1
PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA
PADA PEMBELAJARAN IPA
MELALUI PENERAPAN METODE INKUIRI
Darwati
Guru SD Negeri Kauman I
Kecamatan Bureno Kabupaten Bojonegoro
Email : [email protected]
Abstrak : Adanya permasalahan keaktifan siswa pada proses pembelajaran IPA kelas III SD Negeri
Kauman I menuntut guru melakukan berbagai inovasi metode dalam pembelajaran. Penelitian ini
bertujuan apakah melalui penerapan metode inkuiri dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam
pembelajaran IPA di kelas III. Bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas.
Penelitian menunjukkan hasil bahwa Rata-rata aktivitas fisik pada siklus I sebesar 59,00% meningkat
menjadi 84,00%, pada siklus ke II, sehingga mengalami kenaikan selisih sebesar 25,00%. Rata-rata
aktivitas mental pada siklus I sebesar 54,00% , meningkat menjadi 76,00%, pada siklus ke II , sehingga
mengalami kenaikan selisih sebesar 22,00% . Rata-rata aktivitas emosional pada siklus I sebesar
60,00%, meningkat menjadi 87,75% , pada siklus ke II , sehingga mengalami kenaikan selisih sebesar
27,75%. Dengan kata lain bahwa penerapan metode inkuiri dalam pembelajaran IPA dapat
meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar . Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan
pertimbangan atau rujukan dalm pembelajaran IPA di SD.
Kata kunci : aktivitas siswa, pembelajaran, metode inkuiri
Suatu keadaan atau kondisi yang
mendorong atau menggerakan seseorang untuk
melakukan sesuatu atau kegiatan yang
sehingga mencapai tujuan yang di harapkan
merupakan salah satu prinsip belajar. Dalam
situasi masyarakat yang selalu berubah,
idealnya pendidikan tidak hanya berorientasi
pada masa lalu dan masa kini tetapi sudah
seharusnya merupakan proses yang menjadi
antisipasi untuk mengatasi kekurangan di masa
depan.
Pendidikan yang baik adalah pendidikan
yang tidak hanya mempersiapkan para siswa
untuk sesuatu profesi atau jabatan tetapi untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi
dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan di
sekolah merupakan lembaga untuk me-
ngembangkan hakikat manusia secara optimal
sehingga terbentuk manusia yang seutuhnya.
Salah satu permasalahannya yang muncul
dalam pembelajaran pada pendidikan formal
dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap
peserta didik yang memprihatinkan. Kondisi
pembelajaran ini yang masih bersifat
konvensional dan tidak menyentuh
perkembangan peserta didik itu sendiri yaitu
bagaimana sebenarnya belajar itu (belajar
untuk belajar) Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dunia sekarang ini
menuntut adanya peningkatan kemampuan
dalam berbagai bidang, salah satunya bidang
sains. Sains merupakan dasar tehnologi yang
harus dipelajari dan harus dikembangkan untuk
memecahkan masalah-masalah dalam
kehidupan nyata.
Menurut KTSP; (2006) bahwa setiap
siswa diharapkan mengalami ketuntasan
belajar yang tidak hanya berpatokan pada guru
sebagai fasilitator, akan tetapi justru siswa
belajar sendiri yang sangat menentukan
peranannya untuk memperoleh hasil belajar
yang diperoleh siswa. Hal ini tergambar dalam
(KTSP) tentang tujuan mata pelajaran IPA SD
sebagai berikut : 1) memahami konsep-konsep
IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan
sehari-hari; 2) memiliki keterampilan proses
untuk mengembangkan pengetahuan, gagasan,
tentang alam sekitar; 3) mempunyai minat
untuk mengenal dan mempelajari Gerak benda
serta kejadian di lingkungan sekitar; 4)
Bersikap ingin tahu, tekun, terbuka, kritis,
mawas diri, bertanggung jawab, bekerja sama
2 | Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 1 – 7
dan mandiri; 5) memiliki sikap dalam
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-
hari; 6) mampu menggunakan teknologi
sederhana yang berguna untuk memecahkan
suatu masalah yang ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari; 7) mengenal dan
memupuk rasa cinta terhadap alam sekitar,
sehingga mempunyai kesadaran dan
keagungan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
(KTSP,2006:hal 23)
Dalam arti yang lebih luas bahwa
pembelajaran hingga dewasa ini masih
didominasi guru dan tidak memberikan akses
bagi anak didik untuk berkembang secara
mandiri melalui penemuan dan proses berpikir.
Secara umum tujuan penelitian adalah untuk
menerapkan pembelajaran dengan mengguna-
kan metode inkuiri pada konsep pembelajaran
IPA. Penggunaan metode inkuiri dimaksudkan
disamping untuk menggembangkan kemampu-
an siswa dalam belajar juga menuntut guru
untuk lebih kreatif dan inovatif dalam
melaksanakan pembelajaran IPA di SD
sehingga siswa lebih terdorong untuk lebih
kreatif dalam belajar, yang pada akhirnya
siswa memperoleh hasil belajar yang optimal.
Siswa tidak hanya sekedar menguasai konsep
secara teori akan tetapi berkemampuan
menerapakannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pada kenyataannya harapan ini tidak
terlaksana dengan baik, dikarenakan beberapa
faktor penyebab di antaranya guru masih
cenderung mengajar yang konvensional kurang
melibatkan siswa secara aktif dalam
pembelajaran. Siswa pasif dalam belajar,
timbul kejenuhan dan tidak menyenangi
belajar yang terbukti saat berlangsung
pembelajaran perhatian tidak terfokus terhadap
materi yang disampaikan oleh guru. Oleh
karena itu perlu upaya bagi guru agar aktivitas
siswa dapat di tingkatkan melalui penerapan
metode inkuiri dalam pembelajaran IPA di SD,
atas data inilah membuat peneliti terpanggil
ikut berperan serta meningkatkan kualitas
pembelajaran di SD dengan melakukan
penelitian dengan judul, Penerapan metode
inkuiri untuk meningkatkan aktivitas siswa
dalam pembelajaran IPA dikelas III SDN
Kauman I. Namun yang menjadi masalah
khusus dalam penelitian ini adalah : 1)
bagaimana menerapkan metode inkuiri dapat
meningkatkan aktifitas fisik siswa dalam
pembelajaran IPA di kelas III 2) bagaimana
menerapkan metode inkuiri agar dapat
meningkatkan aktivitas mental siswa dalam
pembelajaran IPA di kelas III? 3) Bagaimana
menerapkan metode inkuiri agar dapat
meningkatkan aktivitas emosional siswa dalam
pembelajaran IPA di kelas III SDN Kauman I?
Penelitian ini bertujuan : 1) memperoleh
data yang akurat tentang penerapan metode
inkuiri untuk meningkatkan aktivitas fisik bagi
siswa dalam pembelajaran IPA di kelas III,
2) memperoleh data yang akurat tentang
penerapan metode inkuiri untuk meningkatkan
aktivitas mental bagi siswa dalam pem-
belajaran IPA di kelas III, 3) memperoleh data
yang akurat tentang penerapaan metode inkuiri
untuk meningkatan aktivitas emosional bagi
siswa dalam pembelajaran IPA di kelas III.
Metode inkuiri merupakan bagian inti
dari kegiatan pembelajaran berbasis
kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan
yang diperoleh siswa di harapkan bukan hasil
mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil
dari menemukan sendiri. Metode inkuiri
merupakan metode pembelajaran yang
berupaya menanamkan dasar-dasar berpikir
ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam proses
pembelajaran siswa lebih banyak belajar
sendiri, mengembangkan kreativitas dalam
memecahkan masalah siswa benar-benar
ditempatkan sebagai subjek yang belajar.
Peranan guru dalam pembelajaran dengan
metode inkuiri adalah sebagai pembimbing
atau fasilitator. Secara operasional langkah-
langkah metode inkuiri itu ialah sebagai
berikut: 1) Mengajukan pertanyaan, 2)
Merumuskan hipotesis, 3) Mengumpulkan
data, 4) Analisis data, 5) Membuat kesimpulan.
Dilihat dari teori-teori menurut ahli
bahwa dalam perbaikan adalah sebagaimana
yang diungkapkan oleh langkah-langkah
Darwati, Peningkatan aktivitas belajar siswa Pada pembelajaran IPA Melalui penerapan metode inkuiri | 3
kegiatan inkuiri dalam Trianto (2007): Secara
operasional langkah-langkah metode inkuiri
itu ialah sebagai berikut : 1) mengajukan
pertanyaan, 2) merumuskan hipotesa, 3)
mengumpulkan data 4) analisis data 5)
membuat kesimpulan. Dalam aplikasinya
metode tersebut memiliki kelebihan dan
kekurangan sebagaimana metode-metode
lainnya.
Pelaksanana metode pembelajaran
inkuiri mempunyai kelebihan dan kekurangan,
diantaranya, kelebihan dari Metode
Pembelajaran Inkuiri ; 1) pembelajaran
menjadi lebih hidup serta dapat menjadikan
siswa aktif, 2) dapat membentuk dan
mengembangkan konsep dasar kepada siswa,
3) membantu dalam menggunakan ingatan dan
transfer pada situasi proses belajar yang baru,
4) Dapat memberikan waktu kepada siswa
secukupnya sehingga mereka dapat
mengasimilasi dan mengakomodasi informasi,
5) mendorong siswa untuk berfikir dan bekerja
atas inisiatifnya sendiri, bersifat jujur, obyektif,
dan terbuka, 6) menghindarkan diri dari cara
belajar tradisional, yaitu guru yang menguasai
kelas, 7) memungkinkan siswa belajar dengan
memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar,
8) dapat melatih siswa untuk belajar sendiri
dengan positif sehingga dapat mengembangkan
pendidikan demokrasi, 9) dalam diskusi
inkuiri, guru dapat mengetahui kedalaman
pengetahuan dan pemahaman siswa mengenai
konsep yang sedang dibahas.
Sedangkan kelemahan dari metode
pembelajaran Inkuiri; 1) pembelajaran dengan
inkuiri memerlukan kecerdasan siswa yang
tinggi, bila siswa kurang cerdas hasil
pembelajarannya kurang efektif, 2)
memerlukan perubahan kebiasaan cara belajar
siswa yang menerima informasi dari guru apa
adanya, 3) guru dituntut mengubah kebiasaan
mengajar yang umumnya sebagai pemberi
informasi menjadi fasilitator, motivator, dan
pembimbing siswa dalam belajar, 4) karena
dilakukan secara kelompok maka
kemungkinan ada anggota yang kurang aktif,
5) Pembelajaran inkuiri kurang cocok pada
anak yang usianya terlalu muda, misalkan SD,
6) Cara belajar siswa dalam metode ini
menuntut bimbingan guru yang lebih baik, 7)
untuk kelas dengan jumlah siswa yang banyak,
akan sangat merepotkan guru, 8) mem-
butuhkan waktu yang lama dan hasilnya
kurang efektif jika pembelajaran ini diterapkan
pada situasi kelas yang kurang mendukung, 9)
pembelajaran akan kurang efektif jika guru
tidak menguasai kelas. http://ard-cerdasnet.
blogspot.com (7 Januari 2013)
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan pada penelitian
ini adalah metode deskriptif. Menurut Nawawi
(2007:67) bahwa “metode deskriptif adalah
prosedur pemecahan masalah yang sedang
diselidiki dengan menggambarkan atau
melukiskan keadaan subjek atau objek
penelitian pada saat sekarang berdasarkan
fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana
mestinya.”
Bentuk penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas
(Classroom Action Research) Menurut Susilo
(2010:16) menyatakan bahwa penelitian
tindakan kelas (PTK) adalah penelitian yang
dilakukan oleh guru di kelas atau di sekolah
tempat mengajar, dengan penekanan pada
penyempurnaan atau peningkatan praktik dan
proses dalam pembelajaran. Penelitian yang
dilakukan peneliti ini bersifat kolaboratif.
Penelitian kolaboratif adalah suatu penelitian
yang ditunjukan untuk mendeskripsikan dan
menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas
sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, dan
pemikiran orang secara individual maupun
kelompok, berguna untuk menemukan prinsip-
prinsip dan penjelasan yang mengarah pada
penyimpulan.
Penelitian ini dilaksanakan di SDN
Kauman I semester 1 tahun ajaran 2014/2015
pada mata pelajaran IPA di dalam kelas.
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas III
siswa, guru sebagai peneliti, dan teman sejawat
sebagai kolaborator. Aspek yang ingin
ditingkatkan pada penelitian ini adalah
4 | Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 1 – 7
aktivitas belajar, maka diperlukan indikator
untuk mengukur keberhasilan aspek yang
ditingkatkan tersebut pada landasan teori sudah
dijelaskan bahwa secara umum aktivitas
belajar terbagi menjadi 3 jenis, yaitu aktivitas
fisik, mental dan emosional. Aktivitas fisiknya
tergambar dalam indikator pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam meliputi: a) Aktivitas
mengumpulkan data berdasarkan tabel. b)
Aktivitas mencatat tentang materi yang
dipelajari. c) aktivitas membuat laporan.
Aktifitas mental tergambar dalam indikator
pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
meliputi: a) mengajukan pertanyaan, b)
aktivitas menjawab pertanyaan, c) aktivitas
menanggapikan masalah, d) Aktivitivitas
memecahkan masalah, dan aktivitas emosional
tergambar dalam indikator pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam meliputi: a) Bersikap
senang terhadap pelajaran, b) berani
mengemukakan pendapat, c) bersikap tidak
senang dalam pembelajaran, d) bersemangat
dalam mengerjakan soal
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan
data yang digunakan adalah Teknik observasi
langsung, yakni cara pengumpulan data yang
dilakukan oleh peneliti pada saat kegiatan
pembelajaran sedang berlangsung.
Berdasarkan teknik pengumpulan data yang
digunakan maka alat pengumpul data dalam
penelitian ini adalah lembar observasi. Lembar
observasi adalah pencatatan data yang
dilakukan oleh peneliti terhadap jenis gejala
yang akan diamati. Susilo (2010:19)
menyatakan “ada empat langkah utama dalam
penelitian tindakan kelas yaitu perencanaan
(planning), tindakan (acting), observasi
(observing), dan refleksi (reflecting)”. Analisis
data dilakukan dengan menghitung persentase
aktivitas belajar siswa baik aktivitas fisik,
mental, maupun emosional. Dari data tersebut
kemudian ditarik kesimpulan apakah tindakan
yang dilaksanakan berhasil atau tidak. Untuk
mencari pensentase tersebut maka digunakan
rumus persentase menurut Sudijono (2008:43)
Berdasarkan pada fokus penelitian yang
ada, maka jenis data yang dikumpulkan yaitu
data kemampuan guru menerapakan metode
inkuiri agar dapat meningkatkan aktivitas fisik
siswa, data kemampuan guru menerapkan
metode inkuiri agar dapat meningkatkan
aktivitas mental siswa, data kemampuan guru
menerapakan metode inkuiri agar dapat
meningkatkan aktivitas emosional siswa. Oleh
karena itu di perlukan teknik pengumpulan
data yang tepat agar diperoleh data yang
relevan dengan masalah yang teliti. Dalam
usaha pengumpulan data, peneliti
menggunakan beberapa tehnik antara lain
tehnik observasi langsung, teknik tersebut
diatas adalah karena penelitian ini
menggunakan bentuk teknik deskriptif dengan
pendekatan kualitatif yang memaparkan apa
adanya sesuai dengan apa yang ada di
lapangan ketika penelitian ini berlangsung,
teknik tersebut antara lain Observasi langsung
adalah melihat dan melakukan pengamatan
serta mmencatat mengenai prilaku atau suatu
kejadian yang ada di lapangan dimana suatu
peristiwa itu terjadi. Tehnik dokumentasi
digunakan untuk mengumpulkan data dari
sumber non insani, sumber ini terdiri dari
dokumen dan rekaman mengartikan rekaman
sebagai setiap tulisan atau pertanyaan yang
dipersiapkan untuk individual dan organisasi
dengan tujuan membuktikan adanya suatu
peristiwa AQ atau memenuhi accounting.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Deskripsi hasil Penelitian Tindakan
Kelas yang berjudul “Peningkatan aktivitas
belajar siswa pada pembelajaran IPA melalui
penerapan metode inkuiri” diuraikan dalam
tahapan siklus-siklus pembelajaran yang telah
dirancang oleh peneliti dengan subyek
penelitian siswa kelas III yang berjumlah 27
orang dengan 2 siklus penelitian.
Penelitian ini dilakukan oleh peneliti
sendiri sebagai guru kelas III dalam
menerapkan Metode Inkuiri. Penelitian ini
dilaksanakan sebanyak dua siklus yaitu Sabtu,
11 Oktober 2014 dan Sabtu, 18 Oktober 2014.
Setiap siklus dilaksanakan satu kali pertemuan
Darwati, Peningkatan aktivitas belajar siswa Pada pembelajaran IPA Melalui penerapan metode inkuiri | 5
dengan materi menyesuaikan pada kondisi
pembelajaran. Data yang diperoleh dalam
Penelitian Tindakan Kelas ini adalah data
tentang aktivitas belajar siswa yang terdiri dari
aspek siswa yang aktif secara fisik, siswa yang
aktif secara mental, dan siswa yang aktif secara
emosional. Semua aspek tersebut terdapat
dalam indikator kinerja aktivitas belajar yang
diperoleh dari observasi awal, siklus I, dan
siklus II.
Data-data yang diperoleh kemudian
dianalisis menggunakan perhitungan
persentase. Sebelum melakukan siklus I,
peneliti terlebih dahulu menentukan waktu
pengamatan awal. Pada hari Sabtu, 4 Setember
2014 dilakukan pengamatan awal untuk
memperoleh base line guna mempermudah
melihat hasil penelitian yang tertuju pada
peningkatan aktivitas belajar siswa pada
pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Dari
pengamatan awal tersebut diperoleh data
bahwa rata-rata persentase aktivitas fisik siswa
adalah 28%, rata-rata persentase aktivitas
mental siswa adalah 24% sedangkan rata-rata
persentase aktivitas emosional siswa adalah
31,25%.
Setelah mengadakan pengamatan awal
kemudian dilaksanakan penelitian siklus 1.
Siklus I, peneliti melakukan 1) Perencanaan:
yang terdiri dari (a) Melakukan pertemuan
bersama teman kolaborator, (b) Memilih
materi pelajaran serta menyusun RPP, (c)
Menyiapkan materi dan bahan diskusi, (d)
Menyiapkan media pembelajaran yang
digunakan, (e) Menyiapkan media pembelajar-
an yang digunakan. 2) Pelaksanaan:
Pelaksanaan dan penerapan tindakan dengan
menggunakan Metode Inkuiri pada
Pembelajaran IPA Kelas III dilaksanakan pada
hari Sabtu, 11 Oktober 2014 selama 70 menit
yaitu jam pelajaran 1 dan 2 pada pukul 07.00 –
8.10 WIB, kegiatan pembelajaran diawali
dengan apersepsi yaitu mengingat
pembelajaran yang sebelumnya dilanjutkan
dengan pemberian informasi tentang tujuan
pembelajaran. 3) Observasi: Pengamatan
terhadap aktivitas siswa dilaksanakan oleh
teman sejawat Siti Muklishoten sekaligus
sebagai teman kolaborator menggunakan
lembar observasi yang telah disiapkan oleh
peneliti dengan hasil: (a) Pada indikator
aktivitas fisik, hasil penelitian yang telah
diperoleh sudah tercapai, yaitu dari rata-rata
persentase base line dari 28% meningkat
menjadi 59% pada siklus I. (b) Pada indikator
aktivitas mental, hasil penelitian yang telah
diperoleh tercapai, yaitu dari base line 24%
menjadi 54% pada siklus I. (c) Pada Indikator
aktivitas emosional, hasil penelitian yang
diperoleh telah tercapai, yaitu dari base line
31,25% menjadi 60% pada siklus I. 4) Refleksi:
Refleksi dilakukan setelah melakukan tindakan
pada siklus I. Dari data yang telah diperoleh
selama observasi siklus I Sabtu, 11 Oktober
2014 saat pembelajaran telah berakhir pada
pembelajaran IPA di kelas III, diadakan
kesepakatan antara peneliti, teman kolaborator
sekaligus observer untuk menilai kelebihan
dan kekurangan dari tindakan yang telah
dilakukan pada siklus I.
Siklus II, 1) Perencanaan: Melakukan
pertemuan bersama teman kolaborator, 2)
Pelaksanaan: Pelaksanaan dan penerapan
tindakan dengan menggunakan Metode Inkuiri
pada Pembelajaran IPA Kelas III dilaksanakan
pada hari Sabtu, 18 Oktober 2014 selama 70
menit yaitu jam pelajaran 1 dan 2 pada pukul
07.00 – 08.10 WIB. 3) Observasi: Pengamatan
terhadap aktivitas siswa dan langkah-langkah
pembelajaran dilaksanakan oleh Kusno S.Pd
dengan menggunakan lembar observasi yang
telah disiapkan oleh peneliti dengan hasil; (a)
Pada indikator aktivitas fisik, hasil penelitian
yang telah diperoleh meningkat, yaitu dari
rata-rata persentase siklus 1 dari 59%
meningkat menjadi 84% pada siklus 2. (b)
pada indikator aktivitas mental, hasil penelitian
yang telah diperoleh meningkat, yaitu dari
rata-rata persentase siklus 1 dari 54%
meningkat menjadi 76% pada siklus 2. (c) pada
Indikator aktivitas emosional, hasil penelitian
yang diperoleh telah tercapai, yaitu dari siklus
I 60% menjadi 87,75% pada siklus II. (4)
Refleksi: refleksi dilakukan setelah melakukan
6 | Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 1 – 7
tindakan pada siklus 2. Dari data yang telah
diperoleh selama observasi siklus 2 Sabtu, 18
Oktober 2014 saat pembelajaran telah berakhir
pada pembelajaran IPA di kelas III, diadakan
kesepakatan antara peneliti, teman kolaborator
sekaligus observer untuk menilai kelebihan
dan kekurangan dari tindakan yang telah
dilakukan pada siklus II. (5) Tindak lanjut:
setelah melakukan siklus ke-2 ternyata terjadi
peningkatan yang signifikan, walaupun
peningkatannya tidak keseluruhan (100%)
tetapi sudah dianggap sampai titik jenuh, yaitu
tidak terjadi peningkatan lagi. Sehingga
penelitian dilakukan hanya sampai pada siklus
ke-2.
Data di atas tergambar pada Rekapitulasi
hasil dari penelitian yang dilakukan pada siklus
I dan II seperti yang terungkap dibawah ini :
Rekapitulasi hasil temuan siklus I dan siklus II
No Indikator Kerja Observasi
Awal
Rata-rata
Siklus I
Rata-rata
Siklus II
1 Aktifitas Fisik 28% 59% 84%
2 Aktifitas Mental 24% 54% 76%
3 Aktifitas
Emosional 31,25% 60% 87,75%
Jumlah 83,25% 173,00% 247,75%
Rata-rata 27,75% 57,67% 82,58%
Pembahasan
1) Aktivitas Fisik, Aktivitas fisik
dijabarkan menjadi 3 yaitu aktivitas
mengumpulkan data berdasarkan tabel,
aktivitas mencatat materi pelajaran, aktivitas
membuat laporan. Berdasarkan hasil
pengamatan yang telah dilakukan terdapat
peningkatan yang besar 59% pada siklus I,
pada siklus II meningkat menjadi 84%. 2)
Aktivitas Mental, Aktivitas mental dijabarkan
menjadi 4 indikator kinerja berupa aktivitas
mengajukan pertanyaan, aktivitas menjawab
pertanyaan, aktivitas menanggapi jawaban,
aktivitas memecahkan masalah. Berdasarkan
hasil pengamatan yang telah dilakukan
terdapat peningkatan yang besar 54% pada
siklus I, pada siklus II meningkat menjadi
76%, 3) Aktivitas Emosional, Aktivitas
emosional dijabarkan menjadi 4 indikator
kinerja berupa. bersikap senang terhadap
pembelajaran, berani mengemukakan
pendapat, bersikap tidak senang dalam
pembelajaran, bersemangat dalam
mengerjakan soal. Berdasarkan hasil
pengamatan yang telah dilakukan terdapat
peningkatan yang besar 60% pada siklus I,
pada siklus II meningkat menjadi 87,75%
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang
diperoleh melalui penelitian Penerapan metode
inkuiri Belajar untuk meningkatkan aktivitas
siswa dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam Kelas III Sekolah Dasar Negeri Kauman
I dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut. 1) Aktivitas Fisik, Berdasarkan hasil
pengamatan yang telah dilakukan terdapat
peningkatan yang besar yaitu Rata-Rata
aktivitas fisik pada siklus I sebesar 59%
meningkat menjadi 84% pada siklus II,
sehingga mengalami kenaikan selisih sebesar
25%. 2) Aktivitas Mental, Berdasarkan hasil
pengamatan yang telah dilakukan terdapat
peningkatan yang besar yaitu Rata-Rata
aktivitas mental pada siklus I sebesar 54%
meningkat menjadi 76% pada siklus II
sehingga mengalami kenaikan , selisih sebasar
22%. 3)Aktivitas Emosional, Berdasarkan hasil
pengamatan yang telah dilakukan terdapat
peningkatan yang besar yaitu Rata-Rata
aktivitas emosional pada siklus I sebesar
60%meningkat menjadi 87,75% pada siklus II,
sehingga mengalami kenaikan, selisih sebesar
27,75% .
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan
kesimpulan dalam penelitian ini dapat
disarankan hal-hal sebagai berikut: (1) Proses
pembelajaran yang dirancang guru harus dapat
melibatkan siswa secara aktif, bukan hanya
secara fisik tetapi juga secara mental dan
emosional. (2) Rendahnya aktivitas siswa
dapat berdampak terhadap hasil belajar siswa.
Sehingga guru tidak selalu menyalahkan siswa
yang tidak aktif atau malas-malasan ketika
Darwati, Peningkatan aktivitas belajar siswa Pada pembelajaran IPA Melalui penerapan metode inkuiri | 7
yang tidak aktif atau malas-malasan ketika
proses pembelajaran berlangsung tetapi guru
harus menilai kinerjanya sendiri terlebih
dahulu. (3) Aktivitas belajar siswa sangat
diperlukan dalam proses pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam. Oleh karena itu,
hendaknya guru dapat mengaktifkan siswa
dengan menggunakan metode yang bervariasi
dalam proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam terutama pembelajaran dengan
Pendekatan Inkuiri agar pembelajaran lebih
bermakna dan meningkatkan aktivitas belajar.
DAFTAR RUJUKAN
Depdiknas.(2006) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD/MI. Jakarta: Depdiknas.
Hadari Nawawi. (2007) Metode Penelitian Bidang Sosial. Yoyakarta : Gadjah Mada University
Press
Sudijono, Anas. (2008) Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Rasa Grafindo Persada.
Susilo. (2010) Panduan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Pustaka.
Trianto.(2007) Metode pembelajaran inovatif Berorientasi Kontruksivitis. Jakarta:Prestasi pustaka.
Ardi Djaja. 7 Januari 2013. Kelebihan dan Kelemahan dari Metode Pembelajaran Inkuiri
(Online).(http://ard-cerdasnet. blogspot.com.) Diakses 20 Nopember 2014
8
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA
MELALUI MODEL GROUP INVESTIGATION
Asmaul Kusnah
Guru SD Negeri Kauman II
Kecamatan Baureno Kabupaten Bojonegoro
Email : [email protected]
Abstrak : Berdasarkan hasil observasi proses dan hasil pembelajaran Bahasa Indonesia indikator
Menyimpulkan isi bacaan, pada kelas V SD Negeri Kauman II diketahui bahwa dari 10 siswa, 6 siswa
(60%) masih mengalami kesulitan menemukan isi cerita anak dengan rata-rata nilai kelas 57,60 dan
tingkat aktifitas siswa hanya 50%. Untuk itu perlu dilakukan perbaikan dalam pembelajaran. Salah satu
usaha adalah mengadakan penelitian tentang penggunaan model group investigation. Tujuan penelitian
ini adalah mendeskrisikan Penerapan model group investigation pada pelajaran Bahasa Indonesia
indikator Menyimpulkan isi bacaan peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkannya
pembelajaran group investigation. Pendekatan yang digunankan adalah pendekatan kualitatif dengan
jenis penelitian tindakan kelas (PTK) Subyek penelitian ini adalah siswa kelas V yang berjumlah 10
siswa. Dari hasil pengamatan proses pembelajaran keaktifan siswa meningkat menjadi 65% pada siklus
I dan 80% pada siklus II. Sedangkan dari hasil analisis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa
mengalami peningkatan pada siklus I (69,30%), siklus II (77,90%) Kesimpulan dari penelitian ini
adalah metode group investigation dapat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar Siswa.
Kata Kunci : metode group investigation, bahasa Indonesia, hasil belajar
Pendidikan merupakan suatu upaya
dalam mempersiapkan sumber daya manusia
yang memiliki keahlian dan keterampilan
sesuai tuntutan pembangunan bangsa, dimana
kualitas suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh
faktor pendidikan. Perwujudan masyarakat
berkualitas tersebut menjadi tanggungjawab
pendidikan, terutama dalam menyiapkan
peserta didik menjadi subyek yang makin
berperan menampilkan keunggulan dirinya
yang tangguh, kretif, mandiri, dan professional
pada bidang masing-masing. Maka upaya
peningkatan kualitas pendidikan dapat tercapai
secara optimal, dengan pengembangan dan
perbaikan terhadap komponen pendidikan
perlu dilakukan untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional.
Dalam meningkatkan mutu pendidikan,
yang menjadi tantangan guru adalah
bagaimana membuka wawasan berfikir yang
beragam dari seluruh siswa, sehingga mereka
dapat mempelajari berbagai konsep dan
mengaitkannya dengan kehidupan nyata. untuk
itu hendaknya memiliki guru memiliki
wawasan yang luas, kritis ,kreatif dan inovatif
dalam proses pembelajarannya. Sementara
proses pembelajaran di kelas saat ini masih
berfokus pada guru sebagai sumber utama
pengetahuan, kemudian metode pembelajaran
ceramah menjadi pilihan utama dalam proses
pembelajarannya, sehingga seringkali proses
belajar dan prestasi belajar yang diraih tidak
sesuai dengan yang diharapkan. Maka
diperlukan sebuah strategi belajar yang lebih
memberdayakan potensi yang dimiliki siswa
atau metode pembelajaran yang melibatkan
siswa aktif, sehingga dapat mengubah proses
pembelajaran yang bersifat berpusat pada guru
(teacher centered) menjadi berpusat pada
siswa (student centered) yang memberikan
dampak positif pada potensi dan kompetensi
siswa.
Hingga saat ini dalam pelaksaanan
pembelajaran bahasa Indonesia indikator
Menyimpulkan isi bacaan, kebanyakan siswa
masih kesulitan dalam menerima pelajaran.
Hal ini disebabkan karena cara guru mengajar
masih seperti biasa yang menjadi rutinitas
kebiasaan pada umumnya. Guru memberikan
tugas membaca cerita anak kemudian diberi
Asmaul Kusnah, Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Melalui Model Group Investigation | 9
tugas untuk mengidentifikasi isi cerita yang
telah dibaca. Cara ini akan memperoleh hasil
seperti biasa yaitu bagi anak yang pandai akan
dengan mudah menemukan isi cerita dan bagi
anak yang kurang pandai akan kesulitan
menemukannya. Tidak ada perubahan
perkembangan siswa dari tahun ketahun, yang
disebabkan karena suasana kurang tertarik
dengan cara yang digunakan guru.
Berdasarkan observasi awal pada proses
pembelajaran “Menyimpulkan isi bacaan”
didapati : 1) pada saat guru menjelaskan materi
siswa banyak yang diam, dan ketika ditanya
“apakah ada yang ditanyakan, semua juga
terdiam. 2) pada saat siswa mengerjakan tugas
Menyimpulkan isi bacaan, siswa saling
bertanya jawabannya. Hal tersebut lebih
disebabkan karena siswa belum memahami
petunjuk yang diberikan guru, dan juga karena
soalnya sama, mereka cenderung saling
bertanya. Setelah tugas dikumpulkan, hasil
menunjukkan 70 % siswa belum mampu
menemukan isi cerita anak yang benar.
Berdasarkan kondisi tersebut maka
diperlukan variasi dan kreatifitas dalam
metode pembelajaran. Salah satunya adalah
dengan menerapkan metode pembelajaran
kooperatif model Group Investigation yang
dalam penerapannya akan tercipta suasana
belajar siswa aktif yang saling komunikasi,
saling mendengar, saling berbagi, saling
memberi dan menerima. Keadaan ini selain
dapat meningkatkan motivasi siswa untuk
aktif dalam proses pembelajaran, sehingga
dapat meningkatkan hasil belajar siswa
khususnya pada mata pelajaran bahasa
Indonesia indikator Menyimpulkan isi bacaan.
Pembelajaran kooperatif. Menurut
Sanjaya (2006:106) “cooperative learning
adalah suatu kelompok kecil siswa yang
bekerja sebagai sebuah tim untuk
menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan
suatu tugas atau mengerjakan sesuatu untuk
mencapai tujuan”. Maka dalam pembelajaran
kooperatif siswa dipandang ikut terlibat aktif
membentuk konsep, prinsip, ataupun teori
yang dipelajarinya. Mereka tidak menerima
secara mentah semua konsep, prinsip, dan teori
yang disajikan kepadanya, melainkan
mengolahnya secara aktif, menyesuaikan
dengan skema pengetahuan yang sudah
dimiliki dalam struktur kognitifnya, dan
menambah atau menolak.
Pembelajaran kooperatif (cooperative
learnig) merupakan bentuk pembelajaran
dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif
yang anggotanya terdiri dari empat samapai
enam dengan struktur kelompok yang bersifat
heterogen. Rusman (2011: 202). Model group
investigation ini menuntut para siswa untuk
memiliki kemampuan yang baik dalam
berkomunikasi maupun dalam keterampilan
proses kelompok (group process skills)
Sehingga model ini sering dipandang sebagai
model yang paling kompleks dan paling sulit
untuk dilaksanakan dalam pembelajaran
kooperatif.
Pemilihan model group investigation
sebagai fokus penelitian ini, disebabkan model
group investigation memiliki potensi lebih dari
pada pembelajaran dengan menggunakan
metode konvensional dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa melalui sistem gotong
royong saling membantu. Hal ini yang
mendorong peneliti untuk memilih
pembelajaran kooperatif sebagai objek
penelitian.
Tujuan penelitian ini adalah bagamana
mendeskrisikan Penerapan model group
investigation pada pelajaran Bahasa Indonesia
indikator Menyimpulkan isi bacaan
peningkatan prestasi belajar siswa setelah
diterapkannya pembelajaran group
investigation. Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat kepada peneliti (guru)
yaitu memberikan pengalaman dalam
menerapkan suatu model pembelajaran. Bagi
siswa dapat memberikan suasana baru dari
pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi
pembelajaran yang berpusat pada siswa dengan
model group investigation
10 | Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 8 – 14
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
tindakan (action research), karena penelitian
dilakukan untuk memecahkan masalah
pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga
termasuk penelitian deskriptif kualitatif, sebab
menggambarkan bagaimana suatu teknik
pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil
yang diinginkan dapat dicapai. Adapun
masalah yang dijumpai di kelas yaitu masih
rendahnya hasil belajar siswa khususnya mata
pelajaran Bahasa Indonesia indikator
menyimpulkan isi bacaan. Untuk itu perlu
dicarikan pemecahan dengan memperbaiki
proses pembelajaran melalui penerapan
pembelajaran model group investigation.
Menurut Suharsimi (Arikunto, 2009:3)
“penelitian tindakan kelas merupakan suatu
pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa
sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan
dan terjadi dalam sebuah kelas secara
bersama”. Mc Niff (Arikunto, 2009:102)
“memandang penelitian tindakan kelas sebagai
bentuk penelitian reflektif yang dilakukan oleh
pendidik sendiri terhadap kurikulum,
pengembangan sekolah, meningkatkan prestasi
belajar, pengembangan keahlian mengajar dan
sebagainya.”Ebbut (Wiriaatmadja, 2005:12)
mengemukakan bahwa “penelitian tindakan
kelas adalah kajian sistematik dari upaya
perbaikan pelaksanaan praktek pendidikan oleh
sekelompok guru dengan melakukan tindakan-
tindakan dalam pembelajaran.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas,
dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan
kelas adalah suatu penelitian yang dilakukan
oleh guru atau peneliti dalam upaya melakukan
perbaikan proses pembelajaran dengan melihat
dasar permasalahan yang terdapat di dalam
kelas kemudian guru atau peneliti
mengumpulkan data dan mencari solusi untuk
memecahakan masalah yang dihadapinya.
Prosedur yang digunakan dalam
penelitian ini adalah model siklus. Setiap
siklus tidak hanya berlangsung satu kali,
melainkan beberapa kali sampai tercapainya
tujuan yang diinginkan. Pada tahap-tahap
dalam siklus dilaksanakan peneliti dan guru
sudah melibatkan diri secara aktif dan intensif
dalam rangkaian penelitian. Model siklus yang
digunakan dalam penelitian ini berbentuk
spiral yang seperti dikembangkan Hopkins
(Arikunto, 2009:105) yang meliputi: “tahap
perencanaan, tahap pelaksanaan, observasi dan
refleksi.” Kemudian pada siklus berikutnya
kegiatan peneliti pada dasarnya sama, tetapi
adanya modifikasi dan koreksi pada setiap
tahapnya.
Subyek penelitian adalah siswa kelas V
SDN Kauman II, dengan jumlah siswa
sebanyak 10 siswa yang terdiri dari 6 siswa
laki-laki dan 4 siswa perempuan. Agar
memudahkan penelitian, peneliti bekerja
secara kolaboratif yaitu bekerja sama dengan
guru kelas IV sebagai observer.
Dalam penelitian ini, pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan metode
observasi, wawancara, dokumentasi dan tes.
Data yang dikumpulkan adalah data aktivitas
dan hasil belajar. Untuk mengumpulkan data
aktivitas belajar siswa digunakan instrumen
berupa lembar observasi sedangkan untuk
mengumpulkan data hasil belajar siswa
digunakan instrumen pengumpulan data
berupa soal soal uraian yaitu menyimpulkan isi
bacaan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Beberapa hal yang direncanakan dalam
siklus I adalah: 1) mensosialisasikan pem-
belajaran Bahasa Indonesia dengan menerap-
kan model group investigation kepada guru
sebagai observer, 2) menyiapkan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) sesuai
dengan silabus. RPP ini menerapkan model
group investigation untuk membantu siswa
memecahkan masalah pada saat belajar, 3)
mempersiapkan media pembelajaran dan
lembar kerja siswa (LKS), 4) menyiapkan
instrumen pengumpulan data yang terdiri dari
lembar observasi untuk memperoleh data
Asmaul Kusnah, Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Melalui Model Group Investigation | 11
tentang aktivitas belajar dan tes uraian untuk
memperoleh data tentang hasil belajar Bahasa
Indonesia pada siklus I, 5) menyiapkan kunci
jawaban dari tes yang digunakan.Siklus I
dibagi menjadi tiga kali pertemuan yaitu dua
kali pertemuan membahas tentang materi
dengan menerapkan model group investigation
dan satu kali pertemuan untuk melaksanakan
tes agar mengetahui kemampuan siswa pada
akhir siklus. Waktu penelitian yang digunakan
pada setiap kali pertemuan adalah 2 x 35
menit. Dalam penelitian ini, peneliti berperan
sebagai guru yang menerapkan model group
investigation. Dalam pengambilan data,
peneliti dibantu oleh seorang guru kelas VI
atas nama Nyono, S.Pd. untuk mengamati
aktivitas belajar siswa dengan menggunakan
lembar observasi.
Data aktivitas belajar siswa diobservasi
oleh guru mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Dalam hal ini, guru kelas VI membantu
peneliti untuk mengumpulkan data aktivitas
dengan menggunakan lembar observasi.
Adapun hasil analisis aktivitas belajar siswa
pada siklus I didapati 4 siswa berada pada
kategori Aktif, 3 siswa berada pada kategori
Cukup Aktif, dan sisanya 3 siswa berada pada
kategori Kurang Aktif. Jumlah rata-rata skor
pada pertemuan I dan II adalah 65 sedangkan
rata-rata persentase aktivitas 65%. Berdasarkan
data tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
rata-rata skor aktivitas belajar siswa siklus I
sebesar 65 dan berada pada kategori cukup
aktif jika dikonversikan pada Kriteria Skor
Penggolongan Aktivitas Belajar siswa.
Data hasil belajar siswa dikumpukan
dengan metode tes. Peneliti memberikan tes
akhir siklus pada pertemuan ketiga.Tes yang
diberikan berupa 5 soal obyektif tentang
meyimpulkan isi bacaan singkat. Setelah
diadakan tes akhir sebagai evaluasi akhir siklus
I, maka diperoleh rata-rata skor hasil belajar
Bahasa Indonesia pada siklus I adalah 69,30.
Selanjutnya jika dipersentasekan rata-rata skor
hasil belajar siswa secara klasikal adalah
69,30%. Berdasarkan data tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa rata-rata skor hasil belajar
siswa secara klasikal pada siklus I sebesar
69,30 dengan persentase 69,30%. Bila rata-rata
persentase di atas dikonversikan dengan skala
PAP yang digunakan dalam penelitian ini,
maka dapat diketahui bahwa tingkat hasil
belajar Bahasa Indonesia siswa pada siklus I
berada pada kategori sedang.
Nilai KKM yang digunakan untuk
menentukan ketuntasan belajar yang
diberlakukan pada siswa kelas V SDN Kauman
II tahun pelajaran 2014/2015 yaitu sebesar 70.
Dari 10 siswa, hanya 7 siswa telah tuntas, 3
siswa belum dinyatakan tuntas. Maka,
ketuntasan belajar siswa secara klasikal pada
siklus I sebesar 70%. Hal ini menunjukkan
bahwa ketuntasan belajar siswa belum
mencapai 85%.
Refleksi dilaksanakan pada akhir siklus
I, pedoman yang digunakan dalam refleksi ini
adalah hasil observasi dan hasil tes akhir hasil
belajar siswa secara individual. Pada siklus I,
hasil belajar yang diperoleh siswa sudah ada
peningkatan dari refleksi awal sebelum
dilaksanakan tindakan. Berdasarkan hasil
observasi dan evaluasi selama tindakan di
siklus I ditemukan beberapa kendala dan
hambatan yang dapat dijadikan refleksi untuk
diperbaiki pada siklus II. Secara umum
kendala dan hambatan yang muncul dapat
dijabarkan sebagai berikut. 1) siswa belum
terbiasa menyelesaikan masalah mengenai
materi yang diberikan oleh guru dalam
pembelajaran dengan menerapkan model
group investigation, maksudnya disini guru
harus memberikan bimbingan terlebih dahulu
sebelum menyuruh siswa mengerjakan soal
yang diberikan dengan menerapkan model
group investigation agar siswa paham dan
mengerti mengenai materi tersebut, 2) pada
saat diskusi kelompok ada beberapa siswa
yang masih mengerjakan tugasnya sendiri dan
tidak bersedia membantu temannya walaupun
satu kelompok. 3) masih terdapat 30% siswa
yang belum mencapai ketuntasan minimal.
Upaya yang akan dilakukan untuk memper
baiki hal tersebut pada siklus berikutnya adalah
dengan membimbing siswa lebih intensif
12 | Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 8 – 14
baiki hal tersebut pada siklus berikutnya adalah
dengan membimbing siswa lebih intensif
dalam penerapan model group investigation
dengan cara, 1) adanya sumber dengan
adanya sumber belajar yang beraneka ragam
maksudnya dalam pembelajaran tidak lagi
mengandalkan buku satu-satunya sumber
belajar. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk
lebih memperkaya pengalaman belajar peserta
didik, 2) Semua hasil kegiatan belajar
mengajar dipajang maksudnya hasil kegiatan
kemudian dipajang di tembok kelas, papan
tulis, dan bahkan ditambah dengan tali plastik
di sana-sini. Pajangan tersebut merupakan hasil
diskusi atau hasil karya siswa, 3) mengubah
anggota kelompok diskusi yang anggotanya
heterogen agar mampu bekerjasama untuk
mengerjakan tugas-tugas yang telah disepakati
bersama dan salah seorang diantaranya
menyampaikan (presentasi) hasil kegiatan
mereka di depan kelas. Hasil kegiatan siswa
itulah yang kemudian dipajang. 4) memberikan
penghargaan kepada kelompok terbaik agar
setiap kelompok berlomba-lomba untuk saling
bekerjasama dan selalu mengembangkan
semaksimal mungkin kreativitasnya. 5)
Adanya antusiasme siswa, dalam
melaksanakan kegiatannya yang beraneka
ragam itu tampaklah antusiasme dan rasa
senang siswa, 6) adanya refleksi pada akhir
pembelajaran semua siswa melakukan kegiatan
dengan apa yang disebut dengan refleksi yakni
menyampaikan kesan dan harapan mereka
terhadap proses pembelajaran yang baru saja
diikutinya. Pada siklus II, pengawasan ketika
siswa mengerjakan tes perlu ditingkatkan lagi
dan diperketat.
Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I,
peneliti mempersiapkan hal-hal yang pada
dasarnya sama seperti siklus I. Hanya saja
terdapat beberapa perbaikan dalam pelaksana-
an pembelajaran untuk memperbaiki kekurang-
an yang terjadi pada siklus I. Siklus II dibagi
menjadi tiga kali pertemuan yaitu dua kali
pertemuan membahas tentang materi dengan
menerapkan model group investigation dan
satu kali pertemuan untuk melaksanakan tes
untuk mengetahui kemampuan siswa pada
akhir siklus II.
Waktu penelitian yang digunakan pada
setiap kali pertemuan adalah 2 x 35 menit.
Pada siklus II data aktivitas belajar siswa
dievaluasi oleh guru guru kelas IV yang
membantu peneliti dengan menggunakan
lembar observasi. Jumlah rata-rata skor siklus
II pada pertemuan I dan II sebesar 80.
Berdasarkan jumlah rata-rata skor tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata
persentase aktivitas belajar secara klasikal
pada siklus II sebesar 80% yang tergolong
Aktif. Kemudian dari siklus II didapati jumlah
keseluruhan skor hasil belajar siklus II adalah
77,90 dan jika dinyatakan dalam persentase
mencapai 77,90%. Bila rata-rata persentase di
atas dikonversikan dengan skala PAP, maka
dapat diketahui bahwa tingkat hasil belajar
Bahasa Indonesia pada siklus II berada pada
kategori Tinggi. Nilai KKM yang digunakan
untuk menentukan ketuntasan belajar yaitu
sebesar 70. Dari 10 orang siswa, 9 siswa
dinyatakan tuntas dan 1 siswa tidak tuntas.
Maka, ketuntasan belajar siswa secara klasikal
mencapai 90,00%. Hal ini menunjukkan bahwa
ketuntasan belajar siswa sudah melebihi 85%.
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilaksanakan di kelas V SDN Kauman II
selama dua siklus menunjukkan terjadi
peningkatan aktivitas dan hasil belajar dengan
menerapkan model group investigation.
Berdasarkan hasil observasi yang telah
dilakukan selama proses pembelajaran
berlangsung dengan menggunakan lembar
observasi yang telah disediakan, diperoleh data
aktivitas belajar siswa yang menunjukkan
terjadi peningkatan dari siklus I ke siklus II.
Rata-rata skor aktivitas belajar siswa
mengalami peningkatan dari 65 pada siklus I
yang terolong kategori cukup aktif, meningkat
menjadi 80 pada siklus II yang tergolong aktif.
Data hasil belajar siswa menunjukkan
terdapat 4 siswa (40%) yang mengalami
Asmaul Kusnah, Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Melalui Model Group Investigation | 13
ketuntasan belajar dalam mengikuti pelajaran
pada tahap observasi, setelah dilaksanakan
tindakan pada siklus I dengan menerapkan
model group investigation terjadi peningkatan
menjadi 7 siswa (70%) yang tuntas.
Ketuntasan klasikal pada siklus I sebesar
70,00%. Sedangkan penelitian dikatakan
berhasil jika ketuntasan belajar siswa secara
klaksikal minimal 85%.
Kriteria ketuntasan belajar siswa yang
belum tercapai disebabkan oleh beberapa
kendala dan permasalahan yang terjadi selama
tindakan siklus I seperti yang telah dijelaskan
pada hasil refleksi siklus I. Kendala dan
permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan
siklus I disebabkan oleh beberapa hal yaitu: 1)
siswa belum terbiasa menyelesaikan masalah
mengenai materi yang diberikan oleh guru
dalam pembelajaran dengan menerapkan
model group investigation, maksudnya disini
guru harus memberikan bimbingan terlebih
dahulu sebelum menyuruh siswa mengerjakan
soal yang diberikan dengan menerapkan model
group investigation agar siswa paham dan
mengerti mengenai materi tersebut, 2) pada
saat diskusi kelompok ada beberapa siswa
yang masih mengerjakan tugasnya sendiri dan
tidak bersedia membantu temannya walaupun
satu kelompok. 3) masih terdapat 30% siswa
yang belum mencapai ketuntasan minimal.
Untuk mengatasi kendala-kendala dan
permasalahan tersebut dilakukan perbaikan
tindakan seperti yang dipaparkan pada hasil
refleksi siklus I. Pelaksanaan tindakan pada
siklus II merupakan perbaikan dari
pelaksanaan tindakan siklus I. Perbaikan yang
dilakukan adalah sebagai berikut. 1) adanya
sumber dengan adanya sumber belajar yang
beraneka ragam maksudnya dalam
pembelajaran tidak lagi mengandalkan buku
satu-satunya sumber belajar. Hal ini dilakukan
dengan tujuan untuk lebih memperkaya
pengalaman belajar peserta didik, 2) Semua
hasil kegiatan belajar mengajar dipajang
maksudnya hasil kegiatan kemudian dipajang
di tembok kelas, papan tulis, dan bahkan
ditambah dengan tali plastik di sana-sini.
Pajangan tersebut merupakan hasil diskusi atau
hasil karya siswa, 3) mengubah anggota
kelompok diskusi yang anggotanya heterogen
agar mampu bekerjasama untuk mengerjakan
tugas-tugas yang telah disepakati bersama dan
salah seorang diantaranya menyampaikan
(presentasi) hasil kegiatan mereka di depan
kelas. Hasil kegiatan siswa itulah yang
kemudian dipajang. 4) memberikan peng-
hargaan kepada kelompok terbaik agar setiap
kelompok berlomba-lomba untuk saling
bekerjasama dan selalu mengembangkan
semaksimal mungkin kreativitasnya. 5) adanya
antusiasme siswa, dalam melaksanakan
kegiatannya yang beraneka ragam itu
tampaklah antusiasme dan rasa senang siswa,
6) dan adanya refleksi pada akhir
pembelajaran semua siswa melakukan kegiatan
dengan apa yang disebut dengan refleksi yakni
menyampaikan kesan dan harapan mereka
terhadap proses pembelajaran yang baru saja
diikutinya. Pada siklus II, pengawasan ketika
siswa mengerjakan tes perlu ditingkatkan lagi
dan diperketat.
Berdasarkan perbaikan tindakan tersebut,
maka pada siklus II diperoleh adanya
peningkatan terhadap ketuntasan siswa yaitu
dari 70% (7 siswa) pada siklus I menjadi 90%
(9 siswa) pada siklus II. Secara klasikal
pembelajaran telah tuntas karena telah
melebihi 85%. Dengan demikian, pada siklus
II ketuntasan belajar siswa secara klasikal dan
hasil belajar Bahasa Indonesia sudah sesuai
dengan indikator keberhasilan yang diharapkan
Peningkatan juga terjadi pada rata-rata
skor hasil belajar siswa yaitu 57,60 pada
sebelum diberi tindakan yang tergolong rendah
meningkat menjadi 69,30 pada siklus I yang
tergolong sedang, dan meningkat menjadi
77,90 pada siklus II ynag tergolong tinggi.
Besarnya peningkatan rata-rata skor hasil
belajar setelah diberikan tindakan adalah
12,70%, sedangkan besarnya peningkatan rata-
rata skor hasil belajar dari siklus I ke siklus II
adalah 8,60%.
14 | Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 8 – 14
Data di atas menunjukkan bahwa
penelitian ini berhasil karena pada siklus II
telah tercapai ketuntasan belajar siswa rata-rata
77,9 dan ketuntasan klasikal 90%, yang berarti
telah mencapai nilai ketuntasan belajar
minimum yang diterapkan di SDN Kauman II
adalah 70 dan ketuntasan klasikal 85%. Selain
ketuntasan belajar peningkatan juga terjadi
pada rata-rata persentase aktivitas belajar siswa
dari siklus I ke siklus II yaitu dari 65%
menjadi 80%. Oleh karena itu, penelitian ini
dihentikan. Hal ini menandakan bahwa dengan
menerapkan model group investigation dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa
kelas V SDN Kauman II pada semester II.
Hasil penelitian ini juga didukung
berdasarkan hasil observasi yang peneliti
lakukan pada proses pembelajaran. Aktivitas
dan hasil belajar siswa yang diperoleh
kemudian di sesuaikan dengan aktivitas siswa
di kelas. Aktivitas siswa tersebut berupa siswa
aktif dalam memberi tanggapan, aktif dalam
diskusi, siswa antusias bersemangat dalam
mengerjakan tugas.
PENUTUP
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan seperti yang telah diuraikan di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa
penerapan pendekatan pembelajaran model
group investigation dapat meningkatkan
aktivitas Bahasa Indonesia indikator
menyimpulkan isi bacaan pada siswa kelas V
SDN Kauman II. Hal ini dapat terlihat dari
rata-rata persentase aktivitas belajar siswa dari
siklus I sebesar 65% berada pada kategori
cukup aktif, kemudian mengalami peningkatan
sebesar 15% sehingga rata-rata persentase
aktivitas belajar pada siklus II menjadi 80%
yang berada pada kategori aktif. Penerapan
pendekatan pembelajaran model group
investigation dapat meningkatkan hasil belajar
Bahasa Indonesia pada siswa kelas V. Rata-
rata persentase hasil belajar siswa dari siklus I
sebesar 69,30% berada pada kategori cukup
tinggi, kemudian mengalami peningkatan
sebesar 8,60% sehingga rata-rata persentase
hasil belajar pada siklus II menjadi 77,9% yang
berada pada kategori tinggi. Ketuntasan
klasikalnya adalah 70,00% pada siklus I, dan
meningkat menjadi 90,00% pada siklus II
Berdasarkan simpulan di atas, dapat
disampaikan beberapa saran ; 1) siswa disaran-
kan mengikuti dengan baik setiap proses
pembelajaran agar dapat memperoleh
pengalaman belajar yang lebih baik sehingga
aktivitas dan hasil belajar meningkat, 2) bagi
peneliti disarankan mencermati kendala-
kendala yang ditemukan peneliti, sehingga
kegiatan pembelajaran dapat meningkatkan
hasil belajar siswa secara optimal.
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, Suharsimi. 2009. Penelitian Tindakan Kelas ,Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Rusman. (2011). Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada
Sanjaya,Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Bandung:
Kencana.
Wiriaatmadja, Rochiati. 2005. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung : Remaja Rosdakarya
15
PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA
MELALUI PENERAPAN METODE EKSPERIMEN
PADA PEMBELAJARAN IPA KELAS IV
Muninggar
SDN Karangdayu I Baureno Bojonegoro
Email : [email protected]
Abstrak: Masalah yang dialami siswa kelas IV SD Karangdayu I adalah rendahnya hasil belajar mata
pelajaran IPA pada semester I tahun pelajaran 2014/2015. Dari 12 siswa hanya 5 siswa (41,67%) yang
telah mencapai ketuntasan belajar, dengan nilai rata-rata 58,33. Untuk mengatasi masalah tersebut guru
berusaha menerapkan metode eksperimen dalam proses pembelajaran. Penelitian dilaksanakan dengan
metode PTK menggunakan empat tahap kegiatan, yaitu merencanakan, melakukan tindakan,
pengamatan dan refleksi. Tujuan penelitian ini diharapkan melalui penerapan metode eksperimen
mampu meningkatkan prestasi belajar IPA siswa kelas IV. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses
pembelajaran dengan menerapkan metode eksperimen pada mata pelajaran IPA dapat meningkatkan
hasil belajar siswa yaitu 69,58 pada siklus I dan meningkat lagi menjadi 76,25 pada siklus ke II.
Sedangkan ketuntasan belajar secara klasikal meningkat dari 75,00% pada siklus I menjadi 91,67%
pada siklus II. Dan kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran juga mengalami peningkatan
dari nilai rata-rata 3,3 menjadi 3,8.
Kata kunci: metode eksperimen, hasil belajar
Belajar terjadi seiring dengan
pertumbuhan dan perkembangan manusia.
Bagi seorang pelajar, belajar merupakan
sebuah kewajiban. Pengertian belajar menurut
Sugihartono (2007: 74) mendefinisikan belajar
secara lebih rinci, dimana belajar merupakan
suatu proses perubahan tingkah laku sebagai
hasil interaksi individu dengan lingkungannya
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Selanjutnya menurut Santrock dan
Yussen (Sugihartono, 2007: 74) mendefinisi-
kan belajar sebagai perubahan yang relatif
permanen karena adanya pengalaman.
Pengalaman ini terjadi melalui interaksi antara
individu dengan lingkungannya. Dari berbagai
pendapat mengenai pengertian belajar yang
dikemukakan oleh beberapa ahli, dapat diambil
pengertian bahwa sebenarnya ada beberapa
kata kunci di balik definisi kata belajar, yaitu
perubahan, pengetahuan, perilaku, pribadi,
permanen dan pengalaman. Jika dirumuskan
maka belajar merupakan aktivitas atau
pengalaman yang menghasilkan perubahan
pengetahuan, perilaku dan pribadi yang
bersifat permanen.
Berdasarkan pendapat ahli di atas agar
belajar dapat memberikan pengalaman yang
permanen maka dibutuhkan berbagai inovasi
guru. Salah satu yang dapat dilakukan guru
adalah dengan menerapkan berbagai metode
yang mampu membuat siswa untuk senang dan
tertarik pada materi pembelajaran yang
disampaikan. Guru juga diharapkan mampu
menciptakan interaksi, siswa dan guru dalam
lingkungan pembelajaran yang kondusif
sehingga siswa menjadi aktif.
Melalui metode eksperimen, guru akan
memberikan pengetahuan yang Konkrit dan
sesuai dengan perkembangan kognitif siswa
SD. Pengajaran yang tidak disesuaikan dengan
tahap perkembangan kognitif anak, tidak hanya
menyebabkan anak mengalami kesulitan
belajar, tetapi juga menghambat perkembangan
kognitif anak tersebut dan anak SD berada
pada tahap oprasional Konkrit, dimana
penalaran anak terbatas melalui peristiwa atau
pengalaman yang dirasakan dan dilihat serta
diraba, guru dalam melaksanakan tugasnya,
harus mampu meningkatkan mutu pendidikan
dengan cara menciptakan situasi belajar yang
menarik dan menyenangkan serta menantang
sehingga dapat meningkatkan perhatian siswa
16 | Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 15 – 21
terhadap perkembangan siswa.
Mengingat pentingnya meningkatkan
hasil belajar siswa, maka penulis merasa perlu
melakukan beberapa upaya dalam meningkat-
kan hasil belajar siswa pada mata pelajaran
IPA antara lain dengan menerapkan metode
eksperimen karena metode eksperimen
merupakan salah satu metode yang tepat dalam
menyampaikan dan memudahkan siswa dalam
memahami konsep-konsep IPA dari yang
bersifat abstrak ke yang bersifat Konkrit.
Metode merupakan suatu cara yang
dipergunakan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Metode pembelajaran adalah
alat untuk mencapai tujuan, maka tujuan itu
harus diketahui dan dirumuskan dengan jelas
sebelum menentukan atau memilih metode
pembelajaran.
Metode pembelajaran menekankan pada
proses belajar siswa secara aktif dalam upaya
memperoleh kemampuan hasil belajar.
Semakin baik metode yang dipakai semakin
efektif mencapai tujuan. Dengan memiliki
pemahaman secara umum tentang sifat suatu
metode, baik tentang keunggulan maupun
pemahaman seseorang akan lebih baik
menetapkan metode yang paling mendukung
untuk situasi dan kondisi KBM yang di hadapi.
Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode eksperimen. Metode
eksperimen menurut Sri Anitah W, dkk (2009:
5.27) merupakan metode mengajar yang dalam
penyajian atau pembahasan materinya melalui
percobaan atau mencobakan sesuatu serta
mengamati secara proses. Eksperimen di-
maksudkan bahwa guru dan siswa
mengerjakan sesuatu serta mengamati proses
dan hasil pekerjaannya. Setelah eksperimen
selesai, siswa ditugaskan untuk membanding-
kan dengan hasil eksperimen yang lain, dan
mendiskusikannya bila ada perbedaan dan
kekeliruan.
Menurut Kartikasari (2011) Kegiatan
eksperimen merupakan kegiatan ilmiah yang
dalam menemukan konsep yang dilakukan
melalui percobaan dan penelitian ilmiah.
Metode eksperimen memberi kesempatan
siswa untuk mengamati sendiri, mengikuti
suatu proses, mengamati suatu obyek, keadaan
atau proses sesuatu. Dengan begitu, siswa
dituntut untuk mengalami sendiri, mencari
suatu kebenaran, mencoba mencari data baru,
mengolah sendiri, membuktikan suatu hukum
atau dalil dan menarik kesimpulan atas proses
yang dialaminya. Proses penemuan konsep
yang melibatkan keterampilan-keterampilan
yang mendasar melalui percobaan ilmiah dapat
dilaksanakan dan ditingkatkan melalui
kegiatan laboratorium maupun di alam terbuka.
Pada proses belajar mengajar dengan
metode eksperimen ini siswa diberi
kesempatan untuk mengalami sendiri atau
melakukan sendiri, mengikuti suatu proses,
mengamati suatu obyek, menganalisis,
membuktikan, dan menarik kesimpulan
tentang suatu obyek, keadaan, atau proses
sesuatu. Dengan demikian, siswa dituntut
untuk mengalami sendiri, mencari suatu
kebenaran atau mencoba mencari data baru
yang diperlukannya, mengolah sendiri, mem-
buktikan suatu hukum atau dalil, dan menarik
kesimpulan atas proses yang dialaminya.
Melalui metode ini siswa dilibatkan secara
total. Adapun tujuan dari metode eksperimen
ialah; 1) agar peserta didik dapat
menyimpulkan fakta-fakta, informasi atau data
yang diperoleh, 2) melatih peserta didik dalam
merancang, mempersiapkan, melaksanakan
dan melaporkan percobaan.
Beberapa kelebihan yang dimiliki oleh
metode eksperimen yaitu; a) membuat peserta
didik percaya pada kebenaran kesimpulan
percobaan sendiri, b) peserta didik aktif terlihat
mengumpulkan data, informasi atau daya yang
diperlukan, c) dapat menggunakan dan
melaksanakan prosedur ilmiah dan berfikir
ilmiah, d) memperkaya pengalaman dan
melaksanakan hal-hal yang bersifat objektif
dan realistis, e) hasil belajar menjadi
kepemilikan peserta didik bertahan lama.
Selain memiliki kelebihan metode eksperimen
memiliki kelemahan, yaitu; 1) memerlukan
peralatan percobaan yang cukup komplit,
Muninggar,Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Penerapan Metode Eksperimen Pada Pembelajaran IPA Kelas IV | 17
2) dapat menghambat laju pembelajaran dalam
penelitian yang memerlukan waktu yang lama,
3) menimbulkan kesulitan baik bagi guru dan
siswa apabila berpengaaman dalam penelitian.
Walau metode eksperimen mempunyai
beberapa kelemahan namun metode ini di
anggap baik, apabila dilakukan dengan
pertimbangan yang matang dan dilaksanakan
secara efektif.
Berdasarkan pengamatan pada saat guru
melakukan pembelajaran dengan metode
ceramah dan penugasan, terlihat bahwa siswa
mengalami kesulitan untuk memahami konsep-
konsep, siswa menjadi kurang aktif dalam
pembelajaran IPA sehingga hasil belajar siswa
kurang memuaskan. Selain itu aktivitas siswa
tidak optimal. Hal ini terlihat karena anak
kurang perhatian terhadap pelajaran,
kurangnya rasa antusias untuk belajar, tidak
termotivasi dan kurang aktif selama proses
pembelajaran berlangsung. Siswa hanya
mendengarkan, melihat demonstrasi guru,
mencatat penjelasan guru dan menjawab
latihan soal. Siswa tidak diberikan kesempatan
untuk ikut aktif selama proses pembelajaran
berlangsung.
Adanya permasalahan tersebut maka
diperlukan suatu tindakan yang mampu untuk
mengatasi permasalahan tersebut. Hal yang
dapat dilakukan oleh guru ialah menerapkan
metode pembelajaran yang sesuai dengan
kebutuhan siswa di kelas agar perkembangan
kognitif siswa berjalan dengan baik dan hasil
belajar juga dapat ditingkatkan. Peneliti
menggunakan metode eksperimen karena
metode ini memiliki beberapa kelebihan yang
di dalamnya dapat membuat peserta didik aktif
dalam pembelajaran, sehingga diharapkan
dengan penerapan metode eksperimen dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
Berdasarkan uraian diatas peneliti
melakukan penelitian yang berjudul
“Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui
Penerapan Metode Eksperimen Pada
Pembelajaran IPA di Kelas IV”, di SD Negeri
Karangdayu I.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang diterapkan dalam
penelitian ini adalah Penelitian Tindakan
Kelas. Menurut Brog (dalam Mohammad
Asrori, 2009 : 13) menegaskan bahwa tujuan
utama penelitian tindakan kelas adalah untuk
mengembangkan keterampilan peneliti
berdasarkan pada persoalan-persoalan pem-
belajaran yang dihadapi peneliti dikelas sendiri
dan bukan bertujuan untuk mencapai
pengetahuan umum dalam bidang pendidikan.
Sedangkan penelitian tindakan kelas adalah
sebagai bentuk kajian yang bersifat reflektif
oleh pelaku tindakan, yang dilakukan untuk
meningkatkan kemantapan rasional dari
tindakan-tindakan mereka dalam melaksana-
kan tugas, memperdalam pemahaman terhadap
tindakan-tindakan yang dilakukan itu,
memperbaiki kondisi dimana praktek-praktek
pembelajaran tersebut dilakukan secara
kolaboratif.
Model penelitian tindakan mengandung
empat komponen : (1) Rencana (Planing), (2)
Tindakan, (3) Pengamatan dan (4) Refleksi.
Penelitian dilaksanakan di SDN Karangdayu I.
Peneliti bertindak sebagai perencana
(pengajar), menganalisa data dan sekaligus
melaporkan hasil penelitian. Bertindak sebagai
pengamat adalah Agustina Nur Jannah, S.Pd.
Subjek penelitian adalah : guru dan siswa
kelas IV SDN Karangdayu I pada semester I
tahun pelajaran 2014/2015, dengan jumlah
siswa 12 siswa, yang terdiri dari 4 laki-laki dan
8 perempuan. Sumber data adalah subjek
darimna data diperoleh (Suharsimi Arikunto,
2010 : 172) sumber data dalam penelitian ini
adalah person dan paper person. Yang
dimaksud disini adalah siswa kelas IV
berjumlah 12 orang. Paper Person yang
dimaksud adalah jawaban tes tertulis siswa
kelas IV berjumlah 12 orang.
Teknik pengumpulan data yang diguna-
kan adalah tenik pengukuran. Teknik
pengukuran adalah cara mengumpulkan data
yang bersifat kuantitatif untuk mengetahui
tingkat atau derajat aspek tertentu
18 | Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 15 – 21
dibandingkan dengan norma tertentu pula
sebagai satuan ukur yang relevan (Hadari
Nawawi, 2005) Pengukuran yang dimaksud
penelitian ini adalah pengumpulan data dengan
mengunakan tes yang dilakukan sebelum dan
sesudah diberikan pembelajaran pada materi
“Gaya dapat menyebabkan terjadinya
perubahan bentuk suatu benda”.
Alat pengumpulan data adalah lembar
obsevasi dan soal tes. Lembar observasi
dipergunakan dalam teknik observasi
langsung, yakni untuk melihat atau mengamati
apa yang diperoleh siswa didalam kelas.
Observer menggunakan pedoman sebagai alat
pengumpul data. Tugas observer adalah
memberikan tanda cheek (silang atau lingkaran
atau sebagainya), apabila saat melakukan
pengamatan ternyata gejala didalam daftar itu
muncul. Menurut Suharsimi Arikunto (2010 :
193), “Tes adalah serentetan pertanyaan atau
latihan serta alat lain yang digunakan untuk
mengukur keterampilan, pengetahuan
intelegensi, kemampuan atau bakat yang
dimiliki oleh individu atau kelompok”.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berdasarkan hasil yang dicapai pada
tindakan pra siklus, bahwa keberhasilan siswa
sebelum diterapkan metode eksperimen belum
mencapai hasil yang memuaskan. Nilai rata-
rata siswa pada pra siklus yaitu 58,33 untuk itu
peneliti merasa perlu suatu tindakan perbaikan
melalui siklus-siklus tindakan kelas.
Dari hasil penelitian siklus I dapat dilihat
peningkatan hasil belajar siswa pada siklus I
bila dibandingkan dengan pra siklus
sebelumnya, dimana siswa yang telah
mancapai ketuntasan 5 anak (41,67%) menjadi
9 anak (75,00%) sedangkan nilai rata-rata
58,33 menjadi 69,58. Dari hasil siklus I, siswa
sangat antusias dalam mengikuti eksperimen,
rasa ingin tahu siswa meningkat, siswa tidak
takut bertanya tentang materi yang belum
dimengerti, sedangkan hasil belajar siswa pada
siklus I secara klasikal belum mencapai
ketuntasan yaitu 85%, sehingga peneliti akan
melanjutkan perbaikan pada siklus II dengan
memperhatikan kekurangan yang terjadi pada
proses pembelajaran siklus I.
Berdasarkan analisis dari siklus I
kemudilan dilanjutkan pada siklus II dengan
berpedoman dan mengacu pada hasil penelitian
siklus I, adapun hasil dari penelitian siklus II
ini semua siswa berperan aktif dalam kegiatan
eksperimen, siswa dapat mengerjakan soal
dengan baik, semua siswa berperan aktif dalam
kegiatan eksperimen. Pada siklus II diperoleh
hasil siswa yang telah mencapai ketuntasan
(KKM 70) adalah 11 siswa (91,67%) dengan
nilai rata-rata 76,25.
Dalam proses pembelajaran siswa dapat
mengembangkan kemampuan berpikir,
bekerjasama, mendapatkan pengalaman
langsung untuk memperoleh fakta dan konsep
pada materi yang dipelajari untuk dapat
berbagi pengetahuan dengan siswa lainnya
sehingga dapat memperoleh hasil belajar yang
maksimal. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa penerapan metode eksperimen dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV di
SD Negeri Karangdayu I Kecamatan Baureno.
Data yang di peroleh dari hasil penelitian
yang telah diolah disajikan sebagai berikut.
Tabel 1
Rekapitulasi peningkatan hasil nilai tes pada siklus I dan II
No Nama Siklus I Siklus II
1 Akhmal Fitra Ramadhan 70 75
2 Amelia Zaima Nur Rahma 50 55
3 Dewi Nawang Wulan 80 85
4 Fidya Wati Ardilla 75 75
5 Ismy Agustina putri 55 70
6 Isnanda Julia Aryani 80 85
7 M. Awalus Shobirin 70 75
8 Moch. Aziz Prasetiyo 60 70
9 Mutia Pramai Shela 70 75
10 Siti Azizah 70 80
11 Siti Mir’atus Sholikhah 75 85
12 Tomi Hariyadi 80 85
Nilai Rata-rata 69,58 76,25
Muninggar,Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Penerapan Metode Eksperimen Pada Pembelajaran IPA Kelas | 19
Tabel 2
Rekapitulasi Penilaian terhadap Pelaksanaan
Pembelajaran (Guru)
No Aspek yang Diamati NILAI
Siklus I Siklus II
1 Guru melakukan apersepsi 3 4
2
.
Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran
4 4
3
.
Mempersiapkan ruang, alat dan
media pembelajaran
3 4
4
.
Kejelasan dalam menyampaikan
materi secara gamblang
3 4
5
.
Guru membimbing siswa dalam
kelompok
3 4
6 Penguasaan materi 4 4
7 Memeriksa kesiapan siswa
menerima pelajaran
3 4
8 Siswa diberi kesempatan untuk
bertanya
3 3
9 Guru memberi motivasi 2 4
10 Menyimpulkan materi pembelaja-
ran dengan melibatkan siswa
4 4
11 Menggunakan bahasa tulis
dengan baik dan benar
4 4
12 Menggunakan bahasa lisan
secara jelas dan lancar
3 4
13 Guru melaksanakan evaluasi 4 4
14 Pengelolaan waktu secara
efisien
3 3
Jumlah 47 54
Rata-Rata 3,3 3,8
Pembahasan
Dilihat dari rekapitulasi hasil penelitian
dapat diketahui adanya peningkatan
kemampuan guru dalam pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar. Begitu juga terjadi
peningkatan hasil belajar siswa kelas IV pada
materi “Gaya dapat menyebabkan terjadinya
perubahan bentuk suatu benda” dengan
menggunakan metode eksperimen. Ini dapat
dilihat dari peningkatan nilai rata-rata kelas.
Hasil belajar siswa pada pembelajaran
IPA dengan menggunakan metode eksperimen
pada siklus I, nilai rata-rata prestasi belajar
siswa adalah 69,58 dan siswa yang telah
mencapai ketuntasan belajar 75,00% atau 8
siswa dari 12 siswa sudah tuntas belajar. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa pada siklus
pertama secara klasikal siswa belum tuntas
belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥
70 hanya sebesar 75,00% lebih kecil dari
persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu
sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa
masih merasa baru dan belum mengerti apa
yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan
menerapkan metode eksperimen. Setelah
dilaksanakan pembelajaran siklus II, nilai rata-
rata prestasi belajar siswa adalah 76,25 dan
siswa yang telah mencapai ketuntasan belajar
91,67% atau ada 11 siswa dari 12 siswa sudah
tuntas belajar. Siswa yang memperoleh nilai ≥
70 hanya sebesar 8,33% atau hanya ada 1
orang siswa saja dari 12 siswa yang belum
tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa pada siklus II terjadi peningkatan hasil
belajar siswa yang sudah melampaui dari target
sebesar 85% ketuntasan belajar siswa. Dari
data hasil penelitian tindakan kelas dan
pembahasan, maka permasalahan yang telah
dirumuskan tercapai sesuai dengan tujuan
penelitian yang dibuat. Dengan demikian,
penggunaan metode eksperimen pada
pembelajaran IPA yang guru terapkan efektif
dalam meningkatkan hasil belajar siswa.
Proses pembelajaran IPA dengan
menggunakan metode eksperimen pada Kelas
IV SDN Karangdayu I dilaksanakan 2 siklus.
Gambaran pada siklus I adalah sebagai berikut.
Tahap Perencanaan Siklus I, meliputi : 1)
Guru menyiapkan RPP, lembar observasi
penilaian pelaksanaan pembelajaran, lembar
kerja kelompok, lembar evaluasi siklus I, 2)
Menentukan strategi penataan ruang
pembelajaran di dalam ruangan kelas, 3) Guru
mempersiapkan media pembelajaran yang akan
dipergunakan, 4) Guru menyamakan persepsi
dengan kolaborator tentang pelaksanaan
pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran IPA
dengan materi “Gaya dapat menyebabkan
terjadinya perubahan bentuk suatu benda”
siklus I direncanakan satu kali pertemuan dua
jam pelajaran (2 x 35 menit)
Tahap Pelaksanaan Siklus I, Pada tahap
ini pembelajaran dilaksanakan dengan
menggunakan metode eksperimen. Dalam hal
20 | Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 15 – 21
ini guru bertindak sebagai guru dan
kolaborator adalah Agustina Nur Jannah, S.Pd.
yang bertindak sebagai observer. Pembelajaran
dilaksanakan pada hari Kamis, 21 Agustus
2014. Pertemuan siklus I ini difokuskan pada
kegiatan guru dan siswa. Pertemuan pertama
siklus I dilaksanakan selama dua jam pelajaran
yaitu selama 70 menit. Tahap-tahap
pembelajaran IPA dengan menggunakan
metode eksperimen antara lain : 1) Langkah
persiapan yang terdiri dari a) langkah
persiapan kelas, b) langkah penyajian, c)
Langkah Penutup. 2) Tahap Observasi Siklus I,
observasi dilakukan oleh kolaborator untuk
mengukur sejauh mana peneliti melaksanakan
langkah-langkah pembelajaran di dalam kelas
bersama. Hasil observasi berupa penilaian
pelaksanaan pembelajaran oleh guru dan
penilaian hasil belajar siswa, dan selanjutnya
3) Tahap Refleksi Siklus I, dari hasil tes siswa
dan hasil pemantauan pada siklus I, dilakukan
refleksi lalu didiskusikan antara guru dan
kolaborator.
Dari hasil diskusi diperoleh kesepakatan
bahwa pelaksanaan pada siklus I belum
mendapat hasil yang baik seperti yang
direncanakan. Semua ini dilihat dari hasil tes
siswa yang belum mencapai tujuan pengajaran,
menurut kolaborator hendaknya dalam
penyampaian materi harus menggunakan
bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti
sehingga anak lebih dapat menyerap dan
memahami materi pelajaran IPA dengan baik,
selain itu sebaiknya tiap-tiap kelompok
hendaknya membawa alat percobaan masing-
masing sehingga percobaannya dapat
dilakukan secara berulang-ulang yang akan
membantu pemahaman siswa dalam rangka
untuk menemukan kesimpulan. Dalam tahap
pembelajaran ini dapat terlihat guru masih
belum optimal dalam melaksanakan langkah-
langkah pembelajaran IPA menggunakan
metode eksperimen ini terlihat dari hasil
observasi kolaborator terhadap guru yang
masih belum sempurna.
Dari pelaksanaan tindakan siklus I
diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa
adalah 69,58 dan ketuntasan belajar mencapai
75,00% atau ada 8 siswa dari 12 siswa sudah
tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa pada siklus pertama secara klasikal
siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang
memperoleh nilai ≥ 85 hanya sebesar 75,00%
lebih kecil dari persentase ketuntasan yang
dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini
disebabkan karena siswa masih merasa baru
dengan menerapkan metode eksperimen.
Berdasarkan hasil pembelajaran yang
diperoleh, maka dalam pembelajaran siklus I
dipandang perlu untuk memperbaiki langkah
pembelajaran serta memperbaiki peningkatan
pemahaman belajar dan hasil belajar siswa.
Oleh karena itu, guru mengambil kesimpulan
untuk melaksanakan tindakan siklus II.
Tahap Perencanaan Siklus II, sebagai
langkah awal pada tahap perencanaan siklus II
ini maka guru melakukan beberapa hal berikut,
yaitu (1) Guru memberitahukan kepada
kolaborator bahwa pelaksanaan siklus II masih
mengajarkan materi yang sama yaitu gaya
dapat mengubah gerak suatu benda dengan
menggunakan metode eksperimen, (2)
Kemudian guru menyempurnakan rencana
pembelajarannya, membuat lembar observasi
pelaksanaan pembelajaranguru serta
melaksanakan pembelajaran IPA dengan
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti
oleh anak dan meminta siswa untuk membawa
alat–alat percobaan.
Tahap Pelaksanaan Siklus II,
pelaksanaan siklus II didasarkan atas hasil
refleksi siklus I yaitu penyempurnaan dari
siklus I. Secara garis besar langkah-langkah
pembelajarannya masih sama, namun ada
beberapa perubahan pada skenario
pembelajaran dengan menggunakan metode
eksperimen yang akan dipaparkan pada
langkah penyajian pertemuan pertama siklus II.
Pelaksanaan pembelajaran pada siklus II
ini dilaksanakan pada hari Senin, 28 Agustus
2014. Pada siklus II pembelajaran dilaksana-
kan sesuai jadwal yang telah ditentukan.
Observasi terhadap proses pembelajaran
Muninggar,Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Penerapan Metode Eksperimen Pada Pembelajaran IPA Kelas | 21
difokuskan pada kegiatan guru dan siswa.
Tahap-tahap pembelajaran IPA dengan
menggunakan metode eksperimen
dilaksanakan seperti pada siklus I.
Tahap Refleksi Siklus II, Dilihat dari
rekapitulasi hasil penelitian dapat diketahui
adanya peningkatan kemampuan guru dalam
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Begitu
juga peningkatan hasil belajar siswa.
Berdasarkan pengamatan dalam kegiatan
pembelajaran IPA dengan menggunakan
metode eksperimen pada siklus I siswa masih
kurang aktif bahkan masih ada anak yang
kurang semangat dalam mengikuti pelajaran.
Tetapi pada siklus II, anak mulai termotivasi
dan terbukti hasil belajar siswa meningkat dari
nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah
69,58 dan ketuntasan belajar mencapai 75,00%
pada siklus I, pada siklus II nilai rata-rata
menjadi 76,25 dan ketuntasan belajar mencapai
91,67% atau ada 11 siswa dari 12 siswa. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa pada siklus II
terjadi peningkatan hasil belajar siswa yang
sudah melampaui dari target sebesar 85%
ketuntasan belajar siswa.
Berdasarkan data di atas, maka per-
masalahan yang dirumuskan telah tercapai
sesuai dengan tujuan penelitian yang dibuat.
Dengan demikian, penggunaan metode
eksperimen sangat efektif dalam meningkatkan
hasil belajar siswa.
KESIMPULAN
Setelah melakukan penelitian, guru
memperoleh beberapa kesimpulan yang
peroleh dari pelaksanaan tindakan pada
pembelajaran IPA dengan menggunakan
metode eksperimen yaitu diperoleh hasil
semakin meningkatnya prestasi belajar siswa,
dari nilai rata-rata pada siklus I adalah 69,58
meningkat menjadi 76,25. Hal ini terdapat
peningkatan nilai rata-rata 6,67. Persentase
ketuntasan belajar siswa juga mengalami
kenaikan yaitu dari 75,00% pada siklus I naik
menjadi 91,67% pada siklus II. Dalam hal ini
target ketuntasan hasil belajar siswa sebesar
85% sudah tercapai pada siklus II. Sedangkan
kemampuan guru dalam melaksanakan
pembelajaran juga mengalami peningkatan dari
nilai rata-rata 3,3 menjadi 3,8.
Dari simpulan di atas saran yang ingin
peneliti sampaikan adalah 1) dalam memilih
alat-alat eksperimen guru perlu memperhatikan
ketersediaan alat tersebut dilingkungan tempat
tinggal siswa berada dan kegunaannya harus
disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai,
2) guru hendaknya lebih kreatif dalam
menggunakan metode pembelajaran, sehingga
siswa menjadi tertarik dan ikut aktif selama
berlangsungnya proses pembelajaran di kelas.
DAFTAR RUJUKAN
Anitah, Sri W. dkk. (2009) Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta : Universitas Terbuka.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Asrori, Mohammad. 2009. Penelitian Tindakan Kelas, Bandung : CV Wacana Prima
Hadari, Nawawi. (2005) Pengertian Hipotesis. Jakarta : Universitas Terbuka.
Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Kartikasari,R (2011) Penerapan Pendekatan (Contextual Teaching and Learning) dengan
Metode Eksperimen untuk Meningkatkan Ketrampilan Proses Sains Siswa Tahun
2010/2011. Skripsi tidak diterbitkan. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Surakarta
22
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN AKTIFITAS
DAN PRESTASI BELAJAR PAI
Muhim
Guru Pendidikan Agama Islam SDN Ngemplak I
Kecamatan Baureno Kabupaten Bojonegoro
Email : [email protected]
Abstrak : Pendidikan Agama Islam sangatlah penting bagi pengembangan moral dan intelektual anak
didik. Realitas yang sekarang ini terjadi menunjukkan kemampuan siswa dalam memahami materi
Pendidikan Agama Islam masih rendah. Untuk mengatasi masalah tersebut peneliti berusaha
menerapkan Pembelajaran koopertif tipe think pair share dengan tujuan meningkatkan keaktifan dan
prestasi belajar siswa. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan yang dilaksanakan di kelas VI
SDN Ngemplak I, dengan jumlah obyek penelitian 18 siswa dengan menggunakan tiga siklus. Hasil
penelitian menunjukkan adanya peningkatan prestasi belajar siswa yang dilihat dari ketuntasan siklus I
(68,18 %),siklus II (79,64%),siklus III (86,63%) Selama proses pembelajaran aktivitas siswa juga
meningkat dari siklus I (65%), II (70%), III (80%) Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat meningkatkan aktifitas siswa dalam proses
pembelajaran dan akhirnya prestasi belajar siswa meningkat pula.
Kata Kunci : pembelajaran kooperatif , TPS, prestasi belajar PAI.
Proses pembelajaran Pendidikan Agama
Islam menempati posisi strategis dalam
menumbuhkembangkan moral intelektual,
emosional, sosial dan spiritual anak didik
menuju akhlakul karimah. Terlebih dalam
dinamika global yang semakin tanpa batas
segala bentuk ideologi dan infiltrasi budaya
yang tidak sesuai dengan pranata agama islam
penting mendapatkan penanganan secara dini
terutama pada anak-anak usia sekolah dasar.
Kenyataan dalam dinamika proses
pembelajaran yang sekarang terjadi
menunjukkan bahwa kemampuan siswa
dalam memahami materi pendidikan agama
Islam masih tergolong belum maksimal. Hal
ini ditunjukkan oleh rata-rata ulangan harian
siswa yang hasilnya relatif rendah, yaitu
sebesar 64,5.
Secara jujur harus diakui bahwa
pendidikan agama Islam yang selama ini
berlangsung masih menempatkan siswa
sebagai obyek yang harus diisi dengan
pengetahuan sebanyak-banyaknya. Pem-
belajaran lebih banyak dilaksanakan dengan
metode ceramah yang didominasi guru
sebagai sumber utama pengetahuan, akibatnya
siswa cenderung pasif dan kurang mempunyai
kontribusi di dalam pembelajaran yang sedang
berlangsung karena terasa monoton tidak fariatif
dan menjemukan.
Penelitian ini dikandung maksud untuk
mengetahui sejauh mana peningkatan
kemampuan siswa dengan menerapkan model
koopertif tipe TPS (Think Pair Share) dan
pengaruh model kooperatif tipe TPS terhadap
motivasi belajar Pendidikan Agama Islam kelas
VI Sekolah Dasar Negeri Ngemplak I.
Muaranya dapat memberi manfaat dalam
meningkatkan kualitas serta hasil kegiatan
belajar mengajar senyampang sebagai informasi
sekaligus alternatif pembelajaran bagi guru
Pendidikan Agama Islam.
Pandangan kontruktivis mengatakan
bahwa pengetahuan itu ada dalam diri seseorang
yang menegetahui. Menurut kontruktivisme,
tugas guru hanyalah mengarahkan agar siswa
membangun dan menemukan pengetahuannya
sendiri.Teori kontruktivis menganjurkan
peranan yang lebih aktif bagi siswa dalam
pembelajaran mereka sendiri dibandingkan
dengan apa yang selama ini dilaksanakan pada
mayoritas kelas karena penekanannya pada
Muhim, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Untuk Meningkatkan Aktifitas dan Prestasi Belajar PAI | 23
siswa sebagai siswa yang aktif, strategi
kontruktivis sering disebut pengajaran yang
berpusat pada siswa (Nur, 2011:3) Ini berarti
siswa sendiri yang mengkonstruksi konsep
yang perlu dipelajari, dan guru hanya
bertindak sebagai fasilitator.
Pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa kontruktivisme memandang
pengetahuan sebagai hasil kontruksi manusia
melalui interaksinya dengan obyek
pengalaman lingkungan mereka. Dalam
kontruktivisme pengetahuan tidak dapat
ditransfer begitu saja dari seseorang kepada
orang lain, akan tetapi harus diinterpretasikan
sendiri oleh tiap-tiap orang. Dalam hal ini
keaktifan dan keingintahuan menjadi sesuatu
yang sangat berperan.
Model pembelajaran yang sesuai
dengan teori kontruktivis adalah pembelajaran
kooperatif. Slavin (dalam Isjoni, 2011: 15)
menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif
adalah suatu model pembelajaran dimana
siswa belajar dan bekerja sama dalam
kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif
yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang dengan
struktur kelompok heterogen”. Jadi dalam
model pembelajaran kooperatif ini, siswa
bekerja sama dengan kelompoknya untuk
menyelesaikan suatu permasalahan. Dengan
begitu siswa akan bertanggungjawab atas
belajarnya sendiri dan berusaha menemukan
informasi untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang diberikan pada mereka.
Dalam konteks pengajaran Pendidikan
Agama Islam, pembelajaran kooperatif turut
menambah unsur-unsur interaktif sosial siswa
dalam berkomunikasi maupun menyelesaikan
tugas guru sehingga siswa diharapkan dapat
memiliki kemampuan dalam menulis,
berkomunikasi maupun mengapresiasi
Pendidikan Agama Islam.
Dalam penelitian tindakan kelas ini
peneliti menggunakan model kooperatif tipe
Think Pair Share (TPS). Pengertian Think
Pair Share Suyatno (2009: 54) mengatakan
bahwa : “TPS adalah model pembelajaran
kooperatif yang memiliki prosedur ditetapkan
secara eksplinsit memberikan waktu lebih
banyak kepada siswa untuk memikirkan
secara mendalam tentang apa yang dijelaskan
atau dialami (berfikir, menjawab, dan saling
membantu satu sama lain)”.
Pembelajaran kooperatif tipe TPS
(Think Pair Share) adalah salah satu tipe dari
pembelajaran kooperatif. Ciri dari
pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah
kelompok yang dibentuk beranggotakan dua
orang ( berpasang-pasangan) Siklus kegiatan
pengajaran TPS adalah 1) Guru mem-
persiapkan siswa dan menyampaiakan tujuan
pembelajaran. 2) Guru menyampaikan
informasi pembelajaran secara singkat. 3)
Guru memberikan tugas kepada siswa untuk
dipikirkan penyelesainnya (think) 4) Siswa
membentuk kelompok secara berpasangan
dan mendiskusikan tugas yang diberikan. 5)
Guru mempersilakan dua atau tiga pasang
menyampaikan hasil diskusinya di depan
kelas dan kelompok lain menanggapi (share)
6) Guru melakukan evaluasi dan memberikan
penghargaan bagi siswa yang mendapatkan
skor yang baik.
Menurut Nasution (2006:36) hasil
belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak
belajar mengajar dan biasanya ditunjukkan
dengan nilai tes yang diberikan guru. Dalam
hal ini dimaksudkan bahwa hasil belajar
merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah
terjadinya proses pembelajaran yang ditunjuk-
kan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru
setiap selesai memberikan materi pelajaran
pada satu pokok bahasan
Penilaian merupakan upaya sistematis
yang dikembangkan oleh suatu institusi
pendidikan yang ditujukan untuk menjamin
tercapainya kualitas proses pendidikan serta
kualitas kemampuan peserta didik sebagai
bagian terintegrasi dari sebuah proses
pembelajaran. Penilaian sebagai parameter
sejauh mana sebuah proses pembelajaran
telah memenuhi harapan adalah sebuah
keniscayaan,karena tanpa alat ukur yang tepat
24 | Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 22 – 28
tidak akan diketahui seberapa efektif sebuah
proses serta produk telah mencapai hasil
maksimal.
METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilaksanakan berupa
penelitian pengembangan model pembelajar-
an dan tindakan. Penelitian tindakan terikat
dalam perencanaan dan implementasi
perangkat pembelajaran kooperatif tipe TPS
(Think Pair Share). Tehnik analisis yang
digunakan kualitatif dan kuantitatif, kemudian
digunakan untuk mendeskripsikan kegiatan
siswa selama proses pembelajaran.
Penelitian tindakan kelas ini
dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri
Ngemplak I, pada semester II tahun pelajaran
2013/2014 dengan siswa di kelas ini
berjumlah 18 siswa.
Tehnik pengumpulan data berupa
observasi dan catatan lapangan digunakan
untuk menjaring data yang berkaitan dengan
peningkatan pemahaman materi pembelajar-
an. Sedangkan kegiatan-kegiatan evaluasi
digunakan untuk menjaring data yang
berkaitan dengan peningkatan hasil
pemahaman materi pembelajaran.
Tehnik analisa data berasal dari lembar
observasi yang diamati yaitu : kerjasama
dalam kelompok, memberikan ide, meng-
ajukan pertanyaan-pertanyaan, memperhati-
kan pertanyaan teman, memberikan
tanggapan, kemampuan memahami materi,
partisipasi dalam kelompok, kemampuan
menengahi jika ada kelompok yang salah
faham, kemampuan menjelaskan dan
menyimpulkan materi yang dibahas.
Untuk memperoleh data dalam
penelitian ini menggunakan lembar observasi
kegiatan pembelajaran. Sebelum melakukan
tindakan peneliti memberikan arahan tentang
cara pengisian lembar observasi kepada
kolaborator. Hasil pengamatan kemudian
didiskusikan, pembahasannya dititikberatkan
pada kekurangan dan kelemahan yang dicapai
dalam pelaksanaan tindakan. Dari hasil
diskusi dijadikan bahan untuk membuat
rencana berikutnya, dengan harapan agar
pelaksanaan pada siklus berikutnya menjadi
lebih baik.
Rancangan penelitian diimplementasi-
kan untuk menerapkan perangkat pembelajar-
an kooperatif dengan tipe TPS digunakan
rancangan penelitian tindakan, selain itu juga
memecahkan masalah-masalah praktis, juga
untuk memperbaiki strategi pembelajaran.
Dalam penelitian ini tindakan ini dilakukan
melalui 4 (empat) tahap yaitu: perencanaan,
pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi,
yang dilaksanakan dalam tiga siklus (tiap
siklus dilakukan 1 kali tatap muka)
Pada tahap perencanaan dilakukan
langkah-langkah: 1) peneliti melakukan
analisis kurikulum untuk menentukan standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang akan
disampaiakan kepada siswa dengan
menggunakan pembelajaran kooperatif tipe
TPS. 2) membuat rencana pembelajaran
kooperatif tipe TPS. 3) membuat instrumen
yang digunakan dalam siklus penelitian
tindakan kelas/alat bantu/media yang
diperlukan. 4) membuat alat evaluasi.
Secara garis besar tahapan pembelajaran
kooperatif TPS adalah : 1) guru mempersiap-
kan siswa dan menyampaikan tujuan pem-
belajaran. 2) guru menyampaikan informasi
pembelajaran secara singkat. 3) Guru
memberikan tugas kepada siswa untuk
dipikirkan penyelesaiannya (think) 4) siswa
membentuk kelompok secara berpasangan
dan mendiskusikan tugas yang diberikan
(pair) 5) guru mempersilakan dua atau tiga
pasang menyampaiakan hasil diskusinya di
depan kelas dan kelompok lain menanggapi
(share) 6) guru melakukan evaluasi dan
memberikan penghargaan bagi siswa yang
mendapatkan skor yang baik. 7) tes hasil
belajar, dilakukan 1 kali tes setelah
pertemuan, tes dilakukan secara individu
mandiri.
Kegiatan Observasi dilakukan terhadap
pelaksanaan tindakan. Hasil yang didapat
Muhim, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Untuk Meningkatkan Aktifitas dan Prestasi Belajar PAI | 25
dalam tahapan observasi dikumpulkan serta
dianalisis. Peneliti kemudian merefleksi diri
berdasarkan hasil observasi dan diskusi, untuk
mengkaji apakah tindakan yang telah
dilakukan dapat meningkatkan pemahaman
siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam. Hasil analisa data digunakan sebagai
acuan untuk merencanakan siklus berikutnya.
Data dan cara pengambilannya : 1)
sumber data dari tindakan kelas ini adalah
siswa dan peneliti. 2) jenis data yang
didapatkan adalah data kuantitatif dan data
kualitatif yang terdiri dari rencana
pelaksanaan pembelajaran dan data hasil
observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran
hasil belajar.
Cara pengambilan data: 1) diperoleh
melalui tes hasil belajar 2) data tentang situasi
pembelajaran, diperoleh melalui lembar
observasi 3) data tentang keterkaitan antara
perencanaan dengan dengan pelaksanaan
didapat dari rencana pembelajaran dan lembar
observasi.
Yang menjadi indikator keberhasilan
tindakan kelas ini adalah jika terjadi
perubahan peningkatan pemahaman siswa
melalui pembelajaran kooperatif dengan tipe
TPS. Secara kuantitatif dapat diindikasikan
jika 85 % dari seluruh siswa terlihat
pemahaman terhadap mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam berubah lebih baik.
Hal ini diwujudkan dengan adanya
kemampuan siswa minimal 70% dalam
menjawab soal uraian terstruktur dengan
benar. Disamping itu juga 75% siswa terlibat
aktif dalam pembelajaran kooperatif dengan
tipe TPS. Kemampuan guru untuk
mengimplementasikan pendekatan pem-
belajaran kooperatif tipe TPS dapat terlaksana
dengan baik.
Siklus Rancangan Penelitian tindakan
meliputi: 1) tahap perencanaan, dimana
peneliti melakukan refleksi awal,
merumuskan permasalahan dan merencana-
kan tindakan yang meliputi rancangan strategi
dalam penyampaian dan pengelolaan
pembelajaran kooperatif tipe TPS. Pada tahap
ini juga dikembangkan strategi pembelajaran,
instrumen pengumpul data berupa lembar
pengamatan perangkat tes hasil belajar serta
menyusun rencana pengolahan data, 2) tahap
pelaksanaan tindakan, dimana peneliti
melaksanakan skenario tindakan yang telah
direncanakan serta melakukan pengamatan
selama kegiatan pembelajaran berlangsung
sesuai dengan jadwal penelitian. Selama
kegiatan pembelajaran berlangsung dilakukan
pengamatan oleh tim dengan menggunakan
instrumen pengamatan, serta melakukan
evaluasi dan refleksi selama pelaksanaan
tindakan ditujukan untuk melakukan
perbaikan-perbaikan dalam pembelajaran
berikutnya, 3) tahap evaluasi dan refleksi
dimana peneliti melakukan evaluasi dan
refleksi selama pelaksanaan tindakan yang
ditujukan untuk melakukan perbaikan-
perbaikan dalam pembelajaran berikutnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Data Penelitian Persiklus
Siklus I
Pada tahap perencanaan peneliti
mempersipkan perangkat pembelajaran yang
terdiri dari Renca Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) 1, soal tes formatif 1, dan alat-alat
pengajaran yang mendukung. Disiapkan juga
lembar pengamatan keaktifan siswa.
Tahap Pelaksanaan pembelajaran silkus
I dilaksanakan pada Januari 2014 di kelas VI
dengan jumlah 18 siswa. Dalam hal ini
peneliti bertindak sebagai guru. Observasi
pembelajaran dilaksanakan bersamaan dengan
pelaksanaan belajar mengajar, sebagai
pengamat adalah rekan guru.
Di akhir proses belajar mengajar siswa
diberi tes formatif I dengan tujuan untuk
mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam
proses belajar mengajar yang telah dilakukan.
Adapun data hasil tes formatif setelah
dilakukan perhitungan maka rata-rata hasil
belajar siklus I adalah 69,60. Berdasarkan
kriteria ketuntasan maka tingkat keberhasilan
26 | Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 22 – 28
siklus I adalah 68,18%. Sedangkan hasil
observasi aktivitas siswa dalam pembelajaran
mempunyai prosentase nilai sebesar 65 %.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada
siklus I secara klasikal siswa belum tuntas
belajar, siswa yang memahami pelajaran
hanya sebesar 68,18 % lebih kecil dari
posetase ketuntasan yang dikehendaki yaitu
sebesar 85 %. Hal ini disebabkan siswa masih
merasa asing terhadap metode yang
diterapkan guru, guru terlihat kurang
maksimal dalam melakukan bimbingan pada
waktu diskusi. Siswa masih belum terbiasa
dengan metode yang dilaksanakan ini
sehingga diperlukan penguatan.
Sebagai refleksi dalam kegiatan belajar
mengajar diperoleh informasi dari hasil
pengamatan: 1) guru kurang maksimal dalam
memotivasi siswa dan dalam menyampaikan
tujuan pembelajaran, 2)kegiatan membimbing
diskusi kurang berjalan dengan optimal, 3)
pengelolaan waktu juga belum begitu
maksimal.
Pada kegiatan revisi pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar pada siklus I ini
masih terdapat kekurangan, sehingga perlu
adanya revisi untuk dilakukan pada siklus
berikutnya. 1) guru lebih terampil dalam
memotivasi siswa dan lebih jelas dalam
menyampaikan tujuan pembelajaran. 2) guru
perlu mendistribusikan waktu secara baik dan
proporsional terutama pada kegiatan
membimbing kelompok kecil dalam diskusi.
3) guru harus lebih trampil dan bersemangat
dalam memotivasi siswa.
Siklus II
Melalui tahap pencanaan peneliti
mempersipkan perangkat pembelajaran yang
terdiri dari RPP 2, soal tes formatif 2, dan
alat-alat pengajaran yang mendukung.
Disiapkan juga lembar pengamatan keaktifan
siswa untuk menyempurnakan pelaksanakan
tindakan.
Pelaksanan pembelajaran silkus II
dilaksanakan pada bulan Februari 2014 di
kelas VI dengan jumlah 18 siswa. Dalam hal
ini peneliti bertindak sebagai guru. Observasi
pembelajaran dilaksanakan bersamaan dengan
pelaksanaan belajar mengajar, sebagai
pengamat adalah rekan guru satu institusi.
Pada akhir proses belajar mengajar
siswa diberi tes formatif II dengan tujuan
untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa
dalam proses belajar mengajar yang telah
dilakukan. Setelah dilakukan perhitungan
maka rata-rata hasil belajar siklus II adalah
71,43. Berdasarkan kriteria ketuntasan maka
tingkat keberhasilan siklus II adalah 79,54%.
Sedangkan hasil observasi aktivitas siswa
dalam pembelajaran mempunyai prosentase
nilai sebesar 70 %.
Capaian hasil tersebut menunjukkan
bahwa pada siklus II secara klasikal siswa
belum tuntas belajar, karena siswa yang
memahami pelajaran hanya sebesar 79,54 %
lebih kecil dari posetase ketuntasan yang
dikehendaki yaitu sebesar 85 %. Sedangkan
aktivitas siswa yang menunjukkan motivasi
siswa dalam belajar juga masih belum
mencapai kriteria efektif karena masih kurang
dari 75 %. Tetapi secara umum sudah
mengalami peningkatan bila dibandingkan
siklus I.
Melalui kegiatan refleksi kegiatan
belajar mengajar diperoleh informasi dari
hasil pengamatan sebagai berikut: 1) guru
kurang maksimal dalam memotivasi siswa
dan dalam menyampaikan tujuan
pembelajaran, 2) telah terjadi peningkatan
aktifitas siswa yang menunjukkan motivasi
siswa semakin meningkat dengan prosentase
yang signifikan.
Melalui kegiatan revisi pelaksaanaan
kegiatan belajar mengajar pada siklus II ini
masih terdapat kekurangan, sehingga masih
perlu adanya revisi untuk dilakukan pada
siklus berikutnya agar: 1) guru lebih terampil
dalam memotivasi siswa dan lebih jelas dalam
menyampaikan tujuan pembelajaran, 2) guru
harus lebih trampil dan beremangat dalam
memotivasi siswa.
Muhim, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Untuk Meningkatkan Aktifitas dan Prestasi Belajar PAI | 27
Siklus III
Pada tahap perencanaan peneliti secara
lebih serius mempersipkan perangkat
pembelajaran yang terdiri dari RPP 3, soal tes
formatif 3, dan alat-alat pengajaran yang
lainnya mendukung proses secara optimal.
Secara strategis disiapkan juga lembar
pengamatan keaktifan siswa untuk
mendukung kegiatan agar memperoleh
kondisi idial sebelum tahap pelaksanaan..
Melalui tahap pelaksanaan pembelajar-
an silkus III dilaksanakan pada bulan Pebruari
2014 di kelas VI dengan jumlah 18 siswa.
Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru
dalam proses pembelajaran. Tahap observasi
pembelajaran dilaksanakan bersamaan dengan
pelaksanaan proses belajar mengajar.
Sedangkan bertindak sebagai pengamat
adalah rekan guru dalam lingkungan satu
sekolah.
Tahap akhir proses belajar mengajar
siswa diberi tes formatif III dengan tujuan
untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa
dalam proses belajar mengajar yang telah
dilakukan. Adapun data hasil tes formatif dari
hasil perhitungan rata-rata siklus III yang
telah dicapai adalah 73,88. Sedangkan tingkat
keberhasilan siklus III mencapai angka 88,63.
Dari hasil observasi diperoleh prosentase
aktivitas siswa sebesar 80 %. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pada siklus ke III secara
klasikal siswa sudah tuntas belajar, karena
siswa yang memahami pelajaran sebesar
86,63 % lebih besar dari prosentase
ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85
%. Prosntase aktivitas siswa sebear 80 %
meunjukkan siswa telah mempunyai motivasi
yang kuat dalam pembelajaran. Hal tersebut
sekaligus memberikan gambaran bahwa
proses pembelajaran berlangsung dalam
suasana kondusif dan menumbuhkembangkan
situasi pembelajaran yang dinamis. Realita
tersebut sebagai manifestasi bahwa
pembelajaran yang aktif, kreatif dan
menyenangkan memberikan iklim belajar
yang produktif.
Pada Tahap Refleksi kegiatan belajar
mengajar diperoleh informasi dari hasil
pengamatan sebagai berikut: 1) selama proses
belajar mengajar guru telah melaksanakan
semua langkah-langkah pembelajaran dengan
baik, meskipun ada beberapa aspek yang
belum sempurna tetapi prosentasenya sudah
cukup baik, 2) berdasarkan hasil pengamatan
diketahui bahwa siswa akif selama proses
belajar mengajar berlangsung. Dalam
memberikan umpan balik guru juga sudah
berkatagori baik, 3) kekurangan pada siklus –
siklus sebelumnya sudah mengalami
perbaikan, 4) hasil belajar siklus III mencapai
ketuntasan klasikal.
Setelah diadakan revisi pada siklus III
guru telah mengimplementasikan proses
pembelajaran dengan baik hal ini dilihat dari
siswa yang rata-rata sudah aktif dalam
pembelajaran dan hasil belajar siswa sudah
mencapai katagori tuntas. Untuk pelaksanaan
pembelajaran berikutnya diharapkan dapat
mempertahankan dan memaksimalkan apa
yang telah dicapai saat ini. Pada siklus III ini
siklus dihentikan karena telah mencapai hasil
yang diharapkan yaitu ketuntasan belajar
klasikal dan aktivitas siswa yang mencapai
kategori efektif. Progres dari pra siklus, siklus
I sampai dengan siklus III menegaskan bahwa
proses pembelajaran semakin meningkat,
penuh dengan motivasi, serta memperoleh
output sesuai harapan yakni mencapai
ketuntasan dalam belajar.
Pembahasan.
Untuk lebih mempertajam hasil
penelitian tindakan kelas, maka dilakukan
pembahasan terkait dengan hasil penelitian
sebagai berikut: 1) Pada siklus I siswa secara
klasikal keberhasilan belajar siswa telah
mencapai 68,18 %, sedangkan siklus II
mencaai angka capaian 79,64 %, dan siklus
III meraih angka 86,63%. Dari ketercapaian
tersebut dapat dijelaskan bahwa pada siklus I
dan siklus II hasil yang diraih belum
mencapai kriteria ketuntasan yang telah
ditentukan. Sedangkan proses pembelajaran
28 | Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 22 – 28
perbaikan pada siklus III telah mencapai
kriteria ketuntasan.
Ketercapaian di atas menunjukkan
bahwa tingkat keberhasilan siswa dari siklus
ke siklus mengalami kemajuan peningkatan
yang cukup signifikan. Peningkatan ini
disebabkan oleh guru yang semakin mengerti
dan memahami langkah-langkah
pembelajaran yang seharusnya dilakukan
sehingga proses belajar mengajar berlangsung
lebih baik. Pada siklus I observasi
menyatakan bahwa ratarata aktivitas siswa
masih kurang dengan capaian hasil (65%),
demikian juga dengan siklus II rata-rata
aktivitas siswa masih belum mencapai
katagori aktif dengan angka yang dicapai
(70%) Namun setelah melalui beberapa
tahapan perbaikan, pada siklus III rata-rata
aktivitas siswa dalam proses pembelajaran
sudah mencapai katagori aktif (80%) Ini
menunjukkan siswa semakin termotivasi
dalam belajar Pendidikan Agama Islam.
KESIMPULAN
Dari hasil kegiatan pembelajaran yang
dilakukan selama tiga siklus, dan berdasarkan
seluruh pembahasan serta analisis yang telah
dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Model pembelajaran kooperatif tipe TPS
(think pair share) memiliki dampak positif
dalam meningkatkan prestasi belajar
Pendidikan Agama Islam siswa kelas VI SDN
Ngemplak I yang ditandai dengan
peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam
setiap siklus, yaitu siklus I (68,18%), siklus II
(79,64%), siklus III (86,63%}. 2) Model
pembelajaran kooperatif tipe TPS (think pair
share) dapat meningkatkan motivasi belajar
siswa kelas VI dalam proses pembelajaran
Pendidikan Agama Islam. Ini dapat dilihat
dari progress (kemajuan) aktivitas siswa yang
terus meningkat dari siklus I (65%), siklus II
(70%), siklus III (80%)
Agar proses belajar mengajar
Pendidikan Agama Islam lebih efektif dan
lebih memberikan hasil yang optimal bagi
siswa, maka disampaikan saran sebagai
berikut: 1) model pembelajaran kooperatif
tipe TPS (thank pair share) dapat menjadi
alternatif bagi guru untuk meningkatkan hasil
belajar siswa dalam pembelajaran Pendidikan
Agama Islam. 2) diperlukan adanya penelitian
lanjutan agar hasil penelitian ini lebih dapat
bermanfaat bagi peneliti khususnya dan dunia
pendidikan pada umumnya.
DAFTAR RUJUKAN
Isjoni. (2011). Cooperative Learning Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: ALFABETA.
Nasution. (2006). Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara.
Nur Muhammad dkk. 2011 Pembelajaran Kooperatif. Surabaya : Pusat Sains dan Matematika
Sekolah.
Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif.Surabya: Masmedia Buana Pustaka.
29
PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA
MATERI SISTIM TATA SURYA
MELALUI METODE DEMONSTRASI
DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL
Sulistianah
Guru SDN Kauman I
Kecamatan Baureno Kabupaten Bojonegoro
Email : [email protected]
Abstrak : Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan peningkatan prestasi belajar siswa pada materi
sistim tata surya melalui metode demonstrasi dengan menggunakan media audio visual . Metode
penelitian yang di gunakan adalah deskritif, jenis penelitiannya tindakan kelas. Subjek penelitian
adalah siswa kelas V SDN Kauman I berjumlah 24 orang. Teknik yang di gunakan adalah observasi
langsung. Alat pengumpul data adalah lembar observasi murid. Penelitian ini dilaksanakan melalui II
siklus, prosedur penelitian menggunakan tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Hasil
penelitian menunjukkan adanya peningkatan pemahaman siswa terhadap materi yang dibuktikan
dengan peningkatan prestasi belajar siswa yang mencapai ketuntasan 58,33% pada kondisi awal
meningkat menjadi 70,83 % pada siklus I , dan meningkat lagi menjadi 87,50% pada siklus II. Dengan
menggunakan metode demonstrasi dengan menggunakan media audio visual dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam.
Kata Kunci : hasil belajar, metode demonstrasi, media audio visual
Guru sebagai ujung tombak yang
menentukan keberhasilan pendidikan dan
pengajaran di sekolah, sepertinya belum dapat
mengantisipasi keadaan dan keperluan siswa.
Sebagian guru masih belum maksimal dalam
menerapkan berbagai metode, strategi dan
penggunaan media dalam rangka memberikan
pengalaman nyata kepada siswa. Dalam
pembelajaran, guru hanya bersikap sebagai
pelaksana tugas dalam pembelajaran, bukan
memberikan pengalaman belajar yang
bermakna kepada siswanya. Guru pun jarang
menciptakan model pembelajaran sains dengan
pengamatan langsung, percobaan, ataupun
simulasi. Akibatnya, sains dianggap sebagai
pelajaran hafalan. Padahal, pembelajaran sains
dapat menjadi wahana bagi siswa untuk
berlatih menjadi ilmuwan, mengembangkan
menumbuhkan motivasi, inovasi, dan
kreativitas sehingga siswa mampu menghadapi
masa depan yang penuh tantangan melalui
penguasaan sains.
Oleh karena itu, guru seharusnya kreatif
dan inovatif dalam meningkatkan kualitas
pembelajaran sehingga mampu memenuhi
keperluan pembelajaran untuk setiap siswanya.
Sehubungan dengan hal tersebut metode
mengajar yang digunakan oleh guru hendaknya
bervariasi sesuai dengan tujuan dan materi
yang diajarkan. Dengan metode yang
bervariasi inilah siswa akan begairah dalam
belajar secara inovatif dan kreatif. Metode
yang digunakan dalam interaksi belajar
mengajar merupakan salah satu faktor yang
menentukan keberhasilan dan kelancaran
proses pembelajaran.
Usaha untuk meningkatkan pemahaman
siswa memerlukan metode yang efektif dan
efisien. Selain itu, diperlukan pula media
pembelajaran yang tepat sehingga siswa dapat
menguasai kompetensi yang diharapkan.
Dalam proses belajar mengajar, media
memiliki peran yang sangat penting
menunjang tercapainya tujuan pembelajaran.
Penerapan metode demonstrasi dengan
menggunakan media audio visual dalam materi
sistem tata surya diharapkan membangkitkan
rasa ingin tahu dan minat siswa serta motivasi
30 | Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 29 – 33
untuk belajar, juga dapat mempermudah siswa
dalam memahami materi dan informasi yang
disampaikan.
Menurut Wina sanjaya (2007:150)
metode Demonstrasi adalah metode penyajian
pelajaran dengan memperagakan dan
mempertunjukan kepada murid tentang sesuatu
proses, situasi atau benda tertentu. Sebagai
metode penyajian, demonstrasi tidak terlepas
dari penjelasan secara lisan oleh guru.
Walaupun dalam proses demonstrrasi peran
murid hanya sekedar memperhatikan ,akan
tetapi demonstrasi dapat menyajikan bahan
pelajaran lebihh Konkrit
Media pembelajaran adalah segala
sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima
pesan. Dalam hal ini adalah proses merangsang
pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta
perhatian siswa sehingga proses belajar dapat
terjalin, Sadiman (2008: 7). Berdasarkan
pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa
media pembelajaran adalah alat bantu yang
digunakan oleh guru sebagai alat bantu
mengajar. Dalam interaksi pembelajaran, guru
menyampaikan pesan ajaran berupa materi
pembelajaran kepada siswa,
Menurut Wina Sanjaya (2010) media
audio visual yaitu jenis media yang selain
mengandung unsur suara juga mengandung
unsur gambar yang bisa dilihat, misalnya
rekaman video, film, slide suara, dan lain
sebagainya. Kemampuan media ini dianggap
lebih baik dan menarik. Media audio visual
dalam penelitian ini adalah Audio visual gerak,
yaitu media yang dapat menampilkan unsur
suara berupa penjelasan materi dan gambar
yang bergerak.
Penggunaan metode dan media audio
visual pada pembelajaran sistim tata surya
didasari dari pelaksanaan pembelajaran Ilmu
Pengetahuan yang telah dilakukan dengan
menggunakan media gambar, menunjukkan
hasil yang kurang memuaskan, sebagian besar
siswa kurang bersemangat mengikutinya, dan
ketika diberikan soal-soal latihan mereka
mengalami kesulitan dalam mengerjakannya,
hal ini terjadi karena para siswa belum
memahami materi pelajaran yang telah
dijelaskan oleh guru. Hasil tes yang diperoleh
dari jumlah siswa sebanyak 24, hanya 14 siswa
(58,33 %) yang mencapai ketuntasan belajar
dengan rata-rata nilai 63,75. Hasil tes ini
menunjukkan bahwa secara klasikal hasil
pembelajaran belum tuntas, dimana
pembelajaran secara klasikal dikatakan tuntas
apabila 85 % siswa telah mencapai ketuntasan
minimal.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka
penulis mencoba untuk mengidentifikasi faktor
penyebab kurang berhasilnya proses
pembelajaran yang sudah dilaksanakan
sehingga hasil belajar siswa rendah. Ada
beberapa masalah yang terjadi dalam proses
pembelajaran, yaitu : 1) rendahnya tingkat
penguasaan siswa terhadap materi pelajaran, 2)
teknik pembelajaran mengenai sistem tata
surya kurang bervariasi, 3) siswa kurang
termotivasi untuk mengikuti pelajaran.
Berdasarkan identifikasi masalah diatas
guru melakukan penelitian dengan tujuan
meningkatkan pemahaman mengenai sistem
tata surya pada siswa kelas VI melalui
penerapan metode demonstrasi dengan
menggunakan media audio visual.
METODE
Jenis penelitian yang dilakukan oleh
peneliti ialah deskriptif kualitatif, yang
dideskripsikan adalah : penerapan metode
demonstrasi melalui penggunaan media audio
visual pada pembelajaran IPA mampu
meningkatkan pemahaman dan hasil belajar
siswa tentang sistim tata surya. Teknis
analisis datanya adalah kualitatif karena
analisis datanya tidak menggunakan statistik
tapi hanya menggunakan prosentase atau
kriteria.
Bentuk penelitian yang digunakan pada
penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas,
yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru
bersama guru atau bersama-sama orang lain
(kolaborasi) yang bertujuan untuk mempebaiki
Sulistianah, Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Materi Sistim Tata Surya Melalui Metode Demonstrasi | 31
58,33 70,83
87,50
-
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
Pra Siklus Siklus I Siklus II
Kenaikan Ketuntasan Hasil Belajar
Siswa
atau meningkatkan mutu proses pembelajaran
di kelas (Iskandar 2009 : 2).
Model penelitian PTK pada penelitian ini
adalah menggunakan model spiral kemmis
dan taggart (Rochiati, 2008:66). Tahap-tahap
penelitiannya adalah sebagai berikut: 1) Plan
(perencanaan), 2) Act (tindakan) 3) Observe
(pengamatan), 4) Reflect (Refleksi)
Penelitian ini di lakukan di Sekolah
Dasar Negeri Kauman II pada semester genap
tahun pelajaran 2014-2015 bulan Februari
2015, dengan subjek Penelitian siswa kelas VI
yang berjumlah 24 orang yang terdiri 12 orang
laki-laki dan 12 orang perempuan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil penelitian yang dilakukan dari
pembelajaran menunjukkan adanya perubahan
hasil belajar siswa sebagaimana tergambar
dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2.
Daftar Nilai Hasil Belajar Siswa
No Nama Siswa Siklus
Pra I II
1 Achmad Zaky Yanuardani 50 70 70
2 Aditiya Kurniawan 35 40 55
3 Ahmad Bagus Alamsyah 80 80 85
4 Ahmad Wahib 70 75 75
5 Ajeng Praticia 50 55 60
6 Amilia Devi Hidayati 85 90 100
7 Andhita Nur Fanny 75 80 80
8 Andre Eko Saputro 80 90 90
9 Arda Falakhi 50 60 70
10 Bagas Mahendra 60 70 75
11 Dea Monika Rahayu Putri 70 70 75
12 Desra Panca Alfitra 75 80 80
13 Dwi Kinanti Primawidya 70 70 75
14 Ela Indah Saputri 70 75 80
15 Esti Purnama Rini 80 85 85
16 Eva Dwi Vatmawati 70 75 80
17 Fatma Puspita cahyani 45 45 50
18 Mohammad Alkahfi K 75 75 80
19 Muhammad Aqil Fajri 55 60 70
20 Muhammad Khoirul Huda 40 60 70
21 Ridha Fidya Rahma 50 60 70
22 Sugiarto 55 70 75
23 Vera Illa Faizah 70 70 75
24 Veronica Dwi Cahyani 70 80 90
63,75 70,21 75,63
Dari data tabel I menunjukkan adanya
peningkatan hasil belajar siswa. Pada siklus I
menunjukkan bahwa nilai terendah 45 dan nilai
tertinggi 90 sedangkan nilai rata-rata kelas
mencapai nilai 70,21. Siswa yang telah
mencapai ketuntasan belajar sebanyak 17
siswa atau 70,83%, sehingga secara klasikal
pembelajaran belum mencapai ketuntasan.
Pembelajaran dapat dikatakan tuntas secara
klasikal apabila 85% siswa telah memperoleh
nilai minimal KKM (70) atau telah tuntas.
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan
bahwa pada siklus II terdapat peningkatan
yang yang cukup siginifikan yaitu hasil nilai
rata-rata kelas dari 70,21 menjadi 75,63,
dengan nilai terendah 55 dan tertinggi 100.
Pada siklus II ini siswa yang telah mencapai
ketuntasan minimal sebanyak 21 siswa atau
87,50%.
Grafik peningkatan hasil nilai ketuntasan
siswa digambarkan di bawah ini :
Berdasarkan grafik ketuntasan hasil
belajar, dari kondisi awal (pra siklus) terjadi
kenaikan terhadap siswa yang mengalami
ketuntasan yaitu dari 14 siswa menjadi 17
siswa atau naik 12,50 % pada siklus I, dan
meningkat lagi menjadi 21 siswa yang
mencapai ketuntasan atau naik 16,67%.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa
secara kalsikal proses perbaikan pelajaran IPA
32 | Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 29 – 33
dengan materi tentang sistem tata surya ini
sudah dapat dikatakan berhasil dan mencapai
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 21
orang (87,50%). Jadi proses pembelajaran ini
sudah tidak perlu diadakan perbaikan lagi.
Pembahasan
Berdasarkan observasi dan hasil diskusi
dengan teman sejawat, diperoleh hasil bahwa
perlu diadakannya perbaikan pembelajaran di
setiap siklus. Setelah melaksanakan proses
pembelajaran dua siklus untuk materi tentang
sistem tata surya maka terdapat temuan sebagai
berikut : selama pelajaran pada prasiklus
peneliti melaksanakan pembelajaran dengan
menggunakan media gambar. Dengan cara
belajar tersebut hasil belajar yang diperoleh
siswa kurang memenuhi ketuntasan yang
diharapkan yang disebabkan karena siswa
kurang memahami materi yang disampaikan.
Hal ini dapat dilihat dari hasil nilai ulangan pra
siklus, dimana nilai rata–ratanya 63,75 dengan
ketuntasan klasikal 58,33% atau 14 siswa dari
24 siswa yang mencapai ketuntasan minimal
yaitu 70.
Setelah dilakukan tindakan pada siklus I,
dimana peneliti menerapkan metode
demonstrasi dengan menggunakan media audio
visual, para siswa lebih tertarik mengikuti
proses pembelajaran, pemahaman siswa materi
pelajaran yang diajarkan meningkat. Hal ini
mempengaruhi hasil nilai ulangan, dimana
nilai rata – rata siswa lebih meningkat menjadi
70,83 dan terdapat 17 dari 24 siswa yang telah
mencapai ketuntasan.
Apabila diperhatikan perubahan yang
terjadi pada nilai siswa pada siklus I
menunjukan hal yang positif. Namun hasil
yang diperoleh peneliti dinilai masih kurang
memuaskan dan secara klasikal pembelajaran
belum mencapai ketuntasan. Hal ini
disebabkan karena media audio visual yang
digunakan guru merupakan hal baru bagi
siswa, selain itu terdapat beberapa siswa yang
masih kurang teliti dalam megerjakan soal.
Oleh karena itu peneliti perlu melakukan
tidakan pada siklus II.
Pada siklus II ini peneliti berusaha
memperbaiki kekurangan pada proses
pembelajaran pada siklus I, dimana peneliti
tetap menggunakan metode demostrasi dengan
media audio visual. Peneliti berusaha
memodifikasi peraga agar siswa lebih tertarik
dan aktif dalam proses pembelajaran.
Pada siklus II ini siswa menjadi lebih
aktif, pemahaman dan penguasaan materi
pembelajaran lebih bagus bila dibandingkan
dengan siklus sebelumnya. Proses kegiatan
belajar mengajar berbeda dengan siklus I. Guru
menerapkan metode demonstrasi dengan
menggunakan media audio visual yang telah
dimodifikasi lebih menarik. Siswa diberi
latihan-latihan dan dalam mendemonstrasikan
alat peraga difokuskan pada anak yang daya
serapnya rendah, tujuannya agar meningkatkan
daya ingatnya.
Metode dan Media yang digunakan lebih
konkrit sehingga siswa menjadi terlihat lebih
aktif. Guru menarik perhatian siswa dengan
beragam pertanyaan sesuai gambar yang
disajikan dengan menggunakan media audio
visual, sehingga siswa termotivasi untuk
mengutarakan pendapatnya dan memudahkan
bagi siswa untuk memahami materi tentang
sistem tata surya. Hal ini terlihat dari hasil nilai
ulangan yang diperoleh siswa pada siklus II,
dimana rata–rata nilai 75,63 dan terdapat 21
siswa atau 87,50% siswa yang mendapat nilai
≥ 70. Dengan demikian kegiatan perbaikan ini
sesuai dengan rencana. Hal ini menunjukkan
bahwa pembelajaran secara klasikal telah
mencapai ketuntasan.
PENUTUP
Dari hasil pelaksanaan pembelajaran dua
siklus melalui metode demonstrasi dengan
menggunakan media audio visual pada
pelajaran IPA materi sistem tata surya dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1)
penggunaan metode dan media pembelajaran
secara tepat mampu memicu keterlibatan siswa
secara maksimal dalam proses pembelajaran
sehingga dapat memotivasi siswa dalam
meningkatkan hasil belajarnya. 2) sebagai
Sulistianah, Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Materi Sistim Tata Surya Melalui Metode Demonstrasi | 33
motivator dan fasilitator, guru harus dapat
menciptakan kondisi agar siswa tertarik untuk
belajar, kondisi ini dapat diciptakan jika guru
mampu menggunakan metode dan media
belajar yang efektif pada pembelajaran tentang
sistem tata surya secara tepat.
Berdasarkan kesimpulan diatas, terdapat
beberapa saran yang sebaiknya dilaksanakan
oleh guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran diantaranya adalah : 1)
penggunaan metode demonstrasi serta media
audio visual yang disesuaikan dengan materi
ajar dapat membantu siswa untuk lebih mudah
memahami materi pembelajaran, 2) sebelum
pembelajaran dimulai guru harus menyiapkan
suatu strategi pembelajaran yang tepat, lengkap
dan terencana, 3) dalam menyampaikan materi
pembelajaran agar lebih sistematis dan mudah
dimengerti siswa guru harus mengunakan
metode dan media pembelajaran yang sesuai
dengan materi pelajaran.
DAFTAR RUJUKAN
Aries.S.Sadiman. 2008 Media Pendidikan, pengertian pengembangan dan pemanfaatanya. Jakarta
PT.Raja Grafindo Persada
Iskandar. (2009). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Gaung Persada (GP) Press.
Sanjaya, Wina. (2010). Strategi Pembelajaran.Jakarta; Kencana Prenada Media Group
Wina Sanjaya. (2007). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Wiriaatmadja, Rochiati, 2008. Metode Penelitian Tindakan Kelas, Bandung, PT Remaja
Rosdakarya Offset.
34
PEMBELAJARAN PENGALAMAN LANGSUNG UNTUK
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA
PADA POKOK BAHASAN GERAK BENDA DI KELAS III
Supiyah
Guru SD Negeri Ngemplak I Baureno Bojonegoro
Email : [email protected]
Abstrak : Implementasi pembelajaran perlu berbagai alternatif untuk menjawab permasalahan dan
kelemahan dalam belajar. Dengan pembelajaran pengalaman langsung diharapkan memperoleh solusi
dalam pembelajaran melalui tahap-tahap yang telah disusun sedemikian rupa beserta langkah-langkah
pembelajarannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur sejauh mana peranan model pembelajaran
pengalaman langsung untuk meningkatkan prestasi siswa kelas III di SDN Ngemplak I, pokok bahasan
gerak benda. Penelitian ini terdiri dari 2 siklus yakni pelaksanaan siklus 1 pada tanggal 24 Pebruari
2015 dan siklus 2 tanggal 3 Maret 2015. Dari hasil penelitian ini membuktikan bahwa dengan model
pembelajaran pengalaman langsung mampu meningkatkan aktiftas baik guru dan siswa dlam proses
pembelajaran. Hal ini dilihat dari hasil perolehan nilai siswa dari siklus ke siklus yang menunjukkan
peningkatan dibandingkan dengan hasil-hasil tes sebelumnya. Disamping itu nilai ketuntasan belajar
siswa naik hingga 90%. Melalui pembelajaran pengalaman langsung siswa senantiasa berperan aktif
dalam proses pembelajaran. Selain itu dengan konsep pengalaman tersebut mereka dapat menerapkan
dalam latihan soal maupun dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana tujuan mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA).
Kata Kunci : pembelajaran pengalaman langsung, prestasi belajar siswa, gerak benda
Berbagai bentuk penyajian pembelajaran
secara klasikal sering dilakukan oleh guru dari
waktu kewaktu. Pembelajaran klasikal dapat
digunakan apabila materi pelajaran bersifat
informatif atau fakta. Terutama ditujukan
untuk memberikan informasi atau sebagai
pengantar proses belajar mengajar Hal ini
memberikan arti bahwa belajar klasikal dengan
mendengar hanya digunakan saat apersepsi
bukan dalam proses kegiatan inti pembelajar-
an. Guru tidak cukup sekedar menyajikan
bahan-bahan pelajaran untuk dihafal kemudian
diurutkan tingat penguasaannya, tetapi lebih
dari itu guru harus merencanakan, mengelola,
memimpin, dan menilai proses belajar dalam
berbagai sikap, kemampuan dan ketrampilan
pada berbagai bidang kehidupan.(Wahyudi :
2010).
Penerapan Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) merupakan mata pelajaran yang
mengaplikasikan pengetahuan mengenai
konsep-konsep sains dan keterampilan individu
dalam kehidupan sehari-hari untuk memecah-
kan masalah. Sistem konseptual IPA sebagai
suatu pengetahuan logic-matematik dan fisik
hanya dapat dipelajari melalui penyesuaian arti
antara pengajar dan pelajaran. Namun pada
kenyataanya dalam proses pembelajaran guru
terkadang hanya memberikan ulasan-ulasan
tentang materi yang diajarkan dan kurangnya
minat siswa untuk mencoba dan menerapkan
langsung dalam kehidupan sehari-hari.
(Suciati,2007).
Berdasarkan hasil penelitian dan diskusi
teman sejawat yang telah dilakukan di kelas III
SDN Ngemplak I dengan jumlah siswa 20
anak, masalah yang ditemukan adalah hasil
prestasi belajar siswa sangat mengecewakan.
Yakni hanya 4 anak yang tuntas pembelajaran-
nya dengan perolehan nilai diatas 65,
khususnya mata pelajaran IPA. Di kelas ini
guru menggunakan metode ceramah dan
pemberian tugas. Selain itu, kondisi
pembelajaran kurang menarik siswa. Hal ini
dibuktikan dengan banyaknya siswa hampir
90% anak yang tidak focus dan tidak
memperhatikan penjelasan guru serta
substansi materi.
Supiyah,Pembelajaran Pengalaman Langsung Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa | 35
Kondisi ini mereferensikan kejenuhan
anak dan keingintahuan secara langsung
obyek yang akan dipelajari anak sehingga
menimbulkan motivasi dan meningkatnya
pemahaman siswa untuk mencari penyelesaian
yang ditawarkan, yakni pelaksanaan
pembelajaran melalui metode pengalaman
langsung yang dikemas dalam sebuah
penelitian tindakan.
Proses dan hasil penelitian ini bertujuan
untuk mendiskripsikan penerapan pembelajar-
an pengalaman langsung untuk meningkatkan
prestasi belajar siswa kelas III mata pelajaran
IPA pokok bahasan gerak benda.
Mendiskripsikan / menganalisis penggunaan
pembelajaran pengalaman langsung terhadap
prestasi belajar siswa. Penelitian ini juga untuk
menemukan jawaban tentang bagaimana
penerapan pembelajaran pengalaman langsung
untuk meningkatkan prestasi belajar siswa
serta memberikan pengalaman tentang betapa
pentingnya penelitian tindakan untuk
menyelesaikan permasalahan yang ditemukan
guru dan diselesaikan sendiri sebagai seorang
yang profesional.
Di dalam dunia pendidikan istilah
pembelajaran sering digunakan. Menurut
pendapat Nono Sutarno (2007:57) pembelajar-
an adalah suatu kombinasi yang tersusun
meliputi unsur-unsur manusiawi, material,
fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang
saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Unsur manusiawi merupakan
unsur penting dalam pembelajaran yang terdiri
dari peserta didik, guru, tenaga administrasi
dan tenaga perpustakaan. Dalam pembelajaran
tidak dapat dipisahkan dari unsur material yang
meliputi buku-buku, kurikulum, papan tulis
dan sebagainya.
Langkah pertama yang haus dilakukan
guru dalam memulai pembelajaran adalah
memberikan orientasi kepada siswa tentang
konsep yang akan dipelajari. Kegiatan orientasi
ini bertujuan untuk memotivasi siswa. Yang
dapat dilakukan guru pada kegiatan orientasi,
diantaranya adalah mengemukakan cerita yang
menimbulkan pertanyaan, melontarkan ide-ide
yang bertentangan dengan kenyataan sehari-
hari, atau menyesuaikan topik yang dibahas
dengan minat siswa. Kita ambil contoh dalam
pelajaran IPS tentang urbanisasi, guru dapat
mengajukan pertanyaan, mengapa banyak
orang yang ingin pindah ke kota padahal
perjuangan hidup di kota sangat sukar dan
keras. Atau dalam pelajaran IPA, misalnya
tentang ciri-ciri makhluk hidup, guru dapat
mengemukakan pernyataan bahwa salah satu
ciri makhluk hidup adalah bergerak.
Bagaimana tumbuhan bergerak? Dengan
pertanyaan-pertanyaan tersebut, siswa akan
termotivasi untuk mempelajari materi tersebut
lebih lanjut. Selain itu, guru juga dapat
melakukan kegiatan orientasi dengan
mengaitkan atau meng-hubungkan konsep
yang akan dipejari degan pengetahuan yang
telah dimiliki siswa.
Setelah perhatian siswa terpusat pada
konsep atau topik yang akan dipelajari,
kegiatan berikutnya adalah meminta siswa
mengungkapkan pengalamannya yang bekaitan
dengan konsep yang sedang dipelajari. Kita
ambil contoh konsep tentang “Gerak Benda”.
Berkenaan dengan konsep ini, siswa dapat
mengungkap pengalaman melihat gerak pada
benda. Ketika siswa menemui hal-hal yang
berkaitan dengan gerak benda misalnya ketika
mereka bermain gangsir di permukaan yang
halus dan kasar maka mereka akan mencoba
berfikir bagaimana cara gangsir tersebut dapa
berputar lama. Apakah di permukaan yang
halus ataukah yang kasar. Berdasarkan
pengalaman siswa tersebut, guru meminta
siswa untuk melakukan pengamatan terhadap
gerak benda serta faktor-faktor yang
Mempengaruhi gerak benda. Kegiatan yang
dilakukan siswa tersebut menggambarkan
modus belajar pengalaman konkret.
Setelah melaksanakan pengamatan,
siswa diminta untuk menyampaikan hasilnya
kepada siswa lain di kelas. Pengungkapan hasil
pengamatan ini dilakukan sesuai dengan minat
siswa. Bagi siswa yang senang menulis, hasil
pengamatannya dapat dituangkan dalam
36 | Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 34 – 40
bentuk tulisan. Tetapi siswa yang senang
bicara, dapat menyampaikan hasil
pengamatannya dalam diskusi. Pada tahap
observasi refleksi ini, akan terjadi tukar
informasi atau pengalaman di antara siswa.
Melalui kegiatan ini, konsep tentang gerak
pada tumbuhan serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya akan terbentuk pada dari
siswa (Konseptualisasi Abstrak).
Penelitian tindakan sebagai karya tulis
ilmah yang dilakukan seorang guru dalam
kelasnya, Penelitan tindakan merupakan
penelitian dalam bidang sosial, yang
menggunakan refleksi diri segala media utama,
dilakukan oleh orang yang terlibat di
dalamnya, serta bertujuan untuk melakukan
perbaikan dalam berbagai aspek (Hadi Tino,
2008).
Dari segi profesionalisme, penelitian
kelas yang dilakukan oleh guru dipandang
sebagai satu unjuk kerja seorang guru yang
profesional karena studi sistematik yang
dilakukan terhadap diri sendiri dianggap
sebagai tanda (hallmark) dari pekerjaan guru
yang profesional. Keterlibatan guru dalam
berbagai kegiatan pengembangan di sekolah-
nya dan mungkin di tingkat yang luas,
sehingga ia perlu mampu melakukan review
terhadap kinerjanya sendiri, untuk selanjutnya
dapat dipakai.
METODE
Penelitian ini menggunakan penelitian
tindakan yang direncanakan terdiri atas dua
siklus, tiap siklus peneliti harapkan ada
perubahan yang ingin dicapai. Pada tiap siklus
diberikan soal (kuis) baik secara lisan maupun
tulisan. Selain itu untuk melengkapi data
penelitian di akhir siklus II juga memberikan
angket kepada peserta didik yang berisi tentang
tanggapan mereka terhadap pembelajaran yang
telah peneliti laksanakan.
Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif. Menurut Nana Syaodih.S (2010:
54) “Metode deskriptif adalah suatu metode
penelitian yang ditujukan untuk
menggambarkan fenomena–fenomena yang
ada, berlangsung pada saat ini atau saat yang
lampau”. Penelitian deskriptif, bisa
mendesripsikan suatu keadaan saja, tetapi bisa
juga mendeskripsikan keadaan dalam tahapan-
tahapan perkembangannya. Penelitian ini tidak
mengadakan manipulasi atau pengubahan pada
variabel–variabel bebas, tetapi menggambar-
kan suatu kondisi apa adanya. Bentuk
penelitian ini adalah Penelitian Tindakan
Kelas. Menurut Mc. Niff (dalam Moh. Asrori,
2009:4) “mengatakan bahwa penelitian
tindakan kelas merupakan bentuk penelitian
reflektif yang dilakukan oleh guru sendiri yang
hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk
mengembangkan dan perbaikan pelajaran”.
Selanjutnya Suharsimi (dalam Moh. Asrori,
2009: 5) “berkesimpulan bahwa penelitian
tindakan kelas adalah suatu pencermatan
terhadap kegiatan belajar berupa sebuah
tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi
dalam sebuah kelas secara bersama-sama”.
Berdasarkan dua pendapat diatas dengan
penelitian tindakan kelas guru dapat meneliti
sendiri terhadap praktik pembelajaran yang
dilakukannya di kelas.
Menurut Saminanto (2010 :2) “Penelitian
Tindakan Kelas adalah sebagai suatu bentuk
kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku
tindakan, yang dilakukan untuk meningkatkan
kemantapan rasional dari tindakan–tindakan
mereka dalam melaksanakan tugas,
memperdalam pemahaman terhadap tindakan-
tindakan yang dilakukan itu, memperbaiki
kondisi dimana praktek-praktek pembelajaran
tersebut dilakukan serta dilakukan secara
kolaboratif”.
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar
Negeri Ngemplak I pada semester genap tahun
pelajaran 2014-2015. Peneliti bertindak
sebagai perencana, pengajar, penganalisa data
dan sekaligus melaporkan hasil penelitian.
Bertindak sebagai pengamat adalah guru
kolaborasi di SDN Ngemplak I. Subjek
penelitian adalah siswa kelas III yang
berjumlah 20 siswa.
Supiyah,Pembelajaran Pengalaman Langsung Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa | 37
Teknik yang digunakan dalam penelitian
ini adalah: 1). teknik observasi langsung;
adalah cara pengumpulan data dimana peneliti
melakukan pengamatan terhadap objek
penelitian yang datanya akan diukur dengan
menggunakan lembar pengamatan seperti
mencatat gejala-gejala yang tampak pada objek
penelitian yang pelaksanaannya dilakukan di
dalam kelas pada saat proses tindakan
dilakukan. 2). teknik Pengukuran;
Alat pengumpul data dalam penelitian ini
yang digunakan adalah: 1). lembar observasi
dipergunakan untuk penilaian tentang
kemampuan guru dalam menyusun Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan
kemampuan guru dalam melaksanakan
pembelajaran energi dan pengaruhnya dengan
menggunakan metode pengalaman langsung.
2). Soal Tes; Alat pengumpulan data pada
teknik pengukuran adalah instrumen tes. Tes
yang digunakan berupa tes awal dan tes akhir.
Tes awal bertujuan untuk mengetahui
kemampuan siswa sebelum diberikan
pengajaran dengan metode pengalaman
langsung berdasarkan tingkat kemampuan
siswa, dengan maksud untuk mempermudah
peneliti dalam melihat kemampuan siswa
secara individu. Sedangkan tes akhir bertujuan
untuk mengetahui masing-masing kemampuan
dari siswa setelah diberi pengajaran dengan
metode pengalaman langsung.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Per Siklus.
Siklus 1
Hasil penelitian dari siklus 1 diperoleh
dari aspek-aspek yang diamati oleh pengamat
(teman sejawat) dengan istrumen hasil
observasi pada : 1). Aktivitas Guru dan
Kegiatan saat Proses Belajar Mengajar pada
Rencana Perbaikan Pembelajaran, 2). Aktivitas
siswa saat Penelitian berlangsung.
Dari pelaksanaan tersebut masih terdapat
kelebihan dan kelemahan. Kelebihan pada
kegiatan di atas diantaranya adalah guru sudah
melakukan apersepsi pelajaran dengan baik,
sudah menyampaikan tujuan pembelajaran,
alat dan bahan sudah sesuai dengan tujuan
perbaikan dan langkah-langkah dalam KBM
sudah cukup rapi. Disamping kelebihan
tersebut, masih banyak kelemahan-kelemahan.
Dari hasil aktifitas siswa menunjukkan bahwa
aktifitas siswa masih belum maksimal, karena
masih terdapat kelemahan-kelemahan.
Selain deskripsi aktifitas siswa saat KBM
peneliti juga menyiapkan obsrerver data untuk
aktifitas siswa saat kegiatan berlangsung, dari
data tersebut didapatkan hasil pada tabel
berikut:
Tabel 1 : Data Aktifitas Siswa Pada Siklus I
No Aktifitas Siswa Jml
Siswa
1 Anak yang tanggap pelajaran 16 anak
2 Anak yang memperhatikan 15 anak
3 Anak yang terampil dalam percobaan 8 anak
4 Anak yang sering bertanya 6 anak
5 Anak yang ramai sendiri 7 anak
7 Anak yang menggangu temanya 4 anak
8 Anak yang pasif dalam belajar 3 anak
Hal ini menunjukkan bahwa masih
banyak anak yang belum maksimal untuk
mengikuti pelajaran dengan baik. Sebelum
hasil tes disajikan, peneliti akan memberikan
hasil tes siswa sebelum siklus 1 dilaksanakan
dengan hasil: terdapat 5 anak (25%)
memperoleh nilai 70, sedangkan 15 anak
(75%) memperoleh nilai di bawah KKM (70),
dengan rata-rata nilai 56. Dari hasil tersebut
jelaslah bahwa prestasi belajar yang dicapai
siswa masih sangat rendah, hal inilah yang
mendasari untuk melakukan penelitian agar
tujuan perbaikan tercapai maka peneliti
menggunakan siklus 1.
Dengan memberikan tes soal yang
berjumlah 10 soal didapatkan hasil belajar
anak sebagai berikut ini: terdapat 1 anak
memperoleh nilai 90, 4 anak memperoleh nilai
80, 4 anak memperoleh nilai 70 dan 11 siswa
memperoleh nilai di bawah KKM (70), dengan
rata-rata nilai 64. Dari data tersebut di atas
peneliti merefleksi kembali hasil pada siklus I
yakni masih terdapat kelemahan-kelemahan
38 | Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 34 – 40
diantaranya: 1) guru menanyakan kepada siswa
dengan pertanyaan pancingan tentang gerak
benda. Anak kurang antusias menjawab karena
guru tidak menunjuk beberapa anak untuk
menjawab pertanyaan tersebut. Pertanyaan
tidak diikuti olek gerakan yang mengarahkan
siswa. 2) guru tidak menjelaskan gambar yang
ada di depan kelas, tidak ada respon
pertanyaan dari siswa tentang gambar yang
dipajang tersebut, 3) saat mempersiapkan
bahan dan alat guru belum memfokuskan
perhatian siswa dengan baik. Siswa kurang
terfokus pada kegiatan pembelajaran saat guru
menyiapkan alat dan bahan penyelidikan. 4)
kalimat perintah yang diberikan guru masih
belum dipahami oleh siswa, 5) waktu yang
dibutuhkan cukup lama sehingga tidak semua
siswa dapat diamati, guru tidak memberikan
lembar hasil observasi kepada siswa. 6) guru
tidak memberikan kaitan hasil kesimpulannya
dengan apa yang telah siswa lakukan saat
meneliti. 7) dari hasil pengamatan keaktifan
siswa dalam kelas anak yang tangap pelajaran
16 anak, anak yang memperhatikan 15 anak,
anak yang terampil dalam percobaan 8 anak,
anak yang sering bertanya, 6 anak, anak yang
ramai sendiri 7 anak, anak yang mengangu
temannya 4 anak dan anak yang pasif dalam
belajar ada 3 anak. 8) dari hasil tes siswa
menunjukkan nilai rata-rata kelas 64, padahal
KKM yang ditentukan sekolah adalah 70.
Siklus II
Dari rekomendasi yang terdapat pada
siklus I maka peneliti melakukan siklus II.
Pada tahap rencana siklus II ini tak ubahnya
seperti pada siklus I, peneliti merefleksi
kembali hasil pada siklus I dan menganalisis
kelemaan-kelemahannya dan melakukan
diskusi dengan teman sejawat.
Dari instrumen yang dikembangkan
peneliti pada siklus II mendapatkan data bahwa
hasilnya menunjukkan adanya peningkatan
aktifitas jika dibandingkan dengan siklus 1.
Kelemahan-kelemahan yang terdapat di siklus
1 juga sudah diperbaiki atau ditutupi dengan
kegiatan yang lebih menunjang tujuan yang
ingin dicapai dapat terwujud. Selain aktifitas
guru saat melakukan penelitian, observer juga
mengamati kegiatan siswa pada siklus 2 ini.
Hasil pengamatannya juga menunjukkan
peningkatan aktifitas yang dilakukan siswa
dibandingkan dengan siklus 1. Kelemahan-
kelemahan yang terdapat pada siklus 1 sudah
dapat diperbaiki.
Hasil pengamatan keaktifan siswa pada
saat mengikuti PBM tergambar pada tabel 2.
Tabel 2 : Data Aktifitas Siswa Pada Siklus II
No Aktifitas Siswa Jml
Siswa
1 Anak yang tanggap pelajaran 19 anak
2 Anak yang memperhatikan 19 anak
3 Anak yang terampil dalam percobaan 15 anak
4 Anak yang sering bertanya 9 anak
5 Anak yang ramai sendiri 2 anak
7 Anak yang menggangu temanya 1 anak
8 Anak yang pasif dalam belajar 1 anak
Dari hasil pekerjaan siswa didapatkan
hasil data sebagai berikut : terdapat 2 siswa
yang memperoleh nilai 100, 2 siswa
memperoleh nilai 90, 4 siswa memperoleh
nilai 80, 10 siswa memperoleh nilai 70 dan
hanya 2 siswa yang memperoleh nilai di bawah
70. Hal ini menunjukkan 18 siswa (90%) telah
mencapai ketuntasan belajar.
Dari hasil di atas tampak bahwa nilai
hasil prestasi siswa meningkat dibandingkan
dengan nilai prestasi pada siklus 1 yakni
sekitar 12 poin. Selanjutnya peneliti merefleksi
kembali hasil pada siklus II yang lebih ada
peningkatan dari pada siklus 1. Hal-hal yang
diperoleh dari pengamatan adalah: 1) guru
menanyakan kepada siswa dengan pertanyaan
pancingan tentang gerak benda. Anak sangat
antusias menjawab karena guru menunjuk
beberapa anak untuk menjawab pertanyaan
tersebut. Pertanyaan sudah diikuti oleh gerakan
yang mengarahkan siswa. Terdapat 10 siswa
yang menjawab pertanyaan. 2) guru sudah
menyampaikan tujuan pembelajaran dengan
baik. Siswa memperhatikan saat tujuan
pembelajaran disampaikan. 3) guru membagi
siswa dan menentukan tempat duduk dan
Supiyah,Pembelajaran Pengalaman Langsung Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa | 39
ketua masing-masing kelompok. Siswa
mengikuti perintah guru dan menempatkan diri
pada tempat yang disediakan. 4) gambar yang
disajikan guru sudah menarik minat siswa.
Sesuai dengan tujuan perbaikan, mudah diingat
dan cukup jelas. Guru sudah menjelaskan
gambar yang ada di depan kelas tersebut.
Siswa mengamati gambar yang diberikan guru,
mereka merespon gambar yang disajikan
dengan menanyakan gambar apa itu? 5) alat
dan bahan yang digunakan sudah sesuai
dengan tujuan pembelajaran, mudah didapat,
dan ekonomis. Saat mempersiapkan bahan dan
alat guru mencoba memfokuskan perhatian
siswa dengan cara pertanyaan. Hanya ada
sekitar 2 siswa yang kurang terfokus pada
kegiatan pembelajara saat guru menyiapkan
alat dan bahan penyelidikan. 6) langkah-
langkah guru dalam memberi perintah kepada
siswa sudah tersusun rapi, pertanyaan sudah
dipahami oleh siswa. Siswa mengikuti
langkah-langkah pengamatan yang diperintah-
kan guru. Mereka melakukan bersama
kelompokknya. 7) Waktu yang dibutuhkan
tidak lama karena mereka sudah dibagi
menjadi kelompok. Guru memberikan lembar
hasil observasi kepada siswa. 8) saat membuat
kesimpulan perhatian siswa sudah terfokus
kepada guru dan hasil pengamatan sebelumnya
masih dapat diingat dengan baik oleh para
siswa. Guru tidak memberikan kaitan hasil
kesimpulannya dengan apa yang telah siswa
lakukan saat meneliti. Siswa dengan seksama
membuat kesimpulan bersama guru. 9)
pertanyaan yang diberikan sudah sesuai
dengan tujuan pembelajaran.
Pembahasan
Siklus 1
Dari hasil data teman sejawat temukan,
maka pada siklus I terdapat beberapa
kelemahan, sehingga peneliti bersama teman
sejawat berdiskusi tentang hasil temuan
tersebut. Hal-hal yang perlu didiskusikan
dengan teman sejawat adalah : 1) pada
kegiatan awal saat guru memberikan
pertanyaan pancingan siswa kurang antusias
untuk pertanyaan tersebut, 2) pada saat
kegiatan inti yakni guru memajang gambar
guru tidak menerangkan maksud gambar,
untuk itu pada perlu mendapat pehatian khusus
dalam hal ini. 3) sebaiknya saat
mempersiapkan bahan dan alat guru
memfokuskan perhatian siswa dengan baik. 4)
saat melakukan langkah-langkah pengamatan,
pertanyaan guru kurang dipahami siswa,
sehingga perlu perbaikan dalam mengolah
kalimat perintah agar tujuan perintah dapat
dimengerti. 5) guru tidak memberikan lembar
observasi hasil yang telah diperoleh anak, hal
ini mengakibatkan waktu yang dibutuhkan
cukup lama, sehingga guru harus mempersiap-
kan lembar observasi terlebih dahulu untuk
siswa. 6) saat sebelum siswa mengerjakan soal
tes, sebaiknya guru menjelaskan perintah
pertanyaan tiap nomor sehingga siswa cukup
jelas. 7) dari hasil pengamatan keaktifan siswa
dalam kelas anak ynag tangap pelajaran 16
anak, anak yang memperhatikan 15 anak, anak
yang terampil dalam percobaan 8 anak, anak
yang sering bertanya, 6 anak, anak yang ramai
sendiri 7 anak, anak yang mengangu temannya
4 anak dan anak yang pasif dalam belajar ada 3
anak, hal ini menunjukkan masih terdapat
beberapa kelemahan yang perlu diperbaiki
dengan siklus II sehingga anak juga lebih aktif
yang nantinya tujuan perbaikan dapat tercapai.
8) dari hasil tes siswa menunjukkan nilai rata-
rata kelas 64, masih dibawah KKM yang
ditentukan sekolah adalah 70.
Dari data di atas menunjukkan bahwa
masih terdapat kelemahan-kelemahan sehingga
peneliti perlu melakukan siklus II. Oleh karena
dari hasil tersebut di atas peneliti perlu
melakukan siklus ke II sebagai upaya
perbaikan rekomendasi siklus 1.
Siklus 2
Dari hasil data teman sejawat temukan
pada siklus 1, masih ada kelemahan-kelemahan
sehingga peneliti dan teman sejawat berdiskusi
agar kelemahan-kelemahan tersebut dapat
ditutupi atau diperbaiki. Upaya yang dilakukan
adalah sebagai berikut:1)guru saat memberikan
40 | Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 34 – 40
pertanyaan juga diikuti oleh gerakan yang
mengarahkan siswa untuk lebih memahami
maksud guru. 2) guru memberikan penjelasan
maksud gambar yang dipajang kepada siswa.
3) saat guru mempersiapkan bahan dan alat
guru memfokuskan perhatian siswa dengan
baik. 4) perbaikan dalam mengolah kalimat
perintah agar tujuan perintah dapat dimengerti.
5) guru membimbing siswa saat melakukan
observasi. Anak dibagi menjadi beberapa
kelompok sehingga lebih efektif. 6) guru
menjelaskan perintah pertanyaan tiap nomor
sebelum siswa menjawa tes sehingga siswa
cukup jelas menjawabnya. 7) terjadi
peningkatan keaktifan siswa pada saat proses
Belajar Mengajar. 8) dari hasil tes siswa
menunjukkan nilai rata-rata kelas sebelum
siklus 1 yakni 56, pada siklus 1 menjadi 64 dan
meningkat lagi pada siklus 2 menjadi 76.
KESIMPULAN
Setelah dilakukan proses penelitian
didapatkan kesimpulan diantaranya sebelum
diadakan penelitian guru mendominasi kelas
dengan metode ceramah. Anak hanya
memperhatikan guru, anak jenuh dalam belajar
dan anak tidak memperoleh pengalaman
langsung tentang materi, hal ini mengakibatkan
prestasi belajar anak rendah.
Kompetensi dan performasi anak tidak
berkembang secara optimal tidak seperti pada
saat belajar dengan pengalaman. Pembelajaran
pengalaman langsung juga dapat digunakan
sebagai cara anak dalam mengolah memorinya
secara langsung untuk diterapkan pada
kehidupan hari-hari. Dengan pembelajaran
pengalaman langsung proses belajar mengajar
terjadi secara aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan. Selain guru sebagai fasilitator,
eksistensi anak tidak dianggap sebagai obyek
belajar melainkan sebagai subyek belajar.
Mereka menggali pengetahuannya secara
langsung dari pengalamn mereka.
Terdapat 2 siklus dalam penelitian ini,
di setiap siklus terjadi peningkatan aktifitas
baik guru maupun anak dalam proses belajar.
Hasil belajar siswa menunjukkan peningkatan
dari awal sebelum siklus dilakukan hingga
pada akhir siklus. Siswa sudah mencapai nilai
KKM yakni 70, dengan demikian peneliti
menyimpulkan bahwa dengan penerapan
pembelajaran pengalaman langsung mampu
meningkatkan prestasi belajar siswa kelas III
mata pelajaran IPA pokok bahasan gerak
benda di SDN Ngemplak I Kecamatan
Baureno Kabupaten Bojonegoro tahun
pelajaran 2014/2015.
DAFTAR PUSTAKA
Asrori, Mohammad. 2009. Penelitian tindakan kelas. Bandung: Cv Wacana Prima
Hadi Tino (2008). PTK Sekilas Pedoman Praktis. Jakarta: Media.
Nana Syaodih S. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Saminanto. 2010. Ayo Praktik PTK (Penelitian Tindakan Kelas). Semarang: RaSAIL Media Group.
Suciati dkk (2007). Peran Lingkungan Belajar dan Guru dalam Pembelajaran. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Sutarno, Nono. (2007). Materi dan Pembelajaran IPA di SD .Jakarta: Universitas Terbuka.
Wahyudi. 2010. Model-Model Pembelajaran Kreatif dan Inovatif. Malang : PT Pertamina.
41
PENINGKATAN AKTIFITAS DAN HASIL BELAJAR
BAHASA INDONESIA MENULIS FORMULIR
SISWA KELAS VI MELALUI PENDEKATAN PAKEM
Moch. Nashir
Guru SDN Nglumber II
Kecamatan Kepohbaru Kabupaten Bojonegoro
Email : [email protected]
Abstrak : Hasil belajar siswa kelas VI SDN Nglumber II pada mata pelajaran Bahasa Indonesia materi
menulis formulir sangat rendah, hal ini ditunjukkan dari nilai rata-rata tes awal 59,00, sedangkan siswa
yang telah mencapai ketuntasan belajar hanya 4 siswa (40%) dari 10 siswa. Sedangkan tingkat
keaktifan siswa hanya 30%. Kondisi ini menjadikan alasan dilakukan penelitian yang bertujuan untuk
meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia pada materi
menulis formulir dengan menerapkan pendekatan PAKEM. Jenis penelitian ini adalah penelitian
tindakan kelas. Subjek penelitian ini adalah 10 siswa Kelas VI SDN Nglumber II. Data penelitian
tentang aktivitas dan hasil belajar diperoleh dengan metode observasi dan metode tes. Data dianalisis
dengan metode analisis deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas dan hasil
belajar mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus II. Pada siklus I, rata-rata persentase
aktivitas belajar siswasebesar 65% dengan kategori cukup aktif. Pada siklus II, rata-rata persentase
aktivitas belajar siswasebesar 80% termasuk dalam kategori aktif. Persentase hasil belajar pada siklus I
69,50% (kategori sedang) meningkat menjadi 81,00% (kategori tinggi). Jadi, aktivitas belajar
meningkat 15% dan hasil belajar meningkat sebesar 11,50% setelah diadakan tindakan.
Kata kunci:, aktivitas belajar, hasil belajar, pendekatan pakem
Bahasa ialah komunikasi yang paling
lengkap dan efektif untuk menyampaikan ide,
pesan, maksud, perasaan dan pendapat kepada
orang lain. Guru lebih menekankan fungsi dan
makna Bahasa sebagai alat komunikasi, karena
Bahasa Indonesia merupakan Bahasa Nasional
dan Bahasa Negara Indonesia yang tercantum
dalam Undang-undang Dasar 1945. Pada
pembelajaran berbahasa Indonesia hanya
diperoleh dan dapat dikuasai melalui praktek
dan banyak latihan. Sejalan dengan pendapat
para ahli yang menyatakan bahwa
keterampilan berbahasa, berarti pula melatih
keterampilan berpikir. Pada kenyataan di
lapangan umumnya di sekolah-sekolah dasar
dalam pembelajaran Bahasa Indonesia guru
mengajar lebih banyak memberikan materi
pola kalimat majemuk, tetapi tidak dapat
menggunakannya untuk berkomunikasi,
berbicara maupun menulis. Akhirnya
meskipun mereka hafal tentang pola kalimat
majemuk, tetapi tidak dapat menggunakannya
untuk berkomunikasi dalam berbicara maupun
menulis.
Berdasarkan hasil prasiklus yang
dilakukan terhadap proses pembelajaran
Bahasa Indonesia pada materi menulis formulir
Kelas VI SDN Nglumber II menunjukkan hal
sebagai berikut: 1) pembelajaran yang
diterapkan guru masih menggunakan model
pembelajaran ekspositoris (ceramah sehingga
menimbulkan rasa jenuh pada diri siswa saat
pembelajaran, 2)pembelajaran yang diterapkan
guru kurang mengacu pada pengetahuan awal
dan kurang sesuai dengan permasalahan nyata
yang dihadapi oleh dunia siswa atau kehidupan
kesehariannya sehingga siswa menganggap
pelajaran Bahasa Indonesia sulit dimengerti
dan dipahami, 3) belum tercipta suasana yang
menarik dan menyenangkan. 4)perhatian siswa
sangat kurang pada saat pembelajaran. Faktor
penyebab kurangnya perhatian siswa pada saat
PBM berlangsung adalah siswa cepat merasa
jenuh jika guru memberikan 2) perhatian siswa
tidak fokus saat guru menjelaskan, 3) siswa
sering membuat kegaduhan di dalam kelas, 4)
guru belum bisa menciptakan suasana yang
kondusif, 5) selain itu karena kurangnya
42 | Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 41 – 46
perhatian dan bimbingan dari orang tua dalam
belajar sehingga siswa kurang memaknai arti
belajar, 6) hasil belajar siswa yang sangat
rendah, dimana nilai rata-rata ulangan harian
siswa adalah 59,00. Nilai ini tidak memenuhi
Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang
ditetapkan sekolah yakni nilai rata-rata 70 dan
ketuntasan klasikal 80 %. Rendahnya
kemampuan siswa dalam mengerjakan tugas,
terlihat saat diadakan tes awal. Tes awal yang
diberikan adalah soal cerita yang kontekstual
sesuai dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Dari 10 orang siswa, hanya 4 siswa (40%)
yang mendapat nilai di atas KKM (69,00) dan
6 siswa (60%) belum mencapai ketuntasan.
Berdasarkan permasalahan tersebut, perlu
diterapkan alternatif pembelajaran yang bisa
menjadi solusi pemecahan masalah tersebut.
Salah satu upaya untuk meningkatkan aktivitas
dan hasil belajar siswa adalah dengan
penerapan pendekatan PAKEM. Melalui
penerapan pendekatan PAKEM diharapkan
siswa dapat meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar secara mandiri maupun dalam
melakukan tugas yang diberikan guru terutama
dalam pembelajaran Bahasa Indonesia maupun
bidang pelajaran lainnya.
Menurut Budimansyah, dkk (2009:70)
PAKEM adalah singkatan dari Pembelajaran
Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan.
Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses
pembelajaran guru harus menciptakan suasana
sedemikian rupa sehingga peserta didik aktif
mengajukan pertanyaan, mengemukakan
gagasan, dan mencari data dan informasi yang
mereka perlukan untuk memecahkan masalah.
Kreatif dimaksudkan agar guru menciptakan
kegiatan belajar yang beragam sehingga
memenuhi tingkat kemampuan siswa. Efektif
yaitu tidak menghasilkan apa yang harus
dikuasai siswa setelah proses pembelajaran
berlangsung. Sebab pembelajaran memiliki
sejumlah tujuan pembelajaran yang harus
dicapai. Menyenangkan adalah suasana belajar
mengajar yang menyenangkan sehingga siswa
memusatkan perhatiannya secara penuh pada
belajar sehingga waktu curah perhatiannya
tinggi. Suparlan,dkk (2008:71) menggambar-
kan PAIKEM sebagai berikut : 1) siswa
terlibat dalam berbagai kegiatan yang
mengembangkan pemahaman dan kemampuan
mereka dengan penekanan pada belajar melalui
berbuat, 2) guru menggunakan berbagai alat
bantu dan cara membangkitkan semangat,
termasuk menggunakan lingkungan sebagai
sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran
menarik, menyenangkan dan cocok bagi siswa,
3) guru menerapkan cara mengajar yang lebih
kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar
kelompok, 4) guru mendorong siswa untuk
menemukan caranya sendiri dalam pemecahan
suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasan
dan melibatkan siswa dalam menciptakan
lingkungan sekolahnya..
Berdasarkan pendapat para ahli di atas
maka dapat disimpulkan bahwa PAKEM
adalah suatu pembelajaran dimana terjadi
hubungan yang komunikatif antar semua
komponen pembelajaran sehingga mampu
menanggapi suatu permasalahan yang terjadi
serta mampu mencurahkan perhatiannya untuk
belajar secara optimal..
METODE
Penelitian ini dilaksanakan pada
Semester I tahun 2014/2015 di SDN Nglumber
II Kecamatan Kepohbaru. Penelitian ini
merupakan jenis penelitian tindakan kelas
(PTK) yaitu penelitian yang bersifat aplikasi,
terbatas, segera, dan hasilnya untuk
memperbaiki dan menyempurnakan program
pembelajaran yang sedang berjalan.
Subjek dalam penelitian ini adalah
siswa Kelas VI tahun pelajaran 2014/2015
dengan jumlah siswa sebanyak 10 siswa,
terdiri dari 5 siswa perempuan dan 5 siswa
laki-laki. Sebagai obyek penelitian tindakan
kelas ini adalah aktivitas dan hasil belajar
Bahasa Indonesia siswa Kelas VI SDN
Nglumber II tahun pelajaran 2014/2015.
Penelitian tindakan kelas (PTK) ini mengacu
pada teori yang dikemukakan Stephen Kemmis
dan Robin Mc Tanggart (dalam Agung,
2005:91). Dalam model PTK ini ada empat
Moch.Nashir Peningkatan Aktifitas Dan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Menulis Formulir Siswa Kelas VI Melalui Pendekatan Pakem | 43
tahapan pada satu siklus penelitian keempat
tahapan tersebut terdiri dari: perencanaan,
tindakan, observasi/evaluasi dan refleksi.
Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam dua
siklus.
Dalam penelitian ini,pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan metode
observasi dan tes. Data yang dikumpulkan
adalah data aktivitas dan hasil belajar.Untuk
mengumpulkan data aktivitas belajar siswa
digunakan instrumen berupa lembar observasi
sedangkan untuk mengumpulkan data hasil
belajar siswa digunakan instrumen
pengumpulan data berupa soal obyektif dan
soal uraian.
Metode analisis data dalam penelitian ini
menggunakan metode analisis deskriptif
kuantitatif. Agung, A. A. Gede. (2005) dalam
bukunya menyatakan metode analisis
deskriptif kuantitatif merupakan “Cara untuk
mengolah data, yang dapat dilakukan dengan
menyusun data ke dalam bentuk angka-angka
dan atau persentase, mengenai objek yang
diteliti, sehingga dengan demikian peneliti
dapat memperoleh kesimpulan umum.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Beberapa hal yang direncanakan dalam
siklus I adalah: 1) mensosialisasikan
pembelajaran Bahasa Indonesia dengan
menerapkan pendekatan PAKEM kepada guru
kolaborator sebagai observer, 2) menyiapkan
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
sesuai dengan silabus. RPP ini menerapkan
pendekatan PAKEM untuk membantu siswa
memecahkan masalah pada saat belajar, 3)
mempersiapkan media pembelajaran dan
lembar kerja siswa (LKS), 4) menyiapkan
instrumen pengumpulan data yang terdiri dari
lembar observasi untuk memperoleh data
tentang aktivitas belajar dan tes uraian untuk
memperoleh data tentang hasil belajar Bahasa
Indonesia pada siklus I, 5) menyiapkan kunci
jawaban dari tes yang digunakan. Siklus I
dibagi menjadi dua kali pertemuan yaitu
pertemuan pertama membahas tentang materi
dengan menerapkan pendekatan PAKEM dan
pertemuan kedua untuk melaksanakan tes agar
mengetahui kemampuan siswa pada akhir
siklus. Waktu penelitian yang digunakan pada
setiap kali pertemuan adalah 2 x 35 menit.
Dalam penelitian ini, peneliti berperan sebagai
guru yang menerapkan pendekatan PAKEM.
Dalam pengambilan data, peneliti dibantu oleh
seorang guru kelas V atas nama Ibu Isnaini,
S.Pd. untuk mengamati aktivitas belajar siswa
dengan menggunakan lembar observasi.
Data aktivitas belajar siswa ditulis
dengan menggunakan lembar observasi.
Adapun hasil analisis aktivitas belajar siswa
pada siklus I didapati 2 siswa berada pada
kategori aktif, 6 siswa berada pada kategori
cukup aktif, dan 2 siswa berada pada kategori
kurang aktif. Jumlah rata-rata skor pada
pertemuan I dan II adalah 65 sedangkan rata-
rata persentase aktivitas 65%. Berdasarkan
data tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
rata-rata skor aktivitas belajar siswa siklus I
sebesar 65 dan berada pada kategori cukup
aktif jika dikonversikan pada kriteria skor
penggolongan aktivitas belajar siswa.
Data hasil belajar siswa dikumpukan
dengan metode tes. Peneliti memberikan tes
akhir siklus pada pertemuan kedua. Setelah
diadakan tes akhir sebagai evaluasi akhir siklus
I, maka diperoleh rata-rata skor hasil belajar
Bahasa Indonesia pada siklus I adalah 69,50.
Selanjutnya jika dipersentasekan rata-rata skor
hasil belajar siswa secara klasikal adalah
69,50%. Bila rata-rata persentase di atas
dikonversikan dengan skala PAP yang
digunakan dalam penelitian ini, maka dapat
diketahui bahwa tingkat hasil belajar Bahasa
Indonesia siswa pada siklus I berada pada
kategori sedang. Siswa yang telah mencapai
ketuntasan (nilai 69,00), adalah 7 siswa (70%)
dan 3 siswa (30%) siswa belum dinyatakan
tuntas. Hal ini menunjukkan bahwa ketuntasan
belajar siswa belum mencapai bahwa
ketuntasan belajar siswa belum mencapai 75%.
Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi
selama tindakan di siklus I ditemukan beberapa
44 | Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 41 – 46
kendala dan hambatan yang dapat dijadikan
refleksi untuk diperbaiki pada siklus II. Secara
umum kendala dan hambatan yang muncul
dapat dijabarkan sebagai berikut. 1) siswa
belum terbiasa menyelesaikan masalah
mengenai materi yang diberikan oleh guru
dalam pembelajaran dengan menerapkan
pendekatan PAKEM, 2) bimbingan yang
diberikan guru masih sangat kurang dalam
menjelaskan materi pembelajaran sehingga
siswa mengalami kesulitan dalam melakukan
diskusi, 3) sebagian besar siswa belum terbiasa
mempertimbangan rencana atau strategi
sebelum menyelesaikan masalah dalam
berdiskusi, guru harus memberikan petunjuk
tahap-tahap yang benar dalam menyelesaikan
soal agar siswa tidak mengalami kesulitan, 4)
sumber belajar yang masih sedikit, sehingga
siswa hanya mendapatkan pengetahuan dari
satu sumber saja.
Upaya yang akan dilakukan untuk
memperbaiki hal tersebut pada siklus
berikutnya adalah dengan membimbing siswa
lebih intensif dalam penerapan pendekatan
PAKEM dengan cara, 1) mengusahakan
sumber belajar yang beraneka ragam. 2)
memperbaiki desain skenario pembelajaran
dengan berbagai kegiatan, 3) memajang hasil
diskusi atau hasil karya siswa agar
menimbulkan motivasi siswa, 4) Kegiatan
belajar mengajar bervariasi secara aktif seperti
berkelompok kecil antara lima sampai enam
orang untuk mengerjakan tugas-tugas dan
salah seorang diantaranya mempresentasikan
hasil kegiatan mereka di depan kelas, 5)
mengembangkan kreativitas siswa dalam
mengerjakan tugas kelompok untuk
menimbulkan antusiasme siswa dan rasa
senang, 6) refleksi pada akhir pembelajaran
semua siswa melakukan kegiatan menyampai-
kan kesan dan harapan mereka terhadap proses
pembelajaran yang baru saja diikutinya.
Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I,
peneliti mempersiapkan hal-hal yang pada
dasarnya sama seperti siklus I. Hanya saja
terdapat beberapa perbaikan dalam pelaksana-
an pembelajaran untuk memperbaiki kekurang-
an yang terjadi pada siklus I. Pada siklus II ini
menunjukkan peningkatan yang signifikan. Hal
ini ditunjukkan nilai rata-rata aktifitas siswa
pada siklus II pertemuan I dan II sebesar 80,00
atau 80% yang tergolong aktif. Sedangkan
rata-rata hasil belajar siswa pada siklus II
adalah 81,00 (81,00%). Bila rata-rata
persentase di atas dikonversikan dengan skala
PAP maka dapat diketahui bahwa tingkat hasil
belajar Bahasa Indonesia pada siklus II berada
pada kategori tinggi. Secara klasikal terdapat 8
siswa (80%) yang mencapai ketuntasan belajar.
Hal ini menunjukkan bahwa ketuntasan belajar
siswa sudah melebihi 75%.
Pembahasan
Berdasarkan hasil observasi yang telah
dilakukan selama proses pembelajaran
berlangsung diperoleh data aktivitas belajar
siswa yang menunjukkan terjadi peningkatan
dari siklus I ke siklus II. Rata-rata skor
aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan
dari 65 siklus I yang tergolong cukup aktif
meningkat menjadi 80 pada siklus II yang
tergolong aktif.
Data hasil belajar siswa menunjukkan
terdapat 4 siswa yang mengalami ketuntasan
belajar dalam mengikuti pelajaran dan setelah
dilaksanakan tindakan pada siklus I dengan
menerapkan pendekatan PAKEM meningkat
menjadi 7 siswa (70%), terjadi peningkatan
30% pada siklus I. Ketuntasan klasikal pada
siklus I sebesar 70,00%, sedangkan penelitian
dikatakan berhasil jika ketuntasan belajar
siswa secara klaksikal minimal 75%. Kriteria
ketuntasan belajar siswa yang belum tercapai
disebabkan oleh beberapa kendala dan
permasalahan yang terjadi selama tindakan
siklus I seperti yang telah dijelaskan pada hasil
refleksi siklus I.
Berdasarkan hasil refeksi siklus I
kemudian dilakukan tindakan pada siklus II
dengan memperbaiki dan mengatasi berbagai
kendala yang terjadi pada siklus I. Berdasarkan
perbaikan tindakan tersebut, maka pada siklus
II diperoleh adanya peningkatan terhadap
siswa yang mengalami ketuntasan dalam
Moch.Nashir Peningkatan Aktifitas Dan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Menulis Formulir Siswa Kelas VI Melalui Pendekatan Pakem | 45
mengikuti pembelajaran yaitu dari 70,00%
pada siklus I meningkat menjadi 81,00% pada
siklus II. Ketuntasan pada siklus II telah
melebihi 75%. Begitu pula aktifitas belajar
meningkat dari 65% pada siklus I menjadi
80% pada siklus II. Peningkatan juga terjadi
pada rata-rata skor hasil belajar siswa yaitu
sebelum diberi tindakan rata-rata nilai kelas
59,00 (tergolong rendah) meningkat menjadi
69,50 pada siklus I (tergolong sedang), dan
meningkat menjadi 81,00 (tergolong tinggi).
Besarnya peningkatan rata-rata skor hasil
belajar setelah diberikan tindakan adalah
10,50%, sedangkan besarnya peningkatan rata-
rata skor hasil belajar dari siklus I ke siklus II
adalah 11,50%. Dengan demikian, pada siklus
II ketuntasan belajar siswa secara klasikal dan
hasil belajar Bahasa Indonesia sudah sesuai
dengan indikator keberhasilan yang
diharapkan.
Secara rinci data hasil tes Bahasa
Indonesia materi menulis formulir dengan
menggunakan pendekatan PAKEM dapat
direfeksikan sebagai berikut :
Tabel 1 :
Peningkatan Hasil Tes
No Nama Pra
Siklus
Siklus
I
Siklus
II
1 Zelisa Nor Kharisma 55 70 85
2 M. Rizky Afandy 50 60 65
3 Diva Aprilia 75 80 85
4 Yoga Prastiya 35 50 75
5 Moch Aditya Julian F 60 75 85
6 Galang Pamungkas 80 85 95
7 Gina Putri Nurhayati 70 80 90
8 Dina Amelia 70 75 90
9 Ahmad Yusuf A 30 50 60
10 Sulis Tyawati 65 70 80
Jumlah 590 695 810
Rata-rata 59,00 69,50 81,00
Hasil penelitian ini juga didukung
berdasarkan hasil observasi yang peneliti
lakukan pada proses pembelajaran. Aktivitas
dan hasil belajar siswa yang diperoleh
kemudian di sesuaikan dengan aktivitas siswa
di kelas. Aktivitas siswa tersebut berupa siswa
aktif dalam memberi tanggapan, aktif dalam
diskusi, siswa antusias bersemangat dan
bersungguh-sungguh dalam mengerjakan
tugas. Suasana pembelajaran yang tidak
membosankan sehingga siswa memusatkan
perhatiannya secara penuh pada belajar
sehingga waktu tercurah secara komprehensif.
Keberhasilan diatas banyak dipengaruhi oleh
terciptanya suatu kondisi dalam belajar yang
menyenangkan serta keadaan ruang belajar
kondusif, dimana siswa merasa senang dan
termotivasi belajar dalam mengikuti
pembelajaran, sekalipun mereka berhadapan
pada tugas yang sulit. Siswa aktif dan kreatif
untuk bertanya kepada teman sejawat maupun
pada guru. Pemberian tugas secara terstruktur
juga sangat efisien dan sangat efektif untuk
menumbuhkan motivasi belajar. Timbulnya
kesadaran siswa, bahwa pembelajaran PAKEM
ternyata efektif dan menyenangkan,
mendorong siswa untuk kreatif belajar mandiri,
menemukan banyak ide-ide dan pengalaman
inovasi belajar kreatif, belajar mandiri untuk
dikembangkan siswa.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan seperti yang telah diuraikan di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa
penerapan pendekatan pembelajaran PAKEM
dapat meningkatkan aktivitas Bahasa Indonesia
pada siswa Kelas VI SDN Nglumber II Tahun
pelajaran 2014/2015. Hal ini dapat terlihat dari
rata-rata persentase aktivitas belajar siswa dari
siklus I sebesar 65% berada pada kategori
cukup aktif, kemudian mengalami peningkatan
sebesar 15% sehingga rata-rata persentase
aktivitas belajar pada siklus II menjadi 80%
yang berada pada kategori aktif.
Penerapan pendekatan pembelajaran
PAKEM dapat meningkatkan hasil belajar
Bahasa Indonesia pada siswa Kelas VI SDN
Nglumber II Tahun pelajaran 2014/2015. Rata-
rata persentase hasil belajar siswa dari siklus I
sebesar 69,50% berada pada kategori cukup
46 | Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 41 – 46
tinggi, kemudian mengalami peningkatan
sebesar 11,50% sehingga rata-rata persentase
hasil belajar pada siklus II menjadi 81,00%
yang berada pada kategori tinggi. Ketuntasan
klasikalnya adalah 70,00% pada siklus I, dan
meningkat menjadi 80,00% pada siklus II.
Berdasarkan simpulan di atas, dapat
disampaikan beberapa saran sebagai berikut.
Pertama, siswa disarankan untuk mengikuti
dengan baik setiap proses pembelajaran agar
dapat memperoleh pengalaman belajar yang
lebih baik sehingga aktivitas dan hasil belajar
Bahasa Indonesia meningkat. Di samping itu
juga siswa agar lebih banyak berlatih untuk
berani tampil dalam berkomunikasi di depan
kelas dalam proses pembelajaran terutama
dalam penerapan pendekatan PAKEM.
Kedua, disarankan agar Kepala Sekolah
untuk lebih memperhatikan guru-guru saat
menggunakan model maupun pendekatan
pembelajaran saat mengajar di kelas, sehingga
kepala sekolah dapat menentukan sarana dan
prasarana yang perlu disediakan sesuai dengan
model pembelajaran tersebut sehingga
meningkatkan mutu pendidikan di sekolahnya.
Ketiga, disarankan kepada guru sekolah
dasar dalam mengajar guru hendaknya
memberikan penghargaan kepada siswa yang
aktif dan memotivasi siswa yang kurang aktif
agar dapat mengikuti pembelajaran dengan
sungguh-sungguh.
Selain itu guru juga harus menumbuhkan
rasa percaya diri siswa. Dengan kepercayaan
diri yang dimiliki, siswa akan lebih cepat
menyerap pembelajaran sehingga tujuan
pembelajaran lebih cepat tercapai. Keempat,
bagi peneliti yang ingin menerapkan
pendekatan PAKEM dalam pembelajaran
Bahasa Indonesia disarankan mencermati
kendala-kendala yang ditemukan peneliti,
sehingga dapat dihasilkan kegiatan
pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil
belajar siswa secara optimal.
DAFTAR RUJUKAN
Agung, A. A. Gede. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan Suatu Pengantar. Singaraja: Fakultas
Ilmu Pendidikan Istitut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Negeri Singaraja.
Budimansyah, Dasim.dkk. 2009. PAKEM Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan,
Bandung: PT Genesindo
Suparlan, dkk. 2008. PAKEM Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Bandung:
PT Ganesindo.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
47
PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA
PENJUMLAHAN PECAHAN MELALUI PENGGUNAAN KARTU
PECAHAN PADA SISWA KELAS V
Ginarti
Guru SDN Karangdayu II
Kecamatan Baureno Kabupaten Bojonegoro
E-mail: [email protected]
Abstrak: Hasil belajar penjumlahan pecahan pada siswa kelas V SDN Karangdayu II sangat rendah.
Hal ini ditunjukkan dari 11 siswa hanya 4 siswa (36,36%) yang mencapai ketuntasan minimal (68,00).
Kondisi ini yang mendasari guru untuk melalukan penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk
meningkatkan hasil belajar matematika penjumlahan pecahan pada siswa kelas V dengan
menggunakan kartu pecahan. Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus. Subjek penelitian adalah siswa
kelas V SDN Karangdayu II pada semester II tahun pelajaran 2013/2014 yang berjumlah 11 siswa
yang terdiri dari 8 siswa laki-laki dan 3 siswa perempuan. Sumber data berasal dari guru dan siswa.
Teknik pengumpulan data adalah dengan observasi, dokumen, tes dan perekaman foto. Validitas data
menggunakan triangulasi data dan triangulasi metode. Analisis data menggunakan teknik analisis
statistik deskriptif komparatif dan analisis kritis. Pada siklus I nilai rata-rata kelas menjadi 69,09 dan
meningkat lagi pada siklus II menjadi 81,82. Ketuntasan belajar juga mengalami peningkatan yaitu
72,73% pada siklus I dan meningkat menjadi 81,82% pada siklus II. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa penggunaan kartu pecahan dapat meningkatkan hasil belajar matematika konsep pecahan pada
siswa kelas V.
Kata Kunci: hasil belajar, penjumlahan pecahan dan kartu pecahan
Matematika merupakan ilmu dasar yang
wajib dipelajari oleh semua orang dari tingkat
SD sampai perguruan tinggi. Seperti diketahui
dalam kehidupan sehari-hari, matematika
memegang peranan penting karena matematika
tidak hanya diterapkan pada saat belajar
matematika itu sendiri tetapi matematika
diterapkan juga pada bidang ilmu pengetahuan
yang lain. Belajar matematika tidak lain adalah
belajar konsep dan struktur matematika, dan
konsep merupakan unsur terpenting dan
mendasar dari proses berfikir. Oleh karenanya
tujuan penting dari pembelajaran matematika
adalah membantu seseorang memahami
konsep, bukan hanya sekedar mengingat fakta,
prosedur dan algoritma saja, melainkan dengan
konsep, seseorang juga dapat mengembangkan
kemampuan penalaran matematika. Konsep
juga sebagai pilar dalam pemecahan masalah.
Dengan demikian memahami dan menguasai
konsep merupakan hal yang penting bagi
seseorang dalam belajar matematika.
Hasil belajar adalah perubahan tingkah
laku siswa setelah melalui proses pembelajar-
an. Semua perubahan dari proses belajar
merupakan suatu hasil belajar dan mengakibat-
kan manusia berubah dalam sikap dan tingkah
lakunya. Nana Sudjana (2005 : 3). Sedangkan
“media pembelajaran” secara harfiah berarti
perantara atau pengantar; sedangkan kata
pembelajaran diartikan sebagai suatu kondisi
yang diciptakan untuk membuat seseorang
melakukan suatu kegiatan belajar”.
Dengan demikian, media pembelajaran
memberikan penekanan pada posisi media
sebagai wahana penyalur pesan atau informasi
belajar untuk mengkondisikan seseorang untuk
belajar. Menurut Arsyad (2009: 25-27), media
pembelajaran dapat memberikan manfaat
dalam proses belajar mengajar. Manfaat praktis
dari penggunaan media pembelajaran adalah
sebagai berikut: 1) media pembelajaran dapat
memperjelas penyajian pesan dan informasi
sehingga dapat memperlancar dan meningkat-
kan proses dan hasil belajar, 2) media
pembelajaran dapat meningkatkan dan
mengarahkan perhatian anak sehingga dapat
menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang
48 | Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 47 – 51
lebih langsung antara siswa dan lingkungannya
dan kemungkinan siswa untuk belajar
sendirisendiri sesuai dengan kemampuan dan
minatnya, 3) media pembelajaran dapat
mengatasi keterbatasan indera, ruang dan
waktu, 4) media pembelajaran dapat
memberikan kesamaan pengalaman kepada
siswa tentang peristiwa-peristiwa di
lingkungan mereka, serta memungkinkan
terjadinya interaksi langsung dengan guru,
masyarakat dan lingkungannya. Sedangkan
menurut (Rudi Susilana : 2008) Media
pendidikan juga dapat memberikan
kesempatan pada siswa untuk berkreasi
menciptakan sesuatu sehingga ada saatnya
siswa bukan hanya sebagai penerima informasi
namun juga sebagai pemberi informasi,
mislanya siswa diberikan plastisin untuk
membuat balok bangun ruang sehingga balok
tersebut dapat dimanfaatkan sebagai media
pembelajaran .
Dari definisi di atas disimpulkan, media
pembelajaran adalah sesuatu yang diguna-
kan sebagai perantara untuk menyampaikan
informasi menjadi lebih jelas dan konkret
sehingga siswa lebih tertarik dan memusatkan
perhatian pada materi yang disampaikan.
Kartu bilangan merupakan salah satu
media yang dapat menjembatani keabstrakan
konsep pecahan karena melalui kartu bilangan
siswa dapat membayangkan sekaligus melihat
deskripsi dari pecahan. Pecahan merupakan
bilangan yang mempunyai jumlah kurang atau
lebih dari utuh. Terdiri dari pembilang dan
penyebut. Pempecahan merupakan pecahan
terbagi. Penyebut merupakan pecahan
pembagi.
Materi penjumlahan pecahan merupakan
materi yang sudah diajarkan mulai kelas IV,
hanya saja di kelas VI materi penjumlahan
pecahan angkanya lebih besar dan variatif.
Meskipun materi ini merupakan pengulangan
dari kelas IV, namun kenyataan menunjukkan
bahwa matematika di sekolah masih dianggap
sebagai pelajaran yang sulit, menakutkan
bahkan sebagian menganggapnya sebagai
momok. Hal ini yang menyebabkan prestasi
belajar matematika selalu berada di tingkat
bawah dibandingkan dengan mata pelajaran
lainnya.
Hasil tes mata pelajaran matematika
materi “penjumlahan pecahan” siswa kelas V
SDN Karangdayu II pada semester II tahun
pelajaran 2013/2014 menunjukkan hasil yang
sangat rendah, dimana haya terdapat 4 siswa
(36,36%) dari 11 siswa yang telah mancapai
ketuntasan. Hal ini disebabkan proses
penyampaian materi bersifat abstrak. Oleh
karena itu pembelajaran matematika perlu
dirancang menggunakan media, berupa benda
atau obyek atau peristiwa sebenarnya kepada
siswa, sehingga memberikan pengalaman
langsung yang lebih bermakna. Karena objek
dari matematika adalah benda-benda pikiran
yang sifatnya abstrak, tidak dapat
ditangkap/diamati dengan panca indera secara
langsung. Berdasarkan kondisi di atas
kemudian mendasari penulis untuk
melaksanakan perbaikan pembelajaran melalui
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) untuk
meningkatkan hasil belajar pada materi
penjumlahan pecahan pada siswa kelas V SDN
Karangdayu II.
METODE
Penelitian ini dilaksanakan di SDN
Karangdayu II. Subjek penelitian ini adalah
siswa kelas V yang berjumlah 11 siswa, terdiri
atas 3 siswa perempuan dan 8 siswa laki-laki.
Pendekatan yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah diskriptif kualitatif dan
jenis penelitiannya adalah Penelitian Tindakan
Kelas (PTK).
Dalam penelitian ini, jenis data yang
digunakan adalah: 1) data kualitatif yang
berupa dokumen dan hasil dokumentasi.
Dokumen berisi daftar nama siswa kelas V,
Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajar-
an (RPP), 2) data kuantitatif berupa nilai siswa
sebelum dan sesudah dilaksanakan penelitian.
Sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini berasal dari hasil observasi, tes,
Ginarti, Peningkatan Hasil Belajar Matematika Penjumlahan Pecahan Melalui Penggunaan Kartu Pecahan | 49
dan dokumentasi. Teknik yang digunakan
untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
meliputi lembar observasi dan catatan
lapangan, dokumen, tes, dan perekaman foto.
Adapun teknik yang digunakan dalam
memeriksa validitas data dalam penelitian ini
adalah triangulasi data atau sumber yaitu
dengan membandingkan dan mengecek balik
derajat kepercayaan suatu informasi yang telah
diperoleh melalui berbagai sumber berbeda
yaitu: observasi dari proses pembelajaran,
silabus, RPP, tes soal penjumlahan pecahan,
foto kegiatan belajar menggunakan media
kartu pecahan. 2) triangulasi teknik metode
metode yaitu mengecek data kepada sumber
yang sama dengan teknik yang berbeda. Data
yang diperoleh dari observasi dicek dengan
hasil tes dan foto.
Menurut Sarwiji Suwandi (2010: 61),
teknik analisis data yang digunakan untuk
menganalisis data-data yang telah berhasil
dikumpulkan antara lain dengan teknik
deskriptif komparatif (statistik deskriptif
komparatif) dan teknik analisis kritis. Teknik
deskriptif komparatif digunakan untuk data
kuantitatif, sedangkan teknik analisis kritis
digunakan untuk data kualitatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pada kondisi pra siklus, diketahui
rendahnya hasil belajar siswa yang ditunjukkan
dari tes awal tentang penjumlahan pecahan
yaitu dari 11 siswa hanya 4 siswa atau 36,36 %
yang mendapat nilai di atas batas Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM). Sedangkan yang
lainnya berada di bawah batas KKM.
Setelah dilakukan tindakan dengan
menggunakan kartu pecahan, keaktifan siswa
dalam proses pembelajaran memperoleh skor
rata-rata 2,4 dalam kriteria cukup, sedangkan
nilai rata-rata kelas yang diperoleh untuk
materi penjumlahan pecahan pada siklus I
sebesar 69,09 dengan nilai tertinggi 90 dan
nilai terendah 40. Siswa yang mendapat nilai di
atas KKM sebanyak 72,73% atau 8 siswa dari
11 siswa, sedangkan siswa yang mendapat
nilai di bawah KKM sebanyak 27,27 % atau 3
siswa.
Tabel 1. Ketuntasan Belajar Siswa Hasil Tes Siklus I
No Ketuntasan Jumlah Siswa Persentase
1 Tuntas 8 72,73%
2 Tidak Tuntas 3 27,27%
Jumlah 11 100%
Rata-rata kelas : 69,09
Pada siklus II aktivitas siswa meningkat
lagi dengan memperoleh skor rata-rata 3,4
dalam kriteria baik, sedangkan nilai rata-rata
kelas yang diperoleh untuk materi
penjumlahan pecahan siswa sebesar 81,82
dengan nilai tertinggi 100 dan nilai terendah
60. Siswa yang telah tuntas 90,91% atau 10
siswa dari jumlah keseluruhan 11 siswa,
sedangkan siswa yang mendapat nilai di bawah
KKM sebanyak 9,09 % atau 1 siswa. Dari
analisis siklus II, maka tidak perlu dilakukan
tindakan siklus berikutnya, karena hasilnya
sudah memenuhi indikator keberhasilan yaitu ≥
80 %.
Tabel 2. Ketuntasan Belajar Siswa Hasil Tes Siklus II No Ketuntasan Jumlah Siswa Persentase
1 Tuntas 10 90,91%
2 Tidak Tuntas 1 9,09%
Jumlah 11 100%
Rata-rata kelas : 81,82
Pembahasan
Berdasarkan pengamatan dan analisis
data, hasil penelitian menunjukkan bahwa
materi penjumlahan pecahan siswa kelas V
SDN Karangdayu II mengalami peningkatan
pada setiap siklus. Dari hasil penelitian
menunjukkan hasil belajar matematika
penjumlahan pecahan pada kondisi sebelum
tindakan jumlah siswa yang tuntas (nilai ≥ 68)
sebanyak 4 siswa dari 11 siswa dengan rata-
rata nilai 57,27 dengan ketuntasan belajar
siswa hanya 36,36%. Setelah digunakan peraga
kartu pecahan pada siklus I, siswa yang tuntas
50 | Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 47 – 51
Pra Siklus
Siklus I Siklus II
Rata2 Nilai 57,27 69,09 81,82
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
Grafik Peningkatan Hasil Belajar
(nilai ≥ 70) meningkat menjadi 8 siswa dengan
rata-rata kelas 69,09 dengan ketuntasan siswa
mencapai 72,73%. Meskipun pada siklus I
sudah ada peningkatan namun belum mencapai
indikator kinerja yang ingin dicapai yaitu
jumlah siswa yang tuntas mencapai 80%.
Tidak berhasilnya tindakan pada siklus I Tidak
berhasilnya tindakan pada siklus I dikarenakan
berbagai faktor dan diperbaiki pada siklus II.
Setelah diadakan perbaikan pada siklus II,
jumlah siswa yang tuntas meningkat yaitu 10
siswa dengan nilai rata-rata kelas 81,82 dengan
ketuntasan belajar 90,09%. Namun masih ada
1 siswa yang belum tuntas, ini dikarenakan
kemampuan siswa yang sulit dalam menerima
pelajaran dan pemahaman konsep dasar
penjumlahan sangat rendah. Namun penelitian
dinyatakan berhasil karena siswa yang tuntas
(nilai KKM ≥ 68) mencapai 90,91 % telah
melebihi indikator kinerja penelitian yaitu 80%
dari keseluruhan siswa yang telah mencapai
ketuntasan minimal yaitu 68.
Di bawah ini disajikan nilai hasil belajar
pra siklus, siklus I dan II :
Tabel 1 : Hasil Belajar Siswa
No Nama Siswa
Hasil Belajar
Pra
Siklus
Siklus
I
Siklus
II
1 Abdul Majid KSB 30 50 70
2 Ahmad Dhikron 50 60 70
3 Amelia Febriyanti 70 80 90
4 Dewi Mufidatul Ilmiah 80 90 100
5 Hestina 60 80 90
6 Imam Misbahul M 60 70 80
7 M. Alimun Bilghoibi 80 80 90
8 Moch Akbar Bagus S 70 90 100
9 Moh Alfarizi 40 50 70
10 Moh Salim Subarno 30 40 60
11 Trias Lutfi Anggoro 60 70 80
Nilai Rata-Rata 57,27 69,09 81,82
Berdasarkan data di atas, menunjukkan
bahwa terjadi kenaikan hasil belajar dari pra
siklus sebesar 11,82 pada siklus I dan pada
siklus II terjadi peningkatan hasil belajar
sebesar 12,73.
Peningkatan hasil belajar di atas juga
dapat terlihat pada grafik di bawah ini.
Pemahaman siswa terbentuk dari
pengalaman langsung siswa dalam bermain
kartu pecahan sehingga mempermudah dalam
pengerjaan operasi hitung pecahan. Dengan
bermain kartu pecahan siswa dapat menghafal
dan mempercepat dalam proses berhitung
pecahan. Kartu pecahan juga digunakan untuk
menghafal fakta dasar penjumlahan,
pengurangan, perkalian dan pembagian serta
digunakan untuk menghafal bangun-bangun
geometri.
Melalui media kartu pecahan diperoleh
temuan-temuan dalam penelitian yaitu: siswa
berinteraksi dengan temannya, siswa lebih
mudah memahami konsep pecahan, siswa lebih
aktif dalam pembelajaran karena pem-
belajaran yang menyenangkan yaitu belajar
sambil bermain.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian penggunaan
kartu pecahan pada siswa kelas V SDN
Karangdayu II pada semester II tahun pelajaran
2013/2014 dalam kegiatan pembelajaran
dengan materi pokok penjumlahan pecahan,
dapat diambil simpulan bahwa : 1) terdapat
peningkatan hasil belajar siswa kelas V SDN
Karangdayu II pada semester II tahun pelajaran
2013/2014 pada materi penjumlahan pecahan
dengan menggunakan kartu pecahan, yang
terbukti dengan adanya peningkatan ketuntasan
belajar pada tes awal yang baru mencapai
36,36 % dapat meningkat pada siklus I menjadi
72,73%, dan pada siklus II menjadi 90,91 %.
Ginarti, Peningkatan Hasil Belajar Matematika Penjumlahan Pecahan Melalui Penggunaan Kartu Pecahan | 51
2) terdapat peningkatan aktifitas siswa dalam
proses pembelajaran yakni siklus I sebesar 2,4
kategori cukup dan siklus II sebesar 3,4
kategori baik.
Sehubungan dengan hasil penelitian yang
diperoleh, maka penulis memberikan saran
sebagai berikut 1) kreatifitas seorang guru
sangatlah dituntut dalam setiap kegiatan
pembelajaran terutama dalam merancanakan
dan melaksanakan RPP. 2) seorang guru
hendaknya berani berinovasi menemukan hal-
hal yang dapat menarik minat siswa pada
kegiatan pembelajaran. 3) guru harus
membiasakan diri melaksanakan metode-
metode pembelajaran selain metode klasikal
agar pembelajaran menjadi lebih efektif dan
mau menggunakan media yang sesuai.
DAFTAR RUJUKAN
Azhar, Arsyad. 2009. Media Pembelajaran .Jakarta: Raja Grafindo Persada Rineka Cipta.
Cepi Riyana, Rudi Susilana. Media Pembelajaran, Bandung: CV Wacanan Prima,2008.
Nana Sudjana. 2005. Penilaian Hasil Proses Proses Belajar, Bandung: PT. Remaja Rosdikarya.
Susilana, Rudi dan Cepi Riyana. (2008). Media Pembelajaran: Hakikat, Pengembangan,
Pemanfaatan dan Penilaian. Bandung: CV Wahana Prima
Sarwiji Suwandi. (2010). Penelitian Tindakan Kelas dan Penulisan Karya Ilmiah. Surakarta: UNS
Press.
52
IMPLEMENTASI METODE JARIMATIKA MENINGKATKAN
KEMAMPUAN OPERASI HITUNG DALAM PEMBELAJARAN
Endang Sundari
Guru SDN Baureno III Kecamatan Baureno Kabupaten Bojonegoro
Email: [email protected]
Abstrak : Efektifitas pembelajaran dalam kelas yang transpormatif adalah sebuah keniscayaan ketika
output kualitas ingin dikedepankan. Oleh karenanya manakala hasil proses pembelajaran belum
memperoleh hasil optimal, diperlukan diagnosa untuk mencari penyebab sekaligus solusinya. Sejauh
ini di SDN Baureno III menindaklanjuti kondisi tersebut dengan penelitian tindakan kelas untuk
mereduksi hambatan dalam proses pembelajaran. Salah satunya adalah mata pelajaran matematika,
karena mata pelajaran ini menjadi momok bagi kebanyakan siswa. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan metode pembelajaran matematika dalam berlatih perkalian di bawah sepuluh
bilangan cacah bagi kelas III, dapat menumbuhkan minat belajar dan meningkatkan prestasi belajar
siswa, dan untuk mencari alternatif pemecahan masalah yakni masih rendahnya prestasi belajar
matematika terutama kesulitan anak dalam berlatih perkalian dibawah sepuluh bilangan cacah dengan
metode pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (Pakem). Melalui penelitian
selama 2 siklus pembelajaran dengan menggunakan observasi dan tes kemampuan hasil belajar siswa,
dapat disimpulkan: 1).Dengan menggunakan strategi jarimatika dalam proses pembelajaran, mampu
menumbuhkan minat anak dalam proses pembelajaran matematika dengan bukti hasil pengamatan
terhadap siswa selama proses pembelajaran dan 2).Hasil prestasi belajar matematika pada Pokok
Bahasan Perkalian Bilangan Cacah terjadi peningkatan kemampuan dalam perkalian di bawah sepuluh
bagi siswa kelas III.
Kata kunci: jarimatika, prestasi, matematika.
Dalam perspektif ilmu pengetahuan yang
terus berkembang dinamis, matematika
merupakam ilmu universal yang mendasari
perkembangan teknologi moderen, yang
mempunyai peran strategis dalam berbagai
disiplin dan memajukan peradaban manusia.
Perkembangan pesat dibidang teknologi
informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi
oleh perkembangan matematika dibidang teori
bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan
matematika diskrit. Untuk menguasai dan
menciptakan teknologi di masa depan
diperlukan ilmu pengetahuan dan penguasaan
matematika sejak duduk di bangku sekolah.
Transpormasi ilmu melalui proses
pembelajaran matematika perlu diberikan pada
semua peserta didik mulai dari sekolah dasar
untuk membekali peserta didik dengan
kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis,
kritis dan kreatif, serta kemampuan bekerja
sama. Kompetensi tersebut diperlukan agar
peserta didik dapat memiliki kemampuan
memperoleh, mengelola dan memanfaatkan
informasi untuk bertahan hidup pada keadaan
yang selalu berubah, kompetitif, dan terus
bertumbuhkembang.
Menghadirkan pendekatan pemecahan
masalah merupakan fokus dalam pembelajaran
matematika yang mencakup masalah tertutup
dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan
solusi tidak tunggal dan masalah dengan
berbagai cara penyelesaian. Untuk
meningkatkan kemampuan memecahkan
masalah perlu dikembangkan ketrampilan
memahami masalah, membuat model
matematika, menyelesaikan masalah dan
menafsirkan solusi terbaiknya.
Pendidikan matematika sebagai
pengetahuan ilmu dasar (basic sciences),
memiliki peran yang sangat strategis bagi
ilmu-ilmu lain seperti Ilmu Pengetahuan Alam,
Ilmu Ekonomi, Akuntansi dan lain-lain, yang
keberadaanya sangat dibutuhkan guna
menunjang ilmu-ilmu tersebut.
Beberapa faktor yang mempengaruhi
rendahnya prestasi mata pelajaran matematika
ini salah satunya adalah faktor guru dalam
Endang S, Implementasi Metode Jarimatika Meningkatkan Kemampuan Operasi Hitung Dalam Pembelajaran | 53
memilih strategi dan metode pembelajaran
yang mengakibatkan gairah anak semakin
menurun dalam mengikuti pelajaran
matematika. Hal ini disebabkan selama ini
guru mengajar matematika hanya sekedar
melaksanakan tugas mengajar dan yang
penting mencapai target kurikulum
Merespon realita tersebut sejurus
penulisan dan penelitian tindakan ini bertujuan
untuk mendeskripsikan metode pembelajaran
matematika dalam berlatih perkalian di bawah
sepuluh bilangan cacah bagi kelas III, dapat
menumbuhkan minat belajar dan meningkat-
kan prestasi belajar siswa, dan untuk mencari
alternatif pemecahan masalah yakni masih
rendahnya prestasi belajar matematika
terutama kesulitan anak dalam berlatih
perkalian dibawah sepuluh bilangan cacah
dengan metode pembelajaran yang
menyenangkan, yaitu belajar sambil bermain,
sesuai dengan prinsip pendekatan pembelajar-
an yang aktif, kreatif, efektif dan menyenang-
kan (Pakem).
Implementasi pembelajaran matematika
di Sekolah Dasar dirancang sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan siswa dengan
memperhatikan perkembangan matematika di
dunia sekarang ini. Yang perlu diperhatikan
dalam pemilihan materi pelajaran matematika
adalah struktur keilmuan, tingkat kedalaman
materi, sifat esensial materi dan ketrampilan-
nya dalam kehidupan sehari-hari. Jadi guru
dapat memilih sumber materi dengan bebas,
asal buku tersebut sesuai dengan criteria
tersebut. Yang lebih penting, buku yang
dipakai guru harus mendapat rekomendasi dari
pejabat yang berkewanangan.
Menurut Glender dalam Haling
(2006:2), belajar adalah proses orang
memperoleh berbagai kecakapan,
keterampilan, dan sikap. Selain itu Morgan
dalam Fathurrohman & Sutikno (2007:6)
merumuskan belajar sebagai suatu perubahan
yang relatif dalam menetapkan tingkahlaku
sebagai akibat atau hasil dari pengalaman yang
lalu. Definisi tersebut memusatkan perhatian
pada tiga hal yaitu (1) bahwa belajar harus
memungkinkan terjadinya perubahan perilaku
individu, (2) bahwa perubahan itu harus
merupakan buah dari pengalaman, dan (3)
bahwa perubahan itu terjadi pada perilaku
individu yang mungkin.
Jadi, pengertian belajar adalah suatu
proses untuk merubah tingkah laku sehingga
diperoleh pengetahuan dan keterampilan untuk
menjadi lebih baik dari sebelumnya. Belajar
pada hakikatnya adalah perubahan yang terjadi
di dalam diri seseorang setelah melakukan
aktifitas tertentu. Walaupun pada hakikatnya
tidak semua perubahan termasuk kategori
belajar dan dapat diartikan bahwa belajar
adalah suatu proses perubahan tingkah laku.
Beberapa hal penting yang harus
diperhatikan guru agar pembelajaran
matematika lebih berkualitas adalah dengan 1)
mengkondisikan siswa untuk menemukan
kembali rumus, konsep atau perinsip dalam
matematika melalui bimbingann guru agar
siswa terbiasa melakukan penyelidikan dan
melakukan sesuatu, 2) pendekatan pemecahan
masalah merupakan fokus dalam pembelajaran
Matematika, yang mencangkup masalah
tertutup, mempunyai solusi tunggal, terbuka
tau masalah dengan berbagai cara
penyelesaian, 3) beberapa ketrampilan untuk
meningkatkan kemampuan memecahkan
masalah dengan memahami soal atau
memahami dan mengidentifikasi apa yang
diketahui, apa yang ditanyakan, diminta untuk
dicari atau dibuktikan, memiliki pendekatan
atau metode pemecahan misalkan meng-
gambarkan masalah dalam bentuk diagram,
memilih dan menggunakan pengetahuan
aljabar yang diketahui dan konsep yang
relevan untuk membentuk metode atau kalimat
matematika, menyelesaikan metode dengan
melakukan operasi hitung secara benar dalam
menerapkan metode, untuk mendapat solusi
dari masalah, menafsirkan solusi dengan
menerjemahkan hasil operasi hitung dari
metode atau kalimat matematika untuk
menentukan jawaban dari masalah semula, 4)
dalam setiap pembelajaran, guru hendaknya
54| Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 52 – 57
memperhatikan penguasaan materi prasyarat
yang diperlukan, 5) dalam setiap kesempatan,
pembelajaran matematika hendaknya memulai
dengan pengenalan masalah yang sesuai
dengan situasi (contextual problem). Dengan
mengajukan masalah-masalah yang
kontekstual, siswa secara bertahap, dibimbing
untuk menguasai konsep-konsep matematika.
METODE PENELITIAN
Istilah “jarimatika” berasal dari kata jari-
jari dan matematika. Metode jarimatika berarti
berlatih berhitung mengalikan bilangan cacah
dengan menggunakan media jari-jari tangan
yang jumlahnya sepuluh.
Metode ini dapat dilakukan oleh setiap
guru, setiap siswa dan oleh siapa saja yang
mau melakukannya. Hal ini disebabkan pada
umumnya kita telah dianugrahi oleh tuhan
berupa tangan yang lengkap dengan sepuluh
jarinya. Untuk mengsukuri anugrah tersebut,
maka dimanfaatkan jari-jari kita untuk sebagai
media/alat peraga dalam melatih perkalian
bilangan cacah di bawah sepuluh. Metode ini
dirasakan sangat efektif. Karena guru tidak
harus menyediakan alat peraga yang rumit dan
tidak susah mencarinya. Cukup tangan kiri dan
kanan siswa yang masing-masing terdiri atas
lima jari.
Tahapan dan cara mengimplementasi-
kannya adalah : 1) genggam kedua tangan kiri
dan kanan, sebagai pengganti angka lima, 2)
buka masing-masing jari sesuai dengan angka
yang dikalikan, 3) jari-jari yang terbuka antara
kiri dan kanan dijumlahkan dan melambang-
kan nilai puluhan, 4) jari-jari yang masih
menggenggam dikalikan antara kiri dan kanan,
5) jumlahkan antara jari-jari yang terbuka
dengan jari yang menggenggam.
Subjek Penelitian adalah seluruh siswa
kelas III SDN Baureno III yang berjumlah 19
siswa. Lokasi sekolah ini terletak di Desa
Bureno Kecamatan Baureno. Dilihat dari segi
sosial ekonomi orang tua siswa dikelas III ini
mayoritas mata pencahariannya adalah petani,
ada pula yang buruh tani dan ada juga sebagai
pengamen. Penelitian ini menggunakan
pendekatan aktive learning kualitatif. Dan
penelitian ini berangkat dari masalah yang di
hadapi peneliti selaku guru kelas III selama di
lapangan, kemudian direfleksikan dan
dianalisis berdasarkan teori yang menunjang.
Selanjutnya peneliti melaksanakan tindakan di-
lapangan. Peran peneliti dalam penelitian ini
adalah sebagai observer, pengumpul data,
penganalisis data dan sebagai pelopor hasil
penelitian.
Penelitian tindakan kelas ini dilaksana-
kan dalam 2 siklus. Rancangan ini mengacu
pada model Kemmis dan Tagart (1998) dan
Kasbolah (1999) yang terdiri dari empat tahap
yaitu perencanaan tindakan (planing),
pelaksanaan tindakan (action), pengamatan
(observasi) dan refleksi (reflection).
Pengumpulan data pada penelitian
tindakan kelas ini dilakukan dengan pengamat-
an pada proses pembelajaran yang meliputi
aktifitas siswa dalam kegiatan pembelajaran,
dan analisis dokumen. Penelitian dibantu
teman sejawat mengamati proses pembelajaran
yang sedang berlangsung, mencatat data-data
yang muncul, kemudian mentranskripkannya.
Analisis dokumen dilakukan dengan menilai
hasil pengerjaan lembar kerja siswa. dan
evaluasi hasil pembelajaran.
Data tentang peningkatan aktifitas
belajar siswa dengan indikator kemampuan
mempraktekkan metode “Jarimatika“ dilaku-
kan melalui proses pengamatan selama proses
pembelajaran pada saat mengerjakan lembar
kerja siswa yang dibahas dalam kegiatan
pembelajaran, serta evalusi hasil pembelajaran.
Peningkatan hasil belajar diukur dengan
membandingkan hasil penilaian ulangan
harian/ formatif yang sedang berlangsung
dengan hasil belajar sebelumnya.
Analisis data dan refleksi dilakukan
penulis dalam kegiatan tersendiri dengan
teman sejawat. Hasil refleksi dicatat dan
menghasilkan rancangan tindakan pada siklus
kedua dan rancangan tindak lanjutan
(perancangan ulang).
Endang S, Implementasi Metode Jarimatika Meningkatkan Kemampuan Operasi Hitung Dalam Pembelajaran |55
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Pada pelaksanaan penelitian diawali dari
pengumpulan data-data yang menjadi acuan
atau dasar dari penelitian/perbaikan pem-
belajaran pengumpulan data di Kelas III SDN
Baureno III. Pada langkah awal telah
dilakukan identifikasi refleksi masalah, analisis
masalah, perumusan masalah, observasi dan
refleksi. Data yang diperoleh dari identifikasi
masalah, analisis masalah dan perumusan
masalah adalah data awal tentang nilai siswa
pada pelajaran sebelumnya (sebelum Siklus I).
Pada tahap perencanaan peneliti
menyediakan beberapa instrument untuk diisi
dan dijadikan pedoman untuk dilaksanakannya
perbaikan pembelajaran diantaranya adalah
data awal.
Dari data awal siswa sebelum Siklus I
pada mata pelajaran Matematika diketahui
bahwa siswa yang tuntas adalah 5 anak atau
26,31% sedangkan yang tidak tuntas dalam
pelajaran Matematika adalah 14 anak atau
73,69% data di atas adalah data awal.
Melalui data awal rekapitulasi dapat
dijelaskan bahwa data awal dari materi
Matematika diperoleh nilai rata-rata 47,
prosentase ketuntasan belajar mencapai 26,31
% atau ada 5 dari 19 siswa. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa siswa yang memperoleh
nilai > 70 hanya lebih kecil dari prosentase
ketuntasan yang dikehendaki yaitu 70% hal ini
disebabkan karena siswa banyak yang belum
paham tentang operasi hitung perkalian.
Pada tahap identifikasi masalah
pelaksanaan siklus guru mengidentifikasi
seluruh permasalahan yang timbul dalam
pembelajaran di kelas yakni: 1) minat anak
dalam mengikuti pembelajaran matematika
masih kurang. 2) siswa pada umumnya
kesulitan dalam melakukan perkalian.
Dengan menggunakan metode
“Jarimatika“ maka dapat meningkatkan
prestasi hasil belajar siswa pada pembelajaran
operasi hitung bilangan cacah siswa kelas III
SDN Baureno III.
Pada fase perumusan rancangan tindakan
guru membuat rencana pembelajaran, dengan
kompetensi dasar perkalian bilangan cacah,
membuat lembar pengamatan, lembar evaluasi
dan analisis hasil pembelajaran.
Kegiatan pelaksanaan merupakan
tindakan nyata yang dilakukan oleh guru di
kelas, yaitu: Pelaksanaan pembelajaran dengan
metode “Jarimatika“ dan penggunaan penilaian
portofolio untuk menganalisis hasil evalusi.
Dalam pelaksanaan pembelajaran secara garis
besar skenario pembelajaranya dirancang
sesuai dengan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP). Secara garis besar
skenario pembelajaran metode “Jarimatika“
dilaksanakan dengan kegiatan Awal guru
menggali informasi dari siswa tentang
persoalan sehari-hari yang berhubungan
dengan perkalian bilangan cacah. Kegiatan Inti
guru memberikan penjelasan cara
menggunakan 10 jari dalam membantu
mengalikan bilangan cacah siswa menirukan
yang dicontohkan guru, secara berpasangan,
siswa mengalikan bilangan cacah di bawah
sepuluh, siswa mengisi lembar kerja yang telah
tersedia dengan hasil peragaannya, guru
mengadakan pengamatan proses peragaan pada
siswa. Kegiatan akhir evaluasi tentang hasil
permainan dan ketrampilan tentang cara
perkalian di bawah sepuluh bilangan cacah.
Hasil pengamatan dan temuan selama
dalam proses pembelajaran pada siklus I (2 x 2
x 35 menit/2 kali pertemuan) adalah: 1) pada
umumnya siswa tertarik pada pendekatan ini,
hanya ada beberapa siswa yang berkemampuan
rendah masih senang bermain sendiri. 2) siswa
yang memiliki kemampuan lebih baik tidak
mau membantu temanya yang kesulitan. 3)
anak yang berkemampuan rendah cenderung
pasif. Untuk menggali data tentang daya serap
selama 2 pertemuan, guru menggunakan 3
instrumen penilaian yaitu: tes tulis, penugasan
dan lembar pengamatan aktifitas siswa dalam
mengikuti pembelajaran Matematika. Tes tulis
56| Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 52 – 57
dilaksanakan oleh guru pada akhir pertemuan
ke 2. untuk megukur kemampuan pemahaman
siswa terhadap bahan ajar.
Penilaian portofolio dilaksanakan oleh
guru ketika proses pembelajaran berlangsung
pada akhir siklus I. Sehingga bentuk penilaian
ini dapat dikatakan sebagai penilaian proses
dan akhir pembelajaran. Penggunaan penilaian
ini dirasa lebih efektif, sebab akan dapat
mengukur dengan tepat kemampuan siswa
yang sebenarnya.
Dari hasil penilaian proses pembelajaran
Hasil tes Perbaikan pada Siklus I Mata
Pelajaran Matematika hasil yang dicapai oleh
siswa adalah sebagai berikut: dari 19 siswa
yang menjadi populasi penelitian ini pada
siklus I ada 9 siswa atau 47,36 % yang telah
tuntas karena mendapat nilai diatas batas
kritetia ketuntasan minimal (KKM) yaitu 70.
Sedang sisanya 10 siswa atau 52, 63 % belum
tuntas.
Nilai rata-rata kelas yang dicapai pada
siklus ini adalah 65. Nilai tertinggi 90 dan nilai
terendah 20. Jadi pada pertemuan siklus I dapat
dikatakan ketuntasan belajar secara klasikal
belum tercapai pada mata pelajaran
Matematika. Dari hasi observasi dan tes yang
dilakukan pada siklus ini, maka dibuat
pertimbangan pada pelaksanaan pembelajaran
pada siklus II.
Atas dasar hasil pelaksanaan
pembelajaran pada siklus I, maka disusun
perancangan ulang pada siklus II yakni: 1)
rancangan Tindakan yaitu membuat Rencana
Pembelajaran tentang perkalian di bawah
sepuluh bilangan cacah, lembar pengamatan,
lembar evaluasi dan instrumen penelitian. 2)
pelaksanaan tindakan meliputi pelaksanaan
tindakan dengan langkah-langkah, evaluasi
hasil belajar dan analisis hasil belajar siswa
melalui skenario pembelajaran pada siklus II
dengan langkah-langkah pembelajaran:
Kegiatan Awal dengan pengulangan secara
singkat bercerita mengenai apa yang sudah
dipelajari siswa dalam pembelajaran
sebelumnya dan memeragakan secara singkat
cara perkalian di bawah sepuluh bilangan
cacah dengan sepuluh jari dari pertemuan
sebelumnya. Kegiatan Inti dengan dilakukan
sesuai dengan langkah-langkah pada per-
temuan sebelumnya dimana guru memberikan
penjelasan cara menggunakan 10 jari dalam
membantu mengalikan bilangan cacah, siswa
menirukan yang dicontohkan guru, secara
berpasangan, siswa mengalikan bilangan cacah
di bawah sepuluh, siswa mengisi lembar kerja
yang telah tersedia dengan hasil peragaannya,
dan guru mengadakan pengamatan proses
peragaan pada siswa. Kegiatan Akhir melalui
aplikasi konsep berupa penajaman dalam
pembelajaran pada siklus ini yakni proses
pembelajaran dilaksanakan dengan motivasi
guru tentang pentingnya matematika bagi
manusia untuk mengali ilmu pengetahuan.
Pengamatan/Observasi tindakan yang dilaku-
kan peneliti adalah mengamati minat anak
dalam mengikuti pembelajaran dan observasi
tentang kegiatan anak dalam memeragakan
sepuluh jarinya.
Pada tahap refleksi hasil pengamatan dan
temuan selama proses pembelajaran pada
siklus II diketahui bahwa: 1) siswa lebih
bersemangat ketika diajak memeragakan
perkalian dengan memakai sepuluh jarinya. 2)
siswa mampu menerapkan konsep yang
dijelaskan guru. 3) hasil tes prestasi belajar
meningkat.
Dari hasil penilaian proses pembelajaran
dengan portofolio dapat diketahui Hasil tes
Perbaikan pada Siklus II Mata Pelajaran
Matematika Kelas III Semester II SDN Baure-
no III adalah bahwa dari 19 siswa yang
menjadi populasi penelitian ini, ada 18 anak
atau 94,73 %yang telah tuntas karena telah
mendapat nilai diatas batas kriteria ketuntasan
minimal (KKM) yaitu 70. sedang 1 siswa atau
5,26 % yang belum tuntas. Hal ini berarti
tingkat ketuntasan klasikal sudah tercapai. Ini
berarti sudah diatas tingkat ketuntasan klasikal
ideal yaitu minimal 85 %.
Nilai rata-rata pada siklus II adalah 87.
Nilai tertinggi mencapai 100 dan nilai terendah
Endang S, Implementasi Metode Jarimatika Meningkatkan Kemampuan Operasi Hitung Dalam Pembelajaran |57
60. Hal ini berarti ada peningkatan yang cukup
baik dibanding dengan hasil prestasi belajar
pada siklus I.
Pembahasan
Dari penilaian portofolio selama 2 siklus
pembelajaran maka dapat diketahui bahwa
pada siklus I hasil yang dicapai oleh siswa
adalah sebagai berikut: dari 19 siswa yang
menjadi penelitian ada 9 anak atau 59 % yang
telah tuntas karena telah mendapat nilai diatas
kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu 70.
Sedangkan sisanya 10 anak atau 41 % belum
tuntas. Hal ini berarti tingkat ketuntasan
klasikal baru tercapai 59 %. Hasil ini masih
jauh dari tingkat ketuntasan klasikal ideal yaitu
minimal 85 %. Nilai rata-rata kelas pada siklus
I adalah 59, sedang nilai tertinggi 80 dan nilai
terendah 20.
Pada siklus II terjadi peningkatan
kemampuan yakni dari 19 siswa yang menjadi
populasi penelitian ada 18 siswa atau 94,73 %
yang telah tuntas karena mendapat nilai diatas
kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu 70.
Sedangkan 1 siswa atau 5,26 % yang belum
tuntas. Hal ini berarti untuk tingkat ketuntasan
klasikal sudah tercapai. Nilai rata-rata pada
siklus II adalah 94,47 %. Nilai tertinggi 100
dan nilai terendah 60.
Dari hasil komparasi yang terlihat
ternyata dengan demikian metode ”Jarimatika”
terbukti mampu meningkatkan prestasi hasil
belajar siswa kelas III SDN Baureno III.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan data hasil penelitian maka
kesimpulan yang dapat diambil adalah: 1)
dengan menggunakan metode ”Jarimatika”
dalam proses pembelajaran, ternyata mampu
menumbuhkan minat anak dalam proses
pembelajaran matematika. Hal ini dibuktikan
dengan hasil pengamatan terhadap siswa
selama proses pembelajaran. 2) hasil belajar
matematika pada pokok bahasan perkalian
bilangan cacah terjadi peningkatan kemampu-
an dalam perkalian di bawah sepuluh bagi
siswa kelas III SDN Baureno III Kecamatan
Baureno Kabupaten Bojonegoro.
Saran
Guru hendaknya menggunakan metode
yang bervariasi, inovatif, atraktif dan
menyenangkan serta menantang sehingga
siswa tidak jenuh dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran dengan menggunakan metode
”Jarimatika” terbukti mampu meningkatkan
aktifitas dan prestasi hasil belajar siswa . Oleh
karena itu guru diharapkan mau dan mampu
menerapkan pendekatan ini dengan baik pada
mata pelajaran Matematika di Sekolah Dasar.
Hendaknya sekolah menyediakan sarana
dan prasarana pembelajaran yang memadai,
sehingga pembelajaran menjadi lebih
berkualitas dan siswa lebih leluasa dalam
beraktivitas belajar.
DAFTAR RUJUKAN
Fathurrohman, Pupuh dan Sutikno, Sobry. 2007. Strategi Belajar Mengajar melalui Penanaman
Konsep Umum & Konsep Islam. Cet. II, Bandung: Refika Aditama
Haling, Abdul. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Makassar: Badan Penerbit UNM
Kasihani Kasbolah. (1999). Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan
58
METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF
MODEL STUDENT TEAMS ACHEIVEMENT DIVISION
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA
Sundarto
Kepala Sekolah Dasar Negeri Gajah I Baureno Bojonegoro
Email : [email protected]
Abstrak : Penelitian tindakan (action research) bertujuan untuk mengetahui peningkatan prestasi
belajar Pendidikan Kewarganegaraan setelah diimplementasikannya pembelajaran kooperatif model
STAD pada siswa Kelas IV Sekolah Dasar Negeri Gajah I Tahun Pelajaran 2014/2015. Untuk
mengetahui pengaruh motivasi belajar dan memberikan gambaran tentang metode yang tepat dalam
upaya meningkatkan prestasi belajar siswa yang aktif dalam proses pembelajaran. Data yang diperoleh
berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar mengajar. Melalui proses dan hasil analisis
didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus III, yaitu
siklus I (68,42%), siklus II (81,58%), siklus III (94,74%). Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
metode pembelajaran kooperatif dapat berpengaruh positif terhadap prestasi dan motivasi belajar
siswa.
Kata kunci : pendidikan kewarganegaraan, metode pembelajaran kooperatif, STAD
Perubahan strategis dalam proses
pembelajaran adalah sebuah keniscayaan
karena guru memiliki peranan yang sangat
penting dalam menentukan kuantitas dan
kualitas pengajaran yang dilaksanakan. Oleh
sebab itu, guru harus memikirkan dan
membuat perencanaan secara seksama dalam
meningkatkan kesempatan belajar bagi
siswanya dan memperbaiki kualitas
mengajarnya secara progressif. Kondisi
demikian menghadirkan perubahan-perubahan
positif dalam mengorganisasikan kelas yang
dinamis dan transpormatif, penggunaan
metode mengajar yang tepat, strategi belajar
mengajar yang efektif, maupun sikap dan
karakteristik guru dalam mengelola proses
belajar mengajar. Proses Pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan tidak lagi
mengedepankan pada penyerapan melalui
pencapaian informasi, tetapi lebih
mengutamakan pada pengembangan
kemampuan dan pemrosesan informasi. Oleh
karenanya aktifitas peserta didik perlu
ditingkatkan melalui latihan-latihan atau tugas
dengan bekerja dalam kelompok kecil dan
menjelaskan ide-ide kepada orang lain.
(Wahyudi, 2010:24).
Penekanan (stressing) pembelajaran
kooperatif adalah interaksi intensif antar siswa
sehingga menciptakan kondisi yang dinamis.
Dalam kondisi demikian siswa akan
melakukan komunikasi aktif dengan sesama
temannya. Dengan komunikasi tersebut
diharapkan siswa dapat menguasai materi
pelajaran dengan mudah karena “siswa lebih
mudah memahami penjelasan dari kawannya
dibanding penjelasan dari guru, karena taraf
pengetahuan serta pemikiran mereka lebih
sejalan dan sepadan”. (Djamarah,Syaiful
Bahri. 2012: 22).
Muara dari proses penelitian ini ingin
mengetahui peningkatan prestasi belajar
Pendidikan Kewarganegaraan setelah
diterapkannya pembelajaran kooperatif model
STAD pada siswa Kelas IV Sekolah Dasar
Negeri Gajah I Tahun Pelajaran 2014/2015.
Mengetahui pengaruh motivasi belajar PKn
setelah diterapkannya pembelajaran kooperatif
model STAD dan memberikan gambaran
tentang metode pembelajaran yang tepat dalam
upaya meningkatkan prestasi belajar siswa dan
menjadikan siswa lebih aktif dalam kegiatan
proses pembelajaran.
Hakekat kondisi pembelajaran yang
efektif adalah adanya minat perhatian siswa
dalam belajar. Minat merupakan suatu sifat
yang relatif menetap pada diri seseorang.
Minat ini besar sekali pengaruhnya terhadap
Sundarto, Metode Pembelajaran Kooperatif Model STAD Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa | 59
belajar, sebab dengan minat seseorang akan
melakukan sesuatu yang diminatinya.
Sebaliknya tanpa minat seseorang tidak
mungkin melakukan sesuatu. Misalnya,
seorang anak menaruh minat dalam bidang
kesenian, maka ia akan berusaha untuk
mengetahui lebih banyak tentang kesenian
yang menarik perhatiannya.
Menurut Oemar Hamalik (2006 : 239)
pembelajaran adalah “suatu kombinasi yang
tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi,
material fasilitas, perlengkapan dan prosedur
yang saling mempengaruhi tercapainya tujuan
pembelajaran. Sedangkan belajar adalah suatu
proses yang menyebabkan perubahan tingkah
laku yang bukan disebabkan oleh proses
pertumbuhan yang bersifat fisik, tetapi
perubahan dalam kebisaaan, kecakapan,
bertambah, berkembang daya pikir, sikap dan
lain-lain. Menurut Wahyuni (2010:8)
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi
pembelajaran dengan cara menempatkan siswa
dalam kelompok-kelompok kecil yang
memiliki kemampuan berbeda.
Dari pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
adalah suatu metode pembelajaran dengan cara
mengelompokkan siswa ke dalam kelompok-
kelompok kecil untuk bekerjasama dalam
memecahkan masalah. Hal tersebut yang
mendasari guru menerapkan metode kooperatif
STAD untuk meningkatkan prestasi siswa
kelas IV SDN Gajah I.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
tindakan (action research), karena penelitian
dilakukan untuk memecahkan masalah
pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga
termasuk penelitian deskriptif, sebab
menggambarkan bagaimana suatu teknik
pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil
yang diinginkan dapat dicapai.
Sesuai dengan jenis penelitian yang
dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka
penelitian ini menggunakan model penelitian
tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam
Arikunto, Suharsimi, 2005: 83), yaitu
berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus
yang berikutnya. Setiap siklus meliputi
planning (rencana), action (tindakan),
observation (pengamatan), dan reflection
(refleksi). Langkah pada siklus berikutnya
adalah perencanaan yang sudah direvisi,
tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum
masuk pada siklus I dilakukan tindakan
pendahuluan yang berupa identifikasi
permasalahan.
Alat pengumpul data dalam penelitian ini
adalah tes buatan guru yang fungsinya adalah:
(1) untuk menentukan seberapa baik siswa
telah menguasai bahan pelajaran yang telah
diberikan dalam waktu tertentu; (2) untuk
menentukan apakah suatu tujuan telah tercapai;
dan (3) untuk memperoleh suatu nilai
(Arikunto, Suharismi, 2002: 19).
Untuk mengetahui efektifitas suatu
metode dalam kegiatan pembelajaran perlu
diadakan analisis data. Pada penelitian ini
menggunakan teknik analisis dekriptif
kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang
bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta
sesuai dengan data yang diperoleh dengan
tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang
dicapai siswa, juga untuk memperoleh respon
siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta
aktivitas siswa selama proses pembelajaran.
Untuk menganalisis tingkat keberhasilan
atau presentase keberhasilan siswa setelah
proses belajar mengajar setiap putarannya
dilakukan dengan cara memberikan evaluasi
berupa soal tes tertulis pada setiap akhir
putaran. Untuk ketuntasan belajar ada dua
kategori ketuntasan belajar yaitu secara
perorangan dan ketuntasan belajar secara
klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan
belajar mengajar, yaitu seorang siswa telah
tuntas belajar bila telah mencapai skor 65%
atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar
baik dikelas tersebut terdapat 85% yang telah
mencapai daya serap lebih dari atau sama
dengan 65%.
Penelitian ini bertempat di SDN Gajah I
60 | Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 58 – 65
Kecamatan Baureno Kabupaten Bojonegoro
pada semester ganjil tahun pelajaran
2014/2015 dengan subyek penelitian siswa
kelas IV yang berjumlah 38 siswa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam proses penelitian tindakan ini,
data diperoleh dari observasi berupa
pengamatan perngelolaan metode
pembelajaran kooperatif model STAD dan
pengamatan aktivitas guru dan siswa pada
setiap siklus. Data lembar observasi diambil
dari dua pengamatan yaitu data pengamatan
pengelolaan metode pembelajaran kooperatif
model STAD yang digunakan untuk
mengetahui pengaruh penerapan metode
pembelajaran kooperatif model STAD dalam
meningkatkanprestasi belajar siswa dan data
pengamatan aktivitas guru dan siswa. Data tes
formatif untuk mengetahui peningkatan
prestasi belajar siswa setelah diterapkannya
metode pembelajaran kooperatif model STAD.
Analisis Hasil Penelitian Siklus I
Pada tahap perencanaan, peneliti
mempersiapkan perangkat pembelajaran yang
terdiri dari rencana pelajaran, tes formatif I dan
alat-alat pengajaran yang mendukung. Selain
itu juga dipersiapkan lembar observasi
pengolahan metode pembelajaran kooperatif
model STAD, dan lembar observasi aktifitas
guru dan siswa.
Tahap kegiatan dan pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar untuk siklus I dilakasanakan
pada tanggal 4 Nopember 2014 di Kelas IV
dengan jumlah siswa 38 siswa. Pelaksanaan
metode pembelajaran kooperatif model STAD
melalui tahapan: 1) pelaksanaan pembelajaran,
2) diskusi kelompok, 3) tes, 4) penghargaan
kelompok, 5) menentukan nilai individual dan
kelompok. Dalam hal ini peneliti bertindak
sebagai pengajar, sedangkan yang bertindak
sebagai pengamat adalah seorang guru kelas
IV. Memasuki tahap akhir proses belajar
mengajar siswa diberi tes formatif I dengan
tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan
siswa dalam proses belajar mengajar yang
telah dilakukan.
Dalam pengelolaan pembelajaran siklus I
aspek-aspek yang mendapatkan kriteria kurang
baik adalah memotivasi siswa, menyampaikan
tujuan pembelajran, pengelolaan waktu, dan
antusiasme siswa. Keempat aspek yang
mendapat nilai kurang baik di atas, merupakan
suatu kelemahan yang terjadi pada siklus I dan
akan dijadikan bahan kajian untuk refleksi dan
revisi pada siklus II.
Dari pengelolaan pembelajaran siklus I
tampak bahwa aktivitas guru yang paling
dominan pada siklus I adalah membimbing dan
mengamati siswa dalam menemukan konsep,
yaitu 21,7 %. Aktivitas lain yang presentasinya
cukup besar adalah memberi umpan balik/
evaluasi, tanya jawab dan menjelaskan materi
yang sulit yaitu masing-masing sebesar 13,3
%. Sedangkan aktivitas siswa yang paling
dominan adalah mengerjakan/ memperhatikan
penjelasan guru yaitu 22,5 %. Aktivitas lain
yang presentasinya cukup besar adalah bekerja
dengan sesama anggota kelompok, diskusi
antara siswa/ antara siswa dengan guru, dan
membaca buku yaitu masing-masing 18,7 %
14,4 dan 11,5 %.
Kesimpulan pada siklus I dapat
dikemukakan bahwa secaraa garis besar
kegiatan belajar mengajar dengan metode
pembelajaran kooperatif model STAD sudah
dilaksanakan dengan baik, walaupun peran
guru masih cukup dominan untuk memberikan
penjelasan dan arahan, karena model tersebut
masih dirasakan baru oleh siswa.
Berikutnya disajikan rekapitulasi hasil
tes formatif siswa kelas IV pada siklus I seperti
terlihat pada tabel.
Tabel 1.
Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siklus I
No Uraian Hasil
Siklus I
1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Presentase ketuntasan belajar
6,79
26
68,42
Sundarto, Metode Pembelajaran Kooperatif Model STAD Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa | 61
Dari tabel di atas dapat dijelaskan
bahawa dengan menerapkan metode
pembelajaran kooperatif model STAD
diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa
adalah 6,79 dan ketuntasan belajar mencapai
68,42% atau ada 26 siswa dari 38 siswa sudah
tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan
bahawa pada siklus pertama secara klasikal
siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang
memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 68,42%
lebih kecil dari presentase ketuntasan yangt
dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini
disebabkan karena siswa masih merasa baru
dan belum mengerti apa yang dimaksudkan
dan digunakan guru dengan menerapkan
metode pembelajaran kooperatif model STAD.
Refleksi dalam pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar diperoleh informasi dari hasil
pengamatan bahwa: guru kurang maksimal
dalam memotivasi siswa dan dalam
menyampaikan tujuan pembelajaran, guru
kurang maksimal dalam pengelolaan waktu,
siswa kurang aktif selama pembelajaran
berlangsung
Analisis data penelitian siklus I : Pada
ranah psikomotor siswa yang mendapat nilai
60 tidak ada, Siswa yang mendapat nilai 70
sebanyak 15 (38,46%), Siswa yang mendapat
nilai 80 sebanyak 2 (61,54%). Berarti siswa
yang mendapat nilai di atas 70 sebanyak
61,54%, secaraa klasikal termasuk kategori
belum tuntas. Pada ranah afektif siswa
mendapat nilai C sebanyak 6 (15,38%), siswa
yang mendapat nilai B sebanyak 25 (66,67%),
siswa yang mendapat nilai A sebanyak 7
(17,95%). Berarti siswa yang mendapat nilai di
atas C sebanyak 84,62%, secaraa klasikal
termasuk kategori tuntas.
Refisi Pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar pada siklus I ini masih terdapat
kekurangan, sehingga perlu adanya revisi
untuk dilakukan pada siklus berikutnya yakni:
guru perlu lebih terampil dalam memotivasi
siswa dan lebih jelas dalam menyampaikan
tujuan pembelajaran. Dimana siswa diajak
untuk terlibat langsung dalam setiap kegiatan
yang akan dilakukan, guru perlu
mendistribusikan waktu secara baik dengan
menambahkan informasi-informasi yang dirasa
perlu dan memberi catatan dan guru harus
lebih terampil dan bersemangat dalam
memotivasi siswa sehingga siswa bisa lebih
antusias.
Analisis Hasil Penelitian Siklus II
Melalui tahap perencanaan peneliti
mempersiapkan perangkat pembelajaran yang
terdiri dari rencana pelajaran 2, soal tes
formatif 2 dan alat-alat pengajaran yang
mendukung. Selain itu juga dipersiapkan
lembar observasi pengelolaan metode
pembelajaran kooperatif model STAD dan
lembar observasi guru dan siswa.
Tahap kegiatan dan pelaksanaan belajar
mengajar untuk siklus II dilaksanakan pada
tanggal 11 Nopember 2014 di Kelas IV dengan
jumlah siswa 38 siswa. Pelaksanan metode
pembelajaran kooperatif model STAD melalui
tahapan sebagaimana pada siklus I, dengan
penyempurnaan aspek-aspek I dalam
penerapan metode pembelajarn kooperatif
model STAD diharapkan siswa dapat
menyimpulkan apa yang telah mereka pelajari
dan mengemukakan pendapatnya sehingga
mereka akan lebih memahami tentang apa
yang telah mereka lakukan.
Aktivitas Guru Dan Siswa Pada Siklus II,
tampak bahwa aktifitas guru yang paling
dominan pada siklus II adalah membimbing
dan mengamati siswa dalam menentukan
konsep yaitu 25%. Jika dibandingkan dengan
siklus I, aktivitas ini mengalami peningkatan.
Aktivitas guru yang mengalami penurunan
adalah memberi umpan balik/evaluasi/ Tanya
jawab (16,6%), mnjelaskan materi yang sulit
(11,7). Meminta siswa mendiskusikan dan
menyajikan hasil kegiatan (8,2%), dan
membimbing siswa merangkum pelajaran
(6,7%).
Sedangkan untuk aktivitas siswa yang
paling dominan pada siklus II adalah bekerja
dengan sesama anggota kelompok yaitu (21%).
62 | Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 58 – 65
Jika dibandingkan dengan siklus I,
aktifitas ini mengalami peningkatan. Aktifitas
siswa yang mengalami penurunan adalah
mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru
(17,9%). Diskusi antar siswa/ antara siswa
dengan guru (13,8%), menulis yang relevan
dengan KBM (7,7%) dan merangkum
pembelajaran (6,7%). Adapun aktifitas siswa
yang mengalami peningkatan adalah membaca
buku (12,1%), menyajikan hasil pembelajaran
(4,6%), menanggapi/mengajukan pertanyaan/
ide (5,4%), dan mengerjakan tes evaluasi
(10,8%).
Berikutnya adalah rekapitulasi hasil tes
formatif siswa:
Tabel 2. Rekapiltulasi Hasil Tes Formatif Siklus II
No Uraian Hasil
Siklus II
1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Presentase ketuntasan belajar
7,29
31
81,58
Dari tabel diatas diperoleh nilai rata-rata
prestasi belajar siswa adalah 7,29 dan
ketuntasan belajar mencapai 81,58% atau ada
31 siswa dari 38 siswa sudah tuntas belajar.
Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini
ketuntasan belajar secara klasikal telah
mengalami peningkatan sedikit lebih baik dari
siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar
siswa ini karena setelah guru menginformasi-
kan bahawa setiap akhir pelajaran akan selalu
diadakan tes sehingga pada pertemuan
berikutnya siswa lebih termotivasi untuk
belajar. Selain itu siswa juga sudah mulai
mengerti apa yang dimaksudkan dan
diinginkan guru dengan menerapkan metode
pembelajaran kooperatif model STAD.
Analisis data penelitian Siklus I : Ranah
Psikomotor siswa yang mendapat nilai 60 tidak
ada , siswa yang mendapat niali tujuh puluh
sebanyak 15 (38,46%), siswa yang mendapat
nilai 80 sebanyak 23 (61,54%). Berarti siswa
yang mendapat nilai di atas 70 sebanyak
61,54%, secaraa klasikal termasuk kategori
belum tuntas. Ranah Afektif siswa yang
mendapat nilai C sebanyak 6 (15,38%), siswa
yang mendapat nilai B sebanyak 25 (66,67%),
siswa yang mendapat nilai A sebanyak 7
(17,95%). Berarti siswa yang mendapat nilai di
atas C sebanyak 84,62%, secara klasikal
termasuk kategori tuntas.
Pada kegiatan refleksi pelaksanaan
kegiatan belajar diperoleh informasi dari hasil
pengamatan bahwa pelaksanan kegiatan belajar
pada Siklus II ini masih terdapat kekurangan-
kekurangan. Maka perlu adanya revisi untuk
dilaksanakan pada siklus II, yakni: guru
dalam memotivasi siswa hendaknya dapat
membuat siswa lebih termotivasi selama
proses belajar mengajar berlangsung, guru
harus lebih dekat dengan siswa sehingga tidak
ada perasaan takut dalam diri siswa baik untuk
mengemukakan pendapat atau bertanya, guru
harus lebih sabar dalam membimbing siswa
merumuskan kesimpulan/menemukan konsep,
guru harus mendistribusikan waktu secara baik
sehingga kegiatan pembelajaran dapat berjalan
sesuai dengan yang diharapkan, guru
sebaiknya menambah lebih banyak contoh soal
dan meberi soal-soal-soal latihan pada siswa
untuk dikerjakan pada setiap kegiatan belajar
mengajar.
Analisis Hasil Penelitian Siklus III
Pada tahap perencanaan peneliti
mempersiapkan perangkat pembelajaran yang
terdiri dari rencana pelajaran 3, soal tes
formatif 3 dan alat-alat pengajaran yang
mendukung. Selain itu juga dipersiapkan
lembar observasi pengelolaan metode
pembelajaran kooperatif model STAD dan
lembar observasi aktifitas guru dan siswa.
Tahap kegiatan dan pengamatan
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk
siklus III dilaksanakan pada tanggal 18
November 2014 di kelas IVdengan jumlah
siswa 38 siswa. Pelaksanaan metode
pembelajaran kooperatif model STAD melalui
tahapan sebagai berikut: (1) pelaksanaan
pembelajaran, (2) diskusi kelompok, (3) tes,
(4) penghargaan kelompok, (5) menentukan
nilai individual dan kelompok. Adapun proses
Sundarto, Metode Pembelajaran Kooperatif Model STAD Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa | 63
belajar mengajar mengacu pada rencana
pelajaran dengan memperhatikan revisi pada
siklus II, sehingga kesalahan atau kekurangan
pada siklus II tidak terulang lagi pada siklus
III. Pengamatan (observasi) dilaksanakan
bersamaan dengan pelaksanaan belajar
mengajar. Memasuki akhir proses belajar
mengajar siswa diberi tes formatif III dengan
tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan
siswa dalam proses belajar mengajar yang
telah dilakukan. Instrumen yang digunakan
adalah tes formatif III dengan tujuan untuk
mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam
proses belajar mengajar yang telah dilakukan.
Instrumen yang digunakan adalah tes formatif
III.
Dari pengelolaan pembelajaran pada
Siklus III, didapatkan hasil bahwa aspek-aspek
yang diamati pada kegiatan belajar mengajar
(siklus III) yang dilaksanakan oleh guru
dengan menerapkan metode pembelajaran
kooperatif model STAD mendapatkan
penilaian cukup baik dari pengamat adalah
memotivasi siswa, membimbing siswa
merumuskan kesimpulan/menemukan konsep,
dan pengelolaan waktu.
Melalui aktivitas guru dan siswa pada
Siklus III didapat hasil bahawa aktivitas guru
yang paling dominan pada siklus III adalah
membimbing dan mengamati siswa dalam
menemukan konsep yaitu 22,6%, sedangkan
aktivitas menjelaskan materi yang sulit dan
memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab
menurun masing-masing sebesar (10%), dan
(11,7%). Aktivitas lain yang mengalami
peningkatan adalah mengkaitkan dengan
pelajaran sebelumnya (10%), menyampiakan
materi/strategi /langkah-langkah (13,3%),
meminta siswa menyajikan dan mendiskusikan
hasil kegiatan (10%), dan membimbing siswa
merangkum pelajaran (10%). Adapun aktivitas
ynag tidak menglami perubahan adalah
menyampaikan tujuan (6,7%) dan memotivasi
siswa (6,7%).
Sedangkan untuk aktivitas siswa yang
paling dominan pada siklus III adalah bekerja
dengan sesama anggota kelompok yaitu
(22,1%) dan mendengarkan/memperhatikan
penjelasan guru (20,8%), aktivitas yang
mengalami peningkatan adalah membaca buku
siswa (13,1%) dan diskusi antar siswa/antara
siswa dengan guru (15,0%). Sedangkan
aktivitas yang lainnya mengalami penurunan.
Berikutnya adalah rekapitukasi hasil tes
formatif siswa seperti terlihat pada tabel
berikut.
Tabel 3. Rekapiltulasi Hasil Tes Formatif Siklus III
No Uraian Hasil
Siklus III
1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Presentase ketuntasan belajar
7,97
36
94,74
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai
rata-rata tes formatif sebesar 7,97 dan dari 38
siswa yang telah tuntas sebanyak 36 siswa dan
2 siswa belum mencapai ketuntasan belajar.
Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang
telah tercapai sebesar 94,74% (termasuk
kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini
mengalami peningkatan lebih baik dari siklus
II. Adanya peningkatan hasil belajar pada
siklus III ini dipengaruhi oleh adanya
peningkatan kemampuan guru dalam
menerapkan metode pembelajaran kooperatif
model STAD sehingga siswa menjadi lebih
terbiasa dengan pembelajaran seperti ini
sehingga siswa lebih mudah dalam memahami
materi yang telah diberikan.
Pada tahap refleksi akan dikaji apa yang
telah terlaksana dengan baik maupun yang
masih kurang baik dalam proses belajar
mengajar dengan penerapan metode
pembelajaran kooperatif model STAD. Dari
data-data yang telah diperoleh dapat diuraikan
bahwa selama proses belajar mengajar guru
telah mekasanakan semua pembeljaran dengan
baik. Meskipun ada beberapa aspek yang
belum sempurna, tetapi presentase
pelaksanaanya untuk masing-masing aspek
cukup besar, berdasarkan data hasil
pengamatan diketahui bahwa siswa aktif
selama proses belajar mengajar berlangsung,
64 | Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 58 – 65
kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya
sudah mengalami perbaikan dan peningkatan
sehingga menjadi lebih baik, hasil belajar
siswa pada siklus III mencapai ketuntasan.
Revisi Pelaksanaan pada siklus III guru
telah menerapkan metode pembelajaran
kooperatif model STAD dengan baik dan
dilihat dari kativitas siswa serta hasil belajar
siswa pelaksanaan proses belajar mengajar
sudah berjalan dengan baik. Maka tidak
diperlukan revisi terlau banyak, tetapi yang
perlu diperhatikan untuk tindakan selanjutnya
adalah memaksimalkan dan mempertahankan
apa yang telah ada dengan tujuan agar
pelaksanaan proses belajar mengajar
selanjutnya penerapan metode pembelajaran
kooperatif model STAD dapat meningkatkan
proses belajar mengajar, sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai.
Melalui hasil penelitian ini menunjukkan
bahawa metode pembelajaran kooperatif model
STAD memiliki dampak positif dalam
meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini
dapat dilihat dari semakin mantapnya
pemahaman siswa terhadap materi yang
disampaikan guru (ketuntasan belajar
meningkat dari siklus I, II, dan III) yaitu
masing-masing 68,42%, 81,58% dan 94,74%.
Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara
klasikal telah tercapai. Sedangakan kelompok
yang mendapatkan penghargaan adalah
kelompok I dengan nilai kelompok tertinggi
sebesar 6,17
Berdasarkan analisis data, diperoleh
aktifitas siswa dalam proses belajar mengajar
dengan menerapkan metode pembelajaran
kooperatif model STAD dalam setiap siklus
mengalami peningkatan. Hal ini berdampak
positif terhadap prestasi belajar siswa yaitu
dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai
rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus
menglami peningkatan.
Dari proses analisis data, diperoleh
aktifitas siswa dalam proses pembelajran
Pendidikan Kewarganegaraan pada pokok
bahasan sistem politik dengan metode
pembelajaran kooperatif model STAD yang
paling dominan adalah bekerja dengan sesama
anggota kelompok, mendengarkan penjelasan
guru dan diskusi antar siswa /antara siswa
dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa
aktifitas siswa selama proses pembeajaran
dikategorikan aktif.
Sedangkan untuk aktifitas guru selama
pembelajaran telah melaksanakan langkah-
langkah kegiatan belajar mengajar dan
menerapkan pengajaran konstektual model
pengajaran berbasis masalah dengan baik. Hal
ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul,
diantaranya aktivitas membimbing dan
mengamati siswa dalam menemukan konsep,
menjelaskan materi yang sulit, memberi umpan
balik/ evaluasi/ tanya jawab dimana prosentase
untuk aktivitas di atas cukup besar.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dipaparkan selama tiga siklus, hasil seluruh
pembahasan serta analisis yang telah dilakukan
dapat disimpulkan bahwa metode
pembelajaran kooperatif model STAD dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan. Metode
pembelajaran kooperatif model STAD
memiliki dampak positif dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa yang ditandai dengan
peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam
setiap siklus, yaitu siklus I (68,42%), siklus II
(81,58%), siklus III (94,74%). Metode
pembelajaran kooperatif model STAD dapat
menjadikan siswa merasa dirinya mendapat
perhatian dan kesempatan untuk
menyampaikan pendapat, gagasan, ide, dan
pertanyaan, siswa dapat bekerja secara mandiri
maupun kelompok, serta mampu
mempertanggungjawabkan tugas individu
maupun kelompok. Penerapan metode
pembelajaran kooperatif model STAD
mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa.
Dari hasil penelitian yang diperoleh, agar
proses belajar mengajar Pendidikan
Kewarganegaraan lebih efektif dan lebih
Sundarto, Metode Pembelajaran Kooperatif Model STAD Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa | 65
memberikan hasil yang optimal bagi siswa,
hendaknya untuk melaksanakan metode
pembelajaran kooperatif model STAD
memerlukan persiapan yang cukup matang,
sehingga guru harus mampu menentukan atau
memilih topik yang benar-benar bisa
diterapkan dengan metode pembelajaran
kooperatif model STAD dalam pross belajar
mengajar sehingga memperoleh hasil yang
optimal.
Dalam rangka meningkatkan prestasi
belajar siswa, guru hendaknya lebih sering
melatih siswa dengan berbagai metode
pengajaran, walau dalam taraf yang sederhana,
dimana siswa nantinya dapat menemukan
pengetahuan baru, memperoleh konsep dan
keterampilan, sehingga siswa berhasil atau
mampu memecahkan masalah-masalah yang
dihadapi, perlu adanya penelitian yang lebih
lanjut, dan untuk peneltian yang serupa
hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan agar
diperoleh hasil yang lebih bermutu.
RUJUKAN PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2002.Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Arikunto, Suharsimi. 2005. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta.
Djamarah,Syaiful Bahri. 2012. Psikologi belajar. Rineksa Putra.
Oemar. Hamalik. 2006. Proses Belajar mengajar. Jakarta: Bumi Angkasa
Wahyudi, 2010. Model-Model Pembelajaran Kreatif dan Inovatif. Malang : PT Pertamina
66
KERJASAMA DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN SALAH
SATU ALTERNATIF PENINGKATAN MUTU MANAJEMEN
BERBASIS SEKOLAH
Sunjani
Kepala SDN Sumberharjo II
Kecamatan Sumberjo Kabupaten Bojonegoro
Email : [email protected]
Abstrak: Kerjasama adalah bentuk interaksi sosial yang di dalamnya sekelompok orang menyadari
bahwa mereka memiliki kepentingan yang sama. Dalam organisasi, kerjasama dapat terlihat pada salah
satu prinsip administrasi. Kerjasama ini dapat diterapkan dalam pengambilan keputusan yaitu dalam
merumuskan masalah, mengidentifikasi alternatif, menentukan kriteria, menguji alternatif, dan
menetapkan keputusan. Dalam organisasi sekolah, kerjasama dalam pengambilan keputusan
melibatkan kepala sekolah dan guru. Bentuk kerjasamanya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu cara
individual dan cara kelompok. Cara kelompok lebih banyak memiliki kelebihan dari pada cara
individual. Sedangkan Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah adalah model manajemen yang
memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif
melibatkan guru, siswa, kepala sekolah, orang tua siswa dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
mutu sekolah dalam kerangka pendidikan nasional.
Kata kunci : kerjasama, pengambilan keputusan, manajemen berbasis sekolah.
Salah satu permasalahan pendidikan
yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah
rendahnya mutu pendidikan pada setiap
jenjang dan satuan pendidikan, khususnya
pendidikan dasar dan menengah. Berbagai
usaha telah dilakukan untuk meningkatkan
mutu pendidikan nasional, misalnya
pengembangan kurikulum nasional dan lokal,
peningkatan kompetensi guru melalui
pelatihan, pengadaan buku dan alat pelajaran,
pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana
pendidikan, dan peningkatan mutu manajemen
sekolah.
Namun demikian, berbagai indikator
mutu pendidikan belum menunjukan
peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah,
terutama di kota-kota, menunjukan peningkat-
an mutu pendidikan yang cukup menggembira-
kan, namun sebagian lainnya masih
memprihatinkan.
Badan internasional PBB, United
Nations Development Programme (UNDP)
baru – baru ini mengeluarkan laporan negara-
negara menurut peringkat Human
Development Index (HDI). Negara kita ada di
peringkat 111 dari 175 negara. Yang
memprihatinkan, kualitas manusia Indonesia
benar - benar jauh lebih lebih rendah dari
Singapura (25), Brunei (33), Malaysia (58),
Thailand (76), dan Filipina (83). Bahkan lebih
rendah dari negara-negara "terbelakang"
seperti Kirgistan (110), Guinea-Katulistiwa
(109), dan Aljazair (108). Mungkin karena
masalah rendahnya mutu SDM sudah sangat
sering kita dengar, hal ini merupakan persoalan
biasa saja. (Rusman Rasyid. 2009).
Berdasarkan dari berbagai pengamatan
dan analisis yang menyebabkan mutu
pendidikan di Indonesia tidak mengalami
peningkatan secara merata antara lain:
Pertama, kebijakan dan penyelenggaraan
pendidikan menggunakan pendekatan
Educational Production Function, dimana
pendekatan ini melihat bahwa lembaga
pendidikan dalam arti sekolah berfungsi
sebagai produksi yang apabila dipenuhi semua
input maka lembaga ini akan menghasilkan out
put yang dikehendaki.
Kedua, Walaupun sudah memiliki
otonomi sekolah namun dalam praktek
penyelenggaraan pendidikan masih sering
dilakukan secara sentralistik sehingga
Sunjani, Kerjasama Dalam Pengambilan Keputusan Salah Satu Alternatif Peningkatan MBS | 67
mendapatkan sekolah sebagai penyelenggara
pendidikan sangat tergantung pada keputusan
birokrasi dari atas ke bawah (Top down
oriented) yang mempunyai jalur yang sangat
panjang dan kadang-kadang kebijakan yang
dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi
sekolah setempat. Dengan demikian sekolah
kehilangan kemandirian, motivasi dan inisiatif
untuk mengembangkan dan memajukan
lembaganya. Pada hakekatnya sistem ini
membangun kreatifitas, membina kultur serta
pola pikir.
Ketiga, Peran serta masyarakat,
khususnya orang tua siswa dalam pendidikan
selama ini sangat minim. Apalagi dengan
adanya Biaya Operasional Sekolah, mereka
enggan dan ewuh pakewuh (bahasa Jawa)
memberikan masukan, pendapat baik urusan
dana maupun masalah pendidikan seperti
pengambilan keputusan, monitoring, evaluasi
dan akuntabilitas.
Berdasarkan kenyataan-kenyataan di atas
penyelenggaraan pendidikan dengan
menerapkan manajemen peningkatan mutu
berbasis sekolah harus seoptimal mungkin
dilakukan oleh sekolah. Sehingga harapan
adanya Perubahan ini menjadi secercah
harapan pada dunia pendidikan yang ingin
mendongkrak sistem pendidikan yang selama
ini berlangsung.
Berkaitan dengan hal di atas Kepala
Sekolah sebagai anggota dalam organisasi
sekolah yang secara formal memikul tanggung
jawab administrasi di sekolahnya dihadapkan
pada hal yang baru yang berkaitan dengan
serangkaian kegiatan administrasi atau
manajemen, yang memerlukan kesiapan
pemahaman dan ketrampilan, karena pada
manajemen berbasis sekolah, sekolah telah
diberikan kewenangan untuk mengurus dan
mengatasi dirinya sendiri. Kemandirian ini
harus didukung oleh sejumlah kemampuan
untuk bekerja sama dalam mengambil
keputusan, kemampuan megnhargai perbedaan
pendapat, berkomunikasi dan memecahkan
masalah.
Atas dasar konsep di atas, Kepala
Sekolah akan dihadapkan kepada berbagai
masalah yang muncul dalam kegiatan
administrasi atau manajemen yang sangat
komplek yang memerlukan pemahaman dan
ketrampilan untuk dan mempertimbangkan
sejumlah alternatif pemecahannya, upaya yang
dilakukan tidak lain terkait dengan proses
pengambilan keputusan.
Pengambilan keputusan yang efektif
adalah apabila dilakukan secara cermat dan
menghasilkan keputusan yang tepat dalam
keitannya dengan tujuan organisasi. Dalam
organisasi sekolah, untuk dapat menghasilkan
keputusan yang tepat kepala sekolah harus
dapat menciptakan lingkungan yang terbuka
dan demokratis, dimana warga sekolah dalam
hal ini termasuk kepala sekolah, guru, siswa,
orang tua siswa, tokoh masyarakat dan
pemerintah desa setempat harus didorong
untuk terlibat langsung dalam proses
pengambilan keputusan yang berkonstribusi
langsung terhadap pencapaian tujuan sekolah.
PEMBAHASAN
Hakekat Kerja Sama
Kerja sama adalah salah satu bentuk
interaksi sosial. Kerja sama timbul apabila
sekelompok orang menyadari bahwa mereka
memiliki kepentingan yang sama. Pada saat
yang bersamaan kelompok orang yang sama
kepentingannya itu memiliki pengetahuan dan
pengendalian yang cukup terhadap diri sendiri,
untuk memenuhi kepentingan mereka melalui
kerja sama satu sama lain.
Pada zaman dahulu masyarakat Indonesia
mengenal kerja sama dalam istilah gotong
royong. Kebiasaan gotong royong yang
berkembang di masyarakat ada dua macam
gotong royong, yakni gotong royong tolong
menolong dan gotong royong kerja bakti.
Gotong royong tolong menolong adalah
kegiatan membantu orang lain secara spontan
dan biasanya tidak direncanakan. Sedangkan
gotong royong kerja bakti adalah melakukan
kegiatan bersama untuk kepentingan umum
68| Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 66 – 72
tanpa imbalan uang. Dalam tulisan ini kerja
sama yang dimaksudkan berbeda dengan
gotong royong seperti yang diistilahkan oleh
Koentjaraningrat tersebut karena pengertian
kerja sama menyatu dalam konteks
administrasi dari suatu organisasi.
Dalam organisasi sekolah administrasi
dipandang sebagai suatu proses kerja sama dan
dikendalikan oleh manajemen sehingga aspek-
aspek administrasi menjadi sinkron tertuju
kepada tercapainya tujuan pada akhirnya kerja
sama dapat dilihat pada prinsip-prinsip
administrasi. Dapat dikemukakan bahwa setiap
kegiatan dapat disebut kegiatan administrasi
apabila menemukan persyaratan sebagai
berikut: 1) adanya aktifitas kerja sama
sekelompok orang, 2) danya penataan atau
pengaturan dalam kerja sama, 3) adanya tujuan
yang hendak dicapai melalui kegiatan kerja
sama
Pendekatan kerja sama dalam organisasi
tampaknya sudah ada sejak organisasi itu lahir.
Namun semula belum banyak orang
memanfaatkan kerja sama tersebut secara
efektif. Setelah munculnya beberapa teori
tentang kerja sama, barulah orang-orang
organisasi berusaha mengefektifkan kerja
sama itu secara manusiawi. Teori dan gerakan
yang erat kaitannya dengan kerja sama antara
lain adalah gerakan hubungan antar manusia
(human relation movement) dan manajemen
sumber daya manusia (human resources
management). Kedua gerakan ini
berkeyakinan bahwa organisasi akan efektif
apabila administrator mengorganisasikan
kekuatan dan kreatifitas potensial sumber daya
manusia yang ada dalam organisasi untuk ikut
ambil bagian (bekerja sama) pada semua
tingkat pengambilan keputusan.
Kerja Sama Dalam Pengambilan Keputusan
Ada beberapa pendapat para ahli tentang
pengertian pengambilan keputusan diantara-
nya, menurut Terry dalam Fendy (2011)
Mengemukakan bahwa pengambilan keputus-
an adalah sebagai pemilihan yang didasarkan
kriteria tertentu atas dua atau lebih alternatif
yang mungkin. Diungkapkan pula oleh Goerge
dalam Fendy (2011) Mengatakan proses
pengambilan keputusan itu dikerjakan oleh
kebanyakan manajer berupa suatu kesadaran,
kegiatan pemikiran yang termasuk
pertimbangan, penilaian, dan pemilihan
diantara sejumlah alternatif. Sedangkan
menurut Horold dan l O’Donnell dalam Fendy
(2011) Mereka mengatakan bahwa
pengambilan keputusan adalah pemilihan
diantara alternatif mengenai suatu cara
bertindak yaitu inti dari perencanaan, suatu
rencana tidak dapat dikatakan tidak ada jika
tidak ada keputusan, suatu sumber yang dapat
dipercaya, petunjuk atau reputasi yang telah
dibuat. Serta Siagian dalam Soetopo
(2010:145) memandang bahwa: Pengambilan
keputusan adalah suatu pendekatan sistematis
terhadap suatu masalah, pengumpulan fakta
dan data, penelitian yang matang atas alternatif
dan tindakan.
Berdasarkan pendapat di atas dapat
disimpulkan pengambilan keputusan merupa-
kan usaha menemukan dan melakukan pilihan
diantara berbagai kemungkinan penyelesaian
persoalan, pertentangan, dan keraguan yang
timbul dalam proses penyelenggaraan suatu
kegiatan untuk mencapai tujuan. Melihat
pengertian ini, pengambilan keputusan
merupakan proses dalam manajemen pada
kegiatan menentukan pilihan dari berbagai
alternatif untuk diputuskan dalam perencanaan
dan pelaksanaan upaya pencapaian tujuan.
Kegiatan dalam proses pengambilan
keputusan itu sendiri sangat panjang sehingga
masih menjadi bahan perdebatan para ahli.
Namun apabila dilakukan analisis, kegiatan
yang panjang itu dapat diringkaskan sebagai
berikut: 1) Merumuskan masalah, 2)
Mengidentifikasi alternatif pemecahan, 3)
Menetapkan criteria, 4) Menguji alternatif
pemecahan, 5) Memilih/menentukan alternatif
pemecahan terbaik, 6) Melaksanakan hasil
keputusan.
Keenam kegiatan di atas merupakan
langkah yang berurutan yang dapat digambar-
Sunjani, Kerjasama Dalam Pengambilan Keputusan Salah Satu Alternatif Peningkatan MBS | 69
kan sebagai berikut:
Gambar I : Langkah-langkah proses pengambilan
keputusan
Berdasarkan diagram di atas dapat
dikatakan bahwa pengambilan keputusan
merupakan proses yang panjang dan bukan
ihwal pikir yang bersifat ke dalam, melainkan
juga perihal bagaimana orang lain dapat
dibangkitkan dalam proses kegiatan agar
berkeinginan, bertujuan dan bergerak untuk
melaksanakan kegiatan dalam mencapai
tujuan. Ihwal bagaimana menggerakkan orang
lain ini menyangkut soal kerja sama yang
memerlukan proses keluar (external process).
Kerja sama dalam pengambilan
keputusan mempunyai nilai yang sangat
penting karena cenderung akan menghasilkan
keputusan yang lebih berkualitas dari pada
keputusan yang bersumber dari seorang
individu saja. Banyak keuntungan yang dapat
diambil melalui kerja sama ini, antara lain
dapat dicapainya keputusan yang jauh lebih
baik dan dapat ditingkatkannya pertumbuhan
dan perkembangan anggota dalam organisasi.
Semula kebanyakan administrator dalam
berbagai organisasi masih meragukan perlunya
orang lain dalam pengambilan keputusan.
Kenyataan selanjutnya menunjukkan bahwa
banyak organisasi berkembang luas dan
berhasil karena menggunakan kekuatan
kelompok meskipun demikian pemanfaatan
kelompok sebagai sarana kerja sama dalam
organisasi tidak asal jadi karena teori
kontigensi memainkan peranan di sini. Teori
ini mengemukakan bahwa ada masalah yang
apabila dilihat dari situasinya justru lebih baik
dipecahkan secara individual. Untuk itu agar
kualitas keputusan dapat dicapai tanpa
mengabaikan penerapan teori “Kemungkinan
Situasi” yang akan menentukan kebutuhan
kerja sama dalam keputusan yang dalam hal ini
dilakukan oleh administratornya.
Dalam praktik pelaksanaannya, proses
kerja sama dalam pengambilan keputusan
organisasi paling tidak harus memperhatikan
kebutuhan adanya proses pengambilan
keputusan yang jelas dan adanya kriteria untuk
memasukkan orang-orang dalam proses
tersebut. Dengan demikian keberadaan anggota
dalam pengambilan keputusan banyak
ditentukan oleh Administratornya. Dalam
organisasi sekolah, peranan pengambil
keputusan dipegang oleh Kepala Sekolah,
sedangkan yang dilibatkan dalam pengambilan
keputusan antara lain guru, Komite Sekolah,
wali murid. Untuk dapat bekerja sama dengan
baik Kepala Sekolah harus berhati-hati dan
selektif, sehingga kemampuan kepala sekolah
dalam mengembangkan struktur organisasinya
ini dapat tercermin antara lain pada
kemampuannya dalam bekerja sama dengan
para guru, Komite Sekolah, wali murid dan
masyarakat/tokoh umumnya untuk memecah-
kan masalah-masalah sekolah.
Kerja sama dalam pengambilan keputus-
an organisasi sekolah secara garis besar
dibedakan menjadi dua, yaitu: 1) Kerja sama
secara individual dan 2) Kerja sama secara
kelompok.
Kerja sama secara individual dapat
terjadi apabila Kepala Sekolah mengambil
keputusan sendiri tentang masalah tertentu
sesuai dengan kewenangan yang dimiliki,
sedang pada masalah lain Kepala Sekolah
menyerahkan pengambilan keputusan kepada
para guru. Cara kerja sama yang individual ini
tampaknya tidak banyak menguntungkan
karena hasil keputusannya dikatakan lemah,
oleh karena itu cara individual seyogyanya
dilakukan untuk memecahkan masalah yang
bersifat sangat khusus, sedangkan masalah
yang dihadapai oleh Kepala Sekolah lebih
banyak bersifat umum yang dirasa penting bagi
Merumuskan
masalah
Mengidenti
fikasi
alternatif
pemecahan
Menentukan
kriteria
Melaksanakan
hasil
keputusan
Menentukan
alternatif
pemecahan
terbaik
Menguji
alternatif
pemecahan
70| Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 66 – 72
organisasi sekolahnya.
Bentuk kerja sama yang lain masih
tergolong individual adalah penyerahan
wewenang dari Kepala Sekolah kepada guru
untuk mengambil keputusan sendiri mengenai
masalah sekolah. Guru sebagai komponen
penting dalam organisasi sekolah memahami
bahwa dirinya perlu ikut ambil bagian dalam
memperbaiki sistem organisasi.
Dalam hubungan ini guru yang militan
akan lebih aktif membantu Kepala Sekolah
dalam mewujudkan tujuan sekolah.
Berdasarkan kenyataan yang ada Kepala
Sekolah lebih banyak mengambil keputusan
dari pada guru, pada hal sebenarnya keputusan
itu hendak dibuat oleh guru sendiri. Kualitas
guru dalam mengambil keputusan ditentukan
oleh bagaimana kepala sekolah memberi
kesempatan bagi terlaksananya peranan
mereka. Harus diakui bahwa guru memiliki
kekuatan dalam pengambilan keputusan, yang
antara lain guru memiliki otoritas di kelas dan
guru dapat mempengaruhi kepala sekolah
untuk memperbaiki program sekolahnya.
Cara kelompok dapat dilakukan dengan
memperhatikan persyaratan yang tepat dalam
masalah yang relevan. Bagaimanapun dalam
proses organisasi sekolah pengambilan
keputusan harus diupayakan agar terjadi
interaksi yang aktif antara kepala sekolah,
guru, komite sekolah, wali murid, tokoh
masyarakat dan pemerintah desa. Kepala
Sekolah dapat mendorong guru untuk tumbuh
dan mewujudkan aktualisasi dirinya. Kepala
Sekolah dapat mendorong komite sekolah/wali
murid untuk merasa ikut memiliki dan
bertanggung jawab akan kemajuan sekolah.
Kepala Sekolah dapat mendorong tokoh
masyarakat dan pemerintah desa untuk
menciptakan suasana yang sejuk dan
demokratis. Sehingga dalam hal ini guru tidak
sekedar sebagai pelaksana program dan wali
murid, tokoh masyarakat dan pemerintah desa
sebagai penonton melainkan secara langsung
juga ikut menyusun perencanaan dan
menemukan alternatif pemecahan di sekolah
dan ikut mengawal program yang telah
direncanakan. Dengan kerja sama ini
keuntungan yang dapat diambil selain akan
menghasilkan keputusan dan pemecahan yang
lebih baik juga akan mengubah persepsi guru,
wali murid/komite sekolah, tokoh masyarakat
dan pemerintah desa tentang sekolahnya.
Mereka yang semula pesimis, apatis, tidak mau
tau bahkan mencibir kondisi sekolah dan
secara mental merasa malu dengan urusan
sekolah, akan tumbuh menjadi dinamis dan
kreatif apabila menjadi salah satu mata rantai
atau komponen yang mutlak diperlukan dalam
sistem sekolahnya.
Manajemen Mutu Berbasis Sekolah
Manajemen Berbasis Sekolah merupakan
model pengelolaan yang memberikan otonomi
(kewenangan dan tanggung jawab yang lebih
besar kepada sekolah), memberikan
fleksibilitas/keluwesan kepada sekolah,
mendorong partisipasi secara langsung dari
warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah,
karyawan) dan masyarakat (orang tua siswa,
tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha), dan
meningkatkan mutu sekolah berdasarkan
kebijakan pendidikan nasional serta peraturan
perundang-undangan yang berlaku, Rohiat
(2008: 47). Dalam hal ini sekolah diberikan
kemandirian dalam mengurus dan mengatur
kepentingan warga sekolah. Kemandirian ini
harus didukung oleh sejumlah kemampuan
warga sekolah khususnya Kepala Sekolah
sebagai pengelola manajemen. Kemampuan
yang dimaksud antara lain yaitu kemampuan
mengambil keputusan yang terbaik, meng-
hargai perbedaan pendapat, memobilisasi
sumberdaya, kemampuan berkomunikasi
dengan cara yang efektif, memecahkan
persoalan-persoalan sekolah, kemampuan
adaptif dan antisipatif, bersinergi dan
berkolaborasi dan kemampuan memenuhi
kebutuhan sendiri. Kemampuan di atas harus
ditunjang dengan kemampuan kepala sekolah
sehingga akan menciptakan lingkungan yang
terbuka dan demokratif.
Dengan demikian manajemen mutu
Sunjani, Kerjasama Dalam Pengambilan Keputusan Salah Satu Alternatif Peningkatan MBS | 71
berbasis sekolah ini diharapkan dapat
meningkatkan mutu pendidikan melalui
kemandirian dan inisiatif sekolah dalam
mengelola dan memberdayakan sumberdaya
yang tersedia secara optimal. Meningkatkan
kepedulian dan tanggung jawab warga sekolah
dan masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan dan mutu sekolah.
Langkah yang harus ditempuh dalam
melaksanakan MPMBS : 1. Evaluasi data
menilai kondisi dan kebutuhan sekolah, 2.
Menentukan visi dan misi, 3. Perencanaan
program kegiatan, 4. Pelaksanaan program
kegiatan, 5. Monitoring dan evaluasi program,
6. Penetapan target mutu baru. Keadaan
langkah ini merupakan langkah yang berurutan
yang dapat digambarka sebagai berikut:
Kerja Sama Dalam Pengambilan Keputusan
Salah Satu Alternatif Peningkatan
Manajemen Berbasis Sekolah
Berdasarkan gambaran di atas,
penyelenggaraan manajemen berbasis sekolah
memerlukan kemampuan dan ketrampilan
Kepala Sekolah untuk mengelola manajemen
yang bernuansa demokratis penuh keterbuka-
an. Banyak pemikiran yang muncul dari
berbagai penyelenggara pendidikan bahwa
kerja sama dalam pengambilan keputusan tidak
mudah dilaksanakan, tetapi penulis mencoba
bahwa keterlibatan warga sekolah dalam
pengambilan keputusan merupakan wujud
kerja sama warga sekolah dengan Kepala
Sekolah yang memiliki arti sangat penting dan
bermakna. Sehingga kerja sama dalam
pengambilan keputusan dapat dijadikan satu
alternatif bagi peningkatan kuantitas siswa dan
kualitas manajemen berbasis sekolah.
Dalam hal ini dengan keterlibatan warga
sekolah dimungkinkan, 1) Adanya kesempatan
untuk ikut merumuskan kebijakan yang
merupakan faktor penting bagi peningkatan
moral warga sekolah, 2) memiliki hubungan
positif dengan kepuasan diri baik guru dalam
profesi mengajarnya maupun wali murid dan
masyarakat yang kapasitasnya sebagai
partisipasi pendidikan dan dukungan input
(dana), 3) warga sekolah sekolah lebih suka
apabila kepala sekolah melibatkan mereka
dalam pengambilan keputusan, 4) dalam
kenyataan keterlibatan warga sekolah
memberikan sumbangan yang berarti bagi
pengingkatan hasil keputusan, 5) Munculnya
kepedulian warga sekolah dan masyarakat
dalam penyelenggaraan pendidikan, 6)
meningkatkan tanggung jawab kepala sekolah,
guru, wali murid, wali murid/orang tua,
masyarakat tentang mutu pendidikan.
Dengan demikian setiap warga sekolah
memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan
dan mengevaluasi setiap input, proses dan
output pendidikan.
KESIMPULAN
Kerja sama adalah salah satu bentuk
interaksi sosial yang didalamnya sekelompok
orang menyadai bahwa mereka kepentingan
yang sama. Pada saat bersamaan, kelompok
orang yang sama kepentingannya itu memiliki
pengetahuan dan pengendalian yang cukup
terhadap diri sendiri untuk memenuhi
kepentingan mereka kerja sama satu sama lain.
Dalam satu organisasi, kerja sama dapat
dilihat pada prinsip-prinsip administrasi.
Kegiatan administrasi memiliki persyaratan
antara lain adanya kegiatan kerja sama
sekelompok orang. Kegiatan kerja sama ini
dapat diterapkan dalam proses pengambilan
keputusan, yakni serangkaian kegiatan yang
terdiri dari perumusan masalah, peng-
identifikasian alternatif pemecahan, penetapan
kriteria, pengujian alternatif pemecahan,
pemilihan alternatif pemecahan yang terbaik
dan pelaksanaan hasil keputusan.
Evaluasi
diri
Menentukan
visi dan
misi
Perencanaan
Program
Kegiatan
Pelaksanaan
Program
Kegiatan
Penetapan
Target
Mutu
Monitoring
dan
evaluasi
program
72| Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 66 – 72
Kerja sama dalam pengambilan
keputusan pada organisasi sekolah dapat
dilakukan dengan dua cara, yakni cara
individual dan cara kelompok. Cara individual
dapat terjadi apabila kepala sekolah
mengambil keputusan sendiri tentang masalah
lain kepala sekolah mengesahkan wewenang
kepada guru untuk mengambil keputusan
sendiri, mengenai ihwal sekolah, guru sebagai
komponen penting merasa perlu mengambil
keputusan melalui penciptaan lingkungan yang
terbuka dan demokratik, dimana warga sekolah
(kepala sekolah, guru, siswa orang tua siswa,
tokoh masyarakat dan pemerintah desa) diajak
untuk terlibat langsung dalam proses
pengambilan keputusan yang dapat
berkontribusi terhadap pencapaian tujuan
sekolah.
Bentuk kerja sama dalam pengambilan
keputusan yang ketiga inilah yang sekarang
mendapat perhatian penyelenggara pendidikan.
Dalam hal ini kepala sekolah melakukan
pemecahan masalah bersama warga sekolah.
Guru, orang tua dan keputusan yang akhirnya
diharapkan mereka ikut bertanggung jawab
terhadap peningkatan manajemen mutu
berbasis sekolah.
Atas dasar konsep di atas diharapkan
kepala sekolah dan guru: 1) memiliki
kemampuan dan ketrampilan untuk mengelola
administrasi sebagai inti manajemen, 2)
Menciptakan lingkungan sekolah yang
demokratis, 3) berinisiatif mendorong warga
sekolah untuk berpartisipasi dalam proses
pendidikan nilai dari pengambilan keputusan,
monitoring, evaluasi dan akuntabilitas.
DAFTAR RUJUKAN
Rohiat. (2008). Manajemen Sekolah: Teori Dasar dan Praktik. Bandung: Refika Aditama.
Soetopo, Hendyat, (2010), Perilaku Organisasi, Teori dan Praktik di Bidang Pendidikan, Bandung
: PT. Remaja Rosdakarya.
Fendy. 2011. Manajemen. http://fendy-studentsite.blogspot.com/ dalam www.google.com. Diakses
pada tanggal 12 Desember 2014.
Rakhmawati Indriani. (2011). Teknis Pengambilan Keputusan Individual model Optimasi (online)
(https://indrycanthiq84.wordpress.com/pendidikan/teknik-pengambilan-keputusan-
individual-model-optimasi/) diakses 13 Maret 2015
Rusman Rasyid. 2009. Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Mutu Pendidikan dan Strategi
Pemecahannya, (online), (http://cummank.blogspot.com/faktor-faktor-penyebab-
rendahnya mutu.html) diakses 14 Maret 2015
73
PENERAPAN METODE DEMONSTRASI MENINGKATKAN
PRESTASI DAN MOTIVASI BELAJAR
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SISWA KELAS IV
Kasyim
Guru Pendidikan Agama Islam SDN Gajah I Kecamatan Baureno
Kabupaten Bojonegoro
Email : [email protected]
Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar Pendidikan Agama
Islam dan pengaruh motivasi belajar siswa setelah diterapkannya metode demonstrasi. Penelitian
tindakan (action research) ini dilaksanakan sebanyak tiga putaran, setiap putaran terdiri dari empat
tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian ini adalah
siswa Kelas IV SDN Gajah I Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan
belajar mengajar. Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan
dari siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (65,85%), siklus II (78,00%), siklus III 87,80%). Simpulan
dari penelitian ini adalah metode demonstrasi memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi
belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus. Secara
substansi metode demonstrasi dapat menjadikan siswa merasa dirinya mendapat perhatian dan
kesempatan untuk menyampaikan pendapat, gagasan, ide dan pertanyaan serta dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa dalam Pendidikan Agama Islam secara signifikan.
Kata Kunci : metode demonstrasi, prestasi, motivasi.
Substansi dari Pendidikan Agama adalah
untuk membimbing anak agar mereka menjadi
orang muslim sejati, beriman teguh, beramal
sholeh dan berakhlak mulia serta berguna bagi
masyarakat, Agama dan Negara. Tujuan
pendidikan Agama tersebut adalah merupakan
tujuan yang hendak dicapai oleh setiap orang
yang melaksanakan pendidikan agama. Karena
itu dalam pendidikan agama yang perlu
ditanamkan terlebih dahulu adalah keimanan
yang teguh, sebab dengan adanya keimanan
yang teguh itu maka akan menghasilakn
ketaatan menjalankan kewajiban agama.
Esensi yang harus dicapai oleh setiap
kegiatan belajar mengajar adalah tercapainya
tujuan pengajaran. Apa pun yang termasuk
perangkat program pengajaran dituntut secara
mutlak untuk menunjang tercapainya tujuan.
Guru tidak dibenarkan mengajar dengan
kemalasan. Anak didik pun diwajibkan
mempunyai kreativitas yang tinggi dalam
belajar, bukan selalu menanti perintah guru.
Kedua unsur manusiawi ini juga beraktivitas
tidak lain karena ingin mencapai tujuan secara
efektif dan efisien.
Melalui penelitian ini tujuan yang ingin
digapai adalah untuk mengetahui peningkatan
prestasi belajar Pendidikan Agama Islam
setelah dan mengetahui pengaruh motivasi
belajar siswa setelah diterapkan metode
demonstrasi pada siswa Kelas IV SDN Gajah I
Kecamatan Baureno Kabupaten Bojonegoro
Tahun Pelajaran 2014/2015. Selain itu juga
untuk menyempurnakan pelaksanaan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam
meningkatkan prestasi belajar pada siswa.
Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap
judul penelitian ini, maka perlu didefinisikan
bahwa metode demonstrasi adalah istilah
dalam pengajaran yang dipakai untuk
menggambarkan suatu cara mengajar yang
pada umumnya penjelasan verbal dengan suatu
kerja fisik atau pengoperasioan peralatan
barang atau benda. Kerja fisik itu telah
dilakukan atau peralatan itu telah dicoba lebih
dahulu sebelum didemonstrasikan. Orang yang
mendemosntasikan (guru, peserta didik, atau
orang luar) mempertunjukkan sambil
menjelaskan tentang sesuatu yang
didemonstrasikan (Margono ,2007: 244).
74| Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 73 – 80
Menurut Djamarah (2002: 114) motivasi
adalah suatu pendorong yang mengubah energi
dalam diri seseorang kedalam bentuk aktivitas
nyata untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam
proses belajar, motivasi sangat diperlukan
sebab seseorang yang tidak mempunyai
motivasi dalam belajar tidak akan mungkin
melakukan aktivitas belajar. Hal ini sesuai
dengan yang diungkapkan oleh Nur (2011: 3)
bahwa siswa yang termotivasi dalam belajar
sesuatu akan menggunakan proses kognitif
yang lebih tinggi dalam mempelajari materi
itu, sehingga siswa itu akan menyerap dan
mengendapkan materi itu dengan lebih baik.
Jadi motivasi adalah suatu kondisi yang
mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu
dalam mencapai tujuan tertentu.
Upaya konkrit dalam merealisasikan
peningkatan motivasi belajar Pendidikan
Agama Islam pada siswa seperti telah
disepakati oleh ahli pendidikan bahwa guru
merupakan kunci dalam proses belajar
mengajar. Bila hal ini dilihat dari segi nilai
lebih yang dimiliki oleh guru dibandingkan
dengan siswanya. Nilai lebih ini dimiliki oleh
guru terutama dalam ilmu pengetahuan yang
dimiliki oleh guru bidang studi pengajarannya.
Walalu demikian nilai lebih itu tidak akan
dapat diandalkan oleh guru, apabila ia tidak
memiliki teknik-teknik yang tepat untuk
mentransferkan kepada siswa. Disamping itu
kegiatan mengajar adalah suatu aktivitas yang
sangat kompleks, karena itu sangat sukar bagi
guru Pendidikan Agama Islam bagaimana
caranya mengajar dengan baik agar dapat
meningkatkan motivasi siswa dalam belajar
Pendidikan Agama Islam.
Istilah demonstrasi dalam pengajaran
dipakai untuk menggambarkan suatu cara
mengajar yang pada umumnya penjelasan
verbal dengan suatu kerja fisik atau
pengoperasionalan peralatan barang atau
benda. Kerja fisik itu telah dilakukan atau
peralatan itu telah dicoba lebih dahulu sebelum
didemonstrasikan. Orang yang men-
demosntasikan (guru, peserta didik, atau orang
luar) mempertunjukkan sambil menjelaskan
tentang sesuatu yang didemonstrasikan
(Ramayulis,2006: 244).
Suatu demonstrasi yang baik
membutuhkan pesiapan yang teliti dan cermat.
Sejauh mana persiapan itu dilakukan amat
banyak tergantung kepada pengalaman yang
telah dilalui dan kepada macam atau
demonstrasi apa yang ingin disajikan.
Menetapkan rencana untuk menilai kemajuan
murid, seringkali perlu telebih dahulu
dilakukan diskusi-diskusi dan peserta didik
mencobakan kembali atau mengadakan
demonstrasi ulang untuk memperoleh
kecakapan yang lebih baik.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
tindakan (action research), karena penelitian
dilakukan untuk memecahkan masalah
pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga
termasuk penelitian deskriptif, sebab
menggambarkan bagaimana suatu teknik
pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil
yang diinginkan dapat dicapai.
Menurut Sukidin dkk. (2005:54) ada 4
macam bentuk penelitian tindakan, yaitu: (1)
penelitian tindakan guru sebagai peneliti, (2)
penelitian tindakan kolaboratif, (3) penelitian
tindakan simultan terintegratif, dan (4)
penelitian tindakan sosial eksperimental.
Sedangkan tujuan penelitian tindakan
harus memenuhi beberapa prinsip yaitu: 1)
permasalahan atau topik yang dipilih harus
memenuhi kriteria, yaitu benar-benar nyata dan
penting, menarik perhatian dan mampu
ditangani serta dalam jangkauan kewenangan
peneliti untuk melakukan perubahan. 2)
kegiatan penelitian, baik intervensi maupun
pengamatan yang dilakukan tidak boleh
sampai mengganggu atau menghambat
kegiatan utama. 3) jenis intervensi yang
dicobakan harus efektif dan efisien, artinya
terpilih dengan tepat sasaran dan tidak
memboroskan waktu, dana dan tenaga. 4)
metodologi yang digunakan harus jelas, rinci,
dan terbuka, setiap langkah dari tindakan
dirumuskan dengan tegas sehingga orang yang
Kasyim, Penerapan metode demonstrasi meningkatkan prestasi dan motivasi belajar PAI | 75
berminat terhadap penelitian tersebut dapat
mengecek setiap hipotesis dan pembuktiannya.
5) kegiatan penelitian diharapkan dapat
merupakan proses kegiatan yang berkelanjutan
(on-going), mengingat bahwa pengembangan
dan perbaikan terhadap kualitas tindakan
memang tidak dapat berhenti tetapi menjadi
tantangan sepanjang waktu. (Arinkunto,
Suharsimi, 2002:82-83).
Sesuai dengan jenis penelitian yang
dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka
penelitian ini menggunakan model penelitian
tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam
Arikunto, Suharisimi, 2002: 83), yaitu
berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus
yang berikutnya. Setiap siklus meliputi
planning (rencana), action (tindakan),
observation (pengamatan), dan reflection
(refleksi). Langkah pada siklus berikutnya
adalah perncanaan yang sudah direvisi,
tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum
masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan
pendahuluan yang berupa identifikasi
permasalahan.
Dalam rangka menyusun dan mengolah
data yang terkumpul sehingga dapat
menghasilkan suatu kesimpulan yang dapat
dipertanggungjawabkan, maka digunakan
analisis data kuantitatif dan pada metode
observasi digunakan data kualitatif. Cara
perhitungan untuk mengetahui ketuntasan
belajar siswa dalam proses belajar mengajar
dengan 1) merekapitulasi hasil tes. 2)
menghitung jumlah skor yang tercapai dan
prosentasenya untuk masing-masing siswa
dengan menggunakan rumus ketuntasan belajar
seperti yang terdapat dalam buku petunjuk
teknis penilaian yaitu siswa dikatakan tuntas
secara individual jika mendapatkan nilai
minimal 65, sedangkan secara klasikal
dikatakan tuntas belajar jika jumlah siswa yang
tuntas secara individu mencapai 85% yang
telah mencapai daya serap lebih dari sama
dengan 65%. 3) menganalisis hasil observasi
yang dilakukan oleh teman sejawat pada
aktivitas guru dan siswa selama kegiatan
belajar mengajar berlangsung.
Alat pengumpul data dalam penelitian ini
adalah tes buatan guru yang fungsinya adalah:
1) untuk menentukan seberapa baik siswa telah
menguasai bahan pelajaran yang diberikan
dalam waktu tertentu; 2) untuk menentukan
apakah suatau tujuan telah tercapai; dan 3)
untuk memperoleh suatu nilai (Arikunto,
2002:149).
Untuk mengetahui keefektivan suatu
metode dalam kegiatan pembelajaran perlu
diadakan analisa data. Pada penelitian ini
menggunakan teknik analisis deskriptif
kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang
bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta
sesuai dengan data yang diperoleh dengan
tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang
dicapai siswa juga untuk memperoleh respon
siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta
aktivitas siswa selama proses pembelajaran.
Untuk menganalisis tingkat keberhasilan atau
persentase keberhasilan siswa setelah proses
belajar mengajar setiap putarannya dilakukan
dengan cara memberikan evaluasi berupa soal
tes tertulis pada setiap akhir putaran.
Analisis ini dihitung dengan
menggunakan statistik sederhana yakni untuk
menilai ulangan atau tes formatif peneliti
melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh
siswa. Untuk ketuntasan belajar ada dua
kategori ketuntasan belajar yaitu secara
perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan
petunjuk pelaksanaan belajar mengajar
kurikulum 2006 (Depdikbud, 2006), yaitu
seorang siswa telah tuntas belajar bila telah
mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas
disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut
terdapat 85% yang telah mencapai daya serap
lebih dari atau sama dengan 65%.
Lokasi tempat yang digunakan dalam
melakukan penelitian untuk memperoleh data
yang diinginkan bertempat di SDN Gajah I
Kecamatan Baureno Kabupaten Bojonegoro
tahun pelajaran 2014/2015 pada bulan April
semester genap, dengan subyek penelitian
siswa Kelas IV SDN Gajah I Tahun Pelajaran
2014/2015 pada pokok bahasan sholat.
76 | Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 73 – 80
HASIL DAN PEMBAHASAN
Suatu pokok bahasan atau sub pokok
bahasan dianggap tuntas secara klasikal jika
siswa yang mendapat nilai 65 lebih dari atau
sama dengan 85%, sedangkan seorang siswa
dinyatakan tuntas belajar pada pokok bahasan
atau sub pokok bahasan tertentu jika mendapat
nilai minimal 65.
Siklus I
Pada tahap perencanaan peneliti
mempersiapkan perangkat pembelajaran yang
terdiri dari rencana pelajaran 1, soal tes
formatif 1 dan alat-alat pengajaran yang
mendukung. Selain itu juga dipersiapkan
lembar observasi pengelolaan metode
demonstrasi, dan lembar observasi aktivitas
guru dan siswa.
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
untuk siklus I dilaksanakan pada April 2015 di
Kelas IV dengan jumlah siswa 41 siswa.
Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai
pengajar, sedangkan yang bertindak sebagai
pengamat adalah Kepala Sekolah SDN Gajah I
dan Wali Kelas IV. Adapun proses belajar
mengajar mengacu pada rencana pelajaran
yang telah dipersiapkan. Pengamatan
(observasi) dilaksanakan bersamaan dengan
pelaksaaan belajar mengajar. Pada akhir proses
belajar mengajar siswa diberi tes formatif I
dengan tujuan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan siswa dalam proses belajar
mengajar yang telah dilakukan
Aspek-aspek yang mendapatkan kriteria
kurang baik adalah memotivasi siswa,
menyampaikan tujuan pembelajaran,
pengelolaan waktu, dan siswa antusias.
Keempat aspek yang mendapat penilaian
kurang baik di atas, merupakan suatu
kelemahan yang terjadi pada siklus I. Dan akan
dijadikan bahan kajian untuk refleksi dan revisi
yang akan dilakukan pada siklus II.
Aktivitas guru yang paling dominan pada
siklus I adalah membimbing dan mengamati
siswa dalam menemukan konsep yaitu 21,7%.
Aktivitas lain yang persentasenya cukup besar
adalah memberi umpan balik/evaluasi/tanya
jawab dan menjelaskan materi yang sulit yaitu
masing-masing sebesar 18,3% dan 13,3%.
Sedangkan aktivitas siswa yang paling
dominan adalah mengerjakan/memperhatikan
penjelasan guru yaitu 22,5%. Aktivitas lain
yang persentasenya cukup besar adalah
Bekerja dengan sesama teman sebangku,
diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru,
dan membaca buku yaitu masing-masing
18,7% 14,4 dan 11,5%.
Pada siklus I, secara garis besar kegiatan
belajar mengajar dengan metode demonstrasi
sudah dilaksanakan dengan baik, walaupun
peran guru masih cukup dominan untuk
memberikan penjelasan dan arahan karena
model tersebut masih dirasakan baru oleh
siswa.
Berikutnya adalah rekapitulasi hasil tes
formatif siswa seperti terlihat pada tabel
berikut.
Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siklus I
No Uraian Hasil Siklus I
1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
70,49
27
65,85
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa
dengan menerapkan metode demonstrasi
diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa
adalah 70,49 dan ketuntasan belajar mencapai
65,85% atau ada 27 siswa dari 41 siswa sudah
tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa pada siklus pertama secara klasikal
siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang
memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 65,85%
lebih kecil dari persentase ketuntasan yang
dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini
disebabkan karena siswa masih merasa baru
dan belum mengerti apa yang dimaksudkan
dan digunakan guru dengan menerapkan
metode demonstrasi.
Sebagai Refleksi dalam pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar diperoleh informasi
dari hasil pengamatan sebagai berikut: 1) guru
kurang maksimal dalam memotivasi
Kasyim, Penerapan metode demonstrasi meningkatkan prestasi dan motivasi belajar PAI | 77
siswa dan dalam menyampaikan tujuan
pembelajaran, 2) guru kurang maksimal dalam
pengelolaan waktu, 3) siswa kurang aktif
selama pembelajaran berlangsung.
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
pada siklus I ini masih terdapat kekurangan,
sehingga perlu adanya revisi untuk dilakukan
pada siklus berikutnya. 1) guru perlu lebih
terampil dalam memotivasi siswa dan lebih
jelas dalam menyampaikan tujuan
pembelajaran. Dimana siswa diajak untuk
terlibat langsung dalam setiap kegiatan yang
akan dilakukan. 2) guru perlu mendistribusi-
kan waktu secara baik dengan menambahkan
informasi-informasi yang dirasa perlu dan
memberi catatan, 3) guru harus lebih terampil
dan bersemangat dalam memotivasi siswa
sehingga siswa bisa lebih antusias.
Siklus II
Pada tahap perencanaan peneliti
mempersiapkan perangkat pembelajaran yang
terdiri dari rencana pelajaran 2, soal tes
formatif 2 dan alat-alat pengajaran yang
mendukung. Selain itu juga dipersiapkan
lembar observasi pengelolaan metode
demonstrasi dan lembar observasi guru dan
siswa.
Tahap kegiatan dan pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar untuk siklus II dilaksanakan
pada bulan April 2015 di Kelas IV dengan
jumlah siswa 41 siswa. Dalam hal ini peneliti
bertindak sebagai pengajar, sedangkan yang
bertindak sebagai pengamat adalah Kepala
Sekolah SDN Gajah I dan Wali Kelas IV.
Adapun proses belajar mengajar mengacu pada
rencana pelajaran dengan memperhatikan
revisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau
kekurangan pada siklus I tidak terulang lagi
pada siklus II. Pengamatan (observasi)
dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan
belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa
diberi tes formatif II dengan tujuan untuk
mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam
proses belajar mengajar yang telah dilakukan.
Instrumen yang digunakan yaitu tes formatif II
Aspek-aspek yang diamati pada kegiatan
belajar mengajar (siklus II) yang dilaksanakan
oleh guru dengan menerapkan metode
demonstrasi mendapatkan penilaian yang
cukup baik dari pengamat. Maksudnya dari
seluruh penilaian tidak terdapat nilai kurang.
Namum demikian penilaian tersebut belum
merupakan hasil yang optimal, untuk itu ada
beberapa aspek yang perlu mendapatkan
perhatian untuk penyempurnaan penerapan
pembelajaran selanjutnya. Aspek-aspek
tersebut adalah memotivasi siswa, mem-
bimbing siswa merumuskan kesimpulan/
menemukan konsep, dan pengelolaan waktu.
Dengan penyempurnaan aspek-aspek di
atas dalam penerapan metode demonstrasi
diharapkan siswa dapat menyimpulkan apa
yang telah mereka pelajari dan mengemukakan
pendapatnya sehingga mereka akan lebih
memahami tentang apa yang telah mereka
lakukan.
Aktivitas guru yang paling dominan pada
siklus II adalah membimbing dan mengamati
siswa dalam menemukan konsep yaitu 25%.
Jika dibandingkan dengan siklus I, aktivitas ini
mengalami peningkatan. Aktivitas guru yang
mengalami penurunan adalah memberi umpan
balik/evaluasi/tanya jawab (16,6%), menjelas-
kan materi yang sulit (11,7). Meminta siwa
mendiskusikan dan menyajikan hasil kegiatan
(8,2%), dan membimbing siswa merangkum
pelajaran (6,7%).
Sedangkan untuk aktivitas siswa yang
paling dominan pada siklus II adalah bekerja
dengan sesama teman sebangku yaitu (21%).
Jika dibandingkan dengan siklus I, aktivitas ini
mengalami peningkatan. Aktivitas siswa yang
mengalami penurunan adalah mendengarkan/
memperhatikan penjelasan guru (17,9%).
Diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru
(13,8%), menulis yang relevan dengan KBM
(7,7%) dan merangkum pembelajaran (6,7%).
Adapun aktivitas siswa yang mengalami
peningkatan adalah membaca buku (12,1%),
menyajikan hasil pembelajaran (4,6%),
menanggapi/mengajukan pertanyaan/ ide
(5,4%), dan mengerjakan tes evaluasi (10,8%).
78 | Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 73 – 80
Berikutnya adalah rekapitulasi hasil tes
formatif siswa terlihat pada tabel berikut.
Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siklus II
No Uraian Hasil
Siklus II
1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
73,90
32
78,00
Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata
prestasi belajar siswa adalah 73,90 dan
ketuntasan belajar mencapai 78,00% atau ada
32 siswa dari 41 siswa sudah tuntas belajar.
Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini
ketuntasan belajar secara klasikal telah
mengalami peningkatan sedikit lebih baik dari
siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar
siswa ini karena setelah guru menginformasi-
kan bahwa setiap akhir pelajaran akan selalu
diadakan tes sehingga pada pertemuan
berikutnya siswa lebih termotivasi untuk
belajar. Selain itu siswa juga sudah mulai
mengerti apa yang dimaksudkan dan dinginkan
guru dengan menerapkan metode demonstrasi.
Pada Refleksi pelaksanaan kegiatan
belajar diperoleh informasi dari hasil
pengamatan adalah : 1) memotivasi siswa, 2)
membimbing siswa merumuskan kesimpulan/
menemukan konsep. 3) mengelolaan waktu.
Refisi rancangan pelaksanaan kegiatan
belajar pada siklus II ini masih terdapat
kekurangan-kekurangan. Maka perlu adanya
revisi untuk dilaksanakan pada siklus II antara
lain: 1) guru dalam memotivasi siswa
hendaknya dapat membuat siswa lebih
termotivasi selama proses belajar mengajar
berlangsung. 2) guru harus lebih dekat dengan
siswa sehingga tidak ada perasaan takut dalam
diri siswa baik untuk mengemukakan pendapat
atau bertanya. 3) guru harus lebih sabar dalam
membimbing siswa merumuskan kesimpulan/
menemukan konsep, 4) guru harus
mendistribusikan waktu secara baik sehingga
kegiatan pembelajaran dapat berjalan sesuai
dengan yang diharapkan, 5) guru sebaiknya
menambah lebih banyak contoh soal dan
memberi soal-soal latihan pada siswa untuk
dikerjakan pada setiap kegiatan belajar
Siklus III
Pada tahap perencanaan peneliti
mempersiapkan perangkat pembelajaran yang
terdiri dari rencana pelajaran 3, soal tes
formatif 3 dan alat-alat pengajaran yang
mendukung. Selain itu juga dipersiapkan
lembar observasi pengelolaan metode
demonstrasi dan lembar observasi aktivitas
guru dan siswa.
Tahap kegiatan dan pengamatan
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk
siklus III dilaksanakan pada April 2015 di
Kelas IV dengan jumlah siswa 41 siswa.
Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai
pengajar, sedangkan yang bertindak sebagai
pengamat adalah Kepala Sekolah SDN Gajah I
dan Wali Kelas IV. Adapun proses belajar
mengajar mengacu pada rencana pelajaran
dengan memperhatikan revisi pada siklus II,
sehingga kesalahan atau kekurangan pada
siklus II tidak terulang lagi pada siklus III.
Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersama-
an dengan pelaksanaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa
diberi tes formatif III dengan tujuan untuk
mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam
proses belajar mengajar yang telah dilakukan.
Instrumen yang digunakan adalah tes formatif.
Aspek-aspek yang diamati pada kegiatan
belajar mengajar (siklus III) yang dilaksanakan
oleh guru dengan menerapkan metode
demonstrasi mendapatkan penilaian cukup baik
dari pengamat adalah memotivasi siswa,
membimbing siswa merumuskan kesimpulan/
menemukan konsep, dan pengelolaan waktu.
Penyempurnaan aspek-aspek diatas dalam
menerapkan metode demonstrasi diharapkan
dapat berhasil semaksimal mungkin.
Aktivitas guru yang paling dominan pada
siklus III adalah membimbing dan mengamati
siswa dalam menemukan konsep yaitu 22,6%,
sedangkan aktivitas menjelaskan materi yang
sulit dan memberi umpan balik/evaluasi/tanya
Kasyim, Penerapan metode demonstrasi meningkatkan prestasi dan motivasi belajar PAI | 79
jawab menurun masing-masing sebesar (10%)
dan (11,7%). Aktivitas lain yang mengalami
peningkatan adalah mengaitkan dengan
pelajaran sebelumnya (10%), menyampaikan
materi / strategi / langkah - langkah (13,3%),
meminta siswa memikirkan untuk lebih
memahami materi pelajaran (10%), dan
membimbing siswa merangkum pelajaran
(10%). Adapun aktivitas yang tidak mengalami
perubaan adalah menyampaikan tujuan (6,7%)
dan memotivasi siswa (6,7%).
Sedangkan untuk aktivitas siswa yang
paling dominan pada siklus III adalah Bekerja
dengan sesama teman sebangku yaitu (22,1%)
dan mendengarkan/memperhatikan penjelasan
guru (20,8%), aktivitas yang mengalami
peningkatan adalah membaca buku siswa
(13,1%) dan diskusi antar siswa/antara siswa
dengan guru (15,0%). Sedangkah aktivitas
yang lainnya mengalami penurunan.
Berikutnya adalah rekapitulasai hasil tes
formatif siswa seperti terlihat pada tabel
berikut.
Tabel 3 Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus III
No Uraian Hasil
Siklus III
1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
77,80
36
87,80
Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai
rata-rata tes formatif sebesar 77,80 dan dari 41
siswa yang telah tuntas sebanyak 36 siswa dan
5 siswa belum mencapai ketuntasan belajar.
Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang
telah tercapai sebesar 87,80% (termasuk
kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini
mengalami peningkatan lebih baik dari siklus
II. Adanya peningkatan hasil belajar pada
siklus III ini dipengaruhi oleh adanya
peningkatan kemampuan guru dalam
menerapkan metode demonstrasi sehingga
siswa menjadi lebih terbiasa dengan
pembelajaran seperti ini sehingga siswa lebih
mudah dalam memahami materi yang telah
diberikan.
Pada tahap refleksi akah dikaji apa yang
telah terlaksana dengan baik maupun yang
masih kurang baik dalam proses belajar
mengajar dengan penerapan metode
demonstrasi. Dari data-data yang telah
diperoleh dapat duraikan sebagai berikut: 1)
selama proses belajar mengajar guru telah
melaksanakan semua pembelajaran dengan
baik. Meskipun ada beberapa aspek yang
belum sempurna, tetapi persentase
pelaksanaannya untuk masing-masing aspek
cukup besar. 2) berdasarkan data hasil
pengamatan diketahui bahwa siswa aktif
selama proses belajar berlangsung. 3)
kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya
sudah mengalami perbaikan dan peningkatan
sehingga menjadi lebih baik. 4) hasil belajar
siswa pada siklus III mencapai ketuntasan.
Revisi Pelaksanaan pada siklus III guru
telah menerapkan metode demonstrasi dengan
baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil
belajar siswa pelaksanaan proses belajar
mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka
tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi
yang perlu diperhatikan untuk tindakan
selanjutnya adalah memaksimalkan dan
mempertahankan apa yang telah ada dengan
tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar
mengajar selanjutnya penerapan metode
demonstrasi dapat meningkatkan proses belajar
mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat
tercapai.
Melalui hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa metode demonstrasi memiliki dampak
positif dalam meningkatkan prestasi belajar
siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin
mantapnya pemahaman siswa terhadap materi
yang disampaikan guru (ketuntasan belajar
meningkat dari siklus I, II, dan III) yaitu
masing-masing 65,85%, 78,00%, dan 87,80%.
Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara
klasikal telah tercapai.
Berdasarkan analisis data, diperoleh
aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar
dengan menerapkan metode demonstrasi dalam
setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini
80 | Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 73 – 80
berdampak positif terhadap prestasi belajar
siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan
meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap
siklus yang terus mengalami peningkatan.
Berdasarkan analisis data, diperoleh
aktivitas siswa dalam proses pembelajaran
Pendidikan Agama Islam pada pada pokok
bahasan sholat dengan metode demonstrasi
yang paling dominan adalah Bekerja dengan
sesama teman sebangku, mendengarkan/
memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi
antar siswa/antara siswa dengan guru. Jadi
dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa dapat
dikategorikan aktif.
Sedangkan untuk aktivitas guru selama
pembelajaran telah melaksanakan langkah-
langkah kegiatan belajar mengajar dengan
menerapkan metode demonstrasi dengan baik.
Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul
di antaranya aktivitas membimbing dan
mengamati siswa dalam menemukan konsep,
menjelaskan materi yang sulit, memberi umpan
balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase
untuk aktivitas di atas cukup besar.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dipaparkan selama tiga siklus, hasil seluruh
pembahasan serta analisis yang telah dilakukan
dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) metode
demonstrasi memiliki dampak positif dalam
meningkatkan prestasi belajar siswa yang
ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar
siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I
(65,85%), siklus II (78,00%), siklus III
(87,80%). 2) metode demonstrasi dapat
menjadikan siswa merasa dirinya mendapat
perhatian dan kesempatan untuk
menyampaikan pendapat, gagasan, ide dan
pertanyaan. 3) penerapan metode demonstrasi
mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa.
RUJUKAN PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta.
Depdiknas,2006. Kurikulum Pendidikan Dasar. Jakarta: Balitbang.
Djamarah. Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineksa Cipta.
Margono. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineksa Cipta.
Nur, Moh. 2011. Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya: University Press UniversitasNegeri
Surabaya.
Ramayulis, 2006. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia
Sukidin, dkk. 2005. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Surabaya: Insan Cendekia.
81
PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR PKn MATERI
PENGARUH GLOBALISASI MELALUI METODE DISKUSI
KELOMPOK PADA SISWA KELAS IV
Sami’un
Kepala SDN Lebaksari
Kecamatan Baureno Kabupaten Bojonegoro
Email : [email protected]
Abstrak : Proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan perlu diberikan kepada semua
peserta didik mulai dari sekolah dasar sebagai sebuah keniscayaan untuk membekali peserta
didik agar mampu berpikir logis, sistematis, kritis dan kreatif serta mampu bekerja sama.
Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik memiliki kemampuan memperoleh,
mengolah dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu
berubah, tidak pasti dan kompetitif. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan
motivasi dan prestasi belajar mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan melalui metode
diskusi kelompok pada siswa kelas IV Semester II SDN Lebaksari Tahun Pelajaran
2014/2015. Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas, dilaksanakan selama 2
bulan yakni bulan Januari sampai bulan Pebruari 2015 dengan jumlah siswa sebanyak 12
anak. Peningkatan prestasi belajar ditandai dengan adanya (1) siswa yang mendapat nilai
antara 81-100 pada siklus I : 0%, Siklus II : 20% berarti naik 20%, (2) siswa yang mendapat
nilai antara 71-70 pada Siklus I : 30 %, Siklus II : 20% berarti turun 10%, (4) siswa yang
mendapat nilai antara 51-60 pada siklus I : 30%, Siklus II 20% berarti turun 10%. Dengan
hasil tersebut terbukti guru mampu menjadikan metode diskusi kelompok dalam
meningkatkan prestasi belajar siswa.
Kata Kunci : peningkatan, prestasi, metode, diskusi, kelompok
Konstruksi komunikasi antara guru dan
murid dalam rangka proses pembelajaran
memerlukan strategi pembelajaran yang tepat
agar proses pembelajaran dapat efektif,
menyenangkan dan tidak membosankan. Hasil
belajar akan rendah apabila siswa hanya pasif
dan menjadi pendengar ceramah guru dengan
metode monolognya. Oleh karena itu guru
sebagai pengajar hendaknya pandai memilih
metode pembelajaran yang tepat dan dapat
mendorong siswa menjadi lebih aktif dalam
mengikuti proses belajar mengajar.
(Muhammad Ali, 2006:77).
Suciati (2007) berpendapat bahwa
seorang guru dituntut penguasaan berbagai
kemampuan sebagai guru yang profesional
dalam bidangnya. Kemampuan guru sangat
mempengaruhi proses belajar mengajar dengan
demikian guru dituntut untuk menguasai segala
sesuatu yang berhubungan dengan interaksi
antara guru dan siswa, misalnya kemampuan
menguasai materi pembelajaran, kemampuan
menguasai metode mengajar, kemampaun
untuk membuat siswa lebih aktif, kemampuan
menyampaikan materi yang menarik dan
menyenangkan sehingga anak lebih antusias
mengikuti proses belajar mengajar. Pakar
pendidikan lain mengatakan seorang pengajar
perlu membangun hubungan yang baik dengan
pihak murid dan menggairahkan minat para
murid. Pembelajaran yang berhasil haruslah
dalam suasana menyenangkan dan
mengembirakan”
Agar siswa aktif mengikuti proses belajar
mengajar maka harus menggunakan metode
yang tepat. Oleh karena itu penulis akan
mengadakan penelitian tindakan kelas dengan
tujuan dapat meningkatan prestasi belajar mata
pelajaran PKn melalui metode diskusi
kelompok.
Dengan metode diskusi kelompok
diharapkan siswa menjadi aktif karena metode
diskusi kelompok membantu siswa membentuk
dan mengekspres pikiran dan pendapat secara
82| Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 81 – 87
bebas. Selain itu melalui diskusi kelompok
siswa dapat berbagi pengetahuan dan saling
membantu atau saling bekerja sama untuk
memecahkan masalah belajar sehingga dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa.
Menurut Udin S dan Winata Putra (1991
: 17) prestasi adalah hasil belajar terakhir yang
dicapai sebaik-baiknya dalam jangka waktu
tertentu disekolah. Sedangkan menurut Zaenal
Arifin (1991 : 2) prestasi belajar adalah suatu
hasil yang dicapai seseorang yang merupakan
kemampuan ketrampilan dan sikap seseorang
dalam menyelesaikan suatu hal.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan
hasil belajar adalah hasil yang dicapai yang
merupakan penguasaan, pengetahuan dan
ketrampilan yang dikembangkan oleh siswa
yang lazimnya ditunjukkan dengan nilai atau
angka yang diberikan oleh guru-guru.
Metode dan Alat Media Pendidikan
Kewarganegaraan meliputi: metode diskusi,
metode latihan, metode demonstrasi, metode
sosiodrama metode karya wisata. Alat peraga
atau media adalah sumber belajar yang harus
dikembangkan untuk dicapainya hasil belajar
yang optimal.
Menurut Dewa Ketut Sukardi (2008:
220) bahwa diskusi kelompok adalah suatu
pertemuan dua orang atau lebih, yang
ditunjukkan untuk saling tukar pengalaman
dan pendapat, dan biasanya menghasilkan
suatu keputusan bersama.
METODE PENELITIAN
Penelitian tindakan kelas ini mengacu
pada pendapatnya Wardani, ada empat tahapan
penelitian yaitu : “Perencanaan, pelaksanaan,
pengamatan dan refleksi” Wardani (2009:16).
Berdasarkan pendapat tersebut, prosedur
penelitian yang akan dilakukan meliputi tiga
siklus dan masing-masing siklus terdiri dari
empat tahapan yaitu Perencanaan, Pelaksana-
an, Pengamatan dan evaluasi, refleksi.
Perencanaan pembelajaran pada siklus I
menggunakan metode diskusi kelompok.
Peneliti menyiapakan RPP yang akan
digunakan dalam pelaksanaan tindakan.
Observasi tindakan selama proses
pembelajaran, guru mengamati aktivitas siswa
dalam diskusi kelompok meliputi : antusiasme
diskusi kelompok, kerjasama dalam diskusi,
kedisiplinan dalam diskusi, keberanian dalam
bertanya, keberanian menjawab, keberanian
menyampaikan pendapat, keberanian
menyanggah. Melalui evaluasi refleksi
tindakan (Reflecting), mengevaluasi tindakan
dari pelaksanaan siklus I dan hasilnya
diterapkan pada siklus II, begitu seteusnya
sampai siklus III. Hasil pengamatan pada pada
setiap siklus dievaluasi dengan cara data
dikumpulkan dan kemudian dianalisa.
Observasi dalam penelitian ini adalah
metode untuk mengumpulkan data tentang
proses mengajar maupun reaksi siswa dalam
diskusi kelompok caranya waktu proses
pembelajaran berlangsung kolaborator
mengamati guru mengajar dan guru mengamati
siswa dalam diskusi kelompok.
Setelah memperoleh data langkah
sebelumnya adalah menganalisa data, data
yang akan dianalisa adalah: 1) data kuantitatif
berupa nilai prestasi belajar siswa dianalisa
dengan menggunakan statistik deksriptif
dengan langkah-langkah : nilai seluruh siswa
dijumlahkan, hasil penjumlahan dirata-rata
dengan menjumlah nilai siswa kemuudian di
bagi jumlah siswa yang menjadi subyek
penelitian. 2) data kualitatif yaitu hasil
observasi dengan metode kualitatif dengan
langkah-langkah : menjumlah frekuensi
masing-masing yang diamati kemudian
diprosentase dengan cara jumlah atau frekuensi
hasil amatan dibagi jumlah siswa yang menjadi
subyek penelitan dikalikan 100%, membuat
rata-rata hasil seluruh amatan kemudian
diprosentase.
Penelitian dilaksanakan di kelas IV SDN
Lebaksari tahun pelajaran 2014/2015 dengan
subyek penelitian siswa kelas IV yang
berjumlah 12 anak ini dimulai dari persiapan
sampai dengan penyusunan laporan penelitian
selama dua bulan.
Sami’un, Peningkatan Prestasi Belajar PKn Materi Pengaruh Globalisasi Melalui Metode Diskusi Kelompok | 83
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian Siklus I
Hasil Observasi Siklus I
Standart kompetensi siklus I
menunjukkan sikap terhadap globalisasi di
lingkungan, kompetensi dasarnya, memberikan
contoh sederhana pengaruh globalisasi di
lingkungannya. Indikator yang hendak di capai
adalah menjelaskan makna globalisasi.
Kegiatan pembelajaran dimulai dengan
pembentukan kelompok yaitu satu kelas dibagi
menjadi tiga kelompok, selanjutnya siswa
bergabung dengan kelompoknya, berkeliling
dan menghampiri setiap kelompok sambil
mengamati proses diskusi.
Setelah pembelajaran selesai anak di
evaluasi dan hasilnya dalam tabel berikut:
Tabel. 2
Hasil Evaluasi Prestasi Belajar Siswa Siklus I
No Nilai Jml
Siswa
Prosentase
(%) Kriteria
1 71-100 0 0 Baik Sekali
2 71-80 4 40 Baik
3 61-70 5 50 Cukup
4 51-60 3 30 Kurang
5 < dari50 0 0 Kurang sekali
(Sumber Depdiknas 2005 : 26)
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa
siswa yang dikriteriakan baik dengan nilai
antara 71-80 hanya 4 anak atau 40% dan siswa
yang di kriteriakan cukup dengan nilai antara
61-70 ada 5 anak atau 50%, sedangkan siswa
yang siswa dikriteriakan kurang baik dengan
nilai antara 51-60 ada 3 anak atau 30%.
Selama proses diskusi berlangsung guru
mengamati aktifitas siswa dalam diskusi dan
hasilnya tertera dalam tabel berikut:
Tabel 3
Hasil Observasi Aktifitas Siswa Selama Diskusi
kelompok Siklus I
No Tingkah laku Jml
Siswa
Prosen
tase Kriteria
1. Antusias diskusi
kelompok 4 40%
Kurang
sekali
2. Kerjasama dalam
diskusi 5 50%
Kurang
sekali
3. Kedisiplinan dalam
diskusi 6 60% Cukup
4. Keberanian bertanya 5 50%
Kurang
sekali
5. Keberanian menjawab 5 50%
Kurang
sekali
6. Keberanian
menyampaikan
pendapat
4 40% Kurang
sekali
7 Keberanian
menyanggah 4 40%
Kurang
sekali
Hasil observasi pada tabel di atas
menunjukkan bahwa aktifitas siswa selama
diskusi kelompok adalah sebagai berikut : 1)
siswa yang mempunyai antusias dalam diskusi
kelompok 4 anak atau mencapai 40% berarti
masih tergolong kriteria kurang baik. 2)
mempunyai kemauan kerjasama dalam diskusi
5 anak atau mencapai 50%, berarti masih
tergolong kriteria kurang baik. 3) mempunyai
kedisiplinan dalam diskusi 6 anak atau
mencapai 60% berarti tergolong cukup baik. 4)
mempunyai keberanian bertanya dalam
kelompok 5 anak atau mencapai 50%, berarti
masih tergolong kurang baik. 5) mempunyai
keberanian menjawab 5 anak atau mencapai
50%, berarti masih tergolong kurang baik. 6)
mempunyai keberanian menjawab pendapat
teman 4 anak atau mencapai 40% berarti masih
tergolong kurang baik. 7) mempunyai
keberanian menyanggah 4 anak atau mencapai
40% berarti masih tergolong kurag baik
Refleksi Siklus I
Berdasarkan hasil penelitian dan hasil
pengamatan siklus I menunjukkan bahwa
prestasi belajar siswa maupun aktifitas siswa
dalam kegiatan diskusi belum memuaskan, hal
ini disebabkan oleh karena : 1) siswa belum
terbiasa diskusi kelompok. 2) siswa kurang
disiplin dan kurang adanya kerja sama
sehingga sebagian besar siswa masih
mempunyai keraguan, ketakutan dan rasa malu
yang masih mempunyai rasa masa bodoh. 3)
kebanyakan mereka masih mempunyai
keraguan, ketakutan dan rasa malu yang
meliputi siswa. 4) tampak dengan jelas bahwa
84| Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 81 – 87
sebagian mereka masih belum mengetahui
proses diskusi yang baik dan benar.
Untuk memperbaiki dan menyempurna-
kan kegiatan pembelajaran yang menggunakan
metode diskusi kelompok maka sebagai usulan
perbaikan dari siklus I adalah : sebaiknya
pertemuan berikutnya pembelajaran tetap
menggunakan diskusi kelompok agar anak
menjadi terbiasa untuk berdiskusi, sebaiknya
kegiatan diskusi berikutnya perlu adanya
aturan yang jelas sehingga anak semakin
disiplin dan perlu dijelaskan bahwa kerja sama
adalah salah satu yang harus dilakukan dalam
diskusi karena tanpa kerja sama proses dan
hasil diskusi kurang baik, sebaiknya guru
memberi motivasi kapada siswa sebagai
individu maupun kelompok sehingga rasa ragu,
ketakutan dan rasa malu yang meliputi siswa
semakin berkurang, sebaiknya sebelum diskusi
kelompok dilakukan guru menjelaskan kembali
cara berdiskusi.
Hasil Penelitian Siklus II
Hasil Observasi Siklus II
Dengan mempertimbangkan hasil dari
siklus I, maka dilakukan penyempurnaan atau
perbaikan pada siklus II. Standart Kompetensi
siklus II : menunjukkan sikap terhadap
globalisasi dilingkungan, kompetensi dasarnya:
memberikan contoh sederhana pengaruh
globalisasi dilingkungannya. Indikator yang
hendak dicapai adalah menjelaskan pengaruh
positif dan pengaruh negatif dari globalisasi.
Bentuk penyempurnaannya adalah
perbaikan yaitu: 1) metode pembelajaran tidak
ada perubahan (tetap diskusi). 2) memberikan
aturan-aturan yang jelas kepada kelompok
diskusi. 3) guru memberi motivasi dengan cara
memberi bimbingan kepada semua siswa mulai
dari cara kerja sama sampai dengan cara
menyangga dengan penuh kesabaran. 4)
sebelum diskusi dimulai guru menjelaskan cara
dan langkah-langkah diskusi.
Setelah siswa mengalami atau me-
laksanakan pembelajaran dengan melakukan
kegiatan diskusi kelompok pada siklus II,
terbukti memberikan dampak positif. Kondisi
ini diindikasikan dengan meningkatnya hasil
prestasi belajar siswa dan meningkatnya siswa
dalam proses mengikuti diskusi kelompok.
Setelah rencana penyempurnaan atau
perbaikan pada siklus II diterapkan dalam
pembelajaran, hasil yang dicapai adalah
sebagaimana tertera pada tabel di atas: 1) siswa
yang mempunyai antusias dalam diskusi
kelompok ada 7 anak atau mencapai 70%
tergolong kriteria baik. 2) siswa yang
mempunyai kemauan kerja sama dalam diskusi
kelompok ada 7 anak mencapai 70% tergolong
kriteria baik 3) siswa yang mempunyai
kedisiplinan dalam diskusi kelompok ada 8
anak atau mencapai 70% berarti tergolong
baik. 4) siswa yang mempunyai keberanian
menjawab pertanyaan dalam diskusi ada 7
anak atau 70% , berarti tergolong baik. 5)
siswa yang mempunyai keberanian menjawab
pertanyaan dalam diskusi ada 7 anak atau
mencapai 70% berarti tergolong kriteria
baik.6) siswa yang mempunyai keberanian
menyanggah ada 6 anak atau mencapai 60%
berarti tergolong cukup baik
Perubahan prestasi belajar dan aktifitas
siswa selama diskusi dari siklus I ke siklus II
tertera dalam tabel 4 dan table 5.
Tabel. 4
Prestasi belajar siswa Siklus I dan II
Nilai
Siklus I Siklus II
Jml
siswa % Kriteria
Jml
siswa % Kriteria
81-100
71-80
61-70
51-60
0
4
5
3
0
40
50
30
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
2
5
3
2
20
50
30
20
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
(Sumber Depdiknas 2005 : 20%)
Dari tabel 4 dapat dijelaskan bahwa
prestasi belajar siswa sebagai berikut : Nilai
antara 81-100 pada siklus 1 : 0% dan pada
Siklus II : 20% berarti naik 20%, siswa yang
mendapat nilai antara 71-80 pada siklus I
mencapai 40% dan pada siklus II Mencapai
50% berarti naik 10%, siswa yang mendapat
nilai antara 61-70 pada siklus I mencapai 50%.
Sami’un, Peningkatan Prestasi Belajar PKn Materi Pengaruh Globalisasi Melalui Metode Diskusi Kelompok | 85
Pada siklus II 30% berarti turun 20%,
sedangkan siswa yang mendapat nilai 51-60
pada siklus I 30% dan pada siklus II 20%
berarti turun 10%.
Tabel 5
Aktifitas Siswa selama Diskusi Siklus I dan II
Tingkah Laku Siklus I Siklus II
Jml % Kriteria Jml % Kriteria
Antusias 4 40 Kurang 7 70 Baik
Kerjasama 5 50 Kurang 7 70 Baik
Kedisiplinan 6 60 Cukup 8 80 Baik
Keberanian
bertanya 5 50 Kurang 7 70 Baik
Keberanian
menjawab 5 50 Kurang 7 70 Baik
Keberanian
menyampaikan 4 40
Kurang
sekali 6 60 Cukup
Keberanian
menyanggah 4 40
Kurang
sekali 6 60 Cukup
Tabel 5 tersebut diatas dapat dijelaskan
bahwa aktifitas siswa selama diskusi kelompok
siklus I 40% dan siklus II 70% berarti
meningkat 30%, kerjasama dalam kelompok
siklus I 50% dan siklus II 70% meningkat
20%, kedisiplinan siswa dalam diskusi siklus I
60% dan siklus II 80% meningkat 20%,
keberanian kemampuan bertanya dalam diskusi
siklus I 50% dan siklus II 70% meningkat
20%, keberanian menjawab dalam diskusi
siklus I 50% dan siklus II 70% meningkat
20%, keberanian menyampaikan pendapat
dalam diskusi siklus I 40% da siklus II 60%
meningkat 20%, keberanian menyanggah
dalam diskusi siklus I 40% dan siklus II 60%
meningkat 20%.
Refleksi Siklus II
Berdasarkan hasil penelitian dan hasil
pengamatan siklus I menunjukkan bahwa
prestasi belajar siswa maupun aktifitas siswa
dalam kegiatan diskusi siklus II mengalami
peningkatan yang baik, hal ini disebabkan oleh
karena : 1) sebagian siswa telah memahami
aturan-aturan diskusi kelompok. 2) guru selalu
memberi motivasi kepada semua siswa mulai
dari cara kerja sama sampai siswa mengalami.
3) namun demikian masih ada beberapa siswa
yang mempunyai prestasi kurang baik dan
masih ada beberapa siswa yang masih nampak
pasif. Hal ini disebabkan karena kelompok
diskusi masih terlalu besar, permasalahan yang
didiskusikan masih terlalu sulit.
Untuk memperbaiki dan menyempurna-
kan kegiatan pembelajaran berikutnya, maka
sebagai upaya perbaikan dari siklus II adalah :
1) agar anak terbiasa berdiskusi maka
pertemuan berikutnya tetap menggunakan
metode diskusi kelompok. 2) jumlah anggota
kelompok dirumah dari empat perkelompok
menjadi tiga atau dua perkelompok. 3)
membuat suasana kelas yang kondusif kepada
siswa agar siswa merasa gembira/senang,
menarik dan hubungan yang akrab dan
terbuka.
Pembahasan
Penelitian tindakan kelas pada siklus II
dan selanjutnya membahas hasil penelitian
tindakan kelas untuk siklus I dan II
sebagaimana tercantum dalam tabel 6 dan 7
sebagai berikut :
Tabel 6
Hasil Tes Prestasi Belajar Siswa Siklus I dan II
Kriteria Nilai Siklus I Siklus II Ket
BS 81-100 0% 20% Naik
B 71-80 40% 50% Naik
C 61-70 50% 30% Turun
K 51-60 30% 20% Turun
KS < dari 50 0% 0%
(Sumber Depdiknas 2005 : 26)
Dari tabel 6 diatas dapat dijelaskan
sebagai berikut : 1) siswa yang mendapat nilai
antara 81-100 pada siklus I : 0%, siklus II:
20% berarti naik 20%. 2) siswa yang
mendapat nilai antara 71-80 pada siklus I :
40%, siklus II : 50% berarti naik 10%. 3) siswa
yang mendapat nilai antara 61-70 pada siklus I:
50%, siklus II: 30% berarti turun 20%. 4)
siswa yang mendapat nilai antara 51-60 pada
siklus I: 30%, siklus II: 20% berarti turun 10%.
Meningkatkan prestasi belajar siswa
tersebut diatas disebabkan oleh karena: 1) pen-
86 | Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 81 – 87
jelasan guru terhadap langkah-langkah diskusi
sangat jelas, 2) siswa memahami apa yang
hendak dipecahkan dalam diskusi, 3) motivasi
yang diberikan guru sangat mengena pada
siswa sehingga semua siswa berusaha
semaksimal mungkin untuk menguasai materi,
4) jumlah anggota kelompok yang kecil
mendorong siswa keras untuk mengikuti
kegiatan.
Tabel 7
Hasil pengamatan tentang reaksi siswa selama diskusi
kelompok pada siklus I dan siklus II
Tingkah laku Siklus
I
Siklus
II
Antusias siswa dalam bermain peran 40% 70%
Kerjasama dalam bermain peran 50% 70%
Kedisiplinan siswa dalam bermain peran 60% 80%
Keberanian dalam bertanya 50% 70%
Keberanian dalam menjawab 50% 70%
Keberanian menyampaikan 40% 60%
Keberanian menyanggah 40% 60%
(Sumber Depdiknas 2005 : 26)
Aktifitas siswa dalam diskusi kelompok
dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) antusiasme
dalam diskusi kelompok siklus I adalah 40%
dan siklus II, 70% meningkat 30%. Hal ini
disebabkan oleh karena setiap diskusi guru
terus memberi motivasi kepada siswa, 2)
kerjasama dalam diskusi kelompok siklus I :
50% dan siklus II : 70% meningkat 20%, hal
ini disebabkan oleh karena setiap diskusi guru
selalu memberi bimbingan kepada semua
siswa, 3) kedisiplinan dalam diskusi kelompok
siklus I : 60% dan siklus II 80%, meningkat
20%, hal ini disebabkan oleh karena siswa
telah memahami tata cara atau aturan dalam
diskusi, 4) keberanian bertanya siklus I : 50%
dan siklus II : 70% meningkat 20%. Hal ini
disebabkan oleh karena siswa terdorong oleh
motivasi dari guru dan selalu ingat kata-kata
guru bahwa setiap anak harus menghargai
pendapat orang lain, 5) keberanian
menyampaikan siklus I : 40% dan siklus II :
60% meningkat 20%. Hal ini disebabkan oleh
karena siswa terdorong oleh motivasi dari guru
dan selalu ingat kata-kata guru bahwa setiap
anak harus menghargai pendapat orang lain, 6)
keberanian menyampaikan pendapat siklus I :
40% dan siklus II 60% meningkat 20%. Hal ini
disamping karena motivasi guru juga karena
jumlah anggota kelompok lebih kecil, 7)
keberanian menyanggah siklus I : 40% dan
siklus II : 60% berarti meningkat 20%, hal ini
disebabkan oleh karena semangat siswa dalam
mempertahankan pendapat dan rasa tidak ingin
kalah dengan temannya.
Dari hasil pembahasan yang diperoleh,
maka metode diskusi kelompok baik sekali
diterapkan untuk meningkatkan prestasi belajar
bidang studi Pendidikan Kewarganegaraan
siswa kelas IV Semester 2 SDN Lebaksari
Kecamatan Baureno Kabupaten Bojonegoro
Tahun Pelajaran 2014/2015.
KESIMPULAN
Pelaksanaan metode diskusi kelompok
siswa kelas IV bisa berjalan efektif yang
ditandai (1) Antusias siswa dalam diskusi
kelompok siklus I adalah 40% dan siklus II
70% berarti meningkat 30%, (2) Kerjasama
dalam diskusi kelompok siklus I : 50% dan
siklus II : 70% berarti eningkat 20%, (3)
Kedisiplinan dalam diskusi kelompok siklus I :
60% dan Siklus II : 80%, berarti meningkat
20%, (4) Keberanian bertanya siklus I : 50%
dan siklus II 70% berarti meningkat 20%, (5)
Kebetanian menjawab siklus I : 50% dan siklus
II : 70% berarti meningkat 20%, (6)
Keberanian menyampaikan pendapat siklus I :
40% dan siklus II : 60% berarti meningkat
20%, (7) Keberanian menyanggah siklus I :
40% dan siklus II : 60% berarti meningkat
20%.
Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat
disimpulkan bahwa pelaksanaan proses
pembelajaran dengan menggunakan metode
diskusi kelompok tdapat meningkatkan prestasi
belajar Pendidikan Kewarganegaraan materi
pengaruh globalisasi siswa kelas IV Sekolah
Dasar Negeri Lebaksari Kecamatan Baureno
Kabupaten Bojonegoro pada semester II tahun
pelajaran 2014/2015.
Sami’un, Peningkatan Prestasi Belajar PKn Materi Pengaruh Globalisasi Melalui Metode Diskusi Kelompok | 87
DAFTAR RUJUKAN
Ali, Muhammad, 2006. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algesindo.
Dewa Ketut Sukardi. (2008). Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di
Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta
Suciati, 2007, Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Universitas Terbuka.
Wardani, I G. A. K, Wihardit Kuswaya, Nasution Noehi, 2009, Penelitian Tindakan Kelas ( PTK ).
Jakarta : Universitas Terbuka
Winataputra, Udin S, 2007, Materi dan Pembelajaran PKn SD. Jakarta : Universitas Terbuka.
Zainal Arifin, Evaluasi Instruksional (Prinsip-Teknik-Prosedur), (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1991)
88
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR NILAI TEMPAT
MELALUI MEDIA ABAKUS PADA SISWA SEKOLAH DASAR
Suharwati
Guru Sekolah Dasar Negeri Gajah I
Kecamatan Baureno Kabupaten Bojonegoro
Email: [email protected]
Abstrak: Penelitan tindakan ini bertujuan untuk mendiskripsikan pelaksanaan pembelajaran
matematika tentang nilai tempat suatu bilangan yang benar serta mendiskripsikan penguasaan melalui
pembelajaran menuliskan bilangan dalam bentuk penjumlahan ratusan, puluhan, dan satuan pada siswa
kelas II SDN Gajah I. Dari hasil perbaikan pembelajaran pada siklus I dan siklus II menunjukkan
bahwa pada siklus I, siswa yang telah tuntas belajar adalah 23 siswa atau 62,16 %, hal ini terjadi
peningkatan sebesar 32,43%, dan meningkat lagi pada siklus II dimana terdapat 31 siswa (83,78%)
yang telah mencapai ketuntasan belajar, hal ini terjadi peningkatan sebesar 21,62%. Secara klasikal
proses pembelajaran matematika dengan menggunakan Abakus telah mencapai ketuntasan.
Kata kunci : hasil belajar, nilai tempat,media abakus.
Matematika merupakan mata pelajaran
yang penekanan pembelajarannya bertujuan
mencapai pemilihan konsep, ketrampilan
memecahkan masalah, penalaran dan
komunikasi, diharapkan siswa setelah melalui
proses pembelajaran dapat mencapai
kompetensi tersebut. Dalam realisasinya
capaian tersebut masih belum dapat
terealisasikan. Selama ini pembelajaran
matematika, terutama pada materi pokok nilai
tempat, guru hanya menggunakan media yang
sulit untuk diterima anak/atau dengan melalui
gambar saja, sehingga pemahaman siswa
khususnya tentang nilai tempat belum
optimal. Hal ini terlihat dari hasil ulangan
pada pokok bahasan tersebut dari 37 siswa
terdapat 25 siswa atau 67% siswa yang telah
mencapai nilai diatas KKM yang ditentukan
sekolah yaitu 70. Selain mengajar juga harus
memperhatikan siswa secara optimal, tugas
guru tidak hanya sebatas pada pengolahan
ilmu, nilai dan ketrampilan, namun juga harus
mengatasi masalah yang dialami siswa. Guru
juga dituntut mengenali masalah yang muncul
di kelas dan menyelesaikan masalah tersebut
dengan tuntas.
Tujuan Perbaikan ini adalah untuk
mendiskripsikan pelaksanaan pembelajaran
matematika tentang nilai tempat suatu
bilangan yang benar dan mendiskripsikan
penguasaan melalui pembelajaran menuliskan
bilangan dalam bentuk penjumlahan ratusan,
puluhan, dan satuan siswa kelas II SDN Gajah
I. Penelitian yang diharapkan dapat
memberikan kontribusi pada pembelajaran
matematika dalam hal ini adalah dapat
meningkatkan kemampuan menyelesaikan
soal nilai tempat, ketelitian mengerjakan soal
matematika dan ketrampilan siswa dalam
mengerjakan soal yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari.
Bagi guru dapat menerapkan pentingnya
media abakus sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan kemampuan menuliskan
bilangan dalam bentuk penjumlahan ratusa,
puluhan, dan satuan, permasalahan
pembelajaran yang dihadapi guru dan siswa
dapat diatasi dan bagi sekolah dapat
memberikan masukan untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran dan hasil siswa secara
lebih lanjut serta sebagai sarana
pemberdayaan guru untuk meningkatkan
kinerja, kreatifitas dan profesionalismenya.
Belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang
bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai
interaksi antar guru dengan siswa. Interaksi
yang bernilai edukatif dikarenakan kegiatan
belajar mengajar yang dilakukan, diarahkan
untuk mencapai tujuan tertentu yang telah
dirumuskan sebelum pembelajaran dilakukan.
Suharwati ,Meningkatkan Hasil Belajar Nilai Tempat Melalui Media Abakus Pada Siswa Sekolah Dasar | 89
Pada pendidikan formal guru adalah
praktisi yang paling bertanggung jawab atas
berhasil tidaknya program pembelajaran di
sekolah, sebab guru merupakan ujung tombak
dalam kegiatan pembelajaran (Dr. Wina,
M.Pd, 2008:66-67). Dengan demikian
masalah belajar dan pembelajaran sangat
strategis bagi guru untuk lebih dikuasai agar
kinerjanya lebih bermakn adalam
meningkatkan mutu pendidikan.
Gatot Mohsetuo (2007) mengemukakan
bahwa matematika memegang peranan
penting baik sebagai alat Bantu, sebagai ilmu
(bagi ilmuwan) sebagai pola berpikir maupun
pembentuk sikap. Sehingga ketaatan sistem
matematika mempunyai pengaruh yang kuat
terhadap jalan berpikir seseorang yang
mempelajari matematika.
Untuk mengajarkan konsep nilai tempat
selain menggunakan Blok Dines dapat juga
digunakan media dekak-dekak/abakus. Wujud
dari dekak-dekak/abakus adalah sebagai
berikut:
Media ini dapat digunakan secara
klasikal maupun kelompok. Untuk mengawali
penggunaan alat peraga dekak-dekak ini,
dapat digunakan blok Dienes untuk
menjelaskan arti nilai satuan, puluhan, ratusan
dan ribuan. Untuk mengenalkan konsep nilai
tempat dengan dekak-dekak ini dapat
diperagakan secara berurutan: 1) ambilah
dekak-dekak bertiang empat, tunjukkan dan
kenalkan kepada siswa bahwa alat itu disebut
dekak-dekak. Bundaran-bundaran pada kayu
yang dimasukkan pada tiang disebut biji
dekak-dekak, 2) tunjukkan pada siswa bahwa
dekak-dekak itu mempunyai 4 tiang, yang
masing-masing berisi 9 buah biji dekak-dekak
dengan warna yang berbeda antara tiang satu
dan lainnya. Masing-masing tiang
rnempunyai nilai yang berbeda-beda.
Besarnya nilai untuk masing-masing tiang dan
sebelah kanan ke kiri adalah satuan, puluhan,
ratusan dan ribuan, 3) kemudian guru dapat
melanjutkan kegiatan dengan mengosongkan
terlebih dahulu tiang dekak-dekak.
4) ambilah 4 buah dekak-dekak
kemudian masukkan ke tiang satuan.
Tunjukkan pada siawa kedudukan biji dekak-
dekak sebagai nilai satuan. Selanjutnya
tambahkan satu persatu biji dekak-dekak pada
tiang sehingga akhirnya pada tiang satuan
terdapat sembilan biji dekak-dekak.
Tunjukkan kepada siawa, bahwa dengan
menambah satu biji pada tiang satuan, biji
dekak-dekak yang kesepuluh tidak dapat
memasuki tiang satuan tetapi hanya
menumpang saja di atas biji yang kesembilan.
Tunjukkan kepada siswa bahwa 10 biji dekak-
dekak satuan nilainya sama dengan 1 biji
dekak-dekak puluhan. Karena tiang
berikutnya khusus untuk biji dekak-dekak
puluhan, maka 10 biji satuan dapat digantikan
dengan 1 biji puluhañ. Demikian seterusnya
dengan cara yang sama guru dapat
menjelaskan hubungan antara tiang satu
dengan yang lainnya, sehingga dapat
ditunjukkan dengan peragaan gambar sebagai
berikut:
Penggunaan media dekak-dekak di atas
untuk mengenalkan nilai tempat suatu
bilangan. Tahap kegiatan adalah penanaman
konsep. Maka dalam hal ini dekak-dekak
berfungsi sebagai alat peraga, 5) kegiatan
selanjutnya siswa dapat beberapa latihan
dengan dekak-dekak atau dalam gambar.
90| Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 88 – 94
Dalam kegiatan ini, media di atas
berfungsi sebagai sarana yaitu sebagai alat
untuk melengkapi kegiatan.
METODE PENELITIAN
Dalarn proses pernbelajaran guru harus
memiIiki strategi agar siswa dapat belajar
secara efektif dan efisien. Salah satu langkah
untuk memiliki strategi itu ialah harus
menguasai teknik-teknik pernyajian yang
disebut metode mengajar. Menurut Wina
Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam
strategi pembelajaran terkandung makna
perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada
dasarnya masih bersifat konseptual tentang
keputusan-keputusan yang akan diambil
dalam suatu pelaksanaan pembelajaran
Menurut Wardani I.GAK dkk, dalam
bukunya Evaluasi Dan Penelitian Pendidikan,
dijelaskan bahwa evaluasi merupakan proses
mendapatkan informasi-infomasi yang dapat
memanfaatkan untuk pembuatan pertimbang-
an-pertimbangan yang selanjutnya dipakai
untuk membuat keputusan. Pertimbangan
merupakan pengeluaran atau out come
penting pada evaluasi. Pertimbangan belum
merupakan tindakan melainkan sebuah
estimasi (perkiraan) unjuk kerja
(performance) atau sesuatu yang akan datang.
Keputusan merupakan sasaran akhir dan
kegiatan evaluasi. Keputusan yang berkaitan
dengan pengajaran bisa berupa keputusan
mengenai murid, guru, bahan, waktu, biaya,
dan tenaga, serta komponen-komponen dan
sistem pengajaran.
Evaluasi, tes, dan pengukuran
merupakan tiga aspek penting dalam
pembelajaran. Tes merupakan alat ukur.
Pengukuran merupakan proses pembelajaran
angka yang bersifat kuantitatif. Sedangkan
evaluasi (penilaian) merupakan proses
pengambilan keputusan yang bersifat
kualitatif berdasarkan hasil pengukuran
(Suciati dan Drs. Agus Mulyana, M. Hum
dalam Tes dan Asesmen di SD, Universitas
Terbuka, Jakarta).
Dari hasil evaluasi ini, guru dapat
melakukan refleksi yang kemudian
dilanjutkan dalam pelaksanaan perbaikan
(siklus) pembelajaran. Dari hasil nilai rata-
rata akan dapat diketahui bahwa pembelajaran
yang dilakukan guru tersebut berhasil atau
tidak dan selanjutnya.
Penelitian yang bertempat di SDN
Gajah I Baureno Bojonegoro ini dilaksanakan
pada tanggal 16 Oktober 2014 sampai dengan
21 Oktober 2014 dan peneliti merencanakan
dalam 3 siklus akan tetapi jika dalam 2 siklus
sudah mencukupi maka siklus ke-3
ditiadakan. Setiap siklus pembelajaran
berlangsung dalam satu kali pertemuan tatap
muka selama 2 x 35 menit. Penguasaan materi
matematika tentang nilai tempat dikatakan
meningkat jika siswa dalam pelaksanaan
pembelajaran pasa setiap tindakan penelitian
tingkat keberhasilan belajar siswa yang
menjadi subyek penelitian mencapai optimal/
baik sekali artinya 85%-94% dari bahan
pelajaran yang diberikan dapat dikuasai
siswa.
Penelitian ini menggunakan rancangan
penelitian tindakan kelas. Adapun alur
kegiatan dalam penelitian ini dimulai dari (1)
reflaksi awal, (2) perencanaan tindakan, (3)
pelaksanaan tindakan, (4) refleksi dan
rancangan ulang. PTK ini dirancang dalam 3
siklus namun jika sebelum siklus ketiga sudah
mendapatkan hasil yang optimal maka tidak
perlu melanjutkan siklus ketiga.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Pada Siklus I hasil refleksi
pembelajaran tentang penulisan bilangan
dalam bentuk penjumlahan ratusan, puluhan
dan satuan sebelumnya dilakukan 1) planning
Suharwati ,Meningkatkan Hasil Belajar Nilai Tempat Melalui Media Abakus Pada Siswa Sekolah Dasar | 91
(perencanaan) agar penguasaan materi
pelajaran tentang menuliskan bilangan dalam
bentuk penjumlahan ratusan, puluhan, dan
satuan meningkat maka perlu ditangani secara
terprogram. Tahap ini peneliti menyusun
rencana pembelajaran kurikulum yaitu
merumuskan tujuan pembelajaran dan alat
peraga, 2) acting (pelaksanaan) dimana setiap
siklus pembelajaran terdiri dari satu kali
pertemuan tatap muka (2x35 menit). Langkah
pembelajarannya meliputi: kegiatan Awal (5
menit) dengan mereview materi dengan tanya
jawab tentang nilai tempat bilangan yang
sudah dipelajari sebelumnya dan
menyampaikan tujuan pembelajaran;
Kegiatan Inti (50 menit) dengan
menanyakan siswa tentang menulis dua
bilangan yang terdiri dari tiga angka, siswa
yang menjawab diberi kesempatan untuk
menulis jawaban di papan tulis, meminta
siswa menentukan nilai tempat ratusan,
puluhan, dan satuan dari bilangan yang telah
ditulisnya, menjelaskan kembali dan
menentukan nilai tempat ratusan, puluhan dan
satuan dengan menggunakan abakus, secara
bergantian siswa kembali berlatih, dengan
menggunakan abakus, untuk memantapkan
pemahaman siswa dalam menuliskan bilangan
dalam bentuk penjumlahan tempat ratusan,
puluhan dan satuan, siswa mengerjakan soal
evaluasi; Kegiatan Akhir (10 menit) dimana
siswa dibimbing untuk menyimpulkan cara
termudah untuk menuliskan bilangan dalam
bentuk penjumlahan ratusan, puluhan dan
satuan, siswa diminta mengerjakan PR untuk
menuliskan bilangan dalam bentuk
penjumlahan ratusan, puluhan dan satuan
beberapa bilangan yang lebih besar untuk
dibahas dalam pelajaran yang akan datang, 3).
observing (pengamatan) yakni pada tahap ini
pengamatan dilaksanakan secara terus
menerus terhadap semua tindakan
pembelajaran yang berlangsung meliputi :
menentukan dua bilangan yang terdiri dari
tiga angka; menentukan bilangan yang
menempati nilai ratusan, puluhan dan satuan
dengan dukungan alat peraga dekak-
dekak/abakus. Hasil temuan yang didapatkan
baik berupa kekurangan atau hambatan yang
dialami peneliti atau siswa dijadikan bahan
diskusi guna tindakan perbaikan dalam
pembelajaran siklus berikutnya.
Hasil tindakan pembelajaran ditentukan
berdasarkan taraf keberhasilan secara
kualitatif seperti yang tertulis pada tabel
berikut ini.
Tabel 1 Taraf Keberhasilan
Taraf
Keberhasilan Sebutan
Nilai
Huruf
Nilai
Angka
85% - 100% Sangat Baik (SB) A 5
70%-84% Baik (B) B 4
55%-69% Cukup (C) C 3
50%-54% Kurang (K) D 2
0%-49% Sangat Kurang (SK) E 1
Sumber: Buku Pedoman IKIP Malang,
1993/1994, hal: 34
Pada tahap refelcting hasil observasi,
dilakukan analisis pada tindakan kemudian
dilanjutkan dengan refleksi, berdasarkan hasil
analisis dari hasil refleksi yang dilakukan
bersama-sama ini, dipertimbangkan apakah
perlu dilakukan tindakan II terhadap
permasalahan-permasalahan yang masih ada.
Siklus II pada tahap planning peneliti
melaksanakan pembelajaran tentang
menuliskan bilangan dalam bentuk
penjumlahan ratusan, puluhan dan satuan
dengan media dekak-dekak/abakus.
Berdasarkan hasil tindakan I kemudian
peneliti menyarankan subyek peneliti agar
melakukan aktifitas sendiri berdasarkan
pengetahuan yang diperoleh dari tindakan
sebelumnya. Peneliti membimbing dalam
menyelesaikan soal-soal latihan.
Tahap Pelaksanaan tindakan 2
dilakukan terhadap permasalahan yang masih
ada di siklus I, antara lain (1) peneliti
menggali pengetahuan yang sudah dimiliki
siswa tentang menuliskan bilangan dalam
bentuk penjumlahan ratusan, puluhan dan
satuan melalui media dekak-dekak/abakus, (2)
peneliti membimbing subyek peneliti pada
92| Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 88 – 94
situasi belajar tentang menuliskan bilangan
dalam bentuk soal cerita, (3) subyek peneliti
diberi kesempatan untuk mengemukakan
pendapatnya lantas menuliskan bilangan
dallam bentuk penjumlahan ratusan, puluhan
dan satuan, (4) peneliti membimbing subyek
peneliti dalam menyelesaikan soal latihan.
Langkah-langkah pembelajaran meliputi
: Kegiatan Awal (5 menit), dengan
mereview materi dengan tannya jawab
tentang nilai tempat bilangan yang sudah
dipelajari sebelumnya, guru menyampaikan
tujuan pembelajaran; Kegiatan Inti (50
menit), dengan menanyakan siswa tentang
menulis dua bilangan yang terdiri dari tiga
angka, siswa yang menjawab diberi
kesempatan untuk menulis jawaban di papan
tulis, meminta siswa menentukan nilai tempat
ratusan, puluhan, dan satuan dari bilangan
yang telah ditulisnya, menjelaskan kembali
dan menentukan nilai tempat ratusan, puluhan
dan satuan dengan menggunakan abakus,
secara bergantian siswa kembali berlatih,
dengan menggunakan abakus, untuk
memantapkan pemahaman siswa dalam
menuliskan bilangan dalam bentuk
penjumlahan tempat ratusan, puluhan dan
satuan, siswa mengerjakan soal evaluasi;
Kegiatan Akhir (10 menit) dengan langkah-
langkah siswa dibimbing untuk
menyimpulkan cara termudah untuk
menuliskan bilangan dalam bentuk
penjumlahan ratusan, puluhan dan satuan,
siswa diminta mengerjakan PR untuk
menuliskan bilangan dalam bentuk
penjumlahan ratusan, puluhan dan satuan
beberapa bilangan yang lebih besar untuk
dibahas dalam pelajaran yang akan datang
Dalam Pengamatan proses pembelajar-
an sebaiknya guru (a) melakukan pengamatan
yang terlaksana dengan terfokus pada masalah
penelitian dan mencatat gasil pengamatan, (b)
untuk menindaklanjuti hasil pengamatan,
dilakukan diskusi dengan teman sejawat.
Pada kegiatan Refleksi catatan lapangan
dan lembar pengamatan sebagai hasil
pengamatan diulangi dan dirangkum kembali.
Hal ini untuk memahami data yang telah
terkumpul secara komprehensif. Hasil analisis
dan refleksi ini dijadikan bahan untuk
merevisi rencana tindakan selanjutnya dan
menetapkan apakah perlu diulang atau tidak.
Data yang dikumpulkan dalam
penelitian ini adalah analisa evaluasi belajar
(pra siklus), analisa evaluasi belajar siklus I,
analisa evaluasi belajar siklus, hasil observasi
yang diperoleh dari teman sejawat yang
berpedoman pada lembar pengamatan serta
catatan laporan yang berisikan pelaksanaan
kegiatan pembelajaran. Instrumen
pengumpulan data beberapa instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini berupa
observasi juga menggunakan instrumen
penulisan yaitu tes tertulis yang berupa butir-
butir soal dalam LKS dan soal-soal latihan.
Setelah diadakan perbaikan
pembelajaran pada siklus 1 dan siklus 2 ada
peningkatan hasil evaluasi siswa pada tahap
pra siklus rata-rata kelas 70 setelah diadakan
perbaikan pada siklus 2 rata-rata kelas
menjadi 80. Kenaikkan hasil evaluasi dapat
dilihat pada tabel rekapitulasi evaluasi yang
tertera dibawah ini.
Hasil Rekapitulasi Evaluasi Pra, siklus I & II
Aspek Yang
Dicapai
Pra Siklus I Siklus II
Nilai rata-rata kelas 61,62 72,70 78,92
Nilai tertinggi 100 100 100
Nilai terendah 40 50 60
Jumlah siswa
dibawah KKM
26
70,27%
14
37,84%
6
16,22%
Jumlah siswa diatas
KKM
11
29,73%
23
62,16%
31
83,78%
Berdasarkan data di atas menunjukkan
bahwa pada siklus I, siswa yang telah tuntas
belajar adalah 23 siswa atau 62,16 %, hal ini
terjadi peningkatan sebesar 32,43%, dan
meningkat lagi pada siklus II dimana terdapat
31 siswa (83,78%) yang telah mencapai
ketuntasan belajar, hal ini terjadi peningkatan
sebesar 21,62%. Secara klasikal proses
Suharwati ,Meningkatkan Hasil Belajar Nilai Tempat Melalui Media Abakus Pada Siswa Sekolah Dasar | 93
pembelajaran matematika telah mencapai
ketuntasan minimal, dimana guru menetapkan
ketuntasan minimal kelas adalah 80% siswa
memperoleh nilai di atas KKM (70).
Pembahasan
Berdasarkan hasil evaluasi mata
pelajaran matematika kelas II SDN Gajah I
materi pokok nilai tempat pada perbaikan
pembelajaran siklus I dapat dilaporkan bahwa
terdapat 14 siswa yang mendapat nilai
dibawah kriteria ketuntasan minimal
diantaranya terdiri dari 5 siswa mendapat nilai
40, 6 siswa mendapat nilai 50, dan 3 siswa
mendapat nilai 60. Nilai rata-rata kelas 72,70,
dengan ketuntasan belajar klasikal 62,16%.
Setelah dilakukan refleksi maka proses
pembelajaran perlu dilakukan tindakan
selanjutnya yaitu tindakan pada siklus II.
Apabila dilihat dari segi materi maka
materi yang dikuasai siswa adalah pertanyaan
pada soal pilihan ganda nomor 1 dan 6,
sedangkan soal isian nomor 2 dan 4. Soal
pilihan ganda yang belum dikuasai siswa
adalah soal nomor 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9, dan 10,
sedangkan soal isian nomor 1, 3, dan 5.
Sebagian besar siswa yang memperoleh
nilai kurang dari rata-rata kelas disebabkan
oleh beberapa faktor antara lain: kurang
konsentrasi saat guru mengadakan tanya-
jawab, tidak aktif dalam kegiatan diskusi
kelompok dan waktu melaksanakan
percobaan Hal ini dapat dilihat dari hasil
penilaian proses atau kinerja siswa, yang
dilakukan oleh guru saat berlangsungnya
proses pembelajaran.
Sedangkan bila dilihat dari segi materi,
maka soal-soal yang tidak dapat diselesaikan
siswa dengan baik merupakan soal yang
memerlukan penanaman pemahaman konsep,
dan pemahaman terhadap kalimat yang ada di
soal evaluasi. Melihat uraian hasil perbaikan
pembelajaran pada siklus I, penulis berusaha
meningkatkan hasil pembelajaran, meningkat-
kan pemahaman siswa pada materi yang
dibahas, serta meningkatkan ketrampilan
siswa dalam melakukan percobaan, maka
guru mengadakan perbaikan pembelajaran
tahap II (siklus II).
Setelah penulis mengadakan kegiatan
perbaikan pembelajaran pada siklus II, maka
hasil yang diperoleh semakin meningkat,
harapan rata-rata di atas SKM siswa dapat
memahami materi yang disampaikan dapat
tercapai.
Adapun hasil perolehan evaluasi yang
diadakan guru pada siklus II yang diikuti oleh
37 siswa adalah sebagai berikut : siswa yang
telah mencapai ketuntasan belajar sebanyak
31 siswa atau 83,78% sedangkan yang 6
siswa (16,22%) memperoleh nilai dibawah
KKM (70). Pada siklus II ini terdapat
peningkatan ketuntasan belajar sebesar
21,62%. Sehingga secara klasikal proses
pembelajaran matematika telah mencapai
ketuntasan minimal, dimana guru menetapkan
ketuntasan minimal kelas adalah 80% siswa
memperoleh nilai di atas KKM (70).
KESIMPULAN DAN SARAN
Dengan perbaikan yang telah
dilaksanakan maka dapat disimpulkan bahwa
hail belajar matematika dengan media abakus
dapat meningkat 32,43% pada siklus I dan
meningkat lagi 21,62% pada siklus II.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa melalui
pembelajaran matematika dengan media
abakus dapat meningkatkan pemahaman
siswa terhadap materi pelajaran, teliti dalam
mengerjakan tugas, berani dalam mengambil
suatu keputusan (mengambil kesimpulan) dan
meningkatnya prestasi belajar siswa.
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka
ada beberapa hal yang sebaiknya dilakukan
oleh guru dalam meningkatkan kualitas
pembelajaran khususnya mata pelajaran
Matematika antara lain melalui pembelajaran
ketrampilan proses dengan memberikan
panduan yang jelas dalam mengerjakan
latiahan soal, memberikan motivasi belajar
dan penguatan kepada siswa, memberikan
contoh konkrit yang dihubungkan dengan
kehidupan sehari-hari, menanamkan sikap
disiplin, teliti dalam melaksanakan suatu per-
94| Jurnal Karya Pendidikan, Volume I, Nomor 2, Maret 2015, hal 88 – 94
cobaan/penelitian kepada siswa.
Disamping hal tersebut di atas, dalam
melaksanakan perbaikan pembelajaran
melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK),
diperlukan adanya kerja sama diantara guru
maupun kepala sekolah serta pihak-pihak
yang terkait untuk selalu bertukar pendapat
tentang hal-hal yang berkenaan dengan
masalah tugas mengajar sehari-hari demi
peningkatan mutu pendidikan dan
peningkatan kinerja guru yang professional.
DAFTAR RUJUKAN
Muhsetuo, Gatot. 2007. Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Suciati. 2007. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.
Tim BKG. 2004. Matematika Terampil Berhitung Jilid 5. Jakarta: Erlangga.
Wardani, I GAK, Kuswaya Wihardit. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Universitas
Terbuka.
Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M.Pd. 2008. Perencanaan Dan Desain System Pembelajaran. Jakarta :
PT Fajar Interpratama.
Wina Sanjaya. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta :
Kencana Prenada Media.
95
PETUNJUK BAGI (CALON) PENULIS
JURNAL KARYA PENDIDIKAN (JKP)
Calon penulis diisyaratkan mengikuti petunjuk penulisan artikel dan Jurnal Karya Pendidikan
(JKP) yang diterbitkan oleh Forum Kajian Ilmiah Guru Bojonegoro (FKI-GB) yang lengkapnya adalah :
1. Artikel yang ditulis untuk JKP meliputi hasil pemikiran dan hasil penelitian di bidang pendidikan dan
pembelajaran. Naskah diketik dengan huruf Times New Roman, ukuran 12 pts, dengan spasi At least 12
pts, dicetak pada kertas A4 sepanjang maksimum 20 halaman, dan diserahkan (dikirimkan) dalam bentuk
print-out sebanyak 3 eksemplar beserta soft copy dalam CD. Berkas (file) dibuat dengan Microsoft Word.
Pengiriman file juga dapat dilakukan sebagai attachment e-mail ke alamat: [email protected]
2. Nama penulis artikel dicantumkan tanpa gelar akademik dan ditempatkan di bawah judul artikel. Nama
penulis hendaknya dilengkapi dengan alamat korespondesi (termasuk e-mail) serta nama dan alamat
lembaga tempat penulis bekerja. Dalam hal naskah ditulis oleh tim, penyunting hanya berkomunikasi
dengan penulis utama atau penulis yang namanya tercantum pada urutan pertama. Penulis harus
menyertakan nama dan alamat lembaga serta alamat korespondensi penulis tersebut (e-mail).
3. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris dengan format esai, disertai judul pada masing-
masing bagian artikel, kecuali bagian pendahuluan yang disajikan tanpa judul bagian. Judul artikel
dicetak dengan huruf besar di tengah-tengah, dengan huruf sebesar 14 poin. Peringkat judul bagian
dinyatakan dengan jenis huruf yang berbeda (semua judul bagian dan sub-bagian dicetak tebal atau tebal
dan miring), dan tidak menggunakan angka/nomor pada judul bagian:
PERINGKAT 1 (HURUF BESAR SEMUA, TEBAL, RATA TEPI KIRI)
Peringkat 2 (Huruf Besar Kecil, Tebal, Rata Tepi Kiri)
Peringkat 3 (Huruf Besar Kecil, Tebal-Miring, Rata Tepi Kiri) 4. Sistematika artikel hasil pemikiran adalah: judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak
(maksimum 200 kata); kata kunci; pendahuluan (tanpa judul) yang berisi latar belakang dan tujuan atau
ruang lingkup tulisan; bahasan utama (dapat dibagi ke dalam beberapa sub-bagian); penutup atau
kesimpulan; daftar rujukan.
5. Sistematika artikel hasil penelitian adalah: judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak
(maksimum 200 kata) yang berisi tujuan, metode, dan hasil penelitian; kata kunci; pendahuluan (tanpa
judul) yang berisi latar belakang, sedikit tinjauan pustaka, dan tujuan penelitian; metode; hasil;
pembahasan (atau hasil dan pembahasan diintegrasikan); kesimpulan dan saran; daftar rujukan.
6. Sumber rujukan sedapat mungkin merupakan pustaka-pustaka terbitan 10 tahun terakhir. Rujukan yang
diutamakan adalah sumber-sumber primer berupa laporan penelitian (termasuk skripsi, tesis, disertasi)
atau artikel-artikel penelitian dalam jurnal dan/atau majalah ilmiah.
7. Perujukan dan pengutipan menggunakan teknik rujukan berkurung (nama, tahun). Pencantuman sumber
pada kutipan langsung hendaknya disertai keterangan tentang nomor halaman tempat asal kutipan.
Contoh: (Davis, 2003: 47).
8. Daftar Rujukan disusun dengan tata cara seperti contoh berikut ini dan diurutkan secara alfabetis dan
kronologis.
Buku: Anderson, D.W., Vault, V.D. & Dickson, C.E. 1999. Problems and Prospects for the Decades Ahead:
Competency Based Teacher Education. Berkeley: McCutchan Publishing Co.
Buku kumpulan artikel: Saukah, A. & Waseso, M.G. (Eds.). 2002. Menulis Artikel untuk Jurnal Ilmiah (Edisi ke-4, cetakan ke-
1). Malang: UM Press.
Artikel dalam buku kumpulan artikel: Russel, T. 1998. An Alternative Conception: Representing Representation. Dalam P.J. Black & A. Lucas
(Eds.), Children’s Informal Ideas in Science (hlm. 62-84). London: Routledge.
Artikel dalam jurnal atau majalah: Kansil, C.L. 2002. Orientasi Baru Penyelenggaraan Pendidikan Program Profesional dalam Memenuhi
Kebutuhan Dunia Industri. Transpor, XX (4): 57-61.
96
Artikel dalam koran: Pitunov, B. 13 Desember, 2002. Sekolah Unggulan ataukah Sekolah Pengunggulan? Majapahit Pos,
hlm. 4 &11.
Tulisan/berita dalam koran (tanpa nama pengarang): Jawa Pos. 22 April, 1995. Wanita Kelas Bawah Lebih Mandiri, hlm. 3.
Dokumen resmi: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1978. Pedoman Penulisan Laporan Penelitian. Jakarta:
Depdikbud. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
1990. Jakarta: PT Armas Duta Jaya.
Buku terjemahan: Ary, D., Jacobs, L.C. & Razavieh, A. 1976. Pengantar Penelitian Pendidikan. Terjemahan oleh Arief
Furchan. 1982. Surabaya: Usaha Nasional.
Skripsi, Tesis, Disertasi, Laporan Penelitian: Kuncoro, T. 1996. Pengembangan Kurikulum Pelatihan Magang di STM Nasional Malang Jurusan
Bangunan, Program Studi Bangunan Gedung: Suatu Studi Berdasarkan Kebutuhan Dunia Usaha
Jasa Konstruksi. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS IKIP Malang.
Makalah seminar, lokakarya, penataran: Waseso, M.G. 2001. Isi dan Format Jurnal Ilmiah. Makalah disajikan dalam Seminar Lokakarya
Penulisan Artikel dan Pengelolaan Jurnal Ilmiah, Universitas Lambungmangkurat, Banjarmasin,
9-11 Agustus.
Internet (karya individual): Hitchcock, S., Carr, L. & Hall, W. 1996. A Survey of STM Online Journals, 1990-1995: The Calm before
the Storm, (Online), (http://journal.ecs.soton.ac.uk/survey/survey.html), diakses 12 Juni 1996.
Internet (artikel dalam jurnal online):
Kumaidi. 1998. Pengukuran Bekal Awal Belajar dan Pengembangan Tesnya. Jurnal Ilmu Pendidikan,
(Online), Jilid 5, No. 4, (http://www.malang.ac.id), diakses 20 Januari 2000.
Internet (bahan diskusi): Wilson, D. 20 November 1995. Summary of Citing Internet Sites. NETTRAIN Discussion List, (Online),
([email protected]), diakses 22 November 1995.
Internet (e-mail pribadi): Naga, D.S. ([email protected]). 1 Oktober 1997. Artikel untuk JIP. E-mail kepada Ali Saukah
(jippsi@ mlg.ywcn.or.id).
9. Tata cara penyajian kutipan, rujukan, tabel, dan gambar mengikuti ketentuan dalam Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah (Universitas Negeri Malang, 2001) atau mencontoh langsung tata cara yang digunakan
dalam artikel yang telah dimuat. Artikel berbahasa Indonesia menggunakan Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (Depdikbud, 1987). Artikel berbahasa Inggris menggunakan
ragam baku.
10. Artikel 3 (tiga) eksemplar dan soft copynya dikirimkan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum bulan
penerbitan kepada :
Jurnal Karya Pendidikan (JKP)
Jl. Raya Trojalu-Baureno No.324 Telp. 081331124589
email : [email protected]
Website : www.jkpbjn,wordpress.com
11. Penulis yang artikelnya dimuat wajib membayar kontribusi biaya. Sebagai imbalannya, penulis
menerima nomor bukti pemuatan sebanyak 3 (tiga) eksemplar. Artikel yang tidak dimuat tidak akan
dikembalikan, kecuali atas permintaan penulis.
12. Segala sesuatu yang menyangkut perijinan pengutipan atau penggunaan software komputer untuk
pembuatan naskah atau ihwal lain yang terkait dengan HAKI yang dilakukan oleh penulis artikel, berikut
konsekuensi hukum yang mungkin timbul karenanya, menjadi tanggung jawab penuh penulis artikel
tersebut.