PENGARUH DISIPLIN DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI GGI HOTEL
BATAM
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh
Gelar Ahli Madya
Oleh :
DINA SEPTRISNA
NIM. 11002765
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
AKADEMI AKUTANSI PERMATA HARAPAN
BATAM
2016
ABSTRAK
PENGARUH DISIPLIN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA GRAHA GEMILANG INTERNASIONAL HOTEL
BATAM
Dina Septrisna 11002765
Dosen Pembimbing:
David Panjaitan ,SE,M.Si
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) pengaruh disiplin terhadap kinerja karyawan; 2) pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja karyawan; 3) pengaruh disiplin dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan. Populasi karyawan bagian produksi pada Graha Gemilang Internasional Hotel Batam, yang berjumlah 60 orang yang sama dijadikan sampel. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji validitas dan realibilitas digunakan untuk uji coba, regresi linier berganda, uji F,uji T, serta uji R2. Dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 21, penelitian ini menunjukkan bahwa koefisien determinasi sebesar 40,2%, variable kinerja karyawan mampu dijelaskan oleh disiplin dan motivasi kerja sebagai variable independen dan sisanya 59.8% kinerja karyawan pada Graha Gemilang Internasional Hotel Batam dipengaruhi oleh factor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini dan hasil analisis linear yaitu Y= 14.310+0.373 X1 + 0.266 X2+e. Hasil Penelitian ini adalah bahwa terdapat pengaruh signifikan antara disiplin dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan, dan terdapat pengaruh antara motivasi kerja terhadap kinerja karyawan namun secara simultan, disiplin kerja dan motivasi juga berpengaruh terhadap kinerja karyawan di Graha Gemilang Internasional Hotel Batam. Kata kunci: Disiplin, Motivasi Kerja, dan Kinerja Karyawan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam suatu sistem operasi perusahaan, potensi Sumber Daya Manusia pada
hakekatnya merupakan salah satu modal dan memegang suatu peran yang paling
penting dalam mencapai tujuan perusahaan. Oleh karena itu perusahaan perlu
mengelola Sumber Daya Manusia sebaik mungkin. Begitu juga untuk menghadapi
persaingan saat ini, hotel harus mampu memiliki Sumber Daya Manusia yang
berkualitas. Sumber Daya Manusia merupakan aspek yang krusial untuk menunjang
produktivitas sebuah hotel agar mampu bertahan di dalam ketatnya persaingan
perhotelan saat ini. Oleh karena itu, sebuah perusahaan harus mampu mengelola
Sumber Daya Manusianya dengan baik agar dapat meningkatkan produktivitas di
perusahaan tersebut. Perusahaan harus dapat memiliki produktivitas yang baik untuk
memenuhi target perusahaan yang sudah ditetapkan.
Kinerja karyawan yang baik dengan etos kerja yang tinggi akan membantu
perusahaan untuk dapat memenuhi target perusahaan tersebut dan membantu
perusahaan memperoleh keuntungan, sedangkan bila kinerja karyawan menurun dan
buruk maka akan merugikan perusahaan tersebut. Oleh karena itu, maka perusahan
harus dapat mengelola karyawan dengan baik agar kinerja karyawan dapat maksimal,
tidak ada konflik antar karyawan, serta tercapainya kepuasan kerja karyawan.
Menurut Simamora (2002:21) kinerja merupakan hasil kerja yang dapat dicapai
oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab masing masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan
organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan
moral maupun etika. Menurut Bangun (2012:4) salah satu sumber daya organisasi
yang memiliki peran penting dalam mencapi tujuannya adalah sumber daya manusia.
Oleh karena itu, maka perlu adanya perhatian khusus agar kinerja karyawan dapat
maksimal. Kinerja karyawan yang menurun tentu akan sangat mempengaruhi
stabilitas perusahaan. Dimana karyawan dengan kinerja yang buruk, semangat kerja
yang kurang akan membuat target perusahaan menjadi tidak tercapai sehingga
perusahaan akan sulit untuk bersaing dengan perusahaan lain dan pada akhirnya dapat
juga mengalami kebangkrutan jika tidak segera diberikan solusi yang tepat untuk
menghadapi masalah kinerja tersebut. Menjalankan perusahaan perhotelan dituntut
untuk terus melakukan pembenahan di berbagai aspek terutama dibidang SDM.
Salah satu perusahaan yang berbentuk hotel adalah Hotel GGI yang beralamat di
Jalan Duyung Sei Jodoh Batu Ampar Batam. Perusahaan ini didirikan pada tahun
2012 dengan lokasi strategis yaitu di depan Pelabuhan Internasional dimana menjadi
lokasi yang tepat untuk singgah dan bermalam. Hotel GGI memiliki kamar dengan
jumlah 160 kamar dan karyawan dengan jumlah 60 orang. Hotel GGI Batam dengan
konsep elegansi yang dipadukan dengan klasik ini membagi kelas kamarnya dalam 4
kelas yaitu Presiden, Superiuor, Exclusive 3 dan Deluxe. Karyawan pada hotel ini
juga terbagi dalam beberapa departemen yaitu house keeping department, spa and
massage departemen, food and beverage, dan front office department.
Berdasarkan kegiatan survei yang dilakukan oleh penulis dengan menggunakan
metode wawancara kepada HRD Hotel GGI diperoleh informasi bahwa terdapat
indikasi penurunan kinerja karyawan Hotel GGI pada tiga bulan terakhir di akhir
tahun 2015 yaitu pada bulan Oktober dan November. Kinerja karyawan dilihat
mengalami penurunan yang terus meningkat dari bulan Oktober hingga bulan
November yang dibuktikan dengan tingkat komplain konsumen kepada Hotel yang
tinggi pada bulan Oktober dan meningkat hingga ke bulan November. Indikasi
penurunan kinerja karyawan juga dibuktikan dengan ketidaktepatan waktu
penyelesaian pekerjaan oleh karyawan. Masih terdapat beberapa karyawan yang
merasa kesulitan untuk mengatasi seluruh keinginan dari tamu-tamu serta untuk dapat
menyelesaikan pekerjaan tepat waktu.
Menurut pendapat dari HRD Hotel GGI yang dimintai keterangan pada saat
wawancara dilakukan pada tanggal 5 Desember 2015 mengatakan bahwa penurunan
kinerja yang terjadi kepada karyawan Hotel GGI terjadi karena mereka tidak
mendapat kompensasi kerja yang sepadan walaupun pekerjaan yang dilakukan pada
hari-hari tertentu lebih berat dari hari biasanya, kurangnya perhatian dari atasan
kepada karyawan, disiplin kerja yang rendah dikarenakan tata tertib yang kurang
tegas dalam implementasinya, motivasi kerja karyawan 4 yang rendah dikarenakan
lingkungan kerja yang tidak kondusif, serta beban kerja yang sangat tinggi di tiga
bulan terakhir pada tahun 2015.
Dari hasil penelitian Setiawan 2014 yang merupakan penelitian terdahulu,
diketahui bahwa kinerja karyawan dapat diukur dari indikator: ketepatan penyelesaian
tugas, kesesuaian jam kerja, tingkat kehadiran, dan kerjasama antar karyawan.
Indikator pengukur kinerja karyawan tersebut belum sepenuhnya dapat terlaksana di
Hotel GGI Batam. Menurunnya kinerja karyawan Hotel GGI Batam dapat disebabkan
oleh beberapa faktor. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari HRD Hotel GGI
Batam diketahui bahwa selama ini penurunan kinerja karyawan disebabkan oleh
beberapa faktor yang tersaji pada tabel di bawah ini:
Tabel 1.1 Hasil Survei Mengenai Penyebab Menurunnya Kinerja Karyawan Hotel GGI Batam.
No Faktor Penyebab Menurunnya Kinerja Karyawan Jumlah Jawaban Persentase
1
2
3
4
Ketidaktepatan penyelesaian tugas
Ketidaksesuain jam kerja
Tingkat kehadiran yang menurun
Kurangnya kerja sama antara karyawan
7
6
4
3
35%
30%
20%
15%
Total 20 100%
Sumber: Hasil Survei dari HRD GGI Hotel Batam Tahun 2015
Dari Tabel 1.1 Hasil survey tersebut menunjukkan sebanyak 7 orang (35%)
menurunnya kinerja karyawan disebabkan ketidaktepatan penyelesain tugas, dan
sebanyak 3 orang (15%) mengatakan bahwa menurunnya kinerja karyawan karena
karyawan Hotel GGI Batam kurang bekerjasama dengan karyawan lain dalam
menyelesaikan pekerjaan atau suatu tugas yang ditentukan oleh perusahaan.
Menurunnya kinerja karyawan juga dapat dilihat dari data ketidaktepatan waktu
karyawan dalam menyelesaikan persiapan kamar untuk tamu.
Menurut Hasibuan (2006:20), faktor disiplin sangat berpengaruh terhadap kinerja
karyawan. Disiplin biasanya berbanding lurus terhadap produktivitas karyawan dalam
suatu perusahaan, bila tingkat disiplin karyawan suatu perusahaan baik, maka tingkat
produktivitas perusahaan itu juga akan baik. Penegakkan disiplin yang terlalu tinggi
bisa memicu stres kerja karyawan atau bisa juga memicu motivasi karyawan karena
beberapa karyawan cenderung malas bekerja bila tidak ada penegakkan disiplin yang
tegas.
Menurut Hasibuan (2006:23), kedisiplinan merupakan fungsi Manajemen
Sumber Daya Manusia (MSDM) yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan
karena tanpa disiplin yang baik sulit terwujud tujuan yang maksimal. Hotel GGI
memiliki tingkat kedisiplinan yang rendah, dibuktikan dengan tingkat kehadiran
karyawan yang rendah dan ketidaktepatan waktu ketika masuk kerja. Tingkat disiplin
karyawan GGI yang rendah terjadi karena peraturan yang sudah ditetapkan oleh Hotel
terhadap karyawan tidak begitu diperhatikan, tidak adanya sanksi yang berat untuk
karyawan yang melanggar, serta perhatian yang kurang dari atasan kepada bawahan.
Menurut keterangan dari HRD Hotel GGI Batam diketahui bahwa selama ini
rendahnya disiplin kerja Hotel GGI Batam dapat disebabkan oleh beberapa faktor
yang tersaji pada tabel di bawah ini :
Tabel 1.2 Hasil Survei Mengenai Penyebab Rendahnya Disiplin Kerja Karyawan GGI Hotel Batam No Faktor Penyebab Rendahnya Disiplin Krja Krywan Jumlah Jawaban Persentase
1 Terkait sikap : kurangnya kesadaran karyawan
dalam melaksanakan tugas 5 25%
2 Terkait norma : karyawan sering melakukan
pelanggaran peraturan 8 40%
3 Terkait tanggung jawab : kurangnya kemampuan
karyawan dalam melaksanakan tugas 7 35%
Total : 20 100%
Sumber: Hasil Survei dari HRD Hotel GGI Batam Tahun 2015
Dari Tabel 1.2 Hasil survey tersebut menunjukkan sebanyak 5 orang (25%)
rendahnya disiplin kerja karyawan karena kurangnya kesadaran karyawan dalam
melaksanakan tugas, dan sebanyak 8 orang (40%) mengatakan bahwa rendahnya
disiplin kerja karyawan karena karyawan sering melakukan pelanggaran peraturan.
Menurut Purba (2006:67) motivasi merupakan suatu motif yang mendorong dan
memberikan semangat kerja kepada bawahan, memberikan kekuatan terhadap
aktivitas-aktivitas dan mengarahkan tingkah laku bawahan agar mengarah pada
sasaran yang ingin dicapai. Dengan adanya motivasi yang diberikan atasan kepada
bawahan di dalam perusahaan maka akan dapat berpengaruh signifikan kepada
kinerja karyawan dan dapat bermanfaat bagi perusahaan dalam mencapai tujuan
perusahaan yang menjadi target perusahaan. Motivasi yang berkelanjutan berdampak
positif untuk mendukung kinerja karyawan.
Berdasarkan hasil wawancara kepada HRD Hotel GGI pada pra survey diperoleh
informasi bahwa manajer tingkat menengah sekelas supervisor dilihat kurang
memiliki kedekatan kepada karyawan yang dipimpinnya dan juga kurang intens
dalam memberikan motivasi kepada karyawan bawahannya, sehingga berdampak
rendahnya semangat kerja karyawan, karena merasa kurang diperhatikan dan
mengakibatkan kinerja karyawan menjadi tidak optimal. Selain itu, motivasi kerja
karyawan yang rendah juga terjadi karena dilihat kedekatan antar karyawan juga
rendah sehingga lingkungan kerja yang terbentuk kurang kondusif. Menurut
keterangan dari HRD Hotel GGI Batam diketahui bahwa selama ini penyebab
menurunnya motivasi kerja karyawan Hotel GGI Batam diindikasikan dengan
beberapa faktor yang tersaji pada tabel di bawah ini:
Tabel 1.3 Hasil Survei Mengenai Penyebab Rendahnya Motivasi Kerja Karyawan Hotel GGI Batam
No Faktor Penyebab Rendahnya Disiplin Krja Krywan Jumlah Jawaban Persentase
1 Tidak adanya kebutuhan berprestasi 6 30%
2 Tidak adanya kebutuhan afiliasi 5 25%
3 Tidak adanya kebutuhan kekuasan 9 45%
Total 20 100%
Sumber: Hasil Survei dari HRD Hotel GGI Batam Tahun 2015
Dari Tabel 1.3 Hasil survei tersebut menunjukkan 5 orang (25%) mengatakan
bahwa menurunnya motivasi kerja karyawan karena tidak adanya kebutuhan afiliasi
dalam diri karyawan. Sementara itu, sebanyak 9 orang (45%) mengatakan bahwa
menurunnya motivasi kerja karyawan karena tidak adanya kebutuhan kekuasan dalam
diri karyawan.
Tingkat disiplin kerja karyawan dan motivasi kerja karyawan akan sangat
mempengaruhi kinerja karyawan dan berpengaruh terhadap produktivitas sebuah
perusahaan. Perusahaan tidak dapat berjalan dengan baik bila pengelolaan karyawan
dalam kedisplinan dan motivasi terhadap karyawan tidak dikelola dengan sebaik-
baiknya. Sehingga dengan demikian peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut
pengaruh antara variabel kinerja karyawan, disiplin kerja, dan motivasi kerja pada
karyawan Hotel GGI Batam. Mengacu pada uraian tersebut maka penulis mengangkat
judul penelitian mengenai Pengaruh Disiplin, Motivasi terhadap Kinerja Karyawan
pada Hotel GGI Batam.
1.2 Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang ada mengenai faktor faktor yang
memengaruhi kinerja karyawan Hotel GGI Batam, maka penelitian ini memfokuskan
pada pengaruh disiplin kerja dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan Hotel GGI
Batam.
1.3 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah disiplin berpengaruh terhadap kinerja karyawan di Hotel GGI Batam
2. Apakah motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan di Hotel GGI
Batam ?
3. Apakah disiplin dan motivasi kerja berpengaruh secara bersama-sama
terhadap kinerja karyawan di Hotel GGI Batam ?
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian adalah sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui pengaruh disiplin terhadap kinerja karyawan di Hotel GGI
Batam.
2. Untuk mengetahui pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja karyawan di Hotel
GGI Batam.
3. Untuk mengetahui pengaruh disiplin dan motivasi kerja secara bersama-sama
terhadap kinerja pada karyawan di Hotel GGI Batam.
1.5 Manfaat Penelitian
Dengan tercapainya tujuan-tujuan tersebut, maka penelitian ini diharapkan akan
memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
Penelitian ini bisa dijadikan landasan dalam mengembangkan model penelitian
mengenai pengaruh disiplin kerja dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan
yang lebih komprehensif dengan objek yang lebih luas.
2. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pihak manajemen
Hotel GGI Batam.
3.Secara Akademik
Penelitian ini memberikan manfaat bagi penulis dalam mengembangkan
wacana dunia bisnis terutama dalam pengaruh disiplin kerja dan motivasi kerja
terhadap kinerja karyawan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kinerja Karyawan
2.1.1 Pengertian Kinerja
Menurut Wirawan (2009:5) kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-
fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu
tertentu. Sesuai Hasibuan (2006:34) kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai
seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang
didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu.
Menurut Mangkunegara (2006:67) kinerja karyawan adalah hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Bangun
(2012:99) mengatakan kinerja adalah hasil pekerjaan yang dicapai seseorang
berdasarkan persyaratan-persyaratan pekerjaan, persyaratan biasa disebut dengan
standar kerja, yaitu tingkat yang diharapkan suatu pekerjaan tertentu untuk dapat
diselesaikan dan diperbandingan atas tujuan atau target yang ingin dicapai.
Dari beberapa pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan adalah
hasil kerja yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu organisasi agar tercapai tujuan
yang diiginkan suatu organisasi dan meminimalisir kerugian.
2.1.2 Indikator Kinerja karyawan
Menurut Sugiyono (2013:105) Indikator kinerja adalah sebagai berikut :
1. Kuantitas
Kuantitas merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah seperti
jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang di selesaikan, kuantitas yang di ukur
dari presepsi pegawai terhadap jumlah aktivitas yang di tugaskan berserta
hasilnya.
2. Kualitas
Kualitas adalah ketaatan dalam prosedur, displin, dedikasi.tingkat dimana
hasil aktivitas yang dikehendaki mendekati sempurna dalam arti
menyesuaikan beberapa cara ideal dari penampilan aktivitas, maupun
memenuhi tujuan-tujuan yang diharapkan dari suatu aktivitas. Kualitas kerja
di ukur dari persepsi pegawai terhadap kualitas pekerjaan yang dihasilkan
serta kesempurnaan tugas terhadap ketrampilan dan kemampuan pegawai.
3. Keandalan
Keandalan adalah kemampuan untuk melakukan pekerjaan yang disyaratkan
dengan supervise minimum.kehandalan yakni mencakup konsistensi kinerja
dan kehandalan dalam pelayanan, akurat, benar dan tepat.
4. Kehadiran
Kehadiran adalah keyakinan akan masuk kerja setiap hari dan sesuai dengan
jam kerja.
5. Kemampuan kerja sama
Kemampuan kerja sama adalah kemampuan seorang tenaga kerja untuk
bekerja sama dengan orang lain dalam menyelesaikan suatu tugas dan
pekerjaan yang telah di tetapkan sehingga mencapai daya guna dan hasil guna
yang sebesar-besarnya.
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
Menurut Mangkunegara (2011;68) menyatakan ada dua macam faktor yang
mempengaruhi kinerja seseorang yaitu:
1. Faktor kemampuan
Yaitu faktor kemampuan secara psikologis kemampuan (ability) pegawai
terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan).
Oleh karena itu pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai
dengan keahliannya.
2. Faktor motivasi
Faktor motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam
menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang
menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi
(tujuan kerja). Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri
pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal.
2.2 Disiplin
2.2.1 Pengertian Disiplin
Menurut Singodimejo, disiplin adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang
untuk mematuhi dan menaati norma-norma peraturan yang berlaku disekitarnya
(dalam Edy sutrisno, 2009:86). Disiplin karyawan yang baik akan mempercepat
tujuan perusahaan, sedangkan disiplin merosot akan menjadi penghalang dan
memperlambat pencapaian tujuan perusahaan.
Disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri karyawan
terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan. Dalam arti yang lebih sempit dan
banyak dipakai, disiplin berarti tindakan yang diambil dengan penyeliaan untuk
mengoreksi perilaku dan sikap yang salah pada sementara karyawan (Siagian,2002
dalam buku Edy sutrisno, 2009:86). Bentuk disiplin yang baik akan tercemin pada
suasana, yaitu:
1. Tingginya rasa kepedulian karyawan terhadap pencapaian tujuan perusahaan.
2. Tingginya rasa semangat dan gairah kerja dan inisiatif pada karyawan dalam
melakukan pekerjaan.
3. Besarnya rasa tanggung jawab para karyawan untuk melaksanakan tugas
dengan sebaik-baiknya.
4. Berkembangnya rasa memiliki dan rasa solidaritas yang tinggi dikalangan
karyawan.
5. Meningkatnya efisiensi dan produktivitas kerja para karyawan.
Menurut Terry (Tohardi, 2006 dalam buku Edy sutrisno, 2009:87), disiplin
merupakan alat penggerak karyawan.Agar tiap pekerja dapat berjalan dengan lancar,
maka harus diusahakan agar ada displin yang baik.Terry kurang setuju jika disiplin
hanya dihubungkan dengan hal-hal yang kurang menyenangkan (hukuman), karena
sebenarnya hukuman merupakan alat paling akhir untuk menengakkan disiplin.
Menurut Beach (Siagian, 2006 dalam buku Edy sutrisno, 2009:87), disiplin
mempunyai dua pengertian.Arti yang pertama, melibatkan belajar atau mencetak
perilaku dengan menerapkan imbalan dan hukuman.Arti kedua lebih sempit lagi,
yaitu disiplin ini hanya bertalian dengan tindakan hukuman terhadap pelaku
kesalahan.
Dari pendapat para ahli diambil kesimpulan, disiplin adalah sikap hormat terhadap
peraturan dan ketetapan perusahaan, yang ada dalam diri karyawan, yang
menyebabkan ia dapat menyesuaikan diri dengan sukarela pada peraturan dan
ketetapan perusahaan.
2.2.2 Tujuan Disiplin
Menurt Saya Disiplin adalah ciri utama organisasi dan disiplin adalah satu
metode untuk memelihara keteraturan tersebut.Tujuan utama disiplin adalah untuk
meningkatkan efisiensi semaksimal mungkin dengan cara mencegah pemborosan
waktu dan energy. Selain itu, disiplin mencoba untuk mencegah kerusakan atau
kehilangan harta benda, mesin, peralatan dan perlengkapan kerja yang disebabkan
oleh ketidakhati-hatian, sendau gurau atau pencurian.Disiplin mencoba mengatasi
kesalahan dan keteledoran yang disebabkan karena kurang perhatian,
ketidakmampuan, dan keterlambatan. Disiplin berusaha mencegah permulaan kerja
yang lambat atau terlalu awalnya mengakhiri kerja yang disebabkan karena
keterlambatan atau kemalasan. Disiplin juga berusaha untuk mengatasi perbedaan
pendapat antar karyawan dan mencegah ketidaktaatan yang disebabkan oleh salah
pengertian dan salah penafsiran.
Disiplin kerja dapat dilihat sebagai sesuatu yang besar manfaatnya, baik bagi
kepentingan organisasi maupun bagi para karyawan. Bagi organisasi adanya disiplin
kerja akan menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas,
sehingga diperoleh hasil yang optimal. Adapun bagi karyawan akan diperoleh
suasana kerja yang menyenangkan sehingga akan menambah semangat kerja dalam
melaksanakan pekerjaannya. Dengan demikian, karyawan dapat melaksanakan
tugasnya dengan penuh kesadaran serta dapat mengembangkan tenaga dan pikirannya
semaksimal mungkin demi terwujudnya tujuan organisasi.
2.2.3 Indikator Disiplin
Kedisiplinan harus ditegakkan dalam suatu organisasi perusahaan.Tanpa
dukungan disiplin karyawan yang baik, sulit perusahaan untuk mewujudkan
tujuannya. Jadi, kedisiplinan adalah kunci keberhasilan suatu perusahaan dalam
mencapai tujuannya.
Pada dasarnya banyak indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan
suatu organisasi (Malayu S.P. Hasibuan, 2013:194) di antaranya :
1. Tujuan dan Kemampuan
Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan.
Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan di tetapkan secara ideal serta cukup
menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan
(pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan
kemampuan karyawan bersangkutan, agar dia bekerja sungguh-sungguh dan
2. Teladan Pimpinan
Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan karyawan
karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya.
Pimpinan harus memberi contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil, serta
sesuai kata dengan perbuatan. Dengan teladan pimpinan yang baik,
kedisplinan bawahan pun akan ikut baik. Jika teladan pimpinan yang baik,
kedisplinan bawahan pun akan ikut baik. Jika teladan pimpinan kurang baik
(kurang berdisplin), para bawahan pun akan kurang disiplin.
3. Balas Jasa
Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan karyawan
karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan
terhadap perusahaan/pekerjaannya. Jika kecintaan karyawan semakin baik
terhadap pekerjaan, kedisiplinan merekan akan semakin baik pula.
Untuk menwujudkan kedisiplinan karyawan yang baik, perusahaan harus
memberikan balas jasa yang relative besar. Kedisiplinan karyawan tidak
mungkin baik apabila jasa yang mereka terima kurang memuaskan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya serta keluarga.
4. Keadilan
Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena ego dan
sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan
sama dengan manusia lainnya.
Keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa
(pengakuan) atau hukuman akan merangsang terciptanya kedisiplinan
karyawan yang baik. Manajer yang cakap dalam memimpin selalu berusaha
bersikap adil terhadap semua bawahannya. Dengan keadilan yang baik akan
menciptakan kedisiplinan yang baik pula. Jadi, keadilan harus diterapkan
dengan baik pada setiap perusahaan supaya kedisiplinan karyawan perusahaan
baik pula.
5. Waskat
Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam
menwujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan. Dengan waskat berarti
atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah
kerja, dan prestasi kerja bawahannya. Hal ini berarti atasan harus selalu
ada/hadir di tempat kerja agar dapat mengawasi dan memberikan petunjuk,
jika ada bawahannya yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan
pekerjaannya.
6. Sanksi Hukuman
Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan.
Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan akan semakin takut
melanggar peraturan-peraturan perusahaan, sikap, dan perilaku indispliner
karyawan akan berkurang. Berat/ringannya sanksi hukuman yang akan di
terapkan ikut mempengaruhi baik/buruknya kedisplinan karyawan. Sanksi
hukuman harus ditetapkan berdasarkan pertimbangan logis, masuk akal, dan
diinformasikan secara jelas kepada semua karyawan.
7. Ketegasan
Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi
kedisplinan karyawan perusahaan. Pimpinan harus berani dan tegas, bertindak
untuk menghukum setiap karyawan yang indispliner sesuai dengan sanksi
hukuman yang telah ditetapkan. Pimpinan yang berani bertindak tegas
menerapkan hukuman yang telah ditetapkan. Pimpinan yang berani bertindak
tegas menerapkan hukuman bagi karyawan yang indispliner akan disegani dan
diakui kepemimpinannya oleh bawahan.
8. Hubungan Kemanusiaan
Hubungan kemanusiaan yang harmonis di antara sesama karyawan ikut
menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan. Hubungan-
hubungan yang baik bersifat vertikal maupun horizontal yang terdiri dari
direct single relationship, direct group relationship, dan cross relationship
hendaknya harmonis.
2.2.4 Faktor-faktor Disiplin
Menurut Singodimedjo, 2006 (dalam buku Edy sutrisno, 2009:89), faktor yang
mempengaruhi disiplin karyawan adalah :
1. Besar kecilnya pemberian kompensasi
Besar kecilnya kompensasi dapat mempengaruhi tegaknya disiplin. Para
karyawan akan mematuhi segala peraturan yang berlaku, bila ia merasa
mendapat jaminan balas jasa yang setimpal dengan jerih payahnya yang telah
di kontribusikan bagi perusahaan. Bila ia menerima kompensasi yang
memadai, mereka akan dapat bekerja tenang dan tekun, serta selalu berusaha
bekerja dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi, bila ia merasa kompensasi yang
diterimanya jauh dari memadai, maka ia akan berpikir mendua, dan berusaha
untuk mencari tambahan penghasilan lain di luar, sehingga menyebabkan ia
sering mangkir, sering minta izin keluar.
2. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan
Keteladanan pimpinan sangat penting sekali, karena dalam lingkungan
perusahaan, semua karyawan akan selalu memerhatikan bagaimana pimpinan
dapat menegakkan disiplin dirinya dan bagaimana ia dapat mengendalikan
dirinya dari ucapan, perbuatan, dan sikap yang dapat merugikan aturan displin
yang sudah di tetapkan.
3. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan
Pembinaan disiplin tidak akan dapat terlaksana dalam perusahaan, bila tidak
ada aturan tertulis yang pasti untuk dapat dijadikan pegangan bersama.
Disiplin tidak mungkin ditegakkan bila peraturan yang dibuat hanya
berdasarkan instruksi lisan yang dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi
dan situasi. Para karyawan akan mau melakukan disiplin bila ada aturan yang
jelas dan diinformasikan kepada mereka. Bila aturan disiplin hanya menurut
selera pimpinan saja, atau berlaku untuk orang tertentu saja, jangan diharap
bahwa para karyawan akan mematuhi aturan tersebut. Oleh sebab itu, disiplin
akan dapat di tegakkan dalam suatu perusahaan, jika ada aturan tertulis yang
telah disepakati bersama. Dengan demikian para karyawan akan mendapatkan
suatu kepastian bahwa siapa saja dan perlu dikenakan sanksi tanpa pandang
bulu.
4. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan
Bila ada seorang karyawan yang melanggar disiplin, maka perlu ada
keberanian pimpinan untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan tingkat
pelanggaran yang dibuatnya. Dengan adanya tindakan terhadap pelanggar
disiplin, sesuai dengan sanksi yang ada, maka semua karyawan akan merasa
terlindungi, dan dalam hatinya berjanji tidak akan berbuat hal yang serupa.
5. Ada tidaknya pengawasan pimpinan
Dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan perlu ada pengawasan,
yang akan mengarahkan para karyawan agar dapat melaksanakan pekerjaan
dengan tepat dan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Namun sudah menjadi
tabiat manusia pula bahwa mereka selalu ingin bebas, tanpa terikat atau diikat
oleh peraturan apa pun juga. Dengan adanya pengawasan seperti demikian,
makan sedikit banyak para karyawan akan terbiasa melaksanakan disiplin
kerja. Mungkin untuk sebagian karyawan yang sudah menyadari arti disiplin,
pengawasan seperti ini tidak perlu, tetapi bagi karyawan lainnya, tegaknya
disiplin masih perlu agak dipaksakan, agar mereka tidak berbuat semaunya
dalam perusahaan.
6. Ada tidaknya perhatian kepada para karyawan
Karyawan adalah manusia yang mempunyai perbedaan karakter antara yang
satu dengan yang lain. Seorang karyawan tidak hanya puas dengan
penerimaan kompensasi yang tinggi, pekerjaan yang menantang, tetapi juga
mereka masih membutuhkan perhatian yang besar dari pimpinannya sendiri.
Keluhan dan kesulitan mereka ingin didengar, dan di carikan jalan keluarnya,
dan sebagainya. Pimpinan yang berhasil memberi perhatian yang besar
kepada para karyawan akan dapat menciptakan disiplin kerja yang baik.
Karena ia bukan hanya dekat dalam arti jarak fisik, tetapi juga mempunyai
jarak dekat dalam artian jarak batin. Pimpinan demikian akanselalu dihormati
dan dihargai oleh para karyawan, sehingga akan berpengaruh besar kepada
prestasi, semangat kerja, dan moral kerja karyawan.
7. Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin
Pemimpin yang kurang baik, yang memakai kekuasaannya dengan sewenang-
wenang dan menggunakan ancaman terus-menerus, kadang dapat memperoleh
apa yang tampak sebagai disiplin yang baik, namun rasa gelisah dan tidak
tenteram yang timbul dari peraturan yang keras dan paksaan saja, dapat
meledak di muka pemimpin setiap waktu. Dengan kepemimpinan yang baik,
seorang pemimpin dapat berbuat banyak untuk menciptakan iklim kerja yang
memungkinkan penegakan disiplin sebagai proses yang wajar, karena para
karyawan akan menerima serta mematuhi peraturan-peraturan dan kebijakan-
kebijakan sebagai pelindung bagi keberhasilan pekerjaan dan kesejahteraan
pribadi mereka.
2.3 Motivasi Kerja
2.3.1 Pengertian Motivasi
Menurut Edwin B Flippo (Malayu S.P. Hasibuan, 2013:143) Motivasi adalah
suatu keahlian, dalam mengarahkan pegawai dan organisasi agar mau bekerja secara
berhasil, sehingga keinginan para pegawai dan tujuan organisasi sekaligus tercapai.
Menurut American Encyclopedia (Malayu S.P. Hasibuan, 2013:143) Motivasi adalah
kecenderungan (suatu sifat yang merupakan pokok pertentangan) dalam diri
seseorang yang membangkitkan topangan dan mengarahkan tindak-tanduknya.
Motivasi meliputi faktor kebutuhan biologis dan emosional yang hanya dapat diduga
dari pengamatan tingkah laku manusia.
Menurut Merle J. Moskowits (Malayu S.P. Hasibuan, 2013:143-144) Motivasi
secara umum di definisikan sebagi inisiasi dan pengarahan tingkah laku dan pelajaran
motivasi sebenarnya merupakan pelajaran tingkah laku. Dari pendapat para ahli
diambil kesimpulan motivasi adalah berbagai usaha yang dilakukan oleh manusia
tentunya untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya. Namun, agar keinginan dan
kebutuhannya dapat terpenuhi tidaklah mudah didapatkan apabila tanpa usaha yang
maksimal. Dalam pemenuhan kebutuhannya, seseorang akan berperilaku sesuai
dengan dorongan seseorang akan berperilaku sesuai dengan dorongan yang dimiliki
dan apa yang mendasari perilakunya.
2.3.2 Indikator Motivasi Kerja
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan indikator motivasi dari teori Maslow.
Teori hirarki kebutuhan dari Abraham Maslow menurut Sofyandi dan Garniwa
(2007 : 102). terdiri dari:
a. Kebutuhan Fisiologis (Physiological-need)
Kebutuhan Fisiologis merupakan hirarki kebutuhan manusia yang paling dasar
yang merupakan kebutuhan untuk dapat hidup seperti makan, minum, perumahan,
oksigen, tidur dan sebagainya.
b. Kebutuhan rasa aman (safety need)
Apabila kebutuhan fisiologis relative sudah terpuaskan, maka muncul kebutuhan
kedua yaitu kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan akan rasa aman ini meliputi
keamanan akan perlindungan dari bahaya kecelakaan kerja, jaminan akan
kelangsungan pekerjaannya dan jaminan akan hari tuanya pada saat mereka tidak
lagi bekerja.
c. Kebutuhan sosial (social-need)
Jika kebutuhan fisiologis dan rasa aman telah terpuaskan secara minimal, maka
akan muncul kebutuhan sosial. Yaitu kebutuhan untuk persahabatan, afiliasi dana
interaksi yang lebih erat dengan orang lain. Dalam organisasi akan berkaitan
dengan kebutuhan akan adanya kelompok kerja yang kompak, supervise yang
baik, rekreasi bersama dan sebagainya.
d. Kebutuhan penghargaan (Esteem-need)
Kebutuhan ini meliputi kebutuhan keinginan untuk dihormati, dihargai atas
prestasi seseorang, pengakuan atas kemampuan dan keahlian seseorang serta
efektifitas kerja seseorang.
e. Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization need)
Aktualisasi diri merupaka hirarki kebnutuhan dari Maslow yang paling tinggi.
Aktualisasi diri berkaitan dengan proses pengembangan potensi yang
sesungguhnya dari seseorang. Kebutuhan untuk menunjukkan kemampuan,
keahlian dan potensi yang dimiliki seseorang. Kebutuhan aktualisasi diri ada
kecenderungan potensinya yang meningkat karena orang mengaktualisasikan
perilakunya. Seseorang yang didominasi oleh kebutuhan akan aktualisasi diri
senangakan tugas-tugas yang menantang kemampuan dan keahliannya.
2.3.3 Tujuan Motivasi Kerja
Tujuan motivasi (Malayu S.P. Hasibuan, 2013:146) adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan
2. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan
3. Meningkatkan kedisiplinan karyawan
4. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan
5. Mengefektifkan pengadaan karyawan
6. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik
7. Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan
8. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan
9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya
10. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku
2.3.4 Jenis-jenis Motivasi Kerja
Jenis-jenis motivasi (Malayu S.P. Hasibuan, 2013,150) adalah sebagai berikut :
1. Motivasi Positif (Insentif Positif)
Motivasi positif maksudnya manajer memotivasi (merangsang) bawahan
dengan memberikan hadiah kepada merekan yang berprestasi di atas
prestasi standar. Dengan motivasi positif, semangat kerja bawahan akan
meningkat karena umumnya manusia senang menerima yang baik-baik saja.
2. Motivasi Negatif (Insentif Negatif)
Motivasi negatif maksudnya manajer memotivasi bawahan dengan standar
mereka akan mendapat hukuman. Dengan motivasi negative ini semangat
bekerja bawahan dalam jangka waktu pendek akan meningkat karena
meraka takut dihukum, tetapi untuk jangka waktu panjang dapat berakibat
kurang baik.
2.3.5 Metode Motivasi Kerja
Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2013:149), metode motivasi dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. Metode langsung (Direct motivation)
Motivasi langsung adalah motivasi (materiil & nonmaterial) yang diberikan
secara langsung kepada setiap individu karyawan untuk memenuhi kebutuhan
serta kepuasannya. Jadi sifatnya khusus, seperti pujian, penghargaan,
tunjangan hari raya, bonus, dan bintang jasa.
2. Metode tidak langsung (Indirect motivation)
Motivasi tidak langsung adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan
fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja/kelancaran
tugas sehingga para karyawan betah dan bersemangat melakukan
pekerjaannya. Misalnya, kursi yang empuk, mesin-mesin yang baik, ruangan
kerja yang terang dan nyaman, suasana pekerjaan yang serasi, serta
penempatan yang tepat. Motivasi tidak langsung besar pengaruhnya untuk
merangsang semangat bekerja karyawan sehingga produktif.
2.3.6 Teori Motivasi Kerja
1. Abraham H. Maslow
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Maslow (Malayu S.P Hasibuan,
2013:154), mengemukakan bahwa kebutuhan manusia itu dapat diklasifikasikan ke
dalam lima hierarki kebutuhan, sebagai berikut :
A. Physiological needs (kebutuhan fisik dan biologis)
Kebutuhan untuk mempertahankan hidup, yang termasuk dalam kebutuhan ini
adalah kebutuhan akan makan, minum, dan sebagainya. Keinginan untuk
memenuhi kebutuhan fisik ini merangsang seseorang berperilaku dan bekerja
dengan giat.
B. Safety and security needs (kebutuhan keselamatan dan keamanan)
Safety and security needs adalah kebutuhan akan kebebasan dari ancaman
yakni merasa aman dari ancaman kecelakaan dan keselamtan dalam
melaksanakan pekerjaan. Kebutuhan ini mengarah kepada dua bentuk.
C. Affiliation or acceptance needs (kebutuhan sosial)
Affiliation or acceptance needs adalah kebutuhan sosial, teman, afiliasi,
interaksi, dicintai dan mencintai, serta diterima dalam pergaulan kelompok
pekerja dan masyarakat lingkungannya. Pada dasarnya manusia normal tidak
akan mau hidup menyendiri seorang diri di tempat terpencil. Ia selalu
membutuhkan kehidupan berkelompok.
D. Status needs (kebutuhan akan penghargaan)
Status needs adalah kebutuhan akan penghargaan diri dan pengakuan serta
penghargaan prestise dari karyawan dan masyarakat lingkungannya. Idealnya
prestise timbul karena adanya prestasi, tetapi tidak selamanya demikian. Akan
tetapi perlu juga diperhatikan oleh pimpinan bahwa semakin tinggi kedudukan
seseorang dalam masyarakat atau posisi seseorang dalam suatu organisasi,
semakin tinggi pula prestisenya. Prestise dan status dimanifestasikan oleh
banyak hal yang digunakan sebagai simbol status itu.
E. Self actualization (kebutuhan aktualisasi diri)
Self actualization adalah kebutuhan akan aktualisasi diri dengan
menggunakan kemampuan, keterampilan, dan potensi optimal untuk
mencapai kinerja yang sangat memuaskan.
2. Frederick Hezberg
Frederick Herzberg (Malayu S.P. Hasibuan, 2013:157-158) mengemukakan dalam
teori motivasi terdapat dua macam faktor kebutuhan yaitu :
A. Kebutuhan akan kesehatan atau kebutuhan akan pemeliharaan atau
maintenance factors. Maintenance factors berhubungan dengan hakikat
manusia yang ini memperoleh ketentraman dan kesehatan badaniah. Faktor –
faktor pemeliharaan meliputi balas jasa, kondisi kerja fisik, kepastian
pekerjaan, supervise yang menyenangkan, mobil dinas, rumah dinas, dan
macam-macam tunjangan lain.
B. Faktor pemeliharaan menyangkut kebutuhan psikologis seseorang. Kebutuhan
ini meliputi serangkaian kondisi intrinsik, kepuasan pekerjaan (job content)
yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan menggerakkan tingkat motivasi
yang kuat, yang dapat menghasilkan prestasi pekerjaan yang baik. Jika
kondisi ini tidak ada, tidak akan menimbulkan rasa ketidakpuasan yang
berlebihan. Serangkaian faktor ini dinamakan satisfiers atau motivators yang
meliputi :
1. Prestasi atau achievement
2. Pengakuan atau recognition
3. Pekerjaan itu sendiri atau the work it self
4. Tanggung jawab atau responsibility
5. Kemajuan atau advancement
6. Pengembangan potensi individu atau the possibility of growth
2.4. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang menyangkut Pengaruh Disiplin Kerja dan Motivasi Kerja
terhadap Kinerja Karyawan sebagai berikut :
1. Pengaruh kepemimpinan, kompensasi, dan disiplin kerja terhadap kinerja
karyawan pada Hotel Cendana resort dan Spa ubud, Gianyar Bali yang ditulis oleh
I Wayan Tresna Ariana (2015). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
berdasarkan hasil uji t terhadap variabel disiplin kerja menunjukkan nilai hitung
lebih besar dari t tabel, maka dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan pada Cendana Hotel. Hasil
penelitian I Wayan Tresna Ariana yang sama dengan penelitian ini yaitu variable
disiplin kerja dan kinerja karyawan.
2. Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan serta dampaknya pada
kualitas pelayanan Housekeeping Department di Padma Hotel Bandung yang
ditulis oleh Nita Nilamsari (2015). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat
motivasi kerja ada pada klasifikasi tinggi sebesar 72,9 % yang mempengaruhi
kinerja karyawan. Hasil penelitian Nite Nilamsari yang sama dengan penelitian ini
yaitu variabel motivasi kerja dan kinerja karyawan.
3. Azwar (2015) melakukan penelitian tentang “Pengaruh Disiplin Kerja Terhadap
Kinerja Karyawan di Hotel Grand Inna Muara Padang. Berdasarkan hasil
penelitian disiplin kerja karyawan berada pada kategori sangat baik 87,75%,
kinerja karyawan berada pada kategori baik (68,36%). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara disiplin
kerja terhadap kinerja karyawan di Hotel Grand Inna Muara Padang yaitu sebesar
6,8%. Hasil penelitian Azwar yang sama dengan penelitian ini yaitu variable
pengaruh disiplin kerja dan kinerja karyawan.
2.5 Kerangka Berpikir
Berdasarkan uraian diatas maka dirumuskan paradigma mengenai pengaruh
disiplin kerja dan stres kerja terhadap kinerja pada Hotel GGI Batam seperti yang
terlihat pada gambar berikut ini :
Gambar 1.1 Paradigma Penelitian.
Disiplin Kerja (X1)
Motivasi Kerja (X2)
Kinerja Karyawan (Y)
H1
H2
H3
2.6. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian kerangka pemikiran dan hasil kajian empiris di atas, maka
peneliti mengajukan beberapa hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut :
H1. Disiplin kerja berpengaruh positif yang signifikan terhadap kinerja karyawan
Hotel GGI Batam.
H2. Motivasi kerja berpengaruh positif yang signifikan terhadap kinerja karyawan
Hotel GGI Batam.
H3.Disiplin kerja dan motivasi kerja mempunyai pengaruh positif yang signifikan
terhadap kinerja karyawan Hotel GGI Batam.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif asosiatif. Menurut Sugiyono
(2013:13), penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai
variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan,
atau menghubungkan dengan variabel lain. Sedangkan penelitian asositif menurut Sugiyono
(2013:11) adalah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh ataupun hubungan
antara dua variabel atau lebih. Pada penelitian ini penuli ingin mengetahui dan menganalisis
sejauh mana pengaruh disiplin dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan di Hotel GGI
Batam.
3.2 Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Hotel GGI Batam. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Juni 2016 sampai selesai.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Menurut Sugiyono (2013:148), populasi adalah sebagai wilayah generalisasi yang terdiri
atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudia ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh karyawan PT Graha Gemialng Internasional yang berjumlah 60 orang
karyawan.
3,3,2 Sampel
Sampel menurut Sugiyono (2013:81). Sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Jumlah sampel yang ada penelitian ini
berjumlah 60 responden. Karena hanya 60 responden kurang dari 100 orang jadi semua
populasi dijadikan sampel.
3.4 Data Penelitian
3.4.1 Jenis Dan Sumber Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh melalui survei lapangan dengan menggunakan
metode pengumpulan data yang original, yang diperoleh langsung dari responden melalui
wawancara dan alat bantu kuesioner.
Kuesioner adalah suatu cara pengumpulan data dengan memberikan daftar pertanyaan
kepada responden dengan harapan akan memberi respon atas pertanyaan tersebut. Unit
Sampel dari penelitian diperoleh langsung dari hasil penyebaran kuesioner kepada tiap
karyawan Hotel GGI Batam.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung, baik berupa keterangan
maupun literature yang ada hubungannya dalam penelitian yang sifatnya melengkapi atau
mendukung data primer.
3.5 Teknik dan Alat Pengumpulan Data
3.5.1. Teknik Pengumpulan Data
Terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian, yaitu kualitas
instrumen penelitian, dan kualitas pengumpulan data. Kualitas instrumen penelitian
berkenaan dengan validitas dan reliabilitas instrumen dan kualitas pengumpulan data
berkenaan ketepatan cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan data. Oleh karena itu,
instrumen yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya, belum tentu dapat menghasilkan data
yang valid dan reliabel, apabila instrumen tersebut tidak digunakan secara tepat dalam
pengumpulan datanya.
3.5.2 Alat Pengumpulan Data
Data adalah kumpulan informasi yang dapat digunakan untuk analisa lebih lanjut.
Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah :
1. Penelitian Lapangan (Field Research)
a) Metode Angket (kuesioner)
Menurut Sugiyono (2013:230) menyatakan bahwa “Kuesioner merupakan
teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat
pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab”. Pernyataan dalam
angket berpedoman pada indikator-indikator variabel, pengerjaannya dengan
memilih salah satu alternatif jawaban yang telah disediakan.
b) Metode Observasi
Menurut Sutrisno Hadi yang dikutip Sugiyono (2013:234-235) observasi
merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari
berbagai proses biologis dan psikologis. Penulis melakukan pengamatan
dengan terjun langsung ke lapangan dan mencatat apa saja yang penting
dalam menangani objek yang diteliti.
2. Studi kepustakaan (Library Research) yaitu hasil pengutipan literatur buku buku
serta data tertulis yang berhubungan dengan penulisan meliputi teori yang
berkaitan dengan Disiplin, Motivasi Kerja dan Kinerja Karyawan.
3.6 Variabel Penelitian
Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,
kemudian ditarik kesimpulannya. Ubahan disini ialah konsep abstrak yang telah diubah
dengan menyebutkan dimensi tertentu yang dapat diukur. Dalam penelitian ini menggunakan
dua variabel yaitu:
1. Variabel terikat (Dependent Variable).
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas yang
sifatnya tidak dapat berdiri sendiri serta menjadi perhatian utama peneliti. Dalam
penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah Kinerja Karyawan (Y). Dan
indikator-indikator yang digunakan dalam mengukur kinerja antara lain :
Tabel 3.1 Indikator Kinerja Karyawan
No Responden Butir
1 Kuantitas 1,2
2 Kualitas 3,4
3 Keandalan 5,6
4 Kehadiran 7,8
5 Kemampuan bekerjasama 9,10
2. Variabel bebas (Independent Variable).
Variabel bebas yaitu variabel yang mempengaruhi variabel terikat, baik itu secara
positif atau negatif, serta sifatnya dapat berdiri sendiri. Dalam penelitian ini yang
menjadi variabel bebas adalah :
1. Disiplin (X1)
Disiplin dalam penelitian ini merupakan suatu keadaan yang mempengaruhi
setiap karyawan Hotel GGI Batam agar dapat berkerja sama dengan
ketertiban yang ditentukan oleh perusahaan. Indikator-indikator disiplin
antara lain :
Tabel 3.2 indikator Disiplin
No Responden Butir
1 Tujuan dan kemampuan 1
2 Teladan pimpinan 2
3 Balas jasa 3
4 Keadilan 4
5 Waskat 5,6
6 Sanksi hukman 7
7 Ketegasan 8
8 Hubungan kemanusiaan 9,10
2. Motivasi Kerja (X2).
Motivasi dalam penelitian ini merupakan suatu keadaan dalam diri pribadi
setiap karyawan Hotel GGI Batam yang mendorong mereka untuk
melakukan pekerjaannya. Indikator-indikator motivasi kerja antara lain :
Tabel 3.3 Indikator Motivasi Kerja
No Responden Butir
1 Kebutuhan fisik dan biologis 6
2 Kebutuhan keselamatan dan keamanan 5,10
3 Kebutuhan social 2,8
4 Kebutuhan akan penghargaan 3,4,7
5 Kebutuhan aktualisasi diri 1,9
3.7 Metode Analisis Data
Metode analisis data adalah pengolahan data hasil penelitian untuk memperoleh suatu
kesimpulan setelah data penelitian terkumpul. Metode analisis menggunakan perhitungan
berdasarkan hasil perolehan data dari responden atas kuesioner yang diberikan. Proses
analisis pengolahan data yang dilakukan penulis adalah sebagai berikut :
1. Mengambil jawaban kuesioner dari responden.
2. Mengelompokan data berdasarkan responden.
3. Data yang berasal dari kuesioner yang telah diisi responden, kemudian
ditabulasikan dalam bentuk data kuantitatif.
4. Jawaban dalam tiap responden disajikan dalam tabel distribusi.
Penilaian jawaban responden terhadap pernyataan yang diberikan, digunakan Skala
Likert, yaitu tipe skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi
seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial menurut Sugiyono (2013:168).
Skala Likert variabel dan dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-iteminstrument
dimana alternatifnya berupa pernyataan. Jawaban setiap item instrument yang menggunakan
Skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai dengan sangat negatif, antara lain
:
Tabel 3.4
Kriteria dan Skor Untuk Mengukur Jawaban Responden Skala Likert
No. Alternatif Jawaban Bobot Nilai
1. SS (Sangat Setuju) 5
2. S (Setuju) 4
3. N (Netral) 3
4. TS (Tidak Setuju) 2
5. STS (Sangat Tidak Setuju) 1
Sumber : Sugiyono (2013)
3.7.1 Uji Validitas
Validitias adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan suatu
instrumen. Suatu instrumen yang valid mempunyai validitas yang tinggi. Sebaliknya,
instrument yang kurang valid berarti memiliki validitas yang rendah. Sebuah instrumen
dikatakan valid apabila dapat mengungkap data dari variabel yang di teliti secara tepat (Drs.
Danang Sunyoto, SH., SE., MM, 2011:70).
Untuk mengukur tingkat validitas dapat dilakukan dengan cara mengkorelasikan antara
skor butir pertanyaan dengan total skor konstruk atau variabel. Hipotesis yang diajukan
adalah :
H0: Skor butir pertanyaan berkorelasi positif dengan total skor konstruk.
H1: Skor butir pertanyaan tidak berkorelasi positif dengan total skor konstruk.
Uji validitas dilakuan dengan membandingkan nilai r hitung dengan rtabel untuk tingkat
signifikansi 5 persen, dalam hal ini n adalah jumlah sampel. Jika rhitung> rtabel maka pertanyaan
atau indikator tersebut dinyatakan valid, demikian sebaliknya bila rhitung< rtabel maka
pertanyaan atau indikator tersebut dinyatakan tidak valid (Agung Edy Wibowo, 2012:37).
Keterangan:
r = koefisien korelasi
x = skor item
y = skor total dari y
n = jumlah banyaknya subjek
3.7.2 Uji Reliabilitas
Menurut Drs. Danang Sunyoto, SH., SE., MM (2011:70) Reliabilitas menunjukkan pada
suatu pengertian bahwa sesuatu instrument cukup dapat di percaya untuk digunakan sebagai
alat pengumpulan data karena instrument tersebut sudah baik. Instrument yang baik tidak
akan bersifat tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu.
Instrument yang sudah dapat dipercaya, yang reliable akan menghasilkan data yang dapat
dipercaya juga. Apabila datanya memang benar sesuai dengan kenyataannya, maka berapa
kalipun diambil, tetap akan sama.
Pengukuran realibilitas dapat dilakukan dengan cara one shot study atau pengukuran
sekali saja dengan alat bantu SPSS uji statistik Cronbach Alpha (α). Suatu konstruk atau
variabel dikatakan reliable jika memberikan nilai CronbachAlpha > 0.60 (Agung Edy
Wibowo, 2012:53).
Keterangan:
r = reliabilitas intrumen
k = banyaknya item pertanyaan atau pernyataa
= jumlah varian butir
= jumlah varian total
3.7.3 Analisis Asumsi Klasik
3.7.3.1Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah suatu variabel normal atau tidak.
Normal disini dalam arti mempunyai distribusi data yang normal. Normal atau tidaknya
berdasarkan patokan distribusi normal dari data dengan mean dan standart deviasi yang sama.
Pengujian normalitas dalam penelitian ini digunakan dengan melihat normal probability plot
yang membandingkan distribusi kumulatif dari data sesungguhnya dengan distribusi
kumulatif dari data normal. Sedangkan dasar pengambilan keputusan untuk uji normalitas
data adalah:
a.Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau
grafik histogramnya menunjukkan distribusi normal, maka model regresi
memenuhi asumsi normalitas.
b. Jika data menyebar jauh dari diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis
diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan distribusi normal, maka model
regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
3.7.3.2 Uji Multikolonieritas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar
variable bebas (independen). Di dalam persamaan regresi tidak boleh terjadi
multikolinearitas, maksudnya tidak boleh ada korelasi atau hubungan yang sempurna atau
mendekati sempurna antara variabel bebas yang membentuk persamaan tersebut. Jika pada
model persamaan tersebut terjadi gejala multikolinearitas itu berarti sesama variabel
bebasnya terjadi korelasi. Salah satu cara untuk mendeteksi gejala multikolinearitas adalah
dengan menggunakan atau melihat tool uji yang disebut Variance Inflation Factor (VIF).
Menurut Algifari dalam Agung Edy Wibowo (2012:87) jika nilai VIF < 10, itu menunjukan
model tidak terdapat gejala multikolinearitas, artinya tidak terdapat hubungan antara variabel
bebas.
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas di dalam model regresi adalah sebagai
berikut:
a. Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi,
tetapi secara individual variabel-variabel independen banyak yang tidak
signifikan mempengaruhi variabel dependen.
b. Menganalisis metrik korelasi variabel-variabel independen. Jika antara variabel
independen ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 0,90), maka hal ini
merupakan indikasi adanya multikolonieritas. Tidak adanya korelasi yang tinggi
antar variabel independen tidak berati bebas dari multikolonieritas.
Multikolonieritas dapat disebabkan karena adanya efek kombinasi dua atau lebih
variabel independen.
c. Multikolonieritas dapat juga dilihat dari nilai tolerance dan lawannya, variance
inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukan setiap variabel independen
manakala yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Tolerance mengukur
variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel
independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF
tinggi (karena VIF = 1/Tolerance). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk
menunjukan adanya multikoloni ita adala nilai ol an ≤ 0,10 atau ama d ngan nilai
VIF ≥10.
3.7.3.3 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan varian dari suatu residual pengamatan ke pengamatan yang lain. Model
regresi yang baik adalah tidak terjadi hesteroskedastisitas. Jika ada titik-titik membentuk pola
tertentu yang teratur seperti (bergelombang, melebar, kemudian menyempit) maka telah
terjadi heteroskedastisitas. Jika titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu
Y tanpa membentuk pola tertentu maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2001).
Cara untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas adalah dengan melihatgrafik plot
antara nilai prediksi variabel terikat yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada
tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada
grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah
diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y prediksi –Y sesungguhnya) yang telah di
studentized.
Dasar analsisnya adalah:
Apabila terdapat pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu
(bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi
heteroskedastisitas.
Apabila tidak terdapat pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan dibawah
angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
3.8 Analisis Regeresi Berganda
Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh antara variabel
bebas dengan variabel terikat, yaitu pengaruh Disiplin (X1) dan Motivasi Kerja (X2) terhadap
Kinerja Karyawan (Y) pada Hotel GGI Batam Adapun rumus regresi linier berganda adalah
sebagai berikut :
Keterangan:
Y : Kinerja
a : Koefisien regresi (bilangan konstanta)
b1 : Koefisien regresi untuk X1
b2 : Koefisien regresi untuk X2
X1 : Disiplin
X2 : Motivasi Kerja (Agung Edy Wibowo, 2012:12)
Y = a + b1X1 + b2X2
3.9. Pengujian Hipotesis
Pembuktian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji statistis sebagai berikut:
1. Uji Parsial (Uji T)
Uji t digunakan untuk menguji apakah setiap variabel independent yaitu disiplin (X1) dan
motivasi kerja (X2) mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap variabel
dependent yaitu kinerja karyawan (Y) secara parsial. Kaidah pengambilan keputusan dalam
uji t dengan menggunakan SPSS dengan tingkat signifikasi yang ditetapkan 5% adalah
(Agung Edy Wibowo 2012:135) :
1. Jika nilai signifikan > 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak, atau variabel bebas
tidak dapat menjelaskan variabel terikat atau tidak ada pengaruh antara variabel yang
diuji.
2. Jika nilai signifikasi < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima, atau variabel bebas
dapat menjelaskan variabel terikat atau ada pengaruh antara variabel yang diuji.
Langkah-langkah pengujian diawali dengan membuat formulasi hipotesis sebagai
berikut:
1. Menentukan hipotesis nihil (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha).
Ho: bi = 0, artinya tidak ada pengaruh antara variabel independen (X1, X2)
terhadap variabel dependen (Y).
Ha: bi < 0, artinya ada pengaruh negatif antara variabel independen (X1, X2)
terhadap variabel dependen (Y).
Ha: bi > 0, artinya ada pengaruh positif antara variabel independen (X1, X2)
terhadap variabel dependen (Y).
2. Menentukan tingkat signifikan dengan tabel.
3. Mencari t hitung dengan rumus:
Keterangan :
bi = Koefisien regresi variabel independen ke i.
Se bi = Standar error koefisien regresi variabel independen ke i.
4. Keputusan
Jika t hitung < t tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak
Jika t hitung > t tabel maka Ha diterima dan Ho ditolak
2. Uji Serentak (Uji F)
Uji F digunakan untuk menguji apakah variabel independent yaitu disiplin (X1) dan
motivasi kerja (X2) secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan
terhadap variabel dependent yaitu kinerja karyawan (Y). Kriteria pengambilan keputusan
dalam uji F dengan menggunakan SPSS dengan tingkat signifikasi yang ditetapkan 5%
adalah (Agung Edy Wibowo 2012:135) :
1. Jika nilai signifikan > 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak, atau variabel bebas
tidak dari model regresi linier tidak mampu menjelaskan variebel terikat.
2. Jika nilai signifikasi < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima, atau variabel bebas
dari model regresi lineir mampu menjelaskan variabel terikat.
A. Rumusnya adalah
t hitung = Sbi
bi
Keterangan:
F = F hitung yang selanjutnya dikonsultasikan dengan F table.
R2 = Korelasi parsial yang ditemukan.
N = Jumlah sampel.
K = Jumlah Variabel bebas.
B. Dasar pengambilan keputusan pengujian:
a. Jika F hitung > F table maka H0 ditolak.
b. Jika F hitung < F table maka H0 diterima.
3. Uji Koefisien Determinasi (Uji R2)
Pada pengujian koefisien determinasi (R2) ini dilihat seberapa besar variabel independen
dalam memberikan informasi terhadap variabel dependen. Untuk menentukan R2 dengan
melihat hasil output SPSS pada tabel model summary. Nilai R2 berada antara nol sampai
dengan satu. Jika nilai R2 kecil berarti kemampuan variabel independen untuk menjelaskan
variabel dependen sangat terbatas. Jika nilai R2 mendekati satu, maka dapat diartikan bahwa
variabel independen dapat memberikan hampir seluruh informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2006).
R2 / K
F =