
electronically, mechanically, by photocopying, recording or other
wish without
the prior permission of the copyright owners.
ISBN BUKU 1: 978-602-99713-2-3
ISBN BUKU 2: 978-602-99713-3-0
ISBN BUKU 3: 978-602-99713-4-7
PROSIDING
Seminar dan Kongres Nasional X HITI : Tanah untuk Kehidupan yang
Berkualitas, Surakarta 6-8 Desember 2011 3
PROSIDING
SEMINAR DAN KONGRES NASIONAL X HIMPUNAN ILMU TANAH
INDONESIA
Sungguh puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa
dan Maha Kasih, yang
telah melimpahkan berkat karuniaNya, sehingga seluruh rangkaian
kegiatan SEMINAR DAN
KONGRES NASIONAL X HIMPUNAN ILMU TANAH INDONESIA (HITI) hingga
tersusunnya prosiding
ini dapat terselesaikan dengan baik.
Forum pertemuan nasional SEMINAR DAN KONGRES NASIONAL X HITI yang
dilaksanakan di
Universitas Sebelas Maret Surakarta pada tanggal 6 – 8
Desember 2011 juga merupakan
momentum Peringatan Ulang Tahun Emas kiprah HITI. Serangkaian
program kegiatan utama,
meliputi Seminar Nasional, Kongres Nasional X, Soil Judging Contest
dan Field Trip diselenggarakan
untuk ajang pertukaran ilmu pengetahuan dan ide, dan pembahasan
permasalahan dan solusi
berbagai hal terkait “tanah” dengan tema utama “Tanah Untuk
Kehidupan Yang Berkualitas”
dengan melibatkan berbagai pihak dan kalangan dari segala penjuru
tanah air. Semua program
kegiatan ini sekaligus merupakan ajang silaturahmi keluarga besar
HITI termasuk para sesepuh dan
para mahasiswa atau anggota muda HITI.
Isu-isu strategis yang menjadi fokus perhatian HITI terkini menjadi
tema-tema utama untuk
agenda seminar nasional, yaitu: (1) Tanah sebagai penghasil
biomassa: pangan, sandang, energy,
dan estetika; (2) Kelestarian lingkungan: gas rumah kaca, perubahan
iklim, reklamasi dan
rehabilitasi lahan terdegradasi, dan pengelolaan lahan marginal,
(3) Politik, hukum, ekonomi dan
kebijakan pertanahan, (4) tema terkait Pendidikan Ilmu Tanah. Total
ada 241 makalah yang
dipresentasikan dalam bentuk presentasi oral dan poster dalam forum
ini.
Searah dengan tema seminar nasional, Kongres Nasional X yang
diikuti oleh 627 orang
anggota HITI membahas, merumuskan dan menyelesaikan beberapa agenda
utama, yaitu: (1)
Pertanggungjawaban dan Pemilihan Pengurus HITI, (2) Penetapan
peristilahan Ilmu Tanah
(Clay=klei ), (3) Penetapan Sistem Klasifikasi Tanah Nasional
(SKTN) Indonesia, dan (4) Revitalisasi
Program Studi Sarjana (S1) Ilmu Tanah di Indonesia.
Pada kesempatan ini, perkenankan kami atas nama panitia untuk
menyampaikan
penghargaan setinggi-tingginya dan terima kasih yang tulus kepada:
Para Narasumber, Pembicara
dan Moderator, Para Pemakalah, baik pemakalah oral dan poster, Para
pendukung fasilitas dan
finansial penyelenggaraan : (1) Rektor Universitas Sebelas Maret,
(2) Gubernur Provinsi Jawa
Tengah, (3) Walikota Surakarta, (4) Sinarmas Group, (5) Djarum
Foundation Bakti Pendidikan (6)
Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian (BBSDLP)
Kementerian Pertanian RI, (7) PT
Perkebunan Nusantara IX (Persero), (8) PT Perkebunan Nusantara X
(Persero), (9) Pura Group, (10)
Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Jenderal Sudirman Surakarta,
(11) Bank Negara Indonesia
46, (12) Terang Abadi Televisi (TATV), (13) Lembah Hijau Multifarm,
dan juga kepada segenap
panitia (Steering Committee and Organizing Committee) atas segala
dukungan, bantuan dan kerja
kerasnya yang luar biasa.
PROSIDING
Seminar dan Kongres Nasional X HITI : Tanah untuk Kehidupan yang
Berkualitas, Surakarta 6-8 Desember 2011 4
PROSIDING
pelaksanaan forum pertemuan nasional hingga penyusunan prosiding
ini, dari lubuk hati terdalam
kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Bagaimanapun kami berharap
kita semua dapat
bersyukur dan berbangga karena kita beroleh kesempatan untuk
berperan serta, mengukir
bersama satu tonggak sejarah dalam perjalanan perjuangan HITI
menghadapi berbagai tantangan
nasional dan global.
Akhir kata, sekali lagi kami sampaikan Selamat Ulang Tahun Emas
untuk Himpunan Ilmu
Tanah Indonesia, “Happy 50 th - Golden Years to Indonesian Society
for Soil Science”. Kobarkan
terus api semangat berkarya dan mengabdi, untuk senantiasa menjaga
kehidupan tanah dan
menjaga tanah untuk kehidupan.
PROSIDING
Seminar dan Kongres Nasional X HITI : Tanah untuk Kehidupan yang
Berkualitas, Surakarta 6-8 Desember 2011 5
PROSIDING
Semina r da n Kongres Nasional X HITI : Tanah untuk Kehidupan yang
Berkualitas, Surakarta 6-8 Desember 20115
SAMBUTAN
HIMPUNAN ILMU TANAH INDONESIA
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
karunia Nya sehingga Dewan
Editor dan panitia dapat menyelesaikan prosiding dari hasil Seminar
dan Kongres Nasional X
Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI) yang diselenggarakan di
Surakarta tanggal 6-8 Desember
2011. Kegiatan seminar merupakan acara rutin yang dilakukan oleh
HITI Pusat atau Komisariat
Daerah (Komda) dalam rangka mengkomunikasikan hasil-hasil
penelitian. Seminar yang diadakan
bersamaan dengan Kongres Nasional diikuti oleh anggota HITI dari
seluruh Indonesia sehingga
prosiding yang dihasilkan memuat hasil-hasil penelitian yang sangat
luas di berbagai bidang ilmu
tanah dan jumlah maklahnya sangat banyak.
Himpunan Ilmu Tanah Indonesia merupakan organisasi profesi yang
mewadahi pakar-pakar
yang berprofesi dalam bidang-bidang yang berkaitan dengan berbagai
dimensi dan nilai-nilai
tanah. Oleh karena itu perannya menjadi sangat nyata diperlukan
untuk menghadapi berbagai
persoalan yang berhubungan dengan tanah dan pertanahan yang makin
hari-makin meningkat
jumlah, sebaran dan intensitasnya. Tantangan kehidupan yang
berhubungan dengan sumberdaya
tanah saat ini semakin meningkat seperti yang ditunjukkan oleh
semakin meningkatnya
intesitas dan sebaran banjir dan longsor pada musin hujan,
kekeringan dan kebakaran tanah
pada musim kemarau, angin puting-beliung hampir setiap saat,
perubahan iklim, dan sebagainya
yang kesemuanya mengakibatkan permasalahan ikutan seperti gagal
panen, wabah penyakit,
semakin rentannya ketahanan pangan dan energi, rusaknya
infrastruktur pembangunan dsb.
HITI perlu berperan dalam bidang hukum, ekonomi, dan kebijakan
pertanahan seperti
penatagunaan lahan, pengelolaan tanah perkotaan dan pedesaan, serta
penyusunan Rencana
Tataruang Wilayah Nasional.
Tanah sebagai sumberdaya alam yang tidak terbarukan mempunyai
fungsi sebagai
penghasil pangan, sandang, energi, dan estetika. Oleh karena itu
tanah sebagai media tumbuh
tanaman dan sebagai bagian dari lingkungan harus dipertahankan
eksistensinya, kualitas, dan
keberlanjutannya. Para pakar ilmu tanah perlu mengambil peran
strategis dalam issue pemanasan
gas rumah kaca (GRK) dari sektor pertanian sehingga dapat
memberikan pencerahan tentang
proses pembentukan, cara pengukuran, dan akibat GRK kepada
masyarakat dan dapat
memberikan saran kepada pemerintah sebagai dasar mengambil
kebijakan yang tepat.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh
panitia yang telah
bekerja keras untuk menyelenggarakan Seminar dan Kongres Nasional X
HITI. Kami juga
mengucapkan terima kasih atas kerja keras para pemakalah yang telah
mempersiapkan bahan
presentasi oral maupun poster dan menyusun makalah yang dimuat
dalam prosiding ini. Terima
kasih juga kami ucapkan kepada Tim Editor yang dengan susah payah
telah mengumpulkan
makalah dan menyusun hingga terwujudnya prosiding ini.
Ketua Umum,
PROSIDING
Seminar dan Kongres Nasional X HITI : Tanah untuk Kehidupan yang
Berkualitas, Surakarta 6-8 Desember 2011 6
PROSIDING
Semina r da n Kongres Nasional X HITI : Tanah untuk Kehidupan yang
Berkualitas, Surakarta 6-8 Desember 20116
PIDATO KUNCI GUBERNUR
JAWA TENGAH PADA
SEMINAR DAN KONGRES NASIONAL HIMPUNAN ILMU TANAH INDONESIA (HITI)
X
DENGAN TEMA
Yth. Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI;
Ykh. Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta;
Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Tengah;
Pejabat Sipil, TNI, dan POLRI yang berkesempatan hadir;
Para pengurus dan Keluarga Besar Himpunan Ilmu Tanah Indonesia
(HITI);
Para praktisi agraria;
Hadirin yang berbahagia;
Syukur Alhamdulillah kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
siang hari ini kita
dapat bersama-sama hadir di Auditorium UNS Surakarta menyertai
Seminar dan Kongres Nasional
yang diselenggarakan oleh Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI)
dengan tema “Tanah Untuk
Kehidupan Berkualitas”.
Hadirin yang saya hormati;
Tanah merupakan sumber daya penting dan strategis karena menyangkut
hajat hidup
seluruh rakyat Indonesia yang sangat mendasar dan memiliki
karakteristik multi dimensi, multi
sektoral, multi disiplin dan memiliki kompleksitas yang tinggi.
Jadi masalah tanah itu sarat dengan
berbagai kepentingan, baik ekonomi, sosial, politik, bahkan untuk
masyarakat Jawa, tanah juga
mempunyai nilai religius maupun social asset yang tidak dapat
diukur secara ekonomis.
Mengingat fungsi dan manfaatnya yang besar, maka sesuai dengan
pasal 33 ayat (3) UUD
1945 bahwa negara menguasai bumi, air dan kekayaan yang terkandung
di dalamnya
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Kemudian
dikuatkan pula dengan
Ketetapan MPR Nomor IX Tahun 2001 yang di dalamnya rriengamanatkan
kepada pemerintah
untuk melakukan berbagai hal baik menyangkut upaya penataan,
penguasaan, pemilikan,
penggunaan, peruntukan, dan penyediaan tanah, semuanya diletakkan
dalam kerangka
membangun kesejahteraan rakyat secara berkelanjutan. Jadi membahas
tanah untuk kehidupan
yang berkualitas, tentu membahas pengelolaan dan pemanfaatan tanah
sebagai sumber daya
alam.
PROSIDING
Seminar dan Kongres Nasional X HITI : Tanah untuk Kehidupan yang
Berkualitas, Surakarta 6-8 Desember 2011 77
PROSIDING
Berbicara penggunaan tanah untuk kehidupan yang berkualitas,
tentunya fokus pada upaya
pengelolaan tanah secara ekonomis, memperhatikan keseimbangan
lingkungan tanpa
meninggalkan tertib administrasi. Kalau di Jawa Tengah, pengelolaan
tanah itu dimanfaatkan
bermacam-macam, ada yang untuk lahan pertanian, kehutanan,
perkebunan, perikanan, termasuk
untuk kawasan industri, serta permukiman. Apalagi dengan jumlah
penduduk yang semakin
bertambah, tentu saja kebutuhan rumah semakin meningkat.
Namun demikian, peruntukan lahan di Jawa Tengah harus memperhatikan
adanya sawah
lestari ataupun hutan lestari. Sawah lestari diperuntukkan untuk
menunjang produksi pangan,
sehingga ketahanan pangan di Jawa Tengah tetap mantap. Kalau
melihat peta ketahanan pangan,
dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah sejumlah 34 berwarna hijau
tua yang berarti sangat tahan
dan daerah berwarna hijau muda, yaitu Kabupaten Brebes yang berarti
tahan. Ketahanan pangan
yang mantap ini berkat pengelolaan potensi pertanian kita dengan
baik dan cermat, sehingga
hasilnya juga meningkat didukung ketersedian lahan pertanian yang
mencukupi. Jadi harus
dipertahankan jangan sampai sawah-sawah produktif ini berganti atau
dialihfungsikan lahannya.
Demikian pula dengan keberadaan hutan lestari yang minimal dalam
satu wilayah provinsi
sebesar 30% dari luas wilayah, termasuk hutan bakau/mangrove.
Karena fungsi hutan sangat
banyak, baik sebagai resapan air, penghalau abrasi, longsor ataupun
produsen oksigen yang
mengurangi pencemaran asap kendaraan, pabrik atau polusi yang lain.
Kalau keberadaan hutan ini
terganggu, potensi bencana tinggi, lingkungan jadi tidak seimbang
dan ekosistem terganggu,
termasuk adanya flora dan fauna yang terancam hilang.
Tertib administrasi pertanahan juga sangat perlu, mengingat saat
ini banyak terjadi sengketa
tanah yang disebabkan karena faktor perebutan status kepemilikan.
Reformasi agraria menjadi
agenda penting dalam pengelolaan lahan, yaitu dengan menerapkan
tertib administrasi
pertanahan, dari upaya sertifikasi sampai dengan pendayagunaan
tanah yang wajib
memperhatikan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW), sehingga
selain bermanfaat secara
sosial ekonomis, pendayagunaan tanah juga mampu meningkatkan
kualitas lingkungan hidup.
Ketepatan pemanfaatan tanah sesuai peruntukan dalam RTRW ini sangat
penting, dan apabila
dilanggar akan terkena resiko hukum dan denda.
Permasalahan utama tentang pertanahan ini adalah pemahaman
masyarakat yang masih
lemah terhadap pengelolaan tanah, serta kurangnya sinergitas
pemberdayaan lahan. Masyarakat
menganggap tanah yang dimiliki merupakan haknya untuk mengelola
sepenuhnya, tanpa
memperhatikan site plan RTRW, sehingga kalau mau membangun juga
sekehendak hatinya.
Padahal kalau sudah ditentukan sebagai daerah permukiman, jangan
dibuat lahan industri karena
bisa membawa pencemaran atau limbah yang berakibat buruk bagi
penghuni disekitarnya.
Di sisi lain untuk pemanfaatan lahan, saya juga mendorong agar
masyarakat bisa
menggunakan halamannya atau lahan sela di hutan agar ditanami
tanaman produktif, sehingga
bermanfaat sebagai sumber pangan alternatif dan cadangan pangan.
Lahan kosong atau terlantar
hendaknya juga diberdayakan secara optimal, sehingga masyarakat
memahami fungsi dan
keberadaan tanah sangat penting bagi kesejahteraan masyarakat.
Sebagai aturan normatif PP
Nomor : 11 Tahun 2010 mengatur tentang Penertiban dan Pendayagunaan
Tanah Terlantar.
Sedangkan masalah sinergitas pemberdayaan lahan yang terjadi
dikarenakan pada upaya
koordinasi yang kurang mantap, misalnya karena laju pertumbuhan
penduduk tinggi, maka untuk
memenuhi swasembada gula dan swasembada pangan diperlukan lahan
yang lebih luas, dan ini
masih harus dicari darimana perluasan lahan ini. Sedangkan
kebutuhan permukiman,
pembangunan infrastruktur juga terus bertambah.
Memang selama ini soal kepemilikan tanah sudah sangat jelas,
sehingga pemilik lahan
berhak mengelola lahan/tanah sesuai keinginannya, namun tidak serta
merta dapat melakukannya
PROSIDING
Seminar dan Kongres Nasional X HITI : Tanah untuk Kehidupan yang
Berkualitas, Surakarta 6-8 Desember 2011 88
PROSIDING
mengakui dan menghormati hak milik perorangan, termasuk hak
warganegara atas tanah.
Demikian pula UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria, sebagai
peraturan dasar yang menjadi acuan dari keberadaan berbagai
peraturan perundangan bidang
pertanahan juga mengakui prinsip-prinsip yang menggariskan bahwa
negara menjamin hak-hak
masyarakat atas tanahnya dan memberikan pengakuan atas hak-hak atas
tanah yang ada di
masyarakat.
Namun hak atas tanah yang berlaku di Indonesia tidak bersifat
mutlak, artinya tidak
sepenuhnya dapat dipertahankan terhadap siapapun oleh pemegang hak.
Dalam kondisi tertentu,
dimana kepentingan negara menghendaki, maka pemegang hak atas tanah
harus rela melepaskan
haknya untuk kepentingan yang lebih besar. Termasuk dalam hal ini
hak milik atas tanah warga
dapat diambil alih atau dicabut haknya guna pemenuhan kebutuhan
atas tanah yang
diperuntukkan bagi pelaksanaan kegiatan pembangunan untuk
kepentingan umum.
Perlu disadari, bahwa fasilitas umum seperti jalan, jembatan,
waduk, ataupun tanggul banjir
merupakan fasilitas umum yang senantiasa dibutuhkan oleh
masyarakat. Untuk itu, kepentingan
pribadi dan atau kepentingan sekelompok masyarakat tentunya lebih
bijaksana jika mengalah
pada kepentingan publik yang lebih besar. Namun demikian,
masyarakat yang lahannya dijadikan
fasilitas umum, berhak mendapatkan kompensasi atau pengganti
sebagaimana diatur dalam
Peraturan Presiden Nomor 36/2005 dan Peraturan Presiden Nomor
65/2006 tentang Pengadaan
Tanah bagi pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentinan Umum.
Pengaturan mengenai ganti rugi
yang termuat dalam regulasi ini merupakan langkah bijak pemerintah
menghargai hak pemilik
tanah yang dipergunakan untuk pembangunan fasilitas umum, seperti
jalan, jembatan maupun
waduk.
Oleh sebab itu, seminar dan kongres HITI ini hendaknya dapat
memunculkan rekomendasi
dan solusi terkait permasalahan pertanahan yang sedang berkembang
di masyarakat. Para ahli
ilmu tanah tentu lebih memahami bagaimana pemanfaatan tanah sesuai
dengan kajian ilmiah,
sehingga para peserta seminar dapat memberikan sumbangsih dan saran
tentang pemanfaatan
dan pengelolaan lahan yang lebih bijak di Jawa Tengah.
Kepada pengurus yang baru, saya minta juga proaktif membawa
organisasi sinergis dengan
kegiatan pembangunan di Jawa Tengah. Tingkatkan kinerja dan program
kerja organisasi agar
dapat menciptakan iklim pertanahan yang memenuhi kebutuhan
perekonomian masyarakat serta
mendorong perencanaan penggunaan lahan secara tranparan dan
partisipatif searah dengan
pembangunan Jawa Tengah yang disemangati gerakan Bali nDeso mBangun
Deso.
Hadirin yang saya hormati;
Demikian yang dapat saya sampaikan pada kesempatan ini. Semoga
Tuhan Yang Maha Esa
memberikan kemudahan dan nga-yomi kita dalam pendayagunaan fungsi
tanah untuk
kesejahteraan masyarakat.
Wassalamu'alaikum Wr.Wb.
PROSIDING
PROSIDING
PROSIDING
PROSIDING
Seminar dan Kongres Nasional X HITI : Tanah untuk Kehidupan yang
Berkualitas, Surakarta 6-8 Desember 201112
DAFTAR ISI
BUKU 3
HALAMAN JUDUL
..........................................................................................................................
i
KATA PENGANTAR DARI KETUA PANITIA: Prof. Dr. Vita Ratri Cahyani
............................ ............ iii
KATA SAMBUTAN
Ketua Umum Himpunan Ilmu Tanah Indonesia: Dr. Yuswanda A.
Temenggung ..................... v
Gubernur Jawa Tengah: H. Bibit Waluyo
................................................................................
vi
AGENDA KEGIATAN
......................................................................................................................
RUMUSAN
...............................................................................................................................
1135
Prof.Dr.Ravik Karsidi,
M.S..................................................................................................
1139
Kebijakan Penataan Ruang Yang Sesuai Dengan Daya Dukung dan
Daya Tampung
Lingkungan Untuk Kehidupan Yang Berkualitas
Dr. Imam S. Ernawi
............................................................................................................
1149
Penataan Tanah Perkotaan Untuk Kehidupan yang
Berkualitas
Prof.Ir.Eko Budihardjo, M.Sc.
............................................................................................
1161
Dr. Asep Karsidi,
M.Sc........................................................................................................
1177
Reklamasi Pada Lahan Pasca Tambang
Dr. Ir. Thamrin Sihite, M.Sc. (Direktur Jenderal Mineral dan
Batubara) ............................ 1193
Dampak Pengelolaan Tanah Terhadap Peningkatan Kualitas Tanah
dan Hasil Pertanian
Dr. Muhrizal Sarwani dan Dr. D. Subardja (Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian)
..........................................................................................
1200
Peran Ilmu Tanah dalam Mengantisipasi Issue Emisi Gas Rumah
Kaca dari Sektor
Pertanian
NOTULENSI MAKALAH UTAMA ...............................
................................
...............................
Borne Pathogen Inoculum
MAKALAH KOMISI B
Peran Lapisan Gambut dan Kondisi Hidrologis Lahan Pada Dinamika
Kelarutan Besi dan
Potensial Redoks di Lahan Gambut Dengan Substratum Bahan
Sulfidik
Pertanian, Universitas Brawijaya
Didik Suprayogo
........................................................................................................................
1237
Kondisi Penutupan Lahan Das Batang Arau dan Pengaruhnya Terhadap
Lingkungan Kota
Padang
Yanisworo Wijaya
Ratih.............................................................................................................
1256
Keberadaan Cacing Tanah di Berbagai Sistem Penggunaan Lahan
Pertanian Pada Tanah Ultisol
Sabrina,T., Alida, L Fauzan dan Erwin
........................................................................................
1265
MAKALAH KOMISI D
Soil Properties Related To Development Of B Horizon Of Vulcanic Ash
Soils In The Southern
Slope Of Merapi Mountain
Karakteristik dan Pengelolaan Tanah Dari Batuan Harsburgit Pada
Pekebunan Kelapa Sawit di
Langgikima, Sulawesi Tenggara
Identifikasi Lahan Gambut Untuk Pengembangan Perkebunan Kelapa
Sawit Dengan Adanya
Moratorium Lahan Gambut (Studi Kasus PT. Saban Sawit Subur,
Kalbar)
Mamat HS dan Chendy Tafakresnanto
......................................................................................
1292
MAKALAH KOMISI E
Kriteria dan Klasifikasi Tingkat Degradasi Lahan di Lahan Kering
(Studi Kasus: Lahan Kering di
Kabupaten Bogor)
Pengelolaan Tanah Berdasarkan Neraca Air Pada Lahan Kering di
Kabupaten Jeneponto
Sulawesi Selatan
MAKALAH POSTER
Analisis Unsur Hara Tanah untuk Peningkatan Produksi Padi Sawah di
Kabupaten Buru,
Maluku
Penggunaan Pembenah Tanah Untuk Meningkatkan Efisiensi Penggunaan
Input Pertanian
Pada Lahan Kering Terdegradasi
Ai Dariah dan Neneng L. Nurida
................................................................................................
1341
Sistem Produksi dan Potensi Emisi CO2 Dari Lahan Usahatani Sayuran
di Lahan Gambut
Ai Dariah, Fahmudin Agus, I M. Subikse, P. Setyanto, H. Hanafiah
............................................. 1349
Prospek Pengembangan Tanaman Jeruk Siam Pada Guludan di Sistem
Surjan Tanah Sulfat
Masam Kabupaten Barito Kuala
Ani Susilawati, Bambang Hendro Sunarminto, Bambang Djadmo
Kertonegoro ............. ............ 1357
Soil Development and Physical Characteristics of The Southern Slope
of Merapi Mountain In
Yogyakarta.
PROSIDING
PROSIDING
Seminar dan Kongres Nasional X HITI : Tanah untuk Kehidupan yang
Berkualitas, Surakarta 6-8 Desember 201114
Peluang Pengembangan Kedelai Pada Lahan Sub-Optimal: Studi Kasus di
Desa Rejobinangun,
Kecamatan Raman Utara, Lampung Timur
Irawan, W. Hartatik, dan I P. Wigena
........................................................................................
1371
Pemanfaatan Bakteri Pereduksi Sulfat (Desulfovibrio sp) Untuk
Meningkatkan Produktivitas
Lahan Rawa Sulfat Masam
Efektivitas Biochar Limbah Pertanian Dalam Menurunkan Tingkat
Kemasaman Tanah dan
Meningkatkan Pori Air Tersedia dan Hasil Jagung di Ultisol
Tamanbogo, Lampung
Neneng L. Nurida dan Ai Dariah
................................................................................................
1389
Pengaruh Aplikasi Pupuk Majemuk, Amelioran Plus dan Super Dolomit
Terhadap Beberapa
Sifat Kimia Tanah dan Pertumbuhan Tanaman di Tanah Sulfat
Masam
Siti Nurzakiah dan Dakhyar N azemi
...........................................................................................
1396
Kajian Intensifikasi Budidaya Tanaman Bawang Putih Dataran Tinggi
di Desa Tuwel,
Kabupaten Tegal
Optimasi Dosis Biochar dan Pupuk Nitrogen Terhadap Serapan Nitrogen
dan Pertumbuhan
Tanaman Jagung ( Zea mays L.)
Widowati
.............................................................................................................................
..... 1409
Pola Ketersediaan Hara NPK Pupuk Organik Granul & Curah Pada
Tanah Inceptisol, Bogor
Wiwik Hartatik dan Heri Wibowo
..............................................................................................
1418
Pengaruh Fosfat Alam, SP 36 dan Pupuk Kandang Terhadap Perbaikan
Produktivitas Tanah
Ultisol dan Hasil
Yoyo Soelaeman dan Abdullah Abas Idjudin
..............................................................................
1428
Uji Mutu dan Efektivitas Pupuk Organik Amagro-L Pada Tanaman Ubi
Kayu ( Manihot utilísima
Crantz) di Lampung
Ongko Cahyono dan Sri Hartati
.................................................................................................
1450
LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Isi Buku 1
Lampiran 2. Daftar Isi Buku 2
PROSIDING
PROSIDING
PROSIDING
PROSIDING
PROSIDING
PROSIDING
Seminar dan Kongres Nasional X HITI : Tanah untuk Kehidupan yang
Berkualitas, Surakarta 6-8 Desember 2011
RUMUSAN
DALAM RANGKA PERINGATAN ULANG TAHUN EMAS
HIMPUNAN ILMU TANAH INDONESIA (HITI)
SURAKARTA, 6-8 Desember 2011
Hasil Seminar:
1. HITI merupakan wadah berkumpulnya para ahli dibidang ilmu-ilmu
yang berkaitan dengan
tanah yang senantiasa berusaha mewujudkan cita-cita bangsa
Indonesia seperti yang
dinyatakan dalam Mukadimah UUD 45, yaitu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
2. Tanah merupakan sumberdaya alam yang mempunyai karakteristik
spesifik dan khas, yang
secara langsung menjadi tumpuan kehidupan bagi makhluk hidup
termasuk manusia. Tanah
sebagai komponen dasar sistem penyangga kehidupan (life support
system), sehingga
eksistensinya sangat vital bagi kehidupan.
3. Tanah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan
karunia Tuhan yang Maha
Esa bagi seluruh bangsa Indonesia, yang menjadi sumber-sumber
kesejahteraan,
kemakmuran, keadilan, keberlanjutan dan harmoni sosial bagi seluruh
masyarakat Indonesia.
4. Sebagai bangsa dan negara yang besar serta kekayaan sumberdaya
hayati yang melimpah
maka pengelolaan tanah dan hubungan antara tanah dan kehidupan yang
menjadi fokus
ruang-lingkup kerja HITI menjadi sangat vital bagi perwujudan
cita-cita bangsa Indonesia
dalam berbangsa dan bernegara menghadapi berbagai masalah yang
berakar pada tanah
seperti :
b. Ketimpangan spasial dan sosial;
c. Kerusakan tanah yang mengakibatkan banjir, longsor, kekeringan,
kebakaran,
produktivitas yang tak kunjung dapat dinaikkan ( leveling
off );
d. Masalah lingkungan : pencemaran, emisi gas rumah kaca, pemanasan
global;
e. Keterbatasan produksi berbagai bahan pangan seperti yang
ditunjukkan oleh banyaknya
jenis dan jumlah bahan pangan yang diimport (beras, gula,
daging, kacang-kacangan,
buah dan sayuran dan bahkan garam;
f. Konflik penggunaan dan pemanfaatan tanah (landuse);
g. Sengketa dan konflik penguasaan tanah;
h. Pengangguran;
i. Kemiskinan;
5. Sehubungan dengan itu maka pemahaman ilmu-ilmu tanah yang
mempunyai berbagai
dimensi: spasial, ekologi, ekonomi, politik, sosial dan budaya
menjadi sangat penting untuk
merumuskan kebijakan dalam mengatasi berbagai persoalan bangsa dan
negara di atas.
6. Namun sayang berbagai kebijakan yang diambil dalam mengatasi
berbagai persoalan di atas
tidak fundamental oleh karena tidak menggunakan pemahaman ilmu-ilmu
tanah yang
bersifat mendasar.
tanah dan berpotensi menimbulkan masalah sebagai berikut:
a. Intruksi Presiden No. 10/2011 tentang Penundaan Pemberian Ijin
Baru dan
berdasarkan pengetahuan ilmu tanah banyak wilayah lahan yang dapat
dikembangkan
dan bahkan telah berkembang sebagai kawasan budidaya sejak puluhan
tahun yang lalu.
Kondisi ini akan menimbulkan permasalahan di lapangan
b. Berdasarkan Undang-Undang 26/2007 tentang Penataan Ruang, daerah
harus menyusun
RTRW, setelah RTRW ditetapkan, bagaimana implementasi penatagunaan
tanah pada
tanah yang telah dikuasai masyarakat atau telah diberikan haknya.
Disamping itu perlu
ada mekanisme dimana penatagunaan tanah dapat memberikan masukan
dalam
penyusunan atau revisi RTRW. Untuk menjawab masalah tersebut
diperlukan kepakaran
ilmu tanah dalam spektrum yang luas tersebut agar tanah untuk
kesejahteraan dan
keberlanjutan dapat diwujudkan.
c. Kebijakan pangan nasional saat ini sangat bersifat reaktif dan
tidak jelas arahnya.
Persoalan pangan nasional perlu direspon dengan kebijakan yang
bersifat fundamental
yang mana pengetahuan dan ilmu-ilmu tanah dapat berkontribusi
secara signifikan
d. Konversi penggunaan lahan pertanian ke penggunaan lahan non
pertanian terus
berlangsung meskipun sudah ada Undang-undang No. 41/2009 tentang
Perlindungan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Peraturan pemerintah yang
mengikutinya
telah diterbitkan, padahal menurut ilmu-ilmu tanah tidak semua
tanah dapat digunakan
sebagai lahan pertanian yang produktif dan berkelanjutan. Oleh
karena itu maka konversi
lahan pertanian pangan yang produktif perlu dihentikan, dan alokasi
penggunaan lahan
non pertanian harus diarahkan pada tanah-tanah yang kurang
subur.
e. Keputusan Menteri Pertanian no 70/2011 tentang Pupuk Organik
tidak sesuai dengan
kaidah-kaidah ilmu tanah sehingga berakibat bahwa pupuk organik
yang dijual
berdasarkan kriteria standar Keputusan Menteri tersebut bukan pupuk
organik, tetapi
dapat saja berupa bahan tanah mineral yang kaya bahan
organik.
f. Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Rawa yang diinisiasi
oleh Kementrian PU,
dan RPP Gambut oleh Kementerian Lingkungan Hidup merupakan satu
kesatuan yang
seharusnya tidak bertentangan, namun saat ini kedua RPP tersebut
masing-masing masih
berdiri sendiri yang tidak saling berhubungan. Agar kedua RPP
tersebut dapat
bersinergi, ilmu-ilmu tanah dapat dipakai untuk menjembatani
permasalahan tersebut.
g. Dalam usaha pertambangan perlu rincian kegiatan pasca tambang,
biasanya
mencantumkan kriteria konservasi tanah pucuk (top soil ) yang
ketebalannya hanya
sekitar 20 cm. Kriteria ini tidak rasional berdasarkan ilmu tanah,
seyogyanya ketebalan
tanah pucuk yang harus dikonservasi disesuaikan dengan rencana
peruntukan, misalnya
bila untuk tanaman keras maka lapisan tanah yang harus dikonservasi
adalah lebih dari
1.5 m.
h. Berbagai isu lingkungan seperti pencemaran, gas rumah kaca
(GRK), pemanasan global
dsb, sering direspon dengan kebijakan-kebijakan yang mengabaikan
pengetahuan dan
ilmu tanah, padahal tanah adalah matrik dasar sistem lingkungan
hidup yang mendukung
kehidupan. Oleh karena itu maka kebijakan lingkungan perlu
mempertimbangkan ilmu
tanah.
Hasil Kongres:
1. Menyetujui peristilahan tanah: dalam bahasa Inggris: clay =
klei, loam = lom, dan plastic =
plastis. HITI akan melaporkan hasil kesepakatan ini kepada Komisi
Istilah di Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. Kemudian HITI akan mensosialisasikan dan
menggunakan istilah-
istilah tersebut dalam komunikasi ilmu tanah.
2. HITI menyepakati akan membuat Sistem Klasifikasi Tanah Nasional.
Untuk tujuan itu, HITI
akan membentuk Panitia Kerja Klasifikasi Tanah Nasional yang
berkerjasama dengan
lembaga/instansi terkait lainnya. Sistem tersebut akan dibangun
berdasarkan data tanah yang
PROSIDING
PROSIDING
Seminar dan Kongres Nasional X HITI : Tanah untuk Kehidupan yang
Berkualitas, Surakarta 6-8 Desember 2011
telah dimiliki dan didokumentasikan oleh Balai Besar Litbang
Sumberdaya Lahan Pertanian,
Bogor.
3. Seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi dan issue-issue
yang berhubungan dengan
tanah dan lingkungan yang semakin meningkat maka ruang lingkup HITI
terus berkembang
sesuai dengan tantangan. Untuk mengantisipasi perubahan tersebut
Kongres menyetujui
perubahan beberapa poin AD/ART.
4. Kongres menyetujui pemekaran Komda Kalimantan menjadi Komda
Kalsel, Komda Kalbar,
Komda Kalteng, dan Komda Kaltim.
5. Mendorong perguruan tinggi yang memiliki Program Studi Ilmu
Tanah agar segera
mengajukan atau memperpanjang Program Studi Ilmu Tanah ke Dirjen
Dikti. HITI akan
mengawal dan mendorong Dirjen Dikti untuk segera memproses
pengusulan pembukaan atau
perpanjangan tersebut.
6. Kongres Nasional XI HITI tahun 2015 akan dilaksanakan di Jawa
Timur oleh Komda Jawa Timur.
7. Sebagai Ketua Umum HITI Periode 2011-2015 adalah Dr. Yuswanda A.
Temenggung yang
terpilih secara aklamasi dalam kongres yang dihadiri oleh sekitar
627 orang anggota HITI.
Surakarta, 7 Desember 2011.
PROSIDING
DI KABUPATEN JENEPONTO SULAWESI SELATAN
Sahindomi Bana*) Sugeng Prijono**) Ariffin***)Soemarno**)
*) Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo
Kendari/Mahasiswa Pascasarjana
Universitas Brawijaya. Email:
[email protected].
**) Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Jl
Veteran 1 Malang.
***) Jurusan Budidaya Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Jl
Veteran 1 Malang.
Abstrak Kabupaten Jeneponto memiliki luas wilayah 749,79
km
2 dengan sektor pertanian sebagai
sumber utama pencaharian masyarakatnya. Potensi lahan yang dapat
dikelola oleh petani terbentang cukup
luas. Data BPS Jeneponto (2009) menunjukkan luas areal persawahan
irigasi
15.670,49 ha dan luas areal lahan kering adalah 42.699,92 ha. Pada
lahan kering memasuki musim tanam
kedua (musim kering pertama) petani dihadapkan pada masalah air
sehingga umumnya tidak melakukan
penanaman apalagi saat memasuki musim tanam ketiga (musim kering
kedua). Sehingga dibutuhkan
informasi tentang neraca air guna mengetahui kondisi ketersediaan
air serta teknologi manajemen yang
tepat guna memperpanjang masa surplus air di dalam tanah.
Informasi neraca air dievaluasi dengan metode
Thortwaite – Mather dan Model Cropwat 8. Teknologi
yang dicobakan yaitu teknologi penggunaan mulsa jerami padi dan
pengolahan tanah dengan menggunakan
rancangan acak kelompok yang diulang 6 kali. Input data yang
digunakan analisa neraca air menggunakan
data pengamatan meteorologi stasiun Bontosunggu Kabupaten Gowa
tahun 1995 sampai 2010 yang terletak
pada posisi 05 o 16’48’’ LS dan 119
o 24’24’’ BT.
Hasil analisis menunjukan bahwa tanaman akan mengalami kekurangan
hasil yang sangat nyata bila
kebutuhan air tanaman lebih besar dari pada ketersediaan air di
dalam tanah. Neraca air tidak mendukung
untuk pertumbuhan tanaman di musim kemarau kedua, namum dengan
teknologi mulsa baik yang tidak
dikombinasikan maupun yang dikombinasikan dengan pengolahan tanah
dapat memperpanjang masa surplus
air di dalam tanah.
Kata kunci: cropwat 8, lahan kering, neraca air, pengolahan
tanah.
Abstract Jeneponto District has an area of 749.79 km2 with
the agricultural sector as the main source
of income communities. The potential land that can be managed by
farmers spread wide enough. BPS Data
Jeneponto (2009) show irrigated acreage 15670.49 ha of paddy fields
and dry land area is 42,699.92 ha. On
dry land into the second cropping season (the first dry season)
farmers faced with the problem of water so it
is generally not done planting especially when entering the third
season (second dry season). So that the
required information on the water balance to determine the
condition of water availability and proper
management of technology in order to extend the surplus water in
the soil.
The information was evaluated by water balance method Thortwaite -
Mather and Model Cropwat 8. The technology tested the
technology and the use of rice straw mulch tillage using a
randomized
block design that is repeated six times. Input data used in water
balance analysis using observational data of
meteorological stations Bontosunggu Gowa 1995 to 2010 which is
located at position latitude
05o16'48''and''119o24'24 BT.
The results of the analysis showed that the plant will experience a
very real lack of results when the
water needs of plants is greater than the availability of water in
the soil. Water balance is not conducive to
plant growth in the second dry season, yet with a good mulch
technology that is not combined or in
combination with cultivation may extend the period of surplus water
in the soil.
Key words: cropwat 8, dry land, water balance, soil
tillage.
PROSIDING
l
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
Hujan 418.9 356.
6
108. 6
115.0 1
127.4 1
139. 8
143.2 2
125. 4
107. 3
I. Pendahuluan
Kepadatan penduduk pulau Jawa dari tahun ke tahun semakin bertambah
sehingga
pembukaan lahan baru tidak ditujukan untuk pertanian. Hal ini
membuat perhatian lahan
pertanian mulai ditujukan pada daerah-daerah di luar Jawa. Lahan di
luar Jawa sebagian besar
termaksud wilayah pertanian lahan kering dengan permasalahan utama
ketersediaan air yang
rendah dan sangat fluktuatif (Yonky et al., 2003), umumnya
mengandalkan curah hujan sehingga
pada musim kemarau lahan sering diberakan.
Kabupaten Jenepento, sektor pertanian merupakan sumber utama
pencaharian masyarakat
dengan potensi sumberdaya lahan di sektor pertanian yang luas. Data
BPS Jeneponto (2009)
menunjukkan luas areal persawahan irigasi 15.670,49 ha dan luas
areal lahan kering adalah
42.699,92 ha yang didominasi oleh jenis tanah Vertisol dan
Ultisol.
Pada lahan kering petani mengusahakan lahan hanya satu kali tanam
dalam satu tahun
karena resiko kegagalan yang tinggi apabila melakukan penanaman
sampai dua kali apalagi sampai
tiga kali. Hal ini karena hujan yang merupakan satu-satunya sumber
air turunnya tidak beraturan
dan musim hujan yang lebih pendek dari musim kemarau. Berdasarkan
analisis curah hujan
menurut sistem klasifikasi Oldeman 1977, Jeneponto termaksud dalam
tipe iklim C4 hingga E4
yaitu daerah pertanian yang dapat ditanami satu kali saja apabila
hanya mengandalkan curah
hujan sebagai sumber airnya.
Penelitian ini bertujuan memperpanjang masa surplus air di dalam
tanah sehingga dapat
melakukan penanaman 2 sampai 3 kali dalam setahun. Olehnya itu
pemahaman tentang air tanah
yang tersedia yang hanya bersumber dari hujan terutama setelah masa
tanam pertama sangat
dibutuhkan agar dapat menentukan teknologi yang tepat.
II. Bahan dan Metode
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Jeneponto, Propinsi
Sulawesi Selatan. Secara
geografis terletak antara
5o23’12’’ – 5o42’1,2’’ LS dan
119o29’12’’ – 119o56’44,9’’ BT. Dengan
luas
wilayah 749,79 km2 yang terbagi menjadi 11 kecamatan. Lokasi
penelitian tepatnya pada
Kecamatan Bangkala Barat Kelurahan Bulu Jaya. Penelitian dilakukan
Mei sampai September 2011.
Tahap penelitian yaitu:
- Tahap 1, mengevaluasi neraca air lokasi penelitian dengan metode
Thortwaite – Mather. Data
meteorologi yang digunakan bersumber dari pengamatan meteorologi
stasiun Bontosunggu
Kabupaten Gowa tahun 1995 sampai 2010 yang terletak pada posisi
05o16’48’’ LS dan
119o24’24’’ BT.
PROSIDING
- Tahap 2, mengevaluasi ketersediaan air dan potensi reduksi hasil
tanaman menggunakan model
Cropwat 8. Data input tanah dan tanaman yang digunakan dari
database Cropwat 8, data
meteorologi menggunakan data yang sama dari tahap 1.
Tanaman yang dievaluasi terdiri dari padi, jagung dan kacang hijau.
Pola tanam yang
disimulasikan yaitu Padi – Padi – Jagung ;
Padi – Jagung – Jagung dan Padi
– Kacang hijau –
Kacang hijau.
- Tahap 3, Evaluasi teknologi untuk meningkatkan simpanan air dalam
tanah. Perlakuan
pengelolaan meliputi kombinasi dari tanpa olah tanah, pengolahan
tanah dan mulsa jerami padi
menggunakan tanaman jagung varietas Anoman. Percobaan ini
menggunakan rancangan acak
kelompok dengan ulangan sebanyak 6 kali.
III. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis dengan metode Thortwaite –
Mather untuk neraca air lokasi
penelitian bahwa surplus air terjadi pada bulan Januari hingga
April dan terjadi defisit pada bulan
Mei hingga November.
Tabel 2. Neraca air wilayah Kecamatan Bangkala Barat metode
Thortwaite – Mather Tahun 1995 –
2010. Bulan
Variabel
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
Hujan (mm/bln
6
86.4 260.
4 65.3 13.1 0 0 0 0 0 0 0 0
Defisit (mm/bln
)
0 0 0 0 6 8.4 27.7 65.5 63.1 64.8 22.7 0
Hasil perhitungan dengan metode Cropwat 8 terdapat variasi untuk
reduksi hasil baik untuk
jenis tanaman maupun simulasi untuk pola tanam.
PROSIDING
Tabel 4. Reduksi Hasil Untuk 1 Tahun Musim Tanam Pola
Padi-Jagung-Jagung.
Pola tanam Tanam
99.9
100
100
100
99.5
96.6
91.4
86.5
84.9
0.1
0
0
0
0.6
3.7
9.5
14.9
16.5
17/4
27/4
4/5
15/5
24/5
2/6
13/6
24/6
1/7
90.7
88.0
84.6
75.3
66.7
59.2
54.2
41.0
39.9
11.7
14.9
19.2
30.8
41.6
51.0
57.2
73.9
75.1
26/07
5/08
23/08
30/08
1/09
10/09
21/09
2/10
9/10
30.7
35.3
49.3
55.1
57.0
63.5
71.9
81.6
86.0
86.7
80.9
63.4
56.2
53.7
45.7
35.1
23.0
17.5
Tabel 5. Reduksi Hasil Untuk 1 Tahun Musim Tanam Pola
Padi-K.hijau-K.hijau.
Pola tanam Tanam
99.9
100
100
100
99.5
96.6
91.4
86.5
84.9
0.1
0
0
0
0.6
3.7
9.5
14.9
16.5
17/4
27/4
4/4
13/5
24/5
2/6
13/6
24/6
1/7
93.9
97.5
99.5
98.7
91.0
83.5
71.9
46.3
40.9
7.0
2.9
0.6
1.5
10.4
19.0
32.3
61.7
68.0
25/06
5/07
23/07
30/07
1/08
10/08
21/08
3/09
8/09
46.4
19.6
19.3
20.3
21.7
27.1
35.6
47.4
48.0
61.6
92.4
92.8
91.6
90.1
83.8
74.0
60.5
59.9
Dari hasil perhitungan kebutuhan air tanaman dengan CropWat 8
tampak bahwa waktu
tanam di musim hujan baik awal maupun penundaan akan berdampak pada
reduksi hasil (Tabel
3.). Penanaman padi dasarian-1 yaitu 15 Desember sampai pada
dasarian-5 yaitu 21 Januari,
reduksi yang terjadi berada di bawah 1%. Tetapi saat penundaan
waktu tanam, yaitu penanaman
dilakukan mulai awal Februari maka reduksi hasil akan semakin
meningkat.
Ketersediaan kadar air tanah akan semakin defisit pada MK1 dan MK 2
apabila melakukan
penundaan tanam MH. Semakin defisitnya kadar air akan berdampak
pada reduksi hasil tanaman.
Untuk pola padi-padi-jagung, tanaman padi bila ditanam pada MK-1
yaitu diatas bulan April
reduksi hasil sangat besar mencapai lebih dari 50%.
Berbeda halnya untuk pola tanam padi-jagung-jagung dengan menanam
jagung di MK-1.
Reduksi hasil bila melakukan penanam pada 17 April hingga 15 Mei,
reduksi hasil berada antara 10
– 30%. Apabila melakukan penundaan lebih dari tanggal15
Mei maka reduksi hasil akan semakin
tingggi.
Pola tanam padi-kacang hijau-kacang hijau dengan menanam kacang
hijau di MK-1, reduksi
hasil 7% bila melakukan penanaman di 17 April. Tetapi apabila
melakukan penundaan waktu
tanam awal hingga pertengahan Mei, reduski hasil lebih kecil yaitu
1 – 5 %. Namun penanaman
lebih dari pertengahan Mei maka reduksi hasil akan kembali
meningkat hingga mencapai 30%. Ke
tiga pola tanam ini bila dilanjutkan ke MK 2 akan mengalami reduksi
hasil lebih dari 50%.
PROSIDING
Percobaan Lapangan
Hasil percobaan untuk produksi dan berat brangkasan disajikan pada
Tabel 6.
Tabel 6. Berat Biji+Tongkol, Berat Pipilan, Berat 500 Biji Pipilan,
Berat 1000 Biji Pipilan dan Berat
Berangkasan.
Perlakuan
(kg/ha) (kg/ha) (kg/ha)
P0M0 42.28 a 33.5 a 18.32 a 10.13 a 88.74 a
P0M1 310.16 b 239.24 b 48.58 b 92.27 b 223.28 ab
P1M0 230.73 b 190.22 b 43.24 b 82.98 b 199.53 ab
P1M1 365.94 b 242.97 b 50.86 b 97.64 b
287.79 b
BNT 1% / 5% 182.09 ** 144.44** 20.86** 30.57** 155.24*
Keterangan: ** Angka yang diikuti huruf yang tidak sama berbeda
nyata pada 0,01%.
* Angka yang diikuti huruf yang tidak sama berbeda nyata pada
0,05%.
Secara statistik keempat perlakuan menunjukan pengaruh nyata. Berat
biji+tongkol, berat
pipilan, berat 500 biji pipilan, berat 1000 biji pipilan dan berat
berangkasan tertinggi terdapat pada
perlakuan olah tanah + mulsa. Pemberian mulsa salah satu cara untuk
mengatasi kekeringan
karena mulsa dapat menghambat laju evapotranpirasi, efesiensi
pemakaian air, mereduksi
penguapan dan kecepatan air permukaan. Selain itu mulsa menyuplai
bahan organik tanah
sehingga memperbaiki kondisi fisik kimia tanah (Anwarudinsyah et
al., 1993; Rizal dan Hardiastuti,
2001).
PROSIDING
Gambar 1. menunjukan ketersediaan air tanah per fase pertumbuhan
tanaman di tiap
perlakuan. Terlihat bahwa pemberian mulsa dapat mempertahankan
ketersediaan air
dibandingkan perlakuan tanpa mulsa (berada antara titik layu
permanen dan kapasitas lapang).
Pada perlakuan tanpa mulsa ketesediaan air memasuki awal fese ke
vegetatif ketersediaan air
mulai defisit dan di fase pembungaan dan pematangan biji kadar air
sudah tidak tersedia. Pada
perlakuan Mulsa dapat menghemat lengas tanah dari proses penguapan,
sehingga kebutuhan
tanaman akan lengas tanah terutama musim kering dapat terjamin.
Selain itu, pemberian mulsa
dapat menghambat pertumbuhan gulma yang mengganggu tanaman sehingga
konsumsi air lebih
rendah (Thamrin dan Hanafi, 1992). Ar-Riza (2005), mengemukakan
bahwa pemberian mulsa
dapat ditunjang dengan pengolahan tanah minimum (mínimum tillage)
untuk menciptakan
keadaan tanah yang baik kerena dapat meningkatkan aerasi dan
menurunkan kepadatan tanah.
Ketersediaan air dalam tanah mempengaruhi hasil produksi diperoleh.
Perlakuan mulsa,
ketersediaan air tanah berada pada kondisi tersedia untuk masa
pertumbuhan. Penurunan
pertumbuhan tanaman seringkali lebih disebabkan karena kekurangan
air dibandingkan faktor
lain, karena kekurangan air akan berpengaruh terhadap penurunan
ukuran tanaman dan hasil
panen (Kramer, 1983). Hasil produksi tertinggi di dapat pada
perlakuan pemberian mulsa
kombinasi olah tanah. Gambar 1. pada fase pembungaan hingga fase
pematangan biji, perlakuan
pemberian mulsa dapat mempertahakan keadaan air tersedia dalam
tanah. Pemakaian air
maksimum tanaman jagung terjadi selama periode silking atau
pengisian biji yang merupakan fase
paling kritis terhadap cekaman air (Anonymous, 1999).
IV. Kesimpulan
Tahap 1. Analisis neraca air lokasi penelitian metode Thortwaite
– Mather memperlihatkan surplus
terjadi pada bulan Januari hingga April dan terjadi defisit pada
bulan Mei hingga Desember.
Tahap 2. Evaluasi ketersediaan air dan potensi reduksi hasil
tanaman menggunakan model
Cropwat 8, penundaan tanam di MH sampai akhir Januari
memperlihatkan reduksi hasil di bawah
5%. Pada MK 1 penundaan tanam jagung sampai pertengahan Mei
mengakibatkan reduksi hasil
lebih dari 30% dan penanaman jagung di MK 2 reduksi mencapai 50%
sehingga tidak dapat
melakukan penanaman.
Tahap 3. Masukan teknologi dapat memperkecil reduksi hasil. Terjadi
peningkatan produksi jagung
sampai 765% pada perlakuan olah tanah+mulsa dibandingkan perlakuan
tanpa olah tanah dan
tanpa mulsa.
V. Daftar Pustaka
Anwarudinsyah. M., E. Sukarna dan Satsijati. 1993. Pengaruh Tanaman
Lorong dan Mulsa
Pangkasan Terhadap Produksi Tomat dan Bawang Merah Dalam Lorong.
Jurnal Hotikultura
vol. 3(1). 1993. Badan Litbang Pertanian. Puslitbangtan
Hortikultura.
Anonymous. 1999. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian .
Jakarta.
Ar-riza. 2005. Pedoman Teknis Budidaya Padi di Lahan Lebak.
Balittra, Puslitbang Tanah dan
Agroklimat. Badan Litbang Pertanian.
BPS Kabupaten Jeneponto. 2009. Jeneponto Dalam Angka 2009. BPS.
Jeneponto.
BPS Provinsi Sulawesi Selatan. 2009. Sulawesi Selatan Dalam Angka
2009. BPS. Sulawesi Selatan
Irianto, G., N. Heryani dan P. Redjekiningrum. 2001. Profil
Meteorologis Lahan Kering Serta Peluang
Peningkatan Ketersediaan Air Untuk Menekan Resiko Kekeringan dan
Meningkatkan
Produktivitas Lahan. Kumpulan Makalah Seminar Lahan Kering
IBSRAM-Puslitbangtanak.
Bogor.
Kramer, P.J. 1983. Water Relation Of Plants. Academic Press Inc.
Florida. 490p.
Rizal, Az dan Hardiastuti. 2000. Pengaruh Waktu Pemberian Pupuk
Pelengkap Cair Organic dan
Mulsa Jerami Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai. Dalam
Prosiding Seminar
Pertanian Organik. Yokyakarta, 4 November 2000. Kerjasama Fakultas
Pertanian Upn
“Veteran” Yogyakarta dan cv. Ciptayani Makmur, Cirebon, Jawa
Barat.
Thamrin, M. dan H. Hanafi. 1992. Peranan Mulsa Sisa Tanaman
Terhadap Konservasi Lengas Tanah
Pada Sistem Budidaya Tanaman Semusim di Lahan Kering. Prosiding
Seminar Hasil Penelitian
Pertanian Lahan Kering. Proyek Penelitian Penyelamatan Hutan,
Tanah, dan Air. Balitbang
Pertanian. Salatiga.
Wikantika K dan Ari Agus S.S. 2006. Analisis Perubahan Luas
Pertanian Lahan Kering Menggunakan
Transformasi Tasseled Cap Studi Kasus : Kawasan Puncak
– Jawa Barat. Jurnal Infrastruktur
dan Lingkungan Binaan Infrastructure and Built Environment vol. Ii
no. 1, juni 2006.
Yonky. Irfan B. Pramono., dan Andy Cahyono. 2003. Konservasi Air
Lahan Kering Sebagai Alternatif
Pengembangan Lahan Kering. Prosiding Hasil Litbang ‘Rehabilitasi
Lahan Kritis’. Banjarnegar.