1 ANALISIS DAYA SAING KARET DAN PRODUK DARI KARET INDONESIA TERHADAP CHINA Oleh : Ragimun 1 Abstract Rubber and rubber products is Indonesia's main export product today. During the last ten years from 2001 to 2010, this commodity exports have contributed to the national average of 6 percent. Industrial commodity than as a source of foreign exchange also absorbs a lot of manpower. Competitiveness of rubber and rubber products during the last ten years is very high. Average Revealed Comparative Advantage (RCA) on 4 and RCA to China more than 7. Indonesia is the largest natural rubber producing countries. Product Specialization Index results show Indonesia is a country exporter manufacturer. And of the market concentration index was noted that nearly one-third the concentration of market entry into China market, so the vulnerability of these commodities to China is relatively small, meaning that when China is undergoing a crisis then the effect of commodity exports is not very significant. Therefore required several strategies to counteract China's products are well known cheap. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet dan produk dari karet merupakan salah satu produk unggulan penghasil devisa negara. Saat ini Indonesia merupakan produsen karet alam terbesar bersaing dengan Thailand. Di satu sisi, ekspor komoditas unggulan tersebut telah menyumbang devisa bagi negeri ini, termasuk penyerapan tenaga kerja dan membantu pelestarian lingkungan alam. Dari data BPS (2011), tercatat bahwa sampai dengan tahun 2010 total ekspor produk yang mepunyai Harmonize System (HS) 40 ini sebesar USD 9,373 milyar atau mempunyai kontribusi sebesar 5,94 persen dari total ekspor nasional. Dengan demikian besarnya ekspor komoditas tersebut hampir tiga kali lipat bila dibandingkan tahun 2001 yang hanya sebesar 2,19 persen dengan nilai USD 1,2 milyar. Demikian juga bila dibandingkan dengan tahun 2009 yang hanya sebesar 4,22 persen atau sebesar USD 4,9 milyar. 1 Peneliti pada Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu email: [email protected]
25
Embed
ANALISIS DAYA SAING KARET DAN PRODUK DARI KARET … daya saing karet... · 3 Karet dan produk dari karet selama ini mempunyai daya saing cukup tinggi. Hal ini terlihat dari tren RCA
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
ANALISIS DAYA SAING KARET DAN PRODUK DARI KARET INDONESIA TERHADAP CHINA
Oleh : Ragimun1
Abstract
Rubber and rubber products is Indonesia's main export product today. During the last ten years from 2001 to 2010, this commodity exports have contributed to the national average of 6 percent. Industrial commodity than as a source of foreign exchange also absorbs a lot of manpower. Competitiveness of rubber and rubber products during the last ten years is very high. Average Revealed Comparative Advantage (RCA) on 4 and RCA to China more than 7. Indonesia is the largest natural rubber producing countries. Product Specialization Index results show Indonesia is a country exporter manufacturer. And of the market concentration index was noted that nearly one-third the concentration of market entry into China market, so the vulnerability of these commodities to China is relatively small, meaning that when China is undergoing a crisis then the effect of commodity exports is not very significant. Therefore required several strategies to counteract China's products are well known cheap.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karet dan produk dari karet merupakan salah satu produk unggulan penghasil
devisa negara. Saat ini Indonesia merupakan produsen karet alam terbesar bersaing
dengan Thailand. Di satu sisi, ekspor komoditas unggulan tersebut telah menyumbang
devisa bagi negeri ini, termasuk penyerapan tenaga kerja dan membantu pelestarian
lingkungan alam. Dari data BPS (2011), tercatat bahwa sampai dengan tahun 2010 total
ekspor produk yang mepunyai Harmonize System (HS) 40 ini sebesar USD 9,373 milyar
atau mempunyai kontribusi sebesar 5,94 persen dari total ekspor nasional. Dengan
demikian besarnya ekspor komoditas tersebut hampir tiga kali lipat bila dibandingkan
tahun 2001 yang hanya sebesar 2,19 persen dengan nilai USD 1,2 milyar. Demikian juga
bila dibandingkan dengan tahun 2009 yang hanya sebesar 4,22 persen atau sebesar USD
4,9 milyar.
1 Peneliti pada Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu email: [email protected]
Rentang hasil perhitungan ini adalah antara 0-1. Apabila nilai ISP ≥ 0,5 maka
Indonesia cenderung sebagai eksportir karet dan produk dari karet. Sedangkan nilai ISP
< 0,5 sampai mendekati 0, maka Indonesia cenderung sebagai importir karet dan
produk dari karet.
Data yang digunakan merupakan data series ekspor dan impor sejak tahun
2001 sampai dengan 2010 yang berasal dari Bloomberg, ditambah penggalian informasi
dari berbagai sumber, antara lain dengan menggunakan data sekunder serta kajian
pustaka.
3 Introduction Trade of Research II:Trade Data and Statistics, Artnet Capacity Building Workshop and Trade Research on 22-25 March 2005 prepared by Mia Mikic, Unescap
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekspor dan Daya Saing Ekspor
a. Pengertian Ekspor
Pengertian ekspor menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Nomor 182/MPP/Kep/4/1998 tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor,
menyatakan bahwa ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dan jasa dari daerah
pabeanan suatu negara. Adapun daerah pabeanan didefinisikan sebagai wilayah
Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya,
serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang
didalamnya berlaku Undang-Undang No.10 tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Ekspor juga dapat diartikan sebagai kegiatan yang menyangkut produksi barang
dan jasa yang diproduksi disuatu negara untuk dikonsumsikan di luar batas negara
tersebut (Triyoso, 1994). Sedangkan menurut Deliarnov (1995), menambahkan bahwa
ekspor merupakan kelebihan produksi dalam negeri yang kemudian kelebihan
produksi tersebut dipasarkan di luar negeri.
Menurut versi Biro Pusat Statistik (BPS), mengatakan bahwa ekspor barang adalah
seluruh barang yang dibawa keluar dari wilayah suatu negara, baik bersifat komersial
maupun bukan komersial (barang hibah, sumbangan, hadiah), serta barang yang akan
diolah di luar negeri dan hasilnya dimasukkan kembali ke negara tersebut. Adapun
yang tidak termasuk katagori ekspor antara lain pakaian, barang pribadi dan perhiasan
milik penumpang yg bepergian ke luar negeri, barang-barang yg dikirim untuk
perwakilan suatu negara di luar negeri, barang-barang untuk ekspedisi/pameran, peti
kemas untuk diisi kembali, uang dan surat2 berharga serta barang-barang untuk contoh.
b. Pengertian dan Peningkatan Daya Saing Ekspor Indonesia
Menurut Organisation for Economic Cooperation dan Development (OECD), daya
saing (competitiveness) adalah kemampuan perusahaan, industri, daerah, negara, atau
antar daerah untuk menghasilkan faktor pendapatan dan faktor pekerjaan yang relatif
tinggi dan berkesinambungan untuk menghadapi persaingan internasional. Oleh karena
daya saing industri merupakan fenomena di tingkat mikro perusahaan, maka kebijakan
pembangunan industri nasional semestinya didahului dengan mengkaji sektor industri
secara utuh sebagai dasar pengukurannya.
7
Sedangkan batasan tingkat daya saing menurut Tambunan (2001), pada dasarnya
ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor keunggulan komparatif (comparative advantage)
dan faktor keunggulan kompetitif (competitive advantage). Lebih lanjut, faktor
keunggulan komparatif dapat dianggap sebagai faktor yang bersifat alamiah sedangkan
faktor keunggulan kompetitif dianggap sebagai faktor yang bersifat acquired atau dapat
dikembangkan/diciptakan). Selain dua faktor tersebut, tingkat daya saing suatu negara
sesungguhnya juga dipengaruhi oleh apa yang disebut Sustainable Competitive Advantage
(SCA) atau keunggulan daya saing berkelanjutan. Ini terutama dalam kerangka
menghadapi tingkat persaingan global yang semakin lama menjadi semakin ketat/keras
atau terjadinya Hyper Competitive.
Analisis persaingan yang super ketat (Hyper Competitive) yang berasal dari
D’Aveni (Hamdy, 2001) merupakan analisis yang menunjukkan bahwa pada akhirnya
setiap negara akan dipaksa menentukan suatu strategi yang tepat, agar
negara/perusahaan tersebut dapat tetap bertahan pada kondisi persaingan global yang
sangat sulit. Strategi yang tepat menurut Hamdy Hadi adalah strategi Sustained
Competitive Advantage Strategy (SCA)) atau strategi yang berintikan upaya perencanaan
dan kegiatan operasional yang terpadu, yang mengkaitkan faktor-faktor lingkungan
eksternal dan internal agar tercapai tujuan jangka pendek maupun jangka panjang.
Hasil survey tahun 2010 dari International Management Development (IMD)
mengenai daya saing Indonesia dibanding 30 negara-negara utama lainnya, ditemukan
beberapa fakta antara lain sebagai berikut :
a. Adanya kepercayaan investor yang rendah (resiko politik, credit rating yang rendah,
diskriminasi dalam masyarakat, sistim penegakan hukum yang lemah, penanganan
ketenagakerjaan, subsidi yang tinggi, banyak korupsi)
b. Daya saing bisnis yang rendah sebagai akibat kualitas SDM yang rendah, hubungan
perburuhan yang tidak harmonis (hostile), praktetk-praktek bisnis tidak etis dan
lemahnya corporate governance.
c. Daya saing yang rendah (nilai-nilai dimasyarakat tidak mendukung daya saing dan
globalisasi, kualitas wiraswasta dan kemampuan marketing yang rendah,
produktivitas menyeluruh yang rendah)
8
d. Infrastruktur lemah (pendidikan dan kesehatan yang kurang, perlindungan hak
patent dan cipta lemah, penegakan hukum lingkungan hidup yang lemah, biaya
telekomunikasi internasional yang mahal, anggaran yang mahal, kurangnya alih
teknologi, kurang ahli teknologi informasi). 4
Untuk itu perlu dilakukan penguatan perekonomian domestik dengan orientasi
dan daya saing global. Secara makro teori globalisasi ekonomi dapat diartikan sebagai
sebuah teori yang didasarkan atas asumsi perdagangan bebas atau pasar bebas di
seluruh dunia, tanpa adanya hambatan baik dalam bentuk tarif atau non tarif (Wibowo,
2004). Namun secara mikro, globalisasi ekonomi dapat diartikan sebagai sebuah inisiatif
bisnis yang didasarkan atas kepercayaan bahwa dunia telah menjadi sedemikian
homogen, seiring dengan makin mengaburnya perbedaan nyata antar pasar domestik.
Sedangkan mengenai kerjasama regional, (Hamdy Hadi, 2001) mengemukakan bahwa
kerja sama ekonomi dan keuangan, khususnya di bidang perdagangan internasional,
saat ini mengarah pada pembentukan kerja sama guna mewujudkan integrasi ekonomi
dan keuangan secara regional.
2.2 Karet dan Produk Karet Indonesia
Komoditas karet dan produk dari karet Indonesia merupakan komoditas ekspor
perkebunan andalan kedua setelah kelapa sawit (CPO). Indonesia merupakan negara
penghasil dan pengekpor karet alam urutan ke 2 setelah Thailand. Estimasi produksi
karet di Indonesia untuk tahun 2011 adalah 2,64 juta ton dengan luas lahan sekitar 3,45
juta hektar (Ditjenbun, 2011).
Sedangkan sumbangan ekspor karet dan produk karet terhadap total ekpor non
migas pada tahun 2011 (data Januari-Agustus 2011) adalah sebesar 9,51 persen. Oleh
karena itu karet diharapkan dapat menjadi penggerak roda pembangunan ekonomi
melalui peningkatan mutu dan daya saing yang akan meningkatkan ekspor nasional.
Permintaan dunia untuk karet alam sekarang ini makin tinggi terutama dengan
berkembang pesatnya beberapa negara yang mengembangkan industri automotif
seperti China, India dan beberapa negara Asean lainnya.
Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) Indonesia pada Tabel 3 di atas rata-rata
di atas 0,5 dan tahun 2010 sebesar 0,70. Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia masih
sebagai negara eksportir karet dan produk karet. Terlihat dari tahun 2001 sampai
dengan 2010 ISP rata-ratanya sebesar 0,70. Bila dibandingkan ISP negara Asean 4
mempunyai kecenderungan menjadi untuk menjadi importir komoditas karet dan
19
produk dari karet karena ISPnya menunjukkan dibawah 0,5, atau rata-rata 0,30.
Demikian juga India sebagai importir. Namun ISP China mempunyai rata-rata di atas
0,5 yang berarti China juga sebagai negara eksportir untuk komoditas karet dan produk
karet. Tahun 2010 ISP China sebesar 0,81, lebih tinggi dibanding Indonesia. Ekspor
China lebih banyak berupa produk dari karet sedangkan ekspor Indonesia lebih banyak
karet alam atau mentahnya.
Sedangkan hasil Indeks Konsentrasi Pasar (IKP) atau Hirschman Herfindahl
Indeks (HHI) Indonesia didapat rata-rata sebesar 0,30 yang berarti ketergantungan atau
konsentrasi pasar China masih relatif kecil. Hal ini berarti apabila terjadi kegoncangan
ekonomi atau krisis ekonomi di China akan mempunyai pengaruh relatif kecil atau
tidak signifikan karena ekspor komoditas karet dan produk karet tidak terkonsentrasi
di pasar China namun tersebar di beberapa negara lainnya.
3.5 Strategi Peningkatan Daya Saing Karet dan Produk Karet Indonesia
Upaya-upaya peningkatan daya saing karet dan produk karet berkaitan
langsung dengan program pengembangan industri nasional. Sebagaimana yang
dilakukan Pemerintah, strategi pengembangan industri karet dan produk dari karet
nasional terbagi menjadi dua katagori yaitu dari sisi penawaran (supply) dan kedua dari
sisi permintaan (demand). Sisi supply dimaksudkan produksi karet nasional berupa
intensifikasi dan ekstensifikasi lahan karet nasional, pengembangan bahan baku produk
karet, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, penyediaan insentif bagi investasi
produk-produk berbahan baku karet nasional serta kemudahan dalam permodalan. Sisi
demand berupa pengembangan kualitas produk karet nasional, adanya diversifikasi
produk dari karet, pengembangan dan perluasan pasar domestik serta pengembangan
serta perluasan pasar luar dan dalam negeri melalui berbagai pameran, promosi
maupun expo.
Prospek karet dan produk dari karet ke depan diperkirakan masih terus
meningkat dan menguntungkan pelaku usaha. Peluang ini semestinya dimanfaatkan
secara maksimal oleh para pelaku usaha dalam negeri dengan jalan meningkatkan daya
saing usaha dan produk yang dihasilkan. Upaya peningkatan produktivitas kebun dan
efisiensi usaha produk dari karet serta peningkatan kualitas bahan olahan.
20
Ada beberapa strategi peningkatan daya saing karet dan produk karet Indonesia
khususnya menghadapi negara China sebagai salah satu pesaing, antara lain adalah
sebagai berikut :
(1) Iklim usaha dan kemudahan sistem birokrasi
Iklim usaha yang kondusif dengan perbaikan dan kemudahan birokrasi merupakan
salah satu langkah peningkatan daya saing. Kondisi dan perbaikan tersebut juga
meliputi akses perbankan dan fasilitas investasi permesinan yang akan dapat
meningkatkan produk-produk dari karet dalam negeri.
(2) Perbaikan dan pengembangan infrastruktur
Peningkatan infrastruktur, seperti sarana jalan, pelabuhan dan lain-lain sebaiknya
segera dilakukan pemerintah guna mendukung kegiatan industri dalam negeri.
Dukungan dana APBN diperlukan guna percepatan dan pengembangan
infrastruktur dalam rangka peningkatan daya saing sektor riil. Di sisi lain, perlu
terus dilakukan peningkatan infrastruktur untuk mengurangi biaya tinggi (high
cost) dalam kegiatan distribusi bahan baku dan ekspor.
(3) Peningkatan kemampuan dan kualitas petani karet dan tenaga kerja
Petani karet dan tenaga kerja merupakan faktor utama dalam produksi. Motivasi
dan budaya kerja khususnya pada sektor industri produk dari karet mempengaruhi
produktivitas dan kreativitas kerja. Namun, produktivitas tenaga kerja Indonesia
masih tertinggal dengan tenaga kerja China. Untuk itu guna meningkatkan
keterampilan dan kemampuan petani serta kualitas kerja tenaga kerja Indonesia
perlu dilakukan penyuluhan, kursus maupun pelatihan. Kegiatan tersebut
diharapkan dapat meningkatkan kualitas produk yang berstandar internasional
sekaligus tercapainya efisiensi.
(4) Peningkatan produksi dan inovasi produk dari karet
Bila dibandingkan dengan produk China, harga produk dari karet Indonesia masih
relatif lebih mahal dibanding produk China. Hal ini tentu saja disebabkan karena
produk dari karet China lebih efisien. Oleh karenanya diperlukan peningkatan
produksi, inovasi produk dan peningkatan kualitas produk guna meningkatkan
daya saing produk alas kaki Indonesia terhadap China. Disisi lain terus
dilakukannya penelitian dan pengembangan (research and development) karet dan
produk dari karet nasional.
21
(5) Peningkatan strategi melalui kualitas produk, harga dan promosi.
Saat ini persaingan komoditas ini makin ketat sehingga peningkatan strategi
melalui produk, harga dan promosi karet dan produk dari karet Indonesia. Fokus
produk dari karet Indonesia hendaknya diproduksi dengan selalu meningkatkan
kualitas, karena konsumen sangat rasional saat ini. Konsumen selalu
mempertimbangkan tidak hanya harga semata melainkan juga kualitas produknya.
Peningkatan strategi juga dilakukan melalui penetrasi harga. Produsen harus
memiliki strategi teretentu dalam penetapan harga sehingga dapat bersaing dengan
produk-produk sejenis dari negara lainnya. Salah satu tindakan efisiensi yang dapat
dilakukan perusahaan adalah mengurangi bahan baku dan bahan penolong impor.
Selain itu perlu dilakukan promosi guna meningkatkan volume penjualan dengan
target konsumen baru. Di sisi lain terus dilakukannya segmentasi produk
berdasarkan segmentasi pasar baik pasar lokal maupun internasional.
(6) Penciptaan produk karet dan produk dari karet yang ramah lingkungan
Isu perubahan iklim (climate change) merupakan isu internasional yang tidak boleh
dihindari sehingga industri yang ramah lingkungan saat ini merupakan faktor
prasyarat agar produk bersaing di pasaran, karena beberapa negara tujuan
menerapkan produk-produk yang mengedepankan produk ramah lingkungan.
Strategi ini dilakukan guna menghindari pemutusan kerjasama ekspor maupun
impor akibat limbah industri yang mencemari lingkungan.
(7) Mendorong masyarakat mencintai produk karet dalam negeri
Strategi lainnya adalah dengan menumbuhkan rasa cinta produk dalam negeri.
Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan produk–produk dari karet domestik. Hal
ini juga berguna untuk mengalihkan permintaan produk-produk karet dari China
yang terkenal relatif lebih murah dan membanjiri pasar domestik saat ini.
IV. SIMPULAN DAN REKOMENDASI
4. 1 Simpulan
1. Pertumbuhan ekspor komoditas karet dan produk karet Indonesia selama tahun
2001 sampai dengan 2010 terus mengalami peningkatan dan rata-rata kontribusi
terhadap ekspor nasional sebesar 6 persen. Demikian juga nilai impor komoditas
22
ini mengalami tren naik, namun rata-rata impornya lebih rendah yaitu hanya
sebesar 1 persen.
2. Daya saing karet dan produk karet Indonesia saat in cukup tinggi. Sepuluh
tahun terakhir dari 2001 sampai dengan 2010, rata-rata RCAnya diatas 4. Untuk
tahun 2010 RCA sebesar 5,17. Demikian juga daya saing karet dan produk karet
Indonesia terhadap China rata-rata RCAnya sangat tinggi, yaitu di atas 6,
sedangkan tahun 2010 sebesar 7,44. Dari hasil perhitungan ISP, didapat rata-
ratanya sebesar 0,70 atau mendekati 1. Hal ini berarti Indonesia masih dominan
sebagai pengekspor komoditas karet dan produk karet.
3. Indeks Konsentrasi Pasar (IKP) untuk komoditas karet dan produk dari karet
Indonesia selama tahun 2001 sampai dengan 2010 menunjukkan rata-rata
dibawah 0,30. Hal ini menunjukkan konsentrasi pasar komoditas karet dan
produk karet tersebut tidak seluruhnya terkonsentrasi ke negara China.
4.2 Rekomendasi Kebijakan
1. Peluang pasar China masih terbuka lebar karena pertumbuhan dan
perkembangan China yang pesat sekarang ini terutama produk-produk
automotif yang banyak membutuhkan komoditas karet dan produk dari karet.
Namun demikian pengembangan daya saing komoditas ini terus diperbaiki dan
difokuskan pada beberapa persyaratan standar produk yang ditetapkan negara
pengimpor seperti standarisasi produk, pengemasan, labeling, origin marking,
sehingga komoditas ekspor tersebut tidak kalah dengan pesaing lainnya.
Disamping itu diperlukan pengembangan sektor manufaktur tidak hanya
produk primer seperti karet mentah tetapi melakukan upaya pergeseran
(shifting) keunggulan dari sektor primer menuju sektor industri pengolahan karet
(produk dari karet) karena mempunyai nilai tambah (vallue added) lebih besar.
2. Salah satu cara yang ditempuh guna meningkatkan daya saing komoditas karet
dan produk dari karet Indonesia adalah melakukan pengalihan pasar selain
negara tujuan China. Yaitu melakukan penetrasi pasar pada beberapa negara
Asia lainnya seperti India, karena India mempunyai industri automotif yang
sedang berkembang pesat, disamping itu permintaan terus naik.
23
3. Cara lain yang dilakukan untuk meningkatkan daya saing adalah terus
dilakukannya peningkatan produktivitas guna menghasilkan karet dan produk
dari karet yang lebih efisien dengan kualitas yang lebih baik. Demikian juga
perlu dilakukan kerjasama antar pelaku usaha untuk mendorong persaingan
yang sehat. Hal ini terkait dengan peran pemerintah untuk menciptakan
kondisi dan iklim usaha yang kondusif bagi komoditas karet dan industri karet
dalam rangka menghasilkan produk-produk dari karet yang berkualitas.
24
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Chairil, 2006, Perkembangan Pasar dan Prospek Agribisnis Karet Di Indonesia, Pusat Penelitian Karet, Medan (makalah disampaikan pada loka karya budidaya karet tanggal 4-6 September 2006 di Medan)
Arifin, Syamsul , Ediana Rae, Dian dan Joseph PR. Charles, 2007, Kerja Sama Perdagangan
Internasional, Peluang dan Tantangan bagi Indonesia, Penerbit PT Elex media Komputindo, Jakarta
Baasir, Faisal, Indonesia Pasca Krisis, Catatan Politik dan Ekonomi 2003-2004, 2004, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta David S. Rubin, Richard I. Levin, 2006, Statistic for Management, Sevent Edition, An Imprint of Pearson Education, New Delhi, India, Deliarnov, 1995, Pengantar Ekonomi Makro. Jakarta, UI Press. Hamdy, Hadi. 2001. Ekonomi Internasional – Teori dan Kebijakan Perdagangan
Internasional. Buku 1, Edisi Revisi Jakarta, Ghalia Indonesia. Kotler Philip, Keller L. Kevin, Metodologi Penelitian:Aplikasi Dalam Pemasaran, Jakarta
2006.
Kuncoro, Mudrajat, 2007, Ekonomika Industri Indonesia Menuju Negara Industri baru 2030, Penerbit Andi Yogyakarta
Mankiw, N. Gregory, Teori Makroekonomi, edisi kelima, 2003, Harvard University, Penerbit Erlangga, Jakarta Rahardja Prathama, Manurung Mandala, 2005, Teori Ekonomi Makro suatu pengantar,
edisi ketiga, LPFEUI, Jakarta Subiyanto, Heru dan Riphat, Singgih, 2004, Kebijakan, Fiskal, Pemikiran Konsep dan Implementasi, Penerbit Buku Kompas, Jakarta Salvatore, Dominick, 1992, Ekonomi Internasional, Teori dan Soal-Soal, Penerbit Erlangga,
Jakarta Tambunan, Tulus, 2001, Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran, Teori dan temuan Empiris, LP3ES, Jakarta Triyoso, Bambang. 1994. “Model Ekspor Non Migas Indonesia Untuk Proyeksi Jangka Pendek”. Ekonomi dan Keuangan Indonesia.
25
Wibowo,I, 2004, Belajar dari China, Bagaimana Cina Merebut Peluang Dari Era Globalisasi, Penerbit Kompas, Jakarta
Widiana, Anika, 2007, Kebijakan Perdagangan Uni Eropa Terhadap Ekspor Indonesia dan Pola
Ekspor Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Bisnis volume 9 No 2 tahun 2007 -----------, Kajian Daya Saing Produk Non Pertanian dalam Menghadapi Globalisasi
Perdagangan, Puslitbang Perdagangan Departemen Perdagangan. -------------, Introduction Trade of Research II:Trade Data and Statistics, Artnet Capacity
Building Workshop and Trade Research on 22-25 March 2005 prepared by Mia Mikic, Unescap
________, Abstraksi Analisis Daya Saing Produk Alas Kaki Indonesia di Pasar Amerika
Aerikat, Aksamil, Khair, Perpustakan UI, dalam www.digilib.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-71570.pdf
---------------,Prospek dan arah pengembangan agribisnis karet, dalam