STATUS PASIEN BAGIAN NEUROLOGI
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. H
Umur : 47 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Kawin / tidak kawin : Kawin
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat :
Tanggal masuk : 19 Januari 2013
No CM : 01xxxxxx
II. SUBYEKTIF
Anamnesis alloanamnesis
1. Keluhan utama
Lemah pada kaki sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan lemah pada kaki sejak satu hari sebelum masuk rumah
sakit. Pasien mengaku mengalami kesulitan berjalan. Kejadian berawalnya saat pasien
sedang mandi, pasien merasa telunjuk tangannya kirinya lemah dan merasa kesemutan
pada lengan kiri bagian bawah. Setelah itu pasien merasa hari berikutnya tangannya
menjadi lemah kemudian pasien merasa kesemutan dan baal pada kaki kanan dan
kirinya yang akhirnya menjadi terasa lemah sampai akhirnya pasien tidak bisa
berjalan. Pasien merasa seluruh badannya tidak bertenaga. Pasien juga mengeluh
bicaranya menjadi rero dan wajahnya terasa kaku. Sebelumnya sekitar satu minggu
sebelum masuk rumah sakit pasien sempat mengalami diare tanpa disertai demam
namun saat ini sudah sembuh. Sesak nafas disangkal pasien. Nafsu makan tidak ada
keluhan. Riwayat sakit pada sistem pernapasan disangkal. Pasien mengaku
sebelumnya belum pernah mengalami keluhan serupa.
1
3. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat Hipertensi disangkal
Riwayat Diare diakui
Riwayat DM disangkal
Riwayat kelainan jantung disangkal
Riwayat merokok disangkal
4. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit yang sama pada keluarga disangkal
5. Riwayat sosial ekonomi dan pribadi
Pasien berasal dari keluarga yang cukup mampu
III. OBJEKTIF
1. Status presents
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V6M5
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 80x/menit
Heart Rate : 84x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 35,8 ‘C
Kepala : Dalam batas normal
Leher : Dalam batas normal
2. Status interna
Paru
Inspeksi : Simetris hemitoraks kanan-kiri saat statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus vokal dan fremitus taktil simetris kanan-kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung
2
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba ICS V linea midclavicula kiri
Perkusi : Batas jantung kanan ICS V linea parasternalis kanan
Batas jantung kiri ICS V linea midclavicula kiri
Batas jantung atas ICS II linea parasternalis kiri
Auskultasi : BJ I – II murni reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Permukaan datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani pada keempat quadran abdomen
Palpasi : Hepar, lien, ginjal tidak teraba pembesaran
3. Status Psikis
Cara berfikir : Normoaktif
Perasaan hati : Eutimik
Tingkah laku : Normoaktif
Ingatan : Baik
Kecerdasan : Baik
4. Status neurologis
A. Kepala
Bentuk : Normocephal
Nyeri tekan & pulsasi : (-)
Simetris : (+)
B. Leher
Sikap & Pergerakan : Dalam batas normal
Kaku kuduk : (-)
C. Nervi kranialis
3
N. I (olfaktorius)
Subyektif & dengan bahan : Tidak dilakukan
N. II (optikus)
Tajam penglihatan : Baik
Lapang peglihatan : Baik
Melihat warna : Tidak dilakukan
Fundus okuli : Tidak dilakukan
N. III (okulomotor)
Sela mata : Simetris
Pergerakan bulbus : Bulbus
Strabismus : (-)
Nistagmus : (-)
Eksopftalmus : (-)
Pupil
Besarnya : 2 mm
Bentuknya : Simetris bulat isokor
Refleks cahaya : +/+
Melihat kembar : -
N. IV (troklearis)
Pergerakan mata
(ke bawah-kedalam) : Dalam batas Normal
Sikap bulbus : Simetris
Melihat kembar : -
N. V (trigeminus)
Membuka mulut : Dalam batas normal
Menguyah : Dalam batas Normal
Mengigit : Dalam batas Normal
Reflek kornea : Dalam batas Normal
4
Sensibilitas muka : Dalam batas Normal
N.VI (abducens)
Pergerakan mata
(ke lateral) : Dalam batas Normal
Sikap bulbus : Simetris
Melihat kembar : Dalam batas Normal
Deviasi conjugae sinistra : - / -
N.VII (fascialis)
Mengerutkan dahi : Kesulitan
Menutup mata : Lagoftalmus
Memperlihatkan gigi : Plika nasolabialis kanan sama dengan kiri
Bersiul : Dalam batas Normal
Perasaan lidah
2/3 bagian depan lidah : Dalam batas Normal
N.VIII ( vestibulo cochlear)
Detik arloji : Dalam batas Normal
Suara berbisik : Dalam batas Normal
Test weber : tidak dilakukan
Test rinne : tidak dilakukan
Test swabach : tidak dilakukan
N.IX (glosofaringeus)
Perasaan lidah
(1/3 bagian belakang) : Dalam batas Normal
Sensibilitas faring : Dalam batas Normal
N.X (vagus)
5
Arkus faring : Dalam batas Normal
Berbicara : Dalam batas Normal
Menelan : Dalam batas Normal
N.XI (asesorius)
Menengok : Dalam batas Normal
Mengangkat bahu : Dalam batas Normal
N.XII (hipoglosus)
Pergerakan lidah : Dalam batas Normal
Lidah deviasi : Dalam batas Normal
Atrofi : (-)
D. Fungsi luhur
Baik
E. Badan dan anggota gerak
1. Badan
Respirasi : Torakoabdominal
Bentuk kolumna vetebralis : Dalam batas normal
Pergerakan kolumna vetebralis : Dalam batas normal
Refleks kulit perut atas : Dalam batas normal
Refleks kulit perut tengah : Dalam batas normal
Refleks kulit perut bawah : Dalam batas normal
2. Anggota gerak atas
Motorik : +/+
Pergerakan : +/+
Kekuatan : 4 4
Tonus :Spastik (-/-)
6
Atropi : (-)
Refleks fisiologis
Bisep : - / -
Trisep : - / -
Refleks patologis
Hoffman/trommer : Tidak dilakukan
Sensibilitas
Taktil : Baik
Nyeri : Baik
Suhu : Baik
Diskriminasi dua titik : Baik
Lokalis : Baik
Getar : tidak dilakukan
3. Anggota gerak bawah
Motorik : +/+
Pergerakan : +/+
Kekuatan : 1 1
Tonus : normal
Atropi : (-)
Sensibilitas
Taktil : baik
Nyeri : baik
Suhu : baik
Diskriminasi dua titik : baik
Lokalis : baik
Getar : Tidak dilakukan
Refleks fisiologis
7
Patella : - /-
Achilles : - /-
Refleks patologis
Babinsky : -/-
Chaddock : -/-
Openhaeim : -/-
Gordon : -/-
Schaefer : -/-
Klonus paha : Tidak dilakukan
Klonus kaki : Tidak dilakukan
Test kernig : Tidak dilakukan
Test laseque : Tidak dilakukan
Meningeal sign : Kaku kuduk (-)
Patrick : Tidak dilakukan
Kontra patrick : Tidak dilakukan
F. Koordinasi, gait dan keseimbangan
Cara berjalan : Tidak dilakukan
Test romberg : Tidak dilakukan
Disdiadokokinesis : Tidak dilakukan
Ataksia : Tidak dilakukan
Rebound phenomen : Tidak dilakukan
G. Gerakan – gerakan abnormal
Tremor : (-)
Athetosis : (-)
Mioklonik : (-)
Khorea : (-)
H. Alat vegetatif
Miksi : Baik
Defekasi : Belum BAB 6 hari
IV. Ringkasan
8
Subyektif
Pasien datang dengan lemas pada kaki dan terasa lemas serta mengalami kesulitan berjalan
sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan diawali lemah pada jari tangan
kemudian tangan terasa lemah. Riwayat diare sekitar satu minggu sebelum masuk rumah
sakit.
Obyektif
- Status presents
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5 M6
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 80x/menit
Heart Rate : 84x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 35,8 ‘C
Kepala : Dalam batas normal
Leher : Dalam batas normal
-Status interna : jantung, paru dan abdomen dalam batas normal
-Status neurologis :
Meningeal sign : Kaku kuduk (-)
Pupil : Simetris bulat isokor
Refleks cahaya : +/+
NVII & NXII : Parase perifer bilateral
GBM : Baik kesegala arah
Motorik : ↓/↓
Sensorik : Baik
Fungsi Luhur : Baik
Fungsi Vegetatif : Baik
Refleks fisiologis : - / -
Refleks patologis : Babinsky, Chaddock (-/-)
V. Diagnosis
Polineuropati akut
9
Miller fisher syndrome
VI. Rencana awal
Rencana diagnosis
Lab darah rutin:
Hematologi (hb, ht, leukosit, trombosit, eritrosit)
Kimia klinik (na, k, ureum, kreatinin, GD, kolestrol total, LDL, HDL trigliserida,
as.urat)
LCS punksi
Thorax foto PA/Lat
CT-Scan/MRI
Rencana terapi
Terapi umum
A (airway), B (breathing), C (circulation) yaitu dengan mengatur posisi kepala
untuk menjaga jalan nafas, pemberian O2, dan sirkulasi yang baik
Menjaga keseimbangan cairan elektrolit dengan pemberian infus cairan isotonis
dapat berupa : Asering atau KAEN 1B 15 tetes/menit
Terapi khusus
Inj dexamethason 2x1 amp
Inj ranitidin 2x1 amp
Mecobalamin 3x500mg po
VII.Rencana edukasi
Hindari stress
Minum obat sesuai anjuran
Istirahat yang cukup
VIII. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
PENDAHULUAN
10
Guillain Barre syndrome (GBS) adalah penyakit neurologi yang sangat jarang.
Kejadiannya bervariasi antara 0.6 sampai 1.9 kasus per 100.000 orang pertahun. Selama
periode 42 tahun Central Medical Mayo Clinic melakukan penelitian mendapatkan rata-rata
insidensi 1.7 per 100.000 orang. Terjadi puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan antara
50-74 tahun. Jarang mengenai usia dibawah 2 tahun.
Insidensi sindroma Guillain-Barre Usia termuda yang pernah dilaporkan adalah 3
bulan dan paling tua usia 95 tahun. Laki-laki dan wanita sama jumlahnya. Dari
pengelompokan ras didapatkan bahwa 83% penderita adalah kulit putih, 7% kulit hitam, 5%
Hispanic, 1% Asia dan 4% pada kelompok ras yang tidak spesifik. Data di Indonesia
mengenai gambaran epidemiologi belum banyak. Penelitian Chandra menyebutkan bahwa
insidensi terbanyak di Indonesia adalah dekade I, II, III (dibawah usia 35 tahun) dengan
jumlah penderita laki-laki dan wanita hampir sama. Sedangkan penelitian di Bandung
menyebutkan bahwa perbandingan laki-laki dan wanita 3 : 1 dengan usia rata-rata 23,5
tahun. Insiden tertinggi pada bulan April s/d Mei dimana terjadi pergantian musim hujan dan
kemarau.
Penyakit ini sering menyebabkan kelumpuhan yang cukup sering dijumpai pada usia
dewasa muda. SGB ini seringkali mencemaskan penderita dan keluarganya karena terjadi
pada usia produktif, apalagi pada beberapa keadaan dapat menimbulkan kematian, meskipun
pada umumnya mempunyai prognosa yang baik. GBS biasanya mempunyai prognosa yang
baik yaitu sekitar 80% tetapi sekitar 15 % nya mempunyai gejala sisa/ defisit neurologis.
Beberapa nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini, yaitu Idiopathic
polyneuritis, Acute Febrile Polyneuritis, Infective Polyneuritis, Post Infectious Polyneuritis,
Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy, Guillain Barre Strohl
Syndrome, Landry Ascending paralysis, dan Landry Guillain Barre Syndrome.
FREKUENSI
11
Sepuluh studi melaporkan kejadian pada anak-anak (0-15 tahun), dan menemukan
kejadian antara 0,34, dan 1.34/100 000. Kebanyakan penelitian menyelidiki populasi di Eropa
dan Amerika Utara dan melaporkan angka kejadian serupa tahunan, yaitu antara 0,84 dan
1.91/100, 000. Rata-rata pertahun 1-3/100.000 populasi dan perempuan lebih sering terkena
daripada laki-laki dengan perbandingan rasio perempuan : laki-laki = 1,5 : 1 untuk semua usia.
Penurunan insiden selama waktu antara tahun 1980-an dan 1990-an ditemukan. Sampai dengan
70% dari kasus Sindroma Guillain Barre disebabkan oleh infeksi anteseden.
Inflamasi akut demielinasi poliradikuloneuropati (AIDP) adalah bentuk paling
umum di negara-negara barat dan berkontribusi 85% sampai 90% kasus. Kondisi ini terjadi pada
semua umur, meskipun jarang pada masa bayi. Usia termuda dan tertua dilaporkan adalah,
masing-masing 2 bulan dan 95 tahun. Usia rata onset adalah sekitar 40 tahun, dengan
kemungkinan dominasi laki-laki.
Sindroma Guillain Barre adalah penyebab paling umum dari acute flaccid paralysis
pada anak-anak. Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN) sering didapatkan di daerah Jepang
dan Cina, terutama pada orang muda.
Hal ini terjadi lebih sering selama musim panas, sporadis AMAN seluruh dunia
mempengaruhi10% sampai 20% pasien dengan Sindroma Guillain Barre . Miller-Fisher syndrom
mempengaruhi antara 5% dan 10% pasien GBS di negara-negara barat, tetapi lebih umum
di Asia Timur, dengan 25% terjadi di Jepang dan 19% di Taiwan.
DEFINISI
Sindrom Guillan Bare adalah suatu polineuropati yang bersifat ascending dan akut
yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut. Menurut Bosch, SGB
merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara
akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan
nervus kranialis.
ETIOLOGI
12
Etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti penyebabnya
dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan/ penyakit yang mendahului dan
mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain:
1. Infeksi
2. Vaksinasi
3. Pembedahan
4. Penyakit sistematik:
a) keganasan
b) systemic lupus erythematosus
c) tiroiditis
d) penyakit Addison
5. Kehamilan atau dalam masa nifas
SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus SGB
yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum
gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal.
Telah diketahui bahwa infeksi salmonela tiposa dapat menyebabkan GBS.
Kemungkinan timbulnya sindrom Guillain-Barre pada demam tifoid perlu lebih diketahui dan
disadari, khususnya di Indonesia di mana demam tifoid masih merupakan penyakit menular
yang besar.
Tabel 1: jenis - jenis infeksi yang sering menjadi penyebab SGB
13
PATOGENESIS
Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang mempresipitasi
terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui dengan pasti. Banyak ahli
membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui
mekanisme imunologi.
Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas
saraf tepi pada sindroma ini adalah:
1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell mediated
immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi.
2. Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran
pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi.
Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan
imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang paling sering
adalah infeksi virus.
a. Teori-teori Imun:
Faktor humoral (antibodi terhadap gangliosid) - respon seluler (aktivasi makrofag).
Berbagai laporan melaporkan adanya antibodi terhadap glikolipid, termasuk GM1, GQ1b,
berbagai gangliosid lain, seluruh komponen membran akson Histologi saraf tepi
menunjukkan infiltrasi monosit perivaskuler endoneurial dan demielinasi multifocal. Saraf-
saraf tepi dapat terkena dari radiks sampai akhiran saraf distal (poliradikuloneuropati).
b. Peran imunitas seluler
Dalam sistem kekebalan seluler, sel limposit T memegang peranan penting disamping
peran makrofag. Prekursor sel limposit berasal dari sumsum tulang (bone marrow) steam
cell yang mengalami pendewasaan sebelum dilepaskan kedalam jaringan limfoid dan
peredaran.
Sebelum respon imunitas seluler ini terjadi pada saraf tepi antigen harus dikenalkan
pada limposit T (CD4) melalui makrofag. Makrofag yang telah menelan (fagositosis)
antigen/terangsang oleh virus, allergen atau bahan imunogen lain akan memproses antigen
tersebut oleh penyaji antigen (antigen presenting cell = APC). Kemudian antigen tersebut
14
akan dikenalkan pada limposit T (CD4). Setelah itu limposit T tersebut menjadi aktif
karena aktivasi marker dan pelepasan substansi interlekuin (IL2), gamma interferon serta
alfa TNF. Kelarutan E selectin dan adesi molekul (ICAM) yang dihasilkan oleh aktifasi sel
endothelial akan berperan dalam membuka sawar darah saraf, untuk mengaktifkan sel
limfosit T dan pengambilan makrofag . Makrofag akan mensekresikan protease yang dapat
merusak protein myelin disamping menghasilkan TNF dan komplemen.
c. Patologi
Pada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran pembengkakan saraf tepi.
Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada saraf tepi. Perubahan pertama berupa
edema yang terjadi pada hari ke tiga atau ke empat, kemudian timbul pembengkakan dan
iregularitas selubung myelin pada hari ke lima, terlihat beberapa limfosit pada hari ke
sembilan dan makrofag pada hari ke sebelas, poliferasi sel schwan pada hari ke tigabelas.
Perubahan pada myelin, akson, dan selubung schwan berjalan secara progresif, sehingga
pada hari ke enam puluh enam, sebagian radiks dan saraf tepi telah hancur.
Asbury dkk mengemukakan bahwa perubahan pertama yang terjadi adalah infiltrasi sel
limfosit yang ekstravasasi dari pembuluh darah kecil pada endo dan epineural. Keadaan ini
segera diikuti demyelinisasi segmental. Bila peradangannya berat akan berkembang
menjadi degenerasi Wallerian. Kerusakan myelin disebabkan makrofag yang menembus
membran basalis dan melepaskan selubung myelin dari sel schwan dan akson.
15
Sistem imunopathologi saraf pada SGB
16
Patogenesis dan fase klinikal dari SGB
17
Stadium pada kerusakan saraf perifer pada SGB
KLASIFIKASI
Beberapa varian dari sindroma Guillan-Barre dapat diklasifikasikan, yaitu:
1. Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP)
2. Subacute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy
3. Acute motor axonal neuropathy (AMAN)
4. Acute motor sensory axonal neuropathy
5. Fisher’s syndrome
6. Acute pandysautonomia.
18
Patologi
4 stadium pada kerusakan saraf perifer pada GBS, yaitu :Limphosit bermigrasi &
bertransformasi ke dlm serabut saraf, myelin & axon belum rusak.Sel limphosit & sel makrofag >>, mulai terjadi segmental demyelinisasi, axon belum rusak.
kerusakan selubung myelin & axon, Terjadi kromatolisis sentral inti sel saraf atropi & denervasi.
Kerusakan axon >> proximal, kerusakan irreversible regenerasi sel saraf (-)
Gambar 2: Skema klasifikasi SGB
1. Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy
Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP) adalah jenis
paling umum ditemukan pada SGB, yang juga cocok dengan gejala asli dari sindrom
tersebut. Manifestasi klinis paling sering adalah kelemahan anggota gerak proksimal
dibanding distal. Saraf kranialis yang paling umum terlibat adalah nervus facialis.
Penelitian telah menunjukkan bahwa pada AIDP terdapat infiltrasi limfositik saraf perifer
dan demielinasi segmental makrofag.
2. Acute Motor Axonal Neuropathy
Acute motor axonal neuropathy (AMAN) dilaporkan selama musim panas SGB
epidemik pada tahun 1991 dan 1992 di Cina Utara dan 55% hingga 65% dari pasien SGB
merupakan jenis ini. Jenis ini lebih menonjol pada kelompok anak-anak, dengan ciri khas
degenerasi motor axon. Klinisnya, ditandai dengan kelemahan yang berkembang cepat
dan sering dikaitkan dengan kegagalan pernapasan, meskipun pasien biasanya memiliki
prognosis yang baik. Sepertiga dari pasien dengan AMAN dapat hiperrefleks, tetapi
mekanisme belum jelas. Disfungsi sistem penghambatan melalui interneuron spinal dapat
meningkatkan rangsangan neuron motorik.
3. Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy
Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN) adalah penyakit akut yang
berbeda dari AMAN, AMSAN juga mempengaruhi saraf sensorik dan motorik. Pasien
biasanya usia dewasa, dengan karakteristik atrofi otot. Dan pemulihan lebih buruk dari
AMAN.
19
4. Miller Fisher Syndrome
Miller Fisher Syndrome adalah karakteristik dari triad ataxia, arefleksia, dan
oftalmoplegia. Kelemahan pada ekstremitas, ptosis, facial palsy, dan bulbar palsy
mungkin terjadi pada beberapa pasien. Hampir semua menunjukkan IgG auto antibodi
terhadap ganglioside GQ1b. Kerusakan imunitas tampak terjadi di daerah paranodal pada
saraf kranialis III, IV, VI, dan dorsal root ganglia.
5. Acute Neuropatic panautonomic
Acute Neuropatic panautonomic adalah varian yang paling langka pada SGB.
Kadang-kadang disertai dengan ensefalopati. Hal ini terkait dengan tingkat kematian
tinggi, karena keterlibatan kardiovaskular, dan terkait disritmia. Gangguan berkeringat,
kurangnya pembentukan air mata, mual, disfaga, sembelit dengan obat pencahar atau
bergantian dengan diare sering terjadi pada kelompok pasien ini. Gejala nonspesifik awal
adalah kelesuan, kelelahan, sakit kepala, dan inisiatif penurunan diikuti dengan gejala
otonom termasuk ortostatik ringan. Gejala yang paling umum saat onset berhubungan
dengan intoleransi ortostatik, serta disfungsi pencernaan.
6. Ensefalitis Batang Otak Bickerstaff’s (BBE)
Tipe ini adalah varian lebih lanjut dari SGB. Hal ini ditandai dengan onset akut
oftalmoplegia, ataksia, gangguan kesadaran, hiperrefleks atau babinsky sign. Perjalanan
penyakit dapat monophasic atau terutama di otak tengah, pons, dan medula. BEE
meskipun presentasi awal parah biasanya memiliki prognosis baik. MRI memainkan
peran penting dalam diagnosis BEE. Sebagian besar pasien BEE telah dikaitkan dengan
SGB aksonal, dengan indikasi bahwa dua gangguan yang erat terkait dan membentuk
spectrum lanjutan.
GEJALA KLINIS
1. Kelemahan
Gambaran klinis yang klasik adalah kelemahan yang ascending dan simetris secara
natural. Anggota tubuh bagian bawah biasanya terkena duluan sebelum tungkai
atas. Otot-otot proksimal mungkin terlibat lebih awal daripada yang lebih
20
distal. Tubuh, bulbar, dan otot pernapasan dapat terpengaruh juga. Kelemahan otot
pernapasan dengan sesak napas mungkin ditemukan, berkembang secara akut dan
berlangsung selama beberapa hari sampai minggu. Keparahan dapat berkisar dari
kelemahan ringan sampai tetraplegia dengan kegagalan ventilasi.
2. Keterlibatan saraf kranial
Keterlibatan saraf kranial tampak pada 45-75% pasien dengan SGB. Saraf kranial III-
VII dan IX-XII mungkin akan terpengaruh. Keluhan umum mungkin termasuk
sebagai berikut; wajah droop (bisa menampakkan palsy Bell), Diplopias, Dysarthria,
Disfagia, Ophthalmoplegia, serta gangguan pada pupil.
Kelemahan wajah dan orofaringeal biasanya muncul setelah tubuh dan tungkai yang
terkena. Varian Miller-Fisher dari SGB adalah unik karena subtipe ini dimulai dengan
defisit saraf kranial.
3. Perubahan Sensorik
Gejala sensorik biasanya ringan. Dalam kebanyakan kasus, kehilangan sensori
cenderung minimal dan variabel.
Kebanyakan pasien mengeluh parestesia, mati rasa, atau perubahan sensorik
serupa. Gejala sensorik sering mendahului kelemahan. Parestesia umumnya dimulai
pada jari kaki dan ujung jari, berproses menuju ke atas tetapi umumnya tidak melebar
keluar pergelangan tangan atau pergelangan kaki. Kehilangan getaran, proprioseptis,
sentuhan, dan nyeri distal dapat hadir.
4. Nyeri
Dalam sebuah studi tentang nyeri pada pasien dengan SGB, 89% pasien melaporkan
nyeri yang disebabkan SGB pada beberapa waktu selama perjalanannya.
Nyeri paling parah dapat dirasakan pada daerah bahu, punggung, pantat, dan paha dan
dapat terjadi bahkan dengan sedikit gerakan. Rasa sakit ini sering digambarkan
sebagai sakit atau berdenyut.
Gejala dysesthetic diamati ada dalam sekitar 50% dari pasien selama perjalanan
penyakit mereka. Dysesthesias sering digambarkan sebagai rasa terbakar, kesemutan,
atau sensasi shocklike dan sering lebih umum di ekstremitas bawah daripada di
21
ekstremitas atas. Dysesthesias dapat bertahan tanpa batas waktu pada 5-10%pasien.
Sindrom nyeri lainnya yang biasa dialami oleh sebagian pasien dengan SGB adalah
sebagai berikut; Myalgic, nyeri visceral, dan rasa sakit yang terkait dengan kondisi
imobilitas (misalnya, tekanan palsi saraf, ulkus dekubitus).
5. Perubahan otonom
Keterlibatan sistem saraf otonom dengan disfungsi dalam sistem simpatis dan
parasimpatis dapat diamati pada pasien dengan SGB. Perubahan otonom dapat
mencakup sebagai berikut; Takikardia, Bradikardia, Facial flushing, Hipertensi
paroksimal, Hipotensi ortostatik, Anhidrosis dan / atau diaphoresis
Retensi urin karena gangguan sfingter urin, karena paresis lambung dan dismotilitas
usus dapat ditemukan. Disautonomia lebih sering pada pasien dengan kelemahan dan
kegagalan pernafasan yang parah.7
6. Pernapasan
Empat puluh persen pasien SGB cenderung memiliki kelemahan pernafasan atau
orofaringeal. Keluhan yang khas yang sering ditemukan adalah sebagai berikut;
Dispnea saat aktivitas, Sesak napas, Kesulitan menelan, Bicara cadel
Kegagalan ventilasi yang memerlukan dukungan pernapasan biasa terjadi pada
hingga sepertiga dari pasien di beberapa waktu selama perjalanan penyakit mereka.7
Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa: Protein CSS.
Meningkat setekah gejala 1 minggu atau terjadi
peningkatan pada LP serial; jumlah sel CSS < 10 MN/mm3;Varian ( tidak ada
peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala dan Jumlah sel CSS: 11-50
MN/mm3 ).
Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnose adalah perlambatan
konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan hantar kurang 60%
dari normal.
Gangguan autonom terlihat pada lebih dari 50%, gangguan otonomik biasanya
bermanifestasi sebagai takikardia tetapi bisa menjadi gangguan yang lebih serius yaitu
22
disfungsi saraf otonom.termasuk aritmia, hipotensi, hipertensi, dan dismotilitas
Gastrointestinal.
Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah criteria dari National Institute of
Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu:
I. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis:
Terjadinya kelemahan yang progresif
Hiporefleksi
II. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB:
a. Ciri-ciri klinis:
Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat, maksimal dalam 4
minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam 3 minggu, dan
90% dalam 4 minggu.
Relatif simetris
Gejala gangguan sensibilitas ringan
Gejala saraf kranial ± 50% terjadi parese N VII dan sering bilateral. Saraf otak
lain dapat terkena khususnya yang mempersarafi lidah dan otot-otot menelan,
kadang < 5% kasus neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak lain
Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti, dapat
memanjang sampai beberapa bulan.
Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural, hipertensi dan
gejala vasomotor.
Tidak ada demam saat onset gejala neurologis
b. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:
Protein CSS. Meningkat setekah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan pada
LP serial
Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3
Varian: - Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala
- Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3
c. Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosa:
23
Perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan
hantar kurang 60% dari normal.
Diagnosa SGB terutama ditegakkan secara klinis. SBG ditandai dengan timbulnya
suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dan didahului
parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami demam disertai disosiasi sitoalbumin pada
likuor dan gangguan sensorik dan motorik perifer.
Tabel 2: Gejala klinis SBS
24
DlAGNOSIS
Kelemahan ascenden dan simetris. Anggota gerak bawah terjadi lebih dulu dari
anggota gerak atas. Kelemahan otot proksimal lebih dulu terjadi dari otot distal, kelemahan
otot trunkal ,bulbar dan otot pernafasan juga terjadi.
Kelemahan terjadi akut dan progresif bisa ringan sampai tetraplegi dan gangguan
nafas. Penyebaran hiporefleksia menjadi gambaran utama, pasien GBS biasanya
berkembang dari kelemahan nervus cranial, seringkali kelemahan nervus fasial atau
faringeal. Kelemahan diaframa sampai nervus phrenicus sudah biasa. Sepertiga pasien GBS
inap membutuhkan ventilator mekanik karena kelemahan otot respirasi atau orofaringeal.
1. Puncak defisit dicapai 4 minggu
2. Recovery biasanya dimulai 2-4minggu
3. Gangguan sensorik biasanya ringan bisa parasthesi, baal atau sensasi sejenis
4. Gangguan Nn cranialis: facial drop, diplopia disartria, disfagia (N. VII, VI, III, V,
IX, dan X)
5. Banyak pasien mengeluh nyeri punggung dan tungkai
Menurut Maria Belladonna terdapat beberapa tanda abnormalitas
a. Abnormalitas motorik (kelemahan)
Mengikuti gejala sensorik, khas: mulai dari tungkai, ascenden ke lengan - 10%
dimulai dengan kelemahan lengan - Walaupun jarang, kelemahan bisa dimulai dari
wajah (cervical-pharyngeal-brachial) Kelemahan wajah terjadi pada setidaknya 50%
pasien dan biasanya bilateral - Refleks: hilang / pada sebagian besar kasus
b. Abnormalitas sensorik
Klasik : parestesi terjadi 1-2 hari sebelum kelemahan, glove & stocking
sensation, simetris, tak jelas batasnya - Nyeri bisa berupa mialgia otot panggul, nyeri
radikuler, manifes sebagai sensasi terbakar, kesemutan, tersetrum - Ataksia sensorik
krn proprioseptif terganggu - Variasi : parestesi wajah & trunkus
c. Disfungsi Otonom
1) Hipertensi - Hipotensi - Sinus takikardi / bradikardi
2) Aritmia jantung - Ileus - Refleks vagal
25
3) Retensi urine
Gambar 2: fase perjalan klinis
Fase-fase serangan GBS Maria Belladonna1. Fase Prodromal
Fase sebelum gejala klinis muncul
2. Fase Laten
a. Waktu antara timbul infeksi/ prodromal yang
b. mendahuluinya sampai timbulnya gejala klinis.
c. Lama : 1 – 28 hari, rata-rata 9 hari
3. Fase Progresif
a. Fase defisit neurologis (+)
b. Beberapa hari - 4 mgg, jarang > 8 mgg.
c. Dimulai dari onset (mulai tjd kelumpuhan yg
d. bertambah berat sampai maksimal
e. Perburukan > 8 minggu disebut› chronic inflammatory-demyelinating
polyradiculoneuropathy (CIDP)
4. Fase Plateau
a. Kelumpuhan telah maksimal dan menetap.
26
b. Fase pendek :2 hr, >> 3 mg, jrg > 7 mg
5. Fase Penyembuhan
a. Fase perbaikan kelumpuhan motorik
b. beberapa bulan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. LCS
- Disosiasi sitoalbumin
Pada fase akut terjadi peningkatan protein LCS > 0,55 g/l, tanpa peningkatan dari
sel < 10 limposit/mm3 - Hitung jenis pada panel metabolik tidak begitu bernilai 5
Peningkatan titer dari agent seperti CMV, EBV, membantu menegakkan etiologi.
a. Antibodi glicolipid
b. Antibodi GMI
2. EMG
a. Gambaran poliradikuloneuropati
b. Test Elektrodiagnostik dilakukan untuk mendukung klinis bahwa paralisis
motorik akut disebabkan oleh neuropati perifer.
c. Pada EMG kecepatan hantar saraf melambat dan respon F dan H abnormal.
3. Ro: CT atau MRI
Untuk mengeksklusi diagnosis lain seperti mielopati.
DIAGNOSIS DIFERENSIAL
Kelainan batang otak
a. Trombosis arteri basilaris dengan infark batang otak*
b. Ensefalomielitis batang otak
Kelainan medulla spinalis
a. Mielitis transversa
b. Mielopati nekrotik akut
c. Kompresi neoplasma pada medulla spinalis servikal / foramen magnum
27
d. Mielopati akut lain
Kelainan sel kornu anterior
a. Poliomielitis
b. Rabies
c. Tetanus
Poliradikulopati
a. Difteri
b. Paralisis Tick
c. Logam berat : arsen, timbal, thallium, emas
d. Keracunan organofosfat
e. Heksakarbon (neuropati penghirup lem)
f. Perhexiline
g. Obat-obatan : vincristine, disulfiram, nitrofurantoin
h. Critical illness polyneuropathy
Kelainan transmisi neuromuskuler
a. Myastenia gravis
b. Botulismus
c. Hipermagnesemi
d. Paralisis yang diinduksi antibiotika
e. Bisa gigitan ular
Miopati
a. Polimiositis
b. Miopati akut lain, misalnya akibat induksi obat
Abnormalitas metabolik
a. Hipokalemi
b. Hipermagnesemia
c. Hipofosfatemia
Lain-lain
a. Histeri
28
b. Malingering
KOMPLIKASI
1. Paralisis menetap
2. Gagal nafas
3. Hipotensi
4. Tromboembolisme
5. Pneumonia
6. Aritmia Jantung
7. Ileus
8. Aspirasi
9. Retensi urin
10. Problem psikiatrik
GBS dapat berdampak pada kinerja dan kehidupan pribadi pasien dalam jangka waktu
yang lama, dapat sampai 3 sampai 6 tahun setelah onset penyakit. Kesembuhan biasanya
berlangsung perlahan dan dapat berlangsung bertahun-tahun. Baik pasien maupun keluarga
pasien harus diberitahu tentang keadaan pasien yang sebenarnya untuk mencegah ekspektasi
yang berlebihan atau pesimistik. Kesembuhan pasien berlangsung selama tahun – tahun
pertama, terutama enam bulan pertama, tetapi pada sebagian besar pasien dapat sembuh
sempurna pada tahun kedua atau setelahnya.
Kecacatan yang permanen terlihat pada 20% - 30% pasien dewasa.tetapi lebih sedikit
pada anak-anak. Disabilitas yang lama pada dewasa lebih umum pada axonal GBS dan GBS
yang berbahaya, misalnya pada pasien dengan ventilator.
Gangguan fungsi otonomik yang serius dan fatal termasuk aritmia dan hipertensi
ekstrim atau hipotensi terjadi kurang lebih 20% dari pasien dengan GBS.gangguan lain yang
signifikan adalah ileus dinamik, hipontremia, dan defisiensi dari fungsi mukosa bronchial.
PENGOBATAN
Tidak ada drug of choice
29
Roboransia saraf parenteral.
Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan secara umum
bersifat simtomik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri, perlu
dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan (gejala sisa) cukup
tinggi sehingga pengobatan tetap harus diberikan. Tujuan terapi khusus adalah mengurangi
beratnya penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui sistem imunitas (imunoterapi).
1. Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak
mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.
2. Plasmaparesis
Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor
autoantibodi yang beredar. Pemakain plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil
yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas
yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Pengobatan dilakukan
dengan mengganti 200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14 hari. Plasmaparesis lebih
bermanfaat bila diberikan saat awal onset gejala (minggu pertama).
3. Pengobatan imunosupresan:
a. Imunoglobulin IV
Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan
dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih ringan. Dosis
maintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis
maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.
b. Obat sitotoksik
Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah:
6 merkaptopurin (6-MP)
azathioprine
cyclophosphamid
Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan sakit kepala.
30
c. Terapi fisik: - alih baring
1) latihan ROM dini u/ cegah kontraktur
2) Hidroterapi
d. Supportif: profilaksis DVT (heparin s.c)
e. Analgesik
Analgesic ringan atau OAINS mungkin dapat digunakan untuk
meringankan nyeri ringan, namun tidak untuk nyeri yang sangat,penelitian
random control trial mendukung penggunaan gabapentin atau carbamazepine
pada ruang ICU pada perawatan SGB fase akut. Analgesic narkotik dapat
digunakan untuk nyeri dalam, namun harus melakukan monitor secara hati-hati
kepada efeksamping denervasi otonomik.terapi ajuvan dengan tricyclic
antidepressant , tramadol, gabapentin, carbamazepine, atau mexilitene dapat
ditambahkan untuk penatalaksanaan nyeri neuropatik jangka panjang.
Pengobatan fase akut termasuk program penguatan isometric, isotonic,
isokinetic, dan manual serta latihan secara progresif. Rehabilitasi harus
difokuskan untuk posisi limbus, posture, orthotics,dan nutrisi yang sesuai.
PEMULIHAN
1. 80% pasien pulih dalam waktu 6 bulan
2. 15% pulih sempurna
3. 65% pulih dengan defisit neurologis ringan yg tak pengaruhi ADL
4. 5-10% mengalami kelamahan motorik menetap
5. Pada pasien dengan kelemahan motorik menetap, pemulihan dapat berlangsung
>2 tahun
6. Mortalitas: 3-5%
7. Relaps: 2-10%
8. Perburukan: 6% menjadi CIDP (Chronic Inflammatory Demyelinating
Polyradiculoneuropathy).
PROGNOSIS
Faktor yang mempengaruhi buruknya prognostik:
31
1. Penurunan hebat amplitudo potensial aksi berbagai otot
2. Umur tua
3. Kebutuhan dukungan ventilator
4. Perjalanan penyakit progresif & berat
Pada umumnya penderita mempunyai prognosa yang baik tetapi pada sebagian
kecil penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa. 95% terjadi
penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila dengan keadaan antara lain:
a. pada pemeriksaan NCV- EMG relatif normal
b. mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset
c. progresifitas penyakit lambat dan pendek
d. pada penderita berusia 30-60 tahun
KESIMPULAN
Guillain Bare Syndrom (GBS) secara khas digambarkan dengan kelemahan
motorik yang progresif dan arefleksia. Mekanisme autoimun dipercaya
bertanggungjawab atas terjadinya sindrom ini.terapi farmakoterapi dan terapi fisik,
prognosis GBS tergantung pada progresifitas penyakit, derajat degenerasi aksonal, dan
umur pasien
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Evil Science. 2008 [11/10/2010]. Available from :
http://www.guillainbarresyndrome.net
2. Erasmus MC. Gullain-Barre Syndrome. Professor Marianne de vissers, Editor. University
Medical Center Rotterdam. Netherlands; 2004
3. Evidence Center. 2011 [14/04/2011]. Available from: http://bestprice.bmj.com/best-
practice/monograph/176/basics/epidemiology.html
4. Dr Iskandar J, Guillain Barre Syndrome. Universitas Sumatera Utara ; 2005
5. Seneviratne U MD(SL), MRCP. Guillain-Barre Syndrome: Clinicopathological Types
and Electrophysiological Diagnosis. Departement of Neurology, National Neuroscience
Institute, SGH Campus; 2003.
6. Andary T M, 2011 [26/08/2011]. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/315632-treatment
7. Ropper H A, Brown H R. Adam’s and Victor, Principles of Neurological 8th edition.
United States of America; 2005. p.1117-27
8. Mayo Clinic staff. 2011 [28/05/2011]. Available from :
http://www.mayoclinic.com/health/guillain-barre-syndrome/DS00413/
DSECTION=treatments-and-drugs
9. AIDP ( Guillain Barre Syndrome ). Available from :
http://www.netterimages.com/image/63612.htm
33