PATOFISIOLOGI
Jejas Sel
KELOMPOK 5
DIV KEPERAWATAN TINGKAT I SEMESTER II
1 Putu Epriliani (P07120214010)
2 I Gusti Ayu Cintya Adianti (P07120214012)
3 Ni Putu Novia Indah Lestari (P07120214016)
4 Kadek Poni Marjayanti (P07120214026)
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
TAHUN AJARAN 2015
0
A. Pengertian Jejas Sel
Jejas sel (cedera sel) terjadi apabila suatu sel tidak lagi dapat beradaptasi terhadap
rangsangan. Hal ini dapat terjadi bila rangsangan tersebut terlalu lama atau terlalu
berat. Sel dapat pulih dari cedera atau mati bergantung pada sel tersebut dan besar
serta jenis cedera. Apabila suatu sel mengalami cedera, maka sel tersebut dapat
mengalami perubahan dalam ukuran, bentuk, sintesis protein, susunan genetik, dan
sifat transportasinya.
Berdasarkan tingkat kerusakannya, cedera atau jejas sel dikelompokkan menjadi 2
kategori utama yaitu jejas reversible (degenerasi sel) dan jejas irreversible (kematian
sel). Jejas reversible adalah suatu keadaan ketika sel dapat kembali ke fungsi dan
morfologi semula jika rangsangan perusak ditiadakan. Sedangkan jejas irreversible
adalah suatu keadaan saat kerusakan berlangsung secara terus-menerus, sehingga sel
tidak dapat kembali ke keadaan semula dan sel itu akan mati. Cedera menyebabkan
hilangnya pengaturan volume pada bagian-bagian sel.
B. Contoh Sel Normal
Sel tumbuhan
1
Sel hewan
C. Contoh Gambar Sel yang mengalami
Regenerasi
Regenerasi sel adalah fitur biologis dari semua organisme hidup dari bakteri
sampai tanaman dan amfibi sampai mamalia. Regenerasi sel adalah tindakan
pembaharuan, pertumbuhan, atau restorasi sel yang terlibat dalam pematangan,
penyembuhan luka, perbaikan jaringan, dan fungsi biologis yang sama.
2
Hiperplasia, hipertropi
Hipertrofi adalah peningkatan volume organ atau jaringan akibat pembesaran
komponen sel. Ia harus dibedakan dengan hiperplasia, yang dalam kondisi ini
ukuran sel tetap akan tetapi jumlah sel yang bertambah. Meskipun hipertropi
dan hiperplasia adalah dua proses yang berbeda, seringkali muncul bersamaan,
seperti dalam kasus proliferasi yang dirangsang hormon serta perbesaran sel
pada rahim saat kehamilan.
Hipertrofi Hiperplasia
Displasia, Metaplasia,dan Degerasi
Displasia adalah merujuk kepada pembentukan dan perkembangan sel secara
tidak beraturan. Fenomena ini mungkin diiringi dengan metaplasia skuama
seperti dalam bronkus atau serviks dan hiperplasia epitelium skuama hasil dari
pengasalan kepada cahaya matahari antara perubahan yang berlaku termasuklah
peningkatan mitosis, penghasilan sel yang tidak normal dan sel bercenderung
menyimpang daripada susunan asal. pembentukan dan bagaimana displasia
terjadi masih tidak diketahui tetapi sentiasa berasosiasi dengan bermulanya
malignan dan displasia seringkali ditemui dalam epitelium serviks uterus
3
Degenerasi
Degenerasi merupakankelainan sel yang terjadi akibatcedera ringan. perubahan
morfologi dan fungsi yang sifatnya reversibel (bisa kembali menjadi normal).
Degenerasi sel atau jaringan dapat diamati dari komponen komponen yang ada
pada sel seperti membran sel, inti sel, dan sitoplasmanya.
Degenerasi adalah perubahan-perubahan morfologik akibat trauma yang
nonfatal atau Degenerasi sel (kemunduran sel) adalah kelainan sel yang terjadi
akibat cedera ringan. Cedera ringan yang mengenai struktur dalam sel seperti
mitokondria dansitoplasma akan mengganggu proses metabolisme sel
Kerusakan reversibel artinya bisa diperbaiki apabila penyebabnya segera
dihilangkan.Apabila tidak dihilangkan, atau bertambah berat, maka kerusakan
menjadi reversibel, dan sel akan mati
Atropi, infiltrasi
Atrofi yang terjadi pada suatu alat tubuh menyebabkan alat tubuh mengecil.
Dengan perkataan lain alat tubuh tersebut melisut. Mengecilnya alat tubuh
tersebut terjadi karena sel sel spesifik, yaitu sel sel parenchym yangmenjalankan
fungsi alat tubuh tersebut mengecil
5
Atrofi
Infiltasi
Sel radang akut yang di awali gangguan sistemik (perubahan metabolisme )
menghasilkan metabolit berlebih yang menimbulkan jejas pada sel sehat.
D. Penyebab Jejas Sel
Penyebab terjadinya jejas sel (cedera sel) :
1) Hipoksia (pengurangan oksigen) terjadi sebagai akibat dari :
a. Iskemia (kehilangan pasokan darah)
Dapat terjadi bila aliran arteri atau aliran vena dihalangi oleh penyakit vaskuler
atau bekuan didalam lumen.
b. Oksigenisasi tidak mencukupi karena kegagalan kardiorespirasi. Misalnya
pneumonia.
6
c. Hilangnya kapasitas pembawa oksigen darah misalnya anemia, keracunan
karbon monooksida.
Tergantung pada derajat keparahan hipoksi, sel-sel dapat menyesuaikan,
terkena jejas atau mati. Sebagai contoh, bila arteri femoralis menyempit, sel-sel
otot skelet tungkai akan mengisut ukurannya (atrofi). Penyusutan massa sel ini
mencapai keseimbangan antara kebutuhan metabolik dan perbekalan oksigen
yang tersedia. Hipoksi yang lebih berat tentunya akan menyebabkan jejas atau
kematian sel.
2) Faktor fisik
a. Trauma
Trauma mekanik dapat menyebabkan sedikit pergeseran tapi nyata, pada
organisasi organel intrasel atau pada keadaa lain yang ekstrem, dapat merusak sel
secara keseluruhan.
b. Suhu rendah
Suhu rendah mengakibatkan vasokontriksi dan mengacaukan perbekalan darah
untuk sel. Jejas pada pengaturan vasomotor dapat disertai vasodilatasi, bendungan
aliran darah dan kadang-kadang pembekuan intravaskular. Bila suhu menjadi
cukup rendah aliran intrasel akan mengalami kristalisasi.
c. Suhu Tinggi
Suhu tinggi yag merusak dapat membakar jaringan, tetapi jauh sebelum titik
bakar ini dicapai, suhu yang meningkat berakibat jejas dengan akibat
hipermetabolisme. Hipermetabolisme menyebabkan penimbunan asam metabolit
yang merendahkan pH sel sehingga mencapai tingkat bahaya.
d. Radiasi
Kontak dengan radiasi secara fantastis dapat menyebabkan jejas, baik akibat
ionisasi langsung senyawa kimia yang dikandung dalam sel maupun karena
ionisasi air sel yang menghasilkan radikal “panas” bebas yang secara sekunder
bereaksi dengan komponen intrasel. Tenaga radiasi juga menyebabkan berbagai
mutasi yang dapat menjejas atau membunuh sel.
7
e. Tenaga Listrik
Tenaga listrik memancarkan panas bila melewati tubuh dan oleh karena itu
dapat menyebabkan luka bakar dan dapat mengganggu jalur konduksi saraf dan
berakibat kematian karena aritmi jantung
3) Bahan kimia dan obat-obatan
Banyak bahan kimia dan obat-obatan yang berdampak terjadinya perubahan
pada beberapa fungsi vital sel, seperti permeabilitas selaput, homeostasis osmosa
atau keutuhan enzim dan kofaktor. Masing-masing agen biasanya memiliki
sasaran khusus dalam tubuh, mengenai beberapa sel dan tidak menyerang sel
lainnya. Misalnya barbiturat menyebabkan perubahan pada sel hati, karena sel-sel
ini yang terlibat dalam degradasi obat tersebut. Atau bila merkuri klorida tertelan,
diserap dari lambung dan dikeluarkan melalui ginjal dan usus besar. Jadi dapat
menimbulkan dampak utama pada alat-alat tubuh ini. Bahan kimia dan obat-
obatan lain yang dapat menyebabkan jejas sel :
a. Obat terapeotik misalnya, asetaminofen (Tylenol).
b. Bahan bukan obat misalnya, timbale dan alkohol.
4) Bahan penginfeksi atau mikroorganisme
Mikroorganisme yang menginfeksi manusia mencakup berbagai virus, ricketsia,
bakteri, jamur dan parasit. Sebagian dari organisme ini menginfeksi manusia
melalui akses langsung misalnya inhalasi, sedangkan yang lain menginfeksi melalui
transmisi oleh vektor perantara, misalnya melalui sengatan atau gigitan serangga.
Sel tubuh dapat mengalami kerusakan secara langsung oleh mikroorganisme,
melalui toksis yang dikeluarkannya, atau secara tidak langsung akibat reaksi imun
dan perandangan yang muncul sebagai respon terhadap mikroorganisme.
5) Reaksi imunologik, antigen penyulut dapat eksogen maupun endogen. Antigen
endogen (misal antigen sel) menyebabkan penyakit autoimun.
6) Kekacauan genetik misalnya mutasi dapat menyebabkan mengurangi suatu
enzim kelangsungan.
7) Ketidakseimbangan nutrisi, antara lain :
a. Defisiensi protein-kalori.
b. Avitaminosis.
8
c. Aterosklerosis, dan obesitas.
d. Penuaan.
E. Mekanisme Terjadinya Jejas Sel
Ada banyak cara yang berbeda yang menyebabkan jejas sel. Selain itu,
mekanisme biokimia yang berkaitan dengan jejas dan menghasilkan manifestasi pada
sel dan jaringan sangatlah kompleks dan berkaitan erat dengan intracellular pathway.
Meskipun demikian beberapa prinsip umum yang relevan untuk membentuk jejas sel
adalah :
1. Resposn sel terhadap jejas dapat berbeda, bergantung pada tipe jejas, waktu
lamanya jejas dan keparahannya. Jadi, racun yang sedikit atau durasi yang cepat dari
ischemia bisa menyebabkan jejas sel reversible, sedangkan racun yang banyak atau
ischemi yang lebih panjang bisa menyebabkan jejas sel irreversible dan kematian sel.
2. Akibat suatu jejas bergantung pada tipe status, kemampuan adaptasi dan susunan
genetik sel. Misalnya: jejas yang sama berdampak sangat berbeda, bergantung tipe
sel, sel otot polos beda dengan sel otot kerangka atau sel otot jantung.
3. Sistem intraseluler
a. Keutuhan sel membran
Sangat penting untuk homeostasis selular ionic dan osmotic; (2) pembentukan
adenosine triphosphate (ATP). secara besar melalui respirasi aerobik di
mitokondria.
b. Pembentukan adenosine trifosfat (ATP)
Berkurangnya sintesis ATP adalah frekuensi yang diikuti oleh hipoksik
(kekurangan O2) dan jejas kimia (racun). ATP diproduksi dengan cara
phosphorilasi oksidative yang merubah ADP menjadi ATP dari hasil reaksi
reduksi O2 dengan transfer electron di mitokondria. Atau dengan glycolytic
pathway dimana produksi ATP tanpa menggunakan O2 dengan menghidrolisis
glikogen ataupun glukosa darah.
9
Aktivitas membrane plasma ATP-driven “pompa natrium” menurun, dengan
akumulasi natrium di intraselular dan difusi kalium keluar sel. Meningkatnya
zat terlalur sodium diikuti isosmotik air, menghasilkan pembengkakan sel
akut. Pada nantinya hal ini akan meningkatkan pemenuhan osmotic dari
akumulasi dari hasil metabolism lain, seperti inorganic phosphate, asam
laktat, dan nukleotida purine.
Glikolisis anaerob meningkat karena penurunan ATP dan diikuti
meningkatnya adenosine monophosphat (AMP) yang menstimulasi enzim
phosphofructokinase. Jalur ini meningkatkan asam laktat yang menurunkan
ph intraselular.
Penurunan ph intraselular dan level ATP menyebabkan ribosom lepas dari
reticulum endoplasma kasar dan polysome berpisah menjadi monosome,
dengan menghasilkan reduksi dari sintesis protein.
10
c. Sintesis protein
d. Keutuhan perlengkapan genetik
4. Komponen struktural dan biokimia suatu sel saling berhubungan yang
menghiraukan permulaan tempat terjadinya jejas, efek kedua yang berlipat secara
cepat terjadi. Sebagai contoh, keracunan respirasi aerobic oleh sianida menghasilkan
gangguan aktivitas Na-K ATPase yang penting untuk mempertahankan keseimbangan
osmotic intraselular, sebagai akibatnya sel dapat dengan cepat membengkak dan
pecah.
5. Fungsi sel dan perubahan morfologi jejas sel
Fungsi sel telah hilang jauh sebelum kematian sel terjadi, dan perubahan
morfologi dari jejas sel (atau kematian sel) tertinggal jauh dibelakang keduanya.
Perubahan morfologi jejas sel, yang terdapat pada membrane plasma tampak
pertama-tama pada jejas sel, mencerminkan gangguan pengaturan ion dan volume
yang disebabkan oleh kehilangan ATP. Hal ini terdiri atas pembengkakan sel,
pembentukan gelembung sitoplasma, penumpukan dan distorsi jonjot mikro,
pembentukan gambaran myelin dan gangguan serta kehilangan pelekatan intersel.
11
Perubahan ini dapat terjadi cepat dan reversible. Pada tahap lanjut jejas irreversible
robekan tampak pada selaput yang membungkus sel dan membrane organel.
Perubahan mitokondria terjadi sangat cepat setelah jejas iskemi tetapi terjadi
lambut pada beberapa jejas kimia. Segera setelah iskemi, mitokondria tampak menjadi
padat. Tetapi segera diikuti oleh pembengkakan mitokondria karena pergeseran ion
yang terjadi pada bagian-bagian dalamnya, kepadatan amorf yang khas tampak
menjelang 30 menit setelah iskemi miokardium yang berhubungan dengan awal
keadaan irreversible. Kepadatan ini terdiri dari lemak dan kompleks lipid-protein,
tetapi dengan reperfusi dan pada jejas kimia tampak granulose padat kaya kalsium.
Pada jejas irreversible terjadi pembengkakan mitokondria dan akhirnya terjadi robekan
ke luar selaput mitokondria, disusul perkapuran.
Peleburan etikulum endoplasma terjadi segera setelah jejas, mungkin karena
perubahan gerakan ion dan air. Hal ini diikuti oleh pelepasan ribosom dan pecahnya
polisom disertai pengurangan sintesis protein. Reaksi-reaksi ini juga reversible tetapi
pada jejas yang berlanjut terjadi fragmentasi progresif reticulum endoplasma da
pembentukan gambaran myelin.
6. Hilangnya homeostasis kalsium
Ion kalsium merupakan mediator penting dalam sel injury, kalsium dalam sitosol
memiliki konsentrasi yang amat rendah (<0,1 µmol) yang sebagian besar tersimpan
di dalam mitokondria dan reticulum endoplasma. Sedangkan konsentrasi kalsium di
ekstraselular sangatlah besar (> 1,3 mmol).
12
Ischemi dan beberapa toksik menyebabkan influx kalsium melewati membrane
plasma dan dikeluarkannya kalsium dari mitokondria dan reticulum endoplasma
yang menyebabkan kalsium intraselular sangat tinggi dari keadaan normal.
Meningkatnya konsentrasi kalsium intraselular ini berakibat dalam aktivasi enzim
yang potensial berefek buruk pada sel. Enzim-enzim itu diantaranya ATP ase
(mempercepat kehabisan ATP), phospholipase (kerusakan membrane plasma),
protease (memecah membrane dan protein sitoskeleton), endonuclease (fragmentasi
DNA dan kromatin). Dan seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa
peningkatan kalsium sitosol pula dapat menyebabkan meningkatnya permeabilitas
membrane mitokondria dan menginisiasi apoptosis.
7. Defek pada permeabilitas membran plasma
Membran plasma langsung dirusak oleh toksin bakteri tertentu atau misalnya
akumulasi oksigen radikal bebas.
Reactive oxygen species merupakan oksigen yang terbentuk dari hasil reduksi
pada respirasi di mitokondria yang merupakan radikal bebas, yang mana dapat
merusak lipid, protein, asam nukleat dengan cara merikatan dengan salah satu
molekul diatas yang menyebabkan disfungsi dalam salah satu komponen tenting
selular. Kondisi yang terjadi bersamaan dengan keadaan patologi, dimana terjadi
13
ketidakseimbangan antara free-radical generating dan defense system disebut
oxidative stress. Hal ini dikarenakan oleh :
1. Penyerapan energy radiasi (contoh ultraviolet, sinar x)
2. Metabolism enzymatic dari exogenous chemical atau obat-obatan.
3. Reaksi oksidasi-reduksi yang terjadi selama proses metabolism normal.
4. Transisi metal.
5. Nitric oxide (NO)
Efek dari akumulasi oksigen radikal bebas ini, adalah :
1. Peroksidasi lipid dalam plasma dan organel bermembran. Asam lemak tak
jenuh dalam membrane plasma dapat berikatan dengan radikal bebas
menyebabkan keadaan yang tidak stabil, reactive, autocatalitik.
2. Modifikasi oksidatif pada protein. Menyebabkan fragmentasi protein,
degradasi atau hilangnya aktivitas enzimatik.
3. Fragmentasi DNA.
Kerusakan pada Permeabilitas Membran
14
Plasma membrane dapat rusak secara langsung oleh racun bakteri, protein virus,
litik complement component, dan beberapa agen fisik serta kimia. Mekanisme dari
rusaknya membrane ini dapat dikarenakan oleh :
Menurunya fungsi mitokondria mengakibatkan sintesis phospolipid menurun yang
berefek pada membrane sel.
Peningkatan sitosolik kalsium ditambah dengan kekurangan ATP mengaktivasi
phospolipase yang memecah phospholipid pada plasma membrane. Hal ini juga
mengakibatkan aktivasi protease yang menyebabkan kerusakan sitoskeleton.
Karena pengaruh reactive oxygen species.
Dihasilkannya lipid breakdown product, seperti : unesterified fatty acid, acyl
carnitine, lypophospholipid, catabolic product yang menyebabkan perubahan
permeabilitas dan electrophysiologic.
Lisisnya membrane lisosom dapat mengeluarkan enzim lisosom yang dapat
mencerna komponen-komponen dalam sel yang nantinya menghasilka necrosis.
8. Kerusakan mitokondria.
Mitokondria dapat rusak oleh karena meningkatnya kalsium sitosolik,
oksidative stress, dan lipid peroxidasi. Kerusakan mitokondria sering dihasilkan
dalam pembentukan high-conductance chanel, yang juga disebut mitochondrial
permeability transition (MPT) di inner membran. Kerusakan mitokondria sering pula
diikuti oleh kebocoran sitokrom c ke dalam sitosol. Yang mana sitosol ini penting
dalam transport electron dan inisiasi apoptosis sel.
15
F. Contoh Kasus Penyakit
1. HIPERTROFI
Merupakan suatu keadaan dimana jaringan atau organ mengalami pembesaran karena
adanya pembesaran sel. Hipertrofi disertai penambahan unsur kontraktil jaringan,
maka merupakan respon adaptif. Hipertrofi yang paling terlihat yaitu pada otot.
Contoh:
Hipertrofi otot bisep pada atlet angkat besi
Hipertrofi miokardium
Hipertrofi pada otot polos dinding kandung kemih
Kasus Hipertrofi Kardiomiopati
Hipertrofi Kardiomiopati merupakan kondisi menebalnya otot jantung. Penebalan
pada salah satu bagian jantung ini bisa mempersulit darah meninggalkan jantung
akibatnya jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah. padahal, seharusnya
jantung bisa lebih relaks saat memompa darah menuju jantung.
Penyebab
Hipertrofi Kardiomiopati ini merupakan penyakit keturunan yang dibawa sejak lahir.
Kecacatan gen pada penderitanya berperan penting dalam mengontrol pertumbuhan
otot jantung. Selain itu, penyebab lainnya adalah penyempitan katup stenosis atau
kondisi lain yang mengakibatkan tahanan aliran darah dari jantung meningkat. Pada
penderita yang masih muda biasanya akan menunjukkan gejala yang lebih parah, tapi
kondisi ini juga bisa terjadi pada semua orang dari berbagai usia.
Gejala
16
Gejala umum yang terjadi pada penderita penyakit ini adalah pingsan, pusing, nyeri
pada bagian dada terutama saat melakukan aktivitas berat, denyut jantung yang tidak
beraturan, bahkan berujung pada gagal jantung yang disertai sesak nafas berat
terutama saat berolahraga atau aktivitas berat.
Diagnosis
Seperti penyakit lainnya, diagnosa harus dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan
fisik menggunakan stetoskop untuk mendengar ada tidaknya ketidakwajaran denyut
jantung saat diperiksa. Dapat pula di lakukan pengecekan ketebalan jantung atau
apabila ditemukan adanya katup yang bocor.Diagnosis ini bisa diperkuat dengan
pemeriksaan EKG,ekokardiogram atau rontgen dada.
Pengobatan
Tujuan utama pengobataan penyakit ini adalah untuk mengurangi tahanan jantung.
Jenis pengobatan yang biasa diberikan adalah beta blocker yang berfungsi
menghambat saluran kalsium. Jika sudah parah maka pengobatan yang harus
dilakukan adalah dengan pembedahan untuk mengangkat sebagian otot jantung yang
rusak.
2. HIPERPLASIA
17
Merupakan keadaan kenaikan jumlah absolut sel dalam jaringan yang mengakibatkan
pembesaran jaringan atau organ tersebut.
Contoh:
Hiperplasia kelenjar mamae saat kehamilan
Hiperplasia pada kelenjar prostat
Kalus (penebalan kulit akibat rangsangan mekanik)
Kasus Benign Prostatic Hyperplasia
Benign prostatic hyperplasia (BPH), atau yang biasa juga disebut benign
prostatic hypertrophy, adalah suatu neoplasma jinak (hiperplasia) yang mengenai
kelenjar prostat. Prostat adalah suatu organ yang terdiri dari komponen kelenjar,
stroma dan muskuler.
Penyakit ini ditandai dengan pembesaran yang progresif dari kelenjar prostat
yang berakibat pada obstruksi pengeluaran kandung kemih dan peningkatan kesulitan
berkemih.
Pertumbuhan prostat yang sangat tergantung pada hormon testosteron ini
berlangsung di dalam jaringan yang berbeda-beda, dan menimbulkan dampak pada
pria secara beragam. Sebagai akibat dari perbedaan ini, pengobatan yang diberikan
pun berbeda untuk tiap kasus. Tidak ada penyembuhan untuk BPH dan sekali kelenjar
prostat bertumbuh, maka sering berlanjut terus-menerus, kecuali terapi medikasi di
berikan.
Insiden
Sulit untuk menentukan insidens dan prevalensi BPH karena dari berbagai
penelitian digunakan kriteria yang berbeda untuk menjelaskan kondisi penyakit.
Berdasarkan data National Institutes of Health (NIH), BPH terjadi pada lebih dari
50% pria berumur lebih dari 60 tahun dan sebanyak 90% pada pria berumur 70 tahun.
18
Epidemiologi
Faktor resiko perkembangan BPH masih belum diketahui secara jelas.
Beberapa studi menjelaskan adanya hubungan dengan faktor predisposisi genetik, dan
yang lainnya mengatakan adanya kaitan dengan perbedaan ras. Hampir 50% pria
berumur kurang dari 60 tahun yang menjalani operasi untuk BPH memiliki bentuk
penyakit yang diwariskan. Bentuk ini merupakan bentuk autosomal dominant, dan
keturunan pertama dari pasien BPH membawa resiko relatif yang meningkat hampir 4
kali lipat.
Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
BPH, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan
peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging. Secara histopatologis,
BPH ditandai dengan peningkatan jumlah sel epitel dan sel stroma di area periuretra
dari prostat. Berdasarkan pengamatan dari pembentukan formasi glandula epitel baru,
yang dimana secara normal hanya terdapat pada janin dan mencetuskan
konsep embryonic reawakening dari sel stroma potensial. Beberapa hipotesis yang
diduga sebagai penyebab timbulnya BPH, baik secara tunggal atau kombinasi, yaitu:
(1) teori dihidrotestosteron, (2) adanya ketidakseimbangan antara estrogen-
testosteron, (3) interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostate, (4) berkurangnya
kematian sel (apoptosis), dan (5) teori stem sel.
- Teori dihidrotestosteron
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat
penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di
dalam sel prostat oleh enzim 5α-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH.
DHT yang telah berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks
DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang
menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak
jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH,
19
aktivitas enzim 5α-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada
BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitive terhadap
DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat
normal.
- Ketidaseimbangan antara estrogen-testosteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangakn kadar
estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen dan testosteron relatif
meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen didalam prostat berperan dalam
terjadinya proliferasi sel-sel prostat dangan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel
prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor
androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Hasil
akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel
baru akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada
mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar.
- Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel
epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu
mediator (growth factor) teetentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi
dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang
selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intrakrin atau
autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu
menyababkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma.
- Berkurangnya kematian sel prostat
Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme
fisiologik untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis
terjadi kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami
apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel disekitarnya kemudian didegradasi oleh
enzim lisosom.
20
Pada jaringan normal, terdapat kesimbangan antara laju proliferasi sel
dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat
dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan
seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis
menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat
sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat.
Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara pasti faktor-faktor yang
menghambat proses apoptosis. Diduga hormon androgen berperan dalam
menghambat proses kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi
peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat. Estrogen diduga mampu
memperpanjang usia sel-sel prostat, sedangkan faktor pertumbuhan TGFß
berperan dalam proses apoptosis.
- Teori sel stem
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalmi apoptosis, selalu dibentuk
sel-sel baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang
mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat
tergantung pada keberadaan hormon androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya
menurun seperti yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis.
Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya
aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun
sel epitel.
Anatomi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah
inferior buli-buli di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya
sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20
gram. Kelenjar prostat, merupakan suatu kelenjar yang terdiri dari 30 – 50 kelenjar,
yang terbagi atas lima lobus, yaitu lobus posterior, medius, anterior dan dua lobus
lateral, tetapi selama perkembangan selanjutnya ketiga lobus posterior bersatu dan
disebut lobus medius saja. Pada penampang, lobus medius kadang-kadang tidak
21
tampak karena terlalu kecil dan lobus-lobus lain tampak homogen berwarna keabu-
abuan, dengan kista kecil-kecil berisi cairan seperti susu. Kista-kista ini ialah
kelenjar-kelenjar postat.
Di sebelah anterior dibatasi oleh retropubic space (space of Retzius),
disebelah posterior dipisahkan dengan ampula rekti oleh fascia Denonvilliers. Basis
dari prostat berlanjut dengan leher bui-buli, dan apex prostat melekat pada permukaan
diafragma urogenital. Di sebelah lateral prostat berbatasan dengan muskulus levator
ani. Vaskularisasi dari prostat di percabangkan oleh arteri iliaca inerna (a. vesika
inferior dan a. rektal medial). Inervasinya berasal dari plexus pelvis.
Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intravesikel. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat
guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan
perubahan anatomik buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor,
trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dandivertikel buli-buli. Perubahan struktur
pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih
sebelah bawah ataulower urinar tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan
gejala prostatismus.
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkn aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-
ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
Hiperplasia prostat
↓
Penyempitan lumen uretra posterior
↓
Tekanan intravesikal meningkat
22
Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat benigna tidak hanya
disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga
disebabkan oleh tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat, dan
otot polos pada leher buli-buli. Otot polos itu dipersarafi oleh serabut ssimpatis yang
berasal dari nervus pudendus.
Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Kalau
pada orang normal rasio stroma dibanding dengan epitel adalah 2:1, pada BPH,
rasionya meningkat menjadi 4:1. Hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan
tonus otot polos prostat dibandingkan dengan prostat normal. Dalam hal ini massa
prostat yang menyebabkan obstruksi komponen statik sedangkan tonus otot polos
yang merupakan komponen dinamik sebagai penyebab obstruksi prostat.
Patologi Anatomi
Perubahan paling awal pada BPH adalah di kelenjar periuretra sekitar verumontanum.
a. Perubahan hiperplasia pada stroma berupa nodul fibromuskuler, nodul asinar atau
nodul campuran fibroadenomatosa.
b. Hiperplasia glandular terjadi berupa nodul asinar atau campuran dengan
hiperplasia stroma. Kelenjar-kelenjar biasanya besar dan terdiri atas tall columnar
cells. Inti sel-sel kelenjar tidak menunjukkan proses keganasan.
BPH adalah perbesaran kronis dari prostat pada usia lanjut yang berkorelasi
dengan pertambahan umur. Perubahan yang terjadi berjalan lambat dan perbesaran ini
bersifat lunak dan tidak memberikan gangguan yang berarti. Tetapi, dalam banyak hal
dengan berbagai faktor pembesaran ini menekan uretra sedemikian rupa sehingga
dapat terjadi sumbatan partial ataupun komplit.
Penurunan kadar serum testosteron, dan kadar estrogen meningkat. Juga
terdapat teori bahwa rasio estrogen/androgen yang lebih tinggi akan merangsang
hyperplasia jaringan prostat. Proses patologis lainnya adalah penimbunan jaringan
kolagen dan elastin di antara otot polos yang berakibat melemahnya kontraksi otot.
Hal ini mengakibatkan terjadinya hipersensitivitas pasca fungsional,
ketidakseimbangan neurotransmiter, dan penurunan input sensorik, sehingga otot
detrusor tidak stabil.
23
Pengobatan
Tidak semua pasien BPH perlu menjalani tindakan medik. Kadang-kadang
mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi
apapun atau hanya dengan nasehat dan konsultasi saja. Namun di antara mereka
akhirnya ada yang membutuhkan terapi medika mentosa atau tindakan medik yang
lain karena keluhannya semakin parah.
Tujuan terapi pada pasien BPH adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2)
meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4)
mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu
urine setelah miksi, dan (6) mengurangi progesifitas penyakit. Hal ini dapat
dicapaidengan cara medikamentosa, pembedahan, atau tindakan endourologi yang
kurang invasif.
Watchfull waiting
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS
dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak menggangu aktivitas sehari-hari. Pasien
tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal
yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan mengkonsumsi
kopi atau alkohol setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau
minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi atau coklat), (3) batasi penggunaan obat-
obat influenza yangmengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedas dan
asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama.
Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya
keluhannya apakah menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku),
disamping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urine, atau uroflometri.
Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan
untuk memilih terapi lain.
Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk: (1) mengurangi
resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi
24
infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergik alfa (adrenergik alfa bloker)
dan (2) mengurangi volume prostat sebagai komponen statik dengan cara
menurunkan kadar hormon terstosteron/dihidrotestosteron (DHT) melalui
penghambat 5α-reduktase. Selain kedua cara di atas, sekarang banyak dipakai terapi
menggunakan fitofarmaka yang mekanisme kerjanya masih belum jelas.
a. Penghambat reseptor adrenergik-α
Prostat terdiri atas otot polos yang di kontrol oleh α-adrenoreseptor, dan
blokade dari reseptor ini dapat mengurangi keluhan oleh penghambat adrenergik-
α1. ditemukannya obat penghambat adrenergik-α1 dapat mengurangi penyulit
sistemik yang ditimbulkan oleh obat generasi seblumnya seperti fenoksibenzamin.
Beberapa golongan obat penghambat adrenergik-α1 adalah: prazosin yang
diberikan dua kali sehari, terazosin, afluzosin, doksazosin yang diberikan sekali
sehari. Obat-obatan golongan ini dilaporkan dapat memperbaiki keluhan miksi
dan laju pancuran urine.
b. Penghambat 5α-reduktase
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan
dihidrotestosteron (DHT) dari testosteron yang dikatalis oleh enzim 5α-reduktase
di dalam sel-sel prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein
dan replikasi sel-sel prostat menurun.
Dilaporkan bahwa pemberian obat ini (finasteride) 5 mg sehari yang
diberikan sekali setelah enam bulan mampu menyebabkan penurunan prostat
hingga 28%; hal ini memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi.
c. Fitofarmaka
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk
memperbaiki gejala akibat obstruksi prostat, tetapi data-data farmakologik tentang
kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi sampai saat
ini belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan fitoterapi bekerja sebagai : anti-
estrogen, anti-androgen, menurunkan kadar sex hormone binding globulin
(shbg),inhibisi basic fibroblast growth factor (bFGF) dan epidermal growth factor
(EGF), mengacaukan metabolisme prostalglandin, efek antiinflamasi,
menurunkan outflow resistance, dan memperkecil volume prostat. Diantara
25
fitoterapi yang banyak dipasarkan adalah:Pygeum africanum, Serenoa repens,
Hypoxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak lagi.
Pembedahan
Penyelesaian masalah pasien BPH jangka panjang yang paling baik saat ini
adalah pembedahan, karena pemberian obat-obatan atau terapi non invasif lainnya
mambutuhkan jangka waktu yang sangat lama untuk melihat hasil terapinya.
Desobstruksi kelenjar prostat akan menyembuhkan gejala obstruksi dan miksi
yang tidak lampias. Hal ini dapat dikerjakan dengan cara operasi terbuka, reseksi
prostat transuretra (TURP), atau insisi prostat transuretra (TUIP).
Indikasi operasi BPH : (1) Retensio urine, (2) BPH dgn penulit : ISK, batu ,
hernia, hidronefrosis, uremia, hematuria berulang, (3) Residual urine > 100 cc, (4)
Flow metri : pola obstruktif ( < 10 cc/ det, kurva datar/multifasik, waktu miksi
memanjang), (5) Sindroma prostatism yg progresif, mengganggu & iritatif, dan (6)
Terapi medikamentosa tidak berhasil.
Tindakan invasif minimal
Selain tindakan invasif seperti yang telah disebutkan diatas, saat ini sedang
dikembangkan tindakan invasif minimal yang terutama ditujukan untuk pasien yang
mempunyai risiko tinggi terhadap pembedahan. Tindakan invasif minimal itu
diantaranya adalah: (1) thermoterapi, (2) TUNA (Transurethral Needle Ablation of
the Prostat), (3) pemasangan stent (prostacath), (4) HIFU (High Intensity Focused
Ultrasound), (5) dilatasi dengan balon (transurethral balloon dilatation).
3. METAPLASIA
Diferensiasi merupakan proses dimana keturunan sel-sel induk yang sedang
membelah dikhususkan untuk melakukan tugas tertentu. Metaplasia yaitu keadaan
diferensiasi sel pada keadaan yang tidak cocok, sehingga sel yang dihasilkan tidak
sesuai dengan sel daerah tersebut tapi justru menyerupai daerah lain. Misal: lapisal
endotel serviks uteri mengalami iritasi kronik, maka bagian epitel kolumnar diganti
oleh epitel skuamosa yang mirip epidermis. Metaplasia bersifat adaptif dan reversibel.
26
Kasus Metaplasia Kelenjar
Kelainan ini terjadi di kerongkongan persimpangan dengan perut. Adapun
penyakit yang banyak diderita yang disebut GERD (Gastroesophageal Reflux
Disease). Ketika makan, makanan itu berjalan melalui kerongkongan dan ke dalam
perut, di mana otot-cincin yang disebut Lower Esophageal sphincter menutup untuk
menjaga isi perut (makanan, cairan, dan yang paling penting asam) dari bocor
kembali ke kerongkongan. Pada pasien dengan GERD sfingter ini benar-benar lemah,
sehingga campuran asam hanya makan sesekali menyemprotkan kembali ke atas
tabung dan merusak bagian-bagian dari kerongkongan di dekat persimpangan.
Kerongkongan dipagari dengan terutama sel-sel skuamosa. Inilah yang melapisi
kerongkongan namun ketika terus-menerus berhubungan dengan asam dan mencoba
untuk menangani kerusakan semacam itu, lapisan ini akan berubah menjadi sel-sel
kelenjar. Sel-sel ini mensekresikan lendir yang melindungi mereka dari asam dalam
perut.
Contoh kedua adalah gangguan yang dialami oleh perokok untuk jangka waktu
lama. Asap rokok yang dihirup ke dalam jalan napas dan menyebabkan kerusakan
kimia akibat hidrokarbon polisiklik. Kerusakan kimia berulang memaksa sel
glandular untuk beralih ke sel-sel skuamosa untuk melindungi diri mereka. Hal yang
buruk tentang ini adalah bahwa sel-sel kelenjar di saluran udara mengeluarkan lendir
27
untuk penyusup perangkap, debu, kotoran, dll Mereka juga memiliki rambut-rambut
yang menyapu sampah kemudian dilapisi lendir dan terperangkap pada saluran
napas . Inilah sebabnya mengapa perokok sangat rentan terhadap infeksi pernafasan
konstan, karena kemampuan untuk menjebak dan menyingkirkan sampah terganggu.
4. DISPLASIA
Merupakan kelainan diferensiasi sel-sel yang sedang berproliferasi sedemikian
rupa sehingga ukuran, bentuk dan penampilan sel menjadi abnormal disertai
gangguan pengaturan dalam sel. Displasia ada yang reversibel tetapi ada juga yang
tidak karena rangsang yang menyebabkan displasia tidak ditemukan Contoh displasia
yaitu pada proses peradangan.
Kasus Displasia Bronkopulmoner
Displasia Bronkopulmoner adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan
adanya peradangan dan jaringan parut pada paru-paru yang disebabkan oleh
kebutuhan akan oksigen dengan kadar tinggi untuk jangka panjang atau penggunaan
alat bantu pernafasan pada bayi-bayi prematur yang kurang dari 34 minggu masa
kehamilan. Bayi-bayi ini memiliki paru-paru yang belum matang sehingga
menyebabkan mereka tidak dapat bernafas dengan baik dengan kemampuan mereka
sendiri dan sangat rentan terhadap terjadinya sindroma gagal nafas. Oleh karena itu,
mereka memerlukan ventilator untuk menghantarkan oksigen. Meskipun oksigen
diperlukan, pemasukan oksigen jangka panjang yang berlebihan dan tekanan yang
dibuat oleh ventilator pada paru-paru yang belum matang dapat menyebabkan
28
kerusakan dan inflamasi paru. BPD didiagnosis pada bayi-bayi yang masih
memerlukan oksigen tambahan dan menunjukkan gangguan pernafasan yang menetap
setelah berumur lebih dari 28 hari. Bayi-bayi seperti ini memiliki resiko yang tinggi
untuk terjadinya komplikasi yang dapat menjadi fatal sewaktu terjadinya infeksi paru.
Bayi-bayi dengan BPD dapat dirawat di rumah sakit dengan terapi oksigen, yang
akan dikurangi secara perlahan dan secepatnya dilepas ketika mereka cukup mampu
untuk bernafas sendiri dengan baik. Proses penyembuhan berlangsung lambat dan
bayi mungkin memerlukan tambahan oksigen pada akhir tahun pertama. Pada kasus
yang sangat jarang, bayi-bayi dengan BPD mungkin memerlukan ventilator untuk
seumur hidupnya yang disebabkan oleh kerusakan paru yang berat. Beruntungnya,
kebanyakan bayi-bayi dengan BPD pulih setelah satu atau dua tahun tanpa gangguan
pernafasan yang menetap dan dapat menjalankan aktifitas normalnya.
Penyebab
Displasia bronkopulmoner terjadi pada bayi yang telah menerima terapi oksigen
konsentrasi tinggi dalam jangka panjang dan menggunakan ventilator dalam jangka
panjang (biasanya lebih dari 1 minggu), untuk mengobati sindroma gawat pernafasan
pada bayi baru lahir.
Cedera paru-paru yang menyebabkan terjadinya displasia bronkopulmoner bisa
disebabkan oleh meningkatnya tekanan di dalam paru-paru karena ventilator mekanik
atau karena keracunan oksigen yang terjadi akibat pemaparan oksigen konsentrasi
tinggi dalam jangka panjang.
Faktor resiko terjadinya displasia bronkopulmoner:
- Prematuritas
- Infeksi saluran pernafasan
- Penyakit jantung bawaan
- Penyakit berat lainnya pada bayi baru lahir yang memerlukan terapi oksigen atau
ventilator.
29
Gejala
Gejalanya berupa:
- Pernafasan yang cepat
- Warna kulit kebiruan
- Sesak nafas.
Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan:
- Rontgen dada
- Gas darah arteri
- CT scan dada
- Oksimetri.
Pengobatan
Ventilator biasanya diperlukan untuk memberikan tekanan pada paru-paru agar
jaringan paru-paru mengembang dan untuk memberikan oksigen tambahan.
Jika bayi sudah dapat menyesuaikan diri, maka tekanan dan konsentrasi oksigen
secara berangsur-angsur dikurangi. Ketika ventilator dilepas, oksigen bisa terus
diberikan melalui masker atau selang kecil yang dimasukkan ke lubang hidung,
selama beberapa minggu atau beberapa bulan.
Makanan biasanya diberikan melalui selang yang dimasukkan ke lambung.
Diperlukan ekstra kalori karena bayi memerlukan kalori yang lebih untuk bisa
bernafas.
Cairan cenderung tertimbun di dalam paru-paru yang meradang, sehingga asupan
cairan agak dibatasi dan kadang diberikan diuretik untuk meningkatkan pembuangan
cairan dari tubuh.
Setelah dirawat beberapa bulan, kadang bayi meninggal. Pada bayi yang selamat,
gangguan pernafasan secara berangsur-angsur akan menghilang. Tetapi pada tahun-
tahun pertama, bayi ini memiliki resiko tinggi menderita pneumonia (terutama yang
30
disebabkan oleh virus). Bisa diberikan imunisasi dengan antibodi untuk RSV
(respiratory syncytial virus).
Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya displasia bronkopulmoner, sebaiknya alat bantu
pernafasan dilepaskan secepat mungkin atau pemakaiannya dipersingkat.
5. NEOPLASIA
Definisi
Merupakan massa abnormal dari sel-sel yang mengalami proliferasi. Sel neoplasma
berasal dari sel yang awalnya normal, selama mengalami perubahan neoplastik sel
memperoleh derajat otonom dalam arti tumbuh dengan kecepatan tidak terkoordinasi
dengan kebutuhan dan fungsi tubuh Pertumbuhan sel neoplastik bersifat progressif
yaitu mengakibatkan penambahan massa sel. Tidak bersifat adaptif dan biasa dikenal
dengan sebutan tumor .
Sifat-Sifat Neoplasma
Neoplasma Jinak
Bersifat lokal
Batas penyebaran massa nyata
Mempunyai kapsul jaringan penyambung
Tidak menyebar ke tempat yang jauh
Pertumbuhan lamban
Neoplasma Ganas ( sering disebut kanker)
31
Tumbuh cepat
Penyebaran tidak teratur
Tidak berkapsul
Sulit dipisahkan dari jaringan sekitarnya
Mampu memasuki sirkulasi untuk menyebar ke tempat lain
Proses terputusnya penyebaran neoplasma ganas disebut metastasis
Akibat Neoplasma
Neoplasma Jinak mengakibatkan gangguan yang bersifat lokal, bisa ringan
ataupun berakibat fatal.misal penyumbatan jalan nafas, pencernaan, dll
Neoplasma Ganas mengakibatkan kerusakan jaringan-jaringan lokal dan
menyebar untuk membentuk metastasis yang jauh bahkan neoplasma ganas
“berebut” makanan sehingga penderita tampak mengalami gangguan malnutrisi
berat.
Kasus Kanker Payudara
Kanker payudara adalah salah satu neoplasma dan merupakan tumor ganas yang
tumbuh di dalam jaringan payudara atau suatu kondisi dimana sel telah kehilangan
pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang
tidak normal, cepat dan tidak terkendali. Setiap tahun lebih dari 185.000 wanita di
deteksi dan didiagnosa menderita kanker payudara dan insiden penyakit ini semakin
meningkat di Negara-negara maju. Sekitar 43.500 kematian akibat kanker payudara
setiap tahunnya yang menjadikan penyakit ini sebagai penyebab kematian terbesar
kedua setelah kanker paru pada wanita Amerika Serikat. Sembilan puluh persen dari
kannker payudara biasanya ditemukan oleh wanita itu sendiri melalui “pemeriksaan
payudara sendiri”. Meskipun belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan
terjadinya kanker payudara, akan tetapi banyak faktor yang diperkirakan
32
mempengaruhi terjadinya kanker payudara. Diantaranya adalah faktor resiko dan
genetis. Faktor genetic disebabkan karena keturunan sedangakn faktor resiko adalah
reproduksi yang terjadi di kalangan remaja saat menarche dan terjadinya menopause
pada wanita tua. Faktor kedua adalah penggunaan hormone. Faktor ketiga adalah
wanita yang memiliki penyakit fibrokistik. Keempat adalah kegemukan, konsumsi
lemak yang berlebihan dan yang terakhir adalah radiasi ionisasi.
Patofisiologi
Beberapa jenis kanker payudara sering menunjukkan
disregulasi hormon HGF dan onkogen Met, serta ekspresi berlebih enzim PTK-6.[4]
Transformasi
Tanda-tanda awal kanker payudara
Sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang disebut
transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi.
Fase inisiasi
Pada tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik sel yang memancing sel
menjadi ganas. Perubahan dalam bahangenetik sel ini disebabkan oleh suatu agen yang
disebut karsinogen, yang bisa berupa bahan kimia, virus, radiasi (penyinaran) atau sinar
33
matahari. Tetapi tidak semua sel memiliki kepekaan yang sama terhadap suatu
karsinogen. Kelainan genetik dalam sel atau bahan lainnya yang disebut promotor,
menyebabkan sel lebih rentan terhadap suatu karsinogen. Bahkan
gangguan fisik menahunpun bisa membuat sel menjadi lebih peka untuk mengalami suatu
keganasan.
Progesteron, sebuah hormon yang menginduksi ductal side-branching pada kelenjar
payudara dan lobualveologenesis pada sel epitelialpayudara, diperkirakan berperan
sebagai aktivator lintasan tumorigenesis pada sel payudara yang diinduksi
oleh karsinogen. Progestinakan menginduksi transkripsi regulator siklus sel berupa siklin
D1 untuk disekresi sel epitelial. Sekresi dapat ditingkatkan sekitar 5 hingga 7 kali lipat
dengan stimulasi hormon estrogen, oleh karena estrogen merupakan hormon yang
mengaktivasi ekspresi pencerap progesteron pada sel epitelial. Selain itu, progesteron
juga menginduksi sekresi kalsitonin sel luminal dan morfogenesis kelenjar.
Fase promosi
Pada tahap promosi, suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah menjadi ganas.
Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh oleh promosi. Karena itu
diperlukan beberapa faktor untuk terjadinya keganasan (gabungan dari sel yang peka dan
suatu karsinogen).
Fase metastasis
Metastasis menuju ke tulang merupakan hal yang kerap terjadi pada kanker payudara,
beberapa diantaranya disertai komplikasi lain
seperti simtoma hiperkalsemia, pathological fractures atau spinal cord
compression. Metastasis demikian bersifat osteolitik, yang berarti bahwa osteoklas hasil
induksi sel kanker merupakan mediator osteolisis dan mempengaruhi diferensiasi dan
aktivitas osteoblas serta osteoklas lain hingga meningkatkan resorpsi tulang.
Tulang merupakan jaringan unik yang terbuat dari matriks protein yang
mengandung kalsium dengan kristal hydroxyappatite sehingga mekanisme yang biasa
digunakan oleh sel kanker untuk membuat ruang pada matriks ekstraselular dengan
penggunaan enzim metaloproteinase matriks tidaklah efektif. Oleh sebab itu, resorpsi
34
tulang yang memungkinkan invasi neoplastik terjadi akibat interaksi antara sel kanker
payudara dengan sel endotelial yang dimediasi oleh ekspresi VEGF. VEGF
merupakan mitogenangiogenik positif yang bereaksi dengan sel endotelial. Tanpa faktor
angiogenik negatif seperti angiostatin, sel endotelial yang berinteraksi dengan VEGF sel
kanker melalui pencerap VEGFR-1 dan VEGFR-2, akan meluruhkan matriks
ekstraselular, bermigrasi dan membentuk tubulus.
Klasifikasi
Terdapat beberapa jenis sel kanker yang dapat terkultur pada kanker payudara, yaitu sel
MCF-7, sel T-47D, sel MDA-MB-231, sel MB-MDA-468, sel BT-20 dan sel BT-549.
Histopatologi
Berdasarkan WHO Histological Classification of breast tumor, kanker payudara
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Non-invasif karsinoma
Non-invasif duktal karsinoma
Lobular karsinoma in situ
2. Invasif karsinoma
Invasif duktal karsinoma
Papilobular karsinoma
Solid-tubular karsinoma
Scirrhous karsinoma
Special types
Mucinous karsinoma
Medulare karsinoma
Invasif lobular karsinoma
Adenoid cystic karsinoma
karsinoma sel squamos
karsinoma sel spindle
Apocrin karsinoma
Karsinoma dengan metaplasia kartilago atau osseus metaplasi
35
Tubular karsinoma
Sekretori karsinoma
Lainnya
3. Paget's Disease
Gejala klinis
Gejala klinis kanker payudara dapat berupa:
Benjolan pada payudara
Umumnya berupa benjolan yang tidak nyeri pada payudara. Benjolan itu mula-mula
kecil, semakin lama akan semakin besar, lalu melekat pada kulit atau menimbulkan
perubahan pada kulit payudara atau pada puting susu.
Erosi atau eksema puting susu
Kulit atau puting susu tadi menjadi tertarik ke dalam (retraksi), berwarna merah muda
atau kecoklat-coklatan sampai menjadi oedema hingga kulit kelihatan seperti
kulit jeruk(peau d'orange), mengkerut, atau timbul borok (ulkus) pada payudara. Borok
itu semakin lama akan semakin besar dan mendalam sehingga dapat menghancurkan
seluruh payudara, sering berbau busuk, dan mudah berdarah. Ciri-ciri lainnya antara lain:
Pendarahan pada puting susu.
Rasa sakit atau nyeri pada umumnya baru timbul apabila tumor sudah besar, sudah
timbul borok, atau bila sudah muncul metastase ke tulang-tulang.
Kemudian timbul pembesaran kelenjar getah bening di ketiak, bengkak (edema) pada
lengan, dan penyebaran kanker ke seluruh tubuh (Handoyo, 1990).
Kanker payudara lanjut sangat mudah dikenali dengan mengetahui kriteria operbilitas
Heagensen sebagai berikut:
terdapat edema luas pada kulit payudara (lebih 1/3 luas kulit payudara);
36
adanya nodul satelit pada kulit payudara;
kanker payudara jenis mastitis karsinimatosa;
terdapat model parasternal;
terdapat nodul supraklavikula;
adanya edema lengan;
adanya metastase jauh;
serta terdapat dua dari tanda-tanda locally advanced, yaitu ulserasi kulit, edema kulit,
kulit terfiksasi pada dinding toraks, kelenjar getah bening aksila berdiameter lebih
2,5 cm, dan kelenjar getah bening aksila melekat satu sama lain.
Keluarnya cairan (Nipple discharge)
Nipple discharge adalah keluarnya cairan dari puting susu secara spontan dan tidak
normal. Cairan yang keluar disebut normal apabila terjadi pada wanita yang hamil,
menyusui dan pemakai pil kontrasepsi. Seorang wanita harus waspada apabila dari puting
susu keluar cairan berdarah cairan encer dengan warna merah atau coklat, keluar sendiri
tanpa harus memijit puting susu, berlangsung terus menerus, hanya pada satu payudara
(unilateral), dan cairan selain air susu.
Faktor-faktor penyebab
Faktor risiko
Menurut Moningkey dan Kodim, penyebab spesifik kanker payudara masih belum
diketahui, tetapi terdapat banyak faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap
terjadinya kanker payudara diantaranya:
1. Faktor reproduksi: Karakteristik reproduktif yang berhubungan dengan risiko
terjadinya kanker payudara adalah nuliparitas, menarche pada umur muda,
menopause pada umur lebih tua, dan kehamilan pertama pada umur tua. Risiko
utama kanker payudara adalah bertambahnya umur. Diperkirakan, periode antara
terjadinya haid pertama dengan umur saat kehamilan pertama merupakan window
of initiation perkembangan kanker payudara. Secara anatomi dan fungsional,
payudara akan mengalami atrofi dengan bertambahnya umur. Kurang dari 25%
37
kanker payudara terjadi pada masa sebelum menopause sehingga diperkirakan
awal terjadinya tumor terjadi jauh sebelum terjadinya perubahan klinis.
2. Penggunaan hormon: Hormon estrogen berhubungan dengan terjadinya kanker
payudara. Laporan dari Harvard School of Public Health menyatakan bahwa
terdapat peningkatan kanker payudara yang signifikan pada para pengguna
terapi estrogen replacement. Suatu metaanalisis menyatakan bahwa walaupun
tidak terdapat risiko kanker payudara pada pengguna kontrasepsi oral, wanita
yang menggunakan obat ini untuk waktu yang lama mempunyai risiko tinggi
untuk mengalami kanker payudara sebelum menopause. Sel-sel yang sensitive
terhadap rangsangan hormonal mungkin mengalami perubahan degenerasi jinak
atau menjadi ganas[16].
3. Penyakit fibrokistik: Pada wanita dengan adenosis, fibroadenoma, dan fibrosis,
tidak ada peningkatan risiko terjadinya kanker payudara. Pada hiperplasis dan
papiloma, risiko sedikit meningkat 1,5 sampai 2 kali. Sedangkan pada hiperplasia
atipik, risiko meningkat hingga 5 kali.
4. Obesitas: Terdapat hubungan yang positif antara berat badan dan bentuk tubuh
dengan kanker payudara pada wanita pasca menopause. Variasi terhadap
kekerapan kanker ini di negara-negara Barat dan bukan Barat serta perubahan
kekerapan sesudah migrasi menunjukkan bahwa terdapat pengaruh diet terhadap
terjadinya keganasan ini.
5. Konsumsi lemak: Konsumsi lemak diperkirakan sebagai suatu faktor risiko
terjadinya kanker payudara. Willet dkk. melakukan studi prospektif selama 8
tahun tentang konsumsi lemak dan serat dalam hubungannya dengan risiko
kanker payudara pada wanita umur 34 sampai 59 tahun.
6. Radiasi: Eksposur dengan radiasi ionisasi selama atau sesudah pubertas
meningkatkan terjadinya risiko kanker payudara. Dari beberapa penelitian yang
dilakukan disimpulkan bahwa risiko kanker radiasi berhubungan secara linier
dengan dosis dan umur saat terjadinya eksposur.
7. Riwayat keluarga dan faktor genetik: Riwayat keluarga merupakan komponen
yang penting dalam riwayat penderita yang akan dilaksanakan skrining untuk
kanker payudara. Terdapat peningkatan risiko keganasan pada wanita yang
38
keluarganya menderita kanker payudara. Pada studi genetik ditemukan bahwa
kanker payudara berhubungan dengan gen tertentu. Apabila terdapat BRCA 1,
yaitu suatu gen kerentanan terhadap kanker payudara, probabilitas untuk terjadi
kanker payudara sebesar 60% pada umur 50 tahun dan sebesar 85% pada umur
70 tahun. Faktor Usia sangat berpengaruh -> sekitar 60% kanker payudara terjadi
di usia 60 tahun. Resiko terbesar usia 75 tahun [17]
Faktor Genetik
Kanker peyudara dapat terjadi karena adanya beberapa faktor genetik yang diturunkan
dari orangtua kepada anaknya. Faktor genetik yang dimaksud adalah adanya mutasi pada
beberapa gen yang berperan penting dalam pembentukan kanker payudara gen yang
dimaksud adalah beberapa gen yang bersifat onkogen dan gen yang bersifat mensupresi
tumor.
Gen pensupresi tumor yang berperan penting dalam pembentukan kanker payudara
diantaranya adalah gen BRCA1 dan gen BRCA2.
Pengobatan kanker
Ada beberapa pengobatan kanker payudara yang penerapannya banyak tergantung pada
stadium klinik penyakit (Tjindarbumi, 1994), yaitu:
Mastektomi
Mastektomi adalah operasi pengangkatan payudara. Ada 3 jenis mastektomi (Hirshaut &
Pressman, 1992):
Modified Radical Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan seluruh payudara,
jaringan payudara di tulang dada, tulang selangka dan tulang iga, serta benjolan di
sekitar ketiak.
Total (Simple) Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan seluruh payudara saja,
tetapi bukan kelenjar di ketiak.
Radical Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan sebagian dari payudara. Biasanya
disebut lumpectomy, yaitu pengangkatan hanya pada jaringan yang mengandung sel
kanker, bukan seluruh payudara. Operasi ini selalu diikuti dengan pemberian
39
radioterapi. Biasanya lumpectomy direkomendasikan pada pasien yang besar
tumornya kurang dari 2 cm dan letaknya di pinggir payudara.
Radiasi
Penyinaran/radiasi adalah proses penyinaran pada daerah yang terkena kanker dengan
menggunakan sinar X dan sinar gamma yang bertujuan membunuh sel kanker yang masih
tersisa di payudara setelah operasi (Denton, 1996). Efek pengobatan ini tubuh menjadi
lemah, nafsu makan berkurang, warna kulit di sekitar payudara menjadi hitam, serta Hb
dan leukosit cenderung menurun sebagai akibat dari radiasi.
Kemoterapi
Kemoterapi adalah proses pemberian obat-obatan anti kanker atau sitokina dalam bentuk
pil cair atau kapsul atau melalui infus yang bertujuan membunuh sel kanker melalui
mekanisme kemotaksis. Tidak hanya sel kanker pada payudara, tapi juga di seluruh tubuh
(Denton, 1996). Efek dari kemoterapi adalah pasien mengalami mual dan muntah serta
rambut rontok karena pengaruh obat-obatan yang diberikan pada saat kemoterapi.
Lintasan metabolisme
Asam bifosfonat merupakan senyawa penghambat aktivitas osteoklas dan resorpsi tulang
yang sering digunakan untuk melawan osteoporosis yang diinduksi oleh ovarian
suppression, hiperkalsemia dan kelainan metabolisme tulang, menunjukkan efektivitas
untuk menurunkan metastasis sel kanker payudara menuju tulang. Walaupun pada
umumnya asupan asam bifosfonat dapat ditoleransi tubuh, penggunaan dalam jangka
panjang dapat menimbulkan efek samping seperti osteonekrosis dan turunnya fungsi
ginjal.
CT dapat menginduksi sel kanker payudara untuk memproduksi cAMP dan menghambat
perkembangan sel kanker. Molekul cAMP tersebut terbentuk
dari ekspresi pencerapCT yang terhubung adenylate cyclase oleh paling tidak satu
buah guanine nucleotide-binding protein. Respon cAMP terhadap CT dapat menurun
ketika sel terinkubasi senyawa mitogenik berupa 17beta-estradiol dan EGF; dan
meningkat seiring inkubasi senyawa penghambat pertumbuhan
seperti tamoxifen dan 1,25(OH)2D3; serta oligonukleotida danproto-onkogen c-myc.
40
Namun penggunaan tamoxifen meningkatkan risiko
terjadi polip endometrial, hiperplasia dan kanker, melalui mekanisme adrenomedulin.
Respon berupa produksi cAMP yang kuat, tidak ditemukan pada senyawa selain CT.
Senyawa efektor adenylate cyclase seperti forskolin dan senyawa beta-adrenergic
receptor agonist seperti isoproterenol hanya menghasilkan sedikit produksi cAMP.
Pada sel MDA-MB-231, CT akan menginduksi fosforilasi c-Raf pada serina posisi ke
259 melalui lintasan protein kinase A dan menyebabkan terhambatnya fosforilasi ERK1/2
yang diperlukan bagi kelangsungan hidup sel MDA-MB-231, dan menghambat
ekspresi mRNA uPA yang diperlukan sel MDA-MB-231 untuk invasi dan metastasis.
Walaupun demikian kalsitonin tidak mempunyai efek yang signifan untuk
menghambat proliferasi sel MCF-7. Apoptosis sel MDA-MB-231 juga diinduksi
oleh asam lipoat yang menghambat fosforilasi Akt dan mRNA AKT, aktivitas Bcl-
2 dan protein Bax, MMP-9 dan MMP-2, serta meningkatkan aktivitas kaspase-3.
Strategi pencegahan
Pada prinsinya, strategi pencegahan dikelompokkan dalam tiga kelompok besar, yaitu
pencegahan pada lingkungan, pada pejamu, dan milestone. Hampir setiap epidemiolog
sepakat bahwa pencegahan yang paling efektif bagi kejadian penyakit tidak menular
adalah promosi kesehatan dan deteksi dini. Begitu pula pada kanker payudara,
pencegahan yang dilakukan antara lain berupa:
Pencegahan primer
Pencegahan primer pada kanker payudara merupakan salah satu bentuk promosi
kesehatan karena dilakukan pada orang yang "sehat" melalui upaya menghindarkan diri
dari keterpaparan pada berbagai faktor risiko dan melaksanakan pola hidup sehat.
Pencagahan primer ini juga bisa berupa pemeriksaan SADARI (pemeriksaan payudara
sendiri) yang dilakukan secara rutin sehingga bisa memperkecil faktor risiko terkena
kanker payudara.
41
Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan terhadap individu yang memiliki risiko untuk terkena
kanker payudara. Setiap wanita yang normal dan memiliki siklus haid normal merupakan
populasi at risk dari kanker payudara. Pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan
deteksi dini. Beberapa metode deteksi dini terus mengalami perkembangan. Skrining
melalui mammografi diklaim memiliki akurasi 90% dari semua penderita kanker
payudara, tetapi keterpaparan terus-menerus pada mammografi pada wanita yang sehat
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker payudara. Karena itu, skrining
dengan mammografi tetap dapat dilaksanakan dengan beberapa pertimbangan antara lain:
Wanita yang sudah mencapai usia 40 tahun dianjurkan melakukan cancer risk
assessement survey.
Pada wanita dengan faktor risiko mendapat Referensi untuk
dilakukan mammografi setiap tahun.
Wanita normal mendapat Referensi mammografi setiap 2 tahun sampai mencapai usia
50 tahun.
Foster dan Constanta menemukan bahwa kematian oleh kanker payudara lebih sedikit
pada wanita yang melakukan pemeriksaan SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri)
dibandingkan yang tidak. Walaupun sensitivitas SADARI untuk mendeteksi kanker
payudara hanya 26%, bila dikombinasikan dengan mammografi maka sensitivitas
mendeteksi secara dini menjadi 75%
Pencegahan tertier
Pencegahan tertier biasanya diarahkan pada individu yang telah positif menderita kanker
payudara. Penanganan yang tepat penderita kanker payudara sesuai dengan stadiumnya
akan dapat mengurangi kecatatan dan memperpanjang harapan hidup penderita.
Pencegahan tertier ini penting untuk meningkatkan kualitas hidup penderita serta
mencegah komplikasi penyakit dan meneruskan pengobatan. Tindakan pengobatan dapat
berupa operasi walaupun tidak berpengaruh banyak terhadap ketahanan hiduppenderita.
Bila kanker telah jauh bermetastasis, dilakukan tindakan kemoterapi dengan sitostatika.
42
Pada stadium tertentu, pengobatan yang diberikan hanya berupa simptomatik dan
dianjurkan untuk mencari pengobatan alternatif dengan obat herbal kanker payudara.
Daftar Pustaka
Oktaviamulan, tria.2014. Makalah jejas adaptasi dan kematian sel. (online)
Available:http://triaoktaviamaulan.blogspot.com/2014/04/makalah-jejas-adaptasi-
dan-kematian-sel.html
Doktersehat. 2013. Hipertrofi Kardiomiopati, Kelainan Jantung Genetik. (Online).
Available : http://doktersehat.com/hipertrofi-kardiomiopati-kelainan-jantung-
genetik/. (21 Maret 2015)
Dokterumum. 2012. Benign Prostatic Hyperplasia. (Online). Available :
http://tipsdokterumum.blogspot.com/2012/06/benign-prostatic-hyperplasia.html.
(21 Maret 2015)
Marlianas, Ina. 2014. Penyakit Neoplasma dan Pengobatannya. (Online). Available :
http://inamarlianas.blogspot.com/2014/05/penyakit-neoplasma-dan-
pengobatannya.html. (21 Maret 2015)
Nurcahyo. 2014. Displasia Bronkopulmoner. (Online). Available :
http://indonesiaindonesia.com/f/12819-displasia-bronkopulmoner/. (21 Maret
2015)
Persify. 2014. Displasia Bronkopulmoner. (Online). Available :
http://www.persify.com/id/perspectives/medical-conditions-diseases/displasia-
bronkopulmoner-_-9510001031098. (21 Maret 2015)
43
Supriyatningsih, Eko. 2011. Adaptasi Sel. (Online). Available :
https://ekosupriyatiningsih.wordpress.com/2011/06/27/adaptasi-sel/. (21 Maret
2015)
http://id.wikipedia.org/wiki/Kanker_payudara
44