TERJEMAHAN BUKU MENGENAI
PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA
Dari Buku Asli Berjudul:
日本語を教えるための
第二言語習得論入門
Nihongo o Oshieru Tame no
Daini Gengo Shuutokuron Nyuumon
“Teori Pemerolehan Bahasa Kedua
untuk Mengajar Bahasa Jepang, Pemula”
Data Buku:
Penulis: Hiromi Ozeki
Tahun Terbit: Edisi pertama 10 Juni 2010
Edisi ketiga 20 Maret 2012
Penerbit: Tokyo: Kuroshio
Diterjemahkan oleh saya sendiri
Santi Syahruni
BAB 7
Dapat apa di kelas?
Saya sudah memaparkan berkali-kali belajar tata bahasa di kelas hingga sekarang,
terutama pembelajar secara sadar, tidak terungkap sampai berapa jauh manfaat dalam
belajar bahasa asing. Tetapi, pada batas tertentu kebanyakan peneliti sekarang menyetujui
pendapat bahwa pengetahuan yang dipelajari secara sadar mendorong kesadaran,
berpengaruh membuat arah perhatian belajar pada bentuk bahasa dan membantu untuk
mendapatkan pengetahuan dari input. Pada kenyataannya mungkinkah kami pengajar bisa
membuat arah perhatian dan bagaimana mendorong kesadaran pembelajar? Saya coba
memikirkan bimbingan di kelas dari titik tinjauan dorongan belajar.
Bimbingan Fokus Input
1.1 Pembelajar Tidak Mendengarkan Semua Input
Pada proses pemahaman bahasa kedua dengan pengaruh output di bab 5, tertulis
bahwa informasi bahasa yang ada di dalam input tidak diproses. Misalnya saat mendengar
bahasa Inggris “Yesterday I studied Japanese”, menganggap bahwa bentuk lampau pada
kata “yesterday” mendengar tanpa memproses tata bahasa pada akhiran –ed pada kata
“studied”. Pada proses pemahaman bahasa kedua seperti ini, dikatakan bahwa dilakukan
proses makna dengan pusat bahasa yang menunjukkan isi makna. Jika pada pembelajar
bahasa Jepang saat mendengar kalimat 「昨日、パンを食べた」menafsirkan bentuk
lampau pada kata 「昨日」bukan menafsirkan bentuk lampau dari bentuk 「た」. Di otak
bentuk 「た」tidak diproses.
Mengenai ini, penulis juga pernah menarik pengalaman. Pada latihan berbicara
bahasa Inggris, mendengar pertanyaaan “Did you sometimes have your parents do your
homework?、Do you sometimes have your friend cook for you?” waktu disuruh latihan
menjawab semakin banyak dengan Yes atau No pada diri sendiri. Mengenai beberapa
pertanyaan, mengonsentrasikan pada pemahaman isi pertanyaan “Apa? Sekarang? Tadi
kamu berkata Did you? atau berkata Do you?” Menjawab hal yang sekarang atau hal yang
lampau, tidak mengerti. Pembelajar bahasa kedua dikatakan memproses makna dengan
mendengar bahasa isi (kata benda, kata kerja dll), dan tidak memproses bahasa fungsi
(bahasa yang memenuhi peranan secara tata bahasa, partikel, waktu dll). Penulis juga justru
seperti itu.
Pada bagian 4 bab 5, hanya pemahaman input dari hal seperti ini sulit diproses untuk
membuat arah perhatian pada bentuk bahasa, sudah dipaparkan bahwa output itu perlu.
Lagi pula sementara itu, pada proses input pun ditekankan bahwa melakukan modifikasi
yang sekiranya akan diolah terhadap faktor-faktor yang kalo hanya kita katakan dengan
dengan biasa saja tidak terolah di dalam kepala juga penting. D sini coba menekankan hal
seperti itu.
1.2 Bimbingan proses input yang mengaitkan makna dan bentuk
Pada proses pemerolehan bahasa kedua, perlu proses yang mengaitkan fungsi dan
makna yang memikul, kaitan fungsi dan makna itu harus dilakukan melalui pemahaman
input.
Tetapi, aliran bimbingan tata bahasa dasar pada pengajaran Bahasa Jepang masa kini,
mengenalkan pola kalimat setelah mendengar beberapa contoh, seperti segera
memperbanyak tugas latihan percakapan pindah untuk latihan input pada level kalimat kata
kerja. Untuk input dengan pusat kegiatan output ditaruh tidak sepenting itu. Misalnya
contoh kalimat pasif seperti「先生にほめられた」, pada umumnya menangkap metode
bahwa setelah mengenalkan makna dan bentuk kalimat pasif, memindahkan untuk
membuat latihan bentuk pasif. Tetapi, urutan bimbingan ini, karena memindahkan untuk
latihan bentuk yang tidak dikaitkan cukup dengan makna dan bentuk yang ditunjukkan di
bagian pengenalan. Pembelajar menguatkan output sebelum membuat internalisasi kaitan
itu. Kesadaran pembelajar mungkin menjadi mudah dengan latihan output yang maknanya
dipotong terpisah dan memusatkan hanya pada bentuk. Pada bentuk penggunaan baru
seperti bentuk pasif terutama tanpa memikirkan makna pasif yang diperkenalkan dengan
susah payah. Sekarang bersungguh-sungguh membuat bentuk pasif yang baru didengar.
Makna dan bentuk, bukan latihan output hanya bentuk yang tidak dikaitkan seperti
ini, awalnya karena pemikiran membuat kaitan makna dan bentuk dari input. Diusulkan
metode bimbingan yang disebut bimbingan proses “prosessing instruction” yang melakukan
tugas memahami input pertama setelah pengenalan item baru. Namun, pembelajar yang
disebutkan sebelumnya karena terjadi proses input tanpa memproses tata bahasa. Untuk
mendorong kaitan makna dan bentuk, bukan hanya sebaiknya memperdengarkan, perlu
tugads yang harus memproses bentuk itu sendiri yang berusaha diajarkan. Jika bimbingan
kalimat pasif adalah tugas seperti menafsirkan apakah kalimat aktif atau kalimat pasif
meskipun diikuti input bentuk pasif yang melimpah. Memproses makna pasif sambil
mendengarkan bentuk pasif berkali-kali.
Penulis sendiri melakukan dengan baik bentuk pasif, meskipun melihat selembar
kertas yang tergambar bermacam-macam gambar siapa yang gambar yang menegur,
gambar yang memuji, gambar yang mengundang seseorang, memperdengarkan pidato
pendek dengan lisan seperti (ditegur, menegur, mengundang, diundang), tugas mudah
memilih siapakah dalam gambar itu yang berkata? Lagipula, jika di pelajaran belajar bentuk
kemungkinan, mungkin boleh melakukan kuis yang berpikir apakah benar atau salah dengan
memperdengarkan kalimat seperti 「電車で北海道へ行ける」Penulis selama memikirkan
jawaban pemelajar, memperdengarkan dengan mengulang berkali-kali (さあ、行ける?行
けない?どっちでしょう). Lalu, Jika bentuk (~たことがある) seperti (富士山を見たこ
とがあります), pertama setelah pengenalan, bertanya macam-macam 「馬に乗ったこと
がありますか」, Pembelajar sendiri menjawab dengan 「はい」atau「いいえ」. Tugas
yang menjawab pembelajar sendiri, tugas yang sangat mudah digunakan jika itu adalah pola
kalimat kemungkinan. Pendalaman hubungan dengan diri sendiri, karena mudah diingat
pasti ingin menggunakan.
Yang penting karena tugas memproses makna bentuk itu sebelum satu-satunya
latihan output, tidak dilakukan dengan rumit. Lalu, karena bukan kegiatan yang menuju
output, saat kuis benar salah 〇X, penting tidak bertanya mengapa berpikir seperti itu. Sisi
pembelajar yang apakah kegiatan yang benar benar tidak berceramah seperti, menggambar,
mendengar input, memberi 〇 pada gambar, tidak apa apa.
Melakukan dengan langkah sebelumnya dari output tugas seperti ini dari mengulang
pemahaman input, setelah itu jadi mungkin melakukan kegiatan output yang mengaitkan
bentuk dan makna. Kenyataannya, jika mencoba lakukan dalam pelajaran, pembelajar
memproses input dan dalam waktu bersamaan mendengarkan bentuk dengan cukup, sejak
selesai tugas proses input merasa penggunaannya lebih sulit. Oleh karena itu melakukan
sebelumnya dari output tugas proses input, menyambungkan untuk mengurangi (sebisa
mungkin menghindari meskipun perlu sedikit banyak latihan bentuk sederhana).
Kuis benar salah 〇X pengajar sebaiknya melakukan dengan lisan, tugas pemahaman yang
bisa digunakan sebelum output baiknya menggunakan dengan macam-macam bahan ajar
yang dimuat.
2. Memfokuskan Pada Bentuk Bahasa
2.1 Bimbingan yang memfokuskan pada bentuk bahasa
Dari sebelumnya berkali-kali muncul bahwa (membuat arah pada bentuk bahasa dan
makna pada pembelajar). Lalu, menyebut berkali kali istilah “kesadaran”. Cara pikir
pemerolehan bahasa kedua seperti ini, arah perhatian pada bentuk bahasa bukan hanya
berkomunikasi dan memahami input tetapi diperlukan untuk pembelajaran bahasa.
Pada metode audio lingual dan metode baca-terjemah tata bahasa, perhatian
pembelajar diarahkan pada tata bahasa dan bentuk bahasa. Tetapi, setelah itu pada metode
audio lingual menjadi jaman (pendekatan komunikatif, metode pengajaran yang berpusat
pada komunikasi dan kritikan bahwa melakukan drill berkali kali, supaya bisa berkomunikasi.
Kali ini, karena pada pendekatan komunikatif (cara mengajar yang berpusat pada
penyampaian isi) pastinya komunikasi supaya bisa berkomunikasi dan mengerti dengan baik.
Program Imajon Kanada yang telah muncul pada pembahasan output atau input adalah
salah satu contoh polanya. Karena itu, Akhir-akhir ini dikatakan bahwa perlu membuat arah
pada bentuk bahasa dan perhatian pembelajar.
Ini sebagai aliran besar yang menjadi aliran kembali yang sekiranya membuat
perhatian pada entuk bahasa, dari jaman yang pengajaran tata bahasa dengan pusat
komunikasi yang kurang lebih dikritik. Namun, oleh karena itu dikatakan bukan hal bahwa
kembali pada drill yang membuat arah perhatian terpisah dari konteks seperti metode audio
lingual. Kenyataannya aliran ini, pada jaman perdana pendekatan komunikatif karena yang
sekiranya sedikit mengembalikan gerakan yang jarang terlalu menyentuh pada pengajaran
Bahasa Jepang mengatakan jaman puncak pendekatan komunikatif, mungkin mudah terjadi
salah paham. Yang disebut bahwa membuat arah perhatian pada bentuk bahasa bukan
hanya memfokuskan pada komunikasi dan makna tanpa menyebut bahwa (tata bahasa
bukan dengan pusat komunikasi itu perlu).
Cara pikir membuat arah perhatian pada bentuk bahasa disebut form-focused
instruction (instruksi yang memfokuskan pada bentuk). Di dalamnya, dari metode yang
menunjukkan peraturan secara eksplisit seperti penjelasan tata bahasa dll. Pembelajar
memberikan contoh yang banyak dan dimasukkan juga bermacam-macam nama sampai
metode yang memfokuskan pada bentuk yang sekiranya memberi input item yang ingin
banyak diajarkan serta metode secara fungsi yang memperlakukan supaya dapat mengambil
sampel peraturan pada bentuk bahasa dengan alami. Lalu, kalau mengajar dengan eksplisit
pada batas penjelasan tata bahasa tertentu, dan mengajar secara implisit mungkinkah ada
pengaruh yang mana? Tahun terakhir, penelitian yang memeriksa hal seperti ini dengan
percobaab diadakan dengan ramai tapi penelitian sampai sekarang, item yang digunakan
juga benar-benar berbeda, metode test yang memeriksa hasil ini maupun metode
bimbingan juga berbeda. Karena muncul hasil yang acak, bagaimana sebaiknya memikirkan
hasil-hasil itu tidak tahu. Tapi akhir-akhir ini, dilakukan penelitian skala besar menurut
metode yang disebut “Analisis Meta” yang memperbaiki ringkasan dan menganalisis
kembali hasil penelitian ini. Dikeluarkan kesimpulan yang menyebutkan bahwa bimbingan
secara eksplisit seperti melakukan penjelasan tata bahasa hasilnya lebih daripada bimbingan
secara implisit.
Namun, dari sini saya sudah memikirkan “Kalau begitu sebaiknya dilakukan
penjelasan tata bahasa” dengan sederhana seperti itu juga masalah. Pada kebanyakan
penelitian, mengukur hasil imbingan dengan test yang mengukur kemampuan tata bahasa
seperti test tata bahasa. Dengan kata lain, kondisi sekarang menunjukkan melihat “apakah
di dalam berkomunikasi dapat digunakan atau bagaimana?”. Meskipun mengukur hasil yang
diajarkan dengan eksplisit dengan cara test tata bahasa, hasil itu ada kritik tidak bisa
mengukur dengan akurat. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa “bimbingan secara
eksplisit lebih baik daripada bimbingan secara implisit, untuk dikembangkan kemampuan
tata bahasa secara eksplisit ada pengaruhnya” tapi, apakah ada pengaruh untuk
mendapatkan kemampuan yang bisa digunakan di dalam berkomunikasi, ada ruang
pertanyaan.
Yang manapun juga, seperti yang telah tertulis sampai sini, pengetahuan yang
dilakukan dengan bimbingan memfokuskan pada bentuk bahasa adalah bentuk secara
eksplisit. Pengetahuan itu mungkin hal yang disebut membantu penguasaan dari input.
Memberi pengetahuan secara eksplisit seperti itu, penting bukan menghubungkan untuk
dapat menggunakan. Membuat pemberian pengetahuan secara eksplisit jadi pusat
bimbingan, tidak terjadi pembelajaran.
Kemudian, barang kali, tidak ada alasan dapat dikatakan bahwa “metode yang
manapun di kasus yang bagaimanapun, berpengaruh”, ada kalanya secara pengaruh muncul
berbeda-beda tergantung bagaimana mengajarkan kepada pembelajar, menggunakan item
yang bagaimana. Misalnya telah tertulis sebelumnya, aturan yang benar-benar tidak ada
pada bahasa ibu, dikatakan karena pembelajar tidak kunjung bisa sadar, mungkin pada
batas tertentu ada kebutuhan yang menunjukkan secara eksplisit. Lalu, pada bab 9,
“ketepatan belajar bahasa pada pembelajar” memaparkan tentang pengaruh yang memberi
hasil pemerolehan bahasa kedua, dipublikasikan hasil penelitian oengaruh kepantasan
bahasa pembelajar yang lebih diajarkan sedikit dan metode yang menunjukkan aturan tata
bahasa secara eksplisit. Pada penelitian yang mengobjekkan pembelajaran Bahasa Jepang,
pada pembelajar kelas mahir, walaupun diajarkan secara eksplisit maupun diajarkan secara
implisit hasilnya sebagian besar tidak berubah. Pembelajar kelas mahir ada penelitian yang
menyebutkan muncul pengaruh yang lebih jika diajarkan secara eksplisit. Di bab selanjutnya
memaparkan dengan detil mengenai perbedaan perseorangan, pada kasus pembelajar yang
lemah pada kemampuan mengucapkan aturan dengan menganalisis bahasa, pada batasan
tertentu belajar lebih menunjukkan secara eksplisit ada kemungkinan maju. Kebanyakan
penyebab yang seperti ini, karena terjalin dengan rumit, di kasus yang bagaimanapun suatu
metode sulit dikatakan memiliki pengaruh.
Perlu dicatat, Pendenga, kondisi lokasi itu dan seseorang mengenai pengetahuan
secara pragmatik untuk menggunakan ungkapan yang tepat dengan mengajarkan hal yang
ermacam-macam, walaupun kesalahan telah dipaparkan di bab 5 (4.3) feedback sulit
didapatkan. Feedback bukan hanya sulit didapatkan, pengetahuan secara pragmatik hanya
menyentuh kepada input, muncul hasil penelitian yang mengatakan bahwa ada pengaruh
bimbingan secara eksplisit di kelas dan penguasaan yang sulit.
2.2 Focus On Form
Terutama selama bimbingan yang memfokuskan pada bentuk, metode bimbingan (di
dalam kuliah menaruh fokus pada bahasa dan makna, membuat arah pada bentuk bahasa
dengan memenuhi kebutuhan perhatian pembelajar) diperhatikan dan disebut Focus on
Form. Memikirkan focus on form kalau menerjemahkan ke Bahasa Jepang hal itu disebut
「言語形式への焦点化」bukan pelajaran yang memfokuskan pada bentuk bahasa dari
awal, perlu memuat arah perhatian pada bentuk bahasa di bermacam-macam bentuk, di
kelas pelajaran pusat komunikasi dan makna sampai detik terakhir.
Focus on form yang salah satu poin penting yang dipikirkan untuk mendorong
penguasaan bahasa, adalah metode yang memperlakukan supaya dapat menyelesaikan
fungsi, makna dan bentuk bahasa dalam waktu yang sama. Untuk supaya dapat
menggunakan dan menguasai bahasa, penguasaan yang akurat berkaitan dengan 3 buah
yaitu fungsi, makna dan bentuk bahasa. Apakah menggunakan bentuk makna itu untuk
menyampaikan apa, bagaimana waktunya dan kapan. Misalnya menunjukkan bentuk pasif –
areru seperti 「言われる」「見られる」 , makna bentuk itu, makna yang banyak
dimengerti, dalam komunikasi yang sebenarnya, tidak digunakan. Bentuk pasif untuk bisa
digunakan dalam komunikasi, perlu dipelajari juga fungsi “digunakan waktu apa” dan “ingin
menyampaikan apa”. Pada focus on form ada konteks yang jelas, tergantung pada
terjadinya fokus ke bentuk bahasa di dalam kegiatan bahasa yang memiliki makna,
pembelajar dikatakan dapat mengaitkan 3: fungsi, makna dan bentuk.
Focus on form sebagai metode konkrit, misalnya ada metode yang disebut input
flood yang memberi input dengan kualitas besar termasuk suatu bentuk bahasa. Pada saat
ingin mengajarkan perkembangan 「ている」seperti 「食べています」, metode yang
memperdengarkan banyak input 「ている」yang muncul. Lalu, (Input enhancement)
metode yang menonjolkan bentuk bahasa itu secara visual adalah metode yang terlebih
dulu dilakukan sekiranya menonjolkan bagian「ている」dengan tanda, garis bawah dll di
dalam bahan ajar baca yang benar-benar memfokuskan pada isi. Suatu bentuk bahasa ada
juga metode yang menggunakan task communicative seperti yang banyak digunakan. Kasus
ini juga mungkin sebaiknya menangkap dengan image yang dmenyebut ada kalanya
mengingat sedikit banyak penjelasan dengan melayani dengan kebutuhan, bukan cara
menggunakan task: (task dari melakukan drill, penjelasan, pengenalan pola kalimat).
Kemudian, berbagai bentuk, fokus menurut feedback dll dipikirkan.
Terutama, cara melakukan feedback dengan bentuk yang disebut recast adalah
metode penting di dalam focus on form. Mengenai feedback setelah ini akan dijelaskan
dengan detil. Yang disebut recast adalah metode yang menunjukkan entuk yang enar tanpa
menghentikan komunikasi di dalam aliran komunikasi yang alami. Seperti yang berikut .
学生:昨日のテストは、難しかったです。
教師:あ、そうですか。難しかったですか。
Cara jawaban seperti ini 、「あ、そうですか。難しかったですか。」adalah
harus dilakukan dengan biasa meskipun komunikasi teman penutur bahasa ibu. Oleh karena
itu, cara feedback ini meskipun membentuk-bentuk kata dengan sangat alami, menunjuk
kembali bentuk yang benar tanpa menghentikan aliran komunikasi pada pembelajar.
Meskipun peneliti menyerukan focus on form, secara dasar fokus pada makna yang ditaruh
dalam pelajaran, fokus pada bentuk bahasa secara eksplisit dan secara kebetulan ada juga
peneliti yang memikirkan harus dilakukan, ada juga peneliti yang memperbolehkan pada
batasan tertentu bentuk secara eksplisit. Recast terutama pentingnya itu dari peneliti
pertama ditekankan. Mengenai pengaruh recast, bersama sama dengan feedback tipe yang
lainnya, akan mencoba memikirkan dengan detil pada bagian selanjutnya.
Mengenai focus on form , pengaruh itu baru mengatakan selama verifikasi,
meskipun tentang apakah ada pengaruh kalau melakukan dengan metode yang bagaimana,
seberapa jelas, mengenai bentuk bahasa yang bagaimana, pemerolehan bahasa di langkah
yang mana, pendapat yang disatukan belum diperoleh. Lalu, pengaruh penelitian dengan
(ESL=English as a Second Language) pengajaran Bahasa Inggris yang dilakukan terutama di
Amerika, banyak dipublikasikan. Penelitian yang mengobjekkan Bahasa Jepang keadaannya
masih sedikit. Seperti pengajaran Bahasa Inggris di Universitas di Amerika, hasil penelitian
yang dilakukan berpengaruh di pengajaran yang mengobjekkan mahasiswa asing yang mulai
belajar Bahasa Inggris di negara diri sendiri pada batasan tertentu. Yang begitu, pada kasus
seperti pembelajar Bahasa Jepang level dasar yang belajar Bahasa Jepang dari nol, apakah
benar atau bagaimana tidak tahu. Pembelajar yang mengetahui tata bahasa pada batas
tertentu apakah objeknya? Pengetahuan tata bahasa belajar awal belajar yang benar-benar
mengharapkan pada pelajaran, apakah objeknya? Perbedaan yang sangat besar. Oleh
karena itu, penelitian yang dilakukan dengan mengobjekkan pembelajar level dasar yang
belajar bahasa asing baru dari nol, diperlukan.
Namun, pada kasus pengajaran Bahasa Jepang juga, di lapangan pengajaran
terutama di dalam negara Jepang sama dengan kasus pengajaran Bahasa Inggris di Amerika,
belajar kira-kira level dasar dengan menggunakan bahasa ibu, padahal sudah dilakukan tapi
banyak juga pembelajar yang tidak terlalu bisa bicara. Kasus seperti ini, kondisi pembelajar
yang belajar bahasa asing baru dari nol, benar benar berbeda. Meskipun tentang hal sampai
berapa jauh memfokuskan pada bentuk bahasa? Sampai berapa jauh memfokuskan pada
komunikasi, di lapangan pengajaran yang bagaimanapun, buka pikiran secara mendalam
seperti pada pembelajar yang bagaimanapun. Menerapkan cara pikir focus on form dengan
mengajarkan sampai bagaimana mengajar ke pembelajar itu penting.
Perlu dicatat, pada masa dilakukan pengulangan latihan bentuk bahasa karena
terpotong terpisah dari konteks, tidak kunjung bisa menggunakan, pada masa penekanan
pada komunikasi, muncul dari aliran tingkat ketepatan yang sulit tumbuh. Metode
pengajaran yang mendorong kesadaran dengan memuat arah perhatian pada bentuk
bahasa di dalam konteks yang ada maknanya, diharapkan sebagai metode yang dapat
menyelesaikan kedua belah pihak itu untuk sementara.
3. Feedback jika dilakukan bagaimana? Apakah berpengaruh?
3.1 Feedback adalah koreksi kesalahan
Telah dipaparkan sebelumnya bahwa ada cara feedback yang disebut recast sebagai
salah satu metode focus on form. Feedback untuk memfokuskan pada bentuk bahasa di
dalam kegiatan bahasa di suatu konteks makna yang memusatkan komunikasi adalah
metode yang efektif. Kemudian, di dalam pembiicaraan autoput di bagian 4 bab 5,
didapatkan feedback dari melakukan output, dengan hanya memahami input dari feedback,
bukti sangkalan yang tidak didapat telah mengemukakan bisa didapat. Yang seperti ini,
dasar secara teori menguat bahwa mengapa perlu feedback? Akhir-akhir ini tema penelitian
sedang mengumpulkan perhatian, hal itu sendiri agaimana mengoreksi kesalahan
pembelajar, menjadi masalah perhatian yang besar pada pengajaran bahasa asing dari
sebelumnya. Feedback bisa dikatakatan adalah masalah yang baru dan lama.
Koreksi kesalahan pernah di jaman metode audio lingual, kesalahan karena latar
belakang cara berpikir harus meyisihkan, semua kesalahan pembelajar harus dikoreksi.
Justru, tujuan memperbaiki kesalahan dengan cara pikir “koreksi kesalahan”. Sementara itu,
akhir-akhir ini cara pikir feedback bukan hanya memperbaiki kesalahan atau untuk
menyisihkan kesalahan. Feedback untuk pengembangan bahasa perantara pembelajar,
pengaruh feedback berdasarkan pemikiran bagaimana manfaatnya? Dipikirkan. Bagaimana,
apakah bisa menyadarkan pembelajar? Bagaimana, Apakah bisa membuat arah perhatian
pembelajar pada bentuk bahasa?
Akhir-akhir ini ada perubahan perpindahan jaman seperti itu, digunakan istilah
feedback bukan koreksi kesalahan. Feedback itu sendiri bukan dilakukan hanya terhadap
istilah, ada feedback positif dan feedback negatif. Feedback positif adalah feedback saat
menunjukkan hal bahwa pembelajar harus berpidato apakah tepat atau benar. Misalnya
menunjukkan hal yang benar bentuk bahasa seperti 「そうですね」「いいですね」
「OK」, isi yang menunjukkan hal yang disampaikan dengan menunjukkan respon isi seperti
「そうですか」. Tergantung keadaan, ada kalanya mungkin mengambil bentuk paling
memuji. Feedback negatif adalah kebalikannya, pembicaraan pembelajar yang feedbacknya
menunjukkan tidak cocok dengan sistem bahasa sasaran. Akhir-akhir ini jadi banyak
digunakan istilah feedback koreksi. Disebut feedback koreksi yang kemudian termasuk. Lalu,
bukti sangkalan muncul berkali-kali sampai sini, diperoleh tergantung feedback koreksi ini.
Pengaruh yang ramai di bidang penelitian pemerolehan bahasa kedua, diperiksa adalah
yang tersebut belakangan feedback koreksi. Di bawah, mari lihat dengan detil tambahan
tentang tipe feedback ini.
3.2 Bermacam-macam bentuk feedback koreksi
Walaupun dikatakan feedback koreksi dengan satu kata, ada bermacam-macam
bentuk feedback. Kenyataannya, pembaca yang mengajar di lapangan, untuk kesalahan
pembelajar, mungkin mengembalikan respon dengan bentuk yang bermacam-macam.
Feedback koreksi kalau terbagi dengan besar, dibagi menjadi (Metode yang menunjukkan
kebenaran dari sisi pengajar) dan (Metode yang membuat perbaikan pada sisi pembelajar),
justru yang manapun terbagi menjadi metode secara implisit dan metode secara eksplisit.
Pada awalnya, coba lihatlah kesimpulan pada tabel.
Tabel 1 Jenis feedback koreksi dan contohnya
Menunjukkan kebenaran
Mendorong perbaikan pada pembelajar
Secara eksplisit
Pembelajar : 寒いでした。 Pembelajar : 寒いでした。 Guru : 「寒かったです」、
ですね。
Guru : 「寒いでした」、で
いいですか。
Secara Implisit
Pembelajar : 寒いでした。 Pembelajar : 寒いでした。
Guru : あ、そうですか。寒
かったですか。
Guru : 寒いでした?
Yang disebut metode menunjukkan kebenaran dari sisi pengajar, misalnya pada saat
berbicara mengatakan 「寒いでした」dimana menggunakan bentuk negatif 「寒かった
です」, metode yang menunjukkan kebenaran 「寒かったです」dari sisi pengajar. Pada
akhirnya, penunjuk kebenaran secara eksplisit adalah mengoreksi dengan 「『さむかった
です』、ですね」 bukan 「『寒いでした』. Pembicaraan pembelajar 『寒かったで
す』、ですね」harus mengoreksi dengan memberi tahu jelas hal yang keliru. Dengan kata
lain, penunjuk secara eksplisit pada pembelajar adalah 「寒かったです」bukan 「寒いで
した」.
Walaupun penunjuk benar yang sama, recast yang memberi sebagai salah satu
metode Focus on form menjadi (penunjuk kebenaran secara implisit). Menunjukkan
kebenaran dengan bentuk seperti menegaskan komunikasi yang alami seperti 「ああ、そ
うですか。寒かったですか。」 lalu mendapat 「寒いでした」pembelajar. Kekeliruan
penunjuk kebenaran secara eksplisit yang besar, kalau memfeedback (bukan『寒いでした』
tapi 『寒かったです』) terhadap penghentian aliran komunikasi yang alami sekali. Recast
adalah hal yang tidak menghentikan aliran itu.
Recast sepertinya digunakan walaupun antara teman penutur asli. Pada contoh
selanjutnya recast ke penutur asli dari penutur asli. Pada nama makanan khas Nagoya, ada
masakan yang disebut Hitsumabushi yang memuat belut di atas nasi. Tempo hari di restoran
di Nagoya, ada tamu memesan (Permisi, tolong satu himatsubushi) lalu direcast oleh
pelayan (iya, himatsubushi satu ya). Penegasan pelayan ini benar-benar sama dengan cara
penegasan pesanan yang dilakukan biasanya, mengoreksi kesalahan teman dengan bersikap
wajar lalu mengfungsikan kedua belah koreksi kesalahan dan penegasan pesanan (dengan
kata lain , isi). Recast yang seperti ini adalah feedback yang bisa menunjukkan kebenaran
tanpa meleset dari aliran komunikasi alami.
Sementara itu, feedback yang membuat perbaikan pada pembelajar adalah feedback
yang membimbing (output paksaan) yang tertulis pada pengaruh output, membuat sadar
pada hal yang bukan 「寒いでした」tanpa menunjukkan kebenaran dari pengajar. Kasus
membuat koreksi juga, bersamaan dengan penunjuk kebenaran, ada metode yang
melakukan secara eksplisit dan metode yang melakukan secara implisit. Kasus yang
melakukan secara eksplisit, bentuk bahasa sasaran「『寒いでした』、じゃありません
ね?」mengharapkan perbaikan dengan menunjukkan jelas hal yang keliru. Membetulkan
dengan memberi petunjuk seperti 「『寒い』は、イ形容詞ですね」 . Kasus yang
melakukan secara implisit adalah jadi bentuk:「寒いでした?」mendengar ulang dengan
bentuk yang mengulang seperti itu, menunjukkan dengan (tolong ucapkan sekali lagi),
mendengar ulang seperti hanya 「え?」.
Mengenai feedback koreksi, akan terbagi diskusi mengenai apakah ada atau tidak
pengaruh untuk diri sendiri feedback pada kesalahan pembelajar, ada juga peneliti yang
benar-benar tidak ada pengaruh. Tetapi, akhir-akhir ini hasil analisis kembali yang
mengumpulkan penelitian yang telah memeriksa hasil feedback, untuk memberikan bukti
negatif dari feedback, pada batasan tertentu mengerti hasil. Pusat penelitian masa kini
memindahkan pada bagaimanakah feedback yang bagus?
3.3 Bagaimanakah pengaruh feedback?
Bagaimanakah pengaruh feedback? Penelitian akhir-akhir ini, penelitian yang
memeriksa pengaruh menurut jenis feedback, ramai dilakukan. Terbagi dengan besar,
seperti yang ditunjukkan pada tabel 1 tadi, ada dua fokus yaitu apakah sebaiknya secara
eksplisit? atau apakah sebaiknya secara implisit? apakah sebaiknya feedback yang
menunjukkan kebenaran seperti recast? Atau Apakah sebaiknya mengajak perbaikan pada
pembelajar?
Namun, untuk menyelidiki langsung masing-masing feedback yang berbeda jenis
(apakah ada pengaruh dalam penguasaan?), justru perlu membandingkan dengan grup yang
mengikuti tipe feedback yang berbeda dengan melakukan jenis feedback tertentu dengan
item tertentu secara intensif lalu mengukur pengaruh itu dengan test. Tetapi, kenyataannya
feedback yang seperti itu pada pembelajar di kelas, ada masalah yang sulit secara fisik.
Karena itu, kebanyakan penelitian sampai sekarang, pengaruh feedack dari sudut pandang
bagaimana pembelajar merespon setelah feedback? dianalisis. Terutama, yang menjadi
pusat itu, poin yang menyebut apakah bisa sampai berapa jauh mengikuti feedback lalu
membetulkan dengan memperbaiki kesalahan diri sendiri (output). Dengan kata lain, dapat
dikatakan bahwa pengaruh suatu feedback, lebih pada feedback yang membuat pembetulan
kesalahan pembelajar, dengan feedback itu membuat sadar pada pembelajar daripada
feedback yang tidak menarik respon pembelajar apapun setelah feedback. Namun, juga
kemudian pengaruh yang sesungguhnya, karena ada juga cara pikir yang tidak bisa
mengukur, beberapa tahun ini, membagi pembelajar pada grup, memberikan feedback
tertentu pada masing-masing grup, lalu setelah itu membandingkan hasil test, dengan
demikian dilakukan juga penelitian percobaan yang cukup. Di bawah ini, saya coba
meringkas hal yang sudah dimengerti pada penelitian sampai sekarang.
Apakah feedback secara eksplisit atau feedback secara implisit?
Pada poin apakah secara eksplisit atau secara implisit, pada kebanyakan penelitian
diinformasikan dari penelitian yang melihat respon pembelajar setelah feedback, hasilnya
(ada pengaruh lebih pada feedback secara eksplisit daripada feedback secara implisit).
Feedback secara implisit, mengapa? Karena banyak yang tidak mengerti dilakukan feedback
pada bagian mana? Pembelajar tidak sadar. Misalnya membuat sadar kesalahan dengan
bentuk mendengar ulang 「寒いでした?」 terhadap kesalahan 「寒いでした」, sering
jawaban kembali 「はい」atau 「そうです」. Pembelajar berpikir bahwa penegasan
mengenai isi tanpa memikirkan feedback koreksi terhadap bentuk bahasa. Terutama, recast
yang menunjukkan kebenaran secara implisit seperti「あ。そうですか。寒かったです
か。」 tanpa menghentikan aliran komunikasi alami, ditunjukkan pada kebanyakan
penelitian sangat sulit menyadarkan karena digunakan dengan membawa kedua belah
fungsi yang menunjukkan bentuk bahasa sasaran terhadap kesalahan pembelajar dan fungsi
yang melakukan penegasan pada isi di dalam percakapan.
Apakah menunjukkan kebenaran dari pengajar atau apakah mengajak perbaikan pada
pembelajar?
Sementara itu, pada feedback yang mengajak perbaikan tanpa mengatakan
kebenaran, jika feedback yang menunjukkan kebenaran pada pembelajar dari pengajar
tanpa bertanya apakah secara eksplisit atau secara implisit, muncul hasil efektif kalau
melihat apakah pembelajar merespon dengan sadar atau bagaimana? Banyak amplifier take
lebih feedback yang mengajak perbaikan. Kemudian, tipe feedback yang mendorong
perbaikan, walaupun penelitian percobaan yang membandingkan hasil test setelah tipe
feedback yang berbeda adalah disebut prompt (cepat) atau negotiation of form (bentuk
negosiasi). Pada feedback koreksi, tampaknya banyak peneliti yang berpikir bahwa
penguasaan didorong dari membuat hasil bentuk yang benar dengan membuat perbaikan
output bukan hanya memberikan input bentuk yang benar pada bentuk seperti recast.
Focus on form sejak mulai diserukan, Recast diperhatikan sebagai metode yang
efektif itu, kalau meringkas hasil penelitian akhir-akhir ini, secara eksplisit. Recast dengan
feedback yang menunjukkan kebenaran lagi, sulit disadarkan, justru sulit menghubungkan
walaupun membuat perbaikan output. Akan tetapi, dikatakan karena itu, biasanya teknik
secara implisit bagus, tidak membatasi. Kalau berdasarkan cara pikir focus on form yang
disebutkan tadi, (『寒い』adalah kata sifat I yaa, oleh karena itu apakah boleh 『寒いでし
た』?) dll ditekankan bahwa ada pengaruh pada recast yang membuat sadar pada bentuk
yang benar tanpa menghentikan aliran komunikasi alami dan menghentikan aliran
komunikasi bukan melakukan pada pelajaran metode dengan jelas.
Kemudian kebanyakan penelitian sampai sekarang seperti yang disebutkan
sebelumnya adalah banyak yang melihat pengaruh feedback dengan dasar bahwa
bagaimana respon pembelajar setelah feedback? Apakah sudah memperbaiki kesalahan diri
sendiri? Karena itu, pembelajar yang sulit disadarkan, membetulkan feedback itu adalah
recast yang sulit terjadi, menjadi hasil pengaruh rendah. Tetapi, feedback yang memberi
input kebenaran di dalam komunikasi alami seperti recast, pada waktu itu walaupun tidak
ada respon seperti kesadaran dengan terang, pada waktu yang lama input positif ke
pembelajar, ada juga cara pikir yang menghubungkan dengan penguasaan.
Kenyataannya, diinformasikan juga hasil penelitian bahwa ada pengaruh yang
mendorong penguasaan dalam waktu bersamaan dan prompt juga recast. Sebagian besar
penelitian itu membagi pembelajaran dalam grup, pada masing-masing grup itu, pada suatu
bentuk bahasa tertentu mengulang secara intensif, melakukan feedback tipe yang sama lalu
membandingkan pengaruhnya disebut penelitian tipe. Terutama, pada penelitian yang
dilakukan akhir-akhir ini terhadap kekeliruan kata benda wanita/kata benda laki-laki di
Bahasa Prancis dengan metode seperti ini, muncul hasil yang sangat menarik. Belajar recast
walaupun tidak membetulkan, diinformasikan hasil bahwa didapatkan pengaruh yang
sekiranya sama dan pembelajar yang mengikuti prompt. Pada penelitian ini, grup yang
mengikuti feedback, setelah recast membetulkan bentuk yang benar itu dengan diri sendiri
hampir akan dilakukan, grup yang mengikuti feedback prompt, sebagian besar kasus, sedang
menghasilkan bentuk yang benar dengan memperbaiki kesalahan diri sendiri. Akan tetapi,
walaupun demikian, pembelajar yang mengikuti recast dan grup yang telah memperbaiki
kesalahan mengikuti prompt dengan diri sendiri, pada hasil test setelah itu tanpa muncul
kekeliruan, belajar seperti ini akan maju.
Ini barangkali, biasanya dibetulkan apa? Walaupun recast sulit dimengerti, kalau
melakukan recast yang mengkonsentrasikan pada salah satu item, mungkin menyadari
sesuatu sedang dibetulkan. Dengan kata lain, kalau memikirkan penjelasan bahwa kalau
menyadari, kenyataannya walaupun tidak ada amplifier take pembetulan yang keluar di
mulut, ada bermacam-macam pengaruh dalam waktu yang bersamaan. (Apakah mudah
disadari recast yang bagaimana? Akan dijelaskan di bagian selanjutnya).
Recast yang seperti ini, recast yang diulangi secara intensif pada bentuk bahasa yang
sama, pada penelitian secara percobaan yang dilakukan, diinformasikan dapatan hasil. Oleh
karena itu, pada recast yang dilakukan dengan mengulangi secara intensif, pembelajar
setelah recast walaupun tidak melakukan pembetulan, kemungkinan ada pengaruh yang
mendorong penguasaan. Di dalam kelas yang sebenarnya, hal yang disebut melakukan
recast secara intensif pada bentuk yang sama mungkin sulit tergantung pada kasus. Suatu
item dalam task yang digunakan berlimpah, saat latihan suatu item secara intensif, mungkin
ada pengaruh dengan mengulangi recast. Kemudian setelah mengajak perhatian dengan
berkata 「今日は~にフィードバックしますね」melakukan recast juga mungkin
berpengaruh.
3.4 Apakah recast atau prompt?
Pada bab 5 bagian 4.4, telah dipaparkan bahwa (koreksi kesalahan pada
pembelajaran bahasa ibu pada anak, tidak dilakukan tapi sebenarnya tidak begitu).
Sebenarnya, feedback yang dilakukan orang tua kepada anak adalah recast yang dipaparkan
sampai sini. Orang tua berkata 「そうね窓が開いたわね」pada kata-kata anak seperti
「窓が開けたね」, perlakuan recast diamati. Recast pada dasarnya, dari pengamatan di
bidang pembelajaran bahasa ibu seperti ini, sekiranya dipikirkan ada feedback secara
pengaruh walaupun pada pemerolehan bahasa kedua. Tapi, seperti pada sebelumnya, sulit
dimengerti apakah dilakukan feedback pada bentuk atau apakah penegasan mengenai isi?,
lagi pula, akan ditunjukkan bahwa mungkin dilakukan feedback pada bagian yang mana.
Sementara itu, dikatakan bahwa prompt yang mendorong perbaikan pada pembelajar lebih
berpengaruh. Lalu, kami sebaiknya menggunakan yang mana?
Recast yang mudah disadari
Sebenarnya, kalau mudah disadari pada recast, dipahami ada yang tidak begitu.
Awalnya, pembelajar, recast yang panjang, pada kasus mengoreksi kembali pembicaraan
pembelajar dengan recast, tidak bisa membereskan dari batas kemampuan pemberesan,
bagian manakah yang ada kesenjangan di antara pidato paling pertama diri sendiri? Karena
tidak mengerti, diinformasikan hasil penelitian bahwa recast yang pendek lebih
berpengaruh. Misalnya, terhadap pembicaraan seperti「明日は図書館に勉強しようと思
っています」, penulis sendiri, ingin berkata dengan kalimat yang baik dari kebiasaan
pengajar bahasa yang tidak terasa, mengembalikan seperti 、「ああ、図書館で勉強しよ
うと思っています」. Tetapi, karena ini terlalu panjang, dalam kepanjangan ini, 「に」
pada perbaikan dengan 「で」, pembelajar sulit menyadari. Bertanya balik dengan pendek
seperti 「ああ、図書館で?」lebih mudah menyadari.
Lagi pula, lokasi yang memperbaiki, ada kalanya lebih berpengaruh dilakukan pada
satu tempat. Pembelajar saat mengatakan 「明日は図書館に勉強すると思います」
akhirnya tanpa sengaja jadi ingin mengembalikan 「ああ、図書館で勉強しようと思って
いますか」 . Ini karena menjadi tiga point feedback, pembelajar ada dimanakah
kesenjangan pembicaraan sendiri? Kemungkinan tidak menyadari, tinggi.
Penulis sendiri, saat membaca pertama kali hasil penelitian ini, sangat menyesal.
Melakukan feedback sambil memperdengarkan keseluruhan kalimat yang lengkap,
melakukan feedback sekali bahkan beberapa kali, tidak boleh walaupun melakukan banyak
keserakahan.
Justru, recast terhadap suara dan kata lebih mudah disadari daripada recast ke item
secara tata bahasa. Ini juga, recast terhadap suara dan kata, pendek dengan
membandingkan hal secara tata bahasa. Lagi pula, ditunjukkan bahwa mungkin mudah
menjadi recast hanya satu lokasi.
Pada pelajaran yang bagaimanakah recast mudah disadari?
Lalu, tergantung di dalam pelajaran yang bagaimana melakukan recast?, mudah
disadari itu, kelihatannya berbeda. Pada program immersion, pelajaran pusat isi yang
difokuskan pada makna dll, recast terhadap feedback ke bentuk bahasa sulit disadari, pada
dasarnya kalau dari dalam pelajaran yang difokuskan batasan tertentu pada bentuk bahasa,
recast mudah disadari sebagai feedback ke bentuk bahasa juga ditunjukkan. Dengan kata
lain, pada recast, fungsi selain komunikasi yang dikatakan penegasan isi dan makna dan
karena ada pekerjaan kedua belah feedback ke bentuk bahasa, seluruh pelajaran pada
dasarnya kalau pusat komunikasi ada, recast diterima sebagai penegasan isi, seluruh
pelajaran seadanya seperti mengarahkan perhatian pada bentuk bahasa. Recast mudah
diterima sebagai feedback ke bentuk bahasa.
Apakah recast bukti negatif ataukah bukti positif?
Lagi pula, diberikan salah satu lagi sebagai diskusi mengenai recast, recast diserukan
sebagai feedback yang memberi bukti negatif. Sebenarnya secara langsung ditunjukkan
bukan hanya memberi bukti negatif, feedback yang juga memberi bukti positif. Ini, penulis
sendiri juga merasakan dari pengalaman sebagai pembelajar.
Penulis, di dalam pesawat perusahaan penerbangan Amerika, pernah mengikuti
recast dari karyawan di ruang penumpang. Saat meminta kopi, mendengar dengan Bahasa
Inggris (apakah butuh susu dan gula?), saya berkata tolong hanya susu, dengan kata lain
menjawab “Only milk”, ditegaskan “Just milk?”. Saat ini penulis, merasa (apa? Apakah just
lebih baik ya..). Recast ini dapat dikatakan menghubungkan kesadaran dan keteguhan. Ini
recast dengan level bahasa seperti yang sudah dipaparkan dihalaman sebelumnya mudah
disadari juga sesuai. Ngomong-ngomong, sebenarnya di bagian ini apakah aneh
menggunakan “only”? Atau hanya mendengar ulang dengan cara berkata yang berbeda kata,
apakah kalau “only” tidak apa apa? Itu hanya recast ini tidak mengerti. Oleh karena itu
recast kasus ini dapat dikatakan menjadi feedback yang memberi bukti positif tapi tidak
menjadi feedback yang memberi bukti negatif. (setelah itu, saya coba mendengar native
speaker Bahasa Inggris, menjawab kembali bahwa [Only tidak bisa digunakan]).
Tentu saja, pada recast yang mengikuti dari pengajar di kelas dan recast yang
mengikuti di luar kelas, perbedaan cara menerima oleh pembelajar juga dipikirkan. Seperti
kasus yang dipaparkan di sini, pada dasarnya bentuk itu apakah salah atau tidak, sama sekali
tidak memiliki pengetahuan. Walaupun recast dilakukan, mungkin bisa dikatakan itu apakah
salah atau tidak? tidak tahu. Recast apakah menjadi bukti negatif atau tidak, sampai
sekarang pendapatnya terbagi.
Sementara itu, prompt berbeda dengan recast, memberi bukti negatif, seperti
sebelumnya lagi, mendorong perbaikan seperti 「え、『寒いでした』でいいですか」,
harus berusaha menarik (output paksaan) yang dikatakan dengan hipotesis output. Namun,
metode yang membuat pusat perhatian pembelajar pada bentuk bahasa lebih kuat daripada
recast dengan poin membuat perbaikan bentuk, yang demikian menghambat aliran
komunikasi. Oleh karena itu, peneliti yang menyerukan focus on form, mendorong
pembelajaran recast secara implisit lebih menekankan, merubah nada suara dll. Recast
tergantung modifikasi yang membuat menonjolkan recast itu sendiri, menjadi sesuatu
secara pengaruh.
Saat recast berpengaruh, saat prompt berpengaruh
Sesuai pendapat di antara peneliti sekarang,tidak bisa dilihat, dikatakan bahwa
mungkin membagi gunakan keduanya baik, kelihatannya layak. Misalnya, terhadap item
yang tidak digunakan tapi pembelajar mengetahui semuanya, membuat perbaikan output
menurut prompt, perlu mendorong otomatisasi pengetahuan, sebaliknya, kasus kesalahan
yang melampaui kemampuan masa kini pembelajar, dikatakan bahwa recast lebih baik.
Kasus kesalahan yang cukup tersampaikan juga, hanya menyentuh pada input, bahasa
perantara di atas itu, karena ada kemungkinan jadi keadaan yang tidak diperbaiki, kasus itu,
pada recast tidak begitu berharap pengaruh, mungkin perlu mendorong perbaikan menurut
prompt. Recast ke suara dan kata, menjadi referensi mudah menyadari. Hal seperti ini
menggunakan yang manapun mungkin jadi referensi pertimbangan.
Lagi pula, karena tidak ada alasan membuat perbaikan dengan melakukan feedback
prompt pada semua kesalahan, walaupun makna itu jadi perlu menggunakannya dengan
mencampurkan recast. Terutama, seperti sebelumnya, seluruh pelajaran pada dasarnya hal
yang difokuskan pada bentuk bahasa bahkan recast karena mengerti mudah disadari, di
pengajaran Bahasa Jepang masa kini sering dilakukan. Pada silabus tata bahasa, kalau
pelajaran bentuk memasukkan unsur komunikatif. Recast jadi mudah digunakan. Namun,
kasus melakukan recast, perlu memudahkan menyadari dengan memperhatikan dari
sebelumnya (pendeknya), (poin perbaikan pada satu lokasi) dll, lalu mungkin perlu
mendorong kesadaran dengan nada suara, ekspresi wajah dll.
Membagi gunakan feedback secara pengaruh
Kalau meringkas sampai sini, menjadi seperti berikut:
(1) Sulit disadari bahwa recast adalah feedback koreksi ke bentuk bahasa, kemudian
dilakukan feedback pada bagian manakah? Banyak yang tidak mengerti pada
pembelajar.
(2) Tetapi, recast pendek, lokasi perbaikan hanya satu lokasi, menjadi mudah disadari.
Modifikasi dengan menunjolkan perubahan nada suara dll juga perlu.
(3) Pada pelajaran yang memnfokuskan pada bentuk bahasa dasarnya, recast mudah
disadari.
(4) Harus mengetahui semua tapi, feedback kepada item yang tidak bisa digunakan,
berpengaruh dan mendorong perbaikan daripada prompt.
(5) Pada kesalahan yang melampaui level bahasa masa kini pada pembelajar, mungkin
recast lebih baik.
3.5 Sebaiknya melakukan feedback pada kesalahan yang bagaimana?
Adapun, walau mengerti pada batasan tertentu bahwa bagaimanakah feedback
secara pengaruh? Melakukan feedback pada semua kesalahan pembelajar, tidak mungkin di
berbagai makna. Dari hasil penyelidikan, muncul hasil bahwa kebanyakan pembelajar (ingin
mengoreksi kesalahan), kemudian, memperbaiki kesalahan setiap berbicara. Penulis juga,
ketika ditunjukkan satu satu setiap menghilangkan –s bentuk plural, saya menjadi benci
berbicara Bahasa Inggris. Kemudian, sebelum semuanya menunjukkan kesalahan, bagi
pembelajar jadi stres, cara merasakan stres itu juga ada perbedaan pribadi. Justru, ketika
memperbaiki semua kesalahan pembelajar pelajaran tidak maju, aliran komunikasi juga
berhenti. Kami pengajar, apakah melakukan feedback sebelum kesalahan pembelajar atau
tidak? Kalau melakukan melakukan feedback yang bagaimana? Perlahan-lahan harus
mempertimbangkan sejenak.
Pada kasus itu, kesalahan itu kesalahan yang bagaimana? Pada pelajaran itu
sekarang mengajar apa? Apakah kesalahan yang dibuat di dalam aktifitas dan tujuannya
apa? Jumlah orang di kelas, pada kebanyakan pembelajar apakah kesalahan dapat dilihat
bersama? Watak pembelajar itu dll harus memikirkan sesaat berbagai macam hal.
Pertimbangan seperti ini, hanya memelihara sambil menumpuk pengalaman di lapangan,
hasil penelitian feedback sebagai salah satu dasar pertimbangan waktu itu, jadi penting.
Mengendalikan keputusan dengan besar apakah melakukan feedback atau tidak,
kesalahan itu kesalahan yang bagaimana? Ini juga, menjelaskan langkah yang tidak bisa
dikatakan. Dikatakan bahwa feedback yang cocok untuk langkah kemajuan pembelajar
adalah efektif. Dari sudut pandang ini, error yang melampaui kemampuan pembelajar
sekarang, persetujuan dengan recast.
Lagi pula, telah dipaparkan pada bab 1, global error yang berhubungan dengan
makna dan lokal error yang tidak berhubungan dengan makna, apakah mungkin ada
keperluan melakukan feedback yang mana. Penulis juga begitu, barangkali lebih banyak
kecenderungan melakukan feedback pada global error daripada memperbaiki satu persatu
lokal error yang kecil. Kasus global error dasarnya, makna pada intervensi satu persatu di
lokal error yang tidak bekerja, ada keraguan walaupun sebagai pengajar.
Tetapi, kalau memikirkan dari sudut pandang pembelajaran, makna global error yang
tidak bekerja seperti tertulis di bab 5, terjadi perundingan makna walaupun di luar kelas,
aktifitas kelas, pear work sesama pembelajar dll, mendapatkan kesempatan sadar pada
kesalahan. Kesempatan menyadari pada lokal error dengan mengalirkan makna, tidak
kunjung didapatkan di luar kelas. Kami pengajar harus melakukan feedback, ada
kemungkinan menjadi begitu. Oleh karena itu, dikatakan bahwa di kelas feedback lokal error
juga penting.
Mengenai ini, hendaknya dikatakan sebagai dilema pengajar bahasa. Penulis sendiri,
walaupun jadi level pada batasan tertentu memasukkan 「の」seperti 「大きいの本」,
membagi gunakan tempat 「に」dan 「で」dll. Pada pembelajar lokal error yang telah
diputuskan diulangi, di kelas sambil melakukan recast pada batasan tertentu, mengamil
bentuk yang sekiranya mendorong perhatian dengan melakukan feedback secara pribadi
setelah selesai pelajaran dll, sebaiknya metode yang bagaimana? Merasa harus memikirkan
terus menerus.
Perlu dicatat, walaupun ada lokal error karena makna itu mengalir, ada pikiran tidak
usah memperbaiki. Itu adalah masalah yang berbeda. Tentu saja, tidak perlu menuju bahasa
asing yang sempurna yang benar-benar tidak ada kesalahan. Masing-masing pembelajar
perlu berbahasa Jepang yang bagaimana? Ingin menjadi penutur Bahasa Jepang yang
bagaimana? Sisi pembelajar yang memutuskan. Hak yang memutuskan dari
penekanan/prinsip pengajar (bagus dengan Bahasa Jepang pada batasan ini karena
mengalirkan) tidak ada pada kami. Pembelajar yang menuju Bahasa Jepang tanpa kesalahan
ada banyak, tidak bisa menyangkal itu.
Kemudian, hal tidak boleh dilupakan adalah harus melakukan feedback seperti jaman
audio lingual (untuk mengkritik kesalahan). Feedback harus dilakukan untuk membantu
perkembangan bahasa pembelajar bukan menyangkal bahasa pembelajar.
Mengenai feedback, banyak yang belum jadi jelas, tapi sedikit demi sedikit mengerti
seperti yang dipaparkan sampai sini. Feedback di kelas, dapat dikatakan bahwa pengajar
individu dan hasil penelitian pembelajaran mempertimbangkan waktu-waktu itu,
memanfaatkan dengan full keduanya dan didapatkan dengan menumpuk pengalaman di
lapangan.
4. Sekali lagi, mengenai urutan mengajar
Di bab 4, sudah dipaparkan mengenai urutan mengajar, di akhir bacaan, tertulis
bawah (ada pilihan mengajar duluan dari hal yang sulit). Seperti ini, dalam bidang penelitian
pemerolehan bahasa kedua, teori yang sekiranya bertentangan sekilas dan mengajar
sepanjang langkah perkembangan, diusulkan. Ini hal yang bagaimana? Lalu, sebaiknya
bagaimana memikirkannya?
Awalnya, mari coba lihat bagaimanakah teori ini. Ini disebut model proyeksi
(projection model) yaitu teori yang disebut dipelajari bersama-sama kalau ada input maupun
hal yang mudah di dalam item itu, kalau mengajar hal yang sulit di dalam item itu, saat
mengajar suatu item. Misalnya, pada bagian yang berhubungan dengan Bahasa Inggris dll,
bagian yang berhubungan dengan nominatif (contoh: The man who came here yesterday)
lebih mudah daripada preposisi (contoh: The man with whom I went to Kyoto). Kalau
dipikirkan biasa, lebih baik mengajar dengan berurutan dari hal yang mudah. Cara pikir
model proyektor, kalau diajarkan duluan bagian hubungan menggunakan with whom atau
by which, bagian yang hubungan nominatif juga dipelajari bersama-sama. Kenyataannya,
pada kebanyakan penelitian, latihan bagian hubungan with whom dll, muncul hasil bahwa
sampai juga di bagian hubungan nominatif. Namun, model seperti ini, item yang diperiksa
masih sedikit, untuk bagian hubungan lainnya hanya ada kata ganti orang di Bahasa Inggris.
Jawaban yang jelas sebagai hasil penelitian tidak muncul, yang penting di sini,
pemikiran yang terlihat seperti sangat wajar (mengajar dari hal yang mudah) adalah
berlawanan, ada kemungkinan bahwa (mungkin sebaiknya mengajar dari hal yang sulit).
Mari lihat satu contoh Bahasa Jepang. Pada Bahasa Jepang 「ている」 yang
menunjukkan keadaan hasil seperti 「窓が開いている」 dan 「ている」 yang
menunjukkan “sedang melakukan” seperti 「本を読んでいる」, kebanyakan di penelitian
muncul bahwa mempelajari pengalaman lebih cepat daripada keadaan hasil atau mudah
dipelajari. Kenyataannya, di kebanyakan buku teks level dasar, perjalanan 「ている」
supaya lebih diajarkan duluan. Lalu, kalau coba mengajar itu dengan urutan berlawanan,
jadi bagaimana?
Penulis di lembaga yang mengajar Bahasa Jepang, pada buku text yang digunakan
(Situational Functional Japanese), 「ている」 keadaan hasil muncul langkah uang cukup
cepat, lalu setelah itu kemudian mengajarkan 「ている」 “sedang melakukan”. Kalau
menulis dengan rinci, mempelajari sedikit jumlah kata kerja keadaan hasil seperti 「窓が開
いている」di bab 8 selama sampai 25 bab. Di sini mempelajari juga frekuensi yang
ungkapannya tinggi digunakan dengan 「ている」seperti 「持っている」「住んでいる」
「結婚している」 . Setelah itu, di bab 11 mempelajari kata kerja transitif/kata kerja
intransitif 「ている」keadaan hasil mempelajari sedikit banyak kata kerja seperti 「止まっ
ている」「壊れている」dll. Setelah itu di bab 13 akhirnya muncul 「ている」”sedang
melakukan”. Dengan kata lain, pembelajar dari paling awal mulai menggunakan bentuk yang
menunjukkan bentuk 「ている」, setelah itu (sedang melakukan) juga belajar digunakan.
Tidak ada alasan memeriksa dengan baik, ada pengalaman penulis. Kalau mengajar dengan
berurutan seperti ini, mengenai belajar di kelas seperti「あいている」「ついている」dll,
「ている」keadaan hasil merasa tersampaikan dengan sangat baik. Justru, saat mengajar
「ている」”sedang melakukan”, sebagian besar pembelajar meskipun ada (makna yang
berbeda) ke bentuk yang sama, menerima tanpa perlawanan. 「ている」 ”sedang
melakukan” tidak perlu mengambil waktu untuk latihan sampai itu.
Ini kalo coba pikirkan gejalanya yang sangat setuju. 「ている」”sedang melakukan”,
dalam Bahasa Inggris disebabkan dengan bentuk perjalanan seperti be eating. Bagi
pembelajar, berpikir (ah, 「ている」di Bahasa Jepang adalah be –ing), 「読んでいる」
adalah be reading, 「見ている」, kelihatannya itu tidak sesulit bentuknya. Pembelajar
yang memiliki bahasa ibunya selain Bahasa Inggris juga, ada bentuk “sedang” di bahasa
ibunya sendiri. Selain itu mungkin dapat dipahami. Sementara itu, keadaan hasil
menunjukkan bermacam-macam seperti 「開いている」, di Bahasa Inggris 「開いている」
adalah be open, 「(電気)がついている」adalah be on. Tidak bisa menunjukkan dengan
bentuk yang sama dan bentuk “sedang melakukan”. Pada kebanyakan bahasa dikatakan
bahwa bentuk “sedang melakukan” dan keadaan hasil tidak ditunjukkan dengan bentuk
yang sama.
Perlu dicatat, permasalahan di sini adalah kalau mengajar 「ている」”sedang
melakukan” duluan, pembelajar sekali membuat kaitan kuat bahwa 「ている」 adalah
bentuk “sedang melakukan”, bukan menjadi sulit bisa diluar itu. Terutama, kaitan bahwa
「ている」adalah bentuk “sedang melakukan”. Bentuk “sedang melakukan” bagi penutur
asli suatu bahasa, sangat jelas (clear), karena kaitan yang mudah dimengerti, seadanya
begitu, melepaskan diri dari situ, sulit.
Pembelajar pada kasus mengaitkan makna dan bentuk, dikatakan awalnya satu
lawan satu. Kemudian, memindahkan untuk mengaitkan terlalu banyak satu secara
bertahap, kaitan paling pertamamudah digunakan dengan mengaitkan yang sangat mudah
dimengerti. Kaitan itu karena menggunakan berkali-kali lama-lama menjadi kuat. Di situ,
ditunjukkan mengaitkan hal lain jadi sulit. Justru, 「ている」hasil keadaan, pada bentuk
“sedang melakukan” bahasa sendiri, karena banyak makna yang tidak ditunjukkan, setelah
mengajar 「ている」”sedang melakukan” duluan lalu mengajar 「ている」hasil keadaan,
pada 「ている」yang menunjukkan “sedang melakukan”, mendorong makna yang benar-
benar berbeda.
Lalu, pada kasus mengajar dengan urutan yang sebaliknya bagaimana? Pembelajar,
saat belajar 「ている」hasil keadaan, karena sulit menemukan yang mana yang pantas di
bahasa ibu sendiri, sedikit banyak kesulitannya menyertai tapi dengan demikian membuat
kaitan bahwa 「ている」=bentuk yang menunjukkan keadaan. Sebenarnya, karena (sedang
melakukan) termasuk sebagian keadaan juga menunjukkan gerakan yang sedang
berlangsung, 「ている」membuat kaitan menunjukkan keadaan. Setelah itu, memperluas
makna (sedang melakukan), bagi pembelajar mungkin tidak sesulit memahami itu.
Saat ada makna di atas dua buah pada satu bentuk, cenderong berpikir sebaiknya
mengajar dari yang mudah dimengerti dan gampang. Sebenarnya, daripada mengajar
duluan hal yang mudah, setelah itu dikatakan bahwa ada kemungkinan menjadi hasil yang
membuat menunda pembelajaran pengajaran, mungkin penting untuk mengingatnya di
kepala. Oleh karena itu, mengenai bentuk semuanya, apakah sebaiknya mengajar yang lebih
sulit dulaun seperti ini atau tidak? Tidak tahu. Satu satu, kenyataannya, apakah mengajar
dengan berurutan lebih berpengaruh? Lalu, kami pengajar mungkin ada mencoba menguji
di kelas. Yang penting, saat mengajar mengajar yang mana duluan? bagaimakah
mengajarkannya? Memikirkan memasukkan pada bidang pandang ada pilihan bahwa
mengajar yang sulit duluan.
Perlu dicatat, cara pikir duluan yang sulit dan cara pikir langkah kemajuan bukan hal
yang kontradiktif. Duluan hal yang sulit, karena pembicaraan (hal yang sulit dan hal yang
mudah dalam suatu item), misalnya mengajar kalimat majemuk duluan daripada kalimat
tunggal, bukan pembicaraan begitu. Oleh karena itu, seperti yang sudah dipaparkan di bab 4
bagian 7, sambil memikirkan sebagai kerangka yang besar hal langkah kemajuan, lalu, pada
kasus bagaimana mengajar suatu bentuk, mungkin sebaiknya memikirkan cara pikir yang
lain.
Ringkasan bab ini:
(1) Pada proses pemahaman makna di bahasa kedua, mendengarkan isi bahasa kemudian
mengatur makna. Fungsi bahasa tidak diatur, dengan kata laiin acap kali terjadi
pemahaman makna tanpa mengatur tata bahasa.
(2) Pada bimbingan pengaturan (Processing Instruction), setelah mengenalkan item baru,
pertama melakukan tugas memahami input, setelah melakukan kaitan makna dan
bentuk dari input, memindahkan pada kegiatan output.
(3) Pada bimbingan kelas, dipikirkan perlu focus on form untuk membuat arah pada bentuk
bahasa dan perhatian pembelajar di dalam suatu konteks makna.
(4) Bimbingan secara eksplisit daripada bimbingan secara implisit, untuk mengembangkan
kemampuan tata bahasa secara eksplisit kelihatannya ada pengaruh, mendapatkan
kemampuan yang dapat digunakan di dalam komunikasi, apakah ada pengarauh atau
tidak, sekarang belum tahu. Yang manapun juga, pemikiran yang layak bahwa
pengetahuan di bimbingan yang memfokuskan pada bentuk bahasa adalah
pengetahuan secara eksplisit, pengetahuan itu mendorong penguasaan dengan bentuk
membantu penguasaan dari input.
(5) Feedback secara implisit (recast) adalah sulit disadari bahwa feedback koreksi ke bentuk
bahasa, lalu, kebanyakan pembelajar tidak tahu di bagian manakah dilakukan feedback?
Tapi, dari hasil penelitian pembelajar kalau menyadari, walaupun tidak memperbaiki,
disarankan juga kemungkinan ada pengaruh yang sama dengan (prompt) yang
mendorong perbaikan.
(6) Membagi gunakan dengan baik (prompt) dan (recast) itu penting.
(7) Daripada mengajarkan duluan hal yang mudah, setelah itu penguasaan pengajaran ada
kemungkinan menjadi hasil yang ditunda. Saat memikirkan bagaimanakah
mengajarkannya? Mengajarkan duluan yang mana? penting memikirkan memasukkan
ke bidang pandang yang ada pilihan mengajarkan duluan hal yang sulit.