PERANAN RADIO REPUBLIK INDONESIA STASIUN SURAKARTA DALAM PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN
KEMERDEKAAN INDONESIA TAHUN 1946-1949 DI SURAKARTA
SKRIPSI
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Sejarah pada Universitas Negeri Semarang
Oleh :
ARIEF SETIYADI HIDAYAT NIM. 3101402040
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2006
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan kesidang
panitia ujian skripsi.
Hari :
Tanggal :
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Drs. Hartono Kasmadi, M.Sc Drs. Ba’in, M.Hum NIP.130324047 NIP. 131876204
Mengetahui
Ketua Jurusan Sejarah
Drs. Jayusman, M. Hum. NIP. 131764053
iii
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan sidang panitia ujian skripsi
Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang pada:
Hari :
Tanggal :
Penguji Utama
Drs. R. Suharso, M.Pd NIP. 131691527
Anggota I Anggota II
Prof. Drs. Hartono Kasmadi, M.Sc Drs. Ba’in, M.Hum NIP.130324047 NIP. 131876204
Mengetahui,
Dekan
Drs. H. Sunardi, M.M NIP. 130367998
iv
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi ini benar-benar hasil
karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain,baik sebagian atau
seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini
dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, September 2006
Arief Setiyadi Hidayat NIM. 3101402040
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO:
“Doa, usaha dan kesabaran adalah modal besar menuju kesuksesan”
Karya ini kupersembahkan:
1. Ibu dan bapakku tercinta atas kasih sayang,
pengorbanan dan doa yang tak pernah bisa kubalas.
2. Keluarga besar Mbah Kakung di Magelang, terima
kasih atas dukungan dan doanya.
3. Bulik Murti, yang telah banyak membantu ku.
4. Adikku Babon, Cemplok, Cancan, Maymay dan Momo
yang selalu memberikan aku semangat.
5. Terima kasih banyak untuk de’ Puji untuk semua
yang ade berikan.
6. Teman–teman seperjuangan Pendidikan Sejarah
2002, terima kasih atas kebersamaan doa dan
semangat yang kalian berikan.
7. Special Thank’s buat some body some one di kelasku
terima kasih atas spirit carries on nya.
8. Tuk teman-teman dari Imperial Band dan GPK Kost
terima kasih banyak atas semua yang kalian berikan.
9. Omen, kang Atun, kang Arto, Slamet, Brondol,
Aconx yang telah memberikan warna dalam hidupku.
vi
PRAKATA
Alhamdulillah, Puji Syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi dengan judul “Peranan Radio Republik Indonesia Stasiun
Surakarta Dalam Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia Tahun
1946-1949 Di Surakarta”.
Skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. H. A.T. Soegito, SH, MM., selaku Rektor Universitas Negeri
Semarang.
2. Bapak Drs. Sunardi, M.M, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial.
3. Bapak Drs. Jayusman, M.Hum, selaku Ketua Jurusan Sejarah Universitas
Negeri Semarang.
4. Bapak Prof. Drs. Hartono Kasmadi, M.Sc, selaku dosen pembimbing I yang
telah memberikan bimbingan motivasi dan petunjuk dalam menyelesaikan
skripsi ini.
5. Bapak Drs. Ba’in, M.Hum, selaku dosen pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, motivasi dan petunjuk dalam menyelesaikan skripsi
ini.
6. Para Staf dan Karyawan Radio Republik Indonesia Cabang Muda Surakarta
7. Semua pihak yang telah membantu dalam terselesainya skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak dan pembaca.
Semarang, September 2006
Penulis
vii
SARI
Arief Setiyadi Hidayat. 2006. Peranan Radio Republik Indonesia Stasiun Surakarta Dalam Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia Tahun 1946-1949 Di Surakarta. Skripsi. Jurusan Sejarah. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang. 103 halaman. Kata Kunci: Peranan Radio Republik Indonesia Stasiun Surakarta
Radio Siaran merupakan salah satu media massa yang mempunyai jangkauan pemberitaan yang cukup luas. RRI Stasiun Surakarta telah mengalami perjalanan sejarah yang cukup panjang dari era kemerdekaan sampai era reformasi. Sebagai salah satu radio siaran pemerintah RRI Stasiun Surakarta dengan berpegang teguh kepada Tri Prasetya RRI selalu ikut berjuang dalam membantu pemerintah untuk menerapkan kebijakan-kebijakannya. Alasan itulah yang mendasari penulis untuk meneliti tentang peranan RRI Stasiun Surakarta dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Surakarta pada tahun 1946-1949.
Masalah pokok yang dikaji dalam penelitian ini adalah; (1) Bagaimanakah perkembangan Radio Republik Indonesia Stasiun Surakarta? (2) Bagaimanakah situasi dan kondisi kota Surakarta pasca proklamasi kemerdekaan? (3) Peran seperti apakah yang dimainkan Radio Republik Indonesia Stasiun Surakarta dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Surakarta (4) Hambatan-hambatan apa yang dihadapi oleh RRI Stasiun Surakarta dalam memainkan peranannya untuk membantu perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Surakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Untuk mengetahui perjuangan kemerdekaan di Surakarta (2) Untuk mendapatkan sedikit gambaran mengenai situasi dan kondisi kota Surakarta pada masa revolusi fisik (3)Untuk mengetahui sejarah perkembangan radio siaran di Indonesia (4) Untuk mengetahui seberapa jauh peranan yang dimainkan RRI Stasiun Surakarta dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Surakarta
Penelitian ini menggunakan metode sejarah. Penelitian ini dilakukan dengan meninjau masalah-masalah dari perspektif sejarah berdasarkan dokumen dan literatur yang ada. Penelitian ini difokuskan pada: (1) Kota Surakarta pasca kemerdekaan RI (2) Peranan radio RRI Stasiun Surakarta sebagai media propaganda dan media komunikasi massa pada era perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI di Surakarta.
Hasil penelitian dapat diketahui bahwa, radio siaran di Indonesia sudah dimulai sejak jaman Belanda yaitu dengan berdirinya BRV di Batavia (Jakarta tempo dulu). Berdirinya radio siaran BRV diikuti dengan berdirinya radio-radio siaran yang lain. Untuk bangsa Indonesia sendiri radio siaran dimulai dengan berdirinya SRV pada tanggal 1 April 1933. Pada masa penjajahan Jepang radio siaran diambil alih oleh pemerintahan kependudukan Jepang. Dengan nama Hoso Kyoku, radio siaran pada saat itu digunakan oleh pemerintah Jepang sebagai salah satu media propaganda. Pada era kemerdekaan Hoso Kyoku diambil alih oleh pemerintah RI dan diganti dengan nama Radio Republik Indonesia pada tanggal 11 September 1945.
viii
Pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan RRI Surakarta sangat berperan dalam perjuangan tersebut. Perannya sebagai media propaganda pemerintah dan sebagai media komunikasi massa dapat dijalankan dengan baik. Dengan usahanya melakukan siaran luar negeri mendapatkan hasil yang positif bagi perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI di Surakarta. Dukungan dari luar negeri terhadap perjuangan bangsa Indonesia terus mengalir. Ini merupakan hasil dari perjuangan keluar yang salah satunya dilakukan oleh RRI Stasiun Surakarta. Jangkauannya yang luas menyebabkan RRI Surakarta digunakan oleh pemerintah RI untuk menyampaikan berbagai kebijakan pemerintah. Berbagai acaran siaran pada masa revolusi fisik, seperti acara mengenai pergolakan daerah, hiburan, kebijakan-kebijakan pemerintah dan lain-lain sangat bermanfaat bagi penanaman nilai-nilai nasionalisme masyarakat Surakarta pada khusunya. Sehingga dengan penguatan nilai-nilai nasionalisme yang kuat terhadap masyarakat Surakarta maka perjuangan masyarakat Surakarta dalam mempertahankan kemerdekaan akan mencapai hasil yang maksimal. Dalam memainkan peranannya RRI Surakarta mendapatkan banyak hambatan seperti, penyerbuan terhadap studio RRI Surakarta, penyanggahan berita-berita RRI oleh Belanda dan kondisi jaman bahawa pada masa perjuangan orang yang memiliki radio relatif sedikit. Namun hal ini tidak pernah menyulutkan semangat RRI Surakarta untuk terus berjuang membantu perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
Pasca kemerdekaan RI, Surakarta dihadapkan akan pergolakan politik yang cukup rumit. Gerakan anti daerah dan gerakan PKI merupakan penyebab rumitnya kondisi politik di Surakarta. Kota Surakarta resmi berdiri dengan dikeluarkannya Undang-undang Pembentukan No. 16 Tahun 1947. Pada tanggal 21 Desember kota Surakarta di kuasai oleh Belanda. Namun kota Surakarta dapat diambil alih kembali oleh bangsa Indonesia setelah melalui pertempuran empat hari di kota Surakarta dari tanggal 7-10 Agustus 1949.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................... ii
PENGESAHAN KELULUSAN..................................................................... iii
PERNYATAAN.............................................................................................. iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN.................................................................. v
PRAKATA...................................................................................................... vi
SARI................................................................................................................ vii
DAFTAR ISI................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... xii
I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian........................................................... 8
D. Tinjauan Pustaka................................................................................ 9
E. Ruang Lingkup Penelitian.................................................................. 13
F. Metode Penelitian............................................................................... 14
G. Sistematika Skripsi............................................................................. 18
II GAMBARAN UMUM............................................................................. 20
A. Kondisi Geografis Surakarta............................................................... 20
B. Pembagian wilayah Administrasi kota Surakarta tahun 1947............. 21
x
C. Kondisi Ekonomi Surakarta................................................................. 23
D. Sejarah Singkat Berdirinya Kota Surakarta......................................... 24
III SEJARAH PERKEMBANGAN RADIO REPUBLIK INDONESIA
STASIUN SURAKARTA......................................................................... 28
A. Awal Mula Perkembangan Radio Siaran Di Indonesia....................... 28
1. Masa Kolonial Belanda.................................................................. 28
2. Masa Penjajahan Jepang................................................................. 34
3. Masa Kemerdekaan......................................................................... 37
B. Sejarah Perkembangan Radio Republik Indonesia Stasiun Surakarta.. 44
1. Awal mula perkembangan radio siaran di Surakarta...................... 44
2. Radio Republik Indonesia stasiun Surakarta................................... 49
IV PERANAN RADIO REPUBLIK INDONESIA DALAM
PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN
DI SURAKARTA ..................................................................................... 69
A. Surakarta Pada Masa Revolusi tahun 1945-1949................................. 69
1. Keadaaan Politik Surakarta Pasca Proklamasi Kemerdekaan ....... 69
2. Pergolakan Sosial Pasca Proklamasi Kemerdekaan Di Kota
Surakarta......................................................................................... 75
3. Surakarta Dalam Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan...... 77
B. Peran RRI Stasiun Surakarta Dalam Perjuangan Mempertahankan
Kemerdekaan Di Kota Surakarta........................................................... 83
1. Peran Dalam Bidang Propaganda Dengan Dunia Internasional...... 85
2. Peran Dalam Bidang Sosial Budaya Masyarakat Kota Surakarta.... 91
xi
3. Peran Dalam Bidang Militer............................................................ 93
4. Peran Dalam Bidang Politik............................................................. 95
C. Hambatan-hambatan RRI Stasiun Surakarta Dalam Menjalankan........ 97
Perannya Sebagai Radio Perjuangan Kemerdekaan RI
V PENUTUP................................................................................................... 101
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 104
LAMPIRAN-LAMPIRAN................................................................................ 106
xii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Rekomendasi Penelitian................................................................... 107
2. Peta Kota Surakarta................................................................................... 108
3. Surat Perintah Pemerintah Militer No. 1143/Ph ’49................................. 109
4. Surat Pemerintah Militer No 10/ 49.......................................................... 110
5. Surat Kementrian Jogjakarta No 241/A.I tahun 1949............................... 111
6. Berita-berita relay RRI Stasiun Surakarta pada bulan Juli tahun 1949..... 112
7. Gambar-gambar......................................................................................... 126
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Proklamasi kemerdekaaan Indonesia yang jatuh pada tanggal 17
Agustus 1945 bertempat di gedung Pegangsaan Timur 56 Jakarta merupakan
saat yang bersejarah bagi bangsa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan RI
bukanlah merupakan tujuan semata-mata, namun merupakan alat untuk
mencapai cita-cita bangsa, karena tujuan negara Indonesia adalah membentuk
masyarakat yang adil dan makmur. Adapun arti proklamasi itu dalam garis
besarnya adalah:
1. Saat pencetusan revolusi rakyat Indonesia yang terus bergolak.
2. Lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Puncak perjuangan kebangsaan yang menyatakan kematangan pemikiran
dan pengorganisasian setelah berjuang berpuluh-puluh tahun sebelum 17
Agustus 1945.
Kemerdekaan bangsa Indonesia dapat tercapai dengan tidak lepas dari
faktor menyerahnya bangsa Jepang terhadap Sekutu dalam perang Pasifik
pada tanggal 15 Agustus 1945. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia
kedudukan bangsa Jepang di Indonesia sangatlah sulit, karena bangsa Jepang
di Indonesia menunggu pengembalian ke tanah airnya oleh pemerintah
Jepang. Masih adanya keberadaan bangsa Jepang di Indonesia setelah
proklamasi kemerdekaan mendapat reaksi dari rakyat dengan berusaha
2
melucuti senjata tentara Jepang di Indonesia. Tentara Jepang dalam
menanggapi reaksi rakyat Indonesia tersebut ada yang menyerah begitu saja
akan tetapi ada juga yang melakukan perlawanan. Untuk mengantisipasi
terjadinya bentrokan maka pada tanggal 20 Agustus 1945 pemerintah
Indonesia membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) untuk menjamin
keamanan dan ketentramanan. Akan tetapi hal ini tidak menjamin tentara
Jepang di Indonesia menyerah begitu saja, sehingga perlawanan tentara
Jepang di Indonesia menyebabkan terjadinya pertempuran-pertempuran sengit
di kota-kota besar di Indonesia seperti Surabaya, Yogyakarta, Bandung dan
Semarang. Berkat rasa nasionalisme yang tinggi dalam usaha
mempertahankan kemerdekaan, bangsa Indonesia mampu mengatasi
perlawanan tentara Jepang yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia.
Pada tanggal 29 September 1945 tentara Sekutu mendarat di Jakarta
dibawah pimpinan Jendral Chistison. Tujuan utama tentara Sekutu datang ke
Indonesia adalah untuk melucuti senjata tentara Jepang yang berada di
Indonesia dan untuk menyelamatkan warga Belanda di Indonesia yang
ditawan oleh Jepang. Akan tetapi pada akhirnya tujuan ini berubah, karena
Belanda ingin menduduki kembali negara Indonesia. Hal ini pun mendapatkan
reaksi yang cukup keras dari bangsa Indonesia karena hasil dari apa yang telah
diperjuangkan selama ini yaitu kemerdekaan sepenuhnya ingin dihancurkan
oleh Belanda. Sehingga setelah berhasil merebut kekuasaan dari tangan
Jepang dan melucuti senjatanya, tugas utama rakyat Indonesia pada saat itu
3
adalah melawan intervensi Sekutu dan Agresi Militer Belanda yang ingin
menjajah kembali bangsa Indonesia (Abdulah, 1979:9-15).
Di Surakarta berita Proklamasi Republik Indonesia mendapat
sambutan yang luar biasa dari masyarakat Surakarta. Begitu mendengar berita
proklamasi kemerdekaan, pemuda di Surakarta mendatangi markas tentara
Jepang yang terletak di Timuran (markas Kenpei Tai Timuran) untuk melucuti
senjata tentara Jepang. Meskipun dominasi bangsa Jepang di Surakarta telah
runtuh, aksi Belanda yang ingin menanamkan kembali kekuasaanya di
Indonesia mendapatkan reaksi yang cukup keras dari masyarakat Surakarta.
Adanya Agresi Militer Belanda I dan II menghadapkan kembali masyarakat
Surakarta pada perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan negara
Republik Indonesia.
Pada tanggal 12 September 1948 masyarakat Surakarta di hadapkan
dengan kekuatan dari dalam yang berusaha meruntuhkan kedaulatan Republik
Indonesia, yaitu dengan adanya peristiwa pemberontakan PKI di Madiun yang
dipimpin oleh Muso. Hal ini menyebabkan terjadinya kekacauan, pertempuran
dan penculikan-penculikan di kota Surakarta..
Dalam menghadapi perlawanan bangsa Jepang, Belanda maupun
kekuatan dari dalam yang dapat mengancam keutuhan kedaulatan Republik
Indonesia sangat dibutuhkan rasa nasionalisme yang tinggi. Salah satu faktor
yang dapat menunjang terjaminnya rasa nasionalime dalam perjuangan
kemerdekaan adalah adanya komunikasi antar bangsa Indonesia, karena
dengan adanya komunikasi antara bangsa Indonesia yang berada di wilayah
4
yang berbeda maka bangsa Indonesia mampu mengetahui informasi mengenai
pergolakan yang terjadi di berbagai daerah. Dalam perjuangan bangsa
Indonesia salah satu media yang digunakan dalam komunikasi adalah radio
siaran (radio broad cast) (Efendy, 1983:1).
Radio telah menjalani proses perkembangan yang cukup lama dewasa
ini. Siaran radio di Indonesia sudah dimulai sejak masa penjajahan bangsa
Belanda, yaitu dimulai dengan berdirinya Bataviase Radio Vereniging di
Batavia (Jakarta tempo dulu) pada tanggal 16 Juni 1925. Berdirinya Bataviase
Radio Vereniging mempelopori berdirinya badan-badan radio siaran lainnya,
seperti Nedelrandsh Indische Radio Omroep Mij (NIROM) di Jakarta,
Bandung dan medan, Mataramse Vereniging Voor Radio Omroep (MAVRO)
di Yogyakarta, Vereniging Voor Radio Luisteraars (Voro) di Bandung, Radio
Semarang di Semarang, dll. Pada waktu bangsa Jepang menanamkan
kekuasaannya di Indonesia, radio siaran mendapat perhatian yang cukup tinggi
dari bangsa Jepang. Karena sifatnya yang menguntungkan bagi komunikasi,
ketika Jepang berkuasa di Indonesia maka radio siaran sebagai salah satu
fasilitas vital segera dikuasai. Radio yang pada masa Hindia Belanda berstatus
perkumpulan swasta di matikan oleh bangsa Jepang dan di urus oleh jawatan
khusus yang bernama Hosokanri Kyoku yang berkedudukan di Jakarta
dengan cabang-cabangnya yang dinamakan Hoso Kyoku yang terdapat di
Bandung, Purwokerto, Yogyakarta, Surakarta, Surabaya dan Malang (Efendy,
1983: 52).
5
Dengan berkumandangnya proklamasi kemerdekaan Indonesia bukan
berarti revolusi telah berakhir. Salah satu tindakan yang harus segera
dilakukan adalah merebut senjata dan semua perusahaan (kantor, pabrik,
perkebunan, dll) termasuk salah satunya stasiun radio dari tangan Jepang
(Nasution A.H, 1973:250).
Sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945
radio siaran di Indonesia belum teroganisir. Oleh karena itu maka orang-orang
radio menganggap hal itu penting, mengingat radio sebagai salah satu media
massa elektronik dapat dipergunakan secara efisien untuk mempertahankan
dan mengisi kemerdekaan. Maka pada tanggal 10 September 1945 pemimpin-
pemimpin radio siaran di seluruh Jawa Tengah berkumpul di Jakarta untuk
membicarakan hal tersebut dengan presiden Soekarno dan menuntut Jepang
untuk menyerahkan semua stasiun radio beserta pemancarnya dan
perlengkapannya kepada bangsa Indonesia. Pertemuan tersebut, tidak
membawa hasil karena semua pemancar dan alat-alat penyiaran radio Hoso
Kyoku sudah didaftar dan ditanda tangani oleh Sekutu (SEAC di Singapura).
Para pemimpin-pemimpin stasiun radio di Jawa Tengah kemudian
menyelenggarakan pertemuan berikutnya yaitu pada malam harinya tanggal
10 September 1945 yang diselenggarakan di kediaman Adang Kadarusman di
Jalan Menteng Jakarta. Dalam pertemuan tersebut beberapa hasil keputusan
yang mendasar adalah
6
1. Tanggal 11 September 1945 ditetapkan sebagai hari lahirnya Radio
Republik Indonesia (RRI).
2. Semua hadirin menyatakan diri sebagai pegawai RRI, sedangkan pegawai
Hoso Kyoku bangsa Indonesia lainnya diminta secara suka rela memilih
apakah menjadi pegawai RRI atau tidak. Pernyataan sumpah setia kepada
RRI dan Negara Indonesia.
3. Jakarta untuk sementara ditetapkan sebagai pusat RRI.
4. Sebagai pemimpin umum RRI dipilih Abdulrachman Saleh, yang diberi
kekuasaan menetapkan formasi RRI pusat. Perintah dari pusat hanya sah
jika dikeluarkan oleh pemimpin umum.
5. Sebagai cabang RRI pertama dicatat: Jakarta, Bandung, Purwokerto,
Semarang, Yogyakarta, Surakarta, Malang dan Surabaya.
6. Tri Pra Setya RRI, sebagai jiwa dan sumpah pegawai RRI kepada
Republik Indonesia untuk menjaga Radio Republik Indonesia (RRI)
sebagai alat perjuangan bangsa.
Pada hari itu pula lahirlah semboyan RRI yang tetap berlaku hingga sekarang
“Sekali Di Udara Tetap Di Udara” (Ensiklopedi Nasional Indonesia, 1989:39).
Untuk mengetahui bagaimana dan sejauh mana Radio Republik
Indonesia (RRI) ikut berperan serta dalam perjuangan kemerdekaan
mengingat salah satu hasil keputusan dalam pertemuan para pemimpin Hoso
Kyoku di kediaman Adang Kadarusman pada tanggal 11 September 1945,
yaitu Tri Prasetya RRI, sebagai jiwa dan sumpah pegawai RRI kepada
Republik Indonesia untuk menjaga RRI sebagai alat perjuangan bangsa, maka
7
penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai peranan Radio
Republik Indonesia stasiun Surakarta dalam perjuangan mempertahankan
kemerdekaan Indonesia tahun 1946-1949 dan hasilnya dituangkan sebagai
skripsi. Selain itu penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian disebabkan
oleh karena tidak adanya informasi atau buku yang menguraikan tentang
peranan yang dimainkan RRI stasiun Surakarta dalam perjuangan
mempertahankan kemerdekaan tahun 1946-1949. Kebanyakan buku-buku
yang ada cenderung menguraikan peristiwa perjuangan kemerdekaan di
Surakarta dari segi politik dan militernya, misalnya Perubahan-perubahan
Sosial-Politik Di Surakarta (Soejatno), Revolusi Di Surakarta (Kamajaya
Karkono), Pertempuran Empat Hari Di Kota Solo (Murdiyo), dll. Dr. A.H
Nasution dalam bukunya yang berjudul Sekitar Perang Kemerdekaan jilid 10
menyinggung sedikit mengenai RRI pada tahun 1948, itupun sifatnya umum
di Indonesia dan urainnya cukup singkat.
B. Permasalahan
Perumusan masalah dimaksudkan untuk mengungkapkan pokok
pikiran secara jelas dan sistematik, sehingga akan mudah dipahami dengan
jelas dari permasalahan sebenarnya. Adapun pokok dari permasalahan yang
akan diteliti adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah situasi dan kondisi kota Surakarta pada masa revolusi
fisik?
8
2. Bagaimanakah perkembangan Radio Republik Indonesia stasiun
Surakarta?
3. Peran seperti apakah yang dimainkan Radio Republik Indonesia stasiun
Surakarta dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI di kota
Surakarta?
4. Hambatan-hambatan apakah yang dihadapi Radio Republik Indonesia
dalam memainkan peranannya untuk membantu perjuangan
mempertahankan kemerdekaan RI di kota Surakarta?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
a. Untuk mengetahui situasi dan kondisi kota Surakarta pada masa
revolusi fisik.
b. Untuk mengetahui sejarah perkembangan Radio Republik Indonesia
Stasiun Surakarta.
c. Untuk mengetahui seberapa jauh peranan yang dimainkan Radio
Republik Indonesia Stasiun Surakarta dalam perjuangan
mempertahankan kemerdekaan Indonesia di Surakarta.
d. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Radio
Republik Indonesia stasiun Surakarta dalam menjalankan perannya
sebagai media perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI di kota
Surakarta.
9
2. Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah
a. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sedikit gambaran
kepada kita mengenai situasi dan kondisi kota Surakarta pada masa
revolusi fisik
b. Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan kita tentang
sejarah RRI stasiun Surakarta dan peranan yang dimainkan dalam
perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI tahun 1946-1949 di
Kota Surakarta.
c. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi salah satu bahan
perbandingan apabila diadakan penelitian yang sejenis.
d. Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan rangsangan agar
diadakan penelitian lebih lajut, karena peneliti menyadari tidak ada
sesuatu yang sempurna sehingga penelitian ini terbuka untuk diuji dan
dikaji kembali.
D. Tinjauan Pustaka
Di dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa buah buku
yang digunakan sebagai sumber sekunder, yang nantinya dapat menjadi dasar
untuk menjawab setiap permasalahan dalam penelitian ini, diantaranya yaitu
Pertama buku yang berjudul ”Radio Siaran dan Teknik” karya Onong
Ujtana Efendy yang diterbitkan oleh PT Alumni Bandung tahun 1978. Buku
ini membahas mengenai perkembangan Radio Siaran di Indonesia dari masa
kolonial Hindia-Belanda sampai masa orde baru. Pembahasannya yang
10
kronologis memberikan gambaran yang jelas tentang sejarah perkembangan
Radio Siaran di Indonesia.
Di Indonesia radio siaran sudak dikenal semenjak jaman kolonial
Hindia-Belanda. Radio siaran yang pertama kali berdiri adalah Bataviase
Radio Vereniging (BRV) yang didirikan di Batavia pada tanggal 16 Juni 1925.
Berdirinya BRV memicu para pecinta radio amatir di Indonesia untuk
mendirikan radio siaran sendiri, sehingga lahirnya BRV memicu lahirnya
badan-badan radio siaran lainnya seperti SRV, MAVRO, OMROEP, NIROM,
VORO dll. Pada masa pemerintahan kependudukan Jepang segala radio siaran
di Indonesia diambil alih oleh pemerintahan kependudukan Jepang. Radio
siaran pada masa pemerintahan Jepang diatur oleh sebuah lembaga yang
bernama Hoso Kanri Kyoku dengan cabangnya yang bernama Hoso Kyoku.
Radio siaran inilah yang nantinya pada masa kemerdekaan berubah nama
menjadi Radio Republik Indonesia.
Dari buku ini penulis banyak mendapatkan sumbangan berupa data
mengenai perkembangan radio siaran di Indonesia yang dimulai pada masa
pemerintahan kolonial Hindia Belanda sampai masa pemerintahan Orde Baru.
Selain itu buku ini juga mengkaji mengenai arti penting radio siaran sebagai
media komunikasi massa yang mana dapat menjadi referensi bagi penulis
untuk mengkaji permasalahan.
Sebagai buku pegangan kedua dalam penelitian ini, yaitu buku yang
berjudul ”Hari Radio” terbitan RRI Stasiun Regional I Surakarta tahun 1995.
11
buku ini mengulas mengenai sejarah perkembangan Radio Republik Indonesia
Stasiun Surakarta dari awal berdirinya sampai tahun 1995.
Pada masa kolonial Belanda, dikenal radio siaran di Surakarta yang
bernama Soloese Radio Vereniging (SRV) yang didirikan pada tanggal 1 April
1933 atas inisiatif Ir. Sarsito Mangunkusumo. SRV inilah yang pada masa
kemerdekaan nanti dibawah pimpinan Maladi berubah menjadi Radio
Republik Indonesia stasiun Surakarta. Pada masa perjuangan kemerdekaan RI,
RRI Surakarta memegang peranan yang sangat penting sebagai media
perjuangan bangsa. RRI stasiun Surakarta pada masa revolusi fisik sempat
melakukan pemindahan studio dari kota Surakarta ke Tawangmangu dan dari
Tawangmangu ke Desa Balong Kabupaten Karanganyar. Keberhasilan RRI
Surakarta dalam melakukan siaran luar negeri sangat membantu tercapainya
cita-cita perjuangan kemerdekaan.
Data-data mengenai sejarah perjalanan panjang RRI Stasiun Surakarta
pada masa kemerdekaan Indonesia yang diulas dalam buku Hari Radio
banyak membantu penulis dalam mengungkapkan sejarah perkembangan radio
siaran di Surakarta pada umumnya dan Radio Republik Indonesia stasiun
Surakarta pada khususnya.
Buku ketiga yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini
adalah buku yang berjudul ”Ekonomi Politik Media Penyiaran” karangan
Agus Sudibyo yang diterbitkan oleh LKIS Yogyakarta. Dalam buku ini
diungkapkan mengenai peran media penyiaran salah satunya yaitu radio siaran
dalam bidang politik.
12
Dari awal berdirinya, RRI mempunyai peran sentral sebagai
stabilisator dan instrumen perekat negara kesatuan Republik Indonesia. Dalam
setiap pemberontakan bersenjata yang terjadi di Indonesia RRI selalu menjadi
sarana strategis untuk mengabarkan kepada khalayak betapa pemberontakan
berhasil ditumpas, keamanan sudah stabil, kekuasaan bisa dikendalikan dan
rakyat diminta untuk tetap tenang dan selalu waspada. Tercatat dari
pemberontakan PKI (Partai Komunis Indonesia) di Madiun pada tahun 1948,
PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) di Sumatera Selatan,
Permesta (Pemerintahan Rakyat Semesta) di Sulawesi Selatan, DI/TII (Darul
Islam/Tentara Islam Indonesia) di Aceh serta Jawa Barat dan Gerakan 30
September di Jakarta pada tahun 1965 selalu berhasil dipatahkan pemerintah
Indonesia dengan merebut kembali RRI setelah sempat berada di tangan
pemberontak selama beberapa waktu.
Hampir setiap pulau, setiap wilayah dan area-area dengan potensi
konflik besar selalu menuntut RRI untuk sigap menyuarakan nasionalisme dan
proses integrasi bangsa yang dibalut jargon “menjaga persatuan dan kesatuan
bangsa”
Buku karangan Agus Sudibyo ini banyak membantu penulis dalam
mengungkapkan peran yang di mainkan RRI Stasiun Surakarta dalam
perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Di samping buku-buku yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan
skripsi ini penulis juga menguraikan buku-buku lainnya sebagai bahan
referensi, diantaranya buku yang berjudul; Sekitar Perang Kemerdekaan
13
karangan A.H Nasution, Kota Besar Surakarta tahun 1945-1953 terbitan dari
DPRDS Surakarta tahun 1953, Sejarah Nasional Indonesia VI, Radio Siaran
dan Demokratisasi karangan Masduki, dll.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini, agar pembahasanya dapat terfokus maka perlu
adanya pembatasan baik lingkup wilayah, waktu maupun permasalahan.
Lingkup wilayah membatasi penelitian pada suatu daerah atau kawasan
dimana suatu peristiwa sejarah terjadi. Dalam penelitian ini daerah yang
dimaksud adalah kota Surakarta yang merupakan sebuah kota di Jawa Tengah
yang terletak 60 Km dari Yogyakarta. Kota Surakarta mempunyai luas 44,51
Km yang meliputi 5 kecamatan, yaitu kecamatan Jebres, Banjarsari, Serengan,
Lawiyan dan Pasar Kliwon. Namun demikian dalam pembahasannya nantinya
mencakup pula peristiwa-peristiwa di daerah lain yang berhubungan dengan
peristiwa-peristiwa bersejarah di kota Surakarta.
Keberadaan radio siaran di Surakarta telah dimulai sejak masa kolonial
Belanda, untuk itu dalam penelitian ini sejarah perjalanan panjang radio
siaran di Surakarta diuraikan sebagai latar belakang untuk melangkah pada
pembahasan utama. Adapun pembahasan utama dalam penelitian ini di
fokuskan pada mulai berdirinya kota Surakarta dan pada masa perjuangan
mempertahankan kemerdekaan di kota Surakarta pada tahun 1946-1949,
dimana periode ini merupakan masa kritis bagi bangsa Indonesia dalam
mempertahankan kemerdekaan.
14
Radio Republik Indonesia stasiun Surakarta pada masa perjuangan
mempertahankan kemerdekaan mempunyai wilayah operasional yang cukup
luas, yaitu meliputi karisidenan Surakarta. Dalam penelitian ini peneliti
memberi batasan wilayah operasional RRI Stasiun Surakarta meliputi kota
Surakarta. Hal ini dimaksudkan agar pembahasan penelitian lebih terfokus
pada permasalahan yang dikaji.
Selain itu penelitian dibatasi pula dalam permasalahannya yang
meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Sejarah Radio Republik Indonesia stasiun Surakarta.
2. Perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI di kota Surakarta.
3. Peranan Radio Republik Indonesia dalam perjuangan mempertahankan
kemerdekaan RI di kota Surakarta
.
F. Metode Penelitian
Penelitian ini bermaksud mengungkapkan peranan Radio Republik
Indonesia stasiun Surakarta dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan
Indonesia. Untuk mendapatkan gambaran tentang hal tersebut maka penulisan
skripsi akan menggunakan metode sejarah. Menurut Gottchalk metode sejarah
adalah suatu proses menguji dan menganalisa secara keritis rekaman dan
peninggalan masa lampau (Gottchalk, 1975:32).
Penelitian ini dilakukan dengan meninjau masalah-masalah dari
perspektif sejarah berdasarkan dokumen dan literatur yang ada. Dalam hal ini
digunakan 4 langkah kegiatan dalam metode penulisan sejarah yang meliputi:
15
1. Heuristik.
Adalah merupakan kegiatan mencari sumber-sumber sejarah atau
jejak-jejak masa lampau, yang merupakan langkah pertama dalam
penulisan sejarah. Diartikan pula sebagai suatu usaha yang dilakukan
untuk menghimpun data dan menyusun fakta-fakta sejarah yang
berhubungan dengan penulisan ini. Untuk menghimpun data sejarah ini
dilakukan cara sebagai berikut:
a. Penelitian lapangan.
Yaitu usaha menghimpun data sejarah dengan penelitian lapangan.
Penulis berusaha mengunjungi tempat yang mengandung nilai sejarah
di Surakarta yang bersangkutan dengan tema penelitian, seperti; RRI
stasiun Surakarta, Tugu Peringatan tempat Pemancar PHB GM II di
desa Balong Karanganyar, Monumen Pers, Museum Mandala Bhakti
Semarang dan tempat lain yang relevan.
b. Penelitian pustaka.
Yaitu pengumpulan sumber-sumber sejarah dari buku-buku sejarah,
majalah dan arsip yang berkaitan langsung dengan penelitian ini.
Dalam melakukan penelitian lapangan beberapa data yang diperoleh
adalah sebagai berikut:
1) Surat Kementrian Penerangan Yogayakarta, No. 241/A.I Tahun
1949
2) Surat Pemerintah Militer Daerah Surakarta No. 10/149 Tahun 1949
16
3) Surat Perintah Harian Pemerintah Militer Daerah Surakarta No.11
43/Ph’49 tahun 1949
4) Daftar mengenai berita-berita yang direlay oleh RRI Stasiun
Surakarta pada tahun 1949 .
5) Buku-buku yang relevan seperti; Hari Radio terbitan RRI
Surakarta, Kota Besar Surakarta 1945-1953 terbitan DPRDS
Surakarta, Hari Radio Ke 39 terbitan RRI Surakarta dan lain
sebagainya.
2. Kritik sumber.
Adalah suatu kegiatan menyelidiki apakah sumber-sumber tentang
masa lampau itu sejati baik bentuk maupun isinya. Menurut I Gede Widja,
kritik sumber adalah usaha untuk mendapatkan jejak atau sumber yang
benar, dalam arti benar-benar dibutuhkan, serta benar-benar mengandung
informasi yang benar-benar relevan dengan sejarah yang ingin disusun. (I
Gede Widja, 1988:21). Kritik sumber merupakan tahap penilaian atau
pengujian terhadap bahan-bahan sumber yang telah diperoleh peneliti pada
tahapan heuristik.
3. Interpretasi.
Interpretasi atau menafsirkan sumber-sumber merupakan cara
menentukan makna yang saling berhubungan dari fakta-fakta yang telah
diperoleh pada tahapan sebelumnya. Menurut Louis Gotchalk, fakta
sejarah adalah suatu unsur yang dijabarkan secara langsung dari dokumen
sejarah dan dianggap dapat dipercaya setelah diuji kebenarannya dengan
17
ketentuan-ketentuan metode sejarah (Gotchalk, 1975:40). Dalam tahapan
ini peneliti menyeleksi beberapa fakta-fakta sejarah yang diungkapkan
dalam sumber-sumber sejarah yang telah diperoleh peneliti pada tahapan
kritik sumber sehingga fakta-fakta tersebut relevan dengan permasalahan
yang diangkat dalam penulisan skripsi.
4. Historiografi.
Historiografi atau penulisan sejarah merupakan tahap akhir dari
metode penulisan sejarah. Tahap ini merupakan tahap penyampaian sintesa
yang diperoleh dalam bentuk suatu cerita. Hasil penafsiran atau
interpretasi atas fakta-fakta sejarah yang telah dilakukan kemudian
dituliskan menjadi suatu kisah yang selaras. Menurut Gotchalk dalam
langkah ini disampaikan hasil rekonstruksi imajinasi dari masa lampau
sehingga sesuai dengan jejaknya maupun imajinasi ilmiah.
Dalam skripsi ini penulis menyajikan dalam bentuk cerita sejarah
yang ditulis secara kronologis dari tema atau topik yang jelas dan mudah
dipahami serta mengerti dengan judul;
“Peranan Radio Republik Indonesia Stasiun Surakarta Dalam
Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia Tahun 1946-
1949 Di Surakarta”
18
G. Sistematika Skripsi
Hasil akhir penulisan yang tersrtuktur secara sistematis dan mengarah
pada permasalahan memerlukan suatu sistematika. Untuk itu sistematika
skripsi ini dibagi dalam lima bab.
Pada bab I yang berisi pendahuluan peneliti berusaha untuk
mengungkapkan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, tinjauan pustaka, ruang lingkup penelitian, metode
penelitian dan sistematika skripsi.
Untuk gambaran umum kota Surakarta pada masa revolusi fisik akan
di jelaskan dalam bab II. Dalam bab II berturut-turut diuraikan mengenai
keadaan geografis dan ekonomi kota Surakarta pada masa revolusi fisik dan
sejarah singkat terbentuknya kota Surakarta
Sejarah Perkembangan Radio Siaran Stasiun Surakarta akan diuraikan
dalam Bab III. Dalam bab ini akan di jelaskan mengenai perkembangan radio
siaran di Indonesia pada umumnya dan Radio Republik Indonesia stasiun
Surakarta pada khsususnya dari awal berdirinya sampai pada masa proklamasi
kemerdekaan.
Bab IV dalam skripsi ini mengambil tema peranan Radio Republik
Indonesia Stasiun Surakarta dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan
Indonesia di Surakarta. Dalam bab ini akan di jelaskan mengenai perjuangan
mempertahankan kemerdekaan di kota Surakarta dan peranan yang dimainkan
Radio Republik Indonesia stasiun Surakarta dalam perjuangan
mempertahankan kemerdekaan di kota Surakarta.
19
Bab V merupakan penutup yang didalamnya berisi mengenai
kesimpulan dari bab II, III dan IV.
20
BAB II
GAMBARAN UMUM
A. Kondisi Geografis Surakarta
Daerah Kota Surakarta atau lebih dikenal dengan nama “Solo” berada
dalam dataran rendah yang merupakan pertemuan antara Sungai Pepe, Sungai
Anyar, sejenis dengan sungai Bengawan Solo ditepi sebelah timur. Terletak
antara 110° Bujur Timur sampai 111° Bujur Barat dan 7° Lintang Selatan
sampai 8° Lintang Selatan. Batas-batas Kota Surakarta:
1. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo
3. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten
Karanganyar
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten
Sukoharjo
Tinggi tanah kurang lebih 98 Km dari permukaan air laut yang berarti
lebih rendah ataupun hampir sama tingginya dengan Bengawan Solo. Beriklim
panas dengan suhu 26° C (suhu maksimal 29,1° dan suhu minimal 19, 2° C).
Tanahnya sebagian besar terdiri dari tanah liat dan pasir. Disamping itu
juga terdapat tanah padas ditengah-tengah. Disebelah timur terdiri dari
endapan lumpur (Keraton dan daerah Kedung Lumbu) karena dahulu kala
daerah ini berupa rawa. Tekanan tanah umumnya rata-rata 0, 80 Kg/Cm²
(maksimal 1, 75 Kg/Cm² dan minimal 0, 05 Kg/Cm²)
21
B. Pembagian wilayah Administrasi kota Surakarta tahun 1947
Dalam buku Kenang-kenangan Kota Besar Surakarta 1945-1953 yang
diterbitkan oleh DPRDS Surakarta dijelaskan bahwa pembentukan daerah kota
Surakarta di awali dengan dikeluarkannya Penetapan Pemerintah pada tanggal
15 Juli tahun 1946 No. 16 S.D yang menyatakan bahwa Daerah Surakarta
untuk sementara merupakan daerah Karisidenan dan pula di bentuk daerah
baru dengan nama Kota Surakarta. Dengan Undang-undang No. 16 tahun
1947 Kota Surakarta ditetapkan berdiri menjadi Haminte Kota Surakarta.
Menurut pasal 1 Undang-undang No. 16 Tahun 1947, Daerah Haminte Kota
Surakarta meliputi:
1. Sebagian dari Kabupaten Kota Kasunanan dan sebagian dari Kabupaten
kota Mangkunegaran, yang batasnya ditetapkan dengan surat ketetapan
Pemerintah Hindia Belanda termuat dalam Bijblad No. 13318
2. Keluruhan Nusukan yang dimaksudkan dalam surat ketetapan Pemerintah
Mangkunegaraan tanggal 25 November 1942 No. 186
3. Kelurahan-kelurahan Karangasem, Kerten, Djajar, Sumber dan
Banyuanyar semula dari Onderdistrik Colomadu, Kabupaten Karanganyar.
4. Kelurahan-kelurahan Kadipiro dan Mojosongo dari Onderdistrik
Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar.
Sampai penyerbuan tentara Belanda ke kota Surakarta, penggabungan
kelurahan-kelurahan Nusukan, Karangasem, Kerten, Djajar, Sumber,
Banyuanyar, Kadipiro dan Mojosongo ke dalam daerah Haminte Kota
22
Surakarta belum terlaksana. Dengan demikian daerah Haminte Surakarta baru
meliputi 5 Kecamatan dengan 44 Kelurahan, yaitu:
1. Kecamatan Djebres, yang terdiri dari;
a. Kelurahan Jebres f. Kelurahan Gandekan
b. Kelurahan Pucangsawit g. Kelurahan Sudiraprajan
c. Kelurahan Kampung Sewu h. Kelurahan Purwodiningratan
d. Kelurahan Tegalharjo i. Kelurahan Kepatihan Wetan
e. Keluraha Djagalan j. Kelurahan Kepatihan Kulon.
2. Kecamatan Serengan, yang terdiri dari;
a. Kelurahan Djojotakan e. Kelurahan Kratonan
b. Kelurahan Danusuman f. Kelurahan Djayengan
c. Kelurahan Serengan g. Kelurahan Kemlajan
d. Kelurahan Tipes
3. Kecamatan Banjarsari, yang terdiri dari;
a. Kelurahan Manahan f. Kelurahan Keprabon
b. Kelurahan Mangkubumen g. Kelurahan Setabelan
c. Kelurahan Punggawan h. Kelurahan Gilingan
d. Kelurahan Ketelan i. Kelurahan Kestalan
e. Kelurahan Timuran j. Kelurahan Nusukan
4. Kecamatan Pasar Kliwo, yang terdiri atas;
a. Kelurahan Pasar Kliwon f. Kelurahan Balowarti
b. Kelurahan Kedunglumbu g. Kelurahan Gajahan
c. Kelurahan Sangkrah h. Kelurahan Djoypsuran
23
d. Kelurahan Kampung Baru i. Kelurahan Semanggi
e. Kelurahan Kauman
5. Kecamatan Lawiyan, yang terdiri dari;
a. Kelurahan Lawiyan f. Kelurahan Penumping
b. Kelurahan Pajang g. Kelurahan Sondakan
c. Kelurahan Bumi i. Kelurahan Penularan
d. Kelurahan Purwosari j. Kelurahan Sriwedari
(DPRDS Surakarta, 1953:39)
C. Kondisi Ekonomi Masyarakat kota Surakarta pasca kemerdekaan RI.
Kondisi perekonomian kota Surakarta pada masa revolusi sangat
melemah. Kondisi jaman yang sedang dihadapkan dengan perang
mempertahankan kemerdekaan merupakan salah satu sebab melemahnya
perekonomian di Surakarta. Dalam buku Kenang-kenangan Kota Besar
Surakarta tahun 1945-1949, Soeharjo bekas pemangku jabatan Wali Kota
Surakarta pada masa revolusi menyatakan bahwa:
Keluar, ia hadapi keadaan masjarakat jang kotjar-katjir perekonomiannja dan problim2 sosial jang membutuhkan tindakan jang tjepat. Keadaan seluruhnja itu adalah menghadapi musuh pada masa peperangan itu, langsung maupun tidak langsung tentulah mempengaruhi keadaan masjarakat. Bahan makanan sehari-hari sukar: perdagangan lumpuh : produksi nihil : modal ta’ ada djuga, ketjuali kaum modal jang besar berebut mendapatkan posisi jang baik. Oleh karena itu kita harus berani menanggung djawab serta berusaha sekuat tenaga guna memulihkan penghidupan jang normal dan mengadakan usaha2 jang konstruktip. Apparatuur distribusi kita hidupkan dan segera seluruh kota dpat dipenuhi dengan bahan2 makan dan textiel. Bank pasar dan bank kampung dapat pula didirikan guna membantu pedagang2 ketjil: transport dengan Semarang dapat kita atur, sedangkan credit dapat kita keluarkan untuk sekedar membantu memperlengkapi lagi perusahaan2 jang ketjil dan mengadakan laboratoria (DPRDS Surakarta, 1953:18)
24
Dari pernyataan Soeharjo dapat dilihat bahwa pemerintah daerah Surakarta
selalu berusaha untuk memulihkan keadaan perekonomian Surakarta.
Pemulihan ini selalu dilakukan mengingat Surakarta mempunyai industri batik
dan tenun yang cukup baik, sehingga setelah perang kemerdekaan pasca
peralihan kekuasaan pemerintah kota Surakarta, pemerintah daerah berusaha
untuk memajukan industri batik dan tenun. Disamping itu pula pemerintah
daerah berusaha untuk menjamin lancarnya perdagangan dan kegiatan
ekonomi di kota Surakarta. Hal ini dinyatakan oleh Soebakti Poesponoto
Walikota Surakarta yang diangkat pada tanggal 1 Mei 1950
Kedua: kota Solo karena letaknja sedari dulu merupakan pusat pasar barang2 import dari Semarang dan bahan2 hasil daerah pedalaman jang luas sampai wilajah Patjitan dan Ponorogo. Kedudukan kota jang sebaek ini buat ekonomi penduduk oleh Balai Kota Sudah tentu diperhatikan benar2, misalnja lalu lintas dan pengangkutan dari luar ke kota akan di djaga supaja senantiasa aman, mudah dan murah, demikian djuga halnja pondokaqn2 kaum pembeli dan kaum pendjual besar ketjil. Dengan djalannja demikian tidak akan mereka berpindah langganan misalnja kelain kota setangga, sebagaimana baru-baru ini dichawatirkan oleh setengah kaum pengusaha disini. Keistimewaan nomer tiga buat kota Solo ialah: batik dan tenun. Lepas dari pada soal competentie, namun memadjukan - setidak2nja menghidupkan kembali – perindustrian dan perdagangan ini adalah termasuk kebijakan Pemerintah daerah di Solo, karena kehidupan rakjat langsung atau tidak langsung banjak tergantung dari padanja (DPRDS Surakarta, 1953:28)
D. Sejarah Singkat Berdirinya Kota Surakarta
Dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia dijelaskan bahwa berdirinya
kota Surakarta terkait dengan peristiwa pemberontakan orang-orang Cina
melawan penjajah Belanda. Semula pemberontakan ini terjadi di Batavia,
kemudian menjalar kebeberapa daerah seperti Rembang, Tegal, Semarang,
Demak dan Surabaya. Ketika sampai di Kartosuro, Mas Garendi dapat
memperalat orang-orang yang terlibat dalam pemberontakan ini untuk
25
menyerang keraton Kartosuro yang pada waktu itu diperintah oleh Paku
Buwono II. Akibat pemberontakan ini, kraton Kartosuro rusak berat sehingga
Paku Buwono II merencanakan untuk memindahkan keratonnya ke daerah
lain. Akhirnya ditemukan suatu daerah yang cocok untuk kediaman raja Paku
Buwono II, yakni di desa Solo.
Pada tanggal 19 Febuari 1945 yang bertepatan dengan hari besar
Budhha pada pagi hari 17 Sura tahun Je 1670 dengan Candra Sangkala
“Kumbuling Puja Kaprijarsi” secara resmi Keraton mulai dipindah. Dalam
upacara peresmian berdirinya Keraton ini, Paku Buwono II mengumumkan
bahwa nama daerah yang baru ditempati ini menjadi Negeri Surakarta
Hadiningrat.
Selanjutnya pada jaman kolonial Belanda, Surakarta merupakan daerah
Swapraja Kasunan dengan rajanya yang bergelar Paku Buwono dan Swapraja
Mangkunegaraan dengan rajanya bergelar Mangkunegara. Untuk menguasai
dan mengawasi kedua daerah kerajaan ini, pemerintah kolonial Belanda
menempatkan seorang Gubernur.
Pemerintah Belanda ini berakhir pada saat Tentara Jepang menyerbu
daerah ini. Bentuk pemerintahan Jepang tidak banyak mengubah sistem
pemerintahan Belanda sebelumnya.
Setelah Indonesia merdeka, daerah Surakarta mengalami enam periode
pemerintahan. Semula daerah ini merupakan daerah istimewa yang ditetapkan
berdasarkan Piagam Penetapan Presiden Republik Indonesia tanggal 19
Agustus 1945. Dalam buku Kenang-kenangan Kota Besar Surakarta (1945-
26
1953) dijelaskan bahwa, pada tanggal 22 Agustus 1945 pemerintah pusat
membentuk Komite Nasional Pusat. Segera setelah Komite Nasional Pusat
(KNI) dibentuk, maka para terkemuka di Surakarta berusaha membentuk KNI
daerah Surakarta. usaha ini berhasil dan sidang pertama diadakan di pendopo
Woerjaningratan pada bulan September 1945. KNI daerah Surakarta terbentuk
dengan diketuai oleh Mr. Soemodiningrat seorang bangsawan yang pernah
menjabat opsir dalam pasukan PETA. Program yang ditetapkan pada waktu
itu adalah melucuti senjata tentara Jepang dan memindahkan kekuasaan
pemerintah Jepang di Surakarta ke tangan KNI daerah Surakarta
Pada tahun 1945 Surakarta menjadi daerah istemewa yang
pemerintahannya didominasi oleh kraton Kasunanan dan Mangkunegaraan.
Hal ini menyebabkan terjadinya pertentangan antara pihak yang pro dan anti
Daerah Istimewa yang makin hari makin kelihatan keras. Dari kabupaten-
kabupaten luar kota telah memulai tindakan-tindakan yang menyatakan anti
Daerah Istimewa. Tindakan-tindakan ini kemudian disusul oleh pernyataan
terang-terangan lepas dari Pemerintahan Keraton.Untuk mengendalikan situasi
di Surakarta maka pada tanggal 15 Juli 1946 Pemerintah mengeluarkan UU.
No. 16/SD/1946 yang menyebutkan:
1. Jabatan Komisaris Tinggi ditiadakan
2. Daerah Surakarta untuk sementara dijadikan daerah Karisidenan
3. Dibentuk daerah baru dengan nama Daerah Kota Surakarta
Pada tahun 1947 Haminte Kota Surakarta ditetapkan berdiri
berdasarkan Undang-Undang Pembentukan No. 16 Tahun 1947. Perlu
27
diterangkan bahwa Haminte atau Balai Kota menurut UU Pembentukan adalah
merupakan Balai Kota Istimewa yang mempunyai hubungan langsung dengan
Kementrian Dalam Negeri, berkedudukan sejajar dengan Karisidenan Dalam
Negeri. Sedangkan Wali Kotanya berkedudukan sejajar dengan seorang
Residen.
28
BAB III
SEJARAH PERKEMBANGAN RADIO REPUBLIK INDONESIA
STASIUN SURAKARTA
A. Awal Mula Perkembangan Radio Siaran Di Indonesia
1. Masa Kolonial Belanda
Siaran radio di Indonesia sudah dimulai sejak jaman penjajahan
Belanda. Ketika pecah Perang Dunia I, pemerintah Hindia Belanda dan
kerajaan Belanda merasakan perlunya hubungan yang cepat antara kedua
wilayah tersebut untuk menyampaikan peraturan pemerintah dan berita.
Hal ini hanya dapat dilakukan melalui hubungan radio, yang lebih cepat
daripada satu-satunnya saluran komunikasi yang ada pada waktu itu, yaitu
telegraf dengan kabel laut. Sejak saat itulah tumbuh “semangat keradioan”
di kalangan orang Belanda di negeri jajahannya. Dengan bantuan Jawatan
Pos, Telepon dan Telegraf Belanda (PTT), tumbuhlah semangat radio
amatir disini. PTT pun memberikan pemancar-pemancar yang kuat di
Bandung (Ensiklopedi Nasional Indonesia, 1989 :33).
Pada tanggal 16 Juni 1925 orang Belanda penggemar radio di
Batavia mendirikan perkumpulan siaran radio yang bernama Bataviase
Radio Vereniging (BRV). Dalam akte notarisnya dinyatakan bahwa
perkumpulan ini didirikan untuk selama 29 tahun. Radio siaran pada masa
penjajahan Belanda dahulu mempunyai status swasta. Munculnya BRV,
menyebabkan munculnya badan-badan radio siaran lainnya seperti;
29
Nederlandsch Indische Radio Omroep Mij (NIROM) di Jakarta, Bandung
dan Medan, Solossche Radio Vereniging (SRV) di Surakarta, Mataramse
Vereniging voor Radio Omroep (MAVRO) di Yogyakarta, Vereniging
Oosterse Radio Luisteraars (VORO) di Bandung, Vereniging voor
Oosterse Radio Omroep (VORO) di Surakarta, Chinese en Inheemse Radio
Luisterars Vereniging Oost Java (CIRVO) di Surabaya, Eerste Madiunse
Radio Omroep (EMRO) di Madiun, Radio Semarang di Semarang. Untuk
kota Medan selain NIROM juga terdapat radio swasta Meyers Omroep
Voor Allen (MOVA), yang diusahakan oleh tuan Meyers, dan Algeemene
Vereniging Omroep Medan (VROMA) (Efendy, 1978:52).
Pada tahun 1927, seorang penggemar radio amatir yang bernama
De Groot mendirikan stasiun radio Malabar di Bandung. Fungsinya
utamanya adalah sebagai alat hubungan radio-telegrafis antara Hindia
Belanda dengan negeri Belanda. Usahanya membuahkan hasil pada
tanggal 12 Maret 1927, ketika De Groot mendapatkan siaran gelombang
pendek dari Laboratorium Philips di Eindhoven, negeri Belanda. Sukses
De Groot mendorong para pecinta radio di negeri Belanda untuk
membangun pemancar siaran luar negeri.
Di kalangan orang Indonesia, siaran Radio pertama kali di
selenggarakan di Surakarta oleh perkumpulan Javaanse Kunstkring Mardi
Raras Mangkunegaran (Lingkungan Kesenian Jawa Mardi Raras
Mangkunegaraan). Pemancar mereka dengan nama panggilan PK 2MN,
merupakan hadiah dari Sri Paduka Mangkunegaraan VII. Acara siarannya
30
hanya berupa kesenian Jawa dan ditangkap oleh lingkungan yang terbatas
karena di Surakarta pada waktu itu baru ada 20 pesawat radio, yang
umumnya milik bangsawan (Ensiklopedi Nasional Indonesia, 1989 :34).
Untuk mempertahankan siaran tersebut, maka pada tanggal 1 April
1933 didirikan Solose Radio Veriniging (SRV) yang diketuai oleh Sarsito
Mangun Kusumo. Sesudah berkali-kali diadakan siaran percobaan, SRV
dapat menyelenggarakan siaran pertama yaitu berupa klenengan Jawa pada
tanggal 15 Januari 1934. Berdirinya SRV Kemudian diikuti dengan
munculnya perkumpulan lainnya yaitu Siaran Radio Indonesia (SRI) yang
didirikan di Solo pada bulan Oktober 1934 oleh Pangeran Surjohamidjojo
(Nardi, 1995:4).
Dari berbagai macam perkumpulan-perkumpulan radio siaran
hanyalah NIROM yang mampu berkembang dengan pesat. Hal ini
disebabkan karena NIROM mendapat bantuan penuh dari pemerintah
Hindia Belanda. Selain itu perkembangan NIROM yang pesat itu di
sebabkan pula keuntungannya yang besar dalam bidang keuangan yakni
dari pajak radio. Semakin banyak pesawat radio di kalangan masyarakat,
semakin banyak uang diterima oleh NIROM. Dengan demikian, NIROM
dapat meningkatkan daya pancarnya, mengadakan stasiun-stasiun relay,
mengadakan sambungan telepon khusus dengan kota-kota besar, dan lain-
lain (Efendy, 1978:53).
Pada tahun 1934, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan
radiowet (undang-undang radio) yang mengatur siaran radio di tanah
31
jajahannya. Berdasarkan undang-undang ini, NIROM berdiri secara resmi
dan kedudukannya makin kuat karena mendapat lisensi untuk
menyelenggarakan siaran radio selama lima tahun. NIROM kemudian
menjadi studio siaran radio setengah resmi milik pemerintah Hindia
Belanda dan berhak memungut pajak radio sebesar Fl 1.50 setiap bulan
dari setiap pemilik pesawat radio. Jumlah ini tidaklah kecil mengingat
bahwa sewa sebuah pemancar berkekuatan 150 watt adalah sebesar Fl 90
sebulan, sedangkan iuran para anggota perkumpulan siaran radio di
Indonesia paling tinggi hanya Fl 0,50 sebulan. Dari pajak Fl 1,50 di
potong Fl 0,25 untuk tata usaha PTT. Atas bantuan PTT, NIROM
memperbaiki dan menambah alat-alatnya dan kemudian dapat membangun
stasiun pemancar di Bandung, Surabaya, Semarang, Surakarta,
Yogyakarta, Cepu, Malang, Sukabumi, Bogor dan Padang (Ensiklopedi
Nasional Indonesia, 1989 :34).
Pada tahun 1936 terbetik berita bahwa mulai tahun 1937 siaran
ketimuran seluruhnya akan dikuasai oleh NIROM sendiri (Effendy,
1978:54). Ini berarti bahwa mulai tahun 1937 subsidi dari NIROM akan
dicabut, setidak-tidaknya akan dikurangi, karena NIROM tidak akan lagi
merelay siaran-siaran radio milik pribumi, setidak-tidaknya kalau terpaksa
merelay hanya sedikit sekali. Seperti diketahui subsidi NIROM itu semula
di berikan berdasarkan perhitungan jam-merelay. Memang adalah maksud
NIROM yang bersandarkan kekuatan penjajahan itu adalah untuk
mematikan perkumpulan-perkumpulan radio siaran ketimuran.
32
Pada tanggal 28 Maret 1937 atas usaha anggota Volksraad M.
Sutarjo Kartokusuno dan seorang insinyur bernama Ir. Sarsito
Mangunkusumo diselenggarakan suatu pertemuan antara wakil-wakil
radio ketimuran bertempat di Bandung. Wakil-wakil yang mengirim
utusannya adalah: VORO (Batavia), VORL (Bandung), MAVRO
(Yogyakarta), SRV (Solo) dan CIRCO (Surabaya). Pertemuan tersebut
melahirkan suatu badan baru bernama Perikatan Perkumpulan Radio
Ketimuran (PPRK) sebagai ketuanya adalah Sutarjo Kartohadikusumo.
Tujuan PPRK bersifat sosial budaya semata, yaitu memajukan kesenian
dan kebudayaan nasional guna kemajuan masyarakat Indonesia, rohani dan
jasmani (Efendy, 1978:54).
Pada tanggal 7 Mei 1937 diadakan pertemuan antara ketua PPRK,
Sutardjo Kartohadikusumo, dan para pejabat pemerintah Hindia Belanda.
Pertemuan tersebut menghasilkan persetujuan untuk menyerahkan urusan
siaran ketimuran kepada PPRK, tetapi segi teknisnya masih di urus oleh
NIROM. Pada tanggal 26 Maret 1938, dikeluarkan keputusan pemerintah
yang mengakui PPRK sebagai badan hukum. Tetapi perselisihan dengan
NIROM masih terus berlanjut, yakni mengenai besarnya subsidi untuk
PPRK dan ketidak ikhlasan NIROM melepaskan hak siaran ketimuran
sepenuhnya kepada PPRK.
Pada tanggal 1 Juli 1939, pemerintah menyusun Oosterse Raad
Van Advies (Dewan Penasehat Ketimuran) yang diketuai oleh
Sosrohadikusumo. Dewan ini beranggota 14 orang dari PPRK, PTT,
33
NIROM dan dewan rakyat. Atas desakan dewan, pemerintah pada bulan
Agustus 1939 memberikan subsidi kepada PPRK sebesar Fl 126.000 untuk
tahun 1940. dengan bantuan keuangan ini, PPRK diharapkan dapat
menyiapkan diri untuk menerima penyerahan hak siaran dari NIROM.
(Ensiklopedi Nasional Indonesia, 1989:36). Keputusan pemerintah yang
menyetujui penyerahan penyelenggaraan siaran ketimuran dari NIROM
kepada PPRK barulah di keluarkan pada tanggal 30 Juni 1940.
Peperangan di Eropa yang juga melanda negeri Belanda
menyebabkan negeri Belanda dalam keadaan sulit yang membutuhkan
bantuan rakyat jajahannya menyebabkan pemerintah Hindia Belanda
bersifat agak lunak. Sehingga hal ini dimanfaatkan oleh PPRK agar dapat
menyelenggarakan siaran sendiri sepenuhnya tanpa bantuan dari NIROM.
Maka pada tanggal 1 November 1940 tercapailah tujuan PPRK untuk
dapat menyelenggarakan siaran pertama. Lambat laun koordinasi siaran
antara studio PPRK dan studio-studio perkumpulan siaran radio anggota
federasi PPRK semakin diperluas dan disempurnakan (Efendy, 1978:55).
Enam bulan setelah memulai siarannya, barulah masyarakat umum
dapat memahami usaha PPRK. Tetapi siaran itu dan semua siaran radio di
Hindia Belanda hanya dapat hidup sampai bulan maret 1942, karena pada
waktu itu Jepang mulai menduduki Hindia Belanda. Pada tahun 1939
terdaftar 87.510 pesawat radio di Hindia Belanda, tetapi hanya 25.608
yang dimiliki orang Indonesia (Ensiklopedi Nasional Indonesia, 1989:36).
34
2. Masa Penjajahan Jepang
Dalam peperangan di Asia dan Pasifik yang berlangsung mulai
tahun 1941, Jepang sebagai sekutunya Nazi Jerman dan Italia di Eropa,
mengadakan ekspansi ke arah selatan. Pada bulan Maret 1942 pemerintah
Hindia Belanda menyerah kepada Jepang, tepat tanggal 8 Maret 1942
pemerintah Hindia Belanda dengan seluruh angkatan perangnya
menyatakan menyerah kalah di Bandung kepada bala tentara Jepang. Sejak
tanggal 8 Maret 1942 di bekas wilayah Hindia Belanda dulu berlaku
pemerintahan militer Jepang atas nama resminya pada waktu itu adalah
Dai Nippon (Efendy, 1978:55).
Menjelang kedatangan tentara Jepang, pemerintah Hindia Belanda
memerintahkan untuk penghancuran pemancar-pemancar radio. Tetapi ini
hanya terjadi di Medan dan sebagian di Surakarta, sedangkan di kota-kota
lain peralatan dapat diselamatkan. Pemerintah Dai Nippon membubarkan
semua perkumpulan radio di Hindia Belanda dan menempatkannya di
bawah kekuasaanya. Di pulau Jawa, urusan radio ditempatkan di bawah
kepengurusan Djawa Hoso Kanrikyoku (Badan Pengawas Siaran di Jawa)
yang dibentuk di tingkat pusat yaitu di Jakarta. Badan ini dipimpin oleh
orang-orang Jepang yang ahli di bidang siaran radio dan propaganda.
Cabangnya yang bernama Hoso Kyoku, didirikan di kota-kota besar di
Jawa yaitu: Jakarta, Bandung, Purwokerto, Semarang, Yogyakarta,
Surakarta, Surabaya dan Malang. Hoso Kanrikyoku di Jawa berada di
35
bawah pimpinan Tomabeci sedangkan cabang-cabangnya di pimpin oleh
Shimamura (Pusponesgoro dan Notosusanto, 1984:58).
Di samping adanya Hoso Kyoku tersebut, maka di kabupaten-
kabupaten didirikan lagi kantor studio yang bernama Shodanso. Shodanso
ini selain menyelenggarakan penyiaran propaganda pemerintah
pendudukan Jepang juga melakukan reparasi dan servis radio di daerah
tersebut. Kantor inilah satu-satunya yang diberi tugas oleh Jepang untuk
menyelenggarakan reparasi, servis dan penyegelan radio. Shodanso juga
memegang peranan penting dalam mengatur penyelenggaraan radio untuk
umum, propaganda, penyegelan terhadap radio atau menetapkan
gelombang-gelombang mana yang boleh didengarkan.
Pada masa pendudukan Jepang, radio umum dipasang hampir
disetiap tempat ramai sampai di pelosok-pelosok desa dengan maksud agar
rakyat dapat mendengarkan siaran propaganda Jepang. Pengawasan radio
dilakukan dengan ketat untuk mencegah, jangan sampai ada siaran kecuali
siaran-siaran dari delapan cabang studio (Hosokyoku) untuk didengarkan
masyarakat (Poesponegoro dan Notosusanto, 1984:58).
Di Sumatera, pusat siaran radio bernama Tyuo Hosokyoku yang
dibentuk di pusat pemerintahannya di bukit tinggi. Studio radio yang di
koordinasi oleh badan Tyuo Hosokyoku adalah studio di Bukittinggi,
Kutaraja (Banda Aceh), Medan, Padang dan Palembang. Semua studio
radio itu hanya dapat menyiarkan berita tentang Sumatera dengan merelay
siaran sentral dari Bukittinggi, sedangkan berita dunia dalam bahasa
36
Jepang hanya dengan merelai siaran sentral dari Tokyo. Kota-kota lain
yang memiliki Hosokyoku adalah Banjarmasin, Makasar (Ujung Pandang)
dan Manado (Efendy, 1978:56).
Ciri-ciri siaran radio pada jaman Jepang ialah tingginya persentase
siaran berita, yaitu sekitar 3 ½ jam atau ¼ jumlah jam siaran sehari,
ditambah lagi siaran propaganda dari yang diselenggarakan oleh kantor
Sendenbu (Propaganda). Siaran berita di semua studio radio harus
bersumber pada kantor berita Jepang Domei. Siaran musik Barat tetap ada,
tetapi sebagian besar karya kompunis Jepang atau negara-negara Eropa
Barat yang bersekutu dengan Jepang dalam Perang Dunia II (Ensiklopedi
Nasional Indonesia, 1989:37).
Antipati Jepang terhadap bahasa Belanda dan lagu-lagu jazz dan
swing dari Amerika merupakan pendorong bagi berkembangnya bahasa
dan seni musik Indonesia. Para seniman Indonesia yang terhimpun dalam
Keimin Bunka Shidoso (Pusat Kebudayaan) menciptakan ratusan lagu
Indonesia, di antaranya yang mengandung propaganda. Lagu daerah yang
sudah lama tidak diperdengarkan karena dianggap ketinggalan jaman,
mulai terdengar kembali dalam siaran radio.
Tidak seperti pada masa penjajahan Belanda, pada masa penjajahan
Jepang ada kesempatan bagi para pemimpin politik Indonesia untuk
berpidato kepada rakyat melalui radio. Dengan cerdik para politisi dari
Indonesia memanfaatkan propaganda “Semangat Asia Timur Raya” untuk
mengobarkan semangat nasionalisme dan cita-cita kemerdekaan Indonesia.
37
3. Masa Kemerdekaan; Lahirnya Radio Republik Indonesia
Pada tanggal 14 Agustus 1945 terdengar berita tentang kekalahan
Jepang dalam perang pasifik setelah kota Hirosima dan Nagasaki di Bom
atom oleh tentara Sekutu. Hal ini mempunyai dampak yang cukup besar
bagi bangsa Indonesia yang pada saat itu berada di bawah penjajahan
bangsa Jepang, salah satunya yaitu pemerintah Jepang membatasi rakyat
Indonesia hanya di perbolehkan mendengarkan siaran radio Hosokyoku
saja, meskipun demikian berita kekalahan bangsa Jepang terhadap sekutu
dapat diketahui oleh bangsa Indonesia yang secara sembunyi-sembunyi
terus mendengarkan siaran luar negeri. Berita kekalahan Jepang tidak
disia-siakan oleh bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia mengadakan suatu
gerakan memproklamasikan Negara Indonesia merdeka, pada saat Jepang
tidak mempunyai kekuatan lagi.
Dalam bukunya Radio Siaran Dan Teknik, Onong Ujtana Efendy
menjelaskan bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945 kemerdekaan bangsa
Indonesia di proklamasikan oleh Bung Karno dan Bung Hatta. Sebenarnya
para pemuda akan menyiarkan teks proklamasi itu pada saat teks dibaca
oleh Bung Karno dan Bung Hatta, akan tetapi stasiun radio sejak tanggal
15 Agustus 1945 dijaga ketat oleh tentara Jepang. Baru malam harinya
pada tanggal 17 Agustus 1945 yakni jam 19.00 dengan bantuan Suprapto
dan Bachtar Lubis, penyiar seksi luar negeri teks proklamasi itu di siarkan
dalam bahasa Indonesia oleh Jusuf Ronodipuro dan Suparapto
menyiarkannya dengan bahasa Inggris. Akan tetapi siaran ini hanya
38
mampu di dengar oleh penduduk Jakarta. Maka kemudian para pegawai
tehnik menyalurkan siarannya melalui siaran luar negeri baru pada tanggal
18 Agustus 1945. Dengan demikian siaran pembacaan teks proklamasi
dapat didengar oleh penduduk Australia. Siaran pembacaan teks
proklamasi kemudian di ikuti oleh cabang-cabang yang lainnya. Nama-
nama penyiar Hosokyoku yang patut dicatat dalam penyiaran teks
proklamasi untuk siaran luar negeri adalah Sakti Almsyah dan Hasjim
Rachman serta para teknisi Bambang Sukijun, A.R Rasjid dan
Brotokusumo, sedangkan di pihak PTT adalah Harjoprawoto, Dian dan
Samjun serta seorang insinyur (belum diketahui namanya). Siaran ini
mengudara melalui gelombang-gelombang pendek 16 meter, 19 meter, 24
meter dan 45 meter PMH.
Siaran teks proklamasi ke luar negeri akhirnya di ketahui oleh
Jepang. Hal ini menyebabkan siaran Hosokyoku di hentikan. Akan tetapi
sebuah pemancar gelap berhasil di usahakan sehingga tidak lama
kemudian berkumandang di udara radio siaran dengan Stasion Call Radio
Indonesia Merdeka. Dari sinilah wakil presiden Mohammad Hatta dan
pemimpin-pemimpin lainnya mengadakan pidato radio yang ditujukan
kepada rakyat Indonesia. Disamping itu diusahakan pula hubungan kawat
dengan pemancar PTT di Bandung yang terkuat pada waktu itu. Maka
melalui studio di Sekolah Tinggi Kedokteran di Salemba Jakarta
memancarlah siaran luar negeri dengan call: “This is the voice of free
Indonesia”. Dalam hubungan hal ini perlu dicatat nama Dr. Abdurachman
39
Saleh yang sangat berjasa dalam mengusahakan siaran dalam masa yang
genting tersebut (Efendy, 1978: 59).
Menghadapi kekalahan Jepang, para pegawai radio bangsa
Indonesia merasa perlu mempersatukan kekuatan mereka untuk membantu
menegakkan perjuangan RI. Dalam rangka inilah, pada akhir Agustus
1945, Maladi dari Solo Hoso Kyoku mengirimkan surat kepada para
teman-temannya di studio Semarang, Yogyakarta, Malang, Surabaya dan
Jakarta meminta agar segera di adakan rapat di Jakarta untuk
mengorganisir radio siaran di Indonesia.
Atas dasar untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah
diperoleh bangsa Indonesia, maka pada tanggal 10 September 1945, para
pegawai Hosokyoku berkumpul di Jakarta untuk merundingkan cara
pengambil alihan radio Hosokyoku untuk dipersembahkan kepada bangsa
Indonesia sebagai alat perjuangan. Pertemuan tersebut tidak membawa
hasil karena semua pemancar dan alat-alat siaran Hosokyoku telah didaftar
dan ditandatangani oleh Sekutu (SEAC di Singapura).
Pertemuan berikutnya di selenggarakan dikediaman Adang
Kadarusman pegawai Jakarta Hosokyoku di Menteng Dalam, Jakarta tepat
pada pukul 24.00 WIB. Rapat tersebut dibuka oleh Dr. Abdulrachman
Saleh, adapun pertemuan tersebut dihadiri oleh:
a. Perwakilan Hoso Kyoku Jakarta, yaitu; Adang Kadarusman, Sutoyo
Surjodipuro, Jusuf Ronodipuro, Sukasmo, Syawal Mochtarudin, M.A.
Tjaja.
40
b. Perwakilan Hoso Kyoku Bandung, yaitu; Sjakti Alamsyah, R.A. Darja
dan Agus Marah Sutan.
c. Perwakilan Hoso Kyoku Yogyakarta, yaitu; R.M. Soemardi dan
Sudomomarto
d. Perwakilan Hoso Kyoku Surakarta, yaitu; R. Maladi dan Sutardi
Hardjolukito
e. Perwakilan Hoso Kyoku Semarang, yaitu; Suhardi dan Harto
f. Perwakilan Hoso Kyoku Purwokerto, yaitu Suhardjo
Pertemuan tersebut berakhir pada tanggal 11 September 1945 pukul 06.00
WIB yang membuahkan beberapa keputusan, diantaranya adalah:
a. Menetapkan 11 September 1945 sebagai hari berdirinya Radio
Republik Indonesia (RRI).
b. Semua hadirin menyatakan diri sebagai pegawai RRI, sedangkan
pegawai Hoso Kyoku bangsa Indonesia lainnya diminta secara suka
rela memilih apakah menjadi pegawai RI atau tidak. Pernyataan
menjadi pegawai RRI harus disertai sumpah setia kepada RRI dan RI.
c. Jakarta untuk sementara ditetapkan sebagai pusat RRI
d. Sebagai pemimpin umum RRI dipilih Abdurachman Saleh, yang diberi
kekuasaan menetapkan formasi RRI pusat. Perintah dari pusat hanya
akan sah apabila dikeluarkan oleh pemimpin umum.
e. Sebagai cabang RRI pertama dicatat: Bandung, Purwokerto,
Semarang, Yogyakarta, Surakarta, Malang dan Surabaya.
41
f. Tri Prasetya RRI, sebagai jiwa dan sumpah pegawai RRI kepada
Republik Indonesia untuk menjaga RRI sebagai alat perjuangan
bangsa Indonesia. Dalam bukunya yang berjudul Hari Radio, RRI
stasiun Surakarta diuraikan bahwa Isi Tri Prasetya RRI adalah:
1) Kita harus menyelamatkan segala alat siaran radio, dari siapapun yang hendak menggunakan alat tersebut untuk menghancurkan Negara kita dan membela alat itu dengan segala jiwa raga, dalam keadaan bagaimanapun dan akibat apapun juga.
2) Kita harus mengemudikan siaran RRI, sebagai alat perjuangan dan alat revolusi seluruh bangsa Indonesia. Dengan jiwa kebangsaan yang murni hati yang bersih dan jujur, serta budi yang penuh kecintaan dan kesetiaan kepada tanah air dan bangsa.
3) Kita harus berdiri diatas segala aliran dan keyakinan partai atau golongan, dengan menyelamatkan persatuan bangsa, dan keslamatan negara, serta berpegangan pada jiwa proklamasi 17 Agustus 1945 (RRI Stasiun Surakarta, 1995:1)
Dengan lahirnya RRI maka pada hari itu pula lahirlah semboyan RRI yang
tetap berlaku hingga sekarang, yaitu “Sekali Di Udara Tetap Di Udara”.
Penyerahan studio radio oleh Jepang secara baik-baik kepada
Indonesia hanya terjadi di Surakarta, Yogyakarta dan Semarang, meskipun
didahului desakan kesar dari pihak Indonesia. Penyerahan studio ini
dilakukan pada tanggal 1 Oktober 1945. dikota lain yang merupakan bekas
tempat studio Hoso Kyoku penyerahan pemancar dan peralatan radio
siaran dilakukan dengan jalan kekerasan. Para pemuda merebut pemancar
dan peralatannya kemudian menyingkir keluar kota, terutama ke daerah
pegunungan. Secara spontan dimana-mana tumbuh usaha membuat
pemancar radio dengan peralatan yang seadanya.
Organisasi radio Republik Indonesia waktu itu berjalan sesuai
dengan roda pemerinthana yang serba darurat. Meskipun sudah ada RRI,
42
belum ada ketegasan apakah RRI masuk jawatan pos (PTT) atau
Kementrian Penerangan. Bagian teknik RRI Bandung, misalnya masuk
PTT, sedangkan urusan siaran masuk Jawatan Penerangan. Di Sumatera,
ada yang dibawah Penerangan Gubernur Militer. Para pengisi acara
hiburan tidak dibayar dan pegawai bekerja bukan mengharapkan gaji.
Untuk mendapatkan biaya siaran, Radio Garut misalnya memungut
bayaran Rp 5,00 dari tiap berita keluarga yang disiarkannya, sdangkan
RRI Semarang dan Yogyakarta memunguit iuran radio setiap bulan. Ada
pula perorangan yang menjamin makan pegawai studio. Yang bernasib
agak baik adalah RRI Surakarta dan Surabaya, karena dibiayai Komite
Nasional Indonesia (KNI) setempat.
Untuk menertibkan organisasi, maka pada tanggal 12 Januari 1946
diadakan konferensi radio yang pertama di Surakarta, dibawah pimpinan
Abdulrachman Saleh.konferensi tersebut dihadiri oleh wakil-wakil dari 8
studio. Dari Kementrian Penerangan Jakarta hadir Mr. Ali Sastroamidjojo.
Pokok perbincangan berkisar soal menjadi Jawatan Pemerintah atau bukan
Jawatan Pemerintah. Sebagian berpendapat bahwa sebaiknya RRI menjadi
Jawatan Pemerintah, tetapi sebgian lainnya menganggap status diluar
pemerintah lebih baik. Tetapi didalam perbedaan pendapat tersebut tetap
disepakati bahwa siaran radio harus menjadi alat perjuangan nasional. Alat
untuk kepentingan Pemerintah dan rakyat. Karena alasan yang
dikemukakan oleh masing-masing pihak sama kuatnya dan dalam
pemungutan suara didapat jumlah yang sama, yaitu 4:4 maka perlu
43
diambil pemungutan suara yang kedua. Dalam pemungutan suara yang
kedua terjadi perubahan jumlah suara yaitu 6:2. Enam suara menghendaki
RRI sebagai Jawatan Pemerintah dan dua suara dari RRI Surakarta dan
Semarang menghendaki RRI diluar Jawatan Pemerintah. Sebelumnya
sudah disetujui dengan suara bulat, bahwa jika RRI menjadi Jawatan
Pemerintah maka akan mendapatkan kedudukan dalam lingkungan
Kementrian Penerangan. Kemudian dibentuk sebuah Work Comite yang
berkewajiban melaksanakan keputusan tersebut. Pembentukan Pusat
Pimpinan waktu itu tidak berhasil, karena beberapa pimpinan yang
dicalonkan untuk duduk dalam pucuk pimpinan belum bersedia. Sebagai
ketua Work Comite ditunjuk Surjodipura yang dibantu oleh Sudomomarto
dan Harto.
Keputusan konferensi tersebut belum dapat dianggap sebagai
keputusan yang definitif, karena pihak Pemerintah masih harus
mendapatkan persetujuan. Oleh karena itu maka diadakan konferensi yang
kedua di Purwokerto pada tanggal 23-24 Januari 1946. semua wakil dari
studio RRI datang, kecuali Dr. Abdulrachman Saleh yang menyatakan
berhalangan hadir. Wakil dari Kementrian Penerangan yang hadir adalah
Sumarno. Pembicaraan dalam konferensi ini mengenai Pemimpin Umum
dan anggota-anggota pucuk pimpinan RRI. Dalam konferensi tersebut
ditetapkan bahwa Maladi diangkat sebagai Kepala Jawatan RRI dan
kedudukan pusat Jawatan ditetapkan berada di Surakarta.
44
Satu hal yang harus di pertimbangkan kembali yakni mengenai
penetapan Pemerintah mengenai pegawai-pegawai RRI bagian tekhnik
dimasukkan sebagai pegawai PTT dan pegawai-pegawai siaran sebagai
pegawai Kementrian Penerangan dan Mentri Perhubungan. Maka atas usul
kepala Jawatan RRI pada tanggal 1 Maret 1946 diadakan pertemuan yang
dihadiri Menteri Penerangan Moh Natsir, Sekjen Kementrian Penerangan
Ali Budiarjo, Kepala Jawatan Penerangan Jawa Tengah Mr. Sudjarwo,
Menteri Perhubungan Ir. Abdulkarim dan Kepala Jawatan PTT Suharto.
Dari pihak RRI hadir Dr. Abdulrachman Saleh, Suhardi, Maladi dan
Sutardi. Pertemuan tersebut menghasilkan persetujuan dari Menteri
Perhubungan bahwa RRI seluruhnya dimasukkan dalam Kementerian
Penerangan, sedangkan mengenai soal-soal teknik diadakan kerja sama
yang baik antara PTT dan RRI.
Setelah segala keterangan, seperti daftar Pegawai, soal keuangan
dan lain-lain dari RRI disampaikan kepada menteri Penerangan, maka
pada tanggal 1 April 1946 Radio Republik Indonesia (RRI) diresmikan
sebagai Jawatan Radio didalam Kementrian Penerangan.
B. Sejarah Perkembangan Radio Republik Indonesia Stasiun Surakarta.
1. Awal mula perkembangan radio siaran di Surakarta
Siaran-siaran radio yang berkumandang di Indonesia membuka
pemikiran baru bagi bangsa Indonesia dan siaran-siaran ini dijadikan alat
perjuangan melalui seni budaya yang terdapat di Indonesia, sebab secara
45
tidak langsung segala pemeliharaan seni budaya di Indonesia merupakan
penanaman kesadaran berbangsa.
Dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia dijelaskan bahwa badio
siaran yang pertama kali berdiri di Surakarta adalah PK2MN yang
diusahakan oleh perkumpulan “Javaanse Kunstkring Mardi Raras
Mangkunegaran”, asuhan Sri Paduka Mangkunegara VII, seorang
bangsawan yang pernah ikut bergerak dalam Budi Oetomo yang terkenal
sebagai penggemar seni siaran-siaran gamelan Jawa, Ketoprak dan siaran-
siaran lain dapat dipancarkan kepada penggemarnya. Pada waktu itu yang
memiliki pesawat radio masih jarang sekali. Meskipun demikian,
pengaruhnya terhadap masyarakat besar sekali dan akhirnya timbul
pemikiran baru Sri Paduka Mangkunegara VII agar perkumpulan tersebut
berusaha untuk mendapatkan pemancar baru, mengingat pemancar
PK2MN alat-alatnya mudah rusak.
Sebelum NIROM memulai siarannya secara resmi, meskipun
sudah mengadakan percobaan-percobaan di Tanjung Priok Jakarta, di
Surakarta sudah ada suatu pemancar radio ketimuran, yakni yang disebut
PK2MN. Pemancar PK2MN mengirimkan siaran-siaran gamelan Jawa
dari perkumpulan Javaanse Kunstkring tersebut dan siaran-siaran Ketoprak
atau Wayang orang dari Taman Balekambang Manahan yang dulu
namanya Partinituin. Akan tetapi pada waktu itu pesawat radio masih
asing sekali bagi penduduk, pemilik pesawat penerima pada waktu itu
tidak lebih dari 20 orang, terutama para bangsawan.
46
Pesawat radio milik Sri Paduka Mangkunegara VII selalu dipasang
di pendapa besar Mangkunegaran, sehingga setiap minggu pagi samapai
siang berkumpul rakyat untuk mendengarkan “peti ajaib”. Lambat laun
pemancar kecil itu tidak memenuhi kebutuhan karena sudah ada beberapa
bagian yang rusak. Atas perintah Sri Paduka Mangkunegara VII, supaya
pengurus perkumpulan dapat membeli pemancar sendiri.
Atas inisiatif Ir. Sarsito Mangunkusumo maka diadakan rapat
dengan para anggota dan juga tokoh terkemuka serta hartawan di
Surakarta, dengan maksud untuk mendirikan perkumpulan yang
mengusahakan penyiaran radio di Surakarta. Rapat yang dilaksanakan
pada tanggal 1 April 1933, melahirkan Solose Radio Vereniging (SRV)
dengan susunan pengurus sebagai berikut
Ketua : Ir. Sarsito Mangunkusumo
Penulis : Sutarto Hadjowahono
Bendahara : Liem Tik Liang
Pembantu-pembantu : Dr. Murmohusodo, Tjan Ing Tjwan, Lowson,
Wongsohartono, Tjiong Joe Hok, Prijosumarto.
Komisi Teknik : Dipimpin oleh ketua
Komisi Penyiaran : Dipimpin oleh Sutarto Hardjowahono
Komisi Propaganda : Dipimpin oleh Dr. Murmohusodo, dibantu oleh
Wongsohartono dan Prijosumarto.
47
Sejak berdirinya SRV, bertambah lama bertambah banyak anggotanya,
pemancar dapat diperkuat dan siaran-siarannya tidak sampai kehabisan
bahan.
Pada tahun 1934 di Surakarta berdiri sebuah perkumpulan radio
lagi yang bernama SRI (Siaran Radio Indonesia) dibawah asuhan Pangeran
Surjohamidjojo, Muljadi Djojomartono dkk.
Dalam perkembangan berikutnya SRV mampu menyewa dari
pemerintah Kolonial Belanda sebuah pemancar dari PTT dengan kekuatan
150 Watt, Gelombang 62 meter. Pada tanggal 15 Januari 1935 SRV
mengadakan konggres di Surakarta. Konggres antara lain memutuskan
bahwa SRV harus mempunyai gedung tersendiri. Untuk membangun
gedung diperlukan biaya sebanya FI. 7000, sedangkan pada waktu itu
fonds studio yang didapat dari para dermawan baru FI. 2000. untuk
meringankan usaha pengurus SRV maka Sri Paduka Mangkunegara VII
telah menghadiahkan sebidang tanah yang luasnya 5.000 meter persegi
yang letaknya di jalan Markoni (tepatnya di lokasi RRI Surakarta
sekarang). Setelah rencana persiapan pembuatan gedung selesai, maka
pada tanggal 15 September 1935 diadakan peletakan batu pertama dan
pada tanggal 29 Agustus 1936 gedung SRV dibuka dengan resmi.
Perencanaan siaran yang teratur itu, berpengaruh pula pada
pertumbuhan masyarakat. Perkumpulan-perkumpulan musik, gamelan dan
lain-lain berkembang dengan pesat. Bakat-bakat seni dan organisasi yang
terpendam, timbul dengan pesatnya. Dapat dikatakan, siaran radio yang
48
sudah memiliki studio sendiri dan dengan organisasi yang teratur
membawa dampak yang positif bagi masyarakat. Dengan menyerahnya
Belanda kepada Jepang pada bulan Maret 1942, maka sejarah bangsa
Indonesia mengalami babak baru. Gelombang baru ini pada pokoknya
termaktub dala undang-undang Bala Tentara Dai Nippon nomor 1, pasal 1
yang berbunyi;
Karena bala tentara Dai Nippon berkehendak memperbaiki nasib rakyat Indonesia yang sebangsa dan seturunan dengan bangsa Nippon, dan juga hendak mendirikan ketentraman yang teguh untuk hidup makmur bersama-sama rakyat Indonesia atas dasar mempertahankan Asia Raya bersama-sama, maka dari itu bala tentara Dai Nippon melangsungkan pemerintah militer bagi sementara waktu didaerah yang ditempatinya, agar supaya mendatangkan keamanan yang sentausa dengan segera. (RRI Stasiun Surakarta, 1995:7)
Pasukan Jepang masuk kota Surakarta pada tanggal 5 Maret 1942
melalui Gundih dan Kalioso. Pada tanggal 2 Maret 1942 tentara Belanda
di Surakarta membumi hanguskan obyek-obyek penting termasuk
pemancar serta alat-alat kecil tekhnik SRV. Berkat usaha pimpinan
tekhnik SRV, Oetojo dan Soegoto, pemancar SRV tidak dirusak, hanya
meteran dan alat-alat kecil diambil agar menimbulkan kesan bahwa
perintah Belanda sudah diindahkan.
Pada tanggal 8 maret 1942, H. Funabiki, komandan pasukan
Jepang di Surakarta datang ke studio. Kedatangan H. Funabiki disambut
oleh Sdr. Maladi (salah seorang anggota pengurus program komisi SRV).
Kedatangan H. Funabiki bermaksud untuk menghidupkan kembali
pemancar SRV. Dalam tempo beberapa hari pemancar sudah dapat
berfungsi kembali dan pimpinan diserahkan kepada Maladi. SRV pada
49
masa kependudukan Jepang berubah menjadi Hoso Kyoku cabang
Surakarta. Dalam langkahnya selalu dicari sela-sela segi perjuangan
bangsa. Salah satu jalan kearah segi perjuangan bangsa Indonesia adlah
mengisi acara yang bertendensi atau bersifat kebangsaan atau
nasionalisme. Lagu atau gending pembukaan “Puspowarno” dan lagu
penutup “Ayak-ayakan Kaloran” dipilih sebagai lagu yang mampu
menanamkan serta memelihara kecintaan kebudayaan bangsa Indonesia.
Dengan langkah-langkah ini, pimpinan Radio Hoso Kanri Kyoku di
Jakarta mencurigai pimpinan Radio di Surakarta dan Maladi dipanggil ke
Jakarta untuk mempertanggung jawabkannya. Setelah memberikan alasan
yang bermacam-macam, akhirnya Jepang menyetujui pendirian Maladi.
(RRI Stasiun Surakarta,
2. Radio Republik Indonesia Stasiun Surakarta.
Setelah diproklamirkannya kemerdekaan Republik Indonesia,
maka para pemimpin radio berusaha keras menghimpun tenaga-tenaga
untuk melancarkan jalannya revolusi. Seperti diketahui bahwa sistem
organisasi Hoso Kyoku memberi kesempatan kepada pegawai bangsa
Indonesia untuk mengadakan hubungan organisasi. Antara studio
Semarang, Yogyakarta dan Surakarta sejak tahun 1944 tiap bulan diadakan
pertemuan membicarakan acara-acara siaran. Dengan adanya hubungan
rutin ini, maka diantara studio Tri Tunggal (Semarang, Yogyakarta dan
Surakarta) sudah terdapat rasa sepenanggungan untuk melangkah lebih
maju lagi.
50
Pada waktu pemerintahan Jepang banyak terjadi kekerasan dan
kekejaman yang memakan banyak korban dikalangan bangsa Indonesia
diantaranya adalah pemimpin-pemimpin bangsa Indonesia. Pegawai-
pegawai Hoso Kyoku masih ada kesempatan untuk mendengarkan siaran-
siaran dari luar negeri. Dari sinilah timbul inisiatif untuk menghadapi
jaman baru. Dengan terdengar berita kekalahan bangsa Jepang, bangsa
Indonesia memanfaatkan momentum ini untuk dapat merdeka lepas dari
penjajahan yang telah dialami bangsa Indonesia selama ini.
Setelah diketahui bahwa Indonesia memproklamasikan
kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, Jepang melarang semua
Hoso Kyokunya mengadakan siaran dan mengambil alat-alat yang penting
termasuk pemancar agar tidak dapat mengudara karena alat-alat tersebut
dapat digunakan oleh orang-orang Indonesia untuk memancarkan
siarannya yang sangat merugikan pihak Jepang. Sejalan dengan revolusi
nasional, maka dicari jalan untuk merebut serta menguasai radio-radio
yang telah ada. Pada tanggal 11 September 1945 diadakan rapat diantara
para perwakilan dari para pegawai bekas Hoso Kyoku yang tersebar di
delapan tempat, yaitu Jakarta, Bandung, Purwokerto, Yogyakarta,
Surakarta, Malang, Surabaya dan Semarang. Dalam rapat tersebut diambil
keputusan bahwa setiap studio bekas Hoso Kyoku berkewajiban
mengusahakan penyerahan segala pemancar dan alat-alat Hoso Kyoku dari
Jepang untuk dijadikan tempat dan alat perjuangan selanjutnya.
51
Radio siaran yang semula bernama Hoso Kyoku berubah nama
menjadi Radio Republik Indonesia (RRI). Dengan bekal ikrar dan
beberapa keputusan hasil rapat tersebut maka wakil-wakil studio
meneruskan perjuangan didaerahnya masing-masing atas dasar satu
komando dari pimpinan umum RRI yaitu Dr. Abdulrachman Saleh.
Dalam bukunya Hari Radio, RRI Stasiun Surakarta menjelaskan
bahwa pertama-tama yang dikerjakan oleh RRI stasiun Surakarta setibanya
dari konferensi 11 September 1945 adalah menanyakan kepada pegawai-
pegawai tentang kesanggupan masing-masing dalam menjalankan hasil
konferensi pada tanggal 11 September 1945, dan ternyata semuanya
bersedia bekerja bekerja pada pemerintah dan menyatakan sebagai
pegawai Republik Indonesia.
Penyerahan pemancar radio di Surakarta dari pihak Jepang ke
Indonesia agak mengalami kesulitan. Pada mulanya pihak pimpinan
Jepang tidak berani menyerahkan pemancar-pemancar dan alat-alatnya.
Hal ini di sebabkan bahwa apabila pemancar-pemancar beserta alat-
alatnya diserahkan ke pihak Indonesia maka Jepang akan mendapatkan
hukuman dari pihak Sekutu. Tetapi pada akhirnya pada tanggal 1 Oktober
1945, dengan syarat penyerahan resmi, Jepang menyerahkan segala
kekuasaan atas Radio Surakarta kepada Maladi. Siaran pun dijalankan
tanpa seijin Jepang. Sebelum ada ketentuan dan biaya dari pemerintah
pusat, maka pemerintah daerah bersedia membiayai segala keperluan RRI
Surakarta sebagai pinjaman yang kelak dapat dibayar kembali apabila
52
sudah mendapat keuangan dari pemerintah pusat. Di dalam mengusahakan
keuangan RRI Surakarta pada waktu itu perlu disebut jasa-jasa Dr.
Kartono yang mendorong pemerintah daerah untuk membiayai segala
keperluan RRI Surakarta.
Pada tanggal 4 Oktober 1945 RRI Surakarta dapat mengudara
dengan baik. Jadi hanya satu setengah bulan saja RRI Surakarta tidak
mengudara, yaitu dari pertengahan Agustus sampai dengan awal Oktober
1945. Usaha-usaha seterusnya dalam melaksanakan keputusan hasil rapat
11 September 1945 di Jakarta adalah mencari gedung-gedung di
Tawangmangu untuk tempat siaran dan pemancar. Sembilan buah rumah
yang terbaik di Tawangmangu diserahkan kepada RRI oleh pemerintah
Indonesia.
Pada bulan Desember 1945, Surjodipuro datang ke Surakarta untuk
mengadakan siaran luar negeri di Surakarta. Segera pembantu-pembantu
diusahakan dan pertama-tama Susanti Pudjo menyanggupkan diri,
sehingga dalam bulan Januari 1946 sudah dapat dimulai dengan siaran
dalam bahasa Inggris di Surakarta dengan gelombang 60 meter. Staf siaran
dengan bahasa Inggris yang dipimpin oleh Surjodipuro kemudian
diperkuat dengan tenaga-tenaga baru secara sukarela. Kader-kader baru
segera menyusul dalam siaran Inggris ini dengan datangnya Rochmuljati,
Winarsih dan Milke Saleh.
Tahun 1946 bulan Maret, staf siaran luar negeri dapat diperlengkap
dengan datangnya Soetantio Singgih, Hajji dan Budiman dari Yogyakarta.
53
Dengan demikian siaran-siaran bahasa Inggris berlangsung lebih sempurna
dari studio Tawangmangu. Jumlah staf siaran luar negeri dengan
keluarganya di Tawangmangu berjumlah 25 orang ini memerlukan bahan-
bahan makanan yang tidak sedikit dan juga sarana transportasi. Dalam hal
ini bantuan tentara di Tawangmangu tidak sedikit. Dari Pak Sastro Lawu,
pemimpin tentara di Tawangmangu mereka mendapat bantuan beras, gula
dan lain-lain serta keperluan rumah tangga.
Siaran Nusantara yang meliputi siaran mengenai berbagai
pergolakan yang terjadi di daerah dan siaran mengenai nilai-nilai budaya
bangsa sudah dimulai di Surakarta (kota) dan dipimpin oleh Sdr. Sukirman
yang pada permulaan tahun 1947 yang kemudian dipindahkan ke
Tawangmangu. Untuk siaran tersebut, PTT membantu pemancar dengan
kekuatan 1500 watt pada gelombang 30,4 meter.
Siaran-siaran dalam bahasa Inggris dan Siaran Nusantara di
Tawangmangu disamping siaran-siaran keluar negeri, dan Siaran Nasional
dari Yogyakarta, menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dikalangan
pemerintah. Tetapi dalam logika RRI yang memandang situasi negara
masih penuh dengan bahan-bahan eksplosif dan banyak macam
kemungkinan yang dapat terjadi, siaran-siaran bahasa Inggris dan
Nusantara sebagai front kedua dari yang ada di Yogyakarta dianggap
perlu, kalau terjadi sesuatu hal yang buruk di Yogyakarta sebagai front
kedua dari apa yang ada di Yogyakarta yang dianggap perlu.
54
Tahun 1948 adalah tahun yang penuh peristiwa bagi Surakarta.
Antara lain diselenggarakanya Pekan Olah Raga Nasional I (PON I) di
kota Surakarta tepatnya distadion Sriwedari. Hal ini membuat dunia
semakin tahu bahwa bangsa Indonesia telah mampu berdiri menjadi negara
yang berdaulat dan dapat menyelenggarakan pesta olah raga. Semua itu
tidak lepas dari peranan RRI, yang mulai awal telah menyiarkan berita-
berita sehubungan penyelenggaraan PON tersebut. Tidak kalah pentingnya
peranan para musisi atau seniman Radio Surakarta, yang menyumbangkan
lagu-lagu untuk disajikan pada waktu penyelenggaraan PON tersebut, baik
pada waktu pembukaan maupun penutupan. Hasil-hasil pertandingan dan
suasana pertandingan maupun kegiatan pada waktu itu telah disiarkan
secara langsung oleh RRI Surakarta walaupun dengan peralatan yang
seadanya. RRI Surakarta mampu menyiarkan berita-berita yang sangat
dibutuhkan terutama untuk menggugah semangat para pemuda pada waktu
itu.
Perjanjian Renville yang pada mulanya meyakinkan pemerintah
bahwa ketegangan Indonesia dengan Belanda telah berakhir ternyata tidak
dapat terwujud. Belanda menyalahi isi perjanjian tersebut dan memulai
kembali ketegangan hubungan RI dengan Belanda dengan menjalankan
Agresi Militernya kembali. Agresi Militer Belanda juga dirasakan di
Surakarta. Sejak tanggal 13 September 1948 Surakarta terlibat dalam
suasana pertempuran dengan Belanda yang berusaha meruntuhkan
kedaulatan Indonesia.
55
Di Kaliurang Yogyakarta pemerintah RI nampak sibuk karena
diplomasi perundingan dengan pihak Belanda dibawah pengawasan UNCI.
Meskipun telah ada perundingan damai dengan Belanda pimpinan Jawatan
Radio merasa tidak tentram hatinya, karena dari Jawa Timur datang berita-
berita yang menyatakan bahwa disepanjang garis demarkasi nampak
kekuatan Belanda yang lebih besar. Untuk menindak lanjuti aksi Belanda
tersebut Maladi sebagai kepala Jawatan RRI pada saat itu
menginstruksikan kepada cabang-cabang RRI supaya pemancar-pemancar
besar harus segera dikeluarkan dari kota-kota dan studio-studio darurat di
pegunungan harus siap bekerja. Instruksi ini dikeluarkan pada tanggal 14
Desember 1948.
Pada tanggal 18 Desember 1948 pasukan Belanda mulai
menyerang Delanggu. Dengan telah diserangnya Delanggu, RRI Surakarta
berusaha memindahkan pemancar RCA, alat-alat studio dan segala
perlengkapan pemancar ke Tawangmangu agar terhdindar dari
kehancuran. Pagi hari tanggal 19 Desember 1948 giliran kota Surakarta
yang diserang oleh Belanda. Pertempuran antara TNI dengan pasukan
Belanda dalam terjadi selama beberapa hari. Pertempuran ini berdampak
jatuhnya kota Surakarta ke tangan Belanda pada tanggal 21 Desember
1948. Maka sepenuhnya RRI Surakarta segera dipindahkan ke
Tawangmangu. (RRI Stasiun Surakarta, 1995:17)
Setelah RRI Surakarta berada di Tawangmangu, pada tanggal 23
Desember 1948 terdengar kabar bahwa Pasukan Belanda sudah masuk ke
56
Tawangmangu. Hal ini kurang begitu meyakinkan karena tidak terdengar
tembakan maupun ledakan karena jalan satu-satunya ke Tawangmangu
yaitu dari jembatan Kalisamin dijaga ketat oleh pasukan TNI. Untuk
menghindari berbagai hal yang tidak diinginkan maka diperintahkan untuk
mengungsi ke arah utara untuk mencari tempat yang aman. Pada saat itu
tidak banyak perlengkapan yang bisa dibawa. Setelah menempuh perjalan
yang cukup jauh akhirnya para rombongan dapat menemukan tempat yang
cukup aman pada tanggal 7 Januari 1949 yaitu di desa Balong (RRI
Stasiun Surakarta, 1995:29).
Dalam bukunya Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia AH
Nasution menjelaskan bahwa sejak didudukinya Tawangmangu pada
tanggal 23 Desember 1948, hampir semua pemancar dari Solo telah
diangkut ke Tawangmangu (dari tanggal 19 Desember 1948 sampai
tanggal 22 Desember 1948). Harapan terakhir tinggal pada sebuah
pemancar yang dalam pengangkutan terakhir dari Solo (sebutan untuk kota
Surakarta) yang disimpan di desa, Puntukrejo, 1 kilometer utara
Karangpandan.
Setelah diselidiki, ternyata pemancar tersebut sampai pada tanggal
19 Januari 1949 belum diketemukan oleh pasukan Belanda yang ada di
Karangpandan; maka pada tanggal 20 Januari 1949 diadakan percobaan
untuk mengambil pemancar tersebut dari Puntukrejo yang sesungguhnya
sudah ada dalam daerah patroli Belanda (hanya 1 Kilometer dari markas
Belanda di Karangpandan). Dengan bantuan pegawai-pegawai PTT dan
57
Letnan II Damanik dari Inspektorat Perhubungan, pemancar tersebut
berhasil diambil dari Puntukrejo, lengkap dengan alat-alatnya dan alat-alat
studio, yang semua beratnya tidak kurang dari 11/2 Ton, untuk dipindah
ke Balong melalui daerah pegunungan yang jaraknya tidak kurang dari 10
Km.
Sementara itu sejak tanggal 1 Januari 1949, dengan bantuan Mayor
Suhardi dan Letnan II Damanik, di Balong telah disiapkan sebuah
electrische centrale yang kuat denagn mengambil sebuah dinamo besar
dari ondernaing Rejowinangun seberat 5 Ton melalui jarak lebih kurang
15 Km. Dengan segala usaha dan kerja keras maka pada tanggal 1 Febuari
1949 RRI Surakarta mulai mengudara kembali dengan panngilan “Disini
Radio Republik Indonesia Stasiun Gelombang 30, 4 meter dari Balong”.
Siarannya pada saat itu berupa penerangan-penerangan mengenai situasi
politik dan berita-berita mengenai pertempuran melawan Belanda.
Sejak tanggal 1 Febuari 1949 telah dapat dimulai siaran radio yang
mula-mula memakai gelombang 60 meter kemudian 80 meter dan
akhirnya sejak tanggal 1 Maret 1949 dengan gelombang 30 meter.
Perubahan gelombang tersebut terutama disebabkan karena gelombang 60
meter dan 80 meter mendapat banyak gangguan dari pemancar-pemancar
Belanda, selain itu pula karena gelombang 30 meter dapat mencapai jarak
yang lebih jauh (korte golf). Laporan dari Sumatera tertanggal 27 Febuari
1949 membuktikan bahwa siaran RRI Surakarta dari Balong dapat
ditangkap dengan baik di Sumatera.
58
Dari sebuah laporan RVD Jakarta tertanggal 2 Maret 1949 yang
didapat dari bagian luisterdientsnya yang mencatat sebuah komentar radio
kami pada tanggal 1 Maret 1949 hampir woordelijk, menunjukkan bahwa
siaran dari Balong dapat ditangkap baik sekali di Jakarta. Siaran dari
Balong tiap malam diadakan dari jam 19.00 sampai jam 21.00 dalam
bahasa Indonesia dan Inggris, yaitu menyiarkan berita-berita dan
komentar, sedang dari jam 21.00-21.30 diadakan acara secara dikte
mengenai berita-berita perjuangan TNI (dari Sumatera atau Yogya) yang
ternyata banyak dikutip oleh surat kabar di daerah-daerah pendudukan.
Malahan beberapa kali oleh Radio Singapura dan New Delhi (Nasution
A.H, 1973:430).
Sejak bulan Mei 1949 RRI Surakarta stasiun Balong berusaha
untuk mengadakan hubungan dengan stasiun-stasiun amateur di seluruh
dunia. Dengan bantuan Bn PHB, maka disiapkanlah sebuah pemancar
telegrafis bergelombang 20 meter untuk dipakai sebagai pemancar
hubungan dengan stasiun-stasiun amateur di seluruh dunia.
Pada pertengahan bulan Juni 1949 sudah dapat diadakan hubungan
telegrafis dengan stasiun-stasiun amateur di London, Holmstedt, San
Fransisco, Brazilia, Berlin, Moskou, Birmingham, Zurich, Seatlle, dan
lain-lain negeri, ya boleh hampir dikatakan hampir dengan seluruh dunia.
Kepada stasiun-stasiun amateur tersebut diminta supaya menyampaikan
kepada kantor-kantor pers dunia seperti Reuter, United Press, dan
sebagainya bahwa setiap hari disiarkan berita-berita Republik dengan
59
nama Ripress (Republik Indonesia Press)dengan pemancar yang
bergelombang 20 meter pada tiap hari dari jam 18.00 sampai jam 19.00
(waktu Republik) dan minta agar kantor-kantor pers tersebut menyiarkan
berita-berita yang disiarkan RRI Surakarta stasiun Balong. Pada tanggal 18
Juli 1949 dalam siaran “Press Opinion” pemancar radio Amerika Voice of
Amerika menyiarkan berita-berita Ripress tentang pertempuran-
pertempuran di Sumatera yang disiarkan RRI Surakarta stasiun Balong
pada tanggal 17 Juli 1949. Jelaslah bahwa siaran Ripress dapat ditangkap
di Amerika dan digunakan dengan baik oleh Voice of Amerika, sebuah
stasiun radio terbesar di Amerika. Mungkin sekali surat-surat kabar di
Amerika juga memuat berita-berita Ripress.
Dengan singkat dapat dikatakan, bahwa siaran radio dari Balong
mendapat hasil yang baik, hingga mulai bulan Juni siaran-siaran dari
Balong ditambah dengan siaran dalam bahasa Belanda.
Pada tanggal 3 Agustus 1949 jam 06.00 pasukan-pasukan Belanda
dengan kekuatan 1 ½ bn infanteri menyerbu Balong. Berkat kegiatan
anggota-anggota staf TNI dan RRI, maka dapatlah diselamatkan:
a. Pemancar siaran 30 meter lengkap
b. 2 buah pesawat radio
c. 3 buah mesin tulis
d. Semua arsip
e. Semua persediaan kertas
f. Rumah studio lengkap
60
Yang diketemukan oleh Belanda dalam tempat simpanan (ditanam di
bawah pohon-pohon bambu):
a. 1 pesawat radio (sudah agak rusak),
b. 1 alat versteker (sudah agak rusak),
c. 1 peti persediaan lampu radio (gelijkstroom toestellen),
d. 1 mesia roneso (sedang dalam reparasi)
e. 1 mesin tulis (rusak dan sedang dalam reparasi).
Selanjutnya rumah kantor dan asrama dan rumah luisterpost
dibakar habis. Bahan makanan dan beberapa pakaian keluarga para staf
RRI dan TNI ikut terbakar.
Perlu diterangkan bahwa pada jam 03.00 pagi seluruh penduduk
Balong telah mengungsi, hingga tidak ada seorang tenaga angkutan dari
penduduk dapat membantu menyelamatkan alat-alat penyiaran dari Balong
yang seberat dan sebanyak itu. Dibanding dengan apa yang masih dapat
diselamatkan, alat-alat yang ketinggalan dapat dikatakan tidak seberapa,
apalagi kalau diingat bahwa alat yang terpenting, yaitu pemancar radio
selengkapnya, dapat dihindarkan dari bahaya.
Kerugian 2 buah rumah yang dipakai oleh karyawan RRI Surakarta
dan pejuang TNI di Balong, yang dibakar oleh Belanda, terutama sangat
menimpa yang mempunyai rumah-rumah tersebut, karena semua harta
benda mereka ikut terbakar, ialah electrische centrale yang dihancurkan
oleh 2 buah bom dari pesawat udara yang tepat jatuh pada dinamo hingga
centrale tersebut tidak dapat dipakai lagi.
61
Dengan perintah Staf GM II, maka pada tanggal 3 Agustus 1949
jam 16.00 seluruh staf berpindah ke Selatan jalan Karangpandan-Solo di
daerah Jumapolo, kecuali 4 orang anggota yang diperintahkan tetap tinggal
di sekitar Balong guna mengamat-amati alat-alat yang masih ada. Seluruh
staf GM II sejak hari itu berkedudukan di sekitar Jumapolo. Staf PHB GM
II sebagian ikut pindah ke daerah Jumapolo dan sebagian ke Jamus (daerah
Madiun), dimana sebuah pemancar cadangan terus mengoper hubungan
dengan Yogyakarta.
Pemancar Ripress disembunyikan di sekitar Balong dan selamat
adanya, tetapi hingga pasca penyerbuan Belanda ke desa Balong belum
dapat melayang kembali berhubung aliran listrik di Balong belum dapat
diperbaiki (AH Nasution, 1973: 429-438).
Pada tanggal 10 Agustus 1949 di Solo (sebutan untuk kota
Surakarta) terjadi pertempuran yang dikenal dengan “Pertempuran Empat
Hari di Solo”. Meskipun Belanda menggunakan kekuatan di darat dan
udara, namun Belanda terdesak dan separuh kota dapat diduduki oleh
Tentara Pelajar dan TNI. Dengan dapat dikendalikannya situasi di Solo
(sebutan untuk kota Surakarta) maka RRI Surakarta kembali ke kota
Surakarta. Disamping membangun RRI Surakarta, maka pada tanggal 11
September 1949 sudah dapat kembali dirayakan hari Radio di Yogyakarta.
Pada waktu Jakarta dan kota-kota besar dikuasai oleh Belanda
pusat pemerintahan RI berada di Yogyakarta. Belanda mendirikan badan
radio siaran yang lebih luas dengan nama Stichting Radio Omroep in
62
Overgangstijd (ROIO). Perlawanan gerilya-gerilya Indonesia yang
menguasai daerah di luar kota-kota besar telah menggetarkan Belanda.
Situasi ini memungkinkan diadakannya Konferensi Meja Bundar di Negeri
Belanda. Konferensi ini menimbulkan kesepakatan bahwa penyerahan
kedaulatan kepada RI akan dilakukan pada tanggal 27 Desember 1949.
Dikota-kota Indonesia yang mempunyai kedudukan arti penting
dari sudut politik, budaya, sosial dan ekonomi seperti Surakarta,
Semarang, Yogyakarta dan lain sebagainya diperlukan adanya pemancar
yang kuat agar dapat ditangkap oleh banyak orang. Atas dasar politik ini
maka disusun rencana 5 tahun yang disusun bersama Djawatan PTT di
tahun 1950. rencana tersebut memerlukan anggaran belanja yang besar
yang dipecah menjadi 2 golongan yaqitu dari anggaran pemerintah dan
dari pinjaman eximbank. Pembelian baru dapat dijalankan ditahun 1953.
pada bulan April 1953 tiba di Indonesia 3 buah pemancar RCA dari 7,5
Kw dan 5 buah pemancar Gates 1 Kw. Pada bulan Oktober 1953 datang
pemancar-pemancar yang semuanya bikinan pabrik Gates Amerika::
a. 3 Pemancar dari 25 Kw.
b. 7 pemancar dari 10 Kw.
c. 3 Pemancar dari 5 Kw
d. 5 Pemancar dari 1 Kw.
Bersama dengan gerak langkah yang melengkapi kecanggihan
prasarana siaran, berkembang pula acara-acara siaran para penyanyi
seriosa, hiburan dan keroncong yang menggiatkan seluruh RRI di
63
Indonesia. Dibawah pimpinan Pak Bei Darso Sawego, seni karawitan RRI
Surakarta bersama pabrik piringan hitam Lokananta mulai sibuk merekam
gending klasik Jawa.
Pada tahun-tahun 1959-1966 RRI dihadapkan pada tugas yang
harus selalu siap siaga menghadapi mata acaran siaran yang sangat sarat
dengan security, sehingga mental dalam gerak kerja dibidang redaksi harus
selalu waspada dengan dasar Security Mindednes didalam mengkoreksi
naskah-naskah siaran yang akan disiarkan. Sebagai media massa RRI
harus selalu jujur dan selalu dapat berdiri diatas segala aliran atau
golongan, dengan mengutamakan persatuan bangsa dan keselamatan
negara, serta berpegangan pada jiwa Proklamasi 1945. Kejadian penting
yang perlu dicatat dalam tahun-tahun tersebut adalah:
a. Siaran sentral Dekrit Presiden RI, 5 Juli 1959
b. Tentang manifestasi kebudayaan
c. Peristiwa G 30 S/PKI
Dengan tekun dan waspada, para angkasawan RRI Surakarta dapat
bertugas dengan baik dan selamat dalam mengendalikan setiap acara
siarannya.
Dalam peran serta turut melaksanakan pemulihan keamanan
setelah terjadinya pemberontakan G 30 S/PKI, maka reporter RRI
Surakarta pada saat itu Suwandi Atmodjanawi, O.B Kops dan crew yang
lain selalu mengikuti tugas ABRI yang membubarkan Ormas dan Orpol
64
terlarang/PKI ke pelosok-pelosok daerah terpencil dan kecamatan-
kecamatan untuk segera dapat menyiarkan lewat RRI Surakarta.
Ditahun-tahun menjelang memuncaknya situasi panasnya politik
sebagai akibat peristiwa G30S/PKI, RRI Surakarta, RRI Semarang dan
RRI Yogyakarta merupakan studio RRI Tri Tunggal, menyelenggarakan
siaran RRI di pusat kota Purwokerto. Siaran ini ditujukan untuk
menanggulangi gerakan-gerakan dan isu-isu dari golongan yang masih
mengadakan pemberontakan terhadap Indonesia.
Sejak tahun 1966, setelah terlaksananya penumpasan
pemberontakan G30S/PKI, siaran RRI berfokus pada pembinaan sikap
mental yang berkiblat pada butir-butir Orde Baru. Bagi Orde Baru, pada
saat-saat selanjutnya RRI adalah perangkat politik untuk melaksanakan
konsensus-konsensus politik permeintah pusat terhadap daerah. Jennifer
Lindsay mencatat, pada paro 1970-an, RRI menyubordinasikan sebanyak
147 stasiun radio di kota-kota kabupaten yang biasa disebut Radio Siaran
Pemerintah Daerah (RSPD) dan Radio Khusus Pemerintah Daerah
(RKPD). Radio-radio ini diharuskan merelay program-program RRI tanpa
perubahan dan koreksi. Keharusan ini sebenarnya bertentangan dengan
gagasan bahwa RKPD dan RSPD adalah suatu ruang otonom milik
pemerintah daerah dalam memformulasikan materi siarannya sendiri yang
selaras dengan konteks kebutuhan daerah.
Pembenahan mata acara siaranpun diketatkan. Bahan-bahan siaran
diisi dari hasil kerja sama dengan Kantor Agama, ABRI dan Kepolisian.
65
Pengabdian RRI Surakarta terus melaju mensukseskan Orde Baru.
Beberapa acara unggulan RRI Surakarta pada masa Orde Baru seperti;
acara Desaku Maju, Gema Kota Bengawan, Solo Hari Ini, Mutu Ilmu dan
Teknologi, Pembicaraan Kita Bulan Ini, Siapa Mau Boleh Ikut, dan lain
sebagainya.
Pasca tahun 1998 RRI terbagi dalam empat kriteria berdasarkan
kondisi sosiologis dan ekonomi masyarakat pemirsanya. Ada RRI Utama,
RRI Madya, RRI Muda, dan RRI Pratama. RRI Utama dan RRI Madya
lazimnya berada di kota-kota besar dengan masyarakat yang lebih modern
dan kosmopolit. Sedangkan RRI Muda dan Pratama berada di kota-kota
kabupaten dan kota kecil lainnya. RRI Utama dan Madya dengan jenis
sajian dan pangsa pasar pendengar dan iklan yang lebih kosmopolit tentu
sangat berbeda dengan RRI Muda dan Pratama dengan segmen pendengar
yang masih urban, apalagi rural, dengan pangsa iklan yang terbatas.
(Sudibyo, 2004:338)
Dalam situs RRI Surakarta dijelaskan bahwa dengan disahkannya
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang penyiaran, RRI saat ini
berstatus Lembaga Penyiaran Publik. Pasal 14 Undang-undang Nomor 32
Tahun 2002 menegaskan bahwa RRI adalah lembaga penyiaran publik
yang bersifat independen, netral, tidak komersial dan berfungsi melayani
kebutuhan masyarakat. Sebagai lembaga penyiaran publik, RRI terdiri dari
Dewan Pengawas dan Dewan Direksi. Dewan Pengawas yang berjumlah 5
orang terdiri dari unsur publik, pemerintah dan RRI. Dewan Pengawas
66
yang merupakan wujud representasi dan supervisi publik memilih Dewan
Direksi yang berjumlah 5 orang yang bertugas melaksanakan kebijakan
penyiaran dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan penyiaran
Status sebagai lembaga penyiaran publik juga ditegaskan melalui
Peraturan Pemerintah Nomor 11 dan 12 tahun 2005 yang merupakan
penjabaran lebih lanjut dari Undang-undang No. 32 Tahun 2002. sebelum
menjadi lembaga penyiaran publik hampur 5 tahun sejahk tahun 2000,
RRI berstatus sebagai Perusahaan Jawatan (Perjan) yaitu Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) yang tidak mencari untung. Dalam status
Perusahaan Jawatan RRI telah menjalankan prinsip-prinsip sebagai radio
publik yang independen. Perusahaan Jawatan dapat dikatakan sebagai
status transisi dari Lembaga Penyiaran Pemerintah menuju Lembaga
Penyiaran Publik pada masa reformasi.
Perubahan RRI menjadi Lembaga Penyiaran Publik telah melalui
proses yang cukup panjang seiring semangat demokratisasi media yang
berjalan seiring momentum reformasi. Sebelumnya, RRI adalah lembaga
penyiaran pemeintah yang merupakan unit kerja Departemen Penerangan.
Fungsi RRI sebagai lembaga penyiaran publik tidak hanya memberikan
informasi yang aktual, tepat dan terpercaya, namun juga memberikan nilai-
nilai yang edukatif seperti memebreikan porsi pada siaran pendidikan, baik
secara instruksional seperti siaran SLTP, SMU dan Univeristas terbuka,
juga memberikan pendidikan masyarakat seperti siaran pedesaan, siaran
wanita, siaran nelayan dan lain-lain. Tidak ketinggalan RRI juga
67
menyajikan siaran yang menyajikan nilai seni dan budaya bangsa yang
dikemas dalam sajian yang menarik. Hiburan musik dari manca negara
pun tersaji apik dalam siaran RRI. Coverage area siaran RRI tidak saja di
dalam negeri namun juga menenbus sampai manca negara yang tersaji
dalam Voice of Indonesia (Siaran Luar Negeri RRI).
Dalam memasuki statusnya sebagai perusahaan Jawatan, RRI
Surakarta kini menjadi cabang muda yang mengarah pada segmen
pendengar khususnya melalui Programa I, II dan III.
a. Progama I memikat dengan format informasi, pendidikan dan hiburan.
Sasaran wilayah RRI Surakarta diutamakan pada wilayah pembantu
Gubernur Jateng untuk wilayah Karisedenan Surakarta, yang meliputi
kota Surakarta, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Klaten, Kabupaten
Boyolali, Kabupaten Sragen, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten
Wonogiri yang luasnya sekitar 7.500 Km² terbagi dalam 127
Kecamatan dan 1242 Desa/Kelurahan. Jumlah penduduk di Dati II
tersebut sekitar 6,4 Juta Jiwa. Frek/Power: FM.102 MHz/3 Kw;AM.
972 KHz/50 Kw, dengan sapaan “Saudara Pendengar”. RRI Programa
I memikat/mantap dan bermanfaat.
b. Programa II, dengan format musik dan informasi, sasaran pendengar:
pelajar, mahasiswa, profesional muda dan karyawan. Sasaran wilayah
adalah kota Surakarta dan sekitarnya. Frek/Power: FM. 99MHz/3 Kw,
dengan sapaan “Sobat Pro. II”. Posisioning RRI Pro. II PASS (Prima,
68
Aktif, Selektif, Santai). Acara unggulan: MAKITA (Masalah Kita) dan
AURA (Anda Ungkapkan Rasa) tiap hari Pkl. 22.00-24.00WIB.
c. Programa II, adalah program siaran RRI Surakarta yang sebagian besar
acaranya merelay dari Programa III cabang utama Jakarta. Dan
sebagian lagi diproduksi acara lokal. Format berita dan informasi 60%
Frek/Power: FM. 105 MHz AM. 1053 KHz/1 Kw, dengan sapaan
“Pendengar Pro. III”. Posisioning Pro III Prima Suara: Prima Dalam
Berita: Prima Dalam Suara: Sumber Berita Anda.
Kini secara geografis, wilayah operasional RRI Surakarta terletak
diantara gunung Lawu di sebelah Timur dan Gunung Merapi di Sebelah
Barat serta bagian Selatan Pegunungan Seribu. Perjan RRI Surakarta
berada di kota Surakarta yang letaknya di dataran rendah lebih kurang 110
Meter diatas permukaan laut.
69
BAB IV
PERANAN RADIO REPUBLIK INDONESIA DALAM PERJUANGAN
MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN DI SURAKARTA
A. Kota Surakarta Pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
1. Keadaaan Politik Surakarta Pasca Proklamasi Kemerdekaan
Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan
sebagai negara merdeka setelah bertahun-tahun berada dibawah bayang-
bayang penjajahan bangsa Belanda dan Jepang. Proklamasi kemerdekaan
RI yang dilakukan oleh Soekarno dan Moh Hatta merupakan awal dari
berdirinya kedaulatan negara Republik Indonesia.
Dalam buku Kenang-kenangan Kota Besar Surakarta (1945-1953)
dijelaskan bahwa, pada tanggal 22 Agustus 1945 pemerintah pusat
membentuk Komite Nasional Pusat. Segera setelah Komite Nasional Pusat
(KNI) dibentuk, maka para terkemuka di Surakarta berusaha membentuk
KNI daerah Surakarta. usaha ini berhasil dan sidang pertama diadakan di
pendopo Woerjaningratan pada bulan September 1945. KNI daerah
Surakarta terbentuk dengan diketuai oleh Mr. Soemodiningrat seorang
bangsawan yang pernah menjabat opsir dalam pasukan PETA. Program
yang ditetapkan pada waktu itu adalah Melucuti senjata tentara Jepang dan
Memindahkan kekuasaan pemerintah Jepang di Surakarta ke tangan KNI
daerah Surakarta
Pada tanggal 30 September 1945 KNI Daerah yang dipimpin oleh
Mr Soemadiningrat berhasil memaksa pembesar-pembesar Jepang
70
dibawah pimpinan Kochi Jimu Kyoku Chokan H. Watanabe untuk
menyerahkan kekuasaan Pemerintahannya kepada KNI. Peristiwa ini
terjadi di Balai Kota dan disaksikan oleh beribu-ribu masyarakat
Surakarta. mulai tanggal 1 Oktober 1945 Pemerintahan di Surakarta
selanjutnya diselenggarakan oleh Putjuk Pimpinan Tn. Soeprapto (Ketua
Pengadilan Negeri Surakarta), Tn. Soetopo Adisapoetro dan Tn.
Soemantri. Ketiga beliau ini bertugas melaksanakan tugas pemerintahan
sehari. Kantor Kochi diganti nama dengan KPPRI (kantor Pusat
Pemerintahan Indonesia). Nama ini dipandang kurang tepat lalu diganti
dengan KDPRI (Kantor Daerah Pemerintahan Republik Indonesia.).
Setelah pemindahan pemerintahan berhasil dilakukan, maka KNI
Daerah berusaha untuk melaksanakan tugas keduanya yaitu melucuti
senjata tentara Jepang. Hal ini di tindak lanjuti dengan melucuti senjata
tentara Jepang yang markas terletak di Timuran (markas Kenpei Tai
Timuran). Dalam buku Inventarisasi Sumber-sumber Sejarah Di Jawa
Tengah R. Soembardjo, BSc mantan anggota Tentara Pelajar
menggambarkan keadaan kota Surakarta pasca proklamasi sebagai berikut
“Sebenarnya kota Solo waktu itu sudah dikondisikan untuk menyambut kemerdekaan, sehingga ketika Indonesia benar-benar merdeka orang-orang Solo senang sekali, masyarakat menyambut dengan gegap gempita kemerdekaan itu. Orang-orang waktu itu mengenakan merah putih di kepalanya dan setiap bertemu orang pasti mengucapkan “merdeka” tapi kondisinya waktu itu tenang-tenang saja. Sumodiningrat sebagai walikota waktu itu menggerakkan rakyat mengambil senjata di markas Jepang. Waktu itu saya ikut mengambil senjata di Kempetai dan dari kita ada satu orang yang gugur namanya Arifin” (Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional, 1995:279)
71
Pada tahun 1945 Surakarta menjadi daerah istemewa yang
pemerintahannya didominasi oleh kraton Kasunanan dan
Mangkunegaraan. Hal ini menyebabkan terjadinya pertentangan antara
pihak yang pro dan anti Daerah Istimewa yang makin hari makin kelihatan
keras. Dari kabupaten-kabupaten luar kota telah memulai tindakan-
tindakan yang menyatakan anti Daerah Istimewa. Tindakan-tindakan ini
kemudian disusul oleh pernyataan terang-terangan lepas dari Pemerintahan
Keraton. Jadi pernyataan lepas dari pemerintahan Keraton adalah suatu
gerakan yang dimulai dari luar kota.
Kabupaten Karanganyar pada tahun 1945 menyatakan lepas dari
pemerintahan Mangkunegaraan. Kemudian disusul oleh Kabupaten
Sragen, Klaten, Boyolali dan selanjutnya kota Surakarta. dengan
pernyataan lepas ini, menyebabkan urusan pemerintahan Keraton yang
berpusat di Kantor Kepatihan mulai terhambat. Di Kantor kepatihan
sendiri kemudian timbul pergolakan-pergolakan, diantaranya para
pegawainya terutama yang telah bergabung dengan SBNS (Serikat Buruh
Negeri Surakarta). Serikat buruh ini menyatakan tidak puas dengan para
petinggi Kantor Kepatihan. Serikat Buruh menginginkan para petinggi
kantor berjiwa muda dan berjiwa revolusioner. Setelah tuntutannya itu
kurang mendapatkan persetujuan dari pihak atasan maka suasana menjadi
ricuh dengan terjadinya penculikan terhadap 9 orang pembesar kantor
kepatihan.
72
Pergolakan anti Daerah Istimewa makin menjadi setelah
Kepolisian Daerah Surakarta menyatakan lepas dari Pemerintahan
Kasunanan dan Mangkunegaraan serta memaklumatkan berdiri sebagai
Kepolisian Republik Indonesia.
Dewan Pimpinan KNI mengeluarkan maklumat mengangkat
Sidoredjo sebagai Kepala Daerah Kabupaten Kota Surakarta pada tanggal
19 Mei 1946. Untuk mengendalikan situasi politik di Surakarta Menteri
Dalam Negeri mengangkat seorang wakil Pemerintah Pusat yang
menjalankan Pemerintahan Daerah. Kewajiban ini diserahkan kepada P.T.
Soerjo. Belimau menjabat sejak tanggal 27 Mei 1946.
Pada tanggal 1 Juni 1946 Komandan dan Tentara Divisi X (Daerah
Surakarta) Mayor Soetarto mengeluarkan maklumat No. 1 yang
menyatakan bahwa untuk menjalankan Pemerintahan sehari-hari Tentara
Angkatan Darat Divisi X membentuk suatu Badan Pekerja yang
dinamakan Pemerintah Rakyat dan Tentara Daerah Surakarta.
Pada tanggal 27 Juni 1946 di Surakarta terjadi peristiwa penculikan
Perdana Mentri Sjahrir beserta rombongannya, yaitu Dr. Darmasetiawan
(Menteri Olah Raga), Mayjen Soedibjo, Dr. Soemitro dan Tuan Gaos.
Penculikan ini merupakan salah satu akibat adanya pergolakan politik
yang tak kunjung reda di Surakarta. Akan tetapi pada tanggal 2 Juli 1946,
Perdana Mentri Syahrir berhasil diselamatkan.
73
Untuk mengendalikan situasi di Surakarta maka pada tanggal 15
Juli 1946 Pemerintah mengeluarkan UU. No. 16/SD/1946 yang
menyebutkan:
1. Jabatan Komisaris Tinggi ditiadakan
2. Daerah Surakarta untuk sementara dijadikan daerah Karisidenan
3. Dibentuk daerah baru dengan nama Daerah Kota Surakarta
Pada tanggal 6 Agustus 1946 dengan keputusan Residen Surakarta tanggal
7 Agustus 1946 No. 6, ditetapkan bahwa telah dibentuk susunan Dewan
Perwakilan Rakyat Surakarta. Dewan Pertahanan dihapus. Dewan
Perwakilan Rakyat menggantikan kinerja KNI Daerah sebagai Badan
Legislatif.
Pada tanggal 9 November 1946 Residen Iskak yang juga
merangkap sebagai wali kota Surakarta dan wakil Residen Soediro diculik
oleh suatu gerombolan yang tidak dikenal. Permasalahan penculikan kedua
pejabat tinggi Surakarta ini tidak juga dapat dipecahkan sehingga
Pemerintah Pusat menganggap perlu menyatakan bahwa Residen Iskak
dan Wakil Residen Soediro untuk sementara waktu tidak dapat
menjalankan kewajibannya. Pemerintahaan Daerah berlangsung terus dan
dipimpin oleh Badan Executief Karisidenan. Keadaan ini berlangsung
sampai tanggal 6 Desember 1946 dengan diangkatnya Gubernur Soetardjo
Kartohadikusoemo untuk menjabat sebagai Residen Di Surakarta.
Haminte Kota Surakarta ditetapkan berdiri berdasarkan Undang-
Undang Pembentukan No. 16 Tahun 1947. Perlu diterangkan bahwa
74
Haminte atau Balai Kota menurut UU Pembentukan adalah merupakan
Balai Kota Istimewa yang mempunyai hubungan langsung dengan
Kementrian Dalam Negeri, berkedudukan sejajar dengan Karisidenan
Dalam Negeri. Sedangkan Wali Kotanya berkedudukan sejajar dengan
seorang Residen. Hal ini mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat
mengingat situasi dan kondisi politik Surakarta yang kacau balau.
Dalam pertengahahan bulan Juli 1947 Wakil Residen Soediro
diangkat menjadi Residen Surakarta. dengan ditetapkannya Wali Kota
Sjamsuridjal dan Residen Soediro sebagai pejabat pemerintahan di daerah
Surakarta lengkap dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan Badan Executief
maka sedikit demi sedikit jalan roda pemerintahan baik di kota Surakarta
maupun Karisidenan Surakarta menjadi lancar.
Di kota Surakarta terjadi pergolakan politik yang cukup hebat
pasca perjanjian Renvile. Pertempuaran antara Tentara Pelajar yang ingin
membersihkan kota Surakarta dari para penguasa yang korup dengan
aparat keamanan setempat mengakibatkan situasi kota Surakarta menjadi
memanas kembali. Pemerintah pusat mengatasi hal ini dengan
menempatkan Mr. Moeljatno dengan stafnya sebagai Perwakilan
Mahkamah Agung Tentara yang bertugas mengatasi kesemrawutan di kota
Surakarta. Perundingan damai pun dapat dilaksanakan dan mencapai hasil
yang cukup baik. Sejak adanya perundingan tersebut kota Surakarta
keadaanya berangsur-angsur membaik.
75
Pada tanggal 17 Agustus 1948 telah dibuka Expositie Nasional di
kota Surakarta. Expositie ini diikuti oleh sebagian besar Kementrian dan
Jawatan. Pembukaan dilakukan oleh P.J.M, Presiden beserta Menteri-
menteri dan pembesar-pembesar lainnya. Disamping itu juga ikut serta
anggota KTN dan wartawan luar negeri yang berkunjung untuk
menyaksikan pameran tersebut. Pada hari ketiga tepatnya tanggal 19
Agustus 1949 Expositie dibakar oleh seseorang yang tidak dikenal.
Dengan adanya kejadian ini kota Surakarta diliputi lagi dengan kabut
kegelapan yang penuh dengan dugaan-dugaan dan pertanyaan-pertanyaan.
Untuk memajukan bidang olah raga, pada tanggal 9 September
1948 pemerintah RI mengadakan Pekan Olah Raga Nasional (PON) yang
diselenggarakan dikota Surakarta.
2. Pergolakan Sosial Pasca Proklamasi Kemerdekaan Di Kota Surakarta
Dalam buku Kenang-Kenangan Kota Besar Surakarta 1945-1953
yang diterbitkan oleh DPRD Sementara Kota Besar Surakarta,
Sjamsuridjal Walikota Surakarta tahun 1946 menjelaskan keadaan sosial
masyarakat kota Surakarta sebagai berikut;
”Masjarakat Surakarta jang ratusan tahun dalam pengaruh dan pimpinan suatu,,stelsel’’ pemerintahan jang ,,koloniaal-autokratis’’ harus dirobah dengan sekaligus mendjadi suatu Masjarakat jang demokratis dengan susunan pemerintahannja jang demokratis pula. Sudah barang tentu keadaan serupa itu membawa kegontjangan dan ,,ontwrichting’’ dalam segala lapangan dan sendi2 masjarakat. Hanja jiwa jang besar dan creatief jang dapat melaksanakan pekerdjaan jang maha hebat serupa itu. Untuk melaksanakan pekerdjaan itu kita harus pandai mentjiptakan hukum2 tata negara dan hukum2 masjarakat jang baru jang berdasar ,,Normen2’’ dan nilai2 jang baru pula. Dasar hukum jang lama ta’ dapat dipakai lagi karena ta’ hidup lagi dalam masjarakat itu.
76
Didasarkan pada ilmu2 hukum jang ada pada kita dan jang dilaksanakannya seyjara progresisief , maka dalam waktu enam bulan dapatlah tertjapai satu dasar hukum jang sesuai dengan azas2 demokrasi dan ,,Normen2 jang baru jang menjadi dasr Negara kita. Dalam waktu enam bulan itu Kota Surakarta mempunjai satu Undang2 pembentukan jakni satu-satunja Undang2 pembentukan daerah autonoom jang pertama-tama dihasilkan oleh pemerintah kita sendiri. (Badan Pekerdja KNIP dan Kabinet) Meskipun Undang2 itu masih ada kekurangan2nja, akan tetapi dasar hukum jang dapat mendjadi pegangan bagi Pemerintah Kota Surakarta sebagai daerah autonoom menurut Azas2 negara kita telah ada. Disampingnja persoalan hukum itu masih ada seribu satu persoalan sebagai akibat revolusi Nasional dan revolusi Sosial jang bergolak dikalangan masjarakat Surakarta itu. Waktu dan tempatnja ta’ ada disini untuk membentangkan persoalan2 ini setjara mendalam dan satu persatu. Tjukup kiranja djika saja terangkan disini, bahwa akibat2 itu dapat dianalisir dan diatur lebih ringan semendjak Pemerintah Kota Surakarta mempunjai dasar hukum itu” (DPRDS Surakarta, 1953:8).
Dari pernyataan Wali kota Surakarta Sjamjuridjal tersebut diatas
maka dapat diketahui bahwa kondisi sosial masyarakat Surakarta pasca
kemerdekaan RI diliputi oleh pertentangan-pertentangan nilai-nilai
nasionalisme dan nilai-nilai budaya Kraton. Pertentangan ini makin
nampak ketika daerah-daerah karisidenan Surakarta mulai berusaha untuk
melepaskan diri dari pemerintahan Kraton. Pada masa revolusi
pertentangan ini makin bertambah ketika Kraton Surakarta berpihak
kepada Belanda. Dalam buku Inventarisasi Sumber-sumber Sejarah di
Jawa Tengah, H.M Wahyudi seorang intel pada masa perjuangan
kemerdekaan RI menyatakan kondisi sosial masyarakat Surakarta sebagai
berikut:
”Masyarakat di kota Solo anehnya begitu ada Kraton Yogyakarta itu Republiken, tetapi Kraton di Solo ini pro Belanda, diantaranya kraton itu mempunyai pasukan yang bernama Semut Ireng yang dipersenjatai oleh Belanda. Kalau Kraton Yogyakarta hartanya untuk republik, tetapi jika Kraton Solo hartanya bingung. Tetapi mereka yang simpati dengan Belanda kami lucuti semua. Pemerintahan berjalan biasa terus. Jadi
77
lurahnya tidak di kota. Keraton sudah lama tidak ditaati” (Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional, 1995:347-348)
Pernyataan H.M Wahyudi tersebut menunjukkan bahwa masyarakat
Surakarta pada masa revolusi terjadi kurang begitu memandang dan
mentaati nilai-nilai Kraton. Hal ini disebabkan tindakan Kraton Surakarta
yang pro dengan Belanda
3. Surakarta Dalam Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan.
Setelah Indonesia merdeka, kekuatan asing berikutnya yang harus
dihadapi oleh Indonesia adalah pasukan-pasuka Sekutu, yang ditugaskan
untuk menduduki wilayah Indonesia dan melucuti tentara Jepang. Di
bawah Letnan Jenderal Sir Philip Christison tentara Sekutu mendarat di
Jakarta pada tanggal 29 September 1945, dengan tujuan:
a. Menerima penyerahan kekuasaan dari tangan Jepang
b. Membebaskan para tawanan perang dan interniran Sekutu
c. Melucuti dan mengumpulkan orang Jepang untuk kemudian
dipulangkan.
Kedatangan Sekutu semula disambut dengan sikap terbuka oleh pihak
Indonesia. Akan tetapi, setelah diketahui bahwa pasukan Sekutu datang
membawa tentara Belanda (NICA) yang hendak menegakkan kembali
kekuasaan kolonial Hindia Belanda, sikap Indonesia berubahn menjadi
curiga dan kemudian bermusuhan. Situasi dengan cepat menjadi buruk
setelah NICA mempersenjatai kembali bekas KNIL yang baru dilepaskan
dari tahanan orang Jepang. Orang-orang NICA dan KNIL di Jakarta,
Surabaya dan Bandung mulai memancing kerusuhan dengan mengadakan
78
provokasi. Hal ini menyebabkan terjadinya pertempuran antara pasukan
sekutu dengan bangsa Indonesia diberbagai daerah di Indonesia
(Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1981:44-45).
Dalam menghadapi aksi dari Belanda dan Sekutu pemerintah RI
menempuh jalan berunding dengan pihak Belanda dan Sekutu. Namun
perundingan yang dilakukan tidak cukup untuk menghentikan aksi
Belanda dalam usahanya meruntuhkan kedaulatan RI. Pada tanggal 21 Juli
1947 Belanda melancarkan serangan serentak terhadap daerah-daerah
Republik Indonesia. Serangan militer ini dikenal sebagai Agresi Militer
Belanda.
Pada tanggal 18 September 1948 terjadi pemberontakan PKI di
Madiun yang dipimpin oleh Muso. Hal ini memicu terjadinya pergolakan
di Surakarta antara kaum komunis dengan rakyat yang mendukung dan
melawan gerakan PKI. Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah pusat
mengangkat Kolonel Gatot Soebroto Gubernur Militer daerah Surakarta,
Semarang, Pati dan Madiun. Pemerintah Indonesia mendapatkan tawaran
bantuan dari Belanda untuk mengatasi hal ini. Akan tetapi tawaran tersebut
ditolak oleh Drs. Moh Hatta. Gerakan pemberontakan PKI di Madiun
berakhir pada tanggal 31 Oktober 1948 dengan terbunuhnya Muso di
kampung Sumandang Kabupaten Ponorogo.
Baru saja perang saudara di tanah Surakarta selesai, Surakarta
dihadapkan dengan Agresi Militer Belanda. Setelah Yogyakarta dapat
diduduki oleh Belanda, maka sasaran berikutnya Belanda adalah kota
79
Surakarta. Pada tanggal 21 Desember 1948 kota Surakarta dapat dikuasai
oleh Belanda yang menyerbu dari arah Salatiga dan Yogyakarta. Dengan
didudukinya kota Surakarta maka pemerintahan di kota Surakarta diambil
alih oleh Belanda. Saat kota Surakarta diduduki oleh Belanda wali kota
Syamsuridjal beserta beberapa pemimpin pemerintahan ditangkap oleh
Belanda. Dengan keadaan yang sedemikian rupa seolah-olah kota
Surakarta sudah terlepas dari kedaulatan Indonesia. Untuk mengatasi
keadaan ini dan untuk melanjutkan perlawanan maka Menteri Dalam
Negeri Dr. Soekirman pada tanggal 24 Januari 1949 memerintahkan
Residen Surakarta untuk merangkap juga sebagai wali kota. Oleh karena
Residen berada di luar kota, dan untuk lebih giat menjalankan tugas
pekerjaan walikota maka residen mengangkat Soedjatmo Soemowerdojo
untuk menjabat sebagai wali kota.
Pada saat dikuasainya kota Surakarta oleh pasukan Belanda, keraton
Kasunanan dan Mangkunegaraan dibalik perlindungan dan kekuasaan
militer Belanda membentuk Pamong Praja, akan tetapi hal ini kurang
mendapat dukungan dari masyarakat Surakarta, sehingga didalam kota
Surakarta terdapat dua pemerintahan, yaitu pemerintahan Swapraja
Kasunanan dan Mangkunegaraan yang jalan mendapat pengakuan dan
perlindungan militer Belanda. Sedangkan yang kedua adalah Pemerintahan
Republik Indonesia yang seolah-olah Pemerintahan bayangan tetapi
kedudukannya cukup kuat dirasakan rakyat.
80
Mengenai sikap atau tindakan kooperatif Sri Susuhunan dan
Mangkunegaraan terdapat berbagai keterangan. Berita pertama
mengatakan, bahwa kota Surakarta diduduki Belanda, mula-mula
Mangkunegaraan dan Susuhunan sudah hendak mengadakan pengumuman
sendiri-sendiri yang menyatakan bahwa Surakarta bukan lagi karisedenan,
akan tetapi statusnya dikembalikan menjadi Daerah Istimewa
Mangkunegaraan dan Daerah Istimewa Kasunanan lagi. Sebelum Sunan
dan Mangkunegaran dapat mengambil keputusan, pihak Belanda
mengeluarkan pengumuman yang menyatakan bahwa keduanya sudah
mau bekerja sama dengan Belanda. Sebetulnya kedua kerajaan ini baru
hendak menerima utusan Belanda, dan belum pernah menyatakan dengan
resmi sikap ingin bekerja sama dengan Belanda. Tetapi karena segala alat
penerangan berada di tangan Belanda maka kedua kerajaan ini tidak dapat
mengeluarkan bantahan atas pengumuman tersebut. Dalam bukunya
Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, A.H Nasution menjelaskan
bahwa;
Tetapi kenyataanya kedua raja tersebut dewasa itu bekerja sama dengan Belanda, sehingga pihak kita harus mengambil segala tindakan. Pengambilan tindakan itu ditugaskan kepada KMD Mayor Akhmadi. Direncanakan pula untuk mengangkat Sunan yang baru, yaitu Kolonel Jatikusumo, putera Paku Buwono X dan Letnan Kolonel Suryo Sularso sebagai Mangkunegaran yang baru. Akan tetapi tindakan demikian perlu menunggu kejernihan keadaan militer di daerah Surakarta, dan tidak boleh bertentangtan dengan adanya Pemerintahan Militer, yang dewasa itu bertugas memobilisasi semua tenaga rakyat yang berjuang. Ternyata banyak tentangan dari pihak tentara dari Solo sendiri, yang ingin menghapuskan swapraja sama sekali. Akan tetapi Mayor Akhmadi saya beri tugas langsung berhubungan dengan Keraton-keraton tersebut agar kedua raja itu dapat secara tegas memihak kita, dan kalau mereka menolak, agar diambil tindakan sesuai dengan Instruksi Non Kooperasi. (Nasution A.H, 1973:111-112)
81
Pada tanggal 10 Juli 1949 jabatan walikota Surakarta diserahkan
kepada Soeharjo Soerjopranoto. Tugas dalam fase pertama Militer Belanda
pada waktu itu adalah
a. Menanam gezag Republik Indonesia didalam kota Surakarta dengan
jalan memperkuat organisasi Pramong Praja, serta menanamkan rasa
nasionalisme yang kuat dalam jiwa rakyat kota Surakarta.
b. Menghindarkan kekacauan yang terjadi didalam kota.
c. Mencegah tiap-tiap usaha yang merugikan perjuangan bangsa
Indonesia.
d. Membimbing rakyat kearah pertahanan total dengan jalan penerangan
dan membentuk organisasi-organisasi rakyat yang kemudian menjelma
menjadi kader-kader pemerintah militer.
Pada tanggal 3 Agustus 1949 terdengar berita tercapainya
persetujuan Pemerintah Pusat RI dengan pihak Belanda mengenai
penghentian permusuhan. Atas persetujuan kedua belah pihak dikeluarkan
perintah bersama mengenai pemberhentian cease fire yang harus sudah
berlaku pada tanggal 10 Agustus 1949. Dalam suasana menunggu tersebut
di kota Surakarta tiba-tiba terdengar oleh masyarakat Surakarta bahwa
pada pagi hari tepatnya tanggal 7 Agustus 1949 akan terjadi serangan
umum. Serangan umum diwaktu siang sungguh-sungguh terjadi. Serangan
umum ini dilakukan oleh TNI dibawah pimpinan Slamet Riyadi. Kota
Surakarta dikepung dari berbagai jurusan sejumlah kurang lebih 2.000
82
pasukan TNI. Serangan umum ini dikenal dengan “Pertempuran 4 Hari Di
Kota Solo”
Pada hari pertama pertempuran tersebut Belanda mengerahkan
empat buah pesawat untuk menakut-nakuti dan memaksa para gerilya
Indonesia untuk meninggalkan kota Surakarta. Akan tetapi hal tersebut
tidak pernah membuat semangat para gerilyawan Indonesia untuk tetap
berjuang menjadi padam. Tentara Belanda menanggapi aksi para
gerilyawan dengan melakukan pembunuhan terhadap penduduk kota
Surakarta. Pada tanggal 10 Agustus 1949 jam 12.00 ketentuan untuk
melakukan cease fire mulai berlaku. Kota Surakarta diliputi dengan
suasana yang hening.
Pada keesokan harinya tepatnya tanggal 11 Agustus 1949, di kota
Surakarta terlihat beberapa gerilyawan yang berkeliaran didalam kota.
Para geilyawan tidak lagi melakukan peperangan untuk mentaati perintah
penghentian tembak menembak. Pada tanggal 4 September 1949 Mr.
Wongsonegoro dengan diikuti oleh beberapa opsir TNI dan Belanda telah
datang kekota Surakarta untuk mengurusi jalannya cease fire. Dengan
adanya perintah cease fire maka Pada tanggal 5 September 1949 kurang
lebih 1900 tawanan perang dan politik dari bangsa Indonesia dilepaskan
oleh Belanda.
Pada tanggal 23 Agustus 1949 diadakan Konferensi Meja Bundar
(KMB) di Den Haag. Konferensi ini bertujuan untuk mengakhiri
permusuhan antara Belanda dengan Indonesia. Setelah melalui
83
perundingan yang berlarut-larut pada tanggal 2 November 1949
tercapailah persetujuan KMB. Hasil utamanya adalah Belanda akan
menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat pada akhir
bulan Desember 1949. Keputusan KMB tersebut disambut dengan rasa
syukur oleh bangsa Indonesia, karena apa yang telah diperjuangkan dapat
dicapai.
Hasil dari persetujuan KMB memaksa Tentara Belanda untuk segera
menngakhiri kependudukannya di daerah-daerah di wilayah Indonesia.
Tentara Belanda mengakhiri kependudukannya di kota Surakarta pada
tanggal 14 November 1949 ditandai dengan diadakanya serah terima
kekuasaan militer dari pimpinan tentara Belanda yang diwakili oleh
Kolonel Ohl kepada Letnan Kolonel Slamet Riyadi selaku wakil dari TNI.
Serah terima kekuasaan militer ini dilakukan di stadion Sriwedari
Surakarta.
B. Peran RRI Stasiun Surakarta Dalam Perjuangan Mempertahankan
Kemerdekaan Di Kota Surakarta.
Dalam bukunya Radio Siaran Praktek dan Teknik, Drs. Onong
Uchjana Effendy, M.A menjelaskan bahwa komunikasi massa adalah
komunikasi dengan menggunakan media massa modern yang meliputi surat
kabar yang mempunyai sirkulasi yang kuas, radio dan televisi yang siarannya
ditujukan kepada masyarakat umum.
84
Melakukan kegiatan komunikasi massa jauh lebih sulit dari pada
komunikasi antar pribadi. Seorang komunikator yang menyampaikan pesan
kepada ribuan pribadi yang berbeda-beda satu samalain tetapi pada saat yang
sama, tidak akan bisa menyesuaikan harapannya untuk memperoleh tanggapan
komunikasi secara pribadi. Dalam komunikasi massa ada dua tugas
kominikator, yaitu mengetahui mengenai apa yang disampaikan dan
bagaimana cara penyampaian, sehingga berhasil melancarkan penetrasi
kepada benak komunikan. Sebuah pesan yang isinya lemah yang
disampaikannya dengan lemah pula kepada jutaan orang bisa menimbulkan
pengaruh yang kurang efektif berbanding dengan pesan yang disampaikan
dengan baik kepada komunikan yang jumlahnya sedikit. Sifat komunikasi
massa adalah
1. Pesan komunikasi yang disampaikan media massa adalah terbuka untuk
setiap orang
2. Komunikan bersifat heterogin
3. Media massa mengandung keserempakan..
Karena sifatnya yang lebih mudah dalam penyajian pesan, radio siaran lebih
sering digunakan sebagai media komunikasi massa dibanding dengan media
massa yang lain.
Dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan, komunikasi
massa sangat diperlukan, karena dengan adanya komunikasi khalayak dapat
mengetahui tentang perjuangan yang sedang dilakukan oleh para pejuang
Indonesia dalam melawan Belanda. Dengan adanya komunikasi massa ini
85
diharapkan tidak hanya angkatan bersenjata Indonesia yang berjuang
mempertahankan kemerdekaan Indonesia melainkan rakyat juga ikut berjuang.
Dengan adanya pemberitaan tentang perjuangan yang dilakukan oleh para
pejuang RI diharapkan juga semangat rakyat untuk ikut berjuang juga muncul
dan rasa nasionalisme yang kuat yang tertanam dalam jiwa rakyat Indonesia
ikut muncul pula.
Pada masa perjuangan salah satu media yang digunakan sebagai
komunikasi massa adalah Radio Republik Indonesia Stasiun Surakarta. Peran
Radio Republik Indonesia Stasiun Surakarta sebagai media komunikasi massa
pada masa perjuangan meliputi berbagai bidang, yaitu;
1. Peran Dalam Bidang Propaganda Dengan Dunia Internasional
Propaganda berasal dari bahasa Latin propagare artinya cara tukang
kebun menyemaikan tunas suatu tanaman ke sebuah lahan untuk
memproduksi tanaman baru yang kelak akan tumbuh sendiri. Dengan kata
lain juga berarti mengembangkan atau memekarkan (untuk tunas). Dari
sejarahnya sendiri, propaganda awalnya adalah mengembangkan dan
memekarkan agama Katholik Roma baik di Italia maupun negara-negara
lain. Sejalan dengan tingkat perkembangan manusia, propaganda tidak
hanya digunakan dalam bidang keagamaan saja tetapi juga dalam bidang
pembangunan, politik, komersial, pendidikan dan lain-lain. Adapun
beberapa definisi atau pengertian propaganda adalah sebagai berikut:
1. Dalam Ensyclopedia International dikatakan propaganda adalah,
“Suatu jenis komunikasi yang berusaha mempengaruhi pandangan dan
86
reaksi, tanpa mengindahkan tentang nilai benar atau tidak benarnya
nilai yang disampaikan.
2. Everyman’s Encyclopedia diungkapkan bahwa propaganda adalah
suatu seni untuk penyebaran dan meyakinkan suatu kepercayaan,
khususnya suatu kepercayaan agama atau politik
3. Qualter mengatakan bahwa propaganda adalah suatu usaha yang
dilakukan secara sengaja oleh beberapa individu atau kelompok untuk
membentuk, mengawasi atau mengubah sikap dari kelompok-
kelompok lain dengan menggunakan media komunikasi dengan tujuan
bahwa pada setiap situasi yang tersedia, reaksi dari mereka yang
dipengaruhi akan seperti yang dfiinginkan oleh si propaganda.
4. Harnold D. Laswell dalam tulisannya Propaganda Technique in the
World War menyebutkan propaganda adalah semata-mata kontrol
opini yang dilakukan melalui simbol-simbol yang mempunyai arti,
atau menyampaikan pendapat yang konkrit dan akurat melalui sebuah
cerita, rumor laporan gambar-gambar dan bentuk-bentuk lain yang bisa
digunakan dalam komunikasi sosial.
5. Leonard W. Dobb mengatakan, propaganda adalah usaha sistematis
yang dilakukan individu yang masing-masing berkepentingan untuk
mengontrol sikap kelompok atau individu lainnya dengan cara
mengguinakan sugesti dan sebagai akibatnya mengontrol kegiatan
tersebut. (Nurudin, 2001:10)
87
Melihat beberapa difinisi yang dikemukakan tersebut diatas dapat
disimpulkan bahwa, dalam propaganda selalu ada pihak dengan sengaja
melakukan proses penyebaran pesan untuk mengubah sikap dan perilaku
sasaran propaganda. Dalam propaganda yang melakukan kegiatan ini
sering disebut sebagai propagndis. Propagandis bisa berupa individu atau
individu yang dalam kegiatannya selalu diatas namakan oleh suatu
kelompok. Propaganda selalu dilakukan secara terus menerus.
Dalam proses propaganda terdapat penyampaian ide, gagasan,
kepercayaan atau bahkan doktrin. Prosdes penyampaian pesan ini
melibatkan cara-cara tertentu, misalnya sugesti, agitasi atau rumor. Oleh
karena itu, propaganda mempunyai tujuan mengubah pendapat, sikap dan
perilaku individu maupun kelompok lain. Tujuan ini sedemikian
pentingnya sehingga ada sindiran bahwa apapun akan dilakukan
propagandis untuk mewujudkan tujuannya tersebut.
Dalam menjalankan propaganda seorang propagandis memerlukan
media untuk menunjang propaganda yang dilakukannya, salah satunya
yaitu dengan menggunakan media massa. Media massa yang dimaksud
dalam hal ini adalah media elektronik dan media cetak. Salah satu
keunggulan media ini adalah jangkauannya yang luas. Peran media massa
dalam propaganda bisa dikatakan sangat efektif. Sampai-sampai Napoleon
Bonaparte harus mengurangi surat kabar dari 13 buah menjadi 4 buah saja
dengan melarang pers mengkritik kebijakan pemerintah. Disamping itu
pula Jerman di bawah Hitler pun juga melakukan hal yang serupa. Ini tak
88
lain karena media massa sangat berperan dalam propaganda. Salah satu
jenis media massa yang sangat sering digunakan dalam menjalankan
propaganda adalah radio siaran.
Radio siaran yang secara serempak dapat mencapai rakyat banyak
dengan seketika, telah menimbulkan pengaruh yang besar terhadap
kehidupan politik, sosial, ekonomi, kebudayaan, pendidikan dan militer.
Pada mulanya, ketika radio siaran ditemukan, fungsinya hanya untuk
memberi hiburan, penerangan dan pendidikan untuk khalayak. Tetapi
ternyata kemudian oleh beberapa negara besar dipergunakan untuk
propaganda.
Dalam perjuangannya menghadapi kekuatan Belanda yang ingin
menjatuhkan kedaulatan RI setelah proklamasi kemerdekaan, bangsa
Indonesia memanfaatkan media radio siaran yang ada pada saat itu yaitu
Radio Republik Indonesia sebagai media propaganda untuk mendapatkan
dukungan dari pihak asing mengenai apa yang sedang diperjuangkan oleh
bangsa Indonesia. Salah satu cabang RRI yang berperan besar dalam
menjalankan propaganda pemerintah Indonesia pada masa perjuangan
mempertahankan kemerdekaan adalah RRI cabang Surakarta.
Seperti yang telah diketahui bahwa pada tanggal 2 Febuari 1949
RRI Surakarta stasiun Balong dapat mengudara kembali dengan
gelombang 30, 4 meter dari Balong. Dalam buku kearsipan RRI Stasiun
Surakarta menyebutkan bahwa salah satu usaha penting dan patut dicatat
ialah usaha Mayor Hardi untuk mengadakan hubungan dengan pemancar-
89
pemancar amatir dunia. Usaha ini kemudian diserahkan kepada Letnan
Damanik yang kemudian diganti oleh Kapten Mu’in sebagai Kepala PHB
GM II. Kapten Mu’in berhasil mengadakan hubungan dengan pemancar
amatir di dunia pada pertengahan bulan Mei 1949, diantaranya dengan San
Fransisco, Seatlte, Berlin, London, Holmstedt, Peking, New Delhi dan
lain-lain. Kepada radio siaran amatir tersebut diserukan supaya
menyampaikan kepada dunia terutama kantor berita seperti U.P, A.P,
Reuter dan lain-lain bahwa dari Indonesia setiap malam (waktu Jawa) jam
19.00-20.00 di siarkan cq. Press oleh RIPRESS (Kantor Berita Republik
Indonesia Press) dengan gelombang 20 meter. Maka sejak saat itu dari
Balong tiap malam disiarkan berita-berita Riprees dalam bahasa Inggris
keseluruh dunia. Bukti bahwa berita tersebut dapat diterima oleh dunia
luar adalah siaran-siaran radio di Amerika dalam bulan Juni 1949 dan
seterusnya menyebut sumber berita dari Ripress.
Adapun monitoring Balong menangkap berita-berita dari UP, AP,
Reuter, Anete, Tass dan siaran radio BBC, All India, Singapore, Voice of
America, Hilversum, Radio PBB, Moskow, Melbourne dan Radio Belanda
(ROIO) sendiri di Indonesia dari Jakarta, Semarang, Bandung, Surabaya,
Makasar yang dapat didengar dengan baik. (RRI Stasiun
Surakarta,1995:51-52)
Usaha RRI Surakarta agar siarannya dapat didengar oleh dunia
internasional adalah dengan mengubah gelombang yang pada mulanya 60
meter menjadi 30 meter. Hal ini dapat dilihat dari isi Laporan Perwira
90
Penerangan MBKD, yang juga merangkap sebagai Staf Penerangan GM II
yang berbunyi
Seperti tadi telah di uraikan dalam bab 1, maka sejak tanggal 1 Febuari 1949 telah dapat dimulai siaran radio yang mula-mula memakai gelombang 60 meter kemudian 80 meter dan akhirnya sejak tanggal 1 Maret 1949 dengan gelombang 30 meter. Perubahan gelombang tersebut terutama disebabkan karena gelombang 60 meter dan 80 meter mendapat banyak gangguan dari pemancar-pemancar Belanda, pula karena gelombang 30 meter dapat mencapai jarak yang lebih jauh (korte golf) (Nasution A.H 1973: 434)
Dari keterangan tersebut diatas maka dapat diketahui bahwa dalam
usahanya untuk dapat melakukan propaganda RRI Surakarta berusaha
untuk meningkatkan jangkauan siarannya. Disamping itu pula siaran
dalam bahasa Inggris yang sudah dilakukan sejak tahun 1946 semakin
ditingkatkan. Hal ini untuk menarik perhatian dari dunia internasional
mengenai apa yang sedang disiarkan oleh RRI Stasiun Surakarta..
Melalui siaran RRI Surakarta ini para pejuang Indonesia dapat
menyiarkan berita-berita keluar negeri meskipun secara terbatas. Selain itu
banyak pula stasiun radio yang menyelenggarakan hubungan radio grafis
dengan luar negeri, seperti pemancar AURI di Gading, Sumatera Barat
yang dilayani sendiri oleh KSAU gerilya, KMU H. Sutono. Dengan
demikian sedikit banyaknya RRI Surakarta dapat mengimbangi kabar-
kabar bersumber dari Belanda yang biasanya berat sebelah.
Propaganda ke dunia Internasional yang dilakukan pemerintah
Indonesia dengan menggunakan media Radio Republik Indonesia
sangatlah membantu perjuangan kemerdekaan RI. Dukungan dari berbagai
negara termasuk PBB terhadap perjuangan bangsa Indonesia untuk
mempertahankan kemerdekaan terus mengalir. Hal ini tidak hanya
91
disebabkan karena perjuangan wakil-wakil bangsa di dunia internasional,
akan tetapi juga karena propaganda yang dilakukan pemerintah RI melalui
RRI. Kecaman dari India, Amerika dan PBB terhadap tindakan Agresi
Militer Belanda di Indonesia merupakan salah satu bukti bahwa
perjuangan keluar yang dilakukan oleh bangsa Indonesia mendapatkan
hasil yang cukup maksimal. Adanya dukungan dari bangsa lain membuat
semangat masyarakat Surakarta dalam berjuang mempertahankan
kemerdekaan di Surakarta tak pernah padam. Masyarakat Surakarta tahu
kalau apa yang sedang diperjuangkan didukung oleh pihak asing.
Dukungan dari pihak luar dan semangat berjuang yang tetap selalu
tertanam dalam jiwa para pejuang dan masyarakat Surakarta merupakan
salah satu faktor yang sangat mendukung dalam mengakhiri Agresi Militer
Belanda di Indonesia.
2. Peran Dalam Bidang Sosial Budaya Masyarakat Kota Surakarta
RRI stasiun Surakarta selain menyiarkan berita-berita mengenai
pergolakan yang terjadi di berbagai daerah dan situasi politik Indonesia
juga menyiarkan berbagai kesenian budaya masyarakat Jawa Tengah.
Acara-acara siaran RRI Surakarta dalam bidang kebudayaan sangat
berperan besar dalam menumbuh kembangkan nilai-nilai budaya bangsa
dan masyarakat Jawa Tengah. Acara-acara siaran yang ditampilkan RRI
Surakarta pada masa revolusi fisik yang sangat berperan dalam menumbuh
kembangkan budaya bangsa adalah sebagai berikut;
92
a. Radio Orkes Surakarta atau POS dibawah pimpinan Sukarno dan
kemudian Kamsidi, tidak saja terkenal di Surakarta tetapi juga di
seluruh Jawa.
b. Penyanyi lagu-lagu Indonesia dan Keroncong seperti mendiang Lily
Harie, Hardjo Kahar, Annie Landouw, Samsidi dan yang kini masih
ada adalah Gesang. Samsidi adalah VONDST dari “Malam Percobaan”
yang diselenggaraakan untuk memberi kesempatan kepada penyanyi
muda.
c. Sandiwara radio dalam bahasa Indonesia yang diselenggarakan oleh
Keluarga Indonesia Muda Surakarta. Diantara cerita-cerita yang
menjadi terkenal ialah “Arus Massa” dan “Tanah Tak Berdusta “
Selain sebagai pengobar semangat perjuangan rakyat dan TNI, RRI
sebagai media komunikasi massa juga dapat berfungsi sebagai sarana
penghibur rakyat. Keadaan dan kondisi peperangan yang dialami bangsa
Indonesia khususnya masyarakat Surakarta menyebabkan masyarakat
Surakarta secara psikologis berada dalam kondisi yang tertekan. Untuk
tetap selalu dekat dihati rakyat terkadang RRI Surakarta juga menyiarkan
musik, sandiwara dan program-program lainnya yang sifatnya menghibur
ditengah ketegangan perang yang sedang melanda. Hal ini diutarakan oleh
Sunarso seorang prajurit di Surakarta pada masa Kemerdekaan yang
tertera dalam buku Inventarisasi Sumber-sumber Sejarah Di Jawa Tengah:
Setelah tahu akan kabar pengakuan kedaulatan oleh Belanda masyarakat sangat senang, mengadakan pesta-pesta kesenian juga pentas seperti ketoprak terutama RRI. Karena habis perang keadaan ekonomi juga susah, karena itu sifatnya juga sederhana saja. Jiwa perjuangan Budi Utomo telah melandasi
93
perjuangan kita seperti rasa kebersamaan (Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional, 1995:294).
3. Peran Dalam Bidang Militer
Dengan meningkatnya penyusunan pemerintahan gerilya dan
pelaksanaan perlawanan gerilya, maka diusahakan pula pembentukan
penerangan untuk mempergiat perlawanan psikologis. Pada awal bulan
Maret 1949 ditugaskan kepada Maladi, kepala RRI Surakarta dan
Pimpinan Staf Penerangan Gubernur Militer Gatot Subroto, untuk
mengatur segala sesuatu yang diperlukan. Telah banyak hasil yang
dicapainya dalam usaha penerangan itu, sebagaimana nampak jelas pada
saat-saat penyelesaian peristiwa pemberontakan PKI di Madiun. Alat-alat
perhubungan yang sangat penting buat perang gerilya dapat pula
ditemukan oleh pasukan TNI, terutama berkat bantuan Mayor Suhardi dari
Corps Perhubungan dan para anggota Tentara Pelajar.
Di desa Balong di lereng Gunung Lawu, tempat Pusat Pimpinan
Divisi II, telah teratur alat-alat pemancar dan penerima RRI Surakarta.
Maka dari tempat tersebut dilakukan penyebaran berita-berita secara
stensil ke seluruh Divisi II dan kepada para menteri KPPD serta Panglima
Besar yang berada disekitar daerah tersebut.
Pada waktu Belanda memulai gerakan militernya yang kedua,
pembangunan kembali divisi II sedang berhasil mencapai 1 Brigade yang
agak kompak, yaitu Brigade V dibawah pimpinan Letnan Kolonel Slamet
Riyadi, Brigade IV (Semarang-Pati) yang dipimpin oleh Letnan Kolonel
94
Sunarto belum lagi tersusun dengan nyata, baik dari sudut kekuatan orang
(mankracht) maupun dari sudut kekuatan senjata. Untuk pertahanan daerah
Madiun hanya ada 1 Batalyon yang masih harus menghadapi sisa-sisa
gerombolan PKI Muso.
Penerangan ke dalam ditujukan untuk mendekati para komandan
pasukan. Maka demikianlah usaha TNI dalam memanfaatkan RRI Stasiun
Surakarta sejak bulan Januari 1949. Usaha tersebut dapat dibagi dalam 2
bagian:
1. Mencari persoonlijk contact.
2. Pertemuan komandan-komandan.
Contact itu diadakan pertama dengan komandan-komandan muda
yang dianggap bahwa pendirian mereka sehat. Maksudnya adalah supaya
mereka ini menyebarkan penerangan-penerangan yang telah disampaikan
kepada komandan-komandan lainnya dari Brigade 5. kecuali secara
contact (dengan menemui mereka) pun diusahakan pemandangan-
pemandangan/komentar secara tertentu (geregeld), misalnya setiap ada
kejadian penting (Resolusi DK 28 Januari) dan mengirimkan instruksi-
instruksi/pengumuman atau maklumat dari MBKD dan pemandangan-
pemandangan Staf Angkatan Perang sebanyakbanyaknya.
Dengan cara demikian dapatlah para komandan muda diisi dengan
penerangan-penerangan yang sehat, hingga pendirian mereka menjadi
sehat pula. Yang dikehendaki supaya mereka itu menjadi Staats-en militair
bewust. Dari surat-surat yang diterima dari mereka yang menerangkan
95
bahwa mereka selalu mengharapkan bahan-bahan penerangan dan
pemandangan politik, menunjukkan bahwa mereka mau menerima dan
mungkin sekali condong kepada apa yang diberikan.
Betapa besar peranan yang diberikan RRI dalam membantu
perjuangan kemerdekaan Indonesia dalam bidang militer. Bangsa
Indonesia, terutama penduduk Jawa, yang ikut serta dalam revolusi fisik
pasti masih ingat dan masih terngiang suara Jendral Sudirman mengenai
pengumuman “cease fire” yang diumumkan melalui RRI.
4. Peran Dalam Bidang Politik
Menengok sejarah RRI Surakarta berarti mencermati kembali
sejarah masa awal kemerdekaan Indonesia. RRI Surakarta (pada saat itu
masih bernama Hoso Kyoku cabang Surakarta) mempunyai peran sentral
dalam mengampanyekan proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal
17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta ke masyarakat Surakarta. Hal ini
dapat dilihat dari wawancara dengan salah satu pejuang kemerdekaan di
Surakarta, Sunarso yang tertera dalam buku Inventarisasi Sumber-sumber
Sejarah di Jawa Tengah yang menyebutkan
Melalui radio,dan rencana Indonesia itu saya tahu Indonesia Merdeka selain itu juga saya tahu dari mas Ahmadi, dan dia lebih tahu dari saya (Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional, 1995:285)
Hal yang sama pun dituturkan oleh Suherman, salah satu mantan Prajurit
Tentara Pelajar seksi 132, Kompil 130, Batalyon 100
“yaa saya pertama kali mendengar berita proklamasi itu dari radio”(Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional, 1995 :420)
96
Dari kedua pernyataan tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa
peranan radio siaran yang ada pada waktu itu di Surakarta, salah satunya
adalah Radio Republik Indonesia Surakarta sangatlah besar. Dengan
adanya keberadaan RRI Surakarta maka rakyat Surakarta dapat
menangkap berbagai informasi dari pemerintah, sebagai contoh adalah
dalam peristiwa proklamasi.
RRI berperan penting pada hampir seluruh pergeseran kekuasaan
yang terjadi di negeri ini. Pada masa revolusi fisik RRI adalah perangkat
politik untuk melaksanakan konsensus-konsensus politik pemerintah pusat
terhadap daerah.
Memahami pola hubungan suatu lembaga penyiaran yang
mempunyai sejarah yang sangat sentralistis ditengah hiruk pikuk
perubahan seperti antara RRI dengan pemerintah memang soal rumit.
Bagaimana misalnya RRI memberlakukan kewajiban relay bagi setiap
stasiun radio, khususnya yang berkaitan dengan siaran warta berita, pidato
kenegaraan presiden dan seremoni pemerintahan yang aktif digalakkan
pemerintah dalam rangka sosialisasi program-program pemerintah.
Gambaran paling relevan dari kedekatan ini bisa ditilik pada bagaimana
RRI memformat materi siarannya agar bisa mengakomodasi segenap
kepentingan pemerintah. Pidato kenegaraan hampir tak mungkin tak
disiarkan RRI, demikian juga dengan proses-proses politik di parlemen.
Belum lagi keharusan bagi segenap angkasawan RRI untuk
mengintegrasikan semangat nasionalisme.
97
Dari berbagai keterangan tersebut diatas maka dapatlah dilihat betapa
besar peranan RRI Surakarta dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia di
Surakarta. Dalam menjalankan perannya sebagai media komunikasi massa
RRI Surakarta tetap selalu setia menjalankan tugas dan tanggung jawabnya
dengan memegang teguh semangat Tri Prasetya RRI.
C. Hambatan-hambatan RRI Stasiun Surakarta Dalam Menjalankan
Perannya Sebagai Radio Perjuangan Kemerdekaan RI.
Dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia di
Surakarta, RRI Surakarta memegang peranan yang cukup besar. Melalui RRI
Surakarta para pejuang Indonesia memberitakan perjuangannya dalam
melawan Belanda. Pada saat itu RRI dari berbagai cabang di Indonesia bekerja
sama untuk saling menginformasikan mengenai pergolakan daerah yang
terjadi diberbagai wilayah di Indonesia yang kemudian oleh para angkasawan
RRI diberitakan kepada rakyat. Dengan mengetahui berita mengenai
perjuangan yang dilakukan oleh para pejuang di daerah lain maka para
pejuang dan rakyat di Surakarta takkan pernah memadamkan semangatnya
dalam berjuang melawan berbagai kekuatan yang berusaha meruntuhkan
kedaulatan RI di Surakarta. Disamping itu jiwa nasionalisme yang tertanam
dalam diri masyarakat Surakarta dapat tumbuh sebagai modal melawan
kekuatan yang berusaha meruntuhkan berdiri tegaknya kedaulatan RI.
Sadar akan pengaruh yang diberikan oleh RRI stasiun Surakarta
terhadap perjuangan kemerdekaan RI, Belanda tidak hanya berpangku tangan
melihat peranan yang dimainkan RRI Stasiun Surakarta. RRI stasiun Surakarta
98
terpaksa memindahkan studionya dari kota Surakarta ke Tawangmangu dan
kemudian ke desa Balong karena Agresi Militer Belanda ke kota Surakarta.
Akan tetapi pemindahan studio ke Tawangmangu bukan berarti bahwa
Belanda dalam mengatasi RRI Stasiun Surakarta menyerah begitu saja. A.H
Nasuiton dalam bukunya Sekitar Perang Kemerdekaan mengungkapkan
Sejak didudukinya Tawangmangu pada tanggal 23 Desember 1948, ke mana hampir semua pemancar dari Solo telah diangkut (dari tanggal 19 Desember 1948 sampai tanggal 22 Desember 1948), dan akibat pertahanan yang sangat lemah dari daerah tersebut hingga dengan diam-diam dan dengan sangat mudah tentara Belanda dapat masuk ke Tawangangu, yang menyebabkan rakyat dan tentara kita menjadi sangat kacau, maka semua pemancar di Tawangmangu tersebut jatuh ke tangan Belanda. Harapan kami tinggal pada sebuah pemancar yang dalam pengangkutan terakhir dari Solo kami simpan disebuah desa, Puntukrejo, 1 kilometer utara Karangpandan. (Nasution A.H, 1973:430)
Dari pernyataan tersebut diatas maka dapat dilihat bahwa usaha Belanda
dalam menghentikan peranan yang dimainkan RRI Stasiun Surakarta terus
dijalankan dengan menyerbu Tawangmangu. Meskipun stasiun RRI Surakarta
pindah ke desa Balong setelah Tawangmangu diserbu oleh Belanda, desa
Balong bukanlah jaminan keamanan dari penyerbuan Belanda. Pada tanggal 3
Agustus Belanda menyerbu desa Balong. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan
laporan Perwira Penerangan MBKD, yang juga merangkap sebagai staf
Penerangan GM II, sebagai berikut
Tidak mustahil jika kanonade Belanda dari Karangpandan ke Balong pada tanggal 21 Maret 1949 dengan 37 kali peluru dan serbuan 1 ½ bn infanteri pada tanggal 3 Agustus 1949 ke Balong ditujukan untuk menghancurkan pemancar siaran kami.(Nasution A.H, 1973:434)
Penyerbuan ke kota Surakarta, Tawangmangu dan Balong
menunjukkan betapa besar perhatian Belanda terhadap peran yang dimainkan
99
RRI Surakarta sebagai media komunikasi massa dalam perjuangan
mempertahankan kemerdekaan RI.
Hambatan dalam menjalankan peranannya sebagai media massa
dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI di Surakarta tidak hanya
datang dari Belanda, akan tetapi juga datang dari rakyat mengingat kondisi
jaman pada saat itu. Pada awal-awal kemerdekaan Indonesia, masyarakat
Surakarta yang memiliki radio relatif sedikit. Pada era perang kemerdekaan
radio merupakan suatu barang yang bernilai tinggi, sehingga masyarakat yang
memiliki radio dapat dihitung jumlahnya. Hal ini diutarakan oleh H.M
Wahyudi mantan intel semasa perjuangan kemerdekaan RI di Surakarta yang
tertuang dalam buku Inventarisasi Sumber-sumber Sejarah di Jawa Tengah,
menyebutkan sebagai berikut:
“…..Lha akhirnya pertempuran Surabaya itu saya mendengar dari radio. Di daerah saya itu satu-satunya radio itu langka sekali pak itu ada seorang Tionghua namanya tuan Bilk Liong, itu punya toko disel. Saya dapat mendengarkan pidatonya Bung Karno berapi-api dan ada takbirnya yang menggugah kemajuan para pejuang. Banyak pegawai sehabis Maghrib sampai malam banyak orang berkumpul mendengarkan radio di situ mendengarkan ceramah Bung Karno….” (Balai Kajian Sejarah dan Tradisional, 1995:334)
Dari pernyataan H.M Wahyudi tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa meskipun radio masih merupakan barang yang langka, namun rasa
nasionalisme dan persaudaraan yang kuat tidak menghalangi masyarakat
Surakarta untuk dapat menikmati komunikasi media massa dengan
menggunakan radio.
Disamping dapat mendengarkan siaran radio melalui orang lain,
masyarakat Surakarta yang berada lingkungan Kraton Mangkunegaraan juga
dapat mendengarakan siaran radio di Kraton Mangkunegaraan. Dalam
100
wawancara yang tertuang dalam buku Inventarisasi Sumber-sumber Sejarah di
Jawa Tengah, Sugiyarto Songkopamilih seorang Sersan Mayor Polisi Tentara
pada masa perjuangan kemerdekaan diungkapkan
Waktu itu saya kerja di kantor Kepatihan Kepatihan Kraton terus pada waktu itu....pada kumpul semua di Kraton dari radio tahu-tahu Proklamasi di Jakarta. Saya tidak pakai ijin terus keluar begitu saja. Sebetulnya kalau saya minta ijin keluar saya dapat pensiunan tapi sudah ndak pakai ijin terus saya keluar gabung BPU (Badan Penyelidik Umum) (Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional, 1995:436)
Meskipun radio pada saat itu merupakan suatu barang yang langka, namun
semangat para angkasawan RRI Surakarta dalam menjalankan usahanya
sebagai media komunikasi massa tak pernah sulut. Kelangkaan radio pada saat
itu memang merupakan kendala bagi keberhasilan RRI Surakarta dalam
menjalankan perannya sebagai media komunikasi massa. Namun kendala
tersebut dapat diatasi oleh para angkasawan RRI Surakarta dengan semangat
dan tekad untuk dapat mempertahankan kemerdekaan RI di seluruh wilayah
Indonesia pada umumnya dan wilayah Surakarta pada khususnya.
101
BAB V
PENUTUP
Pada masa awal-awal kemerdekaan Republik Indonesia, kota Surakarta
merupakan salah satu kota yang cukup besar di Indonesia. Kebijakan mengenai
statusnya sebagai salah satu daerah istimewa yang berada di bawah bayang-
bayang Keraton Surakarta menyebabkan daerah Surakarta berada dalam
pergolakan politik yang cukup rumit. Disamping itu persaingan para elite politik
di Surakarta menambah kacaunya keadaan politik Surakarta. Di Madiun terjadi
pemberontakan yang dilakukan oleh PKI dibawah pimpinan Muso.
Pemberontakan ini berdampak akan terjadinya kekacauan di kota Surakarta.
Kedatangan tentara Belanda pada tanggal 21 Desember 1948 menyebabkan di
kota Surakarta berlaku pemerintahan militer Belanda. Pada tanggal 7-10 Agustus
1949 di kota Surakarta terjadi peperangan yang dikenal dengan “Pertempuran
Empat Hari di Solo”. Keadaan kota Surakarta pasca Pertempuran Empat Hari
mulai dapat dikendalikan. Dalam berjuang mempertahankan kemerdekaan
Indonesia di Surakarta salah satu media yang digunakan adalah RRI Surakarta.
Soloese Radio Vereniging atau disingkat SRV merupakan radio siaran
yang pertama kali berdiri di Surakarta atas inisiatif Ir. Sarsito Mangunkusumo.
Pada masa penjajahan Jepang SRV diambil alih oleh Jepang dan menjadi salah
satu cabang radio siaran pada masa penjajahan Jepang yang bernama Hoso
Kyoku. Dengan berakhirnya kekuasaan Jepang di Indonesia maka segala sesuatu
yang berada dibawah kekuasaan Jepang segera diambil alih oleh bangsa
102
Indonesia, termasuk salah satunya stasiun radio siaran yang pada saat itu bernama
Hoso Kyoku. Setelah Hoso Kyoku diambil oleh bangsa Indonesia, maka Hoso
Kyoku berubah nama menjadi Radio Republik Indonesia (RRI) pada tanggal 11
September 1945, tidak luput pula Hoso Kyoku Surakarta berubah menjadi RRI
Stasiun Surakarta dibawah pimpinan Maladi.
Selama masa Revolusi Fisik, RRI Stasiun Surakarta sebagai salah satu
alat perjuangan bangsa memegang peranan penting dalam perjuangan
kemerdekaan di Surakarta. Peran sebagai media komunikasi masyarakat dan alat
propaganda pemerintah dapat dijalankan dengan sangat baik oleh RRI Stasiun
Surakarta.
Peran sebagai media komunikasi massa dalam bidang militer, hubungan
dengan luar negeri, bidang sosial dan budaya dijalankan oleh RRI dengan mengisi
acara siarannya dengan berbagai berita mengenai kebijakan-kebijakan pemerintah
RI, pergolakan yang terjadi di berbagai daerah dan hiburan yang dapat menghibur
masyarakat Surakarta yang sedang dalam kondisi tertekan akibat perang. Melalui
studionya yang berada di desa Balong RRI Surakarta selalu berusaha
meningkatkan siaran-siaran luar negeri dengan berbahasa Inggris untuk
menjalankan fungsinya sebagai alat propaganda. Disamping itu RRI Stasiun
Surakarta juga berusaha meningkatkan jarak jangkauan siarannya sehingga
siarannya dapat didengar oleh dunia internasional. Dengan adanya siaran
propaganda oleh RRI Surakarta mengenai perjuangan bangsa Indonesia dalam
mempertahankan kemerdekaan maka perjuangan bangsa Indonesia mendapatkan
103
dukungan dari pihak luar. Sehingga hal ini meningkatkan semangat juang bangsa
Indonesia pada umumnya dan masyarakat Surakarta pada khususnya.
Dalam menjalankan perannya, RRI Surakarta mendapatkan berbagai
macam hambatan seperti; penyerbuan tentara Belanda terhadap studio RRI
Surakarta di Surakarta, Tawangmangu dan desa Balong. Namun hal ini tidak
pernah menyurutkan semangat para angkasawan RRI Surakarta dalam
menjalankan tugasnya.
104
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik, 1978. Sejarah Lokal Di Indonesia. Yogyakarta: Balai Pustaka A.H Nasution,1973. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia. Bandung: PT
Angkasa Bandung Azwar Saiffudin,1997. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Dekker, Nyoman, 1980. Sejarah Revolusi Nasional. Jakarta: PN Balai Pustaka Efendy, Onong, 1978. Radio Siaran Dan Teknik. Bandung: PT Alumni Bandung. Gottschak, Louis. 1975. Mengerti Sejarah. Terjemahan Nugroho Notosusanto,
Jakarta:Yayasan Penerbit Universitas Indonesia. Karkono Kamajaya, 1993. Revolusi di Surakarta. Jakarta:Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Nawawi Hadari, 2003. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press Nurudin, 2001. Komunikasi Propaganda.Bandung:PT Remaja Manuju, Jodi dan Fadli, 1999. Jakarta Pagi ini Dari Udara Menebar Berita.
Jakarta: PT Gramedia. Masduki, 2003. Radio Siaran Dan Demokratisasi. Jakarta: PT Jendela. M. Subana, 2001. Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia Partanto A Pius dan Dahlan,1994. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto, 1990. Sejarah
Nasional Indonesia V. Jakarta: Balai Pustaka Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto, 1990. Sejarah
Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka Rickles M.C, 1991. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press. Rosyid Moh, 2004. Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Semarang: UPT
UNNES Press
105
Sudibyo Agus, 2004. Ekonomi Politik Media Penyiaran. Yogyakarta:LKIS Sumarmo AJ,1990. Pendudukan Jepang Dan Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia. Semarang: IKIP Semarang Press. Surat Perintah Pemerintah Mileter Surakarta No. 1143/Ph ’49. Arsip Museum
Mandala Bhakti Semarang Surat Pemerintah Militer Surakarta No 10/ 49. Arsip Museum Mandala Bhakti
Semarang Surat Kementrian Jogjakarta No 241/A.I tahun 1949. Arsip Museum Mandala
Bhakti Semarang www. Radio Republik Indonesia. Com www. Surakarta.Com ........, 1953. Kota Besar Surakarta Tahun 1945-1953. Surakarta: DPRDS
Surakarta ........, 1984. Hari Radio Ke 39. Surakarta: RRI Stasiun Surakarta ........,1953. Sejarah Radio Di Indonesia. Jakarta: Kementrian Penerangan dan
Jawatan Radio. ........, 1981. 30 Tahun Indonesia Merdeka 1945-1949. Jakarta: Sekreteriat Negara
Republik Indonesia. .…..., 1995. Inventarisasi Sumber-sumber Sejarah Di Jawa Tengah. Yogyakarta:
Balai Kajian Sejarah Dan Nilai Tradisional. .......,1995. Hari Radio. Surakarta: RRI Stasiun Surakarta …..., 1996. Ensiklopedi Nasional Indonesia. Jakarta: PT Cipta Adi Pustaka Majalah-majalah: Majalah Merdeka, 8 April 1950. Halaman 17 Majalah Merdeka, 24 April 1948. Halaman 30 Majalah Mimbar Indonesia, 24 April 1948. Halaman 25
106
107
108
109
Lampiran 3
110
Lampiran 4
111
Lampiran 5
112
Lampiran 6
Radio Djokjakarta tgl 3/7-49 djam 22.00 1. Sebelum menarikkan tentara Belanda dari Djokja, 10 orang tawanan
politik belum dibebaskan. Diduga mereka dibawa keluar kota. Maka dari itu sebuah panitya diketuai oleh Mr. Alisastro Amidjojo mengadjukan protes supaja mereka dengan selekas mungkin dibebaskan.
2. Kumpulan para wartawan di Djokja mengadakan silaturachmi Mangkukesuman. Diantaranja dari srt kabar Merdeka Djakarta, Waspada Sumatra dan lain2nja.
3. untuk menjambut kedatangan pemerintah Republik di Djokja, maka panitya telah mengundang semua murid2 mulai dari sekolah rakjat sampai para Mahasiswa utk berkumpul pada besok hari Rebo tgl 6 Juli di Kridosono. Dimuka presiden telah berkibar sang Merah Putih.
(Sumber: Dokumentasi Museum Mandala Bhakti Semarang, RRI Surakarta tahun
1945-1949)
113
Radio Djakarta tgl 6/7-49 djam 18.30 1. Sekitar kedatangan Presiden Sukarno di Djokja tadi siang djam 12.30
(waktu Rep.) telah datang di Maguwo PJM Presiden Sukarno dengan pesawat terbang PBB utk Indonesia. Kedatangannja disambut oleh Sri Sultan Djokja dan Sri Pakualam, para wartawan jang akan mengambil gambarnja, dan pengawal kehormatan. Dengan dispait ini oleh Sri Sultan beliau menudju ke istana Presiden. Sementara itu kelihatan Ir. Djuanda, I Kasimo, Ki Hadjar Dewantoro, Johanes jang telah datang dari gunung mengikuti pak gerilja dan Bung Tomo. Pula wakil2 dari India, Pakistan dan Tionghoa. Para penindjau militer dan anak2 sekolah. Diantara itu kelihatan djuga nj. Sukarno dan nj. dari pembesar2 lainnja. Djam 14.46 dengan auto menudju ke istana, disepandjang djalan disambut oleh rakjat dengan hangat serta pula dengan pekik Merdeka jang gemuruh. Setibanja di istana PJM Presiden maka diadakan mengheningkan tjipta. Sesudah itu diadakan pidato penjambutan oleh tn Tadjudin Noor. Setelah itu maka tampil kemuka PJM Presiden, beliau menerangkan bhw dapatnja beliau kembali ke Djokja atas perdjoangan rakjat Indonesia dan bantuan dari luar negeri. Sesudah itu maka diadakan berdjabatan tanbgan aqntara hadirin dengaan PJM Presiden. Diterangkan disini bhw PJM Presiden berpakaian seperti biasa dan Sri Sultan berpakaian sebagai Let Djendral TNI/-
2. Wk Mahkota telah memberi selamat kepada keluarga Radja mengenai hari perkawinan daro Putri Juliam.
3. Djendral mjoor Meyer telah meletakkan djabatannja sehabis dinas 31 thn. Menurut keterangan dari warta harian Merdeka atas berhentinja itu oleh karena tak dapat menjetudjui persetudjuan Royen Roem. Dengan perasaan berat beliau mendjalankan pekerdjaan mengenai pengosongan Djokja. Selandjutnja akan disusul pula oleh kol van Lange mengadjukan permintaan berhenti.
4. diduga dalam minggu ini van Royen akan menemui PJM Sukarno utk mengadakan perundingan setjara informeek (bertukar pikiran)
5. Keterangan Sri Sultan kepada harian Merdeka bhw dalam kota Djokja telah ada lebih 2000 TNI dan Polisi jang berdisiplin baik tuk mendjaga keamanan dan ketertiban. Selandjutnja harus diadakan politik yang sehat dan kuat. Terhadap party yang melanggar undang2 negara harus diambil tindakan jang keras. Plakaten jang banjak terdapat waktu masa pendudukan Belanda pada waktu sama sekali tidak ada. Tentang prodnotie bahan makan memuaskan. Sri Sultan menerangkan bhw larangan terhadap wartawan Belanda itu hanja bersifat sementara, nanti bila keadaan mengidjinkan akan diperbolehkan masuk kedalam kota Djokja.
6. Hubungan pos akan dibuka kembali dalam kota Djokja, tetapi mengarai srt tjatatan, pos wissel masih mendapat kesulitan. Mungkin hubungan Djokja-Djakarta akan diadakan.
114
7. Kekatjauan di Djawa. Dikabarkan dari Magelang bhw wali kota Magelang tn Sutodjo Hadipramono baru sekarang telah diketahui bhw beliau ditjulik oleh TNI.
Luar Negeri. 1. Polisi Djepang telah menemui majatnja presiden dari kereta api Yama.
Terdapat telah pisau dengan kepalanja. Seperti telah dikabarkan bhw beliau hilang di djalan ketika mau pergi kekantornja.
2. Pemogokan di Italia masih meluas. Kemarin 8000 orang telah mogok. 3. Pemogokan buruh tambang Ameriaka selesai. tentang persetudjuan jang
hari sedang dibitjarakan. Adapun persetudjuan jang lama diha. 4. di Argentina pehbung dengan hudjan lebat terdjadi kebandjiran sama
tingginja air 1 ½ m, berhubung dengan ini maka penduduk mendesak dibikinkan bendungan(pintu air)
Noot: Suara Radio Republik Indonesia petjah2 sukar diterimanja (Sumber: Dokementasi Museum Mandala Bhakti Semarang, RRI Surakarta tahun
1945-1949)
115
Radio Djakarta tgl 15/7-49 djam 18.30 dan 07.00.- Dalam Negeri.- 1. Kabinet Rep. menjetudjui persetudjuan van Royen-Roem. Tadi malam
kabinet Rep. telah menjetudjui persetudjuan van Royen Roem. Tentang cease fire akan disusul nati. Selandjutnja Sultan Djokja menerima djabatan baru sebagai Menteri Pertahanan dari Wk. Presiden Drs Moh. Hatta.
2. Kemarin telah tiba di Djakarta Kolonel Hidajat dan hari ini beliau akan melandjutkan perdjalannja ke Djokja. Beliau berangkat dengan Mr. Roem dan 2 orang lagi.
3. Menurut kabar dari ASP mengabarkan bhw di Manilla memutuskan akan mendirikan kedutaan di Djokja, dan Rep akan segera mengirimkan wakilnja ke Pilipina.
4. Berhubung dengan perginja Mr. Kosasi ke djokja maka sidang Bfo ditunda. Seperti telah dikabarkan bhw perginja beliau ke Djokja akan merundingkan soal perundingan inter Indonesia.
5. Kedatangannja Mr. Kosasi dari Bfo diterima oleh Presiden Sukarno. Kedatangannja Mr. Kosasi utk merundingkan soal perundingan inter Indonesia.
6. Dikabarkan dari Djakarta bhw tadi pagi atas undangan, telah tiba di Djakarta Dr. Mansur.
7. Sebuah iring2an tentara keradjaan di Sumatra masuk perangkap. Sebuah iring2an tentara keradjaan di Sumatra telah diserang oleh pasukan gerilja, korban 1 orang tewas, 1 orang luka, beberapa orang ditjulik dan 6 orang hingga kini belum kembali. Iringan tersebut terdiri dari 2 mobil dan mobil tsb telah dibakar oleh psk gerilja tsb.
8. Mendjawab permintaan dari golongan bangsa Arab tentang turut mendengarkan perundingan medja bundar tak dapat dikabulkan. Dari pihak Rep. menerangkan bhw delegasi Rep. mungkin terdiri dari bangsa Arab.
9. di Djokja kini telah berdiri kantor pos jang telah lengkap, begitu tn Herowo kep. secre. dari kantor pos tsb mengabarkan.
10. Wk. Agung Mahkota ini lari pergi ke Makasar. Selain dengan njonja turut serta djuga ketua delegasi Bld Dr. Van Royen. Mereka tadinja akan berangkatdengan pesawat terbang KLM constalation. tetapi bhb keadaan mereka berangkat dengan pesawat terbang biasa.
11. Sidang BFO tertutup jang sebetulnja dilangsungkan pada kemarin hari. Ini hari akan dilangsungkan di gedung Indonesia serikat. Dimuklai pada djam 10.30.
12. Kemarin pagi telah datang di Makasar rombongan Wk. Agung Mahkota. Kedatanganja beliau disambut oleh presiden Sukawati. Rombongan bersantap di istana presiden Sukawati.
116
13. Menurut keterangan kuad territorial Djawa Tengah djendral maj. Meyer, djalan antara Ambarawa-Magelang, Ambarawa-Muntilan sudah dibuka kembali.
Luar Negeri. 1. Angkatan udara Amerika Serikat mengadakan latihan trdjun dgn
payung dari pesawat terbang jang sedang terbang dengan ketjepatan 850 km sedjam.
2. Reuter mengabarkan bhw dalam Minggu ini akan tertjapai gentjatan sendjata anatara Israel-Syria.
3. Menurut kabar dari Pilipina Romulo di UNO di undang kembali utk mengadakan perundingan soal pertahanan pasifik. Beliau ditunggu kedatangannja didalam tempo 1 minggu.-
4. Chiang Kai Sek dikanton menerangkan bhw beliau sanggup melandjutkan pimpinannja dan mengandjurkan kepad rakjat spj taat kepada perdana menteri Lie Tsun Yen. Kekalahan jang sekarang ini disebabkan kebanjakan coruptie, kurang disiplin, dan kebodohan. Selandjutnja beliau menerangkan bhw bantuan Amerika Serikat itu sangat penting.
5. Di Amerika telah ditjetak sebuah buku jang isinja memuat keterangan keadaan di Tiongkok. Buku jang pertama telah diserahkan kepada presiden Truman.
6. Menteri keuangan Inggris mengumumkan bhw Inggris akan mengurangi import dari Amerika sebesar 25%.
7. Kantor2 penerangan Inggris dan Amerika di siang hari disuruh tutup oleh kaum komunis
8. Senat Amerika Serikat pada minggu jang akan datang akan menjetudjui perdjanjian Atlantic.
9. Oleh angkatan darat, laut dan udara Amerika mengumumkan, pada hari Senen jang akan datang akan diadakan latihan perang2an di Tiongkok Selatan di pulau Luzon selama 14 hari.
(Sumber: Dokumentasi Museum Mandala Bhakti Semarang, RRI Surakarta tahun
1945-1949)
117
Radio Djakarta tgl 16/7-49. dj 18.30, 21.30. Dalan Negeri. 1. Kemaren pagi sidang BFO telah menerima baik usul dari Presiden
Sukarno utk mengadakan conferencie Inter-Indonesia di Djokja dan selandjutnja di Djakarta. Pada tgl 19 Djuli akan berangkat Delegatie Bfo ke Djokja. Sultan Hamid II sebagai ketua Bfo memberi pandangannja tentang rentjana cof. dan pula tidak pada Rep. Pada tgl 23 Djuli mereka akan pelang ke tempatnja masing2 utk merajakan hari lebaran. Dan pada tgl 30 konferencie akan dilangsungkan di Djakarta. Setelah selesai segera akan disusun angg2 jg brangkat ke Den Haag utk menguudjungi konf. Medja Bundar. Angg2 tsb terdiri dari 60 orang dari Rep. Kelebihan anggauta Bfo lainnja di beri tempat beg. Klas II atau kl. III Keputusan Bfo ketua St. Hamid II segera akan mengirim kawat maupun pengumuman kepada presiden Soekarno mengenai rentjana Bfo.
2. Majoor Achmad Wiranata Kusumah telah dipetjat dari djabatannja, karena bekerdja sama2 dgn bld. Berita ini di dapat kabar dari Gubernur Militer Djawa Barat.
3. Zenazah2 dari kapal terbang Franecer telah dimakamkan di geredja Inggeris di Bombay. Semua penumpangnja sedjumlah 44 orang dapat ditemukan diantara 2 orang jang terbakar habis.
4. Menurut djuru bitjara Republiek, bahwa tentang penghentian permusuhan antara Rep-Bld sukar dilaksanakan karena alat2 pemerintah Republiek sebagian besar berada di luar daerah Republiek.
Luar Negeri. 1. Federate serikat pekerdja sedunia telah menjokong pemogokan jang
dilakukan olh pelaut2 Canada. 2. Menurut Berita Radio Pemerintah Komunis Tiongkok, menerangkan
bahwa kerugian psk Pem. Nasional dalam 3 tahun adlah sedjumlah 5 ½ Djuta serdadu (tewas-luka2). Ada pula sebesar 3000 orang telah mengadakan pemberontakan terhadap pemerintah. Menurut tulisan Djendral Mao Tse Tung, disitu diterangkan bahwa kemenangan kaum komunis karena bantuan dari Rusia
3. Kebandjiran besar di New Delhi mengakibatkan 2 desa hanjut. 4. Dalam 24 djam lamanja pesawat Inggeris mengadakan pemboman diatas
perbatasan Siam, dimana pasukan2 pemberontak sedang berkobar. Sesudah itu psk. Infanterie bergerak utk mengadakan pembersihan terhadap pasukan pemberontah tsb.
5. Laporan dari panitya ekonomi pbb, bahwa di Azia kekurangan makanan akibat dari banjaknja bandjir.
6. Di ndaerah pendudukan Perantjis di Djerman telah terdjadi ledakan Bom. Korban blm dapat diketahui
118
7. profesor2 Rusia telah menemukan, getaran udara diganti dgn getaran suara selandjutnja ke pantja indria jg dapat menjembuhkan orang buta.
(Sumber: Dokumentasi Museum Mandala Bhakti Semarang, RRI Surakarta tahun
1945-1949)
119
Berita Radio Djakarta tgl 18-7-49 djam 18.30 1. Dalam suatu pertanjaan tentang perundingan inter Indonesia Dr. Van
Royen menerangkan bahwa perundingan inter Indonesia mungkin akan berdjalan dengan lantjar dan menurut garis2 jang telah ditetapkan. Dalam pertanjaan, apa di dalam konferensi medja bundar delegasi akan terdiri dari delegasi Rep. dan Bld. Dr. van Royen menerangkan bahwa dalam dalam konferensi medja bundar jang akan mengundjungi ialah dari delegasi Rep, delegasi Bld, delegasi BFO dan panitya untuk Indonesia selandjutnja Dr. van Royen menerangkan bahwa dalam konferensi medja bundar belaiau tidak akan duduk sebagai ketua.
2. Kemarin telah kembali dari Djokja rombongan delegasi Bld Dr. van Royen. Dengan diadakannja kundjungan ini maka delegasi Bld mempunjai kesempatan utk mengadakan perkenalan dengan Presiden Sukarno dan dengan delegasi Rep. Terutama dengan ketua pemerintah Darurat Mr. Sjafrudin, dan mangadakan tukar fikiran mengenai konferensi medja bundar.
3. Tadi pagi telah di landjutkan sidang BFO di gedung Indonesia Serikat. Ketua BFO Sultan Hamid II menerima surat dari Djambi jang menerangkan bahwa delegasi Djambi tak dapat mengundjungi sidang itu. Dalam sidang itu hadir pula para dokter jang nanti akan mengurus kesehatannja para orang jang akan mengundjungi konf. Medja bundar.
4. Kalangan politik di Djokja mengabarkan, bahwa pada sekarang ini perlu diadakan membentuk kabinet jang baru dan kuat. Dalam kalangan PNI dan Masjumi mengandjurkan untuk menjempurnakan pemerintahan, di Sumatera diurus oleh sedjumlah menteri jang diketuai mr. Sjafruddin dan di Djawa diurus oleh JM Sri Sultan, selandjutnja PJM wk Presiden sebagai ketua pemerintahan.
5. Pada tanggal 20 Djuli akan dibuka kembali hubungan pesawat terbang KLM antar Djakarta-Negeri Belanda dengan melewati India, pembukaan tersebut untuk pertama kalinja semendjak pemerintah India melarang pesawat Belanda terbang diwilayah India.
6. PCJ mewartakan dari Den Haag, sekitar dilangsukannja medja bundar. Konf medja bundar tidak dapat dilangsungkan sebelum penghentian tembak menembak terlaksana. Selandjutnja dikabarkan bahwa penetapan konf. medja bundar diundur. Mengenai penjerahan kedaulatan Indonesia diterangkan dapat terlaksana sebelum akhir tahun ini.
7. Menteri Moh Natsir menerangkan kepada Aneta bahwa pengumuman cease fire akan segera dikeluarkan. Adapun antara Belanda merupakan tentara asing jang taat bertugas.
8. Kapal kota Intan jang membawa 1600 orang serdadu belanda telah tiba di Negeri Belanda. Kebanjakan orang2 itu menderita penjakit blindedarm-onstiking. Pada hari Senen baru mereka boleh turun setelah diadakan penjuntikan.
120
Luar Negeri. 1. Rapat raksasa kaum buruh di London. Kemarin telah diadakan rapat
raksasa kaum buruh di London jang dikundjungi oleh beribu2 orang. Meskipun dalam rapat tsb diandjurkan supaja mengadakan pemogokan terus. Meskipun dalam rapat itu di kundjungi oleh beribu2 orang tetapi tidak terjadi suatu incident.
2. Rusia telah mengadakan demonstrasi angkatan udara. Dalam demonstrasi itu dipertundjukan tjaranya mengangkut tentara besar2an dan penjerangan. Dalam demonstrasi itu diterangkan bahwa Rusia mempunjai pesawat radar, dan diterangkan pula bahwa Rusialah yang mengandjurkan tentara Jerman.
3. Panitya Internasional mengirimkan laporan kepada PBB, menerangkan bahwa Rusia masih ,e,punjai 20 djuta orang tawanan bangsa Djerman jang disuruh kerdja paksa di Saxen.
4. Serangan kaum komunis pada Tiongkok Selatan mendapat kemadjuan dengan susah pajah. Karena sulalu mendapat perlawanan jang sengit dari pasukan pemerintah nasionalis Tiongkok.
5. Para menteri keuangan Inggeris jang telah mengadakan sidang rahasia di London kini telah selesai dan akan segera mengirimkan laporan kepada pemerintahnja masing2.
(Sumber: Dokementasi Museum Mandala Bhakti Semarang, RRI Surakarta tahun
1945-1949)
121
Radio Djakarta tanggal 19-7-1949. dj. 21.30 Dalam Negeri 1. 3 orang angg. kom. Utk Indonesia berangkat ke Djokja utk mengadakan
pembitjaraan dengan Pem. Rep. jg tidak ada hubungannja dgn konf. Inter-Indonesia esok harinja mereka terus kembali ke Djakarta.
2. Tadi pagi tiba di Djokja angg2 bfo sebanjak 63 orang dgn 3 buah pes. terb. Setelah itu angg2 tsb menghadiri sidang Bp. Knip, jam mana mereka dapat mendengarkan uraian wk. Pres. Moh Hatta tentang pers. V. Royen-Roem. Dj. 13.oo siang angg2 Bfo mengadakan perkundjungan kepada Pakualaman. Dikota Djokja orang menjadi gempar. Ditembok2 tertempel plakatan, jg menjebutkan seluruh bangsa Indonesia bersatu utk mentjapai kemerdekaan penuh.
3. Sidang dewan Menteri2 Rep. memutuskan memilih sbg. ketua Delegasi utk konf. Inter-Ind. dgn angg2 lainnja jang dulu turut serta dalam pers Bld-Rep.
4. Ini hari telah tiba di Djakarta Mr. Maramin Menteri Keuangan Rep. dari Filipina. Diduga besuk harinja akan berangkat ke Dk.
5. Dua orang angg. BFO telah berangkat ke Den Haag utk mengadakan persiapan konf. Medja Bundar nanti.
6. Didekat kota Sukabumi telah terdjadi tembak menembak antara psk TNI dan tentara keradjaan, jang tidak membawa korban bagi masing fihak.
Luar Negeri 1. Djendral Mac Arthor telah minta bantuan tentara kepada Amerika
Serikat utk memperkuat pertahanan di Djepang. 2. Konf. Tenaga atoom jang dihadiri oleh pembesar2 civiel dan tentara di
Amerika Serikat mendjadi pusat perhatian bagi umum. 3. Pasukan komunis mengadakan penjerangan terhadap Tiongkok Selatan
dan dapat merebut 1 kota. 4. Radio komunis Tiongkok menjiarkan bahwa sekarang diadakan
kumpulan utk mengadakan persahabatan antara Rusia-Tiongkok. 5. Di Paris telah terdjadi pertempuran hebat antara polisi2 dan pekerdja2
pabrik kapal terbang. Perkerdja2 tersebut mengadakan demonstrasi setjara besar2an di muka pabrik jang sudah beberapa hari ditutup.
6. Perdjanjian gentjatan sendjata antara Israel-Syria besuk akan ditandatangani di salah suatu tempat dengan disaksikan oleh PBB>
(Sumber: Dokumentasi Museum Mandala Bhakti Semarang, RRI Surakarta tahun
1945-1949)
122
Radio Surabaja tgl 21/7-49 djam 19.00,- 1. Konf. Inter Ind. dimulai kemarin pagi di Djokja. Konf. Tsb dibuka oleh
Tn Tadjudin Neer, setelah itu maka disambut oleh wk. Presiden Drs Moh Hatta, ketua Bfo Stn Hamid dan selandjutnja Pjm Presiden Sukarno. Dalam konf itu dirundingkan mengenai soal bentuknja Negara Ind. Serikat, senat, rakjat, ekonomi, keuangan dan militer.
2. Pendjelasan wk. Presiden Drs. Moh Hatta di KNIP diterima baik oleh kalang Djakarta. Diterangkan bhw persetudjuan van Royen Roem adalah suatu langkah utk melantjarkan djalannja perundingan. Dari Djakarta dikabarkan bhw di Djokja terlah mulai dapat berdjalan babak ke satu.
3. Anak Agung Gede Agung mengabarkan bhw konf. Inter Ind. akan memakan tempo sampai tgl 23 juli dan pada tgl 24 beliau akan pulang ke Makasar. Sementara itu beliau akan melantik kabinet di Makasar. Dan sesudah itu beliau akan mengdjungi konf. di Djakarta. Setelah itu akan pulang lagi ke Makasar dan sesudah dari Maksar beliau akan terus ke Den Haag.
4. Dalam pertjakapan antara para wartawan dengan Mr. Maranis diterangkan bhw nama Rep. Ind akan tidak baik djika perundingan menemui djalan jang buntu. Ketika diadakan sidang di KNIP dengan tak disangka2 beliau datang, dgn segera beliau disambut dengan gembira oleh para sidang.
5. Konsul Djendral Inggris kemarin pagi telah datang ke Djokja utk minta diri kepada Presiden Soekarno bhw beliau akan perlop. Pada waktu itu diperkenalkan Djuga penggantinja.
6. Kereta api jang pertama sedjak Djokja dikembalikan ke tangan Rep. dari Semarang tiba si setasiun Tugu. Kereta api tsb kereta api barang jang memuat barang sebanjak 300 ton dari Indonesia Timur jang akan diserahkan kepada pemerintah Rep. Adapun kerta api jang datangnja tertentu belum dapat dikabarkan.
(Sumber: Dokementasi Museum Mandala Bhakti Semarang, RRI Surakarta tahun
1945-1949)
123
Radio Republik Indonesia Djokjakarta tgl 25/7-49 Dj.22.00.- 1. Dari Djokja dikabarkan bahwa semalam telah diadakan sidang kabinet
untuk merundingkan soal penghentian tembak-menembak. Diterangkan bahwa soal tersebut sukar dilakasanakan.
2. Kemarin Kol. Hidajat menjembahkan persembahan kepada Menteri Pertahanan Sri Sultan. Beliau menjatakan terima kasih atas djasanja tentang memegang keamanan waktu diadakan pengembalian kota Djokja.
3. baru2 ini telah tiba ketua delegasi Belanda Dr. V. Royen di ibu kota republik dengan rombongan stafnja. Kemarin kelihatan beliau dengan stafnja berdjalan-djalan disepanjang Malioboro.
4. Kementerian Sosial nanti pada tgl 26/7-49 akan mengadakan pebagian bahan pakaian jang diterima dari pemerintah NTT kepada rakjat Djokja jang membutuhkan.
5. di Djokja saluran air sedikit demi sedikit telah diperbaiki, pembagian air yang dulunja tidak teratur berhubung tidak ada meterannja kini mulai dipasang lagi.
(Sumber: Dokumentasi Museum Mandala Bhakti Semarang, RRI Surakarta tahun
1945-1949)
124
Radio Republik Indonesia Djokjakarta 26/7-1949. Dalam sidang KNIP pembitjaraan mengandjurkan djalan untuk melaksanakan penghentian tembak menembak djalan Tentara Belanda harus ditarik mundur. Memperingatkan pula kepada Pemerintah supaja memperhatikan kepada orang2 bekas PKI jang dulu telah ditangkap. Zainul Abidin Achmad dari Sumatra mengandjurkan supaja Pemerintah memperkuat kabinetnja. Mengenai soal penghentian tembak menembak djalan untuk melaksanakannja ialah perintah penghentian tembak menembak dikeluarkan, sementara itu tentara Belanda ditarik mundur. Mengenai tawanan politiek dan tentara, minta supaja segera dibebaskan dan pemerintah memberi ampun, selandjutnya disuruh bekerdja seperti biasa. Panitya penghentian tembak-menembak hari ini telah bersidang di Kepatihan Djokja. Kedua delegasi hadir, diantaranja Kol. Simatupang. Kementerian Kesehatan membentuk penitya untuk berusaha membeli obat2-an di dalam dan di luar negeri diantarannja panitya itu Dr. Hutagalung. (Sumber:Dokumentasi Museum Mandala Bhakti Semarang, RRI Surakarta tahun
1945-1949)
125
Radio Djakarta tgl 29/7-49 djam 8.30 1. Delegasi Bld dan Rep telah mengeluarkan komenike bersama,
mengumumkan bhw perundingan tembak menembak telah berakhir jg dimulai pada tg 25 Juli. Segera akan diumumkan isi dari persetudjuan tsb. Dr. Royem dengan stafnja akan bertolak kembali ke Djakarta dan diduga minggu depan akan meninggalkan Indonesia. Perdana menteri Drs. Moh Hatta akan berangkat ke Djakarta utk mengundjungi konf inter Indonesia bersama-sama dengan Sri Sultan.
2. Konf inter Indonesia di Djakarta akan dimulai pada tgl 31 Juli. Sebagai pembukaan akan berpidato Stn Hamid II sebagai ketua Bfo dan selandjutnya akan disambut oleh Drs Moh Hatta sebagai wakil dari pemerintah Rep.
3. Dari fihak resmi mengabarkan bhw keadaan di Djawa Sumatera ada sedikit perubahan. Keadaan di Djawa Tengah berhubung dg adanja pengembalian pemerintah Rep di Djokja dan lantjarnya dalam konf inter Indonesia kekatjauan agak berkurang. Perkebunan di daerah Pekalongan masih selalu diganggu oleh segerombolan dari teror. Di daerah Tegal dan Brebes telah terjadi pertempuran jang sengit antara psk. TNI dengan D.I. keadaan di Djawa Timur tidak brerobah. Perkebunan masih selalu mendapat kesukaran2 oleh pengatjau2. banjak gerombolan2 jg bersendjata dapat dipakul. Perindustrian2mendapat kesukaran kekurangan buruh. Keadaan di Djawa Barat pun tidak berobah. Daerah Garut, Tasik, Tjiandjur, Sukabumi selalu mendapat gangguan dari grombolan2 pengatjau. Tentara keradjaan sedang giat memberantas gerombolan tsbt. Keadaan di Sumatera agak baik, dengan adanya Comf. Inter-Indonesia mempengaruhi Djawa rakjat turut membantu Pem. Indonesia dalam usaha pembangunan. Kegiatan kaum pengatjau berkurang. Di Tapanuli pabrik teh dibuka kembali.
4. Pemerintah Federal sementara telah mengeluarkan uang baru jang seharga R1,- dan R0,50..
5. di kudus telah terdjadi kebakaran pada penjimpanan minjak jang berisi 25 ton. Diduga bahwa kedjadian ini atas perbuatan oranbg jang melemparkan granat kepada tank minjak tsb.
6. Wali-Negara Sumatra Timur tepat pada hari lebaran telah berpidato ditjorong radio jang ditundjukan kepada rakjat Sumatra Timur, bahwa segera akan dapat mentjiptakan tjita2 nasional dan seterusnja. Beliau mengharap supaya rakjat dg hati jang sutji memperdjuangkan tjita2 tsb.
(Sumber: Dokumentasi Museum Mandala Bhakti Semarang, RRI Surakarta tahun
1945-1949)
126
Lampiran 7
Gambar 2. Kerabat kerja monitoring RRI Surakarta tahun 1948 di desa Balong
(Stasiun RRI Regional I Surakarta, 1995: 81)
127
Gambar 3. Pemancar Balong tahun 1948-1949
(Stasiun RRI Regional I Surakarta, 1995: 81)
128
Gambar 4. Maladi beserta angkasawan RRI di Stasiun penyiaran gerilya Balong
(Stasiun RRI Regional I Surakarta, 1995: 82)
129
Gambar 7. Radio Portable Buatan Inggris tahun 1948
(Majalah Merdeka, 24 April 1948. Halaman 30)
130
Radio Panjti buatan Inggris tahun 1948
(Majalah Mimbar Indonesia, 24 April 1948. Halaman 25)