PROFIL KELOMPOK DAMPINGAN & DESA TARUTUNG PANJANG.
KABUPATEN MANDAILING NATAL
PROFIL KELOMPOK.
1. Kabupaten : Mandailing natal ( Madina )
2. Kecamatan : Naga Juang.
3. Desa : Tarutung Panjang.
4. Nama kelompok :
5. Jumlah anggota : 25 orang.
6. Kegiatan : Peningakatan usaha Ekonomi melalaui inisisatif
pemasaran bersama hasil karet Rakyat.
7. Tujuan : Memperkuat usaha Ekonomi Konservasi melalui hasil
kebun karet konservasi
8. Keluaran : Kelompok Dampingan menjadi pioner pelaksana
pemasaran bersama, hasil karet dari Desa.
: Adanya kesadaran kolektif masyarakat desa untuk
melindungi sumber penghidupan dari kawasan hutan
desa dan Hutan TNBG
9. Mitra Kerjasama : Dinas Perekebunan, Koperasi, Kabupaten Madina.
: Eksportir/ Pengolahan Remiling Karet.
PROFIL DESA TARUTUNG PANJANG
1. SEJARAH DESA
Gambaran Umum Desa
Lokasi dan Keadaan Alam
Tarutung Panjang adalah salah satu dari 7desa yang ada di Kecamatan Naga Juang yang
merupakan pemekaran dari kecamatan Bukit Malintang Desa ini terletak di Lembah Tor
Sihayo yang menjulang tinggi di bagian barat desa. Tor Sihayo adalah bukit terbesar
dikawassan ini dan dari bukit tersebut mengalir sungai yang oleh penduduk dinamakan
Aek Tarutung dan menjadi sumber air untuk keperluan minum, mandi maupun irigasi
dengan hulu sungai bersumber dari Tor Sibacal. Luas desa Tarutung Panjang menirut
data BPS Kecamatan (2003) adalah seluas 23,00 km² dengan topografi dataran yang
berada di kawasan hutan lindung dan Taman Nasional Batang Gadis. Desa ini berbatasan
dengan Desa Banua Rakyat di sebelah Utara, Desa Tarutung Panjang dan Desa Tambiski
di sebelah Selatan, Sungai Batang Gadis di sebelah Timur dan Bukit Sihayo di sebelah
Barat.
Pemukiman penduduk berada di sisi kiri kanan jalan desa dan dibelakang perumahan
terdapat lahan pekarangan dan lahan pertanian yang ditumbuhi berbagai jenis pohon,
yang palin banyak adalah pohon kemiri. Desa ini dibuka sekitar tahun 1940, dan
penduduknya merupakan pindahan dari Desa Simanondang yang terletak dipinggir
Sungai Batang Gadis. Mereka pindah dan membangun perkampungan baru di tempat ini
karena sebagian kampong Simanondang waktu itu dihanyutkan banjir.
Selain Tarutung Panjang masih ada beberapa desa di seberang Sungai Batang Gadis yang
dihuni oleh orang-orang migran Toba, diantaranya Tomuan, Gareja, Simanondang. Desa-
desa mayoritas berpenduduk Batak Toba tersebut muncul ketika dahulu ada pembukaan
areal persawahan di seberang Batang Gadis di antara wilayah Panyabungan dan Siabu.
Pembukaan desa Tarutung Panjang terjadi sekitar tahun 1940-an, setelah terjadi banjir di
daerah Simanondang sehingga penduduknya mencari tempat hunian baru. Mereka yang
pindah ke daerah Tarutung Panjang kemudian membangun pemukiman baru dengan
nama Tarutung Panjang, bersebelahan dengan Desa Tambiski yang dihuni oleh etnis
Mandailing. Konon orang Tambiski merasa keberatan dengan kehadiran orang-orang
Batak Toba tersebut di daerah mereka, namun tetap mendapat persetujuan dari wali
negeri daerah itu,yaitu dari Panyabungan Tonga. Desa Huta Godang Muda sangat dekat dengan muara Sungai Batang Angkola dan berbatasan dengan kawasan hutan lindung/Taman Nasional Batang Gadis sebelah barat ibu kota kecamatan Siabu. Secara umum desa Huta Godang Muda memiliki kemiringan lahan rata-rata 0,5 derajat yang dikategorikan lahan dataran sebanyak 47% lahan desa yang mencakup lahan permukiman penduduk dan lahan persawahan dengan ketinggian lahan permukiman dan persawahan penduduk berada pada 1500 m dpl untuk lahan perladangan dan perkebunan. Secara administrasi luas desa Huta Godang Muda mencapai lebih kurang 4000 Ha yang meliputi lahan permukiman lebih kurang 12 Ha,persawahan lebih kurang 80 Ha, lahan perladangan dan perkebunan mencapai 1200 Ha dan kawasan hutan desa seluas 2708 Ha. Titik koordinat desa Huta Godang Muda Garis lintang : Bujur : Ketinggian desa : 80-1500 m dpl. Batas desa Utara : Desa Saba Rondang Selatan : Desa Naga Juang Barat : Desa Muara Batang Angkola dan hutan lindung Timur : Desa Tangga Bosi Pengunaan Lahan Lahan permukiman penduduk desa : 12Ha Luas persawahan : 80 Ha Luas perladangan dan Perkebunan : 1200 Ha Hutan desa : 2708 Ha II. SEJARAH DESA Desa Huta Godang Muda awalnya merupakan tanah dataran luas dan subur yang berada di muara sungai Batang Angkola yang ditumbuhi oleh semak belukar yang lebat dengan letak dataran tersebut berada dimuara sungai sehingga dimusim hujan dataran tersebut sering mengalami banjir namun pada siang atau sore harinya air yang meluap dari sungai Batang Angkola yang mengenangi lahan dataran yang luas cepat kering. Melihat peristiwa yang berulang kali terjadi di dataran luas maka sekelompok masyarakat menamakan dataran tersebut dengan nama “Tano Tiris”. Melihat dataran yang luas dan subur beberapa penduduk desa Mandailing Julu (Huta Nagodang) yang di pimpin oleh tokoh masyarakat yang bernama Joitum Lubis berinisatif untuk membuka lahan permukiman untuk tinggal sementara di dataran tersebut. Pada mulanya masyarakat desa masih mengandalkan mata pencaharian sebagai nelayan sungai di sekitar muara Batang Angkola. Seiring bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan hidup yang cukup tinggi pergeseran pola berpikir terhadap peningkatan pendapatan maka
beberapa penduduk desa mencoba membuka lahan persawahan yang berada di didekat sungai dan pembukaan lahan hutan untuk perladangan dan perkebunan. Tano Tiris merupakan daerah terpencil dan sangat berdekatan dengan kawasan hutan Lindung di daerah Rodang Tinapon yang berjarak 10 km kearah barat dari Kecamatan Siabu. Pada awalnya tokoh masyarakat bernama Joitum Lubis mantan dewan negeri Panyabungan bersama masyarakat desa dataran Tano Tiris berjumlah lebih kurang 50 KK bermufakat pada tahun 1974 untuk mendirikan Tano Tiris menjadi sebuah desa yang di beri nama “Huta Godang Muda”. Pemberian nama desa di karenakan pada awalnya masyarakat penghuni Tano Tiris berasal dari desa Huta Nagodang di Mandailing Julu. III. SISTEM PEMERINTAHAN DESA Desa Huta Godang Muda memiliki 5 (lima) dusun yakni dusun 1 (satu) hingga 5 (lima) dan tiap dusun di kepalai oleh seorang kepala dusun. Sistem pemerintahan desa Huta Godang Muda mengadopsi sistem pemerintahan formal namun tokoh ada (tokoh hatobangon desa) masih di perhitungkan dalam pengambil segala kebijakan yang strategis di dalam pelaksanaan pemerintahan desa. Peran Hatobangan di desa untuk menjaga nilai-nilai adat di lingkungan desa yang merupakan kebiasaan desa-desa di kabupaten Mandailing Natal. Bentuk pemerintahan desa bersumber hukum formal tetapi semangat dan jiwa pemerintahan di dasarkan hukum adat dalian Na tolu yang telah hidup dan berkembang sejak zaman dulu. Semangat hukum adat Dalian na Tolu bersumber dari rasa kekeluargaan dan mufakat dalam menyelesaikan setiap persoalan yang ada di masyarakat. Desa Huta Godang Muda juga memiliki beberapa organisasi informal yang di pergunakan masyarakat desa sebagai wadah dalam berinteraksi untuk melakukan kegiatan sosial,keagamaan dan olah raga. Organisasi desa yang masih aktif dalam kegiatan adalah organisasi karang taruna,STM,PKK dan Wiritan. Tabel 1. Nama-nama kepala desa Huta Godang Muda
NO PERIODE NAMA KEPALA DESA STATUS
1. 1947-1950 RAISIN LUBIS MENINGGAL
2. 1951-1952 JANAGORI DAULAY MENINGGAL
3. 1953-1954 MANANTI TUA BTR MENINGGAL
4. 1955-1959 JALUBIS LUBIS MENINGGAL
5. 1959-1962 JAMANGEPAS LUBIS MENINGGAL
6. 1963-1967 JALAUT LUBIS MENINGGAL
7. 1968-1980 JASUMODUNG LUBIS MENINGGAL
8. 1981-1983 NAJAMUDDIN MENINGGAL
9. 1984-1994 HUSIN HIDUP
10. 1995-2005 USULUDDIN LUBIS HIDUP
11. 2006-2010 ROIL DALIMUNTHE HIDUP
12. 2011-2016 ZULKARNAIN LUBIS MENJABAT
IV. MONOGRAFI DESA Masyarakat desa Huta Godang Muda memiliki jumlah usia produktif lebih banyak dibanding dengan usia anak-anak dan Lansia dimana data statistik jumlah Penduduk telah mencapai 670 KK/2705 jiwa (1.387 jiwa laki-laki dan 1.318 jiwa perempuan);Sumber data BPS,2009. Jika di persentasekan perbandingan usia anak-anak,produktif dan lansia memiliki ratio perbandingan 60% : 40 % dari total jumlah jumlah penduduk desa sehingga sumberdaya manusia desa dapat dikategorikan pada usia produktif laki-laki dan perempuan jumlahnya hampir sama (Seimbang). Usia Produktif berumur 16-55 tahun : 1500 jiwa (800 jiwa laki-laki dan 700 jiwa perempuan) Usia Sekolah
- Sekolah dasar : 500 jiwa - SLTP : 900 jiwa - SLTA : 800 jiwa
- Diploma/Sarjana : 200 jiwa Tingkat pendapatan penduduk/Kesejahteraan (KK) Masyarakat desa Huta Godang Muda memiliki jumlah keluarga tergolong sejahtera mencapai angka 50 %,keluarga miskin 48 % dan keluarga kaya 2 % maka secara umum masyarakat desa huta Godang Muda tergolong keluarga sejahtera. Tingkat kesejahteraan sosial masyarakat desa.
- Jumlah keluarga miskin : 300 KK - Jumlah keluarga sejahtera: 385 KK - Jumlah keluarga kaya : 20 KK
Agama a. Islam : 2221 jiwa b.Protestan : 144 jiwa c. Katolik : 60 jiwa d.Hindu : - Jiwa e. Budha : - Jiwa
AKSESIBILITAS
Untuk mencapai desa ini dari ibukota kabupaten dibutuhkan waktu sekitar 80 menit dan
harus pula menyeberangi Sungai Batang Gadis menggunakan getek dengan biaya Rp.
3000,- sekali penyeberangan. Untuk mencapai tempat penyeberangan dari desa Jambur
Padang Matinggi (dipinggir jalan lintas propinsi) dengan menaiki becak mesin
dibutuhkan biaya Rp. 1.500,- dan diseberang naik becak lagi dengan ongkos Rp. 2.000,-.
Jalur jalan inilah yang digunakan oleh warga Tarutung Panjang dan beberapa desa lain
disekitarnya untuk mengangkut hasil produksi mereka ke ibukota kabupaten.
SARANA PUBLIK
Sebagai desa yang mayoritas penduduknya mayoritas orang batak Toba yang beragama
Kristen, gereja merupakan sarana ibadah yang banyak ditemui di desa ini. Ada 6 buah
gereja yang tersebar disekitar Desa Tarutung Panjang yang tiap-tiap gereja memiliki
jemaat masing-masing. Jemaat yang paling banyak adalah jemaat HKBP. Selain gereja
HKBP di desa ini juga terdapat gereja Katolik, Pentakosta, Bethani, GKPA dan GPDI.
Selain sarana ibadah, posyando menjadi satu-satunya sarana kesehatan yang yang
fungsinya kurang optimal di desa ini yang mana operasionalnya ditangani oleh satu orang
bidan. Untuk keperluan berobat, warga lebih memilih pergi ke Penyabungan khususnya
untuk sakit yang lumayan parah. Akan tetapi untuk sakit ringan seperti sakit kepala,
mereka berobat kepada Bidan.
Pekan Mompang merupakan pecan terdekat selain Penyabungan tempat dimana warga
Tarutung Panjang membeli kebutuhan harian ataupun menjual hasil produksi mereka.
Selain itu, terdapat pula 6 warung kelontong yang menjual kebutuhan warga. Ada pula 2
unit penggilingan padi yang masih aktif, dimana sebelumnya ada 3 tetapi salah satunya
milik Bapak Usdek Simangunsong yang mengalami kebangkrutan.
Sarana pendidikan yang terdapat di desa Tarutung Panjang adalah 2 unit skolah Dasar
(SD) yang letaknya berada diantara Desa Tarutung Panjang dan Desa Tambiski dan
sekaligus menjadi pembatas wilayah desa. Dalam menopang dinamika pertumbuhan ekonomi dan pastisipasi masyarakat dalam kegiatan kemasyarakatan desa Huta Godang Muda memiliki beberapa fasilitas desa yang dibangun dari program pemerintah dan dana keswadayaan masyarakat. Pada umumnya desa telah memiliki fasilitas
air bersih dan MCK yang dibangun dari bantuan bank dunia dengan membangun jalur pipa air dengan sumber air dari sungai aek garut yang berada di kawasana perkebunan karet masyarakat dan berbatasan dengan hutan lindung. Pembangunan pipa air berukuran 3 inci sepanjang 1500 meter yang mensuplai kebutuhan air desa yang didistribusi ke 4 buah MCK desa,fasilitas air untuk kebutuhan mesjid. Selain fasilitas air bersih desa huta Godang Muda juga memiliki beberapa faslitas pendukung lainya yang hingga saat ini masih di perguanakan masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan kemasyarakatan desa antara lain : Tabel . Data fasilitas umum desa Huta Godang Muda.
No Fasilitas desa Jlh Luas lahan kondisiKondisi
1 MCK 4 unit - Bagus
2 Mesjid desa 1 unit - Bagus
3 Sekolah dasar 1 unit - Bagus
4 Play group 1 unit - Bagus
5 Kuburan 1 unit - Bagus
6 Lumbung desa 1 unit - Bagus
7 Jalan desa 1900 m - Bagus
8 Jembatan 1 unit - Bagus
9 Jalan ke sawah - - Bagus
10 Fasilitas pipa air bersih Ls - Berfungsi
11 Drainasi desa - Berfungsi
12 Lapangan 1 unit - Bagus
13 TPA/Madrasah 1 Unit - Bagus
14 Jalan rabat beton untuk jalan dusun 1 Unit - Bagus
MONOGRAFI
Penduduk
Desa Tarutung Panjang dihuni oleh mayoritas warga migrant Batak Toba. Jumlah
penduduk pada tahun 2003 adalah 1063 jiwa, terbagi atas 540 orang laki-laki dan 523
perempuan yang terdiri atas 188 KK. Kelompok marga yang dipercaya sebagai pembuka
huta ini adalah marga Simanjuntak, namun penduduk terbanyak saat ini adalah marga
Hutagalung sebagai kelompok marga yang dating belakangan. Hal ini dikarenakan
banyaknya marga Simanjuntak yang pergi merantau walupun merekalah yang menjadi
pembuka desa. Umumnya daerah tujuan perantauan mereka adalah Jakarta dan Medan,
dan biasanya mereka mudik pada saat Hari Natal dan Tahun Baru. VII. SOSIAL BUDAYA vii.1. Konsep penguasaan sumber daya alam Kehidupan masyarakat desa Huta Godang Muda tidak jauh berbeda dengan pola kehidupan pada umumnya masyarakat desa yang berada di kawasan hutan yang mengedepankan nilai kebersamaan (kolektif) dalam penguasaan kawasan hutan yang menyangkut pemanfaatan bersama. Desa Huta Godang Muda tidak terlepas dari fungsi dan manfaat dari kawasan hutan sebagai sumber resapan air untuk kebutuhan persawahan dan kebutuhan sehari-hari. Kepedulian atas penguasaan kawasan hutan desa,hutan lindung dan kawasan taman nasional batang gadis dibuktikan masyarakat dalam bentuk kerja nyata dengan melakukan pencegahan kerusakan hutan lindung dan taman nasional atas
keberadaan aktivitas PT. Sorikmas Minning yang melakukan kegiatan pertambangan emas dan mineral pengikatnya. Kesadaran masyarakat desa huta godang muda akan bahaya aktivitas tambang akan berdampak pada kurangnya fungsi hutan dalam menjaga keseimbangan ekologi khususnya menurun resapan air/tangkapan air yang diterima kawasan hutan akibat luasan hutan yang berkurang akibat aktivitas PT. Sorikmas Mining. Hamparan kebun dan perladangan yang berbatasanHutan desa juga menyediakan pasokan air bersih yang menjadi sumber air untuk sungai aek garut yang dijadikan masyarakat sebagai pasokan air bersih untuk pemenuhan kebutuhan air sehari-hari dan fasilitas umum lainnya yang ada dilahan permukiman penduduk. Penguasaan sumber daya air desa di kelola secara bersama-sama dengan menjaga pasokan air yang mengalir di dalam pipa berukuran 3 inci dengan panjang 1500 meter. Dalam menjaga pasokan air untuk kepentingan bersama masyarakat menunjuk salah seorang masyarakat desa untuk melakukan pemeriksaan secara berkala atas jalur pipa air dan waduk penampungan air yang di bangun di atas bukit. vii.2. Kearifan Lokal Kebiasaan dan pola hidup masyarakat desa masih menganut nilai-nilai kearifan lokal, hal ini dapat dilihat dari setiap aktifitas atau kegiatan masyarakat dalam bersosialisasi. Nilai budaya dan nilai sosial masih di jaga dengan baik dan lebih mengikat di banding dengan aturan desa yang formal. Nilai-nilai adat masih kental dan seiring dengan nilai-nilai yang ada di ajaran agama islam. Nilai budaya ini dapat di lihat dengan beberapa aktifitas kemasyarakatan yang bernuansa adat.seperti melakukan kegiatan menanam padi yang dilakukan secara bergotong royong dan bergiliran ”Marsialap ari”. Selain kegiatan gotong royong masyarakat juga mengenal konsep pelestarian kawasan sungai dan hutan yang telah dilakukan sejak dulu secara turun temurun dengan sistem zonasi kawasan aliran sungai dan
hutan yang lebih di kenal dengan konsep ” Lubuk Larangan”. Dalam kehidupan masyarakat desa untuk saat ini, tradisi kerja sama kelompok meliputi urusan-urusan keagamaan dan sosial kemasyarakatan. Bentuk-bentuk kerjasama tersebut terlihat misalnya ketika warga memobilisasi partisipasi masyarakat dalam membangun rumah ibadah, pelaksanaan hari-hari besar dan kegiatan- kegiatan keagamaan lainnya. Juga dalam pelaksanaan kegiatan- kegiatan adat seperti pesta, kemalangan, dan kegiatan-kegiatan kemasyarakatan seperti membersihkan sarana- sarana publik yang ada di Dusun. Serta kelompok
Tani yang terbentuk untuk menerima bantuan-bantuan dari pemerintah Gambar : Sungai aek garut yang menjadi sumber pasokan air untuk kebutuhan masyarakat desa Huta Godang Muda.
vii.3. Kelembagaan lokal
Pemerintahan desa Pola pemerintahan desa Huta Godang Muda pada umumnya menganut pola pemerintahan formal yang dikombinasikan dengan sistem pemerintahan adat dimana lembaga adat masuk dalam struktur kelembagaan desa. Desa Huta Godang Muda mempunyai lembaga- lembaga informal seperti lembaga agama, dan sosial kemasyarakatan. Diantaranya : Fungsi pemerintahan desa yang bertugas menjalankan roda pemerintahan dalam pembangunan masyarakat desa dan menjalankan administrasi pemerintah di tingkat desa yang dipimpin oleh seorang kepala desa.
Lembaga hatobangon Kelembagaan adat desa memiliki fungsi untuk menjaga dan melestarikan adat istiadat yang ada didesa sehingga berjalan sesuai dengan kebiasaan dan tradisi masyarakat desa. Fungsi tokoh hatobangon desa hanya melakukan pengawasan terhadap perilaku dan pelaksanaan norma yang ada di desa. Na Poso Bulung Nauli Lembaga muda mudi ini hampir dapat ditemukan di setiap desa yang ada di kabupaten Mandailing Natal yang memiliki peran sebagai wadah silaturahmi untuk kalangan pemuda dalam melestarikan nilai-nilai adat setempat. Selain itu lembaga ini juga memiliki fungsi sebagai pelaksanaan pembangunan dan motivator terhadap gerakan gotong royong di desa.
2. Sosial Ekonomi
Mata Pencaharian Penduduk
Jenis mata pencaharian penduduk adalah petani kemiri, karet, palawija, padi, pedagang,
nilam, pengambil nira dan beberapa orang pemburu babi hutan. Kemiri dan padi
merupakan hasil utama dari desa ini. Umumnya setiap keluarga memiliki tanaman kemiri
sendiri yang letaknya dibelakang rumah maupun dikebun-kebun. Untuk setiap panennya
yaitu sekitar bulan 4 – 7 sebanyak 4-5 ton kemiri dihasilkan dari desa ini. Sedangkan
untuk tanaman palawija seperti cabai dan sayur-sayuran mereka tanam diladang dikaki
bukit Sihayo yanh hasilnya untuk konsumsi sendiri dan dijual.
Untuk mata pencaharian sampingan, beberapa penduduk memelihara hewan peliharaan
seperti babi dan ayam. Adapula beberapa orang yang berprofesi sebagai pemburu babi
hutan. Babi hutan yang berhasil mereka tangkap dijual dengan harga berkisar antara Rp.
5.000 – 6.000/ kg dan dijual didesa tersebut.. Daerah perburuan mereka adalah kearah
Bukit Sihayo. Para pemburu ini sering juga diminta dating untuk berburu ke Sopotinjak
dan Aek Nangali.
Rata-rata penduduk memiliki lahan sendiri dan tidak ada kelompok/ individu yang
menguasai lahan dalam skala luas. Sedangkan para warga pendatang di desa Tarutung
Panjang yang merupakan warga pindahan dari Aek Bingke/ Aek Garut pada umumnya
tidak memiliki lahan untuk diolah, biasanya mereka merupakan pekerja harian ataupun
buruh tani.
Luas lahan perkebunan/ lading yang berada di wilayah Tarutung Panjang seluas ± 1.000
ha, sedangkan lahan persawahan seluas ±10 ha dilingkungan desa dan hanya dimiliki
oleh sekitar 25 % warga yang letaknya berada disebelah Barat persisnya di lereng Bukit
Sihayo. Penduduk Tarutung Panjang memiliki lahan persawahan di desa-desa lain karena
areal sawah yang ada didaerah ini boleh diaktakan campur baur pemiliknya dari beberapa
desa. Lahan persawahan mendapatkan pengairan dari Aek gajah yang mengalir dari Bukit
Sihayo. Peran Aek Gajah dirasa sangatlah penting oleh warga desa Tarutung Panjang dan
juga desa-desa tetangga. Hal ini dikarenakan kurang berfungsinya proyek irigasi Batang
Gadis untuk mengairi persawahan mereka. Malah, mereka merasakan adanya penurunan
debit air dikarenakan proyek irigasi tersebut.
Yang paling berpengaruh pada sektor ekonomi di desa Tarutung Panjang adalah toke
(kesemuanya adalah pemilik kilang padi). Hal ini dikarenakan penguasaan modal dan
monopoli penjualan yang dilakukan para toke. Hampir semua hasil produksi seperti
kemiri, padi dan karet dijual kepada para toke. Perbedaan harga pasar dengan harga toke
adalah berkisar antara Rp. 200 – 500. Toke-toke yang ada didesa ini adalah bapak
Simangunsong dan Bapak Simamora.
Tingkat pendapatan penduduk Tarutung Panjang per minggunya menurut taksiran
seorang informan kurang dari Rp. 100.000,-/KK. Sedangkan pengeluaran perharinya
adalah Rp. 20.000/ rumah tangga untuk kebutuhan pokok dan biaya pendidikan. Tidak
ada kesempatan untuk menabung dikarenakan tidak adanya lembaga keuangan seperti
bank ataupun koperasi.
Jika menghadapi kesulitan keuangan umumnya warga meminta bantuan ke toke. Para
toke menerapkan syarat-syarat kepada setiap warga yang ingin meminjam uang ke toke
yang antara lain adalah setiap peminjam harus memiliki lahan sebagai jaminan pinjaman,
hasil produksi yang diperoleh harus dijual kepadanya, pinjaman minimal Rp. 100.000 dan
untuk pinjaman yang penggunaannya untuk keperluan pesta adat (perkawinan/ kematian)
minimal Rp. 1.000.000.
Penguasaan Sumber-sumber Ekonomi
Luas lahan perkebunan da perladangan serta kawasan hutan di Desa Tarutung Panjang
ditaksir seluas ± 1000 Ha. Tanaman karet dan kemiri berada di sebelah barat seluas 70 ha
yang diolah oleh 30 KK, persisnya dilereng Bukit Sihayo.
Sedangkan luas lahan persawahan sekitar ± 10 Ha yang terletak di sebelah timur desa.
Setiap keluarga rata-rata memiliki lahan seluas 2 bun-bun yang hasilnya 80
kaleng/lungguk/panen. Harga penjualan per kalengnya adalah Rp. 20.000/ kaleng (12 kg).
Tanaman kemiri sebagai komoditi unggulan dari desa ini menghasilkan ± 40 ton setiap
panennya (bulan 4 – 7) dan dijual dengan harga Rp. 1.300/ kg (kulit), sehingga
diperkirakan penghasilan per panennya adalah sebesar Rp. 40 juta. Sedangkan bila dijual
tanpa kulit dengan harga Rp. 6.000/ kg akan menghasilkan sekitar Rp. 240 juta/
panennya. Tetapi penduduk Tarutung Panjang pada umumnya menjual kemiri dengan
kulit sehingga mereka tidak mendapatkan nilai tambah dari produk pertaniannya.
Tidak ada orang/ kelompok yang benar-benar menggantungkan kehidupannya dari
sumber daya alam khususnya hutan untuk produk-produk ekstraktif. Paling ada hanya
sebagai penghasilan sambilan seperti penyadap nira yang dijadikan tuak. Setiap harinya
dapat terjual sebanyak 50 gelas dengan harga Rp. 700/ gelas. Umumnya nira tersebut
diambil di hutan yang masih masuk dalam kawasan desa yang jaraknya memakan waktu
1 jam perjalanan. Tuak tersebut umumnya habis untuk dijual di desa tersebut.
Pemasaran Hasil
Hampir semua hasil produksi seperti kemiri, padi dan karet dijual langsung kepada para
toke. Toke-toke tersebut semuanya adalah warga desa Tarutung Panjang. Hasil-hasil
produksi yang ditampung toke tersebut nantinya dipasarkan oleh toke ke pecan Mompang
ataupun ke pecan di Panyabungan. Harga untuk setiap jenis hasil produksi hanya
berbanding Rp. 300 -500/ kg.
Pekan Mompang merupakan pasar utama bagi masyarakat desa Tarutung Panjang selain
pecan Panyabungan. Hanya ada beberapa orang warga yang berdagang ke pecan tersebut
dan umumnya yang dijual adalah berupa sayur-sayuran.
Lembaga Keuangan
Tidak adanya lembaga keuangan seperti bank ataupun koperasi mengakibatkan tidak
adanya kesempatan menabung para warga Tarutung Panjang pada lembaga keuangan
formal. Selain itu mereka didorong pula oleh sulitnya memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Akibat tidak adanya lembaga keuangan formal, warga menggantungkan harapannya
kepada toke-toke di desa tersebut untuk memberikan mereka pinjaman. Pandangan
mereka terhadap toke beragam dan umumnya dapat dikategorikan menjadi dua yaitu :
merupakan satu-satunya orang yang dapat memberi pinjaman disaat yang dibutuhkan dan
merupakan orang yang menjengkelkan karena ia akan langsung mematokkan harga
penjualan hasil produksi.
Potensi-potensi Pengembangan Ekonomi Desa
Salah satu upaya yang bias dilakukan untuk meningkatkan ekonomi warga Tarutung
Panjang adalah optialisasi pengelolaan hasil produksi kemiri. Kalau selama ini mereka
menjual buah kemiri dengan kulitnya, untuk masa yang akan dating mereka sebaiknya
diarahkan untuk menjual kemiri tanpa kulit karena harga jualnya jauh lebih mahal. Untuk
keperluan ini dapat dilakukan dengan mengenalkan tekhnik pengolahan kemiri. Hal ini
dikarenakan kemiri m,erupakan komoditi utama dari desa ini, tetapi masyarakat masih
menjual dengan kulit dikarenakan mereka belum mengetahui tekhnik pengulitan kemiri.
Padahal bila dijual tanpa kulit, kemiri tersebut dihargai hamper 2 kali lipat.
Selain itu, warga desa ini umumnya mengharapkan ada bantuan modal bagi mereka untuk
menanam tanaman lain selain kemiri, terutama tanaman coklat. Produksi kemiri menurut
pandangan warga sudah mulai mengalami penurunan meskipun jumlah pohon semakin
bertambah. Sekarang ini warga mengalami kesulitan karena tidak berani mengkonversi
tanaman kemiri ke tanaman lain sebab tidak ada lahan lain yang bias menjadi substitusi
selama tanaman baru belum menghasilkan. Keinginan mereka untuk mengkonversi
tanaman kemiri menjadi coklat antara lain karena faktor harga. Karena harga kemiri jauh
lebih disbanding dengan harga coklat per kg nya.
3. Sosial Budaya
Konsepsi Lokal Tentang Penguasaan Sumber Daya Alam
Konsepsi lokal tentang penguasaan tanah adalah penguasaan individual. Tidak ada
konsep tanah adat bagi penduduk Tarutung Panjang karena mereka tergolong penduduk
pendatang di daerah ini. Secara tradisional daerah ini adalah wilayah kerajaan
Panyabungan Tonga yang diberikan kepada penduduk pendatang untuk membuka
persawahan diseberang sungai Batang Gadis pada tahun 1930-an. Lahan-lahan luas
diseberang Batang Gadis ketika itu masih kosong, tidak diolah, sehingga ketika dating
perantau-perantau dari Tapanuli Utara ke wilayah ini mereka diberikan hak untuk
mengelolan kawassan yang masih kosong.
Tidak dikenal lagi pengaturan-pengaturan adapt mengenai pengelolaan sumber daya alam
yang ada di hutan. Hampir seluruh wilayah desa sudah berubah menjadi lahan-lahan
pertanian, meskipun sebagian besar diantaranya sekarang berstatus terlantar. Pada tahun
1970-an banyak banyak penduduk pendatang dari daerah Dolok Sanggul membuka areal
hutan di daerah ini untuk penanaman nilam. Setelah nilam habis lahan-lahan yang mereka
buka ditinggalkan dan mereka juga kembali ke daerah asalnya. Itulah salah satu sebab
mengapa di daerah ini tidak ada lagi kawasasn hutan yang menjadi milik bersama warga
desa.
Kearifan Lokal
Sebenarnya masih ada kesadaran warga desa Tarutung Panjang tentang bahaya yang akan
mereka alami jika hutan habis. Mereka sadar bahwa sumber-sumber mata air yang ada di
bukit-bukit termasuk Aek Gajah sangat tergantung kepada kelestarian hutan disekitarnya.
Tetapi mereka mengatakan sudah sulit untuk membuat pengaturan mengenai
pemeliharaan hutan di dekat-dekat mata air tersebut karena tempat-tempat seperti itu
sudah menjadi bagian dari lahan pertanian milik individu.
Tradisi Kerjasama Kelompok
Kebiasaan saling membantu dalam berbagai urusan kemasyarakatan masih kental
mewarnai kehidupan masyarakat Tarutung Panjang. Beberapa diantaranya yang masih
berlaku hingga sekarang adalah seperti diuraikan berikut ini :
Memberikan santunan pada peristiwa kemalangan dan bantuan pada peristiwa
sukacita melalui lembaga STM
Ada kas desa yang diambil dari sebagian santunan-santunan melalui STM, yang
setelah terkumpul digunakan untuk membiayai sarana-sarana public
Ada peraturan desa yang mengatur mengenai tindakan pencurian dengan menetapkan
denda lima kali lipat dari nilai barang yang dicuri
Ada keputusan desa Tarutung Panjang tahun 1992 mengenai kegiatan gotong royong
dikampung
Ada gagasan untuk membuat Perdes mengenai pelarangan anak-anak sekolah
berkeliaran pada malam hari
Ada pengaturan mengenai ternak babi yang mengharuskan pemiliknya mengurung
ternak dikandang
4. Kelembagaan Lokal
Lembaga Sosial
Lembaga pemerintahan desa, LPM dan BPD. BPD baru dibentuk dan dipilih
anggotanya pada tahun 2004
Lembaga sosial informal seperti STM yang berfungsi membantu anggotanya pada
peristiwa dukacita maupun sukacita
Ada pengurus ranting partai politik salah satunya adalah Golkar
Tokoh Berpengaruh
Perantau yang berasal desa Tarutung Panjang yang selalu membantu peningkatan
ekonomi dan kualitas kehidupan masyarakat di desanya seperti sumbangan
pembangunan fasilitas air bersih dan rumah-rumah ibadah khususnya gereja yang
terdapat ditengah-tengah desa.
Ada tokoh dari desa lain yang dihormati oleh warga Tarutung Panjang yaitu Abdul
Hakim Ritonga dari desa Banua Rakyat, seorang pejabat di Depdagri. Tokoh ini
dianggap berjasa mengusahakan proyek pembangunan jembatan yang
menghubungkan Banua Rakyat dengan Jambur Padang Matinggi sehingga
memudahkan perhubungan dari daerah seberang Batang Gadis.
Toke tidak otomatis dianggap sebagai tokoh berpengaruh meskipun mau membantu
kesulitan ekonomi warga karena bantuan yang diberikan biasanya selalu
dikompensasikan dengan kelanggengan bisnisnya
5. Illegal Logging
Masyarakat desa Tarutung Panjang memang memiliki tingkat interaksi yang tinggi
dengan kawasan hutan lindung dan kawasan Taman Nasional Batang Gadis. Nilai
interaksi masyarakat banyak berhubungan dengan aktivitas berkebun karet,mencari jamur
khusus,kayu bakar dan berburu babi hutan sebagai mata pencaharian beberapa
masyarakat di luar kegiatan bersawah. Aktivitas beberapa masyarakat desa memiliki
karakteristik yang sama dengan desa-desa lain pada umumnya di kabupaten Mandailing
Natal khususnya kecamatan Naga Juang yang seberang Sungai Batang Gadis dan Sungai
Batang Angkola, Di Tarutung Panjang juga beberapa tahun lalu terdapat aktifitas
pembalakan kayu di Tor Sihayo. Penduduk Tarutung Panjang banyak yang ikut bekerja
sebagai pengangkut kayu balok. Aktifitas penebangan liar berhenti sejak empat tahun lalu
seiring dengan di tetapkannya kawasan pelestarian alam dengan fungsi Taman Nasional
bernama Taman Nasional Batang Gadis dan adanya program peningkatan kapasitas
masyarakat di lingkar hutan lindung dan TNBG yang dilakukan oleh lembaga swadaya
masyarakat dan kantor balai TNBG.
6. Respon Terhadap TNBG
Pelestarian kawasan hutan memberikan tanggapan yang positif dari perangkat desa,tokoh
hatobangon dan masyarakat Tarutung Panjang terutama kegiatan konservasi hutan yang
melibatkan masyarakat desa secara partisipatif Rehabilitasi dan pelestarian nilai-nilai
lingkungan di lingkar kawasan hutan akan memberi dampak dan peningkatan fungsi
hidrologi hutan untuk menjaga pasokan air bagi kebutuhan masyarakat desa dan
persawahan. Dengan terjaminnya air yang di pasok dari hutan lindung di kawasan tor
Sibacal yang dialirkan melalui sungai aek Tarutung Panjang akan memberikan tingkatn
produksi pangan masyarakat yang mendorong pertumbuhan ekonomi bagi petani.
Rencana rehabilitasi kawasan hutan dengan pendekatan pembangunan ekonomi
masyarakat lokal yang akan di implementasikan perkumpulan PETRA di desa Tarutung
Panjang. Pembangunan ekonomi masyarakat desa yang berada di kawasan hutan
khususnya desa Tarutung panjang dapat digambarkan dengan pernyataan salah seorang
masyarakat desa yang mengatakan “kami mendukung program konservasi hutan terlebih
lagi dilakukan kegiatan peningkatan ekonomi masyarakat desa khususnya perkebunan
karet lokal namun kegiatan ini harus benar-benar diawasi sehingga keberhasilan program
dapat dilihat secara fisik dan dinikamti langsung oleh petani karet. Mereka mengatakan
bahwa petani karet merupakan masih menjadi sumber pendapatan pokok di samping
bertani padi sehingga tidak mungkin tak mendukung program konservasi karena itu
sudah menjadi kesepakatan bersama [pemerintah melalui departemen kehutanan dengan
lembaga donor, termasuk pemerintah pusat, karena kalau tidak mendukung berarti
melawan kemauan pemerintah yang sesungguhnya bertujuan baik.
Tetapi masyarakat desa Tarutung Panjang tidak bisa menjamin penghentian
pengerusakan kawasan hutan lindung dan TNBG dari kegiatan penebangan kayu untuk
kebutuhan pembangunan rumah masyarakat secara paksa tetapi dapat dilakukan kegiatan
penyadaran secara rutin bagi masyarakat yang memiliki mata pencaharian dengan
melakukan kegiatan penebangan kayu secara tidak resmi (illegal logging)perusakan
sepanjang kehidupan ekonomi warga tetap miskin. Untuk itu masyarakat desa Tarutung
Panjang mengharapkan mereka bisa dibantu dalam kegiatan keterampilan budidaya
tanaman yang bisa dikembangkan di kawasan hutan tanpa merusak kelestarian kawasan
hutan guna memperbaiki dan peningkatan pendapatan ekonomi selain kebun karet dan
pertanian. Salah satu harapan masyarakat dengan adanya program konservasi untuk
bentang alam di kawasan hutan lindung dan keberadaan TNBG adalah berkaitan dengan
penetapan tapal batas kawasan TNBG dengan hutan desa nantinya bisa di perjelas
sehingga masyarakat dapat dengan tenang melakukan kegiatan ekonomi di sekitar hutan
tanpa harus merusak kawasan hutan Taman Nasional Batang Gadis. Mereka
mengharapkan agar lahan-lahan pertanian yang sudah ada selama ini, meskipun oleh
pemerintah sudah dianggap melampaui batas hutan lindung, dapat tetap mereka
pertahankan. Dengan kata lain, patok batas hendaknya dibuat diluar wilayah kelola
masyarakat.
X. SKET PETA DESA TARTUNG PANJANG