PROBLEMATIKA KONGRES INTERNASIONAL UNIFIKASI
KALENDER HIJRIAH GLOBAL DI TURKI TAHUN 2016
Makalah
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Problematika Fikih dan Sains
Dosen pengampu: KH. Slamet Hambali, M.SI
Oleh:
Li’izza Diana Manzil
NIM. 1600028006
PROGRAM STUDI S2 ILMU FALAK
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2017
1
1. Pendahuluan
Pemikiran untuk menyatukan sistem penanggalan Islam selalu
berkembang sampai dibentuknya suatu seminar Internasional Penyatuan
Kalender Hijriah di Istanbul Turki dengan sebutan Uluslararasi Hicri Takvim
Birligi Kongresi/ International Hijri Calendr Unity Congress/ مؤتمر تىحيد التقىيم
. الهجري الدولي
Uluslararasi Hicri Takvim Birligi Kongresi adalah sebuah Kongres
Internasional Unifikasi Kalender Hijriah yang dilaksanakan oleh Diyanet Isleri
Baskanligi (Badan Urusan Keagamaan Turki) bekerja sama dengan Bogazici
University Kandilli Observatory and Earthquake Research Institute
(Observatorium Kandilli Universitas Bogazici dan Institut Penenlitian Gempa
Bumi), European Council For Fatwa and Research (ECFR) yang
berkedudukan di Dublin, Irlandia, Islamic Crescents Observation Project
(ICOP) yang berkedudukan di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab dan International
Astronomical Center (Pusat Astronomi Internasional).
Kongres ini dilaksanakan pada hari sabtu-senin, 28-30 Mei 2016 M
(21-23 Syakban 1437 H) bertempat di kota Istanbul Turki dan berhasil
mendatangkan perwakilan 60 negara Islam yang terdiri dari unsur kementrian
agama, instansi pemerintah, ormas, fukaha dan astronom.. Hasil dari diskusi
yang dilaksanakan diputuskan ada dua pilihan kalender yang ditawarkan yaitu
kalender bizonal dan kalender unifikatif. Setelah melakukan sistem voting,
akhirnya konsep kalender unifikatif yang disepakati sebagai kalender hijriah
global. Namun hingga saat ini masih terjadi kesimpang siuran dalam
penerapan konsep ini mulai dari kajian fikih dan sainsnya. Para ulama,
astronom, dan ormas-ormas juga tidak luput dari problematika ini karena
ketika pembacaan keputusan pada penutupan acara tidak disebutkan
bagaimana dan apa landasan kriteria kalender unifikatif tersebut.1
Kaidah perumusan kalender ini terjadi problematika mengenai konsep
permulaan hari. Karena salah satu perumusan disebutkan bahwa awal hari
dimulai dari tengah malam (pukul 00.00 GMT) bukan waktu ghurub
(terbenam Matahari), disisi lain kriteria tinggi dan sudut elongasi 5-8 banyak
1 Syamsul Anwar, “Muhammadiyah, Kongres Istanbul 2016 dan Kalender Global Hijriah”,
disampaikan pada acara pengajian Ramadan PP Muhammadiyah pada tanggal 09-11 Juni 2016 di
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
2
kalangan yang mempertanyakan landasan filosofis, ilmiah dan syar‟inya.2
Oleh karena itu, untuk pembahasan yang lebih mendalam mengenai
problematika unifikasi kalender hijriah global Turki selanjutnya akan
disampaikan dalam pembahasan.
2. Sekilas tentang Kalender Hijriah Global
Kalender unifikatif adalah suatu sistem kalender yang menjadikan satu
zona untuk seluruh dunia dengan prinsip satu matlak. Jadi sistem ini memiliki
konsep satu hari dan satu tanggal yang sama untuk seluruh dunia.3
Kalender Hijriah Global tunggal (at-taqwim al-hijri al-‘alami al-
uhadi) adalah kalender Hijriah dengan prinsip satu hari satu tanggal di seluruh
dunia. Artinya satu sistem kalender berlaku di seluruh kawasan muka Bumi
tanpa kecuali yang berasaskan keselarasan antara hari dan tanggal. Misalnya
apabila tanggal 9 Zulhijjah di suatu tempat jatuh pada hari sabtu, maka di
bagian dunia yang lain tanggal 9 Zulhijjah juga hari sabtu.4
Sebagaimana prinsip Jamaluddin Raziq seorang praktisi dan peneliti
kalender Islam asal Maroko bahwa kalender tunggal-global dimaksudkan
untuk mengakomodir kepentingan ibadah (sipil-administratif). Fungsi utama
kalender hijriah adalah sebagai jadwal ibadah umat muslim khususnya
penentuan awal puasa dan hari Arafah.5
Menurut Syamsul Anwar kalender hijriah global dianggap menjadi
sebuah keharusan dikarenakan beberapa sebab, yaitu:
a. Sebagai penentu kapan terjadinya Lailatul Qadar di bulan Ramadan.
b. Sebagai penentu jatuhnya tanggal 9 Zulhijjah untuk menjalankan ibadah
puasa Arafah dan wukuf di Makkah.
c. Sebagai universalisme risalah Islam, yaitu Islam agama untuk seluruh
dunia (QS 34: 28, QS 21: 107).
d. Karena kesatuan (at-tauhid) merupakan simbol agama Islam yakni umat
yang satu.
2 http://tarjih.or.id/muktamar-turki-dan-momentum-penyatuan-kalender-di-indonesia/ diakses
pada tanggal 10 Oktober 2017 pukul 11:02 WIB 3 Syamsul Anwar, “Muhammadiyah Kongres Istanbul 2016 dan Kalender Global Hijriah”,
disampaikan pada Pengajian Ramadan PP Muhammadiyah 9-11 Juni 2016, h.7-8. 4 Ibid.
5 http://tarjih.or.id/muktamar-turki-dan-momentum-penyatuan-kalender-di-indonesia/ diakses
pada tanggal 10 Oktober 2017 pukul 11:02 WIB
3
e. Karena Faktor globalisasi, dan umat muslim saat ini berada diberbagai
belahan dunia.
f. Karena untuk membangun citra Internasional Kesatuan Islam.6
3. Kongres Unifikasi Kalender Hijriah Global Istanbul 2016
Kongres Unifikasi Kalender Hijriah Global ini dilaksanakan pada hari
sabtu-senin, 28-30 Mei 2016 M (21-23 Syakban 1437 H) di Istanbul Turki.
Sebelum tahun 2016, konferensi seperti ini juga pernah terjadi pada tahun
1978 dan terkenal dengan sebutan putusan Istanbul 1978. Kongres yang
dilaksanakan oleh Diyanet Isleri Baskanligi (Badan Urusan Keagamaan Turki)
dan bekerja sama dengan berbagai ormas serta para pakar studi islam dan
astronomi ini berlangsung dengan diskusi yang cukup alot.7
Pada kongres ini bagian Komisi Ilmu Pengetahuan (the Science
Commission) mengundang banyak kalangan diantaranya para ahli astronomi,
ahli Studi Islam, ahli Kalender Hijriah dan organisasi di seluruh dunia yang
memiliki konsentrasi terhadap unifikasi kalender hijriah. sistem kongresnya
bukan simposium namun mengajukan makalah lengkap dengan konsep
kalender. pada sesi diskusi, para ahli dan organisasi-organisasi mengkaji
paper-paper tersebut, dan menyimpulkan ada dua sistem kalender yaitu
kalender bizonal dan kalender unifikatif.8
Perbedaan kedua sistem kalender ini adalah pembagian zona atau
wilayah. Untuk kalender bizonal membagi Bumi menjadi dua zona yaitu
Timur dan Barat, sedangkan kalender unifikatif menjadikan satu wilayah di
seluruh dunia untuk satu hari dan satu tanggal. Karena adanya perbedaan
pandangan mengenai kedua sistem kalender tersebut, maka para Komite
Ilmiah menyerahkannya pada peserta kongres untuk memilih. Selanjutnya,
melalui sistem voting sebagian besar yang dipilih para peserta sebagai
kalender hijriah adalah kalender unifikatif. Namun diakhir acara belum
diumumkan lebih jelas kriteria kalender unifikatif yang seperti apa yang
dipakai untuk pemersatu kalender.
6 Syamsul Anwar, “al-Jawānib asy-Syar„iyyah wa al-Fiqhiyyah lī Waḍ„ at-Taqwīm al-Islāmī
al-„Ālamī,” dalam Maṭāli‘ asy-Syuhūr al-Qamariyyah wa at-Taqwīm al-Islāmī (Rabat, Maroko:
ISESCO, 1431/2010), h. 367-368. 7 Syamsul Anwar, ibid
8 Ibid
4
a. Kalender bizonal
Yaitu sistem kalender yang membagi Bumi menjadi dua sistem zona,
yaitu:
1) Zona timur, jika pada tanggal 29 ijtimak geosentrik terjadi sebelum
terbit fajar di Makkah, maka hari berikutnya adalah tanggal 1 bulan
baru, tetapi jika ijtimak terjadi setelah fajar di Makkah maka
penanggalan diisktikmalkan menjadi 30.
Pengecualian:
Jika terjadi imkanur rukyat berdasarkan kriteria Audah di
kawasan manapun di zona timur, maka keesokan harinya
tanggal 1 bulan baru meskipun menurut kaidah di atas belum
masuk bulan baru.
Jika tidak terjadi imkanur rukyat di wilayah mana pun di zona
timur, maka diistikmalkan, meskipun menurut kaidah di atas
sudah masuk bulan baru.
Wilayah zona timur ini terdiri dari Australia, Negara-negara Asia,
kepulauan di Samudera Atlantik, Eropa dan Afrika
2) Zona Barat, jika pada tanggal 29 ijtimak geosentrik terjadi sebelum
terbenam Matahari di Makkah dan Bulan terlebih dahulu terbenam dari
Matahari, maka hari berikutnya tanggal 1 bulan baru, tetapai jika tidak
memenuhi maka penanggalan diistikmalkan menjadi 30 hari.
Pengecualian:
Jika terjadi imkanur rukyat dengan teleskop berdasarkan
kriteria Audah di daratan atau terjadi imkanur rukyat dengan
mata telanjang meskipun susah, maka hari berikutnya tanggal 1
bulan baru, meskipun menurut kriteria di atas belum bulan
baru.
Jika ketentuan pada point atas tidak terpenuhi maka
penanggalan diistikmalkan menjadi 30 hari.
5
Wilayah zona barat ini terdiri dari benua Amerika dan pulau-pulau di
Laut Pasifik sebelah timur Garis Tanggal Internasional.9
b. Kalender Unifikatif
Sistem kalender ini menjadikan seluruh wilayah Bumi menjadi satu
wilayah dan satu penangggalan hijriah yang sama. Konsep bulan baru
kalender unifikatif ini dimulai sebelum pukul 00.00 AM GMT (pukul
07.00 WIB) telah memenuhi syarat imkanur rukyat yaitu tinggi hilal
minimal 5 derajat dan elongasi minimal 8 derajat. Sistem kalender
unifikatif ini sesuai dengan hasil penetapan kriteria pada kongres
pertemuan ke-5 Konferensi Istanbul10
the Science Commission of the
International Congress on Calendar Unity tahun 1978.11
Pengecualian:
Bulan baru tetap dimulai keesokan harinya meskipun imkanur
rukyat di suatu tempat di dunia terjadi setelah pukul 12 malam
GMT dengan ketentuan ijtimak terjadi sebelum waktu fajar New
Zealand.
Imkanur rukyat yang dimaksud pada point atas harus terjadi di
daratan benua Amerika dan tidak dipertimbangkan imkanur rukyat
di lautan.12
4. Implementasi Kalender Hijriah Global Turki Perspektif Fikih dan Sains
Menurut imam hanbali, rukyat pada suatu tempat bisa diberlakukan di
seluruh dunia. Namun, ini tidak berarti bahwa umat islam di semua bagian
dunia bisa berpuasa dan berlebaran pada hari yang sama. Bisa terjadi bahwa
pada suatu bagian bumi, hilal sudah terlihat pada suatu sore, namun pada
bagian lain baru terlihat esok harinya. Karena bumi itu bulat, tidak mungkin
9 “Al-Milaff al-Muhtawī Ma„āyīr Masyrū„ai at-Taqwīm al-Uḥādī wa aṡ-Ṡunā‟ī,” kertas kerja
yang dibahas dalam Kongres Penyatuan Kalender Hijriah, 28-30 Mei 2016, Istanbul, Turki, h. 4-5. 10
Hasil kesepakatan muktamar Internasional tentang kalender Islam yang diadakan di Istanbul
Turki pada tanggal 26-29 Zulhijjah 1398 H/ 2-3 November 1978 M dimana Indonesia termasuk sebagai
salah satu peserta. Dalam muktamar ini ditetapkan masuknya awal bulan secara syar‟i ditandai dengan
terjadinya ijtimak (konjungsi), dan ketika itu hilal sudah berada di atas ufuk setelah terbenam Matahari.
Selain itu muktamar juga menetapkan jarak sudut Matahari-Bulan minimal 8 derajat dan tinggi hilal
minimal 5 derajat. Lihat Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, Problematika Penentuan Awal Bulan,
Malang: Madani, 2014, h. 15. 11
http://adi-damanhuri.blogspot.co.id/2016/06/hasil-kongres-penyatuan-kalender.html diakses
pada tanggal 9 Oktober 217 pukul 13.00 WIB 12
“Al-Milaff al-Muhtawī Ma„āyīr..... h.9
6
semua bagian bumi mempunyai penanggalan kamariah yang sama. Prinsip ini
sama dengan tahun syamsiyah, yang berbeda tanggalnya antara belahan bumi
bagian barat dan belahan bumi bagian timur.13
Berdasarkan pengertian ini, maka yang dimaksud dengan “keberlakuan
global rukyat” menurut imam hanafi adalah jika hilal terlihat pada suatu
tempat maka esok harinya tempat itu memasuki bulan baru kamariah,
demikian pula tempat yang terletak di belahan bumi yang sama (berada pada
sisi yang sama terhadap garis tanggal). Sedangkan tempat yang terletak
dibagian lain (disisi lain garis tanggal), maka awal bulan baru masuk pada lusa
hari.14
Dalam kajian fikih, ada tiga problematika dalam penerapan unifikasi
kalender hijriah global, yaitu:15
a. Penggunaan hisab
Terjadinya perbedaan pendapat oleh para ahli fikih mengenai dalil-
dalil rukyat yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar dan Abu Hurairah seperti
pada kalimat faqduru lahu dan fa in ghumma alaikum faqduru lahu. Ada
sebagian yang menyatakan merupakan dalil rukyat shahih dan tidak bisa
digantikan dengan hisab atau pun lainnya. Di sisi lain ada yang
mengatakan dalil tersebut tidak murni diartikan rukyat tetapi harus
dipahami berdasarkan kondisi alamiah, sosial dan keadaan ilmu hisab saat
itu. Kondisi alamiah saat itu yang masih bebas polusi dengan keadaan
langit yang bersih sangat mendukung penggunaan rukyat.16
sehingga dari
sini berkembangnya metode hisab sebagai penentuan awal bulan. Namun
jika diimplementasikan pada rukyat global maka ada sebagian wilayah
yang menghilangkan prinsip rukyat untuk kasus yang hilal dibawah ufuk.
b. Transfer imaknur rukyat atau permasalahan matlak
Secara etimologi matlak berarti tempat terbitnya benda-benda langit,
sedangkan secara terminologi berarti batas geografis keberlakuan rukyat
berdasarkan jangkauan dilihatnya hilal.17
13
Farid Ruskanda, 100 Masalah Hisab dan Rukyat, Jakarta: Gema Insani, 2005, h.18. 14
Ibid, h.19 15
Tasnim Rahman Fitra, Tanggapan Muhammadiyah dan NU terhadap Hasil Kongres
Internasional Unifikasi Kalender Hijriah di Turki Tahun 2016, Tesis Pascasarjana UIN Walisongo
Semarang tahun 2017, h.48. 16
Ibid, h.49-51. 17
Susiknan Azhari, Ensiklopedia Hisab Rukyat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, h.98.
7
Seperti pada umumnya perbedaaan matlak ini sudah menjadi
perdebatan klasik para ulama sejak dahulu. Dalam wacana fikih, terdapat
dua sistem matlak, yakni keberagaman matlak (ikhtilaf al-matali’) yang
dibangun oleh mazhab Syafi‟i dan kesatuan matlak (ittihad al-Matali’ )
yang dibangun oleh mazhab Hanafi, Maliki dan Hanbali.18
Menurut sistem keragaman matlak (ikhtilaf al-matali’) beranggapan
bahwa hilal yang terlihat di muka Bumi ini terbatas dan tidak semua
wilayah hilal bisa terlihat pada hari pertama kemunculannya. Menurut
imam syafi‟i batas luas matlak antara daerah satu dengan yang lain diukur
berdasar jarak bolehnya mengqasar salat yakni jarak daerah tidak boleh
kurang dari 24 farsakh.19
Menurut sistem kesatuan matlak (ittihad al-Matali’) beranggapan
bahwa seluruh muka bumi ini adalah satu matlak artinya hilal yang
terlihat disuatu tempat maka hasil rukyat tersebut berlaku dan mengikat
untuk wilayah lain.20
Sehingga masih menjadi perdebatan rukyat global
menggunakan prinsip matlak yang mana.
Di sisi lain, sistem kesatuan matlak (ittihad al-Matali’) tidak sesuai
dengan astronomi. Hal ini disebabkan dalam sistem penanggalan hijriah
terdapat garis batas tanggal internasional sehingga bisa menyebabkan
perbedaan tanggal pada saat yang bersamaan. Garis batas tanggal hijriah
batasnya ditentukan oleh tempat dimana Bulan dan Matahari terbenam
secara bersamaan sedangakan semua wilayah belum tentu bisa terlihat
hilal secara bersamaan.21
c. Permulaan hari
Konsep permulaan hari menjadi penting jika dikaitkan dengan
unifikasi kalender hijriah global. Al-qur‟an tidak secara tegas memberi
patokan kapan dimulainya hari, tetapi hanya menyebutkan bahwa siang
ditandai dengan kemampuan mata membedakan antara benang putih dan
benang hitam.22
18
Syamsul Anwar, Interkoneksi Studi Hadis dan Astronomi, Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah, 2011, h.107-108. 19
Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, terj. Bandung: Gema Insani, 1996, h.58. 20
Syamsul Anwar, Interkoneksi..... h.103-104. 21
Meri Fitri Yanti, Pendapat Empat Mazhab tentang Matlak dalam Penentuan Bulan Hijriah
(Perpektif Astronomi), Skripsi S1 IAIN Raden Intan, Lampung: ttp, 2017, h.104-106. 22
Lihat QS.al-Baqarah: 187.
8
Jumhur ulama berpendapat bahwa hari dimulai sejak terbenamnya
Matahari, sebagimana dalam hal wajibnya membayar zakat fitrah (waktu
tempo).23
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa hari dimulai ketika fajar. Hal ini
didasarkan pada pemahaman yang berbeda tentang waktu tempo
pembayaran zakat fitrah, yaitu saat mulai terbit fajar hari Idul Fitri.24
Di sisi lain, Jamaluddin Abr ar-Raziq menawarkan hari dalam kalender
hijriah dimulai pada pukul 00.00 tengah malam.25
Problematika unifikasi kalender hijriah Global dalam kajian astronomi, yaitu:
1. Permasalahan hisab
Menerima kalender hijriah global sebagai kalender islam dunia pada
prinsipnya penerimaan hisab sebagai metode penetapan awal bulan, karena
tidak mungkin jika hanya menggunakan rukyat sebagai metode. Metode
hisab saat ini juga berkembang menjadi visibilitas hilal/imkanur rukyat
yakni batas kemungkinan hilal bisa dilihat, artinya konsep ini membaurkan
antara hisab dan rukyat dalam penentuan awal bulan. Namun hingga saat
ini kriteria batas visibilitas hilal dalam astronomi masih belum bisa
dipatenkan yang berakibat semakin banyaknya kriteria.
2. Permasalahan matlak dan permulaan hari
Konsepsi matlak global dalam kalender islam melandaskan batas
perubahan hari/tanggal pada batas tanggal internasioanl, yaitu batas
tanggal yang digambarkan dengan garis imager dari utara ke selatan yang
terletak pada bujur 180 derajat dan membatasi dua hari/tanggal secara
berurutan, dimana hari/tanggal yang berada di kawasan barat garis lebih
dahulu satu hari dibanding yang berada di timur.
Namun jika ada salah satu wilayah yang belum memenuhi syarat
misalnya terbenamnya bulan sebelum matahari, dimana bulan baru harus
23
Ahmad Adib Rofiuddin, “Penentuan Hari dalam Sistem Kalender Hijriah”, Al-Ahkam:
Jurnal Pemikiran Hukum Islam, 2016, h.124. 24
Muhammad bin Ali Asy-Syaukani, Nail al-Autar, Jilid IV, Damaskus: Dar at-Tiba‟ah al-
Munriyyah, tt, h.563. pandangan ini dilandasi juga pada QS. Al-Baqarah ayat 187, dan Hadis Nabi,
yang berbunyi “puasamu adalah hari kamu berpuasa dan fitrahmu adalah hari kamu ber-idul fitri” ,
Sehingga menurut mereka hari dimulai ketika terbitnya fajar atau di waktu subuh, Lihat al-Kasani,
Bada’i al-Sana’i fi Tartib al-Syara’i, Beirut: ar al-Ihya‟ al-Turas al-Arabi, 1998, h.206. 25
Tasnim Rahman Fitra, Tanggapan..... h.62.
9
dimulai ketika hilal masih berada di bawah ufuk, maka permasalahan
matlak akibat garis batas tanggal paling timur ini juga menjadi problem
dalam implementasi rukyat global sebagaimana rukyat global Turki.26
Garis tanggal imkanur rukyat yang paling timur berada di sekitar
ekuator, untuk wilayah yang paling barat adalah Amerika Selatan dan
wilayah yang paling timur adalah Samoa, beda waktu antara keduanya
adalah 10 jam, secara astronomis rata-rata tinggi bulan naik dari timur ke
barat 10 derajat, jika ketinggian hilal di Amerika Selatan 5 derajat maka
tinggi hilal di wilayah timur khususnya Asia Tenggara masih di bawah
ufuk.27
Hal ini juga berlaku pada permulaan hari, karena salah satu penyebab
yang menjadikan perbedaan hari adalah adanya Garis tanggal Islam
Internasional (the International Islamic Dateline). Garis ini tidak
memperhitungkan faktor jarak antara dua tempat sehingga awal dan akhir
puasa di kedua tempat tersebut bisa jatuh pada tanggal yang sama tetapi
bisa juga berbeda. Walaupun secara geografis dua buah tempat saling
berdekatan, jika keduanya berada pada sisi yang berlainan dari “garis
tanggal kamariah”, maka awal dan akhir Ramadan di tempat itu berbeda.
Mungkin saja bahwa wilayah indonesia terbelah oleh garis tanggal hijriah
ini, namun karrena indonesia menganut prinsip wilayatul hukmi, maka
penanggalan kamariah harus sama di seluruh wilayah hukum republik
indonesia.28
Perbedaan dan persamaan penanggalan yang berubah-ubah ini tidak
dijumpai pada sistem tahun miladiyah. Tempat garis tanggalnya selalu
tetap. Pada penanggalan kamariah, garis tanggal ini selalu bergeser, bukan
saja setiap tahun melainkan setiap bulan.29
Perbedaan garis tanggal kamariah ini disebabkan garisnya ditentukan
oleh gerakan bulan, bumi dan matahari. Jadi tiga benda langit tersebut
menentukan tahun kamariah.
26
Tasnim Rahman Fitra, Tanggapan....., h.155. 27
Lihat http://tdjamaluddin.wordpress.com 28
Farid Ruskanda, 100 Masalah Hisab dan Rukyat, Jakarta: Gema Insani, 2005, h.18, 29
Ibid, h.20
10
Kelemahan Implementasi kriteria rukyat global Turki sebenarnya memiliki,
yaitu:
1. Adanya problem dimana wilayah bagian barat sudah menacapai
kriteria (5˚ - 8˚) sedangkan digaris tanggal timur khususnya di Asia
Tenggara hilal masih dibawah ufuk. Secara astronomi letak suatu
wilayah akan mempengaruhi tinggi dan sudut elongasi hilal. karena
semakin jauh suatu kota dari titik barat ke timur, maka tingkat
kesesuain dengan kriteria turki semakin kecil. Menurut T. Djamaluddin
kemungkin hilal wujud dan dapat rukyat untuk wilayah bagian timur
adalah ketinggian 3 derajat.
2. Adanya problem hilal masih dibawah ufuk tetapi istikmal keesokan
harinya masuk bulan baru. Hal ini terkait syarat pengecualian yaitu
konjungsi terjadi sebelum terbit fajar dan bagian daratan benua
Amerika memenuhi imkanur rukyat. Secara fikih prinsip tersebut telah
menghilangkan konsep rukyatul hilal secara fi’liyah dan berlawanan
dengan astronomi yakni Bulan terbenam lebih dahulu dari pada
Matahari.30
3. Adanya pergeseran waktu fajar setiap hari (konsep fajar New Zealand),
sedangkan kalender menghendaki patokan yang tetap.31
5. Kesimpulan
a. Konsep rukyat global turki secara fikih maupun astronomi masih
menimbulkan problematika, yaitu terkait penggunaan hisab, transfer
imkanur rukyat atau penggunaan matlak, dan permulaan hari.
b. Konsep rukyat global turki secara astronomi tidak sesuai dengan fikih, hal
ini terlihat dari konsep matlak rukyat global ada beberapa kasus yang
menghilangkan konsep rukyatul hilal secara fi’liyah.
30
Nur Shodiq, Kajian Kriteria Hisab Global Turki dan Usulan Kriteria Baru Mabims
Menggunakan Algoritma Jean Meeus, makalah disampaikan pada ujian komprehensif pascasarjana
UIN Walisongo Semarang tahun 2017, h.28-34. 31
Tasnim Rahman Fitra, Tanggapan....., h.151.
11
c. Sejauhmana sains dapat menggantikan nash berupa wahyu dan ketentuan
syariah tentang unifikasi kalender global tetap seharusnya sains menjadi
instrumen pelaksana wahyu, dan tidak bisa menggantikan posisi wahyu.
6. Penutup
Demikian makalah ini dibuat. Penulis menyadari masih banyak adanya
kekurangan baik dari segi penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran
yang konstruktif sangat penulis butuhkan untuk pembuatan makalah
kedepannya. Kiranya hanya itu yang dapat penulis sampaikan, semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat umumnya bagi masyarakat khususnya
bagi pembaca. Sekian terimakasih.
12
DAFTAR PUSTAKA
“Al-Milaff al-Muhtawī Ma„āyīr Masyrū„ai at-Taqwīm al-Uḥādī wa aṡ-Ṡunā‟ī,” kertas
kerja yang dibahas dalam Kongres Penyatuan Kalender Hijriah, 28-30 Mei
2016, Istanbul, Turki.
Anwar, Syamsul, Interkoneksi Studi Hadis dan Astronomi, Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah, 2011.
, “Muhammadiyah, Kongres Istanbul 2016 dan Kalender Global
Hijriah”
, “al-Jawānib asy-Syar„iyyah wa al-Fiqhiyyah lī Waḍ„ at-Taqwīm al-
Islāmī al-„Ālamī,” dalam Maṭāli‘ asy-Syuhūr al-Qamariyyah wa at-Taqwīm
al-Islāmī (Rabat, Maroko: ISESCO, 1431/2010).
Azhari, Susiknan, Ensiklopedia Hisab Rukyat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
Butar-Butar, Arwin Juli Rakhmadi, Problematika Penentuan Awal Bulan, Malang:
Madani, 2014.
Kasani, al-, Bada’i al-Sana’i fi Tartib al-Syara’i, Beirut: ar al-Ihya‟ al-Turas al-Arabi,
1998.
Rofiuddin, Ahmad Adib, “Penentuan Hari dalam Sistem Kalender Hijriah”, Al-
Ahkam: Jurnal Pemikiran Hukum Islam, 2016.
Ruskanda, Farid, 100 Masalah Hisab dan Rukyat, Jakarta: Gema Insani, 2005.
Shodiq, Nur, Kajian Kriteria Hisab Global Turki dan Usulan Kriteria Baru Mabims
Menggunakan Algoritma Jean Meeus, makalah disampaikan pada ujian
komprehensif pascasarjana UIN Walisongo Semarang tahun 2017.
Syaukani, Muhammad bin Ali Asy-, Nail al-Autar, Jilid IV, Damaskus: Dar at-
Tiba‟ah al-Munriyyah, tt.
Yanti, Meri Fitri, Pendapat Empat Mazhab tentang Matlak dalam Penentuan Bulan
Hijriah (Perpektif Astronomi), Skripsi S1 IAIN Raden Intan, Lampung: ttp,
2017.
Zuhaili, Wahbah, al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, terj. Bandung: Gema Insani, 1996.
Fitra, Tasnim Rahman, Tanggapan Muhammadiyah dan NU terhadap Hasil Kongres
Internasional Unifikasi Kalender Hijriah di Turki Tahun 2016, Tesis
Pascasarjana UIN Walisongo Semarang tahun 2017.
http://adi-damanhuri.blogspot.co.id/2016/06/hasil-kongres-penyatuan-kalender.html
diakses pada tanggal 9 Oktober 217 pukul 13.00 WIB
13
http://tarjih.or.id/muktamar-turki-dan-momentum-penyatuan-kalender-di-indonesia/
diakses pada tanggal 10 Oktober 2017 pukul 11:02 WIB .